ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id...

105
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA PADA AKTIVITAS DISKUSI SISWA SMP DI KAWASAN PEDESAAN (STUDI KASUS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP NEGERI 2 KEPIL KABUPATEN WONOSOBO) SKRIPSI Oleh Hespi Septiana K1208094 A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2012

Transcript of ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id...

Page 1: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA

PADA AKTIVITAS DISKUSI SISWA SMP DI KAWASAN PEDESAAN

(STUDI KASUS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

DI SMP NEGERI 2 KEPIL KABUPATEN WONOSOBO)

SKRIPSI

Oleh

Hespi Septiana

K1208094

A

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2012

Page 2: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 3: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA

PADA AKTIVITAS DISKUSI SISWA SMP DI KAWASAN PEDESAAN

(STUDI KASUS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

DI SMP NEGERI 2 KEPIL KABUPATEN WONOSOBO)

Oleh:

HESPI SEPTIANA

K1208094

Skripsi

diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Mei 2012

Page 4: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 5: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 6: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

MOTTO

“Hargai apa yang kita miliki saat ini. Kebahagiaan tak kan pernah datang

kepada mereka yang tak menghargai apa yang telah dimiliki.”

(penulis)

“Jika kamu percaya pada dirimu, tidak ada yang dapat menghentikanmu untuk

mencapai cita-cita yang kamu inginkan.”

(RF)

“Saat kamu kehilangan sesuatu, janganlah kamu terlalu dengan kesedihan,

namun lihatlah apa yang masih kamu miliki dan syukuri itu.”

(penulis)

Page 7: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Saya persembahkan karya ini untuk:

“Bapak, ibu, Mas Chandra, Mbak

Arie , dan semua keluargaku”

Terima kasih atas semua

do’a, cinta, kasih sayang, semangat,

dukungan, pengorbanan, dan harapan

yang selalu tercurah untukku.

“Riza Fadzli”

Terima kasih atas dukungan,

ketulusan, kesetiaan, dan kesabaran

yang telah kamu beri.

“Adit, Ayuk, Icha, Nana, dan

sahabat-sahabat yang tidak dapat

saya sebutkan satu persatu”

Terima kasih atas kesetiaan,

kesabaran, semangat, dan

persahabatan yang kalian berikan.

Page 8: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

ABSTRAK

Hespi Septiana. K1208094. ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM

PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA PADA AKTIVITAS DISKUSI SISWA

SMP DI KAWASAN PEDESAAN (STUDI KASUS DALAM

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP NEGERI 2 KEPIL,

KABUPATEN WONOSOBO).Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) persepsi guru terhadap

peristiwa alih kode dan campur kode, (2) bentuk, dan (3) faktor penyebab terjadinya

peristiwa alih kode dan campur kode yang terjadi dalam proses diskusi kelompok

mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif, dengan pendekatan

studi kasus. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII-B, VII-C, VII-E, VIII-B, VIII-

C, VIII-D SMP Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo. Objek penelitian ini adalah

campur kode dan alih kode dalam proses diskusi kelompok siswa di SMP Negeri 2

Kepil. Sumber data diperoleh dari guru dan siswa. Teknik yang digunakan untuk

mengumpulkan data di atas meliputi observasi partisipan pasif pada kegiatan diskusi

mata pelajaran bahasa Indonesia dan wawancara dengan guru bahasa Indonesia kelas

VII dan VIII dan beberapa siswa dari kelas VII dan VIII. Teknik sampling yang

digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Validitas data

menggunakan triangulasi metode, triangulasi sumber data, dan review informan.

Teknik analisis pengumpulan data, yakni mengunakan analisis model interaktif.

Hasil penelitian ini adalah: (1) guru berpendapat bahwa peristiwa alih kode

dan campur kode adalah sikap yang salah, sehingga guru selalu membiasakan siswa

untuk berkomunikasi dengan bahasa Indonesia walau pun siswa masih sulit untuk

melaksanakannya, (2) alih kode dan campur kode yang ditemukan dalam penelitian

ini adalah (a) alih kode intern dan alih kode ekstern, (b) campur kode bahasa, (c)

campur kode yang menggunakan unsur penyisip yang berwujud kata dan frasa, dan

(d) campur kode ragam, dan (3) faktor-faktor penyebab alih kode yaitu (a) penutur

yang berusaha mengimbangi bahasa lawan tutur, (b) perubahan situasi hadirnya orang

ketiga, seperti hadirnya siswa dari kelompok lain, (c) perubahan topik pembicaraan,

(d) perubahan formal ke informal tau sebaliknya, dan (e) untuk membangkitkan rasa

humor. Faktor penyebab terjadinya campur kode adalah (a) identifikasi peranan

sosial, seperti membedakan peran seorang siswa dan guru, (b) identifikasi ragam,

seperti ragam santai, beku, usaha, dan resmi, (c) keinginan untuk menafsirkan suatu

kata atau istilah yang sulit untuk dijelaskan atau ditafsirkan menggunakan bahasa

yang sama, (d) faktor lingkungan keluarga dan masyarakat yang menggunakan

bahasa Jawa, (e) latar belakang pendidikan yang rendah karena kebanyakan orang tua

siswa bukan dari sarjana melainkan hanya lulusan SD atau SMP , (f) belum terbiasa

menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari, dan (g) faktor

ekonomi keluarga yang membuat siswa kurang mendapatkan fasilitas yang

menunjang pendidikan Bahasa Indonesia seperti internet dan televisi.

Page 9: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

Page 10: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 11: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 12: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 13: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 14: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji selalu penulis panjatkan kepada Allah Yang

Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas

kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Alih

Kode Dan Campur Kode dalam Pemakaian Bahasa Indonesia pada Aktivitas Diskusi

Siswa Smp di Kawasan Pedesaan (Studi Kasus Dalam Pembelajaran Bahasa

Indonesia di Smp Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo)”. Skripsi ini disusun untuk

memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan

pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan

Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis

menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah

memberikan izin penilusian skripsi ini;

2. Dr. Muhammad Rohmadi, S. S., M. Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan

Bahasa dan Seni, yang telah memberikan izin penulisan skripsi ini;

3. Dr. Kundharu Saddhono, S. S., M. Hum., selaku Ketua Program Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang

telah memberikan izin penulisan skripsi ini;

4. Drs. Amir Fuady, M. Hum, selaku Pembimbing I yang selalu memberikan

pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini;

5. Dra. Sumarwati, M. Pd, selaku Pembimbing II yang selalu memberikan

motivasi, mengarahkan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini;

6. Kepala SMP Negeri 2 Kepil, yang telah memberi kesempatan dan tempat

guna pengambilan data dalam penelitian;

Page 15: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

7. Ibu Yusephine S, Sayekti Laras Supayaningsih, S. Pd, dan Ruti, S, S. Pd.,

selaku guru bahasa indonesia SMP Negeri 2 kepil, yang telah member

bimbingan dan bantuan dalam penelitian;

8. Bapak/ Ibu guru, staf dan karyawan SMP Negeri 2 Kepil yang telah banyak

membantu penulis;

9. Dr. Rr. E. Nugraheni Eko W, S.S., M. Hum, selaku ketua penguji skripsi yang

terlah memberi banyak masukan kepada penulis;

10. Drs. Purwadi, selaku ketua penguji skripsi yang terlah memberi banyak

masukan kepada penulis;

11. para siswa SMP Negeri Negeri 2 kepil yang telah bersedia untuk

berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini; dan

12. semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak

mungkin disebutkan satu per satu.

Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca

umumnya. Selain itu, dapat membantu penelitian yang berikutnya, sehingga

mencapai hasil yang lebih baik.

Surakarta, Mei 2012

Penulis,

Page 16: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu keibutuhan manusia adalah berinteraksi dengan sekitar, baik

dengan sesama manusia ataupun dengan lingkungannya. Interaksi yang dilakukannya

bertujuan untuk kelangsungan hidupnya. Salah satu alat yang digunakan manusia

untuk berinteraksi adalah bahasa. Dengan bahasa seseorang dapat mengungkapkan

pikiran, ide, perasaan, dan kemauannya kepada orang lain. Menurut Anwar (1984:

20) bahasa dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, keduanya memiliki huibungan

erat, keduanya saling mendukung, oleh karenanya keberadaan bahasa tidak dapat

dilepaskan dari masyarakat pemakainya.

Sejak lahir manusia sudah diajarkan untuk berbahasa sebagai sarana

berkomunikasi dengan orang-orang di lingkungannya. Pelajaran bahasa secara formal

didapatkan oleh anak-anak mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.

Salah satu pelajaran bahasa yang ada yaitu pelajaran bahasa Indonesia yang diajarkan

melalui seibuah proses belajar mengajar. Dalam interaksi belajar mengajar ada dua

pelaku utama yaitu guru dan siswa. Dalam proses pembelajaran yang baik yaitu siswa

yang harus aktif dalam proses pembelajaran, tidak seperti proses pembelajaran

konvensional di mana siswa hanya menjadi pendengar saat guru menerangkan materi,

tetapi siswa yang lebih banyak bicara tentang materi, seperti dalam diskusi kelompok,

siswa diarahkan oleh guru agar siswa mau bertukar pikiran dengan teman-teman

sekelasnya. Media yang digunakan dalam proses diskusi tersebut adalah melalui

komunikasi lisan.

Pemakaian bahasa Indonesia pada siswa dari perkotaan berbeda dengan siswa

kawasan pedesaan. Kegiatan belajar mengajar pada siswa yang bersekolah di

kawasan perkotaan mayoritas menggunakan bahasa Indonesia, karena bahasa ibu

yang digunakan oleh siswa adalah bahasa Indonesia. Berbeda dengan siswa yang

bersekolah di kawasan pedesaan mereka lebih sering berkomunikasi lisan

Page 17: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

menggunakan bahasa daerah. Hal terseibut yang menjadi masalah saat pelajaran

bahasa Indonesia berlangsung. Di sekolah kawasan pedesaan guru harus lebih

berkerja keras dalam mendekatkan siswa pada bahasa Indonesia, bagi siswa yang

terbiasa mnggunakan bahasa daerah contohnya siswa yang berasal dari daeah Jawa

maka mereka saat pelajaran bahasa Indonesia berlangsung pun siswa akan kesulitan

menyesuaikan diri dengan harus berkomunikasi lisan dengan menggunakan bahasa

Indonesia dengan baik dan benar. Di sekolah menengah pertama, pelajaran Bahasa

Indonesia menjadi salah satu pelajaran wajib. Seharusnya siswa sudah mampu

menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam situasi formal seperti

saat kegiatan pembelajaran berlangsung atau saat siswa melakukan aktivitas diskusi

kelompok, bagi siswa yang berasal dari kawasan pedesaan akan kesulitan karena

mereka tidak terbiasa menggunakan bahasa terseibut.

Salah satu sekolah menengah pertama yang terletak di kawasan pedesaan

adalah SMP Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah . Siswa

yang bersekolah di SMP terseibut umumnya berasal dari desa-desa di sekitar sekolah,

seperti Desa Randusari, Rejosari, Kagungan, Ngaliyan, Kapulogo, Ropoh,

Tanjunganom, dan Kajoran. Lokasi sekolah berjarak 33 km dari utara kota

Wonosobo. Siswa di SMP Negeri 2 Kepil memunyai latar bahasa yang berbeda-beda,

namun sebagian besar mereka berasal dari keluarga petani yang kesehariannya

menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari, bahkan beberapa dari mereka

ada yang masih canggung menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan saat

belajar mengajar berlangsung seperti saat berdiskusi kelompok. Beberapa fakta yang

dijelaskan di atas menimbulkan masalah yang tidak ditemui pada siswa-siswa di

sekolah kawasan perkotaan yang sudah biasa menggunakan bahasa Indonesia sebagai

bahasa sehari-hari, atau paling tidak mereka tidak canggung berkomunikasi dengan

bahasa Indonesia.

Siswa-siswa yang bersekolah di SMP kawasan pedesaan seperti SMP Negeri

2 Kepil, Kaibupaten Wonosobo tentunya berbeda dengan siswa dari perkotaan yang

sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Di sekolah ini guru bahasa Indonesia

Page 18: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

harus dapat menjelaskan materi dengan sebaik-baiknya, dengan semua aspek

keterampilan dalam pembelajaran bahasa harus dikuasai siswa termasuk keteramilan

berbicara. Kelemahan siswa dalam penguasaan bahasa Indonesia memibuat guru

mempunyai tugas yang lebih yaitu mengajarkan siswa agar terbiasa berkomunkasi

dengan bahasa Indonesia, namun apabila guru mengharuskan siswa bertanya atau

menyampaikan ide menggunakan bahasa Indonesia, maka siswa yang belum terbiasa

menggunakan bahasa Indonesia akan merasa kesulitan menyampaikan ide mereka.

Jadi kegiatan atau proses belajar mengajar bahasa Indonesia di sekolah terseibut tidak

selalu menggunakan bahasa Indonesia. Sering terjadi guru menjelaskan materi

menggunakan bahasa daerah (bahasa Jawa). Begitu juga sebaliknya dengan siswa

yang bertanya tentang materi juga ada yang menggunakan bahasa daerah (bahasa

Jawa).

Penggunaan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah untuk

komunikasi dalam proses belajar mengajar sering terjadi pada sekolah yang sebagian

besar siswanya tidak berbahasa ibu bahasa Indonesia. Agar kelancaran proses belajar

mengajar Bahasa Indonesia dan materi dapat tersampaikan dengan baik maka guru

dan siswa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Begitu pula

saat diskusi kelompok berlangsung, apabila siswa diwajibkan berdiskusi

menggunakan bahasa Indonesia secara keseluruhan, maka siswa yang masih

canggung menggunakan bahasa Indonesia akan menjadi pasif (diam) karena mereka

kesulitan mengungkapkan ide mereka.

Alih kode dan campur kode akan terjadi atau muncul apabila dalam suatu

situasi peserta komunikasi menggunakan dua bahasa. Pemunculan alih kode dan

campur kode terseibut mempunyai fungsi dan tujuan tertentu. Begitu pula dengan

pemunculan atau penggunaan alih kode dan campur kode dalam proses belajar

mengajar Bahasa Indonesia juga mempunyai fungsi dan tujuan tertentu.

Peluang munculnya alih kode dan campur kode dapat terjadi di lingkungan

lembaga pendidikan seperti sekolah pada saat proses belajar mengajar (diskusi

kelompok siswa) berlangsung. Alih kode dan campur kode juga dapat muncul pada

Page 19: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

saat proses diskusi kelompok siswa di SMP Negeri 2 Kepil, Wonosobo. Studi kasus

ini dilakukan untuk memperoleh data empirik yang terkait dengan pemunculan alih

kode dan campur kode dalam proses diskusi kelompok bahasa Indonesia di kelas VII-

B, VII-C, VII-E, VIII-B, VIII-C, VIII-D SMP Negeri 2 Kepil, seperti persepsi guru

terhadap peristiwa alih kode dan campur kode yang terjadi pada siswa, jenis-jenis

atau bentuk alih kode dan campur kode, dan faktor penyebab munculnya alih kode

dan campur kode. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang

muncul pada pembelajaran bahasa Indonesia (aktivitas diskusi) pada sekolah

menengah pertama di kawasan pedesaan agar menjadi perhatian khusus bagi guru-

guru yang mengajar di sekolah kawasan pedesaan.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa rumusan

masalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah persepsi guru terhadap peristiwa alih kode dan campur kode

dalam aktivitas diskusi kelompok, pada pelajaran Bahasa Indonesia di SMP

Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo?

2. Bagaimanakah bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi dalam proses

diskusi kelompok, pada pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Kepil,

Kabupaten Wonosobo?

3. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode dalam

proses diskusi kelompok pada pelajaran Bahasa Indonesia di kelas SMP

Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo?

Page 20: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan, dan menjelaskan

hal-hal di bawah ini.

1. Persepsi guru terhadap peristiwa alih kode dan campur kode dalam aktivitas

diskusi kelompok, pada pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Kepil,

Kabupaten Wonosobo.

2. Bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi dalam proses diskusi

kelompok, pada pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Kepil,

Kabupaten Wonosobo.

3. Faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode dalam proses

diskusi kelompok, pada pelajaran Bahasa Indonesia di kelas SMP Negeri 2

Kepil, Kabupaten Wonosobo.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan hasil penelitian

tentang persepsi guru, bentuk , dan faktor penyebab terjadinya alih kode dan

campur kode dalam proses diskusi kelompok Bahasa Indonesia di kelas VIII

SMP Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo.

2. Bagi guru, penelitian ini dapat menjadi masukan untuk memakai bahasa yang

tepat dalam mengajarkan materi sehingga materi dapat tersampaikan kepada

peserta didik (siswa) dengan jelas dan peserta didik dapat menangkap materi

dengan baik.

3. Bagi siswa, dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

4. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam upaya

mengadakan inovasi pembelajaran bagi para guru bahasa Indonesia yang lain,

dan meninggalkan strategi pembelajaran yang monoton (konvensional), selain

itu sekolah akan mendapatkan siswa yang mempunyai kemampuan berbahasa

yang baik.

Page 21: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Hakikat Bahasa

Bahasa menurut teori struktural dapat didefinisikan sebagai suatu sistem tanda

arbitrer yang konvensional (Soeparno, 2002: 1). Anderson (dalam Tarigan, 1989: 4)

mengemukakan adanya delapan prinsip dasar mengenai hakikat bahasa: yaitu sebagai

berikut, (1) bahasa adalah suatu sistem, (2) bahasa adalah vokal (ibunyi ujaran), (3)

Bahasa tersusun dari lambang-lambang arbitrer, (4) setiap bahasa bersifat unik (khas),

(5) bahasa dibangun dari kebiasaan-kebiasaan, (6) bahasa adalah alat komunikasi, (7)

bahasa berhuibungan erat dengan ibudaya tempat berada, dan (8) bahasa selalu

berubah-ubah.

