ANALISIS ALTERNATIF KELEMBAGAAN REDD+.docx

37
ANALYSIS ALTERNATIF KELEMBAGAAN REDD+ Abstract Kajian ini bertujuan untuk memilih kelembagaan untuk REDD+ dari berbagai alternatif kelembagaan REDD+ yang diusulkan Satgas REDD+. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif, dengan cara membandingkan kelebihan dan kekurangan dari berbagai alternatif bentuk kelembagaan, berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kelembagaan. Alternatif yang diusulkan mencakup add-on pada Kementerian Perubahan Iklim, Tata Ruang, dan Lingkungan Hidup, add-on pada Kementerian Lingkungan Hidup, add-on pada Kementerian Kehutanan, Stand-alone, Transition dari stand-alone ke add-on, transition dari add-on ke stand-alone, dan transition dari add-on ke add-on. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam jangka pendek, alternatif add-on pada Kementerian Kehutanan merupakan pilihan terbaik, diikuti dengan transition dari add-on pada Kementerian Kehutanan menjadi add-on pada Kementerian Perubahan Iklim, dan transition dari add-on pada kementerian Kehutanan menjadi Organisasi yang stand-alone. Kajian ini merekomendasikan agar dalam jangka pendek kelembagaan REDD+ dibentuk sebagai unit yang di add-on pada Kementerian Kehutanan. Selain itu, direkomendasikan pula agar pada Kementerian / Lembaga teknis yang lain juga dibentuk unit khusus yang menangani isu perubahan iklim. Dalam jangka panjang, direkomendasikan agar unit-unit ini dilebur menjadi Kementerian yang mempunyai tugas menangani isu perubahan iklim, baik pada skala internasional, nasional, regional, dan lokal. Key word: perubahan iklim, kehutanan, kelembagaan, REDD+ 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi topik diskusi banyak kalangan di Indonesia sejak diselenggarakannya pertemuan tahunan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) oleh para pihak, yang dikenal dengan Conference of Parties (COP) ke 13, yang diselenggarakan di Bali pada bulan Desember 2007. Masyarakat Indonesia mulai sadar akan bahaya yang timbul sebagai dampak dari perubahan iklim. Bersama

description

ANALISIS ALTERNATIF KELEMBAGAAN REDD+.docx

Transcript of ANALISIS ALTERNATIF KELEMBAGAAN REDD+.docx

ANALYSIS ALTERNATIF KELEMBAGAAN REDD+AbstractKajian ini bertujuan untuk memilih kelembagaan untuk REDD+ dari berbagai alternatif kelembagaan REDD+ yang diusulkan Satgas REDD+. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif, dengan cara membandingkan kelebihan dan kekurangan dari berbagai alternatif bentuk kelembagaan, berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kelembagaan. Alternatif yang diusulkan mencakup add-on pada Kementerian Perubahan Iklim, Tata Ruang, dan Lingkungan Hidup, add-on pada Kementerian Lingkungan Hidup, add-on pada Kementerian Kehutanan, Stand-alone, Transition dari stand-alone ke add-on, transition dari add-on ke stand-alone, dan transition dari add-on ke add-on.Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam jangka pendek, alternatif add-on pada Kementerian Kehutanan merupakan pilihan terbaik, diikuti dengan transition dari add-on pada Kementerian Kehutanan menjadi add-on pada Kementerian Perubahan Iklim, dan transition dari add-on pada kementerian Kehutanan menjadi Organisasi yang stand-alone. Kajian ini merekomendasikan agar dalam jangka pendek kelembagaan REDD+ dibentuk sebagai unit yang di add-on pada Kementerian Kehutanan. Selain itu, direkomendasikan pula agar pada Kementerian / Lembaga teknis yang lain juga dibentuk unit khusus yang menangani isu perubahan iklim. Dalam jangka panjang, direkomendasikan agar unit-unit ini dilebur menjadi Kementerian yang mempunyai tugas menangani isu perubahan iklim, baik pada skala internasional, nasional, regional, dan lokal.Key word: perubahan iklim, kehutanan, kelembagaan, REDD+

PENDAHULUANLatar BelakangPerubahan iklim telah menjadi topik diskusi banyak kalangan di Indonesia sejak diselenggarakannya pertemuan tahunan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) oleh para pihak, yang dikenal dengan Conference of Parties (COP) ke 13, yang diselenggarakan di Bali pada bulan Desember 2007. Masyarakat Indonesia mulai sadar akan bahaya yang timbul sebagai dampak dari perubahan iklim. Bersama dengan negara-negara lain yang tergabung dalam COP, Indonesia berupaya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang diyakini oleh para ilmuwan di dunia menjadi penyebab utama terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Berbagai kajian telah dilakukan oleh para ilmuwan untuk menentukan metode yang terbaik dalam rangka mengurangi emisi GRK pada setiap sektor kegiatan yang memiliki kontribusi yang tinggi terhadap emisi GRK di atmosfir. Sektor-sektor tersebut antara lain sektor energi, kehutanan dan alih fungsi lahan, pertanian, industri, dan transportasi.Berkaitan dengan upaya penurunan emisi GRK, pada COP-5 di Kyoto pada tahun 1997 telah dideklarasikan kesepakatan yang dikenal dengan Kyoto Protocol. Pada Kyoto protocol ini negara-negara industri sepakat untuk mengurangi emisi GRK mereka secara kolektif hingga mencapa 5,2% dari tingkat emisi tahun 1990, yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu 2008-2012.Dalam Kyoto Protocol ini para negara industri dibebani target penurunan emisi GRK hingga jumlah tertentu. Target tersebut dapat dicapai dengan upaya nyata dalam penurunan emisi GRK di negara masing-masing, atau melalu mekanisme fleksibel yang telah disepakati dalam Kyoto Protocol. Ada tiga mekanisme fleksibel yang disepakati, yaitu international emission trading (IET), joint implementation (JI) dan Clean development mechanism (CDM).Dalam mekanisme IET, suatu negara maju dapat membeli sertifikat penurunan emisi yang dihasilkan oleh negara maju lainnya. Perdagangan ini akan menarik apabila harga sertifikat penurunan emisi GRK ternyata lebih rendah dibandingkan dengan usaha suatu negara maju untuk menurunkan emisi GRK dalam jumlah yang sama. Dengan mekanisme IET dimungkinkan negara maju dapat memenuhi kewajibannya untuk menurunkan emisi, baik secara langsung maupun melalui pembelian sertifikat penurunan emisi dari negara maju lainnya, dengan biaya yang minimum.JI merupakan kerjasama antara dua atau lebih entitas dari negara maju yang secara bersama- sama mengerjakan suatu proyek untuk penurunan emisi GRK. Hasil penurunan emisi dibagi di antara mereka dengan proporsi yang telah disepakati sebelumnya. Kondisi ini memungkinkan suatu perusahaan atau suatu entitas dapat memenuhi kewajiban penurunan emisi GRK dengan melakukannya di tempat lain, tanpa harus mengganggu kegiatan perusahaannya sendiri. Untuk suatu perusahaan tertentu, mekanisme ini dianggap lebih baik dibandingkan dengan upaya penurunan emisi di perusahaannya sendiri, dengan alasan tidak mengganggu kegiatan produksi, sehingga kelangsungan hidup perusahaan dapat berjalan dengan baik.CDM merupakan mekanisme yang mirip seperti JI, namun kerjasamanya dilakukan antara entitas bisnis di negara maju dengan entitas bisnis di negara berkembang. CDM dapat diterapkan pada berbagai sektor, termasuk juga sektor kehutanan. Bagi negara berkembang yang dalam Kyoto Protocol tidak diwajibkan untuk menurunkan emisi, mekanisme CDM ini masih dianggap menguntungkan, karena adanya aliran dana dan teknologi bersih yang masuk ke negara berkembang, dan menghasilkan lingkungan hidup yang lebih baik.Upaya Penurunan Emisi Sektor KehutananSektor kehutanan memiliki peran yang agak berbeda dengan sektor-sektor yang lain. Disamping sebagai emiter GRK yang tinggi, sektor kehutanan juga memiliki kemampuan untuk menyerap karbon. Ketika hutan terpelihara dengan baik, hutan memiliki kemampuan untuk menyerap karbon dalam jumlah yang signifikan, Namun ketika terjadi penebangan pohon dan alih fungsi lahan hutan yang umumnya dilakukan dengan pembakaran di area hutan, pada saat itu sektor kehutanan mengasilkan emisi GRK dalam jumlah besar pula. Dengan melihat kedua peran tersebut, upaya untuk menurunkan emisi dari sektor kehutanan dapat ditempuh melalu dia cara, yaitu upaya untuk meningkatkan kemampuan hutan untuk menyerap karbon, upaya untuk mempertahankan kemampuan hutan untuk menyerap karbon. Upaya pertama adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan hutan menyerap karbon, yang pada dasarnya akan meningkat sejalan dengan meningkatnya tutupan hutan. Secara alami, tutupan hutan akan meningkat karena sejalan dengan meningkatnya umur pohon, karena pohon akan tumbuh dan daunnya semakin rimbun. Upaya lain yang dapat dilakukan oleh manusia adalah upaya untuk menanam pohon baru, yang dikenal dengan istilah Aforestasi / Reforestasi CDM (A/R CDM). Upaya kedua adalah upaya untuk mencegah terjadinya kerusakan hutan yang mengakibatkan berkurangnya area hutan (deforestasi) atau berkurangnya tutupan (degradasi) hutan. Dalam forum diskusi di UNFCCC, metode ini dikenal dengan istilah Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD). Pembahasan REDD di UNFCCC ini berkembang cakupannya, dengan menambahkan metode pengelolaan hutan lestari yang dikenal dengan istilah sustainable forest management (SFM) serta menjaga keanekaragaman hayati. Dengan berkembangnya cakupan REDD, maka mekanisme ini dikenal dengan nama REDD+

