Analisa Jurnal Respi 2

download Analisa Jurnal Respi 2

of 8

description

Analisis Jurnal H5N1

Transcript of Analisa Jurnal Respi 2

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangAvian Influenza A (H5N1) adalah penyakit pernapasan akut yang disebabkan oleh virus.Di Indonesia dikenal sebagai "Flu Burung".Virus ini sangat berbahaya yang dapat menyebabkan kematian, dan itu adalah agen yang paling menular.Ini penyakit telah menyebar di seluruh dunia dan juga di Indonesia.Penyebaran Avian Influenza A (H5N1) virus dimulai ketika istirahat keluar terjadi pada unggas pada bulan Agustus 2003. Kasus manusia pertama terjadi di Juli 2005 di Tangerang kota dan kemudian diikuti oleh yang lain 8 provinsi.Sampai Desember 2008 total kasus dinaikkan hingga 139 orang dengan 113 orang diantaranya meninggal.1.2 TujuanTujuannya adalah untuk untuk memahami faktor-faktor risiko yang terhubung ke terjadinya Avian Influenza A H5N1 di Indonesi memahami faktor-faktor risiko yang terhubung ke terjadinya Avian Influenza A H5N1 di Indonesia

BAB IITINJAUAN TEORI

2.1 EpidemiologiAvian Influenza A (H5N1) adalah penyakit pernapasan akut yang disebabkan oleh virus.Di Indonesia dikenal sebagai "Flu Burung".Virus ini sangat berbahaya yang dapat menyebabkan kematian, dan itu adalah agen yang paling menular.Ini penyakit telah menyebar di seluruh dunia dan juga di Indonesia. Kasus Avian Influenza (AI) mulai muncul pertama kali di Italia pada tahun 1878. Tercatat penyakit ini muncul di berbagai negara di Dunia, yaitu negara-negara Eropa, Afrika, dan Amerika. Penyakit ini masuk ke Asia pada tahun 1997 di Hongkong yang menginfeksi 18 orang dan 6 orang diantaranya meninggal. Serangan flu burung terutama diPenyebaran Avian Influenza A (H5N1) virus dimulai ketika istirahat keluar terjadi pada unggas pada bulan Agustus 2003 yang kemudian muncul di Vietnam, Malaysia, Laos, dan Kamboja. Di Indonesia pada bulan Januari 2004 di laporkan adanya kasus kematian ayam ternak yang luar biasa (terutama di Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan jawaBarat). Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh karena virus new castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung (Avian influenza). Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 Propinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah Propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor). Pada bulan Juli 2005, penyakit flu burung telah merenggut tiga orang nyawa warga Tangerang Banten (Widoyono, 2005). Sampai saat ini 31 dari 33 propinsi di Indonesia pernah melaporkan adanyaepidemi AI pada unggas. Kasus manusia terinfeksi virus influenza A/H5N1di Indonesia pertama kali dilaporkan dalam suatu kasus kluster keluarga padaJuli 2005, dan hingga akhir Mei 2008 telah tercatat 133 kasus konfirm H5N1dengan 108 kasus kematian, 28 orang di antaranya berasal dari DKI Jakarta. Berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa kontak dengan unggas sakit, baik itu berupa mengolah unggas ataupun memiliki unggas sakit menjadi faktor risiko penularan virus A/H5N1 dari unggas ke manusia.Saat ini tiga Kabupaten di Bali yaitu : Buleleng, Tabanan, dan Bangli sudah dinyatakan positif tertular virus flu burung varian baru yakni H5N1. Varian baru ini diketahui ternyata lebih ganas dari varian lama yang sebelumnya memang sudah ditemukan di Bali. Dari tuturan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Ketut Suarjaya dimedia online berita dewata.com yang diterbitkan hari kamis tanggal 10 Januari 2013 menjelaskan, varian baru ini lebih ganas dari lama karena sudah terbukti menyerang ternak itik yang terkenal lebih kebal terhadap penyakit. Bahkan tidak menutup kemungkinan untuk menyerang Kabupaten lainnya di Bali yang agak rentan terhadap peredaran unggas. Untuk saat ini Bali ditetapkan kondisi siaga satu terhadap kasus flu burung varian baru. Kasus untuk virus flu burung varian lama, Bali sudah menemukan sejak tahun 2007 lalu. Kasus pada unggas terjadi di Jembrana dan Tabanan (Berita Dewata, 2013).

2.2 Cara penularanVirus ini dapat menular melalui udara ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan sentuhan. Virus dapat bertahan hidup pada suhu dingin. Bahan makanan yang didinginkan atau dibekukan dapat menyimpan virus. Tangan harus dicuci sebelum dan setelah memasak atau menyentuh bahan makanan mentah. Unggas sebaiknya tidak dipelihara di dalam rumah atau ruangan tempat tinggal. Peternak harus jauh dari perumahan untuk mengurangi risiko penularan (Ari Setiawan, 2009).Cara penularan efisien yang lain sampai saat ini belum diketahui. Untuk infeksi virus influenza A (H5N1) pada manusia terbukti penularan dari unggas ke manusia, dan kemungkinan dari lingkungan ke manusia.Virus influenza berkembang pada saluran napas dan saluran cerna unggas yang terinfeksi, sehingga virus banyak ditemukan pada saliva, sekret hidung atau pada feses dari unggas tersebut. Unggas yang rentan akan terinfeksi bila mengadakan kontak dengan ekskresi atau kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi. Banyak ahli yakin bahwa sebagian besar kasus infeksi flu burung pada manusia disebabkan oleh kontak dengan ternak yang terinfeksi.Dari hasil penelitian kasus kontrol faktor risiko penularan penyakit influenza unggas H5N1 pada manusia yang dilakukan di Hong Kong, penularan terjadi sebagai akibat manusia terpajan peternakan (berkunjung ke peternakan, sebagai penjual ayam hasil peternakan yang masih hidup), dan bukan disebabkan karena melakukan perjalanan, atau memasak ayam hasil peternakan. Dicurigai adanya penularan dari orang ke orang, tetapi masih belum teribukti dengan jelas.Walaupun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa paparan terhadap ternak yang masih hidup merupakan faktor risiko utama untuk mendapat infeksi influenza A H5N1, tetapi cara penularan yang pasti masih belum diketahui. Umumnya, cara penularan virus influenza pada manusia karena adanya kontak langsung atau tidak langsung dengan bebek atau ayam yang terinfeksi virus melalui aerosol, cairan hidung, dan kotoran yang mengandung banyak virus. Virus yang diekskresi lewat kotoran dapat hidup beberapa hari dalam lingkungan udara terbuka. Secara teori beberapa cara penularan lain juga mungkin terjadi, misalnya menelan air kolam renang yang terkontaminasi virus pada saat berenang. Selain itu, penggunaan kotoran ternak unggas sebagai pupuk, juga mungkin merupakan sumber penularan terhadap manusia. Virus influenza A H5N1 mungkin juga menular dengan cara yang sama. Diperkirakan, penularan dari peternakan ke manusia agaknya sangat sulit untuk menimbulkan pandemi influenza, tetapi virus ini mempunyai potensi untuk mengadakan reassortment atau mengalami mutasi dan rekombinasi materi genetik dengan subtipe virus influenza manusia, sehingga dengan mudah dapat menular ke manusia, yang dapat mengakibatkan terjadinya pandemi di seluruh dunia.

2.3 Vaksin dan Antibodi PengukuranHaemaglutination Penghambatan (HI) test digunakan untuk mendeteksi membran dicuci 3 kali dengan mencuci penyangga dan produksi antibodi atau titer antibodi dari lapisan diinkubasi dengan 100 ml anti-ayam IgG terkonjugasi dengan ayam setelah disuntik dengan H5N1 atau vaksin H5N1.

2.4 Penatalaksanaan MedisUmumnya obat yang digunakan sebagai obat antivirus influenza adalah golongan inhibitor protein matriks M2 dan golongan penghambat neuramidase (NA). Golongan penghambat M2 adalah amantadin dan rimantadin, sedangkan golongan inhibitor neuraminidase adalah oseltamivir dan zanavir. Jika seorang pasien dicurigai menderita penyakit flu burung, maka pengobatan harus diberikan secepat mungkin, tanpa menunggu konfirmasi hasil laboratorium. Pengobatan terhadap infeksi subtipe virus influenza A H5N1, pada prinsipnya adalah sama dengan infeksi yang disebabkan oleh virus influenza A yang lain. Sayangnya, subtipe virus influenza A H5N1 yang beredar saat ini sudah ada yang resisten terhadap obat amantadin dan rimantadin. Kedua obat ini biasanya digunakan untuk mengobati influenza.Tetapi, obat antivirus lain (oseltamivir dan zanavir) masih efektif terhadap virus galur H5N1.Walaupun demikian, virus H5N1 juga dilaporkan sudah ada yang resisten terhadap obat oseltamivir. Saat ini sedang diteliti tentang efektivitas obat oseltamivir dengan dosis dua kali lipat untuk mencegah terjadinya resistensi. Dosis obat antivirus oseltamivir yang diberikan kepada penderita H5N1 pada prinsipnya adalah sama dengan penderita influenza yang lain. Untuk orang dewasa umur lebih 13 tahun diberikan 2x75 mg sehari selama 5 hari, sedangkan untuk anak yang berumur >1 tahun dengan berat 40 kg diberikan 2x75 mg sehari. Pengobatan diberikan selama 5 hari. Untuk penggunaan profilaksis pada orang dewasa yang berumur lebih 13 tahun yang kontak erat dengan penderita diberikan 1x75 mg sehari selama lebih 7 hari, dan bila terjadi wabah diberi 1x75 mg sehari selama 6 minggu. HerbalPenatalaksanaan dengan metode herbal yaitu dengan menggunakan minyak atsiri jahe merah karena jahe mengandung 5-10% sesquiterpenes (zingiberene, b-bisabolene, sesquiphellandrene dan curcumen). Mekanisme kerja minyak atsiri jahe berbeda dengan mekanisme kerja antiviral seperti acyclofir. Acyclovir menghambat replikasi virus dengan cara interferensi pada DNA polymerase sel (Kamps dan Hoffman, 2006), sedangkan minyak atsiri menginaktifasi virus sebelum masuk sel. Penelitian Koch et al. (2008), melaporkan bahwa minyak atsiri jahe berinteraksi dengan amplop virus herpes simplex type 2, sehingga jahe tersebut berefek sebelum terjadi adsorbsi virus in vitro. Pada penelitian Imanishi et al. (2006), jahe 100g/ml in vitro pada sel MDCK tidak menghambat virus influenza tetapi menyebabkan aktivasi makrofag. Jahe juga mampu meningkatkan aktivitas natural killer cell (NK) dalam melisiskan sel yang terinfeksi virus (Zakaria et al., 1999). Nurrahman et al. (1999) melaporkankan, bahwa pemberian jahe dapat meningkatkan aktivitas limfosit T dan daya tahan limfosit terhadap stres oksidatif dan dapat memacu proliferasi limfosit, serta meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag (Zakaria et al., 1999; Zakaria dan Rajab, 1999). 2.5 PencegahanSekarang banyak negara melarang mengimpor ayam hidup atau hasil ternak yang lain dari negara yang sudah terserang flu burung. Karena ini dianggap hal yang paling penting dalam penyebaran virus influenza A H5N1 dari satu negara ke negara lain.Tahap penting lain yang harus diikuti adalah: Bagi orang yang menangani ternak harus menggunakan masker dan sarung tangan. Dapur dan peralatan yang digunakan harus dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan. Ayam atau bebek harus dimasak sampai mencapai temperatur mendidih. Lalu lintas manusia yang keluar masuk peternakan harus dikontrol. Apabila ada ayam, bebek, atau burung sakit atau mati tanpa diketahui penyebabnya; atau petugas peternakan yang sakit, maka harus dilaporkan ke pihak yang berwajib.Imunisasi Usaha pencegahan lain yang sangat penting untuk mencegah timbulnya penyakit pada manusia adalah imunisasi menggunakan vaksin yang dibuat sesuai dengan antigen yang dimiliki oleh virus influenza A H5N1. Sampai saat ini belum ada vaksin virus influenza A (H5) yang tersedia untuk manusia secara komersial. Sebelumnya pernah dibuat vaksin H5, tetapi kurang imunogenik sehingga perlu diberikan dua sampai tiga dosis. Penelitian sudah banyak dilakukan untuk membuat vaksin terhadap virus influenza A H5N1. Kondihalli et al. (1999), membuat vaksin DNA yang mengkode hemaglutinin yang memberikan perlindungan terhadap infeksi virus influenza A H5N1 pada mencit. Vaksin ini cukup baik dan perlu diteliti lebih lanjut pada binatang mamalia. Bresson et al. (2006) juga sudah meneliti vaksin virion H5N1 mati terpisah (split vaccine) sudah sampai pada fase I.33 Manfaat vaksin ini untuk menghadapi pandemi juga harus diteliti lebih jauh. Profilaksis dengan memberikan obat antivirus (oseltamivir) juga dapat dilakukan, terutama di daerah yang sudah terjangkit penyakit influenza A H5N1.

DAFTAR PUSTAKA

I Made Setiawan. 2009. Diagnosis and Treatment of H5N1 A Influenza Viral Infection. Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5,. Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso. Noer Endah Pracoyo. 2009. Penyebab Infeksi Avian Influenza A (H5n1) Di Indonesia Avian Influenza A (H5n1) Agent Di Indonesia. Jumal Ekologi Kesehatan Vol. 8 No. 4.Tri Untari, Dkk. 2012. Aktivitas Antiviral Minyak Atsiri Jahe Merah Terhadap Virus Flu Burung. Jurnal Veteriner. Vol. 13 No. 3: 309-312. W Mulyarta, Dkk. Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Flu Burung Terhadap Perilaku Pencegahan Flu Burung Di Banjar Utu Desa Babahan Kecamatan Penebel Tabanan. Jurnal Dunia Kesehatan, Volume 2 Nomor 2 .Sander Herfst et al. 2012. Airborne Transmission of Influenza A/H5N1 Virus Between Ferrets. Science 336, 1534.