ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA

14
" I AR.TlJKJEi.. I ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA (Studi Kritis Filsafat Ilmu) Rizal Mustansyir Staf Pengajar Fakultas,Filsafat Universitas Gadjah Mada Filsafat sebagai studi kritis mengenai segala sesuatu di alam semesta ini menempatkan kedudukan metafisika sebagai pokok kajian yang sangat penting, bahkan Rene Descartes, tokoh utama filsafat Barat Modern mengatakan bahwa metafisika itu akar dari pohon ilmu pengetahuan, pohonnya adalah fisika sedangkan dahan- dahannya adalah cabang ilmu lainnya (Kennick, 1966: 1). Ibarat pohon yang tumbuh subur dan kokoh, karena didukung fungsi akar yang menyerap kanan dan menahan berdiri tegaknya pohon itu, maka perkembangan ilmu pengetahuan ju :sa sangat terdukung (baik langsung maupun tidak) oleh metafisika. PENGANTAR dan divelifikasi (verifiable). Padahal statemen-statemen metafisika itu sendili Sumba:lgsih metafisika terhadap lebih mempakan olah pikir yang me- perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ngatasi dan tidak menyentuh wilayah ini tidak begitu disadali (bahkan ada empilik-positivistik. Bahkan kalangan yang menolak) oleh para ilmuwan. pemikir empilik-positivistik menamainya Karena kebanyakan ilmuwan sekarang sebagai pseudo-scientific. Inilah salah ini --terutama mereka yang menolak satu alasan mengapa perbincangan metafisika-- sangat dipengamhi visi em- metafisika di kalangan ilmuwan pilik-Positivistik. Segala sesuatu di- cenderung dihindali, Kendatipun katakan ilmiah jika dapat diukur demikian secara jujur kita harus me- (l1r:Nlnl!Jk), dapat dihitung (accountable), ngakui bahv·:a para metafisikus itu JURNAL fIL)AfAT. JUlI 1997 1

Transcript of ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA

Page 1: ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA

"

I AR.TlJKJEi.. I

ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA(Studi Kritis Filsafat Ilmu)

Rizal MustansyirStaf Pengajar Fakultas,Filsafat Universitas Gadjah Mada

Filsafat sebagai studikritis mengenai segala sesuatu

di alam semesta ini menempatkan kedudukanmetafisika sebagai pokok kajian yang sangat penting,

bahkan Rene Descartes, tokoh utama filsafat Barat Modernmengatakan bahwa metafisika itu akar dari pohon ilmupengetahuan, pohonnya adalah fisika sedangkan dahan­dahannya adalah cabang ilmu lainnya (Kennick, 1966: 1).

Ibarat pohon yang tumbuh subur dan kokoh, karenadidukung fungsi akar yang menyerap sari~sari ma~

kanan dan menahan berdiri tegaknya pohon itu,maka perkembangan ilmu pengetahuan ju ~

:sa sangat terdukung (baik langsungmaupun tidak) oleh metafisika.

PENGANTAR dan divelifikasi (verifiable). Padahalstatemen-statemen metafisika itu sendili

Sumba:lgsih metafisika terhadap lebih mempakan olah pikir yang me­perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ngatasi dan tidak menyentuh wilayahini tidak begitu disadali (bahkan ada empilik-positivistik. Bahkan kalanganyang menolak) oleh para ilmuwan. pemikir empilik-positivistik menamainyaKarena kebanyakan ilmuwan sekarang sebagai pseudo-scientific. Inilah salahini --terutama mereka yang menolak satu alasan mengapa perbincanganmetafisika-- sangat dipengamhi visi em- metafisika di kalangan ilmuwanpilik-Positivistik. Segala sesuatu di- cenderung dihindali, Kendatipunkatakan ilmiah jika dapat diukur demikian secara jujur kita harus me­(l1r:Nlnl!Jk), dapat dihitung (accountable), ngakui bahv·:a para metafisikus itu

JURNAL fIL)AfAT. JUlI 1997 1

Page 2: ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA

sendiri tidak terlalu besar perhatiannyaterhadap problem-problem manusia yangkonkl'et. Mereka lebih banyak berkutatpada masalah-masalah sepelii: Beingand Nothingness (Ada/Ketiadaan),Change and permanence(perubahan/ketetapan), yang bagi parailmuwan merupakan pseudo-problems(persoalan-persoalan semu).

Oleh karena itu makalah ini akanmemusatkan diri pada masalah sum­bangsih metansika terhadapperkembangan ilmu pengetahuan. Sum­bangsih macam apa yang dibelikanmetafisika terhadap ilmu pengetahuan?Mungkinkah ilmu pengetahuan ituberkembang tanpa metafisika? Persoalan­persoalan penting apa saja yang adadalam wilayah metafisika?

Namun sebelum sampai pada pem­bahasan masalah metafisika, akandiketengahkan secara singkat pengeliiandan ruang lingkup filsafat dan ilmupengetahuan. Makalah ini juga akan me­maparkan pendirian bebempametafisikus, baik yang berpaham monis­tik maupun pluralistik.

PEMBAHASAN

Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat

Istilah "filsafat" dalam bahasa Indo­nesia memiliki padanan kata falsafah(Amb), philosophy (Inggris), philosophia(Latin), philosophie (Jerman, Belanda,Pemncis). Semua istilah itu bersumberpada istilah Yunani philosophia. Ada duaalii istilah filsafat secara etimologik yangagak berbeda. Alii peltama, apabila isti­lah filsafat mengacu pada asal katapl1l1ein (mencintai) dan sophos(bijaksana) itu ber~uii mencintai hal-halyang bersifat bijaksana (bijaksana di sinimengacu pada kata sifat). Alii kedua,apabila filsafat mengacu pada asal kataphi/os (teman) dan, sophiEl(kebijaksanaan) itu benuii teman kebi·jaksanaan (kebijaksanaan disini mengacupada kata benda).

Istiiah Yunani philGin benuti"mencintai", sedangkan pl1Jlos bertuii"teman". Selanjutnya istilah sophos ber-JURNAL FILS-AFAT. JUU 1997

arti "bijaksana", sedangkan sophia bemlti"kebijaksanaan" (Ali Mudhofir, 1996:4).

Menurut sejarah filsafat, orangyang peltama kali memakai istilah phi­losophia atau filsafat adalah Pythagoras(572-497 SM). Ketika beliau ditanyaapakah ia sebagai orang yang bijaksana,maka Pythagoras dengan rendah hatimenyebut dirinya sebagai philosophos,yakni pencinta kebijaksanaan (lover of"wL<;dom).

Pada awal mulanya, tidak ada per­bedaan lingkup filsafat dengan ilmu,karena filsuf-filsuf terdahulu juga ter­masuk ilmuwan. Namun dalamperkembangan lebih lanjut, terutama erapasca Renaissance, ilmu-ilmu mulaimemisahkan diri dari induknya, filsafat.Sehingga memang ada perbedaan yangcukup prinsipiil antara filsafat denganilmu.

Filsafat berbeda dengan ilmu, baikdalam hal metode maupun ruanglingkupnya. Objek formal filsafat terarahpacta unsur-unsur keumuman, sedang­kan ilmu-ilmu khusus lebih terarah padahal-hal yang lebih spesifik. Aspek keu­muman menempatkan kedudukan filsafatdi atas ilmu, sehingga filsafat dapatmencari hubungan-hubungan di antaraberbagai bidimg ilmu, ini yang di­namakan multidisipliner. Objek matelialfilsafat mencakup apa saja yang ada dialam semesta, baik yang ada dalam ke­nyataan maupun yang ada dalamkemungkinan, sedang objek materialilmu-ilmu khusus menyangkut pokokbahasan teltentu yang sifatnya terbatas.