REDD+ Saat IniPada saat ini metode penurunan emisi sektor kehutanan melalui mekanisme REDD+ sedang dalam proses negosiasi dan belum ditetapkan sebagai metode yang ditetapkan dalam UNFCCC. Namun upaya-upaya untuk menjadikan REDD+ sebagai metode pengurangan emisi terus dilakukan, terutama oleh negara-negara yang memiliki hutan luas dengan bantuan dari negara-negara maju.Indonesia merupakan salah salah satu negara yang digunakan sebagai uji coba mekanisme penurunan emisi sektor kehutanan melalui mekanisme REDD+. Beberapa negara ikut berpartisipasi dalam upaya ini, termasuk di antaranya adalah Norway, UK, Australia, dan Jepang. Dengan berbagai bantuan internasional, Indonesia berupaya untuk menyiapkan infrastruktur yang diperlukan agar mekanisme REDD+ dapat dioperasikan, mulai dari penyiapan kelembagaan, penyiapan regulasi, sistem dan prosedur, serta berbagai kondisi lain yang memungkinkan REDD+ dapat berjalan.LOI Indonesia-NorwaySalah satu bantuan internasional yang mendapat perhatian publik saat ini adalah bantuan dari Norway, yang mulai disepakati pada pertengahan tahun 2009 yang lalu. Dalam kesepakatan yang dikenal dengan LoI Indonesia-Norway ini, Pemerintah Norwegia akan memberikan bantuan yang terbagi dalam tiga tahapan, sejalan dengan tahapan kegiatan yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk mempersiapkan REDD+.Pada tahap pertama, Pemerintah Norway akan memberikan bantuan sebesar USD 30 juta untuk mempersiapkan kelembagaan REDD+, regulasi, sistem, dan prosedur yang diperlukan agar REDD+ dapat dioperasikan. Di samping itu, Pemerintah Indonesia juga harus memutuskan suatu daerah yang akan digunakan sebagai pilot proyek pelaksanaan REDD+. Untuk melaksanakan pekerjaan yang tercakup pada tahap pertama LoI Indonesia-Norway ini, pemerintah telah membentuk Satgas REDD+.Pada tahap kedua, Pemerintah Norway akan menyediakan bantuan sebesar US$ 170 juta untuk tahap uji coba REDD+. Bantuan tersebut akan dapat dicairkan sesuai dengan proporsi keberhasilan dalam ujicoba proyek. Dalam tahap ini, sistem dan prosedur kerja REDD+ dijalankan serta dievaluasi sebagai bahan penyempurnaan mekanisme REDD+ periode berikutnya. Pada akhir periode kedua, diharapkan Pemerintah Indonesia telah mendapatkan sistem dan prosedur REDD+ yang mendekati kesempurnaan.Pada tahap ketiga, Pemerintah Norway akan menyediakan dana sebesar US$ 800 juta. Pada tahap ini diharapkan pemerintah Indonesia akan memperluas wilayah proyek uji coba REDD. Dana tersebut akan dapat diakses sejalan dengan kemampuan daerah uji coba dalam upaya penurunan emisi melalui mekanisme REDD+.

PermasalahanPada saat ini Indonesia sedang memasuki periode akhir dari tahap pertama LoI Indonesia-Norway, di mana Pemerintah Indonesia harus membentuk organisasi-organisasi pengelola REDD+. Satgas REDD+ yang mendapat mandat untuk melaksanakan tugas-tugas sebagaimana yang tercantum dalam LoI Inodnesia-Norway telah mengembangkan berbagai alternatif bentuk organisasi REDD+, yang akan diusulkan ke Presiden untuk mendapat persetujuan, namun belum mendapatkan kesepakatan alternatif mana yang akan dipilih. Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana menentukan alternatif kelembagaan yang baik, yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan?

Tujuan PenelitianKajian ini bertujuan untuk memilih kelembagaan REDD+ dari berbagai alternatif organisasi REDD+ yang diusulkan Satgas REDD+, yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Metodologi PenelitianPengumpulan DataData yang diperlukan dalam kajian ini adalah data kualitatif, dan umumnya berupa data sekunder. Data ini diperoleh melalui review literatur, baik dalam bentuk media cetak maupun media elektronis.Analisis DataAnalisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif, dengan cara membandingkan kelebihan dan kekurangan dari berbagai alternatif bentuk kelembagaan, berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kelembagaan. Pengalaman negara lain yang memiliki kesamaan pola permasalahan dipergunakan sebagai benchmark dalam pengembangan kelembagaan REDD+.

