Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

19
1 TRANSFORMASI GENETIK KEDELAI MELALUI Agrobacterium : STRATEGI PERAKITAN KEDELAI TAHAN VIRUS SMV YANG MENGEKSPRESIKAN COAT PROTEIN – SMV Agung_Astuti*, I.A. Rineksane*, Sismindari** dan J.B. Mardiyono*** *) Agronomi Pertanian UMY **) Farmasi UGM ***) HPT Pertanian UGM ABSTRAK Rekayasa genetik tanaman (transgenik) merupakan suatu metode baru untuk menghasilkan tanaman tahan virus, dengan mekanisme Coat Protein-Mediated Resistance (CP-MR). Isolasi virus SMV isolat lokal DIY dan amplifikasi gen cp-SMV telah dilakukan dan berhasil diklon dan ditransformasi ke Agrobacterium sp. Penelitian ini untuk memproduksi bibit kedelai transgenik tahan virus SMV yang dilakukan dengan transformasi gen cp- SMV isolat lokal DIY dengan metode CP-MR. Penelitian sebelumnya telah diperoleh kalus kedelai hasil transformasi gen cp-SMV yang telah terdeteksi adanya penyisipan gen cp-SMV menggunakan metode PCR (0,8 Kb). Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan planlet transforman cp-SMV kedelai, berdasarkan pengujian ekspresi coat protein SMV. Penelitian terdiri atas beberapa tahapan yaitu : (1) Regenerasi transforman kedelai cp-SMV (2) Isolasi coat protein SMV, (3) Analisis coat protein SMV metode SDS-PAGE dan Immunoblotting dengan antibodi poliklonal, (3) Optimasi medium regenerasi untuk induksi akar/tunas transforman, (4) Substitusi medium pemeliharaan untuk multiplikasi transforman dan pre-aklimatisasi dengan pupuk daun dan air kelapa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa regenerasi kalus atau tunas kedelai yang membawa gen cp-SMV hanya mencapai 3 %, yaitu 6 isolat dari 200 isolat yang ditransformasi. Diperlukan kalus seberat 2 gram untuk dapat dianalisis SDS-PAGE dengan konsentrasi 10 uM. Diperoleh konfirmasi tentang ekspresi coat protein SMV di dalam sel transforman kedelai dengan metode immunoblottingSDS-PAGE. Medium MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP + 20 % air kelapa dapat menginduksi satu tunas transforman kedelai cp-SMV. Hyponek dan air kelapa mampu mensubstitusi unsur hara dan ZPT pada medium MS, namun belum mampu menumbuhkan tunas dan akar dari kalus transforman kedelai. Kata Kunci : Transgenik Kedelai, virus SMV, Agrobacterium sp., coat protein-SMV PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebutuhan kedelai di Indonesia sebesar 30 juta ton per tahun, untuk memenuhi kebutuhan protein nabati baik balam bentuk segar, maupun olahan dan fermentasi seperti : minyak kedelai, susu kedelai, kecap, tahu, tempe, camilan dll. Sedang produksi kedelai Indonesia sangat rendah dibanding Amerika (1:2), sehingga impor kedelai dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Penurunan produksi kedelai antara lain

Transcript of Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

Page 1: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

1

TRANSFORMASI GENETIK KEDELAI MELALUI Agrobacterium : STRATEGI PERAKITAN KEDELAI TAHAN VIRUS SMV YANG

MENGEKSPRESIKAN COAT PROTEIN – SMV

Agung_Astuti*, I.A. Rineksane*, Sismindari** dan J.B. Mardiyono*** *) Agronomi Pertanian UMY

**) Farmasi UGM ***) HPT Pertanian UGM

ABSTRAK

Rekayasa genetik tanaman (transgenik) merupakan suatu metode baru untuk menghasilkan tanaman tahan virus, dengan mekanisme Coat Protein-Mediated Resistance (CP-MR). Isolasi virus SMV isolat lokal DIY dan amplifikasi gen cp-SMV telah dilakukan dan berhasil diklon dan ditransformasi ke Agrobacterium sp. Penelitian ini untuk memproduksi bibit kedelai transgenik tahan virus SMV yang dilakukan dengan transformasi gen cp- SMV isolat lokal DIY dengan metode CP-MR. Penelitian sebelumnya telah diperoleh kalus kedelai hasil transformasi gen cp-SMV yang telah terdeteksi adanya penyisipan gen cp-SMV menggunakan metode PCR (0,8 Kb). Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan planlet transforman cp-SMV kedelai, berdasarkan pengujian ekspresi coat protein SMV. Penelitian terdiri atas beberapa tahapan yaitu : (1) Regenerasi transforman kedelai cp-SMV (2) Isolasi coat protein SMV, (3) Analisis coat protein SMV metode SDS-PAGE dan Immunoblotting dengan antibodi poliklonal, (3) Optimasi medium regenerasi untuk induksi akar/tunas transforman, (4) Substitusi medium pemeliharaan untuk multiplikasi transforman dan pre-aklimatisasi dengan pupuk daun dan air kelapa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa regenerasi kalus atau tunas kedelai yang membawa gen cp-SMV hanya mencapai 3 %, yaitu 6 isolat dari 200 isolat yang ditransformasi. Diperlukan kalus seberat 2 gram untuk dapat dianalisis SDS-PAGE dengan konsentrasi 10 uM. Diperoleh konfirmasi tentang ekspresi coat protein SMV di dalam sel transforman kedelai dengan metode immunoblottingSDS-PAGE. Medium MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP + 20 % air kelapa dapat menginduksi satu tunas transforman kedelai cp-SMV. Hyponek dan air kelapa mampu mensubstitusi unsur hara dan ZPT pada medium MS, namun belum mampu menumbuhkan tunas dan akar dari kalus transforman kedelai. Kata Kunci : Transgenik Kedelai, virus SMV, Agrobacterium sp., coat protein-SMV

PENDAHULUAN

Latar Belakang. Kebutuhan kedelai di Indonesia sebesar 30 juta ton per tahun, untuk

memenuhi kebutuhan protein nabati baik balam bentuk segar, maupun olahan dan

fermentasi seperti : minyak kedelai, susu kedelai, kecap, tahu, tempe, camilan dll. Sedang

produksi kedelai Indonesia sangat rendah dibanding Amerika (1:2), sehingga impor kedelai

dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Penurunan produksi kedelai antara lain

Page 2: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

2

disebabkan oleh adanya serangan hama dan penyakit. Pemerintah DIY mulai tahun 2000

mencanangkan program “Gema palagung” dalam rangka swasembada kedelai.