Pengertian Ilmu

Kata ilmu berasal dali kata dalambahasa Inggris: science. Kata science iniberasal dari kata Latin Scientia yang ber­alti pengetahuan. Kata scientia iniberasal dati bentuk kata kelja scire yangaltinya mempelajari, mengetahui. Padamulanya cakupan ilmu (science) secaraetimologis menunjuk pada pengetahuansemata-mata, pengetahuan mengenai apasaja (Dampier, 1986). Pertumbuhan se­lanjutnya pengeliian ilmu (science) inimengalami l-1erluasan alti, sehingga

Q

Page 3: ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA

menunjuk pada segenap pengetahuansistematik (SysteJluitic knowledge). Pe­makaian yang luas dari kata ilmu(science) ini ditemskan dalam bahasaJerman dengan istilah Wissenschaft yangberlaku terhadap kumpulan pengetahuanapapun yang teratur, termasuk di dalam­nya Nllturwissenschaften yang mencakupilmu-ilmu kealaman maupun Geisteswis­senschaften yang mencakup ilmupengetahuan kemanusiaan (the Humani­ties), sementara daiam bahasa Indonesiadikenal sebagai ilmu-ilmu budaya yangpada umumnya mencakup pengetahuan­pengetahuan tentang bahasa dan sastra,estetika, sejarah, filsafat, dan agama(Dampier, 1966).

llmu dapat dipandang sebagaisuatu kegiatan manusia yang melibatkanberbagai komponen seperti: obejek yangditelaah, metode yang dipakai untuk me­nelaah o~iek tersebut, hasil telaah itudisusun secara sistematik, kebenarannyadapat dipeltanggungiawabkan secantumum.

Metafisika

Metafisika adalah cabang filsafatyang membahas persoalan tentang ke­bel"adaan (being) atau eksistensi(existence). Istilah metafisika berasal darikata Yunani meta ta physika yang dapatdiartikan sesuatu yang ada di balik ataudi belakang benda-benda fisiko Alistotelestidak memakai istilah metafisika melain­kan proto philosophia (filsafat peltama).Filsafat peltama ini memuat uraian ten­tang sesuatu yang ada di belakang gejala­gejala fisik seperti bergerak, bembah,hidup, mati. Metafisika dapat didefinisi­kan sebagai studi atau pemikiran tentangsifat yang terdalam (ultimate nature) dadkenyataan atau keberadaan.

Atistoteles menyebut beberapa isti­lah yang maknanya setara denganmetafisika, yaitu: filsafat Peltama (FirstPhilosophy), pengetahuan tentang sebab(knowledge of Clillse), Studi tenta ng Adasebagai Ada (the study ofBeing as Being),Studi tentang Ousia (Being), studi tentanghal-hal abadi dan yang tidak dapat

JURNAL fIUiAFAT. JULl 1997

bergerak (the study of the eternal andimmovable), dan Theology (Alan R.White, 1987:31).

Pada umumnya persoalan-persoal­an metafisis dapat diklasifikasikan kedalam tiga bagian, yaitu ontologi(metafisika umum), kosmologi, dan an­tropologi.

(a) Persoalan Ontologi misalnya:Apa yang dimaksud dengan, keberadaanatau eksistensi itu? Bagaimanakah peng­golongan keberadaan atau eksistensi?

(b) Persoalan-persoalan kosmologis(alam), persoalan yang beltalian denganasal-mula, perkembangan dan strukturalamo Misalnya: Jenis ketel"aturan apayang ada dalam alam? Apa hakikathubungan sebab dan akibat? Apakah m­ang dan waktu itu?

(c) Persoalan-persoalan antropologi(manusia) misalnya:

Bagaimana hubungan antarabadan dan jiwa? Apakah manusia itumemiliki kebebasan kehendak atau ti­dak?

Aliran-Aliran Metafisika

Persoalan metafisika dalam hal ke­beradaan menimbulkan beberapa aliran

, metafisika. Ada yang melihat persoalankebel"adaan itu dari segi kualitas dankuantitas. Aliran metafisika yang melihatKeberadaan dati segi kualitas yaitu: Ma­tetialisme dan Spilitualisme. Aliranmetafisika yang melihat Keberadaan darisegi kuantitas adalah Monisme, Dual­isme, dan pluralisme. Kelima aliran inilahyang akan dibahas dalam tulisan ini.

1. MaterialismeSuatu pandangan metafisik yang

menganggap bahwa tidak ada hal yangnyata selain materi. Bahkan pikiran dankesadaran hanyalah penjelmaan dati ma­teli dan dapat dikembalikan pada unsur­unsur fisiko Mateli adalah sesuatu halyang kelihatan, dapat diraba, berbentuk,menempati mango Hal-hal yang bersifatkerohanian seperti fikiran, jiwa, keyaki­nan, l'asa sedih dan rasa senang,hanyala.h ungkapan proses kebendaan.

3

Page 4: ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA

Tokoh-tokohnya antal'a lain:a. Demokritos (460-370 SM),

berkeyakinan bahwa alam semesta ter­susun atas atom-atom kecil yangmemiliki bentuk dan badan. Atom-atomini mempunyai sifat yang sarna, perbe­daannya hanya tentang besal', bentuk danletaknya. Jiwa pun, menurut Demokritosdikatakan teljadi dari atom-atom, hanyasaja atom-atom jiwa itu lebih kecil, bulatdan amat mudah bergemk.

b. Thomas Hobbes 0588-1679)berpendapat bahwa segala sesuatu yangteljadi di dunia merupakan gerak darimateli. Termasuk juga di sini pikimn,perasaan adalah gel'ak materi belaka.Karena segala sesuatu terjadi dari benda­benda kecil, maka bagi Hobbes, filsafatsarna dengan ilmu yang mempelajaribenda-benda.

2. SpiJitualismeSuatu pandangan metafisika yang

menganggap bahwa kenyataan yang ter­dalam adalah roh (Pneuma, Nous,Reason, Logos) yaitu roh yang mengisidan mendasari seluruh alamo Tokohspiritualisme yang terkenal adalah Plo­tinus dan Hegel.

a. Plotinus (204-270)Filsafat Plotinus merupakan

kelanjutan filsafat Plato, sehinggaajarannya juga dikenal dengan namaNeo-Platonisme. Plotinus sebagaimanahalnya Plato, mengarahkan filsafatnyapada upaya menuju kesatuan ·melalui ta­hap-tahap mulai dali fisik, akal, jiwasampai pada titik puncak kesatuan yangdinamakannya to Hen. Kenyataan terdiridari Yang-Satu (to Hen), dan Yang-Satubagaikan sumbel' melimpahkan Roh(Nous): Roh memancarkan Jiwa (Psykhe);dan Jiwa memancarkan rnateri. Proses inidinamakan proses emanasi, di mana di­hasilkan hal-hal yang kesempurnaannyasemakin berkumng. Namun penjelmaanpaling rendah pun tidak pernah lepasdari kesatuan dengan Yang-Satu (Bakker,1992: 27 - 28).

Plotinus sebagaimana halnya den­gan Plato, memihak pada kesatuan, yaitupenurunan kemurruan ilahi dan kenai-

JURNAl FllSN·AT. JULI 1997

kan jiwa kembali ke kesatuan denganTuhan. Plotinus menerangkan bahwauntuk gemk ke atas atau pun ke bawah,maka pel'an besal' diletakkan pada sim­bol-simbol. Seluruh dunia indemwidiresapi oleh kenyataan-kenyataan mis­terius, dipengaruhinya dan diberikannyarealitas yang bel'beda. Dunia itu menjadiekspresi hal-hal l'ahasia, sebagaimanahalnya wajah manusia menampakkan le­bih daripada yang inderawi semata.Kenyataan indel'awi bagi Plotinus men­jadi jalan untuk menerobos sampai padakenyataan tt'ansenden. Plotinus menun­jukkan bahwa dalam keanekawarnaanyang kaya itu dicari kesatuan yang ter­sembunyi melalui kontemplasi yangintens dan mendalam (Bakker, 1984: 43:45).

