ANALISIS FEMINISME PADA NOVEL IMPIAN DI BILIK MERAH 1 ...
Transcript of ANALISIS FEMINISME PADA NOVEL IMPIAN DI BILIK MERAH 1 ...
ANALISIS FEMINISME PADA NOVEL IMPIAN DI BILIK
MERAH 1 KARYA CAO XUEQIN
小说 《红楼梦》女性主义的分析
Xiaoshuo (Hónglóumèng) nǚxìng zhǔyì de fēnxī
SKRIPSI
NUR ZUBAIDAH
110710007
PROGRAM STUDI SASTRA CINA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Analisis Feminisme Pada Novel Impian di Bilik
Merah 1 Karya Cao Xueqin” yang berfokus pada pemaparan tokoh perempuan
dalam mewujudkan feminisme. Feminisme merupakan faham atau aliran yang
secara kontiniu menuntut persamaan atau menyetarakan hak perempuan dengan
laki-laki. Dalam novel ini banyak terdapat tokoh perempuan, maka dari itu penulis
memilih untuk mengkaji tentang feminismenya. Teori yang digunakan yaitu teori
Karl Marx untuk mengetahui kandungan feminisme di dalamnya. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif. Sumber data diperoleh dari novel itu sendiri.
Setelah menganalisis penulis menemukan bahwa temanya adalah kedudukan
perempuan pada masa feodal, tokoh/perwatakannya terdiri dari Lin Daiyu yang
mudah tersinggung; Xue Baochai yang patuh terhadap nilai-nilai tradisional;
Wang Xifeng yang kejam; dan Yuanyang yang berani. Alur cerita dari novel
tersebut adalah alur flash back. Kandungan feminisme terdapat pada tokoh Wang
Xifeng yang mempertahankan diri untuk mewujudkan feminisme. Yuanyang
menggunakan cara memberontak untuk mewujudkan feminisme.
Kata Kunci: Kajian Struktural, Feminisme.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
The title of the research is “An Analysis of Feminism in the Novel Impian
di Bilik Merah I by Cao Xueqin” which focuses on the description of the women
figures who fight for the feminism. Feminism is an ideology or thought which
continuously claims for equality or to equalize the woman’s rights with the man’s.
There are many woman figures in the novel which interest the researcher to
analyze the content of feminism. To analyze the feminism, Karl Marx’s theory is
used. The research method is descriptive methodology. The source of data is the
novel itself. Afterthe data are analyzed, it is found out that the theme of the novel
is the women’s position in the feudal period. The figures are Lin Daiyu who is
sensitive, Xue Baochai who is obedient to the traditional values, Wang Xifeng who
is cruel, and Yuanyang who is brave. The plot of the novel is flash back. The
content of feminism is found in Wang Xifeng who fights for the realization of
feminism, and Yuanyang who rebels for the realization of feminism.
Keywords: Structural Study, Feminism.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Puji dan syukur penulis
ucapkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya yang
telah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “ Analisis Feminisme Pada Novel Impian di Bilik
Merah 1 Karya Cao Xueqin”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana bidang ilmu Sastra Cina di Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara.
Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan adanya bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A, selaku ketua Program Studi Sastra
Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si, selaku sekretaris Program Studi
Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nst, M.Si, selaku Dosen Pembibing I
yang juga banyak memberi masukan, bimbingan, pengarahan, kritik,
saran, dan motivasi kepada penulis selama berlangsungnya proses
penyusunan skripsi ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Laoshi Julina. B.A, MTCSOL, selaku dosen pembimbing II yang telah
banyak memberikan masukan dan motivasi sehingga skripsi bahasa
china saya dapat terselesaikan dengan baik.
6. Bapak/Ibu staf pengajar Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan
bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan, serta
kak Endang selaku staf tata usaha di Program Studi Sastra Cina.
7. Kedua orang tua saya, Almarhum Ayahanda Suhartono dan Ibunda
Mahyuni, atas segala do‟a, dukungan, kasih sayang, semangat yang
tiada henti, motivasi demi keberhasilan penulis, dan bantuan materi
yang selalu diberikan kepada penulis.
8. Kedua kakak tersayang, Almarhumah Evi Marsari Bulan dan Nur
Afsa Ramadani, atas do‟a, semangat, dukungan dan motivasinya
selama ini.
9. Sahabat-sahabat saya: Lili, Isda, Nisa, Diah, Intan, Sally, Evi atas
semangat, masukan, dukungan dan motivasinya selama ini.
10. Teman-teman sascin, khususnya stambuk 2011 yang tidak bisa
disebutkan namanya satu persatu, terima kasih untuk semangat dan
dukungannya selama ini agar penulis bisa menyelesaikan skripsi ini
secepatnya.
11. Teman-teman kost: Kak ratih, Mbak sanah, Ainun, Maya, Sri, Novy,
Nana, Nurul, Nur, Zulfa, Anis, Yana, Lia, Filli, Siti, yang selalu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memberikan semangat, dukungan dan motivasi kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini secepatnya.
12. Bidik Misi yang telah memberi dukungan berupa bantuan financial
hingga dapat mengenyam perkuliahan di USU hingga selesai.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan (baik keluarga, kerabat,
teman, ataupun pihak lain yang terkait) mohon maaf, semoga Allah
membalas semua bantuan yang telah diberikan dan Allah memudahkan
semua urusan kalian.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik saran senantiasa penulis harapkan. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Medan, Mei 2016
Nur Zubaidah
110710007
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... i
ABSTRACT ...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 8
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 8
1.4 Batasan Masalah................................................................................ 9
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 9
1.5.1 Manfaat Teoretis ...................................................................... 9
1.5.2 Manfaat Praktis ...................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI .....10
2.1 Tinjauan Pustaka .............................................................................. 10
2.2 Konsep .............................................................................................. 11
2.2.1 Novel dan Unsur-unsur Novel ............................................... 11
2.2.2 Kajian Struktural .................................................................... 17
2.2.3 Hakikat Feminisme Dalam Sastra .......................................... 17
2.2.3.1 Pengertian Feminisme ............................................... 18
2.2.3.2 Aliran-Aliran Dalam Feminisme ............................... 19
2.3 Landasan Teori ................................................................................ 21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3.1 Teori Karl Marx ..................................................................... 21
2.3.2 Feminisme Marxis .................................................................. 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 25
3.1 Metode Penelitian ............................................................................. 25
3.2 Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 26
3.3 Teknik Analisis Data ........................................................................ 27
3.4 Data dan Sumber Data ...................................................................... 27
3.4.1 Data ........................................................................................ 27
3.4.2 Sumber Data ........................................................................... 28
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................. 29
4.1 Analisis Struktur Pada Novel Impian di Bilik Merah Karya Cao
Xueqin ............................................................................................. 29
4.1.1 Tema ........................................................................................ 30
4.1.2 Penokohan dan Perwatakan .................................................... 33
4.1.3 Alur Cerita (Plot) ................................................................... 43
4.2. Analisis Kandungan Feminisme pada Novel Impian di Bilik Merah
Karya Cao Xueqin ........................................................................... 48
4.2.1 Figur Tokoh Perempuan dalam Mewujudkan Feminisme pada
Novel Impian di Bilik Merah Karya Cao Xueqin ..................... 48
4.2.2 Perjuangan Tokoh Perempuan dalam Mewujudkan Feminisme
pada Novel Impian di Bilik Merah Karya Cao Xueqin ............. 52
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 62
5.1 Simpulan ............................................................................................ 62
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.2 Saran .................................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 65
LAMPIRAN I ................................................................................................... 68
LAMPIRAN II .................................................................................................. 74
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah “kesusastraan”. Kata kesusastraan
merupakan bentuk dari konfiks ke-an dan susastra. Menurut Teeuw (dalam
Rokhmansyah, 2014:1) kata susastra berasal dari bentuk su + sastra. Kata sastra
berasal dari bahasa Sansekerta yaitu berasal dari akar kata sas yang dalam kata
kerja turunan berarti “mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, atau intruksi”,
sedangkan akhiran tra menunjukan “alat, sarana”. Kata sastra dapat diartikan
sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku intruksi, atau pengajaran.
Awalan su pada kata susastra berarti “baik, indah” sehingga susastra berarti alat
untuk mengajar, buku petunjuk, buku intruksi, atau pengajaran yang baik dan
indah. Kata susastra berasal dari bahasa Jawa atau Melayu karena kata susastra
tidak terdapat dalam bahasa Sansekerta dan Jawa Kuna.
Konfiks ke-an dalam bahasa Indonesia menunjukan pada “kumpulan” atau
“hal yang berhubungan dengan”. Secara etimologis istilah kesusastraan dapat
diartikan sebagai kumpulan atau hal yang berhubungan dengan alat untuk
mengajar, buku petunjuk, buku intruksi atau pengajaran, yang baik dan indah.
Bagian “baik dan indah” dalam pengertian kesusastraan menunjuk pada isi yang
disampaikan (hal-hal yang baik; menyarankan pada hal yang baik) maupun
menunjuk pada alat untuk menyampaikan, yaitu bahasa (sesuatu disampaikan
dengan bahasa yang indah).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Banyak batasan mengenai definisi sastra, antara lain:
1. Sastra adalah seni.
2. Sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yang mendalam.
3. Sastra adalah ekspresi pikiran dalam bahasa. Sedangkan yang dimaksud
dengan pikiran adalah pandangan, ide-ide, perasaan, pemikiran, dan semua
kegiatan mental manusia.
4. Sastra adalah inspirasi kehidupan yang dimaterikan (diwujudkan) dalam
sebuah bentuk keindahan.
5. Sastra adalah semua buku yang memuat perasaan kemanusiaan yang
mendalam dan kekuatan moral dengan sentuhan kesucian kebebasan
pandangan dan bentuk yang mempesona.
Menurut Sumardjo dan Saini (dalam Rokhmansyah, 2014:2), sastra adalah
ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide,
semangat keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan
pesona dengan alat bahasa.
Sastra ialah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan.
Standar bahasa kesusastraan yang dimaksudkan adalah penggunaan kata-kata
yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik. Sedangkan
kesusatraan adalah karya seni yang pengungkapannya baik dan diwujudkan
dengan bahasa yang indah. Menurut Usman Effendi (dalam Zainuddin, 1992:99),
kesusastraan atau sastra ialah ciptaan manusia dalam bentuk bahasa lisan maupun
tulisan yang dapat menimbulkan rasa bagus.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karya seni yang merupakan ciptaan manusia dengan bahasa sebagai
medianya; merupakan perpaduan yang harmonis antara isi (menarik dan baik)
dengan bahasa (indah, bagus, dan baik susunan katanya) dan bagaimana cara
mengungkapkannya. Itulah yang dimaksud (karya) kesusastraan atau dikenal
dengan karya sastra.
Melalui karya sastra, seorang pengarang menyampaikan pandangannya
tentang kehidupan yang ada di sekitarnya. Oleh sebab itu, mengapresiasi karya
sastra artinya berusaha menemukan nilai-nilai kehidupan yang tercermin dalam
karya sastra. Banyak nilai-nilai kehidupan yang ditemukan dalam karya sastra
tersebut. Sastra sebagai produk budaya manusia berisi nilai-nilai yang hidup dan
berlaku dalam masyarakat. Sastra sebagai hasil pengolahan jiwa pengarangnya,
dihasilkan melalui suatu proses perenungan yang panjang mengenai hakikat hidup
dan kehidupan. Sastra ditulis dengan penuh penghayatan dan sentuhan jiwa yang
dikemas dalam imajinasi yang dalam tentang kehidupan.
Karya sastra sebagai potret kehidupan bermasyarakat merupakan karya
yang dapat dinikmati, dipahami, dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Karya
sastra tercipta karena adanya pengalaman batin pengarang berupa peristiwa atau
problem dunia yang menarik sehingga muncul gagasan imajinasi yang dituangkan
dalam bentuk tulisan dan karya sastra akan menyumbangkan tata nilai figur dan
tatanan tuntutan masyarakat, hal ini merupakan ikatan timbal balik antara karya
sastra dengan masyarakat, walaupun karya sastra tersebut berupa fiksi, namun
pada kenyataannya sastra juga mampu memberikan manfaat yang berupa nilai-
nilai moral bagi pembacanya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Unsur bahasa merupakan ciri pembeda yang membedakan karya sastra
dengan karya seni yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada
hakikatnya karya sastra adalah karya seni yang bermedia atau berbahan utama
bahasa. Wellek dan Warren (dalam Rokhmansyah, 2014:3), membandingkan
bahasa khas sastra dengan bahasa ilmiah dan bahasa percakapan sehari-sehari.
Bahasa ilmiah bersifat denotatif, ada kecocokan antara tanda (sign) dan diacu
(referent).
Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama. Prosa terbagi lagi atas
novel, cerpen, roman, dan sejenisnya. Novel merupakan sebuah genre sastra yang
memiliki bentuk utama prosa, dengan panjang yang kurang lebih bisa untuk
mengisi satu atau dua volume kecil, yang menggambarkan kehidupan nyata dalam
suatu plot yang cukup kompleks. Novel dibedakan dengan puisi terutama dari
bahasanya yang tidak berima dan tidak memiliki irama yang teratur. Novel
dibedakan dengan drama dari bentuknya yang lebih bersifat naratif, yang tidak
mengandalkan peragaan dan dialog. Novel juga dibedakan dari cerpen atau novela
karena novel cukup panjang untuk mengisi satu atau dua volume kecil, dan juga
memberikan treatment yang mendalam terhadap kehidupan dan perkembangan
sosial serta psikologis para tokohnya (Aziez dan Hasim, 2010:7)
Novel ialah bentuk karangan prosa yang pengungkapannya tidak panjang
lebar seperti roman, biasanya melukiskan atau mengungkapkan suatu peristiwa
atau suatu kejadian yang luar biasa pada diri seseorang (Zainuddin, 1992:106).
Novel merupakan suatu karya fiksi, yaitu karya dalam bentuk kisah atau
cerita yang melukiskan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan. Menurut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pengertian yang diberikan oleh Yelland (dalam Aziez dan Hasim, 2010:2), bahwa
fiksi berarti “that which is invented as distinguished from that which is true”.
Sebuah novel bisa saja memuat tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa nyata, tetapi
pemuatan tersebut biasanya hanya berfungsi sebagai bumbu belaka dan mereka
dimasukkan dalam rangkaian cerita yang bersifat rekaan atau dengan detail rekaan.
Walaupun peristiwa dan tokoh-tokohnya bersifat rekaan, mereka memiliki
kemiripan dengan kehidupan sebenarnya. Mereka merupakan “cerminan
kehidupan nyata”.
Novel dibangun oleh dua unsur yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur
instrinsik adalah unsur yang membangun novel dari dalam seperti tema, alur, plot,
tokoh, dan penokohan, amanat dan lain-lain. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah
unsur yang membangun sastra dari luar seperti agama, pendidikan, ekonomi,
psikologi, filsafat dan lain-lain.
Salah satu unsur intinsik yang terdapat pada novel ialah tokoh. Tokoh
menjadi pemegang peran atau pelaku cerita yang sangat penting karena dapat
menghidupkan kejadian atau peristiwa yang terdapat di dalam novel. Melalui
perilaku tokoh-tokoh yang ditampilkan inilah seorang pengarang melukiskan
kehidupan manusia dengan konflik-konflik yang dihadapinya, baik konflik
dengan perorangan maupun dengan kelompok.
Sastra di Cina sebelum abad ke-14 mengutamakan penciptaan karya syair,
esei, dan cerita pendek. Akan tetapi, pada abad ke-14 sastra di Cina khususnya di
Tiongkok mulai memasuki masa puncak penciptaan novel. Pada masa itu di
Tiongkok berturut-turut muncul banyak novel. Di antara novel-novel itu ada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
empat novel yang paling terkenal, di antaranya yaitu novel 红楼梦 (Hóng Lóu
Mèng), 水浒传 (Shuǐhǔ Zhuàn), 三国演义 (Sānguó Yǎnyì), 西游记 (Xīyóu Jì).
Selama seratus tahun lebih ini, keempat novel klasik itu menjadi karya sastra yang
paling populer di kalangan para pembaca dari berbagai lapisan di Tiongkok.
Novel 红楼梦 (Hóng Lóu Mèng) karya Cao Xueqin dikenal di Negara
Cina dengan novel klasik. Novel 红楼梦 (Hóng Lóu Mèng) sudah banyak
diceritakan ulang dengan berbagai jilid dan versi yang berbeda, misalnya untuk
anak-anak dicetak dengan versi komik dan untuk orang dewasa dicetak dengan
versi novel yang menceritakan secara detail serta terdapat syair-syair. Novel ini
juga sudah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Misalnya, bahasa
Indonesia, bahasa Inggris, dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris novel 红楼梦
(Hóng Lóu Mèng) dikenal dengan A Dream of Red Mansions dan dalam bahasa
Indonesia novel 红楼梦 (Hóng Lóu Mèng) dikenal dengan novel Impian di Bilik
Merah.
Novel Impian Di Bilik Merah ditulis oleh Cao Xueqin di pertengahan abad
ke-18, pada masa pemerintahan Dinasti Qing. Di dalam novel ini banyak
menceritakan kehidupan perempuan china pada masa itu. Novel ini memiliki lebih
banyak tokoh perempuan dibanding dengan laki-lakinya, walaupun tokoh
utamanya tetap seorang laki-laki, namun dalam novel ini, kehidupan perempuan
banyak diceritakan dan digambarkan oleh Cao Xueqin. Cerita pada novel ini lebih
banyak menceritakan kehidupan di dalam rumah. Meskipun novel ini dikenal
sebagai roman keluarga, tetapi novel ini mampu memaparkan kehidupan hampir
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
setiap golongan masyarakat secara nyata, maka tidak heran jika novel klasik
Tiongkok ini menjadi salah satu dari empat novel klasik china yang tersohor.
Novel Impian di Bilik Merah menceritakan peranan perempuan dalam
sejarah Tiongkok yang menggunakan sistem feodal. Selain itu, novel ini juga
menceritakan tentang perlawanan terhadap aturan sistem feodal yang dipandang
sebagai ketidakadilan sistem oleh para tokoh perempuan di dalamnya.
Di dalam novel Impian di Bilik Merah ini terdapat tokoh-tokoh perempuan
yang memiliki keinginan yang begitu kuat untuk mempertahankan diri dan
memberontak sistem feodal. Seperti tokoh Wang Xifeng yang berambisi
menguasai kekuasaan dan piawai dalam mengatur acara-acara yang
diselenggarakan oleh keluarganya. Di tambah lagi dengan kehadiran tokoh
Yuanyang sebagai seorang pelayan, yang menolak aturan sistem feoadal
meskipun dia hidup dalam keluarga yang feodal.
Tokoh-tokoh seperti Wang Xifeng dan Yuanyang dapat dijadikan sebagai
pintu pembuka pada kajian feminisme yang nantinya akan mengungkapkan
beberapa kisi- kisi yang mengangkat mereka sebagai sosok yang mampu
membuktikan eksitensinya sebagai seorang perempuan dan sekaligus
mengkontruksi berbagai budaya yang berkembang dalam tradisi budaya Cina
masa lampau.
Feminisme adalah faham atau aliran yang secara kontiniu menuntut
persamaan atau menyetarakan hak wanita dengan laki-laki. Konsep feminisme
adalah membalikkan paradigma bahwa perempuan berada di bawah dominasi
laki-laki, perempuan adalah pelengkap, dan perempuan adalah sebagai makhluk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kedua. Sejalan dengan konsep itu, studi feminisme dalam sastra adalah studi
literer perempuan, pengarang perempuan, pembaca perempuan, tokoh perempuan,
dan sebagainya (Rokhmansyah, 2014:127).
Perjuangan kaum wanita untuk menyetarakan gender dengan kaum laki-
laki adalah satu hal yang terus berkembang. Wanita akan terus membagi informasi
serta pengetahuan kepada sesama wanita dari satu generasi ke generasi
selanjutnya agar dapat mengambil hikmah, pelajaran, dan motivasi diri agar
kedepannya wanita mampu mengembangkan diri dalam persaingan di masyarakat,
tanpa menghilangkan kodrat wanita sebagai wanita adalah hal utama yang
membuat ketertarikan bagi peneliti untuk meneliti tentang feminisme dalam karya
sastra.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, yang menjadi rumusan masalah
penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah struktur cerita yang terdapat dalam novel Impian di Bilik
Merah karya Cao Xueqin ?
2. Bagaimanakah kandungan feminisme dalam novel Impian di Bilik Merah
karya Cao Xueqin ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan struktur cerita yang terdapat dalam novel Impian di Bilik
Mera karya Cao Xueqin.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Mendeskripsikan kandungan feminisme yang terkandung dalam novel
Impian di Bilik Merah karya Cao Xueqin.
