Aliran Asy'ariyah

26

Click here to load reader

Transcript of Aliran Asy'ariyah

Page 1: Aliran Asy'ariyah

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hal yang paling mendasar dalam pentingnya pembuatan makalah ini

adalah pada mata kuliah ilmu kalam, kelompok kami mendapakan tugas

untuk mempresentasikan sebuah aliran ilmu kalam yaitu aliran Asy-‘ariyah.

Pada bab yang membahas tentang sejarah munculnya aliran-aliran ilmu

kalam, di dalamnya dikatakan bahwa aliran-aliran ilmu kalam awal mulanya

muncul setelah peristiwa arbitrase. Peristiwa arbitrase adalah peristiwa

negosiasi antara Sayyidina Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abu

Sufyan. Setelah peristiwa tersebut, muncul berbagai aliran-aliran ilmu kalam

yang diantaranya adalah aliran Khowarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah

dan Jabariyah. Setiap aliran tersebut memiliki dasar pemikiran yang berbeda.

Bahkan aliran Asy’ariyah merupakan aliran yang paham pemikirannya sangat

bertentangan dengan aliran Mu’tazilah. Hal ini dikarenakan pendiri aliran

Asy’ariyah merupakan mantan pengikut aliran Mu’tazilah.

B. TUJUAN

Tujuan yang ingin kami capai dalam pembuatan makalah ini

diantaranya adalah kita dapat mengetahui siapa pendiri aliran ini, apa yang

melatar belakangi terbentuknya aliran ini, siapa saja tokoh-tokohnya, dan

mengetahui perbedaan pandangan yang mendasar dan yang menyebabkan

aliran Asy’ariyah menentang aliran Mu’tazilah.

Page 2: Aliran Asy'ariyah

BAB II PEMBAHASAN

ALIRAN AL-ASY’ARIYAH

A. SEJARAH SINGKAT

Nama beliau adalah Abu al-Hasan ‘Ali bi Ismail al-Asy’ari, dilahirkan

di kota Basrah Irak pada tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324

H/935M, keturunan Abu Musa al-Asy’ari seorang sahabat dan perantara

dalam sengketa antara Ali r.a. dan Muawiyah r.a. Pada waktu kecilnya, al-

Asy’ari berguru pada seorang tokoh Mu’tazilah terkenal, Abu Ali al-Jubbai,

untuk mempelajari ajaran-ajaran Mu’tazilah dan memahaminya. Aliran ini

dianutnya sampai usia 40 tahun dan tidak sedikit dari umurnya digunakan

untuk mengarag buku-buku ke-Mu’tazilahan. Tetapi setelah beliau berusia 40

tahun, ada sebagian riwayat yang mengatakan bahwa pada waktu itu beliau

pergi mengasingkan diri dari orang banyak selama 15 hari. Kemudian setelah

itu beliau melepas paham Mu’tazilah sebagai paham yang dahulu ia pegang.

Sebelum beliau mengasingkan diri selama 15 hari, beliau sebelumnya sering

berdebat dengan al-Jubbai, gurunya, tentang dasar paham aliran Mu’tazilah

dan sering-sring berakhir dengan terlihatnya kelemahan paham Mu’tazilah.

Di antara perdebatan-perdebatan itu ialah mengenai soal al-ashlah

(“keharusan mengerjakan yang terbaik bagi Tuhan”).

al-Asy’ari : Bagaimana pendapat tuan tentang orang mu’min, orang kafir

dan anak kecil (yang mati) ?

al-Jubbai : Orang mu’min mendapat tingkatan yang tertinggi (sorga), orang

kafir masuk neraka, dan anak kecil tergolong orang yang

selamat.

al-Asy’ari : Kalau anak kecil tersebut ingin mencapai tingkatan tertinggi,

dapatkah ia?

al-Jabbai : Tidk dapat, karena akan dikatakan kepadanya: “Orang mu’min

tersebut mendapat tingkatan tertinggi karena ia menjalankan

ketaatan, sedangkan engkau tidak.”