LITERATUR REVIEWTeori Tentang OrganisasiFungsi-Fungsi OrganisasiMenurut Henry Minsberg (1973) suatu organisasi memiliki elemen-elemen dasar yang menggambarkan fungsi organisasi, sebagai berikut:

Strategic APEXStrategic APEX merupakan unit di mana top manajemen sebagai penanggung jawab organisasi berada, seperti Menteri, Pimpinan Lembaga Pemerintahan, atau pimpinan suatu perusahaan. Untuk lingkup yang lebih mikro, maka pimpinan unit merupakan strategic apex di unitnya sendiri. Operating CoreOperating core adalah unit-unit organisasi yang merupakan unsur pelaksana tugas pokok organisasi yang berkaitan dengan pelayanan langsung kepada masyarakat atau para stakeholder lainnya.Middle lineMiddle line merupakan unit organisasi yang bertugas membantu top manajemen (strategic APEX) untuk menterjemahkan kebijakan-kebijakan top manajemen dan menyampaikannnya kepada unit operating core (Unit Pelaksana) untuk dilaksanakan. TechnostructureTecknostructure adalah unit-unit yang berfungsi menganalisis kebijakan-kebijakan pimpinan dan mengeluarkan berbagai pedoman-pedoman /standarisasi-standarisasi tertentu yang harus diperhatikan oleh seluruh unit organisasi dalam melaksanakan tugas masing-masing. Support staffSupport staf adalah staf atau unit yang pada dasarnya bertugas memberi dukungan untuk kepada berbagai unit organisasi sehingga dapat menjalankan tugas dengan lancar. Pemahaman tentang fungsi organisasi ini penting diketahui dalam rangka merancang suatu organisasi, sehinga setiap unit organisasi dapat diidentifikasi, apakah unit tersebut berfungsi sebagai unit strategic, operating core, middle line, technostructure, atau supporting staf.

Prinsip pengorganisasianPrinsip Kejelasan Visi, misi, tujuanSetiap organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan merupakan penjabaran dari pernyataan misi sesuatu yang harus dicapai dalam waktu tertentu, umumnya antara satu sampai lima tahun. Dalam kaitan ini harus diuraikan dengan jelas apa tujuan yang dicapai, bagaimana dan kapan tujuan akan dicapai. Tujuan ini secara kuantitatif harus dapat diukur, baik dari sisi waktu, kualitas hasilnya maupun tingkat pencapaian sasaran.Prinsip kemitraan dan PemberdayaanPrinsip ini menekankan kepada adanya hubungan yang baik antara sumber daya manusia dalam organisasi dan para stakeholder organisasi. Dalam konteks ini organisasi yang dibentuk harus dapat memberikan manfaat yang baik kepada para stakeholder, dan memberikan kesempatan kepada stakeholder untuk memanfaatkan organisasi untuk kepentingan merekan.Prinsip KoordinasiPrinsip ini mengharuskan adanya hubungan yang baik antar unit dalam organisasi atau antara organisasi dengan pihak lain yang terkait.Prinsip Keberlangsungan TugasSuatu organisasi perlu dibentuk apabila ada kepastian bahwa tugas tugas yang akan dilaksanakan oleh organisasi akan terus berlangsung dalam jangka waktu lama.Prinsip Pembagian TugasDalam prinsip ini semua tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dibagi habis kepada tugas organisasi atau satuan organisasi yang lebih kecil dibawahnya. Tugas-tugas tersebut dijabarkan kedalam fungsi-fungsi tertentu yang bila diakumulasikan secara keseluruhan mengacu pada pencapaian tujuan organisasi.Prinsip PendelegasianDalam pembagian tugas tersebut perlu diidentifikasi, tugas-tugas apa yang harus dikerjakan oleh pimpinan organisasi, tugas-tugas apa yang harus dilaksanakan oleh unit organisasi di bawahnya, hingga tugas-tugas apa yang dapat dilimpahkan kepada unit organisasi yang paling bawah tingkatannya.Prinsip Rentang KendaliDalam menentukan jumlah satuan organisasi atau orang yang dibawahi oleh seorang pimpinan, perlu diperhitungkan secara rasional keterbatasan kemampuan seseorang untuk melaksakan kontrol terhadap kegiatan yang dilakukan bawahannya. Jumlah bawahan yang sedikit akan memudahkan seseorang untuk melakukan pengendalian terhadap kegiatan bawahan. Sebaliknya, semakin banyak jumlah bawahan akan semakin sulit untuk melakukan pengendalian.Prinsip ProporsionalitasPrinsip proporsionalitas menekankan bahwa dalam menyusun organisasi harus diperhatikan keserasian hubungan dan kewenangan dari berbagai pihak, baik internal, beban tugas, dan kemampuan dan sumberdaya yang ada.Prinsip KeluwesanDalam merancang organisasi perlu memperhatikan perkembangan dan pembentukan lingkungan strategis, sehingga dalam rancangannya organisasi tersebut dapat berkembang atau menciut sesuai dengan perubahan perkembangan lingkungan.Prinsip Jalur dan StafPrinsip ini merupakan turunan dari prinsip pembagian tugas berdasarkan fungsi unit organisasi, di mana ada unit organisasi melaksanakan tugas pokok dalam pencapaian tujuan organisasi, dan ada unit organisasi tugas-tugas penunjang terhadap unit organisasi yang melaksanakan tugas-tugas pokok.Prinsip Kejelasan Struktur/BaganDalam menyusun organisasi perlu dibuat bagan yang melukiskan secara jelas mengenai kedudukan, susunan jabatan, pembagian tugas, dan fungsi serta hubungan kerja antar unit yang ada di suatu organisasi. Prinsip LegalitasPrinsip ini menekankan bahwa dalam setiap pembentukan unit organisasi harus dituangkan dalam suatu dokumen formal sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundangan yang ada. Pembentukan OrganisasiDisain organisasiDesain organisasi merupakan suatu proses memilih dan mengelola aspek-aspek struktural dan kultural, yang umumnya dilakukan oleh para pimpinan unit organisasi, dengan tujuan agar organisasi tersebut mampu mengendalikan kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama. Desain organisasi berkaitan dengan upaya pembentukan atau rekonstruksi suatu lembaga dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Melakukan rekronstruksi suatu organisasi tidak sama dengan merekontruksi bangunan, karena organisasi memiliki jiwa, sistem nilai dan budaya organisasi. Tahapan dalam Pembentukan OrganisasiPembentukan suatu organisasi dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:Penetapan visi, misi, tujuanPada tahap awal pembentukan organisasi, perlu ditetapkan visi, misi, dan tujuan organisasi. Untuk menetapkan visi, misi, dan tujuan organisasi, perlu diketahui terlebih dahulu ada permasalahan apa sehingga organisasi tersebutperlu dibentuk. Visi, misi, dan tujuan organisasi dirancang untuk menyelesaikan masalah tersebut. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun visi, misi dan tujuan organisai adalah keselarasan antara Visi, Misi, dan Tujuan organisasi dengan visi, misi, dan tujuan organisasi pada level yang lebih tinggi. Pada dasarnya visi, misi, dan tujuan untuk organisasi harus merupakan bagian dari pencapaian visi, misi, dan tujuan dari organisasi yang ada di tingkat atasnya. Sebagai contoh; visi, misi, dan tujuan dari Direktorat Jenderal Pajak harus merupakan bagian dari pencapaian visi, misi, dan tujuan dari Kementerian Keuangan.Mengidentifikasi tupoksiSetelah ditetapkan visi, misi, dan tujuan organisasi, langkah berikutnya adalah mengidentifikasi tugas-tugas pokok dan fungsi-fungsi yang perlu dilakukan dalam rangka pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. Pengelompokan tupoksiLangkah berikutnya adalah melakukan pengelompokan tugas-tugas pokok dan fungsi-fungsi yang sejenis sehingga dapat dilaksanakan oleh sekelompok orang yang memiliki keahlian yang sama. Output dari tahap ini adalah terbentuknya kelompok-kelompok tugas pokok dan fungsi organisasi yang dapat dilakukan oleh sekelompok orang dengan keahlian tertentu.Pembentukan organisasiPada tahap ini dilakukan pengaturan kewenangan berdasarkan kelompok tugas dan fungsi yang didapat pada tahap sebelumnya. Dalam pengaturan ini alan menjadi jelas jenis fungsi organisasinya, mana yang menjadi: (a) kewenangan, tugas, fungsi strategic apex; (b) kewenangan, tugas, fungsi operating core; (c) kewenangan, tugas, fungsi midle line; (d) kewenangan tugas dan fungsi techno structure; (e) kewenangan, tugas, fungsi support staff. Fungsi-fungsi kelompok ini disusun dalam suatu diagram, sehingga kelihatan hubungan antara satu fungsi dengan fungsi yang lain.