Pemikiran metafisika Plotinus di­pusatkan pada tuntutan bagi kesatuan.Plotinus bahkan lebih eksttim dalipadaPlato dalam persoalan hal Satu (the One)dan hal Banyak (the Many). Sebab Platopada prinsipnya menolak pandangan ek­strim tentang hal Satu dan hal Banyak.Plato justeru mengkompromikan keduaplinsip di atas dengan aturan bilanganterbatas (definite number) (Sontag, 1970:56). Pel'bedaan antam Plato dan Plotinustel'lihat paling jelas, jika kita memban­dingkan keanekaragaman (multiplicity)dan pel'bedaan esensial dalam prinsippertama Platonik dengan plinsip tunggalPlotinus, bahwa segala sesuatu sangattel~antung pada hal Satu me One).

Segala sesuatu bersumber pada halSatu (the One) yang digambal'kan olehPlotinus sebagai suatu himrki sebagaiberikut: hal Satu (the One), akal (reason),jiwa (soul) dan hal-hal fisik (physical)(Sontag, 1970: 5~). The One dalam fil­safat Plotinus mengacu pada gagasanmengenai Tuhan. The One adalahkebaikan yang merupakan tujuan hidupmanusia. The One adalah Yang Esa, yangsegala sesuatu ikut ambil bagian di da­lamnya sepanjang segala sesuatu itu ada(Delfgaauw, 1992: 46).

Proses jiwa menuju ke al'ah hal satudigambarkan Plotinus sebagai berikut.

Jiwa haruslah dimengerti menurut

4

Page 5: ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA

cal'anya sendil'i; yakni melalui cam peng­gabungan atau penyatuan; tetapi dalamupaya pencarian untuk mengetahui ke­satuan itu hendaknya dihindari campenyatuan melalui penyadamn yang te­lah dikenal sebelumnya; sebab kalaudemikian, maka penyadaran itu tidaklahberbeda dari objek intuisi itu sendiri.Kendatipun demikian, hal ini akan meru­pakan suatu sumber kekuatan jikafilsafat itu benar-benar dapat memberipengetahuan tentang pprihal kesatuankepada kita. Di saat kita sedang menye­lidiki kesatuan, maka kita akanmengetahui pl'insip Kebaikan dan HalPokok pada seluruh segi kehidupan;kal'ena itu kita tidak boleh berpijak datikenyataan mengenai Hal Pokok yang adadi antara hal-hal yang sudah lampau:kita harus menemukan Hal Pokok(Keutamaan) yang berasal dati hal-halinderawi secara langsung. Jelas seluruhkejahatan yang ada di dalam diri kitaharus mengarah pada Kebaikan, kitaharus menumbuhkan Keutamaan di da­lam did kita; dari keberagaman kitaharus menuju pada hal Satu; dan hal ituhanya bisa diperoleh manakala kitamemiliki pengetahuan tentang Hal Pokok(Keutamaan) dan Kesatuan (Hutchins,1986: 355).

Bagaimana jiwa menuju pada ke­satuan pada Kebaikan dan Keutamaanmerupakan suatu proses intuisi yang ti­dak dapat dipahami secara indel'awi.Sebaliknya hal-hal fisik justru dipahamisecal'a inderawi.

Hal-hal fisik (physical) yangberada pada urutan terbawahmenurutPlotinus, adalah bentuk (cMos) dalamrealitas inderawi. Bentuk (eidos) dalamrealitas inderawi adalah tanpa aktivitas,karena itu tidak real; dan mateli juga ti­dak real. Realitas inderawi adalah yangtet'baik, sesuatu yang hanya ambil bagiandalam realitas sesungguhnya. Dumainderawi adalah suatu refleksi dal'i dUlliaspilitual dalam cermin rnateri (RalphInge, 1948: 152). Keberadaan dibatasipada aspek jasmamah; di dalamnyahanya ada materi, yang merupakan un­sur utama alam semesta. Unsur-unsur

JURNAL f-IL)Af-AT. JULI 1997

alam semesta pada dasarnya adalah ma­teri dalam suatu kondisi tertentu(Hutchins, 1986: 50).

b. G.W.f. HegelDalil Hegel yang terkenal berbunyi:

"Semuanya yang real bersifat rasionaldan semuanya yang rasional bersifat·rcal'~ Maksudnya ialah bahwa luasnyarasio sarna dengan luasnya realitas. Real­itas seluruhnya adalah proses pemikiran(Ide) yang memikirkan dirinya sendiri(Beliens, 1989: 68). Pikiran adalah esensidali alam dan alam adalah keseluruhanjiwa yang diobjektifkan. Alam adalahproses pikiran yang memudar. Alamadalah akal yang Mutlak (Absolute Nea­s(m), yang mengekpresikan dirinyadalam bentuk luar. Oleh karena itu, hu­kum-hukum pikiran merupakan hukum­hukum realitas. Hegel berpendapatbahwa pembedaan dalam dunia fenome­na itu bet'Sifat relatif, keadaannya tidakmempengaruhi kesatuan dali akal yangpositif (Titus, 1984: 321). Tindakan ataupeketjaan manusia menunjukkan adanyadistansi antal'a subjek spiritual dati objekmaterial, karena manusia menggunakanobjek untuk memenuhi kebutuhannyadengan peltama-tama menangkapnyasebagai objek, kemudian mengubahnyamenjadi sesuatu yang lain.

Studi filsafat bagi Hegel, men­cakup tiga bagian yaitu, logika, filsafatAlam, dan Filsafat Roh. Logika harus di­pahami sebagai sistem akal murru.Keseluruhan sistem kategoti atau konsepdalam logika Hegel, merupakan suatudefinisi progresif tentang Tuhan atausesuatu yang Absolut dalam dilinyasendiri. Gagasan logik semata-mata pe­nalaran abstrak, atau penalaran yangtidak eksis dan tidak diwuiudkan dalamdilinya sendiri. Triade loglka Hegel me­nempatkan ide itu sendit; sebagai tesis,alam (nature) sebagai antitesis, dan Roh(Spirit) sebagai sintesis. Roh Tuhan me­nurut Hegel, adalah ide yang absolutyang menciptakan semua realitas melaluipengasingan (alienating) substansinyadalam dunia alamiah dan duma manusia.Setelah pengasingan substansi itu dalam

5

Page 6: ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA

dunia realitas, ide yang absolut seeara hanya ada satu kenyataan fundamental.progresif mengasumsikan kembali sub- Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa,stansinya ke dalam dirinya sendiri dan materi, Tuhan atau substansi lainnyakemudian tiba pada kesadaran diri sepe- yang tidak dapat diketahui. Monisme ininuhnya atau Roh Mutlak (Absolutc berasal dad kata monas - adis, padananSpirit). Oleh karena itu, seluruh realitas kata dari monade yang artinya kesatuanadalah rasional dalam beberapa eara, se- (Prent, 1969: 544). Monisme dalam se­bab ide atau akal diaktualisasikan di jarah perkembangan filsafat Barat,dalamnya (Sullivan, 1970: 40). mengandung dua pengeltian sebagai

