ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA … · Kontribusi Penjualan Retail Moderen Terhadap...
Transcript of ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA … · Kontribusi Penjualan Retail Moderen Terhadap...
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING DAN PREFERENSI MASYARAKAT DALAM
BERBELANJA DI PASAR TRADISIONAL
OLEH DEVI NURMALASARI
H14103018
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
RINGKASAN
DEVI NURMALASARI. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Saing dan Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja di Pasar Tradisional (dibimbing oleh IDQAN FAHMI). Dalam beberapa tahun, retail moderen dapat terus meningkatkan pangsa pasarnya, tidak hanya di daerah perkotaan tapi juga sudah sampai ke pelosok-pelosok daerah. Menurut AC Nielsen seperti yang dikutip dalam KPPU (2004), kontribusi pasar tradisional terhadap pertumbuhan pasar nasional masih paling besar/cukup dominan sebesar 79,8 persen pada tahun 2000 namun laju pertumbuhannya terus mengalami penurunan, sedangkan pertumbuhan pasar moderen terus mengalami peningkatan. Penurunan ini dapat diduga sebagai salah satu konsekuensi langsung dari pesatnya pertumbuhan pasar moderen yang pangsa pasarnya mengalami peningkatan yang pesat. Kondisi pasar tradisional yang identik dengan kumuh, becek, semrawut, bau dan sebagainya menambah keterpurukan pasar tersebut. Sebagai implikasinya adalah terjadi penurunan daya saing pasar tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional, menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di pasar tradisional dan merumuskan rekomendasi strategi yang dapat dilakukan pasar tradisional untuk meningkatkan daya saingnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan porter’s diamond untuk menganalisa potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional dan dan analisis statistik Regresi Binary dengan menggunakan model Probit untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di pasar tradisional. Dalam penelitian ini, pengolahan data dengan menggunakan software SPSS 12, Microsoft Excel dan Eviews 4.1.
Berdasarkan hasil analisis porter’s diamond didapatkan bahwa kondisi faktor: pasar tradisional merupakan wadah utama penjualan produk-produk kebutuhan pokok dan citra pasar tradisional buruk dimata konsumen baik dari bangunan maupun infrastrukturnya, kondisi permintaan: produk yang berkualitas terutama produk-produk segar dan pasar tradisional belum dapat memenuhi tuntutan diluar sisi harga seperti kenyamanan, dan pelayanan, strategi perusahaan, struktur dan persaingan: konsep tawar menawar dan belum ada aturan yang jelas dan tegas seperti peraturan presiden mengenai lokasi, komoditi, waktu operasi. dan jarak antara pasar moderen dan pasar tradisional, industri pendukung dan terkait: rantai distribusi barang masih panjang namun pasar tradisional mampu menyediakan barang dengan siklus harian sehingga barang lebih segar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di pasar tradisional adalah variabel pendapatan, intensitas belanja, kualitas barang, kebersihan dan kenyamanan pasar. Semua variabel tersebut signifikan pada taraf
nyata 10 persen dan berpengaruh positif sehingga semakin besar pengaruh dari variabel-variabel tersebut semakin besar pula peluang masyarakat dalam hal ini IRT yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional. Walaupun untuk variabel pendapatan perlu didalami lebih lanjut karena hasilnya berbeda dengan hipotesis.
Strategi yang dapat direkomendasikan adalah pembenahan fisik dan melakukan peningkatan fungsi dan daya tarik pasar tradisional dalam bentuk lain yang menciptakan sesuatu yang khas dan keunikan namun tingkat kenyamanan, keamanan, kebersihan, ketertiban menjadi terpelihara dengan baik. Pemerintah pusat maupun daerah harus bersinergi dan mendukung pemberdayaan pasar tradisional . Pemerintah pusat maupun daerah harus bersinergi dan mendukung pemberdayaan pasar tradisional dengan menegakkan dan mematuhi peraturan yang telah dibuat.
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diajukan adalah pasar tradisional harus dapat menciptakan dan membudayakan suasana pasar yang bersih, aman, tertib dan lebih menarik. Dengan berfokus pada konsumen, melalui usaha untuk memahami kebutuhan, keinginan, dan harapan konsumen maka pelayanan kepada konsumen sebaik-baiknya merupakan kunci untuk memenangkan persaingan yang semakin ketat. Dukungan dari Pemerintah Pusat dan Daerah baik berupa alokasi dana bantuan maupun kebijakan yang adil dan tidak tumpang tindih diharapkan dapat membantu perbaikan daya saing pasar tradisional.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING DAN PREFERENSI MASYARAKAT DALAM
BERBELANJA DI PASAR TRADISIONAL
Oleh Devi Nurmalasari
H14103018
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Devi Nurmalasari
Nomor Registrasi Pokok : H14103018
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Saing dan Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja di Pasar Tradisional
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Idqan Fahmi, M.Ec. NIP. 131 803 657
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
Devi Nurmalasari H14103018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Devi Nurmalasari lahir pada tanggal 1 Desember 1986 di
Jakarta. Penulis anak kedua dari lima bersaudara, dari pasangan Suyatna dan
Musrifah. Jenjang pendidikan yang dilalui penulis diantaranya menamatkan
sekolah dasar pada SDN 06 PT Tebet Timur, kemudian melanjutkan ke SLTPN
73 Jakarta dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima di
SMUN 26 Jakarta dan lulus pada tahun 2003.
Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi
yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi internal dan
eksternal kampus. Organisasi internal kampus seperti BEM FEM, Hipotesa dan
BEM KM IPB. Penulis aktif di organisasi luar kampus yaitu pada LP3M2-
Yayasan Panggilan Ilahi (YPI) Jakarta. Selain itu, penulis juga pernah aktif
sebagai asisten dosen mata kuliah ekonomi umum selama satu tahun.
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Selawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi besar yaitu Nabi
Muhammad SAW, para sahabat, keluarga dan para pengikutnya yang setia hingga
akhir zaman.
Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Daya Saing dan Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja di Pasar
Tradisional”. Penulis sangat berharap hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat
bagi pihak-pihak terkait yang membutuhkan. Skripsi ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Idqan
Fahmi, M.Ec. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak ilmu bagi
penulis yang tak hanya sekedar bimbingan skripsi namun pengetahuan yang lain
yang mudah-mudahan menambah pemahaman serta pengetahuan penulis. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan diantaranya kepada:
1. Orangtua tercinta yang telah memberikan dukungan moril maupun
materiil. Terima kasih atas semangat dan doanya selama ini.
2. Kakak (Mas Opi) dan adik-adik tersayang (Aan, Syakila dan Jilan) yang
memberikan semangat yang luar biasa bagi penulis.
3. Sahabat-sahabat (Ka Ami, Lida, Esi, Citra, Rico dan Inun) yang sangat
setia memberikan semangat dan dukungan untuk penulis menyelesaikan
skripsi.
4. Keluarga besar LP3M2-YPI, terima kasih atas kebersamaan dan
semangatnya selama ini.
5. Andin dan Lea, teman satu perjuangan menyelesaikan skripsi ini, terima
kasih atas bantuan dan semangat yang luar biasa untuk penulis.
ii
6. Asih, Tyas, Yusuf Harry, Wawan, Aji, Giri, Aga, Weni, Nadia, Eka, Aci
dan teman-teman IE 40 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima
kasih atas bantuan dan kebersamaannya selama ini.
7. Habib, Aan, Riska, Robby, Mba Leli, Mba May, Yana, Rien, Wati dan
Kokom atas semangat dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis sangat menyadari bahwa tak ada yang sempurna di dunia termasuk
dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas segala
kekurangan dalam penyusunan skripsi ini dan sangat berharap masukan-
masukannya agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik. Semoga karya ini bisa
mengawali langkah penulis selanjutnya dalam menggapai cita-cita dan harapan
yang diinginkan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Bogor, Agustus 2007
Devi Nurmalasari H14103018
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL........................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ vii
I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 5
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................... 7
1.4. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 8
1.5. Manfaat Penelitian.................................................................. 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN............. 9
2.1. Konsep Pasar dan Klasifikasinya ........................................... 9
2.2. Perilaku Konsumen................................................................. 12
2.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen ................................................................. 13
2.2.2 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian .............. 15
2.3. Preferensi Konsumen .............................................................. 17
2.4. Konsep Daya Saing Porter’s Diamond ................................... 18
2.5. Keterkaitan antara Daya Saing dan Preferensi Masyarakat .... 20
2.6. Model Probit ........................................................................... 21
2.7. Penelitian Terdahulu ............................................................... 22
2.8. Kerangka Pemikiran................................................................ 25
2.9. Hipotesis.................................................................................. 27
III. METODE PENELITIAN ................................................................... 29
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 29
3.2. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 29
3.3. Metode Penarikan Contoh....................................................... 29
iv
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................... 30
IV. GAMBARAN UMUM PASAR TRADISIONAL ............................. 34
4.1. Gambaran Umum Pasar Tradisional di Indonesia .................. 34
4.1.1. Perkembangan Kebijakan untuk Pengembangan Pasar Tradisional....................................................... 34
4.1.2. Kondisi Umum Pasar Tradisional ............................. 40
4.2. Gambaran Umum Pasar Tradisional di Kota dan Kabupaten Bogor .................................................................... 43
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 45
5.1. Potensi dan Kondisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Pasar Tradisional .......................................................... 45
5.2. Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja Kebutuhan Sehari-hari ............................................................................... 58
5.2.1. Karakteristik responden ............................................ 58
5.2.2. Hubungan Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja dengan Fakror Pribadi, Pola dan Perilaku Belanja... 59
5.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja Kebutuhan Sehari-hari di Pasar Tradisional ................................ 66
5.3. Rekomendasi Strategi untuk Peningkatan Daya Saing Pasar Tradisional............................................................................... 69
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 78
6.1. Kesimpulan ............................................................................. 78
6.2. Saran........................................................................................ 79
6.3. Keterbatasan Penelitian ........................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 81
LAMPIRAN ................................................................................................. 84
v
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Kontribusi Penjualan Retail Moderen Terhadap Pasar Nasional Periode April 2000-Maret 2003 (persen).......................................... 2
1.2. Perkembangan Jumlah Pasar Tradisional dan Pasar Moderen di Indonesia Periode 1995-2005 ........................................................ 4
2.1 Perbedaan Karakteristik antara Pasar Tradisional dengan Pasar Moderen.................................................................................... 13
5.1. Hubungan antara Preferensi Belanja dengan Pekerjaan .................... 60
5.2. Hubungan antara Preferensi Belanja dengan Pendapatan ................. 61
5.3. Hubungan antara Preferensi Belanja dengan Pola Belanja ............... 62
5.4. Hubungan antara Preferensi dengan Kendaraan yang Digunakan .... 63
5.5 Berbelanja di luar Rencana atau Tidak Terduga (Impuls buying) ... 63
5.6. Hubungan Preferensi ke-1 dan Preferensi ke-2 Masyarakat dalam
Berbelanja .......................................................................................... 64
5.7. Hasil Estimasi Model Binary (Probit) ............................................... 67
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian ........................................ 15
2.2. Porter’s Diamond Model.................................................................... 19
2.3. Alur Kerangka Pemikiran................................................................... 26
5.1. Analisis daya saing pasar tradisional dengan pendekatan
porter’s diamond ............................................................................... 46
5.2. Usia Responden .................................................................................. 58
5.3. Pendidikan Responden ....................................................................... 58
5.4. Pekerjaan Responden.......................................................................... 59
5.5. Pendapatan Rata-Rata Keluarga Perbulan .......................................... 59
5.6. Alasan Konsumen Kurang Menyukai Belanja di Pasar Tradisional .. 65
5.7. Rekomendasi Strategi Peningkatan Daya Saing Pasar Tradisional ..... 77
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data yang Digunakan dalam Estimasi ................................................ 85
2. Hasil Olahan ........................................................................................ 87
3. Kuesioner Penelitian............................................................................ 88
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Era globalisasi telah merubah tatanan kehidupan masyarakat dunia ke arah
liberalisasi. Dampak liberalisasi tersebut tak hanya di satu bidang saja tetapi
berbagai bidang yang ada termasuk ekonomi. Liberalisasi ekonomi yang terjadi
merupakan konsekuensi logis dari fenomena globalisasi yang harus dihadapi oleh
negara Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang menganut sistem
perekonomian terbuka. Liberalisasi ekonomi yang terjadi juga berarti adanya
liberalisasi perdagangan. Secara otomatis, hal ini tentu berpengaruh terhadap
sektor perdagangan, dimana kepemilikan asing telah memasuki subsektor
perdagangan eceran.
Sektor perdagangan merupakan sektor yang berperan penting dalam
perekonomian negara. Hal ini ditunjukkan dari kontribusinya yang cukup positif
terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Pertumbuhan sektor
perdagangan termasuk hotel dan restoran sebelum krisis dari tahun 1990 s/d 1997
tercatat selalu di atas 5 persen, yaitu pada kisaran 5,43 persen pada tahun 1991,
dan 8,16 persen pada tahun 1996. Setelah krisis khususnya dalam tiga tahun
terakhir pertumbuhan sektor perdagangan berdasarkan harga konstan tahun 2000
menurun menjadi 4,38 persen pada tahun 2001, yang selanjutnya meningkat
kembali menjadi 5,80 persen pada tahun 2004, dan 8,59 persen di tahun 2005.
Sementara itu, pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran cenderung
meningkat dari 4,09 persen pada tahun 2001 menjadi 5,51 persen pada tahun
2
2004. Berdasarkan data tersebut dan nilai transaksi dari sektor perdagangan,
sinyal positif dari pertumbuhan sektor perdagangan lebih didorong oleh subsektor
perdagangan eceran yang mencapai 82,20 persen dari total nilai transaksi
dibandingkan perdagangan besar yang hanya sebesar 17,80 persen (Departemen
Perdagangan, 2006).
Peranan dari pertumbuhan subsektor perdagangan eceran telah
menunjukkan bahwa industri ritel nasional telah memberikan kontribusi yang
cukup signifikan bagi pertumbuhan sektor perdagangan. Namun, terdapat indikasi
bahwa berkembangnya industri ritel nasional lebih didorong oleh pemain baru
dalam industri tersebut yaitu ritel moderen dibandingkan ritel tradisional yang
merupakan pemain lama. Dalam beberapa tahun saja, retail moderen dapat terus
meningkatkan pangsa pasarnya, tidak hanya di daerah perkotaan tapi juga sudah
sampai ke pelosok-pelosok daerah. Berdasarkan Tabel 1.1, meskipun kontribusi
pasar tradisional terhadap pertumbuhan pasar nasional masih paling besar/cukup
dominan sebesar 79,80 persen pada tahun 2000 namun laju pertumbuhannya terus
mengalami penurunan. Menurut AC Nielsen seperti yang dikutip dalam KPPU
(2004) penurunan ini dapat diduga sebagai salah satu konsekuensi langsung dari
pesatnya pertumbuhan pasar moderen yang pangsa pasarnya mengalami
peningkatan yang pesat.
Tabel 1.1. Kontribusi Penjualan Retail Moderen Terhadap Pasar Nasional Periode April 2000-Maret 2003 (persen)
Jenis Retail 2000 2001 2002 2003 Supermarket/hyper 16,70 20,50 20,20 21,20
Minimarket 3,40 4,60 4,90 5,10 Pasar Tradisional 79,80 74,90 74,90 73,80
Sumber : AC Nielsen dalam KPPU, 2004
3
Tabel 1.2 menunjukkan jumlah perkembangan pasar moderen yang
semakin meningkat selama periode 1995-2005 hingga 1277 unit sedangkan
jumlah pasar tradisional secara rata-rata mengalami penurunan. Ekspansi dari
pasar moderen inilah yang turut mendorong jumlah omset penjualan pasar
moderen semakin meningkat. Ekspansi ini pun dipermudah oleh Pemerintah
Daerah dalam proses perizinan dan pendiriannya sejak diberikannya wewenang
kekuasaan pada daerah atau dengan kata lain sejak otonomi daerah dilakukan. Hal
ini dilakukan Pemerintah Daerah dalam rangka ingin mengejar dan meningkatkan
Pendapatan Asli Daerahnya (PAD) yang sekarang ini menjadi tujuan utama
otonomi daerah.
Tabel 1.2. Perkembangan Jumlah Pasar Tradisional dan Pasar Modern di Indonesia Periode 1994-2005 (unit)
Tahun Pasar Tradisional Pasar Modern 1995 9140 925 2000 8309 1119 2005 7394 1277
Sumber : Departemen Perdagangan dalam Hartati, 2006
Perkembangan pasar modern yang begitu pesat memberikan dampak yang
secara langsung maupun tidak langsung terhadap pasar tradisional selaku pemain
lama dalam industri ritel nasional. Kondisi pasar tradisional yang identik dengan
kumuh, becek, semrawut, bau dan sebagainya menambah keterpurukan pasar
tersebut. Harga yang murah saja tak menjadi jaminan bagi pasar tradisional untuk
dapat kembali merebut pangsa pasarnya yang sudah hilang, karena dibalik itu ada
pasar modern yang mampu menawarkan harga yang sama bahkan lebih murah
dari pasar tradisional. Selain itu, secara fisik pasar moderen juga memberikan
fasilitas dan keunggulan tersendiri dalam berbelanja seperti tempat yang lebih
4
nyaman, tidak bau, ber-AC, dan bersih. Bahkan dalam perkembangannya, pasar
moderen juga menyediakan tempat hiburan, arena bermain untuk anak-anak,
restoran dan lain sebagainya.
Istilah “Siapa yang kuat/unggul dialah yang menang” mungkin bisa saja
terjadi dalam konteks ini, apabila pasar tradisional tidak segera memperkuat
posisinya untuk meningkatkan daya saingnya. Perlahan tapi pasti, pergeseran
minat masyarakat dalam berbelanja akan cenderung beralih dari pasar tradisional
ke pasar moderen, meskipun hal ini mungkin tidak akan terjadi hingga 100 persen
karena pasar tradisional masih memiliki langganannya terutama masyarakat kelas
bawah. Seandainya pasar tradisional dapat lebih memanfaatkan kesempatan dan
peluang ini untuk berusaha lebih kreatif dalam meningkatkan daya saingnya,
pergeseran belanja konsumen dari pasar tradisional ke pasar moderen setidaknya
dapat diminimalisir. Dalam artian pangsa pasar untuk pasar tradisional minimal
dapat dipertahankan sampai periode-periode berikutnya.
Pasar tradisional merupakan tulang punggung perekonomian yang tak bisa
dibiarkan tergerus oleh pasar moderen yang semakin menjamur, karena pasar ini
melibatkan jutaan pedagang yang relatif berskala kecil. Menurut Dharma,
Direktur Eksekutif Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh
Indonesia (DPP APPSI) bahwa APPSI mempunyai anggota 24.000 pasar, yang
mencakup 12,60 juta pedagang tersebar di 26 provinsi. Pasar tersebut bervariasi,
dari yang kecil, terdiri dari sekitar 200-500 pedagang, hingga yang besar seperti
Tanah Abang dan Senen, yang memiliki anggota 10.000 sampai 20.000 pedagang
(Republika, 2005). Dapat dibayangkan, jika separuh dari jumlah pedagang ini
5
gulung tikar karena dagangannya selalu rugi dan tidak dapat bertahan di tengah
derasnya persaingan usaha yang semakin ketat dengan pasar moderen, hasilnya
adalah jumlah pengangguran Indonesia yang akan meningkat. Selain itu, pasar
tradisional juga dianggap sebagai pusat jalur pemasaran hasil produksi kalangan
pengusaha kecil maupun sumber pasokan bahan baku yang dibutuhkan industri
yang dinilai sangat strategis bagi pengembangan ekonomi masyarakat.