Mosaik daun merupakan penyakit virus penting pada tanaman yang hingga kini

belum ditemukan metode pengendalian yang memadai. Virus tersebut dapat bertahan

hidup bertahun-tahun dalam sisa tanaman yang mudah terinfeksi atau di dalam tanah,

mudah menular dan sulit dikendalikan (Agrios, 1988). Soybean Mosaic Virus (SMV)

merupakan virus yang menyerang kedelai, penyebab penyakit Mosaik. Biji kedelai yang

terserang SMV akan berkeriput dan bila menjadi bibit memperlihatkan gejala tumbuh

tinggi dan kurus, daun nekrotik dan melengkung ke bawah, tulang daun menguning serta

cepat rontok, tanaman menjadi kerdil dan akhirnya mati. Penyakit Mosaik kedelai dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan hasil sampai mencapai 60 – 90 %, bahkan mengakibatkan

kegagalan panen (Somaatmadja, 1988; Semangun, 1991; Wang et al., 1998). Data dari

dinas HPT secara nyata menunjukkan bahwa serangan SMV di lapangan dapat

menimbulkan kerugian sebesar 50 – 90 %. Iklim tropis yang lembab di Indonesia,

menyebabkan serangan virus semakin meluas. Soybean Mosaic Virus termasuk potyvirus

bentuk batang dengan satu tipe coat protein, terdiri atas RNA dengan ukuran 10 kb dan

poly A pada ujungnya. Soybean Mosaic Virus menyandi 8 protein yang pada awalnya

merupakan protein besar kemudian mengalami pemrosesan menjadi protein virus

(Eggenberger et al, 1989; Sismindari dan Sujadi, 1996; Somaatmadja, 1998). Berbagai

cara pengendalian penyakit telah dilakukan, namun hasilnya kurang memuaskan.

Teknik rekayasa genetik tanaman (transgenik) merupakan metode baru untuk

menghasilkan tanaman tahan virus yang disebut sebagai CoatProtein-Mediated Resistance

(CP-MR), yaitu ketahanan tanaman yang disebabkan oleh ekspresi gen coat protein (cp-

gene) (Beachy, 1991). Dilaporkan oleh Power-Abel et al., (1986) tembakau transgenik cp-

TMV yang resisten terhadap TMV ternyata tidak menunjukkan adanya gejala penyakit

meskipun diinokulasi dengan Tomato Mosaic Virus (ToMV) maupun SMV. Demikian juga

tomat yang diinfeksi gen cp-TMV ternyata tahan terhadap ToMV(Nelson , 1988).

Berdasarkan kisaran inang dan hubungan serologi, ada 60-90 % homologi asam amino

pada coat protein TMV, SMV dan ToMV sehingga dapat saling melindungi. Hal ini dapat

dijelaskan oleh Power-Abel et al. (1986) bahwa coat protein dari virus yang menginfeksi

pertama akan menyelubungi RNA dari virus yang menginfeksi berikutnya sehingga dapat

mencegah replikasinya. Pada metode CP-MR terjadi interaksi antara sekuen asam amino

virus dengan coat protein transgen secara spesifik pada aras molekular, sehingga ada

Page 3: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

3

korelasi antara resistensi dengan derajat keserupaan antara sekuen asam amino pada coat

protein transgenik tanaman dengan coat protein virus (Clark et al., 1995). Di Indonesia,

untuk mendapatkan kedelai yang tahan terhadap penyakit Mosaik perlu dikembangkan

tanaman transgenik dengan penyisipan gen coat protein SMV lokal.

Isolasi virus SMV isolat lokal DIY dan amplifikasi gen cp-SMV telah dilakukan dan

berhasil diklon dan digunakan untuk transformasi Agrobacterium sp. (Sumardiyono et al.,

1995; Sismindari dan Sujadi, 1996). Selanjutnya Agrobacterium sp. yang menyandi gen

cp-SMV telah berhasil ditransformasi ke daun tembakau sebagai tanaman model dan

membentuk kalus dan tunas (Agung-Astuti dan Diah, 2000). Agrobacterium sp. dapat

memindahkan dan mengintegrasikan T-DNA ke dalam genom tanaman (Sheng dan

Citovsky, 1996). Keberadaan gen cp-SMV di dalam kalus atau tunas dapat dideteksi

dengan pendekatan PCR menggunakan dua primer yang sesuai dengan urutan basa dari

gen cp-SMV beserta daerah pengapitnya sehingga diperoleh fragmen sekitar 0,8 kb

(Eggenberger et al., 1989). Analisis molekular dengan PCR pada kalus dan tunas tembakau

hasil transformasi cp-SMV isolat lokal DIY, menunjukkan bahwa gen penyandi cp-SMV

isolat lokal DIY berekombinasi dengan DNA tanaman (sekitar 0,8 kb), sehingga

diharapkan dapat mengekspresikan coat protein yang akan menghambat replikasi virus

SMV di dalam sel tanaman (Agung-Astuti et al., 2002).

Setelah diketahui bekerjanya sistem ekspresi gen cp-SMV isolat lokal DIY pada

tembakau sebagai tanaman model, maka untuk mendapatkan tanaman kedelai yang tahan

terhadap infeksi virus SMV dengan mekanisme CP-MR, perlu dilakukan transformasi gen

cp-SMV isolat lokal DIY ke tanaman kedelai.

