Analgetika

19
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Secara umum analgetika dibagi dalam 2 golongan yaitu analgetik nonnarkotika (misalnya asetosal, parasetamol) dan analgetik narkotika (misalnya morfin). Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai suatu isarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis (kalor, listrik) dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan, rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri antara lain histamin, bradikinin, dan Prostaglandin. Semua mediator nyeri tersebut merangsang reseptor nyeri di ujung- ujung saraf bebas di kuli, dari tempat ini rangsang disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dan talamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri Berdasarkan atas rangsang nyeri yang dipergunakan, maka terdapat berbagai metode penetapan daya analgetik suatu obat. Salah satu diantaranya menggunakan rangsang kimia sebagai penimbul rasa nyeri, seperti yang akan dipraktekkan disini 1.2 TUJUAN 1

Transcript of Analgetika

Page 1: Analgetika

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk

mengurangi rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.

Secara umum analgetika dibagi dalam 2 golongan yaitu analgetik

nonnarkotika (misalnya asetosal, parasetamol) dan analgetik narkotika

(misalnya morfin).

Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala

yang berfungsi sebagai suatu isarat bahaya tentang adanya gangguan di

jaringan. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau

fisis (kalor, listrik) dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan,

rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut

mediator nyeri antara lain histamin, bradikinin, dan Prostaglandin. Semua

mediator nyeri tersebut merangsang reseptor nyeri di ujung-ujung saraf

bebas di kuli, dari tempat ini rangsang disalurkan ke otak melalui

jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat banyak sinaps via

sumsum belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dan talamus

impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls

dirasakan sebagai nyeri

Berdasarkan atas rangsang nyeri yang dipergunakan, maka

terdapat berbagai metode penetapan daya analgetik suatu obat. Salah

satu diantaranya menggunakan rangsang kimia sebagai penimbul rasa

nyeri, seperti yang akan dipraktekkan disini

1.2 TUJUAN

1.2.1 Mengetahui efek dan cara kerja dari asam cuka sebagai zat

penimbul rasa nyeri

1.2.2 Mengetahui dan memahami efek dari obat golongan AINS

(metampiron) sebagai penghilang rasa sakit

1.2.3 Mengetahui dan memahami efek dari obat golongan narkotik

sebagai penghilang rasa sakit

1

Page 2: Analgetika

1.3 DASAR TEORI

Mediator nyeri penting adalah amin histamin yang bertanggung

jawab untuk kebanyakan reaksi alergi dan nyeri. Bradykinin adalah

polipeptida yang dibentuk dari rangkaian protein plasma. Prostaglandin

mirip strukturnya dengan asam lemak dan terbentuk dari asam

arachidonat. Zat –zat ini dapat meningkatkan kepekaan ujung-ujung

saraf sensoris bagi rangsangan Nyeri

Nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan

berkaitan dengan ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada

dasarnya rasa nyeri merupakan suatu gejala, serta isyarat bahaya

tentang adanya gangguan pada tubuh umumnya dan jaringan

khususnya. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat

menimbulkan ketergantungan pada pemakai untuk mengurangi atau

meredakan rasa sakit atau nyeri tersebut maka banyak digunakan obat-

obat analgetik (seperti parasetamol, asam mefenamat dan antalgin) yang

bekerja dengan memblokir pelepasan mediator nyeri sehingga reseptor

nyeri tidak menerima rangsang nyeri.

Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua

kelompok besar yaitu:

1.3.1 Obat Analgetik Narkotik

Obat Analgetik Narkotik merupakan kelompok obat yang

memiliki sifat opium atau morfin. Analgetika narkotik, khusus

digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada

fractura dan kanker. Meskipun memperlihatkan berbagai efek

farmakodinamik yang lain, golongan obat ini terutama digunakan

untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri yang hebat.

Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat

menimbulkan ketergantungan pada pemakai.

1.3.2 Obat Analgetik Non-Narkotik

Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga

sering dikenal dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik

2

Page 3: Analgetika

Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-

obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.

Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik

Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan

rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat

atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat

Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak

mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya

dengan penggunaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).

Sensasi nyeri, tak peduli apa penyebabnya, terdiri dari

masukan isyarat bahaya ditambah reaksi organisme ini terhadap

stimulus. Sifat analgetik Opiat berhubungan dengan

kesanggupannya merubah persepsi nyeri dan reaksi pasien

terhadap nyeri.

Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan

dengan beberapa cara yakni :

1.3.2.1 Merintang penyaluran rangsangan disaraf – saraf

sensoris, misalnya dengan anastetika lokal

1.3.2.2 Merinangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyei

perifer dengan analgetika perifer

1.3.2.3 Blokade pusat nyeri di SSP dengan analgetika sentral

(narkotika) atau dengan anastetika umum

3

Page 4: Analgetika

BAB II

TINJAUAN PUTAKA

2.1 URAIAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

2.1.1 Asam Cuka

2.1.1.1 Definisi

Asam Cuka adalah cairan jernih yang tidak berwarna,

memiliki bau khas dan menusuk serta rasnya asam dan

tajam. Asam Cuka dapat bercampur dengan air, etanol, dan

dengan gliserol.

2.1.1.2 Sediaan

dialon, mengandung indometasin farnesi 100 mg

confortid, mengandung indometasin 25 mg

2.1.1.3 Mekanisme Kerja

Indometasin merupakan derivat indol-asam asetat.

Absorbsi indometasin stelah pemberian oral cukup baik,

92-99 % indometasin terikat pada protein plasma.

Metabolismenya terjadi di hati. Indometasin disekresi

dalam bentuk asal maupun metabolit melaui urin dan

empedu

2.1.1.4 Efek Samping

4

Page 5: Analgetika

Efek samping saluran cerna berupa nyeri abdomen,

diare, pendarahan lambung, dan pankreatitis. Sakit Kepala

hebat dan pusing, depresi dan rasa bingung

2.1.1.5 Indikasi

Untuk mengihalngkan gejala inflamasi dan nyeri pada

penyakit reumatoid, artritis, lumbago, periatritis pada bahu

2.1.1.6 Kontra-Indikasi

Tukak aktif, hati-hati pada penderita kolitis bertukak,

epilepsi, penyakit parkinson atau gangguan mental

2.1.2 Metampiron

2.1.2.1 Definisi

Antalgin adalah salah satu obat penghilang rasa sakit

(analgetik) turunan NSAID, atau Non-Steroidal Anti

Inflammatory Drugs. Umumnya, obat-obatan analgetik

adalah golongan obat antiinflamasi (antipembengkakan),

dan beberapa jenis obat golongan ini memiliki pula sifat

antipiretik (penurun panas), sehingga dikategorikan

sebagai analgetik-antipiretik. Golongan analgetik-

antipiretik adalah golongan analgetik ringan. Contoh obat

yang berada di golongan ini adalah parasetamol. Tetapi

Antalgin lebih banyak sifat analgetiknya.

2.1.2.2 Sediaan

Adimidon, mengandung metampiron 250 mg, piramidon

50 mg, lidokain HCl 15 mg tiap ml injeksi

Duralgin, mengandung metampiron 250 mg/ml injeksi

5

Page 6: Analgetika

Etalgin, mengandung metampiron 500 mg

2.1.2.3 Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja metampiron dengan menghambat

sintesa neurotransmitter terentu yang dapat menimbulkan

rasa nyeri & demam. Dengan blokade sintesa

neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi

mendapatkan "sinyal" nyeri, sehingga rasa nyerinya

berangsur-angsur menghilang.

2.1.2.4 Efek Samping

Efek samping berupa reaksi hipersensitif, reaksi pada

kulit misalnya kemerahan, dan agranulositosis

2.1.2.5 Indikasi

Meringankan rasa sakit terutama nyeri kolik setelah

operasi

2.1.2.6 Kontra-Indikasi

Jangan diberikan pada pasien yang mengalami

agranulositosis, hipersensitif, bayi 3 bulan pertama atau

dengan BB dibawah 5 Kg, Wanita Hamil, terutama 3 bulan

pertama dan 6 minggu terakhir, Wanita menyusui,

penderita dengan tekanan darah sistolik <100 mmHg,

Penderita dengan Kelainan Darah

2.1.3 Morpin Sulfat

2.1.3.1 Definisi

6

Page 7: Analgetika

Morfin Sulfat adalah alkaloid analgesik yang sangat

kuat dan merupakan agen aktif utama yang ditemukan

pada opium. Morfina bekerja langsung pada sistem saraf

pusat untuk menghilangkan rasa sakit

2.1.3.2 Sediaan

Sediaan yang mengandung campuran alkaloid dalam

bentuk kasar beraneka ragam dan masih dipakai. Misalnya

pulvus opii mengandung 10% morfin dan kurang 0,5%

kodein.

Sediaan yang mengandung alkaloid murni dapat

digunakan untuk pemberian oral maupun parenteral. Yang

biasa digunakan adalah garam HCl, garam sulfat, atau

fosfat alkaloid morfin, dengan kadar 10 mg/mL.

Pemberian 10mg/70kgBB morfin subkutan dapat

menimbulkan analgesia pada pasien dengan nyeri yang

bersifat sedang hingga berat, misalnya nyeri pascabedah.

Efektivitas morfin per oral hanya 1/6-1/5 kali efektivitas

morfin subkutan.

2.1.3.3 Mekanisme Kerja

Secara umum opioid mudah diabsorpsi pada saluran

cerna, absorpsi melalui mukosa rektum memadai, dan

beberapa obat (seperti morfin, hidromorfon) tersedia dalam

bentuk supositoria. Opioid mudah diabsorpsi setelah

penyuntikan intamuskular atau subkutan dan dapat

berpenetrasi cukup baik ke korda spinalis setelah

pemberian epidural atau intratekal. Morfin dalam jumlah

kecil yang diberkan secara epidural atau intratekal ke

saluran spinal dapat memberikan analgesia yang kuat yang

dapat betrahan 1 sampai 24 jam. Akan tetapi, karena sifat

hidrofilik morfin, ada penyebaran rostral obat pada cairan

spinal, dan efek samping, terutama depresi pernapasan.

Jika morfin diberikan secara intravena, maka kerjanya

7

Page 8: Analgetika

cepat. Akan tetapi senyawa yang lebih larut dalam lemak

bekerja lebih cepat dari morfin setelah pemberian subkutan

karena perbedaan laju absorpsi dan masuknya ke SSP.

2.1.3.4 Efek Samping

idiosinkrasi dan alergi

morfin dapat menyebabkan mual dan muntah

terutama wanita berdasarkan idiosinkrasi. Bentuk

diosinkrasi lain ialah timbulnya eksitasi dengan

tremor, dan jarang-jarang delirium; lebih jarang lagi

konvulsi dan insomnia. Berdasarkan reaksi alergik

dapat timbul gejalanseperti urtikaria, eksantem,

dermatitis kontak, pruritus, dan bersin.

intoksikasi akut

Biasanya terjadi akibat percobaan bunuh diri atau

takar lajak. Pasien akan tidur, sopor atau koma jika

intoksikasi cukup berat. Frekunsi napas lambat 2-4

kali/menit, dan pernapasan mungkin berupa Cheyne

Stokes. Pasien sianotik, kulit muka merah tidak merata

dan agak kebiruan. Tekanan darah mula-mula baik

akan menurun sampai terjadi syok bila napas

memburuk, dan ini dapat diperbaiki dengan

memberikan oksigen. Pupil sangat kecil (pin point

pupils), kemudian midriasis jika telah teradi anoksia.

Pembentukan urin sangat berkurang karena terjadi

penglepasan ADH dan turunnya tekanan darah. Suhu

badan rendah, kulit terasa dingin, tonus otot rangka

rendah, mandibula dalam keadaan relaksasi dan lidah

dapat menyumbat jalan napas.

2.1.3.5 Indikasi

terhadap nyeri

Morfin sering digunakan untuk nyeri yang

menyertai : infark miokard, neoplasma, kolik renal atau

kolik empedu, oklusio akut pembuluh darah perifer,

pulmonal atau koroner, perikarditis akut, pleuritis, dan

pneumotoraks spontan dan, nyeri akibat trauma

misalnya luka bakar.

8

Page 9: Analgetika

terhadap batuk

pada batuk tidak produktif dan hanya iritatif,

tetapi dewasa ini sudah ditinggalkan pemakainannya.

edema paru akut

Morfin IV dapat dengan jelas mengurangi/

menghilangkan sesak napas akibat edema pulmonal

yang menyertai gagal jantung kiri.

efek antidiare

berdasarkan efek langsung ke otot polos usus

2.1.3.6 Kontra-Indikasi

Kurangi dosis pada manula, hipovolemik, bedah

beresiko tinggi dan pada penggunaan bersama dengan

sedative dan narkotik lain

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental,

dengan melihat pengaruh larutan Asam Cuka sebagai zat penimbul rasa

nyeri serta pengaruh obat golongan AINS (metampiron) dan obat dari

golongan narkotik (morphin sulfat) sebagai penghilang rasa sakit, dengan

menggunakan mencit sebagai hewan percobaan

3.2 ALAT DAN BAHAN

3.2.1Alat

Jarum suntik 1 ml 5 buah

Timbangan hewan

3.2.2Bahan

9

Page 10: Analgetika

Larutan Asam Cuka 3%

Larutan Metampiron 2% ( dosis 250 mg/kg BB)

Larutan Morphin Sulfat 0,04% (dosis 3 mg/kg BB dan 4 mg/kg BB)

Aquadest

4 (empat) ekor mencit sebagai hewan coba

3.3 PROSEDUR KERJA

Mencit ditimbang masing-masing, catat dan diberi kode kemudian

diberi tanda

Hitung Volume atau dosis metampiron, morfin sulfat, dan asam cuka

Mencit I diberikan larutan metampiron 250 mg/kg BB secara intra

peritonial

Mencit II diberikan larutan morfin sulfat 3 mg/kg BB secara inta

peritonial

Mencit III diberikan larutan morfin sulfat 4 mg/kg BB secara intra

peritonial

Mencit IV diberikan larutan aquadest 1% secara intra peritonial

Setelah 30 menit, semua mencit disuntik dengan larutan asam cuka

secara intra peritonial

Amati dan catat jumlah geliat setiap 5 menit sekali selama 1 jam

3.4 PERHITUNGAN

3.4.1Berat Mencit (gram)

Mencit I 30,28

Mencit II 32,26

Mencit III 26,04

Mencit IV 31,42

3.4.2Volume Larutan yang disuntikkan

Dosis Larutan Metampiron 250 mg/kg BB

10

Page 11: Analgetika

Konsetrasi Larutan Metampiron 2% = 2 g / 100 ml

= 2000 mg / 100 ml

= 20 mg / ml

◊ Mencit I = 30,28 g

Larutan Metampiron yang diambil = 250mg1000g

×30,28g

20mg /ml = 0,

378 ml

Dosis Larutan Morfin Sulfat 3 mg/kg BB dan 4 mg/kg BB

Konsetrasi Larutan Metampiron 0,04% = 0,04 g /

100 ml

= 40 mg / 100 ml

= 0,4 mg / ml

◊ Mencit II = 32,26 g dengan dosis 3 mg/kg BB

Larutan Morfin Sulfat yang diambil = 3mg1000 g

×32,26g

0,4mg /ml = 0,242

ml

◊ Mencit III = 26,04 g dengan dosis 4 mg/kg BB

Larutan Morfin Sulfat yang diambil = 4mg1000 g

×26,04 g

0,4mg /ml = 0,26

ml

Volume Aquadest

Dosis aquadest yang diberikan adalah 1 % dari berat badan

◊ Mencit IV = 31,42 g

Volume aquadest yang diambil 1/100 x 31,42 = 0,314 ml

Volume Asam Cuka

11

Page 12: Analgetika

Diberikan 0,2 ml untuk setiap mencit

3.5 DATA PENGAMATAN

3.5.1 Tabel Pengamatan Mencit setelah diberi obat dan sebelum diberi

as. cuka

No

Waktu

(menit

)

Mencit I

Metampiron 250

mg

Mencit II

Morfin 3

mg

Mencit III

Morfin 4

mg

Mencit IV

Aquadest

1%

1 5 3 3 2 1

2 10 4 3 4 2

3 15 2 4 2 2

4 20 4 3 3 1

5 25 4 3 2 1

6 30 4 3 3 1

Keterangan : 1 = Aktivitas Normal

2 = Garuk - garuk

3 = Diam / Gerak Lambat

4 = Tidur

3.5.2 Tabel Pengamatan aktivitas Mencit setelah diberi asam cuka

No

Waktu

(menit

)

Mencit + Obat

Metampiron 250

mg

Mencit +

obat

Morfin 3 mg

Mencit +

Obat

Morfin 4 mg

Mencit +

Aquadest

12

Page 13: Analgetika

1 5 3 5 7 5

2 10 9 11 13 16

3 15 18 18 31 25

4 20 25 27 43 43

5 25 33 38 52 58

6 30 41 43 63 94

7 35 48 52 74 102

8 40 52 61 86 134

9 45 63 69 93 149

10 50 69 78 97 179

11 55 72 86 100 182

12 60 81 92 111 191

3.6 PEMBAHASAN

Obat analgesik adalah obat yang mempunyai efek menghilangkan

atau mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran atau fungsi

sensorik lainnya. Obat analgesik bekerja dengan meningkatkan ambang

13

Page 14: Analgetika

nyeri, mempengaruhi emosi (sehingga mempengaruhi persepsi nyeri),

menimbulkan sedasi atau sopor (sehingga nilai ambang nyeri naik) atau

mengubah persepsi modalitas nyeri.

Pada percobaan kali ini digunakan asam cuka sebagai zat yang

menimbulkan rasa nyeri, pemberian asam cuka dapat menimbulkan

kerusakan jaringan pada mencit yang selajutnya akan mengirimkan

Stimulus yang merangsang nyeri akan menimbulkan pengeluaran

mediator nyeri (prostaglandin) yang memicu pelepasan mediator nyeri

seperti brodikinin dan prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi reseptor

nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak).

Penggunaan metampiron dan morfin sulfat sebagai zat yang dapat

menghilangkan rasa nyeri. Percobaan kali ini memberikan hasil bahwa

metampiron dan morfin sulfat memberikan efek analgetik pada mencit

BAB V

PENUTUP

14

Page 15: Analgetika

5.1 KESIMPULAN

Penggunaan metampiron dan morfin sulfat sebagai zat yang dapat

menghilangkan rasa nyeri

Penggunaan Asam Cuka sebagai zat yang dapat Menimbulkan

rasa nyeri

5.2 SARAN

5.2.1 Diharapkan Laboraturium mampu memberikan alat-alat yang

dibutuhkan sesuai dengan percobaan yang akan dilakukan,

yaitu disediakannya spuit yang sesuai dan jumlah spuit yang

dipakai agar diperbanyak, 1 buah spuit hanya digunakan

untuk 1 kali pemakaian saja. Jarum suntik yang digunakan

diharapkan yang baru dan tajam agar memudahkan

praktikan

5.2.2 diharpkan laboraturium mampu memberikan menci dengan

jenis kelamin yang seragam, agar memberikan hasil

percobaan yang lebih optimal

5.2.3 diharapkan laboratorium memberikan ruangan yang cukup

lebar bagi praktikan untuk melakukan percobaan agar

praktikan dapat meletakkan hewan peliharaan di tempat

yang berjauhan, karena keadaan hewan percobaan dapat

saling mempengaruhi

15