Persaingan diantara pasar tradisional dan moderen memberikan
keuntungan bagi konsumen karena konsumen memiliki pilihan tempat berbelanja
yang lebih banyak. Konsumen yang rasional akan berusaha memilih tempat
berbelanja yang dapat memberikan tingkat kepuasaan kepadanya.
Oleh karena itu, penting untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja terutama pasar tradisional
yang menjadi fokus penelitian. Informasi ini tentunya sangat bermanfaat untuk
pengembangan pasar tradisional dalam rangka meningkatkan daya saingnya.
1.2. Perumusan Masalah
Pergeseran dominasi dalam ritel nasional memang telah nampak ketika
arus globalisasi tak bisa lagi dibendung apalagi dilarang. Hingga tahun 2006 ini
pangsa pasar tradisional terus mengalami penurunan, sebagian besar pangsa
pasarnya telah beralih ke pasar moderen. Bila pada tahun 2002, dominasi
penjualan di segmen pasar tradisional mencapai 75 persen maka pada tahun 2003
turun menjadi hanya 70 persen (Republika, 2005). Masih berdasarkan penelitian
AC Nielsen terbaru, hypermarket, supermarket, hingga minimarket, setiap
6
tahunnya tumbuh 31,40 persen, dengan penetrasi hingga ke daerah-daerah kecil.
Sedangkan pertumbuhan pasar tradisional minus 8 persen (Pikiran Rakyat, 2006).
Booming pasar moderen di era tahun 90-an telah menyedot perhatian para
konsumen Indonesia. Agresifitasnya untuk memperluas pangsa pasar telah
menimbulkan kekhawatiran di pihak lain dalam dunia ritel nasional yaitu pasar
tradisional. Dalam beberapa tahun saja, gerai-gerai pasar moderen di Indonesia
sampai akhir 2002 telah mencapai 2.408 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia,
yang terdiri dari Minimarket 972 gerai, Supermarket 683 gerai, Departemen Store
376 gerai dan Hypermarket sebesar 17 gerai (Visdatin, 2003). Perkembangan
pasar moderen yang telah mencapai kategori tak terkendali memang telah
menyisakan kekhawatiran bahkan fobia pasar tradisional. Kondisi pasar
tradisional yang terkenal dengan ketidaknyamanannya, becek, kotor, tidak teratur,
dan sebagainya telah menjadi salah satu faktor menurunnya daya saing pasar
tersebut.
Hanya terdapat dua pilihan bagi pasar tradisional menghadapi persaingan
usaha yang ketat dengan pasar moderen yaitu dibiarkan mati atau ada strategi
yang dapat digunakan untuk mensiasati persaingan tersebut dengan mencari
potensi dari pasar tradisional yang bisa dikembangkan. Salah satu cara untuk
mensiasatinya adalah dengan mengetahui dan mempelajari apa yang diinginkan
konsumen. Konsumen menjadi unsur yang sangat penting bagi pengembangan
sebuah pasar karena konsumen merupakan salah satu pelaku yang menjadi syarat
terlaksananya sebuah transaksi perdagangan. Dalam hal ini pasar tradisional
berusaha untuk memenuhi tuntutan konsumen. Cara mengetahuinya dapat
7
menggunakan pendekatan preferensi masyarakat dalam berbelanja. Preferensi
konsumen (masyarakat) menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai alternatif
pilihan tempat berbelanja dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dari
pemahaman tersebut, perlu diketahui alasan dan motivasi masyarakat dalam
memilih tempat berbelanja. Hal ini dapat dijadikan pedoman dalam
mengembangkan pasar tradisional yang bisa jadi selama ini belum digarap dengan
baik dan optimal. Secara sistematis, masalah yang akan diajukan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya
saing pasar tradisional?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam
berbelanja di pasar tradisional?
3. Strategi apa yang dapat direkomendasikan untuk peningkatan daya saing
pasar tradisional?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang akan diajukan, ada beberapa tujuan
dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Menganalisa potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya
saing pasar tradisional.
2. Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat
dalam berbelanja di pasar tradisional.
3. Merumuskan strategi yang dapat dilakukan pasar tradisional untuk
meningkatkan daya saingnya.
8
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, masyarakat dapat memilih
berbagai alternatif pilihan tempat berbelanja. Penelitian ini diasumsikan bahwa
masyarakat berbelanja di pasar tradisional atau selain pasar tradisional (pasar
moderen dan warung). Objek penelitian untuk mengetahui preferensi masyarakat
dalam berbelanja dibatasi dan difokuskan kepada ibu rumah tangga. Hal ini
dikarenakan ibu rumah tangga lebih memahami dan kompeten untuk mengurus
kebutuhan sehari-hari dalam rumah tangganya. Penelitian ini untuk mengetahui
preferensi masyarakat dalam berbelanja di pasar tradisional hanya dilakukan di
Bogor. Ada kemungkinan pengambilan wilayah ini tidak dapat merepresentasikan
preferensi masyarakat secara nasional. Hal ini dikarenakan preferensi masyarakat
di tiap wilayah memiliki perbedaan baik dari kondisi demografis, faktor budaya
hingga kebijakan pemerintah daerahnya masing-masing. Meskipun dalam hal ini,
untuk pasar tradisional hampir sebagian besar di Indonesia memiliki karakteristik
dan kondisi yang tak jauh berbeda.
1.5. Manfaat Penelitian
Adanya identifikasi dan analisis dari perumusan masalah yang diajukan,
diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengelola pasar
tradisional, asosiasi yang bersangkutan, Pemerintah Provinsi dan daerah sebagai
bahan masukan dan referensi dalam pengembangan pasar tradisional. Selain itu,
penulis sendiri dalam menambah pengetahuan, wawasan dan mengaplikasikan
ilmu yang telah dimiliki meskipun dengan segala keterbatasan yang ada.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Konsep Pasar dan Klasifikasinya Menurut Mariana dan Paskarina (2006), pasar memiliki berbagai definisi
yang berkembang. Dari definisi yang ada, pasar dapat didefinisikan sebagai suatu
kelompok penjual dan pembeli yang mempertukarkan barang yang dapat
disubstitusikan. Konsep dan pemaknaan pasar sesungguhnya sangat luas,
mencakup dimensi ekonomi dan sosial-budaya. Dalam perspektif ekonomi pasar
secara fisik diartikan sebagai tempat berlangsungnya transaksi barang dan jasa
dalam tempat tertentu. Sedangkan secara ekonomi, pasar merupakan tempat
bertemunya permintaan dan penawaran, yaitu ada yang menawarkan barang dan
ada yang menginginkannya dengan harga yang disepakati kedua belah pihak.
Dalam perspektif sosial-budaya, pasar merupakan tempat berlangsungnya
interaksi sosial lintas strata. Dikotomi tradisional dan moderen yang dikenakan
terhadap jenis pasar bersumber dari pergeseran pemaknaan terhadap pasar, yang
semula menjadi ruang bagi berlangsungnya interaksi sosial, budaya, dan ekonomi
kemudian tereduksi menjadi ruang bagi berlangsungnya transaksi ekonomi dan
pencitraan terhadap modernisasi yang berlangsung dalam masyarakat (Mariana
dan Paskarina, 2006). Bagi sektor perdagangan, pasar merupakan tempat
pedagang berusaha, sebagai sarana distribusi barang bagi produsen dan petani,
tempat memonitor perkembangan harga dan stok barang beserta lapangan kerja
bagi masyarakat luas (Sukesih, 1994).
Sukesih (1994) menyatakan bahwa citra pasar dalam arti fisik telah
mengalami banyak pembenahan dan peningkatan menjadi hal yang menarik
10
seiring dengan kemajuan pembangunan ekonomi. Menariknya sarana tempat
berdagang tersebut baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta, ditentukan
oleh pengelola pasar/tempat perdagangan dan tidak kalah pentingnya yang
dilakukan/peranan pedagang itu sendiri. Pengelola hanya menyediakan fasilitas
dan kemudahan untuk keperluan pedagang dan pengunjung, sedangkan para
pedagang perlu memperhatikan:
1. Kelengkapan Barang
Barang-barang harus lengkap agar pembeli tidak perlu mencari-cari ke
toko lain atau ke pasar lain. Pengertian lengkap ini bukan hanya barangnya
saja tetapi yang perlu diperhatikan adalah keterkaitan antara satu barang
dengan barang lainnya, sehingga barang itu dapat dipakai atau digunakan
dan saling melengkapi.
2. Display
Penataan barang atau pengaturannya (display) selain dapat menarik
pembeli, cara ini dapat memberi kesan serba rapi dan teratur artinya
mudah dicari dan mudah mengontrolnya.
3. Kualitas Barang
Kualitas barang banyak berpengaruh terhadap mengapa orang datang pada
suatu toko. Adakalanya pembeli lebih senang dengan harga yang lebih
mahal dengan kualitas terjamin, kecuali utnuk barang-barang yang
diketahui harganya secara umum.
11
4. Harga Barang
Harga bersaing, artinya jangan ada kesan barang yang sama lebih mahal
dibandingkan di pasar lainnya. Bila terpaksa dan tidak bisa dielakkan lagi
maka perlu diberi alasan yang kuat mengapa barang tersebut menjadi lebih
mahal. Mungkin karena faktor kualitas, pelayanan atau ada hal-hal lainnya
yang menyebabkan barang berbeda harganya.
5. Kemudahan Berbelanja
Berbelanja ingin praktis, ia tidak mau direpotkan harus membawa tempat
berbelanjaan dari rumah. Dengan tersedianya kantong-kantong
plastik/kertas yang menarik sudah merupakan keharusan dalam pelayanan.
6. Ketepatan Ukuran
Adanya jaminan yang sesuai dengan timbangan, takaran dan ukuran dapat
membuat kepuasan pembeli. Bila pedagang memberi harga murah tetapi
kuantitasnya dikurangi, cara ini dapat membahayakan dan dapat membuat
orang jera untuk berbelanja di toko tersebut.
Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
No.23/MPP/Kep/1/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan, pasar
didefinisikan sebagai tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk
melakukan transaksi dimana proses jual beli terbentuk, yang menurut kelas mutu
pelayanan, dapat digolongkan menjadi pasar tradisional dan pasar modern
(Departemen Perdagangan, 2006) :
1. Pasar Modern merupakan pasar yang dibangun oleh pemerintah, swasta
atau koperasi dalam bentuk berupa mall, supermarket, department store
12
dan shopping center dimana pengelolaannya dilaksanakan secara modern
dan mengutamakan pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen
berada di satu tangan, bermodal relatif kuat dan dilengkapi dengan label
harga yang pasti.
2. Pasar Tradisional merupakan pasar yang bentuk bangunannya relatif
sederhana, dengan suasana yang relatif kurang menyenangkan (ruang
usaha sempit, sarana parkir kurang memadai, kurang menjaga kebersihan
pasar dan penerangan yang kurang baik). Barang yang diperdagangkan
adalah kebutuhan sehari-hari, harga barang relatif murah dengan mutu
yang kurang diperhatikan dan cara pembeliannya dilakukan dengan tawar
menawar.
Untuk dapat lebih memahami mengenai pasar tradisional dan pasar
modern, perlu diketahui dahulu perbedaan karakteristik antara kedua pasar
tersebut. Perbedaan karakteristik tersebut dapat dilihat di Tabel 2.1.
2.2. Perilaku Konsumen
Menurut Setiadi (2003), perilaku konsumen adalah tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk
atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan
ini. Untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang
tepat pemasar harus memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi) dan mereka
rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku), dan apa serta dimana
(kejadian di sekitar) yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang
dipikirkan, dirasa, dan dilakukan konsumen.
13
Tabel 2.1. Perbedaan Karakteristik antara Pasar Tradisional dengan Pasar Moderen
No. Aspek Pasar Tradisional Pasar Modern 1 Histori Evolusi panjang Fenomena baru 2 Fisik Kurang baik, sebagian baik Baik dan mewah 3 Pemilikan/
kelembagaan Milik masyarakat/desa, Pemda, sedikit swasta
Umumnya perorangan/swasta
4 Modal Modal lemah/subsidi/swadaya masyarakat/Inpres
Modal kuat/digerakkan oleh swasta
5 Konsumen Golongan menengah ke bawah
Umumnya golongan menengah ke atas
6 Metode pembayaran
Ciri dilayani, tawar menawar
Ada ciri swalayan, pasti
7 Status tanah Tanah negara, sedikit sekali swasta
Tanah swasta/perorangan
8 Pembiayaan Kadang-kadang ada subsidi Tidak ada subsidi 9 Pembangunan Umumnya pembangunan
dilakukan oleh Pemda/desa/masyarakat
Pembangunan fisik umumnya oleh swasta
10 Pedagang yang masuk
Beragam, masal, dari sektor informal sampai pedagang menengah dan besar
Pemilik modal juga pedagangnya (tunggal) atau beberapa pedagang formal skala menengah dan besar
11 Peluang masuk/partisipasi
Bersifat masal (pedagang kecil, menengah dan bahkan besar)
Terbatas umumnya pedagang tunggal, dan menengah ke atas
12 Jaringan Pasar regional, pasar kota, pasar kawasan
Sistem rantai korporasi nasional atau bahkan terkait denga modal luar negeri (manajemen tersentralisasi)
Sumber: CESS (1998) dalam KPPU, 2004
2.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Menurut Setiadi (2003), keputusan pembelian dari pembeli sangat
dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi dari pembeli.
Sebagian besar adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar,
tetapi harus benar-benar diperhitungkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku konsumen adalah sebagai berikut :
14
1. Faktor-faktor kebudayaan, diantaranya adalah: kebudayaan merupakan
faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang.
Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil
yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk
para anggotanya, kelas sosial adalah kelompok-kelompok yang relatif
homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara
hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang
serupa.
2. Faktor-faktor Sosial diantaranya adalah kelompok referensi seseorang
terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung
maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Para
pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok referensi dari
konsumen sasaran mereka. Orang umumnya sangat dipengaruhi oleh
kelompok referensi mereka. Keluarga, dalam kehidupan pembeli dapat
dibedakan antara dua keluarga, yang pertama adalah: keluarga orientasi,
yang merupakan orang tua seseorang. Dari orang tualah seseorang
mendapatkan pandangan tentang agama, politik, ekonomi, dan merasakan
ambisi pribadi nilai atau harga diri dan cinta. Keluarga prokreasi, yaitu
pasangan hidup anak-anak seseorang keluarga merupakan organisasi
pembeli dan konsumen yang paling penting dalam suatu masyarakat dan
telah diteliti secara intensif. Peran dan Status, seseorang umumnya
berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya –keluarga, klub,
15
organisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat diidentifikasikan
dalam peran dan status.
3. Faktor Pribadi diantaranya adalah umur, pekerjaan, keadaan ekonomi,
gaya hidup, kepribadian dan konsep diri.
4. Faktor-faktor Psikologi diantaranya adalah motivasi, persepsi, proses
belajar, kepercayaan dan sikap.
2.2.2. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Proses pembelian yang spesifik terdiri dari urutan kejadian berikut :
pengenalan masalah kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Urutan kejadian tersebut
dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian (Setiadi, 2003)
Gambar 2.1. menyiratkan bahwa konsumen melewati kelima tahap
seluruhnya dalam setiap pembelian. Secara terinci tahap-tahap tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Pengenalan masalah. Proses membeli diawali saat pembeli menyadari
adanya masalah kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan
antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang diinginkan. Kebutuhan
ini dapat disebabkan oleh ransangan internal dalam kasus pertama dari
kebutuhan normal seseorang, yaitu rasa lapar dan dahaga yang meningkat
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan membeli
Perilaku pasca
pembelian
16
sehingga suatu tingkat tertentu dan berubah menjadi dorongan. Atau
suatu kebutuhan dapat timbul karena disebabkan rangsangan eksternal.
2. Pencarian Informasi. Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya
akan terdorong untuk mencari informasi lebih banyak. Salah satu faktor
kunci bagi pemasar adalah sumber-sumber informasi utama yang
dipertimbangkan oleh konsumen dan pengaruh relatif dari masing-
masing sumber terhadap keputusan-keputusan membeli.
3. Evaluasi Alternatif. Ada beberapa proses evaluasi keputusan.
Kebanyakan model dari proses evaluasi konsumen sekarang bersifat
kognitif, yaitu mereka memandang konsumen sebagai pembentuk
penilaian tehadap produk terutama berdasarkan pertimbangan yang sadar
dan rasional.
4. Keputusan Membeli. Ada dua faktor yang mempengaruhi tujuan
membeli dan keputusan membeli. Faktor yang pertama adalah sikap
orang lain, sejauh mana sikap orang lain akan mngurangi alternatif
pilihan seseorang akan tergantung pada dua hal (1) Intensitas sikap
negatif orang lain terhadap alternatif pilihan konsumen dan (2) Motivasi
konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut. Faktor yang
kedua adalah keadaan yang tidak terduga.
5. Perilaku Pasca Pembelian. Sesudah pembelian terhadap suatu produk
yang dilakukan konsumen akan mengalami beberapa tingkatan
kepuasaan atau ketidakpuasaan. Konsumen tersebut juga akan terlihat
17
dalam tindakan-tindakan sesudah pembelian dan penggunaan produk
yang akan menarik minat pemasar.
2.3. Preferensi Konsumen
Kotler (1997) mendefinisikan preferensi konsumen sebagai suatu pilihan
suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap produk (barang atau jasa) yang
dikonsumsi. Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai
pilihan produk yang ada. Teori preferensi digunakan untuk menganalisis tingkat
kepuasan bagi konsumen. Dalam ilmu ekonomi teori pilihan dimulai dengan
menjelaskan preferensi (pilihan) seseorang. Preferensi ini meliputi pilihan dari
yang sederhana sampai kompleks, untuk menunjukkan bagaimana seseorang dapat
merasakan atau menikmati segala sesuatu yang ia lakukan. Setiap orang tidak
bebas untuk melakukan segala sesuatu yang diinginkan karena terkendala oleh
waktu, pendapatan dan banyak faktor lain dalam menentukan pilihannya.
Terdapat banyak aksioma yang digunakan untuk menerangkan tingkah
laku individu dalam masalah penetapan pilihan. Menurut Nicholson (2001),
terdapat tiga sifat dasar preferensi, yaitu :
1. Kelengkapan (Completeness)
Jika A dan B merupakan dua kondisi, maka tiap orang selalu harus bisa
menspesifikasikan apakah :
a. A lebih disukai daripada B
b. B lebih disukai daripada A
c. A dan B sama-sama disukai
18
Dengan proposisi ini tiap orang diasumsikan selalu dapat menentukan pilihan
diantara dua alternatif yang ditawarkan.
2. Transitivitas (Transitivity)
Jika seseorang mengatakan bahwa ia lebih menyukai A daripada B, dan lebih
menyukai B daripada C, maka ia harus lebih menyukai A daripada C.
3. Kontinuitas (Continuity)
Jika seseorang mengatakan “A lebih disukai daripada B” maka situasi yang
mirip dengan A harus lebih disukai daripada B. Dengan proposisi ini tiap
orang harus konsisten dalam setiap penetapan pilihan yang diambilnya.
Ketiga proposisi diatas diasumsikan tiap orang dapat membuat atau
menyusun rangking semua kondisi atau situasi mulai dari yang paling disukai
hingga yang paling tidak disukai. Pada sejumlah alternatif yang ada, orang lebih
cenderung memaksimumkan kepuasannya.
2.3. Konsep Daya Saing Porter’s Diamond
Daya saing usaha dapat didefinisikan sebagai kemampuan usaha suatu
perusahaan dalam suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan yang
dihadapi (Porter, 1995). Dalam ilmu ekonomi, daya saing merupakan konsep yang
bersifat relatif (Relative Concept). Dalam pemahaman tersebut, konsep daya saing
identik dengan konsep efisiensi. Dengan menggunakan kriteria atau melihat
indikator tertentu sebagai acuan, maka dapat diukur tingkat kuat lemahnya daya
saing. Porter menganalisis daya saing sebuah industri dengan pendekatan diamond
model. Adapun elemen dari diamond model tersebut dapat dilihat pada Gambar
2.2.
19
Gambar 2.2. Porter’s Diamond Model
a. Kondisi Faktor
Kondisi faktor dalam analisis Porter adalah variabel-variabel yang sudah
ada dan dimiliki oleh suatu industri seperti sumber daya manusia (human
resource), modal (capital resource), infrastruktur fisik (physical
infrastructure), infrastruktur informasi (information infrastructure),
infrastruktur administrasi (administrative infrastructure), serta sumber
daya alam. Semakin tinggi kualitas faktor input ini, maka semakin besar
peluang industri untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas.
b. Kondisi Permintaan
Kondisi permintaan menurut diamond model dikaitkan dengan
sophisticated and demanding local customer. Kondisi permintaan
merupakan sifat dari permintaan asal untuk barang dan jasa. Semakin maju
suatu masyarakat dan semakin demanding pelanggan dalam negeri, maka
industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk atau
melakukan inovasi guna memenuhi keinginan pelanggan lokal yang tinggi.
Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan
Kondisi Faktor Kondisi
Permintaan
Industri Pemasok dan Terkait
20
Namun dengan adanya globalisasi, kondisi permintaan tidak hanya berasal
dari lokal tetapi juga bersumber dari luar negeri.
c. Industri Pemasok dan Terkait
Adanya industri pemasok dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan
sinergi dalam suatu industri. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama
transaction cost, sharing teknologi, informasi maupun skill tertentu yang
dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Manfaat lain
industri pemasok dan terkait adalah akan terciptanya daya saing dan
produktivitas yang meningkat.
d. Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan
Strategi perusahaan dan pesaing dalam diamond model juga penting
karena kondisi ini akan memotivasi perusahaan atau industri untuk
meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan selalu mencari inovasi
baru. Dengan adanya persaingan yang sehat, perusahaan akan selalu
mencari strategi baru yang cocok dan berupaya untuk selalu meningkatkan
efisiensi.
2.5. Keterkaitan antara Daya Saing Dengan Preferensi Masyarakat
Tweeten dalam Saragih (2000) lebih lanjut mendefinisikan keunggulan
bersaing sebagai kemampuan suatu perusahaan dalam mempertahankan dan
meningkatkan pangsa pasar secara menguntungkan dan berkelanjutan melalui
pemanfaatan keunggulan komparatifnya. Konsep keunggulan bersaing dengan
deskripsi tersebut secara eksplisit menyertakan preferensi atau selera konsumen
sebagai syarat keharusan (necessary condition) dalam upaya peningkatan daya
21
saing. Harga yang murah dan kompetitif sebagai implikasi dari orientasi biaya
produksi minimum (efisiensi) di pasar bukanlah suatu determinan tunggal dalam
keunggulan bersaing. Preferensi konsumen merupakan sebuah cetak biru (blue
print) yang harus digarap secara serius. Terlebih pada struktur pasar yang
mengarah pada mekanisme liberalisasi perdagangan tanpa distorsi.
2.6. Model Probit
Menurut Arief (1993), model Probit didasarkan atas asumsi bahwa
variabel dependen yang diteliti mengikuti fungsi distribusi kumulatif yang
berbentuk normal. Oleh karena didasarkan atas normal cumulative distribution
function, maka model ini disebut juga sebagai model normit (normit model).
Menurut Gujarati (1997), penggunaan model Probit yaitu untuk
menjelaskan perilaku suatu variabel tak bebas (dependen) yang dummy atau
dichotomous. Variabel dependennya bernilai 0 atau 1. Modelnya secara sederhana
sebagai berikut :
Yi = α + β Xi + Ui...............................................................................................(2.1)
Yi bersifat dikotomi sebagai fungsi linear dari variabel yang menjelaskan Xi € (Yi/
Xi) merupakan harapan bersyarat dari Yi untuk Xi tertentu.
Sedangkan menurut Koop (2003), model Probit digunakan ketika variabel
dependennya berupa data kualitatif sebagai dummy yang bernilai 0 dan 1. Ketika
individu membuat sebuah pilihan diantara dua pilihan, secara ekonomi akan
dirumuskan dengan fungsi utilitas. Jika utilitas dari individu i dan Uji (Untuk J =
0,1). Individu akan memilih 1 jika U1i > U0i dan sebaliknya jika pilihannya 0.
Dengan demikian pilihan tergantung dari perbedaan utilitas. Model Probit
22
mengasumsikan perbedaan utilitas ini mengikuti regresi linear normal yang
dinyatakan sebagai berikut :
Yi* = Xi’ β + iε ..................................................................................................(2.2)
Ahli ekonomi tidak meninjau Yi* secara langsung, tetapi hanya pilihan yang
sebenarnya dibuat oleh individu i.
Menurut Maddala (1994) dalam prakteknya Yi* tidak dapat diobservasi.
Sedangkan yang dapat kita observasi adalah variabel dummy Y yang didefinisikan
sebagai berikut :
Y = 1 jika Yi* > 0
Y = 0 jika sebaliknya
Prob (Yi = 1) = Prob (Ui > - β’ Xi)
= 1 – F (- β’ Xi).............................................................................(2.3)
Nilai pengamatan dari Y dalam model Probit ini hanya dapat
direalisasikan sebagai sebuah proses binomial dengan probabilitas seperti diatas.
Oleh karena itu kemungkinan fungsinya adalah :
L = П yi = 0 F(- β’ Xi) Пyi = 1 [ 1 - F(- β’ Xi) ].......................................................(2.4)
2.7. Penelitian Terdahulu
Sukesih (1994) dalam penelitiannya yang berjudul “Pasar Swalayan dan
Prospeknya” menyatakan bahwa di kota-kota besar (khususnya Jakarta) telah
terjadi gejala pergeseran yang cepat dalam pola berbelanja masyarakat.
Pendapatan masyarakat yang meningkat menyebabkan jumlah barang dan jenis
barang yang dikonsumsi masyarakat semakin bertambah, dan tingkat pendidikan
masyarakat menyebabkan kecenderungan untuk memilih sendiri barang yang
23
dibeli sesuai dengan seleranya. Wanita yang bekerja semakin banyak
menyebabkan pola belanja yang berubah. Pola hidup masyarakat kelompok atas,
negara maju semakin mempengaruhi pola hidup kelompok masyarakat atas di
kota-kota besar yang pada gilirannya akan dicontoh oleh lapisan menengah
sampai golongan bawah. Semua perubahan ini mempengaruhi pertumbuhan pasar
swalayan yang pesat.
KPPU (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Bidang Industri
dan Perdagangan Sektor Ritel” menyatakan bahwa ketika taraf hidup masyarakat
meningkat, disamping membutuhkan ketersediaan berbagai macam barang yang
lengkap dari kebutuhan primer hingga kebutuhan tersier, masyarakat juga
membutuhkan fasilitas-fasilitas pendukung seperti kenyamanan, kebebasan
ataupun jaminan harga murah dan kualitas baik. Kenyamanan menjadi alasan
utama untuk beralihnya tempat berbelanja bagi masyarakat dari pasar tradisional
ke pasar moderen, meskipun masyarakat tidak mungkin meninggalkan pasar
tradisional 100 persen. Berdasarkan survey yang dilakukan, untuk pakaian jadi,
67,5 persen orang membeli di pasar moderen, tetapi untuk sayur mayur 92,5
persen orang masih membeli di pasar tradisional.
Hartati (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Pergeseran
Perdagangan Eceran Dari Sektor Tradisional Ke Moderen” menunjukkan bahwa
telah terjadi pergeseran perdagangan eceran baik di tingkat nasional maupun
propinsi dengan indikator jumlah pasar pada kurun waktu 1995 dan 2000 serta
2000 dan 2005 dimana jumlah pasar tradisional selam periode tersebut terus
mengalami penurunan sedangkan jumlah pasar moderen mengalami peningkatan
24
pada periode yang sama. Selain itu, laju pertumbuhan omset juga mengalami hal
yang sama, laju pertumbuhan omset pasar tradisional mengalami hal sebaliknya.
Hal ini mengindikasikan konsumen lebih tertarik untuk berbelanja di pasar
moderen daripada pasar tradisional.
Sridawati (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Preferensi Masyarakat Terhadap Penggunaan Kartu
Pembayaran Elektronik” dengan menggunakan alat analisis regresi logistik
menyatakan bahwa ada delapan variabel yang nyata mempengaruhi preferensi
masyarakat dalam menggunakan kartu pembayaran elektronik, diantaranya: jenis
kelamin, umur, pendidikan, pendapatan rata-rata per bulan, pengeluaran, lokasi,
teknologi dan motivasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketiga kartu bervariasi,
pada kartu kredit yang mempengaruhi penggunaannya adalah pendidikan,
pengeluaran, dan teknologi. Pada kartu debet yang mempengaruhi penggunaannya
adalah jenis kelamin, pendapatan dan motivasi. Sedangkan pada kartu ATM yang
mempengaruhi penggunaannya adalah umur, pendidikan, pendapatan dan lokasi.
Pada penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi
masyarakat dalam berbelanja yang akan membentuk preferensi masyarakat dan
selanjutnya membentuk persepsi konsumen terhadap pasar tradisional yang dapat
dijadikan acuan/rekomendasi untuk meningkatkan daya saing sebuah pasar.
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis probit.
Sedangkan untuk menganalisa potensi dan kondisi faktor-faktor yang
mempengaruhi daya saing pasar tradisional dengan menggunakan analisis porter’s
diamond.
25
2.8. Kerangka Pemikiran
Penurunan pertumbuhan jumlah maupun omset penjualan pasar tradisional
dari tahun ke tahun telah menunjukkan gejala pergeseran pola belanja masyarakat
Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa preferensi masyarakat dalam
berbelanja lebih cenderung ke pasar moderen dibandingkan ke pasar tradisional.
Dengan kata lain pasar tradisional sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat yang
lebih memilih berbelanja di pasar moderen. Padahal seperti diketahui pasar
tradisional merupakan sarana pengembangan ekonomi rakyat yang menjadi salah
satu saluran distribusi yang cukup efektif untuk menyalurkan dan
mendistribusikan barang dari produsen ke konsumen.
Adanya gejala pergeseran pola berbelanja masyarakat tentunya
menguntungkan bagi pasar moderen sedangkan bagi pasar tradisional ini
merupakan sebuah ancaman. Referensi dalam meningkatkan daya saing sebuah
pasar khususnya pasar tradisional dapat dilihat dari sisi konsumen dengan
menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam
berbelanja di pasar tradisional. Faktor-faktor ini akan membentuk preferensi
masyarakat (dalam hal ini preferensi masyarakat adalah preferensi IRT),
selanjutnya membentuk persepsi konsumen terhadap pasar tradisional. Informasi
dari persepsi konsumen terhadap pasar tradisional diharapkan dapat menghasilkan
informasi yang bermanfaat untuk pengembangan pasar tradisional yang selama ini
belum digarap dengan baik dan optimal.
Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis
statistik Regresi Binary dengan menggunakan model Probit, dimana variabel
26
dependennya berskala biner. Potensi dan kondisi faktor-faktor yang
mempengaruhi daya saing pasar tradisional dianalisa dengan menggunakan
analisis daya saing porter’s diamond. Hasil analisis deskriptif dan probit tersebut
dirumuskan untuk menyusun rekomendasi strategi dalam peningkatan daya saing
pasar tradisional. Alur kerangka pemikiran konseptual penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Alur Kerangka Pemikiran
Terjadi gejala pergeseran masyarakat berbelanja dari pasar
tradisional ke pasar moderen
Persepsi konsumen terhadap pasar tradisional
Pasar Tradisional
Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat berbelanja
di pasar tradisional
Potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional
Preferensi IRT
Strategi peningkatan daya saing pasar tradisional
27
2.9. Hipotesis
Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini untuk menganalisa
faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di
pasar tradisional adalah
1. Umur berpengaruh positif artinya semakin tua umur seseorang semakin
besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
2. Pendidikan berpengaruh negatif artinya semakin tinggi pendidikan
seseorang semakin kecil peluang masyarakat yang preferensi belanjanya
ke pasar tradisional.
3. Dummy pekerjaan artinya peluang bagi IRT yang bekerja lebih kecil yang
preferensi belanjanya ke pasar tradisional dibandingkan dengan IRT yang
tidak bekerja.
4. Pendapatan rata-rata keluarga perbulan berpengaruh negatif artinya
semakin tinggi pendapatan seseorang semakin kecil peluang masyarakat
yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
5. Intensitas belanja berpengaruh positif artinya semakin tinggi intensitas
belanja seseorang di pasar tradisional semakin besar peluang masyarakat
yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
6. Harga barang artinya semakin murah harga barang di pasar tradisional
semakin besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar
tradisional.
28
7. Kualitas barang artinya semakin baik kualitas barang di pasar tradisional
semakin besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar
tradisional.
8. Kelengkapan barang artinya semakin lengkap barang di pasar tradisional
semakin besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar
tradisional.
9. Kebersihan pasar artinya semakin bersih pasar tradisional semakin besar
peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
10. Kenyamanan pasar artinya semakin nyaman pasar tradisional semakin
besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
11. Keamanan pasar artinya semakin aman pasar tradisional semakin besar
peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
12. Dummy tempat tinggal artinya peluang bagi IRT yang tinggal di Kota
Bogor yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional lebih kecil
dibandingkan IRT yang tinggal di Kabupaten Bogor.
29
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota dan Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi
dilakukan secara purposive karena Bogor merupakan salah satu wilayah dari Jawa
Barat. Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang mengalami penurunan
jumlah pasar tradisional yang cukup signifikan. Sedikitnya 100 pasar dari sekitar
800 pasar tradisional yang tersebar di Jawa Barat kolaps (Murwanto, 2006). Selain
itu, lokasinya terjangkau oleh peneliti dan efisien dalam waktu, biaya dan tenaga.
Waktu penelitian ini dimulai dari Juni 2007 sampai Juli 2007.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh
melalui metode survei dengan menggunakan instrumen kuesioner dan wawancara.
Kuisioner yang disebarkan berupa daftar pertanyaan yang telah disusun dengan
rapi. Data sekunder berupa studi literatur dan data-data lain yang berkaitan dengan
topik penelitian ini diperoleh dari berbagai dokumen yang tersedia antara lain
majalah, buku, surat kabar, artikel di internet, Departemen Perdagangan, Asosiasi
Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) serta instansi terkait lainnya.
3.3. Metode Penarikan Contoh
Penelitian ini menggunakan metode penarikan contoh yang disesuaikan
dengan tujuan yang ingin dicapai. Metode penarikan contoh untuk menganalisa
faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di
pasar tradisional dengan menggunakan accidental sampling. Penarikan contohnya
30
dilakukan di tempat-tempat umum seperti rumah sakit, stasiun, masjid,
pemukiman, dan kampus yang ada di wilayah Bogor. Penarikan contoh tidak
diambil di pasar tradisional maupun selain pasar tradisional (pasar moderen dan
warung). Hal ini dilakukan dalam rangka menghindarkan bias yang akan terjadi
jika penarikan contoh diambil dari masing-masing tempat belanja tersebut.
Responden yang diambil sebagai sampel adalah Ibu Rumah Tangga (IRT)
karena umumnya IRTlah yang melakukan aktivitas belanja kebutuhan sehari-hari
sehingga IRT dianggap lebih memahami dan kompeten dalam urusan ini. Jumlah
sampel yang dijadikan responden sebanyak 97 orang, yang terdiri dari IRT yang
preferensi belanjanya ke pasar tradisional sebanyak 42 orang sedangkan IRT yang
preferensi belanjanya selain ke pasar tradisional sebanyak 55 orang.
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis deskriptif dan analisis statistik Regresi Binary dengan menggunakan
model Probit. Dalam penelitian ini, pengolahan data dengan menggunakan
software SPSS 12, Microsoft Excel dan Eviews 4.1.
Penelitian ini mengikuti beberapa tahapan yang disesuaikan dengan tujuan
penelitian, yaitu :
1. Deskriptif data
Tahapan ini dilakukan untuk melihat karakteristik seluruh data yang
diperoleh. Sebelum dilakukan pengolahan data dilakukan pengkodean data
kualitatif dan mengklasifikasikan kategori jawaban untuk disesuaikan dengan
tujuan penelitian.
31
2. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan porter’s diamond,
metode frekuensi dan crosstabs. Analisis dengan pendekatan porter’s diamond
digunakan untuk menganalisa kondisi dan potensi daya saing pasar tradisional.
Analisis dengan menggunakan metode frekuensi digunakan untuk menjelaskan
berbagai variabel yang berkaitan dengan jumlah dan persentase karakteristik
responden. Sedangkan metode crosstabs digunakan untuk membandingkan antara
IRT yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional dan selain pasar tradisional
dengan kategori yang ditentukan.
3. Model Probit
Model Probit digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi preferensi masyarakat berbelanja di pasar tradisional. Variabel
dependen yang digunakan untuk model Probit dalam penelitian ini adalah
preferensi IRT yang berbelanja ke pasar tradisional. Model Persamaan regresinya
dapat ditulis sebagai berikut:
Y = β1 + β2X1 + β3X2 + β4D1 + β5X3 + β6X4 + β7X5 + β8X6 + β9X7 + β10X8 + β11X9
+ β12X10 + β13D2 + ui………………….......................................................(3.1)
Keterangan :
Y = 1 jika IRT preferensi belanjanya ke pasar tradisional
0 jika IRT preferensi belanjanya selain ke pasar tradisional
X1 = Umur (tahun)
X2 = Pendidikan (tahun)
D1 = Dummy pekerjaan, 1 jika IRT bekerja dan 0 jika IRT tidak bekerja
32
X3 = Pendapatan rata-rata keluarga per bulan (Rupiah)
X4 = Intensitas belanja (kali/bulan)
X5 = Harga barang
Penilaian terhadap variabel ini yaitu skala ordinal yang bernilai 1 hingga
5. Nilai 1 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat tidak setuju
dan nilai 5 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat setuju
terhadap pernyataan “harga barang di pasar tradisional murah”.
X6 = Kualitas barang
Penilaian terhadap variabel ini yaitu skala ordinal yang bernilai 1 hingga
5. Nilai 1 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat tidak setuju
dan nilai 5 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat setuju
terhadap pernyataan “kualitas barang di pasar tradisional baik”.
X7 = Kelengkapan barang
Penilaian terhadap variabel ini yaitu skala ordinal yang bernilai 1 hingga
5. Nilai 1 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat tidak setuju
dan nilai 5 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat setuju
terhadap pernyataan “barang yang dijual dipasar tradisional lengkap”.
X8 = Kebersihan pasar
Penilaian terhadap variabel ini yaitu skala ordinal yang bernilai 1 hingga
5. Nilai 1 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat tidak setuju
dan nilai 5 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat setuju
terhadap pernyataan “kondisi pasar tradisional bersih”.
33
X9 = Kenyamanan pasar
Penilaian terhadap variabel ini yaitu skala ordinal yang bernilai 1 hingga
5. Nilai 1 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat tidak setuju
dan nilai 5 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat setuju
terhadap pernyataan “berbelanja di pasar tradisional merasa nyaman”.
X10 = Keamanan pasar
Penilaian terhadap variabel ini yaitu skala ordinal yang bernilai 1 hingga
5. Nilai 1 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat tidak setuju
dan nilai 5 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat setuju
terhadap pernyataan “berbelanja di pasar tradisional merasa aman”.
D2 = Dummy tempat tinggal
1 jika IRT tinggal di Kota Bogor
0 jika IRT tinggal di Kabupaten Bogor
i = Responden ke-i
ui = error
β1 = Intersep
β2 ...β13 = Koefisien-koefisien estimasi
34
IV. GAMBARAN UMUM PASAR TRADISIONAL
4.1. Gambaran Umum Pasar Tradisional di Indonesia
Kegiatan pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang penting bagi
produsen untuk menyampaikan produk yang dihasilkannya kepada masyarakat
luas. Salah satu sarana pemasaran tersebut adalah melalui pasar. Pasar merupakan
sarana bagi pengecer/peritel dalam melakukan seluruh aktivitasnya yang
berhubungan antara lain dengan penawaran, penjualan barang dan jasanya kepada
konsumen akhir. Istilah aktivitas digunakan oleh karena di dalam perdagangan
eceran/ritel tersebut kegiatan yang lebih daripada sekedar menjual. Aktivitas
tersebut meliputi kegiatan antara lain menangani pemasaran, manajemen
personalia, manajemen operasional, manajemen keuangan, sistem dan prosedur
arus barang dan sebagainya. Kegiatan uasaha perpasaran/ritel baik yang berskala
kecil, menengah maupun besar merupakan bagian dari kegiatan perdagangan jasa
yang memiliki nilai strategis bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini karena
perannya yang dapat mendorong pertumbuhan produksi, distribusi, pemenuhan
kebutuhan konsumen serta penciptaan lapangan kerja (Direktorat Bina Pasar dan
Distribusi, 2005).
4.1.1. Perkembangan Kebijakan untuk Pengembangan Pasar Tradisional Pasar tradisional merupakan sebuah perwujudan eksistensi kegiatan
ekonomi yang telah melembaga lama. Sejak awal kehadiran pasar tradisional
merupakan sarana tempat penjualan barang yang dilaksanakan oleh pedagang
kecil dan menengah dan koperasi dengan konsumen melalui tawar menawar.
Interaksi sosial dan ekonomi yang terjadi turut mendorong perkembangan pasar
35
ini. Di era 70an hingga 80an, pasar tradisional masih memegang peranan yang
dominan dalam formasi pasar nasional yang menyediakan barang-barang
kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat Indonesia.
Upaya pengembangan pasar terus dilakukan oleh pihak pemerintah dengan
mengeluarkan kebijakan yang mendukung pengembangan tersebut. Hal ini
terbukti, pada tahun 1976, pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan
menyediakan sarana usaha perdagangan berupa tempat usaha yang dituangkan
untuk pertama kalinya dalam Instruksi Presiden RI No. 7 Tahun 1976 tentang
Bantuan Pembangunan dan Pemugaran Pasar, yang dikenal sebagai Program
Inpres Pasar. Program Inpres Pasar tersebut diharapkan dapat mewujudkan
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya atau dengan kata lain distribuasi
pendapatan dari kegiatan usaha perdagangan tersebut dapat lebih merata secara
proporsional terutama dalam pemerataan kesempatan berusaha.
Selain itu, Pemerintah juga menyediakan dana untuk membangun Pusat
Pertokoan melalui Inpres Nomor 8 Tahun 1979 tentang Program Bantuan Kredit
Kontruksi Pembangunan dan Pemugaran Pusat Pertokoan/Perbelanjaan/Perdagangann
dan/atau Pertokoan. Tujuan Inpres Pertokoan tersebut adalah untuk membantu
Pemerintah Daerah Tingkat II dan Pemerintah DKI Jakarta menyediakan dana
bagi pembangunan dan pemugaran Pusat Pertokoan, Perbelanjaan, Perdagangan
dan atau Pertokoan yang akan diperuntukkan 60 persen bagi perdagangan
golongan ekonomi lemah dan di kompensasi pula dengan Kredit Investasi Kecil
(KIK) sedangkan 40 persen untuk golongan ekonomi kuat yang akan dibayar
tunai.
36
Adanya kebijakan pemerintah untuk mendirikan atau memugar pasar dan
pertokoan melalui Inpres ini ternyata memberikan dampak yang positif bagi
berkembangnya jumlah pasar tradisional dan pasar swalayan di berbagai ibukota
propinsi dan ibukota kabupaten. Seiring berjalannya waktu, ternyata Program
Inpres ini sudah kurang kondusif bagi pendorong perkembangan pasar khususnya
pasar tradisional. Hal ini karena telah tejadi perubahan tren lingkungan akibat dari
adanya globalisasi. Pasar tradisional kurang cukup antisipatif dalam melihat
perubahan lingkungan yang terjadi sedangkan pasar moderen sendiri dapat
menyesuaikan dengan perubahan lingkungan yang terjadi. Hingga pada
perkembangannya, pasar moderen dapat memperluas usahanya dan menarik
perhatian konsumen Indonesia untuk beralih memenuhi kebutuhannya di pasar
tersebut.
Booming pasar moderen terjadi pada tahun 90an, kehadiran pasar ini telah
memberikan alternatif masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Pada awalnya
target dari pasar ini adalah hanya kalangan menengah ke atas. Pasar modern
kemudian terus berkembang di Indonesia dengan melihat potensi pasar yang
masih sangat besar dalam bisnis ritel ini. Namun, pada tahun 1997, saat krisis
ekonomi terjadi pasar moderen sempat mengalami sedikit guncangan. Tindakan
penjarahan dan pembakaran pusat perbelanjaan saat itu, membuat bisnis ini
mengalami ketidakstabilan. Pada tahun yang sama, pasar tradisional terbukti
masih tetap bertahan dengan kondisi ekonomi yang tidak stabil. Hingga beberapa
tahun setelah krisis terjadi, pasar moderen mulai bangkit kembali dengan konsep-
konsep baru seperti hypermarket, minimarket, dan lain-lain. Target pasarnya pun
37
tak terbatas hanya pada kalangan menengah ke atas saja namun sudah
berkembang ke kalangan menengah ke bawah. Contoh pasar moderen ini adalah
Ramayana dan Robinson.
Liberalisasi perdagangan juga turut mendorong perkembangan pasar
moderen di Indonesia. Pemerintah melalui Keppres No. 118 Tahun 2000 telah
membuka sebagian sektor perdagangan untuk Penanaman Modal Asing (PMA)
seperti perdagangan eceran skala besar (Mall, perdagangan besar,
distributor/wholesaler, perdagangan ekspor dan impor). Sumber daya manusia
yang baik dan manajemen yang profesional mengakibatkan pasar moderen asing
dapat cepat tumbuh dan berkembang. Contohnya adalah Carrefour yang berasal
dari Perancis, Giant dari Malaysia, dan lain-lain. Semakin banyak pemain dalam
bisnis eceran ini menunjukkan persaingan yang semakin ketat baik bagi pasar
moderen lokal maupun pasar tradisional.
Penciptaan sinergi antara pengusaha pasar moderen dengan pedagang kecil
dan menengah, koperasi serta pasar tradisional, maka ditetapkan Keputusan
Bersama Menteri Dalam Negeri No. 145/MPP/Kep/5/97 dan No. 57 Tahun 1997
Tanggal 12 Mei 1997 mengenai Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan.
Tujuan Keputusan Bersama ini adalah untuk menciptakan sinergi antara pasar
moderen dengan pedagang kecil dan menengah, koperasi serta pasar tradisional
dengan kejelasan kewewenangan dalam pengaturan, pembinaan, pengembangan
dan pengendalian pasar moderen. Pada pelaksanaannya, kebijakan ini dirasakan
kurang efektif dalam mengendalikan pasar moderen, bahkan semakin berkembang
38
pesat. Hal ini diduga terdapat indikasi terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan pasar moderen terhadap peraturan tersebut.
Selain itu, kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan pada
Pemerintah Daerah menyebabkan kemudahan akses perizinan pasar moderen yang
tidak lagi harus meminta perizinan kepada Pemerintah Pusat kecuali pada daerah
dan jenis pasar moderen tertentu. Kemudahan akses ini dipergunakan pasar
moderen untuk melebarkan usahanya ke berbagai daerah hingga ke pelosok.
Motivasi Pemerintah Daerah yang besar terhadap upaya peningkatan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) terkadang melupakan pengembangan pasar tradisional yang
telah ada di daerahnya dan menyuburkan pendirian pasar moderen.
Berdasarkan fasilitas yang dimiliki serta luas areal yang dipakai untuk
aktivitas perdagangan eceran, pasar moderen dapat dibedakan menjadi :
1. Hypermarket
Hypermarket adalah toko moderen yang memiliki luas areal diatas 5000
m2 per outletnya dengan variasi jenis barang yang lebih banyak dan pilihan merek
yang lebih luas. Hypermarket dapat menempati Pusat-pusat perdagangan/Pusat
Pasar/Pusat Pertokoan atau gedung yang dibangun sendiri di lokasi khusus.
Konsep yang ditawarkan oleh hypermarket adalah konsep one stop shopping atau
pusat pertokoan yang lengkap yang menyediakan berbagai macam kebutuhan
rumah tangga sehari-hari dimulai dari kebutuhan pokok hingga kebutuhan
sandang. Kepemilikan hypermarket umumnya adalah join venture antara swasta
lokal dengan swasta asing atau kepemilikin asing seperti kepemilikan Giant dan
Carrefour.
39
2. Supermarket
Supermarket adalah toko moderen yang memiliki rata-rata luas antara 600-
1000 m2 yang biasanya berada di mall, pusat perbelanjaan, atau gedung milik
sendiri. Komoditi utama yang biasa dijual umumnya adalah barang-barang/bahan
pangan dan peralatan dapur. Model kepemilikan dari supermarket umumnya
adalah milik swasta baik lokal maupun asing. Milik swasta lokal biasanya berasal
dari kepemilikan kelompok atau group perusahaan yang mendirikan cabang
perusahaan di berbagai daerah seperti Matahari Supermarket, Ramayana
Supermarket, dan lain-lain. Berdasarkan data dari Data Consult (2000)
menunjukkan bahwa supermarkat yang terbanyak dan terluas dibandingkan
dengan supermarket lainnya yang ada di Indonesia adalah Hero yang mempunyai
71 gerai.
3. Department Store
Department store merupakan toko moderen dengan luas area yang
bervariasi, biasanya berhubungan dengan proses retailing, penyortiran barang
konsumsi yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia atau gaya hidup,
self service atau pelayanan penjualan biasanya dibawah satu manajemen umum.
Barang yang dijual di department store umumnya adalah barang-barang sandang
seperti pakaian, sepatu, dan lain-lain. Kepemilikan dari department store biasanya
milik swasta asing dan lokal. Target pasar antara department store asing
umumnya berbeda dengan lokal. Department store asing lebih membidik
masyarakat kalangan menengah ke atas sedangkan department store lokal
umumnya membidik pasar dari masyarakat menengah ke bawah.
40
4. Minimarket
Minimarket adalah pasar swalayan yang berukuran kecil, umumnya
dengan luas antara 100-300 m2 per outlet. Minimarket dapat menempati
pertokoan, perkantoran, mall atau pun gedung sendiri. Minimarket menerapkan
sistem waralaba (franchising) bagi masyarakat yang ingin membuka gerai
minimarket tersebut pada lokasi pilihan. Sistem waralaba (franchising) adalah
perjanjian kontrak dimana perusahaan induk (franchisor) memberi hak kepada
anak perusahaan atau perorangan (franchisee) di bawah kondisi khusus.
Minimarket lebih mudah untuk berekspansi ke berbagai daerah yang ada hingga
ke daerah pemukiman dengan menerapkan sistem ini.
Berdasarkan jenis pasar moderen yang ada, minimarketlah yang
pertumbuhan jumlahnya cukup pesat karena didukung oleh sistem ekspansi yang
mudah dan lahan yang tidak terlalu luas. Contoh minimarket berskala nasional
yang mempunyai outlet yang menyebar hingga ke daerah-daerah pemukiman
yaitu Indomaret dan Alfamart.
4.1.2. Kondisi Umum Pasar Tradisional
Dampak dari perkembangan pasar moderen semakin dirasakan pasar
tradisional dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini. Peranan pasar tradisional
sebagai basis ekonomi rakyat semakin tergeser keberadaannya. Kondisi pasar
tradisional saat ini semakin mengalami penurunan baik segi fisik maupun dari
pola pengelolaannya. Dilihat dari jumlah pasar tradisional di Indonesia, dalam
periode 1995-2005 menunjukkan keadaan yang fluktuatif, dimana jumlah pasar
tradisional memiliki kecenderungan menurun (Tabel 4.1). Laju pertumbuhan
41
jumlah pasar tradisional meningkat dari tahun 1995 ke 2000 sebesar 1,89 persen
sedangkan dari tahun 2000 ke 2005 mengalami penurunan sebesar 29,70 persen.
Kenyataan ini menunjukkan adanya kecenderungan penurunan pertumbuhan pasar
tradisional secara nasional selama jangka waktu 10 tahun terakhir dan juga
menunjukkan bahwa pasar tradisional semakin ditinggalkan oleh konsumennya
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, 2006).
Sedangkan menurut hasil survey lembaga riset AC Nielsen terhadap pasar
moderen dan tradisional di Indonesia menunjukkan tingkat pertumbuhan ritel
tradisional mengalami penurunan dengan nilai pertumbuhan minus 8,10 persen.
Pada tahun 2001 jumlah ritel tradisional berjumlah 1.899.736 kios, namun pada
tahun 2003 mengalami penurunan dengan 1.745.589 kios (Munadiya, 2007).
Tabel 4.1. Jumlah Pasar Tradisional di Indonesia Tahun Jumlah (unit) Laju Pertumbuhan
(persen) 1995 7377 - 2000 7517 1,89 2005 7294 -2,97
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, 2006
Ditinjau dari kondisi fisik, pada umumnya kondisi fisik pasar tradisional
sangat jauh tertinggal bila dibandingkan dengan fisik pasar moderen. Hal ini
disebabkan karena umur fisik pasar tradisional (bangunan dan infrastruktur) relatif
tua yang umumnya berdiri sekitar tahun 1976-1979. APPSI (2005) menyatakan
bahwa sekitar 75 persen dari 13.650 pasar tradisional kondisinya dinilai sudah
tidak layak untuk berdagang. Sedangkan jumlah pasar tradisional yang saat ini
masih layak untuk berdagang maupun dari sisi kenyamanan pengunjung tidak
lebih dari 25 persen. Selain itu, kurangnya perhatian baik dari pemerintah daerah
42
dan pengelola pasar untuk memelihara fisik pasar tradisional. Pemeliharaan yang
kurang serta umur bangunan yang tua menimbulkan kesan pasar tidak terawat,
kumuh, tidak aman dan nyaman. Kondisi tersebut diperparah dengan pola
pengelolaan pasar tradisional masih belum profesional dan transparan. Meskipun
demikian, tidak seluruh pasar tradisional memiliki kondisi fisik yang demikian,
terdapat diantaranya yang masih rapih, bersih dan aman, tetapi masih dengan pola
pengelolaan yang tradisional (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan
Dalam Negeri, 2006).
Jumlah pedagang pasar tradisional di Indonesia saat ini berjumlah
12.650.000. Jumlah pedagang di setiap pasar tradisional pastinya berbeda-beda
tergantung dari masing-masing daya tampung pasar tradisional. Barang yang
diperdagangkan di dalam pasar tradisional umumnya barang-barang kebutuhan
utama rumah tangga yang cepat laku terjual seperti bahan makanan dan minuman
berupa sayur mayur, daging dan ikan, makanan jadi seperti panganan, kue, rokok,
minuman dan barang-barang kebutuhan sehari-hari lainnya. Di samping
kebutuhan rumah tangga, barang dagangan yang dijual di pasar tradisional adalah
barang yang dijual dengan kecepatan sedang seperti, alat perlengkapan dapur,
sedangkan barang lainnya adalah barang yang terjual dengan lamban seperti
tekstil, elektronika, emas dan lain-lain. Waktu operasi pasar tradisional umumnya
dari pagi hingga siang hari (pukul 06.00-12.00), namun ada beberapa pasar
tradisional yang sudah beroperasi dari pukul 00.00.
43
Tabel 4.2. Pangsa Penjualan Barang Kebutuhan Sehari-hari (persen) Tahun Pasar Moderen Pasar Tradisional 2001 24,80 75,20 2002 25,10 74,80 2003 26,30 73,70 2004 30,40 69,60 2005 32,40 67,60
Sumber : AC Nielsen dalam www.bisnis.com, 2006
Berdasarkan Tabel 4.2, sumbangan penjualan barang kebutuhan sehari-
hari di pasar tradisional dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan. Jika
pada tahun 2001 penjualan barang kebutuhan sehari-hari yang dimiliki pasar
tradisional masih menguasai pangsa 75,2 persen dari total penjualan di dalam
negeri, namun pada tahun 2005 pangsanya tinggal 67,6 persen. Menurut AC
Nielsen (2006), penurunan pangsa pasar tradisional ini dipicu oleh beberapa
faktor, antara lain pertumbuhan pasar moderen, perubahan perilaku belanja
konsumen serta stagnasi pasar tradisional sendiri.
4.2. Gambaran Umum Pasar Tradisional di Kota dan Kabupaten Bogor
Kota dan Kabupaten Bogor merupakan bagian dari wilayah Jawa Barat.
Berdasarkan hasil penelitian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perdagangan Dalam Negeri, Jawa Barat merupakan daerah yang memiliki pasar
tradisional yang cenderung menurun secara fluktuatif, semula pada tahun 1995
berjumlah 557 unit kemudian mengalami penurunan jumlah masing-masing
menjadi 541 unit dan 539 unit pada tahun 2000 dan 2005. Data dari Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat menyatakan bahwa pasar tradisional di
daerah Kabupaten Bogor dari tahun 2001 hingga 2004 mengalami stagnasi
sedangkan Kota Bogor mengalami fluktuasi yang kurang signifikan. Wilayah
Kota Bogor memiliki 11 unit pasar tradisional kemudian mengalami peningkatan
44
menjadi 12 unit pada tahun 2002 dan 13 unit pada tahun 2003. Pada tahun 2004
mengalami penurunan dengan jumlah 11 unit. Wilayah Kabupaten Bogor dari
tahun 2001 hingga 2004 memiliki 23 pasar tradisional. Data terakhir dari Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor pada tahun 2007
menyatakan jumlah pasar tradisional di Kota Bogor berjumlah 7 unit, yaitu Pasar
Kebon Kembang (Pasar Anyar), Pasar Baru Bogor, Pasar Jambu Dua, Pasar
Merdeka, Pasar Padasuka, Pasar Sukasari, dan Pasar Gunung Batu.
Kondisi fisik dari pasar-pasar yang ada di Kota maupun Kabupaten Bogor
tak jauh berbeda dengan di daerah-daerah lain di Indonesia yaitu masih terkesan
becek, kotor, bau, semrawut, belum ada pembagian zona komoditi yang jelas, dan
sebagainya. Meskipun ada beberapa pasar yang telah memiliki bangunan baru
seperti Pasar Anyar yang telah beberapa kali mengalami musibah kebakaran
namun tidak merubah pola dan cara perangkat-perangkat internal bekerja. Salah
satu contohnya adalah para pengelola pasar yang belum memperhatikan
kenyamanan pasar bagi pengunjung yang terlihat dari kebersihan pasar yang
kurang diperhatikan dan infrastruktur yang kurang memadai. Selain itu, para
pedagangnya pun masih kurang memperhatikan sistem pelayanan yang baik,
kurang disiplin serta memperhatikan kebersihan di tempatnya berdagang.
45
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Potensi dan Kondisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Pasar Tradisional
Era tahun 70-an pasar tradisional masih memegang peranan yang besar
bagi masyarakat dalam menyediakan berbagai macam kebutuhan. Keberadaan
pasar tradisional di tanah air sebenarnya memiliki potensi yang sangat strategis
dalam memperkuat perekonomian bangsa. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir
ini, pasar tradisional menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan
terutama kontribusinya terhadap penjualan barang kebutuhan sehari-hari yang
semakin menurun. Hal ini bersamaan makin maraknya pasar moderen yang
berkembang di wilayah Indonesia. Implikasinya adalah adanya indikasi penurunan
daya saing pasar tradisional.
Pendekatan porter’s diamond dapat digunakan untuk menganalisa faktor-
faktor yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional. Ilustrasi ringkas dari
analisis daya saing pasar tradisional dengan pendekatan porter’s diamond dapat
dilihat pada Gambar 5.1. Beberapa faktor penentu dari pendekatan porter’s
diamond untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing dari pasar
tradisional adalah sebagai berikut :
a. Kondisi Faktor
Kondisi faktor adalah melihat posisi suatu industri dalam faktor produksi
seperti tenaga kerja yang terampil, infrastruktur, modal, teknologi serta faktor-
faktor alam. Faktor-faktor alam seperti letak strategis wilayah, besarnya jumlah
penduduk, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia.
46
Gambar 5.1. Analisis daya saing pasar tradisional dengan pendekatan porter’s diamond
Strategi perusahaan dan pesaing
Kondisi faktor Kondisi permintaan
Industri pendukung dan terkait
Rantai distribusi barang masih panjang untuk beberapa jenis barang (-)
Menyediakan barang dengan siklus harian sehingga barang lebih segar (+)
Indikator nasional dalam melihat pergerakan tingkat kestabilan harga atau inflasi domestik (+)
Wadah utama penjualan produk-produk kebutuhan pokok (+) Jumlah pasar tradisional yang menyebar ke berbagai daerah (+) Wadah bagi para entrepreneur yang memulai usahanya dengan
modal sendiri (+) Jumlah pedagang pasar tradisional yang mencapai 12,6 juta (+) Kualitas SDM (pedagang dan pengelola pasar) masih kurang
baik dan profesional (-) Umumnya pedagang memiliki modal yang relatif kecil (-) Citra buruk seperti bau, becek, kotor, dll dimata konsumen (-) Bangunan pasar sebagian besar sudah relatif tua, terkesan
kumuh, semrawut dan banyak bagian bangunan yang sudah rusak (-)
Infrasruktur yang masih kurang baik dan memadai (-)
Brand image bahwa pasar tradisional menjual barang dengan harga yang murah (+)
Konsep tawar menawar (+) Masih mengabaikan sistem pelayanan yang baik
untuk para pembelinya (-) Struktur dari bisnis eceran ini lebih mendekati
pasar persaingan sempurna (+) Belum ada aturan yang jelas dan tegas seperti
peraturan presiden mengenai lokasi, komoditi, waktu operasi. dan jarak antara pasar moderen dan pasar tradisional (-)
Kebijakan yang tidak sinergis dan koordinatif antara pemerintah pusat dan daerah tentang perizinan pasar moderen (-)
Belum tersosialisasinya bantuan kredit untuk para pedagang kecil baik yang berasal dari pemerintah maupun lembaga keuangan yang lain (-)
Pasar tradisional kurang dapat bersaing dengan pasar moderen (-)
Jumlah penduduk yang besar sekitar 220 juta jiwa (+)
Pendapatan perkapita masyarakat yang meningkat (+)
Hari-hari besar seperti Idul Fitri, dll (+)
Produk yang berkualitas terutama produk-produk segar (+)
Masih beredarnya produk-produk yang mengandung bahan kimia berbahaya (-)
Belum dapat memenuhi tuntutan diluar sisi harga seperti kenyamanan, pelayanan, dll (-)
47
Hingga saat ini pasar tradisional masih menjadi indikator nasional dalam
melihat pergerakan tingkat kestabilan harga atau inflasi domestik (Departemen
Perdagangan, 2006). Informasi tingkat inflasi domestik ini tentunya sangat
bermanfaat bagi pemerintah dan para pelaku ekonomi lainnya dalam menentukan
tindakan maupun kebijakan ekonomi yang akan diambil. Salah satu contohnya
adalah dalam mengendalikan tingkat harga akibat terjadinya kenaikan harga
barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, dan lain-lain
biasanya pemerintah sebagai fasilitator memanfaatkan pasar tradisional dalam
melaksanakan operasi pasar.
Pasar tradisional masih merupakan wadah utama penjualan produk-produk
kebutuhan pokok yang dihasilkan oleh para pelaku ekonomi berskala kecil serta
mikro yang tidak memungut beban pemasokan barang. Mereka adalah para petani,
nelayan, pengrajin dan home industry. Jumlah mereka adalah puluhan juta dan
sangat menyandarkan hidupnya kepada pasar tradisional (Departemen
Perdagangan, 2006). Hal ini mengisyaratkan bahwa pasar tradisional masih
berperan penting bagi para produsen kecil dalam menyalurkan barangnya kepada
masyarakat. Dengan kata lain, pasar tradisional merupakan tempat nafkah bagi
produsen kecil untuk dapat tetap menghidupi diri dan keluarganya.
Jumlah pasar tradisional yang menyebar ke berbagai daerah baik di desa
maupun di kota, memberikan peluang yang besar bagi masyarakat untuk
berkunjung dan berbelanja memenuhi kebutuhan rumah tangganya di pasar
tersebut. Lokasi pasar ini umumnya berdekatan dengan pemukiman warga
sehingga memudahkan akses warga untuk berbelanja di pasar tersebut. Selain itu,
48
beragamnya barang yang dijual di pasar tradisional memberikan manfaat
tersendiri bagi konsumen karena segala keperluan rumah tangga dan kebutuhan
sehari-harinya dapat dipenuhi di pasar tersebut tanpa harus mencari di
tempat/pasar yang lain.
Pasar tradisional merupakan kumpulan para entrepreneur dan calon
entrepreneur yang pada umumnya menggunakan modal sendiri dalam memulai
usahanya (Departemen Perdagangan, 2006). Pernyataan ini mengisyaratkan
bahwa terdapat bibit-bibit entrepreneur yang tumbuh di pasar tradisional sehingga
hal ini akan mendorong upaya penciptaan perekonomian yang tangguh dan
mandiri. Para entrepreneur ini pada dasarnya telah memiliki jiwa-jiwa
entrepreneur yang dapat dilihat dari salah satunya adalah keberanian mereka
untuk memulai usaha dan menanggung resiko dari usahanya. Jiwa entrepreneur
yang telah terbentuk ini seyogyanya terus bisa diberdayakan dan dikembangkan
sehingga para entrepreneur tersebut semakin handal dalam bidangnya.
Bangunan pasar tradisional yang ada di Indonesia sebagian besar sudah
relatif tua, terkesan kumuh, semrawut dan banyak bagian bangunan yang sudah
rusak. Padahal kondisi bangunan yang baik, bagus dan kuat akan memberikan
kesan yang nyaman dan enak dipandang sehingga konsumen bisa merasa betah
dan nyaman. Kondisi bangunan yang kurang baik di sebagian pasar tradisional
tentunya akan memberikan efek kekurangnyamanan pengunjung.
Kondisi infrastruktur yang jauh dari memadai memberikan implikasi bagi
persepsi konsumen yang akan merasakan ketidaknyamanan dalam berbelanja di
pasar tradisional. Padahal jika pasar tradisional memiliki infrastruktur yang baik,
49
maka konsumen pun akan merasa senang dan berminat untuk kembali berbelanja
di pasar ini. Infrastruktur yang kurang baik di pasar tradisional umumnya adalah
lahan parkir yang masih sempit, pencahayaan, sirkulasi udara dan sistem drainase
yang kurang baik, saluran air bersih dan kotor yang tidak terawat dan kurang
memadai, fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti ATM, toilet dan tempat
ibadah kurang memadai. Perbaikan terhadap infrastruktur di pasar tradisional ini
dapat mendorong kenyamanan masyarakat dalam berbelanja di pasar tersebut.
Citra yang baik di mata konsumen tentang sebuah pasar merupakan salah
satu pertimbangan konsumen dalam memutuskan tempat belanjanya. Kebanyakan
konsumen Indonesia telah memiliki persepsi yang kurang baik terhadap citra
pasar tradisional. Ketika berbicara mengenai pasar tradisional yang ada dibenak
para konsumen adalah becek, kotor, bau, semrawut, terlalu ramai, tidak aman,
panas dan lain-lain. Pola pikir yang telah terbentuk tersebut menyebabkan pasar
tradisional sulit untuk menarik konsumen kalangan menengah ke atas dan sulit
berhadapan langsung dengan pasar moderen yang memberikan kenyamanan jauh
dari pasar tradisional. Perubahan citra terhadap pasar tradisional perlu dilakukan
secara bertahap agar pasar tradisional tidak kehilangan konsumennya.
Sumber daya manusia yang tangguh dan berkualitas merupakan modal
yang baik untuk dapat mengembangkan sebuah pasar. Hal ini tak hanya dilihat
dari manajemen pengelola pasar tetapi juga dari sisi pedagang sebagai pelaku
yang langsung berhubungan dengan konsumen akhir. Jumlah pedagang pasar
tradisional yang mencapai 12,60 juta merupakan aset yang cukup besar bagi
kontribusi peningkatan penerimaan negara. Jika pedagang yang banyak ini
50
memiliki kualitas yang baik, maka akan berpengaruh pada peningkatan
perdagangan eceran melalui pasar tradisional. Pasar tradisional pun akan memiliki
peran yang semakin strategis dalam pemberdayaan masyarakat dan perkembangan
ekonomi suatu wilayah. Namun, kenyataannya para pedagang di pasar tradisional
masih kurang profesional dalam mengelola barang dagangannya, diantaranya
adalah pedagang pasar masih kurang apik dalam menjaga kebersihan barang
dagangannya dan penampilan dari pedagang sendiri, pedagang belum cukup
pandai dalam melihat perubahan tuntutan konsumen yang terjadi dan kurangnya
pengetahuan mengenai peraturan perlindungan konsumen, kebanyakan pedagang
belum memenuhi standar mutu dari produk yang dijualnya dan terkadang kurang
transparan mengenai kondisi mutu produknya dan keakuratan timbangan,
kesadaran yang rendah terhadap kedisiplinan, kebersihan dan ketertiban.
Pihak pengelola pasar pun kurang memiliki keahlian dan keprofesionalan
dalam mengelola sebuah pasar. Banyak pengelola pasar belum berfungsi dan
bertugas secara efektif. Hal ini dapat dilihat dari pengelola pasar yang belum
memikirkan kenyamanan dan kepentingan pedagang dan pengunjung pasar
terutama dalam hal ketidakmampuan pengelola dalam merawat sarana fisik,
fasilitas umum, penyediaan fasilitas dan infrastruktur yang baik, kurang
transparan dan profesional dalam pengelolaan dana terutama dana retribusi yang
dipungut dari para pedagang, belum memiliki wawasan yang memadai dalam
mengembangkan pasar yang dikelolanya dan kreatif dalam melihat perubahan tren
perdagangan eceran yang terjadi saat ini, belum cukup tegas dalam menegakkan
peraturan yang berlaku dan mengakomodir kepentingan pedagang informal
51
disekitar pasar. dan infrastruktur pasar, serta penataan kios/lapak yang tidak
beraturan (Departemen Perdagangan, 2006). Padahal terkait masalah fasillitas,
sarana dan prasarana merupakan tanggung jawab pengelola pasar dalam
memberikan keamanan, kenyamanan, kebersihan, keindahan sebuah pasar kepada
para pengunjungnya terutama konsumen pasar tradisional.
Modal merupakan faktor yang besar yang mempengaruhi seorang
pedagang untuk mengembangkan usahanya. Para pedagang yang terdapat di pasar
tradisional umumnya memiliki modal yang relatif kecil dan hanya sebagian kecil
yang mempunyai modal yang cukup besar. Keterbatasan dalam permodalan ini
dapat menjadi salah satu penyebab seorang pedagang tidak dapat mengembangkan
usahanya.
Akses informasi dan pengetahuan yang kurang memadai bagi pengelola
pasar maupun pedagang menyulitkan pasar tersebut untuk tumbuh dan
berkembang di era persaingan yang ketat dalam perdagangan eceran ini.
Kurangnya pemahaman mengenai peraturan perlindungan konsumen
menyebabkan pedagang kurang teliti dalam melihat kualitas barang yang
dijualnya, apakah barang yang dijualnya aman dari berbagai kandungan zat kimia
yang berbahaya atau apakah memang barangnya sudah layak untuk dijual.
Kurangnya informasi dan pengetahuan pengelola dalam mengembangkan dan
mengelola pasar dengan baik menyebabkan ketidakmampuan pasar tradisional
menangkap perubahan tren lingkungan yang terjadi.
52
b. Kondisi Permintaan
Kondisi permintaan merupakan sifat dari permintaan pasar asal untuk
barang dan jasa industri. Jumlah penduduk yang besar merupakan peluang yang
baik bagi perkembangan bisnis eceran terutama pasar tradisional. Bagi pasar
tradisional, jumlah penduduk yang besar sekitar 220 juta jiwa dapat menjadi target
yang potensial dalam rangka meningkatkan volume penjualan di pasar tersebut.
Semakin besar jumlah penduduk berarti juga semakin besar kebutuhannya dalam
memenuhi keperluan hidupnya sehari-hari yang dapat dipenuhi dengan berbelanja
di pasar tersebut.
Pendapatan perkapita masyarakat yang semakin meningkat
mengindikasikan semakin besarnya daya beli masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan sehari-harinya, sehingga dengan kondisi ini akan memberikan dampak
positif bagi pasar tradisional sebagai saluran distribusi yang menyediakan barang-
barang kebutuhan sehari-hari. Hal ini tentunya diasumsikan jika masyarakat lebih
memilih pasar tradisional dalam memenuhi kebutuhannya.
Hari-hari besar juga turut mendukung meningkatnya permintaan terhadap
suatu produk sehingga meningkatkan peran pasar tradisional sebagai penyedia
produk yang diinginkan masyarakat. Fenomena yang terjadi ketika hari-hari besar
tiba seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha dan lain-lain akan meningkatkan
volume barang yang dibutuhkan terutama barang-barang pangan. Dalam
memenuhi kebutuhannya tersebut, umumnya masyarakat berbelanja di pasar
tradisional.
53
Semakin globalnya kehidupan dan semakin besarnya dinamika kehidupan
menyebabkan perubahan perilaku konsumen dalam berbelanja yang sekarang ini
lebih menuntut produk yang berkualitas, aman dari bahan kimia yang berbahaya,
dan lain-lain. Pasar tradisional dituntut untuk dapat menjual produk seperti yang
mereka inginkan. Pasar tradisional masih dapat memenuhi tuntutan masyarakat
dengan menyediakan produk yang berkualitas terutama produk-produk segar
seperti sayur mayur, daging, ikan dan ayam. Saat ini pasar tradisional masih
bermasalah dengan beredarnya produk-produk yang mengandung bahan kimia
berbahaya seperti mie basah dan tahu yang mengandung formalin. Jika pasar
tradisional dapat memenuhi permintaan konsumen dan dapat memberikan harga
yang cukup bersaing maka hal ini tentu sangat baik dalam mendorong
peningkatan daya saing pasar tersebut
Perubahan selera dan atmosfer lingkungan akibat globalisasi menyebabkan
konsumen semakin menuntut sebuah pasar atau tempat berbelanja yang tidak
hanya sekedar memenuhi barang kebutuhan sehari-harinya tetapi juga dari sisi
lain seperti kenyamanan, kebersihan, pelayanan dan lain-lain. Pada umumnya
sebagian besar pasar tradisional belum dapat memenuhi tuntutan ini. Hal ini
karena terbatasnya perhatian pengelola pasar untuk memelihara bangunan pasar
dan kurang pedulinya pengelola dan pedagang sendiri dalam memberikan
kenyamanan bagi konsumen.
c. Strategi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan
Strategi yang masih dimiliki pasar tradisional saat ini adalah brand image
bahwa pasar tradisional menjual barang dengan harga yang murah. Brand image
54
bahwa pasar tradisional menjual barang dengan harga murah dimata masyarakat
diantaranya terbentuk dari pembelian barang dalam jumlah fleksibel dan bisa
ditawar. Hal ini juga didukung oleh hasil survei AC Nielsen di beberapa kota
besar di Indonesia bahwa pasar tradisional masih memiliki keunggulan dalam hal
harga. Alasan konsumen untuk tetap mengunjungi pasar tradisional adalah 80%
responden menyatakan bahwa pasar tradisional masih menawarkan harga yang
lebih murah. Strategi harga ini seyogyanya dapat terus dipertahankan agar pasar
tradisional dapat tetap eksis dan tidak ditinggalkan oleh konsumennya.
Konsep tradisional seperti tawar menawar merupakan salah satu strategi
yang juga dimiliki oleh pasar tradisional. Adanya interaksi dan hubungan dialogis
antara pembeli dan penjual akan menciptakan keakraban dan kepuasaan tersendiri
bagi konsumen yang menyukai konsep tawar menawar sehingga istilah
”langganan” bisa terbentuk. Para pelaku pasar tersebut tidak hanya berkomunikasi
masalah barang yang diperdagangkan tetapi juga menyangkut hal yang lain. Hal
ini dapat memberikan pengaruh positif untuk mendorong konsumennya kembali
lagi berbelanja ke pasar tradisional.
Strategi dari pedagang pasar tradisional sendiri masih mengabaikan sistem
pelayanan yang baik untuk para pembelinya. Terkadang ada pedagang yang tidak
ramah dan tidak memperhatikan etika atau tata krama dalam interaksinya dengan
pembeli. Padahal jika strategi pelayanan yang baik diberikan kepada
konsumennya, hal ini akan memberikan kesan dan citra yang baik. Kesan yang
baik akan mendorong konsumen untuk berbelanja kembali ke pasar tradisional.
55
Strategi yang dilakukan oleh pesaing seperti pasar moderen lebih aktif,
kreatif dan terpadu untuk dapat menarik perhatian konsumen Indonesia. Dimulai
dari promosi di iklan, media elektronik, spanduk, brosur, sampai potongan
harga/diskon telah dilakukan oleh pasar moderen. Dana yang dikeluarkan untuk
pemasaran pun tak sedikit untuk bisa menghasilkan sesuatu yang lebih banyak
dalam hal ini agar semakin banyak konsumen yang tertarik berbelanja di pasar
moderen.
Strategi dari sisi Pemerintah dalam menangani persaingan antara pasar
tradisional dan moderen belum cukup membantu bagi perkembangan pasar
tradisional. Sampai saat ini belum ada aturan yang jelas dan tegas seperti
peraturan presiden mengenai lokasi, komoditi, waktu operasi. dan jarak antara
pasar moderen dan pasar tradisional. Peraturan yang ada hanya sebatas tingkat
keputusan menteri yang belum cukup efektif untuk dapat ditaati terutama
Pemerintah Daerah. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Daerah menganggap
bahwa kekuatan peraturan dari keputusan menteri yang ada setara dengan
peraturan daerah yang acapkali diabaikan demi kepentingan pengembangan
daerahnya. Sebagai salah satu contoh, dalam perizinan pembangunan pasar
moderen di wilayah tingkat II, pemerintah daerah terkadang mengizinkan pasar
moderen untuk berdiri di daerahnya tanpa ada izin khusus dari Menteri
Perdagangan. Padahal dalam Keputusan Menteri Nomor 145/MPP/Kep/5/97 dan
Nomor 57 tahun 1997 pasal 4 ayat 1 menyatakan penetapan lokasi pasar moderen
di daerah tingkat II harus memperoleh izin secara khusus dari Menteri
Perdagangan.
56
Kebijakan yang tidak sinergis dan koordinatif antara pemerintah pusat dan
daerah dalam hal perizinan pertokoan moderen sehingga terkesan tumpang tindih
juga turut mendorong posisi pasar tradisional semakin terjepit. Selain itu, belum
tersosialisasinya bantuan kredit untuk para pedagang kecil baik yang berasal dari
pemerintah maupun lembaga keuangan yang lain menyumbangkan kestagnanan
para pedagang untuk dapat mengembangkan usahanya (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, 2006).
Struktur dari bisnis eceran ini lebih mendekati pasar persaingan sempurna.
Hal ini dapat ditunjukkan dengan mudahnya perusahaan/pedagang untuk
memasuki pasar bisnis eceran, barang yang diperjualbelikan bersifat homogen
baik di pasar tradisional maupun di pasar moderen, banyaknya penjual dan
pembeli (tidak ada batasan berapa banyak pedagang yang harus ada di bisnis ini
dan pembeli merupakan pelaku yang memang membutuhkan barang yang dijual
pasar tradisional maupun moderen), dan sebagainya.
Persaingan yang terjadi dalam bisnis ini sangat dirasakan antara pasar
tradisional dengan pasar moderen. Saat ini, pasar moderen seperti hypermarket
sangat memberikan nuansa dan konsep yang berbeda yaitu konsep one stop
shoppingnya yang dalam kurun waktu terakhir ini dapat menyedot konsumen dari
berbagai kalangan. Pesaing dari pasar moderen ini semakin ekspansif dalam
mengembangkan usahanya dan semakin kreatif dalam menarik minat konsumen
untuk berbelanja di pasar tersebut. Persaingan yang terjadi terutama dalam hal
harga dan komoditi yang diperjualbelikan.
57
Sisi positifnya adalah masing-masing pasar akan memberikan pelayanan
yang terbaik kepada konsumennya dan menawarkan harga yang murah bagi
konsumen. Hal ini tentu dapat memicu pasar tradisional untuk dapat
meningkatkaa daya saingnya jika ingin tetap bertahan dalam persaingan di bisnis
eceran ini. Keuntungan bagi konsumen lainnya dari adanya persaingan ini adalah
konsumen dapat memilih berbagai alternatif tempat berbelanja sesuai dengan
keinginannya. Sedangkan sisi negatifnya bagi pasar tradisional adalah jika pasar
tradisional tidak tanggap dan masih berdiam diri tanpa melakukan perubahan
untuk meningkatkan daya saingnya, maka pasar tradisional dapat keluar dari
persaingan. Artinya adalah pasar tradisional tidak dapat eksis dalam persaingan
ini.
d. Indutri Pemasok dan terkait
Pemasok merupakan salah satu pihak pendukung yang penting bagi bisnis
eceran dalam menyediakan pasokan barang-barang yang akan dijual di pasar
tradisional. Rantai distribusi pasar tradisional untuk saat ini masih panjang untuk
beberapa jenis barang sehingga menyebabkan inefisiensi. Hal ini tentu berdampak
pada mahalnya harga jual pada beberapa barang dan terkadang kualitas barang
tidak terjaga dengan baik. Sedangkan pasar moderen, rantai distribusinya hanya
melalui dua tahap dari produsen langsung ke distribution centre masing-masing
pasar moderen sehingga biaya transportasi, tenaga, waktu bisa lebih efisien dan
harga jual pun relatif lebih murah. Namun, umumnya pemasok barang-barang di
pasar tradisional menyediakan barang dalam siklus harian sehingga barang-barang
yang dijual dapat lebih segar.
58
27%
51%
13%
8% 1%
21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun 61-70 tahun
5.2. Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja Kebutuhan Sehari-hari
5.2.1. Karekteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) yang
tinggal di kota dan kabupaten Bogor. Berdasarkan Gambar 5.2., usia IRT yang
menjadi responden sebagian besar berusia 31-40 tahun (51 persen) dan yang
paling kecil adalah berusia 61-70 tahun (1 persen).
Gambar 5.2. Usia Responden Pada Gambar 5.3., sebagian besar tingkat pendidikan dari responden
adalah tamatan SMU (32 persen) sedangkan tingkat pendidikan yang paling kecil
respondennya adalah tamatan S2 (2,1 persen). Hal ini terkait dengan tamatan S2
yang jarang ditemui di lokasi pengambilan contoh yaitu tempat-tempat umum.
Gambar 5.3. Pendidikan Responden
0
5
10
15
20
25
30
35
TamatSD
TamatSLTP
TamatSMU
TamatDiploma
Tamat S1 Tamat S2
Persen
59
Pekerjaan responden sebagian besar adalah IRT yang tidak bekerja (51
persen). Sedangkan IRT yang bekerja sebagai pegawai negeri, buruh, guru,
karyawan honorer, wiraswasta, dan sebagainya sebanyak 48 persen (Gambar 5.4.).
Gambar 5.4. Pekerjaan Responden
Pendapatan rata-rata keluarga perbulan responden sebagian besar
berjumlah kurang dari satu juta sebanyak 41 persen. Sedangkan responden yang
pendapatan rata-rata keluarganya perbulan lebih dari lima juta mempunyai
persentase peling kecil sebesar 2 persen (Gambar 5.5.).
Gambar 5.5. Pendapatan Rata-Rata Keluarga Perbulan
5.2.2. Hubungan Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja dengan Faktor
Pribadi, Pola dan Perilaku Belanja
Preferensi masyarakat dalam berbelanja kebutuhan sehari-hari dipengaruhi
oleh berbagai faktor baik yang sifatnya internal maupun eksternal. Setiap Ibu
46.547
47.548
48.549
49.550
50.551
51.5
IRT tidak bekerja IRT yang bekerja
Persen
41%
30%
16%
4%
7% 2%
< 1 juta 1-2 juta 2-3 juta 3-4 juta 4-5 juta > 5 juta
60
Rumah Tangga (IRT) tidak bebas untuk melakukan segala sesuatu yang
diinginkan karena terkendala oleh waktu, pendapatan, pekerjaan yang merupakan
bagian dari faktor pribadi dan banyak faktor lain dalam menentukan pilihannya
berbelanja. Penjelasan mengenai hubungan antara preferensi belanja dengan
kategori tertentu dengan mengelompokkan preferensi masyarakat yang belanjanya
ke pasar tradisional, pasar moderen dan lainnya (dalam artian selain pasar
tradisional dan pasar moderen, contohnya warung). Hal ini dilakukan agar dapat
melihat karakteristik yang lebih spesifik dari masing-masing preferensi
masyarakat dalam berbelanja.
Tabel 5.1. Hubungan antara Preferensi Belanja dengan Pekerjaan Pekerjaan (persen) Preferensi masyarakat
dalam berbelanja IRT yang tidak bekerja IRT yang bekerja Pasar Moderen 41.40 58.60 Pasar Tradisional 45.20 54.80 Lainnya 73.10 26.90
Berdasarkan Tabel 5.1, baik IRT yang preferensi belanjanya ke pasar
moderen maupun pasar tradisional sebagian besar merupakan IRT yang bekerja
(58,60 persen). Sedangkan IRT yang preferensi belanjanya ke selain pasar
tradisional dan pasar moderen (seperti warung) umumnya IRT yang tidak bekerja
(73,10 persen). Hal ini dikarenakan IRT yang tidak bekerja biasanya terkendala
dalam masalah jarak yang jauh dari tempat tinggalnya ke kedua pasar tersebut,
keefisienan waktu dan biaya terutama biaya transportasi serta ada kaitannya
dengan motivasi IRT dalam berbelanja. Kaitannya dengan motivasi berbelanja
dibuktikan dari hasil survei bahwa IRT yang preferensi belanjanya ke pasar
moderen dan pasar tradisional sebagian besar mempunyai motivasi berbelanja
61
yaitu belanja barang sekaligus jalan-jalan (53 persen) sedangkan IRT yang
preferensi belanjanya ke selain pasar tradisional dan pasar moderen (seperti
warung) mempunyai motivasi hanya belanja barang tertentu saja (73,10 persen).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IRT yang preferensi belanjanya
ke pasar moderen didominasi oleh IRT yang pendapatannya kurang dari satu juta
hingga tiga juta masing-masing sebesar 27,60 persen. Hal ini dapat menunjukkan
bahwa pasar moderen telah dapat menggarap konsumen dari berbagai kalangan
termasuk kalangan berpendapatan rendah seperti IRT yang berpendapatan kurang
dari satu juta. IRT yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional didominasi oleh
IRT yang memiliki pendapatan kurang dari satu juta sebesar 42,90 persen.
Dominasi kalangan IRT yang berpendapatan di bawah satu juta ini menunjukkan
bahwa pasar tradisional masih memiliki brand image harga lebih murah sehingga
terjangkau bagi kalangan tersebut. Brand image ini diduga bisa disebabkan karena
faktor pembelian barang dalam jumlah fleksibel dan bisa ditawar di pasar
tradisional.
Tabel 5.2. Hubungan antara Preferensi Belanja dengan Pendapatan Pendapatan (persen) Preferensi
masyarakat dalam berbelanja < 1 juta 1-2 juta 2-3 juta 3-4 juta 4-5 juta > 5 juta
Pasar Moderen 27.60 27.60 27.60 3.40 13.80 .00 Pasar Tradisional 42.90 23.80 16.70 4.80 7.10 4.80 Lainnya 53.80 38.50 3.80 3.80 .00 .00
Bagi IRT yang preferensi belanjanya ke selain pasar tradisional dan pasar
moderen (seperti warung) didominasi oleh IRT yang berpendapatan di bawah satu
juta sebesar 53,80 persen yang dapat dilihat pada Tabel 5.2, upah/gaji yang
diperoleh pada umumnya adalah gaji harian dan biasanya mereka terkendala
62
dalam masalah biaya transportasi yang akan menjadi beban pengeluaran sehingga
seperti warunglah yang menjadi tempat pilihan belanja relevan bagi mereka.
Berdasarkan Tabel 5.3, IRT yang preferensi belanjanya ke pasar moderen
sebagian besar mempunyai pola belanja bulanan (58,60 persen). IRT ini
umumnya adalah wanita yang bekerja sehingga mempunyai waktu luang yang
sempit untuk melakukan aktivitas belanja dibandingkan dengan IRT yang tidak
bekerja dan biasanya barang kebutuhan yang dibeli adalah barang atau produk
yang tahan lama.
Tabel 5.3. Hubungan antara Preferensi Belanja dengan Pola Belanja Pola belanja
Preferensi masyarakat dalam berbelanja Belanja harian
Belanja mingguan
Belanja bulanan
Pasar Moderen 3.40 37.90 58.60 Pasar Tradisional 35.70 45.20 19.00 Lainnya 92.30 .00 7.70
IRT yang preferensi belanja ke pasar tradisional sebagian besar
mempunyai pola belanja mingguan (45,20 persen). IRT ini biasanya membeli
kebutuhannya dalam jumlah relatif banyak terutama bahan pangan seperti sayur
mayur, buah-buahan, daging dan ikan yang dapat disimpan dalam lemari es.
Selain karena IRT ini mempunyai waktu yang relatif sempit, pola belanja
mingguan dapat menghemat biaya transportasi dan tenaga.
IRT yang preferensi belanjanya ke selain pasar tradisional dan pasar
moderen (seperti warung) sebagian besar mempunyai pola belanja harian (92,30
persen). Hal ini terkait dengan upah atau gaji yang didapat keluarga biasanya
adalah gaji harian sehingga IRT yang preferensi belanjanya ke selain pasar
tradisional dan pasar moderen (seperti warung) lebih memilih belanja dengan
siklus harian. Selain itu, dengan melakukan pola belanja harian, mereka tak perlu
63
lagi mengeluarkan biaya transportasi ke pasar karena cukup hanya berjalan kaki
ke warung yang dituju. Umumnya biaya ini memang bisa memberatkan karena
setiap hari harus dikeluarkan. Berdasarkan hasil survei, bagi IRT yang preferensi
belanjanya ke selain pasar tradisional dan pasar moderen (seperti warung)
memang sebagian besar berjalan kaki ke warung yang dituju (96,20 persen).
Sedangkan untuk IRT yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional maupun
moderen sebagian besar menggunakan kendaraan umum yang dapat dilihat pada
Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Hubungan antara Preferensi dengan Kendaraan yang Digunakan Kendaraan yang Digunakan (persen)
Preferensi Masyarakat Dalam Berbelanja
Jalan Kaki
Motor
Mobil
Kendaraan Umum
Pasar moderen 13.80 34.50 10.30 41.40Pasar tradisional 26.20 11.90 11.90 50Lainnya 96.20 3.80 .00 .00
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IRT yang preferensi belanjanya
baik di pasar moderen, pasar tradisional maupun lainnya seperti warung sebagian
besar jarang membeli barang yang diluar rencana ketika berbelanja (Tabel 5.5).
Hal ini menunjukkan impuls buying atau rangsangan karena melihat display dari
berbagai produk yang dijual di masing-masing tempat kurang berpengaruh bagi
IRT untuk belanja diluar rencana. Salah satu penyebabnya adalah adanya kendala
dalam budget yang dikeluarkan. IRT dituntut untuk lebih arif dan hemat dalam
mengeluarkan uang untuk keperluan kebutuhan rumah tangganya.
Tabel 5.5. Berbelanja di luar Rencana atau Tidak Terduga (Impuls buying) Impuls Tidak ada pilihan Selalu Sering Jarang Tidak
Pernah Jumlah 3 9 27 55 3 Persen 3.10 9.30 27.80 56.70 3.10
64
Baik responden yang tinggal di Kota maupun Kabupaten Bogor khususnya
untuk IRT yang preferensi belanjanya ke pasar moderen, dari sepuluh nama pasar
moderen IRT paling banyak memilih Yogya sebagai tempat berbelanja yang
mereka datangi dengan persentase sebesar 20,70 persen. Urutan selanjutnya
adalah Ramayana Supermarket (17,20 persen), Indomaret (13,80 persen), Al-
Amien Swalayan (13,80 persen), Giant (6,90 persen), Superindo (6,90 persen),
Carrefour (3,40 persen), Ngesti (3,40 persen) dan Amanah Swalayan (3,40
persen).
Tabel 5.6. Hubungan Preferensi ke-1 dan Preferensi ke-2 Masyarakat dalam Berbelanja
Preferensi ke-2 (persen) Preferensi ke-1 masyarakat dalam berbelanja
Warung
Pasar Tradisional
Pasar Moderen
Grosiran
Tidak ada Preferensi
Pasar moderen 43.30 36.70 13.30 3.30 3.30Pasar Tradisional 21.40 4.80 71.4 2.40 0Lainnya 4.00 48.00 44.00 .00 4.00
Berdasarkan Tabel 5.6 IRT yang preferensi pertama belanjanya ke pasar
moderen, sebagian besar preferensi keduanya adalah selain pasar tradisional dan
pasar moderen (seperti warung) sebesar 43,40 persen. IRT yang preferensinya ke
pasar moderen umumnya wanita yang bekerja yang mempunyai waktu luang yang
relatif sempit sehingga warung merupakan preferensi kedua yang cukup relevan
untuk memenuhi kebutuhannya. Waktu yang diperlukan pun untuk belanja di
selain pasar tradisional dan pasar moderen (seperti warung) relatif singkat, jarak
pun terjangkau karena biasanya dekat dengan tempat tinggal dan tidak
membutuhkan banyak tenaga serta biaya transportasi untuk dikeluarkan.
IRT yang preferensi pertama belanjanya ke pasar tradisional sebagian
besar preferensi keduanya adalah pasar moderen (71,40 persen). Pelayanan,
65
18.9731.03 36.21
65.45
32.76
010203040506070
Harga
tidak
pasti
Produk
tidak
terja
min
Sulit m
enem
ukan
kios
Becek
, koto
r, ba
u, dll
Kurang
aman
persen
kenyamanan dan fasilitas pendukung yang ada di tempat tersebut cukup menarik
perhatian IRT untuk memilihnya sebagai tempat yang relevan memenuhi
kebutuhannya. Sedangkan IRT yang preferensi pertama belanjanya ke selain pasar
tradisional dan pasar moderen (seperti warung) sebagian besar preferensi
keduanya adalah pasar tradisional (48 persen). Pasar tradisional merupakan
preferensi kedua dalam berbelanja karena IRT ini menilai harga yang relatif
murah, terjangkau, pembelian fleksibel dan harga bisa ditawar merupakan alasan
bagi mereka untuk memilih pasar tradisional sebagai tempat belanja yang cukup
relevan dengan kondisi keuangan mereka.
Gambar 5.6. Alasan Konsumen Kurang Menyukai Belanja di Pasar Tradisional
Pada Gambar 5.6 alasan konsumen kurang menyukai belanja di pasar
tradisional yang pertama seperti becek, kotor, dan bau dengan persentasenya
sebesar 65,45 persen. Kondisi tersebut membuat enggan sebagian besar konsumen
untuk berkunjung ke pasar tradisional dan memilih tempat lain yang lebih nyaman
dalam berbelanja.
Berdasarkan uraian diatas, pasar tradisional masih mempunyai peluang
untuk dapat menggarap konsumennya dari berbagai segmen pendapatan keluarga
66
IRT. Hal ini terlihat pada Tabel 5.2 yang menunjukkan bahwa hampir setiap
segmen pendapatan mempunyai preferensi belanja ke pasar tradisional. Selain itu,
anggapan bahwa pasar tradisional lebih disukai oleh kalangan IRT yang tidak
bekerja tak selamanya benar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IRT yang
bekerja ternyata juga mempunyai preferensi belanja ke pasar tradisional dan
persentasenya lebih besar dibandingkan dengan IRT yang tidak bekerja.
Berdasarkan Tabel 5.1 preferensi IRT yang belanjanya ke pasar tradisional
memiliki perbedaan persentase yang kecil antara IRT yang bekerja dan tidak
bekerja sebesar 9,80 persen. Hal ini merupakan peluang bagi pasar tradisional
dimana penggarapan konsumennya dapat lebih ditingkatkan untuk menarik
konsumen dari kalangan IRT yang bekerja. Selain itu, pasar tradisional masih
mempunyai peluang untuk memperbaiki pasar agar paradigma becek, bau, kotor,
dll dimata masyarakat dapat berubah.
5.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Preferensi Masyarakat Dalam Berbelanja Kebutuhan Sehari-Hari di Pasar Tradisional
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan software E-
Views 4.1 dengan menggunakan model Binary (Probit) didapatkan hasil seperti
pada Tabel 5.7. Nilai Probability LR stat sebesar 0,00000413 atau 4,13 x 10-6.
Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (α = 10 persen), jika H0 =
variabel-variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen
dan H1 = variabel-variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel
dependen, karena 0,00000413 < 0,10 maka tolak H0. Hal ini berarti secara
bersama-sama variabel-variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel
dependen.
67
Tabel 5.7. Hasil Estimasi Model Binary (Probit) Variable Coefficient Prob.
PENDAPATAN 1.92E-07 0.0967INTENSITAS_BELANJA 0.064666 0.0002KUALITAS 0.305387 0.0950KEBERSIHAN 0.263759 0.0892KENYAMANAN 0.285387 0.0679C -3.184963 0.0001LR statistic (5 df) Probability(LR stat)
32.79892 4.13E-06
Keterangan : * taraf nyata α = 10 persen
Variabel pendapatan berpengaruh positif dengan nilai koefisien sebesar
1,92 x 10-7 dan signifikan terhadap preferensi belanja di pasar tradisional pada
taraf nyata 10 persen artinya semakin tinggi pendapatan semakin besar peluang
masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional. Hal ini tidak sesuai
dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa semakin rendah pendapatan
semakin besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar
tradisional. Penyebab ini diduga karena dalam pengambilan sample tidak
dirancang untuk melihat preferensi masyarakat berbelanja dari perkelompok
pendapatan sehingga tidak dapat dilihat bagaimana perilaku dari masing-masing
kelompok pendapatan. Oleh karena itu, perlu ada penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui keterkaitan preferensi masyarakat dalam berbelanja dengan masing-
masing kelompok pendapatan.
Variabel intensitas berbelanja berpengaruh positif dengan nilai koefisien
sebesar 0,064666 dan signifikan terhadap preferensi belanja di pasar tradisional
pada taraf nyata 10 persen. Semakin banyak intensitas IRT belanja di pasar
tradisional semakin besar peluang IRT preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
Hal ini terkait dengan kebiasaan dan rutinitas yang dilakukan IRT karena
68
umumnya seseorang yang sering melakukan aktivitas yang sama pada tempat
yang sama akan mempunyai kecenderungan untuk lebih menyukai terhadap
kegiatan yang sering dilakukan tersebut termasuk tempatnya dalam hal ini tempat
berbelanja.
Variabel kualitas berpengaruh positif dengan nilai koefisien sebesar
0,305387 dan signifikan terhadap preferensi belanja di pasar tradisional pada taraf
nyata 10 persen. Barang berkualitas yang diperdagangkan merupakan barang yang
diperlukan masyarakat dalam meningkatkan asupan gizi dan kualitas kesehatan.
Hal ini tentu akan berpengaruh pada semakin besarnya peluang masyarakat yang
preferensi belanjanya ke pasar tradisional dengan semakin berkualitasnya barang
yang diperdagangkan di pasar tradisional.
Variabel kebersihan berpengaruh positif dengan nilai koefisien sebesar
0,263759 dan signifikan terhadap preferensi belanja di pasar tradisional pada taraf
nyata 10 persen. Secara alamiah, setiap orang menyukai kebersihan sama halnya
dengan kebersihan pasar. Pasar yang bersih tentu akan memberikan rasa nyaman
bagi konsumen yang berbelanja di pasar tersebut sehingga kebersihan pasar akan
menjadi salah satu pertimbangan konsumen dalam memilih tempat berbelanja.
Oleh karena itu, semakin bersih kondisi pasar tradisional maka semakin besar pula
peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
Variabel kenyamanan berpengaruh positif dengan nilai koefisien sebesar
0,285387 dan signifikan terhadap preferensi belanja di pasar tradisional pada taraf
nyata 10 persen. Semakin nyaman pasar tradisional semakin besar peluang
masyarakat untuk preferensi belanjanya ke pasar tradisional. Kenyamanan
69
pengunjung dan konsumen pasar menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan
dan segera dibenahi. Alasannya adalah orang yang tidak merasa nyaman dengan
suatu tempat dalam hal ini pasar maka ia akan berusaha mencari alternatif tempat
lain yang membuat dirinya merasa nyaman. Ukuran kenyamanan dapat dilihat
diantaranya dari sarana dan prasarana yang mendukung, kondisi pasar dan
lingkungan pasar baik dari segi fisik, pelayanan dari pedagang, dan lain-lain.
5.3. Strategi Peningkatan Daya Saing Pasar Tradisional
Pasar tradisional merupakan sebuah perwujudan eksisitensi kegiatan
ekonomi yang telah melembaga lama. Bila ditinjau dari kepentingan produsen
maka pasar merupakan sarana untuk memasarkan barang yang diproduksinya.
Bagi kepentingan konsumen, maka pasar merupakan penyedia barang dengan
harga wajar untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari (Direktorat Bina Pasar dan
Distribusi, 2005). Telah lamanya pasar tradisional melembaga dalam kehidupan
masyarakat Indonesia dan terjangkaunya harga barang yang dijual di pasar
tradisional tidak menjadikan pasar ini tetap eksis menguasai semua pangsa
penjualan kebutuhan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasar tradisional masih
mempunyai potensi dan peluang yang cukup besar untuk bisa dikembangkan,
diantaranya pasar tradisional dapat lebih meningkatkan penggarapan
konsumennya dari berbagai segmen pendapatan keluarga IRT dan kalangan IRT
yang bekerja. Berdasarkan hasil survey, 100 persen responden baik yang
preferensi belanjanya ke pasar tradisional maupun selain pasar tradisional (pasar
moderen dan warung) menyatakan bahwa pasar tradisional masih tetap
70
dibutuhkan oleh masyarakat di zaman sekarang maupun yang akan datang dengan
berbagai alasan diantaranya karena harganya terjangkau, produk-produk seperti
ayam, sayur mayur, daging, ikan lebih segar di pasar tradisional, masih ada
kalangan bawah yang memerlukan pasar tradisional, barangnya lengkap, dan
sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasar tradisional tetap
dibutuhkan oleh berbagai kalangan masyarakat dan harus tetap dipertahankan.
Oleh karena itu diperlukan suatu strategi peningkatan daya saing pasar tradisional.
Berdasarkan hasil analisis daya saing pasar tradisional dengan pendekatan
porter’s diamond dan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat
dalam berbelanja dirumuskanlah suatu strategi yang diharapkan dapat dijadikan
pertimbangan pihak-pihak terkait. Strategi peningkatan daya saing ini akan lebih
terintegrasi apabila dalam pelaksanaannya memperhatikan skala prioritas yang
dapat dilihat dari sudut pandang situasi dan kondisi pasar tradisional saat ini,
tahap-tahapannya diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Pembenahan fisik pasar khususnya pada bangunan pasar beserta
pembagian zona komoditinya: pembenahan disini maksudnya tidak mengharuskan
kondisi pasar yang baru sama sekali atau sesuai dengan keinginan konsumen
secara instan, tetapi bisa dilakukan secara perlahan sehingga anggaran yang
dibutuhkan dapat disesuaikan dengan kemampuan pemerintah pusat maupun
daerah dan pola pembiayaan menggunakan sistem kemitraan antara pemerintah
dan swasta (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri,
2006) atau pemerintah daerah dapat memberikan alokasi dana yang cukup
memadai bagi pasar tradisional terutama dana untuk pemeliharaan bangunan,
71
sarana dan prasarana pasar tradisional (alokasi dana dapat berasal dari pajak dan
retribusi pasar yang dipungut), perbaikan infrastruktur dan penyediaan sarana dan
prasarana penunjang lainnya seperti tempat parkir yang memadai, arena bermain
anak-anak, dan sebagainya. Hal ini dikarenakan dari hasil analisis porter’s
diamond diketahui bahwa pasar tradisional belum dapat memenuhi tuntutan
konsumen diluar sisi harga seperti kenyamanan, bangunan pasar sebagian besar
relatif tua dan terkesan kumuh, kondisi infrastruktur yang kurang baik dan
memadai di pasar tradisional umumnya adalah lahan parkir yang masih sempit,
pencahayaan, sirkulasi udara dan sistem drainase yang kurang baik, saluran air
bersih dan kotor yang tidak terawat dan kurang memadai, fasilitas umum dan
fasilitas sosial seperti ATM, toilet dan tempat ibadah kurang memadai, bangunan
fisik yang sudah tua, terkesan kumuh, dan sebagainya. Hasil analisis probit
didapatkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi preferensi IRT berbelanja
di pasar tradisional adalah kenyamanan yang berpengaruh positif artinya semakin
nyaman pasar tradisional semakin besar peluang masyarakat untuk preferensi
belanjanya ke pasar tradisional.
2. Pemeliharaan secara rutin dan teratur kondisi fisik bangunan, sarana dan
prasarana penunjang lainnya serta pemberian reward bagi pasar tradisional
terbersih. Hal ini dikarenakan dari hasil analisis porter’s diamond diketahui
bahwa kebanyakan konsumen Indonesia telah memiliki persepsi yang kurang baik
terhadap citra pasar tradisional. Ketika berbicara mengenai pasar tradisional yang
ada dibenak para konsumen seperti becek, kotor, bau, semrawut, terlalu ramai,
tidak aman, dan panas. Hasil analisis probit didapatkan bahwa salah satu faktor
72
yang mempengaruhi preferensi IRT dalam berbelanja di pasar tradisional adalah
kebersihan pasar yang berpengaruh positif artinya semakin bersih pasar tradisional
semakin besar peluang masyarakat untuk preferensi belanjanya ke pasar
tradisional. Selain itu, dari analisis hubungan preferensi IRT didapatkan bahwa
alasan konsumen kurang menyukai belanja di pasar tradisional sebagian besar
karena faktor kondisi pasar yang becek, bau, kotor, dll (65,45) persen.
3. Pasar tradisional harus tetap mempertahankan dan meningkatkan kualitas
barang yang diperjualbelikan terutama untuk produk-produk segar dengan
memperhatikan sistem pengepakan yang baik dalam pengiriman barang dari
produsen ke pasar tradisional, sistem penyortiran barang, penginformasian bahan
kandungan produk yang bebas dari bahan kimia yang berbahaya dan kandungan
gizi dari barang-barang yang dijual di pasar tradisional, pengawasan mutu barang
yang akan dijual di pasar tradisional untuk beberapa barang tertentu seperti tahu,
mie basah, daging, dan barang yang tidak tahan lama lainnya, serta pembuatan
standarisasi barang yang diperjualbelikan di pasar tradisional terutama barang
yang tidak tahan lama. Hal ini dikarenakan dari hasil analisis porter’s diamond
diketahui bahwa sampai saat ini pasar tradisional masih dapat memberikan barang
yang berkualitas terutama untuk produk-produk segar seperti ayam, sayur mayur,
daging, dan ikan namun konsumen terkadang masih khawatir dengan beredarnya
produk-produk yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya seperti formalin.
Analisis probit didapatkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi preferensi
IRT berbelanja di pasar tradisional adalah kualitas barang yang baik yang dijual di
pasar tradisional berpengaruh positif, artinya semakin besarnya peluang
73
masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional dengan semakin
berkualitasnya barang yang diperdagangkan di pasar tradisional.
4. Pertahankan konsep tawar menawar dan pembuatan standarisasi pelayanan
di masing-masing pasar tradisional. Hal ini dikarenakan dari hasil analisis porter’s
diamond diketahui bahwa konsep tradisional seperti tawar menawar merupakan
salah satu strategi yang juga dimiliki oleh pasar tradisional. Adanya interaksi dan
hubungan dialogis antara pembeli dan penjual akan menciptakan keakraban dan
kepuasaan tersendiri bagi konsumen yang menyukai konsep tawar menawar
sehingga istilah ”langganan” bisa terbentuk. Para pelaku pasar tersebut tidak
hanya berkomunikasi masalah barang yang diperdagangkan tetapi juga
menyangkut hal yang lain. Hal ini dapat memberikan pengaruh positif untuk
mendorong konsumennya kembali lagi berbelanja ke pasar tradisional. Analisis
probit didapatkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi preferensi IRT
berbelanja di pasar tradisional adalah intensitas belanja yang berpengaruh positif
artinya semakin meningkat intensitas masyarakat belanja semakin besar peluang
masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
5. Melakukan acara promosi-promosi atau kegiatan peluncuran produk-
produk baru yang dapat bekerjasama dengan pihak produsen terkait dan
menyelenggarakan event-event khusus seperti ”satu hari full diskon” atau ”hari
pelanggan” di seluruh pasar tradisional yang ada di Indonesia, dimana dalam satu
waktu tertentu para pedagang melakukan kegiatan yang unik seperti berpakaian
seragam daerah dalam upaya menciptakan daya tarik pasar dan menarik para
konsumen agar senang belanja di pasar tradisional (Departemen Perdagangan,
74
2006). Hal ini dikarenakan dari hasil analisis porter’s diamond diketahui bahwa
pendapatan perkapita masyarakat yang semakin meningkat mengindikasikan
semakin besarnya daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-
harinya, sehingga dengan kondisi ini akan memberikan dampak positif bagi pasar
tradisional sebagai saluran distribusi yang menyediakan barang-barang kebutuhan
sehari-hari. Analisis probit didapatkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi preferensi IRT berbelanja di pasar tradisional adalah pendapatan
yang berpengaruh positif artinya semakin meningkatnya pendapatan semakin
besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
Selain dari hasil analisis probit dan porter’s diamond untuk merumuskan
strategi peningkatan daya saing pasar tradisional, kebijakan yang mendukung dari
pihak pemerintah sangat diperlukan, rekomendasi kebijakan yang dapat
dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
1. Perlu adanya harmonisasi dan konsistensi kebijakan pemerintah lebih
diarahkan untuk menumbuhkan profesionalitas pasar tradisional (Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, 2006).
2. Pengawasan yang lebih ketat terhadap implementasi kebijakan
administrasi untuk perizinan pasar moderen dan sanksi yang tegas terhadap pihak
yang melanggarnya. Selama ini pemerintah belum cukup tegas dalam
menegakkan peraturan yang telah dibuat terbukti dengan masih banyaknya pasar
moderen yang belum mempunyai izin usaha dari pemerintah pusat.
3. Percepatan pembuatan peraturan presiden yang mengatur masalah jarak,
komoditi, waktu, zonasi, dan sebagainya. Butir-butir penting yang dapat
75
dipertimbangkan untuk peraturan presiden, yaitu zonasi dan persyaratan pendirian
(Pemda wajib menetapkan rencana detail RTRW agar sesuai dengan jumlah
konsumen dan jumlah pasar yang dibutuhkan masyarakat di daerahnya),
penetapan waktu untuk pasar moderen 10.00-22.00, melakukan kemitraan dengan
UKM sebagai pemasok barang dagangan pasar tradisional (Departemen
Komunikasi dan Informasi, 2007).
4. Pemberian bantuan kredit kepada para pedagang yang dapat diambil dari
anggaran pemerintah atau pemerintah bekerjasama dengan lembaga keuangan
seperti bank, BPR, dan BMT untuk penyediaan dana pinjaman
5. Pengawasan dan pemberian saran dari asosiasi pedagang pasar terhadap
kebijakan-kebijakan pemerintah yang kurang mendukung terhadap kelangsungan
pasar tradisional.
Adanya kerjasama dan koordinasi pihak eksternal (Pemerintah) pengelola
dan pedagang), diharapkan peningkatan daya saing pasar tradisional dapat
diwujudkan. Gambar 5.7. mengilustrasikan strategi peningkatan daya saing pasar
tradisional. Strategi peningkatan daya saing pasar tradisional secara makro
tersebut dan kebijakan pendukung dari pihak pemerintah tidak akan terwujud jika
di tingkat mikro yaitu pengelola dan pedagang pasar tidak melakukan peningkatan
terhadap kualitas dan kepedulian mereka terhadap pasar tradisional. Oleh karena
itu, diperlukan perbaikan-perbaikan dari perangkat internal pasar (pengelola dan
pedagang pasar) seperti:
1. Upaya penyadaran para pedagang dan pengelola pasar akan pentingnya
membuat rasa nyaman, bersih dan tertib untuk konsumen pasar tradisional.
76
Melakukan pembinaan terhadap pedagang yang dapat dilakukan oleh Pemerintah
Daerah/Kota (misalnya Dinas Pengelola Pasar, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah, Dinas Industri dan Perdagangan) dengan koperasi pasar dan asosiasi
pedagang pasar dalam rangka perbaikan BPSP (Behaviour, Performance, Service
and Profesionalism).
3. Efisiensi jumlah pengelola pasar dan pemilihan secara seletif pengelola
pasar yang mempunyai skill (bertanggangjawab, kreatif, totalitas dan loyal
terhadap pekerjaan).
4. Pemberian insentif yang wajar dan layak kepada para pengelola.
5. Pembinaan terhadap pengelola pasar mengenai pentingnya melayani dan
membuat nyaman pengunjung dengan melakukan pemeliharaan terhadap
infrastruktur, kebersihan, keamanan dan ketertiban pasar, pengaturan tata letak
kios baik dilihat dari segi arsitektur hingga teknis pengelompokkan zona barang
yang diperdagangkan. Misalnya seperti pembersihan tempat dilakukan secara
terus menerus, tidak berdasarkan jadwal, tetapi situasional berdasar keadaan di
tempat, setiap blok kios terdapat petugas keamanan yang bertanggungjawab
melakukan pengawasan secara reguler, melakukan pengecekan secara rutin
terhadap sarana dan prasarana pasar, dan lain-lain.
6. Pengelola pasar harus melakukan pengawasan yang ketat dan bersikap
tegas dalam menegakkan aturan tata tertib berdagang yang telah ditetapkan baik
kepada Pedagang Kaki Lima maupun pedagang yang tidak taat peraturan.
7. Pengelola dan pedagang pasar bekerjasama dalam menciptakan suasana
pasar yang diinginkan bersama dan hubungan yang harmonis diantara keduanya.
77
Gambar 5.7. Rekomendasi Strategi Peningkatan Daya Saing Pasar Tradisional
Analisis probit adalah variabel kenyamanan pasar
Analisis porter’s diamond:belum dapat memenuhi tuntutan diluar sisi harga seperti kenyamanan, bangunan pasar sudah relatif tua dan terkesan kumuh, kondisi infrastruktur yang kurang baik dan memadai
Strategi: Pembenahan fisik pasar khususnya pada bangunan pasar beserta pembagian zona komoditinya, perbaikan infrastruktur dan penyediaan sarana dan prasarana penunjang lainnya seperti tempat parkir yang memadai dan arena bermain anak-anak.
Strategi:Pasar tradisional memperhatikan sistem pengepakan yang baik dalam pengiriman barang dari produsen ke pasar tradisional, sistem penyortiran barang, penginformasian bahan kandungan produk yang bebas dari bahan kimia yang berbahaya dan informasi kandungan gizi dari barang yang dijual, pengawasan mutu barang yang akan dijual di pasar tradisional untuk beberapa barang tertentu, pembuatan standarisasi produk yang diperjualbelikan di pasar tradisional terutama barang yang tidak tahan lama.
Analisis porter’s diamond: barang yang berkualitas terutama untuk produk-produk segar seperti ayam, sayur mayur, daging, dan ikan namun konsumen terkadang masih khawatir dengan beredarnya produk-produk yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya seperti formalin.
Analisis probit adalah variabel kualitas barang
Analisis porter’s diamond : persepsi yang kurang baik terhadap citra pasar tradisional seperti becek, kotor, bau, semrawut, terlalu ramai, tidak aman, panas dan lain-lain.
Analisis probit adalah variabel kebersihan pasar
Strategi : Pemeliharaan secara rutin dan teratur kondisi fisik bangunan, sarana dan prasarana penunjang lainnya serta pemberian reward bagi pasar tradisional terbersih.
Analisis porter’s diamond: pendapatan perkapita masyarakat yang semakin meningkat mengindikasikan semakin besarnya daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya
Strategi : Pasar tradisional melakukan acara promosi-promosi atau kegiatan peluncuran produk-produk baru yang dapat bekerjasama dengan pihak produsen terkait dan menyelenggarakan event-event khusus
Analisis porter’s diamond: masih mengabaikan sistem pelayanan, konsep tawar menawar
Analisis probit adalah variabel intensitas belanja
Strategi : Pembuatan standarisasi pelayanan di masing-masing pasar tradisional dan konsep tawar menawar tetap dipertahankan di pasar tradisional
Analisis probit adalah variabel pendapatan
81
DAFTAR PUSTAKA
APPSI. 2007. “Konsepsi Pasar Ideal Transformasi Nilai-Nilai Moderen ke Pasar Tradisional”. Jakarta.