Douglas (dalam Tarigan, 1989: 5-6), setelah menelaah batasan bahasa dari

enam sumber, memibuat rangkuman sebagai berikut.

a. Bahasa adalah suatu sistem yang sistematis, barangkali juga oleh sistem

generatif.

b. Bahasa adalah seperangkat lambang-lambang manasuka atau simbol-simbol

arbitrer.

c. Lambang terseibut terutama sekali bersifat vokal tetapi mungkin juga bersifat

visual.

d. Lambang-lambang atau simbol-simbol terseibut mengandung makna

konvensional.

e. Bahasa dipergunakan sebagai alat komunikasi atau sarana pergaulan sesama

insan manusia.

f. Bahasa beroperasi dalam suatu masyarakat bahasa (a speech community) atau

ibudaya.

Page 22: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

g. Bahasa pada hakikatnya bersifat manusiawi, walaupun mungkin tidak terbatas

pada manusia saja.

h. Bahasa diperoleh semua orang atau bangsa dengan cara yang hampir atau

banyak bersamaan; bahasa dan pembelajaran bahasa mempunyai ciri-ciri

kesemestaan.

Bahasa juga dapat diartikan sebagai sarana komunikasi manusia yang

digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan informasi kepada orang

lain.

2. Ragam Bahasa

Bahasa mempunyai beberapa ragam, Joos (dalam Nababan, 1993: 22)

membagi gaya atau rag am bahasa menjadi lima, yaitu sebagai berikut.

a. Ragam Beku

Ragam beku ialah ragam bahasa yang paling resmi yang dipergunakan

dalam situasi-situasi yang khidmat dan upacara resmi. Dalam bentuk tertulis

ragam beku ini terdapat dalam dokumen-dokumen bersejarah seperti undang-

undang dasar dan dokumen penting lainnya.

b. Ragam Resmi

Ragam resmi ialah ragam bahasa yang dipakai dalam pidato-pidato

resmi, rapat dinas, atau rapat resmi pimpinan suatu badan.

c. Ragam Usaha

Ragam usaha adalah ragam bahasa yang sesuai dengan pembicaraan-

pembicaraan biasa di sekolah, perusahaan, dan rapat-rapat usaha yang

berorientasi kepada hasil atau produksi; dengan kata lain, ragam ini berada

pada tingkat yang paling operasional.

Page 23: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

d. Ragam Santai

Ragam bahasa santai antarteman dalam berbincang-bincang, rekreasi,

berolah raga, dan sebagainya.

e. Ragam Akrab

Ragam akrab adalah ragam bahasa antaranggota yang akrab dalam

keluarga atau teman-teman yang tidak perlu berbahasa secara lengkap dengan

artikulasi yang terang, tetapi cukup dengan ucapan pendek. Hal ini disebabkan

oleh adanya saling pengertian dan pengetahuan satu sama lain. Dalam tingkat

inilah banyak dipergunakan bentuk-bentuk dan istilah-istilah (kata-kata) khas

bagi suatu keluarga atau kelompok.

3. Kontak Bahasa

Bahasa tidak akan pernah lepas dari manusia dan kehidupan manusia. Bahasa

tumibuh dan berkembang dalam masyarakat. Dalam masyarakat yang teribuka di

mana tiap-tiap individu dapat menerima kehadiran individu lain maka akan terjadi

kontak bahasa. Crystal (dalam Ponulele, 1994: 24) menyatakan bahwa kontak bahasa

adalah istilah yang digunakan dalam sosiolinguistik untuk mengacu pada situasi

kontinuitas geografis atau kekerabatan antarbahasa atau antar dialek (jadi ada saling

berpengaruh). Menurut Chaer (1994: 65) bahasa masyarakat yang datang akan

mempengaruhi bahasa masyarakat yang dimasuki. Hal yang sangat menonjol yang

bisa terjadi dari adanya kontak bahasa ini adalah terjadinya bilingualisme dan

multilingualisme, dengan berbagai macam kasusnya, seperti interferensi, integrasi,

alih kode, dan campur kode.

Mackey (dalam Rusyana, 1989: 4) menyatakan bahwa kontak bahasa adalah

pengaruh suatu bahasa kepada bahasa lainnya yang menimibulkan perubahan dalam

langue, dan menjadi milik tetap ibukan saja dwibahasawan melainkan juga

ekabahasawan. Kontak bahasa itu berlangsung ibukan hanya dalam diri perorangan

melainkan dalam situasi kemasyarakatan, yaitu tempat seseorang mempelajari bahasa

kedua itu. Oleh karena itu kontak bahasa dianggap merupakan bagian dari kontak

yang lebih luas, yaitu kontak ibudaya. Kontak bahasa terjadi dalam diri penutur

Page 24: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

secara individual. Kontak bahasa itu terjadi dalam situasi konteks sosial, yaitu situasi

saat seseorang belajar bahasa kedua di dalam masyarakatnya (Suwito, 1985: 39).

Dari beberapa pendapat pakar bahasa di atas dapat disimpulkan bahwa kontak

bahasa manusia itu dipengaruhi oleh norma-norma dan nilai sosial. Jadi dalam

sosiolinguistik pengkajian bahasa harus disesuaikan dengan kehidupan manusia dan

sekitarnya, baik sosial maupun ibudaya.

4. Bilingualisme

Bilingualisme dalam bahasa Indonesia sering disamakan dengan

kedwibahasaan. Bilingualisme menurut Mackey dan Fishman (dalam Chaer, 1995:

112) diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seseorang penutur dalam

pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.

Senada dengan pendapat Mackey dan Fishman, Kridalaksana (1974: 25)

menyatakan bahwa bilingualisme ialah penggunaan dua bahasa secara berganti-ganti

oleh satu orang atau satu kelompok. Ketika seseorang menggunakan dua bahasa

dalam pergaulannya dengan orang lain, ia berdwibahasa dalam arti dia melaksanakan

kedwibahasaan yang diseibut dengan bilingualisme (Dako, 2004: 269).

Dalam KUBI ( 1996: 185) bilingualisme didefinisikan sebagai hal penguasaan

atas dua bahasa oleh penutur bahasa di suatu masyarakat bahasa, sedangkan bilingual

berarti mengenal dua bahasa dengan baik: bangsa Indonesia kebanyakan mengenal

bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Haugen (dalam Muharam, 2011: 199)

berpendapat kedwibahasawan adalah tahu dua bahasa.Jika diuraikan secara leibuh

umum maka pengertian kedwibahasawan adalah pemaakaian dua bahasa secara

bergantian baik secara produktif maupun reseptif oleh seorang individu atau oleh

masyarakat.Kedwibahasawan dengan tahu dua bahasa, cukup mengetahui dua bahasa

secara pasif atau aktif.

Nababan (1984: 32) menyeibut bilingualisme dengan bilingualitas yang

berarti kemampuan dalam dalam dua bahasa. Menurut Nababan, bilingualitas dapat

dibagi menjadi dua seperti berikut.

Page 25: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

a. Bilingualitas sejajar yaitu huibungan antara kemampuan dalam kedua bahasa

pada orang yang berdwibahasa secara penuh dan seimbang, kemampuan dan

tindak laku kedua bahasa itu adalah terpisah dan bekerja sendiri-sendiri.

b. Bilingualitas majemuk terjadi ketika dalam keadaan belajar bahasa kedua

setelah menguasai satu bahasa (bahasa pertama atau utama) dengan baik,

khususnya dalam belajar bahasa kedua atau asing di sekolah.

Rahardi (2001: 15) menegaskan bahwa kedwibahasaan adalah peguasaan atas

paling tidak dua bahasa yakni bahasa pertama dan bahasa kedua. Ahli lain, Nababan

berpendapat kedwibahasaan adalah kebiasaan menggunakan dua bahasa daam

interaksi dengan orang lain (1984: 27). Menurut Mackey (dalam Kunjana Rahardi,

2001: 14) memberikan gambaran tentang kedwibahasaan sebagai gejala tuturan.

Kedwibahasaan dianggapnya sebagai karakteristik pemakaian bahasa, yakni praktik

pemakaian bahasa secara bergantian yang dilakukan oleh penutur. Pergantian dalam

pemakaian bahasa terseibut dilatarbelakangi dan ditentukan leh situasi dan kondisi

yang dihadapi oleh penutur itu dalam tindakan bertutur.

Kridalaksana (dalam Paul Ohoiwutun, 2002: 67) membagi kedwibahasaan dalam

tiga kategori.

a. Bilingualisme koordinat, dalam gejala ini penggunaan bahasa dengan dua atau

lebih sistem bahasa yang terpisah. Seorang bilingual koordinat, ketika

menggunakan satu bahasa tidak menampakkan unsur-unsur bahasa dari bahsa

lain. Pada waktu beralih ke bahasa lainnya tidak terjadi pencampuran sistem.

b. Bilingualisme majemuk sering “mengacaukan” unsur-unsur dari kedua bahasa

yang dikuasainya. Kadang-kadang kita menyaksikan orang-orang Indonesia

yang bekerja sebagai iburuh Malaysia melakuakan “kekacauan”dimaksud

(linguistic interference)

c. Kedwibahasaan sub-ordinat. Fenomena ini terjadi pada seseorang atau

masyarakat yang menggunakan dua sistem bahasa atau lebih secara terpisah.

Biasanya masih terdapat proses penerjemahan. Seseorang yang bilingual sub-

Page 26: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

ordinate masih cederung mencampur-adukkan konsep-konsep bahasa pertama

ke dalam bahasa kedua atau bahasa asing yang dipelajari.

Menurut Ponulele (1994: 25) di dalam bilingualism terdapat para penutur

yang menguasai dua bahasa atau lebih dan mereka diseibut bilingual. Istilah ini

bersifat relatif sekali, dalam arti belum diperoeh kesatuan pendapat dari para ahli

bahasa tentang batas-batas kemampuan penguasaan bahasa seseorang untuk dapat

dikatakan sebagai seorang bilingual. Bloomfield (dalam Ponulele, 1994: 24)

merumuskan bilingual sebagai native like of two language, dengan pengertian bahwa

bilingual adalah seorang penutur yang mampu menggunakan dua bahasa yang sama

baiknya. Jadi menurut Bloomfield seseorang baru dapat menyandang gelar bilingual

apabila dia mampu menggunakan secara aktif kedua hahasa sebagaimana

kemampuan saat ia menggunakan bahasa iibunya.

Crystal (dalam Ponulele, 1994: 24) berpendapat yang mendukung pendapat

Bloomfied dengan mengatakan bahwa seseorang dikatakan bilingual bilamana dia

mampu menguasai bebrapa bahasa dengan fasih dan lancar, akan tetapi dijelaska lagi

bahwa rumusan ini mengacu pada kriteria yang terlalu ekstrim, orang yang meguasai

dua bahasa secara sempurna memang ada, mamun hal ini merupakan kekekcualian

ibukanlah keharusan. Sebagian besar bilingual sebenarnya didak mampu menguasai

dua bahasa dengan kadar kualitas yang sama. Biasanya penguasaan bahasa iibu lebih

fasih daripada penguasaan bahasa kedua. Sebagai contoh saat seseorang dilahirkan di

Jawa Tengah, dan setelah dewasa ia bekerja dan menetap di Jakarta, walaupun dia

sudah marih berkomunikasi dengan bahasa Indonesia karena saat bersekolah di Jawa

tengah pun ia mendapakan pelajaran bahasa Indonesia manun ia akan lebih

menguasai bahasa daerahnya, dan saat ia bertemu dengan orang dari asal daerahnya

dia akan memilih berkomunikasi dengan bahasa daerah (Jawa).

Bilingualisme yang sering terjadi di Indonesia adalah bilingualisme bahasa

daerah dengan bahasa Indonesia. Berdasarkan pendapat para ahli terseibut dapat

disimpulkan bahwa kedwibahasaan adalah penguasaan dua bahasa yang dilakukan

secara bergantian dan berdasarkan situasi yang ada. Jadi, seseorang secara bergantian

Page 27: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

menggunakan dua bahasa yang berbeda berdasarkan situasi dan kondisi di mana

penutur melakukan tindak tutur.

5. Pengertian Kode

Kode ialah suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai

ciri-ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan

bicara, dan situasi tutur yang ada. Kode biasanya berbentuk varian-varian bahasa

yang secara nyata dipakai berkomunikasi anggota-anggota masyarakat bahasa

(Poedjosoedarmo, 1976: 3).

Suwito (1985: 67) menyatakan bahwa kode adalah salah satu varian di dalam

hierarkhi kebahasaan yang dipakai dalam komunikasi. Suwito juga menyatakan

bahwa alat komunikasi yang merupakan varian dari bahasa dikenal dengan istilah

kode. Dengan demikian, maka dalam bahasa terkandung beberapa macam kode.

Menurut Richards (dalam Ponulele, 1994: 26) menyatakan bahwa kode adalah istilah

yang digunakan sebagai pengganti bahasa, ragam tutur, atau dialek.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa kode adalah istilah

untuk menyeibut bahasa atau ragam bahasa, dalam pebicaraan sesorang tentu

mengirimkan kode-kode tertentu kepada lawan bicaranya, dengan kode-kode

terseibut maka penutur dan lawan tutur dapat berkomunikasi dengan lancar.

Ponulele (1994:21) merumuskan hubungan hierarki antara kontak bahasa,

bilingualisme, alih kode, dan campur kode dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Huibungan antara Bahasa, Bilingualisme, Alih Kode, dan Campur Kode.

Kontak bahasa

bilingualisme

Alih kode Campur kode

Page 28: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Jadi adanya bilingualisme disebabkan terjadinya kontak bahasa, dan akan

mengakibatkan munculnya gejala kebahasaan yaitu alih kode dan campur kode.

6. Alih Kode

a. Pengertian Alih Kode

Dalam keadaaan kedwibahasaan (bilingualisme), akan sering terdapat

orang mengganti bahasa atau ragam bahasa, hal ini tergantung pada keadaan

atau keperluan berbahasa itu. Kejadian itu diseibut alih kode. Konsep alih

kode ini mencakup juga kejadian beralihnya satu ragam fungsiolek

(umpamanya ragam santai) ke ragam lain (umpamanya ragam formal), atau

dari satu dialek ke dialek lain dan sebagainya (Nababan, 1993: 31-32).

Pengartian alih kode menurut Kamal (2012) adalah Alih kode pada hakikatnya

merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek. Rujukannya adalah

komunitas bahasa atau dialek.

Appel (dalam Chaer, 1995: 141) mendefinisikan alih kode sebagai

“gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi.”. Gumperz

(dalam, Gulzar 2010: 26) code-switching is: "the juxtaposition within the

same speech exchange of passages of speech belonging to two different

grammatical systems or sub-systems”. yaitu, alih kode adalah penjajaran

dalam pertukaran bahasa yang sama dari bagian-bagian dari bahasa yang

termasuk dua sistem tata bahasa yang berbeda atau sub-sistem.

Hymes (dalam Chaer, 1995: 142) menyatakan alih kode itu ibukan

hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau

gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Menurut Wardaugh (dalam Dako,

2004: 271) ada dua jenis alih kode, yaitu alih kode situasional dan metaforis.

Alih kode situasional terjadi pada saat perubahan bahasa menurut keibutuhan

situasi yang dikenal oleh penutur itu sendiri, dimana dalam seibuah situasi

mereka berbicara dengan seibuah bahasa dan pada situasi lain mereka

berbicara dengan bahasa lain. Alih kode metaforis memiliki dimensi afektif

Page 29: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

dimana kita menegaskan kembali kode dengan perubahan, baik dari situasi

forma ke stuasi informal, resmi ke keadan santai, serius ke keadaan humor,

dan lain sebagainya.

Alih kode yaitu beralih dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain pada

waktu ia berbicara atau menulis (Rusyana, 1989: 24). Menurut Suwito (1985:

68) alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang

lain. Namun, di dalam suatu kode terdapat berbagai kemungkinan varian (baik

varian regional, varian kelas sosial, ragam, gaya, ataupun register) sehingga

peristiwa alih kode mungkin berwujud alih varian, alih ragam, dan alih gaya

atau alih register. Peralihan demikian dapat diamati baik lewat tingkat-tingkat

tata ibunyi, tata kata, tata kalimat, maupun wacananya.

Crystal (dalam Skiba, 1997) berpendapat suggests that code, or

language, switching occurs when an individual who is bilingual alternates

between two languages during his/her speech with another bilingual person.

A person who is bilingual may be said to be one who is able to communicate,

to varying extents, in a second language.

Hal terseibut menunjukkan bahwa pengalihan kode atau bahasa, sering

terjadi ketika seseorang yang memiliki kemampuan menguasai lebih dari satu

bahasa mengganti bahasanya pada saat berbicara dengan orang lain yang

memiliki dua bahasa bisa dikatakan menjadi salah satu yang bisa

berkomunikasi, pada tingkat yang bervariasi dalam bahasa kedua.

