INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR …

12
INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR BUDIDAYA LAUT TERINTEGRASI DI PERAIRAN TELUK EKAS, NUSA TENGGARA BARAT: ASPEK PENTING BUDIDAYA RUMPUT LAUT I Nyoman Radiarta # dan Erlania Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya (Naskah diterima: 5 Februari 2015; Revisi final: 9 Maret 2015; Disetujui publikasi: 11 Maret 2015) ABSTRAK Kualitas perairan merupakan salah satu aspek penting dalam perikanan budidaya. Perubahan yang terjadi pada kondisi kimia atau fisik perairan dapat menyebabkan dampak negatif terhadap pertumbuhan biota budidaya. Data kualitas air hasil program pemantauan selama enam bulan di lokasi penelitian telah dianalisis untuk melihat kisaran indeks kualitas air dan sebaran nutrien yang terjadi di sekitar unit budidaya laut terintegrasi berbasis integrated multi-trophic aquaculture (IMTA) di Teluk Ekas Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pengamatan dilakukan pada bulan Juni-November 2014, sebanyak 13 titik pengamatan yang disebar secara diagonal dengan pusat keramba jaring apung ikan laut. Seluruh data dianalisis secara spasial dan temporal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks kualitas air di lokasi penelitian tergolong kategori sedang-baik. Bulan Juli merupakan bulan dengan nilai indeks yang baik dengan kategori sedang-sangat baik (50-83); sedangkan bulan September memiliki nilai indeks yang relatif rendah dengan kategori buruk- sedang (33-60). Berdasarkan sebaran nutrien (amonium, nitrat, dan orto-fosfat) menunjukkan fluktuasi secara spasial dan temporal. Konsentrasi nutrien umumnya tersedia dengan baik pada jarak 60 m dari KJA. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang kondisi kualitas perairan dan ketersediaan nutrien untuk mendukung pertumbuhan dan produktivitas budidaya rumput laut dengan sistem IMTA. KATA KUNCI: indeks kualitas air, sebaran nutrien, budidaya laut terintegrasi, rumput laut, Teluk Ekas ABSTRACT: Water quality index and distribution of nutrient around integrated marine aquaculture in Ekas Bay, West Nusa Tenggara: an important factor for seaweed aquaculture. By: I Nyoman Radiarta and Erlania Water quality is one of the main concerns in aquaculture. Any change in the chemical or physical parameters can cause a negative effect on the growth of the organisms. Water quality data from six months monitoring program in the study area were analyzed to investigate the water quality index (WQI) and nutrient distribution occurring around the integrated multi-trophic aquaculture (IMTA) in Ekas Bay West Nusa Tenggara Province. Observations at 13 stations were made in June-November 2014. The stations were distributed diagonal with marine fish cage as a center. All data were analyzed spatially and temporally. The results showed that the WQI in the study area were classified medium-good categories. Temporal observation indicated that July had the highest index with category medium-very good (50-83) while September relatively had the lowest index with category bad-medium (33-60). Based on the distribution of nutrients (ammonium, nitrate, and ortho-phosphate) showed temporal and spatial fluctuations. Concentrations of nutrients were generally available with a distance of 60 m from the cage. The results of this study could provide an illustration of the water quality condition and the availability of nutrients in order to support growth and productivity of seaweed aquaculture system with integrated multi-trophic aquaculture (IMTA). KEYWORDS: water quality index, nutrient distribution, integrated mariculture, seaweed, Ekas Bay # Korespondensi: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya. Jl. Ragunan No. 20, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540, Indonesia. Tel.: + (021) 7805051 E-mail: [email protected] Indeks kualitas air dan sebaran nutrien sekitar budidaya laut terintegrasi ..... (I Nyoman Radiarta) 141

Transcript of INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR …

Page 1: INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR …

INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR BUDIDAYA LAUTTERINTEGRASI DI PERAIRAN TELUK EKAS, NUSA TENGGARA BARAT:

ASPEK PENTING BUDIDAYA RUMPUT LAUT

I Nyoman Radiarta# dan Erlania

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya

(Naskah diterima: 5 Februari 2015; Revisi final: 9 Maret 2015; Disetujui publikasi: 11 Maret 2015)

ABSTRAK

Kualitas perairan merupakan salah satu aspek penting dalam perikanan budidaya. Perubahan yang terjadipada kondisi kimia atau fisik perairan dapat menyebabkan dampak negatif terhadap pertumbuhan biotabudidaya. Data kualitas air hasil program pemantauan selama enam bulan di lokasi penelitian telah dianalisisuntuk melihat kisaran indeks kualitas air dan sebaran nutrien yang terjadi di sekitar unit budidaya lautterintegrasi berbasis integrated multi-trophic aquaculture (IMTA) di Teluk Ekas Provinsi Nusa Tenggara Barat.Pengamatan dilakukan pada bulan Juni-November 2014, sebanyak 13 titik pengamatan yang disebarsecara diagonal dengan pusat keramba jaring apung ikan laut. Seluruh data dianalisis secara spasial dantemporal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks kualitas air di lokasi penelitian tergolong kategorisedang-baik. Bulan Juli merupakan bulan dengan nilai indeks yang baik dengan kategori sedang-sangatbaik (50-83); sedangkan bulan September memiliki nilai indeks yang relatif rendah dengan kategori buruk-sedang (33-60). Berdasarkan sebaran nutrien (amonium, nitrat, dan orto-fosfat) menunjukkan fluktuasisecara spasial dan temporal. Konsentrasi nutrien umumnya tersedia dengan baik pada jarak 60 m dari KJA.Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang kondisi kualitas perairan dan ketersediaan nutrienuntuk mendukung pertumbuhan dan produktivitas budidaya rumput laut dengan sistem IMTA.

KATA KUNCI: indeks kualitas air, sebaran nutrien, budidaya laut terintegrasi, rumput laut, Teluk Ekas

ABSTRACT: Water quality index and distribution of nutrient around integrated marine aquaculture in EkasBay, West Nusa Tenggara: an important factor for seaweed aquaculture. By: I Nyoman Radiartaand Erlania

Water quality is one of the main concerns in aquaculture. Any change in the chemical or physical parameters can causea negative effect on the growth of the organisms. Water quality data from six months monitoring program in the studyarea were analyzed to investigate the water quality index (WQI) and nutrient distribution occurring around theintegrated multi-trophic aquaculture (IMTA) in Ekas Bay West Nusa Tenggara Province. Observations at 13 stationswere made in June-November 2014. The stations were distributed diagonal with marine fish cage as a center. All datawere analyzed spatially and temporally. The results showed that the WQI in the study area were classified medium-goodcategories. Temporal observation indicated that July had the highest index with category medium-very good (50-83)while September relatively had the lowest index with category bad-medium (33-60). Based on the distribution ofnutrients (ammonium, nitrate, and ortho-phosphate) showed temporal and spatial fluctuations. Concentrations ofnutrients were generally available with a distance of 60 m from the cage. The results of this study could provide anillustration of the water quality condition and the availability of nutrients in order to support growth and productivityof seaweed aquaculture system with integrated multi-trophic aquaculture (IMTA).

KEYWORDS: water quality index, nutrient distribution, integrated mariculture, seaweed, Ekas Bay

# Korespondensi: Pusat Penelitian dan PengembanganPerikanan Budidaya. Jl. Ragunan No. 20, Pasar Minggu,Jakarta Selatan 12540, Indonesia. Tel.: + (021) 7805051E-mail: [email protected]

Indeks kualitas air dan sebaran nutrien sekitar budidaya laut terintegrasi ..... (I Nyoman Radiarta)

141

Page 2: INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR …

PENDAHULUAN

Aktivitas budidaya laut dipengaruhi oleh beberapaaspek penting di antaranya kondisi kualitas perairan.Perubahan yang terjadi pada kondisi perairan yangmeliputi: aspek fisik, kimia, dan nutrien dapatmenyebabkan dampak negatif terhadap pertumbuhanbiota budidaya, atau bahkan dapat menyebabkan ke-matian yang akhirnya berdampak pada menurunnyaproduksi. Indeks kualitas air (WQI) adalah sebuah nilaiyang mengungkapkan kualitas air dengan meng-gabungkan beberapa hasil pengukuran parameterkualitas air (seperti oksigen terlarut, pH, nitrat, fosfat,amonia, klorida, kekerasan, logam, dan lain-lain).Pentingnya WQI untuk mengungkapkan komponenkualitas sumber air sudah lama dikenal dengan berbagaiformulasi dan model yang digunakan (Bakan et al.,2010; Lumb et al., 2011; Poonam et al., 2013). Biasanyanilai indeks yang lebih tinggi menunjukkan kualitasair yang lebih baik dan nilai indeks yang rendahmenunjukkan kualitas perairan yang buruk. Indeks inimenyediakan metode yang sederhana dan ringkasdalam menggambarkan kondisi kualitas air untukberbagai keperluan seperti perikanan budidaya,rekreasi, air minum, dan irigasi.