Page 3: Aliran Asy'ariyah

al-Asy’ari : Anak kecil akan menjawab: “Itu bukan salah saya. Kalau

sekiranya Tuhan menghidupkan aku (sampai besar), tentu aku

akan mengerjakan segala ketaatan seperti orang mu’min

tersebut”.

Al-Jubbai : Tuhan akan berkata: “Aku lebih tahu tentang engkau. Kalau

engkau hidup sampai besar, tentu akan mendurhakai Aku dan

Aku akan menyiksa engkau”. Jadi aku mengambil yang lebih

baik (lebih menguntungkan) bagimu dan Aku matikan engkau

sebelum dewasa”.

al-Asy’ari : Kalau orang kafir tersebut berkata: “Ya Tuhan, Engkau

mengetahui keadaanku dan keadaan anak kecil tersebut.

Mengapa terhadap aku Engkau tidak mengambil tindakan yang

lebih baik bagiku (lebih menguntungkan)?”

Kemudian diamlah al-Jubbani dan tidak dapat menjawab lagi.

Al-Asy’ari meninggalkan aliran Mu’tazilah selain karena merasa tidak

puas terhadap konsepsi aliran tersebut dalam soal-soal seperti di atas, juga

karena ia melihat ada perpecahan di kalangan kaum muslimin yang bisa

melemahkan mereka, kalau tidak segera diakhiri.

Semasa hidupnya beliau banyak meninggalkan karangankarangan,

kurang lebih 90 buah, dalam berbagai lapangan ilmu ke-Islaman, beliau

menolak paham golongan-golongan Materialist, Anthropomorphist, Khawarij

dan golongan-golongan Islam lain, juga menolak pikiran-pikiran Aristoteles.

Akan tetapi sebagian besar dari kegiatannya digunakan untuk menghadapi

aliran Mu’tazilah seperti al-Jubbai, al-“Allaf dan sebaginya, bahkan ditujukan

terhadap dirinya sendiri ketika ia masih menjadi orang Mu’tazilah.1

1 A. Hanafi, M. A.Pengantar Theology Islam, (Bandung: PT. Alhusna Zikra, 1995, h. 104-105.

Page 4: Aliran Asy'ariyah

B. TOKOH-TOKOH ALIRAN AY’ARIYAH

Suatu unsur utama bagi kemajuan aliran Asy’ariyah, ialah karena aliran

ini memiliki tokoh-tokoh yang kenamaan. Tokoh-tokoh tersebut antara lain :

Al-Baqillani (wafat 403 H)

Namanya Abu Bakar Muhammad bin Tayib, diduga kelahiran kota

Basrah, tempat kelahiran gurunya, yaitu Al-Asy’ari. ia terkenal cerdas

otaknya, simpatik dan banyak jasanya dalam pembelaan agama. 

Al-Baqillani mengambil teori atom yang telah dibicarakan oleh

aliran mu’tazillah sebagai dasar penetapan kekuasaan Tuhan yang tak

terbatas. Jauhar adalah suatu hal yang mungkin, artinya bisa wujud dan

bisa tidak, seperti halnya aradh. dan menurutnya tiap-tiap aradh

mempunyai lawan aradh pula. Disinilah terjadi mukjizat itu karena

mukjizat tidak lain hanyalah penyimpangan dari kebiasaan.2

Al-Baqillani dikenal sebagai seorang ulama bermadzhab Maliki dan

cendekiawan yang ulung. Karyanya banyak membahas aliran-aliran sesat

yang berkembang di masanya, seperti Rafidhah, Mu'tazilah, Khawarij,

Jahamiyah dan Karamiyah. Di masjid Basra, beliau membina halaqah

kajian yang dijubeli para pecinta ilmu.