Pengalaman Negara LainMeksikoDi Meksiko, Interministerial Climate Change Commission (ICCC) dibentuk dalam rangka meningkatkan koordinasi antar lembaga-lembaga pemerintahan yang mempunyai tanggung jawab untuk menentukan desain mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Selain itu, pembentukan ICCC juga dikaitkan dengan implementasi kebijakan nasional untuk mencegah dan mengurangi emisi GRK serta mempromosikan pengembangan program aksi perubahan iklim dan strategi nasional, yang diarahkan untuk memenuhi komitmen Meksiko dalam UNFCCC, khususnya Protokol Kyoto.Komisi ini terdiri dari The Mexican Ministers of Foreign Affairs; Social Development; the Environment and Natural Resources (chairman of the Commission); Energy; the Economy; Agriculture, Livestock, Rural Development, Fisheries and Food; and Communications and Transportation. The Minister of Finance and Public merupakan anggota permanen. The Ministry of the Environment and Natural Resources (SEMARNAT) and the Ministry of Energy (SENER) bekerjasama dengan the Mario Molina Center for Strategic Studies on Energy and the Environment [CMM in Spanish] bekerjasama untuk memilih alternatif produksi energi dan konsumsi sektor yang dapat dimasukkan dalam strategi perubahan iklim nasional. Dalam ICCC, Kelompok Kerja untuk Strategi Perubahan Iklim Nasional [GT-ENAC] menyiapkan konsep dokumen yang komprehensif, yang akan ditinjau oleh Climate Change Advisory Board (CCAB).Kementerian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (Secretara de Medio Ambiente y Recursos Naturales, Semarnat) adalah lembaga pemerintah federal yang bertugas untuk meningkatkan perlindungan, pemulihan dan konservasi ekosistem dan sumber daya alam, serta lingkungan alam dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan. Visi yang diemban adalah mewujudkan kenegaraan yang mengusung warga negaranya mempunyai kepedulian yang mendalam dan tulus untuk melindungi dan melestarikan lingkungan, serta mendukung pemanfaatan sumber daya alamnya untuk pembangunan yang berkelanjutan yang harmonis dengan pembangunan ekonomi, koeksistensi harmonis dengan alam dan keragaman budaya. Sedangkan misi yang ingin dicapai adalah (1) mengupayakan kebersamaan dalam semua bidang, baik lembaga sosial dan pemerintah, (2) menyusun kriteria dan instrumen untuk menjamin perlindungan konservasi, (3) mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam yang terintegrasi dan (4) menempatkan kebijakan lingkungan yang inklusif dalam kerangka pembangunan berkelanjutan.Beberapa institusi yang berada di bawah Semarnat, yaitu:Undersecretary of Planning and Environmental Policy (Subsecretara de Planeacin y Poltica Ambiental) Misinya adalah untuk merumuskan dan melakukan perencanaan lingkungan strategis, kebijakan lingkungan regional dan lokal, serta memperkuat koordinasi antara tiga tingkat pemerintahan. Selain itu, institusi ini juga bertanggung jawab untuk melaksanakan proses dan menciptakan instrumen untuk memberikan informasi kepada pemerintah dan masyarakat perihal status lingkungan dan sumber daya alam, sehingga para pihak yang terkait dapat membuat keputusan manajerial dengan benar.Undersecretary of Public Works and Environmental Regulation (Subsecretara de Fomento y NormatividadAmbiental) Tujuan utamanya adalah untuk membentuk kerangka peraturan perundang-undangan dalam rangka merancang mekansime dan instrumen yang dapat mendorong koherensi antara pengembangan kegiatan ekonomi, perlindungan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.Undersecretary of Management for Environmental Protection(Subsecretara de Gestin para la Proteccin Ambiental) Lembaga ini ini bertanggung jawab untuk membentuk mekanisme yang mendorong praktik-praktik yang sehat dalam melaksanakan pelayanan sipil, termasuk kegiatan yang diselenggarakan oleh internal lembaga ini sendiri. Selain itu juga memantau kepatuhan penuh atas penerapan kerangka hukum yang berada di bawah tanggung jawabnya.The National Commission of Natural Protected Areas (Comisin Nacional de reas Naturales Protegidas, Conanp) Lembaga ini adalah badan desentralisasi dari Semarnat. Lembaga ini bertanggung jawab atas administrasi dan pengoperasian Kawasan Lindung Alam (NPA). Wilayah tersebut merupakan ekosistem yang khusus dan merupakan sumber daya alam yang masih belum terpengaruhi oleh kegiatan manusia.NPA bukan merupakan area taman atau area tertutup. Kawasan ini dibatasi oleh poligon perlindungan imajiner berdasarkan nilai biologis dan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Namun demikian kebijakan dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Conanp's bermanfaat bagi mereka yang tinggal di luar kawasan ini. Di Meksiko ada berbagai jenis NPA antara lain: cagar biosfer, taman nasional, kawasan lindung flora dan fauna, sumber daya alam kawasan lindung, monumen alam dan tempat-tempat suci. Kategori ini didirikan sesuai dengan karakteristik mereka. The National Water Commission (Comisin Nacional del Agua, Conagua) Lembaga ini juga lembaga terdesentralisasi yang Semarnat's, yang dibentuk melalui mandat presiden pada tanggal 16 Januari 1989. Tugas utamanya adalah untuk mengelola dan melestarikan perairan nasional dan manfaat yang terkandung di dalamnya, dalam rangka untuk memastikan penggunaan yang berkelanjutan dengan tanggung jawab bersama dari tiga tingkatan pemerintah dan masyarakat. Visinya adalah untuk berkolaborasi dalam mewujudkan masyarakat yang mempunyai ketersediaan air dengan jumlah yang cukup dan berkualitas, menggunakannya secara efisien dan melindungi kawasan air, serta ikut serta dalam rangka pelaksanaan memastikan pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan.The National Forest Commission (Comisin Nacional Forestal, Conafor) Conafor adalah lembaga Negara yang bersifat desentralisasi yang berada di bawah Semarnat. Conafor bertanggung jawab atas perumusan rencana dan program yang menjamin pelaksanaan kebijakan pembangunan hutan yang berkelanjutan. Ini dibentuk melalui mandat presiden pada tanggal 4 April 2001, dan bertujuan untuk mengembangkan, mendorong dan membina kegiatan produktif dari hutan konservasi dan restorasi di hutan, kawasan hutan, daerah kering dan semi- kering, termasuk penggunaan berkelanjutan produk mereka. Perhatian khusus telah diarahkan dalam program Prorbol, sebuah program yang tidak hanya menekankan dalam mekanisme reboisasi, tapi desain untuk pengurangan kemiskinan dan marjinalisasi di wilayah hutan melalui pengelolaan yang tepat dan penggunaan sumber daya alam. The Mexican Institute of Water Technology (Instituto Mexicano de Tecnologa del Agua, IMTA) IMTA adalah badan yang bersifat desentralisasi dan berada di bawah Semarnat, yang memiliki tugas memproduksi dan menyebarkan pengetahuan dan teknologi untuk pembangunan berkelanjutan dan terpadu pengelolaan sumber daya air di Meksiko. Tanggung jawab ini dilakukan melalui penelitian yang berorientasi pada pengembangan teknologi, adaptasi dan transfer, manajemen inovasi sumber daya air, melaksanakan pelatihan sumber daya manusia; penyediaan teknologi tepat guna, memperkuat kapasitas kelembagaan.The National Institute of Ecology (Instituto Nacional de Ecologa, INE) INE adalah lembaga Negara yang bersifat desentralisasi yang berada di bawah Semarnat. Misinya adalah (1) untuk menghasilkan, mengintegrasikan dan menyebarkan informasi ilmiah, teknologi dan pengetahuan tentang lingkungan, (2) untuk melatih sumber daya manusia dalam rangka untuk menginformasikan masyarakat, (3) untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan, dan (4) untuk mempromosikan perlindungan lingkungan dan pemanfaatan secara berkelanjutan sumber daya alam. Tugas utamanya merupakan bagian yang utama dalam mendorong progam pembangunan yang berkelanjutan di Meksiko.The Federal Attorney of Environmental Protection (Procuradura Federal de Proteccin al Ambiente, Profepa) Profepa didirikan pada tahun 1992 dan merupakan lembaga yang bersifat desentralisasi, dengan otonomi teknis dan operasional yang merupakan bagian dari Semarnat. Tugas utamanya adalah untuk meningkatkan kepatuhan peraturan lingkungan, dalam rangka memberikan kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan. Visinya adalah menghadirkan suatu masyarakat di mana setiap anggota adalah penjaga dan sahabat dari suatu hubungan antara manusia dan alam.Sebelum menjatuhkan sanksi, Profepa berusaha untuk mempromosikan budaya ekologi yang benar dan mencapai tingkat kepatuhan tertinggi hukum.Misinya adalah untuk menjamin keadilan lingkungan melalui penegakan hukum yang ketat, untuk memberantas kesenjangan impunitas, korupsi, penundaan dan wewenang, serta melibatkan semua sektor dan semua tiga tingkat pemerintahan berdasarkan prinsip keadilan dan keadilan.The National Commission for the Use and Knowledge of Biodiversity (Comisin Nacional para el Conocimiento y Uso de la Biodiversidad, Conabio) Conabio yang didirikan pada tahun 1992 sebagai sebuah badan antar lembaga, dipimpin oleh Presiden Meksiko dan mempunyai anggota Kepala Sekretariat dari masing-masing lembaga yaitu: Environment and Natural Resources; Health; Agriculture, Livestock, Rural Development and Fisheries; Foreign Affairs; Education; Social Development; Tourism; Economy; Energy; and Treasury. Komisi ini mempunyai fungsi utama, antara lain (1) untuk menjembatani antara akademisi, pemerintah dan masyarakat; (2) menghasilkan pengetahuan terhadap modal alam nasional yang akan diterapkan pada tingkat lokal, dan (3) untuk melindungi dan mengelola keanekaragaman hayati dengan mengedepankan kebijakan lokal (local wisdom). Lembaga ini dibentuk sebagai suatu organisasi untuk mengedepankan sebagai lembaga penelitian terapan, mengumpulkan dan menghasilkan informasi nasional dan internasional tentang keanekaragaman hayati, dan sebagai sumber informasi publik dan sumber pengetahuan untuk semua anggota masyarakat.AustraliaKasus di Australia memberikan gambaran bahwa pembentukan suatu lembaga pemerintah di bidang Perubahan Iklim, termasuk upaya penurunan emisi karbon sektor kehutanan, merupakan suatu proses transformasi yang berkelanjutan. Upaya ini dimulai sejak tahun 1998, dimana awalnya kebijakan perubahan iklim masih terpecah-pecah secara fungsional di sejumlah kementerian/departemen pemerintah. Fragmentasi kebijakan maupun kelembagaan mulai terpecahkan ketika pada tahun 2007 terbentuk suatu lembaga setingkat kementerian, yaitu Department of Climate Change, yang bertanggungjawab langsung kepada Perdana Menteri sebagai pimpinan eksekutif tertinggi.Kementerian Keuangan Australia, The Australian Treasury, mulai berperan ketika kebijakan mitigasi diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap kegiatan perekonomian Australia. The Treasury telah memberikan sumbangannya dalam penyusunan disain kebijakan mitigasi agar dapat memberikan dampak secara ekonomis dan efisien. Selain itu, lembaga-lembaga ekonomi pemerintah Australia lainnya mulai turut terlibat aktif ketika pemerintah Australia memutuskan untuk melakukan upaya yang serius di bidang perubahan iklim, khususnya penggunaan mekanisme pasar karbon.