Poedjosoedarmo (1976: 20) mengemukakan bahwa peristiwa alih kode

melibatkan peralihan kalimat. Dari berbagai pendapat di atas alih kode dapat

didefinisikan sebagai peristiwa peralihan pemakaian bahasa dari satu bahasa

ke bahasa lain atau dari satu ragam bahasa ke ragam bahasa lain. Dalam gejala

kebahasaan (campur kode) ini faktor paling menetukan adalah penutur, saat

seorang penurut sedang melakukan campur kode, maka harus diketahui

identitasnya, seperti tingkat pendidikannya, agama, ras, latar belakang sosial,

dan lainnya. Setelah itu baru unsur kebahasaan yang menetukan terjadinya

Page 30: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

alih kode. dengan makin banyak bahasa yang dikausai oleh seorang penutur

dari latar belakang pendidikannya, makin luas kemungkinan untuk bercampur

kode. dari penjabaran terseibut, ada dua tipe yang menjadi latar belakang

terjadinya alih kode, yaitu; latar belakang sikap dan latar belakang

kebahasaan.

b. Ciri- ciri Alih Kode

Ciri-ciri alih kode menurut Suwito (1985: 69) adalah sebagai berikut.

a. Masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai

dengan konteksnya.

b. Fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan

dengan perubahan konteks.

c. Macam-macam Alih Kode

Suwito (1985: 69) membedakan adanya dua macam alih kode, yaitu

sebagai berikut.

a. Alih kode intern

Alih kode intern adalah pergantian atau peralihan pemakaian

bahasa yang terjadi antardialek, antarragam, atau antargaya dalam

lingkup satu bahasa.

b. Alih kode ekstern

Alih kode ekstern adalah perpindahan pemakaian bahasa dari

satu bahasa ke bahasa lain yang berbeda. Perpindahan terseibut dapat

berupa perpindahan dari satu bahasa daerah ke bahasa daerah lain,

perpindahan dari bahasa daerah ke bahasa nasional, perpindahan dari

bahasa daerah ke bahasa asing, dan perpindahan dari bahasa nasional

ke bahasa asing.

Alih kode intern yang biasanya terjadi dalam pembelajaran di

sekolah yaitu alih kode ragam resmi dan ragam santai, alih kode ragam

resmi dan ragam usaha, alih kode ragam resmi dan ragam beku, serta

alih kode ragam santai dan ragam usaha. Sedangkan alih kode ekstern

Page 31: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

yang sering terjadi yaitu alih kode bahasa Indonesia dan bahasa Jawa,

serta alih kode bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Poedjosoedarmo (1976: 14-20) membagi alih kode menjadi dua

macam yaitu sebagai berikut.

a) Alih kode sementara

Alih kode sementara yaitu pergantian kode bahasa yang

dipakai oleh seorang penutur berlangsung sebentar. Pergantian

itu bisa hanya berlangsung pada satu kalimat lalu pembicaraan

kembali lagi ke kode biasanya.

b) Alih kode permanen

Alih kode permanen adalah alih kode yang sifatnya

permanen. Alih kode permanen terjadi apabila penutur secara

tetap mengganti kode bicaranya lawan tutur. Tidak mudah bagi

seseorang untuk mengganti kode bicaranya terhadap seseorang

lawan bicara secara permanen, sebab pergantian ini biasanya

berarti adanya pergantian sikap relasi terhadap lawan bicara

secara sadar.

d. Faktor Penyebab Alih Kode

Chaer (1995: 143) menyeibutkan yang menjadi penyebab alih kode

yaitu: (1) pembicara atau penutur, (2) pendengar atau lawan tutur, (3)

perubahan situasi hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke

informal atau sebaliknya, dan (5) perubahan topik pembicaraan.

Beberapa faktor penyebab alih kode menurut Suwito (1985: 72-74)

sebagai berikut.

1) Penutur, alasan penutur yang melakukan alih kode dengan maksud

tertentu.

Seorang penutur atau pembicara terkadang melakukan alih kode

terhadap mitra tuturnya karena ada maksud dan tujuan tertentu.

Page 32: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Misalnya, seorang mahasiswa setelah beberapa saat berbicara dengan

dosennya mengenai nilai mata kuliahnya yang belum tuntas dan dia

baru tahu bahwa dosennya itu berasal dari daerah yang sama dan juga

mempunyai bahasa iibu yang sama pula. Agar urusannya cepat selesai,

maka mahasiswa terseibut melakukan alih kode dari bahasa indonesia ke

bahasa daerahnya agar semuanya bisa berjalan lancar dalam mengurus

nilainya.

2) Lawan tutur.

Lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih

kode karena sipenutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa lawan

bicaranya. Misalnya, penutu ibugis berusaha mengimbangi lawan

bicaranya yang kebetulan orang mandar dengan menggunakan bahasa

mandar pula.

3) Hadirnya penutur ketiga, misalnya alih kode terseibut dilakukan untuk

menetralisasi situasi dan sekaligus menghormati.

Perubahan situasi karena hadirnya orang ketiga Kehadiran orang

ketiga yang tidak berlatar belakang bahasa yang sama dengan yang di

gunakan oleh penutur dan lawan bicara yang sedang berbicara.

Misalnya, si A dan si B sementara bercakap ibugis, kemudian si C tiba–

tiba datang dan tidak menguasai bahasa ibugis. Dengan demikian si A

dan si B beralih kode dari bahasa ibugis ke bahasa indonesia.

4) Pokok pembicaraan (topik).

Topik pembicaraan merupakan hal dominan yang menentukan

terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan yang bersifat formal biasanya

diungkapakan dengan ragam baku dengan gaya netral dan serius.

Sedangkan pokok pembicaraan yang bersifat informal disampaikan

dengan bahasa tak baku, gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya.

Page 33: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

5) Untuk membangkitkan rasa humor, untuk menyegarkan suasana.

Dalam seibuah pembicaraan biasanya orang akan melakukan alih

kode guna membangkitkan rasa humor dalam pembicaraan, agar

suasana yang taginya serius dan tegang dapat mencair dan lebih santai.

6) Untuk sekedar bergengsi.

Walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor sosio –

siuasional tidak mengharapkan adanya alih kode, terjadinya alih kode,

sehingga tampak adanya pemaksaan dan cenderung tidak komunikatif.

Beberapa alasan beralih kode yang dikemukakan oleh Kammarudin

(1989: 60-62) seperti berikut.

1) Karena sulit membicarakan topik tertentu pada bahasa tertentu.

2) Guna dasar pengalihan bahasa ke bahasa lain.

3) Untuk menegaskan sesuatu hal atau untuk mengakhiri pertentangan

yang sedang terjadi di kalangan pembicara.

4) Untuk mengeksklusifkan seseorang dari suatu situasi percakapan.

5) Mengutip ucapan orang lain.

6) Menekankan solidaritas kelompok.

7) Mengistimewakan yang disapa.

8) Menjelaskan hal yang telah diseibutkan.

9) Membicarakan peristiwa yang telah lalu.

10) Untuk meningkatkan status atau gengsi atau kekuasaan atau keahlian

seseorang.

Dari ketiga pendapat tentang faktor penyebab alih kode yang telah

dikemukakan di atas, dapat disimpulkan faktor-faktor penyebab alih kode adalah

sebagai berikut.

1) Penutur, alasan penutur yang melakukan alih kode dengan maksud

tertentu.

2) Lawan tutur, alasan lawan tutur seperti untuk mengimbangi bahasa yang

digunakan oleh lawan tuturnya.

Page 34: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

3) Perubahan situasi hadirnya orang ketiga.

4) Perubahan topik pembicaraan.

5) Perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya.

6) Untuk membangkitkan rasa humor, untuk menyegarkan suasana.

7) Untuk sekedar bergengsi.

8) Untuk menegaskan sesuatu hal atau untuk mengakhiri pertentangan

yang sedang terjadi di kalangan pembicara.

9) Mengutip ucapan orang lain.

10) Menekankan solidaritas kelompok.

11) Membicarakan peristiwa yang telah lalu.

12) Guna dasar pengalihan bahasa ke bahasa lain.

e. Fungsi Alih Kode

Fungsi alih kode merujuk pada apa yang hendak dicapai oleh penutur

dengan peralihan kode terseibut. Fungsi alih kode dan fungsi campur kode

hampir sama. Di bawah ini adalah fungsi alih kode yang dikemukakan oleh

Kammarudin (dalam Wulandari, 2002: 21).

1) Untuk menegaskan suatu hal atau untuk mengakhiri pertentangan yang

sedang terjadi antara penuturnya.

2) Untuk mengakrabkan atau menekankan solidaritas kelompok.

3) Untuk mengutamakan yang disapa atau untuk menghormati.

4) Untuk meningkatkan status, gengsi, kekuasaan, atau keahlian berbahasa.

5) Untuk mengutip ucapan orang lain, misalnya ingin mengutip ucapan

orang lain dengan bahasa lain.

Jadi, alih kode yang dilakukan oleh seorang penutur pasti

mempunyai fungsi tertentu sesuai dengan alasan penutur terseibut beralih

kode. Dari faktor penyebab atau lasan penutur beralih kode, dapat

disimpulkan bahwa fungsi alih kode antara lain untuk menyantaikan,

menegaskan, memibujuk, menghormati, menyegarkan, dan menerangkan.

Page 35: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Alih kode berguna sebagai strategi komunikasi untuk menyampaikan

informasi.

7. Campur Kode

a. Pengertian Campur Kode

Di antara sesama penutur yang bilingual atau multi lingual, sering

dijumpai sebagai suatu kekacauan atau interferensi bahasa (performance

interference). Fanomena ini berbentuk penggunaan unsur-unsur dari suatu bahasa

tertentu dalam satu kalimat atau wacana bahasa lain. Gejala terseibut dinamai

campur kode (code mixing) (Paul Ohoiwutun, 2002: 69).

Menurut Nababan (1993: 32) campur kode adalah suatu tindak bahasa

bilamana orang yang mencampur dua (lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam

suatu tindak bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi

berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa. Nababan (dalam Paul

Ohoiwutun, 2002: 69) juga menyatakan bahwa campur kode adalah “

penggunaan lebih dari satu bahasa atau kode dalam satu wacana menurut pola-

pola yang masih belum jelas”. Di Indonesia gejala campur kode terseibut sering

diseibut dengan “ gado-gado”yang diibaratkan dengan sajian gado-gado , yakni

campuran dari bermacam-macam sayuran. Realita yang terjadi di Indonesia yaitu

pencampuran pengguaan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah tertentu.

Weinreich (dalam Paul Ohoiwutun, 2002: 69) menamai campur kode sebagai

“mixed grammer”.

Campur kode didefinisikan sebagai pemakaian satuan bahasa dari bahasa

satu ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa termasuk

di dalamnya pemakaian kata atau sapaan.

b. Ciri-ciri Campur Kode

Suwito (1985: 75-76) mengemukakan dalam campur kode terdapat ciri-

ciri khusus antara lain sebagai berikut.

Page 36: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

1) Unsur-unsur bahasa atau variasi-variasinya yang menyisip di dalam bahasa

lain tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri, unsur-unsur itu telah menyatu

dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan hanya mendukung

satu fungsi.

2) Dalam kondisi yang maksimal, campur kode merupakan konvergensi

kebahasaan, unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-

masing telah meninggalkan fungsi-fungsi dan mendukung bahasa yang

disisipinya

3) Unsur-unsur bahasa yang terlibat dalam campur kode terbatas pada tingkat

frase saja.

Selain itu, juga masih ada ciri lain campur kode yaitu huibungan timbal

balik antar peran dengan fungsi kebahasaan. Peran adalah siapa yang

bercampur kode, fungsi kebahasaan adalah apa yang hendak dicapai oleh

penutur dalam tuturannya.

c. Macam-macam Campur Kode

Suwito (1985: 78-79) menyeibutkan beberapa macam campur kode

yang berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya yaitu

sebagai berikut.

a. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata.

Kata-kata sebagai seibuah kode yang disisipkan di dalam kode

utama atau kode dasar dari bahasa lain merupakan unsur yang

menyebabkan terjadinya campur kode dalam peristiwa berbahasa.

Menurut Oka dan Suparno (1994: 25), kata adalah serapan

satuan bahasa yang terbentuk dari satu morfem atau lebih.

Contoh : seorang pemimpin harus mengayomi rakyat lahir dan batin

“seorang pemimpin harus dapat melindungi rakyat lahir

batin.”

Page 37: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

b. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa.

Frasa ialah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih

yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa (Ramlan, 1987: 151).

Frase dari bahasa lain yang disisipkan oleh penutur dwibahasawan ke

dalam kode dasar menimibulkan adanya campur kode dalam tindak

tutur masyarakat.

Chaer (1998: 301) berpendapat bahwa frasa merupakan

gaibungan dua ibuah kata atau lebih yang merupakan satu kesatuan,

dan menjadi salah satu unsur atau fungsi kalimat (subjek, predikat,

objek, keterangan).

Contoh : anak korban tabrak lari itu sudah dibawa ke rumah sakit.

“anak korban tabrak lari itu sudah dibawa ke balai pengobatan.

c. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk baster.

Bentuk baster yaitu suatu bentuk bahasa akibat adanya

penggaibungan kata dasar (asal bahasa Indonesia) dengan kata

tambahan (asal bahasa Inggris) misalnya kata dasar hutan + imibuhan

isasi hutanisasi. Bentuk ini juga mengakibatkan adanya campur

kode dalam masyarakat bilingual.

Menurut Thelender (dalam Suwito, 1985: 75), baster

merupakan klausa-klausa yang berisi campuran dari beberaa variasi

yang berbeda.

Contoh : semua data yang ada di komputer itu jangan lupa

dibackup.sebelum diinstal ulang.

“semua data yang ada di komputer itu jangan lupa disimpan

ulang di folder yang berbeda sebelum computer diinstal

ulang.

d. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud pengulangan kata.

Unsur berupa pengulangan kata yang diambil dari bahasa lain

yang disisipkan ke dalam kode dasar menyebabkan campur kode dalam

Page 38: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

interaksi sosial. Pengulangan terseibut dapat berupa pengulangan

seluruh kata dasar, pengulangan sebagian dari dasar, dan pengulangan

yang berkombinasi dengan proses pemibuibuhan afiks.

Contoh : dana itu turun bebarengan dengan kenaikan harga sembako.

“ dana itu turun bersamaan dengan kenaikan harga sembako.”

e. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom.

Unsur-unsur ungkapan dari bahasa lain dimasukkan ke dalam

kode dasar akan membentuk campur kode dalam peristiwa tutur.

Menurut Kridalaksana, 1985: 80) ungkapan atau idiom adalah kontruksi

yang maknanya tidak sama dengan gaibungan makna anggota-

anggotanya.

Contoh : pak SBY pun ikut cancut tali wanda dalam

memberantas korupsi.

“pak SBY pun ikut bekerja keras dalam memberantas

korupsi.”

f. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa.

Klausa dijelaskan sebagai satuan gramatikal yang terdiri dari

subjek dan predikat, baik disertai objek, pelengkap, keterangan atau tidak.

Klausa dari bahasa lain yang dimasukkan ke dalam kode dasar akan

menyebabakan campur kode dalam peristiwa tutur. Oka dan Suparno,

(1994: 26) klausa merupakan satuan gramatikal unsur pembentuk kal

imat yang bersifat predikatif.

Contoh : pemimpin yang bijaksana akan selalu bertindak ing ngarso

sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

“pemimpin yang bijaksana akan selalu bertindak di depan

emberi teladan, di tengah mendorong semangat, di belakang

mengawasi.”

Page 39: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

d. Faktor Penyebab Campur Kode

Suwito (1985: 77) mengemukakan latar belakang terjadinya campur kode

pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua tipe yaitu tipe yang berlatar

belakang pada sikap dan tipe yang berlatar belakang kebahasaan. Alasan atau

penyebab lain yang mendorong terjadinya campur kode adalah sebagai berikut.

a. Identifikasi peranan.

Ukuran untuk identifikasi peranan adalah sosial, registral, dan

edukasional.

b. Identifikasi ragam.

Identifikasi ragam ditentukan oleh bahasa di mana seorang penutur

melakukan campur kode yang akan menempatkan dia di dalam hierarkhi

status sosialnya.

c. Keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan.

Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan tampak karena ca

mpur kode juga menandai sikap dan huibungannya terhadap orang lain dan

sikap dan huibungan orang lain terhadapnya.

Suwito (1985: 78) juga menyatakan campur kode terjadi karena ada

timbal balik antara peranan atau siapa yang memakai bahasa itu dan fungsi

kebahasaan atau apa yang ingin dicapai penutur dalam tuturannya. Artinya,

penutur mempunyai latar belakang sosial tertentu cenderung memilih bentuk

campur kode tertentu untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu.

Campur kode dilakukan oleh penutur baik secara sadar maupun tidak

sadar. Campur kode yang dilakukan secara sadar apabila penutur mempunyai

tujuan tertentu, menunjuk ke suatu hal yang tidak dapat diungkapkan dengan

bahasa utama yang digunakannya.

Nababan (1993: 32) menyatakan campur kode terjadi karena tidak adanya

ungkapan yang tepat dalam bahasa yang dipakai penutur. Faktor-faktor yang

mempengaruhi campur kode adalah penutur, petutur, dan topik pembicaraan.