Permasalahan. Untuk transformasi gen cp-SMV isolat lokal DIY ke tanaman kedelai,

dihadapi beberapa permasalahan antara lain : (a) Apakah regenerasi kalus atau tunas

transforman dapat ditingkatkan dengan menentukan macam medium dan zat pengatur

tumbuh yang sesuai untuk menginduksi tunas dan planlet, (b) Bagaimana ekspresi dan

stabilitas gen cp-SMV di dalam sel tanaman kedelai, (c) Bagaimana aklimatisasi

transforman : medium penyapihan, komposisi medium bibit, kondisi rumah kaca, (d)

Bagaimana tingkat ketahanan tanaman kedelai terhadap serangan virus di lapangan

(Bioassay).

Tujuan Penelitian. 1) Regenerasi kalus atau tunas kedelai yang membawa gen cp-

SMV. 2) Memperoleh konfirmasi ekspresi coat protein SMV pada kalus transforman

kedelai. 3) Menginduksi tunas/akar dari kalus transforman kedelai dengan perlakuan ZPT.

Page 4: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

4

4) Mengetahui pengaruh pupuk daun dan air kelapa untuk substitusi sumber hara dan ZPT

pada medium MS pada multiplikasi transforman.

METODE PENELITIAN

A. Regenerasi transforman kedelai (subkultur dan multiplikasi)

Kalus atau tunas kedelai hasil transformasi diperbanyak pada medium MS + 0,3 mg/l

NAA + 2 mg/l BAP sesuai prosedur George dan Sherrington (Pierik, 1987). Seluruh

tahapan multiplikasi dilakukan dalam kondisi aseptis dan diinkubasi pada pencahayaan

sekitar 1000 lux (dengan transmission light) fase gelap 8 jam dan fase terang 16 jam serta

suhu 25-280 C.

B. Isolasi dan penentuan konsentrasi coat protein SMV

a. Isolasi dan penentuan konsentrasi crude protein kalus transforman kedelai

Kalus seberat 2-5 gram dilumatkan dengan penambahan buffer 5mM

Sodiumphosphat 0,14 N NaCl (pH 7) dingin. Selanjutnya siap disentrifugasi dengan

microcentrifuge (MSE) pada kecepatan 10.000 g selama 10 menit. Supernatan yang

diperoleh disimpan dalam 40 C. Konsentrasi crude protein ditentukan berdasarkan serapan

sinar ultraviolet panjang gelombang 280 nm dan 260 nm (Robyt & White, 1987).

C. Analisis coat protein SMV dengan metode Elektroforesis SDS-PAGE

Gel akrilamid terdiri atas resolving gel 15% (10 ml larutan stok akrilamid :

bisakrilamid 30 : 0,8 + 7,4 ml Tris-HCl 1 M pH 8,6 + 0,2 ml SDS 10 % + 1 ml APS 1,5 %

+ 1,36 ml akuades) + 10 µl TEMED, segera dimasukkan ke slab gel vertikal setinggi 5 cm

dan stacking gel (3%). Selanjutnya ditambahkan butanol untuk menutup permukaan

larutan agar permukaan rata dan menghilangkan gelembung udara. Gel dibiarkan

mengalami polimerisasi selama 30 - 60 menit. Setelah padat maka resolving gel

dibersihkan dengan menyemprot akuades ke permukaan gel. Stacking gel (2,8 ml larutan

stok akrilamid : bisakrilamid 30 : 0,8 + 1,66 ml Tris-HCl 1 M pH 6,8 + 0,14 ml SDS 10 %

+ 0,66 ml APS 1,5 % + 8,2 ml akuades) + 8 µl TEMED. Campuran dituang di atas

resolving gel dengan cepat, kemudian sisir dipasang dan gel dibiarkan berpolimerisasi

selama 30-40 menit sehingga siap digunakan. Sampel protein yang akan dipisahkan

ditambah dengan sampel bufer (2X), dipanaskan selama 2 menit, setelah itu larutan sampel

dimasukkan ke dalam sumuran pada gel yang telah terbentuk. Elektroforesis protein SDS-

PAGE dijalankan pada voltase 80 V selama kurang lebih 1 jam (hingga batas bawah gel).

Setelah selesai gel direndam dalam coomase blue untuk pewarnaan dan digoyang selama

Page 5: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

5

semalam dan dilakukan desstaining hingga pita-pitanya dapat dilihat dengan jelas dan

dapat diketahui berat molekulnya.

D. Analisis coat protein SMV dengan metode Immunoblotting- antibodi poliklonal

Pengujian ini terdiri atas tahapan : transfer membran, blocking, pengujian antibodi,

pengujian anti-antibodi (conjugate) dan pewarnaan. Transfer gel ke membran dilakukan

setelah protein dielektroforesis pada SDS-PAGE dan direndam transfer bufer selama 30

menit. Membran nitrosellulosa dipotong sesuai ukuran gel dan diberi tanda untuk

menentukan posisi sumuran, lalu direndam transfer buffer bersama-sama dengan fiber

pads. Setelah 30 menit, gel disusun dalam Trans-blot SD Semi-dry Transfer Cell dengan

urutan dari bawah sebagai berikut : fiber pad (+), membran nitrosellulosa, gel, fiber pad (-

), diratakan agar tidak ada gelembung. Trans-blot SD Semi-dry Transfer Cell ditutup.

Blotting dijalankan pada voltase 20 V selama 45 menit. Blocking dilakukan supaya gel

tertutup larutan blocking sehingga pita protein yang sudah diberi antigen dapat terdeteksi.

Sebelum dilakukan blocking dengan larutan BSA 1% dalam TTBS-tween 0,05 %,

membran yang telah diblot dengan protein dari gel direndam dengan transfer bufer salin

(TBS 1X) selama 5 menit. Membran direndam pada larutan blocking selama 60 semalam

pada suhu 40 C tanpa penggoyangan. Selanjutnya larutan blocking dibuang dan membran

dicuci dengan larutan Tween transfer bufer salin (TTBS) selama 10 menit dengan

penggoyangan pada suhu kamar lalu larutan TTBS dibuang. Pengujian antibodi dilakukan

dengan merendam membran pada larutan antibodi pertama dan selanjutnya membran

diinkubasi selama 120 menit dengan penggoyangan pada suhu kamar. Membran dicuci

dengan TTBS dua kali, masing-masing 5 menit dan selanjutnya TTBS dibuang. Pengujian

anti-antibodi (conjugate) dilakukan dengan merendam membran pada larutan antibodi ke

dua (anti-Rabbit IgG alkaline phosphatase conjugate) dan diinkubasi selama 2 jam pada

suhu kamar dengan penggoyangan. Setelah inkubasi, larutan antibodi ke dua dibuang dan

membran dicuci dengan TTBS dua kali, masing-masing 5 menit, kemudian dicuci dengan

larutan TBS satu kali 5 menit. Deteksi hasil reaksi dilakukan dengan merendam membran

di dalam larutan colour developer (BCIP/NBT) sampai terbentuk warna ungu pada

membran. Reaksi pewarnaan kemudian dihentikan dengan merendam membran dalam

akuades selama 10 menit.

E. Optimasi medium regenerasi untuk induksi akar/tunas transforman

Page 6: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

6

Kalus yang telah disubkultur dan dimultiplikasi kemudian diinduksi untuk beregenerasi

membentuk tunas atau akar. Untuk itu dilakukan optimasi medium terbaik yang dapat

menginduksi tunas atau akar dengan Kanamycin 50 mg/l sebagai marker seleksi. Optimasi

medium regenerasi dilakukan dalam kondisi aseptis dan diinkubasi pada pencahayaan

sekitar 1000 lux ( dengan transmision light) fase gelap 8 jam dan fase terang 16 jam serta

suhu 25-280 C.

Perlakuan medium yang dicobakan adalah :

C. MS + 0,3 mg/l NAA + 2 mg/l BAP

E. MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP

F. MS + 0,1 mg/l NAA + 1 mg/l BAP

G. MS0

H. MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l Kinetin

I. MS + 0,5 mg/l NAA + 5 mg/l BAP

J. MS + 3 mg/l BAP

F. Substitusi medium pemeliharaan dengan pupuk daun dan air kelapa

Kalus kedelai hasil transformasi yang diperoleh dari multiplikasi, selanjutnya

diperbanyak pada medium MS sesuai prosedur George dan Sherrington (Pierik, 1987) yang

disubstitusi dengan pupuk daun Hyponek ditambah NAA dan BAP dan air kelapa dengan

Kanamycin sebagai penanda seleksi. Perlakuan medium :

K. MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP + 20 % air kelapa

L. MS + 0,5 mg/l NAA + 2 mg/l BAP + 20 % air kelapa

M. MS + 0,5 mg/l NAA + 1 mg/l BAP + 20 % air kelapa

N. MS + 0,5 mg/l NAA + 20 % air kelapa

O. Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP + 20 % air kelapa

P. Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 2 mg/l BAP + 20 % air kelapa

Q. Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 1 mg/l BAP + 20 % air kelapa

R. Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 20 % air kelapa

Seluruh tahapan substitusi medium multiplikasi dilakukan dalam kondisi aseptis dan

diinkubasi pada pencahayaan sekitar 1000 lux ( dengan transmision light) fase gelap 8 jam

dan fase terang 16 jam serta suhu 25-280 C.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Regenerasi Transforman Kedelai cp-SMV

Page 7: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

7

Transformasi dilakukan menggunakan 200 eksplan dan diseleksi dalam medium

medium MS + 2 mg/l BAP + 0,3 mg/l NAA yang ditambah Kanamycin. Hasil seleksi

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah dan persentase transforman kedelai cp-SMV berkalus selama regenerasi dari 200 eksplan

Tahap Kegiatan Jumlah isolat Isolat berkalus (%) Kultur Skrining Kanamycin 151 75,50 Subkultur I 60 39,70 Subkultur II 20 10,00 Subkultur III 8 4,00 Subkultur IV 6 3,00 Subkultur V 6 3,00 Subkultur VI 6 3,00 Subkultur VII 6 3,00

Dari 200 eksplan yang diseleksi, 151 isolat berhasil membentuk kalus dalam

medium berisi Kanamycin (75,5%). Kalus yang telah tersisipi gen cp- SMV kemudian

diisolasi DNAnya untuk mendeteksi keberhasilan transformasi. Dari 151 isolat, yang

diisolasi DNAnya sebanyak 21 isolat (13,9 %). Dari 21 DNA yang dideteksi PCR dan

menunjukkan kalus tersisipi gen cp-SMV sebanyak 11 isolat (5,5 %). Sementara kalus

juga disubkultur untuk menyuplai hara dan dimultiplikasi untuk memperbanyak kalus.

Kalus yang sudah ditransformasi tidak mudah mempertahankan pertumbuhannya, kalus

mengalami browning yang kemudian berlanjut pada kematian kalus. Kalus bisa

dipertahankan kesegarannya antara 3 – 6 minggu dari inokulasi, sehingga kalus harus

disubkultur dan dilakukan sampai 7 kali selama sekitar 7 bulan untuk memperoleh kalus

yang akan diisolasi protein dan diregenerasi lebih lanjut. Keberhasilan kalus beregenerasi

dan membelah cukup rendah, karena dari 21 transforman, hanya 6 isolat (3 %) yang dapat

bertahan hidup dan diperbanyak yaitu transforman S11, S17, 24, 33, 35 dan 40. Sementara

itu menurut Wattimena (1992) keberhasilan transformasi genetik kedelai menggunakan

metode mikroproyektil sebesar 2 % persen .

Isolat yang membentuk kalus dan bertahan hidup sampai subkultur VII kemudian

dikembangkan untuk mendapatkan kalus dalam jumlah banyak. Hasil multiplikasi dapat

dilihat pada Gambar 2.

Page 8: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

8

Gambar 2. Multiplikasi kalus transforman kedelai cp-SMV

Kemampuan multiplikasi kalus cenderung rendah, karena dari 1 botol koleksi isolat

transforman rata-rata hanya dapat diperbanyak menjadi 2 botol koleksi, kecuali pada

transforman nomor S11 yang dapat diperbanyak sampai 64 botol koleksi pada subkultur

III, meskipun kemampuan multiplikasinya menurun pada subkultur IV menjadi 16 botol

koleksi dan meningkat lagi pada subkultur V. Keberhasilan subkultur dan multiplikasi

menurun karena komposisi medium dan ZPT yang digunakan sama dengan medium untuk

induksi kalus awal, sehingga kalus mengalami stagnasi pertumbuhan. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Gunawan (1987) bahwa subkultur beruntun pada medium yang sama

menyebabkan pertumbuhan eksplan mengalami stagnasi.

B. Isolasi dan Penentuan Konsentrasi coat protein SMV

Kandungan protein pada berbagai tanaman berbeda-beda. Untuk mendapatkan

konsentrasi protein yang cukup dianalisis SDS-PAGE maka perlu dilakukan optimasi berat

sampel isolat. Hasil isolasi protein dari 2 gram sampel diperoleh protein sejumlah 0,50 ml

dengan konsentrasi 5,005 mg/ml sehingga total protein 2,50 mg. Sedang 5 gram sampel

diperoleh protein sejumlah 0,80 ml dengan konsentrasi 12,03 mg/ml sehingga total protein

9,62 mg. Hasil analisis SDS-PAGE berbagai konsentrasi tersaji pada Gambar 3.

0

10

20

30

40

50

60

70

1 2 3 4 5 6 7

Jum

lah

kole

ksi

Bulan ke

Multiplikasi kalus transforman kedelai cp-SMV

S11

S17

24

33

35

40

Page 9: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

9

1 2 3 4 5 6 7

Gambar 3. Analisis SDS-PAGE berbagai konsentrasi protein transforman kedelai cp-SMV

Keterangan sumur nomor : 1. 5 uM protein dari 2 g sampel 5. 12 uM protein dari 5 g sampel 2. 10 uM protein dari 2 g sampel 6. 24 uM protein dari 5 g sampel 3. 15 uM protein dari 2 g sampel 7. 36 uM protein dari 5 g sampel 4. 3 uM coat protein SMV

Menurut Tang dan Tian (2003) untuk pengujian western blotting cukup digunakan

sampel 1 gram dari kalus segar transgenik loblolly pine dengan konsentrasi 10 uM. Dari

Gambar 3 tampak bahwa pada transgenik kedelai cp-SMV diperlukan sampel seberat 2

gram kalus untuk mendapatkan pita-pita protein yang cukup untuk dianalisis secara SDS-

PAGE dengan jumlah protein 10 uM. Isolasi protein dari 6 transforman dengan berat

sampel masing-masing 2 gram, hasilnya tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Rerata konsentrasi dan jumlah total protein dari enam transforman kedelai cp-SMV

Transforman Konsentrasi protein

(mg/ml) Jumlah Total Protein

Non transforman 13,97 4,89 S11 13,04 5,22 S17 15,65 8,61 24 14,71 6,62 33 15,59 8,57 35 15,78 7,10 40 16,34 8,17

Page 10: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

10

Hasil isolasi protein dari berat sampel yang sama ternyata menghasilkan jumlah

protein yang berbeda. Hal tersebut selain dipengaruhi oleh kandungan protein dalam

masing-masing transforman, juga oleh sifat kalus yang mempengaruhi isolasi protein.

Jumlah protein yang diperoleh dari enam transforman berkisar antara 4,89 – 8,61 mg

dengan konsentrasi sebesar 13,04 – 16, 34 mg/ml. Dari 2 gram kalus transforman S17, 33

dan 40 diperoleh protein dalam jumlah banyak dengan konsentrasi tinggi. Sementara dari

2 gram kalus non transforman diperoleh protein dalam jumlah yang cenderung lebih

sedikit. Hasil analisis SDS-PAGE berbagai transforman kedelai cp-SMV tersaji pada

Gambar 4.

1 2 3 4 5 6 7 8

Gambar 4. Analisis SDS-PAGE berbagai konsentrasi protein transforman kedelai cp-SMV

Keterangan sumur nomor : 1. 27,9 uM protein non transforman 5. 29,4 uM protein transforman 24 2. 10,0 uM coat protein SMV 6. 31,2 uM protein transforman 33 3. 26,0 uM protein transforman 11 7. 31,6 uM protein transforman 35 4. 31,3 uM protein transforman S17 8. 32,7 uM protein transforman 40 Pada Gambar 4 tampak ada perbedaan profil pita-pita protein antara kontrol dengan

transforman, namun adanya pita coat protein-SMV pada transforman tidak begitu spesifik

karena coat protein SMV pada marker (sumur 2) tidak tampak tegas sebagai pembanding

dikarenakan konsentrasinya yang rendah (10 uM). Untuk memastikan adanya ekspresi gen

Page 11: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

11

cp-SMV pada transforman maka dilakukan analisis coat protein SMV dengan metode

Immuno-dot-blot dan Immunoblotting-SDS-PAGE dengan antibodi poliklonal dari kelinci.

C. Analisis Coat Protein SMV dengan Metode Immuno-dot-blot dan Immunoblotting-

SDS-PAGE dengan Antibodi Poliklonal

Analisis coat protein SMV dengan metode Immuno-dot-blot dilakukan dengan

konsentrasi 13,04 uM – 16,34 uM pada transforman 11, S17, 24, 33, 35, 40, coat protein-

SMV dan kontrol, hasilnya tersaji pada Gambar 5.