Arief, S. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. UI Press, Jakarta. Bisnis Indonesia. 2005. “75% Pasar Tradisional Tak Layak untuk Berdagang”.[13
Juli 2005]
Capricorn Indonesia Consult. 2000. “Studi Perkembangan Ritel di Indonesia”. PT. Cappricorn Indonesia Consult, Jakarta.
CESS. 1998. “Dampak Krisis Ekonomi dan Liberalisasi Perdagangan Terhadap Strategi dan Arah Pengembangan Pedagang Eceran Kecil-Menengah di Indonesia”. TAF dan USAID, Jakarta.
Danang. 2006.”Hasil Riset AC Nielsen Pasar Modern Terus Geser Peran Pasar Tradisional”.http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/promarketing/2004/0622/prom1.html.[21 Juni 2006]
Departemen Komunikasi dan Informasi. 2007. “Kebijakan untuk Peningkatan Daya Saing Pasar Tradisional”. Jakarta. http://www.depkominfo.go.id/?act=detail&mod=berita&view=1&id=BRT070523085001.[22 Mei 2007]
Departemen Perdagangan. 2006.”Pusat Distribusi”.http://www.depdag.go.id.[5 Juli 2006]
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat. 2007. “Sarana Pasar di Jawa Barat”. http://www.disperindag-jabar.go.id/?pilih=hal&id=15. [18 Agustus 2007]
Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor. 2007. “Daftar Pasar Tradisional Wilayah Kota Bogor”.
Direktorat Bina Pasar dan Distribusi. 2005. Pedoman Pengelolaan Pasar. Departemen Perdagangan, Jakarta.
Direktorat Bina Pasar dan Distribusi. 2006. “Pasar Tradisional yang Moderen”. Departemen Perdagangan, Jakarta.
Fitriadi, Y. 2006. “Tak Bisa Berdampingan”. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2006/062006/12/teropong/wawancara.htm. [10 Juni 2006]
Gujarati, D. 1997. Basic Econometric. Edition Mc.Graw-Hill, Singapura.
82
Hartati, W. 2006. Pergeseran Subsektor Perdagangan Eceran dari Tradisional ke Moderen di Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Koop, G. 2003. Bayesian Econometrics. John Wiky and Sans Ltd, West Sussex.
Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi Bahasa Indonesia. Salemba Empat, Jakarta.
KPPU. 2004. “Kajian Bidang Industri dan Perdagangan Sektor Ritel”. Jakarta
Maddala, G, S. 1994. Limited Dependent and Qualitative Variabels in Econometrics. Cambridge University Press, USA.
Mahdi dan Esther. 2006. “Strategi Pengembangan Industri Indonesia: Diamond Cluster Model”, Jurnal Ekonomi:Usahawan, No.10:Hal 37-38 [Oktober 2006]
Mariana dan Paskarina. 2006.”Menggagas Model Revitalisasi Pasar Tradisional: Studi Terhadap Implementasi Perda No.19 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Pasar Kota Bandung”. Puslit KP2W Lemlit UNPAD, Bandung.
Munadiya, R. 2007. “Bisnis Ritel, Kebutuhan atau Ancaman?”. http://www.kppu.go.id/new/index.php.[4 April 2007]
Murwanto, E. 2006. “Lebih dari 100 Pasar Tradisional Kolaps”. http://www.gacerindo.com/index.php?view=_deperindag_detail&id=80.[22 Juni 2006]
Nicholson, W. 2001. Teori Ekonomi Mikro I. PT. Raja Grafindo, Jakarta.
Nielsen, 2007. The Market:a Sizzling Retail Landscape. PT.AC Nielsen Indonesia, Jakarta.[25 Januari 2007]
Porter, M.E. 1995. Strategi Bersaing: Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing. Agus Mulyana [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri. 2006. “Model Pengembangan Pasar Tradisional”. Departemen Perdagangan, Jakarta.
Republika. 2005. “Pasar Tradisional Makin Terdesak”. http://www.republika.co.id/koral_detail.asp?id=213873&kat_id=152
Saragih, B. 2000. “Agribisnis Berbasis Peternakan: Kumpulan Pemikiran”. USESE Foundation dan Pusat Studi Pembangunan IPB. Bogor.
83
Setiadi, J. 2003. Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Kencana, Jakarta
Sihaloho, T. 2005. ”Fenomena Pasar Moderen/Swalayan dan Pasar Tradisional”. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan.09.1.05.67.
Silitonga dan Fatkhul. 2005. “Menyimak Persaingan di Sektor Ritel”. http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=2686_dad=portal30&_schema=PORTAL30&p_ared_id=368335&p_ared_id=013 [15 Juni 2005]
Silitonga, L.T. 2005. ”Pasar Tradisional Bisa Jadi Tempat Belanja Favorit”. http://www.unisoderm.org/ekpol_detail.php?aid=5402&coid=2&caid=2[8 Desember 2005]
Silitonga, L.T. 2006. “Pemain Modern Tekan Pangsa Pasar Tradisional”. http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=267&_dad=Portal30&_schema=PORTAL.[6 Februari 2006]
Silitonga, L.T. 2006.”Pasar Tradisional Berpeluang Saat Daya Beli Tertekan”. http://www.detikinet.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/02/tgl/11/time/070558/idnews/537064/idkanal/83.[11 Juni 2006]
Sridawati. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Preferensi Masyarakat Terhadap Penggunaan Kartu Pembayaran Elektronik [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sukesih, H. 1994.”Pasar Swalayan dan Prospeknya”. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan No.2:63-68.
Visdatin. 2003. “Studi Pengembangan Bisnis Ritel Moderen di Indonesia”. PT Visdatin Riset, Jakarta.
85
Lampiran 1. Data yang Digunakan dalam Estimasi
Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X120 25 12 1 1 0 5 3 1 1 1 1 01 33 6 1 1 30 5 4 4 3 3 3 10 46 6 0 1 12 4 3 4 2 2 3 10 30 12 0 3 1 3 2 5 1 1 2 01 55 15 1 6 8 5 3 3 3 2 1 11 54 16 1 4 4 4 4 3 1 4 4 11 26 16 0 1 8 4 3 4 3 3 3 11 51 16 1 3 30 5 5 5 1 2 1 10 38 16 1 1 4 4 3 4 1 3 1 00 54 9 1 2 1 5 5 5 1 1 1 01 23 12 1 1 30 4 3 5 4 4 3 01 27 6 1 1 30 5 5 3 1 3 4 00 26 6 0 1 8 5 3 5 1 4 2 01 22 12 1 2 1 4 4 4 3 3 3 10 23 12 1 1 2 5 5 5 5 5 5 00 29 12 1 1 3 5 4 4 4 5 5 00 35 6 1 1 1 4 4 4 3 3 2 01 50 12 0 6 4 5 3 4 4 3 4 01 57 9 0 1 30 4 3 4 2 3 4 00 34 12 0 2 30 4 2 2 1 2 2 01 33 12 1 1 30 4 4 4 2 2 2 01 39 16 1 3 30 4 3 4 2 2 2 00 25 15 1 3 0 2 3 1 1 1 1 00 42 9 0 3 30 4 3 4 1 2 2 10 47 9 0 2 4 5 3 5 1 1 2 10 56 9 1 1 4 4 4 4 2 2 3 11 38 6 1 2 30 5 4 4 1 1 2 10 35 9 0 2 0 4 3 4 1 3 2 00 34 12 0 1 4 5 3 5 1 4 2 00 21 9 0 1 1 4 3 4 2 2 2 00 25 15 1 2 0 3 3 2 1 1 1 00 25 16 1 2 1 4 4 5 2 2 2 10 32 16 1 3 2 3 2 4 1 2 1 00 52 16 1 3 0 3 3 4 2 2 1 01 36 6 0 1 1 5 4 5 3 2 2 00 40 12 0 5 1 3 3 5 1 1 2 00 33 9 0 1 0 4 3 4 1 2 1 00 32 12 0 2 0 5 3 5 1 2 1 01 32 9 0 1 4 5 3 4 1 4 3 11 38 9 0 1 1 5 5 4 2 4 4 10 30 16 1 3 4 3 3 2 3 3 3 01 32 12 1 1 30 5 3 4 2 3 2 01 34 16 1 1 4 3 3 2 4 3 3 01 28 16 1 2 1 4 3 4 2 2 2 11 40 12 1 2 4 3 3 4 2 3 2 01 44 12 0 2 12 5 4 1 1 5 1 10 43 9 0 1 0 3 3 3 3 3 4 00 24 9 0 1 1 3 4 5 2 2 3 01 36 12 0 2 30 5 3 4 3 2 2 01 23 12 0 1 30 3 3 4 1 3 2 00 39 6 1 2 4 4 3 2 1 1 1 10 31 15 1 5 12 5 3 3 2 3 2 00 44 15 1 2 4 4 4 5 2 2 2 1
85
1 31 16 1 3 4 2 3 4 2 2 2 10 47 18 1 5 1 3 2 2 1 1 1 11 34 12 1 2 4 5 5 5 4 4 4 00 35 16 0 4 1 5 0 5 1 1 1 00 32 18 0 2 4 3 4 3 3 3 3 00 31 12 0 3 1 3 3 2 1 1 2 00 35 16 1 5 4 3 2 2 3 3 3 00 34 12 1 3 3 2 3 4 2 2 2 11 46 9 1 5 3 4 4 3 3 3 3 10 43 12 0 2 8 5 2 2 1 3 2 00 36 15 1 1 8 3 3 4 1 3 2 00 39 12 0 2 4 3 4 4 3 4 4 11 32 15 1 4 4 2 1 3 4 3 2 00 33 16 0 2 2 4 3 4 1 1 1 00 22 9 0 1 1 4 3 4 2 3 2 00 27 15 1 1 2 3 3 3 1 2 2 00 40 9 0 2 1 3 5 4 2 3 2 00 40 12 0 4 1 2 2 4 1 1 4 01 36 12 0 2 1 5 2 3 5 5 5 01 41 16 0 2 12 5 4 4 1 5 5 01 65 12 1 3 12 5 5 4 1 2 3 11 39 12 1 3 4 4 3 5 2 1 2 00 37 15 0 2 0 3 2 3 1 2 2 00 32 16 0 2 0 4 3 4 2 2 2 00 38 15 1 3 4 3 3 3 2 2 3 01 27 12 0 1 1 3 4 5 3 2 3 01 26 9 0 1 4 4 4 3 1 3 1 01 38 16 0 3 4 5 4 4 4 3 3 01 44 12 1 3 4 3 3 3 1 1 1 11 33 15 1 5 4 5 3 4 1 4 3 10 26 6 0 1 2 4 3 4 2 3 3 11 35 9 0 1 1 4 4 4 2 3 3 11 27 12 0 1 4 4 3 4 2 2 2 00 36 12 0 1 0 4 3 4 1 3 2 01 38 9 0 1 2 4 3 4 2 4 3 00 40 12 0 1 4 4 3 4 3 2 1 01 54 6 0 2 4 5 3 4 1 3 3 01 35 6 0 1 4 4 3 4 2 3 3 00 30 6 0 1 1 4 3 4 2 2 2 00 28 16 1 2 4 5 3 3 1 2 1 11 45 16 1 5 5 5 4 5 2 2 2 10 26 9 0 2 1 4 3 4 2 3 4 10 39 6 1 2 0 3 2 4 2 3 2 10 37 9 0 1 0 4 4 4 2 2 1
87
Lampiran 2. Hasil Olahan
Dependent Variable: PREFERENSI Method: ML - Binary Probit (Quadratic hill climbing) Date: 08/16/07 Time: 07:26 Sample: 1 97 Included observations: 97 Convergence achieved after 11 iterations Covariance matrix computed using second derivatives
Variable Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. PENDAPATAN 1.92E-07 1.16E-07 1.660842 0.0967
INTENSITAS_BELANJA 0.064666 0.017574 3.679597 0.0002 X7KUAL 0.305387 0.182927 1.669442 0.0950 X9KKD 0.263759 0.155178 1.699716 0.0892
X10KTDKNY 0.285387 0.156335 1.825484 0.0679 C -3.184963 0.787749 -4.043119 0.0001
Mean dependent var 0.432990 S.D. dependent var 0.498063 S.E. of regression 0.429279 Akaike info criterion 1.153857 Sum squared resid 16.76951 Schwarz criterion 1.313117 Log likelihood -49.96205 Hannan-Quinn criter. 1.218254 Restr. log likelihood -66.36152 Avg. log likelihood -0.515073 LR statistic (5 df) 32.79892 McFadden R-squared 0.247123 Probability(LR stat) 4.13E-06 Obs with Dep=0 55 Total obs 97 Obs with Dep=1 42
88
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
Mohon kesediaan Saudara untuk mengisi kuesioner ini. Hasil kuesioner ini akan digunakan untuk tugas akhir (skripsi) Devi Nurmalasari NRP H14103018 Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) Fakultas Ekonomi dan Manajemen Departemen Ilmu Ekonomi. Atas bantuan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. No.kuisioner :…………………………………………………… Nama responden :…………………………………………………… Alamat sekarang :…………………………………………………... A. Data Responden A1. Usia Anda saat ini………tahun A2. Apa pekerjaan Anda saat ini? a. Pegawai negeri d. Buruh b. Pegawai swasta e. Wiraswasta c. Ibu rumah tangga f. Lainnya, sebutkan......................... A3. Apakah status pendidikan terakhir Anda? a. Tamat SD atau kurang c. Tamat SMU e. Tamat S1 b. Tamat SLTP d. Tamat Diploma f. Tamat S2 atau lebih A4. Berapa jumlah anggota keluarga Anda?................................................ A5. Berapa pendapatan rata-rata keluarga Anda sebulan? a. < Rp 1 juta d. Rp 3-4 juta b. Rp 1-2 juta e. Rp 4-5 juta c. Rp 2-3 juta f. Rp > Rp 5 juta A6. Berapa pengeluaran rata-rata keluarga Anda sebulan? a. < Rp 1 juta d. Rp 3-4 juta b. Rp 1-2 juta e. Rp 4-5 juta c. Rp 2-3 juta f. Rp > Rp 5 juta B. Preferensi Konsumen
B1. Dimana Anda lebih suka berbelanja kebutuhan sehari-hari?(silahkan pilih salah satu) a. Pasar Tradisional (contoh: pasar anyar, pasar bogor, dll) b. Pasar Moderen (hypermarket, supermarket, minimarket) c. Warung d. Lainnya, sebutkan...................................................................................... B2. Jika jawabannya a, sebutkan pasar tradisional tempat Anda berbelanja........ B3. Jika jawabannya b, sebutkan nama pasar moderen tersebut.......................... B4. Setelah pilihan pada no.1, dimana lagi Anda lebih suka berbelanja
kebutuhan sehari-hari? a. Pasar moderen, sebutkan nama pasar moderennya..........................
b. Pasar tradisional c. Warung d. Lainnya, sebutkan.............................................................................
89
C. Pola Belanja Konsumen C1. Bagaimana pola belanja Anda?(sesuaikan dengan pilihan pertama tempat
Anda berbelanja/jawaban B.1) a. Belanja harian b. Belanja mingguan c. Belanja bulanan
C2. Produk apa yang biasa dibeli sesuai dengan pilihan pertama tempat Anda berbelanja/jawaban B.1?(pilihan produk boleh lebih dari satu) a. produk segar (contoh: buah-buahan, sayur-sayuran, ikan, ayam,
daging) b. produk toileters (contoh: sabun mandi, deterjen, shampo, pasta gigi) c. kebutuhan pokok (contoh: beras, gula, telur, minyak goreng) d. produk bahan makanan (contoh: mie instant, makanan kaleng, biskuit) e. elektronik (contoh: tv, radio, kulkas, dvd, vcd) f. produk lainnya, sebutkan……………………………………………
C3. Berapa jarak dari rumah Anda ke tempat pilihan pertama Anda berbelanja?................................................................................................
C4. Dengan kendaraan apa Anda pergi ke tempat belanja tersebut tersebut?.. C5. Berapa uang yang biasa Anda keluarkan setiap kali berbelanja di tempat
tersebut? a. Kurang dari Rp. 50.000 b. Antara Rp. 50.000 – Rp 100.000 c. Antara Rp. 100.001 – Rp. 200.000 d. Antara Rp. 200.001 – Rp. 300.000 e. Antara Rp. 300.001 – Rp. 400.000 f. Antara Rp. 400.001 – Rp. 500.000 g. Lebih dari Rp. 500.000
D. Perilaku Konsumen D1. Dimana Anda paling sering berbelanja kebutuhan sehari-hari?
a. Superindo h. Matahari Supermarket b. Hero Supermarket i. Hypermart c. Indomaret j. Indomart d. Alfa Gudang Rabat k. Alfamart e. Giant l. Pasar Tradisional f. Ramayana Supermarket m.Warung g. Carrefour n. Lainnya,………………………
D2. Jika Anda berbelanja kebutuhan sehari-hari, apakah Anda pernah membeli barang yang diluar rencana?
a. Selalu c. Jarang b. Sering d. Tidak pernah
E. Motivasi Konsumen E1. Apa motivasi Anda dalam berbelanja?
a. jalan-jalan b. belanja barang tertentu c. kedua-duanya
90
E2. Jika Anda Lebih suka berbelanja di pasar tradisional, silahkan berikan urutan dari keterangan yang ada di tabel bawah ini, alasan Anda tetap mengunjungi dan berbelanja pasar tradisional!
No. Keterangan Urutan 1. Lokasi dekat dengan rumah 2. Pembelian dalam jumlah yang fleksibel 3. Harga bisa ditawar 4. Harga lebih murah 5. Menyediakan produk segar
Ket: nilai 1 berarti prioritas utama yang paling disukai dan nilai selanjutnya lebih rendah prioritas kesukaannya
E3. Jika Anda Lebih suka berbelanja selain di pasar tradisional, silahkan berikan urutan dari keterangan yang ada di tabel bawah ini, alasan Anda kurang menyukai berbelanja di pasar tradisional!
No. Keterangan Urutan 1. Harga tidak pasti 2. Kehigienisan produk tidak terjamin 3. Sulit menemukan kios 4. Becek, kotor, bau, sempit, panas 5. Kurang aman (copet)
Ket: nilai 1 berarti prioritas utama yang paling tidak disukai dan nilai selanjutnya lebih rendah prioritas ketidaksukaannya
F. Pendapat Konsumen F1. Baik responden yang lebih suka berbelanja di pasar tradisional maupun selain pasar tradisional, Silahkan checklist (√ ) pada kolom penilaian Anda ketika berbelanja di pasar tradisional!!
No. Variabel 1 2 3 4 5 1. Harga Barang
Murah
2. Kualitas Barang Baik
3. Menawarkan beragam produk (kelengkapan barang)
4. Kebersihan diperhatikan
5. Nyaman dalam berbelanja
6. Aman dalam berbelanja
7. Intensitas berbelanja
...........................kali per hari/minggu/bulan*
8. Uang yang dikeluarkan
Rp................................................................................
91
ketika berbelanja di pasar tradisional
9. Jarak dari rumah ke pasar tradisional
....................................................................................
.
Keterangan :*)coret yang tidak perlu Nilai 1 = sangat tidak setuju Nilai 5 = sangat setuju
F2. Menurut Anda, apakah pasar tradisional masih dibutuhkan oleh masyarakat di zaman sekarang maupun akan datang?berikan alasannya!!.....................................
F3. Apa saran Anda untuk pengembangan pasar tradisional?......................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
=====Terima Kasih=====