1.4 Batasan Masalah
Analisis ini fokus pada analisis feminisme yang terkandung dalam novel
Impian di Bilik Merah 1 karya Cao Xueqin dalam versi dewasa dengan
menggunakan pendekatan struktural yang fokus pada tema, penokohan dan
perwatakan serta alur cerita (plot). Penulis menggunakan pendekatan feminisme
Marxis dalam penelitian ini.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan mampu menambah ilmu
pengetahuan tentang pemakaian teori-teori feminisme dan teori sastra. Di samping
itu penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi
mahasiswa sastra yang ingin mengkaji tentang analisis wacana. Selain itu,
penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya.
1.5.2 Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan bagi
pembaca tentang feminisme dalam novel, khususnya novel Impian di Bilik Merah
karya Cao Xueqin. Selain itu penelitian ini juga diharapkan bisa menambah
pengetahuan bagi penulis lain bagaimana cara menganalisis novel yang
menggunakan pendekatan feminisme serta menambah pengetahuan tentang novel.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II
TINJAUN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan adalah hasil meninjau, melihat-lihat, memeriksa, mengamati, dan
sebagainya (KBBI, 2005:574). Sedangkan pustaka adalah buku, kitab, kumpulan
buku bacaan, dan sebagainya (KBBI, 2005:397). Tinjauan pustaka berfungsi
untuk mengetahui keaslian karya ilmiah. Oleh karena itu, ada beberapa tinjauan
pustaka yang menginspirasi penulis dari beberapa skripsi terdahulu di antaranya:
Tety Warliani (2005) dari Universitas Sumatera Utara dengan judul
skripsinya “Novel Memburu Matahari Karya Wadjib Kartapati: Analisis
Feminisme”. Penelitian ini mengenai peranan tokoh utama dalam keluarga dan
peranan tokoh utama dalam lingkungan masyarakat.
Ade Sri Handayani (2010) dari Universitas Sumatera Utara dengan judul
skripsinya “Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy:
Ketidakadilan Gender”. Penelitian ini mengenai perjuangan tokoh utama dalam
novel Peremupan Berkalung Sorban yang menggambarkan tentang semangat
feminisme, yaitu keinginan perempuan untuk mendapatkan hak yang sama dengan
laki-laki.
Rany Mandrastuty (2010) dari Universitas Sebelas Maret Surakarta
dengan judul skripsinya “Novel Tarian Bumi Karya Oka Rusmini: Kajian
Feminisme”. Penelitian ini mengenai perjuangan tokoh perempuan dalam
mewujudkan feminisme.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tri Ayu Nutrisia Syam (2013) dari Universitas Hasanuddin Makassar
dengan judul skripsinya “Representasi Nilai Feminisme Tokoh Nyai Ontosoroh
dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer”. Penelitian ini
mengenai ketidakadilan yang dialami orang-orang tertentu dalam novel Bumi
Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer.
Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Tety, Ade, Rany, dan Tri
memiliki objek penelitian yang berbeda dengan penelitian ini. Penelitian-
penelitian tersebut juga membahas masalah feminisme, sama dengan masalah
yang dibahas pada penelitian ini. Namun penelitian ini mencoba untuk
menggambarkan tentang kedudukan perempuan pada masyarakat Cina tradisional
pada masa pemerintahan Dinasti Qing.
2.2 Konsep
Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah
pemikiran si peneliti, karena menentukan penetapan variabel. Di dalam konsep ini
akan dipaparkan variabel-variabel yang terdapat dalam judul penelitian.
2.2.1 Novel dan Unsur-Unsur Novel
Novel merupakan sebuah karya yang diciptakan dengan melibatkan
segenap daya imajinasi pengarang. Dengan demikian, novel merupakan hasil
perenungan “di balik meja”, di mana si pengarang bisa “melanglang” ke tempat
manapun dan ke masa apapun. Sekalipun demikian, novel juga mengandung
banyak pesan-pesan apa saja yang ingin disampaikan pengarang kepada khalayak
pembacanya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pengertian Novel dalam The American College Dictionary yang dikutip
oleh Tarigan (2003:164) menjelaskan bahwa novel adalah suatu cerita fiktif dalam
panjang yang tertentu, melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata
yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaaan yang agak kacau atau
kusut. Di dalam novel memang mempunyai panjang yang tertentu dan merupakan
suatu cerita prosa yang fiktif. Hal itu sejalan dengan pendapat Nurgiyantoro
(2005:9) yang memberikan pengertian bahwa “Novel adalah sebuah prosa fiksi
yang panjangnya cukup, artinya tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu
pendek”.
Kata novel berasal dari bahasa Italia, novella yang berarti sebuah kisah,
sepotong berita. Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks
dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan strurktural dan metrikal sandiwara
atau sajak. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan
mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitikberatkan pada sisi-sisi yang
aneh dari naratif tersebut (Aziez dan Hasim, 2010:8).
Waluyo (2002:37) mengemukakan ciri-ciri yang ada dalam sebuah novel,
bahwa dalam novel terdapat : a) Perubahan nasib dari tokoh cerita; b) Beberapa
episode dalam kehidupan tokoh utamanya; c) Biasanya tokoh utama tidak sampai
mati. Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005:11) menyatakan bahwa novel
mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak,
lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang
lebih kompleks. Hal itu mencakup berbagai unsur cerita yang membangun novel
itu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Wellek Rene dan Austin Warren (1990:280) berpendapat bahwa kritikus
yang menganalisis novel pada umumnya membedakan tiga unsur pembentuk
novel, yaitu alur, penokohan, dan latar. Sedangkan yang terakhir ini bersifat
simbolis dan dalam teori modern disebut atmosphere (suasana) dan tone (nada).
Waluyo (2002:141) menyatakan bahwa ada lima unsur fundamental dalam
cerita rekaan yaitu tema, alur, penokohan dan perwatakan, sudut pandang, setting,
adegan dan latar belakang. Sedangkan unsur-unsur yang lain adalah unsur
sampingan (tidak fundamental) dalam cerita rekaan.
Dalam hal ini penulis hanya akan menerangkan sedikit mengenai unsur-
unsur struktural dalam novel, seperti tema, penokohan/perwatakan, dan alur.
Ketiga unsur tersebut akan dijelaskan dalam uraian berikut :
a. Tema
Tema adalah hasil pemikiran pengarang berdasarkan hati, perasaan, dan
jiwa. Tema yang baik akan menghasilkan cerita yang baik pula. Tema suatu cerita
dapat dinyatakan secara implisit maupun eksplisit. Tema sering disebut sebagai
dasar cerita, karena pengembangan cerita harus sesuai dengan dasar cerita,
sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Meskipun tema hanya salah satu dari
sejumlah unsur pembangun cerita lain, tetapi tetap menjadi unsur terpenting
dalam membentuk suatu karya fiksi.
Zulfahnur, dkk (1996:25) mengemukakan bahwa istilah tema berasal dari
bahasa Inggris, yaitu theme yang berarti ide yang menjadi pokok suatu
pembicaraan atau ide pokok suatu tulisan. Tema adalah ide sentral yang
mendasari suatu cerita. Tema mempunyai tiga fungsi yaitu sebagai pedoman
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pengarang dalam membuat cerita, sasaran tujuan penggarapan cerita, dan
mengikat peristiwa-peristiwa cerita dalam suatu alur.
Menurut Semi (1993:42), tema merupakan gagasan sentral yang menjadi
dasar dan tujuan atau amanat pengarang kepada pembaca. Menurut Burhan
Nurgiyantoro (2005:68) tema adalah ide pokok atau gagasan yang mendasari
karya sastra. Tema sebagai makna pokok suatu karya fiksi. Tema merupakan
makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan sendirinya ia akan tersembunyi
di balik cerita yang mendukungnya.
b. Penokohan dan Perwatakan
Ada hubungan erat antara penokohan dan perwatakan. Penokohan
berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih tokoh-tokohnya
serta memberi nama tokoh itu. Perwatakan berhubungan dengan karakteristik atau
bagaimana watak tokoh-tokoh itu. Istilah penokohan disini berarti cara pengarang
menampilkan tokoh-tokohnya, jenis-jenis tokoh, hubungan tokoh dengan cerita
yang lain, watak tokoh-tokoh, dan bagaimana pengarang menggambarkan watak
tokoh-tokoh itu.
Lebih lanjut Nurgiyantoro (2005:176-194) membedakan tokoh dalam
beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan.
Berdasarkan sudut pandang dari tinjauan, seorang tokoh dapat dikategorikan
dalam beberapa jenis penamaan sekaligus.
1) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam
novel. Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dipentingkan dalam cerita, dalam keseluruhan cerita pemunculan lebih
sedikit. Pembedaan tersebut berdasarkan segi peranan.
2) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang disebut hero.
Tokoh penyebab terjadinya konflik disebut antagonis. Pembedaan ini
berdasarkan fungsi penampilan tokoh.
3) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas sisi
kepribadian yang diungkapkan pengarang. Tokoh bulat adalah tokoh
yang memiliki dan diungkap berbagai sisi kehidupan dan jati dirinya.
4) Tokoh Statis dan Tokoh Dinamis
Tokoh statis adalah tokoh yang tidak mengalami pengembangan
perwatakan sebagai akibat terjadinya konflik. Sedangkan tokoh
dinamis mengalami pengembangan perwatakan.
c. Alur Cerita (Plot)
Alur merupakan unsur fiksi yang penting, karena kejelasan alur merupakan
kejelasan tentang kaitan antar peristiwa yang dikisahkan secara linier akan
mempermudah pemahaman pembaca tentang cerita yang ditampilkan. Atar Semi
(1993:43) mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian
dalam cerita yang disusun sebagai interelasi fungsional yang sekaligus menandai
urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi.
Alur mengatur jalinan peristiwa yang dialami oleh tokoh dalam hubungan
kausalitas, peristiwa yang satu menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Atar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Semi (1993:44) menyebutkan bahwa alur cerita rekaan berdasarkan urutan
kelompok kejadian terdiri dari:
1) Alur buka yaitu situasi awal akan dimulainya cerita yang kemudian
dilanjutkan dengan cerita berikutnya.
2) Alur tengah yaitu cerita mulai bergerak dengan adanya permasalahan
antar tokoh dan kondisi mulai memuncak.
3) Alur puncak yaitu kondisi mencapai titik puncak sebagai klimaks
peristiwa.
4) Alur tutup yaitu permasalahan yang terjadi sudah bisa diselesaikan.
Secara garis besar tahapan alur ada tiga yaitu tahap awal, tahap tengah, dan
tahap akhir (Nurgiyantoro, 2005:42). Tahap awal disebut juga tahap perkenalan.
Tahap tengah dimulai dengan pertikaian yang dialami tokoh, dalam tahap ini ada
dua unsur penting yaitu konflik dan klimaks. Tahap akhir dapat disebut juga
sebagai tahap penyelesaian.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alur adalah suatu
bagian dari karya sastra yang sangat penting karena berisi tentang kronologis
peristiwa, usaha-usaha pemecahan konflik yang terjadi antar unsur karya sastra
yang dihadirkan oleh pelaku dalam suatu cerita sehingga menjadi bermakna. Jadi
alur merupakan kerangka dasar yang amat penting. Alur mengatur bagaimana
tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana satu peristiwa
mempunyai hubungan dengan peristiwa lain, bagaimana tokoh digambarkan dan
berperan dalam peristiwa yang terikat dalam kesatuan waktu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.2 Kajian Struktural
Kajian struktural sangat penting dalam analisis karya sastra karena di
dalamnya suatu karya sastra dibangun oleh unsur-unsur yang membentuknya.
Tanpa analisis struktural tersebut kebulatan makna intrinsik yang dapat digali dari
karya tersebut tidak dapat diketahui. Makna unsur-unsur karya sastra hanya dapat
ditangkap, dipahami sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur
itu di dalam keseluruhan karya sastra (Teeuw dalam Sugihastuti, 2002:44).
Analisis struktural adalah bagian prioritas pertama sebelum diterapkannya
analisis yang lain. Teeuw (1984:135), mengatakan analisis strukturalisme
bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, sedetail mungkin,
dengan keterkaitan dan keterjalinan semua analisis dan aspek karya sastra yang
bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh. Analisis struktural
bukanlah penjumlahan unsur-unsur yang membangun, yang penting justru
sumbangan yang diberikan unsur-unsur tersebut pada keseluruhan makna (makna
totalitas) dalam keterkaitan dan keterjalinan.
2.2.3 Hakikat Feminisme dalam Sastra
Lahirnya karya sastra yang mengangkat persoalan tentang kaum
perempuan, menjadi tanda bahwa gerakan feminisme telah mengalami banyak
perkembangan, tidak hanya dalam bidang hukum dan politik saja. Gerakan
feminisme telah masuk ke dalam dunia fiksi, seperti karya sastra, baik itu prosa,
puisi, maupun novel. Bahkan tidak hanya kaum perempuan saja yang menuliskan
tentang persoalan perempuan dalam karya sastra, namun ada juga kaum laki-laki
yang menuliskannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan adanya gerakan feminisme dalam karya sastra, juga menjadikan
dunia sastra khususnya dalam ilmu sastra mengalami perkembangan. Hadirnya
karya sastra yang memuat tentang persoalan-persoalan perempuan menjadikan
karya sastra dapat dianalisis berdasarkan gerakan feminis.
2.2.3.1 Pengertian Feminisme
Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti
perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum
perempuan (jamak), sebagai kelas sosial (Ratna, 2004:184). Tujuan feminis
adalah keseimbangan, interelasi gender. Dalam pengertian yang paling luas,
feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang
dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan,
baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial umumnya.
Dalam pengertian yang lebih sempit, yaitu dalam sastra, feminis dikaitkan dengan
cara-cara memahami karya sastra baik dalam kaitannya dengan proses produksi
maupun resepsi.
Feminisme merupakan suatu gerakan yang berangkat dari kesadaran
bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan didiskriminasi. Namun
feminisme masa kini juga dimaknai dengan suatu perjuangan untuk mencapai
kesederajatan / kesetaraan / harkat, dan kebebasan perempuan untuk memilih
dalam mengelola kehidupan dan tubuhnya, baik di dalam maupun di luar rumah
tangga. Oleh karena itu, kaum perempuan tidak hanya menuntut dan berjuang
demi “persamaan” bagi perempuan, tetapi demi suatu masyarakat yang adil serta
sama haknya, baik bagi perempuan maupun bagi lelaki. Dengan realitas demikian,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kritik sastra feminisme dapat dipahami keberadaannya sebagai suatu bentuk
dengan cara yang tersendiri, mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan,
terutama dengan metode yang khas ketika sistem kekuasaan memperlakukan
“perempuan” secara tidak pada tempatnya (menindas, melecehkan, tidak mau
menghargai).
Dalam arti leksikal, feminisme ialah gerakan wanita yang berusaha dan
menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria (KBBI,
2005:139). Feminisme menurut Goefe (dalam Sugihastuti, 2002:140) ialah teori
tentang persamaan antara laki-laki dan wanita di bidang politik, ekonomi, dan
sosial; atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta
kepentingan wanita.
2.2.3.2 Aliran-Aliran dalam Feminisme
Gender merupakan fenomena sosial yang memiliki kategori analisis yang
berbeda-beda. Pada dasarnya komitmen dasar kaum feminis adalah terwujudnya
kesetaraan dan menolak ketidakadilan terhadap perempuan. Sehingga muncul
perbedaan pandangan antarfeminis terhadap persoalan gender yang akan dibangun.
Dari perbedaan pandangan tersebut melahirkan aliran-aliran feminisme. Aliran
feminisme merupakan gambaran dinamika wacana feminisme. Berikut ini dasar-
dasar aliran feminisme yang telah mempengaruhi perkembangan feminisme
sebagai pemikiran akademis maupun gerakan sosial menurut Kadarusman
(2005:27).
Feminisme Liberal menyatakan bahwa akar penindasan perempuan
terletak pada tidak adanya hak yang sama, untuk memajukan dirinya dan peluang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pembudayaan yang sama. Perempuan mendapat diskriminasi hak, kesempatan,
dan kebebasannya hanya karena ia perempuan. Untuk melawannya ia mengajukan
kesetaraan antara pria dan perempuan. Para feminis liberal menolak otoritas
patriarkal yang dijustifikasi dogma agama, menolak perlakuan khusus yang
diberikan pada perempuan. Tetapi masih mengakui perbedaan fungsi reproduksi,
bagaimanapun fungsi reproduksi bagi perempuan akan mempengaruhi kehidupan
bermasyarakat.
Feminisme Radikal perintisnya adalah Charlotte Perkins Gilman, Emma
Goldman dan Margarret Sanger. Mereka mengatakan bahwa perempuan harus
melakukan kontrol radikal terhadap tubuh dan kehidupan mereka. Feminisme
radikal kontemporer berkembang pesat pada tahun 1960-1970an di New York, AS.
Aliran ini melihat penindasan perempuan bukan sebagai produk kapitalisme
melainkan bersumber dari semua sistem penindasan. Aliran ini radikal karena
memfokuskan pada akar dominasi pria dan klaim bahwa semua bentuk
penindasan adalah perpanjangan dari supremasi pria.
Feminisme Marxis dapat dikatakan sebagai kritik terhadap feminisme
liberal. Karya Friedrich Engels, The Origins of the Family, Private Property and
The State, yang ditulis pada tahun 1884 merupakan awal mula pemikiran Marxis
tentang penyebab penindasan perempuan. Penindasan terhadap perempuan bukan
akibat tindakan individual yang disengaja melainkan hasil dari struktur politik,
sosial dan ekonomi yang dibangun dalam sistem kapitalisme. Argumentasi kaum
Marxis didasarkan kepada persoalan ketidakadilan dalam pembagian kerja dan
status kepemilikan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Feminisme Sosialis memahami penindasan terhadap perempuan melalui
sudut pandang teori epistimologi yang mendalilkan bahwa semua pengetahuan
mempresentasikan kepentingan dan nilai-nilai kelompok sosial tertentu.
Komitmen dasar feminisme sosialis adalah mengatasi penindasan kelas. Menurut
aliran sosialis, konsep the personal is political dalam aliran feminisme radikal
dapat memperluas konsep Marxis tentang dasar-dasar material suatu masyarakat,
untuk memasukkan reproduksi sama dengan produksi.
Asmaeny Azis (2007:93) menambahkan satu lagi macam aliran feminisme,
yaitu aliran feminisme postmodernis. Feminisme postmodernis adalah mereka
yang kecewa atas bangunan modernisme, karena perempuan tidak mendapat
kedudukan yang sama dalam rangka publik dan konstruksi sosial.
2.3 Landasan Teori
Landasan teori, yaitu landasan yang berupa hasil perenungan terdahulu
yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian dan bertujuan mencari
jawaban secara ilmiah (Jabrohim, 2001:16). Dalam sebuah penelitian dibutuhkan
teori yang menjadi landasan teori. Teori yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teori Karl Marx yang mana pada teori feminismenya berfokus pada
penindasan perempuan karena perbedaan jenis kelamin.
2.3.1 Teori Karl Marx
Karl Heinrich Marx (5 Mei 1818-14 Maret 1883) adalah seorang filsuf,
pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia. Marx menulis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
banyak hal semasa hidupnya. Dia paling terkenal atas analisisnya terhadap sejarah,
terutama mengenai pertentangan kelas (Wikipedia).
Karl Marx memandang bahwa sejatinya aktor utama yang berperan
penting dalam kelangsungan hidup suatu masyarakat adalah kelas-kelas sosial.
Keterasingan yang dialami manusia pun sesungguhnya adalah hasil penindasan
satu kelas oleh kelas lainnya. Kelas-kelas yang dimaksud adalah kelas atas dan
kelas bawah. Biasanya, yang termasuk dalam kelas atas adalah kaum Borjuis atau
kapitalis, seperti para bangsawan. Kedua, kelas bawah, yaitu kelas yang bekerja
untuk pemilik alat-alat produksi. Alat produksi yang dimaksudkan disini adalah
segala hal yang dapat menghasilkan sebuah komoditas yang merupakan barang
kebutuhan masyarakat. Kebanyakan yang termasuk dalam kelas bawah adalah
kaum Proletar atau pekerja, seperti budak yang bekerja di tempat bangsawan
(Abidin, 2011:120).
Pada pembagian kelas ini, Karl Marx memberi perhatian lebih terhadap
ketidakadilan yang terjadi di antara kedua kelas tersebut. Pasalnya, kaum Borjuis
melaksanakan kegiatan yang eksploitatif terhadap kaum Proletar. Disebut
eksploitatif karena kaum borjuis membeli tenaga yang dimiliki kaum Proletar
dengan harga yang tidak sebanding dengan keuntungan yang didapatnya. Padahal
sejatinya yang menjual jasa adalah kaum Proletar, namun yang mendapat
keuntungan justru kaum Borjuis (Jackson dan Sorensen, 2009:239).
Marxisme merupakan paham yang berasal dari pandangan Karl Marx.
Marxisme adalah paham yang bertujuan untuk memperjuangkan kaum Proletar
untuk melawan kaum Borjuis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jika dilihat dari keadaan kaum Proletar yang tidak memiliki apa-apa demi
memperoleh alat produksi tersebut mereka harus bekerja pada kaum Borjuis dan
pada saat inilah kaum Borjuis memanfaatkan kebutuhan dan kelemahan dari kaum
Proletar untuk menindasnya. Dengan kata lain kaum Borjuis yang mempunyai
kekuasaan bisa menindas kaum Proletar sesuka hatinya. Disinilah peran dari teori
Marxisme sebagai paham yang diciptakan oleh Marx untuk membela dan
berpihak pada kaum Proletar. Teori ini ada karena adanya perlakuan tidak adil
yang dialami oleh kaum Proletar. Marx berusaha mengangkat kaum Proletar dari
penindasan sehingga kaum Proletar bisa menjadi pemilik alat produksi.
2.3.2 Feminisme Marxis
Feminisme Marxis merupakan aliran yang memandang masalah
perempuan dalam rangka kapitalisme (yang berhubungan dengan sistem
kekuasaan). Kapitalisme atau penindasan kelas merupakan penindasan yang
paling utama. Penindasan kelas khususnya dikaitkan dengan cara kapitalisme
menguasai perempuan dalam kedudukan-kedudukan yang direndahkan, bodoh
dan hanya dipandang sebelah mata bahkan disamakan dengan kaum Proletar.
Kaum perempuan dimnafaatkan sebagai daya tarik untuk kebutuhan pribadinya,
karena laki-laki memiliki sifat yang keras, egois, dan keras kepala berdasarkan
budaya patriarki yang selalu menganggap bahwa perempuan itu lebih rendah
(Ollenburger, 2002:25).
Feminisme Marxis menyatakan bahwa kalau mustahil bagi siapapun,
terutama perempuan untuk mencapai kebebasan yang sesungguhnya di tengah
masyarakat yang menganut sistem berdasarkan kelas. Kekayaan diproduksi oleh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
orang yang tidak punya kekuatan yang dikendalikan oleh sedikit orang yang
mempunyai kekuatan (Tong, 2009:4).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metodologi yaitu landasan yang berupa tata aturan kerja dalam penelitian
dan bertujuan untuk membuktikan jawaban yang dihasilkan. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian
deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
antarfenomena yang diselidiki.
Menurut Whitney (dalam Nazir, 2011:54), metode deskriptif adalah
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Metode ini digunakan untuk
memecahkan masalah dan menjawab permasalahan yang dihadapi sekarang.
Metode ini menempuh langkah-langkah pengumpulan data, analisis data,
membuat kesimpulan, dan laporan dengan tujuan utama untuk membuat
penggambaran tentang suatu keadaan secara objektif dalam suatu deskriptif situasi,
memfokuskan pada analisis isi.
Dalam tradisi kualitatif, peneliti harus menggunakan diri mereka sebagai
instrumen, mengikuti asumsi-asumsi kultural sekaligus mengikuti data. Dalam
berupaya mencapai wawasan-wawasan imajinatif ke dalam dunia sosial responden,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
peneliti diharapkan fleksibel dan reflektif tetapi tetap mengambil jarak (Mc
Fracken dalam Brannen, 1997:11)
Di dalam penelitian kualitatif konsep dan kategorilah, bukan kejadian atau
frekuensinya, yang dipersoalkan. Dengan kata lain, penelitian kualitatif tidak
meneliti suatu lahan kosong tetapi ia menggalinya (Mc. Cracken dalam Brannen,
1997:13).
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam suatu penelitian ilmiah seyogyanya dimaksudkan
untuk memperoleh bahan yang relevan, akurat, dan realibel (Hadi dalam
Jabrohim, 2001:41). Relevan berarti berkaitan erat dengan tujuan penelitian;
akurat berarti sesuai atau tepat untuk tujuan penelitian; dan realibel berarti dapat
dipertanggungjawabkan keabsahannya.
Dalam penelitian kualitatif peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-
faktor kontekstual (Moleong dalam Jabrohim, 2001:42). Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik penelitian kepustakaan
atau studi pustaka. Langkah-langkah pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Membaca novel Impian di Bilik Merah karya Cao Xueqin.
2. Mengamati dan menganalisis makna setiap kalimat atau wacana di dalam
novel.
3. Mengklasifikasikan unsur-unsur feminisme dalam kalimat, kutipan atau
wacana di dalam novel.
4. Memasukkan data ke dalam kertas kerja penelitian untuk selanjutnya di
analisis berdasarkan landasan teori.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3 Teknik Analisis Data
Analisis adalah mengelompokkan, membuat suatu urutan, memanipulasi,
serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk dibaca (Nazir, 2011:358).
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dalam mengkaji data. Metode
analisis deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data yang
kemudian disusul dengan penganalisisan berdasarkan data yang telah dituliskan
dalam kartu data. Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
2. Melakukan pembacaan berulang-ulang terhadap data yang sudah
diidentifikasi.
3. Melakukan pencatatan ulang data-data yang sudah diidentifikasi tersebut.
4. Menafsirkan seluruh data untuk menemukan kepaduan dan hubungan antar
data sehingga diperoleh pemahaman terhadap masalah yang diteliti
5. Membuat kesimpulan.
3.4 Data dan Sumber Data
3.4.1 Data
Data dalam penelitian ini adalah data verbal yang berupa kalimat, paragraf
yang berupa narasi ataupun dialog yang berhubungan dengan unsur-unsur
feminisme pada novel Impian di Bilik Merah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.4.2 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebuah novel yang
berjudul Impian di Bilik Merah 1 karya Cao Xueqin, yang dijadikan sebagai
sumber data primer. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Judul : Impian di Bilik Merah 1 (Hong Lou Meng)
Penulis : Cao Xueqin
Penyunting : Agatha Tristanti dan Ken Diani Milati
Desain Cover : Helen Lie
Tahun Terbit : 2014
Penerbit : Bhuana Sastra (Imprint dari PT.BIP)
Jenis : Novel
Cetakan : Pertama
Tebal : 548 halaman (34 bab)
Sampul : Berwarna merah dengan gambar seorang laki-laki yang
sedang berbaring di taman dan dikelilingi perempuan.
Sumber data primer adalah sumber data utama penelitian yang diperoleh
tanpa lewat perantara. Selain data primer, terdapat sumber data sekunder dalam
penelitian ini, yaitu data-data yang bersumber dari buku-buku acuan serta internet
yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian. Sumber
data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku dan internet yang
berhubungan dengan sastra dan feminisme.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV
PEMBAHASAN
Bab empat berisi tentang analisis struktur pada Novel Impian di Bilik
Merah karya Cao Xueqin. Novel ini dikaji dengan menggunakan kajian
feminisme Marxis. Penulis mendeskripsikan figur tokoh perempuan dan
perjuangan tokoh perempuan dalam mewujudkan feminisme. Bab empat ini juga
menggambarkan tentang sosok perempuan China dalam kebudayaannya yang
Patriarki, termasuk kedudukan perempuan dalam masyarakat feodal yang
mengutamakan kaum laki-laki dan merendahkan kaum perempuan. Untuk
mendukung analisis tentang feminisme pertama-tama penulis mendeskripsikan
tentang unsur-unsur struktural yang terdapat dalam novel, yang mana penulis
fokus pada tema, penokohan/perwatakan dan alur cerita (plot). Selanjutnya
dianalisis unsur-unsur struktural tersebut berdasarkan pendekatan feminisme
Marxis. Analisis itu diperlukan untuk menunjukkan adanya perbedaan gender
antara laki-laki dan perempuan, dan dengan analisis itu diharapkan perempuan
dapat mencapai kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan.
4.1 Analisis Struktur Pada Novel Impian di Bilik Merah Karya Cao
Xueqin
Ada beberapa unsur struktural dalam novel Impian di Bilik Merah karya
Cao Xueqin yang digunakan oleh penulis dalam menganalisis novel ini. Unsur-
unsur tersebut adalah tema, penokohan/perwatakan dan alur cerita (plot). Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.1.1 Tema
Tema adalah ide pokok pengarang dalam membuat suatu karya sastra yang
ingin disampaikan kepada pembaca. Cao Xueqin dalam novelnya mengangkat
tema “kedudukan perempuan terhadap sistem feodal”. Masyarakat feodal adalah
masyarakat yang mengutamakan kaum laki-laki dan merendahkan kaum
perempuan. Perempuan tidak berhak mendapat pendidikan. Hanya keluarga kaya
yang mampu menggaji guru untuk mengajar perempuan di rumahnya.
Pada novel Impian di Bilik Merah ada tiga sistem feodalisme, yang
pertama yaitu sistem ujian negara. Sistem ujian negara adalah satu-satunya jalan
untuk menjadi pejabat. Maka, laki-laki harus rajin belajar Konghucuisme dan
Menghucuisme yang pada masa feodal menjadi filsafat dominan di Tiongkok.
Pada masa feodal jika seorang laki-laki rajin belajar, lulus ujian negara dan
menjadi pejabat akan dianggap sukses dan merupakan cita-cita umum. Hal itu
tertulis pada kutipan-kutipan berikut:
Di ibu kota, Yu Cun lulus ujian dengan nilai tinggi sekali,
sehingga memperoleh gelar Jin Shi. Ia lalu ditugaskan di beberapa
daerah, dan setelah bertugas sebgai hakim, akhirnya ia diangkat
menjadi Kepala Daerah Ru Zhou. (Impian di Bilik Merah, 2014:33).
Lin Ruhai sendiri memperoleh jabatan sebagai Komisaris
Perdagangan Garam setelah berhasil lulus Ujian Negara. Karena
hasil nilai ujiannya bagus sekali, ia memperoleh gelar tanhua, gelar
peringkat kedua terbaik dalam Ujian Negara. (Impian di Bilik Merah,
2014:34 dan 36).
Untuk mencapai cita-citanya, Jia Zheng berusaha
meningkatkan kedudukannya dengan mengikuti Ujian Negara.
(Impian di Bilik Merah, 2014:42-43).
Yang kedua adalah sistem perkawinan. Perkawinan tidak boleh ditentukan
sendiri. Sebagai anak tidak berhak minta menikah dengan orang lain karena orang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tualah yang akan menentukan. Jika orang tua sudah meninggal, tanggung jawab
ini terletak pada kakak sulung. Pada novel diceritakan bahwa Lin Daiyu agak
khawatir pernikahannya dengan Baoyu karena orang tuanya sudah meninggal,
sedangkan dia tidak memiliki kakak. Oleh karena itu, hak ini terletak pada
neneknya, yaitu Jia Mu atau disebut sebagai Nyonya Besar. Jika Nyonya Besar
tidak menyetujui pernikahan Baoyu dan Daiyu, mereka tidak boleh menikah.
Pernikahan kekerabatan tidak dilarang, melainkan sangat populer di
masyarakat pada saat itu. Pernikahan kekerabatan yang terjadi di 4 keluarga itu
dengan tujuan memperkokoh kekuatan keluarganya. Hal ini terlihat di dalam
novel, seperti Wang Xifeng dengan Jia Lian. Wang Xifeng adalah keponakan ibu
Baoyu yang dikenal dengan sebutan Nyonya Wang, sedangkan Jia Lian adalah
keponakan Jia Zheng, ayah dari Baoyu. Selain itu ada pula Baoyu yang akan
dijodohkan dengan Lin Daiyu dan Xue Baochai. Keduanya adalah saudara sepupu
Baoyu. Hal itu tertulis pada kutipan berikut:
Mendengar kata-kata Xifeng, Lin Daiyu menukas sambil
tertawa, “Coba kalian dengar kata-katanya. Baru saja dia memberi
kita sedikit teh, langsung meminta ganti.”
“Seharusnya begitu,” ujar Xifeng. “Bukankah kau telah
menerima teh kami? Tapi kenapa kau tidak mau menjadi menantu
kami?” (Impian di Bilik Merah, 2014:366).
Yang ketiga adalah sistem tingkat sosial. Perempuan yang menjadi selir
kaisar kedudukannya jauh lebih tinggi dari orang tua dan neneknya meskipun
nenek dan orang tua lebih tua generasinya, Untuk itu, harus dibangun rumah baru
sebagai pengganti rumah lama yang tidak memasang nama kedudukan seorang
selir.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada masa feodal, kaum perempuan diindoktrinasi (sebuah proses yang
dilakukan berdasarkan satu sistem nilai untuk menanamkan perilaku tertentu)
bahwa jika seorang perempuan menikah lagi sesudah suaminya meninggal, maka
dianggap tidak suci lagi. Tetapi jika tidak menikah lagi dan menjaga kesucian diri
maka akan dihormati orang.
Kedudukan budak sangat rendah. Di keluarga kaya, tuan muda dan nona
masing-masing dicarikan ibu susu dan Ya Tou, panggilan untuk budak perempuan,
yang usianya hampir sama dengan tuan muda dan nona tersebut. Tugasnya adalah
melayani berganti pakaian, membawakan makanan dan minuman. Tugas lainnya
yaitu sebagai teman cerita tuan muda dan nona. Seorang Ya Tou dapat dijadikan
Ya Tou Tong Fang atau budak kesayangan jika pemiliknya suka padanya. Bahkan,
Ya Tou Tong Fang lebih menderita karena selain melayani pemiliknya dalam
kehidupan sehari-hari, dia juga harus melakukan hubungan intim dengan pemilik
laki-lakinya. Pada hakikatnya, Ya Tou Tong Fang tetap seorang budak,
kedudukannya lebih rendah dari gundik. Seorang gundik mempunyai Ya Tou
untuk melayaninya meskipun dia bukan istri yang dapat dibenarkan sepenuhnya.
asal istri yang resmi belum meninggal, gundik tidak ada kesempatan menjadi istri
yang resmi. Di depan istri resmi dan suaminya, gundik adalah budak. Di depan Ya
Tou dan pelayan lain, gundik baru mempunyai kesempatan berlaku sebagai
majikan. Hal itu tertulis pada kutipan berikut:
Karena Lin Daiyu hanya membawa seorang pelayan muda
bernama Xue Yan, “Itik Salju”, Nyonya Besar lalu memberinya
Ying Ge, “Tekukur Ungu”, sebagai teman.
Lin Daiyu pun diberi empat orang pengasuh dan lima pelayan
untuk melakukan segala macam pekerjaan, sama seperti cucu
Nyonya Besar yang lain.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pengasuh Baoyu bernama Li Ma. Pelayannya yang bernama
Xiren, alias “Semerbak Harum”, juga merupakan pelayan
kesayangan Nyonya Besar. (Impian di Bilik Merah, 2014:68).
Mula-mula Xiren menolaknya, tetapi setelah didesak,
akhirnya ia menyetujui. Apalagi, ia pun tahu bahwa akhirnya ia akan
menjadi selir Baoyu. Sejak itu, Baoyu menjadi lebih menyayanginya.
Xiren pun melayani tuan mudanya dengan lebih patuh lagi. (Impian
di Bilik Merah, 2014:108-109).
4.1.2 Penokohan dan Perwatakan
Dalam novel Impian di Bilik Merah karya Cao Xueqin banyak sekali
tokoh-tokoh yang terdapat di dalamnya. Hampir semua tokoh yang muncul telah
mampu menunjukkan karakteristik pribadi yang unik, sanggup memberikan
penginderaan yang jelas dan terasa begitu nyata, lengkap dengan segala pelukisan
gambaran, penempatan, dan perwatakannya masing-masing tokoh. Tokoh yang
paling dominan dalam novel ini adalah Jia Baoyu, Lin Daiyu dan Xue Baochai.
Mereka digambarkan sebagai nyawa dari Griya Rong Guo, kediaman keluarga
besar Jia Fa dan segala keturunannya. Tokoh dan watak perempuan yang terdapat
pada novel ini yang sesuai dengan judul penulis akan dijelaskan dalam uraian
berikut:
a) Lin Daiyu
Lin Daiyu adalah tokoh utama perempuan dalam novel ini. Dari segi
fisiologis, Lin Daiyu digambarkan sebagai seorang perempuan yang cantik dan
mempunyai sopan santun. Namun kenyataannya Lin Daiyu adalah sosok
perempuan yang mempunyai penyakit yang tak kunjung sembuh. Seperti yang
terdapat dalam kutipan berikut:
Sosok tubuh Lin Daiyu memang anggun, tetapi ia terlihat
lemah. Melihat keadaan si “Batu Giok Hitam” alias Lin Daiyu,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
neneknya lalu bertanya, “Kulihat kau beigtu lemah, apakah kau telah
memeriksakan diri ke tabib secara teliti? Obat apa saja yang telah
diberikan kepadamu?”
Lin Daiyu lalu melanjutkan, “Aku ingat ketika aku berumur 3
tahun, seorang biksu Buddha berambut kusut masai datang menemui
ayah, meminta untuk membawaku pergi untuk dijadikan tumbal
pengorbanan kepada Buddha. Jika biksu Buddha itu boleh
membawaku, aku akan baik; kalau tidak, aku akan sakit-sakitan. Aku
tidak boleh menangis terisak-isak, juga tidak boleh menemui sanak
saudara dari pihak ibu. Tentu saja, tidak ada yang mengacuhkan
nasihat itu karena menggelikan dan tidak masuk akal.” (Impian di
Bilik Merah, 2014:56).
Dilihat dari segi sosiologis, Lin Daiyu adalah perempuan keturunan
bangsawan yang terlahir dari keluarga Jia, yaitu Jia Min dan Lin Ruhai yang
tinggal di kota Yang Zhou. Dia terlahir ketika ayahnya sudah berumur 40 tahun.
Seperti yang terlihat pada kutipan berikut:
Lin Ruhai orang kelahiran Su Zhou, dari keluarga terpandang.
Kakek buyutnya dulu bangsawan kepala daerah. Walau Lin Ruhai
sudah mengambil beberapa orang selir, takdir tetap menentukan lain
dan ia pun tak punya pewaris lelaki.
Pada usia 40 tahun sekarang, ia hanya mempunyai seorang
anak perempuan dari istrinya, Nyonya Jia. Anak itu diberi nama Lin
Daiyu, yang sekarang berumur 5 tahun. (Impian di Bilik Merah,
2014:34 dan 36).
Lin Daiyu juga seorang anak yang cerdas dan memiliki semangat dalam
belajar. Sebagaimana yang terdapat dalam kutipan berikut:
Yu Cun amat senang dengan pekerjaannya, apalagi Daiyu
yang menjadi murid tunggalnya adalah anak yang cakap dan sangat
bersemangat belajar. (Impian di Bilik Merah, 2014:36).
Dari kutipan-kutipan di atas dapat diketahui bahwa Lin Daiyu adalah
seorang perempuan keturunan bangsawan yang cantik dan mempunyai sopan
santun. Lin Daiyu juga seseorang yang sejak lahir sudah mendapat penyakit yang
aneh yang tidak tahu nama dan sebabnya. Dia tidak boleh mendengar suara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tangisan, juga tidak boleh mengeluarkan air mata. Penyakitnya akan sembuh jika
dia menjadi seorang biksuni seperti yang dikatakan biksu Buddha kepada orang
tuanya.
Lin Daiyu berasal dari keluarga keturunan bangsawan yang mana pada
masa itu jika ada keluarga keturunan bangsawan boleh mendapat pendidikan.
Pada masa itu, hanya keluarga kaya yang mampu menggaji guru untuk mengajar
wanita di rumahnya. Ayah Daiyu, Lin Ruhai sangat menyayangi anak perempuan
tunggalnya. Dia memberikan pendidikan kepada anaknya meskipun pendidikan
hanya diperuntukkan untuk anak laki-laki saja. Untuk itu dia mencari guru untuk
mengajar anaknya. Dan akhirnya seseorang bernama Yu Cun yang disetujui untuk
dijadikan guru bagi Lin Daiyu dan menurutnya Lin Daiyu adalah seorang anak
yang cerdas.
Ketika berumur 6 tahun, ibunya meninggal karena penyakit menahun.
Nenek Lin Daiyu, Nyonya Besar, memintanya untuk tinggal bersama. Tak berapa
lama setelah dia tinggal bersama neneknya di Griya Rong Guo, ayahnya pun
meninggal dunia akibat sakit yang dialaminya.
Dilihat dari segi psikologis, Lin Daiyu adalah seorang perempuan yang
sangat sensitif perasaannya. Seperti yang terlihat pada kutipan-kutipan berikut:
“Oh, dia mirip sekali dengan Lin Meimei.”
Mendengar terkaan Xiang Yun, semua tertawa sambil
mengiyakan bahwa pemain itu mirip sekali dengan Lin Daiyu.
Tiba-tiba, Lin Daiyu cemberut sehingga suasana menjadi
tidak nyaman. Lin Daiyu pun pergi ke kamarnya.
Baoyu masuk ke kamar Lin Daiyu dan berkata, “Kenapa kau
harus tersinggung?”
“Ucapannya terlalu menghinaku!” seru Lin Daiyu. “Masa
aku disamakan dengan pemain panggung?” (Impian di Bilik Merah,
2014:324 dan 327).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Namun tak lama kemudian, ia melihat sekelompok orang
menuju ke kediaman Baoyu. Xifeng dan Nyonya Besar tampak di
antara mereka.