Sebagai ulama yang produktif, setiap harinya, beliau menulis 35

lembar dari buku yang hendak dikarangnya. Tidak mengherankan jika di

saat wafatnya, Sheikh Abu l-Fadhl al-Tamimi (w. 410H), ulama

terkemuka dan pemimpin mazhab Hanbali kala itu, berseru di samping

jenazahnya: "Orang ini adalah pembela al-Sunnah dan agama, serta

pejuang shari'ah. Orang inilah yang menulis 70.000 lembar buku

sepanjang hidupnya". Ibn Taimiyyah mengatakan bahwa beliau adalah

mutakallim (theologian) yang paling utama dalam aliran al-Asha’irah.

Ibn ‘Asakir berkata: "Sesungguhnya Sheikh Abu al-Qasm ibn

Burhan al-Nahwi berkata: Barang siapa pernah menghadiri halaqah

perdebatan al-Qadhi Abu Bakr, maka dia tidak akan pernah merasakan

2 Joesafira, “Aliran Asy’ariyah”, (http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/04/aliran-asyariyah.html), 6 Oktober 2010, 19:17.

Page 5: Aliran Asy'ariyah

lagi indahnya perkataan seorang pun setelahnya, baik dari ulama kalam,

ulama fiqh, orator, penyair maupun penyayi sekalipun, dikarenakan tutur

bahasanya dan kefasihannya yang menakjubkan dan sistematis."

Di antara hasil pemikiran beliau yang paling utama adalah peletakan

premis-premis rasional untuk membangun argumentasi temporalnya alam

dan sifat-sifat wajib Allah, kemudian premis-premis ini dikembangkannya

hingga menjadi teori khas dan dikenal sebagai metode kalam para

mutakallim klasik. Teori tersebut disebut mabda' al-ta’akus bayna l-dalil

wa l-madlul (an inversion between thing and meaning). Al-Baqillani

meninggalkan sekitar 52 karya, di antaranya adalah al-Insaf fi ma yajibu

I'tiqaduhu wa la yajuzu l-jahlu bihi. Menilik dari judulnya, buku tersebut

ditujukan untuk masyarakat awam dan bersifat populer, yang menjelaskan

tentang apa yang wajib diyakini oleh umat dan tidak boleh untuk tidak

diketahui (diabaikan).3

Ibnu Faurak (wafat 406 H)

Ibnu Ishak al-Isfaraini (wafat 418 H)

Abdul Khair al-Bagdadi (wafat 429 H)

Imam al-Haramain al-Juwaini (wafat 478 H)

Beliau lahir di Khurasan tahun 419 Hijriyah dan wafat pada tahun 478

Hijriyah. Namanya aslinya tidak begitu dikenal malah ia terkenal dengan

nama Iman Al-Haramain.

Hampir sama dengan Al-Baqillani, ajaran-ajaran yang

disampaikannya banyak yang bertentangan dengan ajaran Al-Asy’ari.

Misalnya Tangan Tuhan diartikan (ta’wil) kekuasaan Tuhan, mata Tuhan

diartikan penglihatan Tuhan dan wajah Tuhan diartikan Wujud Tuhan,

sedangkan mengenai Tuhan duduk diatas takhta kerajaan diartikan Tuhan

berkuasa dan Maha Tinggi.

Mengenai soal perbuatan manusia, ia mempunyai pendapat yang lebih

jauh dari Al-Baqillani. Daya yang ada pada manusia itu mempunyai efek,

3 Henri Shalahuddin, M.A., “Al-Baqillani dan Penyimpangan Aliran-aliran dalam Islam”, (http://peaceman.multiply.com/journal/item/283/Al-Baqillani_dan_Penyimpangan_Aliran-aliran_dalam_Islam), 06 Oktober 2010, 19:28.

Page 6: Aliran Asy'ariyah

tetapi efeknya serupa dengan efek yang terdapat antara sebab dan

musabab. Wujud perbuatan manusia tergantung pada daya yang ada pada

manusia, wujud daya itu bergantung pada sebab yang lain dan wujud sebab

itu bergantung pula pada sebab yang lain dan demikianlah seterusnya

hingga sampai pada sebab dari segala sebab yaitu Tuhan.4

Abdul Mudzaffar al-Isfaraini (wafat 478 H)

Al-Ghazali (wafat 505 H)

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-

Syafi'i (lahir di Thus; 1058 / 450 H – meninggal di Thus; 1111 / 14

Jumadil Akhir 505 H; umur 52–53 tahun) adalah seorang filosof dan

teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad

Pertengahan.

Ia berkuniah Abu Hamid karena salah seorang anaknya bernama

Hamid. Gelar beliau al-Ghazali ath-Thusi berkaitan dengan ayahnya yang

bekerja sebagai pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu

Ghazalah di Bandar Thus, Khurasan, Persia (Iran). Sedangkan gelar asy-

Syafi'i menunjukkan bahwa beliau bermazhab Syafi'i. Ia berasal dari

keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu

ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam Al-Ghazali adalah

seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak

memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Ia pernah

memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat

pengajian tinggi di Baghdad. Imam Al-Ghazali meninggal dunia pada 14

Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di

Thus. Jenazahnya dikebumikan di tempat kelahirannya.

Imam al-Ghazali mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak

berhujjah. Ia digelar Hujjatul Islam karena kemampuannya tersebut. Ia

sangat dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk dan Abbasiyah yang

merupakan pusat kebesaran Islam. Ia berjaya menguasai pelbagai bidang

4 Indiaonech, “Aliran Al-Asy’ariyah dan Al-Maturidiyah”, (http://www.indiaonech.co.cc/1_43_Asy-ariyah-dan-Maturidiyah.html), 06 Oktober 2010, 19:38.

Page 7: Aliran Asy'ariyah

ilmu pengetahuan. Imam al-Ghazali sangat mencintai ilmu pengetahuan. Ia

juga sanggup meninggalkan segala kemewahan hidup untuk bermusafir

dan mengembara serta meninggalkan kesenangan hidup demi mencari

ilmu pengetahuan. Sebelum beliau memulai pengembaraan, beliau telah

mempelajari karya ahli sufi ternama seperti al-Junaid Sabili dan Bayazid

Busthami. Imam al-Ghazali telah mengembara selama 10 tahun. Ia telah

mengunjungi tempat-tempat suci di daerah Islam yang luas seperti

Mekkah, Madinah, Jerusalem, dan Mesir. Ia terkenal sebagai ahli filsafat

Islam yang telah mengharumkan nama ulama di Eropa melalui hasil

karyanya yang sangat bermutu tinggi. Sejak kecil lagi beliau telah dididik

dengan akhlak yang mulia. Hal ini menyebabkan beliau benci kepada sifat

riya, megah, sombong, takabur, dan sifat-sifat tercela yang lain. Ia sangat

kuat beribadat, wara, zuhud, dan tidak gemar kepada kemewahan,

kepalsuan, kemegahan dan mencari sesuatu untuk mendapat ridha Allah

SWT.

Pada tingkat dasar, beliau mendapat pendidikan secara gratis dari

beberapa orang guru karena kemiskinan keluarganya. Pendidikan yang

diperoleh pada peringkat ini membolehkan beliau menguasai Bahasa Arab

dan Parsi dengan fasih. Oleh sebab minatnya yang mendalam terhadap

ilmu, beliau mula mempelajari ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, usul

fiqih,filsafat, dan mempelajari segala pendapat keeempat mazhab hingga

mahir dalam bidang yang dibahas oleh mazhab-mazhab tersebut. Selepas

itu, beliau melanjutkan pelajarannya dengan Ahmad ar-Razkani dalam

bidang ilmu fiqih, Abu Nasr al-Ismail di Jarajan, dan Imam Harmaim di

Naisabur. Oleh sebab Imam al-Ghazali memiliki ketinggian ilmu, beliau

telah dilantik menjadi mahaguru di Madrasah Nizhamiah (sebuah

universitas yang didirikan oleh perdana menteri) di Baghdad pada tahun

484 Hijrah. Kemudian beliau dilantik pula sebagai Naib Kanselor di sana.

Ia telah mengembara ke beberapa tempat seperti Mekkah,Madinah,Mesir

dan Jerusalem untuk berjumpa dengan ulama-ulama di sana untuk

mendalami ilmu pengetahuannya yang ada. Dalam pengembaraan, beliau

Page 8: Aliran Asy'ariyah

menulis kitab Ihya Ulumuddin yang memberi sumbangan besar kepada

masyarakat dan pemikiran manusia dalam semua masalah.5

Ibnu Tumart (wafat 524 H)

Asy-Syihristani (wafat 548 H)

Ar-Razi (1149-1209 M)

Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi (Persia: الرازي (أبوبكر

atau dikenali sebagai Rhazes di dunia barat merupakan salah seorang pakar

sains Iran yang hidup antara tahun 864 - 930. Ia lahir di Rayy, Teheran

pada tahun 251 H./865 dan wafat pada tahun 313 H/925.

Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan

kesastraan. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq

di Baghdad. Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk memimpin

sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya ia juga memimpin Rumah Sakit

Muqtadari di Baghdad.

Ar-Razi juga diketahui sebagai ilmuwan serbabisa dan dianggap

sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam Islam. Ar-Razi lahir pada

tanggal 28 Agustus 865 Hijirah dan meninggal pada tanggal 9 Oktober 925

Hijriah. Nama Razi-nya berasal dari nama kota Rayy. Kota tersebut

terletak di lembah selatan jajaran Dataran Tinggi Alborz yang berada di

dekat Teheran, Iran. Di kota ini juga, Ibnu Sina menyelesaikan hampir

seluruh karyanya.

Saat masih kecil, ar-Razi tertarik untuk menjadi penyanyi atau musisi

tapi dia kemudian lebih tertarik pada bidang alkemi. Pada umurnya yang

ke-30, ar-Razi memutuskan untuk berhenti menekuni bidang alkemi

dikarenakan berbagai eksperimen yang menyebabkan matanya menjadi

cacat. Kemudian dia mencari dokter yang bisa menyembuhkan matanya,

dan dari sinilah ar-Razi mulai mempelajari ilmu kedokteran.

Dia belajar ilmu kedokteran dari Ali ibnu Sahal at-Tabari, seorang

dokter dan filsuf yang lahir di Merv. Dahulu, gurunya merupakan seorang

5 Wikipedia, “Al-Ghazali”, (http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali), 06 Oktober 2010, 19:47.

Page 9: Aliran Asy'ariyah

Yahudi yang kemudian berpindah agama menjadi Islam setelah

mengambil sumpah untuk menjadi pegawai kerajaan dibawah kekuasaan

khalifah Abbasiyah, al-Mu'tashim.

Razi kembali ke kampung halamannya dan terkenal sebagai seorang

dokter disana. Kemudian dia menjadi kepala Rumah Sakit di Rayy pada

masa kekuasaan Mansur ibnu Ishaq, penguasa Samania. Ar-Razi juga

menulis at-Tibb al-Mansur yang khusus dipersembahkan untuk Mansur

ibnu Ishaq. Beberapa tahun kemudian, ar-Razi pindah ke Baghdad pada

masa kekuasaan al-Muktafi dan menjadi kepala sebuah rumah sakit di

Baghdad.

Setelah kematian Khalifan al-Muktafi pada tahun 907 Masehi, ar-Razi

memutuskan untuk kembali ke kota kelahirannya di Rayy, dimana dia

mengumpulkan murid-muridnya. Dalam buku Ibnu Nadim yang berjudul

Fihrist, ar-Razi diberikan gelar Syaikh karena dia memiliki banyak murid.

Selain itu, ar-Razi dikenal sebagai dokter yang baik dan tidak membebani

biaya pada pasiennya saat berobat kepadanya.6

Al-Iji (wafat 756 H/1359 M)

As-Sanusi (wafat 895 H)

C. PANDANGAN-PANDANGAN ASY’ARIYAH

6 Wikipedia, “Ar-Razi”, (http://id.wikipedia.org/wiki/Ar-Razi), 06 Oktober 2010, 19:56.

Page 10: Aliran Asy'ariyah

Adapun pandangan-pandangan Asy’ariyah yang berbeda dengan

Muktazilah, di antaranya ialah:

1. Bahwa Tuhan mempunyai sifat. Mustahil kalau Tuhan mempunyai sifat,

seperti yang melihat, yang mendengar, dan sebagainya, namun tidak

dengan cara seperti yang ada pada makhluk. Artinya harus ditakwilkan

lain.

2. Al-Qur’an itu qadim, dan bukan ciptaan Allah, yang dahulunya tidak ada.

3. Tuhan dapat dilihat kelak di akhirat, tidak berarti bahwa Allah itu adanya

karena diciptakan.

4. Perbuatan-perbuatan manusia bukan aktualisasi diri manusia, melainkan

diciptakan oleh Tuhan.

5. Keadilan Tuhan terletak pada keyakinan bahwa Tuhan berkuasa mutlak

dan berkehendak mutlak. Apa pun yang dilakukan Allah adalah adil.

Mereka menentang konsep janji dan ancaman (al-wa’d wa al-wa’id).

6. Mengenai anthropomorfisme, yaitu memiliki atau melakukan sesuatu

seperti yang dilakukan makhluk, jangan dibayangkan bagaimananya,

melainkan tidak seperti apapun.

7. Menolak konsep tentang posisi tengah (manzilah bainal manzilataini),

sebaba tidak mungkin pada diri seseorang tidak ada iman dan sekaligus

tidak ada kafir. Harus dibedakan antara iman, kafir, dan perbuatan.

Berkenaan dengan lima dasar pemikiran Muktazilah, yaitu keadilan,

tauhid, melaksanakan ancaman, antara dua kedudukan, dan amar maksruf nahi

mungkar, hal itu dapat dibantah sebagai berikut.

Arti keadilan, dijadikan kedok oleh Muktazilah untuk menafikan takdir.

Mereka berkata, “Allah tak mungkin menciptakan kebururkan atau

memutuskannya. Karena kalau Allah menciptakan mereka lalu menyiksanya,

itu satu kezaliman. Sedangkan Allah Maha-adil, tak akan berbuat zalim.

Adapun tauhid, mereka jadikan kedok untuk menyatakan pendapat

bahwa Al-Qur’an itu makhluk. Karena kalau ia bukan makhluk, berarti ada

beberapa sesuatu yang tidak berawal. Konsekuensi pondasi berpikir mereka

Page 11: Aliran Asy'ariyah

yang rusak ini bahwa ilmu Allah, kekuasaan-Nya, dan seluruh sifat-Nya adalah

makhluk. Sebab kalau tidak akan terjadi kontradiksi.

Ancaman menurut Muktazilah, kalau Allah sudah memberi ancaman

kepada sebagian hamba-Nya, Dia pasti menyiksanya dan tak mungkin

mengingkari janji-Nya. Karena Allah selalu memenuhi janji-Nya. Jadi,

menurut mereka, Allah tak akan memafkan dan memberi ampun siapa saja

yang Dia kehendaki.

Adapun yang mereka maksud dengan di antara dua kedudukan bahwa

orang yang melakukan dosa besar tidak keluar dari keimanan, tapi tidak

terjerumus pada kekufuran. Sedangkan konsep amar makruf nahi mungkar

menurut Muktazilah ialah wajib menyuruh orang lain dengan apa yang

diperintahkan kepada mereka. Termasuk kandungannya ialah boleh

memberontak kepada para pemimpin dengan memeranginya apabila mereka

berlaku zalim.

Koreksi atas pandangan Asy’ari

Beberapa tokoh pengikut dan penerus Asy’ari, banyak yang mengkritik

paham Asy’ari. Di antaranya ialah sebagai berikut:

Muhammad Abu Baki al- Baqillani (w. 1013 M), tidak begitu saja

menerima ajaran-ajaran Asy’ari. Misalnya tentang sifat Allah dan perbuatan

manusia. Menurut al-Baqillani yang tepat bukan sifat Allah, melainkan hal

Allah, sesuai dengan pendapat Abu Hasyim dari Muktazilah. Selanjutnya ia

beranggapan bahwa perbuatan manusia bukan semata-mata ciptaan Allah,

seperti pendapat Asy’ari. Menurutnya, manusia mempunyai andil yang efektif

dalam perwujudan perbuatannya, sementara Allah hanya memberikan potensi

dalam diri manusia.

Pengikut Asy’ari lain yang juga menunjukkan penyimpangan adalah

Abdul Malik al-Juwaini yang dijuluki Imam al-Haramain (419-478 H).

Misalnya tentang anthropomorfisme al-Juwaini beranggapan bahwa yang

disebut tangan Allah harus diartikan (ditakwilkan) sebagai kekuasaan Allah.

Mata Allah harus dipahami sebagai penglihatan Allah, wajah Allah harus

diartikan sebagai wujud Allah, dan seterusnya

Page 12: Aliran Asy'ariyah

Pengikut Asy’ari yang terpenting dan terbesar pengaruhnya pada umat

Islam yang beraliran Ahli sunnah wal jamaah ialah Imam Al-Ghazali.

Tampaknya paham teologi cenderung kembali pada paham-paham Asy’ari. Al-

Ghazali meyakini bahwa:

1. Tuhan mempunyai sifat-sifat qadim yang tidak identik dengan zat Tuhan

dan mempunyai wujud di luar zat.

2. Al-Qur’an bersifat qadim dan tidak diciptakan.

3. Mengenai perbuatan manusia, Tuhanlah yang menciptakan daya dan

perbuatan Tuhan dapat dilihat karena tiap-tiap yang mempunyai wujud

pasti dapat dilihat.

4. Tuhan tidak berkewajiban menjaga kemaslahatan (ash-shalah wal ashlah)

manusia, tidak wajib memberi ganjaran pada manusia, dan bahkan Tuhan

boleh memberi beban yang tak dapat dipikul kepada manusia.

Berkat Al-Ghazali paham Asy’ari dengan sunah wal jamaahnya berhasil

berkembang ke mana pun, meski pada masa itu aliran Muktazilah amat kuat di

bawah dukungan para khalifah Abasiyah. Sementara itu paham Muktazilah

mengalami pasang surut selama masa Daulat Bagdad, tergantung dari

kecenderungan paham para khalifah yang berkuasa. Para Ulama yang

Berpaham Asy-'ariyah

Di antara para ulama besar dunia yang berpaham akidah ini dan sekaligus

juga menjadi tokohnya antara lain:

Al-Ghazali (450-505 H/ 1058-1111M)

Al-Imam Al-Fakhrurrazi (544-606H/ 1150-1210)

Abu Ishaq Al-Isfirayini (w 418/1027)

Al-Qadhi Abu Bakar Al-Baqilani (328-402 H/950-1013 M)

Abu Ishaq Asy-Syirazi (293-476 H/ 1003-1083 M)

Mereka yang berakidah ini sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul

Islam Ibnu Taimiyah adalah paling dekat di antara yang lain kepada ahlus

sunnah wal jamaah. Aliran mereka adalah polarisasi antara wahyu dan filsafat.7

7 Rudi Arlan Al-Farisi, ”Aliran Asy’ariyah”, (http://kalamstai.blogspot.com/2009/03/aliran-asyariyah.html), 6 Oktober 2010, 17:30.

Page 13: Aliran Asy'ariyah

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Dari uraian di atas, kami dapat mengambil kesimpulan bahwa aliran al-

Asy’ariyah merupakan aliran yang didirikan oleh Abu al-Hasan ‘Ali bi Ismail

al-Asy’ari yang dilahirkan di kota Basrah Irak pada tahun 260 H/873 M dan

wafat pada tahun 324 H/935M, keturunan Abu Musa al-Asy’ari seorang

sahabat dan perantara dalam sengketa antara Ali r.a. dan Muawiyah r.a. Aliran

ini merupakan aliran yang terpecah dari aliran Mu’tazilah. Aliran ini

memisahkan diri dari aliran Mu’tazilah karena Abu al-Hasan ‘Ali tidak puas

dengan konsepsi aliran Mu’tazilah dan sering berdebat dengan tokoh aliran

Mu’tazilah yang berakhir dengan terlihatnya kelemahan aliran Mu’tazilah.

Tokoh-tokoh aliran ini diantaranya adalah Al-Baqillani, Ibnu Faurak, Ibnu

Ishak al-Isfaraini, Abdul Kahir al-Bagdadi, al-Juwaini, al-Isfaraini, al-Ghazali,

Ibnu Taumart, Asy-Syihristani, Ar-Razi, Al-Iji, dan As-Sanusi. Keadilan,

tauhid, melaksanakan ancaman, antara dua kedudukan, dan amar maksruf nahi

mungkar merupakan lima aspek paham Mu’tazilah yang dibantah

secaragamblang oleh Asy’ariyah.

Page 14: Aliran Asy'ariyah

DAFTAR PUSTAKA

A. Hanafi, M.A., Pengantar Theologi Islam, (Bandung: PT. Alhusna Zikra, 1995).

Joesafira, “Aliran Asy’ariyah” ,

(http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/04/aliran-asyariyah.html).

Henri Shalahuddin, M.A., “Al-Baqillani dan Penyimpangan Aliran-aliran dalam Islam”,

(http://peaceman.multiply.com/journal/item/283/Al-

Baqillani_dan_Penyimpangan_Aliran-aliran_dalam_Islam).

Indiaonech, “Aliran Al-Asy’ariyah dan Al-Maturidiyah”,

(http://www.indiaonech.co.cc/1_43_Asy-ariyah-dan-Maturidiyah.html).

Wikipedia, “Al-Ghazali”, (http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali).

Wikipedia, “Ar-Razi”, (http://id.wikipedia.org/wiki/Ar-Razi).

Rudi Arlan Al-Farisi, ”Aliran Asy’ariyah”,

(http://kalamstai.blogspot.com/2009/03/aliran- asyariyah.html).

Page 15: Aliran Asy'ariyah

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat inayah-

Nya jualah kami dapat meyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat beserta salam

semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta

keluarganya, sahabatnya, tabi’innya, dan insya Allah kepada kita selaku umatnya.

Amin.

Makalah yang berjudul “Aliran Asy-‘ariyah ini penulis buat dengan

harapan dapat menambah pengetahuan kita mengenai aliran-aliran ilmu kalam dan

juga sebagai salah satu tugas mata kuliah ilmu kalam.

Dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari kendala-kendala yang

hadir tatkala kami sedang dalam proses penyusunan materi. Akan tetapi, akhirnya

kendala-kendala tersebut dapat kami hadapi dengan baik berkat teamwork yang

baik dan juga bimbingan dari dosen mata kuliah ilmu kalam. Oleh karena itu,

kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang

telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya dalam pembuatan makalah ini masih sangat

jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan

saran yang sifatnya membangun sehingga kami dapat lebih baik pada waktu

pembuatan makalah yang akan datang.

Akhirnya, kepada Allah SWT jualah kami serahkan semua pengorbanan,

derap langkah dan ayunan tangan kami. Semoga senantiasa mendapat Ridha dan

Maghfiroh-Nya.

Bandung, 07 Oktober 2010

Penulis

Page 16: Aliran Asy'ariyah

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Tujuan ........................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ALIRAN ASY’ARIYAH

A. Sejarah Singkat .......................................................................... 2

B. Tokoh-tokoh Aliran Asy’ariyah ................................................ 4

C. Pandangan-pandangan Asy’ariyah ............................................ 10

BAB II PENUTUP

KESIMPULAN ........................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 14

Page 17: Aliran Asy'ariyah

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam

Disusun Oleh :

Agung

Jehan Ahmad Zakariya

Millati Hanifa

Ulfah Nuraini

Prodi Perbandingan Madzhab dan Hukum

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG