Referat Airway Management Amel

32
BAB I PENDAHULUAN Bila terjadi henti nafas primer, jantung dapat terus memompa darah selama beberapa menit dan sisa O 2 yang ada dalam paru dan darah akan terus beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan dini pada korban dengan henti napas atau sumbatan jalan napas dapat mencegah henti jantung. Bila terjadi henti jantung primer, O 2 tidak beredar dan O 2 yang tersisa dalam organ vital akan habis dalam beberapa detik. Henti jantung dapat disertai oleh fenomena listri berikut: fibrilasi ventrikuler takikardi ventrikular, asistole ventrikular atau disosiasi elektromekanis. Penilaian terhadap bantuan hidup dasar sangat penting. Tindakan resusitasi (yaitu posisi, pembukaanjalan napas, napas buatan dan kompresi dada luar) dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian yang tepat. Setiap langkah ABC, resusitasi jantung paru dimulai dengan: penentuan tidak ada respon, tidak ada napas, dan tidak ada nadi. Pada korban yang tiba-tiba kolaps, kesadarannya harus segera dihentikan dengan tindakan ”goncangan dan

Transcript of Referat Airway Management Amel

BAB I

PENDAHULUAN

Bila terjadi henti nafas primer, jantung dapat terus memompa darah selama

beberapa menit dan sisa O2 yang ada dalam paru dan darah akan terus beredar ke otak

dan organ vital lain. Penanganan dini pada korban dengan henti napas atau sumbatan

jalan napas dapat mencegah henti jantung. Bila terjadi henti jantung primer, O2 tidak

beredar dan O2 yang tersisa dalam organ vital akan habis dalam beberapa detik. Henti

jantung dapat disertai oleh fenomena listri berikut: fibrilasi ventrikuler takikardi

ventrikular, asistole ventrikular atau disosiasi elektromekanis.

Penilaian terhadap bantuan hidup dasar sangat penting. Tindakan resusitasi

(yaitu posisi, pembukaanjalan napas, napas buatan dan kompresi dada luar) dilakukan

kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian yang tepat. Setiap langkah

ABC, resusitasi jantung paru dimulai dengan: penentuan tidak ada respon, tidak ada

napas, dan tidak ada nadi.

Pada korban yang tiba-tiba kolaps, kesadarannya harus segera dihentikan

dengan tindakan ”goncangan dan teriak” yang terdiri dari: menggoncangkan korban

dngan lembut dan memanggil dengan keras-keras. Bila tidak dijumpai tanggapan,

hendaknya korban diletakkan dala posisi terlentang dan ABC bantuan hidup dasar

hendaknya dilakukan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian

Airway Manajement ialah memastikan jalan napas terbuka. tindakan paling

penting untuk keberhasilan resusitasi adalah segera melapangkang saluran

pernapasan. Dengan tujuan untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal

sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh.

Menurut The Commite on Trauma: American College of Surgeon (Yayasan

Essentia Medica, 1983: 20; Hendrotomo, 1986: 497) tindakan paling penting untuk

keberhasilan resusitasi adalah segera melapangkang saluran pernapasan, yaitu dengan

cara:

a. Triple manuver

Pada Triple Airway Manuever terdapat tiga perlakuan yaitu:

Kepala ditengadahkan dengan satu tangan berada di bawah leher, sedangkan

tangan yang lain pada dahi. Leher diangkat dengan satu tangan dan kepala

ditengadahkan ke belakang oleh tangan yang lain

 Menarik rahang bawah ke depan, atau keduanya, akan mencegah obtruksi

hipofarings oleh dasar lidah. Kedua gerakan ini meregangkan jaringan antara

larings dan rahang bawah.

 Menarik / mengangkat dasar lidah dari dinding pharyinx posterior.

b. Manuver Heimlich

Manuever Heimlich (The Committee on Trauma: American College of Surgeon

(Yayasan Essentia Medica, 1983: 22) ini merupakan metode yang paling efektif untuk

mengatasi obstruksi saluran pernapasan atas akibat makanan atau benda asing yang

terperangkap dalam pharynx posterior atau glottis.

2. Anatomi

Batas hipofaring disebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior ialah

laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah vertebra cervical. Bila

hipofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung

atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama

yang tampak dibawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah

cekuangan yang dibentuk oleh ligamentum glossoepiglotika medial dan ligamnetum

glossoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga “kantong pil”, sebab pada

beberapa orang kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.

Dibawah valekula terdapat epiglottis yang berfungsi untuk melindungi glottis

ketika menelan minuman atau bolus makanan.

Berikut gambaran anatominya

Daerah yang sering mengalami sumbatan jalan napas adalah hipofaring,

terjadi pada pasien koma ketika otot lidah dan leher yang lemas tidak dapat

mengangkat dasar lidah dari dinding belakang faring. Ini terjadi jika kepala pada

posisi fleksi atau posisi tengah. Oleh karena itu ekstensi kepala merupakan langkah

pertama yang terpenting dalam resusitasi, karena gerakan ini akan meregangkan

struktur leher anterior sehingga dasar lidah akan terangkat dari dinding belakang

faring. Kadang-kadang sebagai tambahan diperlukan pendorongan mandibula

kedepan untuk meregangkan leher anterior, lebih-lebih jika sumbatan hidung

memerlukan pembukaan mulut. Hal ini akan mengurangi regangan struktur leher tadi.

Kombinasi ekstensi kepala, pendorongan mandibula kedepan dan pembukaan mulut

merupakan ”gerak jalan napas tripel”. Pada kira-kira 1/3 pasien yang tidak sadar

rongga hidung tersumbat selama ekspirasi karena palatum molle bertindak sebagai

katup. Selain itu rongga hidung dapat tersumbat oleh kongesti, darah atau lendir Jika

dagu terjatuh, maka usaha inspirasi dapat ”menghisap” dasar lidah ke posisi yang

menyumbat jalan napas. Sumbatan jalan napas oleh dasar lidah bergantung kepada

posisi kepala dan mandibula serta dapat saja terjadi lateral, terlentang atau telungkup.

Walaupun gravitasi dapat menolong drainase benda asing cair, gravitasi ini tidak akan

meringankan sumbatan jaringan lunak hipofaring, sehingga gerak mengangkat dasar

lidah seperti diterangkan diatas tetap diperlukan.

Penyebab lain sumbatan jalan napas adalah benda asing, seperti muntahan

atau daah dijalan napas atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan keluar oleh

pasien yang tidak sadar. Laringospame biasanya disebabkan oleh rangsangan jalan

nafas atas pada pasien stupor atau koma dangkal. Sumbatan jalan nafas bawah dapat

disebabkan oleh bronkospasme, sekresi bronkus, sembeb mukosa, inhalasi isi

lambung atau benda asing.

Sumbatan jalan nafas dapat total atau partial.

Tanda-tanda obstruksi partial:

1. Stridor (nafasnya berbunyi), terdengar seperti ngorok, bunyi kumur-kumur

atau melengking.

2. Retraksi otot dada kedalam didaerah supraclavicular, suprasternal, sela iga

dan epigastrium selama inspirasi

3. Nafas paradoksal (pada waktu inspirasi dinding dada menjadi cekung/datar

bukannya mengembang/ membesar).

4. Balon cadangan pada mesin anestesi kembang kempisnya melemah.

5. Nafas makin berat dan sulit (kerja otot-otot nafas meningkat).

6. Sianosis, merupakan tanda hipoksemia akibat obstruksi jalan nafas yang lebih

berat.

Tanda-tanda obstruksi total:

Serupa dengan obstruksi partial, akan tetapi gejalanya lebih hebat dan stridor justru

menghilang

1. Retarksi lebih jelas

2. gerak paradoksal lebih jelas

3. Kerja otot nafas tambahan meningkat dan makin jelas.

4. Balon cadangan tidak kembang kempis lagi.

5. Sianosis lebih cepat timbul.

Sumbatan total tidak berbunyi dan menyebabkan asfiksia (hipoksemia

ditambah hiperkarbia), henti nafas dan henti jantung (jika tidak dikoreksi) dalam

waktu 5 – 10 menit. Sumbatan partial berisik dan harus pula dikoreksi segera, karena

dapat menyebabkan kerusakan otak hipoksik, sembab otak atau paru dan penyulit

lain serta dapat menyebabkan kepayahan, henti nafasdan henti jantung sekunder.

3. Airway Management

Tindakan penguasaan jalan nafas darurat.

Letakkan pasien pada posisi terlentang pada alas keras ubin atau selipkan

papan kalau pasien diatas kasur. Jika tonus otot menghilang, lidah akan menyumbat

faring dan epiglotis akan menyumbat laring. Lidah dan epiglotis penyebab utama

tersumbatnya jalan nafas pada pasien tidak sadar. Untuk menghindari hal ini

dilakukan beberapa tindakan, yaitu:

1. Perasat kepala tengadah-dagu diangkat (head tilt-chin lift manuever)

Perasat ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong

mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah, tangan lain mendorong

dagu dengan hati-hati tengadah, sehingga hidung menghadap keatas dan

epiglotis terbuka, sniffing position, posisi hitup.

chin lift

2. Perasat dorong rahang bawah (jaw thrust manuever)

Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangakat didorong kedepan

pada sendinya tanpa menggerakkan kepala leher. Karena lidah melekat pada

rahang bawah, maka lidah ikut tertarik dan jalan nafas terbuka.

Jika henti jantung terjadi diluar rumah sakit, letakkan pasien dalam posisi

terlentang, lakukan ”manuever triple airway” (kepala tengadah, rahang didorong

kedepan, mulut dibuka) dan kalau rongga mulut ada cairan, lendir atau benda asing

lainnya, bersihkan dahulu sebelum memberikan nafas buatan.

Pasien tidak sadar hendaknya diletakan horisontal, tetapi kalau diperlukan

pembersihan jalan nafas maka pasien dapat diletakkan dengan posisi kepala dibawah

(head down tilt) untuk mengeluarkan benda asing cair oleh gravitasi. Jangan

meletakkan pasien pada posisi telungkup karena muka sukar dicapai, menyebabkan

sumbatan mekanis dan mengurang kekembungan dada.

Posisi lurus terlentang ditopang dianjurkan utnuk pasien koma diawasi yang

memerlukan resusitasi. Peninggian bahu dengan meletakkan bantal atau handuk yang

dilipat dibawahnya mempermudah ekstensi kepala. Akan tetapi jangan sekali-kali

meletakkan bantal dibawah kepala pasienyang tidak sadar (dapat menyebabkan leher

fleksi sehingga menyebabkan sumbatan hipofaring) kecuali pada intubasi trakea.

Pada kasus trauma pertahankanlah kepala-leher-dada pada satu garis lurus.

Ekstensikan kepala sedang, jangan maksimum. Jangan memutar kepala korban

kesamping, jangan memfleksikan kepalanya. Jika korban harus dimiringkan untuk

membersihkan jalan nafasnya, pertahankanlah kepala-leher-dada tetap dalam satu

garis lurus, sementara penolong lain memiringkan korbanPosisi mantap dianjurkan

utnuk pasien koma bernafas spontan.

Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) dengan Alat

Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas pada pasien yang dianestesi

menyebabkan lidah dan epiglotis jatuh kebelakang kearah dinding posterior faring.

Mengubah posisi kepala atau jaw thrust merupakan teknik yang disukai untuk

membebaskan jalan nafas. Untuk mempertahankan jalan nafas bebas, jalan nafas

buatan (artificial airway) dapat dimasukkan melalui mulut atau hidung untuk

menimbulkan adanya aliran udara antara lidah dengan dinding faring bagian posterior

(Gambar 5-4). Pasien yang sadar atau dalam anestesi ringan dapat terjadi batuk atau

spasme laring pada saat memasang jalan nafas artifisial bila refleks laring masih

intact. Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi dengan penekanan refleks

jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan spatel lidah. Oral

airway dewasa umumnya berukuran kecil (80 mm/Guedel No 3), medium (90

mm/Guedel no 4), dan besar (100 mm/Guedel no 5).

Panjang nasal airway dapat diperkirakan sebagai jarak antara lubang hidung

ke lubang telinga, dan kira-kira 2-4 cm lebih panjang dari oral airway. Disebabkan

adanya resiko epistaksis, nasal airway tidak boleh digunakan pada pasien yang diberi

antikoagulan atau anak dengan adenoid. Juga, nasal airway jangan digunakan pada

pasien dengan fraktur basis cranii. Setiap pipa yang dimasukkan melalui hidung

(nasal airway, pipa nasogastrik, pipa nasotrakheal) harus dilubrikasi.Nasal

airway lebih ditoleransi daripada oral airway pada pasien dengan anestesi ringan.

Face Mask Design dan Teknik

Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pengaliran oksigen atau gas

anestesi dari sistem breathing ke pasien dengan pemasangan face mask dengan rapat

(gambar 5-5). Lingkaran dari face mask disesuaikan dengan bentuk muka pasien.

Orifisium face mask dapat disambungkan ke sirkuit mesin anestesi melalui

konektor. Face mask yang transparan dapat mengobservasi uap gas ekspirasi dan

muntahan. Facemask yang dibuat dari karet berwarna hitam cukup lunak untuk

menyesuaikan dengan bentuk muka yang tidak umum. Retaining hook dipakai untuk

mengkaitkan head scrap sehingga face mask tidak perlu terus dipegang. Beberapa

macam mask untuk pediatrik di disain untuk mengurangi dead space.

Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas yang bebas dan face mask yang

rapat/tidak bocor. Teknik pemasangan face mask yang tidak tepat dapat menyebabkan

reservoir bag kempis walaupun klepnya ditutup, hal ini menunjukkan adanya

kebocoran sekeliling face mask. Sebaliknya, tekanan sirkuit breathing yang tinggi

dengan pergerakan dada dan suara pernafasan yang minimal menunjukkan adanya

obstruksi jalan nafas.

Bila face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan digunakan untuk

melakukan ventilasi dengan tekanan positif dengan memeras breathing bag. Face

mask dipasang dimuka pasien dan sedikit ditekan pada badan face mask dengan ibu

jari dan telunjuk. Jari tengah dan jari manis menarik mandibula untuk ekstensi joint

atlantooccipital. Tekanan jari-jari harus pada mandibula, jangan pada jaringan lunak

yang menopang dasar lidah karena dapat terjadi obstruksi jalan nafas. Jari kelingking

ditempatkan dibawah sudut jaw dan digunakan untuk jaw thrust manuver yang paling

penting untuk dapat melakukan ventilasi pasien.

Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk mendapatkan jaw thrust

yang adekuat dan face mask yang rapat. Karena itu diperlukan seorang asisten untuk

memompa bag (gambar 5-8). Obstruksi selama ekspirasi dapat disebabkan karena

tekanan kuat dari face mask atau efek ball-valve dari jaw thrust. Kadang-kadang sulit

memasang face maks rapat kemuka. Membiarkan gigi palsu pada tempatnya (tapi

tidak dianjurkan) atau memasukkan gulungan kasa ke rongga mulut mungkin dapat

menolong mengatasi kesulitan ini. Ventilasi tekanan normalnya jangan melebihi 20

cm H2O untuk mencegah masuknya udara ke lambung.

Kebanyakan jalan nafas pasien dapat dipertahankan dengan face mask dan

oral atau nasal airway. Ventilasi dengan face mask dalam jangka lama dapat

menimbulkan cedera akibat tekanan pada cabang saraf trigeminal atau fasial. Bila

face mask dan ikatan mask digunakan dalam jangka lama maka posisi harus sering

dirubah untuk menghindari cedera. Hindari tekanan pada mata, dan mata harus

diplester untuk menghindari resiko aberasi kornea.

Teknik dan Bentuk Laryngeal Mask Airway (LMA)

Penggunaan LMA meningkat untuk menggantikan pemakaian face mask dan

TT selama pemberian anestesi, untuk memfasilitasi ventilasi dan pemasangan TT

pada pasien dengan difficult airway, dan untuk membantu ventilasi selama

bronchoscopy fiberoptic, juga pemasangan bronkhoskop. LMA memiliki kelebihan

istimewa dalam menentukan penanganan kesulitan jalan nafas dibandingkan

combitube. Ada 4 tipe LMA yang biasa digunakan: LMA yang dapat dipakai ulang,

LMA yang tidak dapat dipakai ulang, ProSeal LMA yang memiliki lubang untuk

memasukkan pipa nasogastrik dan dapat digunakan ventilasi tekanan positif, dan

Fastrach LMA yang dapat memfasilitasi intubasi bagi pasien dengan jalan nafas yang

sulit.

LMA terdiri dari pipa dengan lubang yang besar, yang di akhir bagian

proksimal dihubungkan dengan sirkuit nafas dengan konektor berukuran 15 mm, dan

dibagian distal terdapat balon berbentuk elips yang dapat dikembangkan lewat pipa.

Balon dikempiskan dulu, kemudian diberi pelumas dan masukan secara membuta ke

hipofaring, sekali telah dikembangkan, balon dengan tekanan rendah ada di muara

laring. Pemasangannya memerlukan anestesi yang lebih dalam dibandingkan untuk

memasukan oral airway. Posisi ideal dari balon adalah dasar lidah di bagian superior,

sinus pyriforme dilateral, dan spincter oesopagus bagian atas di inferior. Jika

esophagus terletak di rim balon, distensi lambung atau regurgitasi masih mungkin

terjadi. Variasi anatomi mencegah fungsi LMA yang adekuat pada beberapa pasien.

Akan tetapi, jika LMA tidak berfungsi semestinya dan setelah mencoba memperbaiki

masih tidak baik, kebanyakan klinisi mencoba dengan LMA lain yang ukurannya

lebih besar atau lebih kecil. Karena penutupan oleh epiglotis atau ujung balon

merupakan penyebab kegagalan terbanyak, maka memasukkan LMA dengan

penglihatan secara langsung dengan laringoskop atau bronchoskop fiberoptik (FOB)

menguntungkan pada kasus yang sulit. Demikian juga, sebagian balon digembungkan

sebelum insersi dapat sangat membantu. Pipa di plester seperti halnya TT. LMA

melindungi laring dari sekresi faring (tapi tidak terhadap regurgitasi lambung) dan

LMA harus tetap dipertahankan pada tempatnya sampai reflek jalan nafas pasien

pulih kembali. Ini biasanya ditandai dengan batuk atau membuka mulut sesuai

dengan perintah. LMA yang dapat dipakai lagi, dapat di autoklaf, dibuat dari karet

silikon (bebas latek) dan tersedia dalam berbagai ukuran (tabel 5-3).

LMA memberikan alternatif untuk ventilasi selain face mask atau TT.

Kontraindikasi untuk LMA adalah pasien dengan kelainan faring (misalnya abses),

sumbatan faring, lambung yang penuh (misalnya kehamilan, hernia hiatal), atau

komplians paru rendah (misalnya penyakit restriksi jalan nafas) yang memerlukan

tekanan inspirasi puncak lebih besar dari 30 cm H2O. Secara tradisional, LMA

dihindari pada pasien dengan bronkhospasme aatau resistensi jalan nafas tinggi, akan

tetapi, bukti-bukti baru menunjukkan bahwa karena tidak ditempatkan dalam trakhea,

penggunaan LMA dihubungkan dengan kejadian bronchospasme lebih kurang dari

pada dengan TT. Walaupun hal ini nyata tidak sebagai penganti untuk trakheal

intubasi, LMA membuktikan sangat membantu terutama pada pasien dengan jalan

nafas yang sulit (yang tidak dapat diventilasi atau diintubasi) disebabkan mudah

untuk memasangnya dan angka keberhasilannya relatif besar (95-99%). LMA telah

digunakan sebagai pipa untuk jalur stylet ( gum elastik, bougie), ventilasi jet stylet,

fleksibel FOB, atau TT diameter kecil (6,0 mm).

Tersedia LMA yang telah dimodifikasi untuk memfasilitasi penempatan TT

yang lebih besar dengan atau tanpa menggunakan FOB. Pemasukannya dapat

dilakukan dibawah anestesi topikal dan blok saraf laringeal bilateral jika jalan nafas

harus bebas seraya pasiennya sadar.

Esophageal – Tracheal Combitube (ETC)

Teknik & Bentuk Pipa

Pipa kombinasi esophagus – tracheal (ETC) terbuat dari gabungan 2 pipa,

masing-masing dengan konektor 15 mm pada ujung proksimalnya. Pipa biru yang

lebih panjang ujung distalnya ditutup. Pipa yang tranparant berukuran yang lebih

pendek punya ujung distal terbuka dan tidak ada sisi yang perporasi. ETC ini

biasanya dipasangkan secara buta melalui mulut dan dimasukkan sampai 2 lingkaran

hitam pada batang batas antara gigi atas dan bawah. ETC mempunyai 2 balon untuk

digembungkan, 100 ml untuk balon prosikmal dan 15 ml untuk balon distal,

keduanya harus dikembungkan secara penuh setelah pemasangan. Pipa yang bening

yang lebih pendek dapat digunakan untuk dekompresi lambung. Pilihan lain, jika

ETC masuk ke dalam trakhea, ventilasi melalui pipa yang bening akan langsung gas

ke trachea. Meskipun pipa kombinasi masih rerdaftar sebagai pilihan untuk

penanganan jalan nafas yang sulit dalam algoritma Advanced Cardiac Life Support,

biasanya jarang digunakan oleh dokter anestesi yang lebih suka memakai LMA atau

alat lain untuk penanganan pasien dengan jalan nafas yang sulit.

Pipa Tracheal (TT)

TT digunakan untuk mengalirkan gas anestesi langsung ke dalam trachea dan

mengijinkan untuk kontrol ventilasi dan oksigenasi. Pabrik menentukan standar TT

(American National Standards for Anesthetic Equipment; ANSI Z-79). TT

kebanyakan terbuat dari polyvinylchloride. Pada masa lalu, TT diberi tanda “IT” atau

“Z-79” untuk indikasi ini telah dicoba untuk memastikan tidak beracun. Bentuk dan

kekakuan dari TT dapat dirubah dengan pemasangan mandren. Ujung pipa

diruncingkan untuk membantu penglihatan dan pemasangan melalui pita suara. Pipa

Murphy memiliki sebuah lubang (mata Murphy) untuk mengurangi resiko sumbatan

pada bagian distal tube bila menempel dengan carina atau trachea.

Tahanan aliran udara terutama tergantung dari diameter pipa, tapi ini juga

dipengaruhi oleh panjang pipa dan lengkungannya. Ukuran TT biasanya dipola dalam

milimeter untuk diameter internal atau yang tidak umum dalam scala Prancis

(diameter external dalam milimeter dikalikan dengan 3). Pemilihan pipa selalu hasil

kompromi antara memaksimalkan flow dengan pipa ukuran besar dan meminimalkan

trauma jalan nafas dengan ukuran pipa yang kecil.

Kebanyakan TT dewasa memiliki sistem pengembungan balon yang terdiri

dari katup, balon petunjuk (pilot balloon), pipa pengembangkan balon, dan balon

(cuff). Katup mencegah udara keluar setelah balon dikembungkan. Balon petunjuk

memberikan petunjuk kasar dari balon yang digembungkan. Inflating tube

dihubungkan dengan klep. Dengan membuat trakhea yang rapat, balon TT

mengijinkan dilakukannya ventilasi tekanan positif dan mengurangi kemungkinan

aspirasi. Pipa yang tidak berbalon biasanya digunakan untuk anak-anak untuk

meminimalkan resiko dari cedera karena tekanan dan post intubasi croup.

Ada 2 tipe balon TT yaitu balon dengan tekanan tinggi volume rendah dan

tekanan rendah volume tinggi. Balon tekanan tinggi dikaitkan dengan besarnya

iskhemia mukosa trachea dan kurang nyaman untuk intubasi pada waktu lama. Balon

tekanan rendah dapat meningkatkan kemungkinan nyeri tenggorokan (luas area

kontak mukosa), aspirasi, ekstubasi spontan, dan pemasangan yang sulit ( karena

adanya floppy cuff). Meskipun demikian, karena insidensi rendah dari kerusakan

mukosa, balon tekanan rendah lebih dianjurkan.

Tekanan balon tergantung dari beberapa faktor: volume pengembangan,

diameter balon yang berhubungan dengan trachea, trachea dan komplians balon, dan

tekanan intratorak (tekanan balon dapat meningkat pada saat batuk). Tekanan balon

dapat menaik selama anetesi umum sebagai hasil dari difusi dari N2O dari mukosa

tracheal ke balon TT.

TT telah dimodifikasi untuk berbagai penggunaan khusus. Pipa yang lentur,

spiral, wire – reinforced TT (armored tubes), tidak kinking dipakai pada operasi

kepala dan leher, atau pada pasien dengan posisi telungkup. Jika pipa lapis baja

menjadi kinking akibat tekanan yang ekstrim ( contoh pasien bangun dan menggigit

pipa), lumen pipa akan tetutup dan pipa TT harus diganti. Pipa khusus lainnya

termasuk pipa mikrolaringeal, RAE tube, dan lubang pipa ganda (double lumen tube).

Semua TT memiliki garis yang dilekatkan dan bersifat radiogopak yang mengijinkan

dapat dilihatnya ETT pada trachea.

Rigid Laryngoscope

Laringoskop adalah instrumen untuk pemeriksaan laring dan untuk fasilitas

intubasi trachea. Handle biasanya berisi batre untuk cahaya bola lampu pada ujung

blade, atau untuk energi fiberoptic bundle yang berakhir pada ujung blade. Cahaya

dari bundle fiberoptik tertuju langsung dan tidak tersebar.

Laringoskop dengan lampu fiberoptic bundle dapat cocok digunakan diruang

MRI. Blade Macintosh dan Miller ada yang melengkung dan bentuk lurus. Pemilihan

dari blade tergantung dari kebiasaan seseorang dan anatomi pasien. Disebabkan

karena tidak ada blade yang cocok untuk semua situasi, klinisi harus familier dan ahli

dengan bentuk blade yang beragam.

Laringoskop Khusus

Dalam 15 tahun terakhir, terdapat 2 laringskop baru yang telah dibuat, untuk

membantu dokter anestesi menjamin jalan nafas pada pasien dengan jalan nafas yang

sulit- Laringokop Bullard dan laringoskop Wu

Keduanya memiliki sumber cahaya fiberoptic dan blade yang melengkung

dengan ujung yang panjang, dan didisain untuk membantu melihat muara glotis pada

pasien dengan lidah besar atau yang memiliki muara glotis sangat anterior. Banyak

dokter anestesi percaya bahwa alat ini untuk mengantisipasi pasien yang memiliki

jalan nafas sulit. Bagaimanapun juga, seperti halnya alat-alat lain yang digunakan

jalan nafas pasien, pengalaman penggunaannya harus dilakukan pada pasien normal

sebelum digunakan pada saat penting dan memergensi pada pasien dengan jalan nafas

sulit.

Flexible Fiberoptic Bronchoscope (FOB)

Dalam beberapa situasi, -misalnya pasien dengan tulang cervical yang tidak

stabil, pergerakan yang terbatas pada temporo mandibular join, atau dengan kelainan

kongenital atau kelainan didapat pada jalan nafas atas- laringoskopi langsung dengan

penggunakan rigid laringoskop mungkin tidak dipertimbangkan atau tidak

dimungkinkan. Suatu FOB yang feksibelmemungkin visualisasi tidak langsung dari

laring dalam beberapa kasus atau untuk beberapa situasi dimana direncanakan

intubasi sadar (awake intubation). FOB dibuat dari fiberglass ini mengalirkan cahaya

dan gambar oleh refleksi internal-contohnya sorotan cahaya akan terjebak dalam fiber

dan terlihat tidak berubah pada sisi yang berlawanan. Pemasangan pipa berisi 2

bundel dari fiber, masing-masing berisi 10.000 – 15.000 fiber. Satu bundel

menyalurkan cahaya dari sumber cahaya ( sumber cahaya bundel) yang terdapat

diluar alat atau berada dalam handle yang memberikan gambaran resolusi tinggi.

Manipulasi langsung untuk memasangkan pipa dilakukan dengan kawat yang

kaku. Saluran aspirasi digunakan untuk suction dari sekresi, insuflasi oksigen atau

penyemprotan anestesi lokal. Saluran aspirasi sulit untuk dibersihkan, akan tetapi,

sebagai sumber infeksi sehingga memerlukan kehati-hatian pada pembersihan dan

sterilisasi telah digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Ilmu dasar Anestesi in Petunjuk Praktis

Anestesiologi 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2009, 3-8.

2. Roberts F, Kestin I. Respiratory Physiology in Update in Anesthesia 12th ed.

2000

3. Stock MC. Respiratory Function in Anesthesia in Barash PG, Cullen BF,

Stelting RK, editors. Clinical Anesthesia 5th ed. Philadelphia: Lippincott

William & Wilkins; 2006, p. 791-811

4. Galvin I, Drummond GB, Nirmalan M. Distribution of blood flow and

ventilation in the lung: gravity is not the only factor. British Journal of

Anaesthesia; 2007, 98: 420-8.

5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Breathing System in Clinical

Anesthesilogy 4th ed. McGraw-Hill; 2007