Analisis Determinan Pengeluaran Konsumsi Masy Miskin (Khairil Anwar, 2007, Tesis)

137
ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA TESIS OLEH KHAIRIL ANWAR 057018014/EP SEKOLAH PASCASARJANA MAGISTER EKONOMI PEMBANGUNAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository © 2008

description

Analisis Determinan Pengeluaran Konsumsi Masy Miskin (Khairil Anwar, 2007, Tesis)

Transcript of Analisis Determinan Pengeluaran Konsumsi Masy Miskin (Khairil Anwar, 2007, Tesis)

  • ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI

    RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA

    TESIS

    OLEH

    KHAIRIL ANWAR 057018014/EP

    SEKOLAH PASCASARJANA MAGISTER EKONOMI PEMBANGUNAN

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

    2007

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN

    DI KABUPATEN ACEH UTARA

    TESIS

    Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan

    Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

    Oleh

    KHAIRIL ANWAR 057018014/EP

    SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    MEDAN 2007

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA

    Nama Mahasiswa : KHAIRIL ANWAR

    Nomor Pokok : 057018014

    Program Studi : EKONOMI PEMBANGUNAN

    Menyetujui

    Komisi Pembimbing,

    (DR. Murni Daulay, M.Si) (Kasyful Mahalli, SE, M.Si) Ketua Anggota Ketua Program Studi, Direktur,

    (DR. Murni Daulay, M.Si) (Prof. DR. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc) Tanggal Lulus: ...................................

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • Telah diuji pada

    Tanggal................................

    PANITIA PENGUJI TESIS

    Ketua Sidang : DR. Murni Daulay, M.Si

    Anggota : 1. Kasyful Mahalli, SE, M.Si

    2. DR. Syaad Afifuddin, M.Ec

    3. DR. Ramli, MS

    4. DR. Irsyad Lubis, M.Soc, Sc

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • PENGANTAR

    Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Taala

    atas limpahan rahmat, kasih sayang, dan hidayahnya sehingga penulis telah dapat

    menyelesaikan tesis ini. Selawat serta salam kepada Nabi Muhammad Salallahu

    Alaihi Wasalam, yang telah membawa cahaya penerangan dan ilmu pengetahuan ke

    dunia ini.

    Tesis ini mengangkat tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat miskin di

    Kabupaten Aceh Utara di tinjau dari segi pengeluaran konsumsi, tema kemiskinan

    yang diangkat disebabkan adanya fenomena yang menarik terkandung di dalamnya

    berbagai permasalahan yang sangat komplek. Bahkan sampai saat ini belum ada satu

    metode yang mampu memecahkan masalah kemiskinan sampai kepada akar

    permasalahannya. Salah satu kelebihan yang terdapat dalam penelitian ini adalah

    dengan tergambarnya perbedaan konsumsi masyarakat miskin yang tinggal di

    pedesaan dengan konsumsi masyarakat miskin yang tinggal di perkotaan. Perbedaan

    ini sekaligus dapat menunjukkan pola konsumsi dan kadar kemiskinan antara desa

    dengan kota di Kabupaten Aceh Utara.

    Dalam proses penelitian tesis ini, penulis banyak mendapatkan arahan,

    bimbingan, bantuan, maupun kritikan kontruktif, oleh karenanya penulis

    menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada

    kedua pembimbing; DR. Murni Daulay, M.Si selaku pembimbing pertama

    sekaligus ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan, Kasyful Mahalli,

    SE, M.Si selaku pembimbing kedua. Terima kasih juga turut penulis sampaikan

    kepada Tim Penguji; DR. Ramli, MS; DR. Syaad Afifuddin, M.Ec; dan DR.

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • Irsyad Lubis, M.Soc, Sc yang telah memberikan banyak masukan dan saran-saran

    dalam rangka penyempurnaan tesis ini.

    Terima kasih kepada Drs. A. Hadi Arifin, M.Si selaku Rektor Universitas

    Malikussaleh (Unimal) yang telah memberikan izin tugas belajar kepada penulis,

    juga kepada Faisal Matriadi, SE, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Unimal

    yang telah memberikan bantuan moril dan spirit kepada penulis untuk menyelesaikan

    pendidikan pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara (SPs-USU).

    Terima kasih kepada para sahabat, baik yang kuliah di Magister Ekonomi

    Pembangunan SPs-USU, maupun rekan-rekan kerja khususnya di Fakultas Ekonomi

    Unimal, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu. Kepada seluruh keluarga

    besar (Almarhum) Ayahanda Tgk. Umar bin Abubakar dan (Almarhumah) Ibunda

    Fatimah binti Muhammad. Terakhir penulis menyampaikan terima kasih kepada

    istri tercinta Riza Izwarni dan ananda tersayang Muhammad Pavel Askari yang

    dengan sabar telah mendampingi penulis dalam suka maupun duka.

    Penulis menyadari tesis ini masih mengandung banyak kekurangan, baik dari

    segi isi maupun tata cara penulisannya, karena penulis mengharapkan kritik dan

    saran kontruktif demi kesempurnaan dimasa akan datang. Kiranya penulis

    mengharapkan penelitian tesis ini memberikan manfaat kepada semua pihak yang

    membacanya.

    Medan, Juni 2007 KHAIRIL ANWAR

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • DAFTAR ISI

    Hal.

    LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i

    LEMBAR PERSEMBAHAN.......................................................................... ii

    PENGANTAR ................................................................................................. iii

    DAFTAR ISI.................................................................................................... v

    DAFTAR TABEL............................................................................................ vii

    DAFTAR GAMBAR....................................................................................... ix

    DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... x

    ABSTRAK....................................................................................................... xi

    ABSTRACT....................................................................................................... xii

    BAB I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Penelitian............................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 7 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 8 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 8

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Landasan Teoritis........................................................................... 10 2.1.1 Teori Konsumsi..................................................................... 10 2.1.2 Fungsi Konsumsi .................................................................. 12 2.1.3 Determinan Konsumsi .......................................................... 17 2.1.4 Pendapatan ............................................................................ 21 2.1.5 Kemiskinan ........................................................................... 25 2.1.6 Indikator Kemiskinan ........................................................... 28

    2.2 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 34 2.3 Kerangka Konseptual..................................................................... 40 2.4 Hipotesis ........................................................................................ 42

    BAB III. METODE PENELITIAN

    3.1 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 44 3.2 Jenis dan Sumber Data................................................................... 44 3.3 Metode Penetapan Sampel............................................................. 44 3.4 Model Analisis............................................................................... 47 3.5 Definisi Operasional ...................................................................... 49 3.6 Uji Kesesuaian (Goodness of Fit) .................................................. 51

    3.6.1 Uji Statisti t ........................................................................... 52 3.6.2 Uji Statistik F........................................................................ 53

    3.7 Uji Asumsi Klasik.......................................................................... 54

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • 3.7.1 Uji Multikolinearitas............................................................. 54 4.7.2 Uji Heterokedastisitas ........................................................... 55

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Desa Objek........................................................................... 57

    4.1.1 Cluster Pesisir ...................................................................... 57 4.1.2 Cluster Perkotaan ................................................................. 65 4.1.3 Cluster Pedalaman ............................................................... 73

    4.2 Karakteristik Sosial Ekonomi ........................................................ 81 4.2.1 Umur Responden ................................................................. 82 4.2.2 Jenis Kelamin dan Status Perkawinan ................................. 83 4.2.3 Pendidikan............................................................................ 84 4.2.4 Pekerjaan.............................................................................. 85 4.2.5 Pendapatan ........................................................................... 88 4.2.6 Rata-rata Waktu Kerja ......................................................... 89 4.2.7 Jumlah Anak dan Tanggungan Keluarga............................. 90 4.2.8 Kondisi Rumah Tempat Tinggal.......................................... 91

    4.3 Pengeluaran Konsumsi................................................................... 95 4.3.1 Pengeluaran Konsumsi Bahan Makanan ............................. 95 4.3.2 Pengeluaran Untuk Bahan Bukan Makanan ........................ 96

    4.4 Uji Asumsi Klasik.......................................................................... 98 4.4.1 Uji Multikolinearitas............................................................ 98 4.4.2 Uji Heterokedastisitas .......................................................... 100

    4.5 Estimasi Determinan Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Miskin di Kabupaten Aceh Utara.................................................................. 104 4.5.1 Model Konsumsi Makanan .................................................. 105 4.5.2 Model Pengeluaran Konsumsi Bukan Makanan.................. 107

    4.6 Pembuktian Hipotesis .................................................................... 108 4.6.1 Uji Parsial............................................................................. 110 4.6.2 Uji Simultan ......................................................................... 113

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan .................................................................................... 115 5.2 Saran............................................................................................... 118

    DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 122

    LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 126

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • DAFTAR TABEL

    Hal.

    Tabel 1.1 Komposisi Mata Pencaharian Utama dan Jumlah Penduduk Nanggroe Aceh Darussalam Sebelum Tsunami ......................... 3

    Tabel 1.2 Kecamatan, Desa dan Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Utara Tahun 2005 ................................................................................. 6

    Tabel 3.1 Lokasi dan Jumlah Sampel Menurut Cluster ............................. 46

    Tabel 4.1 Jumlah Penduduk dan Keluarga Miskin di Desa Matang Lada dan Teupin Kuyun Kecamatan Seunudon ................................. 58

    Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Keluarga Miskin di Desa Matang Sijuk Barat dan Paya Bateung Kecamatan Baktiya Barat .................. 60

    Tabel 4.3 Jumlah Penduduk dan Keluarga Miskin di Desa Kuala Cangkoi dan Matang Janeng Kecamatan Tanah Pasir ............................ 62

    Tabel 4.4 Jumlah Penduduk dan Keluarga Miskin di Desa Tanoh Anoe dan Pante Gurah Kecamatan Muara Batu ........................................ 64

    Tabel 4.5 Jumlah Penduduk dan Keluarga Miskin di Desa Panton Labu dan Ceumpeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye ..................... 66

    Tabel 4.6 Jumlah Penduduk dan Keluarga Miskin di Kelurahan Lhok Sukon dan Desa Meunasah Dayah Kecamatan Lhok Sukon .... 68

    Tabel 4.7 Jumlah Penduduk dan Keluarga Miskin di Desa Keude Geudong dan Blang Peuria Kecamatan Samudera ................................... 70

    Tabel 4.8 Jumlah Penduduk dan Keluarga Miskin di Desa Keude Krueng Geukueh dan Tambon Tunong Kecamatan Dewantara ............ 72

    Tabel 4.9 Jumlah Penduduk dan Keluarga Miskin di Desa Meunasah Blang dan Krueng Lingka Kecamatan Langkahan .................... 74

    Tabel 4.10 Jumlah Penduduk dan Keluarga Miskin di Desa Batu XII dan Ulee Gampong Kecamatan Cot Girek ....................................... 76

    Tabel 4.11 Jumlah Penduduk dan Keluarga Miskin di Desa Tgk. Dibalee dan Alue Pangkat Kecamatan Tanah Luas ............................... 78

    Tabel 4.12 Jumlah Penduduk dan Keluarga Miskin di Desa Alue Papeun dan Cot Mambong Kecamatan Nisam....................................... 80

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • Tabel 4.13 Jenis Kelamin dan Status Perkawinan Kepala Keluarga ............ 83

    Tabel 4.14 Pendidikan Kepala Keluarga dan Rata-rata Pendidikan Anggota Keluarga...................................................................................... 84

    Tabel 4.15 Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Sampingan Kepala Keluarga .. 87

    Tabel 4.16 Pendapatan dari Pekerjaan Sampingan Kepala Keluarga (Rupiah Per Bulan) ................................................................................... 88

    Tabel 4.17 Rata-rata Waktu Kerja Kepala Keluarga (Jam) .......................... 89

    Tabel 4.18 Jumlah Anak dan Tanggungan Keluarga.................................... 90

    Tabel 4.19 Kondisi Rumah Tempat Tinggal Keluarga................................. 92

    Tabel 4.20 Rata-rata Konsumsi Bahan Makanan Masyarakat Miskin Kabupaten Aceh Utara Menurut Jenis Barang ........................... 95

    Tabel 4.21 Rata-rata Konsumsi Bahan Makanan Masyarakat Miskin Kabupaten Aceh Utara Menurut Jenis Barang ........................... 97

    Tabel 4.22 Uji Multokolinieritas Model Konsumsi Makanan dan Pengeluaran Konsumsi Bukan Makanan .................................... 99

    Tabel 4.23 Hasil Uji Park Model Konsumsi Makanan ................................. 102

    Tabel 4.24 Hasil Uji Park Model Pengeluaran Konsumsi Bukan Makanan. 104

    Tabel 4.25 Hasil Estimasi Model Konsumsi Makanan................................. 105

    Tabel 4.26 Hasil Estimasi Model Pengeluaran Bukan Makanan.................. 107

    Tabel 4.27 Uji Goodness of Fit Model Konsumsi Makanan dan Model Konsumsi Bukan Makanan......................................................... 109

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • DAFTAR GAMBAR

    Hal.

    Gambar 1: Preferensi Konsumen Selama Konsumsi Periode Pertama dan Kedua ............................................................................................ 16

    Gambar 2: Kerangka Konseptual Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Miskin.................................. 42

    Gambar 3: Peta Wilayah Sampel Menurut Cluster......................................... 45

    Gambar 4: Grafik Scatterplot Model Konsumsi Makanan ............................. 101

    Gambar 5: Grafik Scatterplot Model Pengeluaran Konsumsi Bukan Makanan 103

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Hal.

    Lampiran 1: Kuisioner Penelitian ............................................................. 126-129

    Lampiran 2: Output SPSS: Descriptive .................................................... 130-131

    Lampiran 3: Output SPSS: Frequency...................................................... 132-141

    Lampiran 4: Output SPSS: Regression model konsumsi makanan .......... 142-149

    Lampiran 5: Output SPSS: Regression model pengeluaran konsumsi bukan makanan .................................................................... 150-157

    Lampiran 6: Output SPSS: Uji multikolinieritas (uji R)........................... 158-161

    Lampiran 7: Output SPSS: Uji heterokedastisitas (uji Park).................... 162-163

    Lampiran 8: Data Penelitian ..................................................................... 164-213

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinasi variabel pendapatan, aktivitas ekonomi, dan anggota rumah tangga, juga perbedaan lokasi tempat tinggal terhadap konsumsi masyarakat miskin di Kabupaten Aceh Utara. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dengan model regresi linier berganda, dengan mensifikasi dalam metode Least Square Dummy Variabel (LSDV). Data yang digunakan merupakan data cross-section yang dikumpulkan melalui kuisioner. Observasi dilakukan pada 180 kepala keluarga yang dibagi secara merata pada tiga clusters yaitu; pesisir, pedalaman, dan perkotaan. Penetapan sampel di lakukan secara two stage clusters, pada tingkat pertama ditetapkan 12 kecamatan dari 22 kecamatan yang ada. Pada tingkat kedua, ditetapkan 2 desa dari dari masing-masing 12 kecamatan, dan dari desa dalam satu kecamatan ditetapkan 15 Kepala keluarga yang ditetapkan secara judgement sampling. Hasil estimasi menemukan semua variabel bebas bertanda positif dan signifikan mempengaruhi besarnya konsumsi makanan, sebaliknya bertanda negatif dan signifikan terhadap pengeluaran konsumsi bukan makanan. Hasil estimasi juga menemukan besarnya konsumsi berbagai jenis bahan makanan masyarakat perkotaan lebih kecil dari konsumsi makanan masyarakat pedalaman sebesar Rp.12.046,94. Namun lebih besar dari konsumsi bahan makanan masyarakat pesisir yaitu Rp.13.238,54. Sementara besarnya pengeluaran konsumsi berbagai jenis bukan makanan masyarakat perkotaan lebih besar dari konsumsi bukan makanan masyarakat pedalaman Rp.57.045,73. Dan juga lebih besar dari konsumsi bukan makanan masyarakat pesisir yaitu Rp.31.760,25. Variasi kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan konsumsi makanan sebesar 92,5 persen, dan pengeluaran konsumsi bukan makanan sebesar 87,4 persen. Spesifikasi model sudah sangat baik dengan terbebasnya model dari pelanggaran asumsi klasik multikolinieritas dan heterokedastisitas.

    Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi masukan berarti kepada pemerintah daerah Kabupaten Aceh Utara dan pihak-pihak terkait dalam menyusun rencana, dan mengimplementasikan kebijakan pembangunan, terutama dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin, dan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara.

    Kata kunci: konsumsi, pendapatan, sosial-ekonomi, kemiskinan

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • ABSTRACT

    The aim of this research is to recognize the income variable, the economic activity, and the family size determination, also differences of society living against poor societys consumption in North Aceh Regency. The Method that used to analyze the data is Multiple Linear Regression model, specified in Least Square Dummy Variable (LSDV) method.

    The data which used in this research is cross-section data, collected from questioner. The observation attended on 180 families that divided equally in three clusters; coastal area, hinterland, and urban. The sample decision was notified in two stage clusters, on the first level was notified 12 districts from 22 districts, on the second level was notified 2 villages from each 12 district, and for a village in a district was notified 15 families which was determined by judgment sampling.

    The estimation result found that all of independent variable positive significantly influenced the food consumption. Otherwise, the negative ones significantly influenced the non-food consumption outcome. The estimation result also found that the level of consumption for many kinds of urban food was fewer than hinterland society food consumption about Rp.12.046,94. However, the urban consumption more excessively than coastal area society about Rp.13.238,54. While the level of consumption outcome for many kinds of non-food urban consumption larger than non-food hinterland consumption about Rp.57.045,73. Also larger than non-food coastal society consumption about Rp.31.760,25. The variation of independent variable capability to explain the food consumption about 92,5% and non-food consumption outcome about 87,4%. The specification models were appropriated which the model free of multicollinierity and Heteroscedasticity classic assumption collision.

    The result of this research was expected to be a good suggestion to the North Aceh Government and related department to arrange the planning and implementing the development policy, especially to improve the life level of poor society, and could be a guidance for poorness decreasing in North Aceh Regency.

    Keywords: consumption, income, social-economy, poverty

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Penelitian

    Kemiskinan telah menjadi masalah yang dibicarakan secara global, hal ini

    dapat dilihat dari berbagai tulisan seperti; Levinsohn et.al (1999), Suharyadi et.al

    (2000), Asra (2000) dan banyak peneliti lainnya yang menyoroti masalah

    kemiskinan. Berbagai isu yang menyangkut masalah kemiskinan disampaikan, mulai

    dari sebab-sebab kemiskinan, perangkap kemiskinan, kondisi sosial, pendidikan,

    kesehatan masyarakat miskin, sampai kepada strategi penganggulangan kemiskinan.

    Sejak tahun 1994 berbagai usaha penanggulangan kemiskinan di Provinsi

    Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) diimplementasikan dengan berbagai program

    pembangunan, seperti Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Pembangunan

    Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Program Pembangunan Kecamatan

    (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). Pada saat krisis

    ekonomi telah diluncurkan program Jaring Pengaman Sosial (JPS), Program

    Pembangunan Masyarakat Mulia Sejahtera (PMMS), Program Pengembangan

    Ekonomi Rakyat (PER), Gema Assalam, dan berbagai program sosial lainnya.

    Tujuannya adalah untuk merubah nasib masyarakat miskin ke arah yang lebih

    sejahtera dalam seluruh aspek kehidupannya. Dari laporan yang ada, semua program

    yang diluncurkan telah terimplementasi dengan baik. Kendati demikian, kenyataan di

    lapangan memperlihatkan efektivitas program-program belum optimal. Hal ini

    diperkirakan akibat masih adanya elemen-elemen penting yang belum lengkap

    pelibatannya dalam implementasi setiap program pembangunan.

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • Keberhasilan suatu program, termasuk program penangggulangan

    kemiskinan, paling tidak bergantung pada tiga elemen pokok, yaitu : (1) Pemahaman

    tentang seluk beluk kelompok sasaran dan wilayah sasaran yang hendak dituju oleh

    program; (2) Kesesuaian antara tujuan program dengan hakekat permasalahan yang

    dihadapi oleh kelompok miskin (kelompok sasaran); dan (3) Pemilihan instrumen

    atau paket program yang paling sesuai serta ketersediaan prasarana dan sarana

    penunjang. Meskipun demikian, ketiga elemen ini belum menjamin berhasilnya suatu

    program, melainkan baru merupakan syarat perlu (necessary condition). Untuk

    benar-benar menjamin keberhasilan program masih diperlukan berbagai persyaratan

    lain, yaitu kapabilitas sistem organisasi pelaksana, sistim informasi, dan latar

    belakang sosial, budaya serta politik yang melingkupinya.

    Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) mempunyai 17 Kabupaten, 4

    kota, 228 kecamatan, 642 mukim, 112 kelurahan dan 5.947 desa. Selain itu Provinsi

    NAD yang mempunyai penduduk 4.218.486 jiwa (sebelum tsunami) terdiri dari

    2.159.127 jiwa laki-laki dan 2.138.538 jiwa perempuan. Jumlah penduduk ini hanya

    mengalami pertumbuhan hanya 1,26 persen. Pertumbuhan yang relatif kecil ini

    cenderung diakibatkan karena daerah ini dalam sepuluh tahun terakhir terus dilanda

    konflik sehingga banyak penduduk Provinsi NAD yang migrasi ke provinsi-provinsi

    lain yang dianggap lebih aman, di lain pihak perpindahan penduduk dari provinsi lain

    ke Provinsi NAD justru mengalami penurunan sehingga pertambahan penduduk hasil

    migrasi netto menurun drastis.

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • Tabel 1.1 Komposisi Mata Pencaharian Utama dan Jumlah Penduduk

    Nanggroe Aceh Darussalam Sebelum Tsunami

    Mata pencaharian utama)** No Kabupaten/Kota Jumlah penduduk)* Pertanian Jasa-jasa Lainnya

    1 2 3 4 5 6 7 8 9

    10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

    Kota Banda Aceh Kab. Aceh Besar Kota Sabang Kab. Pidie Kab. Bireun Kab. Aceh Utara Kota Lhokseumawe Kab. Aceh Timur Kota Langsa Kab. Aceh Tamiang Kab. Aceh Jaya Kab. Aceh Barat Kab. Nagan Raya Kab. Aceh Barat Daya Kab. Aceh Selatan Kab. Simeulu Kab. Aceh Singkil Kab. Aceh Tengah Kab. Bener Meriah Kab. Aceh Tenggara Kab. Gayo Lues

    260.478 302.405 26.303 517.898 361.528 493,599 167.362 331.636 122.865 225.011 98.796 195.000 143.985 115.358 192.947 77.761 124.758

    160.453 112.000 150.776

    86.448

    2,2 91,3 72,2 93,7 88,5 91,5 44,8 82,1 37,3 81,3 98,7 95,9 95,9 82,9 89,9 85,2 80,0 93,3 98,5 89,0 98,5

    58,4 3,2

    16,7 0,2 2,6 0,1 6,0 1,0

    31,4 7,2 0,6 1,0 0,5 2,3 3,6 0,0 3,8 1,8 0,0 0,0 0,0

    39,4 5,5

    11,1 6,1 8,9 8,4

    49,2 16,9 31,3 11,4

    0,7 3,1 3,6

    14,8 6,5

    14,8 16,2

    4,9 1,5

    11,0 1,5

    TOTAL 4.297.485 Sumber : )*Satkorlak PBP (diolah) 2005 )**Kompas, 28 Desember 2004

    Konflik berkepanjangan, krisis ekonomi ditambah lagi dengan bencana alam

    gempa dan tsunami membuat masyarakat Aceh tenggelam dalam penderitaan

    berkepanjangan. Bencana alam gempa dan tsunami yang melanda Aceh telah

    meluluhlantakkan berbagai sektor perekonomian Aceh. Pasca tsunami, banyak lahan-

    lahan pertanian di pantai barat Aceh yang telah menjadi laut, padahal selama

    sebelum tsunami produksi lahan-lahan pertanian tersebut dapat mencukupi

    kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Pemerintah telah merencanakan untuk

    memperbaiki sekitar 17.400 hektar lahan pertanian yang rusak berat akibat endapan

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • lumpur bergaram yang dibawa gelombang tsunami, hal ini tentu saja memerlukan

    waktu yang cukup lama. Apalagi dibeberapa daerah ada sekitar 2.900 lahan pertanian

    hilang sama sekali ditelan laut.

    Lumpuhnya perekonomian Aceh yang ditimbulkan bencana gempa dan

    tsunami, ternyata telah menyebabkan jumlah penduduk miskin diperkirakan

    bertambah satu juta jiwa. Bila pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin di NAD

    sebanyak 1,1 juta jiwa, realitasnya pada saat sekarang ini telah melampaui 2 juta

    jiwa. Oleh karenanya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial, diperlukan

    adanya kebijakan-kebijakan yang dapat mengurangi angka kemiskinan. Hal ini

    disebabkan tingkat pengagguran yang tetap tinggi yaitu 9,8%, sedangkan tingkat

    kemiskinan bisa mencapai 16,6%. Sedangkan penyerapan tenaga kerja sangat

    tergantung pada pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 yang diperkirakan hanya

    5,3% dan tingkat inflasi 7,5% (Kompas, 26 Januari 2005).

    Langkah-langkah penanggulangan kemiskinan dapat didekati dari dua sisi.

    Pertama, meningkatkan pendapatan melalui peningkatan produktivitas. Sisi ini

    memberi peluang dan perlindungan kepada masyarakat miskin yang berkemampuan

    dalam pengelolaan potensi yang ada untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam

    berbagai kegiatan ekonomi, sosial budaya, dan politik; Kedua, mengurangi

    pengeluaran melalui minimalisasi beban kebutuhan dasar yang kurang perlu seperti

    tembakau (rokok), dan lainnya dan mempermudah akses untuk pendidikan,

    kesehatan, dan lainnya yang mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat miskin.

    Kabupaten Aceh Utara, dengan jumlah penduduk pada tahun 2005 mencapai

    493.599 jiwa yang tersebar di 850 desa yang berada dalam 22 kecamatan merupakan

    kawasan yang sejak tahun 1984 telah dicanangkan sebagai kawasan investasi

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • terutama sektor industri (zona industri). Pencanangan kabupaten ini sebagai zona

    industri merupakan upaya pengembangan sektor industri yang tidak terlepas dengan

    sektor pertanian, artinya pengembangan sektor industri tetap berbasis pada sektor

    pertanian. Namun pemanfaatan sumberdaya daerah yang dimiliki tersebut masih

    mengalami banyak kendala. Selain disebabkan oleh masih minimnya informasi

    tentang potensi daerah yang dapat dikembangkan, juga belum terciptanya iklim

    investasi yang memadai, terutama dalam penyediaan infrastruktur, disamping

    kestabilan politik dan keamanan yang rentan oleh berbagai gangguan.

    Secara geografis Kabupaten Aceh Utara terletak pada posisi 4 54' 5 18'

    Lintang Utara (LU) dan 96 20' 97 21' Bujur Timur (BT), dengan luas wilayah

    3.477,13 Km atau 347.713 Ha. Kabupaten ini memiliki batasan wilayah sebagai

    berikut; sebelah utara dengan Kabupaten Bireuen, sebelah selatan dengan Kabupaten

    Aceh Timur, sebelah barat dengan Kabupaten Aceh Tengah, sebelah timur dengan

    Selat Malaka.

    Keadaan topografinya sangat bervariasi, dari dataran rendah sampai berbukit

    dan sedikit pergunungan. Rata-rata ketinggian daerah ini adalah 125 m di atas

    permukaan laut. Dataran rendah pada umumnya terdapat di sepanjang kawasan

    pantai dan jalan negara yang memanjang dari arah Barat ke Timur, sedangkan

    dataran tinggi/perbukitan dan pergunungan terdapat di sepanjang daerah pedalaman

    di bagian selatan. Sekitar 43,6 % dari luas wilayah ini berada pada ketinggian 25-

    500 m di atas permukaan laut, sementara tingkat kelerengannya sangat bervariasi,

    mulai datar sampai curam.

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • Tabel 1.2 Kecamatan, Desa dan Jumlah Penduduk

    Kabupaten Aceh Utara Tahun 2005

    PENDUDUK)** NO KECAMATAN DESA)* LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

    1 2 3 4 5 6 7 8 9

    10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

    Sawang Nisam Kuta Makmur Simpang Keramat Syamtalira Bayu Meurah Mulia Matangkuli Paya Bakong Cot Girek Tanah Jambo Aye Langkahan Seunudon Baktiya Baktiya Barat Lhok Sukon Tanah Luas Nibong Samudera Syamtalira Aron Tanah Pasir Muara Batu Dewantara

    39 44 40 15 49 50 72 38 24 47 23 33 59 24 75 56 20 40 34 29 24 15

    14.696 16.577 9.209 3.156 10.853 7.906 10.636 5.302 8.742 18.813 8.933 10.768 14.972 7.828 20.736 10.037 4.416 10.468 7.522 7.554 11.318 21.445

    16.169 17.890 10.030 3.328 10.943 8.515 11.303 5.635 8.562 19.223 8.955 10.689 15.572 8.152 21.236 10.353 4.671 10.998 7.922 7.981 11.868 21.717

    30.865 34.467 19.239 6.484 21.796 16.421 21.939 10.937 17.304 38.036 17.888 21.457 30.544 15.980 41.972 20.390 9.087 21.466 15.444 15.535 23.186 43.162

    TOTAL 850 241.887 251.712 493.599

    Sumber: )* Aceh Mapframe, 2005 )** Badan Pusat Statistik (BPS), 2005

    Laju pertumbuhan ekonomi Aceh Utara pada tahun 2005 mengalami

    penurunan sebesar 7,97 persen. Hal ini sebagai dampak dari penurunan pertumbuhan

    di sektor industri pengolahan. Demikian juga halnya dengan pendapatan regional per

    kapita juga mengalami penurunan sebesar 2,25 persen (BPS, 2006). Dengan adanya

    penurunan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita masyarakat, dapat

    dipastikan akan berdampak terhadap sektor riel dan juga perubahan dalam pola

    konsumsi masyarakat di daerah ini.

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • Suatu hal yang sangat sulit dalam menentukan kriteria miskin bagi

    masyarakat Indonesia pada umumnya sebagaimana juga yang terjadi di Aceh Utara.

    Dalam hal-hal tertentu masyarakat akan merasa terusik bila dimasukkan dalam

    katagori miskin, sementara disaat yang lain justru banyak masyarakat yang berada

    dalam katagori sejahtera yang mendaftarkan diri dalam katagori miskin. Oleh

    karenanya, diperlukan suatu pendekatan yang komprehensif untuk menentukan

    kelompok masyarakat miskin melalui pendekatan pengeluaran konsumsi rumah

    tangga masyarakat di Kabupaten Aceh Utara, agar kebijakan-kebijakan pemerintah

    dalam upaya mengentaskan kemiskinan tepat sasaran.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka masalah-masalah yang

    ingin diteliti dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

    a. Berapa besar pengaruh pendapatan rumah tangga terhadap pengeluaran konsumsi

    masyarakat miskin di Kabupaten Aceh Utara?

    b. Berapa besar pengaruh aktivitas ekonomi kepala rumah tangga terhadap

    pengeluaran konsumsi masyarakat miskin di Kabupaten Aceh Utara?

    c. Berapa besar pengaruh jumlah anggota keluarga terhadap pengeluaran konsumsi

    masyarakat miskin di Kabupaten Aceh Utara?

    d. Berapa besar pengaruh perbedaan lokasi tempat tinggal terhadap pengeluaran

    konsumsi masyarakat miskin di Kabupaten Aceh Utara?

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • 1.3 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan dari

    penelitian ini adalah:

    a. Untuk menganalisis pengaruh pendapatan rumah tangga terhadap pengeluaran

    konsumsi masyarakat miskin di Kabupaten Aceh Utara.

    b. Untuk menganalisis pengaruh aktivitas ekonomi kepala rumah tangga terhadap

    pengeluaran konsumsi masyarakat miskin di Kabupaten Aceh Utara.

    c. Untuk menganalisis pengaruh jumlah anggota keluarga terhadap pengeluaran

    konsumsi masyarakat miskin di Kabupaten Aceh Utara.

    d. Untuk menganalisis pengaruh perbedaan lokasi tempat tinggal terhadap

    pengeluaran konsumsi masyarakat miskin di Kabupaten Aceh Utara.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua

    stackholder, terutama kepada pemerintah daerah, masyarakat dan pengembangan

    ilmu pengetahuan.

    a. Hasil penelitan dapat berguna sebagai gambaran umum pola pengeluaran

    konsumsi masyarakat miskin di Kabupaten Aceh Utara pasca tsunami dan

    variabel-variabel sosial ekonomi yang mempengaruhinya.

    b. Penelitian ini berguna kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, terutama untuk

    dijadikan bahan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesejahteraan

    masyarakat.

    c. Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi khasanah pengembangan ilmu

    pengetahuan dalam bidang ekonomi.

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • d. Sebagai referensi bagi pihak-pihak lain yang memiliki minat untuk melakukan

    penelitian lanjutan yang berhubungan dengan pengeluaran konsumsi maupun

    kemiskinan dengan pendekatan dan ruang lingkup yang berbeda.

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Landasan Teoritis

    2.1.1 Teori Konsumsi

    Dalam ilmu ekonomi, pengertian konsumsi lebih luas dari pada pengertian

    konsumsi dalam percakapan sehari-hari. Dalam percakapan sehari-hari konsumsi

    hanya dimaksudkan sebagai hal yang berkaitan dengan makanan dan minuman.

    Dalam ilmu ekonomi, semua barang dan jasa yang digunakan oleh konsumen untuk

    memenuhi kebutuhannya disebut pengeluaran konsumsi. Dikonsumsi artinya

    digunakan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan.

    Manusia sebagai makhluk individu dan sosial mempunyai kebutuhan yang

    tidak terbatas, baik dalam jumlah maupun jenisnya. Untuk memperoleh berbagai

    kebutuhan tersebut seseorang memerlukan pengeluaran untuk konsumsi. Dari semua

    pengeluaran yang dilakukan tersebut sekurang-kurangnya dapat memenuhi tingkat

    kebutuhan minimum yang diperlukan.

    Samuelson (1999:101) menyebutkan salah satu tujuan ekonomi adalah untuk

    menjelaskan dasar-dasar prilaku konsumen. Pendalaman tentang hukum permintaan

    dan mengetahui bahwa orang cenderung membeli lebih banyak barang, apabila harga

    barang itu rendah, begitu sebaliknya. Dasar pemikirannya tentang prilaku konsumen

    bahwa orang cenderung memilih barang dan jasa yang nilai kegunaannya paling

    tinggi.

    Konsumen akan memilih barang kebutuhan pokok untuk dikonsumsikan,

    dengan mempertimbangkan nilai guna dari barang tersebut. Keterbatasan anggaran

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • pendapatan yang diterima oleh masyarakat menyebabkan masyarakat harus menunda

    untuk mengkonsumsi barang-barang yang mempunyai nilai guna tinggi.

    Nurhadi (2000:22) konsumsi adalah kegiatan manusia menggunakan atau

    memakai barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan. Mutu dan jumlah barang atau

    jasa dapat mencerminkan kemakmuran konsumen tersebut. Semakin tinggi mutu dan

    semakin banyak jumlah barang atau jasa yang dikonsumsi, berarti semakin tinggi

    pula tingkat kemakmuran konsumen yang bersangkutan sebaliknya semakin rendah

    mutu kualitas dan jumlah barang atau jasa yang dikonsumsi, berarti semakin rendah

    pula tingkat kemakmuran konsumen yang bersangkutan. Masih menurut Nurhadi

    (2000:23) tujuan konsumsi adalah untuk mencapai kepuasan maksimum dari

    kombinasi barang atau jasa yang digunakan.

    Salvatore (1994:67) berpendapat bahwa individu meminta suatu komoditi

    tertentu karena kepuasan yang diterima dari mengkonsumsi suatu barang. Sampai

    pada titik tertentu, semakin banyak unit komoditi yang dikonsumsi individu tersebut

    per unit waktu, akan semakin besar utiliti total yang akan diterima. Dari sisi lain

    Samuelson (1999:107) menyebutkan bahwa apabila harga meningkat dan pendapatan

    nominal tetap, maka pendapatan riil akan menurun, maka konsumen akan

    mengurangi pembelian hampir semua jenis barang.

    Menurut Rosydi (1996:148), konsumsi secara umum diartikan sebagai

    penggunaan barang-barang dan jasa-jasa yang secara langsung akan memenuhi

    kebutuhan manusia. Selanjutnya Sukirno (2000:337) mendefinisikan konsumsi

    sebagai pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga atas barang-barang dan

    jasa-jasa akhir dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan

    pekerjaan tersebut.

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • Rumah tangga menerima pendapatan dari tenaga kerja dan modal yang

    mereka miliki, membayar pajak kepada pemerintah dan kemudian memutuskan

    berapa banyak dari pendapatan setelah pajak digunakan untuk konsumsi dan berapa

    banyak untuk ditabung (Mankiw, 2003:51).

    2.1.2 Fungsi Konsumsi

    Putong (2003:184) membuat suatu hipotesa pendapatan absolut yang

    menyatakan bahwa bila pendapatan nasional naik dari sebelumnya, maka konsumsi

    juga akan ikut naik, tetapi besarnya kenaikan konsumsi tidak sebesar kenaikan

    pendapatan, sehingga umumnya besarnya tingkat tabungan akan semakin bertambah.

    Dornbusch dan Fisher (1994:235) terdapat hubungan yang erat dalam praktek

    antara pengeluaran konsumsi dan pendapatan disposibel. Lebih lanjut Dornbusch

    melihat bahwa individu merencanakan konsumsi dan tabungan mereka untuk jangka

    panjang dengan tujuan mengalokasikan konsumsi mereka dengan cara terbaik yang

    mungkin selama hidup mereka. Lebih lanjut Dumairy (1996) menyebutkan konsumsi

    berbanding lurus dengan pendapatan.

    Dalam teori makro ekonomi dikenal berbagai variasi model fungsi konsumsi.

    Fungsi konsumsi yang paling dikenal dan sangat lazim ditemukan dalam buku-buku

    makro ekonomi tentulah fungsi konsumsi Keynesian:

    )(YfC = (2.1) Atau,

    C = C (Y T) (2.2)

    Persamaan ini menyatakan bahwa konsumsi adalah fungsi dari disposable

    income. Hubungan antara konsumsi dan disposable income disebut consumption

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • function (Mankiw, 2003:52). Secara lebih spesifik Keynes memasukkan komponen

    marginal propensity to comsume (MPC) ke dalam persamaan konsumsinya sehingga

    menjadi:

    YccC 10 += , c0 > 0, 0 < c < 1 (2.3)

    John Maynard Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat

    tergantung pada (berbanding lurus) dengan tingkat pendapatannya. James S.

    Duesenberry mengusulkan model lain. Berkaitan dengan hipotesisnya tentang

    pendapatan relatif, ia berpendapat bahwa tingkat pendapatan yang mempengaruhi

    pengeluaran konsumsi masyarakat bukan tingkat pendapatan efektif, maksudnya

    pendapatan rutin yang efektif diterima, tapi oleh tingkat pendapatan relatif (Dumairy,

    1996).

    Milton Friedman mengajukan model lain lagi, terkenal dengan hipotesis

    pendapatan permanen. Menurut Friedman tingkat pendapatan yang menentukan

    besar kecilnya konsumsi adalah tingkat pendapatan permanen. Tentu saja, selain

    tingkat pendapatan sebagai variabel pengaruh utama, terdapat kemungkinan beberapa

    variabel lain turut mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran konsumsi masyarakat.

    Untuk menghitung besarnya pendapatan permanen dari pendapatan rutin-faktual

    berdasarkan data pendapatan yang ada, diasumsikan bahwa pendapatan permanen

    sekarang (YPt) berhubungan dengan pendapatan sekarang (Yt) dan pendapatan satu

    periode yang lalu (Yt-1) dalam bentuk:

    10)( 11

  • Menurut model Evans (1969) jika fungsi konsumsi ditambahkan laju inflasi

    sebagai variabel lain yang diduga turut mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran

    konsumsi masyarakat, sehingga model lengkapnya:

    ),( PYPfC = (2.6) Dimana, C merupakan konsumsi, YP sebagai variabel pendapatan permanen

    dan P sebagai variabel inflasi. Secara linear model konsumsi ini dapat dikongkritkan

    sebagai:

    PcYPccC 210 ++= (2.7)

    Sukirno (2001) membedakan dua pengertian tentang kecondongan

    mengkonsumsi marjinal dan kecondongan mengkonsumsi rata-rata:

    Kecondongan mengkonsumsi marjinal dinyatakan sebagai MPC (Marginal Propensity to Consume) dapat didefinisikan sebagai perbandingan diantara

    tambahan konsumsi dibagi dengan pertambahan pendapatan disposibel yang

    diperoleh;

    YdCMPC

    = (2.8)

    Kecondongan mengkonsumsi rata-rata dinyatakan sebagai APC (Average Propensity to Consume) didefinisikan sebagai perbandingan diantara tingkat

    pengeluaran konsumsi dengan tingkat pendapatan disposibel, nilai APC dapat

    dihitung dengan menggunakan formula:

    YdCAPC = (2.9)

    Pola konsumsi masyarakat yang belum mapan biasanya lebih didominasi oleh

    konsumsi kebutuhan-kebutuhan pokok (Dumairy, 1996; Sukirno, 2001).

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • Konsumsi adakalanya tidak sesuai sebagaimana yang diharapkan, hal ini

    terjadi karena keterbatasan anggaran. Fisher mencoba membuat persamaan yang

    menganalisis tentang batas anggaran untuk konsumsi pada dua periode, yaitu; pada

    periode pertama tabungan sama dengan pendapatan dikurangi konsumsi:

    S = Y1 C1 (2.10)

    Dimana S adalah tabungan. Dalam periode kedua, konsumsi sama dengan

    akumulasi tabungan (termasuk bunga tabungan) ditambah pendapatan periode kedua,

    yaitu:

    C2 = (1 + r) S + Y2 (2.11)

    Dimana r adalah tingkat bunga riel. variabel S menunjukkan tabungan atau

    pinjaman dan persamaan ini berlaku dalam kedua kasus. Jika konsumen pada periode

    pertama kurang dari pendapatan periode pertama, berarti konsumen menabung dan S

    lebih besar dari nol. Jika konsumsi periode pertama melebihi pendapatan periode

    pertama, konsumen meminjam dan S kurang dari nol. Untuk menderivasi batas

    anggaran konsumen, maka kombinasi persamaan (2.10) dan persamaan (2.11)

    menghasilkan:

    C2 = (1 + r) (Y1 C1) + Y2 (2.12)

    Persamaan ini menghubungkan konsumsi selama dua periode dengan

    pendapatan dalam dua periode. Preferensi konsumen yang terkait dengan konsumsi

    dalam dua periode bisa ditampilkan oleh kurva indeferens. Kurva ini menunjukkan

    kombinasi konsumsi periode pertama dan periode kedua yang membuat konsumen

    tetap merasa senang.

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • Gambar 1: Preferensi Konsumen Selama Konsumsi Periode Pertama dan Kedua

    Gambar 2.1 di atas menunjukkan dua dari banyak kurva indeferen. Kurva

    indeferen yang lebih tinggi seperti IC2 lebih disukai daripada kurva indeferen yang

    lebih rendah IC1. Konsumen tetap merasa senang mengkonsumsi pada titik W, X dan

    Y, tetapi lebih menyukai titik Z (Mankiw, 2003:431).

    Selanjutnya masih dalam Mankiw (2003:439) Franco Modigliani dalam

    analisis hipotesis daur hidupnya membuat persamaan yang memasukkan periode

    waktu dan kekayaan. Seorang konsumen yang berharap hidup selama T tahun,

    memiliki kekayaan W dan mengharapkan menghasilkan pendapatan Y sampai ia

    pensiun selama R dari sekarang, maka persamaannya dapat ditulis:

    C = (W + RY)/T (2.13)

    Sehingga fungsi konsumsi seseorang dapat ditulis;

    C = (1/T) W + (R/T)Y (2.14)

    Konsumsi Periode kedua C2 Y X Z IC2 W IC1 C1 Konsumsi Periode pertama

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • Jika setiap orang dalam perekonomian merencanakan konsumsi seperti ini,

    maka konsumsi agregat serupa dengan fungsi konsumsi individual. Bisanya,

    konsumsi agregat tergantung pada kekayaan dan pendapatan. Oleh karena itu fungsi

    konsumsi perekonomian adalah:

    C = W + Y (2.15)

    Dimana parameter adalah kecenderungan mengkonsumsi marginal dari

    kekayaan dan parameter adalah kecenderungan mengkonsumsi marginal dari

    pendapatan.

    2.1.3 Determinan Konsumsi

    Banyak faktor yang menentukan permintaan konsumsi atau pengeluaran

    individu atas barang-barang dan jasa-jasa dalam suatu perekonomian. Menurut

    Spencer (1977:165) faktor tersebut diantaranya adalah pendapatan disposibel yang

    merupakan faktor utama, banyaknya anggota keluarga, usia dari anggota keluarga,

    pendapatan yang terdahulu dan pengharapan akan pendapatan dimasa yang akan

    datang.

    Dalam buku Survei Biaya Hidup di sebutkan bahwa pengeluaran masyarakat

    khususnya pengeluaran konsumsi pada dasarnya dipengaruhi oleh banyak faktor,

    baik yang bersifat kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif. Faktor yang bersifat

    kualitatif antara lain; tingkat pendidikan dan selera. Sedangkan yang bersifat

    kuantitatif adalah jumlah pendapatan dan anggota keluarga (BPS Daerah Istimewa

    Aceh, 1999).

    Menurut Samuelson (1999:169) bahwa faktor-faktor pokok yang

    mempengaruhi dan menentukan jumlah pengeluaran untuk konsumsi adalah

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • pendapatan disposibel sebagai faktor utama, pendapatan permanen dan pendapatan

    menurut daur hidup, kekayaan dan faktor penentu lainnya seperti faktor sosial dan

    harapan tentang kondisi ekonomi dimasa yang akan datang. Dornbusch (1994:238)

    mengutip hipotesis daur hidup yang dikembangkan oleh Modigliani melihat bahwa

    merencanakan perilaku konsumsi dan tabungan masyarakat untuk jangka panjang

    dengan mengalokasikan konsumsi mereka dengan cara terbaik yang mungkin

    diperoleh selama hidup mereka.

    Dalam serangkaian makalah yang ditulis pada tahun 1950-an Franco

    Modigliani dan kolaboratornya Albert Ando dan Richard Brumberg menggunakan

    model perilaku konsumen Fisher untuk mempelajari fungsi konsumsi. Salah satu

    tujuan mereka adalah memecahkan teka teki konsumsi. Menurut model Fisher,

    konsumsi tergantung pada pendapatan seumur hidup seseorang, Modigliani

    menekankan bahwa pendapatan bervariasi secara sistematis selama kehidupan

    seseorang dan tabungan membuat seseorang dapat menggerakkan pendapatan dari

    masa hidupnya ketika pendapatan tinggi ke masa hidup ketika pendapatan rendah

    (Mankiw, 2003:439).

    Selanjutnya Sukirno (2000:101) menyebutkan bahwa disamping faktor

    pendapatan rumah tangga, kekayaan dan pajak pemerintah, konsumsi rumah tangga

    juga ditentukan oleh beberapa faktor antara lain:

    1. Ekspektasi, mengenai keadaan dimasa yang akan datang sangat

    mempengaruhi konsumsi rumah tangga pada masa kini, keyakinan bahwa

    pada masa mendatang akan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi akan

    mendorong rumah tangga untuk meningkatkan konsumsinya dimasa

    sekarang.

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • 2. Jumlah penduduk, dalam analisis mengenai pembelanjaan agregat yang

    diperhatikan adalah konsumsi penduduk Negara. Oleh sebab itu tingkat

    konsumsi bukan saja tergantung pada tingkat pendapatan yang diperoleh

    seseorang tetapi juga yang diterima penduduk secara keseluruhan.

    3. Tingkat harga, dalam analisis Keynesian sederhana dimisalkan bahwa tingkat

    harga adalah tetap, maka setiap kenaikan pendapatan berarti terjadi kenaikan

    pendapatan riel. Dalam keadaan yang demikian, apabila pendapatan

    meningkat 100 persen dan MPC sebesar 0,80 (80%) dari kenaikan

    pendapatan itu akan dikonsumsikan, hal ini menunjukkan terjadi kenaikan

    konsumsi yang sebenarnya.

    Parkin (1993:672) sependapat dengan teori-teori ahli lainnya bahwa

    pengeluaran konsumsi rumah tangga ditentukan oleh banyak faktor. Namun menurut

    Parkin yang paling penting dari faktor-faktor yang menentukan pengeluaran

    konsumsi hanya dua, yaitu; pendapatan disposibel (disposable income) dan

    pengharapan terhadap pendapatan dimasa akan datang (expected future income).

    Penny (1994:28) menyatakan besarnya konsumsi yang dapat dinikmati

    seseorang sangat tergantung pada besarnya pendapatan. Dalam hal ini konsumsi

    tersebut meliputi kebutuhan primer, kebutuhan sekunder maupun kebutuhan tertier.

    Golongan yang berpenghasilan rendah cenderung berkonsumsi untuk memenuhi

    kebutuhan dasar. Apabila pendapatan meningkat, porsi pendapatan yang akan

    digunakan untuk pangan akan menurun.

    Nicholson (1991:77) menyatakan bahwa persentase pendapatan yang

    dibelanjakan untuk pangan cenderung turun jika pendapatan meningkat. Kondisi ini

    menunjukkan adanya hubungan yang terbalik antara persentase kenaikan pendapatan

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • dengan persentase pengeluaran untuk pangan. Keadaan ini lebih dikenal dengan

    Hukum Engel (Engels Law).

    Dalam hukum Engel dikemukakan tentang kaitan antara tingkat pendapatan

    dengan pola konsumsi. Hukum ini menerangkan bahwa pendapatan disposibel yang

    berubah-ubah pada berbagai tingkat pendapatan. Dengan demikian, naiknya

    pendapatan, maka persentase yang digunakan untuk sandang dan pelaksanaan rumah

    tangga adalah cenderung konstan. Sementara persentase yang digunakan untuk

    pendidikan, kesehatan dan rekreasi semakin bertambah (Ackley, 1992:281).

    Kadariah (1996:21) menambahkan bahwa pada umumnya golongan yang

    berpendapatan rendah mengeluarkan sebagian besar dari pendapatannya untuk

    keperluan hidup yang mutlak seperti; pangan, perumahan dan sandang. Makin tinggi

    pendapatan seseorang, makin kecil pengeluaran yang dialokasikan untuk kebutuhan

    pokok.

    Delorme dan Ekulend (1993:244) menyatakan bahwa kelompok

    berpenghasilan tinggi mempunyai kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (average

    propensity to consume) yang lebih kecil daripada kelompok masyarakat

    berpenghasilan rendah. Pitomo (1992:2) menambahkan bahwa rumah tangga miskin

    pada umumnya mengeluarkan pendapatannya lebih besar untuk kebutuhan dasar,

    baik yang terdiri dari kebutuhan maupun konsumsi individu (makanan, pakaian,

    perumahan) maupun keperluan pelayanan sosial tertentu (air minum, sanitasi,

    transportasi, kesehatan dan pendidikan).

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • 2.1.4 Pendapatan

    Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan yang sedang giat-giatnya

    dilaksanakan oleh Negara-negara yang sedang berkembang bertujuan untuk

    meningkatkan pendapatan riel per kapita, pendapatan ini pada umumnya masih

    rendah. Gejala umum yang sering terjadi dalam proses pembangunan di Negara-

    negara berkembang adalah hasrat konsumsi dari masyarakat yang tinggi sebagai

    akibat dari kenaikan pendapatan.

    Menurut Sukirno (2006:47) pendapatan adalah jumlah penghasilan yang

    diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik

    harian, mingguan, bulanan ataupun tahunan. Beberapa klasifikasi pendapatan antara

    lain: 1) Pendapatan pribadi, yaitu; semua jenis pendapatan yang diperoleh tanpa

    memberikan suatu kegiatan apapun yang diterima penduduk suatu Negara. 2)

    Pendapatan disposibel, yaitu; pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus

    dibayarkan oleh para penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap dibelanjakan

    inilah yang dinamakan pendapatan disposibel. 3) Pendapatan nasional, yaitu; nilai

    seluruh barang-barang jadi dan jasa-jasa yang diproduksikan oleh suatu Negara

    dalam satu tahun.

    Menurut Sobri (1987:50) pendapatan disposibel adalah suatu jenis

    penghasilan yang diperoleh seseorang yang siap untuk dibelanjakan atau

    dikonsumsikan. Besarnya pendapatan disposibel yaitu pendapatan yang diterima

    dikurangi dengan pajak langsung (pajak perseorangan) seperti pajak penghasilan.

    Masalah pendapatan tidak hanya dilihat dari jumlahnya saja, tetapi

    bagaimana distribusi pendapatan yang diterima oleh masyarakat. Adapun faktor-

    faktor yang mempengaruhi arah gejala distribusi pendapatan dan pengeluaran di

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • Indonesia; pertama, perolehan faktor produksi, dalam hal ini faktor yang terpenting

    adalah tanah. Kedua, perolehan pekerjaan, yaitu perolehan pekerjaan bagi mereka

    yang tidak mempunyai tanah yang cukup untuk memperoleh kesempatan kerja

    penuh. Ketiga, laju produksi pedesaan, dalam hal ini yang terpenting adalah produksi

    pertanian dan arah gejala harga yang diberikan kepada produk tersebut.

    Pendapatan per kapita dapat diartikan pula sebagai penerimaan yang

    diperoleh rumah tangga yang dapat mereka belanjakan untuk konsumsi yaitu yang

    dikeluarkan untuk pembelian barang konsumtif dan jasa-jasa, yang dibutuhkan

    rumah tangga bagi pemenuhan kebutuhan mereka (Sumardi, 1982:83) Dalam hal ini

    pendapatan per kapita determinan potensi ekonomi yang penting selain luas Negara

    serta penduduk suatu Negara (Todaro, 1998:25).

    Rendahnya pertumbuhan pendapatan per kapita disuatu Negara berarti juga

    mencerminkan rendahnya pertumbuhan GNP dan ini terjadi pada Negara-negara

    yang sedang berkembang. Usaha-usaha untuk meningkatkan pendapatan per kapita

    masyarakat, yaitu dengan cara menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai,

    menggalakkan program kerja berencana dan yang terakhir transfer pemerintah

    kepada golongan-golongan masyarakat yang berpendapatan rendah. Dengan

    menggunakan pajak yang efektif untuk membiayai transfer tersebut sekaligus untuk

    mengurangi perbedaan kemakmuran antar anggota masyarakat.

    Pass dan Lowes (1994:444) menyebutkan pendapatan nasional adalah nilai

    netto dari semua barang dan jasa (produk nasional) yang diproduksi setiap tahunnya

    dalam suatu Negara. Pendapatan nasional dapat ditentukan dengan tiga cara

    (Sukirno, 2006: 37), yaitu:

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • 1. Cara produksi neto, output/produk dalam negari dari barang-barang dan jasa-

    jasa yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan dalam suatu Negara. Total

    output ini tidak mencakup nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diimpor.

    Untuk mendapatkan produk nasional bruto, produk domestik bruto harus

    ditambah dengan pendapatan bersih yang diterima dari luar negeri.

    2. Cara pendapatan, total pendapatan yang diterima penduduk suatu Negara

    sebagai balas jasa dari produksi barang dan jasa yang sedang berlangsung.

    Pendapatan ini disebut pendapatan faktor, sebab ditambahkan pada faktor-

    faktor produksi, dan pembayaran transfer (transfer payment) tidak

    dimasukkan dalam perhitungan, seperti tunjangan sakit, tunjangan

    pengangguran dimana tidak ada barang atau jasa yang diterima sebagai

    imbalannya.

    3. Cara Pengeluaran, total pengeluaran domestik oleh penduduk suatu Negara

    pada konsumen dan investasi barang-barang. Hal ini mencakup pengeluran

    pada barang dan jasa jadi (tidak termasuk barang atau jasa setengah jadi) dan

    termasuk barang-barang yang tidak terjual dan yang ditambahkan pada

    persediaan (investasi persediaan).

    Dewasa ini sumber pendapatan sebagian besar rumah tangga di pedesaan

    tidak hanya dari satu sumber, melainkan dari beberapa sumber atau dapat dikatakan

    rumah tangga melakukan diversifikasi pekerjaan atau memiliki aneka ragam sumber

    pendapatan (Susilowati dkk, 2002).

    Bagi rumah tangga pedesaan yang hanya menguasai faktor produksi tenaga

    kerja, pendapatan mereka ditentukan oleh besarnya kesempatan kerja yang dapat

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • dimanfaatkan dan tingkat upah yang diterima. Kedua faktor ini merupakan fenomena

    dari pasar tenaga kerja pedesaan. Kesempatan kerja pedesaan ditentukan oleh pola

    produksi pertanian, produksi barang dan jasa non-pertanian di pedesaan,

    pertumbuhan angkatan kerja dan mobilitas tenaga kerja pedesaan. Di sektor

    pertanian, besarnya kesempatan kerja dipengaruhi oleh luas lahan pertanian,

    produktivitas lahan, intensitas dan pola tanam, serta teknologi yang diterapkan.

    Disektor non-pertanian kesempatan kerja ditentukan oleh volume produksi, teknologi

    dan tingkat harga komoditi (Kasryno, 2000).

    Pendapatan rumah tangga pertanian ditentukan oleh tingkat upah sebagai

    penerimaan faktor produksi tenaga kerja. Nilai sewa tanah sebagai penerimaan dari

    penguasaan asset produktif lahan pertanian. Dengan demikian tingkat pendapatan

    rumah tangga pedesaan sangat dipengaruhi oleh tingkat penguasaan faktor produksi.

    Menurut Malian dan Siregar (2000) pendapatan rumah petani pinggiran

    perkotaan juga bersumber dari tiga kegiatan utama, yaitu kegiatan dalam usaha tani

    sendiri (on-farm), kegiatan pertanian di luar usaha tani sendiri (off-farm) dan

    kegiatan di luar sektor pertanian (non-farm). Untuk petani yang berada di pedesaan,

    pendapatan yang bersumber dari kegiatan on-farm dan off-farm umumnya mencapai

    lebih dari 90 persen.

    2.1.5 Kemiskinan

    Miskin adalah suatu keadaan seseorang yang mengalami kekurangan atau

    tidak mampu memenuhi tingkat hidup yang paling rendah serta tidak mampu

    mencapai tingkat minimal dari tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tersebut

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • dapat berupa konsumsi, kebebasan, hak mendapatkan sesuatu, menikmati hidup dan

    lain-lain (Husen, 1993).

    Menurut De Vos kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak

    mampu mencapai salah satu tujuannya atau lebih, tujuan-tujuan yang dimaksud di

    sini tentunya dapat diinterpretasikan sesuai persepsi seseorang. Dengan demikian,

    kemiskinan dapat diartikan berdasarkan kondisi seseorang dalam mencapai tujuan--

    tujuan yang diinginkan (Suparta, 2003).

    Di lain pihak Friedmann (1979), mendefinisikan kemiskinan sebagai

    ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Basis

    kekuatan sosial meliputi modal yang produktif atau asset (misalnya, tanah,

    perumahan, peralatan, kesehatan dan lain-lain); sumber-sumber keuangan (income

    dan kredit yang memadai); organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk

    mencapai kepentingan bersama (partai politik, sindikat, koperasi dan lain-lain);

    jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang dan lain-lain;

    pengetahuan dan keterampilan yang memadai; dan informasi yang berguna untuk

    memajukan kehidupan anda.

    De Vos (1991) juga memberikan pengertian kemiskinan berdasarkan be-

    berapa pendekatan, yaitu batasan secara absolut dan batasan relatif. Kemiskinan

    secara absolut memberikan pengertian keadaan seseorang dalam pemenuhan

    kebutuhan minimum untuk hidup tanpa melihat kondisi lingkungan masyarakat.

    Sedangkan pengertian kemiskinan relatif memberikan pengertian keadaan seseorang

    bila dibandingkan dengan kondisi masyarakatnya sering berpindah-pindah lapangan

    pekerjaan dan sebahagian besar pendapatannya.

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • Dari segi sosial, kemiskinan penduduk dapat juga disebutkan sebagai suatu

    kondisi sosial yang sangat rendah, seperti penyediaan fasilitas kesehatan yang tidak

    mencukupi dan penerangan yang minim (Sumardi dan Dieter, 1985). Kondisi sosial

    lain dari penduduk miskin biasanya dicirikan oleh keadaan rumah tangga dimana

    jumlah anggota keluarga banyak, tingkat pendidikan kepala rumah tangga dan

    anggota rumah tangga rendah, dan umumnya rumah tersebut berada di pedesaan

    (BPS, 2002).

    Dari segi ekonomi, rumah tangga miskin dicirikan oleh jenis mata

    pencaharian pada sektor informal di pedesaan maupun di perkotaan, sering

    berpindah-pindah mata pencaharian dari produktivitas yang rendah sehingga

    menyebabkan pendapatan yang rendah. Karakteristik lain dari rumah tangga miskin

    adalah kecenderungan untuk menyediakan sebagian besar dari anggaran rumah untuk

    memenuhi kebutuhan pangan. Alokasi pendapatan yang cenderung hanya untuk

    memenuhi kebutuhan pangan merupakan cerminan adanya kemiskinan rumah tangga

    (Hasbullah, 1983).

    Sekurang-kurangnya ada dua pendekatan untuk memberikan pengertian

    tentang kemiskinan. Pertama adalah pendekatan absolut yang menekankan pada

    pemenuhan kebutuhan fisik minimum, tolok ukur yang dipakai adalah kebutuhan

    minimal yang harus dipenuhi oleh seseorang atau keluarga agar dapat

    melangsungkan hidupnya pada taraf yang layak. Pendekatan kedua adalah

    pendekatan relatif dimana kemiskinan ditentukan berdasarkan taraf hidupnya relatif

    dalam masyarakat (Suparlan, 1984).

    Secara konsepsional, kemiskinan dirumuskan sebagai suatu kondisi hidup

    yang serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Secara

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • operasional kriteria kemiskinan itu ditetapkan dengan tolok ukur garis kemiskinan.

    Penduduk miskin adalah golongan masyarakat yang berada di bawah garis

    kemiskinan, sedangkan target pembangunan biasanya dirumuskan sebagai upaya

    mengentaskan golongan masyarakat miskin agar mereka bisa berada di atas garis

    kemiskinan tersebut.

    Mubyarto (1990) mengungkapkan bahwa kemiskinan adalah manifestasi dari

    keadaan keterbelakangan masyarakat, dimana melalui upaya-upaya pendidikan dan

    modernisasi, kemiskinan dan keterbelakangan akan berkurang. Selanjutnya menurut

    Esmara (1979), yang dimaksud dengan tingkat kemelaratan absolut lebih banyak

    ditujukan terhadap tingkat kehidupan penduduk secara absolut, baik yang diukur

    dengan pemakaian kalori, tingkat gizi, sandang, sanitasi, pendidikan, dan sebagainya.

    Esmara menyimpulkan, bahwa dalam menentukan garis kemelaratan perlu

    ditentukan suatu kebutuhan minimum yang memungkinkan orang hidup dengan

    layak. Menurutnya, memang sukar menentukan batas kelayakan jumlah pendapatan,

    pengeluaran konsumsi, kebutuhan kalori, dan sebagainya yang dapat digunakan

    sebagai titik tolak perhitungan. Esmara menyebutkan batas kebutuhan minimum

    tersebut sebagai "garis kemiskinan". Batas tersebut juga biasa disebut dengan "garis

    kemiskinan (Mubyarto,1990).

    2.1.6 Indikator Kemiskinan

    Ada dua pendekatan seseorang tergolong sebagai orang miskin. Pertama,

    pendekatan absolut yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan fisik manusia.

    Tolok ukur yang dipakai adalah kebutuhan keluarga, dengan memperhatikan

    kebutuhan minimal yang harus dipenuhi oleh suatu keluarga agar dapat

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • melangsungkan kehidupannya secara sederhana, tetapi memadai sebagai warga

    masyarakat yang layak. Termasuk didalamnya kebutuhan akan pangan, perumahan,

    sandang, pemeliharaan kesehatan dan pendidikan anak. Menurut pendekatan ini

    kemiskinan dipahami sebagai suatu keadaan dimana seseorang atau sekelompok

    orang tidak mampu mencapai kebutuhan fisik pada tingkat minimal dari standar

    kebutuhan yang sudah ditetapkan (Suparlan, 1993).

    Kedua adalah pendekatan relatif yang mendefinisikan kemiskinan dalam

    kaitannya dengan kebutuhan seseorang di dalam masyarakat. Tolok ukur yang

    dipakai adalah tingkat pendapatan kepala keluarga per bulan atau per tahun.

    Berdasarkan tolok ukur ini seseorang yang tergolong miskin ditentukan berdasarkan

    kedudukan relatifnya dalam masyarakat dengan memperhatikan sejauhmana mutu

    kehidupannya berbeda dibandingkan dengan rata-rata mutu kehidupan yang berlaku

    secara keseluruhan. Menurut pendekatan relatif, kemiskinan sekelompok orang

    dalam masyarakat yang hidup dalam keadaan melarat, terhina, dan tidak layak

    disebabkan tidak meratanya pembagian pendapatan di dalam masyarakat.

    Kemiskinan dapat juga ditentukan dengan cara membandingkan tingkat

    pendapatan individu atau keluarga dengan pendapatan yang dibutuhkan untuk

    memperoleh kebutuhan dasar minimum. Dengan demikian, tingkat pendapatan

    minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin. Konsep

    kemiskinan seperti ini dikenal sebagai konsep kemiskinan absolut. Pada kondisi lain

    bila tingkat pendapatan sudah mencapai tingkat pemenuhan kebutuhan dasar

    minimum, tetapi masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan pendapatan

    masyarakat di sekitarnya. Dalam pengertian masih berada dalam keadaan miskin bila

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • dibandingkan dengan keadaan masyarakat di sekitarnya. Konsep kemiskinan seperti

    ini dikenal sebagai kemiskinan relatif (Esmara, 1986).

    Dengan demikian, sekurang-kurangnya ada dua pendekatan yang digunakan

    untuk pemahaman tentang kemiskinan, yaitu pendekatan absolut dan pendekatan

    relatif. Pendekatan pertama adalah perspektif yang melihat kemiskinan secara

    absolut yaitu berdasarkan garis absolut yang biasanya disebut dengan garis

    kemiskinan (Syahrir, 1992). Pendekatan yang kedua adalah pendekatan relatif, yaitu

    melihat kemiskinan itu berdasarkan lingkungan dan kondisi sosial masyarakat.

    Pendekatan yang sering digunakan oleh para ahli ekonomi adalah pendekatan

    dari segi garis kemiskinan (poverty line). Garis kemiskinan diartikan sebagai batas

    kebutuhan minimum yang diperlukan seseorang atau rumah tangga untuk dapat

    hidup dengan layak. Akan tetapi, diantara para ekonom terdapat perbedaan dalam

    menetapkan tolok ukur yang digunakan untuk menetapkan garis kemiskinan tersebut.

    Para pakar kemiskinan dan lembaga pemerintah mencoba menetapkan garis

    kemiskinan tersebut berdasarkan alasan yang logis, yaitu berdasarkan kebutuhan

    pokok (basic needs). Kebutuhan pokok (basic needs) merupakan kebutuhan

    minimum yang diperlukan untuk kelangsungan hidup manusia baik yang berupa

    konsumsi individu seperti perumahan, pakaian, ataupun keperluan pelayanan sosial

    seperti kebutuhan air minum, transportasi, kesehatan, dan pendidikan (Sumardi dan

    Dieter, 1985).

    Manullang (1971) membedakan kebutuhan pokok (basic needs) menjadi dua,

    yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan skunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan

    yang paling utama, untuk mempertahankan hidup seperti makanan, pakaian, dan

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • perumahan. Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang diperlukan guna

    melengkapi kebutuhan primer seperti alat-alat dan perabotan.

    Sinaga dan White (1980) menyatakan bahwa kemiskinan dibedakan dalam

    dua bentuk, yaitu kemiskinan alamiah dan kemiskinan buatan. Kemiskinan alamiah

    merupakan kemiskinan yang timbul sebagai akibat sumberdaya yang langka

    jumlahnya atau karena perkembangan teknologi yang rendah. Kondisi ini dapat

    diatasi dengan pembangunan infrastruktur fisik, pemasukan modal serta

    pengembangan teknologi baru. Kemiskinan buatan (tidak jauh bedanya dengan

    kemiskinan struktural). Menurut mereka, bahwa kemiskinan lebih erat hubungannya

    dengan perubahan-perubahan struktur ekonomi, teknologi dan pembangunan itu

    sendiri. Karena kelembagaan yang ada membuat masyarakat tidak menguasai sarana

    ekonomi dan fasilitas secara merata. Kemisknan buatan ini dapat diatasi, misalnya

    dengan mencari strategi perombakan struktural kelembagaan serta hubungan sosial

    ekonomi dalam masyarakat.

    Untuk menghasilkan program yang benar-benar mengenai sasaran penduduk

    miskin tersebut perlu dibuat pengelompokan penduduk miskin berdasarkan kriteria

    yang jelas, yaitu melalui penetapan suatu batas kemiskinan yang sesuai dengan

    keadaan kemiskinan di daerah itu sendiri. Penetapan batas kemiskinan tersebut

    haruslah berdasarkan landasan teori yang kuat sehingga dapat digunakan sebagai

    batas kemiskinan yang sesuai dengan keadaan kemiskinan di suatu lokasi dengan

    kondisi dan waktu tertentu. Garis kemiskinan dapat pula digunakan untuk melihat

    berapa luas kemiskinan di suatu daerah, yaitu dengan melihat persentase penduduk

    yang hidup dibawah garis kemiskinan tersebut. Dengan demikian, garis kemiskinan

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • dapat juga digunakan sebagai indikator keberhasilan pembangunan yang

    dilaksanakan di suatu daerah (Todaro, 1994).

    Menurut BPS (2007), keluarga yang sama sekali tidak mempunyai

    kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang mempunyai sumber

    mata pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga yang layak

    bagi kemanusiaan dengan ciri-ciri atau kriteria sebagai berikut :

    (i) Pembelanjaan rendah atau berada di bawah garis kemiskinan, yaitu kurang dari

    Rp.175.324 untuk masyarakat perkotaan, dan Rp.131.256 untuk masyarakat

    pedesaan per orang per bulan di luar kebutuhan non pangan;

    (ii) Tingkat pendidikan pada umumnya rendah dan tidak ada keterampilan;

    (iii) Tidak memiliki tempat tinggal yang layak huni, termasuk tidak memiliki

    MCK;

    (iv) Pemilikan harta sangat terbatas jumlah atau nilainya;

    (v) Hubungan sosial terbatas, belum banyak terlibat dalam kegiatan

    kemasyarakatan; dan

    (vi) Akses informasi (koran, radio, televisi, dan internet) terbatas.

    Menurut Sajogyo (1977), garis kemiskinan berdasarkan kebutuhan minimum

    rumah tangga adalah senilai 2.140 kg beras setiap orang per tahun di pedesaan dan

    360 kg beras setiap orang per tahun di daerah kota. Penetapan garis kemiskinan ini

    yang setara dengan nilai beras dimaksudkan ini untuk dapat membandingkan tingkat

    hidup antar waktu dan perbedaan harga kebutuhan pokok antar wilayah. Pendapat

    Sajogyo ini pada masa berikutnya mendapat kritikan dari Both dan Sundrum, karena

    dalam kenyataannya beras tidak merupakan bahan kebutuhan pokok penduduk

    pedesaan yang miskin terutama di Pulau Jawa.

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • Selain itu, taksiran Sajogyo masih mengundang kritik karena digunakannya

    data konsumsi rumah tangga dan mengalihkannya menjadi data dalam arti per

    kapita, yaitu dengan membaginya dengan ukuran rumah tangga rata-rata di setiap

    daerah. Di sini dianggap ukuran rumah tangga dalam setiap kelompok pengeluaran

    masyarakat adalah sama sedangkan pada kenyataannya tidak demikian (Suparta,

    1997).

    Dalam literatur studi kemiskinan didokumentasikan bahwa ukuran garis

    kemiskinan berdasarkan kemampuan pengeluaran per kapita untuk memenuhi suatu

    tingkat minimum kebutuhan kalori mula-mula dikemukakan oleh Den Daker dan

    Rath pada tahun 1971 dalam studi mereka di India. Ukuran garis kemiskinan ini

    kemudian diterapkan di Indonesia oleh BPS (Arief, 1993).

    Di Indonesia untuk pertama kali BPS (tahun 1984) menetapkan garis

    kemiskinan berdasarkan nilai makanan dalam rupiah setara dengan 2.100 kalori per

    orang setiap hari ditambah dengan kebutuhan non pangan yang utama seperti

    sandang, pangan, transportasi, dan pendidikan.

    Secara garis besar ada dua cara orang memandang kemiskinan. Sebagian orang

    berpendapat bahwa kemiskinan adalah suatu proses, sedangkan sebagian lagi

    memandang kemiskinan sebagai suatu akibat atau fenomena di dalam masyarakat.

    Sebagai suatu proses, kemiskinan mencerminkan kegagalan suatu sistem masyarakat

    dalam mengalokasikan sumber daya dan dana secara adil kepada anggota

    masyarakatnya. Dengan demikian, kemiskinan dapat dipandang pula sebagai salah

    satu akibat dari kegagalan kelembagaan pasar dalam mengalokasikan sumber daya

    yang terbatas secara adil kepada seluruh anggota masyarakat. Paham ini

    mengemukakan konsep tentang kemiskinan nisbi atau sering pula dikenal sebagai

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • kemiskinan struktural. Di dalam konsep kemiskinan nisbi dinyatakan bahwa garis

    kemiskinan berubah-ubah menurut kondisi perekonomian yang bersangkutan.

    Pandangan tentang kemiskinan sebagai suatu fenomena atau gejala dari suatu

    masyarakat melahirkan konsep kemiskinan mutlak. Dalam kemiskinan mutlak, suatu

    perekonomian mempunyai patokan garis kemiskinan yang tetap sepanjang waktu.

    Misalkan garis kemiskinan suatu perekonomian dinyatakan konsumsi kalori, yaitu

    2.100 kalori per hari. Jika nilai tersebut dianggap konstan sepanjang waktu, maka

    kemiskinan yang terjadi di perekonomian tersebut adalah kemiskinan mutlak.

    Tolok ukur kemiskinan dari BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana

    Nasional) dikategorikan ke dalam kelompok Pra KS 1 (Pra Keluarga Sejahtera Tahap

    Pertama) disebut miskin, bila lima indikator di bawah ini tidak dipenuhi oleh

    keluarga tersebut, yakni :

    (i) Anggota keluarga melaksanakan ibadah agama;

    (ii) Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih;

    (iii) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah,

    belanja/sekolah, dan bepergian;

    (iv) Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah; dan

    (v) Anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa ke sarana

    kesehatan.

    Departemen Sosial menetapkan bahwa seseorang individu berada di bawah

    Garis Fakir Miskin (GFM) apabila tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok minimal,

    yaitu sejumlah rupiah untuk membayar makanan setara 2.100 kkal sehari ditambah

    nilai sewa rumah dan nilai satu stel pakaian. Batas miskin untuk makanan ditambah

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • pengeluaran minimum untuk pemenuhan kebutuhan bukan makanan itulah yang

    disebut Garis Kemiskinan.

    2.2 Penelitian Terdahulu

    De Vos (1991) dengan mengunakan konsep Expended Linier Expenditure

    System dimana jumlah anak dianggap sebagai faktor pembeda (differentiating factor)

    terhadap pengeluaran subsisten. Hasil estimasi i semuanya bernilai positif dan

    konsisten dengan konsep pengeluaran subsisten. Total pengeluaran subsisten (i) dari berbagai jenis pengeluaran (makanan, pakaian, perumahan, pengeluaran lain

    yang bersifat tetap, pembangunan & rekreasi). Dengan bertambahnya jumlah anak.

    Total pengeluaran subsisten (i) atau garis kemiskinan untuk masing-masing kelompok anggota keluarga, yaitu kelompok dengan 1 hingga 6 anggota keluarga

    (AK) ternyata cukup bervariasi yaitu masing-masing 12.355, 16.489, 24.355, 28.476,

    32.184, dan 33.912. Demikian pula koefisien dari masing-masing pengeluaran

    semuanya bertanda positif (sejalan dengan teori konsumsi Keynes) dan t hitung

    lebih besar dari t tabel.

    Darlina (1994) mengemukakan bahwa pendapatan yang diperoleh oleh dosen

    yang mengajar saja dan dosen yang berpendapatan selain mengajar digunakan

    sebagian besar untuk konsumsi bukan makanan. Secara keseluruhan konsumsi yang

    dilakukan dosen yang berpenghasilan hanya dari mengajar lebih besar daripada

    konsumsi yang dilakukan dosen yang berpendapatan selain mengajar. Hasil

    penelitiannya ditunjukkan dengan elastisitas antara kedua kelompok objek. Dosen

    yang hanya berpenghasilan dari mengajar memiliki elastisitas sebesar 0,5628

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • sedangkan dosen yang berpendapatan selain mengajar memiliki elastisitas sebesar

    0,5383.

    Keban (1995) mencoba menggambarkan profil kemiskinan di Nusa Tenggara

    Timur dengan menganalisis rumah tangga berdasarkan data Susenas 1983. Di dalam

    analisisnya dinyatakan bahwa suatu keluarga tergolong miskin kalau ratio

    pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran melebihi 75 persen. Keban

    juga mengatakan bahwa criteria ini sifatnya multivariate yang disebut Logit

    Regression atau Logit. Temuannya tentang penyebab kemiskinan adalah perbedaan

    letak kabupaten, letak di kota dan didesa, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan dan

    jumlah anggota keluarga.

    Sementara Masbar (1996) mengukur garis kemiskinan di Kodya Banda Aceh

    dengan menggunakan konsep Extended Linier Expenditure System dimana jumlah

    anak dianggap sebagai faktor pembeda terhadap pengeluaran subsisten. Total

    pengeluaran subsisten (i) atau garis kemiskinan untuk masing-masing kelompok anggota keluarga dengan 1 hingga 6 orang anak ternyata cukup bervariasi. Garis

    kemiskinan untuk masing-masing kelompok anggota keluarga itu adalah Rp.

    102.977,78, Rp. 101.112,13, Rp. 166.950,68, Rp.164.803,69, Rp. 158.271,11 dan

    Rp. 210.239,39. Dengan demikian semakin banyak anggota keluarga itu semakin

    besar pula garis kemiskinannya. Namun demikian tingkat kemiskinan per kapita

    menjadi lebih rendah karena pendapatan relatif kecil itu dibagi dengan anggota yang

    lebih banyak.

    BPS Daerah Istimewa Aceh (1999), Peta Konsumsi Pangan di Indonesia

    menyatakan, secara Nasional diakui bahwa penduduk Aceh menduduki rangking

    teratas dalam mengkonsumsi karbohidrat dan protein hewani dan sebaliknya untuk

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • konsumsi protein nabati masih rendah. Disini berarti belum adanya

    penganekaragaman konsumsi pangan, hal ini sudah terpola sejak dahulu.

    Susanti (2000) mengemukakan bahwa perkembangan rata-rata pengeluaran

    konsumsi rumah tangga di Provinsi Aceh periode 1986-1998 sebesar 5,2 persen per

    tahun. Pertumbuhan PDRB membawa pengaruh yang positif terhadap pengeluaran

    konsumsi rumah tangga masyarakat di Provinsi Aceh. Hal tersebut ditunjukkan

    dengan hasil regresi yang didapat C = 409,160 +0,61897PDRB. Sehingga

    membuktikan bahwa setiap perubahan dari pendapatan memberi efek pada konsumsi.

    Anwar (2001) yang meneliti tentang dampak krisis moneter terhadap

    konsumsi masyarakat Provinsi Aceh menyimpulkan bahwa konsumsi dipengaruhi

    oleh pendapatan per kapita dan inflasi sebesar 98,5%. Namun koefisien inflasi

    secara parsial berhubungan dengan inflasi dengan koefisien -0,00256%. Untuk

    memperlihatkan dampak krisis digunakan variabel dummy, karena penelitiannya

    dimasukkan variabel inflasi, maka data yang digunakan merupakan data atas harga

    berlaku.

    Isnawati (2001) yang meneliti tentang dampak krisis ekonomi terhadap

    konsumsi dan tabungan masyarakat Provinsi Aceh menyimpulkan bahwa dampak

    dari krisis ekonomi terhadap konsumsi sebesar 78,05%. Sedangkan dampak krisis

    terhadap tabungan mencapai 97,6%.

    Suparta (2003) penelitiannya juga menggunakan konsep Extended Linear

    Expenditure System di desa IDT pada Kabupaten Aceh Besar dengan jumlah

    tanggungan keluarga sebagai faktor pembeda. Hasil penelitian ini juga disebutkan

    bahwa keluarga dengan tanggungan lebih sedikit adalah lebih sejahtera dari pada

    keluarga dengan tanggungan lebih besar. Hasil estimasi menunjukkan bahwa

    KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008. USU e-Repository 2008

  • variabel pendapatan, tanggungan keluarga, pendidikan dasar, pendidikan tinggi dan

    variabel pekerjaan berpengaruh nyata terhadap pengeluaran jenis makanan

    masyarakat miskin.

    Darma (2003) Hasil estimasi pada masing-masing kelompok pengeluaran

    yang mengikut sertakan variabel sosial dan ekonomi rumah tangga, menunjukkan

    bahwa terdapat pengaruh dari variabel aktivitas ekonomi kepala rumah tangga, jenis

    mata pencaharian kepala rumah tangga, tingkat pendidikan kepala rumah tangga, dan

    tempat tinggal rumah tangga terhadap nilai garis kemiskinan. Nilai garis kemiskinan

    berdasarkan aktivitas ekonomi rendah (J1) Rp. 70986,635 dan aktifitas ekonomi

    tinggi (J3) Rp. 103531,874. Nilai garis kemi