Penutur yang multibahasawan mempunyai banyak kesempatan untuk melakukan

Page 40: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

campur kode. Keheterogenan latar belakang petutur seperti usia, status sosial,

dan tingkat pendidikan menuntut kepandaian penutur dalam memilih bahasa

yang tepat. Namun demikian, dalam hal ini yang paling penting adalah penutur

harus mengetahui bahwa petuturnya juga merupakan multibahasawan. Topik

pembicaraan memungkinkan terjadinya campur kode, karena ada beberapa topik

yang cenderung menuntut pemakaian kode bahasa tersendiri.

e. Tujuan Pemakaian Campur Kode

Menurut Suwito (1985: 78) tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh

penutur dalam tuturannya sangat menentukan pilihan bahasanya. Suwito juga

mengemukakan tujuan pemakaian campur kode ada beberapa macam, antara lain

penutur ingin menunjukkan keterpelajarannya, ketaatan dalam beribadah, dan

kekhasan daerahnya.

Menurut Nababan (1993: 32) campur kode dipakai penutur untuk

memamerkan keterpelajarannya atau kedudukannya, selain itu untuk mencapai

ketepatan makna ungkapan.

f. Fungsi Campur Kode

Fungsi campur kode hampir sama dengan fungsi alih kode sebagai berikut ini.

1) Untuk menegaskan suatu hal atau untuk mengakhiri pertentangan yang sedang

terjadi antara penuturnya.

2) Untuk mengakrabkan atau menekankan solidaritas kelompok.

3) Untuk mengutamakan yang disapa atau untuk menghormati.

4) Untuk meningkatkan status, gengsi, kekuasaan, atau keahlian berbahasa.

5) Untuk mengutip ucapan orang lain, misalnya ingin mengutip ucapan orang

lain dengan bahasa lain.

g. Persamaan Alih Kode dan Campur Kode

Menurut Chaer (2004: 114) persamaannya adalah digunakannya dua atau

lebih varian dari seibuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Dalam alih kode

setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan masih memiliki fungsi otonomi

Page 41: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan sengaja dengan sebab-sebab

tertentu. Dalam campur kode ada seibuah kode utama atau kode dasar yang

digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya sedangkan kode-kode lain

yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan

(speces), tanpa fungsi keotonomian sebagai seibuah kode. berdasarkan pendapat

terseibut dapat disimpulkan bahwa persamaan alih kode dan campur kode adalah

sma-sama digunakannya dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang

dilakukan dengan sadar dan disengaja karena sebab-sebab tertentu.

h. Perbedaan Alih Kode dan Campur Kode

Alih kode dan campur kode adalah dua hal yang berbeda. Hal pokok yang

membedakan antara alih kode dan campur kode yang dikemukakan oleh

Thelander (dalam Suwito, 1985: 76) sebagai berikut.

1) Di dalam alih kode, terjadi peralihan dari klausa bahasa yang satu ke klausa

bahasa yang lain dalam suatu tuturan dan masing-masing klausa masih

mendukung fungsi tersendiri.

2) Di dalam campur kode, klausa maupun frasa-frasanya terdiri dari klausa dan

frasa baster dan masing-masing klausa maupun frasanya tidak lagi

mendukung fungsi tersendiri.

8. Ragam Tuturan Proses Belajar Mengajar

Interaksi belajar mengajar merupakan peristiwa komunikasi yang

berlangsung dalam situasi formal (Zamzani, 2007: 1). Peristiwa tutur di dalam proses

belajar mengajar seperti proses belajar mengajar Bahasa Indonesia merupakan

peristiwa tutur formal, sehingga ragam bahasa yang digunakan adalah ragam formal.

Selain ragam bahasa formal, dalam proses belajar mengajar Bahasa Indonesia juga

menggunakan ragam bahasa usaha (consultative). Tempat berlangsungnya proses

belajar mengajar Bahasa Indonesia yang pada umumnya dilakukan di dalam ruangan,

walaupun tidak menutup kemungkinan dilakukan di luar ruangan juga mempengaruhi

penggunaan ragam bahasanya.

Page 42: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Diskusi Kelompok

Ditinjau dari etimoligis , kata diskusi berasal dari kata kerja „to

discus‟ yang berarti berunding atau membincangkan. Menurut pendapat

Suharyanti, (2011:39) diskusi adalah suatu bentuk kegiatan yang terdiri dari

beberapa orang (yang bertatap muka secara langsung) dalam bertukar pikiran

atau oendapat dan pandangan terhadap masalah untuk mencari pemahaman.

Menurut Winarso dan Arief (2001: 68) bahwa diskusi merupakan sesuatu

kegiatan kerjasama atau atau aktivitas koordinatif yang mengandung

langkah-langkah dasar tertentu yang harus dipatuhi oleh seluruh kelompok.

Aktivitas berdiskusi mempunyai tujuan yaitu memperoleh hasil

musyawarah dari anggota-anggota keompok agar dapat memecahkan

masalah yang akan diselesaikan. Suharyanti (2011: 39-40) menjelaskan

bahwa diskusi mempunyai tujuan umum dan khusus, yang dijelaskan

sebagai berikut.

a. Tujuan umum

1) Melatih siswa atau peserta diskusi untuk berpikir secara praktis

2) Melatih mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat

orang lain.

3) Menumibuhkan dan mengembangkan sifat senang bekerja sama

dengan orang lain.

4) Melatih siswa atau mahasiswa untuk berperan serta secara akatif

dan berperan kostruktif terhadap suatu masalah.

5) Untuk mengembangkan ide siswa/mahasiswa dalam

memecahkan masalah yang memerlukan musyawarah.

b. Tujuan khusus

1) Untuk mengatasi masalah yang dihadapi individu atau kelompok

yang berhuibungan dengan mata pelajaran atau kurikulum.

Page 43: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

2) Untuk menyeesaikan masalah yang bersifat sosial dan yang ada

huibungannya dengan tingkah laku baik dari diri

siswa/mahasiswa atau masyarakat.

3) Untuk menetukan atau menemukan kesatuan pendapat dan sikap

dalam memecahkan masalah.

Jenis-jenis diskusi juga ada beberapa macam salah satunya adalah

diskusi kelompok yang merupakan suatu pembicaraaan yang terdiri dari

sekelompok peserta guna memecahkan suatu masalah secara bersama-sama

dengan mempertimbangkan baik dan iburuk, dan sekaligus menetapkan cara

melaksanakan pemecahan yang baik (Suharyanti, 2011: 41).

Diskusi kelompok di dalam kelas termasuk pada kelompok tak resmi,

seperti pendapat Wanger dan Arnold (dalam Wiranso dan Arief, 200: 70)

menggolongkan diskusi kelompok yang tidak resmi adalah sebagai berikut,

(1) kelompok studi, (2) kelompok pembentuk kebijakasaan, dan (3) Komite

Menurut Vygotsky (dalam Huda, 2011: 24) salah satu landasan teoritis

pertama tentang belajar kelompok ini berasal dari pandangan konstruktivis

sosial. Menurut Vygotsky mental siswa pertama kali berkembang pada level

interpersonal dan mereka belajar menginternalisasikan dan mentrasformasikan

interaksi interpersonal mereka dengan orang lain, lalu pada level intra-

personal dimana mereka mulai memperoleh pemahaman dan keterampilan

baru dari hasil interaksi ini. Dengan demikian sangat baik bagi siswa sejak

dini diajarkan untuk belajar berinteraksi dengan sekitarnya baik itu dengan

teman sebaya atau yang lebih dewasa, agar mereka bisa mendapatkan

informasi-informasi yang belum mereka ketahui atau bertukar pikiran agar

mereka bisa menyelesaikan tugas-tugas yang tidak mampu mereka selesaikan

sendiri, dengan musyawarah bersama teman-teman yang mempunyai

pemikiran yang berbeda-beda mereka akan lebih mudah menyelesaikan

masalah mereka.

Page 44: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan diskusi kelompok adalah

suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergaibung dalam suatu

kelompok untuk saling bertukar pendapat suatu masalah atau bersama-sama

mencari pemecahan mendapatkan jawaban atau kebenaran atas suatu masalah.

Proses diskusi kelompok ini dapat dilakukan melalui forum diskusi diikuti

oleh semua siswa di dalam kelas dapat pula dibentuk kelompok-kelompok

lebih kecil.

Dalam diskusi kelompok yang perlu diperhatikan ialah para siswa

dapat melibatkan dirinya untuk ikut berpartisipasi secara aktif di dalam forum

diskusi kelompok, jadi metode diskusi kelompok adalah suatu cara penyajian

bahan pelajaran dimana seorang guru memberi kesempatan kepada siswa

(kelompok siswa) untuk mengadakan percakapan guna mengumpulkan

pendapat, memibuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif

pemecahan atas masalah.

Teknik metode diskusi kelompok sebagai proses belajar mengajar

lebih cocok dilakukan jika guru memiliki tujuan antara lain.

1) Memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada atau yang dimiliki

oleh para siswa.

2) Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menyalurkan

pendapatnya masing-masing.

3) Memperoleh umpan balik dari para siswa tentang tujuan yang telah

dirumuskan telah tercapai.

4) Membantu para siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai

masalah yang dilihat baik dari pengalaman sendiri maupun dari

pelajaran sekolah.

5) Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut.

Untuk dapat mengoperasikan metode diskusi kelompok ini ada

beberapa langkah yang perlu diperhatikan bagi guru antar lain.

Page 45: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

1) Guru menggunakan masalah yang ada didiskusikan dan memberikan

pengarahan seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya, hal

terpenting adalah permasalahan yang dirumuskan sejelas-jelasnya agar

dapat dipahami baik-baik oleh setiap siswa.

2) Para siswa berdiskusi di dalam kelompok dan setiap anggota

kelompok ikut berpartisipasi secara aktif.

3) Setiap kelompok melaporkan hasil diskusinya, hasil-hasil yang

dilaporkan itu ditanggapi oleh semua siswa (kelompok lain).

4) Akhir diskusi para siswa mencatat hasil-hasil diskusinya dan guru

mengumpulkan hasil diskusi dari tiap-tiap kelompok.

Diskusi kelompok merupakan salah satu pengalaman belajar yang

diterapkan di semua bidang studi dalam batasan-batasan tertentu, pengalaman

diskusi kelompok memberikan keuntungan bagi para siswa sebagai berikut :

(1) siswa dapat berbagi berbagai informasi dalam menjalani gagasan baru

atau memecahkan masalah, (2) dapat meningkatkan pemahaman atas masalah-

masalah penting, (3) dapat mengembangkan kemampuan untuk berfikir dan

berkomunikasi, (4) dapat meningkatkan ketertiban dalam perencanaan dan

pengambilan keputusan dan (5) dapat membina semangat kerjasama dan

bertanggung jawab.

Diskusi kelompok memiliki kelemahan-kelemahan yang dapat

menimibulkan kegagalan dalam arti tidak tercapai tujuan yang diinginkan.

Wardani (Dalam Puger, 1997 : 9) dinyatakan bahwa kelemahan-kelemahan

dalam diskusi kelompok antara lain : (1) diskusi kelompok memerlukan waktu

yang lebih banyak daripada cara belajar yang biasa, (2) dapat memboroskan

waktu terutama bila terjadi hal-hal yang negatif seperti pengarahan yang

kurang tepat, (3) anggota yang kurang agresif (pendiam, pemalu) sering tidak

mendapatkan kesempatan untuk mengemukakan pendapat atau ide-idenya

sehingga terjadi frustasi atau penarikan diri, dan (4) adakala hanya didominasi

oleh orang-orang tertentu saja.

Page 46: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan

oleh Dian Astutik Wulandari yang berjudul “Campur Kode dalam Tuturan Latihan

Kepramukaan di SMU Negeri 1 Sentolo”. Ada perbedaan masalah yang diteliti dalam

penelitian di atas dengan penelitian ini yaitu dalam penelitian Dian Astutik Wulandari

masalah yang diteliti adalah masalah campur kode, sedangkan masalah yang diteliti

dalam penelitian ini adalah masalah alih kode dan campur kode. Selain itu, ada hal

yang juga membedakan antara penelitian ini dan penelitian Dian Astutik Wulandari

yaitu subjek dan objek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek

penelitian adalah siswa, objek penelitian adalah semua pembicaraan yang terjadi

dalam proses diskusi siswa, pendapat duru hanya digunakan untuk mendapatkan

jawaban tentang persepsi guru mengenai peristiwa alih kode dan campur kode dahasa

dalam diskusi siswa. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Dian Astutik

Wulandari subjek penelitiannya adalah pembina dan peserta pramuka, objek

penelitiannya adalah semua pembicaraan yang terjadi dalam proses latihan

kepramukaan

Hasil penelitian Dian Astutik Wulandari yang berjudul “Campur Kode dalam

Tuturan Latihan Kepramukaan di SMU Negeri 1 Sentolo” sebagai berikut: (1) adanya

variasi campur kode dalam penelitian terseibut yaitu campur kode bahasa (bahasa

Indonesia dengan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris), campur

kode ragam (ragam beku dengan ragam resmi, ragam beku dengan ragam santai, dan

ragam resmi dengan ragam santai), (2) campur kode wujud unsur kebahasaan dalam

latihan kepramukaan yaitu campur kode wujud kata dan campur kode wujud frase,

dan (3) fungsi pemakaian campur kode adalah untuk mempertegas, meminta

ketegasan, memberi semangat, dan menunjukkan makna yang tepat.

Penelitian yang relevan kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Lina

Puspita Sari dengan judul penelitian “Alih Kode dan Campur Kode dalam

Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas II SD Negeri Selopukang Kecamatan Wonogiri

Kaibupaten Wonogiri.” Dalam penelitian Lina Puspita Sari yang menjadi subjek

Page 47: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

penelitian adalah guru dan siswa, objek penelitian adalah semua pembicaraan yang

terjadi dalam proses belajar mengajar.

Hasil penelitian Lina Puspita Sari yang berjudul “Alih Kode dan Campur

Kode dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas II SD Negeri Selopukang

Kecamatan Wonogiri Kaibupaten Wonogiri” sebagai berikut.

a. Bentuk alih kode yang terjadi dalam pembelajaran bahasa indonessia

kelas II SD Negeri Selopukangberupa alih kode intern , yaitu peralihan

dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa; bentuk campur kode yang terjadi

berupa campur kode kata, campur kode frasa, campur kode klausa , dan

campur kode pengulangan kata.

b. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode yang terjadi yaitu

untuk mrengimbangi kemampuan berbahasa siswa, kebiasaan guru

dengan mengunakan bahasa Jawa, untuk menarik perhatian siswa, faktor

penyebab terjadinya campur kode yaitu rendahnya penguasaan kosakata

bahasa Indonesia siswa, dan adanya unsure tanpa disadari oleh guru.

Penelitian relevan yang ketiga adalah hasi penelitian dari Rima Fatimah yang

berjudul “Kajian Penggunaan Bahasa dalam Proses Belajar Mengajar Bahasa

Indonesia di SMA Negeri 1 Magelang” dalam penelitian Rima Fatimah yang menjadi

subjek penelitian adalah guru dan siswa , sedangkan objek penelitiannya adalah

semua pembicaraan siswa dan guru selama pelajaran berlangsung. dalam penelitian

terseibut ada sembilan kelas yang menjadi subjek penelitian yaitu dari kelas Xa

sampai Xi. Hasil dari penelitian terseibut antara lain.

Macam-macam alih kode yang terjadi dalam proses belajar mengajar bahasa

Indonesia di kelas X SMA Negeri 1 Magelang adalah alih kode intern dan ekstern.

Faktor penyebab alih kode yang terjadi dalam proses belajar mengajar bahasa

Indonesia di kelas X SMA Negeri 1 Magelang sebagai berikut: (1) penutur dan lawan

tutur; (2) perubahan situasi hadirnya orang ketiga; (3) perubahan topik pembicaraan;

(4) perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya; dan (5) untuk membangkitkan

rasa humor.

Page 48: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Penelitian yang relevan yang keempat adalah thesis yang ditulis oleh Malik

Ajmal Gulzar berjudul “Code-switching: Awareness about Its Utility in Bilingual

Classrooms” yang dalam bahasa Indonesia berarti “alih kode: kesadaran tentang

penggunaan alih kode dalam kelas bilingual (dwi bahasa)”. Hasil penelitian dalam

thesis ini adalah sebagai betikut.

Penelitian terseibut telah memberikan hasil yang signifikan untuk

menggarisbawahi bahwa para guru tidak tahu tentang batas-batas penggunaan alih

kode dan fungsi yang mereka bisa/ harus alih kode untuk memenuhi keibutuhan

siswa. Peneliti menemukan hasil yang sedikit berbeda dengan penelitian ini, dimana

guru tidak menganggap bahwa peristiwa alih kode yang digunakan siswa selama

pelajran berlangsung adalah seibuah kesalahan, guru memaklumi keterbatasan siswa-

siswanya. Hasil wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP

Negeri 2 kepil, guru menganggap peristiwa alih kode yang dilakukan siswa adalah

sikap yang salah dan harus dibenahi.

Peneitian yang relevan kelima adalah tesis yang ditulis oleh Yulia

Mutmainnah, mahasiswa S2 Universitas Diponegoro Semarang yang berjudul

“Pemilihan Kode dalam Masyarakat Dwibahasa: Kajian Sosiolinguistik pada

Masyarakat Jawa di Kota Bontang Kalimantan Timur”. Objek penelitian dalam thesis

terseibut berbeda dengan penelitian ini, dalam tesis terseibut objeknya adalah

masyarakat jawa yang berada di Kota Bontang Kalimantan Timur, sedangkan dalam

penelitian ini objek penelitiannya adalah siswa yang berdiskusi di dalam kelas,

namun mempunyai prsamaan yaitu menganalisis alih kode yang digunakan atau

dipilih dalam komunkasi. Hasil dari thesis ini adalah sebagai berikut.