ANALISIS ALTERNATIF KELEMBAGAAN REDD+ DI INDONESIAAlternatif Kelembagaan REDD+Sebagai institusi yang ditugasi untuk membentuk kelembagaan REDD+, Satgas REDD+ telah menyusun tiga alternatif kelembagaan, yaitu lembaga REDD+ yang bersifat add-on, lembaga REDD+ yang stand-alone, dan lembaga REDD+ yang sifatnya transition.Add-onPengertian Add-on adalah pembentukan unit organisasi REDD+ sebagai unit baru yang berada dalam Kementerian/Lembaga yang sudah ada. Dalam alternatif ini, unit organisasi REDD+ akan melaporkan dan mempertanggungjawabkan tugasnya kepada menteri yang membawahinya. Ada tiga usulan add-on yang ditawarkan, yaitu (1) sebagai unit baru pada Kementerian Perubahan Iklim, Tata Ruang, dan Lingkungan Hidup; (2) sebagai unit baru pada Kementerian Lingkungan Hidup; dan (3) sebagai unit baru pada Kementerian Kehutanan.Alternatif pertama dari pilihan add-on adalah pembentukan lembaga REDD+ di bawah Kementerian Perubahan Iklim, Tata Ruang, dan Lingkungan Hidup. Dalam alternatif ini, Kementerian Lingkungan Hidup diperluas fungsinya dengan menambahkan fungsi perubahan iklim dan fungsi tata ruang. Fungsi perubahan iklim akan mencakup semua sektor yang terkait dengan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, termasuk diantaranya sektor kehutanan, sektor energi, sektor pertanian, sektor kelautan dan perikanan, sektor industri, dan sektor transportasi. Selain itu, kementerian ini akan ditambah lagi dengan tugas tata ruang, yang saat ini ditangani oleh beberapa institusi di beberapa kementerian / lembaga yang berbeda.Alternatif kedua dari pilihan add-on adalah membentuk unit baru pada Kementerian Lingkungan Hidup. Dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup tetap menjalankan fungsinya seperti yang ada saat ini, ditambah dengan satu unit baru yang menangani REDD+. Pada alternatif ini, lembaga REDD+ melaporkan dan bertanggung jawab kepada Menteri Lingkungan Hidup. Alternatif ketiga dari pilihan add-on adalah membentuk lembaga REDD+ di bawah Kementerian Kehutanan. Pada alternatif ini, tidak banyak upaya yang harus dilakukan, mengingat selama ini isu REDD+ juga ditangani oleh Kementerian Kehutanan. Dari sisi substansi pekerjaan maupun dari sisi koordinasi, lebih mudah untuk dilaksanakan. Stand-alonePengertian organisasi yang stand-alone adalah organisasi yang berdiri sendiri, dengan kewenangan tersendiri, dan tidak menginduk kepada Kementerian/Lembaga yang sudah ada. Organisasi ini akan melaporkan dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden atau Wakil Presiden.TransitionOrganisasi yang sifatnya transition adalah organisasi yang dibentuk dalam masa transisi atau bersifat sementara, dan pada saatnya akan diubah menjadi bentuk organisasi yang lebih permanen. Dalam usulan ini ada dua usulan yang diajukan oleh Satgas REDD+, yaitu dari stand-alone ke add-on, dan dari add-on ke stand-alone. Namun perlu dikembangkan pula alternatif tambahan, yaitu dari add-on di suatu kementerian lembaga menjadi add-on pada kementerian / lembaga yang lain. Alternatif pertama dari pilihan transition adalah dari stand-alone menjadi add-on. Dalam jangka pendek, kelembagaan REDD+ dibentuk sebagai organisasi yang berdiri sendiri, kemudian pada saat yang tepat akan diubah menjadi unit organisasi pada suatu Kementerian / Lembaga tertentu. Kementerian / lembaga yang dimaksud bisa Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perubahan Iklim, atau kementerian lain, sesuai dengan kondisi pada masa yang akan datang.Alternatif kedua dari pilihan transition adalah dari add-on menjadi stand-alone. Dalam jangka pendek, kelembagaan REDD+ dibentuk sebagai organisasi yang berada pada suatu kementerian/lembaga tertentu yang ada saat ini, kemudian pada saat yang tepat akan diubah menjadi organisasi yang berdiri sendiri. Kementerian yang dimaksud di sini bisa Kementerian Lingkungan Hidup, bisa juga Kementerian Kehutanan.Alternatif ketiga dari pilihan transition adalah dari add-on pada suatu Kementerian / Lembaga menjadi add-on ke Kementerian / Lembaga yang lain. Dalam jangka pendek, kelembagaan REDD+ dibentuk sebagai organisasi yang berada pada suatu kementerian/lembaga tertentu kemudian pada saat yang tepat akan menjadi bagian dari Kementerian / Lembnaga lain yang lebih tepat. Dalam jangka pendek, lembaga REDD+ dapat di add-on pada Kementerian Lingkungan Hidup atau Kementerian Kehutanan, kemudian dalam jangka panjang digabung dengan sektor-sektor yang lain menjadi bagian dari Kementerian Perubahan Iklim.