Peningkatan produksi perikanan budidaya dapatdilakukan melalui perluasan lahan ataupun penerapanteknologi (inovasi) baru. Penerapan perikanan budi-daya melalui penggunaan padat tebar spesies yang lebihtinggi atau penggunaan pakan yang besar dapat sajameningkatkan produksi. Namun, jika perkembanganini tidak diatur secara baik, maka tentunya dampaknegatif akan dirasakan baik terhadap lingkunganmaupun keberlanjutan usaha budidayanya. Pengem-bangan perikanan budidaya yang berazaskan lingkungan(EAA/ecosystem approach to aquaculture) merupakanaspek penting yang perlu diperhatikan oleh pem-budidaya ataupun pengambil kebijakan (Soto et al.,2008). EAA bukan merupakan hal yang baru, konsepini sudah banyak diimplementasikan dalam aktivitasbudidaya skala kecil. Namun dalam penerapan EAAuntuk skala besar dan intensif, konsep ini menjadilebih susah diterapkan, dan merupakan suatu tantangandalam pelaksanaannya. Penerapan pengembanganperikanan budidaya agar dapat berkelanjutan tentunyaharus terintegrasi dengan seluruh ekosistem yang ada(Soto et al., 2008; Holmer et al., 2008; FAO 2010).

Aktivitas budidaya ikan laut dengan keramba jaringapung (KJA) dapat menyebabkan pengkayaan nutriendi sekitar kawasan KJA tersebut. Sebaran nutrientersebut dapat dimanfaatkan oleh komoditas budidayalainnya, seperti rumput laut, yang dapat mengekstrakdissolved inorganic nutrients dan kekerangan yang dapatmemanfaatkan particulate organic matter serta teripang,

sehingga terjadi keseimbangan antara proses biologidan kimia pada sistem yang berkembang (Neori et al.,2000; Barrington et al., 2009). Pola pengembangansistem budidaya ini dikenal dengan budidaya ter-integrasi atau integrated multi-trophic aquaculture(IMTA). IMTA dapat menjadi opsi pengembanganbudidaya laut karena selain dapat meningkatkanproduksi dari beberapa komoditas secara simultan jugadapat meminimalkan dampak negatif terhadaplingkungan perairan (Radiarta et al., 2014a; Yuniarsihet al., 2014). Konsep penerapan IMTA adalah denganmemperhatikan tingkat trofik dari komoditas yangdibudidayakan, sehingga aliran energi yang tersediadalam unit IMTA tersebut dapat dimanfaatkan secaramaksimal. Telaah tentang pelaksanaan budidaya lautsecara terintegrasi telah dipublikasi oleh FAO (Soto,2009). Secara umum publikasi tersebut melihatberbagai aplikasi budidaya secara terintegrasi (IMTA)di daerah sub-tropis (Barington et al., 2009), tropis(Troell, 2009), dan Laut Mediterranean (Angel & Free-man, 2009). Penerapan IMTA di laut ini sangat sesuaidengan konsep EAA untuk budidaya laut (Costa-Pierce,2008). Model IMTA ini dapat memadukan berbagaiteknik budidaya dengan jarak tertentu dalam kawasanbudidaya. Penerapan IMTA ini sangat fleksibel dandapat diterapkan di perairan terbuka atau unit budidayadi daratan baik di perairan tawar maupun di laut,bahkan pengembangan IMTA ini juga sudah menyebarsampai pada lautan terbuka (Troell, 2009; Troell et al.,2009). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meng-analisis indeks kualitas perairan dan pola sebarannutrien sekitar unit IMTA di Teluk Ekas Provinsi NusaTenggara Barat. Analisis dilakukan secara spasial dantemporal. Hasil analisis ini diharapkan dapat mem-berikan gambaran tentang kondisi kualitas perairandi sekitar KJA dalam satu sistem IMTA sebagai salahsatu aspek penting budidaya rumput laut yang ber-hubungan dengan penyebaran nutrien dan kondisiperairan untuk mendukung pertumbuhan dan tingkatproduktivitas budidaya rumput laut.

BAHAN DAN METODE

Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Teluk Ekas KabupatenLombok Timur, Nusa Tenggara Barat (Gambar 1). TelukEkas dengan luasan mencapai 5.313 ha merupakankawasan yang sangat potensial untuk pengembanganbudidaya laut (Radiarta et al., 2003). Beberapa aktivitasbudidaya yang telah berkembang di wilayah tersebutmeliputi: budidaya rumput laut, budidaya ikan kerapu,dan budidaya lobster. Selain aktivitas budidaya laut,aktivitas penangkapan juga berkembang pesatterutama penangkapan benih lobster alam.

142

Jurnal Riset Akuakultur Volume 10 Nomor 1, 2015

Page 3: INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR …

Model Budidaya Terintegrasi (IMTA) danPengumpulan Data

Model IMTA yang dikembangkan dalam penelitianini adalah kombinasi antara beberapa komoditasdengan tingkat tropik yang berbeda yaitu: ikan bawalbintang (Trachinotus Blochii, Lacepede), rumput laut(Kappaphycus alvarezii) dan abalon (Haliotis asinina).Unit keramba jaring apung (KJA) digunakan sebagaititik pusat dalam model IMTA ini (posisi: 116.45087o

BT; -8.87341o LS), sedangkan unit rumput laut dipa-sang diagonal pada empat titik: E2, E4, E6 dan E8(Gambar 1). Ikan bawal bintang dibudidayakan padaKJA yang terdiri atas empat jaring berukuran 3 m x3 m x 3 m, dan diletakkan pada kedalaman perairansekitar 14 m. Setiap jaring diisi sebanyak 500 ekordengan ukuran awal ikan adalah sekitar 3-4 cm (3-5gram). Budidaya ikan bawal bintang pada sistem IMTAini dilakukan selama 150 hari (5 bulan); setelah satubulan pemeliharaan dilakukan grading berdasarkanukuran ikan; sehingga pada akhir penelitian diperolehempat grade ukuran ikan yang berbeda yang di-tempatkan pada setiap jaring KJA. Pakan yang di-gunakan dalam penelitian ini adalah pakan peletkomersial. Pakan diberikan dua kali sehari yaitu pagidan sore hari dengan ukuran pelet sesuai denganukuran ikan yang dibudidayakan. Pemberian pakanpada dilakukan dengan feeding rate 3-7% dari biomassaikan. Rumput laut dibudidayakan dengan sistem rakitdengan ukuran masing-masing 7 m x 7 m. Satu unit

rakit terdiri atas 35 bentangan tali ris dan setiap taliris terdiri atas 35 titik tanam/ikatan rumput laut,dengan jarak tanam sekitar 20 cm. Setiap titik tanamdipasang bibit rumput laut awal dengan bobot sekitar50 gram. Total berat bibit/unit rumput laut mencapaisekitar 61 kg.

Pengumpulan data kualitas perairan dilakukanselama enam bulan program pemantauan yaitu bulanJuni-November 2014. Sebanyak 13 titik pengamatankualitas perairan disebar di sekitar unit IMTA. Titikpengamatan tersebut didesain melingkar dengan jaraklingkaran pertama 60 m dan jarak lingkaran kedua 150m, dengan titik pusat berada di KJA unit IMTA (Gambar1). Parameter kualitas perairan yang dikumpulkanmeliputi parameter fisik, kimia, dan kesuburanperairan, dan diukur pada permukaan perairan (< 1m).Pengukuran kualitas air dilakukan pada kisaran waktu10:00-16:00 waktu setempat. Waktu pengamatan inidapat mewakili kondisi pasang dan surut di lokasipenelitian. Parameter diukur langsung di lapanganmenggunakan YSI profesional+ meliputi: suhu, sali-nitas, oksigen (dissolved oxygen/DO), dan pH. Selainpengukuran di lapangan, contoh air diambil untukdianalisis di Laboratorium Air Biotrop Bogor. Metodepengambilan, preservasi, dan analisis contoh airmengacu pada metode standar APHA (2005). Para-meter yang dianalisis meliputi: kekeruhan, total fosfat(TP), orto-fosfat (PO4-P), nitrat (NO3-N), dan amonium(NH4-N).