Kode yang ditemukan pada masyarakat tutur Jawa di kota Bontang adalah

kode berupa Bahasa Indonesia (BI), Bahasa Jawa (BJ), Bahasa daerah lain (BL), dan

Bahasa asing (BA), dengan faktor-faktor penentu berupa (1) ranah, (2) peserta tutur,

dan (3) norma. Pada alih kode dengan kode dasar BI, muncul variasi alih kode BJ dan

BA. Pada alih kode dengan kode dasar BJ, muncul variasi alih kode BI. Campur kode

pada masyarakat tutur Jawa memunculkan campur kode dengan kode BI, BJ, BA dan

Page 49: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

BL. Didasarkan pada jenis situational code-switching, perubahan bahasa terjadi

karena (1) perubahan situasi tutur, (2) kehadiran orang ketiga, dan (3) peralihan

pokok pembicaraan, sedangkan pada metaphorical codeswitching perubahan bahasa

terjadi karena penutur ingin menekankan apa yang diinginkannya. Campur kode

terjadi karena (1) keterbatasan penggunaan kode, dan (2) penggunaan istilah yang

lebih populer.

Penelitian relevan yang keenam adalah penelitian yang dilakukan oleh Rizal

Muharam, dengan judul “Alih Kode, Campur Kode, dan interferensi yang Terjadi

dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu Ternate (Tinjauan Deskriptif terhadap

Anak-anak Multikultural Usia 6-8 Tahun di Kelas II SD Negeri Kenari Tinggi 1 Kota

Madia Ternate)”. Dalam penelitian ini objek penelitiannya adalah percakapan siswa

dan subjeknya adalah siswa kelas II SD Negeri Kenari Tinggi 1 Kota Madia Ternate.

Hasil penelitian terseibut menyatakan bahwa siswa-siswa kelas II SD Negeri

Kenari Tinggi kebanyakan menggunakan bahasa atau kosa kata bahasa melayu

ternate, dalam penelitian ini siswa SMP Negeri 2 Kepil juga kebanyakan

menggunakan kosakata dari bahasa daerah (Jawa). Siswa di SD tersebut juga sering

menjawab pertanyaan yang menggunakan kode dasar bahasa Indonesia dengan

bahasa Ternate, begitu pula siswa di SMP Negeri 2 Kepil juga masih sering

menggunakan bahasa jawa dalam menjawab pertanyaan dari guru yang menggunakan

bahasa Indonesia.

C. Kerangka Berpikir

Dalam kegiatan belajar mengajar bahasa adalaah satu-satunya alat komunikasi

yang menghuibungkan satu orang dengan orang lain, baik itu antara guru dengan

siswa atau siswa dengan siswa lainnya saat berkomunikasi. Tidak dapat dipungkiri

bahwa bahasa sangat berperan penting bagi dunia pendidikan, begitu pula dalam

pelajaran bahasa Indonesia, bahasa tidak akan terlepas dari kegiatan terseibut.

Seharusnya dalam pelajaran bahasa Indonesia siswa dan guru harus

menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar, namun terkadang sekolah

Page 50: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

kawasan pedesaan seperti SMP Negeri 2 kepil, kabupaten Wonosobo hal terseibut

sulit dijalankan dengan baik, karena siswa-siswa belum terbiasa menggunakan bahasa

Indonesia dalam keseharian mereka, terlebih saat diskusi kelompok berlangsung,

percakapan diskusi yang seharusnya menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan

benar berubah menjadi percakapan yang menggunakan dwibahasa yaitu bahasa

Indonesia bercampur dengan bahasa Jawa.

Keterbatasan siswa dalam menguasai bahasa Indonesia memibuat guru tidak

bisa memaksakan siswa untuk memakai bahasa Indonesia dengan baik dan benar saat

kegiatan belajar mengajar berlangsung, kalau siswa dipaksa menggunakan bahasa

bahasa Indonesia secara keseluruhan maka akan menyulitkan siswa terlebih saat

diskusi kelompok. Siswa akan terhambat dalam menyampaikan ide yang mereka

punya, maka dari itu guru memperbolehkan siswa menggunakan alih kode dan

campur kode dalam kegiatan diskusi terseibut. Dengan penggunaan alih kode dan

campur kode bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa maka siswa akan lebih mudah

mengungkapkan ide yang mereka miliki, juga lebih mudah menerima ilmu dari guru

maupun siswa yang lain.

Untuk mengatahui persepsi guru, wujud dan macam, faktor penyebab

terjadinya campur kode dan alih kode dalam aktivitas diskusi kelompok pelajaran

bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 kepil kaibupaten Wonosobo peneliti melakukan

penelitian studi kasus dengan bagan kerangka berpikir sebagai berikut.

Page 51: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Bahasa siswa di sekolah kawasan

pedesaan (SMP Negeri 2 Kepil)

Kabupaten Wonosobo)

Aktivitas diskusi siswa pada

pelajaran bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia Bahasa Jawa

Alih kode Campur kode

1. Persepsi guru terhadap peristiwa alih kode dan

campur kode pada diskusi siswa.

2. Bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi

dalam proses diskusi siswa.

3. Faktor penyebab pemakaian alih kode dan campur

kode dalam proses diskusi siswa.

Page 52: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 37

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian akan dilakukan di SMP Negeri 2 Kepil, Kaibupaten

Wonosobo , yang terletak di Jl. Wonosobo-Magelang Km. 25, kecamatan Kepil,

kaibupaten Wonosobo. Sekolah terseibut berada di perbatasan Wonosobo-Magelang,

dan berjarak 33 Km dari kota Wonosobo. Waktu pelaksanaan penelitian dan

penyusunan laporan penelitian ini dilaksanakan pada ibulan Januari sampai ibulan

Juni tahun 2012 . Penelitian ini dilakukan pada saat proses diskusi siswa SMP Negeri

2 Kepil berlangsung. Jadwal pelaksanaan penelitian studi kasus dapat dilihat pada

gambar 3.

Kegiatan Jan Februari Maret April Mei Juni

1. Persiapan

1. Menyusun proposal

2. Pengajuan izin

penelitian

3. Observasi awal,

koordinasi dengan

guru dan kepala

sekolah

2. Pelaksanaan penelitian

1. pengambilan data

2. wawancara dengan

guru dan siswa

3. Analisis data

4. Penyusunan laporan

c. Penyusunan draf

d. Pengetikan skripsi

e. Ujian dan revisi

Gambar 3.1 Jadwal Penelitian

Page 53: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

9. Metode dan Pendekatan Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif

deskriprif menurut Moleong (2001: 3) yang mengutip pendapat Bogdan dan Taylor

adalah sebagai berikut:”Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata–kata tertulis atau lisan dari orang–orang

dan perilaku yang diamati”. Lebih lanjut Sutopo (1991:35) menjelaskan data yang

dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat, atau gambar yang memiliki arti lebih dari

sekedar angka atau frekuensi. Penelitian menekankan catatan yang menggambarkan

situasi yang sebenarnya guna mendukung penyajian data.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

terpancang. Diseibut terpancang karena permasalahan yang dibahas hanya

mengangkat permasalahan yang terjadi di SMP kawasan pedesaan dalam masalah

pemakaian bahasa Indonesia pada kegiatan belajar siswa khususnya kagiatan diskusi.

Sesuai dengan tujuan penelitian, penelitian ini berusaha mendiskripsikan

terjadinya alih kode dan campur kode dalam diskusi siswa SMP Negeri 2Kepil,

kaibupaten Wonosobo. Dimana siswa masih kesulitan menggunakan bahasa

Indonesia dengan baik dan benar dalam menyampaikan ide saat berdiskusi.

10. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah peristiwa penggunaan Bahasa

Indonesia dan informan oleh siswa SMP Negeri 2 Kepil, Kaibupaten Wonosobo

dalam proses diskusi kelompok. Objek penelitian ini adalah campur kode dan alih

kode dalam proses diskusi kelompok siswa di SMP Negeri 2 Kepil. Selain itu sumber

data juga diperoleh dari informan, yaitu guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dan

siswa.

11. Sampel dan Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling

dimana pengambilan sampel dari peristiwa kegiatan pembelajaran di kelas,

Page 54: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

wawancara dengan informan, yaitu guru bahasa Indonesia kelas VII dan VIII dan

siswa yang melakukan alih kode dan campur kode dalam diskusi, bertujuan agar

peneliti dapat mengetahui seberapa sering penggunaan alih kode yang digunakan saat

pembelajaran Bahasa Indonesia.

12. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Teknik observasi atau pengamatan dilakukan dengan penelti

sebagai observator partisipan pasif terhadap peristiwa atau kegiatan

diskusi kelompok mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk memperoleh

data tentang pemakaian alih kode dan campur kode yang dilakukan siswa

saat berdiskusi.

2. Wawancara

Teknik wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan guru

mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VII dan VIII dan beberapa siswa

dari kelas VII dan VIII. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi

lebih dari pengamatan atau observasi yang dilakukan, setelah melakukan

observasi langsung diskusi siswa saat pembelajaran Bahasa Indonesia,

peneliti melakukan wawancara untuk mengetahui persepsi guru terhadap

penggunaan alih kode dan campur kode bahasa yang dilakukan siswa saat

berdiskusi dan mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode

dan campur kode.

13. Uji Validitas Data

Menurut Denzim (dalam Mahsun, 2005: 237) menyatakan bahwa ada empat

triangulasi untuk menguji validitas data yaitu: (1) triangulasi data, (2) triangulasi

peneliti, (3) triangulasi teori, dan (4) triangulasi metode. Uji validitas data yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah:

Page 55: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

1. Triangulasi metode

Triangulasi metode dilakukan dengan cara mengumpulkan data

sejenis dengan metode yang berbeda, yaitu observasi dan wawancara.

Metode ini dilakukan untuk mengecek alasan terjadinya alih kode dan

campur kode yang dikalukan siswa saat berdiskusi kelompok.

2. Triangulsi sumber data

Triangulasi sumber data, yakni dengan membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh

melalui waktu dan alat yang berbeda. Dalam hal ini membandingkan

data tentang alih kode dan campur kode bahasa yang dilakukan siswa

melalui data yang diperoleh dari guru dicek pada siswa atau siswa satu

dicek pada siswa yang lain.

3. Review informan

Review informan dilakukan untuk mengecek kembali data dan

informasi. Data diperoleh dari guru dan siswa.

14. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

analisis interaktif. Analisis model interaktif ini merupakan interaksi dari empat

komponen, yaitu: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan

simpulan. Pada saat melakukan tahap pengumpulan data sekaligus sesuai dengan

kemunculan data yang diperlukan. Adapun langkah-langkah analisis interaktif adalah

sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan cara

analisis dokumen, observasi, dan wawancara. peneliti mengumpulkan data

sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhuibungan

dengan penggunaan bahasa yang gunakan siswa dalam pelaksanaan diskusi

Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Kepil.

Page 56: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

2. Reduksi Data

Teknik ini mengambil langkah yang berupa pencatatan data yang

diperoleh dari hasil observasi. Dalam pencatatan terseibut dilakukan seleksi,

pemfokusan dan penyederhanaan data, data mana yang akan diambil. Hal

terseibut bertujuan untuk lebih memudahkan dalam mengambil data-data yang

dianggap penting, yakni tentang penggunaan bahasa yang gunakan siswa dalam

pelaksanaan diskusi Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Kepil. Proses reduksi

terus berlangsung sampai laporan akhir penelitian selesai ditulis.

3. Display Data

Melalui sajian data, data yang telah terkumpul dikelompokan dalam

beberapa bagian dengan jenis permasalahannya supaya mudah dilihat dan

dimengerti, sehingga mudah untuk dianalisis. Penyajian data penelitian yang

diperoleh melalui analisis dokumen ataupun pada saat proses diskusi berlangsung

di kelas maupun diperoleh melalui wawancara dengan informan. Hal terseibut

meliputi: (1) data hasil observasi yang diperoleh peneliti pada saat diskusi

berlangsung, (2) hasil wawancara dengan guru Bahasa Indonesia kelas VII dan

VII, dan (3) beberapa siswa kelas VII dan VIII yang menggunakan alih kode dan

campur kode saat melakukan diskusi dengan teman sekelompoknya.

4. Penarikan Simpulan

Berdasarkan dari hasil analisis terhadap ujaran dan pembicaraan antara

guru dengan peserta didik yang terjadi pada proses pembelajaran dan pada saat

diwawancarai, kemudian ditarik simpulan. Simpulan-simpulan terseibut

diverifikasi selama penelitian berlangsung. Pada penelitian ini data yang

diverifikasi meliputi: (1) persepsi guru, (2) bentuk-bentuk alih, dan (3)faktor-

faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode dalam diskusi siswa.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis model

interaktif Milles dan Huberman (Sutopo, 2002: 187). Analisis interaktif adalah

analisis yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan

penarikan simpulan/verifikasi. Skema analisis interaktif adalah sebagai berikut.

Page 57: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Gambar 4. Analisis Model Interaktif (Miles dan Huberman)

15. Prosedur Penelitian

a. Tahap persiapan

a. Pengajuan judul proposal

b. Pemibuatan

b. Tahap pelakanaan

a. Perizinan penelitian

b. Pengumpulan data

c. Analisis data. Tahap ini meliputi pengkajian yang mendalam serta

mengarah pada tujuan yang ingin dicapai oleh penulis,

pengumpulan data, dan analisis data. Kegiatan yang dilakukan pada

tahap ini adalah pengumpulan data dari hasil wawancara mendalam

dan observasi kegiatan belajar siswa yang diubah dari data lisan

menjadi data tulis.

c. Tahap akhir

Penyusunan laporan. Tahap ini meliputi konsultasi dengan

pembimbing, mengadakan perbaikan, dan memperbanyak laporan

penelitian.

Pengumpulan Data

Penyajian Data

Penarikan

Simpulan/Verifikasi

Reduksi Data

Page 58: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 43

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi/Objek Penelitian

Penelitian tentang alih kode dan campur kode dalam pemakaian bahasa

Indonesia pada aktivitas diskusi siswa ini diakukan di SMP Negeri 2 Kepil,

Kaibupaten Wonosobo, tepatnya di Desa Randusari. Sekolah ini termasuk sekolah

yang berada di kawasan pedesaan karena jaraknya cukup jauh dengan kota

kaibupaten wonosobo yaitu 33 km. Sekolah ini hanya berjarak 1 km dari perbatasan

Wonosobo-Magelang. Walaupun sekolah ini termasuk sekolah yang berada di

kawasan pedesaan namun berada tepat di samping jalan alternatif Wonosobo-

Magelang. Dengan demikian siswa bisa menggunakan sarana angkutan umum

(angkudes) yang melewati sekolah terseibut saat berangkat dan pulang sekolah,

namun masuh banyak juga siswa yang harus berjaan kaki karena tempa tinggal

mereka yang berada di pelosok-pelosok desa dan jauh dari jalan umum, bahkan ada

yang harus berjalan sekitar 30 menit menuju sekolah. Sekolah ini memiliki 15 kelas

dari kelas VII-IX, setiap angkatan terdiri atas lima kelas yaitu A-E. kelas dalam

sekolah ini termasuk kelas kecil karena hanya terdiri atas 20-23 siswa per-kelas.

Siswa yang bersekolah di SMP Negeri 2 Kepil ini tidak hanya siswa yang

berasal dari daerah Kaibupaten Wonosobo namun juga dari daerah Magelang yang

wilayahnya berbatasan dengan Kaibupaten Wonosobo, seperti Desa Munggangsari,

Desa Tunggangan, Desa Bonjok, Desa Kaliaibu, Desa Manglong, Desa Margoyoso,

Desa Pandansari, dan beberapa daerah yang lain, sedangkan yang berasal dari daerah

Kaibupaten Wonosobo yaitu Desa Randusari, Desa Kagungan, Desa kapulogo, Desa

Tanjunganom, Desa Ropoh, Desa Tegalsari, Desa Ngaliyan, dan beberapa daerah lain

desekitar sekolah terseibut.

Dalam penelitian ini peneliti memilih sekolah terseibut karena dari hasil

observasi sebelum penelitian saat pelajaran bahasa Indonesia berlangsung siswa

masih kesulitan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, contohnya

Page 59: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

saat diskusi kelompok atau presentasi hasil kerja kelompok siswa masih sering

menggunakan bahasa daerah (bahasa Jawa) meskipun guru sudah member instruksi

agar menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini tentu bertolak belakang dengan siswa

yang bersekolah di kawasan perkotaan mereka sudah terbiasa menggunakan bahasa

Indonesia sebagai bahasa percakapan sehari-hari, jadi saat kegiatan belajar mengajar

berlangsung seperti berdiskusi mereka sudah tidak kesulitan menggunakan bahasa

Indonesia, berbeda dengan siswa dari kawasan pedesaan seperti SMP Negeri 2 Kepil,

mereka masih sangat kesulitan membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia saat

berdiskusi dengan teman mereka. Dari enam kelas yang di teliti yaitu VII-B, VII-C,

VII-E, VIII-B, VIII-C, VIII-D masih banyak siswa yang melakulan alih kode dan

campur kode saat proses diskusi kelompok berlangsung.

B. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Persepsi guru terhadap peristiwa alih kode pada peristiwa diskusi.

a. Guru berpendapat bahwa pengunaan alih kode dan campur kode bahasa

yang dilakukan oleh siswa adalah sikap yang salah.

Dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia,

berkaitan dengan hasil penelitian yang memibuktikan bahwa siswa-siswa

SMP Negeri 2 Kepil, Kaibupaten Wonosobo masih sering melakukan alih

kode saat proses diskusi berlangsung. Guru mengungkapkan sebenarnya

mereka tidak setuju dengan penggunaan alh kode dan campur kode yang

masih sering dilakukan siswa saat kegiatan belajar mengajar berlangsung,

ontohnya saat diskusi, beliau menganggal hal terseibut ada;lah sikap yang

salah dan harus segera dibenahi.

Guru sudah berusaha dengan keras untuk membiasakan siswa agar

memakai bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan teman atau guru

saat jam pelajaran berlangsung, beliau juga sudah sering menjelaskan

bahwa di saat kegiatan belajar mengajar berlangsung itu situasinya formal,

jadi siswa harus belajar berbicara menggunakan bahasa Indonesia, karena

Page 60: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

belajar bahasa Indonesia tidak hanya belajar menulis tetapi juga belajar

menyimak, membaca, dan juga berbicara.

b. Guru berpendapat bahwa siswa masih kesulitan menggunakan bahasa

Indonesia dengan baik dan benar, sehingga guru berusaha selalu

mengarahkan siswa agar terbiasa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia.

Peristiwa alih kode dan campur kode yang dilakukan siswa itu

sebenarnya ibukan arahan dari guru, salama guru mengajar guru selalu

mengarahkan siswa agar siswa belajar mencintai bahasa Indonesia dan

berusaha menguasainya agar dapan berkomunikasi dengan bahasa

Indonesia dengan baik dan benar.

Guru juga menyadari bahwa penguasaan bahasa Indonesia

sangat penting bagi siswa, termasuk untuk masa depan siswa, contohnya

setelah siswa lulus dari SMP siswa akan melanjutkan sekolah atau bekerja

di luar daerah, dan mereka harus menguasai bahasa nasional, karena bahasa

di daerah lain akan berbeda dengan bahasa daerah yang dipakai di

lingkungan tempat siswa tinggal sekarang, jadi bisa disimpulkan bahwa

penguasaan bahasa Indonesia sangat penting bagi siswa agar untuk masa

depan yang lebih maju dan lebih berkembang. Akan tetapi dengan kondisi

lingkungan yang kurang mendukung memibuat siswa masih merasa asing

dngan bahasa Indonesia, sebagian dari mereka juga jarang yang bisa belajar

bahasa Indonesia dari internet atau televisi karena sebagan siswa yang

bersekolah di SMP terseibut adalah dari kalangan keluarga menengah ke

bawah, masih jarang dari mereka yang dapat hidup berkecukupan dengan

fasilitas canggih yang dapat mendukung sarana belajar mereka,

c. Guru masih kesulitan dalam membiasakan siswa untuk berkomunikasi

dengan bahasa Indonesia.

Guru masih merasa kesulitan dalam mengarahkan siswa agar

berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonsia, walau pun

Page 61: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

berbagai cara dilakukan seperti, mewajibkan siswa menggunakan bahasa

Indonesia saat berkomunikasi dengan guru maupun siswa lain saat

pelajaran berlangsung. Namun siswa masih sering melakukan alih kode

dan campur kode bahasa, baik disengaja atau tidak. Contohnya terkadang

siswa masih melakukan campur kode bahasa Jawa ke dalam percakapan

yang mnggunakan kode dasar bahasa Indonesia tanpa disengaja, yaitu

dialek-dialek daerah mereka yang sulit untuk dihilangkan, seperti ealah,

walah, dan ungkapan lain saat siswa terkejut. Hal terseibut sulit

dihilangkan karena siswa sudah terbiasa menggunakannya saat

berkomunikasi dengan orang tua dan teman-temannya di rumah. Selain

itu, siswa juga masih kurang menguasai kosa kata bahasa Indonesia, jadi

masih banyak istilah-istilah yang belum mereka mengerti saat ingin

berbicara atau mengungkapkan ide mereka, dan mereka akan

menggunakan istilah-istilah bahasa jawa. Contohnya kunduran, nyaruk,

dan beberapa contoh lain yang mesih sering digunakan siswa.

Seperti yang disampaikan ibu Sayekti Laras Supayaningsih,

S.Pd selaku guru mata pelajaran bahasa Indonesia yang berpendapat

bahwa siswa SMP Negeri 2 Kepil belum bisa juka disuruh memakai

bahasa Indonesia dengan baik dan benar termasuk saat jam pelajaran

bahasa Indonesia berlangsung. Siswa masih kesulitan dalam memahami

istilah-istilah bahasa Indonesia yang jarang mereka dengar, jadi

kebanyakan dari mereka masih bertahan dengan istilah-istilah yang

mereka mengerti dalam bahasa Jawa. Ibukan hanya istilah asing, kata-

kata yang mudah pun banyak siswa yang tidak mengerti, jadi akhirnya

guru pun menjelaskan menggunakan bahasa Jawa.

Kendala yang dihadapi di sekolah yang termasuk daerah

pedesaan ini tentu lingkungan masyarakat siswa yang memakai bahasa

daerah (bahasa Jawa) sebagai bahasa ibu. Jadi siswa tidak terbiasa

memakai bahasa Indonesia dalam berkomunikasi termasuk saat

Page 62: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

berdiskusi di dalam kelas. Melihat kondisi terseibut menjadikan ibukti

bahwa guru yang mengajar di SMP kawasan pedesaan seperti SMP

Negeri 2 Kepil mempunyai tugas yang lebih berat daripada guru yang

mengajar di sekolaha perkotaan, dimana guru harus berusaha lebih keras

mengenalkan bahasa Indonesia kepada siswa karena siswa memeang

masih merasa canggung dalam memraktikkan berbicara memakai bahasa

Indonesia dengan bak dan benar, sedangkan siswa di sekolah perkotaan

sudah terbiasa berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia, bahasa

iibu yang mereka miliki juga bahasa Indonesia.

Dengan kondisi lingkungan yang kurang mendukung siswa

untuk lancar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia,

menyebabkan siswa masih sering melakukan alih kode dan campur kode

bahasa Jawa saat berbicara menggunakan kode dasar bhasa inonesia.

Akhinya guru juga harus memaklumi keterbatasan siswa-siswa mereka,

walau pun guru sebenarnya juga tidak setuju dengan alih kode dan

campur kode yang dilakukan siswa saat berkomunikasi dengan bahasa

Indonesia.

Jawaban senada juga diungkapkan oleh guru kelas VII SMP

Negeri 2 Kepil yaitu ibu Yusephine Sumarjilah, beliau juga sudah

berusaha membiasakan siswa memakai bahasa Indonesia saat berbicara di

dalam kelas atau saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Akan

tetapisiswa sendiri memang sudah lebih terbiasa memakai bahasa daerah

yaitu bahas Jawa sebagai bahasa komunikasi mereka sehari-hari, jadi

walau pun sudah diarahkan agar belajar membiasakan diri memakai

bahasa Indonesia namun realisasinya masih sulit. Walaupun sebenarnya

dengan hal terseibut tidak terlalu berpengaruh dengan penyampaian

materi kepada siswa, hanya saja mempraktikkan keterampilan berbicara

pada siswa yang masih sulit, selain itu siswa masih sering gaduh sendiri

di kelas.

Page 63: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Sedikit berbeda dengan jawaban Ibu Laras, saat ditanya

persepsinya tentang peristiwa alih kode dan campur kode yang masih

sering terjadi saat siswa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia,

menurut ibu yusephine kejadian terseibut tidak menjadi masalah karena

siswa-siswa yang bersekolah di SMP terseibut termasuk kawasan

pedesaan yang daeri kecil sudah terbiasa menggunakan bahasa daerah

(babasa Jawa). Karena itu siswa tidak dapat dipaksa untuk langsung

lancar dalam keterampilan berbahasa Indonesia, walau sebenarnya ibu

Yusephine juga sudah berusah mengarahkan siswa agar belajar berbahasa

Indonsia dengan baik dan benar. Menurut beliau sedikit demi sedikit

siswa akan terbiasa karena itu, siswa yang dipaksa melainkan diarahkan

sedikit demi sedikit nanti lama-lama siswa menjadi terbiasa.

2. Bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi dalam proses diskusi.

Dalam dialog diskusi kelompok siswa SMP Negeri 2 Kepil, Kaibupaten

Wonosobo masih banyak ditelukan peristiwa alih kode dan campur kode. Alih

kode dan campur kode terseibut muncul beberapa kali dalam beberapa macam,

mempunyai faktor penyebab kemunculan, serta fungsi dan tujuan tertentu.

d. Alih Kode

Bentuk atau Macam-macam Alih Kode

1) Alih Kode Intern

Alih kode intern adalah pergantian atau peralihan pemakaian

bahasa yang terjadi antardialek, antarragam, antargaya dalam lingkup

satu bahasa. Apabila alih kode itu menjadi antar bahasa-bahasa daerah

dalam satu bahasa nasional , atau dialek-dialek dalam satu daerah, atau

antar beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam satu dialek alih

kode seperti ini diseibut bersifat intern (Suwito, 1985: 68). Alih kode

intern yang terjadi dalam proses diskusi kelompok pelajaran bahasa

Page 64: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Indonesia siswa kelas VII-B, VII-C, VII-E, VIII-B, VIII-C, VIII-D

SMP Negeri 2 Kepil sebagai berikut.

b) Alih kode ragam resmi dan ragam santai

Alih kode dari ragam resmi ke ragam santai atau

sebaliknya yang muncul dalam proses diskusi kelompok

pelajaran bahasa Indonesia kelas dapat dilihat dalam kalimat

berikut.

Siswa 3: “Bagaimana cara-cara mengatasi menyontek

pada diri siswa, berikan saranmu supaya

menyontek tidak menjadikan kebiasaan? Njuk

di jawab!”

Siswa 2: “Karena siswa tidak bisa menjawab dan sudah

menyerah untuk menjawabnya.”

Siswa 1 : “Sebab-sebanya itu nganu? Sulit.”

Siswa 5: “Soalnya terlalu sulit, jadi siswa harus blajar

dengan tekun, dan siswa diberi sanksi.” (kel . 2,

VIII-B)

Dalam contoh di atas terjadi alih kode dari ragam resmi

ke ragam santai. Ragam resmi yang ada dalam contoh di atas

ditandai oleh pemakaian afiks me-kan secara eksplisit dan

konsisten yaitu pada kata menjadikan. Kalimat ragam resmi

terseibut memakai bentuk lengkap dan tidak disingkat. Kata-kata

yang digunakan adalah kata-kata baku. Ragam santai dalam

contoh di atas ditandai oleh penggunaan kata-kata yang tidak

baku seperti njuk dijawab. Selain itu juga ditandai oleh

kalimatnya yang tidak lengkap.

Contoh lain alih kode dari ragam resmi ke ragam santai

juga terlihat dalam dialog berikut.

Page 65: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Siswa 1 : ”Kita akan terus semangat walaupun

badai kemiskinan menerpa kita, tak kan

meratapi rumahku yang di kolong

jembatan, dan sampah lantai rumahku,

hidupku terlunta-lunta, matahari

menemaniku setiap hari. Wis to?” Siswa 2 : “Kan iki ngelak to?”

Siswa 3 : “Haus?”

Siswa 2 : “Iya, haus.”

Siswa 1 : “Berarti dahaga.” (kel. 1, VIII-D)

Dalam contoh di atas terjadi alih kode dari ragam resmi

ke ragam santai. Ragam resmi yang ada dalam contoh di atas

ditandai oleh pemakaian afiks ke-an secara eksplisit dan konsisten

yaitu pada kata kemiskinan. Kalimat ragam resmi terseibut

memakai bentuk lengkap dan tidak disingkat. Kata-kata yang

digunakan adalah kata-kata baku. Ragam santai dalam contoh di

atas ditandai oleh penggunaan kata-kata yang tidak baku dan

menggunakan bahasa daerah (Jawa) seperti Wis to?. Selain itu

juga ditandai oleh kalimatnya yang tidak lengkap.

c) Alih kode dari ragam santai ke ragam resmi

Contoh alih kode dari ragam santai ke ragam resmi terdapat

dalam kalimat di bawah ini.

Siswa 1 : “Nanti bilang lagi, oh iya, sebentar saya

tanyakan Dini”

Siswa 2 : “Iya ini ceritanya meh pagi-pagi po siang?”

Siswa 3 : “Selamat pagi aja?”

Siswa 1 : “Tanda petiknya lho! Saya Fatimah. Gitu!”

Siswa 4 : “Ga langsung ga papa, bertele-tele dulu gitu.

Halo selamat sore, saya Fatimah, bisa bicara

dengan wahyu? gitu.” (kel 1, VII-C)

Ragam resmi dalam contoh di atas ditandai oleh pemakaian

kataganti saya. Bentuk kalimatnya lengkap dan tidak disingkat. Kata

Page 66: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

tugas yang digunakan secara eksplisit. Selain itu kata-kata yang

digunakan adalah kata-kata baku. Ragam santai ditandai penggunaan

kata ga papa dan bertele-tele.

d) Alih kode ragam resmi dan ragam usaha

Contoh alih kode dari ragam resmi ke ragam usaha yang

muncul dalam proses proses diskusi kelompok pelajaran bahasa

Indonesia siswa kelas VII-B, VII-C, VII-E, VIII-B, VIII-C, VII-D

SMP Negeri 2 Kepil sebagai berikut.

Siswa 4 : “Ga langsung ga papa, bertele-tele dulu gitu.

Halo selamat sore, saya Fatimah, bisa bicara

dengan wahyu? gitu.”

Siswa 1 : “Selamat pagi terus koma gitu?”

Siswa 3 : “Halo, saya Fatimah, temannya Wahyu,

bisa bicara dengan Wahyu? Ojo teman

sekelase Wahyu.”

Siswa 2 : “Oh iya sebentar tak panggilkan Wahyu.

Gitu.”

Siswa 1 : “Oh iya kita pakeknya saya aj a ga usah

aku!”

(kel. 1, VII-C)

Ragam resmi dalam kalimat di atas ditandai oleh kalimat

yang lengkap dan bahasa baku. Ragam usaha dalam kalimat di atas

ditandai oleh kalimatnya yang pendek tetapi lawan bicara tetap

mengerti apa yang dibicarakan penutur. Kalimat ragam usaha

terseibut berorientasi pada hasil yaitu pemahaman lawan tutur.

e) Alih kode ragam beku dan ragam santai

Alih kode dari ragam beku ke ragam santai yang muncul

dalam proses diskusi kelompok pelajaran bahasa Indonesia siswa

kelas VII-B, VII-C, VII-E, VIII-B, VIII-C, VII-D SMP Negeri 2

Kepil sebagai berikut.

Page 67: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Siswa 1: “Keluarin ayo keluarin ibukunya!”

Siswa 2 : “Ayo di tulis ya!”

Siswa 3 : “Pakai pensil dulu saja biar neg salah bisa

dihapus!”

Siswa 4 : “Siap grak. Tak tulise.”

Siswa 1: “ Kita boleh menggunakan majas yang lain gak

to?”

Siswa 2 : “ Boleh kok.” (kel.1, VIII-C)

Ragam beku dalam dialog di atas ditandai oleh frasa siap

gerak. Frasa “siap grak” merupakan ragam beku karena struktur

gramatikalnya tidak dapat diubah. Ragam santai dalam dialog itu

ditandai oleh kalimat yang tidak lengkap, dan menggunakan kata

tidak baku „tulise‟ yang merupakan dialek bahasa Jawa.

f) Alih kode ragam santai dan ragam usaha

Alih kode dari ragam santai ke ragam usaha yang muncul

dalam proses diskusi kelompok pelajaran bahasa Indonesia siswa

kelas VII-B, VII-C, VII-E, VIII-B, VIII-C, VII-D SMP Negeri 2

Kepil sebagai berikut.

Siswa 3: “Ini tentang apa sih?”

Siswa 4: “Tentang gagasan kalimat. Mosok ga tahu sih?”

Siswa 1 : “Seibutkan gagasan utama paragraf dua sampai

delapan?”

Siswa 3: “Jawablah pertanyaan berikut, seibutkan gagasan

utama paragraf dua sampai delapan!”

(kel. 3, VII-B)

Ragam santai dalam kalimat yang diberi garis bawah (tentang

gagasan kalimat) di atas ditandai oleh kalimat yang tidak lengkap,

tidak mempunyai subjek dan predikat yang jelas. Ragam usaha

ditandai oleh kalimatnya yang pendek (mosok ga tau sih?),

berorientasi pada hasil yaitu pemahaman lawan tutur.

Page 68: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Contoh lain ragam santai ke ragam usaha adalah.

Siswa 3 : “Lha terus kiye keprige? Kan dewe kon nggawe

kritikane?” Siswa 1: “Kan rinciane to?”

Siswa 3 : “Prige?”

Siswa 2 : “Tanaman mete mempunyai manfaat yang banyak

sekali.”

(kel. 2, VII-E)

Ragam santai terlihat karena siswa satu menggunakan

bahasa daerah (Jawa) saat berbicara dengan lawan tutrnya, yaitu

„lha terus kiye keprige?‟ yang berarti „terus ini bagaimana?‟.

Kemudian dilanjutkan dengan ragam usaha dengan kalimat „kan

dewe kon gawe kritikane?‟, yang berarti „kita disuruh ibuat

kritikannya?‟. Kalimat kedua ini juga menggunkan bahasa Jawa,

kalimat terseibut berorientasi pada hasil yaitu pemahaman pada

lawan tutur.

Siswa 1 :”Cara mngatasi siswa yang menyontek saat

ujian?”

Siswa 2 : “Yang ini dulu saja, bentuk-bentuk contekan

siswa?”