Harun Hadiwijono 0989: 101) berikut.meringkas filsafat Hegel ke dalam tiga ta- Periama, monisme seearahap sebagai berikut. metafisik berarti pandangan yang meng-

a) Tahap ketika Roh berada dalam anggap adanya satu kenyataan dasar.keadaan "ada dalam dilinya sendili". Aliran ini sering disebut Singularisme.Ilmu filsafat yang membicarakan Roh Parmenides dari Elea dianggap sebagaiberada dalam keadaan ini disebutnya pemuka Monisme Kuno. DikatakanLogika. bahwa yang ada itu sama sekali satu,

b) Dalam tahap kedua Roh bemda sempurna, dan tidak dapat dibagi-bagi.dalam keadaan "berbeda dengan dilinya Sedangkan pemuka Monisme Moderensendili", berbeda dengan·'yang lain". Roh adalah Spinoza yang menganggap hanyadi sini keluar dari dilinya sendili, men- ada satu substansi. Substansi ini adalahjadikan dilinya "di luar" dilinya dalam Yang Esa, kekal, tak terbatas, mandili,bentuk alam, yang terikat kepada ruang tidak tergantung pada apapun di luardan waktu. Ilmu filsafat yang membi- dili-Nya. Karena itu segala sesuatu yangcamkan tahap ini disebutnya Filsafat ada, karena keterbatasannya, tergantungalamo pada yang Satu ini. Segala sesuatu ini

c) Akhirnya tahap ketiga, yaitu ta- merupakan cam beradanya substansihap ketika Roh kembali pada dirinya tersebut. Tuhan merupakan cam ber­sendili, yaitu kembali daripada berada di adanya substansi tersebut. Tuhanluar dilinya, sehingga Roh berada dalam merupakan satu kesatuan umum yangkeadaan "dalam dilinya dan bagi dirinya mengungkapkan diri di dunia. Penger­sendili. Tahap ini menjadi sasaran Filsa- . tian substansi sama dengan pengeltianfat Roh. Tuhan, dan karena sama dengan penger-

Filsafat Hegel dinamakan juga ide- tian segala sesuatu yang Ada, maka samaalisme dan pada hakikatnya idealisme dengan pengeltian alamo jadi substansi -­bersifat monistik, artinya hanya ada satu dalam pandangan Spinoza-- samakenyataan yang diakuinya, yaitu pemiki- dengan Tuhan sama dengan alamoran. Tampaklah bahwa di dalam Kedua, monisme secara epistemolo­idealisme --termasuk idealisme Hegel-- gis beralti pandangan yang menganggapselalu terdapat suatu gerak dari yang bahwa o~iek yang nyata dan idea tentangmajemuk (plural) ke yang tunggal persepsi atau konsepsi adalah satu dalam(unity). Gemk ini menyangkut pemikir- bentuknya sebagai pengetahuan (Runes,an. Pemikiran ini menembus suasana 1979: 201).semu yang menyelimuti yang majemuk Monisme biasa juga dianut olehdan menemukan kenyataan berupa yang idealisme dan rasionalisme, yang mem­tunggal (Delfgaauw, 1988: 55). belikan tekanan pada sifat dasar yang

Aliran metafisika yang f\1elihat ke- satu yang mendasali substansi atau ke­beradaan dali segi kuantitas meliputi: nyataan. Monisme memiliki keunggulanMonisme, Dualisme, dan Pluralisme. dalam hal abstmksi dan daya pengikat

dan perekat (kohesi) untuk menyatukanI.Monismc bagian-bagian yang saling terpisahAliran yang menyatakan bahwa menjadi satu kesatuan dengan menemu-

JURNAL FIL)AfAT. JULI 1997 6

Page 7: ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA

kan titik-titik kesamaan. Monisme lebihmenaruh perhatian pada aspek kesamaandaripadaaspek i perbedaan. Seorangpenganut monis berkecenderunganmenjadi seorang determinis, karena iaakan cenderung menekankan segalanyadengan mengorbankan sikap individual,seperti: spontanitas (Ewing, 1962: 221).

Tokoh-tokohnya antara lain: Thales(625-545 8M) yang berpendapat bahwakenyataan yang terdalam adalah satusubstansi, yaitu air. AnaximanJer (610­547 8M) berkeyakinan bahwa yangmerupakan ·kenyataan terdalam adalahApeiron, yaitu sesuatu yang tanpa batas,tak dapat ditentukan dan tidak memilikipersamaan dengan salah satu benda yangada dalam duma. Anaximenes (585-528)berkeyakinan bahwa yang merupakanunsu1" kenyataan yang sedalam-dalamnyaadalah udara" Filsuf modern yang ter­masuk tokoh utama momsme adalahBaruch Spinoza.

a. Baruch SpinozaIa berpendapat bahwa hanya ada

satu substansi vaitu Tuhan. Dalam hal illiTuhan diidentikkan dengan alam(Natura/Is nllturataJ" la secara tegas me-nolak kemungki:nan pluralitas substansi,dan menyodorkan istilah realitas absolut,istilah ini setara altinya dengan rno­nisme.. Spinoza menegaskan bahwarealitas ultimate nlerupakan Causa suidan merupakan substansi yang senlata­mata inklusif. Kausalitas adalahkausalitas imanen, dan setiap ada ter­tentu terletak di dalam satu keberadaansubstansi (Runes, 1979: 298-299).

Substansi adalah sesuatu yang adadi dalam dilinya sendiri dan dikonsepsi­kan melalui dilinya, atau dengan katalaill suatu konsepsi yang dapat diformu­lasikan dan terbebas dati konsepsilainllya. Spinoza diklasifikasikan sebagaipenganut faham Teologi - RasionaI(Ratio/Ill! 111eology).. Ia mendefinisikanTuhan sebagai suatu keberadaan yangsecara mutlak tidak terbatas, yaitu suatusubstansi yang terdiri atas atribut-atlibutyang tidak terbatas, dall setiap atributmengungkapkan hakikat (esensi) yang

JURNAL FIL~AFAT. JUU 1997

abadi dan tidak terbatas (Spinoza, 1966:159). Lebih lanjut Spinoza memerincisubstansi Tuhan sebagai berikut. Tubantidak menghuni dan bukan sebab se­mentara dari segala sesuatu. Segalasesuatu yang ada, ada di dalam Tuhan,dan harus dikonsepsikan melalui Tuhan,oleh karena itu Tuhan adalah penyebabdari segala sesuatu yang ada .di dalamdirinya. Selain Tuhan tidak ada substansi,tak sesuatu pun dalam dirinya sendiriabadi pada Tuhan. Tuhan dan seluruhatlibutnya bersifat abadi. Substansi Tu­han eksis secara niscaya, yaitukeberadaan yang mengatasi kodratnyaatau mengikuti batisannya; oleh karenaitu Tuhan abadi (Spinoza, 1966: 165).

Spinoza mendasarkan pandanganfilsafatnya pada aksioma-aksioma seba­gai berikut

(a) .. Segala sesuatu yang eksis, makaia eksis di dalam dirinya sendiri atau didalam sesuatu yang lain.

(b). Sesuatu yallS tidak dapat diko­nsepsikan melalui sesuatu yang la.in, pashdapat dikonsepsikan nlelalui dilinyasendili.

(c). Dari suatu sebab tertentu yangdiajukan, secara niscaya diikuti oleh se­buah akibat: dan di pihak lain, jika suatusebab tidak ditentukan, maka tidakmungkin akan diikuti oleh akibat ter­tentu pula.

(d) . Pengetahuan tentang suatuakibat tergalltung pada keterlibatanpellgetahuan dali suatu akibat.

(e). Sesuatu yang tidak lazim tidakakan dapat dimengelti, karena sesuatuselalu dimaksudkan bagi yang lain; iniberatti konsepsi sesuatu yang tidak lazimitu tidak nlelibatkan konsepsi yang lain.

(0. Sebuah ide yang benarharuslah bersesuaian dengan gagasanatau objeknya..