Oh, alangkah bahagianya Bao Yu karena setiap orang selalu
memperhatikannya, pikirnya. Sungguh berbeda dengan diriku.
Apakah hal ini karena kedudukan orangtuanya? Tiba-tiba saja hati
Lin Daiyu jadi sedih. (Impian di Bilik Merah, 2014:447).
Dari kutipan-kutipan di atas dapat dilihat bahwa Lin Daiyu perasaannya
sangat mudah tersinggung, apabila orang lain membicarakan hal yang tidak baik
kepadanya, dia akan marah bahkan sampai menangis. Hal ini mungkin disebabkan
oleh keadaan dirinya yang telah kehilangan kedua orang tua ketika usianya masih
sangat muda. Bagi anak, orang tua adalah guru dalam melakukan hal apapun.
Hubungan yang baik dengan kedua orang tua berdampak untuk membentuk
karakter anak. Di dalam batin seorang anak, apabila kehilangan kedua orang tua
pasti akan memendam sebuah perasaan murung “di dunia ini hanya tinggal diri
sendiri sangat tidak beruntung”. Sehingga anak tersebut akan selalu merasa
rendah diri di hadapan orang lain.
b) Xue Baochai
Xue Baochai adalah anak dari adik perempuan ibu Baoyu, dikenal oleh
keluarga Jia sebagai Bibi Xue. Dilihat dari segi fisiologis, ia adalah seorang
perempuan yang cantik dan rendah hati. Ditinjau dari segi sosiologis, Xue
Baochai adalah sosok yang disenangi keluarga dan patuh terhadap tradisi serta
nilai-nilai tradisional. Seperti yang tertulis pada kutipan berikut:
Selain Xue Pan, Bibi Xue juga dikaruniai anak perempuan
bernama Baochai atau “Kebajikan Mulia”. Usia Baochai beberapa
tahun lebih muda dari Xue Pan. Gadis ini cantik dan rendah hati,
karena itu ayahnya amat menyayanginya. Selain itu, ia diberi
kesempatan untuk belajar di bawah bimbingan guru pribadi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kecerdasannya ternyata 10 kali lipat dari kakaknya. Namun setelah
ayahnya meninggal, ia kurang tertarik pada buku. Apalagi, ia
menyadari betapa nakal kakaknya. Karena itu, ia memutuskan untuk
ikut merasakan tanggung jawab ibunya. (Impian di Bilik Merah,
2014:90).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa di dalam keluarganya, hanya Xue
Baochai lah yang dapat dibanggakan. Kakak laki-lakinya sangat dibenci oleh
keluarganya karena sifatnya yang tidak baik. Karena ayahnya yang meninggal
ketika masih kecil, ibunya menggantungkan masa depan keluarganya kepada
dirinya.
Selain itu, Xue Baochai juga selalu menghibur hati orang lain ketika
sedang bersedih. Seperti tertulis pada kutipan berikut:
“Kau orang sabar,” kata Baochai. “Karena itu, aku tak perlu
lagi mengatakan soal sikap majikanmu terhadapmu. Tapi karena hari
ini dia tidak dapat mengendalikan diri, dia lupa apa yang telah
dilakukannya terhadapmu. Padahal ia merasa dekat sekali denganmu.
Apalagi, tak ada orang lain yang bisa menenangkannya jika ia marah.
Sekarang, jika kau menangis terus, semua orang akan mendengarnya
dan akan menertawakan majikanmu. Bukankah kau tak
menginginkan hal seperti itu terjadi?” (Impian di Bilik Merah,
2014:486-487).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa Xue Baochai tidak ingin hati
orang lain selalu bersedih. Tidak peduli meskipun seorang pelayan yang sedang
bersedih, ia selalu berusaha menghiburnya. Dia adalah perempuan yang selalu
berusaha melihat segala sesuatu secara positif. Dia lebih suka membicarakan
kebaikan daripada keburukan orang lain, dan lebih suka mencari solusi daripada
membuat orang frustasi.
Dari segi psikologis, Xue Baochai memiliki sifat yang perhatian terhadap
sesama, terutama kepada Lin Daiyu. Seperti tertulis pada kutipan berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Kemarin, kulihat resep obatmu banyak menggunakan
ginseng dan kayu manis. Kurasa ramuan itu hanya untuk
memperkuat saraf dan merangsang semangat saja. Jadi, tidak baik
jika kau meminum terlalu banyak obat yang mengandung panas.
Seharusnya, kau memperkuat hatimu dulu, karena itu dapat
mempengaruhi unsur bumi sehingga kau bisa mencerna makanan
lebih baik. Sebaiknya kau makan saja sup yang dibuat dari satu ons
sarang burung dan setengah ons gula batu. Ini lebih baik dari obat,
dan sarang walet lebih bermanfaat bagimu daripada yang lain,” kata
Baochai. (Impian di Bilik Merah, 2014:450).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa seorang perempuan bernama Xue
Baochai sangat memperhatikan kesehatan saudaranya. Meskipun terkadang Lin
Daiyu merasa iri dan cemburu dengan kedekatan Xue Baochai bersama Baoyu,
tapi Xue Baochai tidak membalas kecemburuan Lin Daiyu dengan kecemburuan
juga. Dia lebih suka memperhatikan kesehatan orang lain karena kesehatan
merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia.
c) Wang Xifeng
Wang Xifeng merupakan tokoh antagonis dalam novel ini. Dia adalah
keponakan Nyonya Wang, ibu Baoyu, yang menikah dengan Jia Lian. Jia Lian
adalah anak laki-laki Jia She, yang merupakan putra pertama Nyonya Besar.
Dari segi fisiologis, Wang Xifeng memiliki wajah yang cantik, matanya
seperti mata burung phoenix, bertubuh semampai, dan bergaya glamour atau
mewah. Hal itu tertulis seperti kutipan berikut:
Kira-kira dua tahun yang lalu, Lian telah kawin dengan
keponakan Nyonya Wang bernama Xifeng, si „Burung Cantik‟.
Meski tak suka membaca, tapi tutur katanya halus di tengah-tengah
keluarganya. (Impian di Bilik Merah, 2014:47).
Tiba-tiba seorang wanita muda yang manis masuk.
Perawakannya semampai dan sikapnya mandiri. Ia mengenakan
pakaian yang berwarna lebih cerah daripada yang dipakai oleh para
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
cucu di situ. Selain itu, ia pun mengenakan perhiasan yang serba
gemerlap. (Impian di Bilik Merah, 2014:58).
Wang Xifeng disebut sebagai „Burung Cantik‟ karena matanya besar dan
tajam seperti burung phoenix. Phoenix dalam mitologi China merupakan burung
yang lemah lembut, ia turun dengan sangat hati-hati sehingga tidak merusak apa
pun yang dipijak atau disentuhnya. Phoenix dianggap kekuatan yang dikirim dari
surga yang ditujukan untuk kaisar. Phoenix, dalam bahasa Mandarin disebut feng
huang, mengindikasikan bahwa feng adalah kata „angin‟ sehingga pada masa
legenda phoenix dikenal sebagai dewanya angin. Dalam sejarah China, phoenix
menjadi simbol sanjungan bagi penguasa yang berhasil dalam memimpin negara
dengan damai. Berdasarkan penjelasan tentang burung phoenix tersebut, maka
pantaslah Wang Xifeng disebut sebagai „Burung Cantik‟ yang sesuai dengan
fisiknya.
Dari segi sosiologis, Wang Xifeng sedikit dermawan. Dia pernah
menolong kerabatnya yang miskin. Seperti pada kutipan berikut:
Xifeng kemudian mengambilnya, lalu memberikannya
kepada nenek Liu.
“Terimalah perak ini dan buatlah pakaian untuk anak-anak,”
kata Xifeng. “Sering-seringlah datang kemari jika tidak ada
kesibukan. Bukankah kita ini masih saudara? Tapi aku juga tidak
berusaha untuk menahan kalian karena aku tahu hari sudah siang,
sedangkan perjalanan pulangmu masih jauh. Hanya saja, kumohon
agar kalian mau menyampaikan salamku kepada siapa saja yang
masih ingat kepada kami.” (Impian di Bilik Merah, 2014:124).
Meskipun dalam novel ini Wang Xifeng digambarkan sebagai sosok yang
antagonis, tetapi dia juga memiliki sifat yang baik. Kedermawanannya dalam
menolong kerabatnya (memiliki hubungan keluarga dengan kakek Wang Xifeng)
ikhlas, tidak meminta pamrih.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dari segi psikologis, Wang Xifeng memiliki watak yang kejam, terutama
kepada pelayan yang membantah perintahnya. Dia juga suka merendahkan para
pelayan. Seperti pada kutipan-kutipan berikut:
Kemudian, ia memberi perintah dengan nada keras, “Bawa
dia keluar, dan cambuk dia 20 kali.” Mendengar keputusan itu, tak
seorang pun pembantu yang berani memohon pengampunan padanya
karena raut muka Xifeng sangat menakutkan hingga menggetarkan
hati semua orang. Karena itu, mereka langsung menarik keluar
pembantu yang lalai itu, dan mencambuknya sebanyak perintah yang
diberikan. Sebagai lanjutan hukuman itu, ia tidak diberi gaji selama
sebulan. (Impian di Bilik Merah, 2014:222-223).
Sesudah berkata begitu, Xifeng menampar pipi kiri dan pipi
kanan pelayan itu. Seketika itu juga, muka pelayan itu menjadi
sembab.
“Coba kau tampar dia,” perintah Xifeng. “Tanyakan padanya,
kenapa dia lari. Jika tidak mengaku, robek saja mulutnya!” (Impian
di Bilik Merah, 2014:480-481).
Mendengar kata-kata Jia Lian, akhirnya Xifeng naik pitam.
Karena mengira Ping-Er secara diam-diam suka mengadu kepada Jia
Lian, Xifeng lalu menghampiri Ping-Er dan langsung menampar
mukanya. Sesudah itu, ia segera masuk ke kamar, lalu menjambak
istri Bao-Er dan memukulnya bertubi-tubi. (Impian di Bilik Merah,
2014:483).
Dari kutipan-kutipan di atas jelas sekali terlihat bahwa Xifeng sosok
perempuan yang berani dan bertindak kejam terhadap siapapun yang melawannya.
Dalam mengambil keputusan, dia mengambil cara menyerang dan bahkan tak
segan akan membunuh seseorang. Keberanian seperti itu hanya dilakukan untuk
kejahatan. Setelah melakukan suatu kejadian atau peristiwa, dia selalu tidak
menyesal, dan akan membasmi sampai ke akar-akarnya. Kekerasan membuat
orang tunduk kepadanya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Wang Xifeng juga sangat pandai memeriksa hati seseorang dari air muka
dan ucapannya. Hal ini membuat banyak orang yang was-was jika bertemu
dengannya. Tertulis dalam kutipan berikut:
Saat itu, datanglah para gadis muda dari Da Guan Yuan.
Mula-mula mereka tampak ragu-ragu, tapi setelah mereka bertukar
pandang, Xifeng akhirnya dapat menduga apa yang hendak mereka
kemukakan.
Karena Xifeng dapat menerka tugas apa yang sebenarnya
akan diberikan kepadanya, Xifeng segera berkata, “Kalian jangan
mempermainkanku, sebab aku sudah tahu maksud kalian. Bukankah
perkumpulan itu hanya untuk hiburan di antara kalian saja? Karena
itu, kurasa kalian tidak memerlukan pengawasan. Tapi yang kalian
butuhkan sebenarnya hanya orang yang dapat membiayai pertemuan
itu. Betul, kan?”
Mendengar perkataan Xifeng yang tepat, akhirnya mereka
tertawa. (Impian di Bilik Merah, 2014:491-492).
Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa kehebatan Wang Xifeng yang lain
ternyata bisa membaca maksud seseorang hanya dari ekspresi muka dan
ucapannya. Pada saat pihak pembicara tidak ada berbicara, dia sudah bisa
menebaknya. Pihak pembicara baru saja akan bicara, dia sudah bisa
menanganinya. Oleh karena itu, banyak orang-orang berkata kalau Wang Xifeng
“punya seribu mata hati”.
Wang Xifeng juga memiliki sifat yang dengki. Seperti yang tertulis pada
kutipan berikut:
Tabib kemudian memberinya resep ginseng dengan mutu
paling tinggi, yang hanya terdapat di Tai Yuan. Ketika Nyonya
Wang diminta untuk memberi ginseng itu, ia menyuruh Xifeng
untuk memberikan ginseng itu. Namun, Xifeng malah mengirimkan
ginseng yang bermutu rendah. (Impian di Bilik Merah, 2014:195).
Kutipan di atas terjadi ketika Jia Rui jatuh sakit akibat perbuatan Xifeng
kepadanya. Dalam novel diceritakan kalau Jia Rui jatuh cinta kepada Wang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Xifeng dan ingin selalu berada di dekatnya. Untuk itu dia mengatur rencana
menipu Jia Rui sehingga dia menjadi sakit. Karena mengetahui yang sakit adalah
Jia Rui, maka Wang Xifeng tidak ingin melihatnya sembuh. Untuk itu
dikirimkannya ginseng yang bermutu rendah.
d) Yuanyang
Yuanyang adalah pelayan kesayangan Nyonya Besar. Dari segi fisiologis,
dia adalah sosok perempuan yang cantik dan baik hati. Yuanyang juga seorang
pelayan yang pintar dan terampil. Seperti yang tertulis dalam kutipan berikut:
Ketika Yuanyang berkunjung ke tempat Jia She, si tua ini
terpesona oleh kecantikan Yuan Yang. Ia terus mengawasi gadis itu.
(Impian di Bilik Merah, 2014:505).
Setelah menunggu beberapa saat di kediaman Nyonya Besar,
Nyonya Xing segera masuk ke kamar Yuanyang. Di sana, ia
mendekati Yuanyang yang sedang merenda dan memuji
kepandaiannya. (Impian di Bilik Merah, 2014:508).
Dilihat dari segi psikologis, Yuanyang mempunyai sifat berpendirian
teguh dan berani. Hal ini terjadi ketika Nyonya Xing mengatakan kepada
Yuanyang tentang suaminya, Jia She, yang ingin menjadikannya selir. Terlihat
pada kutipan berikut:
“Suamiku sedang membutuhkan seseorang yang dapat
dipercaya. Ternyata, dia memilihmu, Yuanyang. Dari sekian banyak
calon yang ingin sekali terpilih, kaulah yang diambilnya. Jika pada
suatu hari kau melahirkan bayi lelaki dari Jia She, kau akan
mendapat tempat yang sederajat dengan yang lainnya. Mari kita
menghadap Nyonya Besar.”
Yuanyang tidak menjawab, tetapi malah menarik tangannya
secara kasar. (Impian di Bilik Merah, 2014:508-509).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa Yuanyang mempunyai sifat
memegang teguh apa yang menjadi pendapatnya. Dia selalu membangun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hidupnya di atas dasar prinsip kebenaran yang bersifat mutlak. Dia sangat
menjunjung nilai nilai kesucian dan tidak pernah merasa malu untuk menunjukkan
prinsipnya kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Bahkan kepada orang yang
pada dasarnya tidak suka dengan prinsip kebenarannya.
Sifat beraninya muncul ketika dia menolak tawaran Nyonya Xing. Dia
tidak mau dijadikan selir meskipun yang akan menikah dengannya adalah anak
majikannya sendiri, yang mana pada masa itu jika ada perempuan budak yang
akan dijadikan selir merupakan suatu kebanggan bagi dirnya dan keluarganya.
Terlebih lagi jika bisa melahirkan anak laki-laki yang sesuai dengan sistem
Patriarki pada masa itu. Dia berani untuk menolak demi mempertahankan harga
dirinya sebagai seorang perempuan dan juga tidak bersedia mengalah demi
kepentingan orang banyak terhadap sistem feodal pada masa itu.
4.1.3 Alur Cerita (Plot)
Alur yang dipakai dalam penulisan novel Impian di Bilik Merah adalah
alur bolak-balik/flash back/balikan, yaitu alur yang menceritakan suatu peristiwa
dengan cara menceritakan suatu kejadian yang telah terlewati untuk menjelaskan
peristiwa yang berhubungan dengan alur berikutnya. Hal itu dilakukan Cao Xue
Qin sebagai penulis novel Impian di Bilik Merah karena ia ingin menyampaikan
pemikiran bahwa tidak hanya alur linier saja yang digunakan untuk
mengungkapkan perubahan emosi tokoh-tokohnya. Alur dalam novel Impian di
Bilik Merah tersebut terlihat dari uraian di bawah ini:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Tahap Pertama
Pada tahap ini pembaca akan diajak menyaksikan awal mula
riwayat „Si Batu‟ yang tertarik pada dunia manusia dan minta dibawa ke
dunia manusia. Cerita dimulai dengan memperkenalkan tokoh Shi Yin
sang penjaga Kuil Labu.dan Jia Yu Cun, seorang pelajar dari kalangan
miskin, yang bertetangga dengan Shi Yin karena tinggal di Kuil Labu.
Dengan kesaktiannya, Dewi Nuwa mencurahkan sinar
kehidupan pada batu itu, dan memberkatinya dengan daya
kekuatan sakti. Dengan demikian, batu itu dapat muncul ataupun
lenyap secara mendadak.
Pada suatu hari, ketika si Batu sedang meratapi nasibnya,
ia melihat seorang biksu Buddha dan pendeta Tao berjalan
mendekatinya. Keduanya sedang berbicara tentang keindahan di
Debu Merah.
Mendengar hal itu, timbul godaan duniawi pada si Batu. Ia
tergugah ingin merasakan kenikmatan kehidupan fana. Karena itu,
disapanya biksu dan pendeta itu. (Impian di Bilik Merah, 2014:1-
2).
Lalu cerita akan berlanjut ke masa lalu Yu Cun yang lulus ujian
negara sehingga memperoleh gelar Jin Shi. Kemudian diceritakan kisah
Lin Ruhai yang merupakan ayah dari Lin Daiyu. Yu Cun adalah guru Lin
Daiyu semasa kecil. Setelah ibunya meninggal, Lin Daiyu pun berhenti
belajar. Yu Cun bepergian ke luar kota dan bertemu dengan teman lama
yang bernama Leng Zixing. Zixing menceritakan kepada Yu Cun kisah
dua keluarga besar bernama Griya Ning Guo dan Griya Rong Guo. Setelah
mereka bercerita tentang dua keluarga besar tersebut, mereka pun pulang
ke tempat masing-masing. Esok harinya, Ruhai minta tolong kepada Yu
Cun agar mengantarkan anaknya Lin Daiyu ke tempat neneknya di ibu
kota.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Aku akan senang sekali kalau kau bisa membantuku.
Kebetulan, ibu mertuaku ingin agar anak perempuanku, Lin
Daiyu alias „Batu Giok Hitam‟, tinggal bersamanya untuk
merawat neneknya.
“Karena kau ingin pergi ke ibu kota, maukah kau ikut
berlayar bersama anakku?”
Yu Cun menyetujui saran itu. (Impian di Bilik Merah,
2014:48).
2. Tahap Kedua
Pada tahap ini akan terlihat Lin Daiyu telah tiba di kediaman
neneknya, yaitu di Griya Rong Guo. Dia disambut dengan hangat oleh
neneknya. Kemudian diceritakan pertemuan pertama antara Lin Daiyu
dengan Jia Baoyu. Cerita berlanjut ke flash back masa lalu Xue Pan dan
cerita mengenai keluarganya. Xue Pan merupakan kakak laki-laki Xue
Baochai yang suka congkak, pemarah, boros dan mata keranjang. Pada
novel ini, semua kisah tokoh-tokohnya akan diceritakan dengan alur flash
back.
Selanjutnya cerita akan bergulir pada perayaan Pesta Bunga Prem
di Griya Ning Guo. Kerabat di Griya Rong Guo semuanya diundang.
Karena seringnya Lin Daiyu dan Baoyu bertemu, benih-benih cinta pun
muncul. Tapi karena takdir, Baoyu harus menikah dengan Baochai yang
memiliki permata seperti dirinya, sedangkan Lin Daiyu tidak memiliki
permata sedikit pun. Selanjutnya akan diceritakan betapa seringnya Lin
Daiyu bertengkar dengan Baoyu karena perasaan sensitif yang dimiliki
Daiyu. Jika Daiyu bertengkar dengan Baoyu, dia sering mengekspresikan
perasaannya dengan menangis dan menulis syair-syair puisi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dalam novel ini banyak menceritakan perayaan-perayaan atau
perkumpulan, seperti Perayaan Pesta Bunga, Perayaan Lentera Perayaan
Ulang Tahun, Perkumpulan Para Penyair, bahkan Upacara Pemakaman
pun diceritakan pada novel ini.
Di dalam novel ini juga diceritakan bagaimana peran wanita dalam
mengurus keuangan istana yang biasanya hanya diurus oleh kaum laki-laki.
Peran Wang Xifeng sangat berpengaruh dalam Griya Rong Guo. Dia
sering diangkat jadi ketua pengawas, pengatur keuangan, bahkan akan
diangkat menjadi Perdana Mentri.
