Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

226
UJI TANAH UNTUK MENILAI KEMAMPUAN TANAH MENDUKUNG PRODUKSI TANAMAN PENDAHULUAN Tanah dapat didefinisikan sebagai material mineral yang tidak padu yang berada di permukaan bumi dan yang berfungsi sebagai medium alami bagi pertumbuhan tanaman darat (Anon, 1975). Akan tetapi kalau praktek pengelolaan tanah dilibatkan dan dengan demikian di-pengaruhi oleh faktor gentik dan lingkungan, maka akan banyak terjadi modifikasi pada tanah. Efek-efek modifikasi terhadap lengas tanah, temperatur, oksigen, aspek-aspek kimiawi dan kekurangan atau keracunan hara dapat muncul dan terlibat dengan interaksi-interaksi yang terjadi di antara parameter-parameter ini. Selain hal-hal tersebut, uraian berikut ini akan dibatasi pada modifikasi zone perakaran terutama yang berkaitan dengan penyembuhan kekurangan (stress) unsur hara. Sistem pengolahan tanah seringkali memodifikasi zone perakaran secara nyata. Operasi pengolahan ta- nah ini dilakukan karena beberapa alasan seperti untuk menggemburkan tanah sehingga memudahkan penetrasi akar, mengubur residu tanaman sebelumnya, menyediakan lingkungan yang sesuai bagi benih, mengendalikan gulma. Tradisi, estetika, dan manfaat-manfaat tertentu lainnya telah memotivasi petani untuk mempraktekkan praktek pengolahan dan budidaya tanaman, yang pada akhirnya akan memodifikasi zone perakaran. Praktek-praktek seperti ini 1

Transcript of Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Page 1: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

UJI TANAH UNTUK MENILAI KEMAMPUAN TANAH MENDUKUNG PRODUKSI TANAMAN

PENDAHULUAN

Tanah dapat didefinisikan sebagai material mineral yang tidak padu yang berada di permukaan bumi dan yang berfungsi sebagai medium alami bagi pertumbuhan tanaman darat (Anon, 1975). Akan tetapi kalau praktek pengelolaan tanah dilibatkan dan dengan demikian di-pengaruhi oleh faktor gentik dan lingkungan, maka akan banyak terjadi modifikasi pada tanah. Efek-efek modifikasi terhadap lengas tanah, temperatur, oksigen, aspek-aspek kimiawi dan kekurangan atau keracunan hara dapat muncul dan terlibat dengan interaksi-interaksi yang terjadi di antara parameter-parameter ini. Selain hal-hal tersebut, uraian berikut ini akan dibatasi pada modifikasi zone perakaran terutama yang berkaitan dengan penyembuhan kekurangan (stress) unsur hara.

Sistem pengolahan tanah seringkali memodifikasi zone perakaran secara nyata. Operasi pengolahan ta-nah ini dilakukan karena beberapa alasan seperti untuk menggemburkan tanah sehingga memudahkan penetrasi akar, mengubur residu tanaman sebelumnya, menyediakan lingkungan yang sesuai bagi benih, mengendalikan gulma. Tradisi, estetika, dan manfaat-manfaat tertentu lainnya telah memotivasi petani untuk mempraktekkan praktek pengolahan dan budidaya tanaman, yang pada akhirnya akan memodifikasi zone perakaran. Praktek-praktek seperti ini dianggap lebih layak kalau sumber enerji, terutama yang berasal dari bahan bakar fosil, tersedia berlebihan dan lebih ekonomis. Konsep penggunaan enerji telah berubah secara drastis pada akhir-akhir ini, terutama dalam proses produksi pertanian. Semakin terbatasnya enerji fosil dan dengan de-mikian semakin meningkatnya biaya serta minat terhadap konservasi tanah, telah mendorong semakin banyaknya perhatian terhadap minimum-tillage (Adams et al., 1973; Mock dan Erbach, 1977). Sistem ini mempengaruhi modifikasi zone perakaran dan mungkin juga akan berpengaruh terhadap cekaman (kekurangan) hara.

Data yang sahih tentang pengaruh modifikasi zone perakaran terhadap cekaman hara relatif sulit dan mahal diperoleh. Heterogenitas di antara dan di dalam lokasi serta interaksi yang kompleks di antara faktor-faktor telah mengakibatkan kesulitan interpretasi data terutama

1

Page 2: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

kalaureplikasi waktu tidak dilakukan. Walaupun demikian masih dimungkinkan untuk mengubah dan mengatasi kekurangan hara yang diakibatkan oleh ada-nya modifikasi zone perakaran.

Dalam rangka memperkenalkan teknik-teknik yang tersedia untuk memperbaiki rezim kesuburan tanah dan menyembuhkan kekurangan hara, maka dianggap perlu untuk terlebih dahulu memahami sifat dan karakteristik dari permasalahan yang dihadapi. Untuk ini maka ha-rus memahami berbagai pengetahuan tentang fenomena kesetimbangan dalam tanah yang mengendalikan suplai hara ke akar tanaman. Kalau informasi ini telah dikuasai, maka perlu mengevaluasi presisi dan nilai prognostik dari metode-metode yang tersedia untuk menjelaskan status kesuburan tanah. Hal ini memungkinkan kita untuk menentukan realibilitas dengan mana kekurangan hara dapat di-diagnosa dalam suatu kasus tertentu. Setelah itu berbagai pendekatan untuk me-nyembuhkan kekurangan hara tersebut dapat dirancang untuk memaksimumkan respon tanaman terhadap perlakuan penyembuhan.

Ada banyak problem dan kendala dalam diagnosis sifat dan keparahan problem yang ada dan pada akhir nya akan menimbulkan kesulitan dalam upaya menyembuhkan sesuatu problem kekurangan hara. Banyak aturan-aturan dan kaidah-kaidah telah ditulistentang subyek kesuburan tanah dan diagnosis kekurangan hara.

1. Hubungan Tanah-Tanaman

Disamping sebagai tempat tegaknya tanaman, ta-nah juga mensuplai unsur hara esensial yang diperlukan oleh tanaman kecuali CO2 dan O2 yang berasal dari atmosfer. Interaksi antara fase padatan dan cairan dalam mensuplai unsur hara esensialdari tanah ke akar tanaman, diabstraksikan dalam Gambar 1. Karena secara umum tyelah disepakati bahwa tanaman menyerap sebagian besar haranya secara langsung dari larutan tanah, maka komponen ini akan menjadi fokus pembahasan. Konsentrasi larutan tanah selalu encer, jarang yang melampaui 10 mM kecuali pada kondisi saline. Larutan tanah berada dalam kondisi kesetimbangan dinamik dengan fase padatan tanah yang mencerminkan cadangan hara. Hal ini dilukiskan dalam Tabel 1 yang hanya menunjukkan kecilnya persentase kation tersedia dalam fase larutan tanah.

2. Suplai dan Ketersediaan Hara

2

Page 3: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Untuk dapat lebih memahami kesetimbangan-ke-setimbangan yang dilukiskan dalam Gambar 1, maka perlu untuk mengkaji konsep-konsep ketersediaan dan suplai hara kepada tanaman. Istilah "ketersediaan" itu sendiri masih belum terdefinisikan secara baik, tetapi telah diartikan sebagai kondisi dimana tanaman mampu mendapatkan hara. Misalnya, ion-ion dalam larutan tanah mudah tersedia tetapi jumlah totalnya sedikit. Oleh karena itu kesinambungan penyerapan hara dari larutan tanah tergantung kepada laju pembaharuan konsentrasinya dari cadangan hara yang berada pada fase padatan. Oleh karena itu pada umumnya dianggap benar bahwa tambahan pertama dari hara yang diambil akan lebih mudah tersedia dibandingkan dengan tambahan-tambahan berikutnya karena enerji ikatannya kepada fase padatan semakin besar.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN HARA BAGI TANAMAN

Ketersediaan hara bagi tanaman ditentukan oleh faktor-faktor yang  mempengaruhi  kemampuan tanah mensuplai  hara  dan  faktor-faktor  yang  mempengaruhi kemampuan  tanaman  untuk menggunakan unsur hara yang disediakan. Tujuan dari uji tanah adalah  mengukur faktor-faktor  ini  dan  menginterpretasikan  hasil-hasilnya dalam  konteks perlakuan penyembuhan  yang  mungkin diperlukan. Beberapa faktor dapat ditentukan melalui pekerjaan laboratorium. Sedangkan faktor la-innya seperti kandungan oksigen udara  tanah, suhu tanah dan lainnya harus ditentukan di lapangan.

Dalam menyarankan suatu prosedur untuk mengukur ketersediaan unsur  hara atau menginterpretasikan hasil-hasilnya, pengetahuan tentang  berbagai reaksi yang berlangsung dan dialami oleh unsur hara dalam tanah sangat penting. Oleh karena itu dalam pembahasan kali ini akan dipusatkan pada faktor-faktor yang terlibat dengan suplai hara pada permukaan akar.

1. Faktor yang mempengaruhi konsentrasi larutan tanah Unsur  hara  yang melarut dalam larutan tanah  berasal  dari

beberapa  sumber  seperti pelapukan mineral  primer,  dekomposisi bahan  organik,  deposisi dari atmosfer,  aplikasi  bahan  pupuk, rembesan air tanah dari tempat lain, dan lainnya.

3

Page 4: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Nitrat  dan khlorida sangat soluble dan lazimnya tidak  mem-bentuk senyawa yang tidak-melarut dengan komponen tanah. Akibatnya nitrat  dan khlorida yang ditamabahkan ke tanah  akan  tetap berada dalam larutan tanah hingga diserap oleh akar tanaman  atau jasad  re-nik, tercuci, dan denitrifikasi.  Anion  sulfat  dalam tanah-tanah  netral  dan alkalis mempunyai perilaku  yang  serupa dengan  nitrat,  tetapi dalam tanah-tanah masam  cenderung  untuk dijerap.Kebanyakan  unsur  hara lainnya membentuk  beberapa  tipe senyawa yang kurang melarut yang cenderung mempertahankan konsentrasi kesetimbangan dalam larutan tanah. Dengan demikian kation-kation  larut  air  akan berkesetimbangan dengan  kation  tukar; kation-kation  seperti Cu dan Zn mempunyai ciri-ciri asam  Lewis (sebagai  aseptor elektron) dapt membentuk kompleks dengan  bahan organik tanah; ion ferri dan Al membentuk hidroksida atau oksida hidrous yang tidak melarut; fosfor membentuk senyawa Fe-, Al- dan Ca-fosfat yang tidak melarut.

Kondisi  pH tanah merupakan faktor penting  yang menentukan kelarutan  unsur  yang  cenderung berkesetimbangan  dengan  fase padatan (Tabel 1). Kelarutan oksida-oksida hidrous dari Fe dan Al secara langsung tergantung pada konsentrasi hidroksil  (OH) dan menurun  kalah pH meningkat. Kation hidroen (H+) bersaing secara langsung dengan kation-kation asam Lewis lainnya membentuk  tapak kompleksi,  dan oleh karenanya kelarutan kation kompleks  seperti Cu  dan Zn kan me-ningkat dengan menurunnya pH. Konsentrasi ion hidrogen  menentukan besarnya KTK tergantung muatan  dan  dengan demikian akan mempengaruhi aktivitas semua kation tukar. Kelarutan Fe-fosfat, Al-fosfat dan Ca-fosfat sangat tergantung pada pH, demikian juga  kelarutan anion molibdat (MoO4) dan  sulfat  yang terjerap.  Anion molibdat dan sulfat yang terjerap,  dan fosfat yang  terikat  Ca kelarutannya akan menurun kalau pH  meningkat. Selain itu, pH juga mengendalikan kelarutan karbonat dan silikat, mempengaruhi  reaksi-reaksi redoks, aktivitas jasad  renik,  dan menentukan bentuk-bentuk  kimia dari fosfat dan  karbonat  dalam larutan  tanah.  Pengasaman  mineral  silikat  dapat menggeser "muatan  patahan" dari negatif menjadi positif.  Beberapa reaksi penting yang terpengaruh oleh pH disajikan dalam Tabel 2.

4

Page 5: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tabel 2. Pengaruh  kemasaman  terhadap beberapa  re-aksi  yang berlangsung dalam tanah

No.

Gugusan yang terpengaruhi

Reaksi-reaksi umum

1. Hidroksida dan

xAl3+ + 3xOH- === AlxOH(3x-y)y+ + yOH- === xAl(OH)3

Oksida xFe3++ 3xOH- === FexOH(3x-y)y+ + yOH- ==== xFe(OH)3 === 0.5xFe2O3 + 3x H2O2. Karbonat CaCO3 + 2H+ === Ca++ + CO2 + H2O3. Kompleks*) CuCh + 2H+ === Cu++ + H2Ch4. Fosfat Fe(OH)2H2PO4 + OH- === Fe(OH)3 + H2PO4- Al(OH)2H2PO4 + OH- === Al(OH)3 + H2PO4- Ca10(PO4)6(OH)2 +14H+ === 10Ca++ + 6H2PO4- + 2H2O5. Silikat Mg2SiO4 + 4 H+ === 2Mg++ + Si(OH)4 SiO2 +H2O +OH- === OSi(OH)3-6. KTK (tergan-

tung pH)M+X- + H+ === M+ + HX (**)

7. Muatan pada Si Si patahan

silikat O 0.5- + H+ ==== OH 0.5+

Al Al Al-OH0.5- + H+ ==== Al-OH2 0.5+

8. Sistem redoks

Mn2+ + H2O + O2 === 2H+ + MnO2

2Fe2+ +5H2O + O2 === 4H+ +2Fe(OH)3 H2S + 2O2 === 2H+ + SO4= NH4+ + 2O2 === 2H+ + NO3- + H2O9. Ion dalam HPO4= + H+ === H2PO4- larutan H2CO3 === HCO3- + H+ === CO3= + 2 H+ Cu++ + OH- ==== CuOH+

Keterangan: *) Ch adalah khelat, mencerminkan elektron donor. (**) X merupakan tapak muatan yang tergantung pH, terutama karboksilat dan fenolat, M+ merupakan kation tukar.

Faktor lain yang sangat penting dalam menentukan konsentrasi hara dalam larutan tanah adalah potensial redoks. Faktor ini berhubungan dengan keadaan aerasi  tanah  yang selanjutnya sangat tergantung pada laju  respirasi  jasad renik  dan laju difusi oksigen. Ia mempengaruhi kelarutan unsur  hara mineral yang  mempunyai lebih dari satu bilangan oksidasi (valensi). Unsur-unsur ini adalah  C,H,O,N,S,Fe,Mn, dan Cu. Kan-dungan air yang mendekati atau melebihi kondisi ke-jenuhan merupakan sebab utama dari buruknya aerasi karena  kecepatan  difusi

5

Page 6: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

oksigen melalui pori yang terisi air jauh lebih lambat  daripada pori yang berisi udara. Ikhtisar beberapa reaksi redoks yang penting disajikan dalam  Tabel 3. Informasi dalam tabel ini menyatakan bahwa  kalau tanah yang semula dalam kondisi oksidasi menjadi lebih reduksi mka akan dapat terjadi reaksi-reaksi berikut ini.

(a). denitrifikasi nitrat, kombinasi reaksi 1 dan 4(b). reduksi MnO2 menjadi Mn++, reaksi no. 5(c). reduksi Cu++ menjadi Cu+, reaksi no. 7(d). reduksi oksida hidrous Fe+++ menjadi Fe++, no. 8(e). reduksi SO4= menjadi H2S, reaksi no. 9(f). produksi CH4, reaksi no. 10(g). produksi H2, reaksi no. 12

Tabel 3. Beberapa reaksi oksidasi-reduksi yang penting dalam tanah

No. Eh (mV) Reaksi

1. 968 2NO3- + 8H+ + 6e === N2 + 4H2O

2. 815 O2 + 4H+ + 4e 2H2O

3. 771 Fe3+ + e Fe++

4. 421 NO3- + 2H+ + 2e NO2- + H2O

5. 401 MnO2 + 4H+ + 2e Mn++ + 2H2O

6. 345 NO2- + 8H+ + 6e === NH4+ + 2H2O

7. -135 Cu++ + e === Cu+

8. -185 Fe(OH)3 + 3H+ + e === Fe++ + 3H2O

9. -214 SO4= + 10H+ + 8e === H2S + 4H2O

10. -245 CO2 + 8H+ + 8e === CH4 + 2H2O

11. -278 N2 + 8H+ + 6e === 2NH4+

6

Page 7: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

12. -414 2H+ + 2e === H2

Sumber: Garrels dan Christ (1965)

Reaksi-reaksi  lainnya  berhubungan dengan batas atas stabilitas  air (reaksi no.2),  nisbah  Fe+++ dengan Fe++ dalam larutan tanah  (reaksi no.3),  proses nitrifikasi  (reaksi no.4 dan 6), dan proses fiksasi nitrogen (reaksi  no.11). Denitrifikasi  dan reduksi Mn masih dapat berlangsung dalam tanah  yang  basah tetapi  tidak jenuh air. Reaksi lainnya umumnya memerlukan kondisi jenuh  dan tergenang.  Reduksi  feri oksida akan menghasilkan  pelepasan  fosfat  yang terfiksasi oleh oksida, yang dapat memberikan sumbangan kepada nutrisi tanaman seperti  padi yang dapat tumbuh pada kondisi tergenang. Potensial  baku pada Tabel 3 hanya menjelaskan apa yang mungkin terjadi secara termodinamika. Laju aktual dari  reaksi  sangat tergantung pada sistem ensim  jasad  renik.  Akan tetapi  pentingnya pengaruh potensial redoks tanah terhadap komposisi larutan tanah sangatlah jelas.

Faktor lain, seperti suhu dan kekuatan ionik la-rutan juga  dapat mempengaruhi  reaksi-reaksi yang mengendalikan konsentrasi  hara dalam larutan tanah.

2. Pergerakan Unsur Hara menuju Permukaan Akar

2.1. Intersepsi akarKalau  akar  tanaman tumbuh berkembang  dalam  ta-nah,

mereka enempati ruang yang semula ditempati oleh unsur hara yang dapat diserap. Oleh  karena itu permukaan akar  harus  kontak  dengan unsur hara ini selama proses penggantian ruang tersebut.  Estimasi sumbangan intersepsi akar terhadap kebutuhan hara tanaman dapat dilakukan atas dasar tiga asumsi berikut:

(1). Jumlah  maksimum hara yang di-intersep adalah jumlah  yang diperkirakan tersedia dalam volume tanah yang ditempati oleh akar

(2). Akar menempati rata-rata 1% dari total volume tanah(3). Sekitar  50%  dari total volume tanah terdiri atas  pori;  oleh

karenanya akar menempati sekitar 2% dari total ruang pori.

7

Page 8: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Atas  dasar  asumsi-asumsi ini, nilai-nilai dalam Tabel  4  telah  dapat dihitung oleh Barber (1966) untuk tanah lempung-debu fertil. Unsur hara yang dapat  disuplai secara lengkap oleh intersepsi adalah Ca, sedangkan sumbangan yang  cukup besar dijumpai pada unsur Mg, Mn, dan Zn. Perlu diketahui  bahwa nilai-nilai  ini  merupakan batas maksimum yang mungkin bagi  intersepsi  akar karena  beberapa bagian dari akar dapat meningkatkan volumenya tanpa  menyerap hara  dari volume  tanah yang digantikannya, dan sebagian  massa  tanah  yang terdesak akan menyingkir tanpa kontak dengan permukaan akar.

Tabel 4. Estimasi jumlah hara yang disuplai oleh tiga mekanisme kepada akar jagung  yang tumbuh dalam tanah lempung-debu yang dipupuk dosis tinggi dan  pH tanah 6.8.

Unsur Total Jumlah yang disuplai oleh: hara serapan Intersepsi Aliran massa Difusi .......... ........... kg/ha ....... .........Ca 23 66 175 -Mg 28 16 105 -K 135 4 35 96P 39 1 2 36Mn 0.23 0.1 0.05 0.08Zn 0.23 0.1 0.53 -Cu 0.16 0.01 0.35 -B 0.07 0.02 0.70 -Fe 0.80 0.10 0.53 0.17

Sumber: Barber (1966).

Walaupun  nilai-nilai absolut tidak dapat ditentukan, tampak bahwa intersepsi akar akan menyediakan lebih banyak kebutuhan hara kalau tanaman mempunyai sistem  perakaran yang ekstensif dan kalau konsentrasi hara tersedia  dalam zone perakaran cukup tinggi.

2.2. Aliran massaAir secara konstan bergerak mendekati atau menjauhi

permukaan akar. Sejumlah air kontak dengan permukaan akar kalau ia diserap untuk  menggantikan kehilangan transpirasi. Sejumlah air lainnya kontak dengan permukaan akar kalau ia bergerak dalam responnya terhadap gradien potensial air dalam tanah. Air tanah ini mengandung  unsur  hara terlarut dan jumlah unsur hara tertentu  yang

8

Page 9: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

diangkut ke prmukaan akar oleh salah satu dari proses ini  disebut sebagai hara yang diangkut oleh aliran massa.

Persentase kebutuhan hara yang dapat dipenuhi oleh aliran massa tergantung  pada  (a) kebutuhan ta-naman akan  unsur  hara,  (b) konsentrasi hara dalam larutan tanah, (c) jumlah air yang  ditrans-pirasikan per unit bobot jaringan, dan (d) volume efektif air, yang bergerak karena gradien potensial dan yang kontak dengan permukaan akar.

Kontribusi  proses  yang terakhir ini sulit  ditentukan, sehingga estimasi kontribusi hara dari aliran massa biasanya didsarkan  atas konsentrasi  hara  dan jumlah air transpirasi  per  satuan  bobot jaringan. Estimasi seperti ini disajikan dalam  Tabel  4.  Tampak bahwa aliran massa dapat menjadi kontributor dominan untuk  hara Ca,  Mg,  Zn, Cu, B dan Fe. Demikian juga, akurasi  hasil  estimasi masih dapat dipertanyakan karena asumsi-asumsi yang terlibat.

2.3. DifusiDari  estimasi  dalam Tabel 4 tampak bahwa kebutuhan  P dan  K

biasanya  tidak dapat dipenuhi dari intersepsi dan aliran  massa. Oleh karena  itu harus dipenuhi oleh proses  difusi.  Persamaan berikut ini melukiskan faktor-faktor penting yang menentukan  kecepatan difusi unsur hara menuju ke permukaan akar:

dq/dt = DAP(C1 - C2)/L

dimana:

dq/dt=mencerminkan laju difusi ke permukaan akarD = koefisien difusi unsur hara dalam airA = luas  penampang  yang  diasumsikan  mencerminkan  total

permukaan  penyerapan dari akar tanaman untuk  maksud difusi ini.

P= fraksi  dari  volume tanah yang ditempati oleh  air (juga termasuk faktor tortuosity)

C1= konsentrasi  hara terlarut pada suatu titik yang berjarak  L dari permukaan akar

C2 = konsentrasi hara terlarut pada permukaan akar L = jarak dari permukaan akar ke titik tertentu C1.

9

Page 10: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Persamaan ini tidak akan berlaku secara tepat untuk sistem tanah, akan  tetapi  ia mampu menunjukkan faktor-faktor apa  saja  yang mempengaruhi  kecepatan  difusi unsur hara seperti P  dan  K  ke permukaan akar, yaitu:

(1). Faktor  P. Ini mencerminkan fraksi dari total volume tanah-yang  mengandung  air. Laju difusi akan tergantung pada kadar air tanah, dan tanah yang bertekstur halus diharapkan akan  memungkinkan  difusi yang lebih  cepat pada  kondisi konsentrasi  larutan yang sama dibandingkan  dengan  tanah yang teksturnya kasar karena ia mempunya kapasitas  menahan  air  yang lebih besar pada potensial  air  tanah  yang setara.

(2). Besarnya  gradien konsentras9 (C1-C2)/L. Konsentrasi  yang tidak sama akan menyediakan gaya dorong bagi difusi. Kalau C1 merupakan konsentrasi larutan tanah dan  C2  konsentrasi pada permukaan akar, laju difusi akan lebih tinggi kalau  C1 semakin besar dan C2 semakin kecil dan L konstan.  Sehingga kemampuan tanaman untuk menyerap hara menurunkan  konsentrasi C2 hingga sangat rendah dan hal ini akan  meningkatkan laju difusi yang tinggi karena konsentrasi hara dalam larutan (C1) menjadi tinggi. Faktor jarak L akan dipengaruhi oleh adanya  faktor kapasitas dalam kesetimbangan  dengan larutan  tanah karena reaksi kesetimbangan akan  cenderung mempertahankan konsentrasi  yang relatif  tinggi  di  dekat permukaan akar.

(3). Faktor  A.  Mencerminkan  total luas  permukaan  akar yang tersedia  untuk penyerapan dan menjadi fakor  yang sangat penting. Sejumlah hara yang sama dapat diserap dengan laju yang lebih lambat per satuan luas permukaan kalau total luas permukaan penyerapan lebih besar. Oleh karena itu, luasnya sistem perakaran merupakan faktor penting yang  mempengaruhi  serapan yang dikendalikan oleh difusi. Distribusi  akar dalam kaitannya dengan distribusi spasial unsur hara tersedia dan  air  tersedia sangat penting. Unsur  hara,  baik  alami maupun  yang ditambahkan, cen-derung terkonsentrasi  dalam tanah lapisan olah. Akan tetapi lapisan tanah ini  cenderung untuk mengering selma periode kekeringan dan ketersediaan hara tersebut menurun secara drastis. Sehingga ketersediaan hara  pada  tahun-tahun kering akan  banyak  ditingkatkan kalau ada suplai hara dan air dalam subsoil dan kalau distribusi akar dalam subsoil memadai jumlahnya. Operasi pengolahan  tanah  dapat mempengaruhi distribusi  spasial  dan  ke-tersediaan hara (Siemens, Walker dan Peck, 1971).

3. Pembaharuan Hara dalam Larutan Tanah

10

Page 11: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Kalau  unsur  hara diambil dari larutan tanah,  akan terjadi ke-cenderungan  untuk  menggantikan defisit hara dari fase  padatan tanah. Konsentrasi hara dalam larutan tanah sering disebut sebagai faktor intensitas dan sumber hara pada fase padatan  tanah  yang mensuplai kembali larutan tanah disebut sebagai faktor  kapasitas.

Faktor kapasitas dapat dibagi-bagi secara sembarangan menjadi tiga kategori, yaitu:(1). bentuk-bentuk  yang berkesetimbangan secara cepat  dengan

larutan tanah.(2). bentuk-bentuk  yang berkesetimbangan secara lambat  hingga

agak lambat (kesetimbangan semu) dengan larutan tanah(3). bentuk-bentuk yang tidak berkesetimbangan dengan  larutan tanah,

karena tidak ada reaksi balik (unsur hara  dibebaskan tetapi tidak dijerap kembali).

Teladan  bentuk-bentuk yang kerkesetimbanagn se  cara  cepat dengan  larutan tanah akan berupa K-tukar, Ca-tukar atau  Mg-tukar dan P-permukaan. Teladan bentuk-bentuk  yang  lambat berkesetimbangan dengan larutan tanah adalah K-terfiksasi dan P yang terdifuse ke bawah permukaan mineral penyerap atau  ke dalam interior agregat tetapi masih dapat terdifusi  kembali ke  permukaan dalam jangka waktu yang  cukup panjang  kalau gradien aktivitasnya menjadi sesuai. Teladan  bentuk yang tidak berkesetimbangan atau reaksi satu arah adalah pelepasan hara seperti  N, P, dan S oleh dekomposisi  bahan  organik, dekomposisi mineral yang semula dibentuk dalam sistem bersuhu tinggi,  dan input dari atmosfer. Beberapa  mineral  primer dapat menunjukkan kecenderungan untuk mengalami reaksi  balik kalau  laju dekomposisinya dikendalikan oleh  konsentrasi produk dekomposisi dalam larutan tanah. Akan tetapi  kalau akan ada kesetimbangan sejati.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kemampuan Tanaman Menyerap Hara

Faktor-faktor  tanah  yang  mempengaruhi  kemampuan tanaman menyrap hara adalah:

(1). Konsentrasi  oksigen dalam udara tanah. Energi yang  diperlukan untuk serapan hara berasal dari proses respirasi dalam akar tanaman.  Untuk  se-mua  tanaman  akuatik  ternyata proses respirasi ini tergantung pada suplai  oksigen  dalam udara  tanah. Oleh  karena itu  aerasi  yang  buruk  akan menghambat  proses

11

Page 12: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

penyerapan unsur hara (Grable,  1966; Bolt, 1966) disamping mempengaruhi tingkat oksidasi beberapa macam unsur hara.

(2). Temperatur  tanah.  Penyerapan  unsur  hara   berhubungan dengan aktivitas metabolik yang selanjutnya sangat  tergantung pada suhu. Konsentrasi hara dalam larutan tanah  yang lebih besar  seringkali diperlukan  untuk  mencapai   laju pertumbuhan maksimum  dalam kondisi  tanah  dingin   dibandingkan  dengan tanah-tanah yang hangat. Hal  ini  telah terbukti dengan unsur hara P (Sutton, 1969).

(3). Reaksi-reaksi antagonistik yang mempengaruhi serapan  hara. Walaupun konsentrasi hara pada permukaan akar bisa menjadi faktor paling  kritis yang mempengaruhi laju  serapan  pada kondisi lingkungan normal, reaksi-reaksi anatgonistik antara ion-ion juga dapat menjadi penting. Kurva baku respon hasil tanaman terhadap penambahan unsur hara  tunggal  pertama kali menunjukkan daerah respon  pertumbuhan,  kemudian daerah  ha-sil maksimum yang mendatar, dan  akhirnya zone depresi hasil kalau konsentrasi mendekati tingkat toksik. Kisaran hasil maksimum di daerah yang mendatar tergantung pada hara (sempit untuk unsur mi-kro, lebar untuk unsur  makro) dan pada konsentrasi  relatif unsur  hara  lainnya.  Suatu teladan kondisi yang terakhir ini adalah  terjadinya  depresi hasil akibat penambahan K pada tanah-tanah yang miskin Mg. Efek antagonistik K terhadap serapan Mg dapat  mengakibatkan depresi hasil karena defisiensi Mg.

(4). Substansi  toksik. Suatu substansi yang mengganggu  proses metabolisme tanaman juga dapat mempengaruhi serapan  hara. Substansi  toksik seperti ini di antaranya adalah  konsentrasi Mn atau Al yang tinggi dalam tanah masam, konsentrasi garam terlarut yang sangat tinggi, jumlah B yang berlebihan,  dan lainnya.

12

Page 13: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

M-atmosfer

Penguapan panen

M-pupuk M-tanaman M-ternak

Bentuk M yg Cepat berke- M-larutan tanah M-bahan organik setimbangan

Bentuk M mineral M lambat- primer medium

pencucian

Kehilangan erosi

13

Page 14: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Gambar 2. Bagan  ketersediaan  hara secara  umum.  M  menyatakan unsur hara.

5.  Faktor  yang mempengaruhi ketersedian hara dan metode  uji tanah

Bagan  umum ketersediaan unsur hara disajikan dalam  Gambar 2. Tujuan dari bagan ini adalah memvi-sualkan berbagai input hara ke dalam  larutan tanah darimana ia dapat diekstraks  oleh  tanaman. Pemahaman tentang besaran relatif setiap input untuk setiap  unsur hara tertentu  dan variabilitas selama musim  pertumbuhan  akan sangat berguna dalam mengembangkan atau mengevaluasi uji  tanah untuk unsur hara tersebut. Misalnya saja, permasalahan  manakah yang terbaik menganalisis faktor intensitas atau faktor  kapasitas.

Secara teori penggunaan faktor intensitas lebih sesuai kalau faktor kapasitas mampu mempertahankan konsentrasi larutan tanah secara seragam (konstan) sepanjang musim. Kondisi ini biasanya ditemukan pada unsur  hara P, Ca, dan Mg dan kadangkala  juga  K. Dalam kasus-kasus dimana  uji  P  tanah  telah  diperbandingkan pada berbagai  tanah, maka P larut air biasanya berkorelasi  lebih baik daripada  faktor  kapasitasnya dengan  serapan  tanaman. Tujuan utama mengadopsi metode ini untuk penggunaan rutin  uji tanah disebabkan oleh  kenyataan bahwa konsentrasi P  sangat rendah (kadangkala kurang  dari 0.1 ppm)  sehingga mempersulit teknik analitiknya.

Tabel 5. Penahanan  Ca  dan NH4 dalam bentuk dapat  ditukar oleh berbagai material  setelah pen-cucian dengan larutan 0.05N Ca-asetat dan 0.05N  amonium asetat.

Material Posisi pertukaran yang ditempati oleh Ca++ NH4+ ............... % ............Asam humat 92 8Montmorilonit 63 37Kaolinit 54 46Muskovit 6 94

Sumber: Schachtschabel (1940).

14

Page 15: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Dalam  beberapa situasi dimungkinkan untuk me-nurunkan  faktor kapasitas  cukup  besar dalam satu musim  pertumbuhan  sehingga ukuran faktor kapasitas sangat diperlukan untuk mendukung informasi faktor intensitas  (misalnya K).  Kalau  pengukuran  faktor kapasitas diperlukan maka biasanya akan lebih  banyak ditemukan masalah interpretasinya karena hubugan antara kedua  faktor  ini berbeda-beda  di antara individu tanah. Hal  ini  dilukiskan  oleh adanya  variasi afinitas relatif berbagai material pertukaran  kation terhadap Ca dan NH4 (Tabel 5).

15

Page 16: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tapak fiksasi Ion tukar pada koloid tanah Liat Alofan, karbonat Bahan organik Ca++, Mg++,Na+,K+,NH4+ K,Mg,NH4 Al, Fe-oksida N,S,P,Cu Al+++, H+, Mn++, H2PO4-,SO4=

cepat lambat lambat lambat

Pupuk Larutan tanah Lapukan cepat NO3-, SO4=, Cl-, H3BO3 lambat mineral ion-ion yang membentuk khelat

difusi C difusi aliran massa E pertumbuhan akar P A T

Permukaan akar tanaman Penyerapan aktif Ekskresi dan pasif H+, OH- dan HCO3-

C E

PAT

Interior akar tanaman

Gambar 1. Kesetimbangan yang terlibat dalam suplai hara kepada akar tanaman

16

Page 17: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tabel 1.Pembandingan jumlah kation dalam kompleks jerapan dan larutan tanah pada beberapa order tanah

Order Kation tukar Kation larutan (Larutan/Tukar)x 100

Tanah Ca Mg K Na Ca Mg K Na Ca Mg K Na................... me/100 g ......... ........ % ..........

Oksisol

1.3 1.7 0.5 0.1 0.009

0.016

0.010

0.007

0.7 0.9 2.0 7.0

Ultisol 3.8 3.9 0.3 0.2 0.011

0.028

0.005

0.015

0.3 0.7 1.7 7.5

Alfisol 8.7 5.9 1.0 0.1 0.016

0.024

0.016

0.014

0.2 0.4 1.6 14.0

Vertisol

13.5 10.4 0.4 0.2 0.036

0.057

0.003

0.026

0.3 0.6 0.8 13.0

Sumber: Roux (1966).

Situasi ini analog dengan hubungan antara enerji potensial atau enerji bebas air dalam tanah (ketersediaan) dan jumlah air yang ada (suplai). Telah diketahui bahwa kalau jumlah air dalam tanah berkurang maka ketersediaannya juga berkurang. Hal yang serupa juga berlaku bagi unsur hara. Oleh karena itu dalam rangka untuk mendeskripsikan secara tepat status hara dalam tanah maka diperlukan karakterisasi hubungan antara potensial kimia atau tingkat enerji bebas dari hara dalam larutan tanah (faktor intensitas) dan jumlah yang ada pada fase padatan (faktor kuantitas). Kemampuan suatu sistem untuk memperbaharui larutan tanah diukur dari faktor kapasitasnya yang merupakan nisbah antara perubahan faktor kuantitas dengan unit perubahan faktor intensitas. Karakterisasi ini seringkali memerlukan banyak kerja dan paling tidak memerlukan dua analisis setiap sampel tanah; diperlukan pengukuran terpisah konsentrasi larutan dan jumlah hara yang labil.

17

Page 18: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

DIAGNOSIS DEFISIENSI UNSUR HARA

1. PendahuluanTujuan  uji  tanah telah dijelaskan oleh Tisdale dan Nelson  (1966)

dan oleh  Melsted (1967) adalah: (1) untuk mengevaluasi status kesuburan  sebidang lahan tertentu, (2) meramalkan peluang untuk mendapatkan respon yang  menguntungkan  terhadap penggunaan ka-pur dan pupuk, (3) menyediakan landasan  untuk rekomendasi pengapuran dan pemupukan, dan (4) mengevaluasi status  kesuburan tanah suatu wilayah.

Dengan  kata  lain, uji tanah dapat digunakan  un-tuk  diagnosis, untuk pendugaan dosis pupuk, atau un-tuk pemupukan tanaman (Pizer, 1965a).  Diagnosis  defisiensi unsur hara dalam tanaman dapat dilakukan atas  dasar  analisis daun  atau  analisis tanah. Pemisahan dua macam  pendekatan  ini  semata-mata hanya  bersifat "keyakinan" saja, karena keduanya tidak "mutually  exclusive".

Memang,  sebagaimana  yang dijelaskan oleh Andrews (1968) dan Leece  (1968), analisis  daun  merupakan metode yang dalam banyak  kondisi  lingkungan  harus digunakan dalam kaitannya dengan analisis kimia tanah, dan juga percobaan pot dan lapangan.

Secara  umum ada empat fase dalam uji tanah, ya-itu (1) sampling tanah, (2) analisis tanah, (3) penyusunan rekomendasi, dan (4) interpertasi  rekomendasi bagi petani.

Petani adalah pengguna akhir dari informasi uji tanah, meskipun informasi tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum sampai kepadanya.

2. Sampling tanah

2.1. Banyaknya sampelPada  umumnya telah diketahui bahwa kesalahan yang cukup

besar  melekat dalam pengambilan contoh tanah dari lapangan. Dalam memutuskan berapa  jumlah sampel  yang  harus diambil, harus dilakukan permufakatan antara  jumlah  yang banyak yang diperlukan oleh kaidah statustuk dengan jumlah yang lebih sedikit yang  dikendalai oleh biaya. Reduksi biaya sampling  dapat dikurangi  kalau petani sendiri mampu mengambil sampel tanah.

Beckett  (1967),  McIntyre (1967), Vimpany (1967)  During  dan Mountier (1967), Mountier dan During (1967), Smith dan Storrier (1966)

18

Page 19: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

dan Skene (1960) telah melaporkan adanya variasi spasial dalam tanah. Variasi ini dapat  cukup besar;  Harper (1965) hanya menemukan 40% analisis P dari contoh  tanah  duplo termasuk ke dalam kategori yang sama, dan 48% berbeda satu kategori.

2.2. Waktu sampling

Kandungan  hara tersedia dalam tanah beragam sepanjang tahun (Rixon  dan Melville, 1969; Ahmad, 1967; Childs dan Jeneks, 1967; Semb, 1966; Mountier dan During, 1966; Smith dan Storrier, 1966). Karena adanya variasi musiman inilah maka  semua tanah harus diambil contohnya pada waktu yang sama dalam  setahun. Akan tetapi  untuk efisiensi kerja laboratorium rutin  maka  diharuskan  ada contoh  tanah secara kontinyu. Ke dua hal ini menjadi persyaratan yang  tidak saling menenggang.

2.3. Kedalaman sampling

Kalau unsur hara dalam tanah bersifat tidak mobil, seperti fosfat, maka secara teoritis tidak sulit untuk mendapatkan kedalaman sampling yang memuaskan. Akan tetapi kalau unsur hara dalam tanah bersifat mobil maka  diperlukan kompromi antara apa yang seharusnya dan apa yang mungkin dilakukan.

2.4. Penyiapan dan penyimpanan sampel tanah

Pengeringan  contoh  tanah  sebelum preparasi  dan penyimpanannya akan mengubah  ketersediaan fosfat (Ghosh dan Wiklander, 1968; Wiklander dan  Koutler-Anderson,  1966)  dan  nitrogen (Storrier,  1966).  Pengaruh  pengeringan terhadap  ketersediaan  kalium juga cukup besar sehingga  seringkali  analisis kalium tanah dilakukan dengna menggunakan lumpur yang disiapkan di lapangan.

2.5. Frekuensi sampling tanahMountier  dan During (1967) menyimpulkan bahwa jalan pintas

untuk  mereduksi ragam ialah mengulang setiap sampling, tetapi hal inisulit untuk dipraktekkan. Sampling tahan setiap tahun mungkin telah dapat dianggap ideal  kalau variasi  di  antara ulangan dalam suatu tahun jauh lebih  rendah  dibandingkan dengan  variasi di antara tahun. Hal yang sering terjadi ialah bahwa variasi antar ulangan lebih besar daripada

19

Page 20: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

variasi antar tahun, sehingga dalam kondisi seperti  ini  akan  diperoleh nilai hara tersedia yang  lebih  rendah  setelah aplikasi pupuk.

3. Analisis contoh tanahMetode  analisis  apapun yang digunakan,  tampaknya

kesalahan  analitik masih jauh lebih kecil daripada kesal;ahan sampling. Di New Zealand,  variasi antar laboratorium jauh lebih besar daripada variasi di dalam suatu  laboratorium  (Mountier  et al., 1966). Analisis tanah yang paling  sering  dilakukan adalah pH, P-tersedia, Nitrogen, dan bahan organik.

Khusus  dalam  hal  nitrogen, analisis tanah  dilakukan  untuk memantau perilakunya  dalam  tanah, kehilangan dari tanah  dan mengestimasi kemampuan tanah untuk mensuplai nitrogen bagi tanaman. Shankaracharya dan Mehta  (1969) telah  mencoba  mengevaluasi kehilangan N-tanah  akibat  penguapan  ammoniak. Kehilangan  ini ternyyata meningkat pada kondisi pH tinggi, suhu tinggi,  tekstur kasar, KTK rendah dan pengeringan tanah yang dipupuk dengan urea.  Kehi-langan  ammonia  menurun dengan semakin  dalamnya penempatan/penugalan  pupuk urea,  kehilangan ini praktis sama dengan nol kalau penugalan pupuk sekitar  5 cm  atau lebih. Sterilisasi tanah ternyata tidak efektif mereduksi  kehilangan N-tanah  dengan  cara ini. Dalam hubungannya dengan suplai  N-tanah,  Fox  dan Piekielek  (1978) mengkaji dua macam indeks ketersediaan N-tanah,  yaitu  ekstraksi 0.01 M NaHCO3 dan ekstraksi 0.01M CaCl2. Hasil ekstraksi ini  ternyata berkorelasi nyata dengan kemampuan delapan macam tanah dari Pennsylvania untuk menyediakan N bagi tanaman jagung. Ternyata absorpsi UV oleh ekstraks 0.01  M NaHCO3 pada 260 nm berkorelasi nyata dengan kemampuan tanah menyediakan nitrogen.  Dalam penelitiannya yang lain (Fox dan Piekelek, 1978b) ditemukan  bahwa N-NH4  ekstraks autoklaf dan N-total berkorelasi nyata dengan kemampuan tanah menyediakan nitrogen.

4. Penyusunan rekomendasi

Untuk  menyusun rekomendasi dari suatu analisis maka beberapa hubungan harus  ditetapkan  antara  kandungan hara dalam tanah  dan  respons  tanaman. Dengan  unsur  hara mikro ternyata rekomendasi merupakan taraf  aplikasi  yang akan menyembuhkan defisiensi; sedangkan unsur hara makro selain untuk menjamin suplai  di

20

Page 21: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

atas tingkat kritis, juga diarahkan pada dosis optimum  berdasarkan korelasi dengan respon tanaman.

Ris (1978) menemukan bahwa hubungan antara kandungan N tanah denga hasil tanaman  gandum, kentang, beet dan beberapa tanaman ubi-ubian lainnya  beragam dengan  musim. Rekomendasi pemupukan dilakukan berdasarkan kandungan  N-tanah pada bulan tertentu (Maret dan Juni).

Stanford  (1977)  mengemukakan  bahwa penggunaan pupuk  N yang  efektif apabila  jumlah pupuk yang diberikan (Nf) ditentukan berdasarkan  kebutuhan  N tanaman untuk mencapai hasil optimum secara ekonomis (Nc). Disamping itu  juga harus memperhatikan jumlah N yang tersedia dalam tanah (Ns) dan efisiensi atau recovery N (E). Sehingga Nf = (Nc-Ns)/E. Nilai Nc untuk tanaman tahunan pada umumnya dapat diestimasi dengan baik. Penghitungan Ns menghadapi banyak  masalah karena jumlah N-tersedia dalam tanah tergantung pada jumlah N-organik yang dapat dimineralisasikan selama satu musim pertumbuhan (Nm) dan jumlah N-mineral yang tersedia bagi tanaman (ammonium dan nitrat) (Na). Nilai Na ini  dipengaruhi  oleh praktek pengelolaan, faktor iklim, dan sifat-sifat tanah.  Pendugaan  Na sangat ditentukan oleh waktu (frekuensi) dan sampling  lapangan  yang cukup.

Dalam penyusunan rekomendasi pupuk harus diperhatikan tingkat efisiensi yang diinginkan, dan hal ini selanjutnya akan berhubungan erat dengan  kemungkinan  kehilangan  hara pupuk dari tanah sebelum dapat diserap  oleh  tanaman. Khusus dalam aplikasi pupuk urea, Purushothaman dan Joseph (1975) telah mempelajari kehilangan N-NH3. Hasil penelitiannya emenunjukkan bahwa  kalau urea diberikan  ke  tanah yang teksturnya liat hingga  berpasir, kehilangan  N-NH3 berkisar dari 8%-80%, terutama terjadi sebagai akibat dari penguapan  ammonia. Ternyata  juga dapat ditemukan hubungan eksponensial negatif antara  penguapan N-NH3  dengan  KTK tanah. Dalam rangka untuk  mengendalikan  kehilangan  ini, Matzel dan Heber (1979) telah mengkaji aplikasi inhibitor urease  (p-benzoquinone, acetohydroxamic acid dan phosphoric acid phenyl ester  diamide (PPDA).

Ternyata  PPDA merupakan penghambat urease yang efektif dan sangat  mereduksi kehilangan ammonia. Pada tanah-tanah yang teksturnya ringan penguapan  ammonia dapat  dicegah  sampai 10 hari, dan pada kondisi tertentu  dapat  mencapai  15 hari.

4.1. Tingkat kritis

21

Page 22: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

McKenzie (1966) menetapkan tingkat kritis bagi Cu dan Zn. Ia menemukan hubungan yang baik antara Cu dan Zn larut EDTA dengan respon tanaman,  tingkat kritis unsur hara ini bergaam dengna pH tanah.

Spencer  dan  Barrow (1963) menemukan respon hasil  pasture yang  baik tidak  terjadi dari aplikasi fosfat kalau ekstraks Bray-2 dalam topsoil  (0-6 inchi) lebih dari 8 ppm. McLachlan (1965) menemukan bahwa respon tidak terjadi kalau  ekstraksi  Bray-2 atau modifikasi Olsen dalam lapisan  tanah  4  inchi lebih  dari 30 ppm. Para peneliti ini tidak bekerja dengan tanah  yang  sama, tetapi  Spencer et al. (1969) yang bekerja di daerah yang sama  dengan  McLachlan,  menemukan  tigkat kritis 25 ppm P dengan ekstraksi  modifikasi  Olsen untuk lapisan tanah 0-3 inch.

Kebanyakan estimasi ketersediaan unsur hara diperoleh dengan menggunakan larutan pengekstraks. Akan tetapi penelitian tentang hubungan respon  tanaman dengan  metode-metode yang secara teoritis lebih baik juga diteruskan.  Beckwith  (1965) menunjukkan bahwa nilai sorpsi fosfat daat digunakan untuk  kalibrasi  terhadap percobaan lapangan sebagai suatu estimasi konvensional  fosfat tersedia. Ozzane dan Shaw (1968) menyimpulkan bahwa fosfor yang diserap  pada konsentrasi supernatan standar harus digunakan untuk estimasi kebutuhan fosfat tanah. Mereka menemukan bahwa potensial fosfat dan konsentrasi kesetimbangan ternyata  berkorelasi  sangat erat (r = 0.999), dan mereka  menunjukkan  bahwa tidak  perlu  menggunakan metode yang lebih mahal. Kemudian Ozzane  dan  Shaw (1968)  juga membandingkan uji sorpsi dengan metode ekstraksi lainnya.  Mereka menemukan  bahwa  walaupun  fosfat larut bikarbonat  menunjukkan relasi  yang bermanfaat dengan kebutuhan fosfat tanaman, namun hubungannya dengan  produksi pastur yang mendekati maksimum sangat beragam dengan tipe-tipe tanah yang daya bufernya sangat berbeda-beda. Interaksi antara fosfat larut bikarbonat dengan kapasitas buffer ini juga telah ditemukan oleh Barrow (1967), dan efek kaapsitas buffer tanah terhadap serapan P oleh White (1968).

White  dan Haydock (1967, 1968) membandingkan potensial fosfat  kesetimbangan tanah dengan metode-metode ekstraksi, dan berkesimpulan bahwa  walaupun metode konvensional dapat dipilih mana yang korelasinya terbaik dengan kebutuhan  fosfat atau hasil relatif tanaman, namun tidak satupun  yang  berkorelasi secara baik dengan kedua krieteria tersebut. Pada sisi lain, pengukuran hubungan  Q/I  akan menyediakan informasi tentang kuantitas  dan  intensitas  yang diperlukan untuk prediksi.

22

Page 23: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Holford (1966) menentukan tingkat kritis 51-150 ppm K-larut asam  asetat bagi tanaman tebu di Fiji; ia juga menetapkan tingkat kritis fosfat  ekstraksi Truog. Barrow et al. (1967) dalam penelitiannya tentang potensial dan  kapasitas  hara  menetapkan nilai minimum potensial kalium  bagi  tanaman  clover dalam media kultur larutan hara dan media tanah. Dalam penelitian ini  clover ditanam  dalam  berbagai  kondisi tanah hingga  suplai  kaliumnya  dihabiskan, kemudian potensial kaliumnya diukur.

4.2. Korelasi-korelasi

Pada  tanaman  tebu di Queensland, Yates (1965) menemukan  bahwa respon fosfat berkorelasi dengan fosofor yang terekstraks dalam 0.01 N H2SO4,  tetapi korelasi dengan K-tanah larut HCl jelek. Bruce (1966) menyatakan bahwa  0.01 N H2SO4 merupakan pengekstraks yang cocok untuk penggunaan rutin.

Bradley  dan  Fitzsimmons (1964) mengklasifikasikan  tanah-tanah  gandum menjadi  "tinggi", "medium", dan "rendah" atas dasar analisis Bray-1.  Mereka menunjukkan  bahwa  tanah-tanah  yang tergolong  "tinggi"  tidak  menunjukkan respon  dengan tanaman gandum, sedangkan tanah-tanah yang tergolong  "rendah" menunjukkan  respon yang  baik, meskipun belum  tentu  signifikan,  terhadap pemupukan superfosfat. Pendekatan yang serupa juga dilakukan oleh  Whitehouse (1966) di Queensland dengan tanaman gandum, dan untuk tanaman padi terjadi  di NSW oleh Polhill (1967).

Storrier  et al. (1970) dalam surveinya tentang indeks N-tanah tersedia berkesimpulan bahwa uji kimia umumnya superior terhadap metode biologis; Chalk dan  Waring  (1970) melaporkan bahwa C-organik merupakan  uji  terbaik  untuk menduga ketersediaan N pada tanah-tanah gandum.

Dalam  suatu pelayanan uji tanah, suatu keputusan harus  diambil apakah mendasarkan  rekomendasi pada kategori unsur hara atau pada fungsi kontinyu. Cooke  (1965) menyatakan bahwa "dengan pengetahuan yang ada sekarang  ternyata tidak  ada justifikasi untuk megklasifikasikan tanah ke dalam lebih  dari  dua kelompok,  yaitu "defisien" dan "kecukupan" fosfat tanah untuk  suatu  tanaman tertentu.  Para  peneliti telah mencoba menggunakan  model-model  matematika untuk menghubungkan hasil, atau hasil relatif, atau persentase  hasil  dengan status  hara dalam tanah dan juga dengan faktor lain seperti curah hujan, pH dan kandungan liat.

23

Page 24: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tujuan  dari  perlakuan matematika tersebut  adalah  untuk meminimumkan variasi  yang tidak dapat dijelaskan, dan ukuran baku untuk  keputusan adalah koefisien determinasi.

Davidson  (1965)  dengan menggunakan tanaman tebu, Davidson dan Martin (1965) dengan tanaman la-innya, telah menunjukkan bahwa nisbah hasil usahatani dengan  hasil eksperimental menurun kalau rataan luas usahatani tanaman  meningkat.  Telah  disepakati bahwa hasil usahatani  lebih  rendah  dibandingkan dengan ha-sil-hasil percobaan. Kalibrasi uji tanah dilakukan pada petak-petak lapangan. Dalam  perhitungan rekomendasi ekonomis, titik pada  kurva  dimana slope  sama  dengan nisbah output/input, akan menentukan dosis  pupuk (Gambar 3a).

24

Page 25: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Hasil Hasil 1a 1b

Pupuk Pupuk

Hasil Hasil

1c 1d

Pupuk Pupuk

Gambar 3. Representasi  diagramatik  determinasi dosis pupuk  optimal secara eksperimental  (1a),  dan hubungan dengan kondisi usahatani kalau  hasil  pada skala usahatani lebih rendah akibat pergeseran kurva respon vertikal ke  bawah (1b) atau pergeseran horisontal (1c, 1d).

25

Page 26: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Kita  tidak  mengetahui apakah hasil lebih rendah  yang  diperoleh pada skala  usahatani disebabkan oleh alterasi bentuk kurva respon atau pergantian tempatnya. Kalau rataan hasil yang lebih rendah sebagai akibat dari pergeseran vertikal ke bawah kurva res-pon eksperimental, maka dosis pupuk yang ditentukan  secara eksperimental akan dapat diterapkan di lahan petani (Gambar  3b). Akan  tetapi  kalau  lebih rendahnya rataan hasil  usahatani  adalah  sebagai akibat  dari alterasi bentuk kurva atau pergeseran lateral, maka dosis  pupuk yang ditentukan  secara eksperimental ti-dak dapat dibenarkan  untuk  situasi usahatani (Gambar 3c, 3d).

Hoffnar dan Johnson (1966) menemukan bahwa plot-plot besar yang  dipilih secara acak di lapangan akan menghasilkan data yang lebih baik daripada petak-petak  kecil. Cooke (1966) menunjukkan bahwa efek "scaling up" dalam  hortikultura harus dikaji.

Barker, Maynard dan Mills (1974) telah menemukan adanya korelasi yang erat antara pemupukan nitrogen, kadar nitrat daun dan hasil tanaman spinach. Kultivar yang daunnya halus ternyata  mempunyai kadar  nitrat  lebih  endah  dibandingkan  dengan  kultivar  yang daunnya berbulu kasar (savoyed).

Tabel 6. Konsentrasi nitrat daun dari beberapa kultivar spinach yang dipupuk nitrogen

Kultivar dengan Dosis pupuk N; lb/ac tipe daun 50 150 250 % N-NO3 helai daunBerbulu kasar 0.08 0.09 0.12Berbulu sedang 0.06 0.07 0.08Halus 0.04 0.06 0.07 % N-NO3 tangkai daunBerbulu kasar 0.49 0.83 0.97Berbulu sedang 0.39 0.60 0.73Halus 0.20 0.53 0.63

Tabel 7. Hasil beberapa kultivar spinach yang dipupuk nitrogen

26

Page 27: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Kultivar dengan Dosis pupuk N; lb/ac 50 150 250Berat segar; lb/ac

Berbulu kasar 4.95 5.79 6.36Berbulu sedang 5.31 6.21 6.75Halus 6.00 7.76 8.37

Maynard dan Barker (1974) mengkaji lebih lanjut tentang akumulasi nitrat akibat pemupukan nitrogen dalam kaitannya dengan berbagai tipe daun melalui percobaan dengan media kultur pasir  dengan konsentrasi  nitrat beragam dari 0.187 hingga 48 meq/l.  Ternyata konsentrasi  kritis nitrat dalam daun bervariasi di antara  kultivar spinach, yaitu 0.045% hingga 0.17%. Hubungan antara kadar  nitrat dalam media kultur dengan kadar nitrat tanaman dan  pertumbuhan tanaman dilukiskan dalam Gambar 4 dan 5.

Kadar nitrat tanaman, %

0.7

0.4

0.1 3 6 9 12 18 24 48

Konsentrasi nitrat dalam media, meq/l

Gambar 4. Pengaruh  konsentrasi nitrat  dalam  medua tumbuh terhadap akumulasi nitrat daun spinach

Berat kering tanaman, g

27

Page 28: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

4 Tingkat kritis N-NO3 = 0.17 %

2

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

Kadar N-NO3 daun, %

Gambar 5. Pertumbuhan dan akumulasi nitrat dalam tanaman spinach.

5. Menginterpretasikan Rekomendasi bagi PetaniInterpretasi rekomendasi oleh suatu lembaga penyuluhan barang-

kali  menjadi  kemungkinan yang terbaik (Bradley,  1966;  Hawkins, 1967; Sedl, 1967). Barber (1967) menyatakan bahwa meskipun interpretasi dan rekomendasi dilakukan oleh laboratorium dapat  melibatkan  semua informasi mutakhir, kontak personal dengan  petani dan  usahataninya akan terabaikan dan faktor-faktor  seperti  tipe manajer,  situasi finansial, dsb tidak dapat dipertimbangkan.  Iowa State University (1968) merekomendasikan dosis hara "tinggi"  atau "medium"  untuk setiap area yang diuji; dosis  "tinggi"  digunakan kalau  pengelolaannya baik dan kelengasan subsoil-nya juga  sesuai. Hal  ini menekankan fakta bahwa kemungkinan untuk  mendapatkan manfaat  ekonomis  pada  dosis "tinggi" jauh  lebih  rendah  kalau tingkat  pengelolaan,  kondisi tanah atau iklim tidak  sesuai.  Smith dan Spence (1969) telah menunjukkan bahwa peluang untuk mendapatkan  respons  terhadap  tambahan 50  lb superfosfat  menurun secara tajam kalau curah hujan berkurang.

Jelinek,  Hermanova  dan  Skorpil  (1975)  mengungkapkan bahwa respon  hasil tanaman akibat pemupukan fosfat  sangat ditentukan oleh cadangan fosfat dalam tanah. Pemupukan dengan dosis

28

Page 29: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

70  kg P2O5/ha  menjamin hasil tanaman yang tinggi dan pada  saat yang sama  juga meningkatkan cadangan hara dalam tanah.  Ca-dangan P-tanah  yang lebih tinggi dapat menurunkan keragaman hasil dan dapat  meningkatkan efisiensi pupuk N. Kalau cadangan  P  dalam tanah  meningkat, kapasitas cropping suatu tanah akan  meningkat. Metode  yang  disarankan  untuk penentuan  dosis  pupuk  fosfat tahunan adalah atas dasar kandungan hara efektif dalam tanah. Rekomendasi uji tanah seringkali keliru, yaitu ada nya resiko bagi petani untuk dapat mengikutinya. Para petani harus diberitahu apa saja hal-hal yang dapat menjadi resiko tersebut.

29

Page 30: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

MODEL EVALUASI KESUBURAN TANAH DANREKOMENDASI PEMUPUKAN

Secara historis, berbagai sistem produksi tanaman telah dilakukan dan dikembangkan berdasarkan pada pemanfaatan unsur hara yang telah tersedia dalam tanah. Dalam konteks ini, kemampuan tanah sangat beragam dalam mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanam an secara memuaskan. Berbagai teknik diagnostis, termasuk identifikasi gejala defisiensi unsur hara, uji tanah dan analisis jaringan tanaman, sangat membantu dalam menentukan kapan waktu penambahan unsur hara sangat diperlukan.

Penentuan dosis unsur hara yang tepat dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai kebutuhan unsur hara tanaman dan kemampuan tanah untuk mensuplai unsur hara. Kalau tanah tidak mampu menyediakan sejumah unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan tanaman yang normal, maka diperlukan tambahan unsur hara dalam bentuk pupuk atau bentuk lainnya. Keadaan seperti ini mendorong upaya penemuan metode-metode yang dapat digunakan untuk menentukan defisiensi unsur hara.

1. Pendekatan yang Digunakan

Kajian masalah peramalan kebutuhan unsur hara tanaman telah dilakukan sejak lama. Pada tahun 1813 Sir Humphrey Davy menyatakan bahwa kalau suatu tanah tidak produktif maka sebab-sebab dari sterilitas tersebut dapat dilacak dengan menggunakan teknik analisis kimia.

Analisis tanah secara kimiawi ini sangat tergantung kepada pereaksi-pereaksi kimia untuk menentukan jumlah unsur hara yang tersedia. Selain itu juga ada metode biologis yang melibatkan tanaman sebagai agen pengekstraks unsur hara, cara ini sering digunakan untuk menduga jumlah unsur hara yang tersedia dalam tanah. Secara umum ternyata uji tanah secara biologis ini ada dua tipe, yaitu (i) menggunakan tanaman tinggi, dan (ii) menggunakan tanaman rendah, seperti bakteri dan fungi.

Empat macam teknik yang lazim digunakan untuk menduga status kesuburan suatu tanah adalah:

1. Gejala defisiensi unsur hara tanaman 2. Analisis jaringan tanaman yang sedang tumbuh

30

Page 31: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

3. Uji biologis dimana pertumbuhan tanaman tinggi atau mikroorganisme tertentu digunakan sebagai ukuran status kesuburan tanah

4. Uji tanah secara kimiawi.

2. Gejala Defisiensi Unsur Hara

Banyak metode untuk mengevaluasi kesuburan tanah didasarkan pada observasi atau pengukuran parameter pertumbuhan tanaman yang sedang tumbuh. Metode-metode seperti ini mempunyai banyak keunggulan karena tanaman berfungsi sebagai integrator dari semua faktor pertumbuhan dan merupakan produk yang dituju oleh petani penanamnya.

Suatu wujud yang tidak normal dari tanaman yang sedang tumbuh mungkin dapat disebabkan oleh defisiensi satu atau lebih unsur hara tanaman. Kalau tanaman kekurangan unsur hara tertentu, maka gejala defisiensi yang spesifik akan muncul. Metode visual ini sangat unik karena tidak memerlukan perlengkapan yang mahal dan banyak serta dapat digunakan sebagai penujang bagi teknik-teknik diagnostik lainnya.

2.1. Terjadinya GejalaGejala defisiensi unsur hara pada umumnya dapat dikelompokkan

menjadi (1). Kegagalan tanaman secara lengkap pada fase kecambah, (2). Pertumbuhan tanaman sangat kerdil; (3). Munculnya gejala spesifik pada daun selama periode waktu yang berbeda-beda dalam musim pertumbuhan; (4). Abnormalitas internal, seperti tersumbatnya jaringan pembuluh; (5). Penangguhan kemasakan atau kemasakan tidak normal; (6). Perbedaan hasil, dengan atau tanpa gejala pada daun; (7). Kualitas tanaman yang buruk, termasuk penyimpangan komposisi kimia, seperti kadar protein, minyak, pati, daya awet atau daya simpan; (8). Perbedaan hasil yang hanya dapat dideteksi melalui percobaan yang serius.

Disamping itu, defisiensi unsur hara juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan tipe pertumbuhan perakaran tanaman. Defisiensi unsur hara tidak secara langsung menimbulkan gejala defisiensi. Kalau terjadi kekurangan unsur hara maka proses-proses metabolisme tanaman yang normal menjadi tidak seimbang, sehingga terjadi akumulasi senyawa organik tertentu dan kekurangan yang lainnya. Hal ini mengakibatkan kondisi tidak normal yang dikenal

31

Page 32: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

sebagai 'gejala' dan mempunyai hubungan yang definit dengan kekurangan unsur hara. Misalnya, persenyawaan diamine-putrescine terbentuk dalam beberapa tanaman yang kekurangan kalium dan menyebabkan gejala-gejala yang khas. Sebenarnyalah tanaman yang kecukupan kalium juga akan menunjukkan gejala yang sama kalau diinjeksi dengan senyawa ini.

Setiap 'gejala defisiensi' mesti berhubungan dengan beberapa fungsi metabolis dari unsur hara yang bersangkutan. Akan tetapi suatu unsur hara bisa mempunyai beberapa fungsi metabolis, dan hal ini menimbulkan kesulitan dalam menjelaskan alasan fisiologis untuk menerangkan terjadinya gejala defisiensi. Misalnya, kalau terjadi defisiensi nitrogen, daun-daun tanaman akan cenderung menjadi berwarna hijau pucat atau kuning terang. Kalau kuantitas nitrogen terbatas, produksi khlorofil akan direduksi, dan pigmen kuning seperti karotin dan xantofil akan muncul. Akan tetapi gejala defisiensi unsur hara tertentu lainnya juga dapat berupa daun-daun yang pucat atau kekuningan, dan kesulitan juga akan dihadapi sehubungan dengan pola lokasi dan posisi daun dalam tanaman.

Defisiensi sebenarnya bersifat relatif, dan gejala defisiensi suatu unsur hara akan menyatakan kekurangan atau kelebihannya unsur yang lain. Misalnya defisiensi Mn dapat dipacu oleh penambahan banyak Fe, asalkan ketersediaan Mn berada di sekitar tingkat kritis. Disamping itu, suplai hara yang cukup pada suatu kondisi bisa menjadi defisien kalau unsur lainnya menjadi berlebihan. Pada kondisi suplai nitrogen yang terbatas mungkin tanaman jagung tidak memerlukan banyak fosfor, tetapi kalau suplai nitrogen ditingkatkan maka ketersediaan fosfor bisa menjadi kritis. Dengan kata lain, kalau faktor pembatas pertama dieliminir maka akan segera muncul faktor pembatas ke dua berikutnya.

2.2. Perhatian KhususDi lapangan seringkali sulit untuk dapat membedakan di antara

gejala-gejala defisiensi unsur hara. Tidak jarang bahwa gangguan hama dan penyakit menyerupai defisiensi unsur hara mikro tertentu. Misalnya gangguan oleh belalang daun dengan defisiensi boron pada tanaman alfalfa. Defisiensi boron diikuti oleh kolorasi merah pada daun di dekat titik tumbuh kalau tanaman mendapatkan cukup kalium. Sebaliknya kalau suplai kalium terbatas maka daun-daun tanaman alfalfa akan menguning.

32

Page 33: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Suatu gejala mungkin juga merupakan efek sekunder dan dapat pula diakibatkan oleh lebih dari satu macam penyebab. Misalnya, gula yang terakumulasi dalam tanaman jagung dapat berkombinasi dengan flavon membentuk anthosianin (pigmen ungu, merah dan kuning). Akumulasi gula tersebut dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti kurangnua suplai fosfor, suhu malam yang rendah dan suhu udara siang-hari yang panas, gangguan hama pada akar, defisiensi nitrogen, atau sebab lainnya.

Gejala defisiensi unsur hara sebagai sarana untuk mengevaluasi kesuburan tanah dapat diibaratkan sebagai "menutup pintu kandang setelah kudanya lepas".

Gejala defisiensi hanya muncul setelah suplai unsur hara begitu rendah sehingga tanaman tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam kasus seperti ini maka pupuk akan lebih menguntungkan kalau diberikan jauh sebelum gejala defisiensi muncul.

Kalau gejala defisiensi diamati lebih awal maka ia dapat dikoreksi selama musim pertumbuhan tanaman. Hal seperti ini dapat terjadi dalam hal nitrogen, kalium, dan beberapa macam unsur mikro. Memang tujuan utamanya ialah memberikan unsur yang kekurangan ke tanaman secepat mugkin. Hal ini pada kondisi tertentu dapat dilakukan dengan melalui penyemprotan daun, atau penugalan pupuk di sekitar akar. Biasanya hasil tanaman masih akan lebih rendah dibandingkan dengan kalau suplai unsur hara kecukupan sejak awal tanam.

Akan tetapi kalau bahaya defisiensi tersebut dapat didiagnosa secara tepat maka defisiensi dapat dikoreksi pada tahun berikutnya.

3. Kelaparan Tersembunyi

'Kelaparan tersembunyi' ("hidden hunger") menyatakan situasi dimana tanaman memerlukan lebih banyak unsur hara tertentu, meskipun belum menunjukkan gejala defisiensi tertentu (Gambar 6). Kadar unsur hara masih di atas zone defisiensi tetapi berada di bawah batas yang diperlukan untuk menghasilkan pertumbuhan dan produksi tanaman yang paling menguntungkan.

33

Page 34: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Jaminan terhadap kelaparan tersembunyi

optimum fisiologis

Hasil Tanaman top yield

dosis sure'

kelaparan tersembunyi optimum ekonomis

gejala

dosis pupuk

Gambar 6. Kelaparan tersembunyi merupakan istilah ang digunakan untuk melukiskan tanaman yang tidak menunjukkan gejala defisiensi yang jelas, namun kandungan haranya tidak cukup untuk memproduksi hasil yang paling menguntungkan. Pemupukan dengan dosis "sure", meskipun masih sedikit di bawah dosis optimum ekonomis, setiap tahun akan membantu mendapatkan hasil yang paling menguntungkan (Tisdale dan Nelson, 1975).

34

Page 35: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Dalam sistem pertanian yang berorientasi kepada keuntungan maka para petani akan berupaya untuk menghindari defisiensi tanamannya. Akan tetapi ia mungkin tidak menambahkan cukup banyak unsur hara untuk mendapatkan hasil yang paling menguntungkan. Dalam banyak hal, respon yang signifikan dapat diperoleh meskipun tidak diketahui adanya gejala defisiensi.

Dalam fase-fase permulaan dari penggunaan suatu unsur hara di suatu area, gejala defisiensi mengarahkan kepada pengenalan bahaya. Akan tetapi kalau penggunaan unsur hara harus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi, maka gejala defisiensi menjadi kurang penting dan dapat dikelompokkan sebagai masalah bagi petani marjinal.

Permasalahan yang kemudian dihadapi adalah bagaimana cara terbaik untuk mengeliminir kelaparan tersembunyi (Gambar 7). Uji tanaman akan membantu ke arah perencanaan program pemupukan tahun berikutnya, dan uji tanah akan membantu mengeliminir problem tanaman yang sedang tumbuh. Dalam kedua macam pendekatan ini harus senantiasa diperhatikan praktek pengelolaan sebelumnya.

3.1. Efek-efek Musiman

Kekurangan unsur hara dalam tanah dapat diperparah oleh kondisi cuaca yang tidak normal. Unsur hara dapat tersedia dalam jumlah yang cukup pada kondisi ideal, tetapi dalam kondisi kekeringan, kelebihan air, atau suhu yang ekstrim tanaman mungkin tidak mampu menyerap dalam jumlah yang cukup. Misalnya pada suhu dingin akan lebih sedikit N, P, dan K yang dapat diserap oleh tanaman tomat (Tabel 8).

35

Page 36: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Memerangi kelaparan tersembunyi secara kimiawi

Uji lapangan Analisis jaringan

Analisis tanaman Nilai gizi pakan

Analisis organ morfologi

Uji tanah Penyerapan akar

air, aerasi, suhu

Gambar 7. Melacak kelaparan tersembunyi dalam tanaman menjadi masalah yang semakin sulit kalau sasaran hasil yang lebih tinggi dan keuntungan yang lebih besar harus dicapai.

Di daerah yang tidak menunjukkan gejala defisiensi maka kita harus menggunakan lebih banyak diagnostik kimiawi untuk mengevaluasi kebutuhan unsur hara tanaman secara lebih tepat (Tidale dan Nelson, 1975)

36

Page 37: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tabel 8. Efek Suhu terhadap Kadar N, P,K Daun Tomat

Umur Bahan kering; % tanaman 12oC 20oC (hari) N P K N P K 36 3.27 0.15 2.12 4.92 0.38 4.23 50 4.11 0.37 3.11 4.78 0.44 4.40 60 4.62 0.35 1.70 6.05 0.47 3.12 110 4.40 0.43 4.95 4.15 0.62 4.20

Sumber: Zurbicki (dalam Tisdale dan Nelson, 1975)

Demikian juga, stress air akan mempengaruhi serapan hara. Kalau stress air semakin parah maka konsentrasi NPK pada daun jagung menurun (Tabel 9). Pemupukan akan mampu mengurangi efek buruk stress air, tetapi konsentrasinya masih di bawah optimum dalam periode stress. Dalam rangka untuk mengeliminir faktor pembatas unsur hara maka kadar unsur hara tanaman harus ditingkatkan hingga batas aman dan bukan hanya sampai optimum ekonomis (Gambar 8). Memupuk hingga taraf ini akan membantu memanfaatkan kondisi musim yang baik dan mensisakan unsur hara dalam tanah untuk dimanfaatkan oleh tanaman berikutnya.

Tabel 9. Pengaruh N,P, dan K serta Stress Air terhadap Kadar N,P,K Daun Jagung

Pupuk Konsentrasi NPK:N P K Hari tanpa

stressStress maksimum

..kg/ha.. .............. %N .................0 78 47 2.0 1.5179 78 47 2.9 2.2 .............. %P .................179 0 47 0.26 0.12179 78 47 0.32 0.18 .............. %K ................179 39 0 1.10 0.70179 39 93 1.60 1.20

Sumber: Voss (dalam Tisdale dan Nelson, 1975).

37

Page 38: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

4. Analisis Jaringan Tanaman

Ada dua tipe analisis tanaman yang telah sering digunakan. Tipe pertama adalah uji jaringan dengan menggunakan bahan jaringan segar di lapangan, dan tipe ke dua adalah analisis total yang dilakukan di laboratorium dengan teknik-teknik analisis yang lebih teliti.

Analisis tanaman mempunyai keuntungan pokok yaitu bahwa ia mengintegrasikan pengaruh tanah, tanaman, iklim dan peubah-peubah pengelolaan. Dengan cara ini maka hasil analisis tanaman dipandang sebagai ukuran akhir dari ketersediaan unsur hara. Akan tetapi kelemahan yang pokok dari cara ini adalah berkaitan dengan "waktu", seringkali sudah terlambat untuk menyembuhkan kekurangan hara tanpa mengalami kehilangan hasil.

Lazimnya analisis tanaman digunakan untuk tiga maksud penting, yaitu (i) identifikasi problematik unsur hara tanaman dan mengkuantifikasikan koreksinya melalui penetapan tingkat kritis unsur hara, (ii) menghitung nilai serapan hara untuk menunjang program pemupukan, dan (iii) memonitor status hara tanaman permanen, atau yang secara praktis disebut "crop logging".

Analisis tanaman didasarkan atas anggapan bahwa jumlah unsur hara dalam tanaman merupakan indikasi suplai unsur hara tertentu dan dengan demikian secara langsung berhubungan dengan kuantitas dalam tanah. Karena kekurangan unsur hara akan membatasi pertumbuhan tanaman, maka unsur hara lainnya dapat terakumulasi dalam cairan sel dan menunjukkan nilai uji yang tinggi, tanpa memperhatikan suplainya. Misalnya kalau jaringan tanaman jagung miskin nitrat maka uji fosfor bisa menunjukkan nilai yang tinggi. Akan tetapi hal ini bukan merupakan indikasi bahwa kalau cukup nitrogen diberikan ke tanaman jagung berarti suplai fosfor juga akan mencukupi.

Tingkat kritis telah berhasil diidentifikasikan untuk bberapa unsur hara dalam berbagai jenis tanaman. Banyak definisi tentang tingkat kritis telah diusulkan, tetapi salah satu definisi yang bermanfaat bagi petani ialah "kadar unsur hara di bawah mana hasil tanaman atau penampilannya menurun di bawah optimum". Akan tetapi pada kenyataannya agak sulit memilih taraf yang spesifik karena kadar unsur hara lainnya dalam tanaman dapat mempengaruhi tingkat kritis sesuatu unsur hara. Pada tanaman jagung ternyata tingkat kritis N, P atau K ternyata mempunyai kisaran yang agak luas, tergantung pada keseimbangan unsur hara lainnya dan taraf hasil yang diinginkan. Tingkat kritis boron akan lebih tinggi kalau kadar kalsium tanam,an sangat tinggi.

38

Page 39: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

4.1. Analisis jaringan TanamanUji cepat untuk menentukan unsur hara dalam cairan sel dari

jaringan tanaman segar ternyata mempunyai posisi penting dalam diagnosis kebutuhan tanaman. Dalam uji ini hasilnya disajikan dalam bentuk "sangat rendah", "rendah", "medium", atau "tinggi". Tujuannya adalah untuk menduga taraf umum unsur hara tanaman.

Akar tanaman menyerap unsur hara dari tanah dan unsur hara ini diangkut ke organ tanaman lainnya. Konsentrasi hara dalam cairan sel biasanya merupakan indikasi yang baik tentang suplai hara pada saat pengujian.

4.1.1. Bagian Tanaman yang DiujiHal penting yang harus diperhatikan adalah bagian tanaman

mana yang akan memberikan indikasi terbaik bagi status hara tanaman. Kalau suplai nitrogen menurun, bagian pucuk tanaman tempat digunakannya nitrogen dalam proses metabolisme akan menunjukkan nilai uji nitrat yang rendah. Dalam hal P dan K akan terjadi hal yang sebaliknya, dimana bagian tanaman sebelah bawah akan defisien lebih dahulu. Beberapa contoh bagian tanaman untuk keperluan analisis jaringan disajikan dalam Tabel 10. Daun-daun muda tidak boleh untuk bahan analisis.

Tabel 10. Bagian Tanaman yang Digunakan untuk Analisis Jaringan Tanaman

Tanaman Nitrogen Fosfor KaliumJagung Batang utama Tulang daun Helai atau tu atau tulang daun dekat tongkol lang daun de- kat tongkolKedelai Tangkai daun Tangkai daun bagian atas Kentang Batang atau tang Tangkai daun Tangkai daun kai daun bagian bawahTomat ..................... " ...................

Sumber: Ohlrogge (dalam Tisdale dan Nelson, 1975)

4.1.2. Waktu Analisis Fase kemasakan merupakan hal yang sangat penting dalam

analisis jaringan tanaman. Rata-rata tanaman budidaya tumbuh selama periode 100 - 150 hari, dan status haranya akan berubah selama periode tersebut.

39

Page 40: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tanaman muda yang cukup hara mungkin saja akan kekurangan pada akhir pertumbuhannya. Akan tetapi kalau diperkirakan akan terjadi defisiensi dan tanaman diuji lebih awal maka akan ada peluang untuk mengoreksinya.

Pada umumnya fase pertumbuhan yang paling kritis untuk analisis jaringan ialah pada saat pembungaan hingga awal fase pembuahan. Selama periode ini penggunaan unsur hara mencapai tingkat maksimumnya. Misalnya pada tanaman jagung seringkali diambil daun di dekat tongkol pada saat muncul bunga jantan. Hasil analisis ini hanya dapat dimanfaatkan untuk program pemupukan tanaman berikutnya.

Waktu dalam seharian juga berpengaruh terhadap kadar nitrat jaringan tanaman, pagi hari biasanya kandungan nitrat lebih tinggi dibandingkan dengan siang hari, terutama kalau suplai nitrogen terbatas. Nitrat terakumulasi pada malam hari dan digunakan pada siang hari pada saat karbohidrat disintesis. Oleh karena itu uji nitrat jaringan tanaman tidak boleh dilakukan pada saat terlalu pagi atau terlalu sore hari. Beberapa hal penting adalah:

(1). Idealnya ialah mengikuti serapan unsur hara sepanjang musim dengan melakukan uji lapangan lima atau enam kali. Kadar hara seharusnya lebih tinggi pada awal musim kalau tanaman tidak mengalami stress.

(2). Kebutuhan tanaman akan unsur hara umumnya mencapai maksimumnya pada saat fase pembungaan. Kalau uji lapangan hanya dapat dilakukan sekali selama musim pertumbuhan tanaman, maka pada saat pembungaan inilah waktu yang paling tepat.

(3). Pembandingan tanaman di lapangan sangat bermanfaat. Tanaman dari daerah defisiensi diuji dan dibandingkan dengan tanaman dari daerah normal.

(4). Tanaman sangat beragam, sehingga harus diuji 10-15 tanaman dan hasilnya dirata-ratakan.

4.1.3. KegunaanUji jaringan tanaman dan analisis tanaman dilakukan karena

alasan-alasan berikut ini:(1). Untuk membantu menentukan kemampuan tanah dalam

mensuplai unsur hara. Mereka digunakan bersama-sama dengan hasil uji tanah dan informasi tentang sejarah pengelolaan lahan.

40

Page 41: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

(2). Untuk membantu mengidentifikasikan gejala defisiensi dan menentukan saat-saat kekurangan unsur hara sebelum muncul gejala defisiensi.

(3). Untuk membantu menentukan efek perlakuan kesuburan terhadap suplai unsur hara dalam tanaman. Hal ini akan sangat berguna untuk mengukur efek tambahan pupuk meskipun tidak ada informasi tentang respon hasil. Dalam beberapa kasus ternyata unsur hara yang ditambahkan ke tanah tidak diasimilir karena penempatannya yang salah, cuaca kering, pencucian, fiksasi atau aerasi yang buruk.

(4). Untuk mengkaji hubungan antara status unsur hara tanaman dan penampilan tanaman

(5). Untuk mensurvei daerah yang luas.

4.2. InterpretasiBeberapa faktor yang harus diperhatikan dalam kaitannya

dengan interpretasi diagnosis status hara tanaman adalah:(1). Penampilan dan kesuburan tanaman secara umum(2). Kadar hara-hara lain dalam tanaman(3). Gangguan hama dan penyakit(4). Kondisi tanah, aerasi dan kelembaban yang buruk (5). Kondisi iklim, dan (6). Waktu dalam seharian.

Kalau tanaman menunjukkan perubahan warna atau pertumbuhan kerdil dan menunjukkan kadar N, P, dan K yang tinggi, maka belum tentu bahwa unsur hara ini mencukupi kebutuhan tanaman. Akan tetapi hal seperti ini menunjukkan bahwa beberapa faktor lain telah membatasi pertumbuhan tanaman hingga taraf tersebut. Pada umumnya nilai hasil uji N, P, atau K yang medium hingga rendah pada awal musim pertumbuhan tanaman berarti bahwa tanaman tersebut akan menghasilkan produk di bawah tingkat optimumnya. Pada periode pembungaan nilai uji medium hingga tinggi pada kebanyakan tanaman telah dianggap memadai.

4.2.1. Tingkat kritis unsur haraSebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, istilah

"tingkat kritis" biasanya berhubungan dengan ambang batas defisiensi dan kecukupan. Tingkat kritis pada analisis tanaman ini mengikuti hukum minimum, dan pada hakekatnya menggunakan pendekatan yang sama dengan konsepsi yang dikembangkan oleh Cate dan

41

Page 42: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Nelson. Beberapa contoh tingkat kritis unsur hara tanaman disajikan dalam Tabel 11.

Tabel 11. Tingkat kritis yang memisahkan keadaan defisiensi dan kecukupan unsur hara dalam beberapa tanaman.

Unsur hara Tebu Padi Jagung KedelaiNitrogen %N 1.5 2.5 3.0 4.2Fosfor %P 0.05 0.10 0.25 0.26Kalium %K 2.25 1.00 1.90 1.71Kalsium %Ca 0.15 0.15 0.40 0.36Magnesium %Mg 0.10 0.10 0.25 0.26Belerang %S 0.01 0.10 0.00 0.00Boron ppm 1.00 3.40 10.00 21.00Tembaga ppm Cu 5.00 6.00 5.00 10.00Besi; ppm Fe 10.00 70.00 15.00 51.00Mangan; ppm Mn 10-20 20.00 15.00 21.00Molibdenum; Mo - - 0.1 1.00Seng; ppm Zn 10.00 10.00 15.00 21.00Silika; %Si - 5.00 - -

Sumber: Sanchez (1976).

4.2.2. Serapan hara sebagai sarana pendugaKekurang-akuratan uji tanah untuk menangani problematik

nitrogen telah mendorong berkembangnya pendekatan lain dalam mengestimasi dosis pupuk nitrogen. Bartholomew (1972) mengungkapkan adanya hubungan yang konstan antara hasil biji serealia dengan total serapan nitrogennya (termasuk serapan akar). Hubungan seperti ini pada tanaman jagung, gandum dan padi disajikan dalam Gambar 8. Slope dari kurva-kurva gambar ini menunjukkan bahwa rata-rata kenaikan hasil jagung dan padi untuk setiap tambahan 1 kg nitrogen adalah 30-35 kg biji, sedangkan gandum hanya 15-20 kg. Kalau diketahui hasil tanaman tanpa pupuk (hasil ambang) dan batas hasil konstan maksimum, maka dengan bantuan grafik ini dapat ditentukan jumlah pupuk nitrogen yang diperlukan untuk meningkatkan hasil tanaman hingga mencapai maksimumnya.

42

Page 43: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Hasil biji, ton/ha

12

padi 10 jagung

8

6

gandum 4

2

0 40 100 140 200 300 400

Total serapan N, kg N/ha

Gambar 8. Prosedur untuk menduga dosis pupuk N dari data serapan N (Bartholomew, 1972).

Hubungan antara serapan N dengan hasil biji disajikan dalam Gambar 8. Kalau misalnya hasil ambang tanaman jagung sebesar 4 ton/ha dan diketahui pula hasil tanaman jagung dengan pemupukan N dan pengelolaan yang baik mampu mencapai 6 ton/ha, maka tanaman akan menyerap ekstra nitrogen sebanyak 60 kg N/ha (100 - 40) untuk mencapai hasil 6 ton/ha.

Gambar 9 menunjukkan perbedaan efisiensi pemupukan nitrogen pada jagung, padi dan gandum.

43

Page 44: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Hasil biji, ton/ha

12 REKOMENDASI PUPUK

10

8 padi jagung

6

4 gandum

2

0 60 100 200 300 400 500

Kebutuhan pupuk N, kg N/ha

Gambar 9. Prosedur untuk menduga dosis pupuk N dari data serapan N (Bartholomew, 1972).

4.3. Analisis Total

Analisis total dilakukan pada keseluruhan tanaman atau pada bagian-bagian tanaman. Teknik-teknik analisis yang tepat digunakan pengukuran berbagai unsur setelah material tanaman dikeringkan, dihaluskan, dan diabukan. Spektrograf dapat menentukan beberapa unsur secara simultan dan "Atomic Absorption" menjadi semakin penting.

Dengan menggunakan metode kuantitatif seperti itu dapat dideteksi perbedaan-perbedaan yang lebih kecil dibandingkan dengan uji jaringan tanaman. Unsur hara yang telah diasimilasikan dan yang belum diasimilasikan dapat dideteksi. Dengan teknik analisis total ini

44

Page 45: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

dapat diukur berbagai macam unsur hara seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Mn, Fe, Zn, Cu, B, Mo, Co, Si, dan Al.

Ada beberapa informasi yang menyatakan bahwa ada beberapa jenis tanaman tertentu ternyata hubungan antara kadar kalium pada daun di bagian bawah dengan kadar kalium dalam daun di bagian atas merupakan indikasi defisiensi atau kecukupan. Kalau kadar kalium pada daun bagian bawah lebih rendah dari kadar kalium pada daun di bagian atas maka tanaman defisiensi kalium. Akan tetapi kalau kadar kalium daun di bagian bawah sama atau lebih besar maka tanaman tidak defisiensi kalium.

Untuk maksud-maksud tertentu ternyata uji jaringan tanaman yang berwarna hijau ternyata lebih bermanfaat daripada analisis total. Misalnya kalau suplai unsur hara dalam keadaan baru saja kekurangan, maka masalah ini akan lebih mudah diketahui dengan uji jaringan. Akan tetapi uji jaringan dan analisis total telah lazim digunakan dengan berhasil untuk melacak status hara tanaman selama musim pertumbuhannya.

4.3.1. Hasil Tanaman vs Kadar Hara dalam TanamanHingga taraf tertentu, peningkatan dosis hara tanaman (seperti

misalnya nitrogen), akan meningkatkan kadar unsur dalam tanaman dan hasil tanaman. Suatu teladan disajikan dalam Gambar 9, dimana pemupukan nitrogen meningkatkan kadar N daun jagung sebanding dengan peningkatan hasil.

Hubungan antara hasil jagung dengan kadar kalium daun jagung disajikan dalam Gambar 10. Tampaknya zone kritis kadar kalium berada di sekitar nilai kadar K sebesar 2%.

45

Page 46: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Peningkatan hasil, bu/ac

40

* 30 Y = 1.20 + 31.88 X * *

r = 0.96 * * * * * *

* * * * 20 * * *

* * ** * * * *

* * * * * 10 * * * * *

*

0 Peningkatan % N

Gambar 10. Hubungan antara Kadar N daun jagung dengan hasil jagung (Hanway, 1962).

4.3.2. Keseimbangan Unsur Hara

Salah satu masalah penting yang dihadapi dalam menginterpretasikan analisis tanaman adalah keseimbangan di antara unsur hara. Pada kondisi lingkungan yang seragam tanaman akan cenderung untuk menyerap jumlah yang konstan kation-kation hara, termasuk ammonium, atas dasar kesetaraan. Demikian juga jumlah anion-anion umumnya juga konstan. Misalnya kalium dalam tanaman ditingkatkan, maka kalsium dan magnesium akan cenderung menurun, dan sebaliknya (Gambar 11). Pemupukan dengan unsur hara tunggal (misalnya N) juga mempengaruhi keseimbangan hara dalam tubuh tanaman (Tabel 12).

46

Page 47: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Hasil jagung, kw/ha

1.2

0.6

o.0 0.2 0.6 1.0 1.4 1.8 2.2 2.6

Kadar K dalam daun, %K

Gambar 11. Hubungan antara kadar K daun pada saat pembungaan jantan dengan hasil biji jagung (Loue, 1963, Dalam Tisdale dan Nelson, 1975).

Tabel 12. Kadar N, P, dan K tanaman tebu sebagai akibat dari pemupukan nitrogen

Dosis pupuk Internode 8-10Nitrogen Nitrogen Fosfor Kalium(lb/ac) .................. ppm ................ 0 229 131 1160 300 463 57 340

Sumber: Burr, 1960 (Dalam Tisdale dan Nelson, 1975)

47

Page 48: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Kadar Ca atau Mg dalam daun, %

1.2 -

Ca

0.9 -

0.6 -

Mg 0.3 -

0.0

0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0

Kadar daun jagung, %

Gambar 12. Keseimbangan antara kadar K, Ca dan Mg dalam tanaman (Loue, 1963, Dalam Tisdale dan Nelson, 1975).

4.3.3. Waktu Sampling Kadar beberapa macam unsur hara dalam tubuh tanaman

dapat menurun dengan cepat dari periode awal musim hingga akhir musim pertumbuhan tanaman (Gambar 13). Dengan demikian fase pertumbuhan untuk sampling harus dipilih dan diidentifikasikan dengan hati-hati.

48

Page 49: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Kadar K tanaman, % 14

300 hasil

12 - q/Ac 200400

100 10 -

0 8 - 0 100 200 400

lb K2O/Ac

6 - 200

4 - 100

2 - 0

0 Awal Tengah Akhir 0 60 70 80 90 100 120

Hari setelah tanam

Gambar 13. Kadar kalium tangkai daun menurun dengan cepat sejalan dengan pertumbuhan kentang (Tyler et al., 1960 Dalam Tisdale dan Nelson, 1975).

4.3.4. Survei

Pengumpulan sampel-sampel tanaman dari banyak lapangan, dengan analisis selanjutnya dengan spektrograf, akan memberikan indikasi umum tentang kadar unsur hara. Memang untuk

49

Page 50: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

memungkinkan interpretasi atas kadar-kadar hara ini harus dibandingkan dengan tingkat kritis yang diperoleh dari petak-petak (daerah) yang terkontrol. Metode ini sangat berguna untuk mendapatkan informasi pendahuluan tentang unsur hara seperti Zn, B, Co, dan Cu.

4.3.5. Penggunaan Rutin (Crop logging)Analisis tanaman secara kuantitatif telah banyak digunakan

dalam penelitian untuk mendapatkan ukuran-ukuran lain dari efek perlakuan. Akan tetapi tanaman-tanaman komersial seperti perkebunan tebu, cengkeh, kopi, dan lain-lainnya dianalisis secara periodik. Dalam hal seperti ini analisis tanaman harus dibarengi dengan analisis tanah dan informasi tentang praktek budidaya tanaman.

Suatu sistem sampling tanaman secara intensif telah dikembangkan oleh Clements (1960) untuk memonitor status unsur hara dan air pada kebun tebu sebagai arahan bagi praktek pemupukan dan irigasi. Setiap petak kebun tebu diambil sampelnya secara periodik setiap 35 hari selama 6 bulan pertama musim pertumbuhannya, dan hasil analisisnya digambarkan pada grafik-grafik "berputar" (running graphs). Peta hara menunjukkan kadar N helai daun dan kadar P, K pelepah daun. Informasi curah hujan, irigasi, temperatur dan tinggi tanaman dicatat, demikian juga praktek pemupukan dan irigasinya. Kalau analisis jaring-an tanaman dapat dilakukan secara cepat di laboratorium, maka teknik "crop logging" ini mampu memberikan informasi yang sangat baik tentang pertumbuhan tanaman dan dapat membantu meningkatkan efisiensi pemupukan dan irigasi.

4.3.6. Teknik A-Value

Teknik analisis radio-kimia menggunakan material tanaman yang ditanam pada tanah-tanah yang diperlakukan dengan pupuk yang mengandung unsur radioaktif (seperti P) dapat digunakan untuk menghitung suplai fosfor yang berasal dari tanah (A = tersedia). Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa kalau tanaman diberi dua macam sumber fosfor, yaitu P-tanah dan P-pupuk, maka mereka akan menyerap dari masing-masing sumber tersebut sebanding dengan jumlah yang tersedia. Hubungan ini dapat diformulasikan:

B (1-y) A = ----------

50

Page 51: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

y

dimana A adalah jumlah P-tanah yang tersedia (kg/ha), B adalah jumlah pupuk P (kg/ha), dan y adalah fraksi P dalam tanaman yang berasal dari pupuk. Kalau misalnya dosis pupuk yang diberikan sebesar 50 kg/ha dan sebanyak 20% unsur dalam tanaman berasal dari pupuk, maka nilai A adalah 200 kg/ha.

5. Uji BiologisPenggunaan tanaman yang sedang tumbuh telah menjadi

semakin menarik dalam kajian-kajian kebutuhan pupuk, dan telah banyak perhatian yang diberikan terhadap penggunaan metode ini untuk mengukur status kesuburan tanah.

5.1. Uji Lapangan Metode petak-lapangan merupakan salah satu uji biologis yang

paling banyak dikenal. Serangkaian perlakuan yang dicobakan tergantung pada permasalahan penelitian yang akan dikaji jawabannya. Perlakuan-perlakuan ini dicobakan di lapangan dengan menggunakan Rancangan Percobaan yang sesuai.

Percobaan-percobaan lapangan seperti ini berguna untuk memformulasikan rekomendasi umum. Kalau banyak pengujian telah dilakukan pada tanah-tanah yang telah diketahui karakteristiknya, maka rekomendasi yang didasarkan pada kajian-kajian seperti itu dapat diekstrapolasikan ke tanah-tanah lainnya yang mempunyai karakteristik serupa. Percobaan lapangan sangat mahal dan memerlukan banyak waktu, dan tidak dapat mengendalikan faktor-faktor iklim dan faktor lainnya secara penuh. Akan tetapi metode percobaan lapangan ini sangat bermanfaat dan banyak dilakukan oleh Kebun-kebun Percobaan, meskipun mereka masih menghadapi beberapa kendala serius dalam penentuan status hara dari banyak tanah

5.2. Petak Uji di Lahan PetaniSebagian lahan milik petani diperlakukan dengan dosis pupuk

tertentu dalam rangka untuk menguji rekomendasi yang disusun berdasarkan uji tanah dan analisis tanaman. Uji multi-lokasi seringkali sangat diperlukan. FAO pernah menggelar program evaluasi kesuburan tanah di daerah tropika dengan melalui percobaan pengujian pupuk secara sederhana. Program ini bertujuan untuk

51

Page 52: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

mengenalkan pupuk sebagai sarana untuk meningkatkan hasil tanaman di daerah tropika (Mukerjee, 1963; Hauser, 1974).

Program ini menggunakan metode Mukerjee "method of dispersed experiments". Asumsi dasarnya ialah bahwa kebutuhan pupuk diestimasi dengan melakukan banyak percobaan pupuk tanpa ulangan pada lahan petani yang dipilih secara acak. Individu-individu percobaan yang terletak pada daerah (tipe tanah) yang seragam dianggap sebagai ulangan. Individu percobaan melibatkan perlakuan kombinasi perlakuan NPK faktorial 2x2x2. Dosis pupuk yang digunakan agak rendah (20 dan 40 kg/ha) karena tujuannya adalah untuk mencapai efisiensi maksimum dari investasi pupuk.

Tabel 13. Hasil-hasil percobaan pemupukan sederhana pada tanaman jagung

Dosis pupuk (kg/ha) Hasil jagung (ton/ha)N P2O5 K2O Isabela

(20 percob.)Luzon Tengah(35 percob.)

Bicol Peninsula (14 percob.)

0 0 0 1.0 2.0 2.145 0 0 1.4 2.9 2.590 0 0 1.6 3.2 3.20 45 0 1.0 2.2 2.6

45 45 0 1.9 3.2 3.190 45 0 1.8 3.1 2.945 90 0 1.6 3.2 2.945 45 90 1.9 3.2 3.1

Salah satu dari hasil pengujian disajikan dalam Tabel 13. Pada umumnya hasil hasiul percobaan ini menunjukkan bahwa peningkatan hasil moderat dicapai pada dosis pupuk yang moderat. Metode seperti ini mempunyai daya prediksi yang sangat terbatas karena mengabaikan variabilitas lokal kondisi tanah, oleh karena itu tidak dapat disusun rekomendasi yang sifatnya spesifik untuk suatu lokasi.

5.3. Uji Laboratorium dan Tumah Kaca

Teknik biologis yang lebih sederhana dan lebih cepat telah dikembangkan dengan melibatkan tanaman dan jumlah tanah yang lebih sedikit dalam percobaan di rumah kaca.

52

Page 53: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Salah satu pendekatan yang pernah dikembangkan adalah didasarkan pada identifikasi defisiensi unsur hara dengan menggunakan teknik “missing element” atau “minus one test”, atau “plus one test”. Pada “minus one test” , perlakuan lengkap dianggap sebagai kontrol, sedangkan perlakuan-perlakuan lainnya merupakan perlakuan lengkap dikurangi satu macam unsur hara secara berturut-turut.

Menurut Chaminade (1972) , percobaan pot dengan teknik ‘minus one test” ini dapat memberikan tiga macam informasi, yaitu (I) unsur hara apa yang defisiensi, (ii) kepentingan relatif defisiensi, (iii) laju penurunan kesuburan tanah pada panen yang berturutan kalau digunakan indikator tanaman rerumputan (pasture). Dalam banyak kasus ternyata tahapan yang dianggap masih lemah adalah penentuan dosis pupuk untuk perlakuan lengkap. Kesalahan yang serius daat terjadi kalau dosis ini ditetapkan secara sembarangan. Oleh karena itu diperlukan uji tanah sebelum pelaksanaan percobaan rumah kaca.

5.3.1. Kultur Pot Mitscherlich

Dalam metode ini tanaman ditanam dalam pot hingga panen dengan menggunakan sejumlah tanah tertentu. Perlakuan pupuk dissuaikan dnegan tujuan percobaan, dan dapat dipilih rancangan percobaan yang sesuai. Perlakuan kombinasi faktorial sering digunakan dalam metode pengujian ini.

5.3.2. Metode Perkecambahan NeubauerMetode ini berdasarkan kepada serapan unsur hara oleh banyak

tanaman yang ditumbuhkan pada sedikit tanah. Akar tanaman menembus tanah secara intensif, menguras unsur hara tersedia dalam waktu singkat. Unsur hara yang diserap tanaman ditentukan secara kuantitatif dengan analisis kimiawi di laboratorium. Dalam beberapa hal disarankan untuk memisahkan bagian tanaman di atas tanah dari akar dan menganalisa secara terpisah. Cara ini sering digunakan dalam mengevaluasi ketersediaan P, k, Ca dan unsur mikro dalam tanah.

5.3.3. Metode KilatMetode ini membantu untuk menjembatani kesenjangan antara

metode ekstraksi kimiawi dengan metode percobaan pot di rumah kaca. Tanaman yang defisien unsur hara tertentu ditanam pada media pasir dalam wadah yang bagian dasarnya berlubang. Akar yang tumbuh di bagia dasar pada umur dua atau tiga minggu disinggungkan dengan tanah atau tanah plus pupuk. Waktu penyerapan unsur hara dari tanah

53

Page 54: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

ditetapkan selama satu minggu, kemudia tanaman dipanen dan dianalisis. Serapan unsur hara dengan cara ini lazimnya berkorelasi dengan serapan hara dalam percobaan pot di rumah kaca.

5.5. Metode MikrobiologisWinogradsky adalah salah satu orang pakar yang pertama kali

mengamati perilaku mikroorganisme yang serupa dengan perilaku tanaman tinggi kalau mengalami kekurangan hara. Pertumbuhan azotobacter ternyata dapat digunakan sebagai indikator keterbatasan unsur hara dalam tanah, terutama kalsium, fosfor dan kalium. Indikator ini ternyata lebih peka dibandingkan dengan metode kimiawi. Metode ini relatif sederhana , cepat dan memerlukan sedikit ruangan.

5.5.1. Teknik Sackett dan StewartTeknik ini disusun berdasarkan hasil kerja Winogradsky dan

digunakan untuk mengkaji ketersediaan P dan K tanah-tanah di Colorado. Suatu kultur dipersiapkan untuk masing-masing tanah, dibagi menjadi tiga bagian untuk perlakuan P, K, dan PK. Kultur ini kemudian diinokulasi dengan azotobacter dan kemudian diinkubasi selama 72 jam. Kemudian tanah diklasifikasikan menjadi sangat efisien hingga tidak efisien, berdasarkan jumlah pertumbuhan koloni.

5.5.2. Teknik Aspergilus nigerUntuk menentukan status P dan K maka sedikit tanah

diinkubasikan selama empat hari dalam gelas yang mengandung larutan hara yang sesuai. Bobot miselium atau jumlah kalium yang diserapnya digunakan sebagai ukuran defisiensi unsur hara. Mehlich menyarankan suatu teknik yang lebih bagus dimana miselium jamur dianalisis kaliumnya. Teladan kriterianya disjaikan dalam Tabel 14.

54

Page 55: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tabel 14. Kriteria defisiensi kalium

Bobot empat Kalium yang diserap Derajat defisien si buah "pad" (g). A. niger per 100 g tanah

(mg)kalium

< 1.4 < 12.5 Sangat defisien 1.4 - 2.0 12.5 - 16.6 Defisiensi ringan hingga

moderat > 2.0 > 16.6 Tidak defisien

Sumber: Tisdale dan Nelson, 1975

Suatu modifikasi dari uji A. niger ini telah dilakukan oleh Mulder untuk menentukan status Cu dan Mg dalam tanah. Suatu cara yang unik ialah menentukan derajat defisiensi dengan menggunakan warna miselia dan spora sebagai ukuran jumlah Cu atau Mg yang tersedia dalam tanah. Organisme ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi ketersediaan hara lain seperti Mo, Ca, dan Mn.

5.5.3. Metode MehlichTanah dicampur dengan larutan hara dan dibuat menjadi struktur

pasta, kemudian ditaburkan pada cawan khusus, diinokulasi di permukaan pasta tepat ditengah-tengahnya, kemudian diinkubasi selama 4-5 hari. Diameter pertumbuh-an miselium digunakan sebagai dugaan ketersediaan fosfor.

6. Uji Tanah

Uji tanah merupakan metode kimiawi untuk mengestimasi kemampuan tanah mensuplai unsur hara. Meskipun metode-metode biologis untuk mengevaluasi kesuburan tanah mempunyai keuntungan-keuntungan tertentu, namun kebanyakan dari metode ini memerlukan banyak waktu, sehingga akan terdapat kesulitan kalau diterapkan pada banyak contoh tanah. Sebaliknya uji tanah secara kimiawi, jauh lebih cepat dan mempunyai keuntungan dibandingkan dengan gejala defisiensi dan analisis tanaman karena metode ini dapat menentukan dugaan kebutuhan hara sebelum tanaman ditanam.

Uji tanah mengukur sebagian dari total suplai hara dalam tanah. Untuk dapat menggunakan hasil evaluasi ini untuk menduga kebutuhan

55

Page 56: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

unsur hara suatu tanaman maka harus dikalibrasikan dengan percobaan pemupukan di lapangan dan di rumah kaca.

6.1. Tujuan Uji TanahInformasi yang diperoleh dari uji tanah digunakan dalam banyak

hal.(1). Untuk mempertahankan status kesuburan tanah di suatu bidang

lahan. Suatu usaha dilakukan untuk mengekstraks sebagian unsur hara yang akan dikalibrasikan dengan kapasitas tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah.

(2). Untuk memperkirakan peluang respon yang menguntungkan terhadap kapur dan pupuk. Meskipun respon terhadap tambahan hara tidak selalu dapat diperoleh pada tanah-tanah yang miskin karena adanya faktor pembatas lainnya, namun peluang responnya masih lebih besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang nilai uji tanahnya tinggi (tanah kaya).

(3). Untuk memberikan landasan bagi rekomendasi dosis kapur dan pupuk.

(4). Untuk mengevaluasi status kesuburan tanah di suatu wilayah.

Dengan demikian secara sederhana tujuan uji tanah adalah untuk mendapatkan "suatu nilai" yang akan membantu meramalkan jumlah unsur hara yang diperlukan untuk menunjang suplai unsur hara dalam tanah. Misalnya, tanah yang menunjukkan nilai uji tanah "tinggi" tidak akan memerlukan banyak tambahan pupuk (Gambar 14).

56

Page 57: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Hasil Uji Proporsi sumber unsur hara tanah pada berbagai Tanah nilai uji tanah

Sangat tinggi Tanah Pupuk

Tinggi Tanah Pupuk

Medium Tanah Pupuk

Rendah Tanah Pupuk

Sangat rendah Tanah Pupuk

Unsur hara Unsur hara dari pupuk tersedia dari tanah

Gambar 14. Keterkaitan antara hasil uji tanah dengan rekomendasi dosis pupuk (Tisdale dan Nelson, 1975)

6.2. Pengambilan Contoh Tanah

Salah satu asek yang sangat penting dari uji tanah adalah cara mendapatkan contoh tanah yang dapat mewakili daerah yang diuji. Biasanya contoh tanah komposit sebanyak 500-1000 g diambil dari suatu bidang lahan. Dengan demikian prosedur pengambilan contoh tanah harus benar-benar diikuti. Analisis kmiawi di laboratorium menggunakan contoh tanah. Kalau contoh tanah yang diambil tidak mewakili kondisi lapangan maka hasil rekomendasinya juga akan keliru. Pada umumnya

57

Page 58: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

kesalahan sampling tanah di lapangan lebih besar dibandingkan dengan kesalahan di laboratorium.

6.2.1. Peralatan Sampling Tanah Ada dua persyaratan penting bagi peralatan sampling, yaitu

(a). Dapat 'mengiris dan mengambil contoh' tanah secara seragam mulai dari permukaan hingga kedalaman tertentu; dan (b). Dapat mengambil sejumlah contoh tanah yang sama dari setiap area. Salah satu peralatan yang lazim digunakan adalah bor tanah.

6.2.2. Daerah Sampling Luas daerah yang dapat diwakili oleh satu contoh tanah sangat

beragam, sangat dipengaruhi oleh keragaman kondisi wilayah dan tujuan evaluasi.

6.2.3. Banyaknya Sub-sampel Setiap contoh tanah merupakan contoh komposit yang terdiri atas

tanah dari hasil pemboran yang dilakukan di beberapa titik. Satu contoh tanah komposit untuk mewakili area tertentu disarankan terdiri atas 15 - 20 titik pemboran. Sanchez (1976) merekomendasikan suatu contoh (sampel) tanah yang representatif harus terdiri atas 10-20 sub-sampel daeri daerah perakaran tanaman di wilayah (lahan) yang tidak menunjukkan variasi slope, drainase, warna dan sejarah pemupukan yang mencolok.

6.2.4. Kedalaman Sampling Untuk tanaman budidaya secara umum, contoh tanah biasanya

diambil hingga kedalaman olah yaitu 15-25 cm. Akan tetapi dalam beberapa hal kedalaman pengolahan tanah hingga 30 cm, sehingga hal ini juga harus diperhatikan dalam sampling tanah. Pengambilan contoh subsoil disarankan untuk tanaman yang perakarannya cukup dalam, seperti tebu dan teh (Wong, 1971)

6.2.5. Waktu Pengambilan Contoh Contoh tanah dapat diambil setiap saat asalkan kondisi tanahnya

memungkinkan. Ada kalanya contoh tanah diambil pada saat tanaman sedang tumbuh.

6.2.6. Menganalisis Contoh Tanah Suatu uji tanah secara kimiawi harus dirancang untuk

memungkinkan perkiraan jumlah unsur hara yang berhubungan dengan

58

Page 59: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

fraksi pertukaran kation, fraksi yang mengikat fosfat, dan dalam kondisi tertentu diharapkan juga mampu memperkirakan unsur hjara yang berhubungan dengan dekomposisi bahan organik. Sebagian besar kation unsur hara yang tersedia bagi tanaman ditahan dalam bentuk kation-tukar. Sedangkan di antara anion-anion hara ternyata fosfat paling kuat diikat tanah, sulfat kurang kuat dan nitrat tidak ditahan oleh partikel-partikel tanah.

Beberapa macam larutan pengekstraks telah banyak digunakan dalam rangka untuk mengkorelasikan hasil uji tanah dengan pertumbuhan tanaman. Akan tetapi, perlu disadari bahwa larutan pengekstraks mengadakan kontak dengan tanah hanya beberapa menit, sedangkan tanaman menyerap hara dari tanah selama musim pertumbuhannya. Menurut Bray (1948), tingkat kehandalan metode ekstraksi ini ditentukan oleh tiga hal, yaitu (i) harus mampu mengekstraks semua atau sebagian bentuk unsur hara tersedia dalam tanah yang cirinya berbeda-beda, (ii) prosedur ekstraksinya harus cepat dan akurat, (iii) jumlah unsur hara yang terkestraks harus berkorelasi dengan pertumbuhan dan respon tanaman terhadap unsur hara yang terkait pada berbagai kondisi.

Bahan organik tanah juga terlibat dalam penyediaan unsur hara. Fraksi-fraksi tertentu dari bahan organik tanah mampu menahan kation dalam bentuk dapat dipertukarkan; sedangkan fraksi lainnya dapat terdekomposisi dan termineralisasi dengan melepaskan nitrogen, fosfat dan sulfat. Kemasaman tanah juga merupakan karakteristik penting dan seringkali mampu menjadi indeks yang baik untuk menggambarkan beberapa kondisi tanah. Ia merupakan indikator kejenuhan basa, kemungkinan keracunan atau defisiensi unsur-unsur tertentu.

(a). Kation Prinsip dasar yang melandasi penentuan kation adalah

penggantian seluruh atau sebagian kation dari kompleks pertukaran koloid tanah. Ammonium asetat merupakan pengekstraks yang lazim digunakan untuk penentuan kalium, kalsium dan magnesium dalam tanah. Umumnya contoh tanah dikeringkan lebih dahulu sebelum ekstraksi untuk analisis kimia. Akan tetapi beberapa bukti penelitian menunnjukkan bahwa serapan kalium oleh tanaman berkorelasi lebih baik dengan kalium-tukar yang ditentukan dari contoh tanah yang tidak dikeringkan. Hal ini diduga ada kaitannya dengan pelepasan atau fiksasi kalium selama proses pengeringan tanah.

Persentase kejenuhan basa menunjukkan persentase dari kapasitas tukar kation tanah yang ditempati oleh basa-basa tukar

59

Page 60: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

termasuk ammonium, tetapi tidak termasuk H+ dan Al+++. Pentingnya kejenuhan basa ini karena adanya kenyataan bahwa ketersediaan kation tertentu bagi tanaman dipengaruhi oleh konsentrasi kation lainnya.

(b). FosforLarutan pengekstraks, mulai dari air, alkalin, hingga asam-asam

lemah yang dicampur dengan asam-asam yang relatif kuat dan ammonium fluorida telah banyak digunakan untuk ekstraksi fosfat. Metode ekstraksi Bray I yang menggunakan 0.025 N HCl + 0.03N NH4F menunjukkan korelasi yang baik dengan A-value dalam percobaan rumah kaca dan dengan respon tanaman. Metode Olsen yang menggunakan 0.5N NaHCO3 cukup baik pada tanah-tanah alkalin. Beberapa metode ekstraksi P-tanah yang lazim digunakan di daerah tropis disajikan dalam Tabel 15.

Tabel 15. Korelasi antara hasil uji P-tanah dengan fraksi P-anorganik dalam tanah dari Bangladesh.

Uji tanah Pengekstraks Ca-P Al-P Fe-POlsen 0.5M NaHCO3 pH = 8.5 0.55 0.62 0.78*Truog 0.002N H2SO4 pH = 3 0.90* 0.59 0.09North Car. 0.025N H2SO4+0.05N HCl 0.88* 0.65* 0.06HCl 0.3 N HCl 0.95* 0.70* 0.23Bray 1 0.03 N NH4F+0.025N HCl 0.72* 0.73* 0.46Bray 2 0.3 N NH4F+0.025N HCl 0.78* 0.74* 0.38Schoefield 0.01M CaCl2 0.06 0.05 0.03Morgan NaOAc + HOAc 0.79* 0.56 0.18EDTA 0.02N Na2-EDTA 0.77* 0.95* 0.41

Sumber: Ahmed dan Islam (1975) Dalam Sanchez, 1976.

Setelah unsur hara diekstraks dari tanah, selanjutnya diperlukan peralatan kuantitatif seperti Flame Photometer, Atomic Absorption dan Spectronic untuk mengukur jumlah unsur hara yang terdapat dalam ekstraks tanah.

(c). Unsur Mikro

Beberapa macam larutan pengekstraks digunakan untuk ekstraksi unsir mikro dari tanah, tetapi yang sangat populer adalah agensi khelat seperti DTPA, terutama untuk ekstraksi Zn, Cu, Mn dan Fe. Kondisi pH dari ekstraksi dapat dikendalikan sehingga gangguan

60

Page 61: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

terhadap kapur dan fraksi mineral dapat diminimumkan. Dua masalah penting yang dihadapi oleh uji tanah untuk unsur mikro ini adalah interpretasi hasil uji dan kendali laboratorium. Dalam kaitan ini, Cox dan Kamprath (1971) mengemukakan beberapa faktor tanah yang mempengaruhi interpretasi hasil analisis unsur mikro (Tabel 16).

Tabel 16. Metode uji tanah, faktor-faktor tanah yang mempengaruhi interpretasinya, dan kisaran kritis unsur mikro.

Unsur hara

Faktor yang berpengaruh Metode Ekstraksi Kisaran tingkat

Esensial Probable kritis (ppm) B Tekstur;

pH Kapur H2O panas 0.1-0.70

Cu B.O. Fe NH4C2H3O2 (pH 4.8) 0.20 0.5 M EDTA 0.75 0.43N HNO3 3-4.00 Biologis 2-3.00 Fe pH; Kapur NH4C2H3O2(pH 4.8) 2.00 DTPA+CaCl2(pH7.3) 2.5-4.5 Mn pH B.O. 0.05N HCl+0.025N H2SO4 5-9 0.1N H3PO4 dan 3N

NH4H2PO415-20

Hydroquinone+ NH4C2H3O2 25-65H2O 2

Mo pH Fe, P, S (NH4)2C2O4 pH=3.3 0.04 – 0.2Zn pH; P 0.1N HCl 1-7.5 kapur Dithizone+NH4C2H3O2 0.3-2.3 EDTA+(NH4)2CO3 1.4-3.0 DTPA+CaCl2 pH 7.3 0.5-1.0

Sumber: Sanchez, 1976.

(d). Bahan Organik dan NitrogenPengetahuan tentang kandungan bahan organik tanah sangat

penting untuk memperkirakan besarnya kapasitas tukar kation dan kemampuan tanah untuk mensuplai nitrogen. Bahan organik tanah biasanya ditetapkan dengan metode pembakaran basah dimana contoh tanah diperlakukan dengan asam sulfat dan kalium dikhromat. Dengan

61

Page 62: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

demikian fraksi yang tidak resisten, yang dikenal sebagai 'bahan organik mudah dioksidasi' akan dapat dioksidasi.

Nitrogen tersedia juga ditentukan dengan oksidasi kimiawi dimana tanah dicerna dengan natrium karbonat dan kalium permanganat selama beberapa menit untuk mereduksi nitrogen menjadi ammonium. Bartholomew (1972) mengelompokkan uji N-tanah menjadi tiga kategori: (i) determinasi N-organik atau fraksi N-organik yang dapat diekstraks secara kimiawi, (ii) metode inkubasi untuk mengevaluasi laju mineralisasi, dan (iii) pengukuran langsung N-anorganik. Sayangnya tidak satupun dari metode-metode ini yang memenuhi ketiga persyaratan yang dikemukakan oleh Bray (1948).

Hasil-hasil yang konsisten dari uji nitrogen diperumit oleh kenyataan bahwa ketersediaan nitrogen tergantung pada dekomposisi bahan organik.

Kondisi lingkungan, terutama kelembaban dan suhu tanah, mempengaruhi kecepatan dekomposisi bahan organik. Oleh karena itu pada umumnya hasil uji nitrogen tanah tidak cukup handal untuk memprediksi respon nitrogen. Matode lain, terutama percobaan lapang dan serapan tanaman, lebih sering digunakan untuk mengevaluasi kebutuhan pupuk nitrogen.

Uji nitrifikasi di laboratorium juga sering dilakukan. Tanah diinkubasi pada kondisi kelembaban dan suhu optimum selama dua minggu, pada akhir inkubasi ini nitrat dicuci dan diukur.

(e). BelerangPenentuan kebutuhan belerang dengan menggunakan uji tanah

agak rumit karena adanya berbagai bentuk dan cara pengikatan belerang oleh komponen-komponen tanah. Bahan organik tanah mengandung belerang, sehingga ketersediaan belerang dalam tanah juga dikendalikan oleh dekomposisi bahan organik. Sementara itu pengikatan sulfat pada fraksi anorganik tanah dipengaruhi oleh banyak faktor. Dua macam larutan pengekstraks belerang tanah yang lazim digunakan adalah air dan Ca(H2PO4)2. Teknik pengukuran BaSO4 secara turbidimetri lazim digunakan.

Pada umumnya uji tanaman untuk menduga kebutuhan belerang tanaman agak lebih berhasil di62bandingkan dengan uji tanah. Pada banyak tanaman seringkali digunakan indikator rasio N:S untuk menyatakan kebutuhan tanaman akan belerang. Nilai rasio N:S sebesar 14:1 hingga 16:1 dianggap sebagai nilai yang "baik", sedangkan nilai rasio lebih dari 17:1 menunjukkan perlunya pemupukan belerang.

62

Page 63: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

(f). Kemasaman Tanah dan Kebutuhan KapurPenetapan kemasaman tanah (pH) dilakukan dengan peralatan

baku berupa pH-meter. Nilai pH tanah, bersama dengan kandungan bahan organik, jumlah dan tipe liat menjadi bahan pertimbangan pokok dalam menyusun rekomendasi kebutuhan kapur.

6.3. Korelasi dan Kalibrasi Uji Tanah

Aspek-aspek yang sulit dalam proses evaluasi kesuburan tanah adalah korelasi, interpretasi dan rekomendasi, karena melibatkan fenomena yang rumit. Nilai uji tanah itu sendiri belum mampu memberikan banyak informasi, ia hanya merupakan nilai empiris yang bisa atau tidak bisa mencerminkan ketersediaan unsur hara. Nilai ini akan menjadi lebih bermakna kalau mempunyai korelasi yang baik dengan respon tanaman. Kajian korelasi seperti ini biasanya dilakukan pada dua tingkat, yaitu tingkat kajian di rumah kaca yang melibatkan berbagai kondisi tanah, dan kajian lapangan yang lebih definit dengan melibatkan lokasi (lapangan) yang dipilih secara hati-hati.

Pada hakekatnya tujuan pokok dari kajian korelasi di rumah kaca adalah untuk membandingkan berbagai metode ekstraksi dan menentukan tingkat kritis "tentatif". Sedangkan kajian lapangan bertujuan untuk menetapkan tingkat kritis yang "definit" untuk suatu metode ekstraksi yang terpilih.

Walaupun analisis tanah secara kimiawi masih dibayangi oleh berbagai kesulitan, namun masalah terbesar dalam program uji tanah adalah kalibrasi hasil uji. Pada hakekatnya hasil uji tanah dikalibrasikan dengan respon tanaman terhadap pemupukan di lapangan. Respons pertumbuhan dan hasil tanaman dari berbagai dosis pupuk dapat dihubungkan dengan jumlah unsur hara yang tersedia dalam tanah.

Sebagaimana kita ketahui bahwa pertumbuhan dan hasil tanaman merupakan fungsi dari banyak peubah, selain ketersediaan unsur hara. Fitts (1955) mengelompokkan peubah-peubah ini menjadi empat kategori, yaitu tanah, tanaman, iklim, dan pengelolaan. Apabila hasil tanaman berkorelasi dengan suatu peubah tertentu, misalnya P-tersedia dalam tanah, maka hal ini berarti bahwa P-tersedia tersebut merupakan faktor pembatas yang lebih penting dibandingkan ppeubah-peubah lainnya yang tidak dikendalikan dalam suatu kajian korelasi (Gambar 15). Sebagai suatu teladan dapat dikemukakan hasil penelitian Hauser (1973) tentang korelasi hasil analisis P-tanah dengan respon kapas (Gambar 15).

63

Page 64: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Pengelompokkan hasil analisis P-tanah dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu rendah, medium dan tinggi. Dosis rekomendasi didasarkan pertimbangan jumlah pupuk yang diperlukan untuk menaikkan nilai analisis P-tanah menjadi kategori "tinggi".

Suatu pendekatan lain ialah menggambarkan hubungan antara persentase hasil (hasil relatif) dengan nilai uji tanah. Tingkat kritis seringkali ditetapkan sekitar 75% hasil relatif.

64

Page 65: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Respon hasil kapas, kg/ha

200-

* * r = - 0.61 * ** * * * *

100- * * *

* * * * *

* * * * * *

0.0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 22

Hasil analisis tanah, ppm P

200 -

150 -

100 - Garis biaya

50 -

Rendah Medium Tinggi

2 4 6 8 10 12 14 16 18 22

Hasil analisis tanah, ppm P

Gambar 15. Korelasi antara hasil analisis P-tanah dekategori hasil uji tanah

65

Page 66: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Cate dan Nelson (1965) mengemukakan suatu metode plotting hasil relatif (persen dari hasil maksimum) sebagai fungsi dari nilai-nilai analisis tanah (Gambar 16). Diagram pencar titik-titik dibagi menjadi empat kuadran oleh garis vertikal dan horisontal. Kedua garis ini digeser-geser sedemikian rupa sehingga banyaknya titik-titik yang berada pada kuadran kiri bawah dan kanan atas mencapai maksimum, dan titik-titik yang berada pada kuadran kiri atas dan kanan bawah mencapai minimum.

Persentase hasil tebu

100 - * * * * ** * * *

* * * * 75 - * * * * * * * *

* * * * * * *

** *

50 - * * * ** **

* *

25 - * *

Tingkat kritis*

* 0.0 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 P - Bray I (ppm)

Gambar 16. Analisis data tebu dari Pernambuco, Brazil dengan metode Cate dan nelson. Setiap titik mencerminkan suatu petak kebun tebu (Sumber: ISFEIP, 1967. Dalam Sanchez, 1976).

66

Page 67: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Pada situasi seperti ini maka titik perpotongan antara garis vertikal dengan sumbu horisontal (hasil analisis tanah) dianggap sebagai "titik kritis" untuk hasil analisis tanah yang bersangkutan.

Sedangkan titik perpotongan antara garis horisontal dengan sumbu vertikal (hasil relatif) merupakan pembatas antara tanah-tanah yang respon tinggi dengan tanah-tanah yang respon rendah. Oleh karena itu tingkat kritis membagi titik-titik data menjadi dua kelompok, yaitu kelompok respon hasil sangat besar dan kelompok yang mungkin tidak respon.

Keuntungan dari metode Cate dan Nelson ini ialah karena ia sejalan dengan keterbatasan uji tanah, metode ini hanya memisahkan tanah-tanah yang respon terhadap penambahan pupuk dari tanah-tanah yang tidak respon. Selain itu metode ini juga mampu menunjukkan tanah-tanah yang tidak sesuai dengan metode ekstraksi yang digunakan (yaitu titik-titik yang berada dalam kuadran kiri atas dan kanan bawah).

Berbagai laboratorium uji tanah mengklasifikasikan tingkat kesuburan tanah (empris) menjadi sangat rendah, rendah, medium, tinggi, atau sangat tinggi, berdasarkan atas hasil-hasil uji kimiawi. Beberapa pakar yang berwenang lainnya juga telah mengembangkan suatu indeks kesuburan tanah. Indeks ini pada hakekatnya merupakan kecukupan relatif yang dinyatakan sebagai persentase dari jumlah yang diperlukan untuk mencapai hasil maksimum. Nilai-nilai persentase tersebut dapat dikonversi menjadi kg/ha. Suatu teladan disajikan dalam Tabel 17.

Tabel 17. Teladan Indeks Kesuburan Tanah

Tingkat kesuburan Indeks kesuburan; %

Sangat rendah 0 - 50 Rendah 60 - 70 Medium 80 - 100 Tinggi 110 - 200 Sangat tinggi 210 - 400 Ekstrim tinggi > 400

Peluang respon tanaman terhadap pemupukan pada berbagai macam kondisi tanah yang mempunyai hasil uji tanah berbeda-beda telah banyak dibicarakan para pakar. Konsepsi umum disajikan dalam Gambar 17. Seringkali kalibrasi uji tanah juga dipersulit oleh adanya kenyataan

67

Page 68: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

bahwa banyak faktor selain kesuburan tanah juga mempengaruhi respon tanaman. Varietas tanaman sangat menentukan responnya terhadap pemupukan, perbedaan sangat jelas dapat diketemukan antara varitas unggul dan lokal (Tabel 18).

Peluang tambahan hasil yang menguntungkan

1.00 -

0.85

0.60

0.40

0.15

0.0

Sgt rendah Rendah Medium Tinggi Sgt Tinggi Tingkat kesuburan tanah

Gambar 17. Hubungan antara tingkat kesuburan tanah dengan besarnya peluang untuk mendapatkan respon tanaman yang menguntungkan (Fitts, 1955. Dalam Tisdale dan Nelson, 1975).

68

Page 69: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tabel 18. Respon padi unggul dan lokal terhadap pupuk kalium

Hasil tanaman pada perlakuan:Varietas Tanpa kalium Pupuk 300 kg K2/ha ............. ton/ha .................Varietas lokal 1.7 1.9Varietas unggul

1.4 4.8

Sumber: Tisdale dan Nelson, 1975.

6.4. Interpretasi dan Rekomendasi

6.4.1. Filosofi Interpretasi Uji TanahBanyak perkembangan telah terjadi dalam bidang pengukuran

jumlah unsur hara yang tersedia dalam tanah. Akan tetapi masalah besar yang masih tetap dihadapi ialah bagaimana menginterpretasikan hasil-hasil uji dalam rangka menentukan kebutuhan pupuk. Derajat ketelitian ditentukan oleh banyak faktor, termasuk pengetahuan tentang tanah, tingkat hasil yang diharapkan, taraf pengelolaan, dan cuaca.

Konsepsi tentang persentase hasil didasarkan pada gagasan bahwa hasil yang diharapkan (sebagai persentase  dari hasil maksimum) diramalkan dari analisis P dan K tanah (Gambar 18). Pupuk ditambahkan secukupnya untuk meingkatkan hasil hingga mencapai hasil relatif 95% atau lebih. Konsepsi ini dapat diterapkan pada berbagai kondisi, tetapi interaksi-interaksi di antara unsur hara dapat menyebabkan penyimpangan.  Ketika konsepsi ini dikembangkan oleh Bray, ia menyatakan bahwa konsep ini hanya berlaku kalau populasi dan model jarak tanamnya sama dan pada kondisi tanah dan fluktuasi musiman yang sama.  Perbedaan populasi tanaman akan mengakibatkan perbedaan respon tanaman terhadap pupuk (Tabel 19).

Tabel 19. Respon tanaman jagung terhadap pemupukan

Populasi tanaman Respon terhadap pemupukan:per Acre 100 lb P2O5 200 lb K2O ......... bu/Acre ...........15 700 2 2124 500 22 39

Sumber : Tisdale dan Nelson, 1975

69

Page 70: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

6.4.2. Model-model matematik

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, tingkat kritis memisahkan tanah-tanah yang respon pupuk dengan tanah-tanah yang tidak respon pupuk.  Akan tetapi konsepsi tingkat kritis ini belum mampu memberikan informasi tentang rekomendasi pupuk.

Tujuan dari interpretasi uji tanah ialah untuk menetapkan berapa banyak unsur hara harus diberikan untuk mencapai respon hasil tertentu di dalam kategori tanah-tanaman yang diperkirakan (Waugh et al., 1973).

Suatu kategori tanah-tanaman menyatakan bahwa interpretasi harus dibedakan antara tanah-tanah yang terletak di atas dan di bawah tingkat kritis, dan juga harus dibedakan antar jenis tanaman.

Dalam kajian-kajian korelasi uji tanah, ada dua model matematik yang lazim digunakan, yaitu (i) model kontinyu (kurvilinear) dan model diskontinyu (linear).

Model-model kontinyu klasik berdasarkan pada hukum tambahan hasil yang semakin menurun; dimana suatu fungsi kurvi-linear yang cocok digunakan untuk mendekati data respon hasil. Fungsi-fungsi yang lazim digunakan adalah kuadratik, fungsi akar kuadrat, logaritmik, dan Mitscherlich. Dosis pupuk optimum sesuai dengan suatu titik pada kurva dimana revenue-marjinal sama dengan biaya-marjinal. Titik ini dapat ditentukan secara matematik atau secara grafik dengan jalan menggambarkan garis rasio harga/biaya dalam diagram respon hasil. Hasil optimum terjadi pada titik dalam kurva yang slope garis singgungnya sama dengan slope garis biaya (Gambar ). Persamaan respon hasil juga dapat dikembangkan sesuai dengan pengelompokkan tanah selama kajian korelasi uji tanah. Persamaan respon hasil dapat dikembangkan untuk tanah-tanah yang berada dalam kategori "uji tanah rendah". "uji tanah medium" dan "uji tanah tinggi" (Gambar 19).

70

Page 71: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

% hasil maksimum

100 - kedelai

75 jagung gandum, clover, alfalfa

50 -

25 -

0.0 0 20 30 40 50 60

Hasil uji P-tanah, lb/ac.

Gambar 18. Kebutuhan tanaman akan unsur hara fosfor beragam di antara jenis tanaman dan tingkat hasil (Bray, 1961. Dalam Tisdale dan Nelson, 1975)

Gambar 19 ini juga menyajikan suatu modifikasi penting, yaitu kisaran optimum dan bukannya titik optimum. Kisaran A dan C menyatakan rekomendasi untuk mencapai profit per hektar yang tertinggi; sedangkan kisaran B dan D mencerminkan biaya pemupukan lebih rendah dan keuntungan per satuan pupuk lebih tinggi.

71

Page 72: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Respon tanaman, kg/ha

300 - uji tanah rendah

225 -

150 - garis biaya uji tanah medium

uji tanah tinggi 75 -

o.0 0 1 2 3 4 Dosis pupuk

Gambar 19. Grafik interpretasi, menggunakan fungsi respon kurvilinear kontinyu. Tanda panah menyatakan dosis optimum secara  ekonomis (Sumber: Sanchez, 1976)

Model "linear response and plateau" telah dikembangkan oleh Waugh, Cate, dan Nelson. Model ini berdasarkan pada hukum minimum Liebig dan model korelasi Cate-Nelson. Model respon ini pada hakekatnya terdiri atas dua garis lurus (Gambar 20).

72

Page 73: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Hasil tanaman

Batas genetik

Hasil yang dibatasioleh unsur hara D

Hasil konstan untuk BHasil ambang Hasil yang dibatasi untuk unsur B oleh unsur hara C

Hasil konstan untuk A

Hasil yang dibatasioleh unsur hara B

Hasil ambang untuk unsur A

A AB ABC ABCD

Dosis pupuk meningkat Unsur hara A, B, C, dan D ditambahkan

Gambar 20. Model respon linear dan mendatar (Linear Response and Plateau, LRP) yang didasarkan pada hukum minimum Liebig (Sumber  : Waugh et al., 1973).

73

Page 74: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Garis pertama mencerminkan daerah respon tinggi, dan garis ke dua yang mengikutinya mencerminkan daerah tidak

respon (garis horisontal). Hasil ambang adalah hasil tanaman yang tidak diberi pupuk (misalnya unsur hara X), sedangkan hasil-

konstan menyatakan hasil tanaman dimana unsur hara (unsur X) tidak lagi menjadi faktor pembatas. Hasil-relatif adalah hasil-

ambang dibagi dengan hasil-konstan. Dosis rekomendasi adalah dosis pupuk yang diperlukan untuk

mencapai hasil-konstan. Kalau unsur hara X tidak lagi menjadi faktor pembatas, maka unsur lainnya mungkin menjadi faktor pembatas. Hasil-ambang terakhir mencerminkan efek faktor pembatas genetik dan peubah lain.

6.4.3. Rekomendasi untuk Berbagai Tingkat Hasil

Interpretasi hasil-hasil uji tanah melibatkan evaluasi ekonomi tentang hubungan antara nilai uji tanah dengan respon pupuk. Akan tetapi pada kenyataannya respon potensial beragam dengan faktor tanah, cuaca, dan  kemampuan pengelolaan budidaya oleh  petani (Gambar 21).

Sehubungan dengan hal tersebut, rekomendasi pupuk bisa beragam sesuai dengan tingkat hasil yang diinginkan (Tabel 20). Dosis rekomendasi pupuk N tergantung pada polatanam sebelumnya dan sasaran hasil.

Kalau teknologi dan praktek pengelolaan tanaman menjadi lebih baik atau insentif ekonomis meningkat, maka potensial hasil dan rekomendasi pupuk dapat ditingkatkan.  Bagi para petani komersial biasanya sasarannya ialah mempertahankan unsur hara pada tingkat yang mampu mempertahankan keuntungan maksimum setiap hektar lahan. Hal ini berarti bahwa unsur hara tidak boleh menjadi faktor pembatas selama pertumbuhan tanaman, mulai dari perkecambahan hingga panen.

74

Page 75: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Hasil

160 -

140 D

120 C

100 -

80 B

60 A

40 -

0 1 2 3 4 5 Dosis pupuk yang ditambahkan

Gambar 21. Respon hasil tanaman terhadap pemupukan tergantung pada tingkat hasil potensial. A. Potensial paling rendah; D. Potensial paling tinggi (Barber, 1971. Dalam Tisdale  dan Nelson, 1975)

Tabel 20. Rekomendasi pupuk N dan P untuk jagung

75

Page 76: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Uji tanah; P1 Sasaran hasil; bu/Acre (lb/P/Acre) 100-124 125-149 150-174 > 175 ..... Dosis pupuk tahunan P2O5; lb/Ac0- 9 70 80 90 10010-19 60 70 80 9020-29 50 60 70 8030-59 40 50 60 7060-99 30 40 50 60> 100 20 20 25 30

....... Dosis pupuk N ...........Jagung terus-menerus

140 180 220 260

Sumber: Tisdale dan Nelson, 1975.

6.4.2. Tipe-tipe Rekomendasi

Pada umumnya ada empat macam alternatif tindakan kalau tanah miskin P atau K.

(1). Pupuk Dasar.Pemupukan dengan maksud korektif  dilakukan untuk

meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah hingga taraf tertentu.  Misalnya, tambahan pupuk 10 kg P2O5 akan meningkatkan nilai uji P1 sebesar satu kg, dan penambahan sekitar 3 kg K2O akan emningkatkan nilai uji tanah K sebesar satu kg. Akan tetapi seringkali jumlah pupukyang harus ditambahkan  sangat beragam tergantung pada tekstur tanah.  Tanah diuji kembali dalam 2-3 tahun untuk melihat apakah koreksi pemupukan diperlukan lagi. Kemudian penambahan dosis pupuk dilakukan  untuk menggantikan kehilangan hara dari tanah, melalui panen, erosi, pencucian dan fiksasi.

(2). Pemupukan musimanPupuk N, P dan K dapat ditambahkan kepada setiap musim

tanam dalam sistem rotasi tanaman. Praktek seperti ini mungkin dapat mengakibatkan peningkatan ketersediaan hara dalam tanah atau paling tidak mempertahankan tingkat ketersediaan unsur hara dalam tanah. Pendekatan pemupukan seperti ini mungkin lebih sesuai kalau kapital petani terbatas, lahan yang dipupuk masih baru diusahakan, atau lahan sewaan.  Hasil tanaman akan tidak terlalu tinggi, dan keuntungan

76

Page 77: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

per hektar lahan lebih rendah, tetapi keuntungan per satuan biaya akan lebih tinggi dibandingkan dengan metode pemupukan dasar.

(3). Rotasi TanamanDalam suatu sistem rotasi, misalnya jagung-kedelai, umumnya

petani hanya memupuk tanaman jagung. Akan tetapi harus diingat bahwa setiap tanaman dalam sistem rotasi menyerap sejumlah unsur hara dari tanah. Teladan untuk jagung dan kedelai disajikan dalam Tabel 21.

Tabel 21. Jumlah unsur hara dalam hasil biji

Hasil biji N P2O5 K2O

150 bu biji jagung 135 60 4050 bu biji kedelai 200 40 70Total 335 100 110

Sumber: Tisdale dan Nelson, 1975.

Dalam program pemupukan sistem rotasi tanaman harus diperhatikan beberapa hal berikut:

(a). pupuk diberikan sebelum tanaman yang paling responsif dan menguntungkan,

(b). pupuk fosfat diberikan di dekat tanaman jagung (c). tanaman hijauan pakan menyerap banyak kalium, sehingga

pemupukan musiman diperlukan untuk mempertahankan hasil(d). Kedelai lebih respon terhadap tingkat kesuburan tanah  yang tinggi

daripada pemupukan langsung.  Akan tetapi pada tanah-tanah yang kurang subur diperlukan pemupukan langsung pada kedelai.

(4). Sistem PenggantianKalau ketersediaan P dan K tanah ditingkatkan hingga  taraf yang

dibutuhkan, maka  rekomendasi pupuk selanjutnya dilakukan dengan tujuan untuk menggantikan kehilangan unsur hara sesuai dengan tingkat hasil yang diharapkan. Misalnya kalau thasil biji kedelai sebesar 50 kg dan mengambil 3/4 kg P2O5 dan 1.4 kg K2O per ha, maka dosis pupuk yang mungkin dapat disarankan adalah 40 kg P2O5 dan 70 kg K2O.

77

Page 78: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam sistem seperti di atas, yaitu:

(a). Pada tanah-tanah yang mempunyai kemampuan besar untuk mensuplai unsur hara, maka rekomendasi pupuk hanya 50% dari kehilangan hara

(b). Berapa tingkat ketersediaan unsur hara dalam tanah yang dianggap cukup?

(c). Apakah petani masih ingin meningkatkan dosis pupuk kalau potensial hasil tanamannya meningkat?

(d). Kandungan P, K, dan unsur hara lain dalam hasil tanaman beragam

(e). Apakah pemupukan hanya ditujukan untuk menggantikan jumlah hara yang hilang agar tingkat kesuburan tanah dapat dipertahankan?  Hal ini akantergantung pada fiksasi dan pelepasan unsur hara dalam tanah dan kehilangan-kehilangan lainnya.

(f). Kalau sejumlah pupuk ditambahkan ke tanah apakah dapat diharapkan tanaman mampu 100% efisien menyerap unsur haranya?

(g). Dalam beberapa kondisi tanah tertentu, jumlah pupuk yang diper-lukan setara dengan jumlah kehilangan ditambah 10-25%-nya.

Konsekwensi dari strategi pemupukan yang bertumpu kepada penggantian unsur hara yang hilang adalah bahwa tanah harus dipantau secara periodik. Pemantauan ini dilakukan untuk menentukan apakah tingkat kesuburan tanah menurun atau meningkat.

6.4.3. Nitrogen

Rekomendasi pemupukan nitrogen sangat tergantung pada banyak faktor termasuk jumlah nitrat dalam profil tanah, jenis tanaman musim sebelumnya, sasaran hasil, dan pemupukan yang dilakukan pada musim sebelumnya. Kalau hasil potensial meningkat, kebutuhan nitrogen juga sangat meningkat karena unsur ini bersifat mobil.

6.4.4. Metode ResepMetode resep untuk menyusun rekomendasi pupuk pada

hakekatnya didasarkan pada gagasan bahwa tanaman dapat hidup 'aman' dengan memanfaatkan jmlah tertentu N, P, dan K yang terkandung dalam tanah, rabuk, dan pupuk. Kalau jumlah unsur hara yang diperlukan untuk mencapai tingkat hasil tertentu dapat diketahui,

78

Page 79: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

maka jumlah tambahan lewat pupuk dan/atau rabuk dapat diperhitungkan. Prinsip yang melandasi metode ini ialah memformulasikan rekomendasi pupuk yang sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan ini ditentukan oleh sistem rotasi tanaman, pengelolaan tanaman, analisis tanah, dan tanaman yang akan ditanam. Beberapa metode telah banyak  dipraktekkan. Suatu teladan pendekatan yang lazim dipraktekkan memberikan hasil seperti Tabel 22. Perhitungan yang serupa juga telah dapat dilakukan untuk tanaman lain seperti serealia, legume, kentang, tomat, dan beet.

Pengalaman membuktikan bahwa metode ini mempunyai banyak keterbatasan. Keterbatasan ini berkaitan dengan metode pengukuran ketersediaan unsr hara dalam tanah, prosedur uji tanah bergaam antar daerah sehingga resep harus terkait dengan prosedur ini; ketersediaan unsur hara dari pupuk dan rabuk sangat ditentukan oleh tanaman, tanah dan iklim.

Tabel 22. Estimasi persentase N, P, dan K dalam tanah, rabuk dan pupuk yang terseia bagi suatu tanaman (misalnya jagung) selama satu musim

Sumber Persentase yang diperoleh selama satu musim: Nitrogen Fosfor KaliumTanah (tersedia) 40 40 40Rabuk (Total) 30 30 50Pupuk (tersedia) 60 30 50

Sumber: Berger, 1954 (Dalam Tisdale dan Nelson, 1975)

79

Page 80: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

UJI pH TANAH DAN KEBUTUHAN KAPUR

1. Uji pH Tanah

1.1. Faktor Intensitas Kemasaman Tanah

Salah satu atribut penting dari sumberdaya tanah adalah pH nya. Apakah reaksi tanah bersifat masam, netral atau alkalis, banyak berkaitan dengan kelarutan berbagai senyawa dalam tanah, kekuatan ikatan ion pada tempat pertukaran, dan aktivitas jasad renik. Thomas (1957) mengemukakan bahwa tiga kisaran pH tanah mempunyai makna informatif sangat khusus, yaitu pH kurang dari 4.0 menyatakan adanya asam-asam bebas yang biasanya berasal dari oksidasi sulfida; pH di bawah 5.5 menyatakan adanya Al-tukar, dan pH 7.8 hingga 8.2 menyatakan adanya CaCO3. pH tanah merupakan faktor intensitas analog dengan tekanan udara dalam suatu tabung. Kebutuhan kapur (kemasaman total) merupakan faktor kapasitas seperti total isi udara dalam wadah tersebut.

1.2. Definisi pH

Konsep pH didasarkan atas hasil kali ion dari air murni. Air berdisosiasi sangat sedikit:

H2O ====== H+ + OH-

Kw = [H+][OH-] = 10-14 pada suhu 23oC.

Simbol Kw dan [ ] menyatakan hasil kali ion air dan konsentrasi masing-masing komponen ion dalam mole per liter larutan. Karena [H+] = [OH-] dalam air murni suhu 23oC, masing-masing sama dengan û10-14 = 10-7.

Kalau dalam suatu larutan [H+] lebih besar dari [OH-] maka ia bersifat masam, dan kalau sebaliknya akan bersifat alkalis. pH suatu larutan didefinisikan sebagai suatu logaritma negatif (basis 10) dari konsentrasi ion hidrogen, atau logaritma kebalikan konsentrasi ion hidrogen:

pH = -log [H+] = log 1 / [H+]

80

Page 81: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Dengan demikian pH air murni pada suhu 23oC adalah 7, sedangkan larutan masam pHnya kurang dari 7 dan larutan alkalis mempunyai pH lebih dari 7. Pada suhu 100oC pH air murni 6.0, sedangkan pada suhu 0oC pH nya 7.5. Dengan demikian disarankan untuk melakukan pengukuran pH pada suhu kamardan menyesuaikan pH meter dengan suhu larutan yang akan diukur.

Hanya ion hidrogen yang terdisosiasi saja (H+) yang mampu mempengaruhi elektrode sensor, sehingga hidrogen yang tidak terdisosiasi tidak termasuk dalam pengukuran pH.

1.3. Signifikansi pH tanahKalau konsep pH diterapkan ke dalam sistem koloidal seperti

tanah masam, fraksi hidrogen yang terdisosiasi kurang dari satu dan beragam dengan tipe liat dan komponen bahan organik. Dengan demikian biasanya tidak mungkin dapat dihitung total kemasaman dari pH. Akan tetapi dengan bekal pengetahuan yang memadai tentang tanah yang diamati maka dapat diperkirakan tingkat kemasaman tanah berdasarkan nilai pH nya. pH tanah dapat mengisyaraktan hal-hal penting seperti persentase kejenuhan basa yang tergantung pada dominasi tipe liat (Gambar 22, diadopsi dari Mehlich, 1943). pH juga dapat menginformasikan derajat disoasiasi ion H dari tapak jerapan atau tingkat pembentukan ion H+ dari hidrolisis Al. Karena kebanyakan hara esensial dalam tanah ketersediaannya mencapai maksimum pada kisaran pH 6-7 dan menurun di luar kisaran ini, maka pH tanah juga merupakan indikasi ketersediaan relatif unsur hara.

81

Page 82: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

pH

8.0 -

7.0 -

6.0 - Kaolinit Beidellite

5.0

Bentonite4.0

0 20 40 60 80 100

Kejenuhan basa, %

Gambar 22. Pengaruh mineral liat terhadap pH pada berbagai kondisi kejenuhan basa.

1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pH

Beberapa faktor mempengaruhi pH tanah. Sebagian dari faktor ini dapat dengan mudah divariasikan sedangkan faktor lainnya tidak dapat divariasikan.

1.4.1. Derajat disosiasi H+Berbagai koloid tanah mengandung jumlah gugusan hidroksil

yang berbeda-beda. Setiap gugusan OH ini melepaskan atau mendisosiasikan ion H+ nya pada kisaran pH tertentu. Kalau base ditambahkan untuk menaikkan pH melampaui kisaran tertentu, ion H+ yang terionisasi akan dinetralkan dan kation basis terjerap kepada muatan yang terbentuk. Tetapi fraksi H+ yang terdisosiasi pada pH tertentu sangat beragam dan tergantung pada tipe dan jumlah gugusan OH yang ada dalam tanah (Jackson, 1958). Demikian juga, karena pH adalah logaritmik, maka jumlah ion H+ pada pH 5 sebesar 10 kali dari

82

Page 83: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

jumlahnya pada pH 6. Dengan demikian kalau peningkatan kapur secara sekuensial menyebabkan peningkatan linear pH tanah antara 4.8 dan 6.2 (Jackson, 1958; Shoemaket et al., 1962), persentase disoasiasi H+ tentu mendekati 10 kali lebih besar pada pH 5 dibandingkan dengan pH 6.

1.4.2. Tipe kemasaman

Walaupun jumlah ion H yang dijerap kepada ikatan elektrostatis tidak terlalu banyak (Jackson, 1960), namun keberadaannya membayangkan kecenderungan yang besar untuk berdisoasiasi dibandingkan dengan gugusan OH. Demikian juha Al3+ mengalami hidrolisis menjadi Al(OH)2+ plus H+ (Al3+ + H2O > Al(OH)2+ +H+) pada nilai pH yang lebih tinggi daripada ikatan elektrostatika. Demikian juga Al(OH)2+ atau Al(OH)2+ mengalami hidrolisis membentuk H+ pada nilai pH yang masih lebih tinggi (Jackson, 1960).

1.4.3. Nisbah tanah-larutan

Kalau semua kondisi sama, semakin banyak air yang ditambahkan ke contoh tanah, akan semakin tinggi pH nya (efek pengenceran). Memang dalam kebanyakan tanah kondisinya tidak sama, sehingga pengenceran H+ akibat penambahan air akan diimbangi oleh adanya disoasiasi Hµ+µ. Barangkali nisbah tanah:larutan yang paling lazim digunakan untuk pengukuran pH tanah adalah 1:1; akan tetapi nisbah 1:2 juga sering digunakan.

1.4.4. Kandungan garam atau elektrolitDisamping ion-ion hidrogen yang terdisosiasi dari tapak jerapan

atau yang terlepaskan dari reaksi hidrolisis seperti yang dijelaskan di atas, ion-ion hidrogen juga dapat berasal dari garam-garam yang terdapat dalam tanah. Garam-garam ini juga dapat mengakibatkan meningkatkan hidrolisis ion Al da Fe yang pada akhirnya juga menambah ion hidrogen dalam larutan tanah (Coleman et al., 1964). Akibat dari proses-proses ini adalah menurunnya pH. Garam-garam dalam tanah dapat berupa residu dari pupuk, air irigasi, atau dekomposisi bahan organik oleh jasad renik. Di daerah yang beriklim basah garam-garam tersebut dapat tercuci, tetapi seringkali juga dapat mengalami akumulasi karena adanya penghalang drainase. Dalam kondisi seperti ini (kandungan garam tinggi) disarankan penggunaan larutan 0.01 M CaCl2 atau 1N KCl untuk mengukur pH tanah (Woodruuf, 1967).

83

Page 84: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

1.4.5. Kandungan CO2Karbon dioksida dapat dianggap sebagai garam atau elektrolit

khusus. Respirasi akar tanaman dan jasad renik tanah dapat meningkatkan konsentrasinya CO2 dalam udara tanah. Sumber CO2 lainnya adalah yang dilepaskan kalau kapur bereaksi dengan asam-asam dalam tanah. CO2 melarut dalam air membentuk H2CO3, sehingga berlaku hubungan berikut ini:

Kadar CO2 udara tanah, % pH

0.03 5.72 0.30 5.22 1.00 4.95 10.00 4.45 100.00 3.95

Tampak dari data ini bahwa CO2 melarut secara langsung dari udara tanah dapat menurunkan pH air tanah. Air tanah dalam suatu pori yang berisi 100% CO2 akan mempunyai pH 3.95, kalau tidak dibuffer oleh tanah atau dinetralkan oleh senyawa-senyawa basis. Kapasitas buffer tanah terletak pada kemampuannya untuk menjerap ion H pada tapak jerapannya pada kondisi pH rendah atau sebaliknya pada pH tinggi. Asam karbonat dalam tanah melarutkan berbagai senyawa dan H+ menggantikan kation lain dari tapak jerapan. Dengan demikian asam karbonat ini juga mampu berpengaruh terhadap pH melalui efek garam yang dibentuknya.

Dalam pengukuran pH tanah secara aktual, tanah dan air diaduk atau dikocok sehingga mereka saling berkesetimbangan dengan CO2 dalam udara pada konsentrasi aktualnya di laboratorium. Karena ta nah masam mempunyai kapasitas yang lebih besar untuk mensuplai ion hidrogen daripada yang disuplai oleh CO2 dalam udara, maka CO2 ini praktis tidak berpengaruh terhadap pH yang diukur. Hanya dalam tanah yang sangat miskin H+ atau pH di atas 7, konsentrasi CO2 udara mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pH tanah.

1.5. Pengukuran pH

1.5.1. pH meter elektrode gelasBanyak laboratorium menggunakan elektrode gelas yang

berpasangan dengan elektrode kalomel (Hg / Hg2Cl2) untuk mengukur

84

Page 85: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

pH tanah. Elektrode biasanya dirancang dalam bentuk pH meter komersial. Dengan standardisasi yang tepat dengan larutan buffer yang diketahui pHnya, meter ini mampu menyatakan pH suspensi tanah dari milivolt potensial yang berkembang kalau dua elektrode dimasukkan ke dalam suspensi tanah. Elektrode gelas merupakan elektrode sensor H+ yang mengembangkan perubahan potensial (voltage) sebanding dengan logaritma perubahan aktivitas H+. Sehingga ia sering disebut elektrode indikator. Elektrode kaloml (i) mengandung jembatan KCl jenus yang kontak dengan suspensi tanah, dan (ii) mempunyai potensial khas yang relatif bebas dari pengaruh aktivitas H+.

Dengan demikian ia disebut sebagai elektrode referensi. Setiap laboratorium mempunyai detail tersendiri prosedur pengukuran tanah dan air atau larutan, nisbah tanah/air atau taah/larutan, larutan pengekstraks, metode pengocokan atau pencampuran, waktu pengocokan, waktu isirahat sebelum pengukuran, diaduk atau tidak selama pengukuran, dan lainnya. Ada laboratorium yang menimbang bobot material tanah, dan laboratorium lainnya mengukur volume tanah. Sebagian laboratorium menggunakan 5 g contoh tanah dan 5 g (ml) air, sebagian lainnya emenggunakan 0.01 M CaCl2 sebagai pengganti air. Ada laboratorium yang mengukur pH tanah dalam air dan kemudian menambahkan secukupnya larutan pekat CaCl2 untuk mengubah air menjadi 0.01M CaCl2 dan mengukur pH nya kembali.

(a). Perawatan elektrode

(a.1). Elektrode gelas. Seringkali elektrode menjadi "malas" dalam operasinya sehingga

respon perubahan pH pada saat pengukuran berlangsung sangat lambat. Gangguan seperti ini dapat disebabkan oleh lapisan kering liat atau endapan karbonat pada bola gelas yang tidak dapat diusir oleh pencucian dengan air. Gangguan seperti ini juga dapat disebabkan oleh karena sudag "aus"nya permukaan bola gelas. Rejuvinasi permukaan gelas dapat dilakukan dengan jalan perendaman dalam larutan encer asam hidro-florat selama 10-15 detik.

(a.2). Elektrode CalomelSeringkali sumber kesalahan dengan elektrode ini disebabkan

oleh gangguan aliran elektrolit. Walaupun instrumen dapat mengkalibrasi dengan baik dalam larutan yang dipakai untuk tujuan ini, namun tidak dapat memberikan nilai pH yang tepat dalam sistem tanah. Kesalahan cenderung ke arah nilai-nilai pH tanah yang terlalu rendah, dan nilai-nilai

85

Page 86: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

pH tinggi dalam campuran tanah dan larutan buffer yang dipakai untuk mengukur kebutuhan kapur. Harus diperhatikan bahwa elektrode Calomel harus dioperasikan dengan cairan "penghubung" yang tepat.

Sumber kesalahan lainnya dalam hubungan ini terjadi kalau elektrode Calomel dipaksa masuk ke dalam tanah pada dasar tudungnya pada saat dilakukan penukuran, akibatnya akan terjadi penghentian gerakan bebas garam dari cairan penghubung.

(b). Pengukuran pH tanah

(b.1). Standardisasi pH meter.Penetapan pH meter pada pH 7 dilakukan dengan menggunakan

larutan standar buffer pH 7. Pengujian dilakukan dengan pembacaan pH 4 dengan menggunakan larutan standar bufer pH 4. Kegagalan pada kedua pengukuran ini mengisyaratkan adanya gangguan pada instrumen.

(b.2). Pengukuran dan pembacaan nilai pH tanahProsedur pengukuran dan pembacaan pada pH meter secara

detail dapat dikaji pada berbagai buku petunjuk analisis tanah.

1.5.2. Metode lainnyaSebagai basis diagnostik untuk merekomendasikan kapur atau

pupuk, pH tanah kadangkala juga dapat ditentukan dengan metode lain. Akan tetapi kalau peralatan-peralatan tidak tersedia, dapat digunakan soil test kits yang mengandung indikator yang sesuai yang mengalami perubahan warna pada kisaran pH tertentu. Woodruff (1960) mengusulkan suatu metode untuk menentukan pH tanah dalam 0.01 M CaCl2 menggunakan brom-cresol-purple dengan warna-warna definitif yang mencakup kisaran pH 5.0 - 6.7. Indikator lainnya, brom-thymol-blue, yang berwarna hijau pada nilai kritis pH 6.9 akan berubah menjadi lebih biru klau pH meningkat mendekati 8.7. Selain itu juga tersedia kertas indikator komersialyang dibuat dengan mencelupkannya ke dalam berbagai indikator atau campuran indikator. Kertas ini kalau kontak dengan tanah basah akan mampu menyatakan nilai pH tanah. Barangkali uji kimiawi pertama untuk kemasaman tanah didasarkan pada kertas lakmus (Wheeler et al., 1896).

2. Uji Kebutuhan Kapur

2.1. Faktor kapasitas dari kemasaman tanah

86

Page 87: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tanah masam memerlukan sejumlah basa untuk menetralkan kemasaman yang dikandungnya supaya pH nya meningkat hingga nilai tertentu. Ini merupakan faktor kapasitas dari kemasaman tanah, berbeda dengan pH yang merupakan faktor intensitas. Suatu tanah masam mungkin semula jenuh dengan basa dan kemudian mengalami pencucian Atau barangkali ada juga tanah masam yang tidak pernah mengandung sejumlah besar kation basis selama periode pelapukannya.

2.2. Pengertian kebutuhan kapur suatu tanahKebutuhan kapur taah masam merupakan jumlah kapur atau

basa lain yang diperlukan untuk menetralkan kemasaman terdisosiasi dan tidak terdisosiasi dalam kisaran dari kondisi masam intial hingga menjadi kondisi tertentu yang kurang masam atau netral. Biasanya dasar pemilihan batas sampai dimana tanah harus dinetralkan ialah nilai pH yang paling sesuai bagi pertumbuhan tanaman. Akan tetapi dapat juga didasarkan pada kriteria lain seperti in-aktivasi Al-tukar dan kadang-kadang juga berdasarkan pertimbangan ekonomis. Di berbagai daerah ternyata ada sedikit manfaat ekonomis dari pengapuran tanah di atas pH 6.0 untuk tanaman jagung dan kedelai, sedangkan legume seperti alfalfa umumnya respon baik terhadap pengapuran hingga mencapai pH 6.5 atau lebih. Di daerah-daerah tropis dan sub-tropis diperlukan nilai-nilai pH yang masih lebih rendah lagi. Demikian juga tanah-tanah gambut umumnya tidak menghasilkan lebih banyak pada pH di atas 5.2 (McLean, 1978).Kebutuhan kapur dinyatakan sebagai ekuivalen CaCO3 dalam meq per 100 g tanah (atau ton per 2000 000 pound). Kebutuhan kapur diartikan dalam bentuk kapur (CaCO3) karena pertimbangan ekonomi dan kualitasnya dalam memperbaiki pertumbuhan tanaman.

2.3. Signifikansi kebutuhan kapur suatu tanahMempertahankan pH (kejenuhan base) yang sesuai dalam suatu

tanah dapat diibaratkan seperti menjaga pelumas pada mobil. Kapur dan pelumas mempunyai fungsi yang serupa yaitu memperlancar pekerjaan. Kapur membantu respon tanah terhadap pupuk seperti halnya pelumas membantu respon mobil terhadap bahan bakar.

Tanah masam seringkali mempunyai konsentrasi Al, Fe, atau Mn yang cukup tinggi untuk bersifat toksik bagi tanaman. Sejumlah kapur yang ditambahkan umumnya akan menurunkan kelarutan dan dengan demikian mengurangi keracunan unsur-unsur ini. Terlalu banyak kapur yang ditambahkan akan mengakibatkan berkurangnya ketersediaan Fe dan Mn hingga defisiensi. Dengan demikian ukuran yang tepat jumlah

87

Page 88: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

kapur yang diperlukan untuk meningkatkan pH tanah hingga nilai tertentu atau kejenuhan basa tertentu merupakan sarana pengelolaan taah yang sangat penting. Karena hidrohen yang terionisasi merupakan fraksi yang relatif kecil terhadap total asam yang ada, dan karena fraksi ini sangat beragam dari satu tanah ke tanah lainnya, maka umumnya pH bukan indikasi yang baik dari kebutuhan kapur suatu tanah.

2.4. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan kapurTotal kemasaman tanah beragam dengan derajat pelapukannya,

banyaknya tapak jerapan (kandungan bahan organik dan liat), bentuk kemasaman yang ada, dan sejarah praktek pengapuran dan pemupukan. Kebutuhan kapur tidak banyak dipengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi pH melalui penggantian atau disosiasi ion H+.

2.4.1. Derajat pelapukanApabila tidak ditambah kapur, suatu tanah cenderung menjadi

lebih masam karena penanaman, pencucian dan erosi akan mengambil/menghilangkan kation-kation basa dalam jumlah yang lebih banyak daripada jumlah yang dilepaskan dalam proses pelapukan mineral. Kalau kation basa hilang, dan tidak cukup digantikan oleh hasil pelapukan mineral basa maka kation-kation asam akan menbggantikan posisinya. Sumber utama Hµ+µ adalah berbagai reaksi pelapukan seperti disosiasi asam karbonat yang terbentuk sewaktu karbon dioksida melarut dalam air, atau oksidasi pirits menjadi asam sulfat. Semakin lama umur tanah di daerah yang beriklim humid umumnya akan mengakibatkan semakin besar akumulasi kemasaman tanah dan semakin besar pula kebutuhan kapurnya.

2.4.2. Kandungan mineral liatSemakin tinggi kandungan liat dalam tanah, semakin banyak

kation masam yang dapat dijerap pada tapak jerapannya. Demikian juga, semakin banyak tapak jerapan maka semakin banyak polimer ion Al-hidroksil yang terakumulasi di antara lapiran-lapisan kristal liat (Jackson, 1960). Karena lebih sedikit air perkolasi yang dapat menembus tanah yang terksturnya halur, maka biasanya tanah ini mempunyai kejenuhan basa lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang teksturnya kasar. Akan tetapi, tanah bertekstur halus yang telah sangat tua umurnya dan tingkat pelapukannya telah sangat lanjut biasanya juga miskin kation basis.

2.4.3. Kandungan bahan organik

88

Page 89: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Semakin banyak kandungan bahan organik dalam tanah, semakin banyak pula kation masam yang dapat terakumulasi pada tapak jerapan tanah. Sehingga tidak mengherankan bahwa kandungan bahan organik tanah dan kebutuhan kapur sangat berkorelasi dengan erat (Keeney dan Corey, 1963). Bahan organik tanah tidak hanya menjerap kation masam dalam bentuk dapat ditukar tetapi juga membentuk substansi kompleks atau khelate dengan kation-kation masam dalam bentuk yang tidak mudah digantikan oleh kation lain melalui reaksi-reaksi pertukaran biasa (Clark dan Nichol, 1966). Feµ+++µ, Alµ+++µ, dan ion-ion kompleks Al-hidroksi dan Fe-hidroksi melibatkan gugusan karboksil dari bahan organik sehingga menyebabkan bahan organik berfungsi sebagai asam lemah (Martin, 1960).

2.4.4. Bentuk-bentuk kemasaman yang adaBeberapa macam bentuk kemasaman, selain H+ , dapat

ditemukan dalam tanah. Pada kenyataannya, walaupun ion-ion H menggantikan kation basis selama pelapukan asam, mereka tidak akan terakumulasi tanpa batas. Kalau konsentrasi tertentu telah terjadi dalam tanah, ion H bereaksi dengan kristal liat, menjadi terjerap secara internal dan secara simultan membebaskan Alµ+++µ. Pengambilan ion H dari larutan akan meningkatkan pH dan menyebabkan netralisasi parsial ion Alµ+++, dengan membentuk ion Al-hidroksi, Al(OH)µ++µ dan Al(OH)2+. Ion-ion yang terakhir ini tidak dapat membentuk kompleks dengan bahan organik, tetapi mereka dapat mengalami polimerisasi pada permukaan liat membentuk lapisan kontinyu atau "pulau-pulau" kemasaman tidak dapat ditukar (deVilliers dan Jackson, 1967).

Sifat kationik (muatan positif) dari polimer Al menetralisir tapak jerapan kation pada lat dan bahan organik, sedangkan ukurannya yang besar mengakibatkan sulitnya pertukaran dengan kation lain sehingga menurunkan KTK efektif dari tanah masam (de Villiers dan Jackson, 1967). Fe-hidroksi ternyata memainkan peranan yang sama seperti Al-hidroksi dalam tanah masam, kecuali pada pH sangat rendah (Coleman dan Thomas, 1964). Berbagai bentuk polimer dan kompleks dari Fe- dan Al-hidroksi hanya dinetralisir partial dan menjadi kation masam, sehingga sangat meningkatkan kebutuhan kapur. Meskipun kation-kation masam seperti ini mempunyai akses yang rendah terhadap buffer yang dipakai dalam uji kebutuhan kapur, namun ia dapat menyebabkan hasil penentuan kebutuhan kapur agak berbeda dengan kebutuhan aktual. Akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan modifikasi buffer yang digunakan dalam uji kebutuhan kapur (Shoemaker et al., 1962).

89

Page 90: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Banyak tipe gugusan OH dalam bahan organik dan mineral liat yang mengionisasi H dari ikatan koordinat kovalen kalau pH ditingkatkan dengan jalan penambahan kapur. Muatan-muatan darimana ion H berdisosiasi disebut pH-dependent, karena mereka efektif untuk menjerap kation lain hanya pada pH yang lebih tinggi, yaitu derajat ionisasi Hµ+µ merupakan fungsi pH. Mereka menjerap Ca dan Mg dari bahan kapur kalau H+ dinetralkan secara simultan (CaCO3 + H2O > Ca++ + HCO3- +OH-; OH- + H+ > H2O). Sedikit penurunan pH akan membalik proses sedemikian rupa sehingga ion H dijerap kembali ke muatan-muatan yang menyukai-H, muatan tergantung pH dan kation basa secara simultan dibebaskan ke dalam larutan tanah (McLean, 1970).

2.4.5. Sekuens netralisasi

Bentuk-bentuk kation masam yang dominan dalam tanah tergantung pada pH tanah. Tanah sangat masam, pH=4.0, dapat mempunyai sedikit hidrogen ionik (H+ atau H3O+) dalam larutan tanah dan yang dijerap pada tapak jerapannya. tetapi tanah-tanah seperti ini akan mengandung banyak Alµ+++µ dan sedikit Al-hidroksi yang dijerap pada tapak jerapannya. Tanah lain yang pH nya agak lebih tinggi mungkin mempunyai dominasi Al-hidroksi. Kalau kapur ditambahkan dan dicampur secara merata dengan tanah yang pH-nya 4.0 dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan pH nya menjadi 7.0, maka berbagai bentuk kation masam akan dinetralkan secara sekuensial dalam urutan: H+, Al+++, Al(OH)2µ+µ, dan kation tergantung pH lainnya (Coleman dan Thomas, 1967). Kalau kapur tidak dicampur secara merata dengan tanah, maka mikrovolume tanah dapat mengalami proses netralisasi sedangkan volume tanah lainnya tetap seperti semula.

2.5. Pengukuran kebutuhan kapur

2.5.1. Studi lapangan dosis kapurTotal kemasaman dan kebutuhan kapur suatu tanah pada kondisi

alamiah berbeda-beda tergantung pada derajat pelapukan yang dialaminya dan kapasitasnya menahan kation masam. Sebelum perkembangan uji tanah untuk menentukan kebutuhan kapur individu tanah, jumlah kapur untuk suatu kondisi tanah, tanaman atau pola tanam, didasarkan atas percobaan lapangan yang dilakukan pada kondisi yang serupa. Kajian-kajian seperti ini masih penting untuk mengkorelasikan data uji tanah dengan respon lapangan. Disamping itu, juga penting untuk memisahkan pengaruh langsung status pH tanah terhadap tanaman dari

90

Page 91: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

pengaruh tidak langsung yang tercermin dalam tanaman berikutnya. Misalnya, peningkatan kejenuhan basa mungkin hanya sedikit berpengaruh langsung terhadap hasil tanaman pada tanah yang subur, tetapi pada tanah yang miskin nitrogen kemungkinan pengaruh peningkatan kjenuhan basa tersebut sangat besar terhadap fiksasi N oleh legume dan selanjutnya sangat berpengaruh terhadap hasil tanaman jagung berikutnya.

2.5.2. Inkubasi tanah-kapurPerlunya metode yang lebih cepat untuk menentukan kebutuhan

kapur telah mendorong berkembangnya metode inkubasi. Metode ini terdiri atas pencampuran kapur dengan aliquot tanah, menyeimbangkan dengan tanah basah, dan mengukur pH tanah sehingga jumlah kapur yang diperlukan untuk membawa tanah mencapai pH tertentu dapat ditetapkan. Karena aktivitas jasad renik sangat intensif pada kondisi inkubasi, maka garam (terutama nitrat dari Ca, Mg, K, dll) akan terakumulasi dalam tanah. Dengan demikian mereka harus dicuci karena mereka dapat menurunkan pH tanah.

2.5.3. Titrasi basa-tanahKation masam dalam tanah dapat dititrasi dengan basa seperti

halnya asam yang dapat dititrasi dengan basa. Akan tetapi kebanyakan kemasaman tanah tidak akses terhadap reaksi dengan basa. Dengan demikian titrasi langsung biasanya sangat lambat. Titrasi dapat dipercepat dengan mencampur tanah dengan larutan yang relatif pekat seperti 1N KCl. Titrasi yang lebih lambat tetapi lebih memuaskan dapat dilakukan dengan jalan (1) menyeimbangkan aliquot tanah dengan larutan standar basa seperti Ca(OH)2, (2) mengukur pH tanah setelah perlakuan karbon, aerasi, dan diistirahatkan beberapa hari (Bradfield dan Allison, 1933).

2.5.4. Keseimbangan tanah-penyangga

Dilemma yang dihadapi dalam titrasi langsung kemasaman tanah ialah bagaimana melengkapi titrasi dalam waktu yang diinginkan dan menambahkan basa secara bertahap sehingga mereka dinetralkan tanpa mengakibatkan perubahan pH tanah yang tidak drastis. Sehingga berbagai metode keseimbangan buffer dikembangkan yang memungkinkan netralisasi kemasaman pada nilai pH yang relatif rendah dan hampir konstan.

91

Page 92: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Beberapa metode tersedia untuk menambil buffer dari tanah, dan mentitrasinya dengan basa kembali ke pH buffer sebelum bereaksi dengan tanah (Schofield, 1933; Mehlich, 1939). Metode lainnya semata-mata mengukur perubahan pH buffer yang disebabkan oleh asam-asam dalam tanah, perubahan pH buffer ini merupakan ukuran kebutuhan kapur tanah (Adams dan Evans, 1962; Shoemaker, Mclean dan Pratt, 1962; Woodruff, 1948). Metode-metode SMP, Adams dan Evans, dan Woodruff banyak digunakan di laboratorium sebagai dasar untuk merekomendasikan aplikasi kapur pada tanah masam.

Metode Woodruff umumnya underestimate kebutuhan kapur tanah-tanah yang mempunyai kebutuhan kapur 2242 kg/ha (1 ton/acre) atau lebih dan dapat menyetakan kurang dari separuh kebutuhan kapur aktual pada tanah-tanah yang kebutuhan kapurnya sangat tinggi (McLean, et al., 1966). Metode SMP sesuai untuk tanah-tanah yang kebutuhan kapurnya lebih dari 4482 kg/ha (2 ton/acre), mempunyai pH kurang dari 5.8, mengandung bahan organik < 10%, dan banyak mengandung Al-larut (McLean et al., 1966).

2.5.5. Al-dapat ditukar (Aldd)Kalau digunakan sebagai indeks kebutuhan kapur, Aldd

umumnya diekstraks dari sampel tanah dengan larutan gharam tidak dibuffer seperti 1N KCl. Ekstraks ini dititrasi dengan standar basa, dan kebutuhan kapur dihitung sebagai kelipatan 1.5, 2.0 atau 3.3 dari Aldd yang dinyatakan sebagai meq per 100 g tanah (Kamprath, 1970; Reeve dan Sumner, 1970; Baker, 1970).

2.6. Landasan bagi Rekomendasi Kapur

2.6.1. Netralisasi hingga pH tertentuSecara tradisional pada agronomis telah mengapur untuk

mencapai hasil tanaman yang optimal. Biasanya mereka melakukannya dengan memperhatikan pH tertentu. Mereka telah mempertimbangkan kelarutan atau ketersediaan berbagai hara pada tingkat maksimum atau berusaha meminimumkan konsentrasi unsur Al atau Mn yang dapat bersifat toksik pada tanah masam. pH yang lebih tinggi diperlukan untuk mencapai hasil maksimum suatu spesies tanaman seringkali tidak berlaku untuk tanaman lainnya. Demikian juga pH tanah untuk fiksasi N maksimum oleh jasad renik simbiotik dalam bintil akar legume mungkin lebih tinggi daripada pH untuk hasil maksimum tanaman berikutnya

92

Page 93: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

seperti jagung. Selanjutnya, sifat tanah juga mempengaruhi pH yang optimum bagi suatu jenis tanaman. Misalnya, tanah Oksisol atau Ultisol yang pelapukannya telah lanjut secara fisik dapat terpengaruh secara buruk oleh pengapuran hingga kondisi netral. Dengan demikian pilihan pH untuk pengapuran sangat tergantung pada tanaman dan kondisi tanah.

2.6.2. Persentase kejenuhan basaBear dan Toth (1948) mendefinisikan "tanah ideal" sebagai tanah

yang mempunyai KYK yang dijenuhkan oleh 65% Ca, 10% Mg, 5% K, dan kira-kira 20%H. Kemudian Graham (1955) mengusulkan 75%Ca, 10%Mg, dan 2.5-5% K sebagai yang terbaik, tetapi hasil tanaman hanya sedikit terpengaruh kalau Ca berkisar 65-85%, Mg berkisar 6-12%, dan K berkisar 2-5%. Kalau kisaran kejenuhan basa ini telah tercapai, pH tanah akan berada dalam kisaran yang sesuai dan sejumlah kation basa akan tersedia dengan cukup, dan seimbang satu sama lain.

2.6.3. Inaktivasi Aldd

Karena Aldd umumnya merupakan komponen kemasaman yang utama dalam tanah yang kejenuhan basanya sangat rendah, dan merupakan sebab utama toksisitas bagi tanaman dalam banyak taanah, maka masuk diakal untuk mengasumsikan bahwa bentuk Al ini dapat dipakai sebagai indeks kebutuhan kapur. Hasil-hasil penelitian telah menunjukkan bahwa lebih banyak kapur yang diperlukan untuk menetralkan Aldd dari pada jumlah Al yang ada. Untuk Oksisol dan Ultisol, Kamprath (1970) mengusulkan faktor 1.5 untuk kebanyakan tanaman dan 2.0 untuk tanaman yang sangat peka Al. Reeve dan Sumner (1970) melaporkan hanya 0.3 meq penurunan indeks Aldd per meq CaCO3 yang ditambahkan ke Oksisol. Baker (1970) juga telah menghitung kebutuhan lebih banyak kapur di lapangan daripada setara Aldd karena tidak sempurnanya pencampuran tanah dengan kapur.

93

Page 94: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

INTERPRETASI HASIL UJI TANAH

Sasaran uji tanah adalah untuk menyediakan pedoman bagi pengelolaan kesuburan tanah dengan memanfaatkan hubungan-hubungan yang ditetapkan secara eksperimental antara ciri-ciri kimia tanah dengan pertumbuhan tanaman. Hubungan-hubungan seperti ini harus didefinisikan secara cukup luas untuk dapat diaplikasikan ke banyak kondisi lapangan, namun harus cukup spesifik untuk diaplikasikan ke individu lapangan. Proses penetapan hubungan tanah-tanaman lazim disebut dengan istilah "kalibrasi" nilai-nilai uji tanah. Nilai uji tanah yang dikalibrasikan untuk sesuatu unsur hara tertentu akan menyatakan derajat defisiensi unsur hara tersebut dan jumlah hara yang harus digunakan sebagai pupuk untuk mengoreksi defisiensi.

Pedoman akhir untuk produksi tanaman akan berasal dari persamaan hasil kuantitatif untuk semua faktor yang menentukan pertumbuhan tanaman. Pekerjaan menyusun rekomendasi pupuk dari uji tanah memerlukan pengetahuan yang komprehensif tentang disiplin ilmu tanah dan ilmu tanaman. Keputusan yang terlibat dalam menyusun rekomendasi pupuk atas dasar uji tanah memerlukan pemahaman tentang kimia tanah, kesuburan tanah, mineralogi, klasifikasi dan sifat fisika tanah serta respon tanaman terhadap pupuk dan aspek ekonomi yang terlibat.

1. Informasi riset yang diperlukan untuk kalibrasi uji tanah

Agar supaya suatu pengekstraks tanah sesuai untuk mendapatkan data kalibrasi, jumlah hara yang diekstraks harus proporsional dengan yang diserap tanaman. Nilai-nilai kimiawi yang diperoleh dengan ekstraksitidak mempunyai makna absolut tentang suplai hara yang tersedia bagi sistem perakaran tanaman.

Mereka hanya mempunyai makna karena berhubungan dengan perbedaan pertumbuhan atau serapan hara.

Pengaruh berbedaan karakteristik tanaman dan ciri tanah terhadap hubungan antara nilai-nilai uji tanah dan respon tanaman terhadap hara hanya dapat diekspresikan secara kuantitatif oleh tanaman tertentu pada kondisi lingkungan dimana tanaman tumbuh. Misalnya, perbedaan tanaman yang menjadi ciri spesies atau varietas dan yang mempengaruhi hubungan ini termasuk (i) laju serapan hara pada berbagai fase pertumbuhan tanaman, (ii) luas dan intensitas

94

Page 95: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

perkembangan akar, dan (iii) kapasitas tanaman untuk menyerap haradari berbagai level suplai hara dan mentranslokasikannya ke daerah pertumbuhan. Efek-efek tersebut hanya dapat tercermin dalam kalibrasi hanya apabila mereka dimungkinkan untuk berkembang degan cara yang sama seperti di lapangan. Oleh karena itu evaluasi nilai-nilai uji tanah yang didasarkan atas faktor kimiawi, seperti persentase kejenuhan kation yang tidak memperhatikan perbedaan tanaman bukanlah merupakan landasan yang sesuai bagi kalibrasi. Demikian juga, kajian-kajian yang didasarkan atas pertumbuhan kecambah tanaman atau jasad renik pada kondisi tanah artifisial, seperti dalam pot, tidak kan memungkinkan perbedaan tanaman dapat diekspresikan seperti di lapangan. Oleh karena itu mereka juga tidak valid sebagai dasar bagi kalibrasi nilai uji tanah yang akan digunakan sebagai pedoman produksi tanaman.

Percobaan lapangan dierlukan karena adanya pengaruh dari perbedaan mineralogis yang mungkin mempengaruhi pertumbuhan tanaman tetapi tidak berpengaruh terhadap nilai uji tanah. Perbedaan-perbedaan ini meliputi aktivitas ionik atau laju transfer hara dari bentuk tersedia menjadi bentuk lainnya. Percobaan lapang juga diperlukan untuk memantau pengaruh ciri-ciri fisika dan kimia tanah lapisan bawah. Oleh karena itu percobaan lapangan merupakan suatu sarana dimana pengrauh integral dari semua faktor dapat dicerminkan dalam kalibrasi uji tanah.

Kalibrasi uji tanah memerlukan data yang banyak dari lapangan dan laboratorium. Karina luasnya kisaran karakteristik tanah dan banyak macam tanaman yang harus direkomendasi.maka penelitian yang rinci dan detail pada semua kondisi tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu baik tanah dan tanaman harus dikombinasikan kedalam kelompok-kelompok yang dapat dikelola atas dasar data yang tersedia.

1.1. Percobaan lapangan jangka pendek

Percobaan-percobaan yang perlakuannya ditempatkan pada petak-petak lahan selama setahun dapat berguna untuk menginterpretasikan hubungan antara nilai uji tanah dan kecukupan hara untuk mencapai hasil maksimum. Pengujian seperti itu tidak perlu melibatkan banyak perlakuan (Hanway, 1967), tidak memerlukan banyak ulangan pada satu lokasi, tetapi harus banyak diulang di lokasi yang berbeda. Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan hasil tanaman akibat pemupukan yang cukup dan hasil relatif tanaman yang tidak dipupuk. Nilai-nilai uji tanah kemudian dapat dinilai dalam bentuk

95

Page 96: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

hasil relatif. Sejumlah besar pengujian seperti ini dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan antara berbagai tanah dengan jalan menggambarkan nilai uji tanah versus hasil relatif. Data ini juga dapat berfungsi sebagai dasar untuk membagi tipe-tipe tanah ke dalam beberapa kelompok.

Percobaan jangka pendek harus dilakukan pada tanah-tanah dengan tingkat kesuburan yang berbeda-beda. Mereka akan menunjukkan derajat respon yang dapat diantisipasi pada berbagai level uji tanah dan berfungsi sebagai kendali yang sangat bagus terhadap penilaian yang sedang digunakan. Karena pengujian seperti ini tidak menyediakan ukuran bagi efek komulatif perlakuan terhadap hasil tanaman atau perubahan tanah maka mereka mempunyai keterbatasan untuk menentukan dosis pupuk yang harus direkomendasikan untuk mencapai produktivitas yang lestari. Hal ini telah dibuktikan oleh hasil-hasil pengujian yang dilaporkan oleh Rouse (1968) pada tanaman kapas dan oleh Hartzog dan Adams (1971) pada kacangtanah. Pada tanah-tanah yang tingkat ketersediaan P atau K "medium" atau "tinggi" ternyata respon pemupukan hanya sedikit atau tidak ada respon.

1.2. Percobaan lapangan jangka panjang

Percobaan yang perlakuannya diulang pada petak lahan yang sama selama beberapa tahun menyediakan data yang bagus untuk menentukan dosis pupuk yang direkomendasikan. Percobaan yang dilaporkan oleh Rouse (1968) dan Cope (1970) mensuplai data respon selama musim pertumbuhan dimana unsur hara yang diteliti menjadi faktor kendali utama yang menentukan hasil tanaman. Percobaan seperti ini memungkinkan pengukuran pengaruh perlakuan terhadap perubahan ketersediaan hara dalam tanah. Perlakuan musim yang lalu menjadi faktor utama dalam menentukan jumlah hara yang tersedia bagi tanaman atau jumlah yang dapat diekstraks dalam uji tanah. Percobaan-percobaan dimana sumber dan dosis yang sama digunakan pada suatu petak lahan selama beberapa tahun memberikan data yang sesuai untuk menghubungkan nilai uji tanah dengan hasil tanaman. Percobaan yang identik pada tanah-tanah yang berbeda selama periode beberapa tahun memberikan informasi terbaik untuk mengelompokkan tanah guna kepentingan interpretasi uji tanah. Percobaan seperti ini menyediakan dasar untuk mengevaluasi pengaruh dosis dan sumber hara terhadap kesuburan tanah.

96

Page 97: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Percobaan lapangan jangka panjang yang diulang mampu menyediakan peluang bagi kajian yang detail tentang banyak faktor yang berhubungan dengan kalibrasi uji tanah. Karena ulangan juga menurut tahun, maka perbedaan hasil yang kecil juga dapat dievaluasi. Percobaan seperti ini juga menyediakan teladan yang bagus untuk menghubungkan analisis tanaman dengan nilai uji tanah dan dengan hasil tanaman. Setelah level-level hara dalam tanah dapat ditetapkan dalam percobaan jangka panjang, kajian residu yang menunjukkan pengaruh level-level ini terhadap hasil tanaman akan memberikan sarana untuk mengevaluasi level-level uji tanah (Ensminger, 1960; Rouse, 1960). Dengan membelah petakan yang besar maka pengaruh dosis pupuk pada berbagai level uji tanah dapat dievaluasi.

1.3. Penelitian Laboratorium

Contoh tanah harus diambil dari semua percobaan lapangan dan dianalisis sebelum perlakuan digunakan untuk menentukan apakah lokasi mempunyai peluang yang baik untuk menjawab tujuan percobaan. Prediksi respon yang harus dilakukan berdasarkan pada uji akan berfungsi sebagai koreksi terhadap kalibrasi musim yang lalu. Contoh initial dan contoh selanjutnya harus diambil dari setiap petak untuk menentukan pengaruh perlakuan terhadap nilai uji tanah.

Contoh tanah dari percobaan lapangan jangka pendek dan jangka panjang harus dikenakan prosedur laboratorium yang sedang dikaji. Mereka berfungsi sebagai dasar untuk membandingkan hasil tanaman dengan unsur hara yang diambil oleh uji tanah. Contoh tanah yang respon lapangannya telah diketahui diperlukan untuk membandingkan nisbah tanah-larutan, waktu pengocokan, dan larutan pengekstraks.

2. Perbedaan persyaratan kesuburan tanah di antara tanaman.

Para ahli ekologi dan agronomi telah lama mengetahui bahwa persyaratan kesuburan tanah bagi tanaman sangat beragam. Beberapa spesies tanaman mampu bertahan pada tanah-tanah tertentu sedangkan jenis tanaman lainnya gagal karena infertilitas. Bray (1961) menunjukkan bahwa tanaman gandum dan oats mempunyai kebutuhan P lebih tinggi daripada jagung. Sebaliknya, jagung memerlukan lebih banyak K daripada gandum dan oat. Perbedaan-perbedaan ini

97

Page 98: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

mengisyaratkan bahwa nilai-nilai kimiawi tanah harus dievaluasi menurut hasil relatif dari setiap tanaman.

Adams (1968) melaporkan hasil relatif untuk 13 tanaman yang ditanam pada tanah lempung berpasir Norfolk (Tabel 22). Hasil-hasil relatif tanaman yang ditanam pada petak-petak yang berdampingan yang kesuburannya seragam tanpa pemupukan P beragam dari 70% (untuk sorghum) hingga 104% (untuk ryegrass). Kurva-kurva yang digambar dari data yang disajikan oleh Rouse (1968) menunjukkan bahwa kebutuhan K tanaman kapas lebih besar daripada tanaman jagung, sedangkan kedelai intermedier (Gambar 23).

Untuk tujuan praktis evaluasi nilai-nilai kimia tanah, tanaman Alabama dikelompokkan menjadi tiga kategori atas dasar kebutuhan K dan menjadi dua kategori atas dasar kebutuhan P. Kategori dengan kebutuhan K terendah termasuk rumput pasture tahunan, biji-bijian kecil, rumput summer, jagung, tebu, dan sorghum. Tanaman dalam kategori kebutuhan K medium adalah kapas, legume annual dan perennial, dan tanaman pohon seperti pecan, peach, dan apel.

Tabel 22. Hasil relatif dan tingkat kesuburan tanah untuk berbagai jenis tanaman (Adams, 1968)

Tanaman TanahpH =5.1

Uji tanahP = 34 ppm

Uji tanahK = 32 ppm

Hasil Kesuburan Hasil Kesuburan Hasil Kesuburan relatif relatif relatifSorghum 66 Rendah 86 Medium 41 Sgt rendahJagung 97 Medium 95 Medium 57 Rendah Oats 94 Medium 98 Medium 59 Rendah Sorghum almum

37 Sgt rendah 70 Rendah 53 Rendah

Sorghum Sudan

38 Sgt rendah 75 Rendah 59 Rendah

Browntop millet 83 Medium 88 Medium 65 Rendah Kedelai 76 Medium 102 Tinggi 82 Medium Ball clover 44 Sgt rendah 83 Medium 28 Sgt rendahVetch 95 Medium 75 Medium 60 Rendah Crimson clover 65 Rendah 88 Medium 65 Rendah Oats 93 Medium 86 Medium 64 Rendah Ryegrass 93 Medium 104 Tinggi 81 Medium

98

Page 99: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tingkat kesuburan tanah: Tinggi = 100% atau lebih hasil relatif; Medium = 75-99% hasil relatif; Rendah = 50-74% hasil relatif; Sangat rendah = kurang dari 50% hasil relatif.

Kemiripan kebutuhan P tanaman kapas dan jagung didemonstrasikan oleh data (Tabel 2) dari percobaan pada tujuh lokasi yang dilakukan pada petakan yang sama dari tahun 1954 hingga 1964. Nilai uji tanah untuk P menjadi indikasi yang bagus bagi respons hasil tanaman. Pembandingan respon terhadap P oleh kedua jenis tanaman pada setiap lokasi menunjukkan bahwa mereka menghasilkan respon relatif terhadap P yang hampir sama.

99

Page 100: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Hasil relatif, %

100 - A = 100% hasil dari K y = % hasil dari K=0 b = nilai uji tanah K c = konstante

80 - Jagung: Log(A-y) = Log A-c(b-10)

Tanah kelompok I c = 0.085 Tanah kelompok II c = 0.064

Tanah kelompok III c= 0.04260 -

Kedelai : Log(A-y) = Log A-c(b-12) Tanah kelompok I c = 0.078

Tanah kelompok II c = 0.054Tanah kelompok III c= 0.036

40 -

Kapas : Log(A-y) = Log A-c(b-15)

20 - Tanah kelompok I c = 0.041 Tanah kelompok II c = 0.031 Tanah kelompok III c= 0.020

0.0 10 20 30 40 50 60 Kelompok I 15 30 45 60 75 90 Kelompok II 20 40 60 80 100 120 Kelompok III

Uji tanah K, ppm

Gambar 23. Hubungan antara uji tanah K dan hasil relatif tanaman jagung, kapas, dan kedelai (Rouse, 1968).

Data dalam Tabel 22 tentang respon terhadap K menunjukkan mengapa tanaman dikelompokkan ke dalam dua kategori atas dasar kebutuhan K. Kapas lebih responsif terhadap K daripada jagung dan harus menerima dosis tinggi pada level K tanah "rendah" dan

100

Page 101: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

"medium" untuk menghasilkan hasil maksimum. Kedelai dan kacangtanah menunjukkan kebutuhan K intermedier antara tanaman legume dan rumput-rumputan.

Tanam-tanaman sangat beragam tingkat responnya terhadap kapur pada kondisi pH tanah tertentu. Hal ini ditunjukkan oleh datan dalam Tabel 23 dimana hasil relatif tanaman pada pH 5.1 beragam dari kurang 40% (sorghum) hingga 97% (jagung). Berdasarkan data-data respon tanaman terhadap kapur, maka tanaman dibagi menjadi empat kelas atas dasar pH minimum dimana mereka menghasilkan hasil maksimum (Tabel 24).

Tabel 23. Hasil relatif kapas dan jagung akibat pemupukan P dan K

Dosis pupuk

Bendale(I)

Dothan (I)

Lucedale-M(II)

Lucedale-P(II)

Hartselle (II)

Savana(II)

P dan K Kps

Jg Kps

Jg Kps Jg Kps Jg Kps Jg Kps Jg

(ppm) ................................ % ..........................................

Fosfor:0 87 83 92 1* 82 87 1* 95 57 52 93 88 9 95 97 94 98 95 95 96 100 78 82 96 97 18 97 95 93 96 94 87 95 95 87 94 96 96 26 1* 99 95 98 98 100 93 95 94 1* 99 100 44 99 1* 1* 95 1* 89 95 86 1* 96 100 95 Ujitanah P 18 79 29 93 16 58Jenjang R R T T M M T T R

R T T

Kalium: 0 32 81 56 88 22 73 72 81 55 71 84 9817 60 95 85 98 53 94 77 82 82 93 94 9533 81 1* 94 98 73 86 96 92 92 98 100 9650 85 1* 95 97 93 1* 99 1* 1* 99 99 9966 1* 99 99 1* 94 96 1* 98 96 1* 98 10083 98 1* 1* 96 1* 98 1* 94 98 98 100 99Ujitanah K 34 68 22 175 67 138Jenjang

R R M M SR R M T R M M T

Keterangan : 1* = 100. Uji tanah dilakukan dengan ekstraksi 0.05N HCl + 0.025N H2SO4

101

Page 102: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tabel 24. Klasifikasi tanaman berdasarkan atas pH optimum dan kebutuhan kapur

Kelas Kapur kalau Pengapuran Jenis tanamanTnaman pH di bawah hingga pHA 5.0 5.5-5.7 Kentang; azalea; tembakauB 5.5 6.2-6.5 Rumput; hay; dllC 5.8 6.2-6.5 Kapas; legume; jagung; dllD 6.0 6.5-7.0 Alfalfa

3. Kapasitas tanah mensuplai hara pada tingkat uji tanah tertentu

Jumlah P dan K yang diekstraks dari tanah oleh larutan pengekstraks dan oleh tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jumlah liat, tipe liat, bahan organik, kandungan total P atau K, dan sejarah pemupukan serta pertanaman. Volk (1942) menemukan bahwa derajat respon terhadap K pada nilai uji tanah tertentu berhubungan dengan KTK. Ia pertama kali menunjukkan bahwa tanah-tanah dari Alabama dibagi menjadi tiga kelompok KTK atas dasar responnya terhadap K. Winters (1945) juga melaporkan bahwa tanah-tanah yang KTK nya rendah di Tennessee, Georgia, dan Mississippi lebih kaya K-tersedia dari tanah-tanah bertekstur halus pada jenjang uji K-tanah yang sama.

Penelitian lain menunjukkan bahwa adanya perbedaan respon di antara tanah telah mendorong perlunya penggolongan tanah menjadi dua golongan P dan tiga golongan K dalam rangka untuk mendeskripsikannya atas dasar respon hasil tanaman. Kelompok-kelompok yang digunakan adalah:

Kelompok I. Tanah bertekstur kasar dengan KTK < 5 me/100gKelompok II.Tanah bertekstur medium dengan KTK 5 - 10

me/100gKelompok III.Tanah bertekstur halus dengan KTK lebih besar 10

me/100g.

Kelompok I dan II digabung menjadi satu kelompok untuk P. Mereka melepaskan lebih banyak P dalam ekstraks asam encer daripada tanah-tanah kelompok III. Tanah-tanah Kelompok III menghasilkan hasil maksimum pada jenjang uji P tanah yang lebih

102

Page 103: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

rendah daripada tanah-tanah Kelompok I dan II. Mereka juga mengalami peningkatan nilai uji P tanah yang lebih sedikit pada dosis pemupukan yang sama. Hal ini ditunjukkan oleh data dalam Tabel 25 yang diambil dari hasil percobaan pemupukan P dan K pada tanaman kapas dan jagung. Peningkatan nilai uji P-tanah berhubungan erat dengan dosis pupuk, tetapi peningkatan ini lebih besar pada tanah-tanah yang KTK nya rendah daripada tanah-tanah Kelompok III.

Tabel 25. Pengaruh dosis pupuk P dan K terhadap nilai uji tanah

Periode Dosis Tahun Tanah Kelompok I

Tanah Kelompok II

Tanah Kelompok III

P dan K sampling Bendale Dothan Hartsells Lucedale Lucedale Dewey Decatur (ppm) fsl fsl fsl (M) fsl (P) scl sil sil

Uji P-tanah, ppm

- - 1929 29M 66T 32M 30M 63T 15R 10R1929-71 0 1971 28M 52T 19R 24R 44M 15R 11R1958-71 26 1957 87T 149T 68T 91T 172ST 77ST 70ST1929-71 26 1971 98T 134

ST81T 75T 150ST 51T 34T

1929-71 Tambahan 69 68 49 45 87 36 24 1929-57 48 1957 189

ST312ST

177ST

196ST

202STS

119 ST 158 STS

1957-71 26 1971 150ST

181ST

129ST

136ST

195ST

87ST

75ST

1929-71 Tambahan 121 115 97 106 132 72 65

Uji K-tanah, ppm - - 1929 40R 90M 100M 85M 120M 242T 160M1929-71 0 1971 58R 64M 64R 70

R 61R 145M 149M

1929-57 16 1957 42R 123T 107M 81M 229T 253T 236M 1958-71 50 1971 118M 124T 154M 166T 172M 310T 260T1929-71 Tambahan 78 34 54 81 52 68 100 1929-57 32 1957 67M 144T 133M 154T 325T 273T 344T 1958-71 100 1971 144T 146T 204T 216T 248T 373T 350T 1929-71 Tambahan 104 56 104 131 128 131 190

Keterangan:

103

Page 104: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

HASIL BIJI KAPAS

lb/acre lb/acre

3000 ST 3000 T

2600 M T 2600

2200 2200

1800 1800

1400 1400 M

1000 Lucedale (P) 1000 Dothan

0 25 50 75 100 0 25 50 75 100 Pound K/acre Pound K/acre

lb/acre lb/acre 2600 2600

2200 M T 2200 T

1800 1800 M

1400 1400

1000 R Benndale 1000 Decatur

600 600

0 25 50 75 100 0 25 50 75 100 Pound K/acre Pound K/acre

104

Page 105: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

lb/acre lb/acre

2600 T 2600 M2200 2200 T

1800 1800 M

1400 1400

1000 Dewey 1000 Lucedale (M)

0 25 50 75 100 0 25 50 75 100

Pound K/acre Pound K/acre

Gambar 24. Respon kapas terhadap K dalam rotasi dua tahun. Huruf pada garis hasil menyatakan tingkat uji K-tanah pada atahun 1967 setelah pemupukan selama 14 tahun (Cope, 1970b).

Uji K tanah orisinal (Tabel 4) sangat beragam di antara tanah, dan secara langsung berhubungan dengan KTK. Tanah-tanah dari Kelompok I yang semula "Rendah" atau "Medium" kandungan K nya tidak banyak berubah kalau ditanami tanpa pemupukan K. Mereka memberikan hasil yang rendah pada dosis rendah dimana mereka melepaskan K ke tanaman yang sedang tumbuh atau ke pengekstraks uji tanah. Kalau pupuk K ditambahkan maka akan terjadi peningkatan hasil tanaman dan nilai uji K tanah yang cukup besar. Tanah-tanah yang KTKnya tinggi dan kaya K menghilangkan lebih banyak K kalau ditanami tanpa pemupukan kalium. kalau dipupuk kalium, nilai uji K tanah meningkat lebih cepat dan jenjangnya lebih tinggi daripada tanah-tanah berpasir. Tanah-tanah Kelompok III setelah 42 tahun tanpa pemupukan kalium, mempunyai nilai uji K tanah hampir sama dengan tanah-tanah Kelompok I yang telah dipupuk 2300 ppm K selama periode tersebut. Data hasil tanaman dari percobaan ini (Gambar 24) menunjukkan bahwa tanah "Medium" respon terhadap 25K sedangkan tanah "Rendah" respon terhadap 50K.

105

Page 106: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Hubungan antara respon terhadap K dan nilai uji K tanah untuk tiga kelompok tanah disajikan dalam Gambar 25. Data untuk menyusun kurva ini berasal dari percobaan jangka panjang yang disajikan dalam Tabel 23 dan 24. Kurva-kurva ini menunjukkan mengapa harus dilakukan pemisahan tanah ke dalam kelompok-kelompok untuk mejenjangkan nilai-nilai uji tanah. Uji K tanah dalam tanah-tanah kelompok III tidak dapat direduksi di lapangan hingga tingkat yang akan memberikan respon pada tanah-tanah Kelompok I. Kurva-kurva dalam Gambar 25 dapat dibuat bersama-sama dengan memvariasikan skala nilai-nilai uji tanah pada sumbu horisontal menurut kelompok tanah seperti yang telah didemonstrasikan oleh Rouse (1968).

Penggunaan pengelompokkan tanah sangat penting guna menyusun rekomendasi yang didasarkan atas nilai-nilai uji tanah. Hal ini menuntut pentingnya klasifikasi contoh-contoh tanah yang masuk ke laboratorium. Hal ini dapat dilakukan secara cukup akurat oleh seseorang yang telah terbiasa dengan tipe-tipe tanah di wilayah yang diteliti. Pemeriksaan contoh tanah sebelum diseleksi dan pemberian notasi daerah asal akan mempermudah klasifikasinya.

Rekomendasi kapur yang didasarkan atas uji tanah merupakan bagian integral dari jasa-jasa yang diberikan oleh laboratorium uji tanah. Kebutuhan kapur dan pengaruh pengapuran beragam di antara tanah-tanah, bahkan pada pH yang sama. Nilai pH kritis untuk suatu jenis tanaman juga dapat beragam hampir satu unit pH di antara tanah-tanah. Hal ini didemonstrasikan dalam Gambar 26 (Adams, 1971). Nilai pH kritis bagi kapas pada tanah lempung berpasir halus (fsl, fine sandy loam) Norfolk dan Magnolia adalah sekitar 5.8, sedangkan pada tanah lempung liat berpasir (scl, silty clay loam) sekitar 5.0.

106

Page 107: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Hasil relatif kapas

100

80 Kelompok III

60 -

Kelompok II

40 -

Kelompok I

20 -

0 40 80 120 160 200 240 Uji K-tanah, ppm

Gambar 25. Hubungan antara uji K-tanah dan respons tanaman kapas terhadap K pada tanah-tanah yang KTK nya berbeda-beda.

107

Page 108: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Hasil biji kapas, kg/ha

2250

1800 -

1350 : lempung berpasir halus

----: lempung berpasir halus - - -: kempung liat berpasir

5.0 5.4 5.8 6.2 6.6 7.0 pH tanah

Gambar 26. Pengaruh pH tanah terhadap hasil biji kapas (1971).

108

Page 109: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Banyak uji laboratorium dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan kapur. Prosedur ini mengevaluasi pengaruh bahan organik dan macam serta jumlah liat terhadap jumlah kapur yang diperlukan untuk mengubah pH tanah hingga taraf yang diinginkan. Prosedur ini harus dikalibrasikan dengan respon tanaman terhadap kapur di lapangan. Hasil-hasil uji kebutuhan kapur biasanya diinterpretasikan untuk rekomendasi kapur mendekati 0.5 ton. Tidak ada upaya untuk menjenjangkan tanah-tanah berdasarkan atas pentingnya pengapuran seperti yang dilakuakn untuk P dan K. Laporan uji tanah biasanya hanya menunjukkan pH dan jumlah kapur yang direkomendasikan.

4. Penjenjangan Nilai Uji Tanah dan Penggunaan Indeks Kesuburan

Kebanyakan laboratorium menggunakan beberapa macam sistem penjenjangan untuk mengevaluasi nilai-nilai uji tanah. Penggunaan ukuran deskriptif seperti "rendah", "medium", dan "tinggi" dalam kalibrasi uji tanah mempunyai keterbatasan yang serius. Berbagai konsep telah dikaitkan dengan istilah-istilah ini. Morgan (1935) mengusulkan skala 1 hingga 10, dimana nilai 8 sama dengan titik tidak ada respon. Bray (1945) menggunakan hasil relatif tanaman atau persentase kecukupan untuk mendeskripsikan derajat defisiensi dengan angka 100 menyatakan titik tidak ada respon.

Rouse (1968) mengusulkan penggunaan kombinasi penjenjangan yang didefinisikan dalam bentuk hasil relatif dan indeks kesuburan yang diekspresikan sebagai persentase kecukupan. Sistem seperti ini digunakan di laboratorium Universitas Auburn seperti yang dijelaskan oleh Cope (1970). Ini mempunyai konotasi yang diinginkan untuk menyatakan hasil relatif yang diharapkan tanpa penambahan unsur hara. Indeks di bawah 100 mengikuti hubungan kurvi-linear antara nilai-nilai uji tanah dan hasil tanpa penambahan pupuk. Di atas 100, indeks merupakan hubungan garis lurus yang menyatakan marjin kecukupan relatif atau mendekati tingkat berlebihan. Untuk mengeliminir tanda persen maka nilai-nilainya disebut sebagai "Indeks Kesuburan". Mereka ini dilaporkan sebagai kelipatan 10, mulai dari 0 hingga 990.

Hubungan antara penjenjangan uji tanah, nilai indeks kesuburan dan hasil relatif tanaman disajikan dalam Tabel 26.

109

Page 110: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tabel 26. Pembandingan penjenjangan uji tanah, indeks kesuburan, hasil relatif dan rekomendasi yang didasarkan atas uji tanah.

Jenjang Indeks Hasil relatif Rekomendasiuji tanah kesuburan tanpa pupuk; %Sangat 0-50*) < 50 Pemupukan dosis tinggi untuk tu-rendah juan perbaikan tanah.Rendah 60-70 50-75 Aplikasi musiman untuk menghasil kan

respon maksimum dan meningkatkan kesuburan tanah

Medium 80-100 75-100 Aplikasi musiman dosis normal un tuk menghasilkan hasil maksimum.

Tinggi 110-200 100 Aplikasi dosis rendah untuk mem

pertahankan kandungan tanah Dosis dapat dilipat-duakan dan diberikan

dua tahun sekaliSangat tinggi

210-400 100 Tidak perlu dipupuk hingga menurun menjadi kisaran "tinggi".

Jenjang ini memungkinkan petani; Sangat tinggi sekali

410-990 100? Tanpa resiko kehilangan hasil; mendapatkan manfaat ekonomis dari dosis ting gi pada tahun-tahun sebelumnya.

Keterangan: Indeks kesuburan atalah % kecukupan.

Nilai-nilai uji P dan K tanah dikelompokkan menjadi "sangat rendah" hingga "sangat tinggi" sesuai dengan nilai-nilai yang disajikan dalam Tabel 27. Penjenjangan ini didasarkan atas tiga kategori tanaman dan tiga kelompok tanah yang telah dijelaskan sebelumnya. Kalau nilai uji tanah telah ditentukan dalam ppm di laboratorium, penjenjangan P dan K dilakukan berdasarkan nilai-nilai dalam tabel ini. Kemudian penjenjangan digunakan dalam menyusun rekomendasi pupuk.

110

Page 111: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tabel 27. Kadar P dan K yang digunakan pada penjenjangan uji tanah

Kelompok

Fosfor Kalium

tanah SR R M T ST STS SR R M T ST ................ ppm P .................. ........... ppm K ..............

Jagung dan rerumputanI 0-12 13-25 26-50 51-

100101+ 0-20 21-40 41-80 81-

160161+

II 0-12 13-25 26-50 51-100

101+ 0-30 31-60 61-120

121-240

241+

III 0- 7 8-15 16-30 31- 60

61+ 0-40 41-80 81-160

161-320

321+

Kapas dan legume

I 0-12 13-25 26-50 51-100

101+ 0-20 31-60 61-120

121-240

241+

II 0-12 13-25 26-50 51-100

101+ 0-45 46-90 91-180

181-360

361+

III 0- 7 8-15 16-30 31- 60

61+ 0-60 61-120

121-240

241-480

481+

Kebun; lapangan; semak-belukarI 0-25 26-50 51-

100101-200

201-400

401+ 0-40 41-80 81-160

161-320

321+

II 0-25 26-50 51-100

101-200

201-400

401+ 0-60 61-120

121-240

241-480

481+

III 0-15 16-30 31-60 61-120

121-240

241+ 0-80 81-160

161-320

321-640

641+

Keterangan: ekstraksi tanah dengan 0.05N HCl + 0.025N H2SO4

111

Page 112: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tabel 28. Tabel konversi untuk mengubah ppm nilai uji P dan K tanah menjadi indeks kesuburan untuk kapas dan legume pada kelompok tanah yang berbeda-beda.

Indeks Kelompok tanah Kelompok tanahkesuburan

I & II III I II III

....P-tanah; ppm .. ...... K-tanah; ppm .... Jenjang sangat rendah:0 0 0 0-20 0-30 0-40 10 1-2 1 21-22 31-34 41-46 20 3-4 2 23-24 35-38 47-5230 5-7 3 25-26 39-42 53-58 40 8-10 4-5 27-28 43-46 59-64 50 11-12 6-7 29-30 47-50 65-70 Jenjang rendah60 13-19 8-11 31-45 51-70 71-95 70 20-25 12-15 46-60 71-90 96-120 Jenjang Medium80 26-34 16-21 61-80 91-120 121-166 90 35-43 22-26 81-100 121-150 167-212 100 44-50 27-30 101-120 151-180 213-240 Jenjang Tinggi110-200

51-100 31-60 121-240 181-360 241-480

Jenjang Sangat Tinggi210-400

101-200 61-120 241-480 361-720 481-960

Jenjang Ekstrim Tinggi410 - 201+ 121+ 481+ 721+ 961+

Nilai-nilai indeks kesuburan yang disajikan pada laporan uji tanah untuk semua lapangan dan tanaman forage didasarkan pada kebutuhan kesuburan tanaman kapas dan legume. Data yang digunakan untuk mengkonversi nilai-nilai uji tanah menjadi nilai indeks disajikan dalam Tabel 28. Nilai-nilai indeks untuk tanaman rumput tidak digunakan degan alasan untuk menyederhanakan saja. Indeks untuk tanaman kapas dapat dikonversi menjadi indeks yang lebih akurat untuk tanaman jagung dan jenis rumput lainnya pada tanah-tanah yang tergolong "Rendah" atau "Medium" dengan memperbesar indeks yang ada dengan angka sebesar 20. Untuk tanah-tanah "Tinggi" atau "Sangat tinggi" indeks yang ada harus ditingkatkan 50%.

112

Page 113: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Indeks kesuburan tanah merupakan nilai khusus untuk menyimpan informasi tentang kesuburan tanah. Indeks ini lebih tepat dibandingkan dengan penjenjangan saja, ia dapat menyatakan derajat perubahan kesuburan tanah sebagai akibat dari program pengelolaan selama bertahun-tahun. Karena indeks dinyatakan dalam persen, maka lebih mudah dipahami daripada nilai uji tanah yang beragam dengan prosedur ekstraksinya dan harus diinterpretasikan untuk jenis tanaman dan tanah yang berbeda-beda. Nilai indeks ini dapat mengeliminir “kekaburan” tentang jumlah ppm atau kg per hektar hara yang dapat diekstraks atau perbedaan jumlah P dan K yang ditemukan dalam uji tanah. Indeks ini sangat berguna bagi petani untuk mengambil contoh tanah dari lahan yang telah dipupuk. Nilai-nilai indeks yang tinggi untuk contoh-contoh tanah dalam kisaran “sangat tinggi" dan "sangat tinggi sekali" akan membantu menjelaskan permasalahan akibat pemupukan yang berlebihan.

113

Page 114: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

METODE KALIBRASI UJI TANAH

1. Pendahuluan

Prinsip implementasi uji tanah untuk menyusun rekomendasi pemupukan adalah ketergantungan hasil tanaman pada jumlah unsur hara yang tersedia dalam tanah. Ketersediaan hara dalam tanah ini didekati dan diukur dengan uji tanah. Walaupun ketergantungan seperti ini memang ada, namun banyak faktor yang mem-pengaruhi keeratan hubungan ketergantungan tersebut. Faktor-faktor tersebut bisa berupa kesalahan sederhana dalam menentukan data yang diperlukan, kesalahan-kesalahan teknis, dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang juga berpengaruh terhadap respon tanaman.

Tahapan penting yang juga menjadi sumber kesalahan ialah tahapan analisis laboratorium. Dalam tahapan ini dilakukan berbagai metode ekstraksi dan analisis contoh material tanah untuk menentukan ketersediaan unsur hara dalam tanah. Prinsip dasar dari analisis ini adalah mensimulasi aktivitas akar tanaman dengan suatu prosedur ekstraksi kimiawi, menggunakan pengekstrak asam-asam lemah, larutan garam atau air murni. Ada dua alasan utama mengapa simulasi ini tidak dapat sempurna. Pertama karena kemampuan untuk mengekstraks unsur hara dari tanah sangat beragam di antara jenis tanaman. Ke dua, ekstraksi di laboratorium dilakukan hanya beberapa menit atau beberapa jam saja, sedangkan tanaman mempunyai kesempatan selama satu musim tanam penuh untuk menyerap unsur hara dari tanah. Pengaruh waktu ini sangat penting sekali kalau unsur hara dalam tanah "dilepaskan secara lambat" selama musim pertumbuhan tanaman, seperti misalnya mineralisasi nitrogen dari bahan organik tanah; atau kalau unsur hara difiksasi oleh tanah menjadi bentuk yang kurang tersedia bagi tanaman. Misalnya fiksasi kalium oleh mineral liat tertentu dalam tanah. Unsur hara terfiksasi seperti ini dapat diekstraks oleh akar tanaman secara lambat, tetapi tidak dapat diekstraks dengan prosedur kimiawi di laboratorium yang lazim digunakan. Oleh karena itu simulasi kegiatan akar tanaman dengan ekstraksi secara kimia merupakan suatu pendekatan yang cukup baik.

Ekosistem tanaman-tanah-iklim merupakan suatu kompleksi dengan berbagai peubah yang saling berinteraksi, yang kesemuanya akan menentukan pertumbuhan tanaman dan produktivitasnya. Oleh karena itu metode analisis yang sesuai untuk mendekati masalah ini

114

Page 115: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

adalah analisis multivariate, dimana beberapa parameter berupaya mengkuantifikasikan pengaruh unsur hara tanah sebagaimana yang ditentukan oleh uji tanah. Hasil uji tanah lazimnya dapat dikalibrasikan dengan jalan mengkorelasikannya dengan hasil-hasil percobaan lapangan. Untuk keperluan ini percobaan harus dirancang secara khusus.

2. Beberapa Kesalahan Dalam Uji Tanah

Dalam prosedur kerja uji tanah yang lazimnya dimulai dari pengambilan contoh tanah di lapangan hingga perhitungan kandungan unsur hara yang tersedia dalam tanah tentu mengandung berbagai kesalahan. Salah satu sumber kesalahan yang serius adalah pada contoh tanah, biasanya mencapai 80-85% dari total kesalahan (Truog, 1954). Kesalahan lainnya bersumber dari kegiatan laboratorium yang bersupa sub-sampling untuk analisis, kesalahan dalam proses analisis termasuk perlengkapan dan instrumen yang digunakan.

2.1. Kesalahan dalam Contoh Tanah

Material tanah bersifat heterogen dan ciri-cirinya sangat beragam antara satu titik dengan titik lainnya. Variasi ini lebih kecil untuk beberapa sifat tanah seperti pH, dan lebih besar untuk sifat lainnya, termasuk kandungan unsur hara tersedia.

Schuffelen et al. (1945) telah menentukan heterogenitas tanah di dalam area satu meter persegi dalam hal kandungan kalium. Kesalahan sampling mencapai sebesar 40% setiap contoh tanah. Ciri khas dari heterogenitas tanah ini ialah bahwa pada kenyatannya hanya sedikit saja perbedaannya antara petak sempit dengan petak yang luas. Variasi kandungan hara di dalam satu meter persegi tanah hampir sama dengan satu hektar. Hal ini berarti bahwa kalau perbedaan kesuburan di antara dua bidang lahan harus diukur maka perlu banyak titik contoh dari setiap bidang lahan.

Dalam praktek pengambilan contoh tanah dari sebidang lahan biasanya diambil banyak titik anak contoh dan dicampur menjadi contoh komposit. Banyaknya anak contoh yang dianjurkan berkisar antara 15 hingga 40 yang tersebar secara merata di lapangan. Dapat diperhitungkan bahwa presisi maksimum yang praktis dapat dicapai dengan 40 anak contoh untuk suatu contoh tanah komposit (Vermeulen, 1960). Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 27. Ragam kesalahan untuk satu anak contoh ditetapkan 100% pada sumbu vertikal. Dengan

115

Page 116: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

bertambah banyaknya anak contoh ( n pada sumbu horisontal) maka persentase ragam kesalahan menurun dengan faktor 1/ûn. Dengan empat anak contoh maka persentase ragam adalah 100/û4 = 50%; dengan 15 anak contoh maka persentase ragam kesalahan tersebut menjadi 26%, dan dengan 40 anak contoh persentase ragam kesalahan menjadi 15.8%. Selanjutnya penambahan jumlah anak contoh tidak mampu menurunkan persentase ragam kesalahan secara nyata.

% ragam orisinal 50 -

25 -

0 0 15 40 60 80 100 Banyaknya anak contoh setiap contoh komposit

Gambar 27. Hubungan antara banyaknya anak contoh dengan besarnya ragam kesalahan

Kalau kesalahan dalam uji anah untuk satu anak-contoh sebesar 40% dari nilainya, maka kesalahan ini direduksi menjadi 26% dari 40 menjadi sebesar 10.4% dari nilai uji tanah kalau 15 anak contoh diambil

116

Page 117: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

di lapangan. Kalau anak contoh sebanyak 40 maka kesalahan dalam uji tanah direduksi menjadi 0.158 kali 40 atau 6.3% dari nilai uji tanah.

Kesalahan sebesar 6% dari nilai-nilai uji tanah tidak terlalu tinggi untuk maksud kalibrasi uji tanah. Pada tanah yang heterogen perlu diambil 40 anak contoh untuk setiap contoh tanah yang komposit. Karena heterogenitas tanah sulit diketahui dalam uji lapangan maka supaya aman disarankan diambil 40 anak contoh untuk maksud-maksud kalibrasi. Untuk keperluan praktis disarankan banyaknya anak contoh berkisar 15-25.

2.1.1. Duplikat contoh tanah versus ulangan analisis

Berdasarkan pada distribusi kesalahan antara contoh tanah dan kerja laboratorium sepereti yang diuraikan di atas, maka hanya sedikit sekali tambahan presisi kalau analisis laboratorium dilakukan pada contoh tanah yang sama sebanyak 3 atau 4 kali dibandingkan dengan hanya dua kali. Demikian juha hanya ada sedikit keuntungan dengan mengambil lebih dari 40 anak-contoh untuk satu contoh tanah komposit. Kalau presisi yang lebih tinggi harus diperoleh maka disarankan untuk mengumpulkan dua atau tiga contoh tanah komposit. Dengan cara ini ragam kesalahan dapat direduksi menjadi sekitar 11% dan 9%.

Untuk maksud korelasi uji tanah/hasil disarankan bahwa satu contoh tanah yang baik terdiri atas 40 anak -contoh untuk setiap ulangan dari percobaan lapangan diambil pada saat tanam, sebelum pupuk diberikan.

2.1.2. Kedalaman pengambilan contoh tanah

Lapisan tanah dari mana akar tanaman mengambil unsur haranya harus diambil contohnya untuk uji tanah. Pengambilan contoh dari suatu lapisan yang lebih tebal atau lebih tipis akan mereduksi presisi hasil interpretasinya. Bagi lahan tanaman pangan biasanya kedalaman pengambilan tontoh tanah adalah lapisan olah, karena perakaran tanaman berkembang secara leluasa dalam lapisan ini, demikian juga pupuk dicampur dengan lapisan tanah setiap kali pengolahan tanah. Perubahan kandungan hara, efek perlakuan tanah dan pertanaman akan paling jelas pada lapisan olah ini yang biasanya tebalnya 15-25 cm.

117

Page 118: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

2.2. Kesalahan di Laboratorium

Beberapa pedoman yang memuat prosedur dan instruksi mengenai prosedur analisis contoh tanah di laboratorium. Instrumentasi yang sederhana dan peralatan yang ringan umumnya lebih disenangi dan tentu saja akan ikut menentukan ketelitian hasil analisis.

3. Pembandingan Prosedur Uji Tanah

Prosedur ujitanah yang baik ialah yang mampu mencerminkan serapan hara dari berbagai jenis tanaman dan tidak peka terhadap tipe tanah. Pembandingan ekstraktan (pengekstraks), atau metode uji tanah biasanya dapat dilakukan di rumah kaca dengan tanaman pot. Dengan cara sepeeti ini banyak faktor pengganggu dapat dieliminir, dan korelasi yang lebih persis dan signifikan dapat dicapai dan ini diperlukan untuk pembandingan yang absah berbagai metode yang diuji. Kelemahannya ialah bahwa hasil-hasil percobaan rumah kaca tidak absah untuk lapangan terbuka, sehingga hasil-hasil percobaan rumah kaca tidak boleh digunakan untuk landasan rekomendasi lapang, tetapi hanya untuk membandingkan uji-uji kimiawi. Pengekstraks yang ditemukan berkorelasi sangat baik dengan hasil tanaman di rumah kaca tampaknya juga akan baik puula korelasinya dengan contoh-contoh lapangan.

Kalau pembandingan dilakukan dengan petak-petak lahan di lapangan, maka lebih banyak data yang diperlukan untuk mengimbangi ragam yang lebih besar, untuk dapat membedakan di antara metode-metode kimiawi yang diuji. Banyak macam tanah yang harus dicakup dalam penelitian uji-tanah sehingga perlu adanya pengelompokkan. Kriteria pengelompokkan bisa bermacam-macam, misalnya pH tanah untuk kepentingan uji korelasi fosfat , atau tipe mineral liat yang dominan untuk uji korelasi kalium. Dalam setiap kelompok ini kandungan unsur hara yang diuji akan bergaam dari rendah hingga tinggi. Dengan cara ini hasil-hasilnya akan menunjukkan tingkat kesesuaian berbagai metode analisis untuk berbagai macam tanah atau hanya sesuai untuk tipe tanah tertentu saja.

Beberapa pakar hanya menggunakan satu macam tanah dan memvariasikan taraf hara dengan menggunakan pupuk (Lakanen dan Ervio, 1971). Keseragaman tanah seperti ini mampu mengakibatkan korelasi yang lebih baik, tetapi untuk maksud konsultasi praktis, di

118

Page 119: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

mana banyak macam tanah harus ditangani maka prosedur ini tidak dapat direkomendasikan.

Tanaman indikator untuk penelitian semacam ini disarankan untuk dipilih jenis tanaman yang dominan di lokasi penelitian. Tanaman biji-bijian sangat cocok untuk uji pot. Tanaman dalam uji pot tidak boleh dipanen terlalu awal. Unsur hara tanaman diperlukan lebih banyak oleh tanaman dalam beberapa fase pertumbuhannya dibandingkan dengan yang lain. Kalium terutama diambil pada awal periode pertumbuhan, fosfor dan nitrogen banyak diperlukan untuk pembentukan biji. Soper (1971) menunjukkan hubungan-hubungan ini secara jelas dalam studi korelasinya de-ngan uji-uji tanah. Oleh karena itu disarankan untuk tidak memanen sebelum bulir berkembang secara penuh. Dengan demikian jumlah tanah (ukuran pot) harus cukup untuk mendukung tanaman hingga dewasa penuh.

Disamping penentuan hasil tanaman setiap pot, maka kandungan unsur hara dalam material tanaman yang dipanen juga harus ditentukan untuk mengetahui total serapan setiap pot. Serapan hara ini merupakan indikasi langsung dari ketersediaan unsur hara dalam tanah. Tanaman akan menyerap unsur hara tersedia meskipun ada faktor luar lainnya yang menghambat penggunaan unsur hara tersebut dalam proses produksi hasil tanaman. Oleh karena itu nilai serapan hara oleh tanaman ini seringkali dapat menjadi indikator dan dapat digunakan sebagai ukuran yang lebih dapat diandalkan untuk mengetahui tingkat ketersediaan hara dalam tanah.

Beberapa peneliti lebih senang menggunakan kandungan hara tanaman yang dinyatakan sebagai persentase dari bahan kering tanaman dan bukannya total serapan hara. Mereka berargumentasi bahwa total serapan hara yang diperoleh dengan mengalikan persentase (kadar) dalam bahan tanaman dengan total berat bahan tanaman sebagian tergantung kepada hasil tanaman dan oleh karena itu lebih tergantung kepada kondisi pertumbuhan secara umum dibandingkan dengan persentase kadarnya. Akan tetapi hal seperti ini tidak selalu benar. Pertumbuhan tanaman yang buruk yang tidak disebabkan oleh defisiensi unsur hara yang diuji biasanya akan menghasilkan nilai kadar hara yang tinggi, sehingga hal ini akan dapat menyebabkan kekeliruan dalam menyatakan "serapan hara yang tinggi". Padahal sesungguhnya serapan hara yang riil rendah karena pertumbuhan tanaman buruk.

3.1. Prosedur

119

Page 120: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Uji tanah pendahuluan seringkali dapat membantu untuk menyeleksi contoh tanah yang tepat. Pot berukuran 10 liter diisi dengan contoh tanah dan ditanami tanaman uji. Tiga dari enam pot diberi semua unsur hara kecuali unsur yang diuji; ini merupakan "kontrol". Tiga pot lainnya diberi unsur hara yang sama dan ditambah unsur hara yang diuji, ini merupakan pot yang dipupuk. Bahan pupuk harus dicampur secara baik dengan tanah, tidak boleh diberikan dalam bentuk laruta karena akan dapat mengakibatkan distribusi hara yang tidak merata dalam tanah.

Setelah panen berat kering total tanaman ditentukan setiap pot dan analisis dilakukan untuk mengukur total serapan hara. Data hasil percobaan ini disajikan dalam Tabel 29. Tanaman ujinya adalah padi jenis unggul, sedangkan perlakuan kontrolnya adalah 120-0-80 kg/ha dan perlakuan pemupukannya adalah 120-80-80. Empat kolom data uji tanah menyatakan nilai-nilaiyang diperoleh dengan setiap metode ekstraksi. Empat kolom berikutnya menunjukkan data tanaman absolut dan kolom terakhir menyatakan nilai persentase hasil yang diperoleh dengan jalan : hasil tanaman kontrol dibagi hasil tanaman yang dipupuk lalu dikalikan 100%.

Ternyata ekstrak Bray dan Truog tidak memberikan data yang berkorelasi nyata dengan data hasil tanaman. Pengekstrak yang agak alkalin Na-bikarbonat dengan pH 8.5 lebih superior karena tidak peka terhadap perubahan tipe tanah dan lebih sesuai untuk tanah sawah. Nilai-nilai hasil analisis contoh tanah untuk setiap macam pengekstrak dikorelasikan dengan lima tipe data tanaman dan koefisien korelasinya disajikan dalam Tabel 30.

120

Page 121: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tabel 29. Pembandingan korelasi ekstraksi fosfat dengan hasil tanaman dan serapan hara.

Data uji tanah Data tanaman (biji+jerami) Pengekstrak Tanah g/pot mg/pot 1)

Tanah no

Bray 1 Bray 2 Olsen Hasil kontrol

Respon hasil

Serapan P0

Tambahan serapan

% Hasil

Bn 1 6.6 9.0 7.3 57.9 17.7 59 48 77Bn 2 1.2 6.0 8.0 39.8 37.2 40 73 52Db 3.0 6.9 4.6 60.6 13.6 65 76 81Sb 1 6.1 12.8 9.9 74.9 1.4 176 -27 98Cn 2.3 8.8 13.1 59.9 2.0 143 -15 97Hd 2.3 7.2 5.5 52.9 14.6 56 59 78Ok 2 10.7 29.5 6.6 58.4 9.6 68 35 86Sb 2 3.3 8.4 3.2 43.2 36.8 49 61 54Pb 15.7 53.2 9.6 58.0 9.0 93 25 87Jumlah 83.2 225.2 102.1 857.0 273.9 273.9 681 1203Rataan 5.2 14.08 6.38 53.56 17.12 17.12 42.6 75.2

Keterangan: 1) Serapan P0 = serapan P oleh tanaman kontrol Tambahan serapan = serapan P oleh tanaman yang dipupuk minus serapan P oleh tanaman kontrol

121

Page 122: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tabel 30. Nilai koefisien korelasi untuk membandingkan pengesktrak tanah

Pengekstrak Hasil Respon Serapan Tambahan % kontrol hasil P205 Hasil Hasil Bray 1 + 0.162 -0.252 +0.099 -0.156 +0.238 Bray 2 + 0.207 -0.301 +0.182 -0.265 +0.284 Truog + 0.437 -0.545* +0.438 -0.422 +0.503*Olsen + 0.388 -0.606* +0.733** -0.736** +0.512*

Signifikan pada taraf 5%; **) signifikan pada taraf 1%.

Teladan di atas melukiskan proses pembandingan metode ekstraksi dalam kaitannya dengan kesesuaiannya untuk meramalkan respon hasil tanaman. namun demikian tidak boeh dilupakan bahwa grafik korelasi akan sangat membantu. Grafik ini akan menunjukkan bagaimana interpretasi yang benar, misalnya tanah mana yang menyimpanng dari kecenderungan umum untuk suatu pengekstraks.

3.2. Menanami Kembali Tanah-tanah dalam Pot

Setelah panen tanaman pertama seperti yang dijelaskan di atas, tanaman ke dua atau bahkan ke tiga dapat ditanam pada tanah yang sama. Hal ini akan memberikan informasi tambahan tentang kemampuan tanah mensuplai hara dan juga akan menambah data dan pengetahuan tentang mekanisme korelasi uji tanah - hasil tanaman.

Sebelum penanaman yang ke dua maka tanah dalam tiga pot yang digunakan sebagai ulangan sebelumnya harus dicampur secara merata dan sisa-sisa perakaran tanaman diayak. Selama proses pencampuran dan pengayakan tanah tidak boleh dikering udarakan tetapi harus dibiarkan pada kondisi "kelembaban lapangan". Jenis tanaman ke dua bisa sama dengan yang pertama atau jenis lainnya. Pada pertanaman ke dua ini tidak boleh diberi unsur hara apapun.

Analisis hasil tanaman dan dan kandungan unsur hara sama dengan tanaman pertama. Informasi penting yang dapat diperoleh dari pertanaman ke dua adalah:

(1). Pada tanah kontrol: berapa besar nilai uji tanah telah menurun sebagai akibat serapan hara oleh tanaman pertama. Nilai ini harus berhubungan dengan jumlah aktual unsur hara uji yang diambil oleh tanaman. Kemampuan untuk mensuplai unsur hara tersedia mungkin saja beragam di antara tanah yang satu dengan tanah lainnya.

122

Page 123: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

(2). Pada tanah yang sebelumnya telah dipupuk: uji tanah setelah tanaman pertama akan menunjukkan peningkatan unsur hara tersedia yang akan berhubungan dengan efek residu. Unsur hara yang semula ada dalam tanah, pemupukan, dan serapan oleh tanaman pertama dan nilai uji tanah yang baru akan memberikan pengertian tentang keseimbangan hara yang mungkin saja berbeda untuk tanah-tanah yang berbeda.

Informasi tambahan dari pertanaman ke dua atau ke tiga dan seterusnya seperti di atas sangat penting bagi penelitian tentang kalium karena dinamika keseimbangan kalium dalam tanah sangat spesifik.

3.3. Korelasi Uji Tanah dengan Data Hasil Tanaman

A. Nitrogen

Uji tanah tentang nitrogen tersedia tidak pernah sepopuler uji tanah untuk fosfat dan kalium walaupun bagi banyak tanaman dan terutama sekali varietas unggul baru ternyata nitrogen merupakan merupakan persyaratan pertama di antara unsur hara utama lainnya. Kebutuhan nitrogen biasanya direkomendasikan berdasarkan hasil percobaan lapangan dan relasi-relasi hara, tetapi jarang melalui determinasi langsung.

Alasan bagi kondisi yang agak mengherankan ini ialah karena adanya kenyataan bahwa proses mikrobiologis dalam tanah dapat mengakibatkan mineralisasi senyawa nitrogen organik tanah menjadi ammonium dan nitrat yang tersedia bagi tanaman. Beberapa laboratorium menentukan nitrogen ter-sedia dan analisis yang lebih umum adalah:

(1). determinasi N anorganik setelah inkubasi (2). determinasi dengan cara yang sama setelah proses

oksidasi lemah(3). estimasi pelepasan nitrogen berdasarkan atas kandungan

bahan organik dan tekstur tanah(4). determinasi langsung NO3

- bebas.

Disamping itu, semua laboratorium uji tanah telah menggunakan informasi tentang tanaman sebelumnya terutama berkenaan dengan nitrogen karena tanaman legume akan meninggalkan banyak nitrogen dalam tanah. Dengan diketemukannya suatu elektrode yang mampu mengukur secara langsung konsentrasi nitrat maka determinasi nitrat ini

123

Page 124: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

menjadi semakin penting. Dua peneluan ilmiah penting dalam hal ini adalah: (a) bahwa untuk uji nitrat tersedia dalam tanah maka pengambilan contoh tanah harus lebih dalam dari lapisan olah. Di USA dan Kanada kedalaman contoh tanah ini sekitar 60 cm. (b) dengan meningkatnya kedalaman titik pengambilan contoh tanah dan pengeringan-udara contoh tanah ternyata kandungan nitrat tanah berkorelasi nyata dengan hasil dan respons tanaman.

Dengan demikian jelas bahwa nitrat yang bersifat sangat mobil tidak bertahan di dalam lapisan olah melainkan bergerak ke arah bawah bersama dengan air perkolasi. Nitrat ini juga diambil bersama dengan air oleh akar-akar tanaman. Hal ini menyatakan bahwa kedalaman sampling yang optimum akan terpengaruhi oleh kondisi iklim.

B. Fosfor

Banyak macam pengekstraks yang telah dikembangkan untuk menentukan jumlah fosfat yang tersedia dalam tanah. Belakangan ini banyak pembandingan tentang pengekstrak telah menunjukkan sesuatu yang semakin konsisten bahwa korelasi terbaik dengan respon hasil dan serapan fosfor oleh tanaman yang ditemukan pada berbagai kondisi tanah dan pertanaman melibatkan tiga macam pengekstraks.

Posisi pertama adalah ekstraksi Na-bikarbonat oleh Olsen et al. (1954), dan dua pengekstraks lainnya dikembangkan oleh Bray dan Kurz (1945) dan larutan-larutan lemah dari amonium-fluorida (0.03 N untuk mengkompleksikan ion Fe dan Al) dan dua konsentrasi lemah asam hidrokhlorida (0.025 N dan 0.10 N HCl). Larutan yang lebih lemah biasanya diberi nama "Bray I" dan pengekstraks dengan 0.10 N HCl diberi nama "Bray II".

Semula diperkirakan bahwa ekstraksi Na-bikarbonat dari Olsen cocok untuk tanah-tanah alkalin dan ekstraksi Bray untuk tanah-tanah masam. Akan tetapi kemudian terbukti pula bahwa ekstraksi Olsen juga sesuai untuk kondisi tanah lainnya, termasuk juga untuk tanah-tanah sawah.

Satu metode ekstraksi penting lainnya dikembangkan oleh para pakar dari Jerman (Sissingh, 1969). Ini merupakan ekstraksi dengan menggunakan air secara sederhana tetapi dengan rasio tanah : air yang sangat luas, yaitu 1:60 atas dasar volumenya.

124

Page 125: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

C. Kalium

Fraksi kalium tanah yang secara langsung tersedia bagi tanaman adalah kalium yang terlarut dalam larutan tanah dan yang terjerap pada koloid tanah. Bagian dari kalium tanah yang tidak tersedia bagi tanaman berada pada posisi yang terbelenggu dalam kisi-kisi mineral liat. Oleh karena itu kandungan kalium tersedia ditentukan dengan pencucian tanah menggunakan larutan garam netral atau asam-asam lemah. Pengekstrak yang digunakan seringkali adalah ammonium asetat normal pH 7 (FAO, 1970), tetapi pengekstraks larutan garam lainnya juga dapat digunakan.

Limitasi yang sangat parah dari uji kalium tanah adalah berkenaan dengan tanah-tanah muda yang akan mampu melepaskan kalium tidak tersedia menjadi bentuk yang tersedia selama proses pengeringan udara contoh tanah. Hal seperti ini akan mengakibatkan tingginya nilai uji tanah. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya ialah fiksasi kalium pupuk oleh mineral liat tertentu, terutama tipe illitik. Kalau kisi-kisi dari mineral liat ini belum jenuh dengan kalium, maka kalium dari pupuk akan dijerap pada epermukaan liat dan selanjutnya dapat memasuki kisi-kisi mineral dan tidak tersedia bagi akar tanaman. Proses ini bersifat "slowly reversible".

Di daerah-daerah dimana pupuk kalium telah digunakan secara reguler selma beberapa tahun, maka semula tanah yang memfiksasi kalium akan mengalami kejenuhan dan fenomena fiksasi tidak penting lagi. Di negara-negara sedang berkembang yang belum melakukan pemupukan kalium secara reguler, maka tanah-tanah ini masih akan memfiksasi kalium sehingga akan dapat mengganggu korelasi antara uji tanah dengan respons tanaman. Akan tetapi problem ini juga berhubungan langsung dengan tipe tanah, sehingga dapat dilokalisir dengan bantuan peta tanah.

Berdasarkan pertimbangan di atas maka lazimnya uji kalium tersedia melibatkan K-larut air dan K-dapat ditukar.

125

Page 126: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

4. Faktor Pertumbuhan dan Analisis Multivariate

4.1.Analisis Multivariate

Tanaman dapat tumbuh dan berkembang di bawah pengaruh berbagai faktor lingkungan yang secara bersama-sama akan menentukan hasil akhir tanaman. Tiga dari faktor-faktor ini adalah jumlah N, P dan K tersedia dalam tanah yang ditentukan dengan uji tanah. Faktor lainnya adalah suplai air, cahaya mentari, suhu, populasi tanaman, kompetisi dengan gulma, salinitas tanah, kedalaman lapisan olah, saat tanam, dll.

Semua faktor-faktor ini mempunyai pengaruh tertentu terhadap hasil tanaman dan dengan metode eksperimen yang tepat ternyata masing-masing faktor tersebut dapat diukur dan dinyatakan dalam gradien hasil atau garis regresi, yang mana slopenya menunjukkan berapa banyak perubahan hasil dengan perubahan faktor pertumbuhan tertentu. Untuk beberapa faktor pertumbuhan tanaman ternyata kurva responnya berupa garis lengkung.

Oleh karena itu secara ideal harus dimungkinkan untuk mengekspresikan keseluruhan sistem produksi tanaman dalam persamaan matematika seperti:

y = b1x1 + b2x2 + .........

y adalah hasil tanaman, dan x1, x2, .... adalah faktor pertumbuhan sedangkan b1, b2, .... adalah slope regresi untuk masing-masing faktor. Model seperti ini merupakan prinsip dan landasan bagi analisis multivariate yang semakin banyak digunakan dalam masalah biologis seperti produksi tanaman (Ferrari dan Vermeulen, 1955).

Eksekusi penelitian seperti itu pada dasarnya juga sederhana, yaitu terdiri atas percobaan lapangan dimana semua faktor pertumbuhan yang dapat diketahui akan diukur. Ini akan melibatkan banyak karakteristik tanah termasuk unsur hara tersedia, suplai air, kondisi iklim dan faktor pengelolaan seperti saat taam, populasi tanaman, dll. Data dari percobaan ini dianalisis dengan menggunakan model seperti di atas. Bagian yang rumit dari proses komputasi bagi analisis multifaktor tersebut ialah perlakuan simultan dari semua faktor dalam semua eksperimen dalam rangka untuk mendapatkan hasil (koefisien regresi) yang "fit" dengan data yang ada.

126

Page 127: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Ada cara lain, yaitu metode grafis yang sangat sederhana dimana pengaruh setiap faktor pertumbuhan terhadap korelasi ujitanah/hasil tanaman dapat diukur satu demi satu, dan untuk setiap faktor korelasinya dapat dikoreksi tahap demi tahap, bahkan juga untuk faktor-faktor yang pengaruhnya terhadap hasil tanaman kurvilinear.

Prinsip dari metode koreksi secara grafis ini pada dasarnya sama dengan analisis multivariate yang lebih komprehensif. Hasil-hasil yang diperoleh bukanlah koefisien regresi yang terbaik dari faktor-faktor pertumbuhan lainnya tetapi merupakan estimasinya, yang secara efektif mampu memperbaiki korelasi uji tanah/hasil tanaman. Keuntungannya ialah bahwa dengan menggunakan kertas grafik dan kalkulator sederhana maka pengaruh sesuatu faktor pertumbuhan terhadap korelasi uji tanah/hasil tanaman dapat diperiksa dengan mudah.

4.2. Faktor Pertumbuhan yang Mempengaruhi Hasil

Semua faktor yang terlibat dalam analisis harus dapat dikuantifikasikan secara numerik, sehingga memungkinkan untuk menentukan gradien atau slope regresi yang menyatakan berapa besar hasil atau respon tanaman akan mengalami perubahan sebagai akibat dari perubahan satu unit faktor penyebabnya. Kalau misalnya respon tanaman direduksi dengan menurunkan pH tanah, maka analisis akan menunjukkan berapa besar perubahan respon tersebut untuk setiap perubahan satu unit pH.

Ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan dengan hasil tanaman ternyata tidak dapat dikuantifikasikan secara numerik, misalnya varietas tanaman, tipe tanah, atau pola hujan. Dalam percobaan kalibrasi di lapangan maka faktor-faktor seperti ini harus dijaga konstan untuk seluruh percobaan, atau kalau tidak demikian maka percobaan harus dipisahkan menjadi kelompok-kelompok. Dalam setiap kelompok ini harus dilakukan uji korelasi tersendiri antara uji tanah dengan hasil tanaman.

Dalam rangka untuk menghindari pengelompokkan data seperti di atas, maka harus diupayakan untuk mengekspresikan faktor-faktor non numerik tersebut dengan faktor lain yang terkait yang dapat dinyatakan secara numerik. Misalnya kalau respon tanaman beragam dengan tipe tanah di suatu lokasi maka sifat tanah yang paling mungkin menjadi penyebab timbulnya perbedaan tersebut dapat digunakan untuk analisis faktor. Sifat tanah ini mungkin saja berupa tekstur, kandungan bahan organik, pH , kedalaman efektif tanah,

127

Page 128: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

salinitas dan beberapa sifat lain yang dapat dinyatakan secara numerik. Dalam hal pola hujan, misalnya dapat digunakan jumlah presipitasi selama masa kritis tanaman dapat digunakan untuk mengoreksi korelasi.

Dalam hal varietas tanaman biasanya sulit untuk mencari faktor penggantinya, sehingga percobaan kalibrasi di lapangan harus dilakukan dengan varietas yang sama.

4.3. Faktor-faktor Pertumbuhan Tanaman

Faktor-faktor ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: (a) faktor tanah, (b) faktor iklim, dan (c) faktor pengelolaan.

4.3.1. Faktor Tanah

(a). pH tanah. Nilai-nilai pH yang sangat tinggi dalam tanah berhubungan

dengan salinitas dan sodisitas yang lazimnya dinyatakan sebagai ESP = Exchangeable Sodium Percentage dan SAR = Sodium Adsorption Ratio (FAO, 1970). Dalam kisaran pH medium, tanaman mempunyai preferensi tertentu. Pada tanaman serealia preferensi init tidak menonjol, sedangkan pada tanaman lain seperti tanaman clover dan teh ternyata preferensinya terhadap kondisi pH tanah sangat besar.

Nilai pH yang rendah berhubungan dengan Al dan Fe yang aktif dalam tanah, keduanya mampu memfiksasi fosfat, dan berhubungan erat dengan rendahnya Si tersedia yang penting bagi padi.

(b). PengapuranPenggunaan kapur untuk mengoreksi kemasaman tanah

mempunyai pengaruh yang besar terhadap tanaman dan efek pupuk. Untuk menyusun rekomendasi pupuk berdasarkan uji tanah, maka praktek pengapuran yang pernah dilakukan sebelumnya merupakan faktor pertumbuhan penting yang harus dipertimbangkan.

(c). SalinitasKondisi-kondisi saline, yang lazimnya dinyatakan sebagai

konduktivitas elektrik, dapat menekan pertumbuhan tanaman dan mempunyai efek negatif terutama terhadap serapan nitrogen, dan juga agak berpengaruh terhadap serapan P dan K. Hal ini barangkali ada kaitannya dengan kenyataan bahwa penggunaan N sangat tergantung

128

Page 129: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

pada air tersedia dan bahwa salinitas menyebabkan stress air fisiologis dalam tubuh tanaman. Dalam hubungan ini harus diperhatikan bahwa konduktivitas hidraulik merupakan ukuran yang lebih baik dari efek garam terhadap tanaman daripada nilai-nilai persentase garam yang ditentukan secara gravimetrik. Hal ini karena tipe-tipe garam yang berbahaya bagi tanaman mempunyai konduktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan garam-garam yang tidak berbahaya.

(d). Kapasitas Tukar Kation (KTK) Nilai ini merupakan karakteristik penting untuk kepentingan

klasifikasi tanah dan dengan demikian akan beragam dengan tipe tanah. KTK biasanya tidak berpengaruh banyak terhadap korelasi antara uji tanah dengan respons tanaman. Akan tetapi kalau nilai ini menunjukkan variasi yang besar di antara lokasi peng-ujian maka pengaruhnya terhadap korelasi harus di-koreksi.

(e). Karbonat bebasPersentase karbonat bebas dalam tanah biasanya juga sedikit

berpengaruh terhadap perkembangan tanaman. Akan tetapi dalam kisaran karbonat yang lebih tinggi, seperti dalam tanah-tanah di daerah arid, pengaruh yang tidak langsung ialah terhadap ketersediaan unsur mikro. Kapur merangsang defisiensi Fe dan hingga batas-batas tertentu juga defisiensi Mn yang dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan tanaman.

(f). Tekstur, struktur, kandungan bahan organik Karakteristik fisika tanah ini dapat mempengaruhi perkembangan

tanaman seperti halnya juga karakteristik kimia tanah. Tanaman mempunyai preferensi tertentu terhadap kelas tekstru tanah tertentu dalam hubungannya dengan sistem perakarannya. Selain itu, struktur dan aerasi tanah di daerah perakaran tanaman juga berpengaruh terhadap kesehatan tanaman. Kandungan bahan organik yang lebih tinggi dalam tanah biasanya memperbaiki struktur tanah dan karena struktur tanah tidak dapat dengan mudah dikuantifikasikan maka nilai-nilai tekstur tanah, persentase kejenuhan air, dan kandungan bahan organik seringkali digunakan untuk mencirikan kondisi fisik tanah.

Faktor-faktor seperti tekstur, struktur, dan bahan organik berhubungan erat dengan kapasitas menahan air. Simpanan air ini sangat penting bagi pertumbuhan tanaman di musim kering.

(g). Mineral liat

129

Page 130: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tipe mineral liat dalam tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam uji tanah untuk ketersediaan kalium. Namun demikian minral liat ini tidak dapat diselidiki dalam kegiatan rutin uji tanah dalam setiap contoh tanah.

(h). Karakteristik Subsoil Karakteristik fisika dan kimia subsoil biasanya juga berpengaruh

terhadap hasil dan respons tanaman. Data tentang subsoil ini dapat diperoleh dari hasil survei tanah yang melibatkan deskripsi profil tanah.

4.3.2. Faktor Iklim

(1). Suplai Air Suplai air bagi tanaman seringkali menjadi kendala penting bagi

pertumbuhan tanaman di kebanyakan lokasi. Di daerah kering, jumlah hujan dan banyaknya irigasi dapat menjadi ukuran yang bermanfaat untuk mengetahui pengaruh air tersebut. Distribusi suplai air sepanjang musim sangat penting dan untuk maksud-maksud praktis ternyata hal ini dapat dikuantifikasikan dengan jalan mencatat jumlah hujan atau banyaknya irigasi selama beberapa haru tertentu atau selama masa kritis pertumbuhan tanam-an, selain total suplai air bagi tanaman.

(2). Temperatur dan CahayaDua faktor ini seringkali dievaluasi dalam hubungannya dengan

tanaman padi sawah, dan menjadi bahan pertimbangan penting lainnya dalam interpretasi hasil uji tanah.

4.3.3. Faktor Pengelolaan Usahatani

Faktor penting ialah waktu yang tepat bagi pekerjaan lapangan seperti pembajakan, penyiapan bedengan pada saat kondisi lengas tanah yang tepat, pemupukan, penaburan benih, penyiangan, irigasi dan penyemprotan pestisida.

Beberapa faktor pengelolaan usahatani yang penting dalam memberikan rekomendasi akhir adalah:

(1). Sejarah lahan: jenis tanaman sebelumnya dan hasilnya, praktek pemupukan yang pernah dilakukan, termasuk rabuk kandang dan bahan perbaikan tanah

(2). Jenis tanaman

130

Page 131: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

(3). Populasi tanaman dan model jarak tanam (4). Suplai air tersedia (5). Tingkat produktivitas tanaman (6). Kesulitan yang dialami dalam memelihara tanaman.

5. Metode Grafis Untuk Mengoreksi Korelasi Ujitanah

5.1. Koreksi Pengaruh Faktor Pertumbuhan

5.1.1. Prinsip Dasar Empat macam tipe data yang dapat diperoleh dari uji tanah dan

percobaan lapangan adalah: (1) data hasil uji tanah dari semua lokasi percobaan, (2) data hasil tanaman untuk setiap perlakuan di setiap lokasi, (3) data serapan unsur hara dari semua perlakuan di setiap lokasi percobaan, dan (4) data tentang faktor-faktor pertumbuhan lainnya untuk setiap lokasi percobaan.

Tujuan dari kalibrasi uji tanah ialah untuk mendapatkan korelasi antara nilai uji tanah (kandungan hara tersedia dalam tanah) dan respon tanaman terhadap pemberian unsur hara yang dilakukan di lokasi percobaan. Perlakuan percobaan dapat melibatkan satu perlakuan kontrol dan empat macam perlakuan dosis pupuk. Dengan demikian terdapat empat perangkat nilai rerspons tanaman, masing-masing untuk satu macam dosis, yang dapat dikorelasikan dengan nilai-nilai ujitanah dari lokasi percobaan. Ini akan menghasilkan empat grafik korelasi dasar yang akan sering disebut dalam bagian-bagian berikut.

5.1.2. Metode Grafis

Kalau respons hasil terhadap penggunaan unsur hara tertentu dipetakan melawan nilai-nilai uji tanah, maka dapat dihasilkan suatu diagram yang mirip dengan Gambar 28. Dalam gambar ini data dipilih dari respon kapas terhadap pemupukan fosfat 45 kg P2O5 per hektar di lahan irigasi yang dipetakan lawan data uji tanah ekstraksi P dengan Na-bikarbonat menurut metode Olsen.

Diagram menunjukkan kecenderungan tertentu penurunan respon tanaman dengan meningkatnya nilai uji P-tanah. Hal ini dibuktikan dengan analisis regresi, yang menghasilkan persamaan regresi seperti pada gambar. Karena luasnya pencaran titik-titik yang ada maka koefisien korelasi yang diperoleh relatif rendah, yaitu sebesar -0.61.

131

Page 132: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Faktor pertumbuhan yang sangat berpengaruh adalah suplai air yang dinyatakan sebagai jumlah irigasi yang berkisar dari 4 hingga 11 selama musim pertumbuhan. Dalam rangka untuk memeriksa apakah faktor irigasi bertanggung jawab atas besarnya pencaran titik-titik dalam Gambar 29, dan untuk mengukur besarnya pengaruh tersebut, maka simpangan vertikal dari setiap titik terhadap garis regresi dipetakan lawan banyaknya irigasi. Ini akan menghasilkan Gambar 29, yang lazim disebut "grafik koreksi".

Untuk dapat membuat grafik koreksi maka data harus diurutkan, seperti dalam Tabel 31. Kolom pertama menunjukkan hasil uji P-tanah, kolom ke dua menunjukkan respons tanaman dalam satuan kg/ha. Dari kedua kolom ini disusun analisis regresi seperti Gambar 29. Kolom ke tiga adalah jarak vertikal simpangan d) (yang juga dinyatakan sebagai kg/ha ) setiap titik dari garis regresi dalam Gambar 29, dan kolom ke empat menunjukkan banyaknya irigasi (w). Grafik koreksi digambar dari data dalam kolom 3 dan 4, da garis regresi untuk hubungan ini dihitung dan disajikan dalam Gambar 29.

Grafik koreksi ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara simpangan dalam Gambar 29 dan banyaknya irigasi dengan koefisien korelasi r = + 0.83. Slope garis regresi menyatakan bahwa secara rata-rata penambahan satu unit irigasi akan meningkatkan respon terhadap 45 kg/ha P2O5 sebesar 13.7 kg kapas per hektar.

Dengan menggunakan dua macam informasi yang penting ini maka dapat dilakukan dua hal, yaitu (1) grafik korelasi orisinil (Gambar 29) dapat dikoreksi, dan (2) saran kepada petani dapat divariasikan sesuai dengan air irigasi yang tersedia. Kedua proses ini dapat dijelaskan berikut.

(a). Koreksi grafik orisinil Dengan menghitung di setiap titik (lokasi) respon apa yang akan

terjadi kalau 8 irigasi telah dilakukan dan dengan menggambarkan nilai-nilai baru ini (nilai respon yang terkoreksi) melawan hasil uji tanah, maka dapat diperoleh suatu grafik dengan semua respon terhadap 8 irigasi. Nilai irigasi sebanyak 8 ini dipilih karena mendekati rataan area yaitu sebesar 7.55 (Tabel 31).

Nilai-nilai yang harus ditambahkan atau dikurangkan dari respons orisinal dalam rangka untuk mereduksinya hingga menjadi 8 irigasi adalah:

Nilai koreksi = (8-w) . 13.7 kg/ha

132

Page 133: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Nilai ini harus ditambahkan kepada respon orisinal. Nilai-nilai koreksi ini ditunjukkan dalam kolom 5 Tabel 31, sedangkan respon terkoreksinya disajikan dalam kolom 6. Kalau nilai-nilai respon terkoreksi ini dipetakan lawan nilai-nilai uji tanah maka akan diperoleh Gambar 29. Ternyata grafik yang terkoreksi ini menunjukkan adanya perbaikan korelasi terbukti dari lebih besarnbya nilai koefisien korelasinya r = -0.82.

Respon tanaman, kg/ha

150 - * * Y = 156.5 – 6.2 X * r = - 0.61

** * * * * * ** * *

100 - * ** * * * *** * *

* * * * * * * * * *

50 - * *

0 2 4 6 8 10 12

Hasil uji P-tanah

Gambar 28. Hubungan antara hasil uji P-tanah dengan respon tanaman P

133

Page 134: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tabel 31. Koreksi secara grafis terhadap korelasi antara hasil uji tanah dengan respon tanaman

1 2 3 4 5 6Uji-P Respon- Simpangan Banyak Koreksi respon

tanaman regresi nya irigasi untuk w terkoreksi kg/ha kg/ha (8-w).13.7 kg/ha x y1 d w y24.0 115 -17 7 +14 1292.0 140 - 4 8 0 14016.5 100 +45 10 -27 73 8.0 80 -27 8 0 80 1.0 110 -40 4 +55 165 3.0 180 +42 11 -41 13912.5 130 +51 10 -27 10310.0 80 -15 4 +55 135 4.5 150 +21 5 +41 191 0.5 180 +27 8 0 18017.0 30 -22 6 +27 57 7.0 170 +57 11 -41 129 5.5 100 -23 8 0 100 2.5 215 +74 12 -55 16014.5 60 - 7 9 -14 46 6.0 60 -59 5 +41 10112.0 30 -53 5 +41 71 8.0 135 +28 9 -14 121 4.0 60 -72 4 +55 11511.5 80 - 6 7 +14 94150.0 2205 0 151 2329 7.5 110.2 7.55 116.45

134

Page 135: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

d, kg/ha

+50 Grafik koreksi: d = -103.2 + 13.7 w

0

-50 -

4 5 6 7 8 9 10 11 12

Irigasi

Gambar 29. Hubungan antara banyaknya irigasi dengan simpangan

Teladan di atas dapat melukiskan bagaimana korelasi orisinal dapat dikoreksi terhadap pengaruh suatu faktor pertumbuhan penting.

(b). Grafik Koreksi dan Rekomendasi Pupuk Dalam grafik yang terkoreksi (Gambar 29), garis horisontal

patah-patah digambar untuk menunjukkan respon tanaman yang diperlukan untuk membayar kembali biaya pupuk. Suatu respon tanaman yang lebih rendah dari garis ini mengakibatkan petani mengalami kerugian finansial. Garis regresi yang menunjukkan penurunan respon tanaman dengan meningkatnya hasil uji tanah pada perlakuan 8 irigasi memotong garis patah-patah marjinal ekonomi pada titik antara nilai uji tanah 14 dan 15. Kalau nilai uji tanah lebih rendah dari ini maka biaya pupuk 45 kg/ha P2O5 dapat terbayar, asalkan 8 kali irigasi dapat dilakukan.

135

Page 136: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Respon tanaman, kg/ha 200

y2 = 165.0 – 6.5 Xr = - 0.82

100 -

Garis biaya

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Hasil uji P-tanah

Gambar 30. Hubungan antara hasil uji P-tanah dengan respon tanaman dan garis biaya

Kalau petani mengetahui bahwa ia hanya akan mempunyai air untuk 6 atau 7 kali irigasi maka respon tanaman akan menurun sebesar 13.7 kg/ha kapas per irigasi dan garis regresi Gambar 31 akan menurun dengan laju yang sama. Ini ditunjukkan dalam Gambar 31, dimana untuk setiap jumlah irigasi diperoleh garis regresi yang terpisah. Sesuai dengan grafik tersebut maka unit lahan yang nilai uji tanahnya 10 dan diberi irigasi 6 kali hanya mampu mengembalikan biaya pupuk dan tidak memberi keuntungan, sedangkan unit lahan yang sama dengan 10 kali irigasi akan menghasilkan hampir dua kali biaya pemupukan.

136

Page 137: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Respon tanaman, kg/ha

200 -

100 -

0.0 2 4 6 8 10 12 14 16 Hasil uji P-tanah

Gambar 31. Hubungan antara hasil uji P-tanah dengan respon tanaman pada berbagai irigasi

5.2. Interaksi dan Korelasi Faktor Pertumbuhan Interaksi-interaksi

Kalau suatu faktor meningkatkan efek yang ditimbulkan oleh faktor lain maka kedua faktor ini dikatakan berinteraksi secara positif . Teladan yang sering dikemukakan ialah peningkatan respons nitrogen akibat pemupukan fosfat. Peningkatan hasil yang disebabkan oleh pemupukan P saja dan oleh pemupukan N saja apabila ditambahkan masih lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan hasil akibat pemupukan NP dengan dosis yang sama.

Kalau misalnya ada interaksi positif antara suplai air (w) dan P-tanah (x) (Tabel 3), maka garis-garis dalam Gambar 5 tidak akan sejajar tetapi garis di bagian atas akan mempunyai slope lebih kecil dan semakin rendah nilai w akan semakin besar slopenya, sehingga

137

Page 138: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

membentuk semacam kipas dengan tangkai di sebelah kiri. Sedangkan interaksi negatif akan menghasilkan kondisi yang sebaliknya.

Secara matematika interaksi dinyatakan dengan satu anggota dari fungsi. Dalam teladan Tabel 3 maka fungsi respon hasil akan terbaca y = a + bx + cw + dxw, dimana dxw menyatakan interaksi. Untuk maksud-maksud praktis, interaksi antara faktor pertumbuhan seperti w tersebut di atas dapat dikoreksi dengan jalan menghitung satu korelasi ujitanah/repon tanaman untuk kisaran rendah (misalnya 4-6 irigasi), dan korelasi lainnya untuk kisaran yang lebih tinggi misalnya 9-12.

Kalau hal ini dilakukan pada Tabel 3, maka slope garis regresi untuk sedikit irigasi adalah b = -5.5, sedangkan untuk banyak irigasi adalah b = -6.4. Perbedaan di antara ke dua slope ini tidak nyata sehingga disimpulkan bahwa tidak ada interaksi. Kalau perbedaan antara slope-slope nyata maka kisaran faktor yang berinteraksi harus dibagi menjadi dua atau tiga kelas, misalnya rendah, sedang dan tinggi, kemudian masing-masing kisaran dihitung garis regresinya.

5.2.1. Korelasi di antara Faktor Pertumbuhan Kalau faktor pertumbuhan lainnya berkorelasi dengan faktor

hara tanah (uji tanah), maka koreksi grafis dan analisis multifaktorial akan menghasilkan garis regresi yang keliru. Kalau kita gunakan teladan kapas dalam Tabel 3, maka korelasi antara uji tanah (x) dan banyaknya irigasi (w) maka posisi dan slope garis regresi dalam Gambar 4 tidak benar.

Koreksi atas terdapatnya korelasi seperti itu dapat dengan mudah dilakukan dengan menghitung korelasi dengan cara yang lazim. Dalam teladan di atas, korelasi w/x mempunyai koefisien r = 0.04. Nilai yang kecil ini menyatakan bahwa tidak ada korelasi dan dengan demikian interpretasi yang ditunjukkan dalam Gambar 5 adalah benar.

Akan tetapi kalau ada korelasi maka cara yang praktis untuk mengatasinya ialah membagi kisaran w menjadi dua atau tiga kelas dan kemudian menghitung korelasi ujit tanah/respon tanaman untuk setiap kelas secara terpisah dengan menggunakan data respon tanaman yang asli. Dengan demikian kita akan mendapatkan tiga macam garis regresi yang berbeda masing-masing untuk setiap kelas.

5.2.2. Koreksi suksesif berbagai faktor pertumbuhan

Proses yang dijelaskan di atas untuk menentukan pengaruh suatu faktor pertumbuhan dan koreksi grafik korelasi dapat diulangi lagi untuk

138

Page 139: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

faktor pertumbuhan lainnya. Dalam praktek biasanya ekerjaan tidak lebih dari dua atau tiga faktor yang mempengaruhi korelasi dan untuk uni sangat di[perlukan koreksi. Hal ini dapat dilakukan dengan mem-plot-kan simpangan d dari Tabel 3 dengan berbagai faktor yang dikehendaki, atau dengan menghitung regresi b. Kalau regresi ini menunjukkan slope yang nyata maka koreksi sangat diperlukan. Akan tetapi kalau faktor tidak mempunyai pengaruh yang jelas maka slope regresi (b) mendekati nol. Faktor yang dicurigai paling berpengaruh harus dikoreksi lebih dahulu.

Perbaikan korelasi uji tanah/respon tanaman melalui serangkaian koreksi yang berturut-turut akan menghasilkan peningkatan koefisien korelasi r, karena sebagian pengaruh yang menyebabkan terpencarnya titik-titik telah disingkirkan.

5.2.3. Pola KurvilinearAda kalanya penggambaran respon hasil lawan nilai uji tanah

dalam diagram pencar menunjukkan tatanan regresi lengkung seperti Gambar 6. Dalam hal seperti ini koreksi grafis dengan garis regresi linear tidak memberikan hasil yang baik.

Pada dasarnya metode koreksi grafis seperti yang dijelaskan di atas dapat selalu digunakan asalkan garis regresinya yang diperoleh mampu mendekati sebaran titik-titik sedekat-dekatnya. Dalam bagian berikut ini akan dijelaskan tiga metode untuk mendapatkan garis regresi lengkung.

Cara pertama adalah pembagian diagram pencar asli menjadi dua bagian seperti Gambar 6 dan Tabel 4.

Asumsinya ialah bahwa di dalam setiap bagian dapat ditarik garis regresi linear. Cara ke dua merupakan transformasi sederhana, yaitu mengganti data asli dengan hasil logaritmanya, sehingga sumbu X mempunyai skala log. Hal ini biasanya akan mengubah hgaris lengkung menjadi garis lurus sehingga memungkinkan penerapan koreksi grafis linear seperti yang dijelaskan di atas. Metode logaritma ini biasanya ememang lebih efisien. Cara ke tiga tidak menggunakan fungsi matematik, tetapi posisi kurva rewgresi diestimasi dan ditarik dengan tangan. Kalau pencaran titik-titik tidak terlalu luas maka garis regresi dapat dengan mudah dibuat, tetapi kalau pencaran titik sangat luas maka dapat dikalukan pembagian atau menggunakan titik-titik gravitasi.

(a). Pemilahan Grafik

139

Page 140: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Dalam diagram-diagram korelasi yang mencakup kisaran nilai uji tanah yang luas maka sisi kiri dari diagram akan menyatakan regresi yang lebih curam, sedangkan pada sisi kanan dimana uji tanah menunjukkan nilai tinggi dan sangat tinggi biasanya respon tanaman rendah. Dengan memisahkan menjadi dua bagian seperti ini regresi yang diperoleh akan lebih baik.

Cara praktis untuk menentukan pada nilai uji tanah yang mana grafik harus dibagi menjadi dua bagian, adalah mengestimasi posisi dua garis regresi, garis yang lebih curam di sebelah kiri dan yang landai di sebelah kanan. Pada titik potong dari dua garis regresi tersebut dibuat garis vertikal. Untuk Gambar 26, garis vertikal melalui nilai ujitanah = 10.

Sekarang tabel data dapat disusun untuk mengurutkan nilai-nilai uji tanah seperti Tabel 24. Persamaan regresi dihitung untuk dua bagian dari grafik. Setelah garis regresi diperoleh maka dapat dilakukan koreksi grafis secara linear seperti yang telah dijelaskan.

(b).Perpotongan garis regresi dan "titik kritis".Dua garis regresi berpotongan di sekitar nilai uji tanah 12.

Beberapa pakar menyebut titik ini sebagai "Tingkat kritis uji tanah", karena pada nilai uji tanah yang lebih rendah respon tanaman sangat besar, sedangkan pada nilai uji tanah yang lebih besar di-harapkan respon tanaman relatif kecil atau bahkan nol. Titik potong ini akan selalu ditemukan pada atau di sekitar tingkat uji tanah yang membagi kisaran "tinggi" dan "medium". Untuk maksud penyusunan rekomendasi pupuk yang aktual ternyata pengetahuan tentang titik ini saja masih belum memadai. Informasi tentang kisaran uji tanah yang lebih rendah diperlukan terutama kalau kemampuan ekonomi untuk melakukan pemupukan sangat terbatas. Sebenarnya keputusan untuk melakukan pemupukan dan berapa dosisnya tidak berhubungan dengan titik potong dua regresi tetapi dengan perpotongan antara garis biaya dan regresi uji tanah /respon tanaman seperti Gambar 28 dan 29.

(c). Regresi logaritmisNilai numerik dari hasil uji tanah ditransformasikan ke dalam skala

logaritma, sehingga kurva regresi dapat dilinearkan. Kalau tersedia kertas grafik semi-logaritmis, penggambaran titik-titiknya akan lebih mudah tetapi tidak untuk menghitung garis regresinya. Oleh akrena itu disarankan untuk menambah kolom data dalam Tabel 31 dengan satu kolom yang berisi Log X. Kemudian log X ini digunakan untuk menggantikan data X dalam proses perhitungan regresi. Setelah tahap

140

Page 141: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

akhir diselesaikan dan sampai kepada grafik terkoreksi seperti Gambar 28 dan 29, maka garis regresi akhir dikonversikan kembali ke dalam skala numerik X, dengan menggunakan kolom X dan kolom log X dari Tabel 31 dan garis-garis lurus sekarang akan tampak sebagai kurva logaritmis.

Teladan proses konversi disajikan dalam Gambar 29. Titik-titik pada Gambar 29 diplotkan lawan log X yang merupakan logaritma nilai uji tanah. Tatanan lengkung titik-titik seperti Gambar 29 telah berubah menjadi karakteristik garis lurus. Garis regresi dihitung dengan cara yang lazim, dengan menggunakan log X sebagai pengganti X, dan kemudian digambar.

141

Page 142: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Persamaan garis regresi ditunjukkan dalam Gambar 25. Sekarang grafik ini dapat dikoreksi dengan cara seperti yang dijelaskan dalam Bagian 2. Garis regresi Gambar 31 dikonversi menjadi skala X numerik dan kurva regresi logaritmik yang dihasilkannya ditunjukkan dalam Gambar 32. Tampak bahwa kedua tipe garis regresi perbedaannya tidak nyata.

Respon tanaman(kg/ha)

150 -

100 -

50 -

0 5 10 15 20 25 30

Uji tanah

Gambar 31. Hubungan antara nilai uji tanah dengan respons tanaman, pendekatan regresi logaritmis dan regresi bersegmen. 142

142

Page 143: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

5.2. Memperbaiki korelasi ujitanah/respon tanaman, dengan menggunakan nilai serapan unsur hara

Dalam uraian sebelumnya telah disinggung bahwa jumlah unsur hara yang diserap oleh tanaman seringkali berkorelasi secara lebih baik dengan data uji tanah daripada dengan hasil. Alasannya ialah bahwa tanaman akan menyerap unsur hara kalau mereka memang tersedia meskipun ada pengaruh-pengaruh dari luar yang mengakibatkannya tidak mampu memanfaatkan unsur hara yang telah diserap untuk memproduksi biomasa.

Kalau korelasi antara ujitanah dengan respon tanaman ternyata lebih lemah dibandingkan dengan korelasi antara ujitanah dengan serapan hara tanaman, maka data serapan hara ini dapat digunakan untuk memperbaiki data respon.

Respon tanaman

(kg/ha)

200 -* *

*150 - * * * *

* * * * *

100 - * * *

* * * *50 - * * * * *

* * *

0 5 10 15 20 25 30 Uji tanah

143

Page 144: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Gambar 32. Hubungan antara nilai uji tanah dengan respons tanaman, nilai uji tanah di transformasi menjadi bentuk logaritmis.

Regresi dengan skala X linear:

y = 165 - 9.8 x y = 60 - 0.8 x

Regresi dengan semua data, menggunakan skala log x:

y = 174 - 98.9 log x

Dalam Gambar 8 disajikan tiga macam grafik yang diturunkan dari data Tabel 32. Grafik di sebelah atas (A) menunjukkan korelasi yang tidak terkoreksi antara respon hasil tanaman dengan nilai ujitanah. Persamaan garis regresinya juga ditunjukkan, dengan koefisien korelasinya r = -0.606 (signifikan). Tabel 32. Tabulasi data uji tanah dan respons tanaman untuk

keperluan analisis regresi

Bagian I Bagian IIUjitanah Respons Log. Ujitanah Respons Log. Tanaman tanaman x y log x x y log x 1 180 0.000 12 50 1.079 2 100 0.301 14 30 1.146 3 130 0.477 14 80 1.146 4 60 0.602 18 60 1.255 4 200 0.602 19 30 1.279 5 160 0.699 20 10 1.301 7 80 0.845 25 70 1.398 8 40 0.903 26 20 1.415 9 110 0.954 28 50 1.447 30 30 1.477 43 1060 5.383 206 430 12.943Rt 4.78 117.8 0.598 20.6 43 1.294

144

Page 145: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Grafik ke dua (B) menunjukkan korelasi antara respon tanaman dengan tambahan serapan hara (sumbu x) dengan persamaan regresinya. Koefisien regresi (slope) sebesar +0.268 dalam persamaan ini menyatakan bahwa secara rata-rata hasil tanaman akan meningkat 0.268 g/pot kalau serapan P oleh tanaman bertambah 1 mg. Kalau hal ini diterapkan pada Gambar 34B dengan respon terkoreksinya maka y = 5.70+(0.268)*48 = 18.6 g/pot sebagai pengganti dari respon orisinalnya sebesar 17.7 g/pot. Kalau perhitungan semacam ini dilakukan untuk semua titik maka akan diperoleh data respon tanaman yang didasarkan atas hubungan respons/serapan.

Korelasi antara nilai respons terkoreksi dengan nilai uji-tanah disajikan dalam Grafik C Gambar 34 Ternyata korelasi respon tanaman yang terkoreksi dengan nilai ujitanah lebih baik, koefisien korelasinya menjadi -0.737 (sangat signifikan).

Hasil penelitian Loneragan dan Asher (1967) tentang respon tanaman terhadap konsentrasi fosfat dalam media larutan kultur menunjukkan bahwa respon tanaman dapat diukur dari pertumbuhan akar, pertumbuhan tajuk, serapan hara P dan juga Zn. Proporsi relatif akar terhadap pertumbuhan tanaman secara keseluruhan akan meningkat kalau konsentrasi P dalam media larutan menurun. Sehingga pada kondisi suplai P yang rendah ternyata nisbah berat akar akan tinggi. Dalam hubungannya dengan serapan Zn tampaknya ada mekanisme yang unik. Pemberian pupuk P dosis tinggi dapat memacu terjadinya defisiensi Zn. Akan tetapi penambahan pupuk P dosis rendah biasanya mampu memacu serapan Zn oleh tanaman. Pengaruh P terhadap serapan Zn ini lazim disebut "physiological effect". Menurut kedua peneliti ini tampaknya pengaruh ini ada kaitannya dengan distribusi Zn di antara akar dan batang. Rendahnya mobilitas Zn dalam tanaman akan mendorong tanaman mempertahankan distribusi tersebut dalam tubuh tanaman.

Inkubasi meningkatkan jumlah P tanah yang dapat diekstraks dengan Bray-I dari tanah yang diperlakukan dengan batuan fosfat (Chien, 1978). Pada dosis 800 ppm P, jumlah P-Bray I yang berasal dari batuan fosfat yang tidak bereaksi beragam dengan sumber batuan fosfat, berkisar 9.6-93.7 ppm. Meskipun nilai ini hanya 1.1-11.6% dari total P yang ditam,bahkan ke tanah, namun kontribusinya sangat penting terhadap total P-Bray I dalam tanah yang diinkubasi pada suhu 50oC selama 3 minggu.

3. Persentase Hasil versus respon Absolut

145

Page 146: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Dalam banyak publikasi ilmiah tentang kalibrasi uji tanah, ternyata ujitanah berkorelasi dengan nilai-nilai relatif seperti "persentase hasil". Kalau misalnya P merupakan unsur hara yang diteliti, maka yang dimaksud dengan "persentase hasil" adalah hasil tanaman yang diperlakukan pupuk NK dibagi dengan hasil tanaman pada pemupukan NPK, atau (NK/NPK) x 100.

Alasan utama dari penggunaan persentase hasil atau nilai-nilai relatif lainnya untuk menggantikan respon absolut adalah karena korelasinya dengan ujitanah lebih baik (Bray, 1948). Hal ini karena sebagian dari pengaruh lokasi dapat dieliminir dengan menggunakan bentuk-bentuk hasil relatif dari petak-petak di lokasi yang sama.

Untuk kalibrasi uji-tanah yang ditujukan bagi saran praktis pemupukan maka data hasil relatif tidak dapat digunakan secara efektif meskipun mereka berkorelasi lebih baik dengan hasil ujitanah dibandingkan dengan respons absolut tanaman. Alasannya adalah jelas. Saran pupuk didasarkan pada pertimbangan eko nomis. Peningkatan tertentu dari "persentase hasil" bisa berkaitan dengan hasil absolut yang tinggi atau rendah, sehingga tidak dapat digunakan sebagai landasan perhitungan benefit. Kelemahan ini tidak dapat ditutupi dengan korelasi yang lebih baik. Dalam hubungan ini juga harus diingat bahwa pencaran titik yang luas dalam suatu grafik korelasi tidak berarti bahwa di antara unsur hara yang tersedia dan hasil tanaman tidak ada korelasi atau korelasinya sangat lemah. Akan tetapi pencaran titik-titik tersebut disebabkan oleh adanya pengaruh faktor pertumbuhan lainnya. Dengan demikian tujuan utamanya ialah mengidentifikasikan dan mengukur pengaruh ini dan menggunakan pengetahuan yang ada untuk memperbaiki rekomendasi pupuk.

Nilai relatif persentase hasil dapat bermanfaat untuk membandingkan respon berbagai jenis tanaman terhadap perlakuan tertentu. Atau dapat digunakan untuk membandingkan pengekstrak-pengekstrak tanah.

Akhirnya, berikut ini adalah teladan yang cukup menarik. Tigaratus percobaan pupuk dengan tanaman gandum irigasi di Iran dikelompokkan seperti Tabel 33. Dosis pupuk adalah 30 kg per hektar masing-masing N dan P2O5. Kalium tidak diperlukan untuk tanah-tanah percobaan.

146

Page 147: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Tabel 33. Respon gandum terhadap pupuk di Iran

Kelompok Hasil kontrol

Rataan kontrol

Rataan hasil

Rataan tambahanhasil karena pupuk

% hasil

kg/ha kg/ha dipupuk kg/ha % < 700 506 988 482 95 51700 – 1200 968 1620 652 67 601200- 1700 1453 2165 712 49 67 1700- 2200 1973 2618 645 33 75 2200- 2700 2437 3006 569 23 81 > 2700 3234 3649 415 13 89

Kalau dilihat peningkastan hasil absolut, kolom 4, tampak bahwa respon hasil akan rendah kalau hasil pada kondisi hasil kontrol yang rendah. Respons tanaman akan meningkat hingga krelompok ke tiga dan kemudian menurun lagi. Alasan dari perubahan respon tanaman ini ialah bahwa kondisi pertumbuhan tanaman yang menyebabkan sangat rendahnya hasil kontrol juga akan mengakibatkan rendahnya efisiensi pemanfaatan hara pupuk. Kalau kondisi pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik maka kekurangan hara menjadi lebih penting dibandingkan dengan faktor pertumbuhan lainnya sehingga respon tanaman terhadap pupuk mencapai puncaknya pada kelompok ke tiga. Kalau dosis pupuk ditingkatkan lagi maka akan terjadi efek "diminishing return" dan efek pupuk akan berkurang.

Pemupukan dengan dosis yang berlebihan dapat mengakibatkan rendahnya efisiensi pupuk dan bahkan dapat mengakibatkan penurunan hasil tanaman. Penelitian Soemarno (1989a) pada sistem tumpangsari Ubijalar dengan kacang-kacangan menunjukkan dosis pupuk 100 kg N/ha menghasilkan umbi paling banyak, sedangkan dosis yang lebih tinggi (120 kg N/ha) menghasilkan umbi lebih sedikit. Hal yang serupa juga ditemukan dalam sistem tumpangsari antara ubijalar dengan jagung (Soemarno, 1989b).

Rendahnya efisiensi pupuk pada dosis tinggi tersebut tampaknya berkaitan dengna perilaku unsur hara pupuk dalam tanah dan kehilangan yang mungkin dapat terjadi. Penelitian Connell, Meyer, Meyer, dan Carlson (1979) pada tanah-tanah lempung berpasir dan pasir berlempung menunjukkan bahwa rezim lengas tanah dan siklus kering-basah akan merangsang kehilangan N-pupuk dari tanah, terutama pada dosis yang tinggi. Kehilangan N-pupuk akibat penguapan gas nitrogen seperti ini dapat dikurangi dengan membenamkan pupuk N ke dalam tanah. Pada kondisi lengas tanah

147

Page 148: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

yang tinggi dan air tanah yang cukup banyak ternyata kehilangan N-pupuk yang disebar di permukaan tanah relatif kecil, kurang dari 5%.

Respon tanamang/pot

y=31.4-2.25 x; r=-0.606*30 -

20 -

10 -

0 2 4 6 8 10 12 14 Hasil Ujitanah

Respon tanaman, g/pot

20 - y = 5.70 + 0.268 X

10 -

0 40 -20 0 20 40 60 80 mg/pot

Tambahan serapan

Gambar 33. Hubungan-hubungan antara ujitanah dengan respon tanaman.

148

Page 149: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Respon tanaman g/pot

y=29.1-1.88 x; r = - 0.737** 30

20 -

10

0 2 4 6 8 10 12 14

Hasil Ujitanah

Gambar 34. Hubungan-hubungan antara ujitanah dengan respon tanaman (Lanjutan)

Hasil penelitian Destain (1978) membuktikan pentingnya ketersediaan kalium dalam tanah bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Percobaan lapangan selama delapan tahun dilakukan pada tanah lempung. Kandungan K-tukar, K-terfiksasi dalam tanah sangat dipengaruhi oleh pemupukan K, dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman serealia, beet, dan kacang buncis. Perimbangan K-tanah yang melibatkan hasil uji tanah, input pupuk, dan serapan tanaman sangat menentukan produksi tanaman.

Penelitian korelasi yang lebi rinci antara pemupukan kalium dengan K-tanah dan respon tanaman dilakukan pula oleh Chang, Tu, Ma, Chen, Chia dan Hsieh (1978). Hasil penelitian pada beberapa jenis tanah menujukkan kisaran K-tanah tersedia (ekstraks 1N NH4OAc) sebesar 4.8-32.0 me K2O/100 g tanah, K-lambat tersedia (ekstraksi 1N HNO3 mendidih) 20.9-145.1 mg/100 g tanah, dan total K2O sebesar 1.41-2.67%. Bahan induk tanah, tingkat pelapukan dan tekstur tanah

149

Page 150: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

merupakan faktor-faktor yang menyebabkan keragaman kandungan K-tanah. Dalam percobaan di rumah kaca diketahui bahwa jumlah K yang diambil oleh tanaman jagung berkorelasi nyata dengan kandungan K-tersedia pada saat awal (r = 0.94). Direkomendasikan pula bahwa pemupukan K harus dilakukan pada tanah-tanah yang kandungan kaliumnya rendah.

Kandungan kalium dalam tanah sangat membatasi produksi tanaman dan kekurangannya harus dikoreksi sebelum muncul gejala defisiensi (Gollifer, 1972). Dalam beberapa percobaan pemupukan yang dilakukan diketahui bahwa respon hasil tanaman lombok rata-rata sampai 76% dengan adanya pemupukan kalium, 86% pada ubijalar, dan 50% pada tanaman taro. Pada tanaman jahe ternyata pemupukan N dan K mampu meningkatkan hasil sebesar 17%, pada tanaman jagung perlakuan pupuk K mampu meningkatkan hasil rata-rata 41% dan pada tanaman Cucurma domestica hanya sebesar 16%.

INTERPRETASI DAN PENGGUNAAN KORELASI UJITANAH vs RESPON TANAMAN UNTUK REKOMENDASI PUPUK

1. Grafik InterpretasiTeladan penggunaan kalibrasi ujitanah untuk penyusunan

rekomendasi pupuk disajikan dalam Gambar 37. Tiga kurva menunjukkan respon tanaman pada tanah-tanah dengan nilai ujitanahnya yang rendah, medium, dan tinggi. Pada tanah-tanah yang kaya unsur hara uji maka akan terjadi respon tanaman yang rendah sedangkan pada tanah yang miskin hara tentu saja akan sangat respon terhadap pupuk.

Garis lurus dalam model ini menunjukkan berapa besar respon tanaman yang diperlukan untuk dapat membayar kembali biaya pemupukan. Bagian grafik di atas garis biaya ini merupakan wilayah profit, dan bagian di bawah garis biaya adalah kerugian moneter. Tanda-tanda panah menunjukkan titik-titik pada dua kurva yang di atas dimana jarak vertikal dari kurva ke garis biaya adalah maksimum dan ini menyatakan dosis pupuk yang menghasilkan manfaat ekonomis tertinggi dan sering disebut dosis optimum. Dalam teladan ini ternyata tanah-tanah yang hasil ujitanahnya tinggi akan mengalami peningkatan hasil akibat pemupukan, tetapi tidak ekonomis.

Kalau harga pupuk menurun relatif terhadap harga tanaman, atau kalau harga tanaman naik, maka garis biaya akan menjadi lebih datar seperti ditunjukkan oleh garis patah-patah. Dalam kasus ini semua

150

Page 151: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

dosis optimum meningkat dan bahkan pada tanah yang nilai ujitanahnya tinggi masih ekonomis untuk menggunakan pupuk dengan dosis yang terbatas.

2. Interpretasi Grafis dari data PercobaanProsedur yang akan dijelaskan berikut ini terutama ditujukan

untuk "pemulusan" data yang cukup terpencar dalam rangka untuk mendapatkan interpretasi yang jelas dan selanjutnya menentukan (kalau mungkin) pengaruh faktor pertumbuhan lain. Pengetahuan ini selanjutnya akan digunakan untuk memperbaiki saran pupuk.

Tahap pertama ialah mendapatkan kurva respon hasil tanaman untuk setiap lokasi percobaan. Untuk keperluan ini dapat disusun seperti Gambar 35. Grafik yang kecil lebih mudah dibandingkan dengan grafik yang besar. Hasil rataan untuk setiap perlakuan juga digambar dalam grafik (tanda x). Kemudian kurva hasil ditarik melalui titik-titik ini, sambil dimuluskan simpangannya. Kemudian ditarik garis Ch (hasil kontrol) secara horisontal dari titik awal kurva hasil. Jarak vertikal dari garis kontrol ke arah kurva hasil, yaitu sebesar R1, R2, R3, dan R4 merupakan rataan respon tanaman terhadap empat macam dosis pupuk.

Untuk mengestimasi variabilitas yang ada maka diperlukan kisaran ujitanah yang cukup luas dan ini dibagi menjadi tiga kelas (Gambar 36), kemudian kurva dikelompokkan mengikutinya. Kalau perbedaan di antara kelompok tidak nyata maka kurva dapat disatukan.

Pendekatan ke dua adalah apabila kurva-kurva dalam tiga kelompok tidak dapat disatukan. Variasi seperti ini menyatakan bahwa ada faktor pertumbuhan lain yang berpengaruh terhadap hasil tanaman sehingga diperlukan untuk mengeliminirnya. Nilai ujitanah dimana garis bagi vertikal ditarik tampaknya dapat dipilih secara bebas, walaupun demikian posisi dan bentuk garis regresi yang ada mungkin dapat memberi petunjuk untuk keerluan ini. Dalam kelas-kelas ujitanah ini titik-titik tengah pada garis regresi, yang diberi tanda lingkaran kecil Gambar 37, menyatakan rataan respon tanaman untuk kelompok ujitanah rendah, medium dan tinggi. Kelas ujitanah tertinggi tidak mempunyai batas atas. Untuk mengestimasi rataan respon dari kelas tersebut mka nilai ujitanah yang diambil sebagai batas atas (batas kanan)adalah yang mempunyai respon sangat kecil. Dalam Gambar 36 ternyata nilai ujitanah 20 diambil sebagai batas atas untuk kelas tertinggi.

151

Page 152: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Nilai-nilai respon rataan yang diperoleh dari empat grafik korelasi yang dijelaskan sebelumnya akan digunakan untuk menyusun grafik interpretasi seperti Gambar 37. Dari grafik korelasi yang pertama ada tiga nilai respon terhadap dosis ppuk terendah dan ada tiga titik di atas dosis 1 dalam Gambar 37.

Grafik korelasi ke dua yang mengkorelasikan uji tanah dengan respon terhadap dosis P2 akan menyediakan tiga titik di atas dosis 2 dalam grafik interpretasi Gambar 37, dst. Kalau semua titik diplotkan dengan cara ini akan diperoleh kurva yang tidak mulus dan jelas mempersulit interpretasinya. Cara lain ialah dengan mencari persamaan regresinya dengan teknik analisis regresi. Grafik regresi yang diperoleh dapat digunakan untuk keperluan interpretasi.

3. Dasar-dasar Rekomendasi Pupuk Agar supaya reomendasi pupuk dapat diandalkan, maka harus

didasarkan pada hasil-hasil percobaan minimal dua atau tiga musim. Kerja korelasi yang dijelaskan di atas akan sama untuk setiap musim dan grafik interpretasi musiman menyediakan sarana yang sangat berguna untuk membandingkan tahun-tahun dan untuk memahami fluktuasi musiman efek faktor pertumbuhan yang penting serta mengkaji kurva-kurva interpretasi. Hasil-hasil tahunan ini digabungkan untuk memberikan rataan yang merupakan penduga terbaik bagi peramalan respon.

152

Page 153: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Respon tanaman, kg/ha

R1 R2 R3 R4

0 1 2 3 4

Dosis pupuk

Gambar 35. Kurva respon hasil tanaman terhadap pemupukan.

153

Page 154: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Respon tanaman, kg/ha

**

* * * * *

** * *

* 100- * *

*garis biaya

* * *

RENDAH MEDIUM TINGGI

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Nilai uji tanah

Gambar 36. Pengelompokkan respons tanaman terhadap pemupukan menurut nilai ujitanahnya.

154

Page 155: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

Respon tanaman, kg/ha

300 Uji tanah rendah

250

200

Uji tanah medium

150

100 Uji tanah rendah

50 garis biaya 0 1 2 3 4

Kode dosis pupuk

Gambar 37. Hubungan antara dosis pupuk dengan respon tanaman. Grafik interpretasi respon tanaman untuk rekomendasi pupuk.

Kalau gabungan grafik interpretasi telah tersedia, maka dasar rekomendasi pupuk untuk suatu wilayah mudah dapat disusun. Proses ini didemonstrasikan seperti dalam Gambar 37. Untuk rekomendasi pupuk bagi tanah-tanah yang nilai ujitanahnya sangat rendah maka digunakan kurva respon hasil yang tertinggi. Pada kurve ini titik yang diberi tanda panah menyatakan dosis pupuk optimum. Tidak ada rekomendasi pupuk di atas titik ini. Dosis pupuk yang lebih rendah dibolehkan dan mereka akan menghasilkan benefit yang lebih rendah setiap hektar namun mempunyai B/C rasio yang lebih tinggi. Atas dasar ini maka dipilih dua area A dan B dalam grafik, dimana A menyatakan area dengan profit per hektar tertinggi, dan B menyatakan area dengan

155

Page 156: Uji Tanah Untuk Mendukung Produksi Tanaman

biaya pupuk lebih rendah dan B/C rasio meningkat. Titik-titik pusat dari dua area ini (tidak digambarkan) menyatakan dosis pupuk untuk tanah-tanah miskin hara yang dianjurkan kepada petani yang bertujuan mencapai profit tertinggi (A), dan bagi petani yang ingin mencapai manfaat moneter tertinggi (B).

Rekomendasi untuk tanah-tanah yang nilai ujitanahnya medium adalah yang dinyatakan oleh titik pusat dari area C dan D dalam grafik. Untuk tanah-tanah yang kaya hara tidak dianjurkan untuk melakukan pemupukan menurut grafik ini.

4. Filosofi Rekomendasi Pupuk Nilai ujitanah hanya merupakan ukuran bagi tingkat ketersediaan

unsur hara dalam tanah. mereka tidak secara langsung menyatakan berapa banyak pupuk yang harus digunakan. Ini tergantung pada jenis tanaman, tigkat hasil yang diinginkan dan manfaat ekonomisnya. Dalam kondisi harga pupuk murah dibandingkan dengan harga tanaman, dan kalau biaya pemupukan hanya merupakan sebagian kecil dari biaya produksi, maaka ada beberapa rekomendasi pupuk yang dapat dibuat, semuanya berdasarkan atas hasil uji tanah yang sama. Kemungkinan-kemungkinan ini adalah:

(1). Menggunakan sedikit pupuk untuk mendapatkan hasil moneter setinggi mungkin dari uang yang dibelanjakan untuk pupuk. Hal ini sangat sesuai bagi petani miskin (area B dan D dalam Gambar 37).

(2). Menggunakan dosis pupuk yang lebih tinggi yang diharapkan akan menghasilkan manfaat setinggi-mungkin dari setiap hektar lahan. Ini merupakan dosis optimum (area A dan C Gambar 37).

(3). Menggunakan dosis pupuk yang lebih tinggi lagi untuk meningkatkan kandungan hara tanah yang dapat dimanfaatkan bagi tanaman berikutnya.

(4). Menggunakan pupuk untuk tanaman tertentu saja dalam sistem rotasi.

156