Gambar 1. Lokasi penelitian di Teluk Ekas Kabupaten Lombok Timur, NTB dan model pengembanganbudidaya terintegrasi (IMTA). E1-E17 merupakan titik pengamatan kualitas perairan

Figure 1. The study area in Ekas Bay East Lombok Regency, NTB and development of integrated multi-trophic aquaculture model. E1-E17 indicate the water quality sampling stations

8o52’20’’S

8o52’25’’S

8o52’30’’S

8o52’20’’S

8o52’25’’S

8o52’30’’S

Pulau Lombok (Lombok Island)

116o26’55’’E 116o27’E 116o27’5’’E 116o27’10’’E 116o27’15’’E

116o26’55’’E 116o27’E 116o27’5’’E 116o27’10’’E 116o27’15’’E

Teluk Ekas (Ekas Bay)

Jarak 150 m (Buffer 150 m) Meters

0 50 100

Stasiun (Station)Keramba (Fish cage)Rumput laut (Seaweed)Jarak 60 m (Buffer 60 m)

Keterangan (Legend):

Indeks kualitas air dan sebaran nutrien sekitar budidaya laut terintegrasi ..... (I Nyoman Radiarta)

143

Page 4: INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR …

Analisis Data

Pada penelitian ini, data kualitas air dianalisisdengan menghitung indeks kualitas air dan sebaranspasial. Selain itu, karakteristik kondisi kualitas airyang dikumpulkan selama penelitian juga dianalisissecara statistik deskriptif (meliputi: minimum, mak-simum, rataan, dan standar deviasi).

Indeks kualitas air (water quality index/WQI) adalahpendekatan matematika yang digunakan untukmengubah beberapa parameter data kualitas perairanmenjadi satu besaran yang merangkum parameterkualitas yang berbeda. WQI adalah indeks kualitas airuntuk penggunaan tertentu, seperti misalnya melihatkelayakannya bagi budidaya laut. Pada penelitian ini,WQI dihitung berdasarkan tiga parameter yaitu DO,kekeruhan, dan total fosfat, yang dikenal dengan indeksminimal (WQImin). Tiga parameter yang digunakan inimerupakan parameter kunci yang mewakili karak-teristik fisik, kimia, dan nutrien perairan yang dapatberfluktuasi dan memengaruhi perkembangan biotabudidaya (SimÕes et al., 2008). Penggunaan WQI dalampenelitian ini digunakan untuk melihat kondisi kualitasperairan secara umum, melalui pemberian skor padaperairan yang menunjukkan kualitasnya (Bakan et al.,2010). WQI dihitung dengan menggunakan persamaanberikut (SimÕes et al., 2008):

Sebaran kesuburan perairan seperti orto-fosfat(PO4-P), nitrat (NO3-N), dan amonium (NH4-N) di sekitarunit IMTA dianalisis secara spasial dengan metodeinterpolasi inverse distance weighted (IDW) (Johnson &McChow, 2001). Analisis spasial dilakukan denganmenggunakan ArcGIS v.10 (The Environmental SystemResearch Institute (ESRI), USA).

HASIL DAN BAHASAN

Kondisi Umum Teluk Ekas

Teluk Ekas terletak di bagian selatan Pulau Lombokyang membujur dari barat ke timur diantara 116°23’-116°29’ Bujur Timur dan 8°49’-8°55’ Lintang Selatan.Teluk Ekas dengan luasan 5.313 ha dan panjang ga-ris pantai mencapai 44 km merupakan kawasan telukyang masuk dalam dua kabupaten yaitu KabupatenLombok Tengah (Desa Awang) dan Kabupaten LombokTimur (Desa Pamongkong, Desa Sukaraja, dan DesaBatunampar). Teluk ini sangat berpotensi untukpengembangan budidaya laut karena memilikikarakteristik pantai yang relatif tenang, terlindung,dan banyaknya goba (lagoon). Teluk Ekas telah di-tetapkan dalam program PIJAR (sapi jagung rumputlaut) Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai kawasanpengembangan minapolitan rumput laut (Anonimous,2012). Produksi rumput laut di Teluk Ekas mengalamipeningkatan yang signifikan dari 25.000 ton di tahun2009 menjadi 59.108 ton di tahun 2011 (Anonimous,2012). Selain program daerah, kawasan Teluk Ekas yangterletak di Lombok Timur ini juga telah dijadikan lokasipercontohan pengembangan program blue economyKementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2014).

Teluk Ekas sangat dipengaruhi oleh pola pasangsurut harian dengan pola campuran yang cenderungke harian ganda (Nontji, 1993). Kondisi pasang surutini sangat memengaruhi luasan area yang dapat di-gunakan untuk budidaya laut. Pada saat surut terendahluasan teluk yang berpotensi untuk budidaya laut hanyasekitar 3.396 ha (64% dari total luasan teluk), sisanya36% berupa daerah kering yang ditumbuhi oleh padang

Tabel 1. Faktor normalisasi untuk menghitung WQImin

Table 1. Normalization factors for the WQImin calculation

di mana:CDO = Nilai DO setelah normalisasiCTurb = Nilai kekeruhan setelah normalisasiCTotP = Nilai total fosfat setelah normalisasi

Normalisasi dari ketiga parameter kualitas airditampilkan pada Tabel 1 (Pesce & Wunderlin, 2000;SimÕes et al., 2008). Klasifikasi WQI dibagi menjadilima kelas yaitu: sangat baik (>80-100), baik (>60-80), sedang (>40-60), buruk (>20-40), dan sangatburuk (>0-20) (Fulazzaky et al., 2010).

WQImin =CDO + CTurb + CTotP

3

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

Oksigen terlarut Dissolved oxygen (mg/L)

7.5 7 6.5 6 5 4 3.5 3 2 1 < 1

Total fosfat Total phosphate (mg/L)

< 0.05 < 0.05 < 0.05 < 0.1 < 0.1 < 0.15 < 0.15 < 0.2 < 0.2 < 0.3 < 0.3

Kekeruhan Turbidity (NTU)

< 5 < 10 < 15 < 20 < 25 < 30 < 40 < 60 < 80 100 > 100

PeubahParameter

Faktor normalisasi (Normalization factors )

7

8 8 8 8 8 8 8 8 8 8

144

Jurnal Riset Akuakultur Volume 10 Nomor 1, 2015

Page 5: INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR …

lamun, rumput laut alam, dan pecahan karang batu(Radiarta et al., 2003). Kondisi arus di dalam telukumumnya dipengaruhi oleh pergerakan pasang surutdengan kecepatan antara 1-18 m/menit (Radiarta etal., 2003).

Kegiatan budidaya laut sudah cukup berkembangdi Teluk Ekas, terbukti dengan banyaknya aktivitas bu-didaya yang dilakukan oleh masyarakat pesisir sekitarDusun Ekas, Dusun Ujung, Dusun Saung, dan DusunBatunampar. Budidaya laut yang banyak ditemukanadalah budidaya rumput laut, budidaya ikan, danbudidaya lobster. Selain kegiatan budidaya kawasanteluk ini mempunyai stok sumberdaya benih lobsteryang cukup berlimpah. Belakangan ini dengan me-ningkatnya harga benih lobster (berkisar antara Rp.12.000-17.000/ekor), telah menyebabkan banyaknyaaktivitas penangkapan benih lobster alam.

Kondisi Kualitas Perairan

Pengembangan budidaya laut sangat dipengaruhioleh kondisi lingkungan perairan. Kondisi lingkunganyang baik akan mendukung pertumbuhan komoditasyang dibudidayakan, dan sebaliknya. Tabel 2 menyaji-kan hasil pengukuran beberapa parameter pentingkualitas perairan di 13 lokasi selama enam bulan pro-gram pemantauan (Juni-November 2014) di Teluk Ekas,Lombok Timur.

Suhu perairan selama penelitian menunjukkanfluktuasi dengan kisaran 26,3°C-30,9°C (Tabel 2). Suhupermukaan terendah ditemukan pada bulan Septem-ber yaitu 26,30°C, sedangkan suhu permukaan mak-simum terukur pada bulan November mencapai30,90°C. Terjadinya peningkatan suhu ini sangatberpengaruh terhadap aktivitas budidaya rumput lautdi lokasi penelitian. Budidaya rumput laut pada unitIMTA mengalami penurunan pertumbuhan dan bahkanmengalami kerusakan (gagal panen) sejak akhir bulanSeptember, di mana suhu perairan melebihi 29°C danmemiliki tren yang terus meningkat (data tidakdipublikasi). Selain suhu, parameter lainnya sepertisalinitas yang cukup tinggi dan nutrien sangatmemengaruhi pertumbuhan rumput laut. Suhu idealuntuk budidaya rumput laut adalah berkisar antara26°C-29°C (Parenrengi et al., 2011; Pong-Masak et al.,2012). Sedangkan sesuai dengan baku mutu air lautuntuk biota laut mensyaratkan suhu berkisar antara28°C-32°C (KLH, 2004).

Kandungan oksigen terlarut (DO) sangat pentingdiperhatikan dalam penelitian ini, khususnya untukkomoditas ikan bawal bintang dan abalon. Kisaran DOpermukaan yang terukur selama waktu penelitianantara 3,1-11,4 mg/L (Tabel 2). Kisaran DO di lokasipenelitian masih menunjukkan nilai yang baik untuk

mendukung perkembangan komoditas budidaya.Kisaran DO yang ideal untuk ikan bawal bintang adalah7-9 mg/L (Anonimous, 2013), sedangkan untuk abalonadalah > 4 mg/L (Priyambodo et al., 2012). MenurutStickney (2009), kandungan oksigen terlarut yangdiinginkan dalam sistem akuakultur adalah sekitar 5mg/L; sedangkan konsentrasi oksigen terlarut < 3 mg/L menjadi pembatas bagi kebanyakan organismeakuatik. Effendi (2003) juga menyatakan bahwa hanyasedikit jenis ikan yang dapat bertahan pada kondisioksigen terlarut < 3 mg/L dengan masa pemaparanyang singkat. Jumlah oksigen terlarut di dalam air padakondisi saturasi dipengaruhi oleh tiga faktor utamayaitu: suhu, salinitas, dan ketinggian perairan daripermukaan laut (altitude); semakin tinggi suhu,salinitas, dan altitude maka kelarutan oksigen akansemakin berkurang (Stickney, 2009; Effendi, 2003).Selain itu, kadar oksigen terlarut juga berfluktuasisecara harian dan musiman tergantung pada per-campuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massaair, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (efflu-ent ) yang masuk ke badan air (Effendi, 2003).

Pengukuran terhadap salinitas perairan menunjuk-kan nilai yang masih baik untuk komoditas budidayadengan kisaran 30,0-38,0 ppt (Tabel 2). Salinitas yangsesuai untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 28-35 ppt, namun untuk mendukung pertumbuhan rumputlaut, nilai salinitas 32-35 ppt merupakan nilai ideal(Parenrengi et al., 2011). Kondisi pH perairan di lokasiIMTA masih baik untuk budidaya laut. Kisaran pH yangdiperoleh adalah 7,5-8,4 (Tabel 2). Kondisi pH perairanini tidak terlalu berfluktuasi, dan sesuai dengan per-syaratan pH untuk biota laut (KLH, 2004).

Kondisi kekeruhan perairan berkisar antara 0,3-25,4 NTU (Tabel 2). Tingkat kekeruhan perairan iniberhubungan terbalik dengan tingkat kecerahan dilokasi penelitian. Tingkat kekeruhan < 5 NTU meru-pakan baku mutu air laut untuk biota laut (KLH, 2004).Kekeruhan ini terkait dengan kemampuan sinarmatahari masuk dalam kolom air yang dibutuhkanuntuk proses fotosintesis pada tumbuhan air. Adanyaunit KJA ikan dapat merupakan menyebabkan tinggi-nya tingkat kekeruhan di sekitar unit IMTA. Kekeruhanyang terjadi tersebut dapat disebabkan oleh karenatingginya kandungan nutrien yang mendukungpertumbuhan plankton ataupun kandungan partikelsedimen/lumpur. Kekeruhan yang terjadi di sekitarpesisir dapat disebabkan oleh tingginya kandunganlumpur yang dapat berasal dari aliran sungai ataupunaktivitas pemukiman sekitar kawasan pantai. Air yangberlumpur dapat menghalangi masuknya cahaya kedalam kolom air sehingga menghambat pertumbuhanrumput laut yang menyebabkan thalus membusuksehingga mudah patah.

Indeks kualitas air dan sebaran nutrien sekitar budidaya laut terintegrasi ..... (I Nyoman Radiarta)

145

Page 6: INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR …

Tabe

l 2.

Kisa

ran

nila

i par

amet

er k

ualit

as a

ir (n

= 6

) sek

itar

sis

tem

IMTA

di T

eluk

Eka

s, L

ombo

k Ti

mur

, NTB

Tabl

e 2.

Valu

es o

f wat

er q

ualit

y (n

= 6

) aro

und

the

IMTA

sys

tem

in E

kas

Bay,

East

Lom

bok,

NTB

E1E

2E

4E6

E8

E10

E1

1E1

2E

13E

14

E15

E1

6

Suh

uoC

Min

.2

6.9

26

.62

6.9

26

.92

6.6

26

.32

6.4

26

.62

6.8

26

.62

6.6

26

.5T

empe

ratu

reM

ax.

30

.53

0.4

30

.63

0.2

30

.43

0.7

30

.33

0.3

30

.63

0.2

30

.43

0.2

R2

8.1

28

.12

8.1

28

.12

82

82

8.1

28

.12

8.2

28

28

.12

8SD

1.3

1.3

1.3

1.2

1.3

1.5

1.3

1.3

1.3

1.3

1.3

1.3

DO

mg

/LM

in.

4.2

3.6

4.5

3.9

3.3

3.8

3.4

3.3

3.3

3.6

3.4

4.4

Max

.6

.27

.16

.87

.57

.51

1.3

11

.47

.41

0.5

8.3

6.4

8.1

R5

.45

.35

.74

.85

6.5

5.9

5.2

6.4

5.2

5.2

5.4

SD0

.91

.40

.91

.41

.62

.72

.91

.52

.61

.81

.11

.4Sa

linit

asp

pt

Min

.3

33

43

23

23

4.4

34

.73

4.7

34

34

.13

33

03

4Sa

linit

yM

ax.

36

38

35

.13

83

63

73

73

73

83

63

5.1

36

R3

4.5

35

.23

4.3

35

35

.23

5.3

35

.33

5.1

35

.33

4.7

34

34

.7SD

11

.41

.22

0.7

0.9

0.8

11

.41

20

.8p

HM

in.

7.6

7.7

7.8

7.8

7.7

7.8

7.7

7.7

7.7

7.5

7.8

7.8

Max

.8

.38

.38

.38

.38

.38

.38

.38

.38

.38

.38

.38

.3R

88

.18

.18

.18

.18

.18

.18

.18

.18

.18

.18

.1SD

0.3

0.3

0.2

0.3

0.3

0.2

0.3

0.3

0.3

0.3

0.2

0.2

Kek

eru

han

NT

UM

in.

2.2

1.2

1.2

1.2

0.3

3.2

72

.26

.13

.20

.36

.1T

urbi

dity

Max

.9

9.9

79

12

.81

2.8

22

.57

25

.41

2.8

25

.41

8.6

R6

.14

.34

.14

.96

.66

.51

2.2

5.3

12

.86

.69

.21

0.5

SD3

.33

.52

.83

.75

.14

.77

.62

.98

.84

.89

.36

.1T

Pm

g/L

Min

.0

.17

0.1

70

.10

.16

0.1

40

.12

0.0

60

.17

0.0

60

.12

0.0

60

.12

Tot

al p

hosh

atM

ax.

0.5

1.1

60

.44

0.3

10

.36

0.4

10

.33

0.9

20

.78

0.6

52

.74

2.0

3R

0.2

80

.43

0.2

30

.20

.24

0.2

40

.20

.44

0.4

10

.35

0.5

90

.5SD

0.1

10

.39

0.1

30

.06

0.1

0.1

40

.10

.25

0.2

50

.18

1.0

60

.75

PO4-P

mg

/LM

in.

0.0

40

.10

.06

0.0

70

.06

0.0

40

.06

0.0

60

.06

0.0

60

.04

0.0

4O

rto-

phos

phat

Max

.0

.38

0.9

80

.40

.15

0.2

40

.28

0.1

60

.32

0.3

60

.18

0.0

90

.09

R0

.17

0.2

80

.14

0.1

10

.12

0.1

20

.10

.12

0.1

30

.09

0.0

70

.05

SD0

.12

0.3

50

.13

0.0

40

.06

0.0

80

.04

0.1

0.1

10

.04

0.0

20

.02

NO

3-N

mg

/LM

in.

0.0

30

.02

0.0

20

.02

0.0

60

.16

0.0

40

.19

0.1

0.0

20

.26

0.0

2N

itra

teM

ax.

1.0

80

.46

0.7

10

.67

1.5

43

.74

0.4

30

.69

0.4

90

.46

0.6

60

.46

R0

.49

0.2

60

.34

0.3

0.5

40

.87

0.2

60

.38

0.3

10

.26

0.4

20

.29

SD0

.36

0.2

0.2

40

.26

0.5

41

.41

0.1

40

.18

0.1

40

.16

0.1

40

.18

NH

4+

mg

/LM

in.

0.0

10

.01

0.0

10

.01

0.0

10

.01

0.0

10

.01

0.0

10

.01

0.0

10

.01

Am

mon

ium

Max

.0

.11

0.0

30

.08

0.0

50

.13

0.1

10

.09

0.0

40

.05

0.0

60

.03

0.0

3R

0.0

30

.02

0.0

20

.02

0.0

30

.03

0.0

30

.02

0.0

20

.02

0.0

10

.02

SD0

.04

0.0

10

.03

0.0

20

.05

0.0

40

.03

0.0

10

.01

0.0

20

.01

0.0

1

Par

amet

erU

nit

Stas

iun

(Sam

plin

g s

tati

ons

)

Min

. =

Min

imum

; M

ax.

= M

axim

um;

R =

Rat

aan

(Ave

rage

); SD

= S

tand

ar d

evia

si (

Stan

dard

dev

iatio

n);

* KLH

, 20

04

146

Jurnal Riset Akuakultur Volume 10 Nomor 1, 2015

Page 7: INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR …

Indeks Kualitas Perairan

WQI yang dianalisis dalam penelitian ini me-refleksikan kondisi kualitas perairan, karena meng-gunakan tiga parameter penting yaitu: DO, kekeruhan,dan total fosfat, yang dikenal dengan indeks minimal(WQI

min). Penggunaan tiga parameter tersebut sangat

efektif dan dapat digunakan sebagai indikator kegiatanperikanan budidaya terhadap lingkungan perairan(SimÕes et al., 2008). Berbagai jenis WQI yang telahdiperkenalkan untuk mengkaji kondisi kualitas perairan(Poonam et al., 2013), namun indeks minimal (WQI

min)

sangat efektif dan efisien untuk mengkaji kondisikualitas perairan (SimÕes et al., 2008; Bakan et al.,2010).

Hasil analisis WQImin menunjukkan bahwa kondisiperairan di 13 stasiun selama enam bulan programpemantauan masuk dalam kategori sedang-baik(Gambar 2). Nilai indeks yang diperoleh cukup ber-fluktuasi berdasarkan waktu pemantuan di 13 stasiunpengamatan. Berdasarkan perbedaan waktu, nilai in-dek yang terbaik ditemukan pada bulan Juli, danditemukan hampir di semua stasiun pengamatandengan kisaran nilai WQI

min antara 50-83 (rata-rata 66).

Hal ini menunjukkan bahwa pada bulan tersebutmempunyai kondisi perairan yang sangat baik untukmendukung pertumbuhan biota yang dibudidayakan.Sebaliknya, pada bulan September, kondisi perairankurang baik yang ditandai dengan nilai WQImin yangrelatif rendah dengan kisaran 33-60 (rata-rata 48).Kondisi ini sangat mempengaruhi produktivitasbudidaya laut yang ada pada unit IMTA. Hasilpengamatan budidaya rumput laut pada bulan Julimenunjukkan peningkatan pertumbuhan sampai pada

hari ke-45 dengan rata-rata bobot akhir 77,2 gram/titik tanam; sedangkan pada bulan September terjadipenurunan pertumbuhan dari hari ke-30 ke hari ke-45, dengan rata-rata bobot akhir 20,6 gram/titik tanam(Radiarta et al., 2014b). Berdasarkan kisaran nilaiWQImin yang diperoleh selama enam bulan pengamat-an di 13 stasiun menunjukkan bahwa pada bulan Juli,tiga parameter kualitas perairan (DO, kekeruhan, dantotal fosfat) yang diamati masuk dalam kisaran yangideal untuk aktivitas budidaya laut (KLH, 2004).Sedangkan pada bulan September, parameter totalfosfat menunjukkan kisaran nilai yang cukup tinggiyang ditemukan hampir di semua stasiun pengamatandengan kisaran antara 0,12-2,74 mg/L. Kondisi inidapat menyebabkan turunnya kualitas lingkunganperairan. Tingginya kandungan total fosfat dalamperairan dapat menyebabkan terjadinya kelimpahanalga yang berlebihan (algae bloom; Effendi, 2003; Nontji,2008). Alga yang berlimpah ini dapat membentuklapisan pada permukaan air, yang selanjutnya dapatmenghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari,sehingga kurang menguntungkan bagi eksosistemperairan, dan dapat mempengaruhi aktivitas budidayalaut dalam kawasan tersebut. Masalah serius padakondisi alga bloom adalah fluktuasi oksigen yang tinggidi mana produksi oksigen tinggi pada siang hari(fotosintesa) dan konsumsi oksigen tinggi (respirasi)pada malam hari sehingga terjadi deplesi oksigen dankritis bagi biota perairan.

Sebaran Nutrien Sekitar Unit IMTA

Pemberian pakan pada ikan bawal bintang tidaksepenuhnya dapat dimanfaatkan oleh ikan tersebut.Ada bagian yang terbuang ke perairan yang berasal

Gambar 2. Indeks kualitas perairan selama enam bulan pemantauan sekitar sistem IMTA di Teluk Ekas,Nusa Tenggara Barat. Sisi kanan menunjukkan pembagian kriteria indeks kualitas air

Figure 2. Water quality index during six months monitoring program around the IMTA system in Ekas Bay,West Nusa Tenggara. Right side indicates the criteria of water quality index

Inde

ks k

ualit

as a

ir (W

ater

qua

lity i

ndex

)

Stasiun pengamatan (Sampling stations)

100

June

80

Sangat buruk (Very bad)

Buruk (Bad)

Sedang (Medium)

Baik (Good)

Sangat baik (Excellent)

60

40

20

0July August September October November

Rataan (Average)E 2 E 4 E 6 E 8 E 10 E 11 E 12 E 13 E 14 E 15E 1

E1

E 16 E 17

Indeks kualitas air dan sebaran nutrien sekitar budidaya laut terintegrasi ..... (I Nyoman Radiarta)

147

Page 8: INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR …

dari sisa pakan yang tidak termakan ataupun sisahasil metabolisme ikan (ekskresi ikan). MenurutSanderson et al. (2008) sekitar 70% nitrogen (N) dan80% fosfat (P) yang diberikan pada budidaya ikan sal-mon akan terlepas ke lingkungan perairan berupabuangan sisa pakan, proses metabolisme, feses, danrespirasi. Selanjutnya dilaporkan Wang et al. (2012)bahwa dari total input pakan yang diberikan, sekitar70%, 62%, dan 70% dari total karbon, nitrogen danfosfat akan hilang ke perairan. Penelitian yang di-lakukan Rachmansyah et al. (2003) menyimpulkanbahwa beban nutrien dari KJA ikan bandeng yangterbuang ke lingkungan perairan masing-masingmencapai 43,56 kg nitrogen (N); 31,00 kg fosfor (P);dan 148,41 kg karbon/ton produksi ikan. Ketersediaannutrien di perairan yang berasal dari KJA ikan lautdapat dimanfaatkan oleh rumput laut. Melalui aktivitasbudidaya rumput laut di sekitar KJA ikan secarasimultan dapat memanfaatkan ketersediaan nutriendan mengurangi terjadinya pengkayaan nutrienperairan yang berakibat pada terjadinya eutrofikasi(Reid et al., 2013; Radiarta et al., 2014). Pemanfaatanrumput laut (Ulva) pada budidaya terintegrasi denganikan dapat mereduksi limbah nutrien sebesar <30%dari total input sebesar 2.271 g N/tahun (Neori et al.,2000).

Di kawasan pesisir, komposisi nutrien yang ter-penting bagi pertumbuhan tanaman air (rumput laut)adalah nitrogen dan fosfat. Konsentrasi kedua para-meter ini secara alami sangat kecil, sehingga seringkali menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhanrumput laut. Ketersediaan nutrien pada air laut mem-berikan pengaruh yang sangat besar terhadap ke-beradaan tumbuhan akuatik, termasuk rumput laut.Senyawa nitrogen yang umumnya ditemukan pada airlaut adalah NO3, NO2, dan NH3 yang konsentrasinyasemakin menurun dengan bertambahnya kedalamanperairan; pada alga merah makroskopik ditunjukkanbahwa terdapatnya hubungan antara laju pertumbuhandengan bentuk dan konsentrasi senyawa nitrogen(Dawes, 1981).

Sebaran nutrien (amonium, nitrat, dan ortofosfat)pada permukaan perairan di sekitar kawasan IMTA disajikan pada Gambar 3 dan Tabel 2. Secara umum, polasebaran spasial nutrien di lokasi penelitian memilikipola yang bervariasi pada setiap bulan pengamatan.Pada bulan Juni-Juli sangat jelas terlihat sebaran dariutara-selatan; bulan Agustus lebih terkonsentrasi ditengah dan memiliki kecenderungan menyebar timur-barat. Sedangkan bulan September-November, polasebaran memiliki kecenderungan tenggara-barat laut.Terjadinya variasi sebaran nutrien ini dapat disebab-kan oleh kecepatan dan arah arus ataupun angin yangterjadi di lokasi penelitian. Hasil penelitian Manoppo

et al. (2014) menunjukkan kecepatan dan arah arus disekitar pulau lombok cukup bervariasi, dan memilikipola arah yang serupa dengan sebaran nutrien yangterjadi di lokasi penelitian. Hasil kajian Radiarta et al.(2003) menunjukkan bahwa kondisi arus di Teluk Ekasumumnya dipengaruhi oleh pergerakan pasang surutdengan kecepatan antara 1-18 m/menit.

Sebaran amonium (NH4+) di sekitar kawasan IMTAmenunjukkan fluktuasi dari bulan Juni-November.Konsentrasi terkecil amonium yaitu 0,009 mg/Lditemukan pada bulan Oktober-November, sedangkankonsentrasi terbesar mencapai 0,127 mg/L ditemukanpada bulan Agustus. Sebaran amonium ini umumnyaterkonsentrasi antara jarak 60-150 m dari KJA ikan(Gambar 3A). Pola serupa juga ditemukan olehSanderson et al. (2008), bahwa konsentrasi amoniumterbesar ditemukan dekat dengan KJA ikan salmon(pada jarak < 50 m) dengan nilai maksimal sekitar 8mM.

Distribusi nitrat secara spasial menunjukkan ada-nya fluktuasi secara temporal dan spasial (Gambar 3B).Konsentrasi nitrat tertinggi (3,739 mg/L) ditemukanpada bulan Agustus, sedangkan yang terendah (0,01mg/L) pada bulan September. Kisaran konsentrasinitrat yang tinggi umumnya juga tersebar secaraberfluktuasi pada jarak antara 0-160 m. Liu et al. (2013)melakukan penajaman analisis tentang kesesuaianlahan budidaya rumput laut (Saccharina japonica),dengan memasukkan parameter nitrat. Hasil yangdiperoleh menunjukkan bahwa hanya sekitar 64,4%lokasi di Teluk Funka sesuai untuk budidaya rumputlaut, dan hasil tersebut sangat sesuai dengan kondisidi lapangan. Ketersediaan nitrat di perairan pada lo-kasi yang berbeda juga memberikan tingkat pertum-buhan rumput laut yang berbeda. Kotiya et al. (2011)membandingkan tingkat pertumbuhan rumput laut(Kappaphycus alvarezii) di sembilan lokasi yang ber-beda, dan menunjukkan bahwa pada musim panas,lokasi dengan konsentrasi nitrat tertinggi (19,2 mg/L) memiliki pertumbuhan rumput laut yang baik (22,36kg). Penelitian terhadap salah satu spesies chlorophytayaitu Codium fragile, menunjukkan pertumbuhan yangsama baiknya dengan sumber nitrogen dalam bentukNO2

- dengan NO3- maupun NH4

+; sedangkan Gonio-trichum elegans dan Nemalion multifidum dapat tumbuhlebih baik dengan sumber nitrogen dalam bentuk NO2

-

dibandingkan NO3- (Hanisak, 1983). Nilai baku mutu

kandungan nitrat perairan untuk biota laut berdasarkanKEPMENLH No. 51 Tahun 2004 adalah 0,008 mg/L (KLH,2004).

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat di-manfaatkan oleh tumbuhan yang merupakan unsuresensial bagi alga (Effendi, 2003). Tumbuhan akuatikumumnya memanfaatkan orto-fosfat sebagai sumber

148

Jurnal Riset Akuakultur Volume 10 Nomor 1, 2015

Page 9: INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR …

fosfor (Effendi 2003, Dawes 1981). Effendi (2003) jugamenyatakan bahwa pada saat perairan mengandungfosfor dalam jumlah cukup, alga akan mengakumula-si fosfor di dalam sel melebihi kebutuhannya (luxuryconsumption), dan kelebihan tersebut akan dimanfaat-kan pada saat perairan mengalami defisiensi fosforsehingga alga masih dapat tumbuh selama beberapawaktu. Namun pada perairan laut, biasanya fosforbukan merupakan faktor pembatas pertumbuhan.

Sebaran spasial orto-fosfat permukaan perairan dilokasi penelitian berfluktuasi dengan konsentrasiumumnya menyebar merata dari KJA ikan laut sampaipada jarak 160 m (Gambar 3C). Konsentrasi orto-fos-fat terbesar ditemukan pada bulan September (0,979mg/L), dan konsentrasi terendah bulan Agustus-No-vember (0,04 mg/L). Nilai baku mutu kandungan fosfatperairan untuk biota laut berdasarkan KEPMENLH No.51 Tahun 2004 adalah 0,015 mg/L (KLH, 2004).

Gambar 3. Distribusi spasial nutrien di permukaan perairan sekitar sistem IMTA di Teluk Ekas, LombokTimur, NTB

Figure 3. Spatial distribution of nutrient at the surface water around the IMTA system in Ekas Bay, EastLombok, NTB

x = Stasiun pengamatan (Sampling stations) 0 100 200 Meters

116o27’E 116o27’5’’E

(A) Amonium - NH4+ (mg/L)

8o 52’

20’’S

8o 52’

25’’S Jun

0.76

0.32

Jun0.027

0.012

Jun0.11

0.08

(B) Nitrat - NO3-N (mg/L) (C) Orto-fosfat - PO4-P (mg/L)

Jul0.69

0.36

Jul0.14

0.06

Jul0.049

0.010

Aug0.127

0.031

Aug3.74

0.24

Aug0.21

0.04

Sep0.013

0.008

Sep0.48

0.01

Sep0.98

0.04

Oct0.009

0.009

Oct0.66

0.02

Oct0.15

0.04

Nov0.028

0.009

Nov0.36

0.07

Nov0.25

0.04

Indeks kualitas air dan sebaran nutrien sekitar budidaya laut terintegrasi ..... (I Nyoman Radiarta)

149

Page 10: INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR …

Penelitian tentang distribusi nutrien sekitar KJAikan laut sudah banyak dilakukan (Parello et al., 2005;Wang et al., 2012; Reid et al., 2013; Shi et al., 2013).Penggunaan komoditas lain yang memiliki tingkattropik yang lebih rendah juga sudah diterapkan,misalnya dengan menggunakan rumput laut (Troellet al., 1997; Hayasi et al., 2008; Handa et al., 2013;Radiarta et al., 2014a) untuk memanfaatkan keter-sediaan nutrien dari KJA ikan laut. Dari hasil peneliti-an tersebut menunjukkan secara nyata bahwa per-tumbuhan rumput laut di sekitar KJA lebih baik. Hasilpenelitian Radiarta et al. (2014a) di Teluk Gerupukmenunjukkan bahwa performansi pertumbuhanrumput laut yang terintegrasi dengan keramba ikanlaut sangat baik dengan laju pertumbuhan berkisarantara 4.26-4.68%/hari (Kappaphycus alvarezii varianMaumere) dan berkisar antara 3.90-4.20%/hari(Kappaphycus alvarezii varian Tambalang). Secara umummelalui sistem budidaya multi-tropik terintegrasi(IMTA) ini, peningkatan produksi rumput laut dapatmencapai 74% dibandingkan dengan kontrol (sistemmonokultur). Chopin et al. (2004 dalam Troell et al.,2009) memperoleh peningkatan produktivitas rumputlaut dan kekerangan yang dibudidayakan di dekat KJAikan laut sebesar masing-masing 46% dan 50%.

KESIMPULAN

Kondisi kualitas perairan sangat penting bagi ak-tivitas budidaya laut. Program pemantauan kualitasair yang dilakukan selama enam bulan (Juni-Novem-ber 2014) di 13 titik pengamatan sekitar unit IMTAmenunjukkan hasil yang masih baik untuk kegiatanbudidaya laut. Analisis WQI dengan menggabungkantiga parameter utama, yang dikenal dengan indeksminimal (WQImin), mengindikasikan bahwa kondisikualitas perairan masuk dalam kategori sedang-baik.Adanya KJA memberikan dampak pada pengkayaannutrien perairan di sekitar unit IMTA. Nutrien (amo-nium, nitrat, dan ortho-fosfat) di sekitar unit IMTAmenunjukkan fluktuasi secara spasial dan temporal.Konsentrasi nutrien umumnya tersedia dengan baikpada jarak 60 m dari KJA. Pemanfaatan WQI dan kon-disi nutrien sangat penting untuk mendukung keber-lanjutan budidaya laut. Dari hasil penelitian ini dapatmemberikan gambaran yang baik tentang kondisinutrien yang merupakan aspek penting bagi budidayarumput laut untuk mendukung pertumbuhan danproduktivitas budidayanya, sehingga dapat ditentukanlokasi budidaya rumput laut yang efektif dan efisien.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada BalaiBudidaya Laut (BBL) Lombok di Sekotong atas bantu-annya selama kegiatan lapangan. Kami juga mengu-capkan terima kasih kepada Gede Sumarthana (pe-

nyuluh BBL Lombok) dan pembudidaya ikan di Ekas:Bapak Alimin dan Idin yang telah membantu kelancar-an pengumpulan data selama penelitian. Penelitian inidibiayai oleh DIPA Pusat Penelitian dan PengembanganPerikanan Budidaya tahun anggaran 2014.

DAFTAR ACUAN

Angel, D., & Freeman, S. (2009). Integrated aquacul-ture (INTAQ) as a tool for an ecosystem approachto the marine farming sector in the Mediterra-nean Sea. In D. Soto (ed.). Integrated mariculture:a global review. FAO Fisheries and Aquaculture Tech-nical Paper. No. 529. Rome, FAO, p. 133-183.

Anonimous. (2012). PIJAR. Evaluasi kegiatan program2011 & rencana kinerja tahun 2012. PemerintahProvinsi Nusa Tenggara Barat, 71 hlm.

Anonimous. (2013). Pembesaran ikan bawal bintangdi keramba jaring apung (KJA). Leaflet. DirektoratUsaha Budidaya. Direktorat Jenderal PerikananBudidaya, 2 hlm.

APHA (American Public Health Association). (2005).Standard Methods for the Examination of Waterand Wastewater, 21st Edition. American WaterWorks Association (AWWA)/American PublicWorks Association/Water Environment Federa-tion. Washington, USA, 1368 pp.

Bakan, G., Ozkoc, B., Tulek, S., & Cuce, H. (2010).Integrated environmental quality assessment ofKizilirmak River and its coastal environment. Turk-ish Journal of Fisheries and Aquatic Siences, 10, 453-462.

Barrington, K., Chopin, T., & Robinson, S. (2009). In-tegrated multi-trophic aquaculture (IMTA) in ma-rine temperate waters. In D. Soto (eds.). Integratedmariculture: a global review. FAO Fisheries and Aqua-culture Technical Paper. No. 529. Rome, FAO, p. 7-46.

Costa-Pierce, B. (2008). An ecosystem approach tomarine aquaculture: a global review. In D. Soto, J.Aguilar-Manjarrez and N. Hishamunda (eds). Build-ing an ecosystem approach to aquaculture. FAOFisheries and Aquaculture Proceedings. No. 14.Rome, FAO, p. 81-155.

Dawes, C.J. (1981). Marine Botany. John Wiley andSons, Inc. Canada, 628 pp.

Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelola-an Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius.Yogyakarta, 258 hlm.

FAO [Food and Agricultural Organization]. (2010).Aquaculture development 4. Ecosystem approachto aquaculture. FAO Technical Guidelines for Re-sponsible Fisheries. No. 5, Suppl. 4. Rome, FAO.2010, 53 pp.

Fulazzaky, M.A., Seong, T.W., & Masirin, M.I.M. (2010).

150

Jurnal Riset Akuakultur Volume 10 Nomor 1, 2015

Page 11: INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR …

Assessment of Water Quality Status for theSelangor River in Malaysia. Water Air Soil Pollut,205, 63-77.

Handa, A., Forbord, S., Wang, X., Broch, O.J., Dahle,S.W., Storset, T.R., Reitan, K.I., Olsen, Y., &Skjermo, J. (2013). Seasonal-and depth-dependentgrowth of cultivated kelp (Saccharina latissima) inclose proximity to salmon (Salmo salar) aquacul-ture in Norway. Aquaculture, 414-415, 191-201.

Hanisak, M.D. (1983). The nitrogen relationships ofmarine macroalgae. In: EJ Carpenter, DG Capone(eds.). Nitrogen in The Marine Environment. New York.Academic Press, p. 699-730.

Hayasi, L., Yokoya, N.S., Ostini, A.S., Pereira, R.T.L.,Braga, E.S., & Oliveira, E.C. (2008). Nutrients re-moved by Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta,Solieriaceae) in integrated cultivation with fishesin re-circulating water. Aquaculture, 277, 185-191.

Holmer, M., Black, K., Duarte, C.M., Marba, N., &Karakasis, I. (2008). Aquaculture in the ecosys-tem. Springer Science and Business Media B.V.,326 pp.

Johnson, K., & J. McChow. (2001). Using ArcGIS spa-tial analysis. Environmental Systems Research Ins-titute (ESRI), Inc, USA, 236 pp.

KKP [Kementerian Kelautan dan Perikanan]. (2014).Blue economy: pembangunan kelautan dan per-ikanan berkelanjutan. Kementerian Kelautan danPerikanan, 240 hlm.

KLH [Kementerian Lingkungan Hidup]. (2004). Kepu-tusan Menteri Negara Kependudukan dan Ling-kungan Hidup No. 51 tahun 2004, tanggal 8 April2004 tentang baku mutu air laut. KementerianLingkungan Hidup. Jakarta, 11 hlm.

Kotiya, A.S., Gunalan, B., Parmar, H., Jaikumar, M.,Tushar, D., Jitesh, S.B., & Makwana, N.P. (2011).Growth comparison of the seaweed Kappaphycusalvarezii in nine different coastal areas of Gujaratcoast, India. Advances in Applied Science Research,2(3), 99-106.

Liu, Y., Saitoh, S-I., Radiarta, I N., Isada, T., Hirawake,T., Mizuta, H., & Yasui, H. (2013). Improvementof an aquaculture site-selection model for Japa-nese kelp (Saccharina japonica) in southernHokkaido, Japan: an application for the impactsof climate events. ICES Journal of Marine Science,doi:10.1093/icesjms/fst108.

Lumb, A., Sharma, T.C., & Bibeault, J-F. (2011). A re-view of genesis and evolution of water qualityindex (WQI) and some future directions. WaterQual. Expo Health, 3, 11-24.

Manoppo, A.K.S., Emiyati, Budhiman, S., & Hasyim,B. (2014). Ekstraksi informasi keterlindunganperairan dari data penginderaan jauh untuk ke-

sesuaian budidaya rumput laut di Pulau Lombok.Prosiding Seminar Nasional Penginderaan Jauh.Jakarta, hlm. 598-609.

Neori, A., Spigel, M., & Ben-Ezra, D. (2000). A sus-tainable integrated system for culture of fish, sea-weed and abalone. Aquaculture, 186, 297-291.

Nontji, A. (2008). Plankton laut. Pusat PenelitianOseanografi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indone-sia (LIPI). LIPI Press, 331 hlm.

Nontji, A. (1993). Laut Nusantara. Penerbit Djambatan,362 hlm.

Parello, S., Tomassetti, P., Manzueto, L., Finoia, M.G.,Persia, E., Mercatali, I., & Stipa, P. (2005). The in-fluence of marine cages on the sediment chemis-try in the Western Mediterranean Sea. Aquacul-ture, 249, 145-158.

Parenrengi, A., Rachmansyah, & Suryati, E. (2011).Budidaya Rumput Laut Penghasil Karaginan (Ka-raginofit). Edisi Revisi. Balai Riset Perikanan Budi-daya Air Payau, Badan Penelitian dan Pengem-bangan Kelautan dan Perikanan, KementerianKelautan dan Perikanan, Jakarta, 54 hlm.

Pesce, S.F., & Wunderlin, D.A. (2000). Use of waterquality indices to verify the impact of Co´rdobacity (Argentina) on Suquia River. Water Res., 34,2915-2926.

Pong-Masak, P.R., Parenrengi, A., Tjaronge, M., &Rusman. (2012). Protokol seleksi varietas bibitunggul rumput laut. Balai Penelitian dan Pe-ngembangan Budidaya Air Payau, Pusat Penelitiandan Pengembangan Perikanan Budidaya, BadanPenelitian dan Pengembangan Kelautan danPerikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan,Jakarta, 27 hlm.

Poonam, T., Tanushree, B., & Sukalyan, C. (2013). Wa-ter quality indices-important tools for water qual-ity assessment: a review. International Journal ofAdvances in Chemistry, 1(1), 15-28.

Priyambodo, B., Styabudi, H., Garnawansyah, G.,Supriyanto, A., & Yana, A. (2012). Petunjuk teknisbudidaya kerang abalone. Kementerian Kelautandan Perikanan. Direktorat Jenderal PerikananBudidaya. Balai Budidaya Laut Lombok, 36 hlm.

Rachmansyah, Usman, Pongsapan, D.S. (2003). Pen-dugaan beban limbah dari budidaya bandeng da-lam keramba jaring apung di laut. Jurnal PenelitianPerikanan Indonesia edisi Akuakultur, 9(2), 65-76.

Radiarta, I N., Wardoyo, S.E., Priono, B., & Praseno,O. (2003). Aplikasi sistem informasi geografisuntuk penentuan lokasi pengembangan budidayaikan laut di Teluk Ekas, Nusa Tenggara Barat. JurnalPenelitian Perikanan Indonesia edisi Akuakultur, 9(1),67-80.

Radiarta, I N., Erlania, & Sugama, K. (2014a). Budidaya

Indeks kualitas air dan sebaran nutrien sekitar budidaya laut terintegrasi ..... (I Nyoman Radiarta)

151

Page 12: INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR …

rumput laut, Kappaphycus alvarezii secara ter-integrasi dengan ikan kerapu di Teluk GerupukKabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.Jurnal Riset Akuakultur, 9(1), 125-134.

Radiarta, I N., Erlania, Johan, O., & Sugama, K. (2014b).Kajian pengembangan sistem budidaya laut ter-integrasi berbasis IMTA (Integrated Multi-TrophicAquaculture). Laporan Teknis Hasil penelitian. PusatPenelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya.Tidak dipublikasi, 30 hlm.

Reid, G.K., Chopin, T., Robinson, S.M.C., Azevedo,P., Quinton, M., & Belyea, E. (2013). Weight ra-tios of the kelps, Alaria esculenta and Saccharinalatissima, required to sequester dissolved inor-ganic nutrients and supply oxygen for Atlanticsalmon, Salmo salar, in Integrated Multi-TrophicAquaculture systems. Aquaculture, 508-409, 34-46.

Sanderson, J.C., Cromey, C.J., Dring, M.J., & Kelly,M.S. (2008). Distribution of nutrients for seaweedcultuvation around salmon cages at farm sites innorth-west Scotland. Aquaculture, 278, 60-68.

SimÕes, F.D., Moreira, A.B., Bisinoti, M.C., Gimenez,S.M.N., & Yabe, M.J.S. (2008). Water quality indexas a simple indicator of aquaculture effects onaquatic bodies. Ecological Indicators, 8, 476-484.

Shi, H., Zheng, W., Zhang, X., Zhu, M., & Ding, D.(2013). Ecological-economic assessment of mono-culture and integrated multi-trophic aquaculturein Sanggou Bay of China. Aquaculture, 410-411,172-178.

Soto, D., Aguilar-Manjarrez, J., Brugère, C., Angel,D., Bailey, C., Black, K., Edwards, P., Costa-Pierce,B., Chopin, T., Deudero, S., Freeman, S., Hambrey,J., Hishamunda, N., Knowler, D., Silvert, W., Marba,N., Mathe, S., Norambuena, R., Simard, F., Tett,P., Troell, M., & Wainberg, A. (2008). Applying anecosystem-based approach to aquaculture: prin-ciples, scales and some management measures.In D. Soto, J. Aguilar-Manjarrez and N. Hishamunda

(eds). Building an ecosystem approach to aqua-culture. FAO/Universitat de les Illes Balears ExpertWorkshop. 7-11 May 2007, Palma de Mallorca,Spain. FAO Fisheries and Aquaculture Proceedings. No.14. Rome, FAO, p. 15-35.

Soto, D. (ed.). 2009. Integrated mariculture: a globalreview. FAO Fisheries and Aquaculture Technical Pa-per. No. 529. Rome, FAO, 183 pp.

Stickney, R.R. (2009). Aquaculture: an introductorytext, 2nd Edition. Cambridge University Press, 304pp.

Troell, M., Halling, C., Nilsson, A., Buschmann, A.H.,Kautsky, N., & Kautsky, L. (1997). Integrated ma-rine cultivation of Gracilaria chilensis (Gracilariales,Rhodophyta) and salmon cages for reduced envi-ronmental impact and increased economic out-put. Aquaculture, 156, 45-61.

Troell, M., A. Joyce, T. Chopin, A. Neoru, A.H.Bushmann, & J-G. Fang. (2009). Ecological engi-neering in aquaculture-Potential for integratedmulti-trophic aquaculture (IMTA) in marine off-shore systems. Aquaculture, 297, 1-9.

Troell, M. (2009). Integrated marine and brackishwateraquaculture in tropical regions: research, imple-mentation and prospects. In D. Soto (ed.). Inte-grated mariculture: a global review. FAO Fisheriesand Aquaculture Technical Paper. No. 529. Rome,FAO, p. 47-131.

Wang, X., Olsen, L.M., Reitan, K.I., & Olsen, Y. (2012).Discharge of nutrient wastes from salmon farms:environmental effects, and potential for integratedmulti-tropic aquaculture. Aquaculture EnvironmentInteraction, 2, 267-283.

Yuniarsih, E., Nirmala, K., & Radiarta, I N. (2014). Ting-kat penyerapan nitrogen dan fosfor pada budi-daya rumput laut berbasis IMTA (integrated multi-trophic aquaculture) di Teluk Gerupuk, LombokTengah, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Riset Akua-kultur, 9(3), 487-501.

152

Jurnal Riset Akuakultur Volume 10 Nomor 1, 2015