3. Tahap Ketiga
Pada tahap inilah peran feminisme akan muncul. Seorang pelayan
kesayangan Nyonya Besar, Yuanyang, diminta untuk menjadi selir Jia She
yang memang suka dengan wanita-wanita muda dan cantik. Yuanyang
menolak dengan tegas, bahkan berani bertindak kasar kepada atasannya,
Nyonya Xing, istri Jia She, untuk mempertahankan pendiriannya. Dia
lebih memilih mati atau menjadi biarawati, daripada harus menikah
dengan “Si Tua Mata Keranjang” itu.
Sampai pada akhirnya Nyonya Besar pun memarahi Jia She yang
merupakan anaknya sendiri. Dia lebih membela pelayannya karena dia
tahu anaknya itu hanya ingin wanita yang muda dan cantik, setelah bosan
akan mencari yang lain lagi. Nyonya Besar pun mencari solusi dengan
menyuruh istri anaknya membeli gadis yang disukainya dengan harga
berapapun asalkan tidak menjadikan Yuanyang selirnya. Jia She yang telah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dihina oleh orang tuanya pun menjadi malu. Dia pura-pura sakit, tapi tetap
membeli seorang gadis sebagai pengganti Yuanyang.
Cerita berakhir dengan Xue Pan, kakak laki-laki Xue Baochai,
yang ingin merayu Liu Xiang Lian, pemuda yang gemar main sandiwara
yang merupakan teman Baoyu dan Qin Zhong. Sepanjang Pesta
Pengangkatan Lai Shang Rong menjadi pegawai kehakiman, Xue Pan
terus memandangi Liu Xiang Lian dan diam-diam mengajaknya berduaan
saja. Xiang Lian pun mengusulkan pergi ke tempat yang sepi untuk bicara
berdua saja. Sampai di suatu rawa yang sepi, jauh dari desa dan kuil,
mereka pun bertemu. Xiang Lian ingin mereka melakukan sumpah. Belum
lagi Xue Pan selesai mengucapkan sumpah, tiba-tiba dari belakang Xiang
Lian memukulnya. Kemudian Xue Pan ditendang, dipukul habis-habisan
sampai disuruh minum air rawa yang kotor.Setelah puas, Xiang Lian pun
pergi. Tak lama, Jia Rong menemukannya, lalu membawanya pulang ke
rumah menggunakan tandu. Setelah sembuh, Xue Pan terpaksa
meninggalkan ibu kota agar teman-temannya melupakan tingkah lakunya
yang hina.
Alur yang terdapat dalam novel Impian di Bilik Merah tersebut
dapat dikaitkan dengan feminisme Marxis yang pengarang angkat dalam
novel ini, yaitu tentang kehidupan masayarakat China yang feodal yang
mana wanita selalu direndahkan dan dijadikan pemuas nafsu belaka. Para
feminisme Marxis menentang paham feodalisme tersebut karena telah
memanfaatkan kaum perempuan sebagai daya tarik untuk kebutuhan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pribadinya, berdasarkan budaya Patriarki yang selalu menganggap bahwa
perempuan itu lebih rendah.
4.2 Analisis Kandungan Feminisme pada Novel Impian di Bilik Merah
Karya Cao Xueqin
Dalam teori-teori sastra kontemporer, feminis merupakan gerakan
perempuan yang terjadi hampir di seluruh dunia. Gerakan ini dipicu oleh adanya
kesadaran bahwa hak-hak kaum perempuan harus sama dengan kaum laki-laki.
Melalui penjelasan ini dapat dikatakan bahwa kaum perempuan merasa tidak
disejajarkan dengan laki-laki sehingga melahirkan keinginan kesetaraan gender.
Analisis dalam kajian feminisme hendaknya mampu mengungkap aspek
ketertindasan wanita atas diri pria. Hal barusan mengisyaratkan pentingnya
kesetaraan dalam hak. Aspek ini juga berlaku bagi dunia kesastraan.
Perempuan punya tempat tersendiri dalam karya sastra. Penempatan
perempuan pada nilai-nilai kultural yang mempunyai kedudukan tak hanya
sebagai masyarakat kelas dua tapi juga berperan sama pentingnya dengan kaum
pria. Sebuah karya sastra tidak hanya menyajikan kekerasan maupun berusaha
menjadikan perempuan sebagai objek, tapi juga ingin menghapus perbedaan yang
ada selama ini sehingga tercapai persamaan gender yang diinginkan.
4.2.1 Figur Tokoh Perempuan dalam Mewujudkan Feminisme pada Novel
Impian di Bilik Merah Karya Cao Xueqin
Cao Xueqin mengangkat figur perempuan China tradisional yang hidup
dalam masa feodalisme. Di tengah-tengah indahnya istana Ning Guo dan Rong
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Guo, terselip berbagai bentuk ketidakadilan yang dialami perempuan China.
Dalam novel ini ada dua perempuan dimunculkan sebagai sosok-sosok yang
berambisi, terampil dan patuh terhadap majikan. Dua tokoh paling penting yang
sangat berpengaruh dalam penceritaan novel ini adalah Wang Xifeng dan
Yuanyang.
Figur tokoh perempuan China yang sangat berambisi adalah Wang Xifeng,
seorang perempuan dari kelas bangsawan yang berambisi besar untuk dapat
menguasai griya Rong Guo. Padahal pada masa itu, perempuan hanya bisa
berdiam diri di rumah dan dilarang untuk memimpin suatu kedudukan. Terlihat
pada kutipan berikut ini:
Namun ternyata, Xifeng ingin sekali menerima tugas itu
sehingga ia agak mendesak, “Kuharap Bibi menyetujuinya karena
kakak tertua benar-benar membutuhkan bantuan kita.”
“Apakah kau yakin bisa menunaikan tugas itu?”tanya
Nyonya Wang.
“Saya rasa tugas itu tidak terlalu sulit,” jawab Xifeng.
“Bukankah kakak tertua sudah mengaturnya? Saya hanya bertugas
mengawasi pekerjaan dalam rumah saja. Jika ada yang tidak saya
ketahui, bukankah saya bisa bertanya pada Bibi?” (Impian di Bilik
Merah, 2014:217-218).
Semangat Wang Xifeng menjadi kenyataan ketika dia dipilih untuk
memimpin upacara kematian Qin Shi. Selain itu, dia juga dipilih sebagai
orang yang mengatur keuangan istana. Sifatnya yang pandai berbicara di
hadapan orang lain, membuat mereka menaruh kepercayaan kepada Xifeng
untuk mengatur segala urusan di istana. Dia sangat mendambakan panggung
politik yang lebih besar untuk mengembangkan kepandaiannya. Dalam
mengurus suatu hal, dia sangat tajam dan tidak mau kalah. Dia juga suka
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memamerkan kepandaiannya di hadapan keluarganya, terdapat dalam
kutipan berikut:
“Kurasa kurang bijaksana kalau kita menempatkan para
biksuni dan pendeta wanita itu di beberapa kuil. Jika sewaktu-waktu
Yang Mulia Yuan Chun diizinkan mengunjungi kita lagi, kita tentu
harus mengumpulkan mereka kembali secara terburu-buru. Menurut
pendapatku, lebih baik kita menempatkan mereka di Biara Bulan Air.
Selain biayanya tidak besar, mereka juga mudah dipanggil bila
diperlukan.” (Impian di Bilik Merah, 2014:349-350).
Kutipan di atas merupakan pendapat Xifeng dalam hal mencarikan tempat
tinggal bagi para biksuni muda Buddha dan pendeta wanita Tao. Dia berpendapat
bahwa lebih baik para biksuni dan pendeta wanita tinggal di tempat mereka
daripada harus tinggal di beberapa kuil. Pendapatnya yang lain juga terlihat pada
kutipan berikut ini:
“Jika saya jadi Ibu Mertua,” kata Xifeng, “Saya akan berpikir
seribu kali, sebab Nyonya Besar selain tidak mau ditinggalkan oleh
Yuanyang, beliau juga sering mengatakan bahwa dia tidak senang
terhadap ayah mertua yang suka mencari selir. Menurut pendapat
saya, lebih baik Ibu Mertua mencegahnya. Memang siapa saja bisa
berbuat begitu selagi masih muda, tapi lain halnya jika sudah punya
anak, keponakan, dan cucu. Jika sampai memalukan, tentu Nyonya
Besar akan mengecamnya secara terbuka.” (Impian di Bilik Merah,
2014:503-504).
Dari kutipan-kutipan di atas dapat dilihat bahwa Wang Xifeng memiliki
kepandaian yang luar biasa dalam memberikan pendapat. Dia dianggap dapat
memberi solusi terbaik jika ada terjadi suatu masalah. Seperti Nyonya Xing, Ibu
Mertuanya, yang bingung harus melakukan apa karena suaminya menyuruh
Yuanyang untuk menjadi selir. Sebelum hal itu terjadi dia khawatir kalau Nyonya
Besar, majikan dari Yuanyang, akan menolak keputusan suaminya tersebut. Oleh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sebab itu dia mencari Wang Xifeng untuk mencari solusi dan pendapat Wang
Xifeng pun diterimanya.
Kemudian ada figur perempuan China yang memiliki keterampilan khas
seorang perempuan kelas bawah yaitu Yuanyang, seorang pelayan kesayangan
Nyonya Besar. Perempuan China yang berkelas bawah harus bekerja sebagai
pelayan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Kedudukan budak muda atau Ya
Tou sangat rendah pada masa itu. Mereka harus melayani semua kebutuhan
majikannya, seperti melayani berganti pakaian, membersihkan semua ruangan
majikannya, serta membawakan makanan dan minuman. Majikan dapat
memaksakan kehendak kepada pelayannya. Seperti tokoh Yuanyang yang dipaksa
menikah dengan suaminya Nyonya Xing, Jia She. Keluarga Yuanyang pun tidak
dapat berbuat apa-apa selain menerimanya, terdapat pada kutipan berikut:
“Kenapa kau tidak mau menjadi majikan atau nyonya? Masa
kau ingin terus jadi pelayan? Coba kalau beberapa tahun lagi kau
menikah dengan salah seorang pesuruh di sini, bukankah kau akan
tetap menjadi budak? Ayo, pergi bersamaku. Kalau sekarang aku
bersikap baik terhadapmu, sampai kelak pun aku akan tetap bersikap
baik kepadamu.” (Impian di Bilik Merah, 2014:509).
Mendengar ancaman Jia She, Jin Wen Xiang tak bisa berbuat
lain kecuali mengucapkan kata “ya, ya, ya” dan berjanji akan
memaksa adiknya. (Impian di Bilik Merah, 2014:515).
Dalam masyarakat China tradisional, lelaki dijadikan puncak segalanya,
termasuk kekuasaan sehingga lelaki memainkan peran yang sangat dominan
dalam kehidupan bermasyarakat. Dunia perempuan kelas bawah dapat berubah
jika menikah dengan majikannya. Perempuan itu akan menjadi selir yang
kedudukannya menjadi lebih tinggi dari orang tua dan neneknya. Seorang
perempuan yang dijadikan selir akan dibangun rumah baru sebagai pengganti
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
rumah lama yang tidak memasang nama seorang selir, seperti terlihat pada
kutipan berikut:
Selain itu, Kaisar juga memberi izin kepada keluarga selir
dari Kerajaan Zhou dan Wu serta Griya Rong Guo untuk
membangun istana atas biaya kaisar.
Da Guan Yuan, nama istana yang diberikan kepada Yuan
Chun, didirikan di halaman Griya Ning Guo di bagian timur halaman
Griya Rong Guo. (Impian di Bilik Merah, 2014:249).
Perempuan China pada masa feodal masih sangat taat pada adat yang
sebagian besar merugikannya, bahkan mereka sering merasa tertindas oleh
perbuatan majikannya. Dari sinilah Yuanyang ingin agar perempuan China dapat
sedikit lebih dihargai agar mereka bisa merasakan kebahagiaan. Selain itu, untuk
dapat menguasai suatu kekuasaan, perempuan China harus pandai bicara agar
dapat memimpin suatu kekuasaan, seperti yang dilakukan Wang Xifeng.
Perempuan China digambarkan sebagai perempuan yang ulet, pekerja keras dan
patuh maka sudah sewajarnya perempuan mendapatkan hak yang sama dengan
kaum lelaki.
4.2.2 Perjuangan Tokoh Perempuan dalam Mewujudkan Feminisme pada
Novel Impian di Bilik Merah Karya Cao Xueqin
Perempuan seringkali dihadapkan pada persoalan yang cukup rumit yang
diakibatkan dari situasi hubungan laki-laki dengan perempuan yang tidak sejajar.
Pola relasi ini mengakibatkan perempuan mendapatkan banyak ketidakadilan.
Perempuan menanggapinya dengan berbagai cara dan sikap. Ada yang menyadari
dan menumbuhkan kesadaran kritis yang berlanjut pada keberanian sikap
menentang segala bentuk ketidakadilan tersebut, tetapi ada juga yang tidak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menyadari. Hal ini diakibatkan dari sosialisasi masyarakat dan keluarga sehingga
perempuan sendiri menganggapnya sebagai sebuah kodrat.
Dalam novel Impian di Bilik Merah terdapat tokoh-tokoh perempuan yang
berani memperjuangkan hak-haknya dan melawan sistem budaya masyarakat
Patriarkis. Tokoh-tokoh tersebut adalah Wang Xifeng dan Yuanyang.
Wang Xifeng adalah potret perempuan China yang ingin mendapat
kesetaraan dengan laki-laki untuk memimpin suatu kekuasaan. Melalui novelnya,
Cao Xueqin menguraikan tokoh perjuangan perempuan tersebut dengan melihat
sisi lain perempuan, yaitu dari sisi kekuasaan perempuan dalam meminpin
kekuasaan. Tokoh Wang Xifeng juga digambarkan Xueqin sebagai seorang
perempuan yang berani bertindak kejam agar mendapat posisi kekuasaan tersebut.
Xifeng dipercaya oleh keluarga Jia karena kepandaiannya dalam berbicara dan
mengambil hati orang lain. Sebelum keinginannya terwujud, dia selalu bersikap
manis di depan orang lain, terutama Ibu Mertua dan Nenek Mertuanya. Terdapat
dalam kutipan berikut:
“Yang penting,” kata Xifeng untuk mengambil hati, “Ibu
Mertua tentu tahu apa yang terbaik, bukan? Siapa sih yang tidak mau
mendaki sampai ke puncak?....... (Impian di Bilik Merah, 2014:506).
“Dan kau Xifeng, kuharap kau jangan marah terhadapku,”
kata Nyonya Besar sambil memegang Xifeng.
“Ah, padahal saya juga bersedia menerima amarah Nenek
Mertua, tapi kenapa Nenek Mertua merasa telah berbuat salah pada
saya,” kata Xifeng. (Impian di Bilik Merah, 2014:521).
Dalam kehidupan masyarakat China, terutama sebelum RRC berdiri,
pranata sosial yang paling penting adalah keluarga. Memahami keluarga
membantu memahami kehidupan orang China dan sikap kaum pria dan wanita
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang membentuk keluarga tersebut. Dahulu keluargalah yang merupakan unit
sosial yang paling kecil dan bukan individu.
Keluarga (Chia) dalam masyarakat China tradisional adalah keluarga
kekerabatan yang diatur menurut sistem patrilineal. Istilah ini berarti bahwa
keturunan dihitung menurut garis laki-laki. Posisi perempuan di masyarakat China
tradisional sangat rendah dan harus patuh terhadap peraturan-peraturan.
Diantara berbagai peraturan yang harus dipatuhi oleh perempuan China
adalah aturan Tiga Kepatuhan, yaitu patuh pada orang tua selama ia belum
menikah, pada suami setelah ia menikah dan pada anak laki-laki setelah suaminya
meninggal dunia. Aturan tersebut kemudian menjadi dasar bahwa seorang
perempuan menjadi milik suami dan keluarga suaminya setelah ia menikah. Sebab,
seorang perempuan secara langsung pindah dari rumah atau keluarga kandungnya,
tempat dia lahir (niang jia) dan menjadi anggota keluarga suaminya (po jia).
Dalam kehidupan berumah tangga, posisinya sebagai seorang istri dalam keluarga
suaminya secara teoritis sangat tidak aman. Ketika menikah, maka ia berada di
bawah kekuasaan keluarga suaminya, termasuk Ibu Mertuanya.
Sama halnya dengan Wang Xifeng, dia sangat patuh terhadap Ibu Mertua
dan Nenek Mertuanya. Dia tidak berani melawan perintah mereka, terdapat pada
kutipan berikut:
Ketika melihat Nyonya Besar marah, Nyonya Wang hanya
bisa tegak dan mendengarkan dengan diam, karena seorang menantu
tidak pantas mempertahankan diri jika dituduh sesuatu oleh
mertuanya. Begitu pula dengan Bibi Xue yang tak mungkin bisa
membela kakaknya, serta Baochai yang tak dapat membela bibinya.
Li Wan, Xifeng, dan Baoyu juga tidak pantas jika ingin membelanya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Orang yang berhak membantah Nyonya Besar hanya anak-
anak kandungnya. Ying Chun juga tidak berani, sedangkan Xi Chun
masih terlalu muda. (Impian di Bilik Merah, 2014:518, 520).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa seorang menantu tidak boleh
membantah perkataan Ibu Mertuanya, yang boleh membantah hanyalah anak-anak
kandungnya. Hal ini dikarenakan adanya aturan Tiga Kepatuhan yang dialami
perempuan China seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Meskipun Wang Xifeng patuh terhadap Ibu Mertua dan Nenek Mertuanya,
tetapi sikapnya tidak demikian terhadap suaminya. Xifeng sering meremehkan
suaminya di hadapan orang lain karena sikap suaminya yang tidak pandai
berbicara dan tidak bersikap sebagai seorang pemimpin. Terdapat pada kutipan
berikut:
“Apakah kau yakin tugas itu dapat kau tangani?” tanya Jia
Lian, sambil menatap Jia Qiang dari bawah ke atas,.....
Xifeng lalu berkata kepada suaminya, “Rupanya kau kira
dirimu saja yang mampu melakukan itu. Apa kau meragukan
pertimbangan Jia Qiang? Seharusnya kita puas boleh belajar dari
yang lain...........
“Aku tidak meragukan pertimbangan Jia Qiang,” kata Jia
Lian. “Tapi, aku hanya merasa heran.” (Impian di Bilik Merah,
2014:252, 254).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa Wang Xifeng berani menegur
suaminya karena telah meragukan kemampuan orang lain dalam membangun
istana baru. Hal ini seharusnya tidak dilakukan oleh perempuan China yang telah
menikah, yang mana seorang istri harus berkata lembut di hadapan suaminya,
apalagi kejadian itu dilihat oleh orang lain.
Tokoh Wang Xifeng yang pandai bicara membuatnya lebih terpandang
daripada suaminya. Banyak orang yang sudah mengakui kepandaiannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Terutama Jia Zhen, putra Jia Jing yang berasal dari Griya Ning Guo. Jia Zhen
seorang yang tidak suka ilmu pengetahuan, segenap tenaganya dihamburkan
untuk hal sepele sehingga menggoyahkan kedudukan Griya Ning Guo. Oleh
karena itu, dia mengajak Xifeng untuk bersama-sama mengurus Griya Ning Guo.
Hal ini tidak disia-siakan oleh Xifeng, dengan penuh harap dia ingin berkuasa di
Griya Ning Guo. Untuk itu dia menunjukkan semua kepandaiannya agar
keinginannya dapat terwujud.
Dalam memimpin suatu kekuasaan, tokoh Wang Xifeng digambarkan
sebagai sosok yang kejam dan berambisi. Sifat ambisi yang dimiliki Xifeng
cenderung ke arah negatif. Dalam mewujudkan ambisinya, dia terlalu berambisi,
sehingga ambisinya berlebihan dan tak jarang sampai menghalalkan segala cara.
Saking berambisinya untuk memimpin suatu hal, dia jadi memaksa orang lain atau
pelayannya terus menerus mengerjakan suatu tugas. Karena terlalu memaksa,
pelayannya menjadi takut dan dia tidak segan menghukum jika ada yang
melakukan kesalahan, meskipun kesalahan tersebut sedikit. Hal itu terlihat pada
kutipan berikut:
“........ Kerjakan apa yang kuperintahkan sebab bagi mereka
yang berani mengabaikan kewajiban akan menerima hukuman yang
setimpal, tak peduli betapa bagus pekerjaannya di bawah majikan
dulu. Aku tidak mau membedakan siapa yang disayangi dan siapa
yang tidak.” (Impian di Bilik Merah, 2014:220).
“Ping-Er, coba kau panggil dua orang pembantu, suruh
mereka membawa cemeti untuk mencambuki si kurang ajar ini
sampai kulitnya terlepas dari punggungnya,” katanya. (Impian di
Bilik Merah, 2014:480).
“Aku tahu pasti ada orang yang mengeluh tentang
pemotongan gaji,” kata Xifeng. “Meskipun dia mengeluh di depan
Bibi, aku tidak takut. Pelacur tak tau malu. Dia pantas mati konyol.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bodoh! Gila! Bisa-bisanya dia mengeluh karena gaji pelayannya
dipotong. Sedikit pun dia tidak sadar bahwa sekarang setiap orang
harus bisa membatasi kebutuhannya. Memangnya dia yang menggaji
pelayan?” (Impian di Bilik Merah, 2014:453).
Kutipan di atas menandakan bahwa Wang Xifeng merupakan perempuan
yang sangat tidak menyukai apabila perintahnya diabaikan. Dia juga suka bicara
ketus, tak hanya kepada pelayan, tapi juga berprilaku sama bila melihat tingkah
orang yang membuat dirinya kesal. Sikap ketus yang dimiliki Xifeng merupakan
suatu bentuk pertahanan diri dalam mewujudkan feminisme. Selain itu sifat
ambisinya yang besar dalam mencapai kekuasaan juga sebagai bentuk wujud
feminisme.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam hidup
seorang perempuan layak mempertahankan diri dalam sistem feodal. Seperti pada
teori politik Marxis yang menawarkan suatu analisis kelas yang memberikan janji
untuk membebaskan perempuan dari kekuatan yang menindasnya. Marxisme
berpendapat bahwa perempuan dan laki-laki dapat bersama-sama membangun
struktur sosial dan peran sosial yang memungkinkan kedua gender untuk
merealisasikan potensi kemanusiaannya secara penuh.
Masyarakat akan percaya terhadap kemampuan dan kepemilikan
perempuan jika perempuan itu sendiri mengungkapkan dan menunjukkannya
dengan berani dan lugas. Untuk menjadi berani dan lugas, perempuan
membutuhkan kesadaran dalam dirinya sendiri. Kesadaran dan kesiapan itu
dibutuhkan untuk perubahan yang diperjuangkannya.
Feodalisme sering dianggap berjalan beriringan dengan Patriarki. Akan
tetapi, penghapusan feodalisme tentu saja tidak memakan waktu yang sebentar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bahkan, sebagian orang beranggap itu adalah suatu hal yang mustahil. Dalam hal
ini, feminisme membutuhkan optimistis untuk mendapat keadaan seperti yang
didambakan yaitu terjadi keadilan dan kesetaraan gender.
Selain tokoh perempuan yang bertindak kejam dalam mewujudkan
feminisme, terdapat pula tokoh perempuan yang dianggap melakukan
pemberontakan terhadap sistem feodal, yaitu Yuanyang. Dia memperjuangkan
haknya dalam mencapai kebahagiaan dan kebebasan memilih pasangan. Wujud
feminisme yang dimiliki Yuanyang terlihat pada kutipan berikut:
Sekarang saya ingin katakan di depan Tuan muda Baoyu
maupun di depan siapa saja, bahwa saya telah memutuskan untuk
tidak kawin seumur hidup. Jika Nyonya Besar akan memaksa saya
untuk kawin dengannya, lebih baik saya mati saja! Kelak jika
Nyonya Besar wafat, saya pun tak akan kembali kepada orang tua
atau abang saya. Lebih baik saya mati atau menjadi biarawati. Jika
saya bersumpah palsu, semoga Langit, Bumi, Matahari, dan Bulan,
bahkan semua setan atau iblis yang menjadi saksi akan mengutuk
saya menderita sakit tenggorokan selama-lamanya.” (Impian di Bilik
Merah, 2014:516).
Kutipan di atas menandakan bahwa Yuanyang sudah mempunyai jiwa
seorang feminisme Marxis dengan keinginannya tidak menikahi anak majikannya
yang dianggap akan merubah hidupnya menjadi lebih baik. Yuanyang berusaha
keras untuk mewujudkan keinginannya itu. Dia rela mati bahkan memutuskan
untuk tidak kawin seumur hidupnya.
Yuanyang tidak mau dijadikan selir karena hanya akan menjadi pemuas
nafsu laki-laki saja. Seperti yang diketahui, Jia She adalah seorang laki-laki
hidung belang yang suka membeli gadis muda apabila ada yang diinginkannya.
Yuanyang tidak ingin nasibnya seperti perempuan-perempuan yang dibeli Jia She.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Meskipun dia akan dijadikan selir, tapi dia tahu bahwa Jia She akan
mencampakkannya bila sudah muak dengan dirinya.
Perempuan China seperti Yuanyang ini merupakan perempuan yang
berasal dari kelas bawah dan tidak mempunyai hak istimewa dalam sistem feodal.
Yang mana pada sistem feodal tersebut, perempuan selalu diremehkan
keberadaannya. Perempuan yang bekerja sebagai budak sangat patuh bahkan
mengabdi kepada majikannya, seperti yang dilakukan oleh Yuanyang. Sejak dia
diambil dari orang tuanya untuk dijadikan budak, sedikitpun dia tidak pernah
melawan majikannya, si Nyonya Besar. Jika Nyonya Besar sedang jalan-jalan di
taman, dia akan selalu mendampingi dan terkadang mengeluarkan pendapat
tentang apa yang terjadi di sekelilingnya. Jika Nyonya Besar kedatangan tamu, dia
akan langsung mengambil tempat duduk dan membuatkan minuman. Selama
majikannya masih hidup, dia akan selalu mengikuti kemanapun majikannya pergi.
Terdapat pada kutipan berikut:
“Selama Nyonya Besar masih hidup, aku tak akan
meninggalkannya,” kata Yuanyang dengan suara mantap. (Impian di
Bilik Merah, 2014:512).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa perempuan yang dijadikan budak
sangat taat dengan sistem yang ada dan tidak berani untuk melawannya. Hal ini
disebabkan karena pada masa feodal apabila ada anak perempuan atau anak laki-
laki yang lahir dari keluarga miskin, maka harus dijadikan budak. Sama halnya
dengan ayah dan ibu Yuanyang yang dari kecil juga sudah menjadi budak di
keluarga Jia.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sejatinya pelaku utama dalam suatu kehidupan masyarakat adalah kelas-
kelas sosial, yaitu kelas atas yang terdiri dari kaum Borjuis dan kelas bawah yang
terdiri dari kaum Proletar. Pada pembagian kelas ini, Karl Marx memberi
perhatian lebih terhadap ketidakadilan yang terjadi diantara kedua kelas tersebut.
Kaum Borjuis lebih melaksanakan kegiatan yang terlalu berlebihan terhadap
kaum Proletar. Kaum Borjuis membeli tenaga yang dimiliki kaum Proletar dengan
harga yang tidak sebanding dengan keuntungan yang didapat. Padahal sejatinya
yang menjual jasa adalah kaum Proletar, namun yang mendapat keuntungan justru
kaum Borjuis.
Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap paham feodalisme,
yang mana paham tersebut selalu merendahkan kaum Proletar, terlebih lagi kaum
perempuan. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx kaum Proletar
terutama perempuan akan memberontak dan menuntut keadilan. Seperti yang
dilakukan Yuanyang, berani mengatakan “tidak” demi mempertahankan harga
dirinya sebagai seorang perempuan. Dia sangat menjunjung nilai-nilai kesucian
dan selalu memegang teguh apa yang menjadi pendapatnya. Menurutnya, apabila
ingin bebas maka kita harus melawannya walaupun akan menanggung resiko
tinggi. Sebagai seorang budak, kalau ada kesempatan tidak menjadi budak lagi
dapat dikatakan sebagai hal yang baik. Penolakan yang dilakukan Yuanyang
mencerminkan dia tidak rela hati menjadi mainan kaum laki-laki.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa di dalam
hidup seorang perempuan memang sepantasnya untuk memberontak sistem feodal,
sehingga perempuan pun bisa mendapatkan kebebasan. Menjadi seorang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
feminisme Marxis seperti di dalam novel Impian di Bilik Merah, salah satu
caranya. Menentang sistem feodal sehingga keadilan pun dapat ditegakkan
kembali.
Menurut pendapat penulis, perempuan miskin akan selalu menjadi pekerja
dan perempuan borjuis pasti sebagai majikan. Karena ada kesamaan rasa tertindas
dari dalam rumah, maka perempuan borjuis harusnya dapat merasakan
penderitaan perempuan pekerja. Oleh karena itu, perempuan sebagai kekuatan
tersendiri dalam hubungan persaudaraan yang kuat untuk merebut kembali
kondisi yang membahagiakan bagi semua perempuan.
Cita-cita Marxis untuk menciptakan dunia yang nyaman bagi perempuan,
agar perempuan dapat mengalami dirinya sebagai manusia yang utuh. Dengan
adanya cita-cita ini dapat menginspirasi perempuan dari berbagai kelas untuk
menyatukan kekuatan atas dasar penindasan yang sama sebagai kesadaran penuh
untuk merebut kebahagiaan bersama.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap analisis feminisme dalam novel
Impian di Bilik Merah karya Cao Xueqin maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Unsur-unsur struktural dalam novel Impian di Bilik Merah karya Cao Xueqin
(1) Tema
Mengangkat cerita mengenai kedudukan perempuan China pada masa
feodal.
(2) Penokohan dan Perwatakan
Penulis membahas 4 tokoh perempuan yang berbeda-beda wataknya, yaitu:
1. Lin Daiyu : Penyakitan dan mudah tersinggung
2. Xue Baochai : Patuh terhadap nilai-nilai tradisional
3. Wang Xifeng : Kejam dan punya seribu mata hati
4. Yuanyang : Terampil dan berani
(3) Alur
Alur yang terdapat dalam novel ini adalah alur flash back. Awal cerita
dimulai dengan kisah „Si Batu‟, kemudian tampaklah tokoh Yu Cun dan Shi Yin,
Semua kisah tokoh pada novel ini diceritakan secara flash back, Yu Cun dan
temannya, Zi Xing bercerita tentang dua keluarga besar yang bernama Griya Ning
Guo dan Griya Rong Guo, lalu muncullah sosok Lin Daiyu yang harus tinggal di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tempat neneknya setelah kematian ibunya, diceritakan pula pertemuan pertama
antara Lin Daiyu dan Baoyu yang akan menimbulkan benih-benih cinta.
Pada novel banyak diceritakan tentang perayaan-perayaan dan upacara
kematian. Diceritakan pula betapa seringnya Daiyu dan Baoyu bertengkar, Baoyu
yang dijodohkan dengan Baochai padahal dia sangat mencintai Daiyu, cerita
diakhiri dengan penolakan Yuanyang untuk dijadikan selir dan tingkah Xue Pan
yang dianggap hina pada masa itu.
b. Kandungan feminisme yang terkandung pada novel Impian di Bilik Merah
karya Cao Xueqin
(1) Figur tokoh perempuan dalam mewujudkan feminisme
Figur perempuan China digambarkan sebagai perempuan yang memiliki
kecantikan dan keterampilan serta hidup dalam sistem feodalisme. Mereka adalah
perempuan yang menjunjung tinggi ambisi, terlihat pada sosok Wang Xifeng, dan
menjunjung tinggi kepatuhan, terlihat pada sosok Yuanyang.
(2) Perjuangan tokoh perempuan dalam mewujudkan feminisme
Perjuangan Wang Xifeng dalam mewujudkan feminisme dilakukan dengan
berprilaku kejam dan ketus untuk mempertahankan diri pada sistem feodal yang
akan membatasi keahliannya. Perjuangan Yuanyang dalam mewujudkan
feminisme dilakukan dengan cara memberontak, yang merupakan bentuk
perlawanan pada sistem feodal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.2 Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan ajar,
khususnya pada pembelajaran unsur-unsur intrinsik novel.
2. Dapat menambah pengetahuan mengenai kajian feminisme yang
terkandung dalam karya sastra.
3. Dapat dilanjutkan dan disempurnakan oleh peneliti berikutnya yang
berkenaan dengan feminisme, khususnya feminisme Marxis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2011. Pengantar Filsafat Barat. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
hlm. 119-123.
Aziez, Furqonul. dan Abdul Hasim. 2010. Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Azis, Asmaeny. 2007. Feminisme Profetik. Yogyakarta: Kreasi.
Brannen, Julia. 1997. Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fadlillah, Zuriati, Yusriwal. 2005. Dinamika Bahasa, Filologi, Sastra, dan
Budaya. Padang: Andalas University Press.
Handayani, Ade Sri. 2010. Skripsi Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah
El Khalieqy: Ketidakadilan Gender. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Jabrohim. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha
Widia.
Jackson, Robert dan Sorensen, Georg. 2009. Pengantar Studi Hubungan
Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 238-243.
Kadarusman. 2005. Agama, Relasi dan Feminisme. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Magnis-Suseno, Franz. 1999. “Bab 6: Teori Kelas” dalam Pemikiran Karl Marx:
Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, hlm. 110-119.
Mandrastuty, Rany. 2010. Skripsi Novel Tarian Bumi Karya Oka Rusmini: Kajian
Feminisme. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Manurung, Dorti. 2013. Jurnal Analisis Unsur Feminisme dalam Kumpulan
Cerpen Perempuan Berlipstik Kapur Karya Esti Nuryanti Kasam. Tanjung
Pinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada.
Ollenburger, Jane C, dkk. 2002. Sosiologi Wanita. Jakarta: Rineka Cipta.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: dari
Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal
terhadap Ilmu Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Semi, Atar. 1993. Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa Raya.
Sugihastuti. 2002. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugihastuti. 2005. Rona Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Suharso. dan Ana Retnoningsih. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang:
Widya Karya.
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosiologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Syam, Tri Ayu Nutrisia. 2013. Skripsi Representasi Nilai Feminisme Tokoh Nyai
Ontosoroh dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer.
Makassar: Universitas Hasanuddin.
Tarigan, Henry Guntur. 2003. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tong, Rosemarie. 2009. Feminist Thought. Yogyakarta: Jala Sutra.
Waluyo, Herman J. 2002. Apresiasi Puisi untuk Pelajar dan Mahasiswa. Jakarta:
Gramedia.
Warliani, Tety. 2005. Skripsi Novel Memburu Matahari Karya Wadjib Kartapati:
Analisis Feminisme. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Diterjemahkan oleh
Melanie Budianta. Jakarta: Gramedia.
Xueqin, Cao. 2014. Impian di Bilik Merah 1. Jakarta: Bhuana Sastra (Imprint dari
BIP).
Zainuddin. 1992. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
Zulfahnur, dkk. 1996. Teori Sastra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Karl_Marx diakses pada tanggal 9 April 2016
pukul 15.00 wib.
http://anneahira.com/phoenix.htm diakses pada tanggal 24 April 2016 pukul 21.00
wib.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN I:
SINOPSIS NOVEL IMPIAN DI BILIK MERAH
Novel Impian di Bilik Merah diawali dengan cerita legenda Nu Wa yang
menambal langit yang berlubang dengan batu. Nu Wa mengambil 36.501 batu,
namun yang digunakan untuk menambal lubang di langit hanya 36.500 buah saja.
Satu batu yang tidak terpakai itu diletakkan di sebuah gunung Qinggeng. Batu ini
bukanlah batu biasa, dia bisa berubah wujud menjadi manusia. Saat ada pendeta
Dao dan Budhis yang lewat dan sedang asyik membicarakan dunia manusia, batu
tersebut sangat tertarik sekali berada di dunia manusia. Batu inilah yang kemudian
berubah menjadi giok dan berada di salah satu anak laki-laki keluarga Jia bernama
Jia Baoyu (kemudian akan ditulis Baoyu) saat dia lahir.
Semua perkara-perkara yang sulit yang terjadi di rumah harus
mendapatkan solusi dan izin dari Nenek. Meskipun begitu, tidak semua masalah
harus dirundingkan atau dibahas dengan Nenek. Dalam keluarga Jia, Nenek
menyerahkan kepercayaannya dalam mengurus keluarga Jia kepada Wang Xifeng.
Wang Xifeng adalah salah satu cucu mantu Nenek yang menikah dengan Jia Lian,
cucu laki-laki Nenek dari anaknya yang bernama Jia She. Wang Xifeng adalah
keponakan Wang Fu Ren (Nyonya Wang).
Nenek memiliki satu dayang kesayangan bernama Xi Ren. Dayang ini
yang ditugaskan untuk menjaga dan merawat Baoyu, serta bertugas untuk
memberikan laporan kepada Nenek jika terjadi sesuatu kepada Baoyu. Kecintaan
Nenek kepada Baoyu juga terlihat saat Baoyu sedang berbincang-bincang dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nenek dan tiba-tiba ayah Baoyu memanggilnya. Baoyu sangat takut dipanggil
ayahnya dan Nenek mengerti betul kekhawatiran Baoyu. Setelah menenangkan
Baoyu, Nenek pun akhirnya mengutus dua pelayan untuk menemani Baoyu
menemui ayahnya dan menjamin tidak akan terjadi apa-apa pada Baoyu.
Pernah suatu hari ayah Baoyu, Jia Zheng, marah besar kepada Baoyu.
Baoyu disuruh datang ke tempat ayahnya, lalu Baoyu dipukuli ayahnya sampai
hampir sekarat. Sebelum dipukul, ayahnya sudah berpesan kepada semua dayang
dan pelayan yang ada di sana untu tidak memberitahukan apapun kepada Nenek.
Karena Jia Zheng tahu kalau Nenek pasti akan membela Baoyu. Namun, melihat
Baoyu dipukuli seperti itu, ada dua dayang yang secara diam-diam melaporkan
masalah tersebut pada Nenek. Tanpa berpikir panjang lagi, Nenek langsung
datang ke tempat Jia Zheng. Bahkan belum benar-benar masuk ke tempat Jia
Zheng, Nenek sudah berteriak di depan pintu, “Bunuh aku dulu, baru kamu bisa
membunuhn ya”! Mendengar Nenekberteriak seperti itu Jia Zheng sedikit bpanik
dan berusaha tersenyum menunjukkan seolah-olah tidak terjadi apa-apa di
hadapan Nenek. Namun Nenek tetap marah, hal ini membuat Jia Zheng sampai
berlutut di hadapan Nenek dan meminta maaf.
Dalam segi percintaan, novel Hong Lou Meng ini memiliki banyak sekali
konflik dan permasalahan. Salah satunya adalah calon istri Baoyu. Kandidat awal
yang menjadi istri Baoyu adalah Lin Daiyu, salah satu cucu Nenek dari anak
perempuan Nenek yang menikah dengan keluarga Lin. Selain Daiyu, masih ada
Xi Ren, salah satu dayang kesayangan Nenek dan juga Bao Chai, cucu Nenek
dari anak perempuan Nenek yang menikah dengan keluarga Xue. Tentu saja,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dengan siapa Baoyu akan menikah nantinya, yang memutuskan adalah Nenek, dan
Jia Zheng sekali lagi harus mengikuti kemauan Nenek.
Suatu ketika, batu giok Baoyu hilang. Hilangnya batu giok tersebut
menyebabkan Baoyu sakit-sakitan dan seperti tidak punya semangat hidup. Saat
Nenek mengetahui hal ini, dia langsung memanggil peramal untuk menanyakan
cara penyembuhan Baoyu. Peramal itu mengatakan bahwa Baoyu bisa sembuh
kalau dia menikah dengan seseorang dengan takdir emas. Nenek mempercayai hal
itu, namun tidak begitu dengan Jia Zheng. Karenaya, Nenek memanggil Jia Zheng
untuk membicarakan hal ini. Walaupun terpaksa, Jia Zheng akhirnya
menyetujuinya.
Meskipun begitu, seperti yang sudah disebutkan di atas, yang menentukan
siapa yang akan menjadi istri Baoyu adalah Nenek. Nenek merundingkan dengan
Wang Xifeng dan ibu kandung Baoyu, Wang Fu Ren.
Perselingkuhan, rasa iri, dan saling menjatuhkan, bahkan sampai kasus
bunuh diri dan pembunuhan ada di dalam alur novel ini. Contohnya saja saat
Baoyu dipukuli oleh ayahnya, Jia Zheng, disebabkan karena ada yang melaporkan
pada Jia Zheng persoalan tentang aktor bernama Qu Guan yang bersahabat dengan
Baoyu dan juga masalah Jin Chuan yang cintanya ditolak oleh baoyu dan
ditemukan meninggal karena bunuh diri. Orang yang melaporkan pada Jia Zheng
adalah saudara tiri Baoyu, Jia Huan, yang tidak suka dan selalu iri dengan Baoyu.
Konflik rumah tangga berlanjut saat Jia Lian, suami Wang Xifeng,
menikah secara diam-diam, namun akhirnya diketahui juga oleh Wang Xifeng.
Setelah mengetahui masalah suaminya tersebut, Wang Xifeng tidak berdiam diri,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dia membuat siasat supaya wanita itu menderita selamanya. Wang Xifeng pun
bersandiwara seolah-olah iba dengan keadaan istri kedua Jia Lian yang masih
tinggal di rumah orang tuanya. Kemudian Wang Xifeng membujuk Jia Lian dan
wanita tersebut untuk tinggal di dalam keluarga Jia. Setelah akhirnya si wanita itu
tinggal di dalam keluarga Jia, sikap Wang Xifeng berubah. Wang Xifeng menjadi
kejam. Caci maki sering terlontar dari mulut Wang Xifeng. Tekanan-tekanan yang
diterima oleh wanita tersebut membuatnya menjadi stress dan akhirnya
memutuskan untuk bunuh diri.