Siswa 3 : “Biasanya ada di atas meja. Kertas-kertas

kecil itu to?” Siswa 2: “Iya.” (kel. 2, VIII-B)

Ragam santai dalam kalimat terseibut ditandai oleh kalimat

yang tidak lengkap yaitu tidak ada subjek kalimatnya . Sedangkan

ragam usaha ditandai dengan kalimat yang mengunakan kata bantu

„to‟ yang berasal bahasa daerah (Jawa) yang berfungsi untuk

menanyakan hasil pendapatnya dengan teman-temannya dan

Page 69: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

kalimat terseibut juga berorientasi pada pada hasil yaitu

pemahaman lawan tutur.

2) Alih Kode Ekstern

Alih kode ekstern yang muncul dalam proses diskusi

kelompok pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas VII-B, VII-C,

VII-E, VIII-B, VIII-C, VII-D SMP Negeri 2 Kepil adalah alih kode

dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa atau sebaliknya dari bahasa

Jawa ke bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada kalimat-

kalimat berikut.

Siswa 3 : “Ini pakai kata-kata nggak pakai lagu.”

Siswa 5 : “Oke.”

Siswa 3 : “Pokoknya pakai kata-kat mutiara.”

Siswa 5 : “Kehidupan itu…”

Siswa 2 : “Kita selalu terdepan.”

Siswa 3 : “Ojo terdepan, ngko dewe maju terus. Emmm,

kalah menang tidak masalah.”

Siswa 6 : “Iyo.”

Siswa 3 : “Tapi emang kita kompetisi?”

Siswa 4 : “ Eh iya.”

(kel.1, VII-E )

Pada kalimat pertama penutur menggunakan bahasa Jawa

dan untuk kalimat kedua penutur menggunakan bahasa Indonesia.

Contoh lain yaitu.

Siswa 3 : “bagaimana cara-cara mengatasi menyontek

pada diri siswa, berikan saranmu supaya

menyontek tidak menjadikan kebiasaan?

Njuk di jawab!”

Siswa 2 : “Karena siswa tidak bisa menjawab dan sudah

menyerah untuk menjawabnya.”

Siswa 1 : “Sebab-sebanya itu nganu? Sulit.”

Page 70: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

Siswa 5 : Soalnya terlalu sulit, jadi siswa harus blajar

dengan tekun, dan siswa diberi sanksi. (kel . 2,

VIII-B)

Siswa 3 : “Lha tadi siapa yang bilang harus pakai saya?”

Siswa 1 : “Udah pakai aku saja!

Siswa 2 ; “Itu terusane. O, iya maaf saya lupa. lalu

Fatimah tanya lagi, emang bagaimana caranya?”.

Siswa 1 : “Lalu jawabe, mudah kok itu caranya.”.

Siswa 3 : “Mudah, gitu aja lho! Terus, awalnya kamu

harus memilih benih yang bagus, membajak

sawah, jangan sampai tanahnya kering,

selanjutnya kamu harus membajak sawah dan

mengairi, jangan sampai tanahnya kering!”

Siswa 4 : “Kepriye neh?”

Siswa 1 : “Lalu Fatimah tanya lagi, bagaimana cara

memilih benih padi yang bagus? Terus jawabe

gimana yo?” Siswa 3 : “Nanti bilang aja disuruh lihat di ibungkusnya

gitu aja gimana yo?”

Siswa 1 : “Oh ho‟o aku mudeng, jadi acara memilihnya

itu aku kurang tahu, bagaimana kalau kamu

ngomong sama kakaku saja?”

Siswa 2 : “Itu ditambah benih lho yo! Disuruh tanya

sama kakak terus bilang , sebentar aku

panggilkan” (kel.1, VII-C)

Pada kalimat pertama penutur menggunakan bahasa

Indonesia dan untuk kalimat kedua penutur menggunakan bahasa

Jawa.

2) Campur Kode

Campur kode yang muncul berdasarkan macam-macam dan unsure-

unsur bahasa dalam proses diskusi kelompok di SMP Negeri 2 KEPIL,

Kaibupaten Wonosobo.

1) Campur Kode berdasarkan macam-macam Bahasa

Campur kode bahasa yang muncul dalam proses diskusi kelompok

di SMP Negeri 2 Kepil, Kaibupaten Wonosobo.

Page 71: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

1) Campur kode bahasa Indonesia dan bahasa Jawa

Campur kode jenis atau macam ini yang muncul dalam proses

diskusi kelompok di SMP Negeri 2 Kepil, Kaibupaten Wonosobo.

Siswa 1 : “Kamu sak kelompok sama aku to?”

Siswa 2 : “Iya. Ibuat apa to ini?”

Siswa 3 : “Bahas tentang telefon?”

Siswa 4 : “Nek banyak gini terus percakapane gimana?”

Siswa 2 : “Gimana ini?”

Siswa 1 :”Gini aja ceritanya, ibukumu tak bawa aku to, lha

kamu telefon aku terus suruh samibungin ke Arini.”

Siswa 2 :”Ibu, nanti dipraktekkan enggak? (siswa bertanya

kepada guru bahasa Indonesia)”

Guru : “Iya, nanti dipraktikan. (guru menjawab dengan suara

lantang agar semua siswa mendengar)”.

(kel 1, 7C)

Dalam dialog terseibut terdapat beberapa kata bantu yang

berasal dari bahasa Jawa yaitu „sak‟ yang berarti satu, „to‟ yang

berfungsi menegaskan kalimat yang sedang dibicarakan seperti „kan‟,

„nek‟ yang berarti kalau. Penutur menyisipkan kata dan kata bantu

yang berasal dari bahasa Jawa ke dalam kode dasar yang berbahasa

Indonesia sehingga terjadi campur kode bahasa Indonesia dan bahasa

Jawa.

Siswa 6 : “Sebentar, kan minimal lima bait?ini kita ibuat 6 baik

aja, ini kan kata ada enam orang.”

Siswa 1 : “Iya tar bacane satu-satu.”

Siswa 6 : “Disalin sekalian ya!”

Siswa 2 : “ Ini bagian yang nyalin, kita yang mikir bait

berikutnya.”

Siswa 6 : “Yel-yelnya gimana? Emm, metafora,,metafora.”

Siswa 3 : “Haha, iya.” (kel.1, VIII-D)

Dalam dialog terseibut terdapat dua kata yang berasal dari

bahasa Jawa yaitu bacane yang berasal dari kata baca mencapat

akhiran „e‟, akhiran e dalam bahasa jawa adalah imibuhan (lesan)

Page 72: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

kalau dalam bahasa indonesia berarti membacanya. Penutur

menyisipkan kata bacane ke dalam kode dasar yang berbahasa

Indonesia sehingga terjadi campur kode bahasa Indonesia dan bahasa

Jawa.

Siswa 2 : “Terus saskia bilang ,iya, ada apa zaeni? Terus

dijawabe , oh ya saskia kamu tau gak carane

meningkatkan hasil pertanian?”

Siswa 1 : “Terus ngko jawabe, maaf zaen, kalau masalah itu

aku nggak tahu, coba kamu tanya saja sama Candra!”.

Siswa 2 : “Iya, begitu saja. Ditambahi ,siapa tahu Candra bisa

menjelaskan tentang cara untuk meningkatkan mutu

pertanian, terus akhirnya mbak zaeni bilang, ya kalau

begitu makasih ya atas informasinya. Ngono wae.”

Siswa 3 : “Eh ho’o mbak, apa ini diganti adam aja, nanti mbak

zaeni ga bisa jawab terus di kasihke sama mbak fani,

gitu aja gimana? Biar lebih panjang to?”

Siswa 1: “Yo gak usah gitu, nanti aku sama mbak zaeni

jawabnya setengah-setengah. Gimana?” (kel.2 : 7C)

Dalam kalimat terseibut penutur menggunakan kata bantu eh

yang ternasuk dialek jawa yang biasanya dipakai pada saat

menemukan ide baru atau kaget, campur kode terseibut sulih

dihilangkan oleh siswa karena mereka terbiasa menggunakan kata

bantu terseibut dalam percakapan sehari-hari. Kemudian penutur juga

menggunakan kata ho‟o yang berasal dari bahasa Jawa berarti iya,

dan penggunaan kata bantu “to” . dari hasil wawancara dengan siswa

dapat dieroleh kesimpulan bahwa siswa masih sering menggunakan

campur kode bahasa Jawa karena mereka masih merasa

kesulitanuntuk menghilangkan kebiasaan mereka berbcara

menggunakan bahasa Jawa, kata bantu seperti eh, ealah, kok, lho, to,

dan lain sebagainya. Terkadang spontan mereka ucapkan saat

berbicara menggunakan bahasa Indonesia.

Page 73: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

2) Campur kode bahasa Indonesia dan bahasa Inggris

Campur kode jenis atau macam ini yang muncul dalam proses

diskusi kelompok di SMP Negeri 2 Kepil, Kaibupaten Wonosobo.

Siswa 3 : “Pegang pundakku jangan perbah lepaskan, bila ku

ingin terbang, terbang meninggalkan mu.”

Siswa 2 : “Yes, pinter you.”

Siswa 3 : “O. jelas.”

Siswa 2 : “Sahabat adalah harta yang berharga bagiku.”

(kel. 4, VIII-D)

Kata yes yang berarti iya pelajaran dan you yang berarti kamu

merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris. Penutur

menyisipkan kata-kata terseibut ke dalam kode dasar yang berbahasa

Indonesia sehingga terjadi campur kode bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris.

Contoh lain campur kode bahasa Indonesia dan baha ingris

adalah.

Siswa 3 : “Tapi emang kita kompetisi?”

Siswa 4 : “Eh iya.”

Siswa 2 : “Yang terpenting belajar menjadi lebih baik.”

Siswa 5 : “Oh no, kesuksesan berasal dari kemauan yang

kuat.”

Siswa 4 : “Kemiskinan dalam kolong jembatan.” (kel. 1,

VIII-D)

Siswa 1 : “Biasanya itu siswa menyontek karena takut remidi

dan mendapat image iburuk jka mendapat nila baik

dan hanya dia yang mendapatkan nilai iburuk. Njuk

opo maning yo?”

Siswa 2 : “Lha alesannya lagi apa?”

Siswa 1 : “Karena siswa tidak tidak belajar pada malam

harinya.”

Siswa 2 : “Uwis wae ya?”

Siswa 1 : “Iya.” (kel.1, VIII-B)

Page 74: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Pada dialog kelas VIII-D kelomopok 1 terdapat kata no

dalam kalimat “ oh no, kesuksesan berasal dari kemauan yang kuat.”

Berasal dari bahasa inggris yang berarti „tidak‟. Begitu pula pada

dialog kelas VIII-B, kelompok satu terdapat kata image yang dalam

konteks kalimat terseibut berarti gambaran atau potret diri sesorang.

Penutur menyisipkan kata-kata terseibut ke dalam kode dasar yang

berbahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode bahasa Indonesia

dan bahasa Inggris.

3) Campur kode bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan bahasa Indonesia

dialek Jakarta

Campur kode jenis atau macam ini yang muncul dalam proses

diskusi kelompok di SMP Negeri 2 Kepil, Kaibupaten Wonosobo.

Siswa 1 : “Ayo ditulis nama kelompoknya.”

Siswa 2 : “Iya sebentar.”

Siswa 3: “Ini tentang apa sih?”

Siswa 4: “Tentang gagasan kalimat, mosok ga tahu sih?”

Siswa 1 : “Seibutkan gagasan utama paragraf dua sampai

deapan?”

Siswa 3: “Jawablah pertanyaan berikut, seibutkan gagasan

utama paragraf dua sampai delapan!”

Dalam dialog terseibut siswa 4 mengatakan mosok merupakan

kata yang berasal dari bahasa Jawa yang berarti apakah dan sih

merupakan kata bantu yang berasal dari bahasa Indonesia dialek

Jakarta. Penutur menyisipkan kata-kata itu kedalam kode dasar yang

berbahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode bahasa Indonesia,

bahasa Jawa, dan bahasa Indone sia dialek Jakarta.

4) Campur kode bahasa Indonesia dan bahasa Indonesia dialek

Jakarta

Campur kode jenis atau macam ini yang muncul dalam proses

diskusi kelompok di SMP Negeri 2 KEPIL, Kaibupaten Wonosobo.

Page 75: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Siswa 2 : “Ditulis semua?”

Siswa 1: “Iya.”

Siswa 2 : “Lha yang nomor satu mana?”

Siswa 1 : “Ini.”

Siswa 2: “Sedikit ya?”

Siswa 3 : “Ini lha masa gak tahu sih ni?”

Siswa 1 : “ Iya, ini sebagai lalapan.” (kel.3, VII-B)

Dialog dalam diskusi kelompok 3, kelas VII-B terdapat

tuturan yang beribunyi “ini lha masa gak tahu sih ni?”, kalimat

terseibut menggunakan kata dan kata bantu yang berasal dari bahasa

Indonesia dialek Jakarta. Penutur menyisipkan kata-kata itu kedalam

kode dasar yang berbahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode

bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan bahasa Indonesia dialek Jakarta.

3) Campur kode berdasarkan unsur-unsur kebahasaan

Campur kode wujud unsur kebahasaan yang muncul dalam

proses diskusi kelompok di SMP Negeri 2 Kepil, Kaibupaten

Wonosobo.

a) Campur kode dengan unsur penyisip yang berwujud kata

Kata merupakan dua macam satuan, ialah satuan fonologik

dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik terdiri dari satu

atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa

fonem (Ramlan, 1987: 33). Campur kode dengan unsur penyisip

yang berwujud kata merupakan macam atau jenis campur kode

berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang paling sering muncul.

Campur kode jenis atau macam ini contohnya terdapat dalam data-

data berikut ini.

Siswa 1 : “Guru-guru harus lebih aktif dalam mengamati

para siswa-siswa di kelas pada setiap pelajaran dan

guru juga memberikan pemeriksaan pada siswa dari

laci, baju, sepatu dan lain-lain.”

Page 76: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Siswa 3 :”Ho’o para guru harus memeriksa setiap hari.”

Siswa 2 : “Ealah kok setiap hari.”

Siswa 3 : “Lha po sekolahnya hari senin?”

Siswa 1 : “Iya karena biasanya diletakkan di bawah pantat

dan di laci.”

(kel.2, VIII-B)

Siswa 3 : “Bagaimana ini?”

Siswa 2 : „Seperti terik matahari yang….”

Siswa 5 : “Nonono, ibukan ibukan ibukan.”

Siswa 1 : “Setiap hari tuibuhku…”

Siswa 2 : “Jane iki ojo k ya, gen ora angel.”

Siswa 3 : “ Njuk ki jane arak digawe opo to? Neg ga pakai

k yo ini apa jal?

Siswa 6 : “ Kan seharusnya air hijan mengguyur rumahku.”

(kel. 3, VIII-D)

Siswa 2 : “Ini seibutkan gagasan utama paragraf dua sampai

delapan.”

Siswa 1 : “Paragraf dua kuwi sek endi?”

Siswa 2 : “Sek iki.”

Siswa 3 : “Orang yang ini aja bersifat umum.”

Siswa 4 : “Paragraf kedua kan ini?”

Siswa 1 : “Tulis dulu, nomor 1.a.”

Siswa 2 : “1.a?”

Siswa 1 : “Iya.” (kel.3, VII-E)

Dialog-dialog di atas termasuk ke dalam dialog campur

kode wujud unsur kebahasaan kata. Hal ini disebabkan oleh unsur-

unsur yang menyisip ke dalam kode dasar berupa atau berwujud

kata, penutur meyisipkan kata-kata yang berasal dari bahasa lain.

Pada dialog siswa kelas VIII-B, kelompok 2 penutur 2

menggunakan kata ho‟o dalam tuturan “ho‟o para guru harus

memeriksa setiap hari” berarti „iya para guru harus memeriksa

setiap hari‟ yang berasal dari bahasa Jawa dan penutur (siswa 3)

menggunakan kata ealah dalam tuturan „ealah kok setiap hari‟

kata ealah dalam bahasa Jawa meempunyai arti yang bermacam-

macam tergantung konteks kalimatnya, dalam kalimat „ealah kok

Page 77: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

setiap hari‟ kata „ealah‟ berarti penyangkalan atas pendapat yang

dikemukakan oleh lawan tuturnya, dalam bahasa Indonesia berarti

„ibukan demikian‟. Pada dialog siswa kelas VIII-D, kelompok tiga

menggunakan kata „nonono‟ pada tuturan “nonono, ibukan ibukan

ibukan” yang berasal dari bahasa Inggris yang berarti „tidak‟. Pada

dialog siswa kelas VII-E kelompok tiga, seorang penutur (siswa 3)

penyisipkan kata “aja” pada tuturan “orang ini aja bersifat umum‟

yang berasal dari bahasa Indonesia dialek Jakarta ke dalam kode

dasar yang berbahasa Indonesia yang berarti „saja‟ sehingga

terjadi campur kode wujud unsur kebahasaan kata.

b) Campur kode dengan unsur penyisip yang berwujud frasa.

Frasa ialah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau

lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa (Ramlan, 1987:

151). Campur kode jenis atau macam ini dapat dilihat dalam data-

data berikut ini.

Siswa 1 : “Kita akan membahas tentang apa to?

Siswa 2 : ” Tentang percakapan telefon lah, ealah re kepriye?

Siswa 1 : “Lha iya, tanya apa?

