Amel Referat Forensik Belum Disusun 1

download Amel Referat Forensik Belum Disusun 1

If you can't read please download the document

description

dasaafefs

Transcript of Amel Referat Forensik Belum Disusun 1

BAB IPENDAHULUAN

Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakekatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat yang hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifat hakiki yang dimaksud di sini adalah suatu sifat " tidak hakiki" yang selalu menyertai kehidupan dan kegiatan manusia pada umumnya. Sifat tidak kekal tersebut, selalu meliputi dan menyertai mansuia sebagai peribadi, ke1ompok, masyarakat dalam melaksanakan kegiatan- kegiatannya. Keadaan yang tidak kekal yang merupakan sifat alamiah tersebut mengakibatkan adanya suatu keadaan yang tidak dapat diramalkan lebih dahulu secara tepat, sehingga dengan demikian keadaan tidak kekal tidak akan pernah memberikan kepastian. Karena tidak adanya suatu kepastian, tentu saja akhimya sampai pada suatu keadaan yang tidak pasti pula. Keadaan yang tidak pasti tersebut, dapat terwujud dalam berbagai bentuk atau peristiwa yang biasanya selalu dihindari. Keadaan tidak pasti terhadap kemungkinan yang dapat terjadi baik dalam bentuk atau peristiwa yang belum tentu menimbulkan rasa tidak aman yang lazim disebut sebagai risiko. Pada sisi lain, manusia sebagai mahluk Tuhan dianugerahi berbagai kelebihan. Oleh karena itu, manusia sebagai mahluk yang mempunyai sifat-sifat yang lebih dari mahluk lain mencari daya upaya guna mengatasi rasa tidak aman tersebut. Manusia dengan akal budinya berdaya upaya guna mengatasi rasa tidak aman tadi sehingga ia merasa menjadi aman. Dengan daya upaya tersebut manusia berusaha bergerak dari ketidakpastian menjadi suatu kepastian, sehingga ia selalu dapat menghindari atau mengatasi risiko- risikonya, baik secara individual atau secara bersama-sama (Sri Rejeki Hartono, 1995:.2 ) Jadi, asuransi itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Di samping itu, tidak ada seorangpun yang dapat bebas dari suatu risiko yang pasti dan tidak pasti. Hal ini dapat disebabkan antara lain, karena jenis pekerjaan yang tidak sama, kondisi fisik, keadaan geografis dan berbagai alasan lain yang sangat bervariasi. Sehingga dengan demikian dapat pula disebut bahwa risiko akan ada, apabila keadaan masa depan sama sekali tidak diketahui dengan pasti, yang masih digantungkan pada banyak faktor (Sri Rejeki Hartono, 1995: 7 ) Upaya manusia dalam mengatasi risiko ada beberapa cara antara lain : 1. Menerima Apabila diperkirakan kerugian yang mungkin tidak terlalu besar, jika dibandingkan dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pencegahannya, oleh yang bersangkutan diputuskan untuk diterima saja risiko yang mungkin timbul tersebut. Demikian pula apabila keuntungan yang diperoleh akan lebih besar dari pada kerugian yang mungkin terjadi. 2. Menghindari
Dengan menghindari risiko, berarti yang bersangkutan menjauhkan diri dari perbuatan atau peristiwa yang dapat menimbulkan risiko baginya. Seperti halnya setiap orang yang selalu menghindar dari setiap perbuatan atau peristiwa yang dianggap mengandung risiko, harus tetap dihadapi agar tujuan yang lebih besar dapat tercapai, dengan perkataan lain, untuk menghindari risiko banyak, bergantung kepada berbagai faktor. Suatu yang tidak disangkal bahwa tidak ada seorangpun yang dapat menghindari risiko yang merupakan rahasia Tuhan. 3. Mencegah
Mencegah adalah melakukan beberapa usaha sehingga akibat yang tidak diharapkan, yang mungkin timbul, dapat diatasi atau dihindari. Dalam kenyataannya, usaha pencegahan tersebut tidak selalu berhasil. 4. Mengalihkan atau Membagi
Mengatasi risiko dapat dilakukan dengan cara mengalihkan ataumembagi kepada penanggung (perusahaan asuransi). Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat manusia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan lebih baik, namun tidak bisa disangkal lagi bahwa semakin maju teknologi, semakin tinggi pula risiko yang dihadapi, oleh karena itu, dalam menghadapi risiko, pada umumnya orang berupaya untuk melepaskan diri dan menguranginya antara lain melalui upaya asuransi atau pertanggungan. Asuransi merupakan suatu perjanjian antara penanggung dan tertanggung dalam bentuk pelimpahan risiko. Asuransi sebagai lembaga pengalihan risiko mempunyai kegunaan positif baik bagi masyarakat, perusahaan maupun Negara. Mereka yang menutup perjanjian asuransi akan merasa tentram sebab ada jaminan perlindungan dari kemungkinan tertimpanya suatu kerugian. Untuk diketahui bahwa pada saat sekarang ini lebih banyak berdiri perusahaan asuransi baik dikelola oleh pemerintah maupun yang dikelola oleh pihak swasta. Perkembangan ini setelah dikeluarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, yang berbunyi : "Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. " Asuransi jiwa bertujuan untuk memberikan jaminan kepada seseorang atau keluarganya yang disebabkan oleh berbagai risiko, salah satunya kematian (loss in life), baik secara alamiah (natural death) maupun karena kecelakaan (accidentaally death) atau karena serangan penyakit. Tercapainya kata sepakat, perjanjian sudah sah apabila tercapai sepakat mengenal hal pokok yang diperjanjikan. Hal yang telah disepakati dalam perjanjian asuransi dituangkan dalam suatu akta yang disebut polis. Polis tersebut berfungsi sebagai alat bukti dalam penyelenggaraan suatu pertanggungan dalam hal pemberian jaminan ganti kerugian atas terjadinya peristiwa atau risiko yang timbul. Polis pertanggungan memegang peranan penting karena sangat bermanfaat pada waktu pengajuan tuntutan ganti (klaim) atas kontrak prestasinya sebagai akibat dibayarkan premi asuransi pada pihak penanggung. Dalam hal ini terlihat bahwa para pihak memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Dengan adanya hak dan kewajiban tersebut dikenal dengan istilah "prestasi atau kontra prestasi", maka memungkinkan para pihak untuk melakukan penuntutan atas haknya, di samping itu pula merupakan kewajiban pihak lain untuk memenuhinya. Permasalahan mungkin dapat terjadi akibat dari tertanggung belum memahami hak dan kewajibannya secara mendalam. penipuan atau adanya unsur moral hazard dari ahli waris atau membatalkan perjanjian pertanggungan yang disepakati dengan alasan-alasan tertentu pula. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut : Aspek-aspek hukum apa yang terkandung dalam perjanjian asuransi, khususnya klaim surat kematian serta Bagaimana proses klaim surat kematian dirumah sakit.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Asuransi dan Hukum Asuransi

Pengertian Asuransi sebagaimana tercantum di dalam Buku Kesatu Bab IX Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) adalah sebagai berikut : Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk menberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu. Definisi yang lebih luas lagi dari pada definisi pasal 246 KUHD adalah definisi pasal 1 angka(1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian menyatakan bahwa : Asuransi atau pertanggungan itu adalah perjanjian antara kedua belah pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima suatu premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita pihak tertanggung, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Kiranya hal ini sudah merupakan suatu pengertian yang lazim, seperti pendapat-pendapat para sarjana antara lain : James L Athearn, dalam bukunya Risk and Insurance mengatakan bahwa asuransi itu adalah satu institute yang direncanakan guna menangani resiko.

Robert I. Nehr dan Emerson Cammack juga mengatakan bahwa suatu pemindahan resiko itu lazim disebut sebagai asuransi.

David L. Bickelhaupt, dalam bukunya General Insurance juga mengatakan bahwa : Fondasi dari suatu asuransi itu tidak lain ialah masalah resiko.

D.S Hansell, menyatakan dengan tegas bahwa asuransi selalu berhubungan dengan resiko (Insurance is to do with risk)15
Bila ditelaah lebih lanjut pengertian asuransi dalam pasal 246

KUHD, hanya mencakup bidang asuransi kerugian tidak termasuk dalam asuransi jiwa, karena KUHD memandang jiwa manusia bukanlah harta kekayaan. Berbeda dengan pengertian asuransi jiwa menurut pasal 1 angka 1 Undang-undang No 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian kecuali asuransi kerugian (loss insurance) juga meliputi asuransi jiwa (life insurance). Hal itu terlihat jelas pada rumusan kata-kata : ...atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang untuk yang dipertanggungjawabkan. Walaupun begitu rumusan asuransi dari pasal 246 KUHD berlaku secara umum. Dari definisi-definisi yang diberikan tentang asuransi tersebut di atas diketahui bahwa inti dari tujuan suatu asuransi adalah mengalihkan risiko dari tertanggung yang mempunyai kepentingan terhadap obyek asuransi kepada penanggung yang timbul sebagai akibat adanya ancaman bahaya terhadap harta kekayaan atau terhadap jiwanya. Sumber hukum asuransi jiwa adalah dasar kekuatan atau dasar berpijak dalam kegiatan penyelenggaraan asuransi jiwa. Dasar penyelenggaraan asuransi jiwa di Indonesia antara lain :
a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata : KUHPerdata Buku III tentang Perikatan.

Bab I tentang Perikatan-perikatan pada umumnya.

Bab II tentang Perikatan-perikatan yang dilahirkan dari Perjanjian

b. Kitab Undang-undang Hukum Dagang. KUHDagang Buku I.

Bab IX tentang asuransi jiwa atau pertanggungan.

Bab X Pasal 247 tentang pertanggungan terhadap bahaya kebakaran, terhadap bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipanen dan tentang pertanggungan jiwa.

c. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tanggal 11 Februari 1992 tentang Usaha Perasuransian. d. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tengang Pelaksanaan Usaha Perasuransian. 1) Keputusan-keputusan Menteri Keuangan sebagai petunjuk pelaksanaan undang-undang dan Peraturan Pemerintah.

2) Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1250/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Usaha Asuransi Jiwa.

3) Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 77/KMK.011/1987 tanggal 10 Februari 1987 tentang Perijianan Agen Asuransi Jiwa di Indonesia.

4) Surat Dirjen Moneter Dalam Negeri Departemen Keuangan RI. No. S-625.11/1987 tanggal 15 September 1987 tentang pelaksanaanp keputusan Menteri Keuangan RI No. 77/KMK.011/1987.

5) Surat Edaran Dirjen Moneter Dalam Negeri Departemen keuangan RI. No. SE-365/MD/1981 tanggal 24 Januari 1981 tengang Kode Etik Agen Asuransi.

6) Peraturan yang dikeluarkan oleh Perusahaan seperti : Anggaran Dasar, Syarat-syarat umum polis, syarat-syarat khusus polis, Surat Keputusan Direksi Pelaksana.

7) Kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam praktik perasuransian jiwa di Indonesia (conventiont).

2. Bagian-bagian Terpenting Dari Sumber-sumber Hukum Asuransi Jiwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992
Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 dijumpai beberapa pasal yang mengatur asuransi jiwa yaitu pada Pasal 1 ayat (10) yang menjelaskan tentang agen asuransi yang berbunyi Agen asuransi adalah seseorang atau badan yang kegiatannya memberikan jasa dalam memasarkan jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung . Di dalam Pasal 6 ayat (1) ditentukan tentang kebebasan memilih penanggung dalam menutup atas obyek asuransi kecuali bagi program asuransi sosial. Selanjutnya dalam Pasal 7 ayat (1) ditentukan tentang Badan Hukum yang dapat melakukan usaha perasuransian. Dalam Pasal 20 ayat (2) yang berbunyi Hak pemegang polis atas pembagian harta kekayaan perusahaan asuransi jiwa yang dilikuidasi merupakan hak utama. Dan dalam Pasal 21 ayat (2) dan (5) menjelaskan tentang sanksi pidana dan perdata bagi barang siapa saja yang menggelapakan premi asuransi dan pemalsuan dokumen asuransi.

Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 ada beberapa bagian terpenting dalam asuransi jiwa yaitu dalam Pasal 17 yang berbunyi Dalam setiap pemasaran program asuransi harus diungkapkan informasi yang relevan, tidak ada yang bertentangan dengan persyaratan yang dicantumkan dalam polis dan tidak menyesatkan . Selanjutnya juga diatur dalam Pasal 23 tentang penyelesaian pembayaran klaim oleh perusahaan yaitu pada ayat (1) yang berbunyi Perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim, atau melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan yang dapat mengakibatkan keterlambatan penyelesaian atau pembayaran klaim dan dalam ayat (2) yang berbunyi Tertanggung dalam melakukan pengurusan penyelesaian klaim dapat menunjuk pihak lain, termasuk perusahaan pialang asuransi yang dipergunakan jasanya oleh tertanggung dalam penutupan asuransi yang bersangkutan. Serta dalam Pasal 27 tentang agen asuransi yaitu dalam ayat (1)Setiap agen asuransi jiwa hanya dapat menjadi agen dari satu perusahaan asuransi jiwa. Pada ayat (2) Agen asuransi wajib memiliki perjanjian keagenan dengan perusahaan asuransi yang diageni. Dab dalam ayat (4) yang berbunyi Agen asuransi dalam menjalankan kegiatannya harus memberikan keterangan yang benar dan jelas kepada calon tertanggung tentang program asuransi yang dipasarkan dan ketentuan isi polis termasuk mengenai hak dan kewajiban calon tertanggung.

3. Keputusan Menteri Keuangan No.225/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Bagian-bagian yang terpenting dalam Keputusan Menteri Keuangan No.225/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yaitu diatur dalam Pasal 3 tentang ketentuan nilai tunai yaitu pada ayat (1) yang berbunyi Dalam polis asuransi jiwa yang memiliki unsur tabungan harus dicantumkan dalam tabel nilai tunai yang berlaku bagi polis yang bersangkutan. Dan pada ayat (2) yang berbunyi Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dihitung berdasarkan nilai akumulasi unsur tabungan dalam premi yang telah dibayar. Selanjutnya dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) ditentukan tentang pembatasan atau pengecualian risiko dan kewajiban penanggung harus dicetak sedemikian rupa sehingga dengan mudah dapat diketahui. Dan dalam Pasal 5 ayat (5) yang berbunyi Dalam polis asuransi jiwa dilarang mencantumkan suatu ketentuan yang ditafsirkan bahwa, tertanggung tidak dapat melakukan upaya hukum sehingga tertanggung harus menerima penolakan pembayaran klaim. Di dalam Pasal 6 yang berbunyi Dalam polis dilarang dicantumkan ketentuan yang ditafsirkan sebagai pembatasan upaya hukum bagi para pihak dalam hal penyelesaian mengenai polis. Selanjutnya di dalam Pasal 7 yang berbunyiKetentuan dalam polis asuransi yang mengatur mengenai pemilihan pengadilan dalam hal perselisihan yang menyangkut perjanjian asuransi, tidak boleh membatasi pemilihan pengadilan hanya pada Pengadilan Negeri di tempat kedudukan penanggung. Di dalam Pasal 9 ayat (1) dan (2) ditentukan tentang adanya hak suara bagi polis yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi jiwa yang berbentuk usaha bersama dan polis yang di dalamnya terdapat unsur tabungan. Dan dalam Pasal 15 yang mengatur tentang batas waktu penyelesaian pembayaran klaim. 4. Keputusan Menteri Keuangan RI No.979/KMK.011/1985 tanggal 14 Desember 1985 tentang Perijinan Agen Asuransi Jiwa di Indonesia
Tentang perijinan agen asuransi jiwa di Indonesia oleh keputusan Menteri Keuangan RI No.979/KMK.011/1985 yang dikeluarkan pada tanggal 14 Desember 1985 ada beberapa bagian terpenting yang mengatur tentang asuransi jiwa yaitu pada Pasal 1 yang berbunyi Yang dimaksud dalam keputusan ini dengan agen asuransi jiwa adalah perorangan yang dalam melakukan kegiatannya sebagai perantara dalam rangka penutupan asuransi jiwa bertindak untuk kepentingan penanggung. Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) ditentukan tentang agen asuransi jiwa harus mendapat Ijin Usaha dari Menteri Keuangan dan tentang persyaratan untuk menjadi agen asuransi jiwa. Di dalam Pasal 4 yang berbunyi Setiap agen asuransi jiwa harus mengarahkan kegiatan ke arah pengembangan dan peningkatan usaha perasuransian nasional dan tidak dibenarkan menjalankan kegiatan-kegiatan yang menyimpang dari praktik usaha keagenan yang baik yang dapat merusak ketertiban pasaran asuransi di Indonesia . Dan di dalam Pasal 5 yang berbunyi sebagai berikut Setiap agen asuransi jiwa harus menyusun administrasi yang baik mengenai kegiatannya dan setiap enam bulan menyampaikan laporan tentang kegiatan usahanya kepada Departemen Keuangan yang salah satu tembusannya disampaikan kepada perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.

5. Hak dan Kewajiban Para Pihaka.. Hak dan Kewajiban Penanggung
1). Penanggung wajib memberikan ganti kerugian atau sejumlah uang dalam perjanjian Asuransi, sesuai dengan ketentuan Pasal 1339
2) Penanggung wajib untuk melaksanakan ketentuan perjanjian yang telah disepakati. Hal tersebut seperti yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1), (2), (3).
Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa : a). semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

b). suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

42 Ibid, tahun 1993, hal 24 lii 3). Penanggung hendaknya membuat perjanjian Asuransi secara tertulis dalam suatu akta yang disebut Polis. Hal ini seperti tercantum dalam Pasal 255 KUHD.