Analisis Pemilihan Alternatif KelembagaanAnalisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan OrganisasiPada sub bab berikut ini dijelaskan beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pembentukan organisasi, yang antara lain mencakup (1) kejelasan masalah, visi, misi, dan tujuan organisasi; (2) jenis fungsi organisasi; (3) tanggung jawab dan pendelegasian tugas; (4) integrasi dengan unit setingkat lainnya; (5) integrasi dengan unit yang lebih tinggi; (6) penyiapan sumber daya, (7) legalitas dan (8) proporsionalitas.Kejelasan Masalah, Visi, Misi, dan Tujuan OrganisasiOrganisasi REDD+ yang dibentuk harus memiliki visi, misi, dan tujuan yang jelas.Untuk itu, perlu adanya kejelasan masalah yang dihadapi, yang digunakan sebagai acuan dalam memformulasikan visi, misi, dan tujuan organisasi. Pemahaman terhadap masalah ini bukan hanya bagi organisasi REDD+ saja, tetapi juga bagi unit organisasi yang setingkat dengan lembaga REDD+, dan juga organisasi di atasnya. Hal ini penting agar dalam memformulasikan visi, misi, dan tujuan organisasi REDD+ mendapatkan dukungan dari unit-unit tesebut.Dalam hal pemahaman masalah oleh lembaga REDD+ tidak ada masalah, semua alternatif memiliki pemahaman yang sama. Namun pemahaman masalah oleh unit-unit organisasi yang setingkat dengan lembaga REDD+ dan unit organisasi yang ada di atasnya, agak berbeda antara satu alternatif dengan alternatif yang lain.Alternatif Add-on pada Kementerian Kehutanan merupakan pilihan terbaik, sebab unit eselon 1 pada Kementerian Kehutanan bisa memahami masalah REDD+ lebih baik dibandingkan dengan pemahaman unit eselon 1 di Kementerian Lingungan Hidup maupun unit eselon 1 di kementerian Perubahan Iklim, Tata Ruang dan Lingkunganj Hidup.Demikian juga pemahaman oleh unit yang lebih tinggi. Menteri Kehutanan memiliki pemahaman terhadap masalah REDD+ lebih baik dibandingkan pemahaman menteri lingkungan hidup, menteri perubahan iklim, presiden, maupun wakil presiden. Dalam konteks ini, add-on pada kementerian kehutanan juga merupakan alternatif terbaik.Jenis Fungsi OrganisasiDitinjau dari perannya, Lembaga REDD+ merupakan organisasi jenis tecknostructure, yang berfungsi menterjemahkan suatu kebijakan pimpinan menjadi regulasi, sistem, dan prosedur, yang akan dilaksanakan oleh unit-unit lain yang terkait. Suatu unit tecknostructure tidak bisa berdiri sendiri, karena akan berkaitan dengan pimpinan yang mempunyai otoritas pembuatan kebijakan serta unit operating core, yang menjalankan fungsi melaksanakan kebijakan dengan mengacu kepada regulasi, sistem, dan prosedur yang dibuat oleh unit technostructure.Dalam kaitan dengan Lembaga REDD+, pilihan yang tepat adalah lembaga REDD+ yang di add-on pada Kementerian Kehutanan. Pada pilihan ini jelas, bahwa lembaga REDD+ adalah unit technostructure, dengan unit strategic adalah Menteri Kehutanan dan operating core adalah Dinas Kehutanan yang berada di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota. Pembentukan lembaga REDD+ yang stand-alone atau add-on pada kementerian / lembaga non Kehutanan akan memutuskan hubungan antara unit strategis, technostructure, dan operating core.Tanggung jawab dan Pendelegasian tugasSalah satu indikator keberhasilan dari suatu organisasi adalah adanya pendegasian tugas yang baik dalam organisasi. Pendelegasian tugas akan dapat terlaksana apabila organisasi memiliki struktur dan tugas pokok organisasi yang jelas. memiliki rentang kendali yang dapat dikontrol, dan memiliki tanggungjawab yang jelas. Dalam hal kejelasan struktur organisasi, di manapun organisasi ini akan ditempatkan tidak menjadi persoalan. Namun dari sisi rentang kendali terhadap organisasi REDD+, organisasi stand-alone memiliki rentang kendali yang lebih baik dibandingkan dengan organisasi add on.Sementara dari sisi pertanggungjawaban, lembaga yang stand-alone menjadi pilihan yang lebih baik, mengingat keberhasilan organisasi dalam mencapai visi misi maupun tujuan organisasi merupakan keberhasilan dari organisasi tersebut, tanpa dipengaruhi oleh keberhasilan dan kegagalan unit lain yang setingkat.Integrasi Dengan Unit Setingkat LainnyaMekanisme REDD+ bukanlah suatu upaya penurunan emisi sektor kehutanan yang berdiri sendiri. REDD+ terkait dengan berbagai kebijakan Kementerian Kehutanan yang lain. Secara sistem, REDD+ merupakan salah satu kegiatan di Kementerian Kehutanan yang saling terkait satu sama lain. Untuk itu, koordinasi antar unit yang setingkat di Kementerian Kehutanan menjadi sangat penting. Dalam konteks ini, alternatif unit REDD pada Kementerian Kehutanan merupakan pilihan yang tepat, karena mudahnya integrasi antar unit organisasi yang setingkat. Penempatan unit REDD+ pada kementerian / Lembaga di luar Kehutanan atau Unit REDD+ yang independent akan menyebabkan koordinasi menjadi lebih sulit.Integrasi Dengan Unit Yang Lebih TinggiIntegrasi dengan unit yang lebih tinggi akan menjadi mudah apabila unit yang lebih tinggi memahami dengan baik apa yang menjadi tugas pokok dan fungsi dari organisasi yang dipimpinnya. Dalam hal ini, Kementerian Kehutanan memiliki pemahaman yang lebih baik dibandingkan dengan Kementerian / lembaga yang lain.Penyiapan Sumber DayaPada saat ini kegiatan terkait REDD+ merupakan bagian dari tugas Kementerian Kehutanan. Kondisi ini akan menjadi mudah apabila unit REDD+ berada pada Kementerian Kehutanan. Apabila unit REDD+ berada pada Kementerian / Lembaga lain, atau unit REDD+ menjadi lembaga yang independent, akan terjadi tarik menarik SDM antara Kementerian Kehutanan dengan Kementerian / Lembaga di mana unit REDD+ berada.Pengalaman di Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa pengurusan anggaran dari unit organisasi baru pada Kementerian / Lembaga yang ada relatif lebih mudah dibandingkan dengan pengurusan anggaran dari Lembaga Pemerintahan yang independent. Kondisi ini mengindikasikan bahwa dalam keterbatasan waktu, pembentukan lembaga REDD+ pada suatu Kementerian / Lembaga yang sudah ada merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan pembentukan lembaga REDD+ yang stand-alone.LegalitasKemudahan dalam pembentukan organisasi (aspek legal) menjadi perhatian penting dalam kajian ini, mengingat waktu yang tersedia sangat pendek. Dengan demikian dari sisi aspek legalitas, kemudahan dalam pembentukan organisasi REDD+ mendapat perhatian yang besar. Pengalaman pembentukan organisasi di Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa pembentukan / penambahan unit organisasi pada suatu Kementerian/Lembaga yang sudah ada (add- on) lebih mudah dibandingkan dengan pembentukan unit organisasi yang sama sekali baru (stand-alone).Pertimbangan berikutnya dari aspek legal adalah pengakuan atas keberadaan unit organisasi oleh stakeholder, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Dalam konteks ini keberadaan unit REDD+ di Kementerian Kehutanan kiranya mendapat pengakuan yang lebih baik dibandingkan dengan di Kementerian / lembaga lain ataupun stand-alone. Pertimbangannya adalah bahwa REDD+ merupakan salah satu upaya sektor kehutanan untuk menurunkan emisi GRK, di mana pengelolaan sektor kehutanan saat ini sepenuhnya dipegang oleh Kementerian Kehutanan. Dalam hal unit REDD+ berada di Kementerian / Lembaga lain, atau menjadi unit yang stand-alone, dikhawatirkan akan timbul kerancuan antara kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh unit REDD+ dengan kebijakan yang dibuat oleh Kementerian Kehutanan.ProporsionalitasPrinsip proporsionalitas mengedepankan keserasian antara beban tugas, kewenangan, dan ketersediaan sumber daya yang ada. Di samping itu juga memperhatikan keserasian hubungan, baik secara internal maupun eksternal. Dalam konteks ini, REDD+ merupakan salah satu mekanisme sektor kehutanan untuk mengurangi emisi. Disamping itu , masih terdapat mekanisme yang lain, yaitu A/R CDM. Berkaitan dengan hal ini, seyogyanya unit REDD+ merupakan bagian dari Kementerian Kehutanan, bukan bagian dari Kementerian / Lembaga yang lain, dan bukan pula menjadi suatu institusi yang berdiri sendiri.

Matrik Alternatif Kelembagaan dan Faktor-faktor yang mempengaruhiBerdasarkan uraian atas faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan alternatif kelembagaan REDD+ di atas dapat dirangkum kelebihan dan kekurangan dari masing-masing alternatif kelembagaan dalam matrik sebagai berikut:Tabel 1: Matrik Kelembagaan dan Faktor-Faktor yang mempengaruhiFaktor-faktor yang dipertimbangkan

Add-on pada KemenPerubah an Iklim, Tata Ruang dan LHAdd-on pada KemenLingkung an hidup

Add-on pada KemenKehutanan

Stand-alone

Transition: Stand-alone ke Add-on

Transition: Add-onke Stand-alone

Transition: Add-onke Add-on

Kejelasan masalah, visi, misi, tujuan

- oleh Lembaga REDD+baikbaikbaikbaikbaikbaikbaik

- oleh lembaga yang setingkatKurangKurangbaikKurangKurangbaikbaik

- oleh lembaga yang lebih tinggiKurangKurangbaikKurangKurangbaikbaik

Tanggung jawab dan Pendelegasian tugas:

- Kejelasan Strukturbaikbaikbaikbaikbaikbaikbaik

- Rentang kendaliKurangKurangkurangbaikkurangbaikkurang

- Kejelasan Pertanggung-jawabanKurangKurangbaikbaikbaikbaikbaik

Jenis Fungsi OrganisasiKurangKurangbaikKurangKurangbaikbaik

Koordinasi:

- Integrasi dengan unit setingkatKurangKurangbaiksedangsedangbaikbaik

-Integrasi dengan unit yang lebih tinggiKurangKurangbaikKurangKurangKurangbaik

Penyiapan sumber daya:

- SDMKurangKurangbaikkurangkurangbaikbaik

- Anggaranbaikbaikbaikkurangkurangbaikbaik

Prinsip legalitas:

- kemudahan pembentukanbaikbaikbaikkurangkurangbaikbaik

- pengakuan stakeholderskurangkurangbaikkurangkurangkurangbaik

Prinsip Proporsionalitassedangsedangbaikkurangkurangsedangsedang

Ringkasan:

baik4413431112

sedang1101111

kurang99191021

Berdasarkan matrik di atas, terdapat tiga alternatif kelembagaan yang memiliki nilai baik di atas 50%. Pertama, alternatif pembentukan lembaga REDD+ yang di add-on pada Kementerian Kehutanan. Alternatif ini memiliki nilai baik sebanyak 13, sedang 0, dan kurang 1. Kedua, alternatif kelembagaan REDD+ yang dibentuk dalam masa transisi, di mana sementara ini di add-on pada Kementerian Kehutanan dan pada saatnya nanti akan digabung dalam Kementerian / Lembaga lain yang menangani Perubahan Iklim. Alternatif ini memiliki nilai baik sebanyak 12, sedang 1, dan kurang 1. Ketiga, alternatif pembentukan lembaga REDD+ dalam masa transisi, yaitu dari Add-on pada Kementerian Kehutanan menjadi Lembaga REDD+ yang stand- alone.Alternatif ini memiliki nilai baik sebanyak 11, sedang 1, dan kurang 2.

