Teori Portofolio dan Analisis Investasi_TTM 04_Muhammad Hidayat & Imas Noviyana.pptx
ANALISIS DISTRIBUSI HORIZONTAL NUTRIEN KAITANNYA …repository.ub.ac.id/370/1/IMAS ADI YUWONO...
Transcript of ANALISIS DISTRIBUSI HORIZONTAL NUTRIEN KAITANNYA …repository.ub.ac.id/370/1/IMAS ADI YUWONO...
ANALISIS DISTRIBUSI HORIZONTAL NUTRIEN KAITANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS PERAIRAN DI PULAU LIRANG, MALUKU
SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Oleh: IMAS ADI YUWONO
NIM. 135080601111004
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
2
ANALISIS DISTRIBUSI HORIZONTAL NUTRIEN KAITANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS PERAIRAN DI PULAU LIRANG, MALUKU
SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh : IMAS ADI YUWONO
NIM. 135080601111004
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
3
i
PERNYATAAN ORISINILITAS
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Imas Adi Yuwono
NIM : 135080601111004
Prodi : Ilmu Kelautan
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya juga
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain
kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut,
sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, 24 Mei 2017 Mahasiswa
Imas Adi Yuwono NIM 135080601111004
ii
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada beberapa pihak atas
dukungan dalam penyusunan laporan Penelitian Skripsi, sehingga penulisan laporan
ini diberi kelancaran dan kemudahan. Melalui kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, atas segala rahmat yang telah di berikan-Nya kepada kita semua
sehingga selama penyusunan laporan Penelitian Skripsi ini diberi kemudahan,
kelancaran dan selalu dalam lindungan-Nya.
2. Kedua orangtua saya yakni Yon Mulyono dan Sukarsih yang telah mendoakan,
memberi motivasi serta dukungan moril selama melakukan kegiatan laporan
Penelitian Skripsi ini.
3. Defri Yona, S.Pi., M.Sc. Stud., D.Sc selaku dosen pembimbing 1 yang telah
banyak meluangkan waktunya dalam memberikan pengarahan, bimbingan serta
ilmu selama penyusunan Laporan Penelitian Skripsi ini.
4. Dr. Dessy Berlianty, S.Si., M.Si selaku pembimbing pembimbing 2 yang telah
banyak meluangkan waktunya dalam memberikan pengarahan, bimbingan serta
ilmu selama penyusunan Laporan Penelitian Skripsi ini.
5. Prof. Dr. Ir Diana Arfiati, MS selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Brawijaya, Malang.
6. Dr. Ir. Daduk Setyohadi, MP selaku Ketua Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan dan Ilmu Kelautan.
7. Feni Iranawati, S.Pi., M.Si., PhD selaku Ketua Program Studi Ilmu Kelautan.
iii
8. Teguh Agustiadi, ST selaku Chief Scientist
Penelitian dan Obsevasi Laut di Pulau Lirang, Kabupaten Maluku Barat Daya.
9. Faradis, Firdaus, Wahyu, Supriyadi, Davitra, Zaki, Tino, Tomi, Naufal yang telah
memberikan kritik, saran dan dukungan moril dalam proses Penelitian Skripsi.
10. Teman-teman Atlantik 2013, Asisten Oseanografi, Asisten Zoologi, Asisten
Akustik Kelautan, MECPro (Marine Ecocultural Project), Marine Physiology (Mrs.
Dwi Chandra Pratiwi, S.Pi., M.Sc project 2015), JUVO (Java Upwelling Variation
Observation) tim 2015, Ekspedisi Maluku Barat Daya tim 2016.
11. Serta seluruh pihak yang ikut membantu, baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam proses pelaksanaan Penelitian Skripsi ini.
iv
RINGKASAN
IMAS ADI YUWONO (135080601111004). Analisis Distribusi Horizontal Nutrien Kaitannya dengan Produktivitas Perairan di Pulau Lirang, Maluku (di bawah bimbingan Defri Yona dan Dessy Berlianty).
Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Lirang, Maluku dan berfokus pada kajian mengenai analisis distribusi horizontal nutrien dan kaitannya dengan produktivitas perairan. Pulau Lirang yang terletak di Maluku ini merupakan pulau terluar yang tidak memiliki muara sungai sebagai sumber terbesar masukan nutrien ke laut. Adanya perbedaan di lokasi ini dapat mencirikan karakteristik sebaran nutrien yang berbeda. Keberadaan nutrien di perairan berpotensi dimanfaatkan bagi pertumbuhan fitoplankton. Oleh karenanya, keberadaan nutrien sangat penting bagi keberlangsungan proses ekologi di perairan Pulau Lirang, Maluku. Tujuan dari penelitian ini antara lain adalah (1) mengetahui karakteristik perairan (2) menganalisis pola distribusi nutrien dan (3) menganalisis kondisi produktivitas perairan menggunakan pendekatan rasio (N/P) dan rasio (N/Si) di perairan Pulau Lirang, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku, Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada 30 stasiun pengamatan menggunakan metode purposive sampling.
Berdasarkan penelitian ini, diperoleh hasil pengukuran karakteristik perairan di Pulau Lirang dari 30 titik stasiun pengamatan dimana nilai rata-rata suhu sebesar 29,8 ± 0,6 °C, nilai rata-rata salinitas 32,5 ± 0,4 o/oo dan nilai kecepatan arus yakni < 0,3 m/detik. Hasil tersebut memiliki kecenderungan yang sama dengan karakteristik massa air yang dibawa oleh Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). Karakteristik perairan yang lain seperti sebaran pH sebesar 7,91 ± 0,65 serta DO sebesar 5,16 ± 1,19 mg/L masih berada dalam kisaran normal air laut. Hasil pengukuran nutrien diperoleh nilai rata-rata nitrat sebesar 0,015 ± 0,017 mg/L, fosfat sebesar 0,003 ± 0,004 mg/L dan silikat sebesar 0,084 ± 0,038 mg/L. Distribusi nitrat dan silikat cenderung tinggi di bagian selatan, berbeda dengan distribusi fosfat yang memiliki kecenderungan tinggi di bagian utara Pulau Lirang.
Hasil dari redfield ratio menunjukkan nilai rata-rata rasio N/P sebesar 13,45 sedangkan nilai rata-rata rasio N/Si sebesar 0,203. Secara umum rasio nutrien membentuk tiga kelompok persebaran yakni di atas garis ideal, mendekati garis ideal dan dibawah garis ideal. Hasil yang ditemukan pada rasio N/P menunjukkan konsentrasi nitrat mendominasi di sebagian besar stasiun pengamatan, sedangkan pada rasio N/Si menunjukkan konsentrasi silikat mendominasi di sebagian besar stasiun pengamatan. Penyebab variabilitas rasio N/P maupun N/Si dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pemanfaatan dan sumber utama dari unsur nutrien sehingga kondisi rasio ideal di perairan Pulau Lirang hanya tercapai pada beberapa titik stasiun pengamatan. Penelitian ini menemukan bahwa adanya hubungan yang berbanding lurus antara nutrien dan produktivitas primer. Secara umum meningkatnya nilai nutrien sejalan dengan peningkatan produktivitas primer. Kondisi nutrien cenderung tinggi di bagian selatan menunjukkan kondisi produktivitas primer yang cenderung sama pada daerah tersebut. Hasil tersebut dibuktikan dengan persebaran di bagian selatan perairan Pulau Lirang menunjukkan produktivitas primer yang cukup tinggi berkisar antara 29,19-63,76 mgC/m3/jam.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada atas rahmat dan
karunianya, sehingga Laporan Skripsi yang berjudul Analisis Distribusi Horizontal
Nutrien Kaitannya Dengan Produktivitas Perairan Di Pulau Lirang, Maluku .
Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Brawijaya.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penelitian, tidak terlepas dari peran
Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) dalam memfasilitasi segala kebutuhan
selama survei di Pulau Lirang, Maluku. Selain itu, dalam penyusunan Laporan Skripsi
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun sehingga dapat menyempurnakan Laporan Skripsi ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Malang, 24 Mei 2017 Mahasiswa
Imas Adi Yuwono NIM. 135080601111004
vi
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ORISINILITAS ................................................................................. i UCAPAN TERIMAKASIH ......................................................................................... ii RINGKASAN ........................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... viii DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... x
1. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 5
2.1 Nutrien ........................................................................................................ 5
2.1.1 Nitrogen ............................................................................................... 5
2.1.2 Fosfor .................................................................................................. 6
2.1.3 Silikon .................................................................................................. 8
2.2 Distribusi Nutrien ........................................................................................ 9
2.3 Karakteristik Perairan ............................................................................... 10
2.3.1 Suhu .................................................................................................. 11
2.3.2 Salinitas ............................................................................................. 11
2.3.3 Arus ................................................................................................... 12
2.3.4 Oksigen terlarut ................................................................................. 13
2.3.5 Derajat keasaman (pH) ...................................................................... 13
2.4 Produktivitas Perairan ............................................................................... 14
2.5 Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) ............................................................ 15
2.6 Redfield Ratio Nutrien ............................................................................... 16
2.7 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 18
3. MATERI DAN METODE PENELITIAN ............................................................... 20
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ..................................................................... 20
vii
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................ 23
3.2.1 Alat Penelitian ................................................................................... 23
3.2.2 Bahan Penelitian ............................................................................... 24
3.3 Materi Penelitian ....................................................................................... 25
3.4 Metode Penelitian ..................................................................................... 25
3.5 Teknik Pengambilan Data ......................................................................... 26
3.6 Diagram Alir Penelitian ............................................................................. 31
3.7 Analisis Data ............................................................................................ 32
3.8 Analisis Redfield Ratio .............................................................................. 33
3.9 Analisis Spasial ........................................................................................ 34
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 35
4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian............................................................... 35
4.2 Distribusi Parameter Oseanografi dan Arus Permukaan ........................... 37
4.2.1 Parameter Oseanografi ..................................................................... 38
4.2.2 Sebaran Arus Permukaan ................................................................. 43
4.3 Distribusi Horizontal Nutrien ..................................................................... 48
4.3.1 Sebaran Nitrat ................................................................................... 48
4.3.2 Sebaran Fosfat .................................................................................. 51
4.3.3 Sebaran Silikat .................................................................................. 54
4.4 Hubungan Rasio Nutrien .......................................................................... 59
4.4.1 Rasio N/P .......................................................................................... 59
4.4.2 Rasio N/Si ......................................................................................... 64
4.5 Hubungan antara Klorofil-a dan Produktivitas Primer................................ 68
5. PENUTUP .......................................................................................................... 71
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 71
5.2 Saran ........................................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 72
LAMPIRAN ............................................................................................................. 76
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema perumusan masalah .................................................................... 3
Gambar 2. Lokasi Penelitian di Pulau Lirang, Maluku ............................................. 20
Gambar 3. Pengambilan data primer dan sekunder ................................................ 27
Gambar 4. Diagram Alir Penelitian .......................................................................... 31
Gambar 5. Konsep diagram alir pengolahan data ................................................... 32
Gambar 6. Distribusi horizontal kualitas perairan di Pulau Lirang ........................... 38
Gambar 7. Pola sirkulasi arus permukaan pada 16 April 2016 ................................ 44
Gambar 8. Pola sirkulasi arus permukaan pada 17 April 2016 ................................ 45
Gambar 9. Pola sirkulasi arus permukaan pada 21 April 2016 ................................ 46
Gambar 10. Sebaran nitrat (mg/L) di perairan Pulau Lirang Maluku........................ 49
Gambar 11. Sebaran fosfat (mg/L) di perairan Pulau Lirang Maluku ....................... 52
Gambar 12. Sebaran silikat (mg/L) di perairan Pulau Lirang Maluku ...................... 55
Gambar 13. Sebaran Klorofil-a di perairan Pulau Lirang ......................................... 57
Gambar 14. Rasio nitrat dan fosfat (N/P) di Pulau Lirang Maluku ........................... 60
Gambar 15. Rasio nitrat dan Silikat (N/Si) di Pulau Lirang Maluku .......................... 64
Gambar 16. Sebaran produktivitas primer fitoplankton di perairan Pulau Lirang ..... 70
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Koordinat Pengambilan Data Lapang ........................................................ 21
Tabel 2. Alat yang digunakan dalam penelitian ....................................................... 23
Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam penelitian ................................................... 24
Tabel 4. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ................................... 25
Tabel 5. Parameter Fisika dan Kimia ...................................................................... 30
Tabel 6. Parameter Arus Permukaan ...................................................................... 30
Tabel 7. Kondisi umum perairan Pulau Lirang Maluku ............................................ 37
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perairan Pulau Lirang merupakan perairan yang berada diantara Pulau Wetar
dan Pulau Alor. Secara administratif wilayah perairan bagian utara dibatasi dengan
Laut Banda, Pulau Wetar berada pada bagian Timur, di bagian selatan berhadapan
dengan Laut Timor, dan pada bagian barat dengan Pulau Flores. Wilayah tersebut
secara umum dipengaruhi oleh Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). Masuknya
ARLINDO di perairan Pulau Lirang menyebabkan terbawanya massa air yang
mengandung nutrien sehingga berdampak pada sebaran nutrien di perairan. Perairan
Pulau Lirang dan sekitarnya memiliki beberapa kegunaan yaitu sebagai daerah
perikanan tangkap dan budidaya, pelabuhan kapal antar pulau serta permukiman
penduduk. Semua aktivitas tersebut berperan dalam menyumbangkan nutrien ke
dalam perairan.
Nutrien adalah unsur atau senyawa kimia yang digunakan untuk metabolisme
dan proses fisiologi organisme. Nutrien merupakan bahan makanan bagi fitoplankton,
dimana fitoplankton merupakan komponen utama rantai makanan bagi organisme
laut. Keberadaan nutrien dan fitoplankton merupakan salah satu indikator
produktivitas perairan (Simanjuntak, 2009). Sumber utama nutrien berasal dari
perairan itu sendiri yaitu melalui proses penguraian ataupun dekomposisi tumbuhan
dan organisme mati, serta sumbangan dari daratan melalui aliran sungai berupa
limbah industri yang mengandung senyawa organik (Simanjuntak, 2012).
Sirkulasi perairan di Pulau Lirang menyebabkan terbawanya massa air yang
mengandung klorofil-a dan nutrien. Hal tersebut berdampak pada sebaran nutrien di
perairan. Massa air ini mempunyai salinitas yang tinggi, suhu yang rendah dan kaya
2
nutrien sehingga memberikan dampak posistif terhadap tingkat kesuburan perairan.
Kondisi ini memicu peningkatkan produktivitas primer. Sebaran nutrien pada perairan
juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Nutrien dan intensitas cahaya akan
mempengaruhi tingkat klorofil-a dalam suatu perairan dan kelimpahan dari
fitoplankton. Produktivitas primer itu sendiri merupakan deskripsi kualitatif yang
menyatakan konsentrasi unsur hara yang terdapat di dalam suatu badan air dimana
jumlah bahan organik yang dihasilkan oleh organisme autotrof. Tingginya zat hara
akan memicu perkembangan fitoplankton di permukaan karena perkembangan
fitoplankton sangat erat kaitannya dengan tingkat kesuburan perairan (Abigail et al.,
2015).
Berdasarkan urairan diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
kondisi terkini dari konsentrasi nitrat, fosfat dan silikat yang terkandung dalam perairan
Pulau Lirang. Penelitian ini bertujuan untuk memahami pola distribusi nutrien dengan
menggunakan perbandingan (redfield ratio) antar nutrien karena diduga terjadi proses
pemanfaatan, regenerasi maupun remineralisasi nutrien di sepanjang kolom perairan.
Hal ini tentu dapat dijadikan sebagai informasi dan acuan dalam upaya monitoring
kesuburan perairan.
1.2 Rumusan Masalah
Pulau Lirang yang terletak di Maluku ini merupakan pulau terluar yang tidak
memiliki muara sungai, dimana lokasi ini dapat mencirikan karakteristik sebaran
nutrien yang berbeda. Masukan unsur hara ke dalam suatu perairan berasal dari
proses alami berupa erosi, fiksasi dari atmosfer, buangan sisa metabolisme
organisme dan dekomposisi bahan organik oleh bakteri. Proses non-alami, yakni
kegiatan manusia seperti industri, kegiatan rumah tangga, pertanian, perikanan dan
3
pariwisata dari waktu ke waktu dimana meningkatkan nutrien N, P dan Si. Selain itu,
pengayaan nutrien ini disebabkan oleh adanya dekomposisi bahan organik menjadi
bahan anorganik (unsur hara atau nutrien) oleh detritivor. Secara sederhana,
perumusan masalah distribusi nutrien (N, P dan Si) di Pulau Lirang, Maluku dikaitkan
dengan indikator kesuburan berupa produktivitas perairan dengan pendekatan nilai
rasio nutrien di perairan seperti yang ditampilkan pada Gambar 1.
Keberadaan nutrien di perairan berpotensi dimanfaatkan untuk pertumbuhan
fitoplankton. Proses pemanfaatan ini mempengaruhi keberadaan unsur hara. Faktor
fisika perairan seperti arus memiliki potensi mempengaruhi keberadaan nutrien di
perairan. Keberadaan nutrien yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
eutrofikasi atau peningkatan kesuburan perairan sehingga kualitas perairan menurun.
Demikian pula jika perairan mengalami kekurangan nutrien, hal tersebut akan
mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekosistem dalam suatu perairan. Oleh
Masukan nutrien Parameter Oseanografi
Keberadaan Nutrien
Sebaran N, P dan Si
Indikator kesuburan
Kondisi Perairan
Gambar 1. Skema perumusan masalah
4
karenanya, keberadaan nutrien sangat penting bagi keberlangsungan proses ekologi
di perairan Pulau Lirang, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku, Indonesia.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang sudah dirumuskan, maka tujuan dilaksanakannya
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui karakteristik perairan Pulau Lirang, Maluku, Indonesia.
2. Menganalisis pola distribusi nutrien di perairan Pulau Lirang, Maluku, Indonesia.
3. Menganalisis kondisi produktivitas perairan menggunakan pendekatan rasio
(N/P) dan rasio (N/Si) di perairan Pulau Lirang, Maluku, Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat seperti
memberikan tambahan ilmu pengetahuan, wawasan dan informasi mengenai analisis
distribusi spasial nutrien dan kaitannya dengan produktivitas perairan di Pulau Lirang
Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku. Selain itu, penelitian ini akan
berguna dalam memberikan informasi dasar kepada masyarakat di Pulau Lirang
bahwa kesuburan perairannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya
pengelolaan dan pelestarian sumberdaya perikanan dan kelautan. Guna mendukung
informasi dasar kepada masyarakat Pulau Lirang maka dalam penelitian ini, penulis
merumuskan hasil penelitian ke dalam poster infografik.
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nutrien
Nutrien hanya bisa dimanfaatkan pada zona fotik namun beberapa faktor fisik
tertentu menghambat pemanfaatan zat hara ini. Proses terjadinya pencampuran yang
disebabkan oleh angin berupa turbulensi sehingga air yang kaya nutrien berpindah ke
arah zona eufotik. Proses tersebut diperlukan agar nutrien yang terdapat jauh di
bawah permukaan dapat dimanfaatkan (Hani, 2006). Zat hara merupakan zat-zat
yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap proses dan perkembangan hidup
organisme. Zat hara yang menjadi fokus perhatian di lingkungan perairan adalah nitrat
dan fosfat. Kedua unsur ini memiliki peran yang vital bagi pertumbuhan fitoplankton
atau alga yang biasa digunakan sebagai bioindikator kualitas air dan tingkat
kesuburan suatu perairan (Utami et al., 2016). Hal ini sejalan dengan penelitian
terdahulu oleh Nybakken (1992), menyatakan bahwa nutrien anorganik utama yang
diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak adalah nitrogen dalam
bentuk nitrat (NO3) dan fosfor dalam bentuk fosfat (PO4), sehingga dapat dikatakan
unsur nitrat dan fosfat merupakan faktor pembatas bagi produktivitas fitoplankton.
2.1.1 Nitrogen
Nitrogen yang terdapat di laut terdiri dari beberapa bentuk, antara lain nitrat,
amonia dan nitrit. Senyawa nitrogen ini sangat dipengaruhi kandungan oksigen bebas
dalam air. Kadar oksigen yang rendah mengakibatkan nitrogen bergeser ke arah
amonia sedangkan saat kadar oksigen tinggi maka nitrogen bergeser ke arah nitrat.
Distribusi horizontal nitrat menunjukkan nilai yang semakin tinggi ke arah pantai.
Namun, konsentrasi nitrat pada lapisan eufotik ditentukan oleh transfer advektif dari
6
nitrat ke lapisan permukaan, oksidasi amonia oleh mikroba dan pemanfaatan oleh
produsen primer (Hutagalung and Rozak, 1997). Konsentrasi nitrat di suatu perairan
diatur dalam proses nitrifikasi. Nitrifikasi adalah proses oksidasi amonia yang
berlangsung dalam kondisi aerob menjadi nitrit dan nitrat yang merupakan proses
penting dalam siklus nitrogen. Oksidasi amonia (NH3) menjadi nitrit (NO2) dilakukan
oleh bakteri Nitrosomonas dan oksidasi nitrit (NO2) menjadi nitrat (NO3) dilakukan oleh
bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri ini adalah bakteri kemotrofik yaitu bakteri yang
mendapatkan energi dari proses kimiawi (Effendi, 2003).
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien
utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Kadar nitrat di perairan yang tidak
tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar amonia. Kadar nitrat pada perairan
alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/L. Kadar nitrat yang melebihi 0,2 mg/L
dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan (Effendi, 2003). Senyawa nitrat
pada umumnya berada dalam kondisi terlarut sebagai hasil metabolisme organisme
laut dan hasil pembusukan. Bentuk nitrat yang berupa molekul-molekul protein
terdapat pada organisme mati kemudian diuraikan menjadi bahan organik oleh bakteri
pengurai. Menurut Hani (2006), nitrat merupakan salah satu nutrien di laut yang
digunakan sebagai penyusun jaringan lunak plankton dan pembentukan protoplasma.
2.1.2 Fosfor
Fosfat yang terkandung dalam air laut baik dalam bentuk terlarut maupun
tersuspensi, keduanya berada dalam bentuk anorganik dan organik. Fosfat anorganik
yang terkandung dalam air laut umumnya berbentuk ion asam fosfat (H3PO4). Berkisar
10% dari fosfat anorganik dalam bentuk ion PO43- dan sebagian besar (90%) dalam
bentuk HPO42-. Secara umum kandungan fosfat meningkat terhadap kedalaman.
7
Kandungan fosfat yang rendah dijumpai di permukaan air sedangkan kandungan
fosfat yang lebih tinggi ditemui pada kolom perairan yang lebih dalam (Hutagalung
and Rozak, 1997). Menurut Saeni (1989), senyawa fosfor organik terdapat dalam
bentuk asam nukleat, fosfolipid, gula fosfat dan senyawa lainnya. Fosfat adalah salah
satu unsur penting yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan di perairan. Fosfat
bersumber dari erosi tanah, buangan limbah industri, buangan kotoran hewan serta
pelapukan batuan. Sebagian besar pencemaran yang disebabkan oleh fosfor berasal
dari adanya senyawa deterjen di perairan (Bakti, 1991).
Fosfat dimanfaatkan oleh fitoplankton selama proses fotosintesis. Ketika
fitoplankton mati, fosfor organik dengan cepat berubah menjadi fosfat melalui proses
fosforilases. Proses dekomposisi fitoplankton yang mati juga berperan dengan
bantuan bakteri untuk menghasilkan fosfor anorganik. Orthofosfat merupakan bentuk
fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan
polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk orthofosfat terlebih dahulu, sebelum
dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Setelah masuk ke dalam tumbuhan,
misalnya fitoplankton, maka fosfat organik mengalami perubahan menjadi bentuk
organofosfat (Effendi, 2003). Menurut Goldman (1983), secara umum kandungan
ortofosfat di perairan alami tidak lebih dari 0,1 mg/L dimana apabila terdapat
kandungan yang cukup tinggi atau melebihi kebutuhan normal organisme maka terjadi
eutrofikasi. Hal ini memungkinkan terjadinya keadaan air yang anaerob sehingga
menyebabkan kematian massal organisme perairan seperti contohnya adalah ikan.
Tinggi rendahnya kandungan fosfor dalam perairan, sering menjadi pendorong
dominasi fitoplakton tertentu. Elemen fosfor bila dibandingkan dengan nitrogen
merupakan elemen yang paling langka, hal didasari karena perbandingan N:P
diasimilasi laut sekitar 16:1 untuk mendukung pertumbuhan fitoplankton.
8
2.1.3 Silikon
Silikon atau silika (Si) adalah salah satu unsur yang tidak ditemukan dalam
bentuk elemen bebas di alam tetapi berikatan dengan oksigen dan elemen lain
(Effendi, 2000). Silikon di laut sebesar 50 % terdapat dalam bentuk silikat (SiO3). Zat
organik dalam diatom mengandung lebih dari 60% SiO3. Distribusi silikat tergantung
dari lokasi dan kedalaman perairan. Distribusi silikat di perairan pantai biasanya lebih
tinggi daripada di laut terbuka. Silikat yang berasal dari sungai nantinya mengalami
penurunan konsentrasi di muara sebelum menuju ke laut. Konsentrasi silikat semakin
besar dengan bertambahnya kedalaman (Millero and Sohn, 1992). Keberadaan silikat
dalam suatu perairan erat kaitannya dengan kehadiran fitoplankton (Indra, 2002).
Menurut Hani (2006), fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae (diatom) sangat
membutuhkan silikat untuk membentuk cangkang tubuhnya.
Lokasi dan kedalaman suatu perairan menjadi faktor penyebaran unsur silikat.
Secara umum perairan pantai memiliki kadar silikat yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan perairan lepas pantai karena akibat dari aktivitas dari daratan (Sidjabat, 1973).
Kandungan silikat di permukaan diakibatkan karena adanya aktivitas biologi dari
diatom dan beberapa radiolaria. Kandungan silikat yang berasal dari sungai turun
menuju ke laut terbuka sehingga terjadi pertumbuhan diatom, interaksi dengan bahan-
bahan lain hingga kandungan silikat mengendap berupa partikel silikat di aliran sungai
(Millero and Sohn, 1992). Penurunan kadar silikat di laut dapat disebabkan oleh
cepatnya pemanfaatan silikat oleh diatom untuk membentuk cangkang (Indra, 2002).
Menurut Raymont (1980), menyatakan bahwa kadar silikat yang tinggi di lepas pantai
terjadi akibat adanya turbulensi air ke lapisan permukaan sehingga kadarnya dapat
berkisar antara 1-1,5 mg/L. Konsentrasi rata-rata dari silikat terlarut di laut kurang lebih
9
1 mg/L, tetapi kandungan silikat dapat berubah dari rendah di permukaan atau laut
dangkal hingga sekitar 4 mg/L di laut dalam.
2.2 Distribusi Nutrien
Pola distribusi horizontal nutrien di permukaan pada daerah dekat dengan
pantai mengalami penurunan ke arah lepas pantai. Kondisi ini kaitannya dengan
limbah yang berasal dari daratan yang mengandung nutrien seperti nitrat, fosfat dan
silikat. Kecenderungan nilai nutrien yang semakin tinggi kearah dekat pantai
memperlihatkan pengaruh daratan yang lebih kuat. Kondisi nutrien di perairan tidak
terpola dengan teratur yang disebabkan adanya pengaruh pola dan arah arus berbeda
tiap waktu dan kedalaman (Simanjuntak, 2009).
Pengaruh dari daratan (human anthropogenic) diduga meningkatkan
konsentrasi nitrat di pesisir. Selain dari daratan, ada mekanisme lain dimana nutrien
di pesisir seperti nitrat, fosfat dan silikat meningkat yaitu melalui submarine
groundwater discharge (SGD). Mekanisme ini terjadi melalui aliran air tawar, air payau
dan air laut dari daratan menuju laut dan sebaliknya hingga beberapa puluh meter dari
permukaan. Secara umum distribusi horizontal nitrat, fosfat dan silikat pada
kedalaman 25 m masing-masing berkisar 0,05-0,5 µg at/l, 0,025-0,30 µg at/l dan 0,05-
0,65 µg at/l (Hamzah et al., 2015).
Menurut Zhang et al., (2014), sedimen merupakan tempat penyimpanan dan
pelepas material ke kolom air di perairan muara dan pantai. Senyawa fosfor yang
terikat di sedimen mengalami dekomposisi dengan bantuan bakteri melalui proses
abiotik menghasilkan senyawa fosfat terlarut dapat mengalami difusi kembali ke dalam
kolom air. Menurut Utami et al., (2016), selain berkaitan dengan kecepatan arus yang
tinggi, tingginya konsentrasi fosfat juga berkaitan dengan adanya pergerakan arus
10
yang menjauhi daratan. Arus laut memiliki peran, pada proses penyebaran zat hara
diantaranya adalah nitrat dan fosfat. Hal ini dikarenakan arus laut membawa partikel
massa air dari satu tempat ke tempat lainnya (Latief, 2002). Menurut Aziz and Muchtar
(2001), estuari merupakan sumber nutrien di perairan laut. Secara umum konsentrasi
nutrien di muara akan lebih tinggi dan akan menjadi lebih rendah ketika menuju arah
laut lepas.
Nitrat merupakan bentuk utama terlarut dari senyawa nitrogen yang banyak
ditemukan di estuari. Konsentrasi nitrat di sepanjang sungai sampai estuari lebih tinggi
dibandingkan dengan di laut. Hal tersebut lebih dikarenakan oleh sumber nitrat yang
berasal dari daratan (Burton and Liss, 1976). Menurut Hamzah and Saputro (2013),
bahwa tinggi rendahnya nitrat juga sangat tergantung pada kandungan oksigen
terlarut. Apabila kadar oksigen rendah, maka keseimbangan bergerak menuju
ammonia, sedangkan pada saat kadar oksigen tinggi keseimbangan bergerak menuju
nitrat. Adanya konsentrasi nitrat yang berada di bawah TDL (Theoritical Dilution Line)
mengindikasikan tidak terjadinya proses denitrifikasi di estuari. Pengaruh musim juga
sangat menentukan konsentrasi nitrat. Pengambilan sampel pada musim kemarau
memiliki potensi hasil yang berbeda dengan yang didapatkan jika pengambilan
sampel dilakukan pada musim penghujan, dimana input daratan lebih besar sehingga
konsentrasi nutrien juga lebih besar.
2.3 Karakteristik Perairan
Perairan Pulau Lirang memiliki karakteristik perairan tersendiri apabila ditinjau
dari letak geografis yang berada di wilayah Indonesia bagian timur. Selain itu, perairan
ini memiliki batas wilayah diantaranya Laut Banda pada bagian utara, Laut Timor pada
bagian selatan, Pulau Romang pada bagian timur dan Pulau Flores pada bagian barat.
11
Karakteristik perairan yang dimaksud dalam penelitan ini antara lain suhu, salinitas,
arus, oksigen terlarut dan derajat keasaman (pH). Secara keseluruhan parameter
oseanografi yang tersebut diatas memiliki pengaruh secara langsung dan tidak
langsung terhadap nilai nutrien yang terdapat di dalam suatu perairan.
2.3.1 Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur
proses kehidupan dan penyebaran organisme termasuk fitoplankton. Tinggi
rendahnya suhu air berkaitan dengan besarnya intensitas cahaya matahari yang
masuk ke perairan, karena intensitas cahaya yang masuk menentukan derajat panas
dalam suatu perairan. Semakin banyak sinar matahari yang masuk maka suhu
semakin tinggi, sehingga dengan bertambahnya kedalaman mengakibatkan suhu
menurun (Welch, 1980).
Effendi and Susilo (1998), menyatakan bahwa pengaruh suhu sebagai
pembatas terjadinya fotosintesis secara langsung menentukan konsentrasi dan
distribusi klorofil-a. Secara umum tinggi rendahnya suhu pada suatu perairan terutama
pada lapisan permukaan dipengaruhi oleh radiasi matahari.
2.3.2 Salinitas
Menurut Nybakken (1992), salinitas adalah jumlah gram garam terlarut di
dalam satu kilogram air. Hal ini menggambarkan garam garam terlarut dalam satu
kilogram air laut dan dinyatakan dalam satuan perseribu (ppt). Menurut Indra (2002),
pola sirkulasi, penguapan, curah hujan dan aliran sungai mempengaruhi sebaran
salinitas perairan. Salinitas air laut mempunyai hubungan yang erat dengan proses
evaporasi, bila proses evaporasi tinggi maka salinitas di perairan juga tinggi karena
12
adanya garam-garam yang terkonsentrasi. Namun, berbanding sebaliknya jika curah
hujan tinggi maka konsentrasi salinitas dalam air laut pada umumnya menurun.
Distribusi salinitas di perairan pantai atau muara dipengaruhi oleh masukan air
tawar yang berasal dari sungai. Daerah pantai mengalami penurunan salinitas dapat
terjadi akibat adanya masukan air tawar yang masuk dari muara sungai. Apabila pada
bagian hulu sungai di sekitar pantai mendapatkan banyak bahan organik (limbah)
maka masukan air sungai ini juga mengindikasikan adanya masukan hara. Salinitas
juga dapat memperlihatkan pola arus yang bergerak menuju suatu daerah perairan,
sehingga salinitas diduga dapat mempengaruhi pola penyebaran terhadap kandungan
unsur hara di laut (Indra, 2002).
2.3.3 Arus
Menurut Wibisono (2011), secara umum arus laut merupakan gerakan massa
air laut ke arah horizontal dalam skala besar. Namun, terdapat juga arus yang
bergerak secara vertikal. Arus laut dipengaruhi banyak faktor salah satu faktor yang
mempengaruhi yakni tiupan angin musim. Selain itu, faktor suhu permukaan air laut
yang selalu berubah ubah juga dapat mempengaruhi arus laut. Perubahan tekanan
udara yang terjadi tiap musimnya selalu berubah ubah, sehingga menimbulkan arah
tiupan angin yang berbeda beda dimana Indonesia terdapat dua musim antara angin
musim barat dan musim timur.
Secara sederhana arus dapat diartikan sebagai sirkulasi massa air dari satu
tempat ke tempat lain. Arus berperan aktif dalam mempengaruhi proses-proses
biologi, kimia serta fisika dalam spektrum ruangan dan waktu yang terjadi di lautan.
Sebagai salah satu pengaruh proses kimia yakni persebaran nutrien yang terjadi di
laut (Latief, 2002).
13
2.3.4 Oksigen terlarut
Oksigen terlarut dalam suatu perairan laut dibedakan dalam bentuk dua
senyawa yaitu senyawa terikat dan sebagai molekul bebas. Senyawa terikat oksigen
di dalam laut meliputi NO3-, NO2
-, PO43-, CO2, CO3
2- dan senyawa-senyawa lainnya,
sedangkan molekul bebas di dalam perairan laut adalah O2 (Indra, 2002). Sumber
oksigen terlarut diperairan berasal dari difusi udara dan hasil fotosintesis oleh
organisme nabati yaitu fitoplankton dan tumbuhan air. Oksigen dikonsumsi oleh
tumbuhan akuatik dan hewan secara terus-menerus pada aktivitas respirasi
(Goldman, 1983).
Penurunan kadar oksigen dalam air laut diakibatkan oleh faktor faktor seperti
kenaikan suhu, proses respirasi, masuknya limbah organik, meningkatnya salinitas
dan proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Adanya dekomposisi
bahan organik akibat masuknya limbah oraganik dapat menghasilkan dan
meningkatkan unsur hara di perairan, sehingga secara tidak langsung oksigen terlarut
mempengaruhi proses regenerasi unsur hara di dalam air (Wardoyo, 1975).
2.3.5 Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan faktor lingkungan yang mengendalikan
fitoplankton terutama pada proses pengambilan nutrien, kesetimbangan nutrien (CO2,
P, dan N) serta kesetimbangan logam beracun. Air laut merupakan penyangga yang
baik terhadap perubahan pH (asam basa) yang disebabkan oleh aliran air tawar dari
sungai (Susanti, 2001).
Keberadaan unsur hara di laut secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh
perubahan nilai pH. Seperti hubungan dengan tinggi dan rendanya kandungan
oksigen terlarut di laut. Hal ini tentunya mempengaruhi kegiatan mikroorganisme
14
dalam proses dekomposisi bahan organik, salah satunya yaitu terjadi proses
denitrifikasi berupa proses mikrobiologi dimana ion nitrat dan nitrit diubah menjadi
molekul nitrogen (N2). Produksi akhir dari proses tersebut menghasilkan gas inert
yang tidak dapat digunakan secara langsung, akibatnya kandungan unsur hara yang
dapat dimanfaatkan menurun (Odum, 1993).
2.4 Produktivitas Perairan
Informasi mengenai produktivitas primer perairan penting diketahui
sehubungan dengan peranannya sebagai penyedia makanan (produser) dalam
ekosistem perairan, serta perannya sebagai pemasok kandungan oksigen terlarut di
perairan. Tingkat produktivitas primer suatu perairan memberikan gambaran apakah
suatu perairan cukup produktif dalam menghasilkan biomassa tumbuhan, terutama
fitoplankton, termasuk pasokan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis yang
terjadi, sehingga mendukung perkembangan ekosistem perairan. Produktivitas
perairan yang terlalu tinggi dapat mengindikasikan telah terjadi eutrofikasi, sedangkan
yang terlalu rendah dapat memberikan indikasi bahwa perairan tidak produktif
(Hariyadi et al., 2010).
Produktivitas primer adalah laju penyimpanan energi sinar matahari oleh
aktivitas fotosintetik (terutama tumbuhan hijau atau fitoplankton) ke bentuk bahan
organik yang dapat digunakan sebagai bahan makanan. Kesuburan suatu perairan
pada hakekatnya ditentukan oleh besamya produktivitas perimer perairan tersebut.
Sementara itu yang memegang peran penting dalam produktivitas primer adalah
fitoplankton sebagai produsen primer (Odum, 1993). Menurut Erlina (2006),
produktivitas perairan ditentukan oleh laju proses dan tingkat produksi perairan yang
dihasilkan. Dalam kaitan tersebut, kualitas air berguna untuk menentukan tingkat
15
kelayakan bagi kelangsungan hidup ikan dan biota air makanannya serta tingkat
produktivitas perairan yang dapat didukungnya. Sesuai dengan peranan tersebut di
atas, maka untuk setiap sifat fisika-kimia air akan mempunyai batas-batas kelayakan
serta tingkat kemampuannya dalam mendukung tingkat produktivitas perairannya.
Fitoplankton berperan penting dalam mengontrol siklus karbon dan bioelemen
lainnya di perairan. Bioelemen terpenting terdiri dari nitrogen dan fosfat dimana kedua
unsur bioelemen ini ketersediaannya di perairan bervariasi dan saling mempengaruhi
dalam memberikan kontribusi bagi produktivitas primer fitoplankton (Adiwilaga et al.,
2008). Selain itu, dalam menentukan produktivitas perairan klorifl-a dapat menjadi
petunjuk dari produktivitas perairan itu sendiri. Hal ini sejalan dengan yang
disampaikan oleh Trisakti et al., (2003), bahwa kandungan klorofil-a dapat digunakan
sebagai ukuran banyaknya fitoplankton pada suatu perairan tertentu dan dapat
digunakan juga sebagai petunjuk produktivitas perairan.
2.5 Arus Lintas Indonesia (ARLINDO)
Arus lintas Indonesia (Arlindo) adalah aliran massa air yang berbentuk arus
laut dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia dan mengalir menuju kawasan
timur kepulauan Indonesia. Hal ini disebabkan perairan Indonesia yang terletak di
perairan Asia Tenggara, merupakan perairan yang relatif terbuka ke arah Samudera
Pasifik namun tertutup terhadap perairan Samudera Hindia. Kondisi tersebut
memungkinkan massa air dari Samudera Pasifik secara bebas masuk ke perairan
Indonesia dibandingkan dengan massa air Samudera Hindia (Cahyaningrum, 2009).
Menurut Ilahude and Gordon (1996), terdapat dua kemungkinan jalur lintasan masuk
Arlindo ke perairan Indonesia, yaitu melalui jalur barat (utama) dan jalur timur
(sekunder). Jalur utama Arlindo dimulai dari sebelah Mindanau, bergerak ke laut
16
sulawesi, kemudian ke Selat Makassar, masuk ke Laut Flores dan Laut Banda. Pintu
masuk Arlindo lainnya adalah dari Laut Maluku dan Laut Halmahera. Aliran Arlindo
pada kedua perairan ini kemudian memasuki Laut Seram dan Masuk ke Laut Banda.
Perairan Indonesia tak dapat dipisahkan dari pengaruh dinamika regional di
Samudera Pasifik dan Samudera India. Akibat dari pengaruh ini aliran Arlindo
mengalami variasi mulai dari periode musiman, antar musiman sampai antar tahunan.
Fenomena Iklim seperti ENSO (El-Nino Southern Oscillation) yang terjadi di barat
Pasifik juga memegang peranan penting dalam variabilitas Arlindo. Sementara itu di
Samudera India berasosiasi dengan sistem muson dan fenomena Dipole Mode (Saji
et al., 1999). Variabilitas musiman maupun tahunan diakibatkan oleh arah angin yang
berubah mengikuti sistem muson Australia-Asia (Australasia). Transpor maksimum
pada berbagai lokasi seperti Selat Makassar, Selat Lombok, Selat Ombai, Laut Sawu
dan dari Laut Banda ke Samudera India terjadi pada saat bertiupnya angin muson
tenggara antara Juli September dan minimum saat muson barat laut antara
November Februari (Umasangaji, 2006).
2.6 Redfield Ratio Nutrien
Menurut Hamzah et al., (2015), menyatakan bahwa untuk mengetahui
produktivitas perairan, maka digunakan pendekatan rasio nitrat dan fosfat (N/P) serta
nitrat dan silikat (N/Si). Redfield ratio adalah salah satu prinsip akuatik biogeokimia
yang berdasar pada hubungan antara komposisi organisme dan kandungan kimia
dalam air. Menurut Redfield (1958), menyimpulkan bahwa komposisi unsur dari
plankton dengan variasi anorganik seperti C, N dan P dalam air laut dimana hampir
seluruhnya bersumber dari sintesis atau dekomposisi bahan organik. Ahli geokimia
dan ahli biologi menentukan nilai numerik dari redfield ratio secara berbeda. Ahli
17
geokimia menggunakan stoikiometri C: N: P dengan nilai 105: 15: 1 yang berdasar
pada kovarians nitrat, fosfat dan kontribusi non kalsit terhadap total anorganik C di
perairan laut dalam, sedangkan ahli biologi menggunakan rasio 106: 16: 1
berdasarkan pada analisis fleming dari rata-rata komposisi unsur organisme laut
(Geider and La Roche, 2002).
Awalnya rasio Redfield hanya memperhatikan perbandingan antara karbon:
nitrogen: fosfor (C: N: P) yaitu 106: 16: 1, kemudian Brzenzinski (1985),
menambahkan silikon dalam perhitungannya sehingga perbandingan keempat unsur
C: N: Si: P tersebut adalah 106:16:15:1. Tingginya nilai rasio C menunjukkan bahwa
unsur C menjadi kebutuhan utama sedangkan nilai nutrien yakni N: Si: P bervariasi
dengan unsur N memiliki nilai tertinggi karena dibutuhkan dalam jumlah yang besar
oleh fitoplankton. Geider and La Roche (2002), rasio redfield C: N yang digunakan
dalam oseanografi untuk perhitungan dari produksi nutrien serta digunakan untuk
perhitungan produktivitas berdasar elemen zat hara. Rasio Redfield N: P yakni 16: 1
sering digunakan sebagai patokan untuk membedakan batasan N dari batasan P, dan
diperkirakan menetapkan batas atas rasio nitrat: fosfat dalam lautan. Hal ini
mengasumsikan bahwa fitoplankton dalam suatu perairan akan memiliki N terbatas
jika nilai rasio N: P < 16 sedangkan P terbatas pada nilai rasio N: P > 16. Batas 16: 1
sering dikaitkan dengan terbatasnya unsur P dari terjadinya proses fiksasi oleh gas
N2, seperti yang pertama dihipotesiskan Oleh Redfield (1934). Menurut Giovannoni
and Stingl (2005), meskipun rasio Redfield sangat stabil di laut dalam, fitoplankton
memiliki variasi yang besar dari komposisi unsur C: N: P serta strategi hidup mereka
memainkan peran dalam rasio C: N: P. Hal ini telah membuat beberapa peneliti
berspekulasi bahwa Rasio Redfield mungkin merupakan persyaratan umum rata-rata
daripada spesifik untuk pertumbuhan fitoplankton
18
2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari penelitian-penelitian terdahulu yang
pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian. Metode pengambilan dan
analisa sampel air dalam penelitian ini menggunakan Niskin Water Sampler volume 3
L secara horizontal dan spektofometer SPUV-26 dengan panjang gelombang tertentu
untuk mendapatkan nilai aborbansinya. Hal ini sejalan dengan apa yang dilakukan
oleh Hamzah et al., (2015), bahwa metode pengambilan sampel air dengan
menggunakan rossette bottle volume 8 L yang terangkai dalam alat CTD
(Conductivity, Temperature, Depth). Prinsip kerja dari alat tersebut adalah sama,
namun pada Rossette bottle penggunaannya secara otomatis bersamaan dengan
CTD sedangkan Niskin Water Sampler penggunaannya secara manual. Kemudian,
analisa sampel juga dilakukan di laboratorium dengan mengukur konsentrasi nutrien
menggunakan spektrofotometer SPUV-26 untuk mendapatkan nilai absorbansinya.
Menurut penelitian Sonnekus et al., (2016), bahwa dalam penyajian data
nutrien dengan membuat plot antara nitrat dan fosfat dengan menampilkan garis lurus
yang merupakan garis ideal N:P = 16:1 (Redfield ratio) sedangkan titik yang tersebar
pada grafik merupakan keseluruhan data dari kedua unsur tersebut. Software yang
digunakan yakni SigmaPlot 12.0 (Systat Software, Inc. 2011). Hal tersebut sejalan
dimana penyajian data dalam penelitian ini menggunakan Ocean Data View Software
(ODV). Menurut Hamzah et al., (2015), analisa data yang tersaji nantinya berupa profil
Redfield Ratio dengan menghitung rasio (N/P) dan rasio (N/Si) dimana hasil yang
diperoleh berupa grafik sumbu X dan Y sesuai dengan perbadingan diantaranya rasio
(N/P) dan rasio (N/Si). Hasil analisa menunjukan bahwa nitrat merupakan nutrien
dominan dibandingkan nutrien lainnya dengan nilai rasio N/P=3,83-37,99 dan
N/Si=0,12-10,98.
19
Menurut penelitian Muchtar (2012), penelitian distribusi fosfat, nitrat dan silikat
di perairan kepulauan Natuna dengan menggunakan KR Baruna Jaya VIII, dilakukan
pada bulan April 2011. Kadar fosfat, nitrat dan silikat diukur dengan metode
spektrofotometri. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji distribusi zat hara fosfat
nitrat dan silikat yang merupakan indikator kesuburan untuk kehidupan biota laut.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar fosfat dilapisan permukaan perairan
Pulau Subi, Bunguran dan Pulau Laut masing-masing berkisar antara 0,04-0,22 µg
A/l, 0,04- 0,18 µg A/l dan 0,04-0,13 µg A/l, dengan rata-rata 0,11 µgA/l, 0,08 µgA/l dan
0,07 µg A/l. Kadar nitrat berkisar antara 0,31-4,90 µg A/l, 0,23-2,29 µg A/l dan 0,14-
0,32 µg A/l dengan rata-rata 1,90 µgA/l, 0,78 µg A/l dan 0,22 µg A/l dan kadar silikat
berkisar antara 2,97-5,35µg A/l, 2,28-4,85 µg A/l dan 2,28-3,57 µg A/l degan rata-rata
4,49 µgA/l, 3,62 µg A/l dan 3,02 µg A/l.
Menurut penelitian Simanjuntak (2012), penelitian kualitas air laut di perairan
Banggai, Sulawesi Tengah telah dilakukan pada bulan Juni-Juli 2011 dengan
menggunakan kapal riset Baruna Jaya VIII. Tujuan penelitian ini untuk meneliti
kualitas air ditinjau dari kandungan zat hara yang merupakan indikator kesuburan
perairan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya di perairan Banggai, Sulawesi
Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah pengambilan air laut dari lapisan
permukaan (0-1 m), tengah (20-100 m) dan dekat dasar (100-200 m) pada 14 stasiun
penelitian. Kadar fosfat, nitrat dan silikat dianalisis menurut metode Strickland dan
Parsons. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar zat hara pada umumnya
lebih tinggi di sebelah selatan perairan ini. Kadar fosfat berkisar 0,53 5,93 µg A/l;
nitrat 0,34 28,31 µg A/l, dan silikat 0,69 44,60 µg A/l. Kadar oksigen terlarut berkisar
2,30 4,90 ml/l, dan nilai pH 7,85 8,21.
20
3. MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 hari yakni pada tanggal 16, 17 dan 21
April 2016. Pengambilan data didapatkan dari hasil survei dan observasi (Ekspedisi
Serambi Tanah Air 2016) yang pernah dilakukan oleh mahasiswa bersama Balai
Penelitian Observasi Laut (BPOL) di Pulau Lirang, Desa Ustutun, Kecamatan Wetar
Barat, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku. Setelah dilakukan
pengambilan sampel air maka dilanjutkan dengan analisa laboratorium pada bulan
Mei 2016 di Laboratorium Kualitas Air milik Balai Penelitian Observasi Laut (BPOL) -
Bali. Pada bulan Januari 2017 dilakukan validasi dan permohonan data kualitas
perairan. Titik lokasi penelitian di Pulau Lirang, Maluku ditampilkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Lokasi Penelitian di Pulau Lirang, Maluku
21
Data penelitian ini bersumber dari 30 titik koordinat pengambilan sampel yang
tesebar di sekeliling Pulau Lirang, Maluku. Penentuan lokasi pengambilan sampel
dilakukan dengan metode purposive sampling, dimana menentukan lokasi
pengambilan sampel berdasarkan tujuan dan sasaran penelitian (Sugiyono, 2012).
Penentuan lokasi sampel dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi daerah
penelitian, sehingga lokasi pengambilan sampel dapat mewakili daerah penelitian
secara keseluruhan (representatif). Stasiun pengamatan serta arah stasiun tersebut
dari Pulau Lirang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Koordinat Pengambilan Data Lapang
Stasiun Pengamatan Longitude Latitude Arah dari Pulau
Lirang
LR-1 125.767 -7.9923 Timur Laut LR-2 125.78 -7.9945 Timur Laut LR-3 125.784 -8.0225 Timur LR-4 125.77 -8.0236 Timur LR-5 125.759 -8.0403 Tenggara LR-6 125.744 -8.0482 Tenggara LR-7 125.767 -8.0668 Tenggara LR-8 125.751 -8.05 Tenggara LR-9 125.744 -8.0597 Selatan
LR-10 125.746 -8.0929 Selatan LR-11 125.708 -8.0802 Selatan LR-12 125.69 -8.0447 Barat Daya LR-13 125.722 -8.0418 Barat Daya LR-14 125.721 -8.0155 Barat LR-15 125.683 -8.0027 Barat LR-16 125.664 -8.0028 Barat Laut LR-17 125.719 -7.9956 Barat Laut LR-18 125.71 -7.9721 Utara LR-19 125.684 -7.952 Barat Laut LR-20 125.74 -7.9513 Utara LR-21 125.771 -7.9615 Utara LR-22 125.766 -7.9735 Utara LR-23 125.762 -7.9923 Timur Laut
22
Stasiun Pengamatan Longitude Latitude Arah dari Pulau
Lirang
LR-24 125.762 -8.0176 Timur LR-25 125.751 -8.0365 Tenggara LR-26 125.733 -8.0579 Selatan LR-27 125.731 -8.04 Barat Daya LR-28 125.728 -8.0165 Barat LR-29 125.727 -7.991 Barat Laut LR-30 125.742 -7.9707 Utara
Stasiun pengamatan pada waktu ke-1 yakni 16 April 2016 meliputi LR-1, LR-
14, LR-15, LR-16, LR-17, LR-18, LR-19, LR-20, LR-21 dan LR-22. Berbeda dengan
stasiun pengamatan pada waktu ke-2 yakni 17 April 2016 meliputi LR-2, LR-3, LR-4,
LR-5, LR-6, LR-7, LR-8, LR-9, LR-10, LR-11, LR-12 dan LR-13. Titik stasiun
pengamatan yang lain pada waktu ke-3 yakni 21 April 2016 meliputi LR-23, LR-24,
LR-25, LR-26, LR-27, LR-28, LR-29 dan LR-30. Secara keseluruhan stasiun
pengamatan yang disebutkan yakni berjumlah 30 titik lokasi penelitian. Seluruh lokasi
tersebut tersebar di sekeliling kawasan Pulau Lirang. Secara umum titik lokasi berada
pada arah mata angin seperti utara, selatan, timur dan barat. Stasiun pengamatan
perairan Pulau Lirang pada bagian utara meliputi LR-18, LR-19, LR-20, LR-21, LR-22
dan LR-30.
Namun, pada stasiun pengamatan yang lain bagian selatan Pulau Lirang yakni
LR-7, LR-9, LR-10, LR-11 dan LR-26. Kemudian, stasiun pengamatan perairan Pulau
Lirang pada bagian timur meliputi LR-1, LR-2, LR-3, LR-4, LR-5, LR-6, LR-8, LR-23,
LR-24 dan LR-25, sedangkan stasiun pengamatan perairan Pulau Lirang pada bagian
selatan antara lain LR-12, LR-13, LR-14, LR-15, LR-16, LR-17, LR-26, LR-27, LR-28
dan LR-29. Keseluruhan titik lokasi dipilih berdasarkan kondisi daerah penelitian yakni
23
perairan laut Pulau Lirang yang memiliki strata berdasarkan kedalaman laut berupa
zona pesisir atau intertidal, zona laut dangkal serta zona laut lepas. Kondisi Pulau
Lirang yang memiliki bentuk Pulau memanjang dari utara ke selatan dan dikelilingi
perairan yang kondisinya bervariasi karena dipengaruhi oleh arah angin, jenis
gelombang dan pengaruh daratan yang berbeda menyebabkan perlunya pengambilan
sampel dengan mempertimbangkan kondisi fisik tersebut. Pengukuran parameter
kualitas air dilakukan pada 30 titik stasiun pengamatan dengan menggunakan alat
berupa Water Quality Checker (WQC-24) yang mencakup beberapa parameter
meliputi parameter fisika dan parameter kimia. Alat ini menggunakan sensor digital
yang diaplikasikan pada sampel air sehingga akan membaca karakteristik dari kualitas
air tersebut.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat Penelitian
Terdapat beberapa alat yang digunakan selama penelitian ini berlangsung.
Alat-alat yang dimaksud merupakan alat milik mahasiswa dan Balai Penelitian dan
Observasi Laut (BPOL) dimana berfungsi untuk mempermudah proses penelitian
seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat yang digunakan dalam penelitian
No Alat Fungsi
1 Water quality cheker (WQC-24)
Digunakan untuk mengukur suhu, pH, DO, salinitas
2 Niskin water sampler (kapasitas 3 liter)
Digunakan untuk mengambil sampel air secara horizontal
3 Spektrofotometer (SPUV-26)
Digunakan untuk mengukur absorbansi nutrien
4 Botol polietilen Digunakan untuk menyimpan sampel air 5 Cool box Digunakan untuk mendinginkan sampel air
24
No Alat Fungsi
6 Kamera Digital (Canon IXUS 115 HS) Digunakan untuk dokumentasi kegiatan
7 GPSmap 60CSx Digunakan untuk mengetahui koordinat dan lokasi penelitian
8 Rubber boat Digunakan sebagai alat transportasi pengambilan data
9 Laptop (HP pavilion g4, Prosesor AMD Athlon) Digunakan untuk pengolahan data
3.2.2 Bahan Penelitian
Tedapat beberapa bahan yang digunakan selama penelitian ini berlangsung.
Bahan-bahan yang dimaksud merupakan bahan yang disediakan oleh Balai Penelitian
dan Observasi Laut (BPOL) dimana befungsi sebagai material pendukung yang
ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam penelitian
No Bahan Fungsi 1 Aquades Digunakan untuk mengkalibrasi alat 2 Air tawar Digunakan untuk membersihkan alat 3 Kertas label Digunakan untuk menandai sampel setiap stasiun 4 Es batu Digunakan untuk menjaga kondisi suhu sampel air 5 Plastik hitam Digunakan untuk membukus botol polietilen
6 Tissu Digunakan untuk membersihkan dan mengeringkan alat
Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari beberapa
portal data yang bersifat open access. Perangkat lunak yang dimaksud antara lain
adalah seperti yang ditampilkan pada Tabel 4.
25
Tabel 4. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian
No Bahan Fungsi
1 Ferret (NOAA/ PMEL)
Perangkat lunak dari NOAA (open access) yang digunakan untuk menampilkan pola sirkulasi arus permukaan
2 ODV (Ocean Data View)
Perangkat lunak yang digunakan untuk mengekstrak data .nc
3 Surfer versi 10 (32-bit)
Perangkat lunak yang digunakan untuk menampilkan pola distribusi kualitas air dan nutrien
4 ArcMAP 10.1 Perangkat lunak yang digunakan untuk menampilkan peta stasiun pengamatan
5 Minitab versi 17 Perangkat lunak yang digunakan untuk menampilkan rasio redfield nutrien
6 Microsoft Word dan Excel
Perangkat lunakan sebafi media dalam pengolahan data dan penulisan laporan penelitian
3.3 Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel air laut yang diambil
dari perairan Pulau Lirang, Maluku. Sampel air laut tersebut kemudian dibawa ke
Laboratorium Kualitas Air - BPOL untuk di analisa konsentrasi nitrat, fosfat dan silikat.
Parameter lingkungan yang diukur meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut dan pH.
Data lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Physical Ocean Model berupa
output model arus permukaan dari produk INDESO dan Biogeochemical Ocean Model
berupa output model persebaran nutrien.
3.4 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik
dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan atau memaparkan suatu
kondisi yang sesungguhnya dengan menganalisis hasil dari pengolahan data.
Penggunaan pendekatan ini disesuaikan dengan tujuan pokok penelitian yaitu
26
menganalisis distribusi spasial nutrien kaitannya dengan produktivitas perairan di
Pulau Lirang, Maluku.
3.5 Teknik Pengambilan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran di
lapangan (in-situ) dan hasil analisa laboratorium (ex-situ). Data primer yang diperoleh
dari hasil pengukuran lapangan (in-situ) meliputi 4 parameter oseanografi diantaranya
suhu, salinitas, oksigen terlarut dan pH dengan menggunakan alat WQC (Water
Quality Checker) seperti yang ditampilkan pada Gambar 3a dan Tabel 5. Water
Quality Checker merupakan alat pengukur kualitas air digital digunakan untuk
mengukur beberapa parameter kualitas air laut seperti suhu, pH, oksigen terlarut,
salinitas, TDS (Total Dissolved Solid), dan Konduktivitas. Nilai-nilai tersebut
didapatkan dengan menyelupkan probe atau sensor dari WQC ke dalam permukaan
air laut pada kedalaman antara 0-1 meter. Alat WQC yang digunakan memiliki merek
TOA-DKK, SERI WQC-24 dimana sebelum penggunaan dilakukan kalibarasi untuk
menghindari kesalahan pengukuran akibat pengaruh dari pengukuran sebelumnya.
Kalibrasi yang dilakukan menggunakan aquades yakni larutan air yang memiliki
ukuran kualitas air yang netral atau normal.
Pengambilan sampel air dilakukan di permukaan air laut yang berada pada
zona eufotik yang masih terpapar sinar matahari. Sampel air diambil pada kedalaman
0-1 meter menggunakan Niskin Water Sampler. Alat ini digunakan untuk
mendapatkan sampel air secara vertikal dan horizontal. Namun, pada penelitian ini
sampel air yang diperoleh hanya secara horizontal pada bagian permukaan perairan.
Air sampel yang telah diambil di lapangan kemudian dimasukkan ke dalam botol
27
Gambar 3. Pengambilan data primer dan sekunder
polietilen. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan sampel air dari kontaminasi.
Botol sampel kemudian disimpan ke dalam cool box yang telah diberi es batu dengan
estimasi suhu 4°C sebelum dilakukan pengujian di laboratorium. Sampel nutrien
kemudian di analisa di laboratorium (ex-situ) diantaranya nitrat, fosfat dan silikat
menggunakan alat spektrofotometer SPUV-26 seperti yang ditampilkan pada Gambar
3b dan Tabel 5.
Keterangan: a) WQC-24 (Water Quality Checker) b) Spektrofotometer type SPUV-26 c) Website data sekunder arus permukaan http://www.indeso.web.id.
Analisis nutrien terdiri dari konsentrasi nitrat, fosfat dan silikat. Pengukuran
kandungan nitrat dalam air laut mengacu pada SNI 06-6989.31-2005, sedangkan
kandungan fosfat merujuk berdasarkan SNI 06-6989.31-2005. Analisis kandungan
silikat mengacu berdasarkan SNI 06-2477-1991 dan Grasshoff et al., (1999), dimana
seluruh analisis tersebut menggunakan alat berupa spektrofotometer SPUV-26
dengan data hasil terdapat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6.
c)
a) b)
28
Menurut SNI 6989.79:2011, senyawa nitrat dalam contoh uji direduksi menjadi
nitrit oleh kadmium (Cd) yang dilapisi dengan tembaga (Cu) dalam suatu kolom. Nitrit
total yang terbentuk bereaksi dengan sulfanilamid dalam suasana asam
menghasilkan senyawa diazonium. Senyawa diazonium kemudian bereaksi dengan
N-(1-naphthyl)-ethylenediamine dihydrochloride (NED) yang berwarna merah muda.
Senyawa azo ini ekivalen dengan senyawa diazonium yang ekivalen dengan nitrit
total. Warna merah diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang disekitar 543 nm. Pengujian ini digunakan untuk menentukan kadar nitrat
(NO3--N) dalam air secara spektrofotometri menggunakan kolom reduksi kadmium
dengan kisaran pengukuran 0,01 mg sampai 1,0 mg NO3--N/L dengan tebal kuvet
(path length) 1 cm atau lebih, pada panjang gelombang 543 nm. Kadar nitrat diperoleh
dengan mengkoreksi hasil total nitrit yang didapat dari hasil reduksi dengan hasil nitrit
yang diperoleh tanpa melewati kolom reduksi kadmium.
Menurut SNI 06-6989.31-2005, dalam suasana asam senyawa amonium
molibdat dan kalium antimonil tartrat bereaksi dengan ortofosfat membentuk senyawa
asam fosfomolibdat kemudian direduksi oleh asam askorbat menjadi kompleks biru
molibden. Pengujian ini digunakan dalam menentukan kadar fosfat dengan
spektrofotometer secara asam askorbat dalam contoh air dan air limbah pada kisaran
kadar 0,01 mg P/L sampai dengan 1,0 mg P/L pada panjang gelombang 880 nm.
Berbeda halnya dengan pengukuran silika menggunkan metode untuk mengetahui
besarnya kadar silika dalam air secara molibdat silikat dengan alat spektrofotometer
pada panjang gelombang 410 nm. Metode tersebut berdasar pada SNI 06-2477-1991
dan Grasshoff et al., (1999) dimana pengujian berupa air sampel yang menggunakan
metode pengujian kadar silika dengan alat spektrofotometer secara molibdat silikat.
29
Selain itu, data sekunder dalam peneltian ini diperoleh melalui website data
yakni INDESO (Infrastructure Development of Space Oceanography) milik Balai
Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) Bali seperti yang ditampilkan pada Gambar 3c
dan Tabel 6. Data yang dimaksud adalah Physical Ocean Model, dimana data model
fisika yang digunakan meliputi komponen U (Eastward Velocity) dan V (Nortward
Velocity) pada layer 1 (0,494 m) di bulan April 2016 yang berupa data mentah terdapat
pada Lampiran 8, Lampiran 9 dan Lampiran 10. Format file yang dihasilkan oleh
INDESO (Infrastructure Development of Space Oceanography) adalah NetCDF file
(.nc) dengan ukuran 236 megabytes. File tersebut memiliki data ruang dan waktu,
data ruang yang dimaksud adalah batasan longitude dan latitude yang meliputi area
penelitian ini sedangkan untuk waktu adalah tersedianya data selama 30 hari pada
bulan April 2016.
Penggunaan data arus permukaan yang diolah menggunakan software Ferret
mendukung dalam mengkaji pola distribusi nutrien (Hankin et al., 2007). Berbeda
dengan distribusi nutrien dan parameter oseanografi dalam menyajikan data berupa
kontur 2 dimensi dengan menggunakan software Surfer versi 10 (32-bit) (Keckler,
1995). Produktivitas perairan dalam penelitian ini ditinjau dengan membuat rasio
pembanding antara rasio nitrat dan fosfat (N/P) serta rasio nitrat dan silikat (N/Si)
(Hamzah et al., 2015). Penyajian data tersebut berupa grafik rasio dengan plot syntax
X dan Y dari masing-masing nutrien. Rasio redfield (kondisi ideal) di suatu perairan
digunakan berdasarkan molar nutrien seperti nitrat, fosfat dan silikat. Penyajian data
rasio menggunakan software Minitab versi 17 (Sonnekus et al., 2016).
30
Tabel 5. Parameter Fisika dan Kimia
No Parameter Satuan Alat Metode Ket. Parameter Fisika Perairan
1 Suhu °C WQC-24 Pemuaian In-situ Parameter Kimia Perairan
2 Salinitas o/oo WQC-24
Konduktometri In-situ 3 pH - Potensiometri In-situ 4 DO mg/L Elektrometri In-situ
5 Silikat mg/L
Spektrofotometer SPUV-26
Molibdat Silikat Ex-situ
6 Nitrat mg/L Reduksi Kadmium Ex-situ
7 Fosfat mg/L Asam Askorbat Ex-situ
Tabel 6. Parameter Arus Permukaan
No Parameter Sumber Data Arus Permukaan
INDESO (Infrastructure Development of Space Oceanography)
1 U (Eastward Velocity) dan V (Nortward Velocity)
Nutrien 2 Nitrat, Fosfat dan Silikat
31
3.6 Diagram Alir Penelitian
Langkah langkah yang harus dilalui dalam melakukan penelitian ini
digambarkan dalam diagram alir. Adapun diagram alir dari penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 4.
Analisis Distribusi Horizontal Nutrien Kaitannya Dengan Produktivitas Perairan
Di Pulau Lirang, Maluku Hasil
Penelitian
Teknik Pengambilan Data
Data Primer Data Sekunder
EX-SITU : - Nitrat (mg/L) - Fosfat (mg/L) - Silikat (mg/L)
Analisis Laboratorium
- U (Eastward Velocity) (m/detik) - V (Nortward Velocity) (m/detik)
Profil Horizontal Karakteristik Perairan
Gambar 4. Diagram Alir Penelitian
Profil Horizontal Nutrien
Profil Redfield Ratio
IN-SITU : - Suhu (°C) - Salinitas (o/oo) - pH
- DO (mg/L)
Data Lapangan
- Nitrat (mmol m-3) - Fosfat (mmol m-3) - Silikat (mmol m-3)
Analisis data sekunder
Analisis
32
3.7 Analisis Data
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa program untuk
mendukung penyajian pola distribusi nutrien di Pulau Lirang. Diagram pengolahan
data yang dimaksud tersaji pada Gambar 5.
Gambar 5. Konsep diagram alir pengolahan data
Mulai
Profil Horizontal
Karakteristik Perairan
Ferret (NOAA/PMEL)
Kontur 2 Dimensi dengan Metode Inverse
Distance Weighted (IDW)
Vektor (arah, kec)
Pola Distribusi Nutrien
Data Model INDESO Nutrien
Surfer versi 10 (32-bit)
Nitrat, Fosfat dan
Silikat
Data Insitu
Profil Horizontal
Nutrien
Input X (long), Y (lat),
Z (nilai)
Data Insitu
Surfer versi 10 (32-bit)
Redfield Ratio Nutrien
Data Model INDESO
Arus
Input X (long), Y (lat), Z
(konsentrasi)
Ferret (NOAA/PMEL)
Ratio N/P dan N/Si
Minitab versi 17
Plot syntax X
dan Y
Support analyzing
Sebaran rasio
nutrien Support analyzing
33
3.8 Analisis Redfield Ratio
Analisis yang digunakan yaitu Refield Ratio, analisis ini memiliki fungsi dalam
mengetahui hubungan nutrien terhadap produktivitas perairan dengan menggunakan
rasio (perbandingan). Analisis nutrien menggunakan pendekatan rasio nitrit dan fosfat
(N/P) serta rasio nitrit dan silikat (N/Si). Menurut Hamzah et al., (2015), menyatakan
bahwa redfield hanya memperhatikan perbandingan antara karbon: nitrogen: fosfor
(C:N:P) yaitu 106:16:1, kemudian penelitian yang dilakukan oleh Brzenzinski (1985)
menambahkan silikon dalam perhitungannya sehingga perbandingan keempat unsur
(C:N:Si:P) tersebut adalah 106:16:15:1.
Menurut Hamzah et al., (2015), menyebutkan dalam penelitiannya bahwa rasio
terbagi menjadi 3 kelompok yaitu dibawah garis redfield ratio, mendekati garis redfield
ratio dan di atas garis redfield ratio. Berdasarkan teori tersebut maka dalam penelitian
ini secara umum rasio N/Si dibagi menjadi tiga kelompok yakni di atas garis ideal
(16:15) atau (1:1), mendekati garis ideal (16:15) atau (1:1) dan dibawah garis ideal
(16:15) atau (1:1). Rasio yang berada di atas garis (16:15) atau (1:1) menunjukkan
konsentrasi nitrat lebih besar daripada konsentrasi silikat atau dengan kata lain silikat
menjadi faktor pembatas. Rasio yang mendekati garis (16:15) atau (1:1) menunjukkan
rasio ideal dimana sesuai dengan redfield ratio bahwa N/Si adalah (16:15) atau (1:1)
dan rasio dibawah (16:15) atau (1:1) menunjukkan konsentrasi silikat yang lebih tinggi
dari konsentrasi nitrat atau dapat dikatakan nitrat sebagai faktor pembatas. Kondisi
rasio yang lain yakni rasio N/P memiliki pola persebaran nitrat yang sama dimana
terbagi menjadi 3 kelompok persebaran. Namun, yang menjadi pembeda yakni
redfield ratio N/P yaitu senilai 16:1.
34
3.9 Analisis Spasial
Analisis spasial dalam penelitian ini menggunakan data yang berorientasi
geografis berupa X (lintang), Y (bujur) dan Z (konsentrasi nutrien). Penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh 2 pola distribusi horizontal yakni karakteristik perairan
dan nutrien di perairan Pulau Lirang, Maluku. Karakteristik perairan yang dimaksud
antara lain seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH dan arus permukaan. Analisis
spasial karakteristik perairan dan nutrien dilakukan dengan interpolasi data dari
Sistem Informasi Geografis (SIG). Metode interpolasi yang digunakan adalah Inverse
Distance Wighted (IDW) mengacu berdasarkan SNI 7644:2010. Penelitian ini
menggunakan software Surfer versi 10 (32-bit) dalam mendukung penyajian basis
data spasial oseanografi berupa pola distribusi horizontal karakteristik perairan dan
nutrien.
Data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis, memiliki sistem
koordinat tertentu sebagai dasar referensinya dan mempunyai bagian penting
sehingga berbeda dengan data lain, yaitu informasi lokasi (spasial) dan informasi
deskriptif (attribut). Berdasarkan SNI 7644:2010 berkaitan dengan basis data spasial
oseanografi dimana metode Inverse Distance Wighted (IDW) pada perangkat lunak
Surfer versi 10 (32-bit) difungsikan sebagai interpolator dalam mengestimasi hasil
dengan bergantung pada parameter yang digunakan. Keuntungan menggunakan
metode ini adalah nilai hasil interpolasi terbatas pada nilai yang ada pada data sampel,
sehingga tidak akan ditemui nilai yang salah dari suatu data oseanografis. Hasil akhir
dari analisis ini adalah pola distribusi karakteristik perairan dan nutrien berupa kontur
berwarna dengan skala yang diperoleh dari nilai masing-masing data sampel.
35
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Pulau Lirang, Desa Ustutun, Kecamatan Wetar
Barat, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku seperti yang terdapat pada
Lampiran 1. Pulau Lirang satu diantara empat pulau di Kecamatan Wetar, Kabupaten
Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku yang terletak di sebelah barat Pulau Wetar
- -batas wilayah Pulau Lirang diantaranya pada
bagian utara di batasi dengan Laut Banda, sedangkan pada bagian selatan di batasi
dengan Laut Timor dan pada bagian timur dibatasi dengan Pulau Romang sedangkan
pada bagian Barat di batasi degan Pulau Flores (KKP, 2017). Akses menuju Pulau Lirang tergolong ke dalam akses yang sulit, karena jalur
yang bisa dilalui adalah jalur udara dan jalur laut. Akses udara ditempuh dengan
menggunakan pesawat dari Kupang menuju Pulau Kisar, kemudian menggunakan
Speed Boat atau Kapal Perintis menuju Pulau Lirang. Akses melalui jalur laut
ditempuh menggunakan KM Sabuk Nusantara 43 yang merupakan kapal perintis
dengan jalur pelayaran Ambon-Kupang (2 kali dalam sebulan) dan KM Maumere II
dengan rute Kupang-Tepa (2 kali sebulan). Aksesibilitas Pulau Lirang yang terbatas
merupakan salah satu kendala perkembangan masyarakat Pulau Lirang terutama
dalam bidang ekonomi. Namun, akses pada saat penelitian menggunakan kapal riset
dan rubber boat digunakan dalam menjangkau titik-titik pengambilan sampel yang
tersebar di Pulau Lirang, Maluku.
Lokasi sampel dikunjungi dengan menggunakan alat transportasi yakni kapal.
Kondisi perairan Pulau Lirang yang memiliki kedalaman yang bervariasi terutama
pada bagian pesisir hingga laut lepas yang menyebabkan penggunaan kapal
36
dibedakan berdasarkan kedalaman air lautnya. Kapal besar tidak bisa digunakan
melaui kawasan perairan yang dangkal sehingga digunakan rubber boat yang
terdapat pada Lampiran 2. Kondisi lingkungan pada saat pengambilan sampel air dan
data parameter lingkungan terpantau cerah dan berangin pada hampir seluruh stasiun
pengamatan. Kondisi laut pada saat pengamatan terpantau bergelombang dan arus
yang sedang hingga kuat, hal ini terlihat pada stasiun pengamatan yang terletak di
Selat Wetar meliputi LR-1, LR-2, LR-3, LR-21, LR-22 dan LR-23. Kondisi tersebut
dapat terlihat pada saat dilakukan penurunan Niskin Water Sampler yang terbawa
oleh arus permukaan. Namun, kondisi laut pada stasiun pengamatan yang lain
terpantau bergelombang dengan arus tenang hingga sedang seperti yang disajikan
pada Tabel 7.
Kondisi oseanografi pesisir dan laut di Pulau Lirang memiliki tipe umum yang
sama dengan daerah lainnya di Maluku. Menurut Rahmayani (2016), bahwa
kecepatan arus permukaan di perairan Pulau Lirang berkisar antara 0,04-0,24 m/detik
dengan rata-rata 0,13 m/detik berdasarkan hasil survei lapangan di Pulau Lirang oleh
Tim BPOL. Tinggi muka air laut di Pulau Lirang dapat mencapai 2,5 m di atas
permukaan datum 14 dm dan muka laut terendah hanya mencapai 0,1 m di atas
permukaan datum 14 dm. Rata-rata tidal range berkisar antara 0,9-2,4 meter.
Berdasarkan data BPOL tahun 2015, kondisi oseanografi di perairan Pulau Lirang
memiliki kondisi pasang surut tipe pasang campuran cenderung harian ganda
(predominantly semi diurnal tide). Ciri dari pasang surut ini adalah terjadi dua kali
pasang dan dua kali surut dimana pasang pertamanya selalu lebih besar dari pasang
kedua.
37
Tabel 7. Kondisi umum perairan Pulau Lirang Maluku
Kode Stasiun Waktu Kondisi
Tanggal Jam Laut Meteorologi
LR-1, LR-14 s/d LR-16 dan LR-20
16-Apr-2016
09:56 WIT s/d 15:58
WIT
Gelombang dan arus terpantau
tenang hingga sedang
Kondisi cerah dan angin terpantau
tenang hingga sedang
LR-17 s/d LR-19 dan LR-21 s/d LR-22
Gelombang dan arus terpantau
sedang hingga kuat
Kondisi cerah dan angin terpantau
sedang hingga kencang
LR-2, LR-4 s/d LR-5, LR-7 s/d LR-9 dan LR-13
17-Apr-2016
07:14 WIT s/d 13:43
WIT
Gelombang dan arus terpantau
tenang
Kondisi cerah dan angin
terpantau tidak terlalu kencang
LR-3, LR-6, LR-10 s/d LR-12
Gelombang dan arus terpantau
sedang hingga kuat
Kondisi cerah dan angin terpantau kencang
LR-25 dan LR-28
21-Apr-2016
09:45 WIT s/d 15:11
WIT
Gelombang dan arus terpantau
tenang
Kondisi cerah dan angin terpantau
tenang hingga sedang
LR-23 s/d LR-24, LR-26 s/d LR-27 dan LR-29 s/d
LR-30
Gelombang dan arus
terpantau kuat
Kondisi cerah dan angin terpantau kencang
Keterangan: LR = Lirang ; 1-30 = Titik Lokasi ; WIT = Waktu Indonesia Bagian Timur
4.2 Distribusi Parameter Oseanografi dan Arus Permukaan
Penelitian ini menyajikan data berupa sebaran parameter oseanografi dalam
bentuk kontur secara horizontal. Pola distribusi yang di hasilkan oleh kontur berasal
dari data mentah dimana terdiri dari stasiun pengamatan yang berjumlah 30 titik pada
Lampiran 7. Data distribusi parameter oseanografi dalam penelitian ini diantaranya
sebaran suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut dan arus permukaan.
38
Gambar 6. Distribusi horizontal kualitas perairan di Pulau Lirang
4.2.1 Parameter Oseanografi
Analisis distribusi parameter oseanografi diolah dengan menggunakan data
pengukuran lapangan yang menghasilkan pola distribusi sehingga dapat digunakan
untuk mengetahui pola distribusinya seperti pada Gambar 6. Hasil pola distribusi pada
bulan April tahun 2016 adalah sebagai berikut :
a) b)
c) d)
Keterangan: a) Sebaran suhu (°C) b) Sebaran salinitas (o/oo) c) Sebaran DO (mg/L) d) Sebaran pH
39
a) Sebaran Suhu
Rata-rata keseluruhan nilai suhu di perairan Pulau Lirang, Maluku yakni
sebesar 29,8 ± 0,6 °C. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Waileruny et al., (2014), rata-rata suhu permukaan pada bulan April 2014 di perairan
Maluku senilai 30,5°C. Berdasarkan sebaran suhu secara horizontal terlihat bahwa
suhu permukaan yang terdapat di perairan Pulau Lirang berkisar antara 28,8-31,5°C.
Secara umum sebaran suhu di perairan Pulau Lirang, Maluku terbagi menjadi dua
pattern yakni pada bagian utara dan bagian selatan seperti yang ditampilkan pada
Gambar 6a. Bagian utara di perairan Pulau Lirang memiliki suhu yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bagian selatan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Tubalawony et al., (2012), dimana suhu permukaan laut pada bagian utara
perairan Flores, Lamakera dan Alor cenderung lebih tinggi bila dibandingkan dengan
bagian selatan perairan. Stasiun pengamatan yang terletak dibagian selatan
berhubungan dengan Laut Sawu. Karakteristik perairan tersebut cenderung sama
dengan perbedaan suhu pada penelitian ini. Hal ini diduga karena kedua lokasi ini
berada pada daerah lintasan Arlindo.
Menurut Gordon (2005), Arlindo yang mengalir melalui Selat Makassar
selanjutnya mengalami percabangan dimana sebagian masuk ke Samudera Hindia
melalui Selat Lombok dan sebagian lagi dibelokan ke arah timur menuju Laut Flores
dan Laut Banda sebagian masuk ke Laut Timor dan Selat Ombai kemudian menuju
ke Laut Sawu (Samudera Hindia). Menurut Ilahude and Gordon, (1996), suhu
permukaan di Laut Flores meningkat menjadi 28,2-29,0°C dan di Laut Banda menjadi
28,4-30,3°C. Hal ini menunjukkan bahwa persebaran suhu berada pada kisaran
karakteristik massa air yang dibawa Arlindo. Berdasarkan pemaparan di atas maka
40
sebaran suhu di perairan Pulau Lirang memiliki keterkaitan dengan karakteristik
massa air yang berada pada perairan lintasan Arlindo.
b) Sebaran Salinitas
Rata-rata keseluruhan nilai salinitas di perairan Pulau Lirang, Maluku yakni
32,5 ± 0,4 o/oo. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Manembu
(2013), dimana rata-rata salinitas permukaan di perairan Maluku senilai 32 33o/oo.
Berdasarkan sebaran suhu secara horizontal bahwa salinitas yang terdapat di
perairan Pulau Lirang berkisar antara 31,7-33,6o/oo. Secara umum sebaran salinitas di
perairan Pulau Lirang, Maluku terbagi menjadi dua pattern yakni pada bagian timur
dan barat Gambar 6b. Sebaran salinitas pada bagian timur perairan Pulau Lirang lebih
rendah bila dibandingkan dengan bagian barat. Hal ini terjadi karena pada bagian
timur perairan Pulau Lirang berhadapan dengan Pulau Wetar yang membentuk suatu
Selat yakni Selat Wetar. Hal lain yang bisa di analisa karena adanya pengaruh dari
kedua daratan yakni Pulau Lirang dan Pulau Wetar sehingga salinitas yang ditemukan
cenderung lebih rendah.
Menurut Horhoruw et al., (2015), salinitas permukaan yang tinggi apabila
semakin memasuki perairan selat maka nilai salinitas dan densitas akan mengalami
penurunan. Namun, pada kondisi lain sebaran salinitas pada bagian barat Pulau
Lirang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bagian timur. Hal ini terjadi karena
perairan Pulau Lirang di bagian barat berhadapan langsung dengan laut terbuka
sehingga indikasi kuat karena tingginya tingkat penguapan dan adanya sirkulasi arus
pemukaan menimbulkan kadar salinitas yang tinggi. Menurut Ilahude and Gordon
(1996), adanya perubahan kekuatan Arlindo mempengaruhi karakteristik massa air
yang dibawa oleh Arlindo. Sirkulasi lapisan permukaan pada bagian barat Laut Banda
41
memiliki nilai salinitas permukaan perairan berkisar antara 34,2-34,6o/oo. Berdasarkan
pemaparan di atas maka sebaran salinitas di perairan Pulau Lirang memiliki
keterkaitan dengan karakteristik massa air yang berada pada perairan lintasan
Arlindo.
c) Sebaran Oksigen Terlarut
Rata-rata keseluruhan nilai DO di perairan Pulau Lirang, Maluku yakni sebesar
5,16 ± 1,19 mg/L. Hasil tersebut cenderung memiliki nilai yang tidak jauh berbeda
dengan data KKP (2017), bahwa rata-rata DO permukaan di perairan Maluku senilai
4,21 mg/L. Hal ini sama halnya dengan penelitian Simanjuntak and Kamlasi (2012),
bahwa nilai rata-rata DO di perairan Lamalera pada bagian permukaan (<5 meter)
sebesar 4,60 ± 0,18 sehingga menunjukkan nilai yang mendekati nilai DO di perairan
Pulau Lirang. Kisaran oksigen terlarut secara horizontal terlihat bahwa oksigen terlarut
yang terdapat di perairan Pulau Lirang berkisar antara 3,07-7,70 mg/L seperti yang
ditampilkan pada Gambar 6c. Secara umum sebaran DO di perairan Pulau Lirang,
Maluku terbagi menjadi dua pattern yakni pada sekitar Pulau (dekat daratan) dan
menjauhi Pulau (laut terbuka). Sebaran DO di sekitar Pulau Lirang menunjukkan nilai
yang lebih rendah, namun bila menjauhi Pulau cenderung lebih tinggi. Berdasarkan
pengamatan lapangan zona intertidal Pulau Lirang hampir secara keseluruhan di
tumbuhi oleh lamun dengan luasan ± 2 km menuju lepas pantai.
Tingginya vegetasi lamun di Pulau Lirang diduga menyimpan bahan-bahan
organik yang menyebabkan meningkatnya proses penguraian bahan-bahan organik
tersebut oleh kegiatan jazad renik yang banyak menggunakan oksigen. Menurut
Rochyatun and Tjutju (1998), bahwa nilai DO yang terendah umumnya diduga karena
kegiatan jazad renik dalam proses penguraian bahan-bahan organik. Hal ini sejalan
42
dengan pernyataan Elfinurfajri (2009), dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan
anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob)
sehingga diduga menurunnya kadar oksigen dikarenakan adanya proses nitrifikasi.
Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah
proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob.
Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas dan oksidasi nitrit
menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Menurut Effendi (2003), aktivitas
fotosintesis dari fitoplankton atau jenis tumbuhan air, respirasi, dan limbah (effluent)
yang masuk kedalam badan air mempengaruhi ketersediaan oksigen terlarut di dalam
badan perairan. Namun, pada kondisi lain di laut terbuka memiliki pencampuran dan
pergerakan massa air yang tinggi, sehingga proses difusi antara air dan atmosfer di
udara juga semakin besar.
d) Sebaran pH
Rata-rata keseluruhan nilai pH di perairan Pulau Lirang, Maluku yakni 7,91 ±
0,65. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmayani (2016),
dimana pH permukaan di Pulau Lirang berada pada kisaran 6,69-8,5. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai pH pada penelitian ini berada pada rentang nilai pH di
perairan Pulau Lirang, Maluku. Selain itu, penelitian lain yakni Simanjuntak and
Kamlasi (2012), menyebutkan bahwa nilai rata-rata pH di perairan Lamalera pada
bagian permukaan (<5 meter) sebesar 8,19 ± 0,02 sehingga menunjukkan nilai yang
mendekati nilai pH di perairan Pulau Lirang. Menurut Simanjuntak (2012), Derajat
keasaman (pH) dalam suatu perairan merupakan salah satu parameter kimia yang
penting dalam memantau kestabilan perairan. Perubahan nilai pH suatu perairan
terhadap organisme aquatik mempunyai batasan tertentu dengan nilai pH yang
43
bervariasi. Berdasarkan sebaran pH secara horizontal terlihat bahwa pH yang
terdapat di perairan Pulau Lirang berkisar antara 4,77-8,41 seperti yang ditampilkan
pada Gambar 6d.
Secara umum sebaran pH di perairan Pulau Lirang cenderung memiliki nilai
yang stabil dengan pH normal yang berada dalam kisaran air laut. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak (2012), dimana pola sebaran pH
pada lapisan permukaan (0 1 m) di perairan ini menunjukkan bahwa nilai pH yang
diperoleh tidak jauh berbeda (>8,10) pada stasiun penelitian baik dekat pantai maupun
di lepas pantai. Namun, pada kondisi lain terdapat kondisi dimana sebagian nilai pH
relatif rendah. Menurut Hamzah and Saputro (2013), rendahnya nilai pH dalam suatu
perairan dapat juga diakibatkan oleh respiratory activity. Proses respirasi organisme
perairan melepas CO2 dalam suatu ekosistem perairan sehingga menyumbangkan
ion OH- serta proses oksidasi oleh tumbuhan mikro berdampak terhadap penurunan
nilai pH (Triyulianti et al., 2012). Selain itu, penurunan pH diduga terjadi akibat
banyaknya sampah di sekitar kawasan Pulau yakni Pulau Flores yang terbawa oleh
sirkulasi arus. Menurut Harley (2005), menyatakan bahwa pencemaran yang
disebabkan oleh zat organik mengakibatkan terjadinya proses pembusukan bakteri.
Bakteri akan menghasilkan asam organik sebagai hasil sampingan proses tersebut.
Asam yang dihasilkan mempengaruhi penurunan kondisi pH perairan. Hal ini dapat
menjadi dugaan mengapa nilai pada suatu lokasi di perairan Pulau Lirang mengalami
penurunan yang cukup signifikan.
4.2.2 Sebaran Arus Permukaan
Analisa hasil pola sirkulasi arus di perairan sekitar Pulau Lirang, Maluku diolah
dengan menggunakan data INDESO berupa nilai kecepatan dan arah arus.
44
Kecepatan dan arah arus ini diuraikan komponennya menjadi komponen U (Timur-
Barat) dan V (Utara-Selatan) pada layer 1 (0,494 m) pada bulan April 2016. Hasil
perhitungan komponen U dan V ini disajikan dalam bentuk pola sebaran arus. Data
arus yang digunakan berdasarkan waktu pengambilan sampel yakni 16, 17 dan 21
April 2016. Hasil pola pergerakan dan kecepatan arus pada bulan April 2016 seperti
yang disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Pola sirkulasi arus permukaan pada 16 April 2016
Keterangan: a) Sirkulasi arus perairan timur Indonesia b) Sirkulasi arus sekitar Pulau Lirang c) Current rose (arah arus permukaan). Sumber : INDESO (2016)
Hasil pola sirkulasi arus permukaan di sekitar perairan Pulau Lirang pada 16
April 2016 menunjukkan adanya dominasi pergerakan arus dari arah barat laut menuju
barat daya seperti yang ditampilkan pada Gambar 7a dan Gambar 7c. Kemudian
dapat dilihat dari utara Pulau Lirang pergerakan arus bergerak dari arah barat laut
dimana arus dibelokkan sebagian menuju timur laut dan sebagian lagi menuju ke
tenggara. Selat Wetar yang memisahkan Pulau Lirang dan Pulau Wetar juga
a) b)
c)
45
menunjukkan arah arus dominan yang bergerak dari selatan menuju ke utara dan
timur laut tepatnya pada bagian tenggara Pulau Lirang.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putranto (2016), dimana
arah arus permukaan Pulau Lirang yakni pada kedalaman 1,5 m, 2,5 m dan 3,5 m
memiliki arah dominan menuju utara dan timur laut. Berdasarkan pola sirkulasi di atas
didapatkan kecepatan minimum 0,016 m/detik dan kecepatan maksimum berkisar
antara 0,2-0,3 m/detik seperti yang ditampilkan pada Gambar 7b. Menurut Putranto
(2016), hal ini menunjukkan adanya gaya dorong angin di Perairan Pulau Lirang yang
dominan dari arah barat daya yang mempengaruhi arah arus di perairan ini. Angin
yang dominan dari arah barat daya mendorong air laut menuju arah timur, timur laut
dan utara.
Gambar 8. Pola sirkulasi arus permukaan pada 17 April 2016
Keterangan: a) Sirkulasi arus perairan timur Indonesia b) Sirkulasi arus sekitar Pulau Lirang c) Current rose (arah arus permukaan). Sumber : INDESO (2016)
a) b)
c)
46
Pola sirkulasi arus permukaan di atas menunjukkan di sekitar perairan Pulau
Lirang pada 17 April 2016 memiliki dominasi pergerakan arus dari arah barat laut
menuju tenggara seperti yang ditampilkan pada Gambar 8a dan Gambar 8c.
Kemudian bila diperhatikan dari utara Pulau Lirang pergerakan arus bergerak dari
arah barat laut sebagian berbelok ke arah timur laut dan sebagian menuju ke arah
selatan dan ke arah tenggara sehingga diperoleh kecepatan minimum berkisar 0,012
m/detik, sedangkan kecepatan maksimum yang dihasilkan berkisar antara 0,012-0,1
m/detik seperti yang ditampilkan pada Gambar 8b. Hal ini menunjukkan bahwa arus
pada 17 April di perairan Pulau Lirang lebih rendah bila dibandingkan dengan arus
pada 16 April 2016.
Gambar 9. Pola sirkulasi arus permukaan pada 21 April 2016
Keterangan: a) Sirkulasi arus perairan timur Indonesia b) Sirkulasi arus sekitar Pulau Lirang c) Current rose (arah arus permukaan). Sumber : INDESO (2016)
Pola sirkulasi arus permukaan di atas menunjukkan di sekitar perairan Pulau
Lirang pada 21 April 2016 dimana adanya dominasi pergerakan arus dari arah barat
a) b)
c)
47
laut menuju tenggara seperti yang ditampilkan pada Gambar 9a dan Gambar 9c. Hal
ini menunjukkan kesamaan arah arus dominan pada 17 April 2016 yang juga
mengarah ke tenggara. Apabila diperhatikan pada bagian utara Pulau Lirang,
pergerakan arus bergerak dari arah barat laut, kemudian sebagian berbelok ke arah
timur laut serta sebagian menuju ke selatan dan ke tenggara sehingga di dapatkan
kecepatan minimum berkisar 0,006 m/detik. Kecepatan maksimum yang dihasilkan
berkisar antara 0,006-0,2 m/detik seperti yang ditampilkan pada Gambar 9b. Hal ini
menunjukkan bahwa arus pada 21 April di perairan Pulau Lirang tidak jauh berbeda
bila dibandingkan dengan arus pada 17 April 2016.
Berdasarkan pola sirkulasi arus permukaan didapatkan bahwa nilai arus
permukaan di sekitar perairan Pulau Lirang berkisar antara 0-1.4 m/detik seperti yang
ditampilkan pada Gambar 7a, Gambar 8a dan 9a. Hal ini dipengaruhi oleh adanya
hembusan angin di permukaan perairan, sehingga sejalan dengan hasil penelitian
Tarhadi et al., (2014), bahwa menyatakan kecepatan arus di permukaan lebih besar
dibandingkan dengan kecepatan arus pada lapisan tengah ataupun dasar. Faktor lain
tingginya kecepatan arus di sekitar perairan Pulau Lirang yakni karena pada bagian
utara Pulau Lirang merupakan lintasan Arlindo yang berasal dari Selat Makasar di
belokkan ke timur menuju Laut Flores dan Laut Banda. Namun, sebagian massa air
dibelokkan ke arah selatan melewati Selat Ombai dan sebagian melewati Selat Wetar.
Hal ini sejalan dengan apa yang diterangkan oleh Gordon and Fine (1995),
bahwa massa air (Arlindo) ini masuk melalui Laut Sulawesi menuju Selat Makasar lalu
ke Selat Lombok menuju Samudera Hindia. Sebagian lagi, massa air dibelokkan ke
arah timur (Laut Flores dan Laut Banda) dan dari arah timur, aliran arus terbagi
melewati Pintasan Timor serta Selat Ombai lalu ke Laut Sawu. Kedua aliran ini
bersama-sama keluar menuju Samudera Hindia. Apabila diperhatikan, pola sirkulasi
48
di atas menunjukkan bahwa perairan Pulau Lirang dipengaruhi oleh Arlindo. Selain
itu, perairan Pulau Lirang pada bagian selatan juga terkena dampak massa air yang
terbawa oleh Arlindo yang datang dari jalur timur dimana aliran ini melewati Pintasan
Timor serta Selat Ombai dan terus menuju ke Laut Sawu.
Berdasarkan pola sirkulasi di atas maka perairan Pulau Lirang pada 16 April,
17 April dan 21 April memiliki pola pergerakan yang tidak jauh berbeda. Perairan
Pulau Lirang sendiri memiliki nilai kecepatan arus berkisar antara 0,1-1 m/detik. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Putranto, 2016), bahwa kecepatan
arus terbesar di perairan Pulau Lirang terjadi pada musim peralihan, dengan
kecepatan maksimal mencapai 0,896 - 0,994 m/detik dengan arah dominan ke arah
timur, timur laut, hingga tenggara.
4.3 Distribusi Horizontal Nutrien
Penelitian ini menyajikan data berupa sebaran nutrien dalam bentuk kontur
secara horizontal. Data yang diperoleh merupakan data primer yang diambil langsung
di perairan Pulau Lirang, Maluku dengan melalui analisa laboratorium. Hasil yang
diperoleh dari analisa laboratorium yaitu nilai masing-masing nutrien yang diamati
dengan satuan mg/L. Nilai yang diperoleh di interpolasi hingga membentuk pola yang
dihasilkan oleh kontur. Data nutrien dalam penelitian ini diantaranya sebaran nitrat,
sebaran fosfat dan sebaran silikat seperti yang disajikan berupa data mentah pada
Lampiran 6.
4.3.1 Sebaran Nitrat
Berdasarkan output model nitrat dari INDESO (Infrastructure Development of
Space Oceanography) dimana diperoleh konsentrasi nitrat yang cenderung tinggi di
bagian selatan Pulau Lirang yakni pada tanggal 16, 17 dan 21 April 2016. Konsentrasi
49
nitrat dari hasil model menunjukkan hasil yang cenderung tinggi dimana konsentrasi
nitrat di bagian selatan Pulau Lirang terindikasi tinggi berkisar pada nilai <3,6 mmol
m-3 atau <0,2 mg/L seperti yang ditampilkan pada Gambar 10b. Hasil sebaran nitrat
secara horizontal dalam penelitian ini terlihat bahwa nitrat yang terdapat di perairan
Pulau Lirang, Maluku berkisar antara 0,001-0,071 mg/L seperti yang ditampilkan pada
Gambar 10a. Nilai rata-rata nitrat keseluruhan di titik pengambilan sampel perairan
Pulau Lirang, Maluku adalah sebesar 0,015 ± 0,017 mg/L.
Gambar 10. Sebaran nitrat (mg/L) di perairan Pulau Lirang, Maluku Keterangan: a) Sebaran model nitrat (Letak perairan Pulau Lirang ditandai dengan kotak berwarna
merah) b) sebaran nitrat. Sumber : INDESO (2016)
Rata-rata nitrat di Pulau Lirang terbilang jauh lebih rendah dibandingkan
dengan hasil penelitian Utami et al., (2016), dimana rata-rata nitrat di perairan
Karangsong Indramayu yakni senilai 0,89 mg/L. Hal ini terjadi karena perairan Pulau
Lirang tidak memiliki sumber masukan nutrien yang tinggi seperti aliran sungai.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami et al., (2016), yang terletak di
perairan Karangsong Indramayu mendapat pengaruh sangat besar dari daratan
a) b)
50
berupa aktivitas manusia seperti aktivitas rumah tangga, industri, tambak dan aliran
sungai.
Secara umum sebaran nitrat di perairan Pulau Lirang, Maluku terbagi menjadi
dua pattern yakni pada bagian utara dan bagian selatan. Bagian utara di perairan
Pulau Lirang memiliki nilai nitrat yang cenderung lebih rendah bila dibandingkan
dengan bagian selatan seperti yang ditampilkan pada Gambar 10a. Hal ini diduga
terjadi karena aktivitas manusia cenderung lebih tinggi di bagian selatan Pulau
daripada di bagian utara. Aktivitas manusia baik yang dihasilkan dari permukiman
penduduk maupun dari aktivitas perikanan seperti misalnya tambak dan perkapalan.
Faktor lain yang memungkinkan terjadinya perbedaan distribusi nitrat di bagian
utara dan selatan yakni adanya pola sirkulasi arus permukaan dari Arlindo. Maslukah
et al., (2014), menyatakan bahwa pergerakan arus berperan dalam penyebaran suatu
nutrien. Menurut Gordon (2005), Arlindo yang mengalir melalui Selat Makassar
selanjutnya mengalami percabangan dimana sebagian masuk ke Samudera Hindia
melalui Selat Lombok dan sebagian lagi dibelokan ke arah timur menuju Laut Flores
dan Laut Banda sebelum masuk ke Samudera Hindia melalui Laut Timor dan Selat
Ombai. Arlindo yang dibawa melalui jalur barat ini mempengaruhi distribusi nitrat pada
bagian utara perairan Pulau Lirang.
Sirkulasi arus permukaan Arlindo yang melintasi jalur timur dimana berasal dari
Laut Halmahera dan Laut Maluku menuju Laut Banda sebagian melewati Pintasan
Timor serta sebelum masuk ke Selat Ombai melalui Selat Wetar. Arlindo yang dibawa
melalui jalur timur terindikasi kuat mempengaruhi distribusi nitrat di bagian selatan
Pulau Lirang. Menurut Haikal et al., (2012), massa air di perairan Maluku Utara
berbeda dengan di perairan lainnya, ditandai dengan menjadi salah satu lokasi
masuknya Arlindo. Hasil pengukuran nitrat permukaan pada perairan ini memiliki rata-
51
02 mg/L). Nilai tersebut terbilang mendekati konsentrasi
nitrat di perairan Pulau Lirang.
Data KKP (2017), menyebutkan dimana nilai nitrat yang berlokasi di lintasan
Arlindo yakni Pulau Romang senilai 1,27 mg/L. Pulau Romang berlokasi disebelah
timur Pulau Wetar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perairan Pulau Romang yang
kaya akan nitrat terbawa oleh sirkulasi arus permukaan Arlindo menuju Selat Wetar.
Letak Selat Wetar yang berada tepat di bagian selatan perairan Pulau Lirang
mengakibatkan nutrien yang terbawa arus mempengaruhi ketersediaan nitrat pada
lokasi tersebut sehingga nilai nitrat yang ditemukan cenderung lebih tinggi. Hasil ini
menunjukkan bahwa ketersediaan nitrat di perairan Pulau Lirang dipengaruhi oleh
Arlindo sehingga konsentrasi nitrat yang ditemukan memiliki kecenderungan
mendekati karakteristik massa air yang dibawa oleh Arlindo.
4.3.2 Sebaran Fosfat
Berdasarkan output model fosfat dari INDESO (Infrastructure Development of
Space Oceanography) dimana diperoleh konsentrasi fosfat yang cenderung tinggi di
bagian utara Pulau Lirang yakni pada tanggal 16, 17 dan 21 April 2016. Konsentrasi
fosfat dari hasil model fosfat menunjukkan hasil yang cenderung tinggi dimana
konsentrasi fosfat di bagian utara Pulau Lirang terindikasi tinggi dengan kisaran nilai
<0,36 mmol m-3 atau <0,03 mg/L seperti yang ditampilkan pada Gambar 11b. Sebaran
fosfat secara horizontal dalam penelitian ini terlihat bahwa fosfat yang terdapat di
perairan Pulau Lirang, Maluku berkisar antara 0,001- 0,015 mg/L seperti yang
ditampilkan pada Gambar 11a. Nilai rata-rata fosfat keseluruhan di titik pengambilan
sampel perairan Pulau Lirang, Maluku sebesar 0,003 ± 0,004 mg/L.
52
Gambar 11. Sebaran fosfat (mg/L) di perairan Pulau Lirang, Maluku
Seperti halnya dengan distribusi nitrat rata-rata fosfat di Pulau Lirang terbilang
jauh lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Utami et al., (2016), dimana rata-
rata fosfat senilai 0,18 mg/L. Hal ini terjadi karena perairan Pulau Lirang tidak memiliki
sumber masukan nutrien yang tinggi seperti aliran sungai. Menurut Aziz and Muchtar
(2001), estuari merupakan sumber nutrien di perairan laut. Secara umum sebaran
fosfat di perairan Pulau Lirang, Maluku terbagi menjadi dua pattern yakni pada bagian
utara dan bagian selatan seperti halnya dengan sebaran nitrat. Namun, pola sebaran
fosfat menunjukkan hal yang berbeda dengan pola persebaran nitrat. Pola persebaran
fosfat pada bagian utara di perairan Pulau Lirang memiliki nilai fosfat yang cenderung
lebih tinggi bila dibandingkan dengan bagian selatan seperti yang ditampilkan pada
Gambar 11a.
Keterangan: a) Sebaran model fosfat (Letak perairan Pulau Lirang ditandai dengan kotak berwarna merah) b) sebaran fosfat. Sumber : INDESO (2016)
Hal ini terjadi diduga karena tingginya difusi fosfat dari sedimen. Sedimen
merupakan tempat penyimpanan utama fosfor dalam siklus yang terjadi di laut.
Senyawa fosfor yang terikat di sedimen dapat mengalami dekomposisi dengan
a) b)
53
bantuan bakteri maupun melalui proses abiotik sehingga menghasilkan senyawa
fosfat terlarut yang dapat mengalami difusi kembali ke dalam kolom perairan (Patty,
2015). Namun, pada kondisi lain rendahnya nilai fosfat dibagian selatan Pulau Lirang
dapat terjadi karena aktivitas organisme seperti fitoplankton. Tingginya aktvitas
organisme yang menggunakan fosfat dalam mendukung pertumbuhannya dapat
mempengaruhi ketersediaan fosfat di dalam perairan.
Menurut Dzialowski et al., (2008), arus tinggi dapat menyebabkan unsur kimia
termasuk fosfat juga ikut terangkat ke kolom perairan. Proses resuspensi dapat
menyebabkan sedimen yang berada di dasar laut naik ke kolom perairan sehingga
menyebabkan unsur kimia termasuk fosfat ikut terangkat menuju kolom permukaan
air. Resuspensi sedimen adalah salah satu proses yang berpotensi memberikan
kontribusi masukan nutrien seperti nitrat dan fosfat yang berasal dari sedimen
terangkat menuju kolom permukaan air. Maslukah et al., (2014), menyatakan bahwa
pergerakan arus berperan dalam penyebaran suatu nutrien. Faktor lain yang
memungkinkan terjadinya perbedaan distribusi fosfat di bagian utara dan selatan
yakni adanya pola sirkulasi arus permukaan dari Arlindo. Pola sirkulasi arus Arlindo
menunjukkan karakteristik yang sama dimana menurut Gordon (2005), Arlindo yang
mengalir melalui Laut Flores dan Laut Banda sebelum masuk ke Samudera Hindia
melalui Laut Timor dan Selat Ombai. Hal ini diduga berdampak pada ketersediaan
nutrien khususnya fosfat di perairan Pulau Lirang karena bagian utara maupun selatan
merupakan lintasan dari Arlindo.
Menurut Haikal et al., (2012), dalam penelitian yang dilakukan di perairan
Maluku Utara yang berada pada lintasan Arlindo diperoleh bahwa rata-rata fosfat
senilai 0,20 02 mg/L). Nilai tersebut terbilang mendekati konsentrasi fosfat
di perairan Pulau Lirang. Data KKP (2017), menyebutkan bahwa nilai fosfat yang
54
berlokasi di lintasan Arlindo yakni Pulau Romang senilai 0,24 mg/L. Pulau Romang
berlokasi disebelah timur Pulau Wetar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perairan
Pulau Romang yang memiliki konsentrasi yang cukup tinggi terbawa oleh sirkulasi
arus permukaan Arlindo menuju Selat Wetar. Letak Selat Wetar yang berada tepat di
bagian selatan perairan Pulau Lirang mengakibatkan nutrien yang terbawa arus
mempengaruhi ketersediaan fosfat pada lokasi tersebut sehingga nilai nitrat yang
ditemukan cenderung lebih tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa ketersediaan fosfat di
perairan Pulau Lirang dipengaruhi oleh Arlindo sehingga konsentrasi fosfat yang
ditemukan memiliki kecenderungan mendekati karakteristik massa air yang dibawa
oleh Arlindo.
4.3.3 Sebaran Silikat
Berdasarkan output model silikat dari INDESO (Infrastructure Development of
Space Oceanography) dimana diperoleh konsentrasi silikat yang cenderung tinggi di
bagian selatan Pulau Lirang yakni pada tanggal 16, 17 dan 21 April 2016. Konsentrasi
silikat dari hasil model silikat menunjukkan hasil yang cenderung tinggi dimana
konsentrasi silikat di bagian selatan Pulau lirang terindikasi tinggi dengan kisaran nilai
<10,5 mmol m-3 atau <0,8 mg/L seperti yang ditampilkan pada Gambar 12b. Dalam
penelitian ini, nilai rata-rata silikat keseluruhan di titik pengambilan sampel perairan
Pulau Lirang adalah sebesar 0,084 ± 0,038 mg/L. Rata-rata di perairan Pulau Lirang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian Hamzah et al., (2015), bahwa rata-
rata silikat di perairan Maluku tepatnya di Teluk Weda berkisar antara 0,00004-
0,00124 mg/L. Hal ini diduga karena Teluk Weda merupakan perairan semi tertutup
berbeda halnya dengan perairan Pulau Lirang berhadapan langsung dengan laut
terbuka sehingga potensi terbawanya nutrien semakin tinggi.
55
Sebaran silikat secara horizontal terlihat bahwa silikat yang terdapat di
perairan Pulau Lirang, Maluku berkisar antara 0,041-0,223 mg/L. Secara umum
sebaran silikat di perairan Pulau Lirang, Maluku terbagi menjadi dua pattern yakni
pada bagian utara dan bagian selatan. Bagian utara di perairan Pulau Lirang memiliki
silikat yang cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan bagian selatan seperti
yang ditampilkan pada Gambar 12a. Hal ini diduga terjadi karena tingginya populasi
diatom pada bagian utara Pulau Lirang sehingga ketersediaan silikat pada daerah
tersebut cenderung rendah. Menurut Prayitno and Suherman (2012), rendahnya
konsentrasi silikat tersebut diasumsikan karena efektifnya tingkat konsumsi silikat oleh
diatom. Dominasi diatom berpotensi meningkatkan populasi zooplankton berukuran
besar seperti copepoda sebagai pakan alami larva ikan.
Gambar 12. Sebaran silikat (mg/L) di perairan Pulau Lirang, Maluku Keterangan: a) Sebaran model silikat (Letak perairan Pulau Lirang ditandai dengan kotak berwarna
merah) b) sebaran silikat. Sumber : INDESO (2016)
Menurut Rintaka et al., (2016), kandungan silika dalam perairan seringkali
dikaitkan dengan kelimpahan fitoplankton karena peranan silika dalam penyusunan
dinding selnya. Kadar silika digunakan sebagai penentu tinggi rendahnya populasi
a) b)
56
fitoplankton yang berhubungan erat dengan klorofil-a sehingga dapat dikatakan silikat
berkorelasi positif dengan konsentrasi klorofi-a. Semakin tinggi kadar silikat maka
kandungan klorofil-a juga akan semakin tinggi. Hasil analisis diskriminan
menunjukkan bahwa kadar silikat dan ketebalan lapisan tercampur sangat berperan
besar dalam memisahkan tinggi rendahnya kandungan klorofil-a di permukaan. Silika
berkaitan dengan klorofil-a dan produktivitas primer karena silika merupakan salah
satu nutrien yang di butuhkan fitoplankton sehingga apabila nilai silika tinggi maka
produktivitas primer di bagian selatan perairan Pulau Lirang tinggi. Hal ini dibuktikan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmayani (2016), dimana konsentrasi
klorofil-a berpusat di bagian selatan Pulau Lirang berkisar antara 0,118-0,266 mg/m3
seperti yang ditampilkan pada Gambar 13. Hasil ini berkaitan dengan sebaran silikat
yang cenderung lebih tinggi di bagian selatan Pulau Lirang. Hal ini diduga terjadi
karena kelimpahan fitoplankton yang bukan tergolong jenis diatom dan kelimpahan
fitoplankton yang tergolong jenis diatom cenderung sedikit sehingga nilai silikat
cenderung lebih tinggi pada bagian selatan Pulau Lirang.
57
Gambar 13. Sebaran Klorofil-a di perairan Pulau Lirang
Sumber: (Rahmayani, 2016)
58
Sebaran silikat pada bagian utara menunjukkan nilai yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan bagian selatan. Hal ini terjadi karena lebih banyak organisme
yang memanfaatkan silika seperti misalnya diatom sehingga konsentrasi silika
berkurang pada bagian utara. Rendahnya konsentrasi silikat tersebut diasumsikan
karena efektifnya tingkat konsumsi silikat oleh diatom. Menurut (Effendi, 2003),
rendahnya konsentrasi silika di permukaan perairan disebabkan lebih banyak
organisme yang memanfaatkan silika di lapisan ini, seperti dari golongan diatom
(Bacillariophyceae) yang lebih banyak membutuhkan silika untuk membentuk dinding
selnya. Menurut Prayitno and Suherman (2012), diatom dapat tumbuh optimal apabila
mampu menyerap secara efektif silikat yang tersedia. Semakin tinggi efektifitas
penyerapan silikat oleh diatom maka konsentrasi silikat di suatu perairan semakin
rendah.
Hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Raymont (1980)
and Paasche (1980), bahwa beberapa fitoplankton jenis diatom dan silicoflagelata
menggunakan silikat untuk pembentuk dinding selnya. Kadar silikat disuatu perairan
akan menurun drastis bila terjadi ledakan populasi diatom. Menurut Gabric dan
Parslow (1989), kandungan silikat dalam perairan seringkali dikaitkan dengan
kelimpahan fitoplankton karena silikat berperan dalam penyusunan dinding selnya.
Kadar silikat digunakan sebagai penentu tinggi rendahnya populasi fitoplankton yang
berkorelasi kuat dengan klorofil-a. Menurut Rintaka et al., (2016), pola distribusi silika
bergantung pada pola pergerakan massa air dan suplai silika terlarut. Selain itu,
absorpsi organisme mempengaruhi konsentrasi dan distribusi silika. Sumber silika
yang berasal dari pelapukan bebatuan dimana dibawa oleh sungai dan angin menuju
ke lautan, serta pada kondisi lain ditemukan mengendap dalam sedimen. Distribusi
59
silika di perairan pantai pada umumnya lebih tinggi dibandingkan di lautan lepas
karena adanya pengaruh daratan (run-off).
Faktor lain yang memungkinkan terjadinya perbedaan distribusi silikat di
bagian utara dan selatan yakni adanya pola sirkulasi arus permukaan dari Arlindo.
Menurut Latief (2002), arus laut memiliki peran dalam proses penyebaran nutrien
diantaranya fosfat. Hal ini karena arus membawa partikel massa air dari satu tempat
ke tempat lainnya. Menurut Gordon (2005), Arlindo yang mengalir melalui Laut Flores
dan Laut Banda sebelum masuk ke Samudera Hindia melalui Laut Timor dan Selat
Ombai. Hal ini diduga berdampak pada ketersediaan nutrien khususnya silikat di
perairan Pulau Lirang karena bagian utara maupun selatan merupakan lintasan dari
Arlindo. Hasil ini menunjukkan bahwa ketersediaan silikat di perairan Pulau Lirang
dipengaruhi oleh Arlindo sehingga konsentrasi silikat yang ditemukan memiliki
kecenderungan mendekati karakteristik massa air yang dibawa oleh Arlindo.
4.4 Hubungan Rasio Nutrien
Rasio nutrien digunakan sebagai pendekatan untuk mengetahui produktivitas
perairan di Pulau Lirang, Maluku. Penelitian ini menggunakan perbandingan tiga
unsur yakni nitrat, fosfat dan silikat. Menurut Hamzah et al., (2015), bahwa
pendekatan yang digunakan yakni menggunakan rasio nitrat dan fosfat (N/P) serta
nitrat dan silikat (N/Si).
4.4.1 Rasio N/P
Rasio N/P di perairan Pulau Lirang berkisar antara 0,07-72 dengan nilai rata-
rata rasio yakni sebesar 13,45. Nilai tersebut tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan
dengan rasio N/P di Teluk Weda Maluku yakni berkisar antara 3,83-37,99 dengan nilai
rata-rata 14,3 (Hamzah et al., 2015).
60
Gambar 14. Rasio nitrat dan fosfat (N/P) di Pulau Lirang, Maluku
Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Han et al., (2012), bahwa
nilai rasio N/P yang diperoleh di Utara Laut China selatan yakni senilai 14,1. Hal
tersebut menunjukkan bahwa nilai rasio N/P di Utara Laut China Selatan tidak berbeda
jauh bila dibandingkan dengan nilai rasio N/P di Pulau Lirang, Maluku. Berdasarkan
rasio N/P di atas bahwa garis lurus merupakan rasio redfield atau rasio N/P ideal
(16:1) di perairan Pulau Lirang. Titik yang tersebar berwana biru merupakan rasio N/P
yang terdapat di perairan Pulau Lirang dimana ditampilkan pada Gambar 14. Secara
umum rasio N/P di perairan Pulau Lirang terbagi menjadi tiga kelompok yakni di atas
garis 16:1, mendekati garis 16:1 dan dibawah garis 16:1. Rasio yang berada di atas
garis 16:1 menunjukkan konsentrasi nitrat lebih besar daripada konsentrasi fosfat atau
dengan kata lain fosfat menjadi faktor pembatas. Rasio yang mendekati garis 16:1
menunjukkan rasio ideal dimana sesuai dengan redfield ratio bahwa N/P adalah 16:1
61
dan rasio dibawah 16:1 menunjukkan konsentrasi fosfat yang lebih tinggi dari
konsentrasi nitrat atau dapat dikatakan nitrat sebagai faktor pembatas.
Apabila diperhatikan sebaran rasio N/P untuk daerah penelitian Pulau Lirang
yang berada di atas garis 16:1 menunjukkan sebagian besar stasiun penelitian di
Pulau Lirang memiliki konsentrasi nitrat yang lebih besar dibandingkan dengan
konsentrasi fosfat dimana terdapat pada beberapa stasiun yang memiliki rasio ideal.
Hal ini menunjukkan bahwa rasio N/P di sebagian besar stasiun pengamatan yang
mendominasi adalah nitrat. Dominasi nitrat terlihat pada daerah dekat dengan daratan
dimana terdapat pengaruh dari vegetasi lamun menjadi sumber utama dalam
ketersediaan nitrat di perairan Pulau Lirang. Stasiun pengamatan yang dimaksud
seperti halnya pada LR-1, LR-4, LR-5, LR-25, LR-19, LR-14, LR-29 (utara) dan LR-6,
LR-9, LR-13, LR-26 (selatan). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Muchtar (2012), menyebutkan bahwa sumbangan dekomposisi detritus, serasah
lamun dan mangrove yang ada di sekitar perairan menjadi salah satu fenomena
meningkatnya nilai nutrien pada suatu perairan.
Nilai nitrat yang lebih mendominasi mengakibatkan terbatasnya fosfat pada
rasio N/P di perairan Pulau Lirang. Hasil persebaran ini ditampilkan pada Gambar 14
bahwa sebagian persebaran titik rasio berada di atas garis ideal. Selain itu,
persebaran kondisi di atas garis 16:1 atau konsentrasi nitrat yang tinggi dibuktikan
dengan persebaran unsur N yang ditampilkan pada Gambar 10a. Hasil ini
menunjukkan bahwa kondisi rasio nitrat yang mendominasi pada titik stasiun
pengamatan di bagian selatan sama halnya dengan persebaran nitrat yang cenderung
tinggi di bagian selatan perairan Pulau Lirang. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya
konsumsi nitrat dapat mengakibatkan tingginya ketersediaan konsentrasi nitrat di
perairan Pulau Lirang. Hasil tersebut juga sejalan dengan penelitian yang telah
62
dilakukan oleh Hamzah et al., (2015), bahwa perairan yang memiliki nilai rasio di atas
garis 16:1 menandakan perairan tersebut memiliki konsentrasi nitrat yang tinggi.
Selain itu, hanya terdapat beberapa titik stasiun pengamatan yang memiliki
kondisi ideal dimana rasio N/P mendekati garis 16:1. Garis ideal menunjukkan bahwa
nitrat dan fosfat sama-sama tidak saling membatasi dimana ketersediaannya cukup
untuk kebutuhan organisme seperti misalnya fitoplankton. Secara umum, rasio ideal
ini ditemukan pada beberapa titik stasiun pengamatan yang masih berada di daerah
dekat dengan darat diantaranya LR-27, LR-10 (selatan) dan LR-2, LR-23 (utara).
Persebaran kondisi ideal ini dibuktikan dengan persebaran unsur N dan P yang
ditampilkan pada Gambar 10a dan Gambar 11a. Hasil ini menunjukkan bahwa kondisi
rasio ideal tercapai pada titik stasiun pengamatan tersebut karena ketersediaan unsur
N dan P cukup untuk pemanfaatan organisme seperti misalnya fitoplankton.
Kemudian pada kondisi lain, pola persebaran titik rasio N/P yang berada
dibawah garis ideal adalah fosfat. Kondisi dibawah garis ideal menunjukkan bahwa
konsentrasi fosfat yang lebih tinggi sehingga mengakibatkan konsentrasi nitrat
menjadi faktor pembatas. Menurut Prayitno and Suherman (2012), apabila tidak
terjadi pengkayaan unsur nitrogen dalam suatu perairan maka diduga unsur N yang
akan menjadi unsur pembatas pertumbuhan fitoplankton. Namun, berbeda halnya
dengan konsentrasi nitrat untuk dominasi fosfat berada pada laut terbuka dan
menjauhi daratan seperti misalnya LR-11, LR-7 (selatan) dan LR-22, LR-21, LR-18,
LR-17, LR-20 (utara). Hal ini diduga terjadi karena input fosfat yang disebabkan
proses kenaikan massa air. Menurut Rintaka et al., (2016), penambahan terbesar
konsentrasi fosfat dari lapisan dalam melalui proses kenaikan massa air. Hal ini
sejalan dengan pernyataan dari Patty (2013), dimana tingginya kadar fosfat di lepas
pantai disebabkan oleh arus dan pengadukan (turbulence) massa air yang
63
mengakibatkan terangkatnya kandungan fosfat yang tinggi dari dasar ke lapisan
permukaan. Persebaran kondisi dibawah garis 16:1 atau konsentrasi fosfat yang tinggi
dibuktikan dengan persebaran unsur P yang ditampilkan pada Gambar 11a. Hasil ini
menunjukkan bahwa kondisi rasio fosfat yang mendominasi pada titik stasiun
pengamatan di bagian utara sama halnya dengan persebaran fosfat yang cenderung
tinggi di bagian utara perairan Pulau Lirang. Secara umum hampir sebagian besar
organisme membutuhkan konsentrasi nitrat dan fosfat seperti misalnya fitoplankton
dan zooplankton sehingga mengindikasikan adanya pemanfaatan unsur tersebut.
Namun, ketersediaan konsentrasi fosfat yang dibuktikan pada Gambar 15
menunjukkan bahwa pemanfaatan fosfat yang cenderung rendah sehingga
konsentrasi fosfat di beberapa titik stasiun pengamatan menjadi cenderung lebih
tinggi. Menurut Erlina (2006), secara umum pemanfaatan dilakukan oleh genera
Dinoflagellata yang melimpah di perairan Jepara diantaranya Gymnodinium,
Gonyaulax, Peridinium dan Ceratium.
Berdasarkan Gambar 14 dapat disimpulkan bahwa rasio N/P di perairan Pulau
lirang cenderung menjauhi garis ideal. Persebaran yang menjauhi garis ideal terjadi
baik itu dibawah maupun di atas garis 16:1 namun cenderung mengarah ke bagian
atas. Persebaran tersebut menunjukkan bahwa nitrat mendominasi hampir diseluruh
stasiun pengamatan bila dibandingkan dengan nilai fosfat yang terdapat di perairan
Pulau Lirang. Hasil tersebut juga sejalan dengan penelitian Prayitno and Suherman
(2012), bahwa dengan meningkatnya konsentrasi nitrogen maka rasio N/P menjadi
semakin besar sehingga keberadaan unsur P menjadi semakin terbatas untuk
pertumbuhan fitoplankton. Peran unsur P sebagai faktor pembatas pertumbuhan
fitoplankton tidak terlepas dari faktor pengkayaan unsur nitrogen. Hal ini dapat
64
memberikan pengaruh kurang baik terhadap pertumbuhan fitoplankton. Penyebab
variabilitas rasio N/P dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pemanfaatan dan sumber
utama dari kedua unsur tersebut yakni N dan P sehingga kondisi ideal di perairan
Pulau Lirang hanya tercapai pada beberapa titik stasiun pengamatan.
4.4.2 Rasio N/Si
Rasio N/Si di perairan Pulau Lirang berkisar antara 0,009-1,384 dengan nilai
rata-rata rasio yakni sebesar 0,203. Nilai tersebut jauh lebih rendah bila dibandingkan
dengan rasio N/Si di Teluk Weda Maluku yakni berkisar antara 0,12-10,98 (Hamzah
et al., 2015). Koike et al., (2001), menemukan nilai rasio yang hampir sama di Gulf
Alaska sebesar 1,8-2,0 sehingga menunjukkan bahwa nilai rasio tidak jauh berbeda
dibandingkan dengan nilai rasio di perairan Pulau Lirang.
Gambar 15. Rasio nitrat dan Silikat (N/Si) di Pulau Lirang, Maluku
Rasio N/Si di atas bahwa garis lurus merupakan rasio redfield atau rasio N/Si
ideal (16:15) atau (1:1). Titik yang tersebar berwana biru merupakan rasio N/Si yang
terdapat di perairan Pulau Lirang. Secara umum rasio N/Si dibagi menjadi tiga
65
kelompok yakni di atas garis ideal (16:15) atau (1:1), mendekati garis ideal (16:15)
atau (1:1) dan dibawah garis ideal (16:15) atau (1:1). Rasio yang berada di atas garis
(16:15) atau (1:1) menunjukkan konsentrasi nitrat lebih besar daripada konsentrasi
silikat atau dengan kata lain silikat menjadi faktor pembatas. Rasio yang mendekati
garis (16:15) atau (1:1) menunjukkan rasio ideal dimana sesuai dengan redfield ratio
bahwa N/Si adalah (16:15) atau (1:1) dan rasio dibawah (16:15) atau (1:1)
menunjukkan konsentrasi silikat yang lebih tinggi dari konsentrasi nitrat atau dapat
dikatakan nitrat sebagai faktor pembatas yang ditampilkan pada Gambar 15.
Apabila diperhatikan sebaran rasio N/Si untuk daerah penelitian Pulau Lirang
yang berada dibawah garis (16:15) atau (1:1) menunjukkan sebagian besar stasiun
penelitian di Pulau Lirang memiliki konsentrasi silikat yang lebih besar dibandingkan
dengan konsentrasi nitrat. Namun, hanya ada beberapa stasiun yang memiliki rasio
ideal. Hal ini menunjukkan bahwa rasio N/Si di sebagian besar stasiun pengamatan
yang mendominasi adalah silikat. Nilai silikat yang lebih mendominasi mengakibatkan
terbatasnya nitrat pada rasio N/Si di perairan Pulau Lirang seperti halnya pada LR-2,
LR-24, LR-18, LR-17, LR-20, LR-21, LR-22, LR-16, LR-23, LR-19 (utara) dan LR-10,
LR-7, LR-12, LR-3, LR-28, LR-27, LR-9 (selatan). Hasil persebaran yang ditampilkan
pada Gambar 15 menunjukkan bahwa sebagian besar persebaran titik rasio berada
bawah garis ideal. Selain itu, persebaran kondisi bawah garis (16:15) atau (1:1)
memiliki konsentrasi silikat yang tinggi dibuktikan dengan persebaran unsur Si yang
ditampilkan pada Gambar 12a. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kondisi
rasio silikat yang mendominasi tersebar pada titik stasiun pengamatan secara
menyeluruh sehingga tidak didapatkan pola seperti halnya dengan rasio N/P.
Hal ini diduga terjadi karena kelimpahan fitoplankton yang tergolong jenis
diatom cenderung sedikit sehingga nilai silikat cenderung lebih tinggi pada bagian
66
selatan Pulau Lirang. Menurut Han et al., (2012), bahwa nilai rasio dibawah garis
regresi menunjukan adanya pemanfaatan silikat terutama oleh diatom yakni radiolaria
(biological uptake). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prayitno and
Suherman (2012), bahwa variabilitas konsentrasi silikat juga kemungkinan
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pemanfaatan silikat oleh organisme bersilikat
lainnya selain diatom seperti misalnya radiolaria, bahkan antar sesama fitoplankton
memungkinkan terjadinya perbedaan pemanfaatan silikat. Menurut oleh Erlina (2006),
fitoplankton jenis diatom yang mendominasi di perairan Jepara dari kelas
Bacillariophyceae antara lain Chaetoceros, Bacteriastrum, Rhizosolenia, Nitzschia
dan Eucamphia. Selain itu, dugaan lain karena kontribusi bioakumulasi unsur silikat
pada kolom perairan. Distribusi silikat yang tinggi di bagian selatan Pulau Lirang
diakibatkan oleh karakteristik perairan berupa arus yang menyebabkan terjadinya
resuspensi sedimen sehingga mempengaruhi ketersediaan silikat.
Selain itu, hanya terdapat beberapa titik stasiun pengamatan yang memiliki
kondisi ideal dimana rasio N/Si mendekati garis (16:15) atau (1:1). Garis ideal
menunjukkan bahwa nitrat dan silikat sama-sama tidak saling membatasi dimana
ketersediaannya cukup untuk kebutuhan organisme seperti misalnya fitoplankton dan
diatom. Kondisi ini ditemukan pada beberapa titik stasiun pengamatan yang berada di
dekat dengan daratan seperti misalnya pada LR-29, LR-14, LR-1 (utara) dan LR-5,
LR-13, LR-8, LR-11 (selatan). Persebaran kondisi ideal ini dibuktikan dengan
persebaran unsur N dan Si yang ditampilkan pada Gambar 10a dan Gambar 12a.
Hasil ini menunjukkan bahwa kondisi rasio ideal tercapai pada titik stasiun
pengamatan tersebut karena ketersediaan unsur N dan Si cukup untuk pemanfaatan
organisme seperti misalnya fitoplankton dan diatom.
67
Kemudian pada kondisi lain, pola persebaran titik rasio N/P yang berada di
atas garis ideal adalah nitrat. Kondisi di atas garis ideal menunjukkan bahwa
konsentrasi nitrat yang lebih tinggi sehingga mengakibatkan konsentrasi silikat
menjadi faktor pembatas. Hal ini sejalan dengan pernyataan Hamzah et al., (2015),
bahwa rasio N/Si di atas garis regresi mengindikasikan adanya keterbatasan silikat
dalam suatu perairan. Persebaran kondisi dibawah garis (16:15) atau (1:1) dimana
konsentrasi nitrat yang tinggi dibuktikan dengan persebaran unsur N yang ditampilkan
pada Gambar 10a. Kondisi ini sama halnya dengan rasio N/P dimana nitrat terlihat
pada daerah dekat dengan daratan pengaruh dari vegetasi lamun menjadi sumber
utama dalam ketersediaan nitrat di perairan Pulau Lirang seperti misalnya pada LR-
30 (Utara) dan LR-6, LR-26, LR-4, LR-25 (Selatan). Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Muchtar (2012), menyebutkan bahwa sumbangan dekomposisi
detritus, serasah lamun dan mangrove yang ada di sekitar perairan menjadi salah satu
fenomena meningkatnya nilai nutrien pada suatu perairan.
Berdasarkan Gambar 15 dapat disimpulkan bahwa rasio N/Si di perairan Pulau
lirang cenderung berada dibawah garis ideal. Hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hamzah et al., (2015), bahwa rasio N/Si secara umum
hampir sama yakni mendekati 1 (N/Si = 16/15). Secara keseluruhan persebaran rasio
N/Si dalam penelitian ini menunjukkan bahwa silikat mendominasi hampir diseluruh
stasiun pengamatan bila dibandingkan dengan nilai nitrat. Namun, berbeda dengan
rasio N/P yang dapat memberikan pola persebaran yang cukup jelas pada N/Si
memiliki rasio yang tersebar artinya tidak ada yang bisa digunakan untuk menyatakan
nitrat akan lebih tinggi dari pada silikat pada titik-titik tertentu. Penyebab variabilitas
rasio N/Si dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pemanfaatan serta sumber utama kedua
68
unsur tersebut yakni N dan Si sehingga kondisi ideal di perairan Pulau Lirang hanya
tercapai pada beberapa titik stasiun pengamatan.
4.5 Hubungan antara Klorofil-a dan Produktivitas Primer
Berdasarkan hasil persebaran nutrien diperoleh hubungan yang berbanding
lurus terjadi antara nutrien, klorofil-a dan produktivitas primer. Meningkatnya kadar
nutrien berbanding lurus dengan kadar klorofil-a sehingga menghasilkan produktivitas
primer yang tinggi. Secara umum meningkatnya nilai nutrien sejalan dengan
peningkatan produktivitas primer seperti yang ditampilkan pada Gambar 10a dan
Gambar 12a. Hasil sebaran nutrien nitrat dan silikat menunjukkan persebaran yang
cenderung tinggi pada bagian selatan Pulau Lirang. Sebaran nitrat pada umumnya
memiliki nilai yang tinggi dan optimum pada nilai 0,071 mg/L, sedangkan sebaran
silikat secara umum memiliki nilai yang mendominasi yakni 0,22 mg/L di bagian
selatan perairan Pulau Lirang. Kedua unsur nutrien tersebut berbanding lurus dengan
kondisi produktivitas primer yang juga tinggi di bagian selatan Pulau Lirang.
Kondisi nutrien yang tinggi menunjukkan kondisi produktivitas primer yang
tinggi dibuktikan dengan Gambar 16 dimana pada bagian selatan perairan Pulau
Lirang menunjukkan kisaran produktivitas primer antara 29,19-63,76 mgC/m3/jam.
Menurut Paramitha (2014), kandungan nutrien yang tinggi diperairan akan
dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk proses fotosintesis. Hal ini dapat membuktikan
kecenderungan persebaran fosfat di bagian selatan cenderung rendah. Penurunan
konsentrasi fosfat terjadi karena diikuti dengan peningkatan kelimpahan fitoplankton
sehingga pemanfaatan yang tinggi mengakibatkan konsentrasi fosfat cenderung
rendah pada bagian selatan Pulau Lirang. Sebaran fosfat pada umumnya tinggi
dibagian utara dengan nilai optimum yang diperoleh sebesar 0,015 mg/L seperti yang
69
ditampilkan pada Gambar 12a dimana diduga terjadi karena rendahnya pemanfaatan
fosfat oleh fitoplankton sehingga konsentrasi menjadi tinggi.
Menurut Rahmayani (2016), persebaran produktivitas primer fitoplankton
diestimasi berdasarkan 3 parameter kualitas air yang telah didapatkan sebelumnya
berupa suhu, kecerahan dan klorofil-a, serta data lapangan produktivitas primer
fitoplankton di perairan Pulau Lirang. Berdasarkan nilai korelasi antar variabel seperti
produktivitas primer, suhu, klorofil-a dan kecerahan maka diketahui hubungan yang
paling signifikan yakni produktivitas primer dan klorofil-a dengan koefisien korelasi
sebesar 0,598. Hasil ini pada kenyataannya di lapangan dimana nilai produktivitas
primer bergantung pada keberadaan media fotosintesis berupa zat hijau klorofil-a
pada fitoplankton. Hubungan yang terbentuk antara klorofil-a dan produktivitas primer
fitoplankton signifikan dan berbanding lurus sehingga semakin tinggi nilai klorofil-a
maka semakin meningkat tinggi produktivitas primer fitoplankton.
Konsentrasi klorofil-a yang di dapat dalam penelitian yang dilakukan oleh
Rahmayani (2016), menunjukkan tingginya konsentrasi klorofil-a menghasilkan
produktivitas primer yang cenderung tinggi. Hal ini dapat dirujuk dalam peta sebaran
klorofil-a dan produktivitas primer di perairan Pulau Lirang pada Gambar 13 dan
Gambar 16. Hasilnya sebaran klorofil-a terpantau tinggi pada bagian selatan Pulau
Lirang dimana berkisar antara 0,118-0,266 mg/m3. Konsentrasi klorofil-a berbanding
lurus dengan sebaran produktivitas primer di bagian selatan Pulau Lirang dimana
berkisar antara 29,19-63,76 mgC/m3/jam. Menurut Erlina (2006), nilai produktivitas
primer yang tinggi menunjukkan tinggi laju pembentukan senyawa-senyawa organik
yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik, sedangkan pada bagian utara
sebaran konsentrasi klorofil-a secara keseluruhan cenderung lebih rendah. Namun,
pada bagian utara Pulau Lirang ditemukan nilai klorofil-a tertinggi pada beberapa
70
lokasi yakni sekitar 0,267-0,341 mg/m3. Hasil ini menunjukkan kondisi yang
berbanding lurus antara konsentrasi klorofil-a dan produktivitas primer pada bagian
utara maupun bagian selatan Pulau Lirang.
Gambar 16. Sebaran produktivitas primer fitoplankton di perairan Pulau Lirang Sumber: (Rahmayani, 2016)
71
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah letak geografis Pulau Lirang yang berada
pada lintasan Arlindo memungkinkan adanya pengaruh yang kuat dari Arus Lintas
Indonesia. Hal ini dibuktikan dari hasil output model INDESO dimana pergerakan arus
menunjukkan pola pergerakan Arlindo. Adanya pengaruh dari karakteristik massa air
yang dibawa oleh Arlindo mengakibatkan karakteristik perairan Pulau Lirang memiliki
nilai suhu dan salinitas yang cenderung sama. Karakteristik perairan yang lain seperti
sebaran pH dan DO dimana nilai yang diperoleh masih berada dalam kisaran normal
air laut. Distribusi nitrat dan silikat cenderung tinggi di bagian selatan, berbeda dengan
distribusi fosfat yang memiliki kecenderungan tinggi di bagian utara Pulau Lirang.
Rasio redfield N/P menunjukkan bahwa nitrat lebih mendominasi dan fosfat sebagai
faktor pembatas, berbeda pada rasio redfield N/Si menunjukkan bahwa silikat lebih
mendominasi dan nitrat sebagai faktor pembatas. Selain itu, kondisi nutrien
cenderung tinggi pada bagian selatan menunjukkan kondisi produktivitas primer yang
cenderung sama pada daerah tersebut. Hasil ini dibuktikan dengan peta persebaran
produktivitas primer di bagian selatan perairan Pulau Lirang yang menunjukkan nilai
tinggi.
5.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan dari penelitian ini yakni diharapkan pada
penelitian selanjutnya menghubungkan data nutrien, klorofil-a dan produktivitas
primer dengan data kelimpahan fitoplankton untuk membuktikan pengaruh nilai
nutrien terhadap fitoplankton.
72
DAFTAR PUSTAKA
Abigail, W., Zainuri, M., Tisiana Dwi Kuswardani, A., Setiyo Pranowo, W., 2015. Sebaran nutrien, intensitas cahaya, klorofil-a dan kualitas air di Selat Badung, Bali pada Monsun Timur. DEPIK 4. doi:10.13170/depik.4.2.2494
Adiwilaga, E.M., Damar, A., Alianto, 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton dan Keterkaitannya dengan Unsur Hara dan Cahaya di Perairan Teluk Banten. J. Ilmu-Ilmu Perair. Dan Perikan. Indones. 15, 21 26.
Aziz, A., Muchtar, M., 2001. Karakteristik Beberapa Parameter Kimia, Kaitannya Dengan Tataguna Lahan Perairan Teluk Lampung. Jakarta.
Bakti, Y.M., 1991. Karakteristik Komunitas Makrozoobenthos Di Muara Sungan Citarum Dalam Hubungannya Dengan Pendugaan Pencemaran Perairan Di Teluk Jakarta. Bogor.
Brzenzinski, M., 1985. The SI-C-N Ratio Of Marine Diatoms Inter Spesific Variability And The Effect Of Some Environmental Variables. J. Phycol.
Burton, J.D., Liss, P.S., 1976. Estuarine Chemistry. Academic Press, New York. Cahyaningrum, A., 2009. Karakteristik Massa Air Arlindo Di Pintasan Timor Pada
Musim Barat Dan Musim Timur. Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor. Dzialowski, A.R., Wang, S.-H., Lim, N.-C., Beury, J.H., Huggins, D.G., 2008. Effects
Of Sediment Resuspension on Nutrient Concentrations and Algal Biomass in Reservoirs of The Central Plains. Lake Reserv. Manag. 24, 313 320. doi:10.1080/07438140809354841
Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Effendi, H., 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya Dan Lingkungan Perairan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Elfinurfajri, F., 2009. Struktur Komunitas Fitoplankton Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan Di Lingkungan Tambak Udang Intensif. Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor.
Erlina, A., 2006. Kualitas Perairan di Sekitar BBPBAP Jepara Ditinjau dari Aspek Produktivitas Primer Sebagai Landasan Operasional Pengembangan Budidaya Udang dan Ikan. Universitas Diponegoro Semarang.
Geider, R., La Roche, J., 2002. Redfield Revisited: Variability Of C:N:P in Marine Microalgae and Its Biochemical Basis. Eur. J. Phycol. 37, 1 17. doi:10.1017/S0967026201003456
Giovannoni, S.J., Stingl, U., 2005. Molecular diversity and ecology of microbial plankton. Nature 437, 343 348. doi:10.1038/nature04158
Goldman, C., H., 1983. Limnology. Mc. Graw Hill International Book Company, Tokyo. Gordon, A., 2005. Oceanography of The Indonesian Seas and Their Throughflow.
Oceanography 18, 14 27. Gordon, A., Fine, 1995. Pathways and Strenght Of The Indonesian Throughflow.
U.S.A. Haikal, V., Taofiqurohman, A., Riyantini, I., 2012. Analisis Massa Air di Perairan
Maluku Utara. Perikan. Dan Kelaut. 3, 1 9.
73
Hamzah, F., Basit, A., Iis Triyulianti, 2015. Pola Sebaran Vertikal Nutrien Pada Musim Peralihan Di Teluk Weda, Maluku Utara. J. Ilmu Dan Teknol. Kelaut. Trop. 7, 415 431.
Hamzah, F., Saputro, P.D., 2013. Pola Sebaran Logam Berat Dan Nutrien Pada Musim Kemarau Di Estuari Perancak, Bali. J Segara 9, 117 127.
Han, A., Dai, M., Kao, S., 2012. Nutrient Dynamics And Biological Consumption In A Large Continental Shelf System Under The Influence Of Both A River Plume And Coastal Upwelling 57, 486 502. doi:10.4319/lo.2012.57.2.0486
Hani, D.Y.Q., 2006. Distribusi Vertikal Klorofil-a Dan Hubungannya Dengan Nutrien Di Perairan Laut Bali Dan Selat Lombok. IPB (Bogor Agricultural University).
Hariyadi, S., Enam, M.A., Tri, P., Sudodo, H., Ario, D., 2010. Produktivitas Primer Estuari Sungai Cisadane pada Musim Kemarau. Limnotek 2010 17, 49 57.
Harley, J.P., 2005. Laboratory Exercises In Microbiology, 6 th ed. ed. Mc. Graw Hill International Book Company, Boston.
Horhoruw, S.M., Atmadipoera, A.S., Purba, M., Purwandana, A., 2015. Current Structure and Spatial Variation of Indonesian Throughflow in Makassar Strait Under Ewin 2013 (Struktur Arus dan Variasi Spasial Arlindo di Selat Makassar dari Ewin 2013). ILMU Kelaut. Indones. J. Mar. Sci. 20, 87. doi:10.14710/ik.ijms.20.2.87-100
Hutagalung, H.P., Rozak, A., 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota, Buku 2. ed. LIPI, Jakarta.
Ilahude, A.G., Gordon, A.L., 1996. Thermocline stratification within the Indonesian Seas. J. Geophys. Res. Oceans 101, 12401 12409. doi:10.1029/95JC03798
Indra, J., 2002. Distribusi Horizontal Unsur Hara/Nutrien (N, P Dan Si) Pada Bulan Juli, Oktober, Dan Desember 2001 Di Perairan Teluk Semangka, Lampung. IPB (Bogor Agricultural University).
KKP, 2017. Pulau Romang [WWW Document]. Dir. Pulau-Pulau Kecil Indones. URL http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/direktori-pulau/index.php
Koike, I., Ogawa, H., Nagata, T., Fukuda, R., Fukuda, H., 2001. Silicate to Nitrate Ratio of the Upper Sub-Implication for Phytoplankton Dynamics. J. Oceanogr. 57, 253 260.
Latief, H., 2002. Oseanografi Pantai Volume 1. Departemen Geofisika dan Meteorologi ITB, Bandung.
Maslukah, L., Indrayanti, E., Rifai, A., 2014. Sebaran Material Organik dan Zat Hara Oleh Arus Pasang Surut 19, 189 194.
Millero, J., M.L. Sohn, 1982. Chemical Oceanography. CRC Press, London. Muchtar, M., 2012. Distribusi Zat Hara Fosfat, Nitrat dan Silikat di Perairan Kepulauan
Natuna. J. Ilmu Dan Teknol. Kelaut. Trop. 4, 304 317. Nybakken, J.W., 1992
Utama, Jakarta. Odum, E.., 1993. Dasar-dasar Ekologi, Edisi ke 3. ed. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta. Paasche, E., 1980. The Physilogical Ecology Of Phytoplankton. Oxford 259 284. Patty, I.S., 2015. Zat Hara ( Fosfat , Nitrat ), Oksigen Terlarut dan pH Kaitannya
dengan Kesuburan di Perairan Jikumerasa, Pulau Buru. Pesisir Dan Laut Trop. 1, 43 50.
Patty, S.I., 2013. Kadar Fosfat, Nitrat Dan Oksigen Terlarut Di Perairan Pulau Talise , Sulawesi Utara 1, 167 176.
74
Prayitno, B.H., Suherman, S., 2012. Hubungan Antara Rasio N / P dan Konsentrasi Silikat di Perairan Kepulauan Tambelan dan Kepulauan Serasan. ResearchGate 8, 19 26.
Putranto, E.D., 2016. Studi Pola Arus di Perairan Selat Lirang Kabupaten Maluku Barat Daya. Universitas Jendral Soedirman (UNSOED), Purwokerto.
Rahmayani, W., 2016. Pemanfaatan Citra Landsat 8 Oli Untuk Mengetahui Sebaran Parameter Kualitas Air Laut dan Produktivitas Primer Fitoplankton di Perairan Pulau Lirang, Kabupaten Maluku Barat Daya. Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Raymont, J.E.., 1980. Plankton And Productivity In Oceans Phytoplankton. Oxford 277 275.
Redfield, A.C., 1958. The biological control of chemical factors in the environment. Am. Sci. 46, 230A 221.
Rintaka, W., Hastuti, A., Firmansyah, T., 2016. Distribusi Suhu , Klorofil-a dan Nutrien Perairan Selat Bali pada Saat Muson Tenggara. Prosiding 29. doi:10.13140/RG.2.1.3566.6326
Rochyatun, E., Tjutju, S., 1998. Inventarisasi Dan Evaluasi Potensi Laut-Pesisir III Oseanografi, Lingkungan Dan Biologi., ISBN 979-8205-42-7. Jakarta.
Saeni, M., 1989. Kimia Lingkungan. PAU-IPB, Bogor. Sidjabat, M., 1973. Pengantar Oseanografi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Simanjuntak, M., 2012. Sea Water Quality Observed From Nutrient Aspect, Dissolved
Oxygen and Ph in The Banggai Waters, Central Sulawesi. J. Ilmu Dan Teknol. Kelaut. Trop. 4.
Simanjuntak, M., 2009. Hubungan Faktor Lingkungan Kimia, Fisika Terhadap Distribusi Plankton di Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. J. Perikan. XI (1), 31 45.
Simanjuntak, M., Kamlasi, Y., 2012. Sebaran Horizontal Zat Hara di Perairan Lamalera , Nusa Tenggara Timur 17, 99 108.
Sonnekus, M.J., Bornman, T.G., Campbell, E.E., 2016. Deep Sea Research II Phytoplankton and nutrient dynamics of six South West Indian Ocean seamounts. Deep-Sea Res. Part II 1 14. doi:10.1016/j.dsr2.2016.12.008
Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Susanti, I.I., 2001. Produktivitas Primer Fitoplankton Serta Keterkaitannya dengan
Nutrien dan Intensitas Cahaya di Perairan Teluk Hurun, Bandar Lampung. Tarhadi, Indrayanti, E., Anugroho, A., 2014. Studi Pola Dan Karakteristik Arus Laut Di
Perairan 3, 16 25. Triyulianti, I., Wijaya, D., Era, W., Arief, T., Widagti, N., Dipo, P., 2012. Distribusi
Vertikal pH dan Alkalinitas Perairan Selatan Jawa dan Samudera Hindia. Balai Penelit. Dan Obs. Laut 7.
Tubalawony, S., Kusmanto, E., Perairan, M.S., Perikanan, F., 2012. Suhu dan Salinitas Permukaan Merupakan Indikator Upwelling Sebagai Respon Terhadap Angin Muson Tenggara di Perairan Bagian Utara Laut Sawu 17, 226 239.
Umasangaji, H., 2006. Variabilitas dan Karakteristik Arus Lintas Indonesia Hubungannya dengan Fluktuasi Lapisan Termoklin di Perairan Selat Makassar. Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor.
Utami, R., Maslukah, L., Yusuf, M., 2016. Sebaran Nitrat (NO3) dan Fosfat (PO4) Di Perairan Karangsong Kabupaten Indramayu 5, 31 37.
75
Utami, T.M.R., Maslukah, L., Yusuf, M., 2016. Sebaran Nitrat (NO3) dan Fosfat (PO4) Di Perairan Karangsong Kabupaten Indramayu. Bul. OSEANOGRAFI Mar. 5, 31 37.
Waileruny, W., Wiyono, E.S., Wisodo, S.H., Purbayanto, A., Nurani, T.W., 2014. Monsoon and Skipjack Fishing Ground In The Banda Sea and Its Surrounding Moluccas Province. J. Teknol. Perikan. Dan Kelaut. 5.
Wardoyo, S.T., 1975. Pengelolaan Kualitas Air. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Welch, E., 1980. Ecological Effects Of Waste Water. Cambridge. Wibisono, 2011. Pengantar Ilmu Kelautan, Edisi 2. ed. Universitas Indonesia (UI-
Press). Zhang, L., Wang, L., Yin, K., Lü, Y., Yang, Y., Huang, X., 2014. Spatial and Seasonal
Variations of Nutrients in Sediment Profiles and Their Sediment - Water Fluxes in the Pearl River 25, 197 206. doi:10.1007/s12583-014-0413-y