4). Hak Penanggung untuk menutup kembali (Reasuransi) penanggungnya kepada Perusahaan Asuransi yang lain. Hal ini diatur dalam Pasal 271 KUHD. Tindakan menutup reasuransi disamping melindungi penanggung pertama dari kesulitan melaksanakan kewajibannya, juga secara tidak langsung melindungi kepentingan pemegang polis.43

b. Hak dan Kewajiban Tertanggung 1). Tertanggung wajib membayar premi kepada penanggung.

2). Pemegang polis / tertanggung dapat menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga dengan memperhatikan Pasal 1267 KUHPerdata yaitu :
Bahwa pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilaksanakan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga.

43 M. Suparman S dan Endang, Hukum Asuransi, Op.cit, tahun 1993, hal 25 liii 3). Ahli waris dari tertanggung dalam perjanjian Asuransi juga mempunyai hak untuk dilaksanakan prestasi dari perjanjian tersebut. Hal ini disimpulkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata. 4). Tertanggung wajib untuk melaksanakan ketentuan perjanjian yang telah disepakatinya.

B. Prinsip Hukum Asuransi Jiwa Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat di dalam KUHPerdata Buku III Periktan. Kata perikatan mempunyai pengertian yang lebih luas dari perjanjian. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Hubungan hukum antara perjanjian dengan perikatan adalah perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perikatan adalah hubungan suatu hubungan antara dua orang atau lebih atau dua pihak berdasarkan mana pihak satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak lain tersebut berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut disebut kreditur atau berpiutang dan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau siberhutang. Para pihak dalam perjanjian diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian yang tertanggung dan perusahaan adakan. Jika, perusahaan dan tertanggung tidak mengatur sendiri, hal itu berarti debitur dan kreditur mengenai hal tersebut akan tunduk kepada undang-undang. Dalam Pasal 1338 ayat (1) disebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sedangkan tentang syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya suatu perjanjian dapat dilihat dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Syarat pertama dan kedua yaitu sepakat mereka mengikatkan diri dan kecakapan untuk membuat membuat suatu perjanjian dinamakan syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyek yang mengadakan yang mengadakan perjanjian. Apabila salah satu syarat atau syarat-syarat subyektif tidak dipenuhi, maka satu pihak yang mengadakan perjanjian dapat meminta perjanjian itu untuk dibatalkan, adapun pihak yang dapat meminta pembatalan adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang merasa terpaksa di dalam membuat perjanjian. Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif tetap mengikat para pihak selama tidak dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang meminta pembatalan tadi. Adapun syarat suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal dinamakan syarat obyektif, karena menyangkut obyeknya atau mengenai yang diperjanjikan. Apabila syarat obyektif tersebut tidak dipenuhi, maka perjanjian itu, batal demi hukum yang artinya perjanjian itu dianggap tidak pernah ada. Perjanjian Asuransi Jiwa Perjanjian jiwa sering disebut pertanggungan, pengertiannya dapat dilihat dalam Buku I Bab IX Pasal 246 KUHDagang yaitu Suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan dirinyta kepada tertanggung, dengan mana menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak pasti Di dalam Pasal 268 KUHDagang yang menentukan suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat diancam oleh bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang- undang. Dengan melihat pada penggolongan jenis asuransi tersebut, maka kedudukan asuransi jiwa menurut Pasal 247 KUHDagang adalah merupakan salah satu jenis asuransi yang disebut dalam undang-undang. Pengertian asuransi di Indonesia dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 1992 tentang Usaha Perasuransian Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapakan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan 3. Batalnya Perjanjian Asuransi Perjanjian asuransi dapat dibatalkan oleh pihak yang berkepentingan apabila :
Jika syarat sepekat dan kecakapan (syarat subyektif) tidak dipenuhi (Pasal 1445 KUHPerdata). Pembatalan dapat dilakukan : a). Sejak pihak yang belum dewasa menjadi dewasa, b). Sejek pengampuan dicabut, c).Sejak adanya paksaan telah berakhir, d).Sejak diketahui adanya kekhilafan dan penipuan. Pemberitahuan atau informasi yang tidak benar. Contoh : Tertanggung menderita penyakit jantung tapi tidak memberitahukan.
Tidak memberi tahukan sesuatu yang diketahui oleh tertanggung sekalipun dengan itikad baik. Contoh : Tertanggung tidak memberi tahukan umur yang sebenarnya Pemberitahuan yang salah. Contoh : Tertanggung tidak memberitahukan bahwa tertanggung menderita penyakit kanker, padahal tetanggung sudah lama menderita penyakit kanker tersebut. Faktor-faktor Penyebab Ditolak atau Tidak Dibayarkannya Klaim Kepada Pemegang Polis Faktor-faktor klaim ditolak atau tidak dibayarkannya disebabkan antara lain : 1.Tertanggung sudah sakit sebelum masuk asuransi dan tidak memberikan keterangan yang benar. Faktor ini disebabkan tidak adanya itikad baik yang dilakukan oleh pemegang polis, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 251 KUHDagang yaitu yang merupakan ketentuan umum untuk semua jenis perjanjian asuransi yang berbunyi : Semua keterangan yang keliru/tidak benar/semua penyembunyian keadaan- keadaan yang diketahui oleh tertanggung betapun itikad baik ada padanya yang bersifat demikian rupa sehingga perjanjian tidak akan diadakan atas dasar syarat-syarat yang sama, bilamana penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya menyebabkan perjanjian itu batal. Dikarenakan juga oleh kelalaian petugas asuransi dalam penutupan polis atau kurangnya pemahaman tentang asuransi oleh petugas asuransi maupun pemegang polis. Dikarenakan keinginan petugas asuransi untuk mengejar target pemasukan dari perusahaan. 2. Tertanggung dibunuh dengan sengaja oleh orang yang mempunyai insurable interest dikarenakan adanya unsur moral hazard dari ahli waris. Dalam hal ini telah disebutkan dalam polis apabila ditemukan hal ini di dalam pembayaran klaim, maka perusahaan atau Badan bebas kewajibannya untuk membayar santunan dan apapun juga kepada yang ditunjuk, jika tertanggung meninggal dunia akibat perbuatan yang dilakukan dengan sengaja atau kekhilafan besar oleh pemegang polis/tertanggung/yang ditunjuk yang berkepentingan dalam polis tersebut. 3 Dokumen penutupan asuransi palsu atau dipalsukan tersebut mempunyai hubungan dengan terjadinya risiko yang ditanggung. Dalam hal ini pemalsuan dokumen-dokumen atau pemalsuan identitas yang dilakukan oleh pemegang polis atau tertanggung sehingga memperoleh kemudahan bagi mereka untuk melakukan perjanjian asuransi tersebut. Seharusnya mereka yang ingin mengadakan perjanjian asuransi wajib mengisi dan menandatangani formulir Surat Perjanjian Asuransi Jiwa yang disediakan oleh perusahaan dengan lengkap dan benar karena kelengkapan dan kebenaran Surat Permintaan Asuransi Jiwa yang diisi oleh pemegang polis atau tertanggung merupakan dasar perjanjian asuransi jiwa antara perusahaan dengan pemegang polis atau tertanggung. Jika, kemudian keterangan-keterangan yang dinyatakan dalam Surat Permintaan Asuransi Jiwa atau Laporan Pemeriksaan Kesehatan tidak benar atau palsu sedangkan perjanjian telah berjalan, maka perjanjian asuransi tidak berlaku atau batal demi hukum. 4.Polis dalam keadaan kadaluarsa/lapse atau batal Jika polis dalam keadaan kadaluarsa sedangkan tertanggung meninggal dunia, maka perusahaan bebas dari kewajiban membayar santunan kepada yang ditunjuk atau ahli warisnya, perusahaan hanya berkewajiban membayar atau mengembalikan sejumlah dana (nilai tunai) yang telah diterima perusahaan. 5.Persyaratan klaim tidak dapat dipenuhi Dalam hal ini pengajuan klaim perusahaan meminta persyaratan untuk melakukan pembayaran klaim. Syarat-syarat yang diperlukan untuk melakukan pembayaran klaim adalah :
a. Surat pengajuan klaim (blangko klaim).
b.Polis asli/pengganti/surat pengakuan utang.c. Kuitansi pembayaran premi terakhir.
d.Fotocopy identitas pemegang polis atau tertanggung.
e. Fotocopy identitas yang ditunjuk (klaim meninggal).
f. Surat pernyataan klaim meninggal dari ahli waris/yang ditunjuk dengan materai.
g.Surat meninggal dari Lurah dan diketahui oleh Camat.
h.Surat keterangan meninggal dari RS/dokter yang merawat dilengkapi laporan dan penjelasan riwayat perawatan/kesehatan yang ditanda tangani oleh dokter RS.
i. Surat keterangan (proses verbal) kepolisian jika meninggal kecelakaan.
j. Hasil visum et repertum dari RS jika meninggal kecelakaan/penganiayaan. k.Surat keterangan otopsi, jika perlu.
l. Laporan penyelidikan klaim dari Kepala Cabang. ASURANSI JIWA BERAKHIR
Asuransi jiwa berakhir dikarenakan faktor: 1) Karena terajdi evenemen; 2) Karena jangka waktu berakhir; 3) Karena asuransi gugur; 4) Karena asuransi dibatalkan.

Proses Pembayaran Klaim Terhadap Pemegang Polis Asuransi Jiwa Pada Perusahaan Asuransi Persoalan peristiwa tak tentu atau evenemen erat sekali hubungannya dengan persoalan ganti kerugian. Dalam Pasal 204 KUHD yang mengatur tentang isi polis, tidak ada ketentuan keharusan mencantumkan evenemen dalam polis asuransi jiwa. Dalam asuransi jiwa, yang dimaksud dengan bahaya adalah meninggalnya orang yang jiwanya diasuransikan. Meninggalnya seseorang itu merupakan hal yang sudah pasti, setiap makhluk bernyawa pasti mengalami kematian. Tetapi kapan meninggalnya seseorang tidak dapat dipastikan. Inilah yang disebut peristiwa tidak pasti (evenemen) dalam asuransi jiwa.Evenemen ini hanya satu, yaitu ketidakpastian kapan meninggalnya seseorang, sebagai salah satu unsure yang dinyatakan dalam definisi asuransi jiwa. Karena evenemen ini hanya satu, maka tidak perlu dicantumkan dalam polis. Evenemen meninggalnya tertanggung itu berisi dua, yaitu meninggalnya itu benar-benar terjadi sampai jangka waktu asuransi, dan benar-benar tidak terjadi sampai asuransi berakhir. Kedua- duanya menjadi beban penanggung. Tuntutan ganti kerugian oleh tertanggung kepada penanggung inilah yang biasanya disebut klaim atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa klaim adalah tuntutan terhadap hak yang timbulnya disebabkan karena adanya perjanjian asuransi yang telah berakhir. Besarnya uang santunan yang wajib dibayar oleh penanggung kepada penikmat dalam hal meninggalnya tertanggung sesuai kesepakatan yang tercantum dalam polis. Pembayaran santunan merupakan akibat terjadinya peristiwa, yaitu meninggalnya tertanggung dalam jangka waktu berlakunya asuransi jiwa. Tetapi apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka tertanggung sebagai pihak dalam asuransi jiwa, berhak memperoleh pengembalian sejumlah uang dari penanggung yang jumlahnya telah ditetapkan berdasarkan perjanjian.49 Sebagaimana diketahui bahwa perikatan apapun bentuknya adalah merupakan suatu hubungan hukum antara para pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak lain, dan pihak yang lain ini berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Demikian juga halnya dalam perjanjian asuransi jiwa antara perusahaan asuransi dengan pemegang polis asuransi yang menjadi dasar hubungan hukum antara pihak tersebut berhubungan dengan perjanjian asuransi jiwa, pihak tertanggung atau pemegang polis pada waktu membuat perjanjian tersebut sepakat untuk mengikatkan dirinya terhadap pihak penanggung yang dalam hal ini adalah perusahaan asuransi, jadi dengan adanya hubungan hukum yang dimaksud, maka akan melahirkan hak dan kewajiban di antara para pihak sesuai dengan apa yang menjadi kesepakatan bersama. Berdasarkan uraian di atas antara penanggung dengan tertanggung timbullah hak dan kewajiban. Tertanggung berhak menunjuk orang yang akan dianugerahi. Dan perihal orang yang akan dianugerahi itu tidak disebut di dalam perundang-undangan, tetapi di dalam praktik asuransi dan di dalam kepustakaan hukum senantiasa dengan jelas disebut siapa orang atau pihak yang akan menerima uang pertanggungan(1969:130) Hak penunjukan ini merupakan hak yang sangat penting di antara hak-hak di dalam perjanjian pertanggungan, sebab dengan pelaksanaan hak ini secara tepat terpenuhilah maksud dari pertanggungan, perjanjian terhadap kepentingan pihak ketiga. Sedangkan kewajiban utamanya adalah membayar premi. Apabila premi tidak dibayar pada waktunya, maka dengan atau tanpa pemberitahuan, bila hal ini diperjanjikan asuransi menjadi gugur. Dasar dari kewajiban ini adalah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Pasal 251 KUHDagang, yaitu yang merupakan ketentuan umum untuk semua jenis perjanjian asuransi yang berbunyi sebagai berikut : Semua keterangan yang keliru/tidak benar/semua penyembunyian keadaan-keadaan yang diketahui oleh tertanggung betapapun itikad baik ada padanya yang bersifat demikian rupa sehingga perjanjian tidak akan diadakan atas dasar syarat-syarat yang sama, bilamana penanggung mengetahui keadaan yang sesunggungnya menyebabkan perjanjian itu batal. Setiap penanggung akan selalu dapat menggunakan hal ini untuk minta pembatalan perjanjian asuransi apabila misalnya umur dari tertanggung tidak diberitahukan secara tepat atau apabila tertanggung tidak memberitahukan tentang keadaan kesehatannya dengan sebenarnya. Adapun hak dan kewajiban penanggung antara lain, berhak atas premi yang dibayarkan oleh tertanggung (pemegang polis) setiap bulan, setiap triwulan/setengah tahun/seterusnya sesuai dengan kesepakatan para pihak yang sebagai imbangan uang pertanggungan. Sedangkan kewajiban utama penanggung adalah menyerahkan polis dan kewajiban membayar klaim bila evenement itu terjadi. Mengenai kewajiban menyerahkan polis dapat dilihat dalam Pasal 255 KUHDagang sebagai berikut :Suatu perjanjian pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang disebut polis. Keharusan menyerahkan polis sangat penting. Penyerahan polis kerapkali bertepatan dengan waktu saat terjadinya perjanjian, akan tetapi di dalam praktik tidaklah selalu demikian, mungkin saja penyerahan polis terjadi beberapa hari setelah terjadinya perjanjian. Sedangkan kewajiban penanggung yang paling utama adalah kewajiban untuk membayar klaim. Ini merupakan ini dari perjanjian asuransi. Kewajiban untuk membayar klaim ini barulah ada apabila tertanggung meninggal dunia atau masa asuransinya telah habis. Mengenai cara atau proses tuntutan yang dilakukan oleh tertanggung (pemegang polis) apabila suatu ketika tertanggung meninggal dunia, ini merupakan hak dari tertanggung untuk memperoleh kontra prestasi sebagai akibat dibayarkannya premi asuransi kepada perusahaan asuransi. Sebagai penanggung dan sekaligus sebagai pihak yang harus membayar risiko yang akan dialami oleh si tertanggung. Ahli waris berkewajiban memberitahukan kepada penanggung tentang meninggalnya si tertanggung dan mengenai kewajiban ini dalam dalam Pasal 283 KUHDagang dalam hal terjadinya perjanjian asuransi jiwa yang berbunyi sebagai berikut: Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan khusus mengenai berbagai macam pertanggungan, maka wajiblah seorang tertanggung untuk mengusahakan segala sesuatu guna mencegah atau mengurangi kerugian dan wajiblah tertanggung segera setelah terjadinya kerugian itu memberitahukannya kepada si penanggung, sebaliknya itu atas ancaman mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ada alasan-alasan untuk itu Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa kewajiban itu terletak pada tertanggung yang sebenarnya, dibaca sebagai pengambil asuransi, yang di dalam asuransi kerugian berkedudukan sebagai tertanggung pula. Pasal tersebut berlaku juga dalam perjanjian asuransi jiwa hanya di sini yang berkewajiban memberitahukan kepada penanggung bukan pengambil asuransi. Pemberitahukan tentang meninggalnya tertanggung sangat penting bagi penanggung karena penanggung dapat dengan segera melakukan investigasi apakah benar-benar bagi penanggung datang saat untuk memenuhi kewajiban untuk membayar uang pertanggungan atau mungkin ada penipuan atau hal yang menyebabkan tidak ada keharusan bagi penanggung untuk membayar santunan/jaminan. Sesugah memenui syarat-syarat tersebut di atas biasanya masih diberikan tenggang waktu bagi penanggung untuk membayar uang pertanggungan (polis aktif), di dalam praktik perusahaan asuransi tenggang waktu pembayaran diberikan waktu 7 (tujuh) hari terhitung dari saat penanggung menerima pemberitahuan atau kelengkapan bukti-bukti atau syarat-syarat dari ahli waris yang ditunjuk. Mengenai pembayaran uang pertanggungan baru dapat dipenuhi oleh perusahaan asuransi apabila semua bukti-bukti yang diperlukan menurut Pasal 12 dalam syarat-syarat umum polis telah lengkap dan disetujui oleh perusahaan. Ketentuan pembayaran jaminan atau santunan diatur dalam Pasal 11 syarat-syarat umum polis asuransi jiwa. Uang pertanggungan ini dibayarkan kepada pihak yang berkepentingan untuk menerima pembayaran tersebut, karena perjanjiannya telah jatuh tempo atau karena kematian dari tertanggung. Kemudian jika bukti-bukti tersebut terpenuhi oleh ahli waris dari tertanggung, maka tahap berikutnya adalah dilakukan pembayaran uang pertanggungan yang dilakukan di kantor atau perusahaan asuransi di mana penanggung menjalankan usahanya atau tempat lain yang ditentukan oleh perusahaan. Syarat pembayaran klaim
a) Polis asli; b) Mengisi formulir pengajuan klaim; c) Fc. Identitas diri yang masih berlaku; d) Melampirkan surat pemberitahuan jatuh tempo tahapan (jika ada); e) Surat keterangan medis dari dokter atau RS yang merawat; f) Klaim harus dilengakpi dengan mengisi formulir daftar pernyataan untuk kalim (khusus untuk klaim meninggal dunia; g) Surat kematian dari instansi pemerintah yang berwenang; h) Surat keterangan dari dokter yang berisikan keteangan sebab-sebab meninggal; i) Surat keterangan dari polis bila meninggal karena kecelakaan.

5. Prosedur pembayaran klaim
a) Peserta asuransi melapor segera kepada perusahaan asuransi setelah terjadi peristiwa (evenemen); b) Peserta asuransi atau kuasanya mengisi formulir pengajuan klaim yang disedikan oleh perusahaaan asuransi; c) Peserta asuransi menyerahkan dokumen-dokumen pendukung klaim kepada perusahaan asuransi; d) Pembayaran klaim dilakukan di kantor pusat, cabang, perwakilan atau kantor yang ditunjuk oleh perusahaan asuransi.


Diambil dari literatur:
Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H., Hukum Asuransi Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2006. (410 halaman)

B. Tata Cara Klaim Surat KematianManusia hidup di dunia ini selalu tercatat. Manusia lahir tercatat dalam bentuk akta kelahiran atau surat keterangan kelahiran. Jika suatu saat meninggal, manusia juga seharusnya tercatat dalam surat keterangan kematian. Surat keterangan kematian ialah surat yang berisi pernyataan bahwa seseorang telah meninggal dunia menurut pemeriksaan medis. Surat ini merupakan catatan permanen mengenai fakta dari kematian dan bergantung pada keadaan kematian. Dengan kata lain surat kematian menyediakan informasi penting seseorang yang meninggal tentang persoalan dan penyebab kematiannya.Setiap negara memiliki peraturan statistik vital yang membutuhkan penyelesaian sertifikat kematian untuk setiap kematian yang terjadi. Kegunaan surat kematian diterbitkan adalah :Untuk kepentingan pemakaman jenazah

Kepentingan pengurusan asuransi

Kepentingan pengurusan warisan

Pengurusan pensiunan janda/duda

Pengurusan hutang piutang

Untuk tujuan hukum pengembangan kasus tidak wajar

Kepentingan statistik

Biasanya, ketika sebuah sertifikat kematian diperkenalkan dalam proses hukum seperti sidang pengadilan, lembaga sertifikasi kematian diminta untuk memverifikasi bahwa sertifikat itu asli. Saksi mungkin diminta untuk menunjukkan tentang penyebab dan cara kematian seperti yang ditunjukkan pada bagian-bagian sertifikat kematian. Beberapa aturan yang menjadi dasar hukum surat keterangan kematian adalah :KODEKI Bab I pasal 7 menyebutkan : setiap dokter hanya memberikan keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

KODEKI Bab II pasal 12 menyebabkan : setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia.

Pasal 267 KUHP tentang ancaman pidana untuk surat keterangan palsu. Dengan bunyi pasal :

Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun

Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya disitu, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan

Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Pasal 268 KUHP berbunyi :

Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan palsu atau yang dipalsukan tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah surat itu sejati dan tidak dipalsukan.

Pasal 179 KUHAP berbunyi :

Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi saksi yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

Dokter dalam hal menyangkut surat kematian berperan dalam menentukan seseorang telah meninggal dunia (berhenti secara permanen : sirkulasi, respiras dan neurologi); melengkapi surat keterangan kematian bagian medis (menuliskan sebab kematian, jika diperlukan melakukan otopsi) dan membantu mengidentifikasi jenazah yang tidak dikenal. Ahli waris atau penanggung jawab mengisi berita acara pengambilan jenazah. Isi dari berita acara tersebut adalah identitas ahli waris atau penanggung jawab berupa : nama, umur, suku bangsa, agama, alamat, nomor identitas, hubungan keluarga dan nomor Hp. Berita acara tersebut ditandatangani oleh petugas kamar mayat dan ahli waris atau penanggung jawab serta tercantum di dalamnya tempat dan tanggal surat berita acara tersebut ditandatangani.Setelah ahli waris atau penanggung jawab menandatangani berita acara pengambilan jenazah, maka diserahkan surat keterangan kematian kepada ahli waris atau penanggung jawab. Surat tersebut harus siberi nomor registrasi dan cap rumah sakit terlebih dahulu dibagian administrasi. Selanjutnya surat keterangan kematian tersebut harus diubah menjadi akte kematian di Dinas Kependudukan.

- Dokument pendukung:Kartu Peserta Jamsostek (KPJ) Asli

Surat keterangan kematian dari Rumah sakit/Kepolisian/Kelurahan

Salinan/fotokopi KTP/SIM dan Kartu Keluarga Tenaga Kerja bersangkutan yang masih berlaku

Identitas ahli waris (photo copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga)

Surat Keterangan Ahli Waris dari Lurah/Kepala Desa setempat

Surat Kuasa bermeterai dan copy KTP yang diberi kuasa (apabila pengambilan JK ini dikuasakan)

PT Jamsostek (Persero) hanya akan membayar jaminan kepada yang berhak

(http://www/jamsosindonesia.com/prasjsn/jamsostek/prosedur/prosedur_klaim_pelayanan_jamsostek)Berdasarkan keterangan dari Kepala Instalasi Pemulasaran Jenazah yaitu dr. Erwin Taslim, Surat Keterangan Kematian dikeluarkan oleh Rumah sakit dan dilakukan registrasi untuk mendapatkan Surat Keterangan Kematian. Pada saat Registrasi, Ahli Waris atau penanggung jawab mengisi berita acara pengambilan jenazah. Isi dari berita acara pengambilan jenazah itu berupa data data Ahli Waris atau penanggung jawab seperti : Nama, Umur, Suku Bangsa, Agama, Alamat, No KTP, Hubungan Keluarga, dan No HP dan data data jenazah yaitu : Nama Jenazah, Umur Jenazah, Suku Bangsa, Agama, Alamat Jenazah, Tempat dirawat di Rumah Sakit, Ahli Waris atau penanggung jawab yang menerima Surat Keterangan Kematian Jenazah serta nama mobil atau ambulan yang membawa jenazah tersebut. Kemudian, berita acara pengambilan jenazah tersebut ditandatangani oleh Petugas Kamar Mayat dan Ahli waris atau Penanggung Jawab serta tercantum di dalamnya tempat dan tanggal surat berita acara pengambilan jenazah itu ditanda tangani oleh kedua belah pihak. Setelah Ahli Waris atau penanggung jawab menandatangani berita acara pengambilan jenazah, maka diserahkan Surat Keterangan Kematian kepada Ahli Waris atau Penanggung Jawab. Surat Keterangan Kematian harus diberi Nomor Registrasi, dan di cap / distempel Rumah Sakit di bagian Sub Bag Hukum, Informasi dan Kemitraan ( H.I.K ) Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad barulah setelah itu dinyatakan sah. Selanjutnya Surat Keterangan Kematian tersebur harus diubah menjadi Akte Kematian di Dinas Pendaftaran Penduduk.Gambar Surat KematianDokumen Surat Kematian tersebut, Menurut Kebijakan Kepala Instalasi Pemulasaran Jenazah Arsipnya disimpan paling lama 10 Tahun yang nantinya apabila Pihak Ahli Waris ingin membutuhkan dapat meminta salinan copynya untuk keperluan Ahli Waris tersebut. Oleh sebab itu petugas Instalasi Kamar Mayat akan menyimpan dokumen tersebut dengan baik yang pada waktu waktu tertentu kadang kadang diperlukan oleh Ahli Waris untuk kepentingan hukum lainnya.Surat Keterangan Kematian dikeluarkan hanya sekali dan diberikan kepada Ahli Waris atau penanggung jawab yang berhak untuk menerimanya. Untuk memenuhi kepentingan yang lain lain berkaitan dengan kematian pasien, Ahli Waris dapat memperbanyak dengan memfotocopy serta di legalisir untuk pengurusan yang lainnya seperti : Pemakaman, Pensiunan, Asuransi, Warisan, Hutang Piutang, Hukum, dan Statistik. Menurut peraturan pemerintah no 88 tahun 99 tentang legalisasi dan pengalihan dokumen yaitu pasal 1 ayat 3 yang berbunyi : Legalisasi adalah tindakan pengesahan isi dokumen perusahaan yang dialihkan atau ditransformasikan kedalam mikrofilm atau media lain yang menerangkan atau menyatakan bahwa isi dokumen perusahaan yang terkandung di dalam mikrofilm atau media lainnya tersebut sesuai dengan aslinya. Serta pada Pasal 1888 Kitab Undang Undang Hukum Perdata ( KUH Perdata ) disebutkan bahwa : Kekuatan pembuktian dengan suatu tulisan terletak pada akta aslinya. Bila akta yang asli ada, maka salinan serta kutipan hanyalah dapat dipercaya sepanjang salinan serta kutipan itu sesuai dengan aslinya yang senantiasa dapat diperintahkan untuk ditunjukkan. Namun apabila Legalisir atau Fotocopy tersebut tidak bisa ditunjukkan keasliannya maka fotocopy atau legalisir tersebut tidak sah dan harus di kesampingkan sesuai dengan Yusprudensi Mahkamah Agung RI No. 701 K/Sip/1974 tertanggal 1 April 1974 yang berbunyi :Surat bukti yang hanya berupa fotokopi dan tidak pernah ada surat aslinya, oleh karena mana surat bukti tersebut harus dikesampingkan(- Narasumber : Dr Erwin Taslim ( Kepala Instalasi Pemulasaran Jenazah ).- Peraturan Pemerintah no. 88 Tahun 99 : www.Hukumonline.com- Undang undang Menkes, 756 Tahun 2006 : http://pppl.depkes.go.id/permenkes

etiap Kematian Wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota ditempat terjadinya peristiwa Kematian paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah/sejak Kematian.A. Pencatatan Kematian bagi WNIPersyaratan yang harus dipenuhi dalam Pencatatan Kematian bagi WNI adalah: Surat Kematian (visum) dari dokter/petugas kesehatan

Surat Keterangan Kematian dari Kepala Desa/Kelurahan

KK dan KTP yang bersangkutan

Akta Kelahiran yang meninggal

Surat Ganti Nama dari pengadilan apabila yang bersangkutan telah ganti nama

Pencatatan kematian yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kematian, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan izin atasan Pejabat Pencatatan Sipil

Pencatatan Kematian yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun, dilaksanakan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri.

Prosedur pelayanan Pencatatan Kematian bagi WNI adalah sebagai berikut: Petugas Desa/Kelurahan mengisi dan menandatangani Surat Keterangan Kematian dalam formulir model trifikat

Pemohon mengisi formulir yang telah disediakan dengan melampirkan persyaratan lengkap beserta fotokopinya dan menandatangani buku register

Petugas loket melakukan verifikasi dan validasi atas isian formulir dan persyaratan, mencatat dalam registrasi Akta Kematian dan menerbitkan kutipan Akta Kematian

Petugas pada Instansi Pelaksana melakukan proses pencatatan, penerbitan dan selanjutnya diteliti dan diparaf oleh pejabat teknis di Bidang Pencatatan Sipil kemudian penandatanganan register dengan kutipan Akta oleh Kepala Instansi Pelaksana

Proses pembuatan Pencatatan kematian paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah persyaratan dinyatakan lengkap

B. Pencatatan Kematian Bagi WNI yang Kematiannya terjadi diluar Tempat DomisiliPersyaratan yang harus dipenuhi dalam Pencatatan Kematian adalah: Surat Kematian (visum) dari dokter/petugas kesehatan

KK dan KTP yang bersangkutan

Akta Kelahiran yang meninggal

Kutipan Akta Nikah/Surat nikah, bagi yang meninggal dengan status menikah

Surat Ganti Nama dari pengadilan, apabila yang bersangkutan telah ganti nama

Foto copy KTP pemohon 2(dua) orang saksi kematian

Pencatatan kematian yang melampaui batas waktu 60(enam puluh) hari sampai dengan 1(satu) tahun sejak tanggal kematian, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan izin atasan Pejabat Pencatatan sipil

Pencatatan Kematian yang melampaui batas waktu 1(satu) tahun, dilaksanakan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri

Prosedur pelayanan Pencatatan Kematian bagi WNI adalah sebagai berikut: Pemohon mengisi formulir dengan melampirkan persyaratan lengkap

Petugas melakukan verifikasi dan validasi atas isian formulir dan persyaratan kemudian mencatat dalam registrasi Akta Kematian

Petugas melakukan proses pencatatan, penerbitan dan selanjutnya penandatanganan register dan kutipan Akta oleh Kepala Instansi Pelaksana

Petugas memberitahukan unit kerja yang mengelola pencatatan sipil di Kabupaten/Kota tempat domisili yang bersangkutan tentang pencatatan yang bersangkutan

Proses pembuatan Pencatatan Kematian paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah persyaratan dinyatakan lengkap

C. Pencatatan kematian bagi WNA Persyaratan yang harus dipenuhi dalam Pencatatan Kematian adalah: Surat Kematian (visum) dari dokter/petugas kesehatan

Surat Kematian dari Desa/Kelurahan

Akta Kelahiran yang meninggal

KK dan KTP yang bersangkutan bagi WNA yang berstatus tinggal tetap

SKTT yang bersangkutan bagi WNA yang berstatus tinggal tetap

Dokumen imigrasi yang bersangkutan bagi WNA dengan izin singgah atau visa kunjungan

Kutipan Akta Nikah/Surat Nikah bagi yang meninggal dengan status menikah

Pencatatan Kematian yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kematian , Pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan izin atasan Pejabat Pencatatan Sipil

Pencatatan Kematian yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kematian , Pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan izin atasan Pejabat Pencatatan Sipil

Prosedur pelayanan Pencatatan Kematian adalah sebagai berikut: Pemohon mengisi formulir dengan melampirkan persyaratan lengkap

Petugas melakukan verifikasi dan validasi atas isian formulir dan persyaratan dan mencatat dalam register Akta Kematian;

Petugas melakukan proses pencatatan, penerbitan kemudian diteliti dan diparaf oleh Pejabat Teknis pada Bidang Pencatatan Sipil selanjutnya penandatangan register dan kutipan akta oleh Kepala Instansi Pelaksana

Proses Pencatatan Kematian paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah persyaratan dinyatakan lengkap

http://casip.bandungkab.go.id/index_.php/akta-kematian

Peran dokter Menentukan seseorang telah meninggal dunia (berhenti secara permanen: sirkulasi, respirasi dan neurologi) Melengkapi surat keterangan kematian bagian medis (menuliskan sebab kematian, jika diperlukan otopsi) Jika jenazah tidak dikenal membantu identifikasi

Instruksi pengisian surat keterangan kematianDalam melengkapi surat keterangan kematian, perlu dilakukan sesuai guideline : Menggunakan formulir ter-update yang diterbitkan pemerintah Isi semua item, ikuti petunjuk pengisian setiap item Buat surat dengan jelas dengan tinta hitam Jangan gunakan singkatan kecuali ada instruksi khusus pada pengisian item Konfirmasikan ejaan penulisan nama terutama nama yang homofon (beda ejaan penulisan tapi sama pengucapannya) seperti : Edi, Edy, Eddie dsb Dapatkan semua tanda tangan yang diperlukan. Tidak boleh menggunakan tanda tangan cap atau print Jangan mengubah formulir Jangan menduplikasi/membuat 2 surat keterangan kematian yang sama. Jika diperlukan, bisa dicopy yang selanjutnya di sahkan bahwa hasil copy tersebut sesuai dengan aslinya

Bagian medis surat keterangan kematianBagian medis surat keterangan kematian adalah bagian dalam surat keterangan kematian yang harus diisi oleh dokter. Dalam formulir surat keterangan USA, bagian medis ini adalah item nomor 24-50. Bagian ini diantaranya memuat: Tanggal dan waktu dikatakan meninggal Tanggal dan waktu kematian Apakah kasus dirujukkan ke pemeriksa medis atau koroner Bagian penyebab kematian meliputi penyebab, cara, penggunaan rokok, status kehamilan Item injuri untuk kasus karena injuri Tanda tangan dan nama terang dokter

Item medis surat keterangan kematian (form USA)Item 24. Tanggal dikatakan meninggal oleh pemeirksaTuliskan tanggal, bulan (tidak boleh disingkat atau disimbolkan dengan angka), dan tahun (4 digit)Item 25. Waktu dikatakan meninggal opeh pemeriksaTuliskan jam berapa dan menit keberapa dalam sistem 24 jam tanpa pemisah. Contoh : 0345 (berarti jam 3 lewat 45 menit), 2013 (jam 8 malam lebih 13 menit) dstItem 26. Nama pemeriksa yang mengatakan matiItem 27. SIP pemeriksa / nomor izinItem 28. Tanggal pemeriksaan petunjuk = item 24Item 29. Tanggal meninggal sebenarnya/dianggap meninggal petunjuk = item 24Item 30. Waktu meninggal sebenarnya/dianggap meninggal petunjuk = item 25Item 31. Apakah pemeriksa medis atau koroner dihubungi? Pilih Ya atau TidakItem 32. Penyebab kematian. Part 1 Masukkan data rantai kejadian penyakit, injuri, komplikasi yang secara langsung menyebabkan kematian. Dilarang memasukkan kondisi terminal seperti cardiac arrest, respiratory arrest atau vibrilasi ventrikel tanpa menuliskan etiologinya. Dilarang menuliskan singkatan. Hanya boleh memasukkan 1 penyebab pada 1 garis. Tambahkan garis tambahan (item e.) jika perlu.a. Tuliskan final disease yang menyebabkan kematianb. Tuliskan immediate cause yang menyebabkan kondisi pada baris a.c. Tuliskan underlying cause yang menyebabkan kondisi pada baris b.d. Tuliskan underlying cause yang menyebabkan kondisi pada baris c.Jadi, nantinya dapat dibaca penyebab kematiannya adalah a. yang terjadi karena b. yang terjadi karena c. yang terjadi karena d.Di sebelah kanan part 1 ini terdapat kolom interval perkiraan onset kematian dari setiap penyebab yang dituliskan.Jika final diseasenya berupa neoplasma, tuliskan juga lokasi primernya, benign atau malignant, tipe sel, grade dan bagian/lobus organ yang terlibat. Contoh squamous cell carcinoma primer differensiasi baik, paru, lobus kiri atasPart 2 tuliskan kondisi signifikan lain yang mendukung penyebab kematian tapi tidak menjadi underlying cause pada part 1.Contoh penulisan :Part 1. a. pulmonary embolism menit b. congestive heart failure 4 hari c. acute myocard infarction 7 hari d. chronic ischaemic heart disease 8 tahunPart 2. Diabetes mellitus, hipertensionItem 33. Apakah autopsy dilakukan? Pilih Ya atau TidakItem 34. Apakah temuan autopsy mendukung penyebab kematian? Pilih Ya atau TidakItem 35. Apakah konsumsi rokok mendukung penyebab kematian? Pilih Ya, Tidak, Mungkin atau tidak diketahui. Ini jawaban subjektif menurut pendapat dokterItem 36. Jika perempuan, pilih tidak hamil setahun terakhir, hamil saat meninggal, tidak sedang hamil tapi hamil dalam 42 hari sebelum kematian, tidak sedang hamil tapi hamil dalam 43 hari sampai 1 tahun sebelum kematian, tidak diketahui apakah hamil dalam 1 tahun terakhir Item 37. Cara meninggal. Pilih alami, kecelakaan, bunuh diri, pembunuhan, investigasi tertunda, tidak bisa ditentukanItem 38. Tanggal injuri petunjuk = item 24Item 39. Waktu injuri petunjuk = item 25Item 40. Tempat injuriTuiskan nama tempatnya secara umum, bukan nama perusahaan atau nama spesifik. Contoh : restoran, lapangan sepak bola, pabrik dsb. Jangan menulis : Efka Chicken Resto dsb Item 41. Injuri saat kerja? Pilih Ya atau TidakItem 42. Lokasi injuri. Tuliskan provinsi, kota, jalan, nomor, kode posItem 43. Deskripsi bagaimana injuri terjadiTuliskan dalam bentuk narasi yang singkat dan jelas bagaimana injuri terjadi. Contoh : penumpang mobil dalam tabrakan mobil dengan truk, jatuh dari tangga saat mengecat tembok rumah, dsb. Tuliskan tipe senapan dan tipe kendaraan jika sesuai.Item 44. Jika injuri lalu lintas, apakah operator, penumpang, pejalan kaki, atau lainnyaItem 45. Sertifier / pembuat keterangan. Tuliskan nama & tanda tanganItem 46. Nama, alamat, kode pos pembuat sertifikat / surat keterangan (SK)Item 47. Gelar pembuat SKItem 48. SIP / nomor izinItem 49. Tanggal pembuatan SK petunjuk = item 24Item 50. Tanggal pengisian form petunjuk = item 24Dari sekian item yang perlu diisikan oleh dokter, yang perlu perhatian khusus pengisiannya adalah item 32 yaitu penyebab kematian. Berikut cuplikan form item 32-37.

Bentuk surat keterangan kematian RSUP Dr. Sardjito

Pelaporan Kematian (Catatan Sipil)Pelayanan pelaporan kematian dilayani di kantor kelurahan tempat tinggal pada hari dan jam kerja tanpa dipungut biaya. Data penduduk yang dilaporkan kematiannya akan dihapuskan dari Kartu Keluarga dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang pernah dimiliki dan segera dinon-aktifkan secara sistem agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Sebagai hasil pelaporan kematian, diterbitkan Kartu Keluarga baru dan Akta Kematian dari catatan sipil.Syarat-syarat yang perlu dibawa adalah : Surat Pengantar RT/RW Surat Keterangan Kematian dari Rumah Sakit (Visum) oleh dokter Fotocopy Kartu Keluarga / Kartu Tanda Penduduk yang dilegalisir Lurah Surat Keterangan Tamu/KIPEM bagi yang bukan Penduduk Propinsi DKI Jakarta Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Tetap (SKPPT) bagi Penduduk WNA Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Sementara (SKPPS) bagi Orang Asing Penduduk Sementara

ReferensiNurhantari Y. 2010. Slide Kuliah Surat Keterangan Kematian. Yogyakarta : FK UGMSuciningtyas M. 2011. Slide Kuliah Death Sertification. Yogyakarta : FK UGMCDC. 2003. Physicians Handbook on Medical Sertification of Death. Maryland : Department of Health and Human Resources, National Center for Health StaticticsDisdukcapil DKI Jakarta. 2008. Pelaporan Kematian dalam http://www.kependudukan capil.go.id/index.php/produk-a-layanan/29. Jakarta : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta
PENGGUNAAN AKTA KEMATIAN/SURAT KETERANGAN LAHIR MATI DALAM PENGURUSAN PERTANAHANBerdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan Peraturan Bupati Nomor 65 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan, dinyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan tertib administrasi kependudukan, khususnya dalam pencatatan peristiwa kematian atau lahir mati, maka pihak keluarga wajib melaporkan kepada Pemerintah Daerah, melalui Instansi Pelaksana yaitu Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam pencatatan sipil. Bahwa Surat Keterangan Kematian yang diterbitkan oleh Kepala Desa/ Lurah bukanlah dokumen final dalam penentuan status kematian atau lahir mati seseorang, namun sifatnya adalah sebagai pelaporan pertama atas peristiwa tersebut yang selanjutnya digunakan sebagai salah satu persyaratan untuk pencatatan peristiwa kematian atau lahir mati oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 3 Tahun 2010 Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 93 ayat (1) huruf a dan ayat (2) dinyatakan bahwa Setiap peristiwa lahir mati wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga) puluh hari sejak tanggal lahir mati.Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 3 Tahun 2010 Pasal 42 ayat (1) dan Pasal 93 ayat (1) huruf i dan ayat (2) dinyatakan bahwa Setiap kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga) puluh hari sejak tanggal kematian.Pada saat ini, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kulon Progo terkait dengan pengurusan mutasi tanah yang melibatkan penduduk yang sudah mati atau lahir mati, telah mensyaratkan kepada pemohon untuk menggunakan dokumen final dalam pencatatan kelahiran yaitu berupa Kutipan Akta Kematian atau Surat Keterangan Lahir Mati.Pelaporan Pencatatan Kematian dilakukan oleh ahli waris atau kuasanya dengan mengisi Formulir Laporan Kematian dengan melampirkan persyaratan masing-masing 1 (satu) lembar, sebagai berikut :Surat Keterangan Kematian dari Desa/Kelurahan;

Akta Kelahiran asli atau Surat Keterangan Kelahiran dari Desa/Kelurahan;

Foto copy Kartu Keluarga (KK) yang masih memuat nama yang sudah meninggal dunia, dilegalisasi oleh Kecamatan/Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil;

Surat Kuasa bermaterai cukup apabila ahli waris tidak bisa datang sendiri;

Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon, dilegalisasi oleh Kecamatan/Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil;

Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) 2 (dua) orang Saksi, dilegalisasi oleh Kecamatan/Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil;

Bagi yang meninggal dunia lebih dari 1 (satu) tahun atau keanggotaan keluarga sudah dihapus, ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c. di atas tidak berlaku, namun diganti dengan Surat Keterangan Penduduk dari Desa/Kelurahan.

Selanjutnya berdasarkan Pasal 5 Peraturan Bupati Kulon Progo Nomor 66 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Penduduk dan Akta Catatan Sipil, besarnya retribusi untuk Akta Kematian sebesar Rp. 5.000,- (bila tidak terlambat), namun apabila terlambat maka selain retribusi dikenai denda sebesar Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) dan untuk Orang Asing dikenai denda sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah).http://dukcapil.kulonprogokab.go.id/article-5-penggunaan-akta-kematiansurat-keterangan-lahir-mati-dalam-pengurusan-pertanahan.html

Prosedur pelayanan Pencatatan Kematian bagi WNI adalah sebagai berikut:Pemohon mengisi formulir dengan melampirkan persyaratan lengkap

Petugas melakukan verifikasi dan validasi atas isian formulir dan persyaratan kemudian mencatat dalam registrasi Akta Kematian

Petugas melakukan proses pencatatan, penerbitan dan selanjutnya penandatanganan register dan kutipan Akta oleh Kepala Instansi Pelaksana

Proses pembuatan Pencatatan Kematian diselesaikan setelah persyaratan dinyatakan lengkap

(http://disdukcapil.bogorkab.go.id/index.php/multisite/layanan_detail/64#alur)PersyaratanA. Pencatatan Kematian Bagi WNI yang Kematiannya terjadi diluar Tempat DomisiliPersyaratan yang harus dipenuhi dalam Pencatatan Kematian adalah:Surat Kematian (visum) dari dokter/petugas kesehatan

Surat Keterangan Kematian dari Kepala Desa/Kelurahan

KK dan KTP yang bersangkutan

Akta Kelahiran yang meninggal

Kutipan Akta Nikah/Surat nikah, bagi yang meninggal dengan status menikah

Surat Ganti Nama dari pengadilan, apabila yang bersangkutan telah ganti nama

Foto copy KTP pemohon 2(dua) orang saksi kematian

Pencatatan Kematian yang melampaui batas waktu 1(satu) tahun, dilaksanakan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri

B. Pencatatan kematian bagi WNA Persyaratan yang harus dipenuhi dalam Pencatatan Kematian adalah:Surat Kematian (visum) dari dokter/petugas kesehatan

Surat Kematian dari Desa/Kelurahan

Akta Kelahiran yang meninggal

KK dan KTP yang bersangkutan bagi WNA yang berstatus tinggal tetap

SKTT yang bersangkutan bagi WNA yang berstatus tinggal tetap

Dokumen imigrasi yang bersangkutan bagi WNA dengan izin singgah atau visa kunjungan

Kutipan Akta Nikah/Surat Nikah bagi yang meninggal dengan status menikah

http://disdukcapil.bogorkab.go.id/index.php/multisite/layanan_detail/64#persyaratanAkta KematianA. DASAR HUKUMUndang-undang Nomor 24 Tahun 2013

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007

Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008

Perda Nomor 10 Tahun 2010

Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2012

B. PERSYARATANSurat keterangan meninggal dunia dari rumah sakit atau kepala desa / kelurahan

C. PROSEDUR PELAYANANPelapor keluarga

Pelapor mengisi formulir yang tersedia di pendaftaran

Petugas memberikan nomor pendaftar

Petugas mengentry data kematian dan mengeluarkan konsep kutipan akta kematian

Petugas mencetak blangko kutipan akta kematian apabila konsep sudah disahkan / acc

Kepala Dinas mendatangi kutipan akta perceraian beserta buku regesternya

Petugas memberikan kutipan akta perceraian kepada pelapor setelah kutipan akta di cap dinas

D. BIAYAGratis (Tidak dipungut biaya)

http://cianjurkab.go.id/Content_Nomor_Menu_10_2.htmlPERSYARATAN AKTA KEMATIAN

1.2.3.4.5.6.7.8.PENGISIAN FORMULIR F.2.32 DAN DIKETAHUI OLEH KEPALA DESA ATAU LURAH.PENGISIAN FORMULIR F.2.33.PENGISIAN FORMULIR LAPORAN KEMATIAN.SURAT KEMATIAN (VISUM) DARI DOKTER / PETUGAS KESEHATAN.KTP DAN KARTU KELUARGA YANG BERSANGKUTAN.AKTA KELAHIRAN YANG MENINGGAL (BAGI YANG MEMILIH)DATA SAKSI-SAKSI (2 ORANG SAKSI)SURAT KETERANGAN LURAH F.2.16 (ASLI)

http://disdukcapil.rokanhulukab.go.id/persayaratan-akta-kematian

Jika Peserta Meninggal Dunia Dunia atau mengalami Cacat Tetap Total atau Sebagian, maka dalam waktu selambat-lambatnya 90 (Sembilan puluh) hari kalender setelah tanggal terjadinya Peristiwa yang dipertanggungkan, Pemegang Polis dan/atau Peserta dan/atau Yang Ditunjuk harus mengajukan pemberitahuan tertulis kepada Penanggung.Dokumen yang diperlukan untuk pengajuan manfaat asuransi:1. Meninggal Dunia:Bukti Kepesertaan (Asli); dan

Formulir klaim Meninggal Dunia beserta Surat keterangan dari dokter (Asli). Surat Keterangan Dokter tersebut wajib dilegalisasi minimal oleh Konsulat Jenderal RI setempat, apabila Peserta Meninggal Dunia di luar negeri; dan

Akta Kematian (Asli/Fotokopi legalisisasi); dan

Salinan kartu identitas Peserta dan Yang Ditunjuk; dan

Surat Keterangan Kepolisian/Surat Kronologi Kejadian; dan

Dokumen lain yang diperlukan dalam rangka pembayaran Manfaat asuransi

HAL-HAL YANG TIDAK DIJAMINManfaat asuransi sebagaimana tersebut di atas tidak dapat dibayarkan, apabila kecelakaan yang terjadi adalah sebagai akibat dari hal-hal tersebut di bawah ini:1. Percobaan bunuh diri atau melukai diri sendiri baik secara sadar maupun tidak sadar;2. Perang (dinyatakan atau tidak), terlibat dalam pemogokan, kerusuhan, huru-hara (SRCC), perang saudara, kudeta dan kecelakaan selama menjalani tugas militer;3. Peserta ikut dalam suatu penerbangan dengan suatu pesawat udara atau sejenisnya, selain sebagai penumpang pesawat komersiil yang sah yang dipergunakan oleh Maskapai Penerbangan resmi yang mempunyai rute dan jadwal penerbangan yang tetap;4. Peserta melakukan atau ikut serta dalam tindakan melawan hukum dan/atau peraturan yang berlaku di negara di mana tindakan tersebut dilakukan oleh Peserta;5. Peserta mengemudikan segala jenis kendaraan dalam keadaan mabuk, di mana kadar alkohol dalam darah Peserta melebihi tingkat yang diizinkan oleh hukum dan/atau peraturan yang berlaku di negara tempat Kecelakaan terjadi;6. Reaksi Nuklir dan kontaminasi Radio Aktif;7. Pengaruh Narkotika, penyakit jiwa/gila yang secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan kecelakaan pada diri Peserta;8. Keterlibatan Peserta dalam kegiatan berbahaya (atau ikut serta dalam latihan khusus untuk itu), termasuk tetapi tidak terbatas pada kegiatan menyelam dengan menggunakan alat pernafasan, pendakian gunung dengan menggunakan tali atau penunjuk jalan, pot holing, terjun payung, layang gantung, olahraga musim dingin dan/atau yang melibatkan es atau salju termasuk tetapi tidak terbatas pada ski es dan kereta luncur, hoki es, bungee jumping, serta olahraga profesional atau olahraga lainnya yang menggunakan kendaraan tertentu; Tinju, Karate, Judo, Silat, Jiujitsu, Kungfu dan sejenisnya dengan itu, Gulat, Ski Air, Terjun Payung, Hockey, Perlombaan Ketangkasan, Kecepatan dan sebagainya yang menggunakan kendaraan bermotor, Kuda, Perahu, Pesawat udara atau sejenisnya dengan itu;9. Keterlibatan Peserta dalam tugas militer pada Angkatan Bersenjata atau suatu badan Internasional;10. Kehamilan, kelahiran,atau keguguran dan komplikasi yang terjadi sebagai akibatnya.Akibat penyakit, sebab-sebab alami, pengobatan, maupun akibat tindakan operasi baik secara langsung atau tidak langsung;

BAB IIIKesimpulan

1. Asuransi adalah2.3. Hukum asuransi4. Surat mati5. Akta Mati6. Alur Klaim