(g). Apabila sesuatu dapat dikon­sepsikan sebagai ketiadaan, makaesensinya tidak melibatkan keberadaan(Spinoza, 1966: 160) ..

b. A.N.Whitehead\Vhitehead adalah filsuf abad

keduapuluh yang membangun pemikiran

7

Page 8: ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA

filsafatnya melalui kritik atas pemikiranfilafat sebelumnya. Filsafat Whiteheaddikenal sebagai filsafat organisme, yaitusuatu sistem kepercayaan yang mengaju­kan pandangan integral untukmemahami tentang manusia. Whiteheadmemandang manusia sebagai kesatuanpersonal (personal unity). Manusia disatu pihak merupakan kesatuan did (selfunity), di pihak lain kesatuan koordinat(coordinate unity). Kesatuan diri me­ngacu pada diri manusia itu senditi, yangtimbul dali kesatuan koordinat sebagaianggota masyarakat (Hardono Hadi,1993: 181). Manusia sebagai kesatuandiri tidak dapat dipisahkan dari keter­hubungannya dengan manusia yang lain.Manusia juga adalah identitas personalyaitu karaktelistik teltentu sebagai suatupeljalanan historis dari kejadian sesung­guhnya yang membentuk suatumasyarakat. Whitehead menggunakanistilah kesatuan personal dali keberadaanmanusia mengacu pada solidaritas tem­poral atau kesinambungan kesatuan diriyang berlangsung secara konstan dariwaJ...1u ke waktu (Hardono Hadi, 1993;181).

Whitehead membedakan hewantingkat tinggi dengan manusia. Iamengetengahkan adanya level-level mu­lai dari yang paling rendah sampai kepaling tinggi. Perbedaan antara manusiadengan hewan terletak pada perbedaanderajat. Ia menegaskan bahwa keluasanderajat menjadikan semuanya berbeda.Perbedaan antara koordinasi internal 01'­ganisme hidup tingkat rendah dankoordinasi internal hewan tingkat tinggisangat jelas. Level pertama adalah In­teraksi antar anggota organisme hiduptingkat rendah yang tidak mampu men­capai kepuasan estetik yang lebih tinggi.Pada hewan tingkat rendah fungsi ang­gota semata-mata beltahan (survival),Kehidupan seluruh organisme sangat ter­gantung pada daya bertahan paraanggota. Level kedua adalah koordinasipada level tumbuh-tumbuhan, anggotamasyarakat tumbuh-tumbuhan masihdapat beltahan meskipun merekadipisahkan dali kesatuan organismenya.Level ketiga adalah struktur koordinasi

)U~NAL fILl)AfAT. JULI 1997

hewan, yang jauh lebih kompleks dari­pada level tumbuh-tumbuhan.Koordinasi antar anggota pada leveltumbuh-tumbuhan lebih tertutup, se­dangkan pada level hewan adalah sesuaidengan masyarakat feodal, ada pimpinanyang menjadi satu pusat kel...-uatan danmenjadi kendali yang menyatukan kese­luruhan. Pada level ini ada interaksikomunikatif dari ekspresi dan perasaanantar anggota. Level tertinggi adalahmanusia yang memiliki metalitas ber­derajat tinggi. Pada manusia otak (brain)memegang peran yang sangat penting.Struktur otak sangat rumit dan lembutdan pusat dominan untuk mengolahpengalaman yang bergerak dari satumomen ke momen lainnya. Whiteheaddalam Process ofKeality 0979;109) me­negaskan hal itu dalam pernyataanbelikut.

tIthe brain is coordinated so thtlt apeculiar rk--hness of inheritance is en­joyed 110W by this and now by that pari;and thus there is produced the presidingpersonality at that moment in the body.111is route ofpresiding occasions proba­bly wanders from pari to pari of thebrain'~

Otak manusia merupakan strukturpengalaman yang sangat kompleks seba­gai supeljek yang menyumbangkan suatupola umum yang mel"embes keseluruhantubuh. Dengan demikian manusia seba­gai organisme berderajat tinggi adalahkesatuan yang menyeluruh yangmemiliki keplibadiannya sendiri danmampu me- ngatasi karal..'ieristik­karaJ...'ielistik dari bagian-bagian sebagaiseorang tuan besar (overlord).

Bakker 0995: 51) menyimpulkanpandangan Whitehead mengenaihubungan manusia dan dunianya sebagaipluralitas tak terbatas. Mel"eka bukanlahsubstansi, melainkan suatu peristiwa atauentitas aktual (event, actual entity); sifat­sifat dan relasi-l"elasi juga termasukkesatuan peristiwa tersebut. Keseluruhanpelistiwa itu saling berhubungan, danmasing-masing 'menangkap' seluruhdunia. Mereka adalah inti-inti subjektifatau prinsip subjektif. Pelistiwa-pelistiwaitu tadi menghayati kemungkinan-ke-

8

Page 9: ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA

"

mungkinan o~iek-o~iek abadi (eternalobject) yang tidak bersifat real, melain­kan hanya merupakan idea-idea.

2. DualismeAliran yang menganggap adanya

dua substansi yang masing-masing ber­did sendili. Tokoh-tokoh yang termasukaliran ini adalah Plato (428-348 SM),Immanuel Kant, Descartes. Tokoh Du­alisme yang dibicarakan dalam makalahini adalah Plato.

a. P I a tofa membedakan dua dunia yaitu

dunia indera (dunia bayang-bayang) dandunia intelek (dunia ide). Plato bertitiktolak dad problem hal Satu (the One)dan hal Banyak (the Many) untuk me­mahami realitas. Pemikirannya mengenaihal Satu dan hal Banyak merupakan sin­tesa antara dua pemikir besarsebelumnya, yakni Heraklitus dan Par­menides. Plato bertitik tolak dari polemikantara Parmenides dengan Heraklitos.Parmenides menganggap bahwa realitasitu berasal dali hal Satu (the One), yangtetap, tidak berubah; sedangkan Herakli­tos bertitik tolak dari hal Banyak (theM3.11Y), yang selalu berubah. Plato me­madukan kedua pandangan tersebut danmenyatakan, bahwa di samping hal-halyang beranekaragam dan yang dikuasaioleh gerak selia perubahan-perubahanitu --sebagaimana yang diyakini olehHeraklitos-- tentu ada yang tetap, yangtidak berubah -sebagaimana diyakinioleh Parmenides. Plato menuniukkanbahwa yang serba berubah itu dikenaloleh pengamatan, sedangkan yang tidakberubah dikenal oleh akal. Plato berhasilmenjembatani peltentangan yang adaantal'a Heraklitos -yang menyangkal tiapperhentian- dan Parmenides yang me­nyangkal tiap gerak dan perubahan. Halyang tetap, yang tidak berubah, yangkekal itu oleh Plato disebut ide (HarunHadiwijono, 1989: 39-40; Be11ens, 1989:14).

Heraklitos berpendilian bahwa da­lam dunia alamiah tidak ada sesuatu punyang tetap. Tidak ada sesuatu pun yang

JURNAl FILS-AfAT. JUlI 1997

dianggap definitif atau sempurna. Segalasesuatu yang ada senantiasa "sedangmenjadi" (Be11ens, 1989: 10). Parmenidesberpendirian sebaliknya bahwa mustahilada perbedaan dan kejamakan; hal yangdemikian itu hanya khayalan dan semu.Hal yang mengada adalah satu dan tidakterbagi; bersifat sempurna dan komplitbagaikan bola bulat (Bakker, 1992: 27).Plato memadukan kedua pandangan diatas dengan mengatakan, bahwa duniareal dengan kejamakan dan kemacam­ragamannya hanya merupakan duniabayangan, sehingga yang benar-benarada (to ontoos on) dan meniamin ke­satuannya ialah dunia ide-ide.' Dunia ideitu tersusun dengan cara hil'arkis dibawah pimpinan ide utama, "Yang Baik".Kesatuan dan kejamakan terpisah men­jadi dua dunia (Bakker, 1992: 33).

Kesatuan hanya dapat digambar­kan manakala dihadapkan pada halBanyak (the Many), hal ini teriihat jelasdalam pandangan metafisika Plato(Sontag, 1970: 41). Hal Satu mengand­ung kualitas kedua setelah kesatuan,suatu kualitas yang berhubungan secarakodrati dengan hal Banyak, yakni kuali­tas hal ada yang selain hal Banyak. HalSatu dan hal Banyak dalam pandanganPlato tak ubahnya dengan sekeping matauang pada kedua belah sisinya.

Pemikiran metafisika Plato terarahpada pembahasan mengenai Being (halada) dan becoming (menjadi). Plato ada­lah filsuf yang peliama kalimembangkitkan persoalan Being danmempe11entangkannya dengan becom­ing. Plato menemukan bahwa "becoming" (hal menjadi) -yakni dunia yang be­rubah- tidak memuaskan atau tidakmemadai sebagai objek pengetahuan;karena bagi Plato setiap bentuk pengeta­huan bersesuaian dengan suatu jeniso~iek. Plato memikirkan pengetahuan asli(genuine A71OHTledge), yaitu suatu jenispengetahuan yang tidak dapat berubah,sehingga objeknya haruslah sesuatu yangtidak dapat berubah (cJumgeless). Platoyakin bahwa pengetahuan (yang asli) ituharus diarahkan pada Being. Being bagiPlato, dibentuk oleh dUliia yang mel'U-

9

Page 10: ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA

pakan pola-pola dari segala sesuatu yangdapat diinderawi, sedangkan ide-ide itusecara kodrati bersifat kekal dan abadi.Alasan Plato membedakan Being dan be­coming, adalah sebagai cara untukmencari dasar kebenaran pengetahuan.Tiap pemahaman akan sesuatu melibat­kan sebuah proses latihan danpendidikan yang panjang bagi ketajamanmental, yang hanya dapat dicapaimelalui disiplin. Bidang FOlms yang me­nentukan bidang Being tidak sulit untukdipahami, manakala Forms merupakankualitas universal dali hal-hal yang da­pat diinderawi, sifat-sifat sesuatu se­perti: "merah", "manusia", merupakankualitas sesuatu yang konkret, yang mu­dah dipahami oleh orang awam. Se­sungguhnya Plato lebih menaruh per­hatian pada kualitas yang lebih abstrak,yakni hal-hal yang mencerminkan sifat­sifat yang lebih umum (generalproperties) seperti: "Kesatuan", "Keadilan"dan "Kebaikan". Sifat-sifat belakangan inimengandung ide-ide abadi yang tidakakan pernah mati dan selalu merupakan

.problem aktual dalam pemikiran umatmanusia (Sontag, 1970: 32). Hal Banyak(the Many), ujar Plato, memang bisa ter­lihat dalam kenyataan konkret namunsulit dikenal, sedangkan ide lebih dikenaltetapi tidak terlihat. Di sini tidak sepeltihalnya objek-objek inderawi, ide tidakmemiliki Ol~an yang terpisah-pisah,melainkan sebagai sebuah pikiran, yangmelalui suatu kekuatan yang ada dalamdirinya, merenungkan sifat-sifat univer­sal segala sesuatu (Ambrose, 1966: 81).

Tujuan utama filsafat menurutPlato adalah penyelidikan pada entitas,sepelti apa yang dimaksudkan dengankeadilan, kecantikan, cinta, hasrat, ke­samaan, kesatuan (White,1987: 14).

3. Pluralismeyaitu aliran yang tidak mengakui

adanya satu substansi atau dua sybstansimelainkan banyak substansi. Dagobert D.Runes (1979: 221) menyatakan bahwapluralisme merupakan suatu teoti yangmenganggap bahwa kenyataan itu tidakterdiri dari satu substansi. Teoti-teOli

JURNAl FILS-AfAT. JUU 1997

yang dapat dimasukkan dalam plural­isme diantaranya teoli para filsuf YunaniKuno yang menganggap kenyataan ter­diti dali udara, tanah, api dan air -­dalam upaya mencali Arkhe atau asal­usul alam semesta-- tingkatan monadedalam filsafat Leibniz; pandangan Her­bali tentang banyak benda dalam dirinyasendiri, teori pragmatisme William Jamestentang "yang banyak yang dapat diker­jakan".. Pluralisme ini pada umumnyadianut oleh empirisisme, realisme danpragmatisme, karena senantiasa mem­betikan tekanan pada sifat dasar yangbermacam-macam dali pengalaman. Plu­ralisme memiliki keunggulan dalam hal­hal yang bersifat praktis-pragmatis, dekatdengan problem konkret, karena me­mang diangkat dali pengalaman konkret.Pluralisme lebih menekankan pada per­bedaan-perbedaan datipada kesamaan­kesamaan. Seorang penganut pluraliscenderung menjadi seorang indeterminis.Seorang penganut pluralis menganggapbahwa alam ini terbentuk dati sejumlahentitas yang tidak saling berhubungan(disconnected) dan tidak telikat satusama lain, sehingga masing-masing en­titas itu dipanqang eksis (Ewing, 1962:221). Para filsuf yang termasuk plural­isme di antamya: Empedokles (490-430SM) yang menyatakan bahwa hakikatkenyataan terdiri dari empat unsur yaitu:udara, api, air dan tanah. Anaxagoras(500-428 SM) yang menyatakanbahwahakikat kenyataan terdiri dali unsur­unsur yang tak terhitung banyaknya,sebanyak jumlah sifat benda dan se­muanya itu dikuasai oleh suatu tenagayang dinamakan nous. Dikatakannyabahwa nous adalah suatu zat yang palinghalus yang memiliki sifat pandaibel~erak dan mengatur. Tokoh plural­isme yang akan dibicsarakan secara rinddalam makalah ini adalah Leibniz danfilsuf Postmodemisme, J.F.Lyotard.

a.Leibniz (1646-1716)Ia menyatakan bahwa hakikat ke­

nyataan terdili dali monade-monadeyang tidak terhingga banyaknya.

10

Page 11: ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA

Monade adalah substansi yang tidakberluas, selalu berzerak, tidak terbagi,dan tidak dapat rusak. Setiap monadesaling berhubungan dalam suatu sistemyang sebelumnya telah diselaraskanHarmonia prestabilia.. Leibniz mendasar­kan pandangan safatnya pada monade­monade. Leibniz memandangkenyataan pada dasar nya terdiri daripusat-pusat berdaya dan titik-titik ke­sadaran (nlonadisme; monas bel'altipusat tertutup) .. Monade-monade itu ti­dak berkeluasan; mereka tidakterbagikan; tidak termusnahkan atauabadi.. Mereka tidak saling meInpenga­ruhi, melainkan merupakan pusat-pusattertutup dengan daya berkembangsendiri.. Setiap monade mencerminkanalanl semesta, masing-masing menurutcaranya pribadi. Senlua substansiterbentuk oleh penggabungan monade­monade itu. Kesan hubungan antarasubstansi-substansi muncul dati suatukekesuaiall dan kecocokan 018l111onie

prestablieJ yang dibelikan oleh Tuhan(Bakker, 1992: 32).

Pemikiran Leibniz mengenaimonade ini sedikit banyak di}'engaruhioleh doktrin atomistik, yang biasanya di ...namakan juga filsafat mekanistik (White,1987: 63). Sistem metafisika Leibniz ber­pusat pada atom-atom matet; yang nyata,yang merupakan komponen-konlponensesuatu.. Atom...atom itu sederhana dantanpa bagian-bagian. Mereka tidak nlem­punyai bagian, tidak dapat musnah,melainkan hanya ciptaan seketika..Monade-monade itu tidak memiliki len­dela-jendela, tempat datang dan per~lnyasegala sesuatu. Kualitas setiap monadeberbeda satu sarna lain, dan abadi. Setiapmonade adalah cermin kehidupan atausebuah cerminyang diberkati dengan ak­tivitas batiniah, mewakiIi alam semestasesuai dengall petunjuk yallS telah di­gariskan (\Vhite, 1987: 65-66).

Sistenl metafisika Leibtuz bersunl­bel" pada dua prillsip logis, yaitu Idcl1tityof Indiscenlibles dan LalV of COlltilluitr:Menurut plinsip Idc/ltif)T of Indiscerlli­bles, tidak ada dua pengada mutlak riel,yang tak dapat dibedakan, atau tidak ada

JURNAl FIL)AfAT. JULI 1997

dua substansi yang persis sarna, atau ber­beda (soIL') lIUI11ero).. Leibniz menyebuthal ini sebagai keniscayaan rnetafisik(11eCeS&'lIY l11etapllysically). Iamengaju­kan empat alasan, dua alasan pertamabersifat kebetulan, sedang dua berikutnyabersifat luscaya. Peliama, mengandaikandua hal yang tak dapat dibedakan dalamhal tnengada adalah bertentangan de­ngan plinsip alasan yang memadai(Reason SufficiclIt), karena itu sarna hal­nya dengan mengakui adanya sesuatutanpa alasan. Jilea ada hal yang tidak da­pat dibedakan, maka Tuhan tidak punyaalasal1 untuk memilih yang satu lebihdahulu daripada yang lain. Kedua, terda­pat dalam suatu peltim .. bangan untukmengalalni, apakah tidak mungkin se­seorang menemukan secara Ilyata,misalnya: dua lembar daun yang identikatau seorang ahli nlikroskop menemukandua tetesan air hujan yang tampak iden­tik kalau dilihat dengan mata telaf\iangmenjadi berbeda manakala dilihat deng­an nlikl"oskop. Ketiga, predikat ituterkandung di dalam subjek Keempat,jika A lain dalipada A, kemudian A yangmenulut dugaan tidak dapat dibedakandali A, juga harus menjadi lain daripadaA, yaitu lain daripada A itu sendiri, jelasini hal yang tidak tnasuk akal (absurd).Berdasarkan prillciples of Indiscerniblesilli Leibniz rnenyinlpulkan bahvva duniaakan tersusun dari serangkaian substansi,setiap substansi berbeda satu sarna lain,dan penampakan dunia dali suatu sudutyang berbeda, karena itu mengandungpersepsi yang 1Jerbeda (\\lhite, 1987: 67) ..

AsunlSi Leibniz mengenai Law ofContil1uity didasarkan atas minatnyapada bidang matentatik dan kalkulus. Didalaln Inatelnatik misalnya, rangkaianfraksi antara bilangan nol dan satu,bentuk-bentuk item nlelupakan suatukOl1tilll1Ull1. Leibruz Inenyinlpulkanbahwa Hukunl keberlangsungan itu di­dasarkan pada ketidakterbatasan, yaknikeniscayaan mutlak dalaln bidang Geo­metli, yang juga berhasil diterapkandalam bidang Fisika, sebab kebijaksanaanitu bersumber dari segala sesuatu,tindakan-tindakan yang merupakan

11

Page 12: ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA

suatu geometer sempurna. sebanyakvariasi yang mungkin, sepanjangkdertiban teltinggi yang mungkin. Ber­dasarkan penggabungan kedua prinsipitu, maka kita akan mendapat sebuahgambaran alam semesta, di mana setiapmonacle merefleksikan keseluruhan darisetiap sudut yang berbeda pada setiapbentuk terkecil dari kehadiran yangdiberikan oleh monade yang lain, se­hingga keseluruhan alam merupakansistem monade-monade yang tidak terba­tas yang menghadirkan alam semestadari setiap sudut pandangan yang mung­kin (White, 1987: 67).

b. Jean-Francois LyotardLyotard termasuk yang paling

keras menyuarakan gaung pluralitas.Lyotard ini pula yang memperkenalkanpostmodernisme dalam bidang filsafatsekitar tahun 70-an. Ia mengadopsikonsep language-games Wittgensteinuntuk menjelaskan fenomena masyarakatPascamodernisme. Pluralitas merupakanisu senh"al yang dikumandangkan olehLyotard. Ia mengakui bahwa bukunyayang beljudul The Postmodernism Con­dition merupakan teks sambilan(occasional fext), karena karyanya itumerupakan titik persilangan perdebatanberbagai macam bidang yang berbeda­beda sepelti: politik, ekonomi, estetika,filsafat, arsitektur, film, dan sastra, salingsilang menyilang (Asikin Arif, 1991: 10).Kaum postmodernist -termasuk Lyotard­melihat kenyataan sebagai suatu plurali­tas atau keberagaman yang tidak berkaitsatu sama lain. Dalam keberagaman yangirasional itu manusia kehilangan opti-mismenya untuk menentukan,merencanakan, dan menegaskankepribadiannya (Hardono Hadi, 1993: 3­4).

Lyotard mendefinisikan postmo­dernisme sebagai suatu bentuk keraguanbahkan ketidakpercayaan kepada meta­wacana atau cerita-cerita besar,khususnya yang timbul sejak jamanPencerahan (Moore,1990: 126). Lyotardmelihat bahwa modernisme bertendensiuntuk melegitimasikan tiap bentuk

JURNAl fIL)AfAT. JULI 1997

pengetahuan melalui semacam meta-wacana atau narasi-besar seperti"kemajuan",' "kebebasan akal","emansipasi". Postmo- dernisme adalahsebaliknya, ketidakperecayaan segalabentuk cerita besar itu. Lyotard me­nyarankan untuk kembali ke pragmatikabahasa ala Wittgenstein, yaitu mengakuisaja bahwa kita memang hidup dalamberbagai permainan-bahasa (Language­games) yang sulit saling bcrkomunikasisecara adil dan bebas (Bambang Sugi­harto, 1996: 58).

Ciri atau karakteristik sebuah per­mainan bahasa dirinci lebih jauh olehLyotard sebagai berikut.

Pertama, bahwa aturan-aturan itutidaklahmempengaruhi ditinya sendiri,aturan bukan merupakan legitimasi ter­hadap aturan itu sendiri, melainkansebagai objek peljanjian, baik secaraeksplisit maupun tidak di antara para pe­main.

Kedua, bahwa jika tidak adaaturan, maka tidak ada permainan,bahkan modifikasi sekecil apapun ter­hadap sebuah aturan akan mengubahkodrat sebuah permainan. Suatu gerakatau ucapan yang tidak memenuhi syarataturan-aturan tidak termasuk ke dalampermainan tersebut.

Ketiga, ucapan atau kata-kata dian­jurkan agar mengikuti ketentuan yangharus senantiasa dikatakan: "Setiap tu­turan sebaiknya mengandung pemikiransebagaimana halnya gerak dalam sebuahpermainan (Lyotard, 1989: 122-123).

Lyotard menekankan pentingnyaaspek retorik dan kompetitif dalam tiappermainan bahasa. Interaksi antar per­mainan bahasa memang ditandaikecenderungan untuk saling menakluk­kan. Tiap ungkapan bisa dipandangsebagai "tindakan politis" ntuk mendo­rninasi permainan bahasa lain. Berbicaraberalti "berkelahi" atau beljuang dalampe~latan agnistik lalu lintas permainanbahasa. Dalam suasana pluralistik yangdemikian itu bagi Lyotard, yang berlakubukanlah universalitas akal ataupun ke­butuhan akan kesepakatan, melainkanjustenl kebutuhan untuk menggerogoti

12

Page 13: ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA

kesepakatan-kesepakatan yang telah ma­pan untuk memberikan kembali peluangbagi karal'1er-karakter lokal tiapwacana,argumentasi, dan legitimasi untuk dihar­gai. Bentuk intelel'tual situasi semacamini bukan dimaksudkan untuk memben­tuk suatu meta-wacana yangmempersatukan dan mendasari segalawacana lainnya, melainkan keragamannarasi-nal"asikecil dan meta-al-gumenyang saling mencali peluang untuk tam­pil dan diakui dalam percaturan bahasa(Bambang SUgihalto, 1996: 59).

KESIMPULANBerdasarkan uraian di atas, terlihat

bah\va para metafisikus, baik yang mo­nistik maupun pluralistik, tergolong kedalaln empat kelompok besar, yaitu (1).Monistik-materialisme seperti: Thales,Anaximander. (2) Monistik-spilitualistnesepelti: Plotinus, HegeL (3). Pluralistik­matelialistne sepelti: Demokritos,Leibniz, dan Lyotard. (4). Pluralistik(Dualistik) - spilitualislne sepelti: Plato.Valiasi perpaduan antara penekananpacta segi kuantitas dan kualitas dati Ke­beradaan ini mengandung implikasi bagipetlgembangan ilmu pengetahuan. Mi­salnya seorang penganut Monistik­matelialisme tentu lebih COlleenl padailmu-ilmu kealaman (NatuJWissenscha.ft)dan menganuap bidang ilmunya sebagaiinduk bagi pengembangan ilmu-ilmulain. Seorang penganut Monistik-spilitu­alisme tentu lebih concern pada ilmu­illnu kerohanian (GeiftalSVtmwJaff) dallmenganggap bidang ilmunya sebagaiwadah utama bagi titik tolak pengenl­bangan bidang-bidang ilmu lain. Seorangpenganut pluralistik-nuterialisnle akattlebih concern pada JJellgembangan be­berapa bidang ilmu kealatnan danmengembangkannya sesuai denganaturan, hukulll, ataupun yangotonon1 pada masing-masing bidang.Seorang penganut pluralistik-spiritual­iSlue akan lebih menaruh perhatian padabeberapa ilmu kerohanian-kenlanusiaandall 1l1elihatnya dari berbagai perspek.'iif

JURNAl f-ll)AfAT. JUU 1997

sesuai dengan otonomi dan karak1:eristikmasing-masing bidang ilmu.

Di samping itu metafisika sebagaisuatu bangun enigmatik membentukwawasan pikir yang kuat, karena melatihaka! kita untuk senantiasa memahami se­suatu secara sungguh-sungguh .dan maumengerahkan segenap kemampuan yangkita-miliki untuk memecahkan suatu per­soalan. Beberapa peran metafisika dalamilmu pengetahuan yaitu:

Pertama, metafisika mengajarkancara berpikir yang cermat dan tidak ke­naI lelah dalam pengembangan ilmupengetahuan.

Kedua, metafisika menuntut· olisi­nalitas berpikir yang sangat diperlukanbagi ilmu pengetahuan.

Ketiga, metafisika membelikan ba­han peltimbangan yang matang bagipengembangan ilmu pengetahuan, teru­tama pada wilayah presupposition(praanggapan-praanggapan), sehinggapersoalan yang diajukan memiliki lan­dasan berpijak yang kuat. Collingwoodmenyebuhlya dengan istilah '1ogical effi­cacy" (kemujuratl logis).

Keempat, tnetafisika, terutama yangberpijak pada kualitas (entah matetial­isme ataupun spilitualisme) akannlewarnai perkembangan ilmu pengeta­huan itu sendili. Seorang penganutmatelialisme cenderullg mengembang­kan ilmu-ilmu pengetahuan yang bersifatexact (ilmu-ilmu pasti) , sedangkanpeganut spiritualislne cenderungmengembangkan ilmu-ilmu keroharuan(sosiaI, humaniora, dan keagamaan). Halyang terbaik tentunya memadukan keduabidang ilmu tersebut.

Kelima, A-1etafisika yang berpijakpada segi kuantitas (elltah monisme, du­alistne, ataupun pluralisme) akanmenjadikan visi ilmu pengetahuanberkenlbang menurut ramifikas i(percabangan) yang sangat kaya dan lJer­aneka ragam (dualis dan pluralis),namun temp berpijak pada pola-polayang standar (monis).

13

Page 14: ALIRAN-ALIRAN METAFISIKA

DAITAR PUSTAKA

Ali Mudhofir, 1996, "Pengantar Filsafat",dalam Filsafat Illnll, disusun oleh:Tim Dosen Filsafat Ilmu UniversitasGadjah Mada, Libel1y,Yogyakarta.

Asikin Arif, 1991, ttPostmodernisme", da­lamJuma1 Filsafat, VoI.1,Jakarta

Bahm, A.J., 1974, Metaphysics An Intro­duction, Harper & Row, New York.

Bakker, 1989, Metode-Metode Fi/safat,Ghalia, Jakal1a.

Bakker, A., 1992, 011tO/ogi: MetafisikaUnlunl, Kanisius, Yogyakarta.

Bakker, A., 1995, Kosnlologi, Kanisius,Yogyakarta.

Bambang Sugihalto, 1995, Postn1odem-isnle: Ta.ntangan bagi Filsafat,Gramedia, Jakarta.

Be11ens, K., 1981, Filsafat Ba.l~t Dalal11AbadX~ Jilid I,Gramedia, Jakarta.

Be11ens, K., 1989, Filsafat Darat DalalllAbad",\:x; Jilid II, Gramedia, Jakal1a.

Delfgaauw, B., 1988, BeknopteGeschiedenis del" Wijsbegeerte, AlihBahasa: Soejono Soema~ono SejarahKingkas fi1safat Baral, Tiara Wacana,Yogyakarta.

Ewing, A.C., 1962, Tile Filndalllenta1Questions of Pllilosophy, CollierBooks, New York.

Froe, A.de., 1984, Apakah Fi/safat itu0Alih Bahasa: Soejono Soemal~ono,

Nul" Cahaya, Yogyakarta.Hal"dono Hadi, 1989, A Whitehea.dian

Reflection on Human Person, Disser­tation Information Service, UMI, NewYork.

Hamersma, H., 1983, Tokoll-tokoh Fi/safa!Daral Modem, Gramedia,Jakarta.

Harun-Hadiwijono., 1989, Sari SejarallFilsafat Barat 2, Cetakan ·kelima,Kanisius, Yogyakarta.

Jones, W.T., 1975, The Twentiel/l Centuryto Wittgenstein and Sartre, SecondEdition, Harcourt Brace JovanovichInc., New York.

Kennick, 1966, Metaphysics, Prentice­Hall. Inc., Englewood Cliffs, NewJersey.

Lyotard, J.r., 1983, "Presentations" dalamAlan Montefiore (ed), PJl11osoplly in

JURNAL fILS-AFAT. JUU 1997

}11lJ1CC 1Oday,Cambridge UniversityPress, Cambridge.

LyotaI'd, Jr.., 1989,111e lbstnlodercn Con­dition." A Repol1 on Knowledge,Fourth Edition, Manchester Univer­sity Press, Manchester.

Pranarka, AM.W., 1996, EpistenlologiPancasila, Makalah pada InternshipDosen-Dosen Filsafat Pancasila se In­donesia yang diselenggarakanPusatStudi Pancasila Universitas G&djahMada, Yogyakarta.

Ralph I.W., 1948, Tile Philosophy ofPlotinus, Third Edition,Longmans,Green and Co, London.

Rockmore, T., 1993, Before & After Hegel;A Historical 111hvdllction to Hegel'sTholrgilf, University of CaliforniaPress, California.

Runes, D., 1979, Dictiol1/iry of Pililoso­phy, Littlefield Adams & Co, Totowa,New Jersey.

Sontag, F., 1970, Prob/enls of Metaphys­ics, Chandler Publishing Company,Pennsylvania.

Spinoza, Benedict., 1966, "ConcerningGod", dalam Metapllysics, Edited by:W.E. Kennick and Moerris Lazerow­itz, Prentice-Hall, Nevv Jersey.

Sullivan, J. E.,1970, Prop/lets Of TheWest;" An Introduction to the Pill1oso­phy of History, Holt, Rinehart andWinston Inc., New York.

White, A.R., 1987, Met/lods ofMetapl1y­sics, Croom Helm Ltd,New York.

Whitehead, A.N., 1979,Process ofReality.Titus, Smith and Nolan, 1989, Living Is­

sues in Philosophy, teljemahan: H.M.Rasyidi Persoalan-Persoa/al1 Fi/safat,Bulan BintAng, Jakal1a.

14