ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

17
ANALISIS ASPE KLASTER INDUS MELALUI AN FAK LEMBAR PEN EK SUMBERDAYA DALAM IM STRI PERABOT PANDAAN PA NALYTICAL HIERARCHY PRO JURNAL ILMIAH Disusun oleh : DENI ADITYA SUSANTO NIM 105020100111043 JURUSAN ILMU EKONOMI KULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017 NGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JUR MUNITAS ASURUAN OCESS RNAL

Transcript of ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

Page 1: ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITASKLASTER INDUSTRI PERABOT PANDAAN PASURUAN

MELALUI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

DENI ADITYA SUSANTONIM 105020100111043

JURUSAN ILMU EKONOMIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

2017

LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITASKLASTER INDUSTRI PERABOT PANDAAN PASURUAN

MELALUI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

DENI ADITYA SUSANTONIM 105020100111043

JURUSAN ILMU EKONOMIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

2017

LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITASKLASTER INDUSTRI PERABOT PANDAAN PASURUAN

MELALUI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

DENI ADITYA SUSANTONIM 105020100111043

JURUSAN ILMU EKONOMIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

2017

LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

Page 2: ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

Artikel Jurnal dengan judul :

ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER INDUSTRIPERABOT PANDAAN PASURUAN MELALUI ANALYTICAL HIERARCHY

PROCESS

Yang disusun oleh :

Nama : DENI ADITYA SUSANTO

NIM : 105020100111043

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi

Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di

depan Dewan Penguji pada tanggal 9 Agustus 2017.

Malang, 9 Agustus 2017

Dosen Pembimbing,

Arif Hoetoro, SE., MT., Ph.D.

NIP. 19700922 199512 1 002

Page 3: ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

1

ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER INDUSTRI PERABOTPANDAAN PASURUAN MELALUI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

Deni Aditya Susanto1 dan Arif Hoetoro2

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas BrawijayaEmail: [email protected] dan [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji tentang aspek sumberdaya pada klaster industri dengan studikasus Klaster Industri Perabot Pandaan Pasuruan. Klaster UMKM yang selalu identikdengan resesivitas, berbeda dengan temuan di Klaster Industri Perabot Pasuruan yangcenderung memiliki imunitas (daya tahan) kuat dan memiliki eskalasi perkembanganyang baik. Aspek sumberdaya disinyalir memberikan kontribusi yang cukup signifikanterhadap perkembangan klaster. Urgensi aspek sumberdaya diukur melalui persepsipemangku kebijakan (pemerintah) dan pelaku usaha (UMKM) yaitu diantara pilihanvariabel dan indikator yang paling berpengaruh terhadap imunitas klaster industri.Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan alat analisis Expert Choice Professionalmengukur prioritas kebijakan pemerintah dan priotitas strategi klaster UMKM padaaspek sumberdaya. Hasil menunjukkan bahwa pemerintah memprioritaskansumberdaya manusia (.481 poin), sumberdaya keuangan (.295 poin), sumberdayateknologi (.131 poin) dan sumberdaya bahan baku (.092 poin). Adapun strategi UMKMmemiliki prioritas sumberdaya manusia (.370 poin), sumberdaya keuangan (.345 poin),sumberdaya teknologi (.185 poin) dan sumberdaya bahan baku (.100 poin). Dari hasil,tampak bahwa klaster UMKM memiliki prioritas strategi yang lebih merata padavariabel manusia dan teknologi jika dibandingkan dengan pemerintah dengansumberdaya manusia yang dominan.

Kata kunci: Imunitas Klaster, Analytical Hierarchy Process, Expert Choice Professional

A. PENDAHULUAN

Klaster industri tengah menjadi arus utama model pembangunan industrial ekonomi hampir diseluruh dunia. Hal ini terlihat pada perkembangan model klaster industri yang dipakai oleh banyaknegara di dunia baik maju maupun berkembang. Klaster industri telah menjadi fenomena dalamkonsepsi pembangunan ekonomi dunia. Terlebih jika melihat beberapa negara maju yang menjadikanmodel klaster industri sebagai solusi atas beberapa problematika ekonomi. Bahkan United NationsIndustrial Development Organization (UNIDO) telah memulai kajian klaster industri tahun 2001 yangsecara khusus meneliti tentang “Development of Clusters and Network of SMEs”. Dalam pembukakajiannya, UNIDO menyebutkan bahwa fokus kajian klaster adalah terlatak pada sebuah kata kuncitentang pertumbuhan dan pemerataan pertumbuhan pada pembangunan suatu negara. Lebih lanjut,klaster UMKM berkontribusi untuk menyerap generasi atau angkatan tenaga kerja (...to employmentgeneration), mengurangi kemiskinan (poverty reduction), perluasan distribusi kesejahteraan (widerdistribution of wealth), dan representasi peluang utama bagi negara berkembang (UNIDO, 2001).

Secara terpisah, analisis masalah klaster UMKM lebih mapan jika diawali dengan melihat 6ekosistem akses fasilitas lokal, regional, dan global dari AT Kearney (2014). AT Kearney sebagaisalah satu Non Goverment Organization (NGO) global meneliti secara khusus dalam working paperyang dijuduli “Next-Generation Economic Cluster” yang terbit tahun 2014. Dia mengawali analisisklaster UMKM dengan 6 ekosistem akses fasilitas bagi perkembangan klaster UMKM dan industripada umumnya. Analisis ini yang akan mencoba menggambarkan beberapa sendi klaster UMKM yangtengah meradang di Indonesia.

Page 4: ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

2

Setidaknya ada 6 faktor utama yang menggerakkan klaster UMKM dalam bingkai kebijakanindustrial ekonomi pemerintah. 6 faktor tersebut berfungsi mendorong klaster UMKM untuk turut sertadalam andil menghegemoni pasar. Pertama “Focused Strategy”, strategi pengembangan klasterUMKM perlu kiranya difokuskan pada aspek-aspek mendasar terutama posisi bersaing yang salingberhadapan dengan usaha besar (AT Kearney, 2014). Indonesia dan negara maju (dan baru) berbedakarakteristik, sebagaimana ulasan diawal bahwa klaster UMKM dibeberapa negara tidak terpisah dariusaha besar akan tetapi membangun jaringan yang lebih mirip dengan inti dan plasma. Klaster UMKMmampu menjelma sebagai sistem pendukung di berbagai lini, mulai dari input produksi, hingga displaypemasaran.

Berkenaan dengan fokus strategi dimana klaster UMKM seakan berhadapan dengan kekuatanusaha besar, hal ini sama persis dengan analisis Tanaka (2007) bahwa klaster UMKM menghadapiancaman serius dalam iklim usaha setidaknya menyangkut tiga hal, yaitu:

i) Klaster UMKM diposisi yang tidak unggul dalam berhadap-hadapan dengan usaha besar (vis-a-vis large enterprises)

ii) Klaster UMKM belum terproteksi dari perdagangan yang tidak adil (unfair trade) dengan usahabesar.

iii) Klaster UMKM belum mimiliki fungsi yang mendorong kepada upaya inovatif danmenghindari usaha yang beresiko (innovative and venture enterprises).

Kedua “Robust Facilities and Infrastructure”, AT Kearney (2014) lanjutnya bahwa pentingmenghadirkan fasilitas dan infrastruktur yang kuat. Beberapa diantaranya terkait dengan jalurdistribusi ke dalam maupun keluar, logistik, pemasaran, dan akses informasi serta inovasi. Senadadengan AT Kearney, Bhasin dan Venkataramany (2010) menuliskan masalah-masalah pembangunanklaster UMKM di Indonesia terutama tentang infrastruktur meliputi akses promosi ekspor, logistik dandistribusi, dan informasi harga serta pasar. Lebih lanjut, akses promosi ekspor ini berkenaan denganbongkar muat dan peti kemas dan jaringan ekspor yang resisten untuk ditembus. Akses informasi hargadan pasar yang terkadang menjadikan klaster UMKM sebagai bulan-bulanan tengkulak atau bahkanusaha besar.

Ketiga “Favorable Regulations and Ease of Doing Business”, yaitu regulasi yang sehat danlingkungan bisnis yang menyenangkan yang berhilir pada geliat kewirausahaan dan keberlanjutanusaha (AT Kearney, 2014). Perkembangan klaster UMKM yang lamban, stagnan, bahkan resesif tentumerupakan dampak akumulasi dari berbagai faktor. Pada tiga bagian pertama ini, AT Kearney menelitidari aspek kebijakan yang dirasa sebagai poin penting dalam pembangunan klaster UMKM.

“...government financed research; in the United States military research facilitates generateseconomic clusters through outsourcing different services to private companies; regionaldevelopment initiatives and projects which support the development of technological parks canrepresent the starting point for future agglomerations that can lead to a cluster.” (Boja, 2011)“the government by its central and local structures may launch regional development projects, canprovide financial incentives to attract new investors or can define structures or agencies to managecluster initiatives or regional development” (Boja, 2011)

Boja (2011) menandaskan peran penting pemerintah sebagai penentu struktur lokal maupunnasional tentang persaingan dan iklim usaha. Dilain sisi, beberapa aspek dapat pemerintah doronguntuk membangun klaster UMKM diantaranya subsidi produksi, dispensasi pajak, subsidi keuangan,pengembangan pendidikan dan pelatihan kewirausahaan, dan proteksi terhadap persaingan yang tidaksehat (unfair trade). Pemerintah Indonesia agaknya belum menangkap konsepsi klaster UMKMsehingga mampu menyalurkan peran yang relevan dan signifikan pada hasil. Najib et al (2011)mengklaim bahwa kegagalan pembangunan klaster UMKM Indonesia karena masalah mendasarkebijakan belum dituntaskan. Paradoks tentang industri besar, kebijakan perdagangan bebas, investasiasing, inkondusivitas makroekonomi seperti inflasi, termasuk biaya modal finansial (bunga kredit)yang mahal menjadi sebab utamanya.

Yang ke empat “Development of Talent and Technology” sebagai upaya mendorong produktivitas,efisiensi biaya, dan meningkatkan kapasitas usaha melalui pengembangan kualitas sumberdayamanusia dan perkembangan teknologi (AT Kearney, 2014). Pasar menghendaki perkembangan produkkonsumsi untuk mencapai kepuasan, sebagaimana teori mikroekonomi tentang utilitas. Maka

Page 5: ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

3

keterampilan sumberdaya manusia klaster UMKM yang paling menentukan inovasi dan teknologiuntuk mengikuti perkembangan pasar. Lebih dalam Sekarningtyas dan James (2015) menganalisisbahwa teknologi dan inovasi bersumber dari dinamika ilmu pengetahuan di lingkup teritorial(Territorial Knowledge Dynamics) sehingga pada gilirannya akan membentuk model inovasi terirotial(Territorial Innovation Model). Sumber ilmu pengetahuan UMKM perlu ditingkatkan, akan tetapiYustika (2012) mengungkapkan bahwa perkembangan sumberdaya manusia klaster UMKM sangattidak terklasifikasi.

Sektor informal dengan tenaga kerja yang mencapai 65,76 persen dan klaster UMKM mencapai62,77 persen adalah representasi tenaga kerja tanpa klasifikasi yang baku. Dilain sisi, upayapengembangan kewirausahaan, peningkatan pengetahuan dan keterampilan, penggunaan teknologibaru, dan pertumbuhan inovasi masih berada pada tataran konsep (Bhasin dan Venkataramany, 2010).Lanjutnya, hal ini terlihat pada fenomena business development service (BDS) di setiap kabupaten kotayang tidak merata, dan lebih parahnya BDS yang telah ada belum dimaksimalkan. Hal ini tampak padajangkauan BDS yang hanya 20 persen klaster UMKM berbadan hukum, sehingga masih ada 80 persen(bahkan lebih jika ditambah sektor informal) yang tidak terjangkau dalam pengembangan kualitastenaga kerja dan sumberdaya manusia klaster UMKM.

Kelima adalah “Access to Capital and Financing”, AT Kearney (2014) menjelaskan, hal iniberkenaan keterbukaan akses modal khususnya keuangan. Sebagaimana jamak diketahui bahwa aksesmodal keuangan mampu meningkatkan daya saing melalui penguatan kapasitas, teknologi, danberbagai aspek usaha. Akses modal keuangan menjadi masalah pelik yang sukar diselesaikan. Yustika(2012) menunjukkan data penurunan kredit perbankan ke sektor klaster UMKM yang semula 20,2persen (2008) menjadi hanya 12,8 persen (2010). Trend ini akan berlangsung cukup stabil padapenurunannya. Bahkan yang lebih parah adalah 73 persen sektor informal di klaster UMKM tidakmemiliki rekening perbankan. Hal ini mengindikasikan adanya fenomena unbankable yang cukupparah. Kendatipun Pemerintah Jawa Timur membangun Bank UMKM dan diikuti beberapa kabupatendan kota pun akhirnya masih belum mengurangi masalah unbankable klaster UMKM.

Terakhir (ke-enam) adalah “Promotion of SMEs and Entrepreneurship” yang merupakan upayaregenerasi klaster UMKM dalam penyerapan tenaga kerja (AT Kearney, 2014). Klaster UMKM belummemiliki bergaining position yang mapan di tengah destinasi lapangan kerja di Indonesia. KlasterUMKM identik dengan penghasilan yang tidak menentu, persaingan tidak sehat, jaminan sosialrendah, dan sebagainya. Dilain sisi, kapasitas usaha besar formal sangat terbatas jika dibandingkandengan angka angkatan kerja nasional. Maka perlu adanya langkah serius dalam rangkamempromosikan klaster UMKM sebagai upaya tumbuh kembang lapangan usaha baru dan gerakankewirausahaan. Hal ini misalnya dapat terlihat pada penguasaan media digital bagi UMKM yangbelum terambah luas.

Fokus penelitian ini adalah pada Klaster UMKM Perabot Pandaan Pasuruan. Analisis tentangperkembangan klaster UMKM Indonesia dan Jawa Timur, setidaknya telah memberikankecenderungan yang sama tentang klaster UMKM. Kecenderungan ini berkenaan denganperkembangan klaster yang telah dianut oleh arus utama industrial ekonomi dunia termasuk Indonesia.Akan tetapi bagi Indonesia, klaster UMKM belum mampu dibangun dan menunjukkan perannyasebagaimana sukses tercapai di beberapa negara maju (dan baru). Dari 130.121 unit usaha UMKM diJawa Timur ada sekelompok UMKM yaitu Klaster UMKM Perabot Pandaan yang menunjukkan gejalayang menarik untuk diteliti. Klaster UMKM Perabot menunjukkan perkembangan yang berkelanjutandan berkesinambungan sejak didirikannya pada era 80an. Ada beberapa analisis yang menarik yaituberkenaan dengan klaster UMKM yang vis-a-vis menghadapi badai krisis, bertahan dengan jaringansumberdaya, kerjasama lintas sektoral, inovasi berbagai aspek usaha, hingga dinamika internal klaster.

Penuturan ketua Klaster UMKM Perabot mengulas sejarah dan perjalanan klaster, yang terhitungsebagai salah satu tertua di Jawa Timur. Klaster UMKM Perabot berdiri pertama kali pada tahun 1982.Hal ini diawali oleh H. Amin Marzuki sebagai Ketua Klaster hingga hari ini. Klaster UMKM Perabotdimulai ketika perdagangan perabot sebagai jawaban atas perkembangan panci dan peralatan rumahtangga semakin bervariasi. Kala itu, klaster UMKM Perabot hanya dihuni oleh sekelompok pedagangyang menjual baik ecer maupun grosir perabot rumah tangga dari pengrajin ke konsumen. Hal iniberlangsung lama dan semakin berkembang, alasannya adalah kecakapan para anggota klaster untukmenghubungkan pengrajin dan mendistribusikannya kepada konsumen. Lambat laun perkembangan

Page 6: ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

4

teknologi yang semakin canggih menjadikan produk klaster ini semakin bervariasi hingga akhirnyapola klaster terbentuk sejak aspek produksi dan bahan baku mulai di lokalisir. Beberapa anggotaklaster beralih fungsi sebagai produsen dan sebagian lainnya sebagai distributor sebagaimana sediakala.

Persaingan vis-a-vis antara klaster UMKM Perabot dengan usaha besar multinasional (sebagaimanateori Tanaka, 2007) semakin kental dan kentara khususnya pada era 90an. Mulai bermunculan industrimanufaktur perabot seperti Maspio, Maxim, Hokiku, dan sebagainya. Klaster UMKM pun merosotperlahan dari tahun ke tahun. Pasar menengah ke atas tidak lagi terjangkau karena segmentasi produkberubah dari perabot tradisional ke modern, seperti teflon, kompor gas, rantang, sendok, dan peralatanmakan lainnya. Klaster UMKM bergerak masih pada perabot tradisional dengan menurunkan hargapenjualan. Kondisi demikian berlangsung cukup lama hingga pertengahan era 90an. Beberapa anggotaklaster beralih profesi menjadi buruh tani dan sebagian menjadi buruh atau pabrik. Jumlah ini cukupsignifikan penurunannya dari semua 70an unit usaha rumah tangga menjadi hanya sekitar 50an unit.Pola klaster pun tidak lagi terbentuk, lokalisir sebagaimana teori lokasi tidak lagi dominan. Sebagianbesar pedagang mulai berkeliling dan menjajakan barangnya ke berbagai daerah agar jangkauansegmentasi pasar lebih luas.

Krisis 1997 tampaknya menjadi pengalaman berharga bagi klaster UMKM Perabot. Klaster tidakingin kembali menghadapi kondisi yang sama. Harga bahan baku melonjak naik akibat krisis, pun jugadengan daya beli masyarakat yang kian menurun. Sebagian besar anggota klaster akhirnya menyerahdan akhirnya beralih profesi menjadi pemulung, buruh tani, dan sebagian lainnya merantau. Sebagiankecil anggota termasuk ketua klaster pada akhir krisis menemukan sebuah inovasi yang akhirnyamenjadikan klaster UMKM Perabot bertahan dan eksis hingga hari ini. Lebih banyak usaha besar yanggulung tikar, industri modern ini menyisakan produk-produk gagal jual dan lebih banyak lagi yangbekas sortir. Diakhir kebangkrutannya, produk bekas sortir tersebut dijual dengan harga yang sangatmurah. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Klaster UMKM Perabot melalui poles dan pengecatanbagian yang rusak dan dijual dengan harga yang relatif lebih murah dengan kualitas yang hampir sama.Hingga akhirnya klaster UMKM Perabot dapat bangkit dari krisis dengan inovasi tersebut.

Klaster UMKM Perabot menunjukkan eksistensinya ditengah persaingan dengan usaha besar pascakrisis. Dinamika perbankan sepertinya telah mendorong hidup kembali industri besar perabot diwilayah Pasuruan, Sidoarjo, dan Gresik. Beberapa faktor yang menjadikan klaster UMKM Perabotmemiliki daya tahan atau imunitas klaster yang kuat baik dalam menghadapi krisis maupun persainganyang ketat dengan usaha besar. Pertama, inovasi mengolah produk bekas sortir adalah salah satuterobosan yang merubah segmentasi pasar. Hal ini menggeser preferensi konsumen khususnya kelasmenengah untuk kembali pada destinasi klaster UMKM Perabot. Kedua, kerjasama internal klasteryang dinamis, tumbuh dan berkembang secara alamiah sehingga menghasilkan efisiensi kolektif.Kerjasama antar unit usaha hingga sampai pada berbagi bahan baku dan jaringan. Ketiga,perkembangan klaster UMKM Perabot yang semakin mapan menyebabkan lokalisasi atau keutungangeografis klaster semakin dikembangkan. Hal ini dimulai dengan menjadikan display atau showroomlebih tertata dan mengelompok.

Keempat, kerjasama lintas sektoral tepatnya dengan wisata Tamandayu mulai dijalin. Biroperjalanan dan agen-agen wisata mulai dirambah untuk menjadikan klaster UMKM Perabot yangberada tepat dibelakang wisata Tamandayu, dikunjungi wisatawan. Kelima, jaringan sumberdayamanusia yang kuat, pemasaran yang terakumulasi dari proses yang panjang, hingga bahan baku baikproduk bekas sortir maupun produk original menjadikan klaster UMKM Perabot semakin kokoh.Jaringan sumberdaya tersebutlah yang pada akhirnya mempertahankan klaster UMKM Perabot eksisdan terus bertahan ditengah persaingan lokal, nasional, bahkan global dengan maraknya produk impor.Kinerja klaster tersebutlah yang menjadikan penulis tertarik untuk mengangkat bagaimana kebijakandan strategi klaster UMKM Perabot dalam membangun imunitas dan berkembang meskipun perlahandan pasti. Rangkaian kebijakan pemerintah dan strategi klaster inilah yang pada akhirnya akan menjadisebuah konsepsi yang prima dan praksis sehingga bisa jadi diadopsi dan imitasi oleh klaster UMKMlainnya.

Page 7: ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

5

B. TINJAUAN PUSTAKA

Klaster Industri dan Inter-Firm LinkageKonsep klaster industri berfokus pada hubungan antar pelaku dalam mata rantai nilai produk dan

jasa. Konsep klaster melampaui jaringan horizontal sederhana di mana sebuah perusahaan beroperasipada pasar produk akhir yang sama dan termasuk dalam kelompok industri yang sama, pemasarankolektif atau pembelian. Di banyak negara, kelompok usaha ini semakin menjadi perancang kebijakanindustri dan inovasi yang fokus pada faktor-faktor teritorial karena mereka mampu mendorongperbaikan kewirausahaan dan produktivitas (UNIDO, 2010).

Klaster sering bersifat lintas-sektoral; yaitu terdiri dari berbagai perusahaan yang berbeda dansaling melengkapi yang mengkhususkan diri di lini tertentu atau basis pengetahuan dalam mata rantainilai (Roelandt dan Hertog, 1999). Jalur pertumbuhan klaster terdapat lima faktor utama yangmenentukan, yaitu: 1) ukuran pasar, 2) saham skala ekonomi dan ruang lingkup, 3) tingkat upgrade, 4)sifat dari pendukung institusi, dan 5) bentuk efisiensi kolektif (Uzor, 2004). Intinya, esensi klasterindustri terletak pada kemampuan mereka untuk mengem-bangkan hubungan bisnis melalui kemitraanstrategis antara perusahaan, pelanggan, pemasok, dan lebih luas lagi adalah komunitas bisnis (Nel danMakuwaza, 2001;. Mills, dkk, 2008).

Schmitz (1995) berpendapat bahwa klaster akan menguntungkan perusahaan jika mereka dapatmemberikan efisiensi kolektif, yaitu keunggulan kompetitif yang ditimbulkan oleh "ekonomieksternal" dan "aksi bersama". Sejalan dengan pandangan ini, Titze dkk. (2008) memberikanperspektif yang lebih fungsional tentang klaster yang didefinisikan sebagai 'jaringan produsenperusahaan yang saling tergantung (termasuk pemasok khusus) dihubungkan satu sama lain dalamrantai produksi nilai tambah.

Hirschman (1988) yang untuk kali pertama mengembangkan konsep kaitan usaha/ sektoral selamaproses industrialisasi sebagai" mekanisme pancingan untuk merangsang kegiatan ekonomi". Mazzoladan Bruni (2000) juga mengadopsi definisi Hirschman mengenai kaitan usaha tersebut sebagai urutanterhubung dari keputusan investasi selama proses industrialisasi. Kaitan usaha ini dapat dibedakanmenjadi tiga jenis, yaitu; pertama, kaitan produksi yang mengacu pada hubungan antar perusahaanyang memberi input kepada perusahaan lain (backward linkage) atau digunakan sebagai input produkdari perusahaan lain yang menjadi lanjutan usahanya (forward linkage). Kedua, kaitan konsumsi yaitukaitan usaha yang terkait dengan perluasan peluang investasi bagi pengusaha lokal dalammeningkatkan permintaan barang akhir. Dan ketiga, kaitan fiskal yaitu kaitan usaha yang berasal dariperubahan tarif, subsidi, atau insentif komersial lainnya (Mazzola dan Bruni, 2000).

Kaitan belakang (backward linkage) dan lanjutan (forward linkage) memainkan peran yangsangat strategis. Hal ini disebabkan kaitan-kaitan usaha tersebut dapat mempercepat transformasisektor ekonomi dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang luas melalui ekspansi kaitan usahatersebut (Hirschman, 1988; McCartney, 2006). Kaitan horizontal merupakan jaringan perusahaansejajar yang bekerjasama dan berbagi risiko/biaya dan akses ke pasar. Dalam kaitan ini, kelompok,koperasi dan asosiasi produsen memainkan berbagai peran dalam berbagi informasi untuk pengolahanbersama atau pemasaran suatu produk (Miehlbradt dan McVay, 2006). Kaitan usaha ini disebut kaitanhorisontal karena dalam hubungan ini tidak ada perusahaan yang dominan (Ayyagari, 2006). Namundemikian, tidak berarti bahwa perusahaan-perusahaan besar dibatasi untuk membentuk hubunganhorisontal dalam mencapai tujuan pasar dan strategi saat bekerja sama dengan UMKM (Miehlbradtdan McVay, 2006).

Hoetoro (2014) mendefinisikan forward linkage dan backward linkage sebagai hubungan vertikalklaster industri. Hubungan vertikal dimaksud adalah pada jaringan input bahan baku, barang setengahjadi dan pelayanan yang diproduksi hingga sampai pada konsumen tingkat akhir. Adapun horizontallinkage merupakan hubungan sejajar di internal klaster dengan tujuan utama kerjasama dan berakhirpada efisiensi kolektif. Hoetoro (2014) menandaskan hubungan antara ketiganya adalah pada rantainilai yang terhubung dan saling tergantung untuk mencapai efisiensi dari proses input produksi hinggaproduk sampai di konsumen akhir. Hal ini tentu didorong oleh kerjasama untuk meningkatkan kinerjadan kapasitas klaster industri.

Page 8: ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

6

Tinjauan Teori ResiprositasResiprositas adalah pertukaran timbal balik antar individu atau antar kelompok. Batasan tersebut

tidak mengungkapkan tempat resiprositas dalam masyarakat. Polanyi (1968) memberi batasanresiprositas sebagai perpindahan barang dan jasa secara timbal balik dari kelompok-kelompok yangberhubungan secara simetris. Polanyi (1968: 10) mengungkapkan:

“Reciprocity is enormous facilitated by the institutional pattern of simmetry, a frequent of socialorganization among non-literate people”

Resiprositas terbagi atas beberapa macam sebagaimana menurut Swartz dan Jordan (1976: 490)diantaranya resiprositas umum (generalized reciprocity), resiprositas sebanding (balanced reciprocity),resiprositas negatif (negative reciprocity), dan resiprositas simbolik (simbolic reciprocity). Pertama,resiprositas umum adalah pertukaran timbal balik antar individu atau kelompok dengan barang danjasa tanpa menentukan batas waktu pengembalian. Resiprositas semacam ini tidak ada hukum-hukumyang dengan ketat mengontrol seseorang untuk memberi atau mengembalikan. Moral dan etika yangmembatasi aktivitas resiprositas umum karena aktivitas ini dibangun diatas kepercayaan dan keyanikaterhadap nilai sosial kebiasaan.

Resiprositas umum dapat berlaku di tingkat keluarga, masyarakat industri, masyarakat desa, hinggamasyarakat kota (Steward, 1976). Resiprositas umum terjalin atas kerjasama yang terbangun lama danpanjang dalam masyarakat industri. Hal ini serupa dengan resiprositas umum yang terjadi padamasyarakat desa yang kental dengan norma sosial kebiasaan kekeluargaan dan gotong royong. Adapunpada masyarakat kota, resiprositas umum ini berkembangan atas dampak kesamaan gaya hidup dalamkomunitas-komunitas sosial.

Kedua, resiprositas sebanding adalah pola pertukaran timbal balik yang menekankan adanya nilaisebanding atas barang atau jasa yang dipertukarkan. Dalam resiprositas ini, masing-masing pihakmemiliki ketergantungan (dependensia) terhadap mitra resiprositasnya sehingga terjadi hubungan yangsebanding nilai barang dan jasa yang dipertukarkan. Resiprositas sebanding memiliki norma atauaturan dan sangsi sosial untuk mengontrol individu dalam melakukan transaksi. Bila individumelanggar perjanjian resiprositas akan mendapat hukuman atau tekanan moral dalam masyarakat.Resiprositas sebanding berada ditengah titik ekstrim antara resiprositas umum dan resiprositas negatif.Resiprositas sebanding yang mengarah ke umum akan menjadikan hubungan sosial padakesetiakawanan dan hubungan personal yang intim. Akan tetapi jika mengarah ke negatif akanmenjadikan resiprositas hanya berlaku sebagai transaksi jual beli (Sahlins, 1974:194)

Imunitas Klaster Industri dan Sustainable Livelihood ApproachAndrade, Mitchell, dan Stafford (2001) mengungkapkan konsep klaster industri dalam

beberapa kelebihan, diantaranya: 1) efisiensi terkait perlibatan aspek pada skala ekonomi yang lebihluas atau sering disebut "sinergi"; 2) upaya untuk menciptakan kekuatan pasar, mungkin denganmembentuk monopoli atau oligopoli; 3) disiplin pasar, seperti dalam kasus pemindahan targetmanajemen tidak kompeten; 4) melayani diri sendiri upaya oleh manajemen pengakuisisi untuk "lebih-memperluas" dan biaya keagenan lainnya; dan 5) mengambil keuntungan dari kesempatan untukdiversifikasi, seperti dengan memanfaatkan pasar modal internal dan pengelolaan risiko bagipengusaha yang tidak didiversifikasi.

Klaster industri memiliki imunitas yang mampu mempertahankan kinerja ditengah dinamikaekonomi eksternal. Klaster industri mencapai imunitas tertinggi ketika kinerja keterkaitan jaringanmelekat erat dalam setiap aspek operasional. Imunitas adalah sistem kekebalan yang terdiri atasketahanan terhadap seluruh aspek operasional baik input, proses, output. Hal ini berkenaan denganketerjaminan produksi atas sumberdaya ekonomi sejak input alam, manusia, finansial, sosial, dan fisik(Stewart dan Skinner, 2008).

Sustainable Livelihood Approach (SLA) merupakan pendekatan dalam rangka mempertahankankinerja untuk terus berkelanjutan. Prinsipnya adalah dengan menjaga kelestarian berbagai aspeksumberdaya dalam operasional kinerja melalui tata kelola yang berekspektasi jangka panjang. SLAmemiliki prinsip yang relevan dalam imunitas klaster industri UMKM. Hal ini berekspektasi mampumenjaga keselarasan kinerja dan imun akan guncangan krisis. Beberapa aspek keberlanjutan dalam

Page 9: ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

7

SLA yang terdiri atas lingungan, ekonomi, sosial, kelembagaan, dan fisik atau infrastruktursebagaimana bahasan sebelumnya dapat disesuaikan dengan variabel sesuai bidang kajian. Analisisklaster dapat menggunakan variabel yang berbeda selama prinsip yang digunakan sama yaitu untukmempertahankan kinerja klaster industri.

SLA dalam adopsinya terhadap klaster industri UMKM mempertimbangkan posisi dan strukturinternal dan eksternal klaster. Menurut Nugroho (2011), klaster memiliki jaringan dari sehimpunanindustri yang saling terkait (industri inti/core industries – yang menjadi “fokus perhatian, “industripemasok (supllier industries), industri pendukungnya (supporting industries), dan industri terkait(related industries), pihak/lembaga yang menghasilkan pengetahuan/teknologi (termasuk perguruantinggi dan lembaga penelitian, pengembangan dan rekayasa/litbangyasa), institusi yang berperanmenjembatani (bridging institutions) (misalnya broker dan konsultan), serta pembeli, yangdihubungkan satu dengan lainnya dalam rantai proses peningkatan nilai (value adding productionchain).

Chambers dan Conway (1992) memberikan kata kunci tentang sustainable livelihood approach(SLA) yaitu kemampuan atau kecakapan bertahan, aset-aset dan sarana untuk hidup. Hal ini disarikankedalam keterjaminan atas keberlanjutan penghidupan. SLA merupakan pendekatan yang berfokuspada keterjaminan tentang keberlanjutan penghidupan masa depan. Dalam kaitannya dengan imunitasklaster industri, SLA sebagai sebuah pendekatan menghendaki adanya kinerja klaster sebagai satukesatuan organisasi usaha yang terdiri dari beberapa unit usaha yang berbeda dalam satu lini rantainilai produksi. Organisasi usaha inilah yang berikutnya perlu menjaminkan dengan berbagai aspekyang dimiliki dan kinerja untuk penghidupan keberlanjutan.

Secara lebih rinci, imunitas klaster yang memiliki kriteria (dalam AHP) yaitu inovasi, inter-firmlinkage, resiprositas, dan sumberdaya merupakan bagian dari tujuan membangun penghidupankeberlanjutan. Imunitas klaster industri yang mampu mempertahankan eksistensi usaha ditengah krisisdan dinamika eksternal. Keberlanjutan lingkungan yang diekspektasikan dalam imunitas klasterindustri adalah tentang keberlanjutan lingkungan bisnis, jaringan sumberdaya, dan pasar. Sedangkanuntuk keberlanjutan ekonomi adalah keberlanjutan usaha, produksi dan produktivitas, peningkatanmargin, dan pendapatan klaster industri. Berikutnya, ekspektasi keberlanjutan sosial pada keterjaminanberlangsungnya interaksi dan hubungan antar anggota klaster hingga konsumen. Keberlanjutankelembagaan dimaksudkan untuk memberikan memberikan jaminan kerjasama lintas sektoral(resiprositas), integrasi, dan branding yang semakin mapan antar sektor. Terakhir, keberlanjutaninfrastruktur, tentang lokalisasi geografis, tempat display, dan sarana-prasarana usaha yang dapatbertahan lama.

3. METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan pendekatan gabungan kualitatif dan kuantitatif. Hal ini bertujuan untuk

memperoleh hasil analisis yang komprehensif terkait objek penelitian baik intensif maupun ekstensif.Penelitian kualitatif dilakukan karena berprinsip untuk mampu mengungkap setiap kekhasan objekpenelitian secara objektif dan mendalam. Sedangkan pendekatan kuantitatif dilakukan untukmemberikan gambaran korelasi dengan reliabilitas dan prioritas tingkatan yang tepat. Creswell (2014:266) menandaskan gabungan pendekatan tersebut akan menghasilkan keluaran hasil penelitian yangmendalam dalam mengungkap fenomena, akan tetapi juga terukur dalam pengaruh dan hubungan antarvariabel.

RespondenPenelitian ini berfokus pada kajian imunitas Klaster Industri Perabot yang memiliki kinerja

prima bertahan ditengah krisis dan keterkaitannya dengan Wisata Taman Dayu Pasuruan. Hal ini jugaberkaitan dengan struktur prioritas kebijakan pemerintah maupun strategi UMKM Perabot dalamtujuan imunitas klaster industry dalam aspek sumberdaya, yaitu sumberdaya manusia, keuangan,teknologi, dan bahan baku. Fokus metode penelitian menggunakan Analytical Hierarchy Proccess(AHP) sehingga mengolah persepsi ahli pelaku usaha (UMKM). Adapun responden yang akan diambiladalah pelaku usaha untuk menggambarkan strategi usaha, respondennya adalah ketua klaster dansalah satu anggota klaster senior yang mengetahui perjalanan klaster. Responden yang digali

Page 10: ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

8

informasinya berjumlah 2 (dua) individu masing-masing untuk mempermudah olah data menggunakanmatriks AHP pendapat dua individu (yang dijelaskan pada bagian berikutnya). Responden akandiminta untuk memilih perbandingan antar variabel dan memberikan keterangan terkait prioritasstrategi.

Metode Penelitian: Analytical Hierarchy Process (AHP)AHP memasukan aspek kualitatif dan kuantitatif pikiran manusia (Saaty,1993). Aspek kualitatif

mendefinisikan persoalan dan hirarkinya serta aspek kuantitatif mengekspresikan penilaian danpreferensi secara ringkas dan padat. Proses tersebut dirancang untuk mengintegrasikan dua sifat itu.Proses ini dengan jelas menunjukan bahwa demi pengambilan keputusan yang sehat dalam situasi yangkompleks, sehingga diperlukan menetapkan prioritas dan melakukan pertimbangan.

Pada penerapan metode AHP yang diutamakan adalah kualitas data dari responden, tidaktergantung pada kuantitasnya (Saaty, 1993). Oleh karena itu, penilaian AHP memerlukan para pakarsebagai responden dalam pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif. Para pakar disinimerupakan orang-orang kompeten yang benar-benar menguasai, mempengaruhi pengambilankebijakan atau benar-benar mengetahui informasi yang dibutuhkan. Untuk jumlah responden dalammetode AHP tidak memiliki perumusan tertentu, namun hanya ada batas minimum yaitu dua orangresponden.

C1 C2 K Cn

A=(aij)= C1 1 A12 K A1n

C2 1/a12 1 K A2n

M M M M

Cn 1/a1n 1/a2n K 1Tabel 3.1: Formulasi Matriks Pendapat 2 IndividuSumber: Falatehan, 2016

C1, C2, ...Cn adalah set elemen pada suatu tingkat keputusan dalam hierarki (Falatehan, 2016: 7).Pendapat dua responden akan saling bersilang dan membentuk matriks n x n. Maka, tambah Falatehan(2016: 6), nilai aij merupakan nilai matriks pendapat hasil komparasi yang mencerminkan nilaikepentingan C1 dan Cj. =CR : Consistencyy RatioCI : Consistency IndexRI : Random Index

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi AHP “Sumberdaya” dalam Strategi Imunitas KlasterFungsi produksi dalam mikroekonomi telah jamak diketahui memadu-padankan beberapa

variabel sebagai bagian dari fungsi. Reynolds (2011: 202) dalam tesisnya tentang fungsi produksi,menengaskan bahwa fungsi produksi terdiri atas beberapa variabel diantaranya tenaga kerja (labor),modal keuangan (capital), tanah (land), teknologi (technology), dan seterusnya. Semakin besar potensivariabel fungsi, maka semakin besar pula probabilitas produksi yang bisa dikembangkan.

Page 11: ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

9

Gambar 1. Hasil AHP “SUMBERDAYA” Imunitas Klaster Industri Prioritas Strategi KlasterUMKM

Sumber: Data Primer diolah (AHP)

Analisis UMKM melalui ketersediaan variabel sumberdaya relevan jika menggunakan sintesisSriyana (2010) UMKM selalu berada dipusaran kelangkaan dan selalu terjebak di tengah struktursumberdaya yang dikuasai oleh rent seeker (pemburu rente). Dengan ini, kajian tentang sumberdayayang memberikan sumbangsih terhadap imunitas klaster dilakukan untuk melihat sejauh manakekuatan sumberdaya dan apa aspek yang lebih kecil dalam unit analisis dalam analytical hierarchyprocess. Meskipun sumberdaya menempati urutan terakhir dalam prioritas strategi klaster UMKMpelaku usaha, akan tetapi kedudukannya akan menunjang struktur yang ada. Karena sumberdayaadalah persoalan pokok dalam produksi, baik teknologi, bahan baku, keuangan, jaringan, dan lainsebagainya.

Sumberdaya manusia (370 poin) dinilai sebagai indikator paling vital dalam aspek sumberdaya.Ndraha (2002:54), sumberdaya manusia berjalan beriringan dengan nilai tambah sebagaimanakeunggulan komparatif dalam teori David Recardo. Peningkatan keahlian sumberdaya manusia akanmendorong peningkatan nilai tambah, mendorong efisiensi kerja dan waktu, serta mengembangkankapasitas produksi. Diurutan kedua ditempati oleh aspek sumberdaya teknologi (345 poin), ketiga dankeempat masing-masing adalah sumberdaya keuangan (185 poin) dan sumberdaya bahan baku (100poin). Bagi pelaku usaha urgensi teknologi masih berada cukup jauh diatas keuangan. Karena fokusprioritas dalam jangka pendek adalah mengejar peningkatan efisiensi dan kapasitas produksi melaluiteknologi produksi.

a. Sumberdaya ManusiaNdraha (2002:122-134) lebih lanjut merinci aspek sumberdaya manusia dalam tata kelola usaha

diantaranya pesernacaan, pengadaan atau recruitment, pemeliharaan, perawatan, perlindungan,penggunaan dan peningkatan kualitas, dan perluasan kemampuan. Beberapa cakupan tersebut tentuakan diderivasikan kedalam beberapa indikator yang menjadi prioritas.

Prioritas strategi klaster UMKM pelaku usaha dalam hal sumberdaya manusia berturut-turut adalahpengembangan softskill (282 poin), pengembangan profesionalitas dan loyalitas kerja (233 poin),pemberian insentif honorarium (170 poin), penegasan reward and punishment (132 poin), pelatihan

Page 12: ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

10

teknik operasional (126 poin), dan legalitas kontrak kerja (58 poin). Softskill menempati peringkatpertama sebagai prioritas strategi klaster UMKM pelaku usaha karena motivasi, kerjasama tim, dankepemimpinan adalah bagian penting untuk mendorong etos kerja. Hal ini lebih penting bahkan daripada pemberian insentif honorarium. Sedangkan diurutan terakhir adalah pelatihan teknik operasionalyang diprediksikan telah ada ditengah aktivitas usaha dan legalitas kontrak tidak perlu terlalu mengikatagar ada keleluasaan.

Gambar 2. Hasil AHP “SUMBERDAYA MANUSIA” Imunitas Klaster Industri PrioritasStrategi Klaster UMKM

Sumber: Data Primer diolah (AHP)

b. Sumberdaya TeknologiPrioritas strategi klaster UMKM untuk meningkatkan imunitas klaster industri adalah dengan

teknologi promosi (333 poin), teknologi produksi (253 poin), teknologi operasional (217 poin),teknologi distribusi (109 poin), dan teknologi manajemen (88 poin). Teknologi promosi menempatiperingkat pertama karena pelaku usaha berpendapat bahwa teknologi promosi merupakan sumbertarikan permintaan konsumen dan berikutnya akan mendorong perubahan omset. Selanjutany, ini jugadisadari bahwa pertumbuhan produktivitas juga dapat diperoleh dari tarikan permintaan, dan hal iniberhubungan dengan teknologi promosi. Terakhir, teknologi manajemen dan operasional menegaskandan menguatkan kembali sisi operasional dan kelembagaan ditengah usaha dan interaksinya di tengahklaster.

Page 13: ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

11

Gambar 3. Hasil AHP “SUMBERDAYA TEKNOLOGI” Imunitas Klaster Industri PrioritasStrategi Klaster UMKM

Sumber: Data Primer diolah (AHP)

Sumberdaya teknologi menjadi agenda mendesak dalam strategi imunitas klaster. Hal inimengingat teknologi industri belum berkembang sejak 10 tahun terakhir. Selain teknologi produksiberupa repasari dan modifikasi prodak bekas sortir yang perlu dikembangkan dan ditambah virian.Teknologi promosi belum tersentuh kebaruan sama sekali. Pemasaran selama ini hanya bersifatkonvensional tanpa adanya insentif iklan, reklame, ataupun promosi digital yang kini tengahberkembang pesat.

c. Sumberdaya KeuanganSumberdaya keuangan memiliki peran strategis dalam perkembangan aktivitas usaha pada Klaster

UMKM Perabot. “Acces to finance remains one of the critical obstacles for economic development andgrowth, especially for small and medium-sized enterprises (SMEs) in developing countries”sebagaimana Navas et al (2012) dalam penjelasannya tentang keuangan pada rantai nilai. Navas et al(2012) menandaskan bahwa akses keuangan akan menjadi hambatan genting bagi pembangunan danpertumbuhan khususnya UMKM. Keuangan mampu mendorong operasional usaha secara gradualmelalui pengadaan teknologi, peningkatan jumlah tenaga kerja, pertambahan jumlah bahan baku,penambahan infrastruktur, peningkatan promosi, hingga perubahan manajemen.

Page 14: ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

12

Gambar 4. Hasil AHP “SUMBERDAYA KEUANGAN” Imunitas Klaster Industri PrioritasStrategi Klaster UMKM

Sumber: Data Primer diolah (AHP)

Studi imunitas klaster industri ini terdiri dari beberapa prioritas strategi klaster UMKM di aspeksumberdaya keuangan. Prioritas ini berurutan adalah investasi kembali atas laba (327 poin), riset untukefisiensi biaya (257 poin), manajemen operasional piutang (225 poin), pembenahan syarat dan sistempembayaran (130 poin), dan akuntabilitas laporan keuangan (60 poin). Pelaku usaha berpendapatbahwa secara jangka panjang UMKM perlu memiliki keterjaminan, maka dari itu manajemenkeuangan perlu diatur salah satunya menginvestasikan kembali lama operasional. Sedangkanberikutnya yang juga sangat penting adalah melakukan riset secara kontinyu dalam rangka menekanbiaya produksi atau dengan kata lain untuk mencapai efisiensi biaya.

d. Sumberdaya Bahan BakuBahan baku bisa jadi merupakan indikator terakhir dalam struktur hierarki imunitas klaster industri.

Akan tetapi keberadaannya merupakan keniscayaan yang tidak dapat ditawar. Bahan baku masihmenjadi faktor utama yang menciptakan produk hasil olahan. Adapun jika tidak menjadi prioritas, inikarena bahan baku dipandang sebagai indikator yang cukup memadai dan tidak lagi mengalamipersoalan. Sumberdaya bahan baku memiliki struktur prioritas kebiijakan menurut pelaku usaha yaitupencarian sumber bahan baku baru (334 poin), eksperimen varian bahan baku (235 poin), kontrak kerja

Page 15: ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

13

vendor/supplier lama (218 poin), manajemen stok (137 poin), dan inventaris pasar bahan baku (77poin).

Gambar 5. Hasil AHP “SUMBERDAYA BAHAN BAKU” Imunitas Klaster Industri PrioritasStrategi Klaster UMKM

Sumber: Data Primer diolah (AHP)

Sumberdaya bahan baku menempati posisi terakhir, meskipun demikian bahan baku adalah sumberproduksi yang utama. Jaringan bahan baku yang mapan dengan industri besar, cukup baik mendorongkinerja. Akan tetapi kebutuhan akan inovasi peningkatan jumlah varian produk baru perludiperhatikan. Hal ini mengingat bahwa konsumen memiliki tingkat kejenuhan konsumsi produkperabot. Jika tidak berkembang ke dalam beberapa varian baru, bisa jadi konsumen akan beralih untukmenemukan kepuasan dari produk baru, maka dari itu kebutuhan akan peningkatan varian produk barumenempati prioritas utama. Selain pencarian bahan baku baru, yang terpenting berikutnya adalahmelakukan eksperimen atau uji coba produk yang merupakan bagian dari perkembangan inovasiproduk.

Page 16: ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

14

KESIMPULANKlaster UMKM Perabot menunjukkan kinerja yang baik dalam menghadapi krisis dan dinamika

eksternal. Hal ini salah satunya ditopang oleh faktor sumberdaya yang mapan dalam rangkamenunjang kinerja klaster. Studi pada aspek sumberdaya klaster industri menunjukkan bahwa prioritasutama strategi imunitas klaster industri Perabot adalah sumberdaya manusia (.370 poin), sumberdayateknologi (.345 poin), sumberdaya keuangan (.185 poin), dan sumberdaya bahanbaku (.100 poin). Halini berarti bahwa Klaster Industri Perabot Pasuruan memiliki persepsi bahwa sumberdaya bahan bakutidak terlalu prioritas dalam strategi imunitas klaster. hal ini disebabkan oleh jaringan bahan baku yangcukup mapan. Dilain sisi, yang mendesak untuk dikembangkan adalah kemampuan sumberdayamanusia dan teknologi yang selama 10 tahun terakhir tidak mengalami perkembangan.

DAFTAR PUSTAKA

Andraded, Gregor; Mitchell, Mark; dan Stafford, Erik. 2001. New Evidence and Perspective onMergers. Boston: Journal of Economics Perspective Bol. 15 No. 2 Page 103-120

AT Kearney. 2014. Next-Generation Economic Clusters. Washington, D.C: Report of Analysis GlobalEconomic Cluster by authors Bob Willen and Maurice Zuazua September 2014

Bashin, Balbir B dan Venkataramany, Sivakumar. 2010. Globalization of Entrepreneurship: PilicyConsiderations for SME Development in Indonesia. International Business and EconomicsResearch Journal Volume 9 Number 4 April 2010

Boja, Catalin. 2011. Clusters Model, Factors, and Caracteristics. International Journal of EconomicPractices and Theories, Volume 1 Number 1 July 2011.

Chambers, R. and G. Conway. 1992. Sustainable rural livelihoods: Practical Concepts for The 21 stCentury. IDS Discussion Paper 296. Brighton: IDS. (pp.7-8). 33.

Creswell, John. W. 2014. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches(Fouth Edition). London-UK: Sage-UK Publishing

Falatehan, A. Faroby. 2016. Analytical Hierarchy Process (AHP) Teknik Pengambilan Keputusanuntuk Pembangunan Daerah. Yogyakarta: Indomedia Pustaka

Hirschman, A.O. 1988. The Strategy of Economic Development.A Westview Encore Edition.Westview Press. Boulder & London.Mazzola, F., and Bruni, S. 2000. The Role of Linkages InFirm Performance: Evidence From Southern Italy. Journal of Economic Behavior &Organization, Vol. 43: 199-221.

Hoetoro, Arif. 2014. Cooperation and Competition among Clustered MSEs in East Java. Yogyakarta:Gadjah Mada International Journal of Business Vol. 16 No. 3, September-December 2014

McCartney, M. 2006.Comparative Advantage and Sustainable Economic Growth in India after 1991.Paper presented at International Conference on the Indian Economy in the Era of FinancialGlobalization. 28-29 Sept, <http ://economix.u-paris10.fr/pdf/colloques/2006_India/McCartney.pdf> (Access on 3 January 2009).

Miehlbradt, A., and McVay, M. 2006.Implementing Sustainable Private Sector Development: Strivingfor Tangible Results for the Poor: The 2006 Reader. International Training Centre of the ILO.

Page 17: ANALISIS ASPEK SUMBERDAYA DALAM IMUNITAS KLASTER …

15

Najib, Mukhamad et al. 2011. Competitiveness of Indonesian Small and Medium Food ProcessingIndustry: Does the Location Matter?. Tokyo-Jepang: International Journal of BusinessManagement Volume 6 Number 9 September 2011

Navas-Aleman, Lizbeth; Pietrobelli, Carlo; dan Kamiya, Marco. 2012. Inter-Firm Linkages andFinance in Value Chains. American: Inter American Development Bank (IDB) Working PaperSeries IDB-WP-349

Ndraha, Taliziduhu. 2002. Pengantar Teori Pengembangan Sumberdaya Manusia. Jakarta: PT. RinekaCipta

Polanyi, Karl. 1968. Societies and Economic System. Dalam George Dalton (Ed). Primitif Archaic, andModern Economics. Essays of Karl Polanyi. Boston: Beaton Press

Reynolds, R. Larry. 2011. Basic Microeconomics. Boise America: Textbook Equity Boise StateUniversity

Roelandt, T and Hertog, P. (1999).Cluster Analysis and Cluster Based Policy Making in OECDCountries: an Introduction to the Theme. OECD Publication Service. France.

Sahlins, Marshall. 1976. Stone Age Economics. London: Tavistock Publication

Sekarningtyas, Pembayun dan James Laura. 2015. Knowledge Dynamics in Indonesia CulturalIndustries (The Case of Kasongan Pottery Cluster and Kotagede Silver Craft Cluster inYogyakarta Region). Stockholm-Swedia: Master’s Thesis in Urban and Regional Planning, TheDepartment of Human Geography, Stockholm University

Schmitz, H., 1995. Collective Efficiency: Growth Path for Small Scale Industry. The Journal ofDevelopment Studies 31 (4).

Steward, J.H. 1976. Theory of Culture Change. Urbana: University of Illionis Press

Steward, Bob dan Skinner, James. 2008. Cluster Theory and Competitive Advantage: The TorquaySurfing Experience. Melbourne: Journal of Economics Review Vol. 4 No. 12

Titze, M., Brachert, M., and Kubis, A. 2008.The Identification of Regional Industrial Clusters UsingQualitative Input-Output Analysis. IWH Discussion Paper 13/2008 Halle Institute for EconomicResearch.

Tanaka, Hidekazu. 2007. Major Challenges in SME Development: Framework of Analysis.Kasumigazeki-Jepang: Proceeding of Seminar Design and Coordination, about “IndustrialDevelopment Planning: Cluster-Based Development Approach Policy Seminar” Lecture 1

UNIDO. 2001. Development of Clusters and Networks of SMEs. The UNIDO Programme. Vienna

UNIDO. 2010. Cluster development for pro-poor growth: the UNIDO approach. The United NationsIndustrial Development Organization. Vienna.

Uzor, O. O. (2004). Small and Medium Scale Enterprises Cluster Development in South- EasternRegion of Nigeria. IWIM, Nr. 86.

Yustika, Ahmad Erani. 2012. Perekonomian Indonesia, Catatan dari Luar Pagar. Malang: BayumediaPublishing