Kekejaman Wang Xifeng tidak hanya kepada wanita, tapi juga kepada
salah satu laki-laki yang begitu tergila-gila dengannya yang bernama Jia Rui. Jia
Rui ini adalah adik ipar Wang Xifeng. Namun melihat kecantikan Wang Xifeng,
Jia Rui tidak dapat menahan diri untuk tidak mendekati Wang Xifeng. Niat Jia
Rui mendekati Wang Xifeng terbaca jelas oleh Wang Xifeng dan kesempatan ini
tidak disia-siakan oleh Wang Xifeng. Wang Xifeng memikirkan cara untuk
memberi Jia Rui pelajaran. Akhirnya Wang Xifeng berjanji akan menemuinya di
lorong belakang kamar Wang Xifengsaat malam tiba. Namun bukannya bertemu
dengan Wang Xifeng, Jia Rui malah ditangkap oleh Jia Qiang dan Jia Rong. Jia
Rui dipaksa untuk memberikan uang tutup mulut dan mau tidak mau Jia Rui
menyetujuinya. Namun hal ini tidak membuat Jia Rui putus asa, sekali lagi Jia Rui
mendatangi Wang Xifeng dan menanyakan ketidakhadirannya di malam
sebelumnya. Akhirnya untuk kedua kalinya, Wang Xifeng menjanjikan Jia Rui
untuk bertemu di dekat kamar Wang Xifengsaat malam tiba dan lagi-lagi Wang
xifeng tidak menampakan diri. Sebaliknya, semua pintu keluar ditutup oleh Wang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Xifeng dan ia memerintahkan orang untuk menyiram Jia Rui dari atas. Hawa
dingin malam yang menerpa disertai dengan baju yang basah, membuat Jia Rui
menggigil kedinginan sampai pagi. Kejadian ini membuatnya jatuh sakit. Saat
sakit itulah, ada seseorang nenek tua yang memberikan cermin kepadanya.
Pantangannya hanya satu, tidak boleh melihat arah cermin yang satunya. Namun
Jia Rui tidak menurutinya, dia melihat sisi cermin yang satunya dan dia melihat
Wang Xifeng di situ. Halusinasi dan khayalan dari cermin membuat Jia Rui tidak
merawat dirinya dan akhirnya meninggal.
Lain lagi dengan Jia Chuan yang bunuh diri karena cintanya kepada Baoyu
tidak terbalas dan juga Long San Jie yang juga bunuh diri di depan aktor Qi Guan
karena merasa Qi Guan tidak menyukai dirinya. Selain kasus bunuh diri, ada juga
beberapa tokoh yang meninggal karena sakit. Contohnya saja Lin Daiyu, tokoh
utama perempuan di dalam novel Hong Lou meng ini sejak awal diceritakan
memang sudah sakit-sakitan.
Selain konflik, novel ini juga dengan detail menggambarkan bagaimana
keluarga Cina tradisional melakukan upacar-upacara adat dan perayaan-perayaan
yang ada tiap tahunnya. Seperti Chuan Jie, Zhong Qiu Jie, Yuan Xioa Jie, acara
pernikahan, kematian, dan lain-lain.
Cerita novel ini berakhir dengan menggambarkan Baoyu dan Jia Lian yang
lulus ujian negara. Namun, setelah mengerjakan ujian negara, Baoyu menghilang
dan tidak ada satu pun anggota keluarga yang dapat menemukan jejaknya. Baoyu
sempat menampakkan diri di hadapan ayahnya, namun tak lama, pendeta Dao dan
Budhis sudah menggandeng kedua tangan Baoyu dan berkata kalau sudah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
waktunya mereka pergi. Lalu mereka pun menghilang. Kehidupan di keluarga Jia
setelag menghilangnya Baoyu sempat diliputi kesedihan, namun perlahan-lahan
mulai menghilang dengan menikahnya Xi ren dan lahirnya anak laki-laki dari
rahim Baochai yang adalah anak baoyu (yang menjadi istri baoyu akhirnya adalah
Baochai bukan Lin Daiyu karena kondisi kesehatan Lin daiyu saat itu sudah
sangat buruk dan yang memutuskan Baochai sebagai istri Baoyu adalah Nenek).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN II:
BIOGRAFI PENGARANG
Cao Xueqin (1715-1763) adalah penulis pada masa Dinasti Qing. Dia
merupakan keturunan Manchurian, dan menikmati masa kecil yang istimewa di
keluarga Cao yang berkuasa. Akan tetapi, keluarga Cao mengalami keruntuhan
ketika Cao masih anak-anak, dan dia terjerumus ke kehidupan serba kekurangan.
Dia berusaha hidup dengan menjual lukisan, dan terkadang dia hanya hidup dari
memakan bubur encer. Di bawah bayang-bayang situasi sulit ini dia mulai
menulis Impian di Bilik Merah. Tapi dia tidak menggarap cerita ini sampai selesai
karena dia diliputi duka mendalam atas kematian anaknya, dan meninggal tak
lama setelah itu.
Klan Cao sangat berpengaruh dalam era Kangxi. Nenek buyut Cao,
Nyonya Sun, adalah ibu susu Kangxi, dan anaknya, Cao Yan, adalah teman
bermain Kangxi semasa kecil. Persahabatan ini berlangsung sampai mereka
dewasa, dan keluarga Cao tumbuh menjadi berpengaruh dan berkuasa atas
dukungan Kangxi. Setelah Kangxi mundur, keluarga Cao kehilangan hubungan
baiknya dengan Istana. Harta bendanya disita dan keluarga itu kehilangan
segalanya.
Banyak yang merasa Impian di Bilik Merah adalah sebuah cerita
autobiografi, karena memuat cerita kebangkitan dan keruntuhan Klan Cao semasa
Dinsti Qing. Sejarah keluarga Cao yang rumit sudah pasti menimbulkan inspirasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
latar belakang kisah cinta yang kaya dan berwarna-warni antara Jia Baoyu dan Lin
Daiyu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
苏 北大学
中文系本科生毕业论文
论 文 题 目 小说《红楼梦》女性主义的分析
学生姓名 朱宝妲
学 号 110710007
指导老师 Julina, B.A, MTCSOL
学 院 人文学院
学 系 中文系
苏 北 大 学 教 务 处
2016 年 06 月 16 日
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
摘要
《红楼梦》是中国文学史上最伟大也是最复杂的古典小说。本文通过对
王熙凤和鸳鸯各方面来研究她们的性格:如王熙凤有辣手、机心、刚口和欲
的性格,鸳鸯有世俗才华、善良本性、刚烈敢为的性格。然后从女性主义来
研究,王熙凤成为贵族之家有才干的当家奶奶和有英气而骄大、有治国治军
潜能的女英雄。鸳鸯依赖于封建家族、封建社会而有反恒性最强的女性人物
之一。希望这次研究可以增加印尼学生对中国文学的了解。
关键词:结构分析 , 女性主义
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
目录
摘要 ...................................................................................................................... i
目录 ...................................................................................................................... ii
第一章 绪论 ........................................................................................................ 1
1.1 选题背景 .............................................................................................. 1
1.2 研究对象简介 ...................................................................................... 1
第二章 文献综述 ............................................................................................. 3
2.1 前人研究 .............................................................................................. 3
2.2 成绩与不足 .......................................................................................... 3
2.3 研究方法 .............................................................................................. 4
第三章 《红楼梦》小说 ................................................................................... 5
3.1 作者简介 .............................................................................................. 5
3.2 故事内容 .............................................................................................. 5
第四章 《红楼梦》小说分析 .......................................................................... 11
4.1 结构分析 ............................................................................................. 11
4.1.1 课题 ........................................................................................... 11
4.1.2 人物和性格特点 ....................................................................... 11
4.1.2.1 王熙凤的性格特点 ....................................................... 11
4.1.2.2 鸳鸯的性格特点 ........................................................... 13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.1.3 故事情节 ................................................................................... 14
4.2 女性主义分析 ..................................................................................... 15
4.2.1 王熙凤的女性主义分析 ........................................................... 15
4.2.2 鸳鸯的女性主义分析 ............................................................... 16
第五章 结论 ...................................................................................................... 18
参考文献 ............................................................................................................ 19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
第一章 绪论
1.1 选题背景
文学是一个民族文化的重要组成部分。中国具有数千年的文明史,其灿
烂文化突出表现在文学方面。所以,要想了解中国文化,必须了解中国文学。
中国文学发展到明清时代,小说创作出现了繁荣,涌现出了一批杰出的作品,
因而,明清时期被称为是小说的时代。曹雪芹的《红楼梦》是中国古典清代
长篇章回小说,描述了一个封建贵族大家庭从繁荣走向衰落的过程。这部小
说特别善于在细小的日常生活中揭示环境,刻画人物的心理和音容笑貌,塑
造人物性格。王熙凤和鸳鸯就是《红楼梦》里面描写的很好的女性主义者。
本文通过对王熙凤和鸳鸯各方面行为表现的分析来研究她们的性格,并分析
她们对当时封建时期各方面的女性主义,从而增加我们对女性主义的了解。
1.2 研究对象简介
在《红楼梦》的小说中,有两个最重要显示女性主义的人物,她们是王
熙凤和鸳鸯。
王熙凤是贾母的孙媳妇,是贾赦和邢夫人的儿媳妇,是王夫人的内侄女,
是贾琏的妻子,是巧姐的母亲,是贾蔷和贾蓉的婶子,是贾瑞的嫂子,是探
春的堂嫂子,是迎春的亲嫂子,是惜春的叔嫂子,是贾宝玉的姑表姐兼堂嫂,
跟薛宝钗是姑表姊妹,是林黛玉的姑表嫂子。她长着一双丹凤三角眼、两弯
柳叶吊梢眉,身量苗条,体格风骚。王熙凤是作者笔下第一个生动活跃的人
物,是一个生命力非常充沛的角色,是封建时代大家庭中精明强干泼辣狠毒
的主妇性格的高度结晶。
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
金鸳鸯是贾母的大丫头,鸳鸯的父亲姓金,所以叫金鸳鸯。金鸳鸯一家
世代在贾家为奴,所以金鸳鸯在贾府的丫头中有很高的地位。《红楼梦》里
鸳鸯是一个很特殊的存在。因为在古代奴隶生的子女还会是奴隶,所以在
《红楼梦》里鸳鸯的父母世代都是在贾家做奴隶的。她是荣国府的“家生女
儿”,她一出生背负的就是在贾府为奴的命运。但是幸运的是上天给了鸳鸯
一双好的面容,记得书中是这么描写说鸳鸯模样生得“水葱儿似的”,长得
如此可人,而且有聪明能干,所以很受贾母的喜爱。
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
第二章 文献综述
2.1 前人研究
关于研究《红楼梦》人物性格的学者大致有以下几种观点:
第一种观点认为王熙凤是《红楼梦》中塑造得最成功的人物形象之一,
如:白文勇(2013)在文章中说,王熙凤容貌美丽,有着超凡的管理才能,
心机极深,又阴险歹毒,在女性世界当中,是一只俊秀杰出的“凤凰”。
第二种观点认为鸳鸯是《红楼梦》小说中依赖于封建家族、封建社会而
又反坑性最强的人物之一,如:赵晓燕(2014)指出:鸳鸯主要有三个性格
特征;一、是世俗才华;二、是善良本性;三、是刚烈敢为。她敢于对贾府
大老爷说‘不’,誓死抵坑贾赦的无理、荒唐的求婚要求。
第三种观点认为《红楼梦》中女性人物栩栩如生、美丽动人、各具风格,
如:邓小康(2012)在(析《红楼梦》女性人物之美)就持这种观点。
第四种观点人为曹雪芹的女性观还是比较超前,具有积极的意义,如:
饶道庆在(《红楼梦》与女性主义文学批评引论,2005)中说:虽然曹雪芹
为女性说话的叙事相对于整个男性主流话语来说只是一种非主流的、边缘性
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
的叙述,正如大观园相对于以贾府为代表的整个社会一样,显得脆弱易败,
但他的这种精神仍然是伟大的,他付出的努力仍然是有价值的。
2.2 成绩与不足
《红楼梦》是一部中国末期封建社会的百科全书。小说以讲述上层社会
中的四大家族为中心图画,真实、生动地描写了十八世纪上半叶中国末期封
建社会的全部生活,是这段历史生活的一面镜子和缩影,是中国古老封建社
会已经无可挽回地走向崩溃的真实写照。把一个个的人物写的活灵活现,有
以神话故事中的女娲为开头引出着一故事‘石头记’。有以甄隐土为线索开
始即结束了整个的故事。
曹雪芹及其《红楼梦》 ,就是中华民族不朽灵魂的一部分。与其说他
是异步伟大的巨著,不如说它是中国通史。与其说那是写贵族的生活,不如
说是当时时局的真实写照。从一点点的细节来讲,哪种语言的魅力体现出来,
用形象生动的一举一动、一张一弛。一丝一毫无不张显出人物的特点,可以
说那种语言的叙述找不出一斯破破绽。而从中又可以看出一个民族发展的问
题,具体的症结,具体的民生国计,无不与此相关联。这不只是一部文学作
品,又是一部柬书。
2.3 研究方法
首先熟读《红楼梦》这部小说,然后从网络和图书馆查找关于女性主义
的各种资料,把句子引文进行考查女性主义分类,解释“王熙凤”和“鸳鸯”
的性格特点,随后用女性主义论解释在“王熙凤”和“鸳鸯”的内容,从而
找出学习女性主义的方法。
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
第三章 《红楼梦》小说
3.1 作者简介
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
曹雪芹(1715-1763),清代小说家。祖籍河北省丰润县。清初,入满
洲正白旗籍。他本人生于南京。
曹雪芹生活在一个“百年望族”的大官僚地主家庭,从曾祖父起三代式
袭江宁织造达 60年之久。曹雪芹晚年的生活更凄京、悲惨,贫病无医,又
加上幼子天折,所著长篇小说《红楼梦》一书尚未完成,他便与世长辞,给
我们留下了许多遗憾。
曹雪芹从小受到文学、艺术的熏陶,他的祖父曹寅工诗词、善书法,是
当时著名的藏书家。曹雪芹深受其祖父的影响,工诗善画,具有多方面的艺
术才能。迁居北京西郊后,他在艰难困苦的境遇中,创作了不朽的现实主义
巨著《红楼梦》 。今传本《红楼梦》共 120回,后 40回为高鹗续成。
3.2 故事内容
女娲炼石补天时,所炼之石剩一块未用,弃在青埂峰下。此石已通灵性,
大小随心,来去任意,因未被选中补天常悲伤自怨。和尚茫茫大士、道士渺
渺真人见其可爱,便将它携至“昌明隆盛之邦、诗礼簪缨之旅、花柳繁华地、
富贵温柔乡走了一道”。不知多长时间以后,空空道人经过这里,见石上刻
着它那番经历,便从头到尾抄下,交曹雪芹披阅增删、分出章回。以下便为
石上所刻内容。姑苏阊门外有个葫芦庙,乡宦甄士隐居住庙旁,可怜寄居庙
内的穷儒贾雨村,赠银让他赶考。元宵之夜,甄的女儿英莲被拐走;不久因
葫芦庙失火;甄家又被烧毁。甄带妻子投奔岳父,遭白眼,随跛道人出家。
贾雨村中进士,任县令,由于贪财被革职,到盐政林如海家教林的女儿
林黛玉读书。京城起复参革人员。贾雨村托林如海求岳家荣国府帮助:林的
岳母贾母因黛玉丧母,要接黛玉去身边。林便托贾雨村送黛玉到京。贾雨村
与荣国府联宗。并得林如海内兄贾政帮忙,得任金陵应天府。
黛玉进荣国府,除外祖母外,还见了大舅母,即贾赦之妻邢夫人,二舅
母,即贾政之妻王夫人,年轻而管理家政的王夫人侄女、贾赦儿子贾琏之妻
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
王熙凤,以及迎春、探春、惜春和衔玉而生的贾宝玉。宝黛二人初见有似曾
相识之感,但宝玉因见美如天仙的表妹无玉,便砸自己的通灵玉,惹起一场
不快。
贾雨村在应天府审案,英莲被拐卖。买主为皇商之家、王夫人的姐姐薛
姨妈之子薛蟠。薛蟠虽为争英莲打死原买主,但贾雨村胡乱判案,放了薛蟠。
薛蟠与母亲、妹妹薛宝钗也一同到荣国府住下。
宁国府梅花盛开,贾珍妻尤氏请贾母等赏玩。贾宝玉睡午觉,住在贾珍
儿媳秦可卿卧室,梦游太虚幻境,见“金陵十二钗”图册,听演《红楼梦》
曲,与仙女可卿云雨,醒来后因梦遗被丫环袭人发现,二人发生关系。
京官后代王狗儿已沦落乡间务农,因祖上曾和王夫人、凤姐娘家联宗,
便让岳母刘姥姥到荣国府找王夫人打秋风。王熙凤接待,给了二十两银子。
薛宝钗曾得癞头和尚赠金锁治病,以后一直佩带。黛玉忌讳金玉良缘之说,
常暗暗讥讽宝钗,警告宝玉。
贾珍之父贾敬放弃世职,离家求仙学道。他生日之日,贾珍在家设宴相
庆。因林如海得病,贾琏带黛玉去姑苏,他的族弟贾瑞调戏凤姐,被凤姐百
般捉弄而死。
秦可卿病死,贾珍恣意奢华,不仅东西都选上等,还花千两银子为儿子
捐龙禁尉,以便丧礼风光。送丧途中,凤姐贪图三千两银子,拆散情人,使
一对青年男女含恨而自杀。林如海死后,黛玉只得常住荣府。一种寄人篱下
的凄凉感笼罩着她,常暗暗流泪,身体也更加病弱。
贾政长女元春被册封为妃,皇帝恩准省亲。荣国府为了迎接这大典,修
建极尽奢华的大观园,又采办女伶、女尼、女道士,出身世家、因病入空门
的妙玉也进荣府。元宵之夜,元春回娘家呆了一会儿,要宝玉和众姐妹献诗。
黛玉本想大展奇才,但受命只能作一首。袭人娇嗔说要离开宝玉,深感遗憾
的宝玉求袭人别走,袭人趁机规劝宝玉读书“干正事”。宝玉和黛玉两小无
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
猜,情意绵绵。又因有薛宝钗或其他小事。二人常争吵,在不断争吵中情感
愈深。
宝钗过生日唱戏,小旦像黛玉,贾母娘家孙女史湘云口快说出,宝玉怕
黛玉生气阻拦、结果惹得二人都生宝玉气。元春怕大观园空闲。便让宝玉和
众姐妹搬进居住。进园后,宝玉更成天和这些女孩子厮混;书童将《西厢》
等书偷进园,宝玉和黛玉一同欣赏。
贾政妾赵姨娘所生子,宝玉庶弟贾环嫉妒宝玉,抄写经书时装失手弄倒
蜡烛烫伤宝玉,王夫人大骂赵姨娘。赵姨娘又深恨凤姐,便请马道婆施魇魔
法,让凤姐、宝玉中邪几乎死去。癞和尚、跛道人擦拭通灵玉、救好二人。
黛玉性格忧郁,暮春时节伤心落花,将它们埋葬,称为花冢,并写《葬花
辞》。宝玉丫环晴雯失手跌坏扇子,宝玉说她。她便顶撞,袭人劝,她又讽
刺,气得宝玉要赶走她。到晚间晴雯乘凉。宝玉又让她撕扇子以博她一笑。
有一次史湘云劝宝玉会官员,谈仕途,被宝玉抢白,并说黛玉从不说这种混
账话;恰巧黛玉路过听到,深喜知心。王夫人丫环金钏儿与宝玉调笑,被王
夫人赶出投井而死,被贾环告诉贾政。宝玉又结交忠顺王爷喜欢的伶人蒋玉
菡,使得王爷派人来找。贾政大怒,将贾宝玉打得皮开肉绽。王夫人
找袭人,要她随时报告情况。并决定将来袭人给宝玉做妾。
大观园中无所事事,探春倡导成立诗社。第一次咏白海棠,宝钗夺魁;
第二次作菊花诗,林黛玉压倒众人。刘姥姥二进荣国府,被贾母知道,便留
她住下。在大观园摆宴,把她作女清客取笑;这位饱经世故的老妇也甘心充
当这一角色。贾母又带刘姥姥游大观园各处。在拢翠庵,妙玉招待黛玉、宝
钗饮茶,宝玉也得沾光。
为风姐庆生辰,从贾母起,各人出分子办席。凤姐饮酒过多,想回家休
息,撞到贾琏正勾引仆妇。凤姐哭闹。逼得仆妇上吊,贾母迫使贾琏向凤姐
赔礼。由于行酒令黛玉引了几句《西厢》曲文,被宝钗察觉,并宽容了她,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
二人关系好转。黛王承认宝钗为好人,自己多心。黛玉模仿《春江花月夜》
写出《秋窗风雨夕》,抒发自己的哀愁。贾赦垂涎贾母丫环鸳鸯,让其妻邢
夫人找贾母。鸳鸯不肯,贾母也不愿意,便斥责邢夫人。贾母与贾赦母子关
系更加不好。薛蟠在一次宴席上调戏会唱戏而又豪爽的柳湘莲,被柳毒打,
柳怕报复,逃往他乡。薛蟠无脸,也外出经商。其妾香菱(即英莲)到大观
园学诗。又有几家亲戚的姑娘来到,大观园中作诗、制灯谜,空前热闹与欢
乐。袭人因母病回家,晴雯夜里受寒伤风,身上烧得烫人。宝玉为舅舅庆寿,
贾母给他一件俄罗斯裁缝用孔雀毛织的雀金裘,他不慎烧个洞。晚上回来、
街上裁缝不敢修补。晴雯重病中连夜补好。
年关到,宁国府庄头交租,送的东西数量惊人,贾珍还嫌少。由于过年
操劳,凤姐小产,无法理家,便由探春、宝钗、李纨等人协同理事。探春为
赵姨娘所生,赵姨娘弟弟死,探春按例不多给钱,母女大闹一场。探着又在
园中实行一些改革,将各处派专人管理,既交公一些财物.又给管理人一些
利益。
黛玉丫环紫鹃试探宝玉对黛玉是否真心,假说黛玉要回姑苏,宝玉相信
而发病精神往复失常,由此,黛玉更知宝玉心理,众人也以为他们定成美满
姻缘。黛玉又要认薛姨妈为干妈,钗黛二人达到关系最融洽时期。
荣国府矛盾重重。贾环在宝玉处见到擦癣的蔷薇硝,想要些,宝玉丫环
芳官却给贾环一些茉莉粉。赵姨娘到宝玉处大闹一场。芳官又给她干娘一些
玫瑰露、引出她干娘的侄儿偷茯苓霜。几件事闹得大乱,险些打破仆人间的
平衡。正当宝玉生日欢宴时,贾敬吞丹丧命。尤氏国丧事繁忙。请母亲和妹
妹尤二姐、尤三姐来帮忙。贾琏见二姐貌美,要作二房,偷居府外。二姐和
贾珍原有不清白,贾珍还想搅浑水,贾琏又想把三姐给贾珍玩弄。尤三姐却
正气凛然,将珍、琏大骂,并说她已有意中人,即毒打薛蟠的柳湘莲。贾赦
派贾琏外出办事,贾琏路遇薛蟠、柳湘莲。薛蟠遇强盗,被柳搭救,二人结
为兄弟,贾琏为柳提媒,柳答应。到京城后,柳先向三姐之母交订礼,遇宝
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
玉闲谈尤氏一家而起疑,又去索礼退婚,尤三姐自刎,柳出家。凤姐知道贾
琏偷娶之事,装成贤惠。将二姐接进府。请贾母等应允。贾琏回来,因办事
好,贾赦赏一妾。凤姐借妾手逼使尤二姐吞金自杀。粗使丫鬟傻大姐在园中
抬到绣有春宫画的香囊,王夫人大怒;在一些仆妇撺掇下抄检大观园,迎春
懦弱,听凭丫环被赶走;探春生气,怒打仆妇;惜春这时和哥哥嫂子断绝往
来。晴雯被王夫人赶出,抱恨而死;贾宝玉无可奈何,写《芙蓉诔》祭她。
薛蟠娶妻夏金桂后,贪陪嫁丫环宝蟾美色,金桂为除香菱,答应了。在夏挑
唆下。薛毒打香菱,薛姨妈不准。夏和婆婆吵闹。薛蟠无法在家。只得外出。
宝玉年纪渐大,贾政逼他上学,迎春出嫁,宝钗被家事缠住,大观园冷
清起来。黛玉思想终身之事无人可求,做噩梦而染重病。奉承贾母意思,凤
姐提出将宝钗嫁给宝玉的想法。宝玉见晴雯补的雀金裘,怀念亡人。黛玉听
丫环谈论宝玉婚事,病得不能吃饭;后来听说议而未成,病即痊愈。
薛蟠在外饮酒,打死店小二,入狱。金桂和宝蟾要勾引薛蟠堂弟薛蝌,
其他方面倒安静下来。十月里,海棠开花,大家以为喜事、置酒庆贺。就在
夜里,宝玉的通灵玉不知去向,人也痴呆了。祸不单行,元春这时死去。由
贾母做主,决定为宝玉娶宝钗,怕宝玉不同意,告诉他娶的是黛玉,并不让
黛玉知道消息。黛玉在傻大姐处知道实情,梦幻破灭,迷失真性,体虚吐血,
焚烧诗稿;在宝玉成亲时,她孤苦而死。她与贾宝玉的爱情就这样被贾母、
王熙凤等人极端残忍地扼杀了。洞房之夜,宝玉见是宝钗也大惊,人也更加
糊涂,忧伤得差点死去。
探春远嫁之后,大观园更凄清,凤姐月夜见鬼,尤氏又得重病,众人搬
出园子,请道士在园中作法驱妖。薛蟠案子要重判,夏金桂大吵大闹,因为
调戏薛蝌被香菱撞见,她想毒死香菱,不料自己误食毒药而死。
荣宁二府种种作为惹恼皇帝。终于被抄家;革去二府世职,贾赦、贾珍
被逮。凤姐由于飞来横祸,病得奄奄一息。由于权贵帮助,荣府世职恢复,
让贾政继承,正逢薛宝钗婚后第一个生辰,便摆宴庆贺,可是席间一片悲凉。
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
不久,贾母病死;鸳鸯惧怕报复,也自杀殉葬。凤姐主办丧事,力不从心,
大家怨恨。她支持不住死去了。一群强盗打劫荣国府,妙玉被奸污、劫走。
惜春看破红尘,小小年纪出家。
宝玉再次梦游太虚幻境,见到鸳鸯、尤三姐,秦可卿等薄命女子及为首
的黛玉,醒后更心灰意冷。癞和尚、跛道人送回通灵玉,实则要宝玉弃绝尘
缘。宝玉终于在应考之后出家当了和尚;尽管他中了举人,但他已悬崖撒手,
绝尘而去。
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
第四章 《红楼梦》小说分析
4.1 结构分析
《红楼梦》原名《石头记》共有 120回。回为清代曹雪芹所作,后 40
回多认为是高鹗续补。这里以三个结构分析为例试作举隅性的探讨。
4.1.1 课题
《红楼梦》是清朝作品,主要讲述了宝、黛、钗的三角恋关系,此故事
发生在贾府、大观园中,贾府过着奢侈的生活,这一点,从文中吃的、穿的、
玩的、用的、戴的,处处都能体现出来,同时也反映了清代贵族家庭的生活,
以及兴亡衰败,从各类活动上品味曹雪芹对封建统治的强烈批判。这部小说
反映了封建社会末期错综复杂的关系和内在矛盾,揭示了封建社会外强中干、
由盛而衰的时代特征。
4.1.2 人物和性格特点
《红楼梦》中的人物共有 100多个,大多数个性鲜明,其主要人物王熙
凤和鸳鸯,她们俩代表女性在封建时期显示女性主义里面的。
4.1.2.1 王熙凤的性格特点
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
王熙凤是中国古典小说《红楼梦》中女性人物,贾琏的妻子,王夫人的
内侄女,贾府通称凤姐、琏二奶奶。她长着一双丹凤三角眼,两弯柳叶吊梢
眉,身量苗条,体格风骚。王熙凤主要有四个性格特点:
一、王熙凤的性格特点之辣手
这就是所谓的"杀伐决断",既包含着不讲情面、不避锋芒的凌厉之风,
同时你呢又挟持着不择手段、不留后路的肃杀之气。凤姐不怕得罪人,没有
绕着矛盾走,而是迎着矛盾上,结怨树敌也在所不计。有一个仆妇迟到了,
也说了情,最后呢是不饶,打了二十板子,出去回来以后,还要跪下来磕头
叩谢。
二、王熙凤的性格特点之机心
人们常说王熙凤少说"有一万个心眼子"。她日常的认为处世当中常有
利害的权衡、得失的算计。大闹宁国府的时候还不忘记向尤氏要五百两银子,
其实她打点只用了三百两,她又赚了二百两。王熙凤的算计之精、聚敛之酷,
是出了名的。
王熙凤的机心更体现在处理人际关系上,非常善于察言观色、辨风测向。
常常是对方还没有说出口呢,她已经猜到了;对方刚说呢,她已经办了。
三、王熙凤的性格特点之刚口
"刚口"是指口才。凤姐对待不同的人,对待不同的对象,她也有不同
的语言。刘姥姥一进荣国府,凤姐说出来的话既有谦词,同时呢,又告艰难,
而且还不乏人情味,符合既不热络又不简慢、既不丢份又不炫耀的原则。
凤姐的语言没有什么书卷气,却有一派扑面而来新鲜热辣的生活真气,
独多俗语俚语歇后语等口语中的清华。她的状物拟人叙事言情都很生动。她
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
还会用谐音对偶等使语言风趣生动,看拟无师自通,它的源头不在书本而在
生活,在于生活本身所包含的信息和智慧。通过凤姐的语言,不仅使人们眼
界大开,可以看到种种生活态和社会相;而且心智大开,可以窥见聪明绝顶
变幻莫测的机心。
四、王熙凤的性格特点之欲
表现自己才干的欲望。贾珍请她来协理宁府,她的心里是很愿意的,是
想露一手的。渴望有更大的舞台来施展自身才能的心态,在那个社会条件下
的女性当中,是比较独特。而这种愿望,不能不认为是合理的个性要求之一
种。对待凤姐表现自己才能的欲望,我们不要一概的抹杀。当然所谓"欲"
不只是表现自己才能的欲望,人还有各种精神的、物质的欲望,只要是正常
的、合理的人欲。
王熙凤她抓尖、要强、爱表现、让人觉得很痛快。但是话又说回来,凤
姐是以"欲壑难填"著称的。凤姐的欲望更多地表现为一种无节制无穷尽的
贪欲,常常以压抑他人的欲求、牺牲他人的幸福、危及他人的生存作为代价。
这种贪欲和权欲发展到了极致,便会成为独夫和暴君。所以"欲"应该有一
个界限,如果成为一种贪欲,危及他人了,这个东西就应该否定、应该批判、
应该杀灭的。
4.1.2.2 鸳鸯的性格特点
金鸳鸯是红楼人物之一,她在《红楼梦》一书中,是贾母的大丫头。父
亲姓金,世代在贾家为奴,因是家生奴,甚受信任,因为这个缘故,她在贾
府的丫头中有很高的地位。贾母平日倚之若左右手。贾母玩牌,她坐在旁边
出主意; 贾母摆宴,她入座充当令官。 鸳鸯主要有三个性格特点:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
一、 鸳鸯的性格特点之世俗才华
《红楼梦》的鸳鸯是贾母的第一个心腹之人,帮贾母管理财物,替虚伪
的大家族儿辈尽孝。小说中说,没有鸳鸯,贾母是吃不下饭,睡不着觉。这
是心灵的安慰,给了贾母——这个“可怜的老太太”(一红学家语)很多的快
乐。所以,她才能够“拒绝”贾赦的淫威和荒唐的纳妾要求。她“三宣牙牌
令”所表现的才华和刘姥姥进大观园时候的和王熙凤的“捣鬼”,有才女应
有的品质和浓厚的青春女儿的气息。
二、 鸳鸯的性格特点之善良本性
《红楼梦》第七十一回“鸳鸯女无意鸳鸯”,鸳鸯没有“告密”,而是
尽自己能力保护司棋。刘姥姥来荣府“打秋风”,她热情的赠礼令刘姥姥感
激不已,铭记终生。
三、 鸳鸯的性格特点之刚烈敢为。
《红楼梦》第 46回“鸳鸯女誓绝鸳鸯偶”,鸳鸯敢于对贾府大老爷说
“不”,誓死抵抗贾赦的无理、荒唐的求婚要求。以致于贾母死后,她没有
保护伞,便决然悬梁了。此事发生在第 120回“鸳鸯女殉主登太虚”,其中
她还敢于质询王熙凤关于办贾母的葬事的粗疏问题。《红楼梦》以三个回目
点明“鸳鸯”,绝不是偶然。她是小说中依赖于封建家族、封建社会而又反
抗性最强的人物之一。
4.1.3 故事情节
全书可以分为五大段落:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
作品的第一回至第五回,是全书的"序幕"。第一回中写了"无材补天"
的石头的故事,写了神瑛侍者与绛珠仙草的故事,还写了甄士隐和贾雨村。
第二回给我们讲述的这个贾府,人物多,头绪多,难以说清,而冷子兴的介
绍,正可使读者在"进入"这个贾府之前,对它有一个总体的了解,然后,
再一一细写。在第三回描写了全书主要人物的出场。第四回写了薛家的故事。
第五回写贾宝玉神游太虚幻境,写全书第一回中出现的有关"石头"和"灵
河岸边"的神话联系起来。
第六回至第十八回为第二大段。从第六回开始,以刘姥姥一进荣国府为
契机,全面展开了《红楼梦》的故事。这一大段的主要内容是泰可卿之死和
贾元春省亲。
第十九回至第五十四回为第三大段。这一大段,是在泰可卿之死和元妃
省亲之后,即在极力渲染了贾府的奢华富贵之后。在第二大段的基础上,把
表面上的、整体上的繁华富贵与已见端倪的衰败趋势、种种矛盾冲突紧紧结
合在一起,真实地展现了这个贵族之家的生活画卷。
第五十五回至第七十八回为第四大段。从五十五回开始,贾府不仅"内
襄"已经尽上来了,而且"外面的架子"也有些支撑不住了。
第七十九至第一百二十回为第五大段,这一大段主要写了四个方面的内
容:
一是黛玉之死和宝玉、宝钗完婚。黛玉之死,是后四十四回中较为精彩
的部分,它不仅符合黛玉性格、命运的发展逻辑,而且文章也较有感染力,
保持了《红楼梦》全书的悲剧性。宝玉与宝钗结为夫妻,也是符合前八十回
的思路的,但成亲时的闹剧式的"调包计",写得实在不很高明。二是写贾
府被抄的前前后后。三是写了主要人物的命运结局。其中宝玉出家,当然是
最重要的一笔,显示了这个叛逆者对社会的绝望,表现了他的不妥协的抗争
精神。四是写宝玉出家后贾府的"复兴"。
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2 女性主义分析
新时期对于《红楼梦》的女性主义批评,相对来说起步较晚,是从 1995
年前后才逐渐兴起的。这其中的一个主要触因,是这一年在中国将举办第四
次世界妇女大会。在曹雪芹的世界观中,女性只有在她们的青春年少时期才
站在泥浊世界的彼岸,一旦出嫁,就走出净水世界而进入泥浊世界,就难保
持原先的本真状态了。
4.2.1 王熙凤的女性主义分析
王熙凤生活在充满衰亡气象的时代,封建正统的伦理道德观念、价值观
念已日益失去其向心力与外延力:从村野市井之家到诗礼簪缨之族,到处弥
漫着星星点点反封建反传统反压迫的民主主义思想。这是她生存的共同的大
环境。再看看她各自生存的小环境。
王熙凤口齿伶俐、反应机敏、果敢好强的天性与她的生活环境相互激发
相互促进,定格了她坚毅刚强、独立狠辣而又自信果断的主导性格。这为她
嫁到"安富尊荣者尽多,运筹谋画者无一"的荣府后不久,就能以孙媳妇辈
的身份登上管家奶奶的高位尊定了坚实的基础。
王熙凤对钱情有独钟,但她梗爱权。"说一是一,说二是二", "冯
(凭)是什么事,我说要行就行"显示了她极强的权力意志。对权力的争夺、
把持和尽情施展,充分满足了她支配统治他人的强烈欲望。王熙凤对权力的
拥有不仅仅局限于全府全族,甚而触伸到府外的封建权力机关。弄权铁槛寺,
调排张华状告贾府而后又欲杀人灭口等等都是与她剧烈膨胀的权力欲和支配
欲有关。
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
从所周知,儒家文化的单维二极性别模式及其社会角色规范是迥异的。
对于女性来说,在那些定型了的性别模式和角色规范下,必须努力使自己像
个"女性"。可是,王熙凤却不然,她身上最显著的气质都是非"女性"的,
甚至可以说是"男性"的。王熙凤在家族这一小型公共领域内大显身手大展
其才,并成为贵族之家有才干的当家奶奶和有英气而骄大、有治国治军潜能
的女英雄。
4.2.2 鸳鸯的女性主义分析
鸳鸯是侍奉贾母的丫头,是一个"家生子"。"家生子"与一般奴仆地
位不同,其婚姻皆由家主指配,所生子女属家主所有"家生子"之地位低下
可见一斑,他们注定一出生就要在主人家作奴,如同主人的私有财产一般。
但鸳鸯跟普通的"家生子"又不尽相同,在《红楼梦》众多的丫鬟中,她的
地位和重要性也非同一般,第 39回中对鸳鸯有一个侧面描写如果老太太屋
里,要没那个鸳鸯如何使得。从太太起,那一个敢驳老太太的回,现在她敢
驳回。偏老太太只听她一个人的话。老太太那些穿戴的,别人不记得,她都
记得,要不是她经管着,不知叫人诓骗了多少去呢。那孩子心也公道,虽然
这样,倒常替人说好话儿,还倒不依势欺人的。
在小说第 71回"鸳鸯女无意遇鸳鸯"一段,司棋和表弟潘又安幽会,
被鸳鸯无意中撞见,司棋十分羞愧、惊恐。鸳鸯却不仅不去告发、邀赏,反
而劝慰司棋安心养病,别因此糟蹋了身体,这里也可看到鸳鸯的善良和同情
心。
在小说第 46回"鸳鸯女誓绝鸳鸯偶"中,大老爷贾赦看中了她,定要
娶她为妻,那夫人还亲自充当说客。这桩婚事,按照寻常人看来是改变自己
处境,登身主子行列的难得机会,但在鸳鸯看来却是万难从命。"别说大老
爷要我做小老婆,就是太太这会子死了,他三媒六聘的娶我去做大老婆,我
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
也不能去。经过一番周折之后,鸳鸯始终不肯应允,越来越坚定。最后贾赦
逼得紧了,鸳鸯便在老太太面前表示了死难从命的决心,"就是老太太逼着
我,一刀子抹死了,也不能从命。"最终贾赦的"美梦"破灭了,鸳鸯的抗
婚成功了,但是,正如贾赦所威胁的那样,在《红楼梦》后 40 回有"鸳鸯
女殉主登太虚",贾母死后,鸳鸯上吊自杀。通过抗婚情节,我们感受到她
的一身凛然正气,显示了即使身为丫头,她的人格品行也是贫贱不移、威武
不屈、富贵不淫。
鸳鸯是一个"家生女",注定是永远不能获得人身自由的奴隶。从父母
起都是贾府的奴隶,哥嫂奴性十足,恨不得把这妹子立即献给主子,以取得"
舅爷"的地位。鸳鸯看透了像他们这种"家生"奴隶决逃不脱世世代代受人
奴役、供人不淫乱的命运,却无力改变,只能将自己偷生的时限暂系于贾母
身上了。
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
第五章 结论
通过小说结构分析,可以了解《红楼梦》的课题是讲述清代贵族家庭的
生活,以及兴亡衰败,从各类活动上品味曹雪芹对封建统治的强烈批判。
通过对王熙凤和鸳鸯的性格分析,可以了解王熙凤和鸳鸯的性格特点。王熙
凤素常惩治丫头;对待不同的人,对待不同的对象,她也有不同的语言;非
常善于察言观色;是以"欲壑难填"著称的。而鸳鸯性格特点是世俗才华,
善良本性,和刚裂敢为。《红楼梦》的课题有五大段落。
王熙凤和鸳鸯是在《红楼梦》中为女性主义而斗争的女性人物。王熙凤
成为贵族之家有才干的当家奶奶和有英气而骄大、有治国治军潜能的女英雄。
鸳鸯敢于对贾府大老爷说“不”,誓死抵抗贾赦的无理、荒唐的求婚要求。
通过本文的分析希望可以加深对《红楼梦》小说的了解、对王熙凤和鸳
鸯女性主义的了解,也希望能给印尼学生了解中国的文化带来帮助。
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
参考文献
[1] 饶道庆.《红楼梦》与女性主义文学批评引论[J].温州师范学院,2005
(26):34-38.
[2] 白文勇.《红楼梦》王熙凤人物性格分析[J].长春教育学院学报,2013
(29):52.
[3] 赵晓燕.金鸳鸯性格分析[J].趣历史, 2014(239):2.
[4] 邓小康.析《红楼梦》女性人物之美[J].海南经贸职业技术学院,2012
(5):133,147.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
[5] 李鸿渊.近十五年来《红楼梦》之女性主义批评综述[J].红楼梦学刊,
2011:1.
[6] 曹雪芹.《红楼梦》小说[M].北京:人民文学出版社出版,2008.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA