amel
-
Upload
egafarhatu -
Category
Documents
-
view
219 -
download
2
description
Transcript of amel
Kejang Demam Pada Anak
Nyimas Amelia Pebrina
B7/102012406
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat 11510
Email : [email protected]
Pendahuluan
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai
pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah
infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan.
Skenario yang saya dapatkan adalah seorang anak perempuan berusian 4 tahun di
bawa ibunya ke UGD RS karena kejang seluruh tubuhnya 30 menit yang lalu. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang kejang deman yang sering terjadi
pada anak. Metode yang digunakan termasuk metode kepustakaan dimana buku-buku
tersebut didapat dari perpustakaan. Buku-buku tersebut berhubungan dengan kejang demam.
Pembahasan
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai
4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang
demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal
tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat
dibandingkan laki-laki. Untuk itu tenaga paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam
mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga
dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu
dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-
psiko-sosial-spiritual.
Anamnesis
1
Anamnesis yang dilakukan secara allo-anamnesis yaitu anamnesis dimana ibu pasien
yang menderita penyakit langsung menjawab pertanyaan dokter.
Anamnesis pada pasien kejang demam yang perlu ditanyakan adalah identitas pasien,
kemudian anamnesis megenai demam dan kejang yang terjadi, apakah ada riwayat penyakit
yang pernah diderita, riwayat obat yang pernah diminum, apakan ada riwayat keluarga yang
menderita kejang, serta riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak.1
Demam adalah salah satu keluhan yang paling serinng dikeluhkan, yang terdapat pada
berbagai penyakit baik infeksi maupun non-infeksi. Pada tiap keluhan demam perlu ditanya
berapa lama demam berlangsung. Demam yang telah berlangsung 5 hari kemudian menurun
mungkin mengarah ke demam dengue, demam yang telah berlangsung 7 hari atau lebih pada
demam tifoid. Karakteristik demam juga peru ditanyakan:
Apakah timbulnya mendadak, remiten, intermiten, kontinu
Apakah terutama terjadi pada malam hari, atau berlangsung beberapa hari kemudian
menurun lalu naik lagi.
Apakah pasien mengingil, kejang, kesadaran menurun, mengigau, diare, muntah,
sesak nafas, terdapatnya menifestasi perdarahan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tanda vital: suhu, frekuensi nafas, nadi, tekanan darah, dan kesadaran.
Inspeksi
Kejang harus dipandang sebagai gejala penyakit, dan bukan diagnosisi. Pada setiap
kejang harus diperhatikan jenisnya (klonik atau tonik), bagian tubuh yang terkena
(fokal atau umum), lamanya kejang berlangsung, frekuensinya, selang atau interval
atau serangan, keadaan saat kejang dan setelah kejang (post-iktal), apakah demam
disertai kejang atau tidak dan apakah pernah kejang sebelumnya. Keadaan grandma
ditandai oleh kejang umum tonik-klonik yang disertai dengan hilangnya kesadaran.
Pada kejang pertimal terjadi kehilangan kesadaran 5-15 detik, akibat kelainan lepas
muatan listrik yang abnormal pada otak. Kejang psikomotor ditandai oleh perubahan
kesadaran serta aktivitas motorik abnormal, sedangkan pada kejang autonomic terjadi
kelainan visceral yang bervariasi.
Suhu
2
Suhu rectum diukur dengan termometer rektal, sebelum dipakai harus diolesi dengan
vaselin terlebih dahulu. Bayi diletakan dalam posisi tidur miring dengan lutut sedikit
dibengkokkan, kemudian masukan termomerter kedalam anus dengan arah sejajar
dengan columna vertebralis, sampai reservoir air raksa berada dibelakang sfingter.
Setelah itu lipatan bokong dirapatkan. Jaganlah mengukur shu rectum degan bayi
dalam posisi terlentang. Karena dapat menyebabkan thermometer pecah atau
menembus dinding rectum. Pengukuran dilakukan selama 3 menit.
Pemeriksaan Neurologis
Kesadaran, penilaian kesadaran dinyatakan sebagai :
- Komposmentis : pasien sadar sepenuhnya dan memberi respon yang adekuat
terhadap semua stimulus yang diberikan
- Apatis : pasien dalam keadaan sadar, tetapi acuh tak acuh terhadap keadaan
sekitarnya, ia akan member respons yang adekuat bila diberikan stimulus
- Somnolen : yakni tingkat kesadaran yang lebih rendah daripada apatis, pasien
tampak mengantuk, selalu ingin tidur; ia tidak responsive terhadap stimulus
ringan, tetapi masih memberikan respons terhadap stimulus yang agak keras,
kemudian tertidur lagi
- Sopor : pada keadaan ini pasien tidak memberikan respons ringan maupun sedang,
tetapi masih member sedikit respons terhadap stimulus yang kuat, refleks pupil
terhadap cahaya masih positif
- Delirium : keadaan kesadaran yang menurun serta kacau, biasanya disertai
disorientasi, iritatif, dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik hingga
sering terjadi halusinasi.1
- Koma : pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus apapun, refleks pupil
terhadap cahaya tidak ada, ini adalah tingkat kesadaran yang paling rendah.
Reflek Babinski
Untuk membangkitkan refleks Babinski, penderita disuruh berbaring dan istirahat
dengan tungkai diluruskan. Kita pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap pada
tempatnya. Untuk merangsang dapat digunakan kayu geretan atau benda yang agak
runcing. Goresan harus dilakukan perlahan, jangan sampai mengakibatkan rasa nyeri,
sebab hal ini akan menimbulkan refleks menarik kaki(flight reflex). Goresan
dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju pangkal jari. Jika
reaksi (+) , kita dapatkan gerakan dorso fleksi ibu jari, yang dapat disertai gerak
mekar lainnya.2
3
Tanda Rangsang Meningeal2
a. Kaku kuduk (nuchal rigidity)
Pasien dalam posisi terlentang, bila lehernya ditekuk secara pasif terdapat tahanan,
sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada, maka dikatakan kaku kuduk
positif. Tahanan juga dapat terasa bila leher dibuat hiperekstensi, diputar atau
digerakkan ke samping. Kadang-kadang kaku kuduk disertai hiperektensi tulang
belakang, keadaan ini disebut opistotonus. Di samping menunjukkan adanya
rangsang meningeal (meningitis), kaku kuduk juga terdapat pada tetanus, abses
retrofaringeal, abses peritonsilar, ensefalitis virus, keracunan timbale dan arthritis
rheumatoid.
b. Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien yang terlentang dan
tangan lain diletakkan di dada pasien untuk mencegak agar badan tidak terangkat,
kemudian kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif. Bila rangsang positif
maka kedua tungkai bawah bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.
c. Brudzinski II
Pada pasien yang terlentang, fleksi pasif tungkai atas pada sendi panggul akan
diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan sendi lutut. Hasilnya
lebih jelas bila waktu fleksi ke panggul sendi lutut dalam keadaan ekstensi
d. Kernig
Pemeriksaan Kernig ini ada bermacam-macam cara, yang biasa dipergunakan
adalah pasien dapam posisi terlentang dilakukan fleksi tungkai atas tegak lurus,
kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Dalam keadaan
normal tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih dari 135o terhadap tungkai
atas. Pada iritasi meningeal ekstensi lutut secara pasif tersebut akan menyebabkan
rasa sakit dan terdapat hambatan. Pemeriksaan ini sukar dilakukan pada bayi
dibawah 6 bulan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemerikasaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan
lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demem, pemeriksaan laboratorium
yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.3
4
Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal. Pungsi lumbal dianjurkan pada:
- Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
- Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
- Bayi > 18 bulan tidak rutin.
Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat diperediksi kemungkinan
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan tejadinya epilepsy
dikemudian hari. Oleh sebab itu pemeriksaan EEG pada kejang demam tidak
dianjurkan.3 Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak
khas.
Diagnosis
Diagnosis Kerja
Kejang Demam Sederhana
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang
disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk
diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius atau lebih suhu rektal. Kejang terjadi akibat
loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari
biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba
yang disebabkan oleh demam dari luar otak.
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat
sementara. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala
dengan demam. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering
dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu
awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. Dari pengertian
diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena
peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun. Anak
5
yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1
bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Kejang demam kompleks adalah kejang demam fokal, lebih dari 15 menit, atau berulang
dalam 24 jam. Pada kejang demam sederhana kejang bersifat umum, singkat, dan hanya
sekali dalam 24 jam.Kejang demam terjadi pada 2-4% anak dengan umur berkisar antara 6
bulan sampai 5 tahun, insidens tertinggi pada umur 18 bulan. Ciri-ciri khas pada kejang
demam sederhana yaitu sebegai berikut.4
Berlangsung singkat (< 15 menit) dan umumnya akan berhenti sendiri.
Kejang berbentuk umum (bangkitan kejang tonik dan atau klonik), tanpa gerakan
fokal.
Kejang hanya sekali / tidak berulang dalam 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.
Selain klasifikasi diatas, terdapat juga klasifikasi lain, yaitu klasifikasi Livingston.
Klasifikasi ini dibuat karena jika anak kejang maka akan timbul pertanyaan, dapatkah
diramalkan dari sifay dan gejala mana yang memiliki kemungkinan lebih besar untuk
menderita epilepsi. Livingston (1954) membagi kejang demam atas 2 golongan:
Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever)
Modifikasi Livingston diatas dibuat utuk diagnosis kejang demam sederaha adalah:
Umur anak ketika kejang adalah 6 bulan dan 4 tahun
Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 5 menit
Kejang bersifat umum
Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Permeriksaan saraf sebelumnya dan sesudah kejang normal
Pemeriksan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Diagnosis Banding
6
1. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)4
Berlangsung lama (> 15 menit).
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial.
Kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang
lama terjadi pada 8 % bangkitan kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial
satu sisi, atau kejang umum yang didauhului kejang parsial. Kejang berulang adalah
kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang
berulang terjadi pada 16% diantara anak yang mengalami kejang demam.
2. Epilepsi
Bangkitan kejang merupakan satu manifestasi daripada lepas muatan listrik
yang berlebihan dari sel neuron saraf pusat. Keadaan ini merupakan gejala
terganggunya fungsi otak. Gangguan ini dapat disebabkan oleh faktor fisiologi,
biokimiawi, anatomis atau gabungan faktor tersebut. Tiap-tiap penyakit atau kelainan
yang dapat menggangu fungsi otak, dapat menyebabkan timbulna bangkitan kejang.
Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa bangkitan kejang dapat disebabkan oleh
banyak macam penyakit atau kelainan di antaranya adalah trauma lahir, trauma
kapatis, radang otak, tumir otak, perdarahan otak, gangguan peredaran darah,
hipoksia, anomaly congenital otak, kelainan degenerative susunan saraf pusat,
gangguan metabolism, gangguan elektrolit, demam reaksi toksis-alergis, keracunan
obat atau zat kimia, jaringan parut, faktor hereditas.3,4 Bila kita menghadapi anak
dengan bangkitan kejang, haruslah dicari kelainan atau penyakit yang
menyebabkannya. Kadang-kadang kita berhasil kmenemukannya, tapi sering pula
tidak berhasil.
Manifestasi bangkitan kejang dapat bermacam-macam, dari yang ringan
seperti rasa tidak enak di perut sampai kepada yang berat (kesadaran menghilang
disertai kejang tonik-klonik). Semua ini bergantung kepada sel-sel neuron mana
dalam otak yang terangsang dan sampai berapa luas ransangan ini menjalar. Dalam
bahasa inggris, bangkitan kejang dapat diterjemahkan dengan “seizure”,
“convulsion”, atau “fit”. Sebenarnya semua orang dapat dibuat berkejang, asalkan
kepadanya diberikan rangsangan yang cukup kuat sehingga ambang kejangnya
7
dilampaui, misalnya dengan elektrokonvunsi atau penyuntikan obat metrazol.
Rendahnya ambang kejang dapat disebabkan faktor hereditary atau faktor yg didapat,
dapat reversibel atau ireversibel. Chao (1958) mengatakan bila bahwa bangkitan
kejang yang disebabkan oleh kelainan serebral timbul secara berulang, maka hal
demikian disebut epilepsi.
Etiologi
Penyebab kejang demam adalah demam yang terjadi secara mendadak. Demam dapat
disebabkan infeksi bakteri atau virus, misalnya infeksi saluran napas atas. Tidak diketahui
secara pasti mengapa demam dapat menyebabkan kejang pada satu anak dan tidak pada anak
lainnya, namun diduga ada faktor genetik yang berperan. Setiap anak juga memiliki suhu
ambang kejang yang berbeda: ada yang kejang pada suhu 38 derajat Celsius, ada pula yang
baru mengalami kejang pada suhu 40 derajat Celsius. Hingga kini etiologi kejang demam
belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan oleh :
• infeksi saluran pernafasan atas,
• otitis media,
• pneumonia,
• gastroenteritis, dan
• infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang yang tidak begitu
tinggi dapat menyebabkan kejang.4 Penyebab lain kejang disertai demam adalah penggunaan
obat-obat tertentu seperti difenhidramin, antidepresan trisiklik, amfetamin, kokain, dan
dehidrasi yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air-elektrolit.
Faktor Resiko
Sedangkan faktor yang mempengaruhi kejang demam adalah sebagai berikut.
1. Umur
3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam.
Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun, jarang
terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.
8
Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian
menurun dengan bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih
cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.
3. Suhu badan
Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi suhu
tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang. Ambang kejang
berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3°C – 41,4°C. Adanya perbedaan
ambang kejang ini menerangkan mengapa pada seorang anak baru timbul kejang
setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain kejang
sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini
dapatlah disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak
dengan nilai ambang kejang yang rendah.
4. Faktor keturunan
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam.
Beberapa penulis mendapatkan bahwa 25 – 50% anak yang mengalami kejang demam
memiliki anggota keluarga ( orang tua, saudara kandung ) yang pernah mengalami
kejang demam sekurang-kurangnya sekali.
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam.4 Kejang
demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam atau
pada waktu demam tinggi. Faktor –faktor lain diantaranya:
riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat,
problem pada masa neonatus,
anak dalam perawatan khusus, dan
kadar natrium rendah.
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih.
Risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah
demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam,
dan riwayat keluarga epilepsi.
9
Epidemiologi
A. Frekuensi
Antara 2% sampai 5% anak mengalami kejang demam sebelum usianya yang ke 5.
Sekitar 1/3 dari mereka paling tidak mengalami 1 kali rekurensi.
B. Mortalitas/Morbiditas
Kejang demam biasanya tidak berbahaya. Anak dengan kejang demam memiliki
resiko epilepsy sedikit lebih tinggi dibandingkan yang tidak (2% : 1%).
C. Ras (semua ras).
D. Jenis kelamin. Beberapa penelitian menunjukkan kejadian lebih tinggi pada pria.
E. Usia. Kejang demam terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun.
Manifestasi Klinis
Tejadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat, misalnya tonsillitis, otitis media akuta, bronchitis, flurunkulosis dan lain-lain. Serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya
kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak member reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi setelah beberpa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa
adanya kelainan saraf.5 Gambaran klinis yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam
adalah:
Suhu tubuh mencapai 39oC
Anak sering hilang kesadaran saat kejang
Kepala anak seperti terlempar ke atas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku,
bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang bergantung pada jenis kejang
Kulit pucat dan mungkin menjadi biru
Serangan terjadi beberapa menit setelah itu anak sadar
Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu
energy yang didapat dari metabolism. Bahan baku untuk metabolism otak yang terpenting
adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan
perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi
10
sumber energy otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan
air.6
Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan
elekrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi
dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran ini dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energy dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat
pada permukaan sel.6
Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik
dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1˚C akan mengakibatkan kanaikan metabolism basal
10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan
dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terhadi difusi dari ion Kalium
maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke
membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neuretransmiter dan terjadilah
kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada
anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38˚C sedangkan
pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40˚C atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada ambang kejang demam yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.6
11
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umunya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhann oksigen dan energi untuk
kontraksi oto skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan
metabolism anaerobik, hipotensi aterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolism otak meningkat. Rangkaian terjadi di atas adalah faktor peyebab
hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak.5,6
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsy yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsy.
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Saat Kejang
Dalam keadaan kejang obat yang paling cepat dalam menghentikan kejang
adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosisnya adalah 0,3-0,5 mg/kg
perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan
dosis maksimal 20 mg. diazepam dalam bentuk rectal dapat diberikan di rumah saat
kejang. Dosis diazepam rectal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rekatal 5 mg
untuk anak dengan berat bean kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih
dari 10 kg atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun
atau dosis 7,5 mg untuk di atas usia 3 tahun. Kejang yang belum berhenti dengan
diazepam rektal dapat diulangi dengan cara dan dosis yang sama dalam interval waktu
5 menit.7 Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang dianjurkan ke rumah sakit
dan dapat diberikan diazepam intravena dosis 0,3-0,5 mg.kg.
Bila kerja masih belum berhenti diberikan fenitoin intravena dengan dosis
awal 10-20 mg/kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/kg/ menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, yaitu 12 jam
12
setelah dosis awal. Bila dengan telah berhenti pemberian obat selanjutnya tergantung
dari jenis kejang demamnya dan faktor resikonya.7
Saat demam
Pemberian obat saat demam dapat digunakan antipiretik dan anti konvulsan.
Antipiretik sangat dianjurkan walaupun tidak ada bukti bahwa penggunaannya dapat
mengurangi resiko terjadinya kejang demam. Dapat diberikan asetamenofen berkisar
10-15 mg/kg/kali diberikan 3 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-
10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Pemekainan diazepam oral dosis 0,3 mg/kgbb setiap 8
jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang, dapat juga diberikan
diazepam rektal 0,5 mg/kbgg setiap 8 jam pada suhu >38,5˚C. Fenobarbital,
karbamazepin, denitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang
demam. 7
Pengobatan rumatan
Pengobatan rumatan yang diberikan bila kejang demam menunjukkan cirri sebagai
berikut:
- Kejang lama > 15 menit
- Adanyan kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, cerebral palsy, retradasi mental, hidrosefalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumatan dipertimbangkan bila:
- Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
- Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
- Kejang demam dalam ≥ 4 kali pertahun.
Obat pilihan untuk rumatan adalah asam valporoat dengan dosis 15-40 mg/kgbb/hari
2-3 dosis. Lama pengobatan rumatan adalah 1 tahun bebas kejang lalu dihentikan bertahap
selama 1-2 bulan.7
Non-medikamentosa
Bila melihat anak kejang, usahakan untuk tetap tenang dan lakukan hal-hal berikut:
Letakkan anak di tempat yang aman, jauhkan dari benda-benda berbahaya seperti
listrik dan pecah-belah.
13
Baringkan anak dalam posisi miring agar makanan, minuman, muntahan, atau benda
lain yang ada dalam mulut akan keluar sehingga anak terhindar dari bahaya tersedak.
Jangan memasukkan benda apapun ke dalam mulut. Memasukkan sendok, kayu, jari
orangtua, atau benda lainnya ke dalam mulut, atau memberi minum anak yang sedang
kejang, berisiko menyebabkan sumbatan jalan napas apabila luka
Jangan berusaha menahan gerakan anak atau menghentikan kejang dengan paksa,
karena dapat menyebabkan patah tulang.
Amati apa yang terjadi saat anak kejang, karena ini dapat menjadi informasi berharga
bagi dokter. Tunggu sampai kejang berhenti, kemudian bawa anak ke unit gawat
darurat terdekat.
Apabila anak sudah pernah kejang demam sebelumnya, dokter mungkin akan
membekali orangtua dengan obat kejang yang dapat diberikan melalui dubur. Setelah
melakukan langkah-langkah pertolongan pertama di atas, obat tersebut dapat
diberikan sesuai instruksi dokter.
Pencegahan
Pencegahan kejang demam yang pertama tentu dengan usaha menurunkan suhu tubuh
apabila anak demam. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan obat penurun panas,
misalnya parasetamol atau ibuprofen. Hindari obat dengan bahan aktif asam asetilsalisilat,
karena obat tersebut dapat menyebabkan efek samping serius pada anak. Pemberian kompres
air hangat (bukan dingin) pada dahi, ketiak, dan lipatan siku juga dapat membantu.
Sebaiknya orangtua memiliki termometer di rumah dan mengukur suhu anak saat
sedang demam. Pengukuran suhu berguna untuk menentukan apakah anak benar mengalami
demam dan pada suhu berapa kejang demam timbul. Pengobatan jangka panjang hanya
diberikan pada sebagian kecil kejang demam dengan kondisi tertentu.
Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik. Dari penelitian
yangada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25%-50%, yang umumnya terjadi
pada6 bulan pertama. Apabila melihat kepada umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga,
Lennox-Buchthal(1973) mendapatkan:
Pada anak berumur <13 tahun, terulangnya kejang demam pada wanita 50%
danpria 33%
14
Pada anak berumur 14 bulan-3 tahun dengan riwayat keluarga adanya
kejang,terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%
Komplikasi
1. Kejang demam berulang
Sekitar sepertiga dari semua anak dengan pengalaman berulangnya kejang demam
sejak kejang demam pertama. Faktor risiko kejang demam berulang antara lain
sebagai berikut:
- Usia muda pada saat kejang demam pertama
- Relatif rendah demam pada saat kejang pertama
- Keluarga riwayat kejang demam
- Durasi singkat antara onset demam dan kejang awal
- Beberapa kejang demam awal selama episode yang sama
Pasien dengan semua 4 faktor risiko yang lebih besar dari 70% kemungkinan
kekambuhan. Pasien dengan tidak ada faktor risiko memiliki kurang dari 20%
kemungkinan kekambuhan. 8
2. Epilepsi
Ada beberapa faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari:
- Kejang demam kompleks
- Faktor yang merugikan lain berupa kelainan status neurologi sebelum kejang
demam pertama (misal: serebral palsy atau retardasi mental)
- Onset kejang demam pertama pada umur < 1 bulan
- Riwayat epilepsi atau kejang afebris pada orang tua atau saudara kandung
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari
akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya
terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam
hanya 2%-3% saja. 8
Kesimpulan
Dari kasus seorang anak perempuan berusia 4 tahun dibawa ibunya ke UGD RS
karena kejang-kejang diseluruh tubuhnya 30 menit yang lalu. Kejang kelojotan seluruh tubuh,
mata mendelik ke atas, kejang berlangsung selama 5 menit dan hanya 1 x. Kejang di awali
15
demam tinggi 40 C dan batuk pilek sejak 2 hari yang lalu menderita Kejang Demam
Sederhana, oleh sebab itu perlunya penanganan secara cepat dan tepat untuk mendapatkan
prognosis yang baik. Kejang demam sederhana adalah hal yang sering di jumpai pada anak di
bawah 5 tahun. Oleh karena itu perlu sekali mengedukasi orang tua. Diazepam adalah obat
lini pertama untuk kejang.
Daftar Pustaka
1. Bickley LS. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Jakarta: EGC; 2009.
h.616-617.
2. Corry M, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Jakarta: Sagung Seto;
2000
3. Lumbantobing. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta:Balai Penerbit
FKUI; 2010. h. 7-146
4. Rudolph AM, editors. Buku ajar pediatri Rudolph. Edisi ke-20. Jakarta: EGC;
2007.h.2160-91.
5. Wahab S, editors. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi ke-15. Jakarta : EGC; 2059-64.
6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI;2007.h.847-54.
7. Yusna D dan Hartanto H, editors. Dasar-dasar pediatrika. Edisi ke-3. Jakarta: EGC;
2008.h.282-3.
8. Meadow R dan Newell SJ. Pediatrika. Edisi ke-7. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2005.
h.112-19.
16