Gambar5. Immuno-dot-blot protein transforman kedelai dg antibodi poliklonal cp-SMV

Keterangan : 1. 1,00 uM coat protein SMV 5. 13,95 uM protein non transforman 2. 13,04 uM protein transforman 11 6. 15,59 uM protein transforman 33 3. 14,70 uM protein transforman 24 7. 15,78 uM protein transforman 35 4. 15,65 uM protein transforman S17 8. 16,34 uM protein transforman 40

Pada Gambar 5 dapat ditunjukkan adanya perbedaan intensitas warna ungu

berbagai transforman dengan coat protein-SMV dan kontrol, yang timbul akibat reaksi

antigen-antibodi coat protein SMV yang ditunjukkan dengan reaksi BCIP/NBT oleh

Alkaline Phosphatase. Transforman 11, 24, 33 dan 40 memberikan intensitas pewarnaan

sama dengan coat protein-SMV sehingga terdeteksi adanya ekspresi coat protein SMV.

Sedang transforman S17 dan 35 memberikan intensitas pewarnaan sama dengan kontrol

sehingga belum terekspresi coat protein SMV, meskipun secara deteksi PCR ada pita DNA

< 0,8 Kb.

Page 12: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

12

Menurut Tang dan Tian (2003) hal tersebut ada hubungannya dengan high copy

numbers dan kemungkinan adanya proses co-suppression sehingga ekspresinya lemah.

Untuk membuktikan spesifik ukuran coat protein SMV pada transforman maka dilakukan

analisis Immunoblotting-SDS-PAGE.

1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7

Gambar 6b. Analisis SDS-PAGE berbagai konsentrasi protein transforman kedelai cp-SMV

Gambar6b.ImmunoblottingSDS-PAGE protein transforman kedelai dg antibodi poliklonal cpSMV

Keterangan sumur nomor : 1. Marker protein 5. 55,8 uM protein non transforman 2. 5,0 uM coat protein SMV 6. 62,4 uM protein transforman 33 3. 52,0 uM protein transforman 11 7. 65,4 uM protein transforman 40 4. 58,8 uM protein transforman 24 Menurut Eggenberger et al., (1989) ukuran protein lebih rendah dari yang

diperkirakan, diduga karena adanya prosesing. SMV menyandi delapan protein yang pada

awalnya merupakan satu protein besar yang kemudian mengalami pemotongan (post-

translationally processed) menjadi protein virus. Gen cp-SMV diperkirakan panjangnya

795 nukleotida yang mengkode 265 asam amino menjadi protein seberat 29.857 dalton.

Pada Gambar 6a dari analisis SDS-PAGE tampak bahwa pada transforman 11, 24, 33, 40

maupun kontrol terdapat pita protein yang sejajar dengan coat protein SMV sebesar

<30.200 dalton. Setelah dideteksi secara immunoblotting SDS-PAGE pada Gambar 6b

tampak bahwa pada kontrol tidak ada ekspresi coat protein SMV, sedang transforman 33

terekspresi coat protein SMV secara kuat dan pada transforman 11, 24 dan 40 terekspresi

coat protein dengan ukuran lebih kecil dari standar cp-SMV.

Page 13: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

13

D. Optimasi medium regenerasi dan induksi akar/tunas transforman

Kemampuan multiplikasi yang rendah menunjukkan sulitnya meregenerasi kalus

transforman. Hal ini dapat disebabkan kegiatan subkultur beruntun pada medium yang

sama. Medium yang digunakan untuk subkultur adalah medium MS + 0,3 mg/l NAA + 2

mg/l BAP yang juga merupakan medium terbaik untuk induksi kalus transforman. Namun

demikian subkultur sulit dilakukan karena banyak kalus yang mengalami browning dan

akhirnya mati, sehingga jumlah isolat dan jumlah koleksi isolat menurun dari subkultur

awal ke subkultur berikutnya.

Untuk meningkatkan keberhasilan subkultur dan multiplikasi isolat kemudian

dilakukan optimasi medium dengan variasi zat pengatur tumbuh dan hasilnya dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Optimasi medium regenerasi dan induksi akar/tunas transforman

Perlakuan Medium Persentase Browning(%)

Kesegaran Kalus (%)

Diameter Kalus (cm)

Morfo- genesis

MS + 0,3 mg/l NAA + 2 mg/l BAP

81,40 40,00 1,19 Kalus

MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP

54,70 70,00 1,44 Kalus

MS + 0,1 mg/l NAA + 1 mg/l BAP

93,60 35,00 1,21 Kalus

MS 0

97,30 30,00 1,19 Kalus

MS+0,5 mg/l NAA + 3 mg/l Kinetin

99,20 30,00 1,85 Kalus

MS + 0,5 mg/l NAA + 5 mg/l BAP

96,70 30,00 1,62 Kalus

MS + 3 mg/l BAP

73,70 45,00 1,65 Kalus

Kriteria skoring kesegaran kalus : > 75 % : Segar 50-75 % : Sedang < 50 % : Kurang segar Diantara medium yang dicoba, medium MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP

menghasilkan persentase browning terendah dengan kualitas kesegaran kalus sedang.

Peningkatan konsentrasi NAA dan BAP menyebabkan kalus yang sudah disubkultur

berkali-kali pada medium MS + 0,3 mg/l NAA + 2 mg/l BAP mampu beregenerasi

Page 14: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

14

kembali dalam medium MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP. Gunawan (1987) menyatakan

bahwa subkultur beruntun pada medium yang sama menyebabkan pertumbuhan eksplan

stagnan dan dapat diregenerasi kembali dalam medium yang ditingkatkan konsentrasi

ZPTnya dari medium semula atau medium tanpa ZPT. Namun demikian peningkatan

konsentrasi NAA dan BAP belum mampu menginduksi akar/tunas sehingga morfogenesis

kalus transforman setelah subkultur VII masih terjadi secara tidak langsung yaitu melalui

pembentukan kalus. Untuk itu perlu dicoba ZPT jenis lain yang lebih efektif menginduksi

akar/tunas, misalnya Thidiazuron. Mok et.al (1987) menyatakan bahwa Thidiazuron

merupakan turunan fenilurea yang aktivitasnya lebih tinggi dibanding sitokinin lainnya.

E.Substitusi medium pemeliharaan dengan pupuk daun dan air kelapa

Kalus yang diperoleh dalam kultur in vitro terus-menerus harus dipelihara agar

tidak mengalami kematian dan dapat disimpan sebagai koleksi atau bahan tanam

berikutnya. Pemeliharaan yang utama adalah subkultur yaitu memindahkan kultur dari

medium lama yang telah kehilangan kandungan unsur hara lengkap ke dalam medium baru

yang kandungannya sama dengan medium sebelumnya. Oleh karena komposisi medium

yang digunakan adalah MS maka diperlukan biaya cukup besar disebabkan bahan

penyusun medium MS merupakan senyawa pure analysis yang harganya cukup mahal.

Untuk itu dilakukan upaya mengganti atau mensubstitusi sumber hara dan zat pengatur

tumbuh yang ditambahkan. Sebagai pengganti sumber hara digunakan pupuk daun dan air

kelapa sebagai pengganti sitokinin. Pada Tabel 4 tersaji hasil rerata persentase browning,

diameter kalus dan kesegaran warna transforman kedelai yang diukur dengan teknik

skoring berdasar Munchell Colour Chart. Sedang visualisasi kalus pada substitusi medium

untuk multiplikasi dan induksi tunas/akar tersaji pada Gambar 7.

Tabel 4. Rerata persentase browning, kesegaran warna dan diameter kalus transforman kedelai pada medium substitusi

Perlakuan Persentase

browning(%) Kesegaran warna (%)

Diameter kalus(cm)

Morfo genesis

MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP + 20 % air kelapa

30,00 57,50 2,12 Tunas

MS + 0,5 mg/l NAA + 2 mg/l BAP + 20 % air kelapa

69,00 48,88 1,92 Kalus

MS + 0,5 mg/l NAA + 1 mg/l BAP + 20 % air kelapa

33,00 54,28 2,28 Kalus

MS + 0,5 mg/l NAA + 20 % air kelapa

72,00 71,66 1,76 Kalus

Page 15: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

15

Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP + 20 % air kelapa

91,80 49,23 2,26 Kalus

Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 2 mg/l BAP + 20 % air kelapa

40,40 78,18 2,74 Kalus

Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 1 mg/l BAP + 20 % air kelapa

46,00 61,66 2,70 Kalus

Hyponek +0,5 mg/l NAA + 20 % air kelapa

37,00 92,72 2,70

Kalus

Keterangan : semakin tinggi persentase warna akan menunjukkan kalus semakin hijau

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa persentase warna tertinggi diperoleh pada medium

substitusi Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 20 % air kelapa (Gambar 7 H) diikuti medium

Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 2 mg/l BAP + 20 % air kelapa (Gambar 7 F). Pada medium

tersebut diperoleh kalus dalam jumlah cukup tinggi dengan diameter 2,70-2,74 cm dan

semakin hijau kalus yang diperoleh (78,18 -92,72 %) dengan persentase browning yang

cukup rendah (37,:-40,40 %). Hasil ini lebih baik jika dibandingkan persentase warna

kalus yang ditanam dalam medium MS dengan variasi zat pengatur tumbuh buatan dan

alami.

Gambar 7. Pertumbuhan kalus transforman kedelai pada medium substitusi

Page 16: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

16

Keterangan : A= MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP + 20 % air kelapa B= MS + 0,5 mg/l NAA + 2 mg/l BAP + 20 % air kelapa C= MS + 0,5 mg/l NAA + 1 mg/l BAP + 20 % air kelapa D= MS + 0,5 mg/l NAA + 20 % air kelapa E= Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP + 20 % air kelapa F= Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 2 mg/l BAP + 20 % air kelapa G=Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 1 mg/l BAP + 20 % air kelapa H=Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 20 % air kelapa

Dengan demikian pupuk daun Hyponek dapat menggantikan medium MS sebagai

sumber hara makro dan mikro serta air kelapa dapat menggantikan zat pengatur tumbuh

buatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Agung-Astuti et al., (2004) pada tanaman

kedelai non transforman bahwa penggunaan medium substitusi Hyponek ditambah air

kelapa menghasilkan persentase warna kalus kedelai yang lebih tinggi dari medium MS

ditambah NAA dan BAP. Namun demikian medium substitusi Hyponek ditambah air

kelapa belum mampu menumbuhkan tunas. Tunas hanya terbentuk pada medium MS + 0,5

mg/l NAA + 3 mg/l BAP + 20 % air kelapa, meskipun tunas ini hanya bertahan 3 minggu

dan kemudian mati.

KESIMPULAN

1. Regenerasi kalus transforman kedelai cp-SMV mencapai 3 % pada subkultur VII,

yaitu 6 isolat dari 200 eksplan yang ditransformasi.

2. Diperlukan kalus seberat 2 gram untuk dapat dianalisis SDS-PAGE dengan

konsentrasi 10 uM.

3. Diperoleh konfirmasi adanya ekspresi coat protein SMV di dalam sel transforman

kedelai berdasar analisis immuno-dot-blot dan immunoblotting SDS-PAGE .

4. Medium MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP + 20 % air kelapa dapat menginduksi

tunas transforman kedelai cp-SMV.

5. Hyponek dan air kelapa mampu mensubstitusi unsur hara dan ZPT pada medium

MS, namun belum mampu menumbuhkan akar dari kalus transforman kedelai

SARAN

1. Perlu dicoba sitokinin lain seperti Thidiazuron untuk menginduksi tunas/akar dari

kalus transforman kedelai

2. Dilakukan aklimatisasi pada planlet transforman cp-SMV

Page 17: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

17

3. Dilakukan uji stabilitas gen pada transforman cp-SMV dan uji ketahanan terhadap

virus SMV

TERIMA KASIH

DIRJEN DIKTI yang telah membiayai penelitian ini melalui HIBAH PEKERTI

tahun 2004.

DAFTAR PUSTAKA Agrios, G. N. 1988. Plant Pathology. 3th edition. Academic Press, Inc. Agung-Astuti dan Diah R. 2000. Transformasi Daun Tembakau dengan

Agrobacterium Mengandung Gen Coat Protein SMV. Prosiding Seminar Nasional BPPT.

Agung-Astuti, Etty H. dan Ainun, F. 2001. Pengaruh Konsentrasi NAA dan BAP Terhadap Multiplikasi Kalus dan TunasTembakau Hasil Transformasi cp-SMV.

Agung-Astuti, E. Handayani, Innaka, A.R. dan Sismindari. 2002. Analisis Gen Coat

Protein SMV Tembakau Hasil Transformasi cp-SMV. AgroUMY XI (2) : 49-59. Agung-Astuti, E. Handayani dan Herianto. 2002. Pengaruh Sterilisasi Eksplan Kecambah Terhadap Pertumbuhan Kedelai Varietas Wilis Secara Kultur in vitro. Agung-Astuti, E. Handayani dan A.S. Alim. 2002. Kajian Berbagai Konsentrasi

Sterilan dan Lama Perendaman Eksplan Kotiledon Kedelai Varietas Wilis Terhadap Keberhasilan Kultur in vitro. Prosiding Seminar Nasional Kimia UNY.

Agung-Astuti, Innaka, A.R. dan E. Supanti. 2003. Substitusi Hara dan ZPT pada Medium MS dengan Pupuk daun dan Air Kelapa untuk Multiplikasi Kalus Kedelai Hasil Transformasi cp-SMV Secara In Vitro

Agung-Astuti, Innaka,A.R., Sismindari dan Y.B. Sumardiyono.2003.Transformasi

Genetik Kedelai Melalui Agrobacterium: Strategi Perakitan Kedelai Transgenik Tahan Virus SMV Yang Mengekspresikan Coat Protein-SMV. HIBAH PEKERTI ANGKATAN I, TAHUN KE 1, DIKTI, Jakarta.

Agung-Astuti, Innaka,A.R., Sismindari dan Y.B. Sumardiyono.2004. Pengaruh Macam

Eksplan Terhadap efisiensi Transformasi Gen Coat Protein-SMV Pada Kedelai Melalui Agrobacterium sp.Prosiding Seminar Nasional Biokimia dan Biologi Molekuler PBBMI, Yogyakarta

Beachy, RN., M. Bendahmane, J.H. Fitchen, G. Zhang. 1997. Studies of Coat Protein-

Mediumted Resistance to Tobacco Mosaic Tobamovirus : Correlation between Assembly of Mutant Coat Proteins and Resistance. Virology 71 (10) : 1942 – 7950.

Page 18: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

18

Beachy, RN. 1998. Virus-resistant Transgenic Plants. In: Biotechnology in Plant Disease Control. Wiley – Liss, New York.

Clark, W.G., J. Fitchen, A. Nejidat, C.M. Deom, R.N. Beachy. 1995. Studies of coat

protein-mediumted resistance to tobacco mosaic virus (TMV). II. Challenge by a mutant with altered virion surface does not overcome resistance conferred by TMV coat protein. J.G. virol. 76 ( 10 ) : 2613 –1617.

Eggenberger, A.L., D.M. Stark and R.N. Beachy. 1989. The Nucleotide Sequence of SMV

Coat Protein Region and its Expression in E. coli, Agrobacterium and Tobacco Callus. J. Gen. Virol. 70 : 1853-1860

Nelson, R.S. 1988. Virus Tolerance, Plant Growth and Field Performance of Transgenic

Tomato Plant Expressing Coat Protein from TMV. Bio/Technology 6: 403-409. Mantell, S.H., Matthews, J.A., McKee, R.A. 1985. Principle of Plant Biotechnology An

introduction To Genetic Engineering In Plants. Blackwell Scientific Publications. Oxfords London Edinburgh. Boston Palo Alto Melbourne.

Power-Abel, P., R.S. Nelson, B.D.N. Hoffmann, Roger, Fraky and R.N. Beachy. 1996.

Delay of Disease Development in Transgenic Plant That Express the TMV Coat Protein Gene. Science 232 : 738-743

Semangun, H., 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada

Press. Yogyakarta. Sheng, J. and V. Citovsky. 1996. Agrobacterium-Plant Cell DNA Transport : Have

Virulence Protein, Will Travel. The Plant Cell. 8 : 1699-1710 Sismindari dan Sujadi. 1996. Kloning Gen Coat Protein SMV dengan pendekatan PCR

Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia. 2 : 36-39 Sumardiyono, Y.B., Wuye Ria Andayani, Susamto S. 1995. Karakterisasi dan serologi

Virus SMV. Makalah Kongres Nasional XIII PFI, Mataram. Somaatmadja, S. 1988. Kedelai. Badan Litbang Pertanian P3TP. Bogor. Tang, W. 2001. Agrobacterium-mediated transformation and assessment of factors

influencing transgene expression in loblolly pine (Pinus taeda L.). Cell Research 11 (3) : 237 – 243

Tang, W and Tian, Y. 2003. Transgenic loblolly pine (Pinus taeda L.) plants expressing a

modified d-endotoxin gene of Bacillus thuringiensis with enhanced resistance to Dendrolimus punctatus Walker and Crypyothelea formosicola Staud. J. of Exoerimental Botany 54 (383): 835 – 844.

Wang, Y., R.L. Nelson, Y. Hu. 1998. Genetic analysis of resistance to soybean mosaic

virus in four soybean cultivar from China. Crop Science 38 (4) : 922-925.

Page 19: Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai.pdf

19