Analisis berbasis pengalaman negara lainApa yang terjadi di Indonesia pada saat ini hampir sama dengan yang dialami Australia pada tahun 1998, di mana upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dilaksanakan oleh kementerian / lembaga teknis yang terkait dengan sektor-sektor pengemisi GRK. Pada tahun 2007, unit-unit mitigasi dan perubahan iklim yang berada pada kementerian/lembaga teknis dilebur menjadi satu kementerian, yaitu Department of Climate Change.

Usulan Kelembagaan REDD+Jangka PendekDalam jangka pendek, alternatif Kelembagaan REDD+ yang di add-on pada Kementerian Kehutanan merupakan alternatif yang terbaik, berdasarkan pertingbangan- pertimbangan berikut:Pertama, REDD+ merupakan upaya penurunan emisi dari sektor kehutanan, yang saat ini sepenuhnya ditangani oleh Kementerian Kehutanan. Dengan demikian, Lembaga REDD yang berada di bawah Kementerian Kehutanan akan lebih baik dibandingkan dengan alternatif lainnya. Demikian pula pemahaman tentang REDD+, Kementerian Kehutanan diyakini memiliki pemahaman tentang REDD+ lebih baik dibandingkan dengan Kementerian Lingkungan hidup, ataupun wakil presiden atau presiden sekalipun.Kedua, ditinjau dari tanggung-jawab, kelembagaan REDD+ pada Kementerian Kehutanan merupakan pilihan yang baik, karena lembaga REDD+ berada pada kementerian yang bertanggungjawab terhadap sektor kehutanan. Di sini, lembaga REDD+ memiliki peran dan tanggung jawab yang jelas, yaitu mencegah terjadinya deforestasi dan degradasi hutan, serta memperbaiki metode pengelolaan hutan agar dapat dicapai kondisi hutan yang lestari.Ketiga, ditinjau dari sisi koordinasi dengan unit-unit lain yang satu level dengan lembaga REDD+, lembaga REDD+ yang berada di Kementerian Kehutanan akan lebih mudah berkoordinasi di bandingkan dengan apabila lembaga REDD+ berada di luar Kementerian Kehutanan.Keempat, ditinjau dari sisi penyiapan sumber daya, penyiapan anggaran untuk lembaga REDD+ yang di add-on pada Kementerian / Lembaga relatif lebih mudah dibandingkan dengan lembaga REDD+ yang stand-alone. Sementara itu penyiapan SDM untuk lembaga REDD+ yang berada di bawah Kementerian Kehutanan akan relatif lebih mudah dibandingkan dengan lembaga REDD+ yang stand-alone atau berada di bawah Kementerian / Lembaga selain Kementerian Kehutanan.Kelima, ditinjau dari sisi proses pembentukan organisasi, lembaga REDD+ yang di add-on pada Kementerian / lembaga relatif lebih mudah pembentukannnya dibandingkan dengan lembaga REDD+ yang stand- alone. Sementara itu pengakuan unit REDD+ yang berada di Kementerian Kehutanan akan lebih diakui eksistensinya dibandingkan dengan lembaga REDD+ yang berada di Kementerian/lembaga lain ataupun Lembaga REDD+ yang stand-alone.Keenam. ditinjau dari proporsionalitas, isu tentang REDD+ merupakan satu bagian dari kegiatan sektor kehutanan. Oleh karenanya, lembaga REDD+ yang di add-on pada Kementerian/Lembaga lebih pada tempatnya dibandingkan dengan lembaga REDD yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden atau wakil presiden (lembag REDD+ yang stand-alone.Jangka PanjangPada dasarnya, isu perubahan iklim adalah isu multi sektoral. Di Indonesia pada saat ini, upaya mitigasii dan adaptasi perubahan iklim ditangani oleh Kementerian / Lembaga teknis yang terkait, antara lain Kementerian Kehutanan, Kementerian ESDM, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Lingkungan Hidup. Tingkat intensitas dari masing-masing kementerian juga berbeda. Pada saat ini, penanganan isu perubahan iklim di Kementerian Kehutanan dan Kementerian ESDM relatif lebih baik dibandingkan dengan Kementerian / Lembaga yang lain.Dalam jangka panjang, upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim perlu diintegrasikan dalam suatu rangkaian kegiatan yang komprehensif. Oleh karenanya lebih tepat apabila dibentuk suatu Kementerian / Lembaga tersendiri, yang secara khusus menangani upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dari berbagai sektor yang terkait. Kementerian / Lembaga ini merupakan kumpulan dari unit-unit yang saat ini menangani isu perubahan iklim pada berbagai kementerian / lembaga teknis.

SIMPULAN DAN SARANSimpulanBerdasarkan analisis di atas, dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut:1. Dalam jangka pendek, pembentukan lembaga REDD+ yang di add-on pada Kementerian Kehutanan merupakan pilihan yang terbaik, dengan pertimbangan menguasai permasalahan dengan baik, memiliki peran dan tanggungjawab yang jelas, koordinasi pekerjaan lebih mudah, pembentukan organisasi lebih mudah, penyediaan anggaran lebih mudah. Selain itu, REDD+ merupakan bagian dari upaya mitigasi sektoral, sehingga lebih tepat untuk ditempatkan pada sektor yang terkait dibandingkan dengan unit yang stand-alone yang bertanggung jawab langsung ke Presiden atau Wakil Presiden.2. Dalam jangka panjang, Unit REDD+ yang berada di Kementerian Kehutanan ini akan diintegrasikan dengan unit-unit yang menangani isu perubahan iklim dari Kementerian / Lembaga teknis lainnya, menjadi suatu Kementerian / Lembaga tersendiri, yang memiliki tugas khusus untuk menangani isu perubahan iklim dari berbagai sektor. Pembentukan Kementerian / Lembaga ini perlu untuk memudahkan koordinasi penanganan isu perubahan iklim, baik pada tingkat nasional, regional, lokal, maupun internasional.SaranBerdasarkan simpulan diatas, direkomendasikan agar:1. Lembaga REDD+ di bentuk sebagai add-on pada Kementerian Kehutanan.2. Dalam jangka pendek, diharapkan akan terbentuk juga unit-unit di Kementerian / Lembaga teknis lainnya yang memiliki tugas khusus untuk menangani isu perubahan iklim di Kementerian lembaga masing-masing.3. Mulai dipersiapkan pembentukan Kementerian / Lembaga yang secara khusus menangani isu perubahan iklim

DAFTAR PUSTAKA

Satgas REDD, Strategi Nasional REDD+, draft 2, 2011Robbins, Stephen P. and Mary Coulter. 2002. Management , Prentice Hall International Mintzberg, Henry. 1973. The Nature of Managerial Work , Harper & Rowhttp://id.wikipedia.org/, diakses pada 19 Mei 2011http://id.wikipedia.org/wiki/Gas_rumah_kaca, diakses pada 19 Mei 2011http://www.cambioclimatico.gob.mx/index.php/en/politica-nacional-sobre-cambio-climatico.html, diakses pada 9 Juni 2011http://www.cifor.cgiar.org/trofcca/_ref/asia/reginfo/natcomm.htm&mn=trofcca_0_1, diakses pada 19 Mei 2011http://www.fahutanipb.com/index.php/news/2011/01/pohon-trambesi-paling-hebat-menyerap-karbon-dioksida-sebasar-285-ton, diakses pada 19 Mei 2011http://www.ipcc.ch/index.htm, diakses pada 19 Mei 2011http://ulincool.wordpress.com, diakses pada 19 Mei 2011http://www.climatechange.gov.au/, diakses pada 20 Mei 2011