Siswa 3 :”Nanti kita akan memibuat percakapan tentang

peningkatan hasil pertanian padi.(kel.2, VII-C)

Siswa 1 : “Ngene wae, getah tanaman mete diabaikan orang.”

Siswa 2 : “He?”

Siswa 1: “Getahnya sering diabaikan oleh orang. Ngono wae?”

Siswa 3: “Yo.”

Siswa 4 : “Getahnya sering diabaikan orang. Titik.”

Siswa 3 : “Getah tanaman mete mempunyai manfaat yang

cukup besar.”

Siswa 1 : “Opo mau?”

Siswa 3 : “Getah tanaman mete sering diabaikan.”

(Kel.2, VII-E)

Page 78: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Dialog-dialog di atas termasuk ke dalam dialog campur kode

wujud unsur kebahasaan frasa. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur

yang menyisip ke dalam kode dasar berwujud frasa. Dalam dialog di

atas penutur meyisipkan frasa yang berasal dari bahasa Jawa “ealah

re kepriye (kel.2, VII-C), ngene wae dan ngono wae (kel.2, VII-E)”

ke dalam kode dasar yang berbahasa Indonesia sehingga terjadi

campur kode wujud unsur kebahasaan frasa.

C. Campur kode ragam

Campur kode ragam yang muncul dalam proses diskusi kelompok

di SMP Negeri 2 KEPIL, Kaibupaten Wonosobo.

Campur Kode Ragam Resmi dan Ragam Santai

Campur kode ragam resmi dan ragam santai ini muncul beberapa

kali. Campur kode jenis ini dapat dilihat dalam dialog berikut

Guru : “Kalian mengerti ya? Jenis paragraf dibedakan

menjadi tiga, yaitu paragraf deduktif, induktif, dan

campuran. Yang membedakan itu adalah letak dari

gagasan utamanya.”

Siswa-siswa : “Nggih ibu.”

Guru : “ Ya (yo) kalian menganalisis paragraf dua sampai

delapan itu dulu yang kalian kerjakan.”

Siswa 1 : ”Ibu, induktif itu yang depan apa yang belakang ibu?”

Guru : “Induktif itu yang akhir, deduktif yang awal. Itu

gagasan utamanya lho.”

Siswa 1 ; “Iya, ibu.” (kel.3, VII-E)

Dalam dialog di atas penutur mencampur ragam resmi dan ragam

santai dalam satu kalimat. Ragam resmi dalam kalimat itu ditandai oleh

kata-kata dalam kalimat pertama menggunakan bahasa baku tidak

bercampur dengan dialek Jawa maupun Jakarta. Sedangkan ragam santai

dalam kalimat itu ditandai oleh penggunaan kata bantu penegas yang tidak

baku yaitu lho yang menyantaikan pembicaraan.

Page 79: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Dialog lain yang juga merupakan campur kode ragam resmi dan

ragam santai yaitu dialog berikut.

Siswa 2 : “Apa (opo) mau?”

Siswa 3 :“Bisa menjadi lalapan dan rasanya yang khas

memibuat selera makan menjadi bertambah, lhah

salah?”

Siswa 2: “Catet dimana?”

Siswa 4: “Ini lho.”

Siswa 2 : “Ditulis semua?”

Siswa 1: “Iya.” (kel.1, VII-E)

Dalam dialog itu penutur mencampur antara ragam resmi dan

ragam santai. Ragam resmi dalam dialog itu ditandai oleh bentuk kalimat

yang lengkap dan kosa kata baku. Sedangkan ragam resmi dalam dialog itu

ditandai oleh penggunaan kata tidak baku lhah yang merupakan bentuk

tidak baku dari tidak.

3. Faktor penyebab pemakaian alih kode dan campur kode dalam diskusi.

a. Faktor Penyebab Alih Kode

1) Penutur, alasan penutur yang melakukan alih kode dengan maksud

mengimbangi bahasa lawan tutur. Faktor penyebab alih kode ini dapat

dilihat dalam dialog berikut ini.

Siswa 3 : “Halo, saya Fatimah, temannya Wahyu, bisa

bicara dengan Wahyu? ojo teman sekelase

Wahyu.”

Siswa 2 : “Oh iya sebentar tak panggilkan Wahyu. Gitu.”

Siswa 1 : “Oh iya kita pakeknya saya aj a ga usah aku!”

Siswa 2 : “Iya, ini pakainya pagi gitu aja yo?”

Siswa 1 : “Ho’oh. Nanti alasannnya si wahyu sedang

bermain.”

Siswa 3 : “Ora usaah, sedang membaca ibuku aja, nggak

papa to?”

Siswa 1 : “Sedang membaca ibuku di halaman gitu aja gak

papa?”

Page 80: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Siswa 2 : “Iya gak papa, terus Fatimahnya jawab

sebelumnya minta maaf dululah.” (kel. 1, VII-C)

Dalam dialog di atas terjadi alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa

Indonesia yaitu saat penutur (siswa 1) menuturkan “ho’oh. Nanti

alasannnya si wahyu sedang bermain.”. Dalam alih kode terseibut

dapat dilihat bahwa penutur melakukan alih kode disebabkan oleh

adanya maksud mengimbangi lawan tutr. Pada saat penutur berbahasa

Jawa, penutur sedang mengomentari jawaban lawan tutur “iya, ini

pakainya pagi gitu aja yo?”. Kemudian penutur berlaih berbahasa

Indonesia dengan maksud untuk melanjutkan menjelaskan materi.

2) Lawan tutur, alasan lawan tutur seperti untuk mengimbangi bahasa yang

digunakan oleh lawan tuturnya.

Dalam dialog di bawah ini dapat dilihat adanya faktor penyebab

alih kode yang berupa lawan tutur.

Siswa 1 : “Paragraf ke lima.”

Siswa 3 : “Kacang ini memiliki nilai ekonomi tinggi.”

Siswa 4 : “Kan kudu ono rinciane to?”

Siswa 1 : “Iyo.”

Siswa 3 : “Kacang ini menghasilkan minyak CNSL”.

Siswa 1 : “Paragraf ke enam.”

Siswa 2 : “Sek endi? Aku tak moco.”

Siswa 1 : “Kulit batang dari kacang ini, dimanfaatkan untung

pengobatan sariawan dan penyakit gula-gula.”

(kel. 1, VII-B)

Dalam dialog di atas penutur (siswa 1) beralih kode dari bahasa

Indonesia ke bahasa Jawa disebabkan oleh lawan tutur (siswa 4) yang

sebaya dengan penutur dan berbahasa Jawa. Untuk mengimbangi lawan

tutur yang berbahasa Jawa maka penutur beralih kode dari bahasa

Indonesia ke bahasa Jawa.

3) Perubahan situasi hadirnya orang ketiga.

Dalam dialog di bawah ini dapat dilihat adanya faktor penyebab

alih kode yang berupa perubahan situasi hadirnya orang ketiga.

Page 81: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Siswa 2: “Saya Yeni, teman sekelas fani dan juga candra.”

Siswa 3 : “Kok sekelas? Sengoklah?”

Siswa 2 : “yo iyo lah, teman sekelas.” (kel.2, VII-C)

Dalam dialog di atas terlihat bahwa penutur pada awalnya

berbahasa Indonesia saat membahas materi diskusi dengan teman

sekelompoknya, kemudian beralih berbahasa Jawa karena ada orang

ketiga yang hadir. Setelah orang ketiga hadir, saat orang ketiga

mengatakan kok dan sengoklah (bodoh), maka lawan tutur akan

mengikuti berbicara dengan bahasa daerah (jawa) dialek yang mereka

mengerti.

4) Perubahan topik pembicaraan.

Dalam dialog di bawah ini dapat dilihat adanya faktor penyebab

alih kode yang berupa perubahan topik pembicaraan.

Siswa 2:”Seibutkan gagasan paragraf dua sampai delapan!”

Siswa 4 : “Soale ditulis! Ealah”

Siswa 1: „Ini yang pertama ini”

Siswa 2: “Tuliskan rincian dari setiap gagasan utama terseibut.

Jangan lupa pake tanda tanya lho! Siswa 1: “Iya.”

Siswa 5 : “Nomor selanjutnya, sampaikan kritikanmu terhadap

wacana terseibut.

Siswa 4 :“Neg ngomong seng seru to!.

Siswa 5: “Ya. (kel. 1, VII-B)

Dalam dialog terseibut penutur beralih kode dari ragam resmi ke

ragam santai karena terjadi pe rubahan topik pembicaraan. Pada saat

penutur (siswa 2) menggunakan ragam resmi penutur sedang

membicarakan tentang perintah dari soal yaitu menuliskan rincian dari

gagasan utama. Kemudian topik pembicaraan berubah menjadi tentang

kalimat penutur yang mengingatkan agar lawan tutur saat menulis

menggunakan tanda baca yaitu tanda tanya. Pada saat topik pembicaraan

berubah itulah penutur juga melakukan beralih kode ke ragam santai,

Page 82: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

ragam santai dapat dilihat juga dari kalimat yang kedua penutur

menggunakan bahasa yang tidak baku yaitu “pake”‟ dan “lho”.

5) Perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya.

Dalam dialog di bawah ini dapat dilihat adanya faktor penyebab

alih kode yang berupa perubahan formal ke informal.

Siswa 1 : ”Kita akan terus semangat walau pun badai

kemiskinan menerpa kita, tak kan meratapi

rumahku yang di kolong jembatan, dan sampah

lantai rumahku, hidupku terlunta-lunta, matahari

menemaniku setiap hari. Wis to?” Siswa 2 : “Kan iki ngelak to?”

Siswa 3 : “Haus?”

Siswa 2 : “Iya, haus.”

Siswa 1 : “Berarti dahaga.”(kel. 1, VIII-D)

Dalam dialog terseibut penutur melakukan alih kode dari ragam

santai ke ragam resmi karena adanya perubahan dari formal ke informal.

Dalam situsi formal yaitu pada saat penutur memberikan ide untuk syair

puisi kelompok mereka. Setelah itu situasi berubah menjadi informal,

ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa ”wis to?” yang berarti „sudah

kan?‟ oleh penutur (siswa 1).

6) Untuk membangkitkan rasa humor.

Dalam dialog di bawah ini dapat dilihat adanya faktor penyebab

alih kode yaitu untuk membangkitkan rasa humor.

Siswa 1: “Sungguh berat hidup ini seperti pohon yang

diterpa angin.”

Siswa 2: “Diterpa kan yo enteng to?”

Siswa 3: “Ealah yo diterpa angin puting beliung wae.”

(kel.2, VIII-C)

Dalam dialog terseibut penutur beralih kode dari bahasa Indonesia

ke bahasa Jawa karena penutur ingin membangkitkan rasa humor. penutur

bertanya “diterpa kan yo enteng to?” maksudnya menyanggah pendapat

lawan tuturnya yang memibuat kalimat “sungguh berat hidup ini seperti

Page 83: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

pohon yang diterpa angin”. Penutur kedua menyanggah bagaimana bisa

pohon bisa tumbang jka hanya diterpa angin, kemudian penutur pertama

menjawab “ealah , yo diterpa angin puting beliung wae.” Kalimat

terseibut berarti ya sudah kalau begitu diterpa angin puting beliung saja,

namun penutur menggunakan kata “ealah” dan “wae” agar

membangkitkan rasa dan suasana humor (mencairkan suasana).

Contoh lain alih kode yang membangkitkan rasa humor, adalah.

Siswa 4 : “Hidupku bagai ibunya yang tidak disiram.”

Siswa 1 : “Njuk prige re mbahasaake ki?”

Siswa 2 : “Layu.”

Siswa 4 : “Ho‟o, layu disetiap langkahku.”

Siswa 5 : “Emang kembang nggo langkah? Hahaha.”

Siswa 4 : “Layu terasa di dalam hati.”

Siswa 2 dan 5 : “Wedyan.” (kel.2, VIII-D)

Dalam dialog di atas siswa 2 memberikan ide kata “layu” untuk

memibuat puisi, kemudian siswa 4 melanjutkan kata “layu” (ibunga yang

layu) menjadi kalimat “layu disetiap langkahku”, namun kalimat

terseibut tidak sesuai dengan ketentuan, karena tidak kesesuaian itu maka

menimibulkan suasana humor, terlihat dari tanggapan siswa 5 yang

menertawakan, ide kalimat dari siswa 4 dengan kalimat “emang kembang

nggo langkah? Hahahaha”.

b. Faktor penyebab terjadinya campur kode

1. Identifikasi peranan sosial

Dialog campur kode yang disebabkan oleh faktor penyebab

identifikasi peranan sosial antara lain.

Siswa 1 : ”Ibu, induktif itu yang depan apa yang belakang ibu?”

Guru : “Induktif itu yang akhir, deduktif yang awal. Itu

gagasan utamanya lho.”

Siswa 1 ; “Iya, ibu.”

Page 84: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Guru : “Dijawab! Sapa (sopo) sing njawab?”

Siswa 2 : “kula sing nulis ibu.”

Siswa 4 : “Ibuah dari jamibu mete, eh beberapa dari ibuah jamibu

mete.”

Guru : “Ini yang dikerjakan yang dari paragraf dua sampai

delapan saja ya.” (kel.3, VII-E)

Dalam dialog di atas penutur (guru) mencampur bahasa

Indonesia dengan bahasa Jawa disebabkan oleh kedudukan penutur

yang lebih tinggi daripada lawan tutur. Karena kedudukannya dalam

sosial lebih tinggi daripada lawan tutur maka penutur menggunakan

kata sapa (sopo) yang berarti siapa dan merupakan kata ngoko yang

merupakan tataran terendah dalam bahasa Jawa kepada lawan tutur.

2. Keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan

Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan nampak karena

campur kode juga menandai sikap dan huibungannya terhadap orang

lain dan sikap dan huibungan orang lain terhadapnya (suwito, 1985:

77). Dialog campur kode yang disebabkan oleh faktor penyebab

keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan antara lain.

Siswa 4 : “Maaf ini siapa? Pake tanda tanya!”

Siswa 3 : “Ini Rita kakaknya Wahyu. Gitu aja!”

Siswa 4 : “Klo udah gitu, nanti Fatimah bilang, oh ya bisa

panggilkan wahyu sebentar kak? gitu weh yo?”

Siswa 3 : “Masak oh ya, yo lucu yo?”

Siswa 4 : “Gak papa lho.”

Siswa 2 :” Itu pakai tanda tanya kan?

Siswa 4 : “He‟em” (kel.1, VII-B)

Dalam dialog di atas, penutur (siswa 3) mencampur bahasa

Jawa dan bahasa Indonesia disebabkan oleh keinginan penutur untuk

menafsirkan ketidak setujuannya dengan pendapat temannya (siswa 4)

dan pendapat „oh ya‟ tidak sesuai karena terkesan lucu.

Page 85: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

3. Karena keterbiasaan penutur.

Dialog campur kode yang disebabkan oleh keterbiasaan

penutur menggunakan bahasa iibu, antara lain.

Siswa 1 : “Iki nomor satu, dua, dan tiga to yang dikerjakan?”

Siswa 2 : “Nomor satu apa?”

Siswa 1 : “Daun mete yang yang masih muda dapat dijadikan

lalapan?”

Siswa 2 : “Apa?”

Siswa 1 : “Daun mete yang masih muda bisa dijadikan lalapan.”

Siswa 2 : “Lalapan?”

Siswa 1 : “Iyo.” (kel. 1, VII-E)

Pada dialog di atas penutur (siswa 1) menggunakan kata bantu

„to‟ yang berasal dari bahasa Jawa pada kalimat “iki nomor satu, dua,

dan tiga to yang dikerjakan?”. Penggunaan kata bantu „to yang dalam

konteks kalimat terseibut mempunyai fungsi menegaskan kalimat yang

sedang penutur tanyakan kepada lawan tutur. Penutur menggunakan

campur kode terseibut karena terbiasa menggunakan bahasa iibu yaitu

bahasa Jawa, keterbiasaan terseibut mempengaruhi kode dasar saat

penutur berbahasa Indonesia.

Siswa 1: “Manfaat daun jamibu mete?”

Siswa 3: “Iya.”

Siswa 2 : “Manfaat daun jamibu mete yang masih muda.”

Siswa 1: “Terus?”

Siswa 3: “Kulit mete memiliki….”

Siswa 1: “Ora, nilai ekonomi yang sangat tinggi, ngono wae?”

Siswa 3: “Yo kui meniru, menambahi, kan iki kon

menyingkat?”

Siswa 1: “Berarti?”

Siswa 3: “Nilai ekonomi kulit mete.” (kel.2, VII-E)

Penutur (siswa 1) menggunakan campur kode bahasa

Indonesia dengan bahasa Jawa pada tuturan, “ora, nilai ekonomi yang

sangat tinggi, ngono wae?”, campur kode terjadi karena penutur

Page 86: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

menggunakan kata ora yang berasal dari bahasa Jawa yang berarti

„tidak‟ dan frasa „ngono wae‟ yang berarti „seperti ini saja‟. Penutur

(siswa 2) juga menggunakan campur kode bahasa Indonesia dengan

bahasa Jawa pada tuturan, “yo kui meniru, menambahi, kan iki kon

menyingkat?”, penggunaan kata „yo kui‟ yang berarti „iya, itu‟ dan „iki

kon‟ yang berarti „ini disuruh‟ memibuktikan bahwa penutur (siswa 3)

menggunakan campur kode. Penutur menggunakan campur kode

terseibut karena terbiasa menggunakan bahasa iibu yaitu bahasa Jawa,

keterbiasaan terseibut mempengaruhi kode dasar saat penutur

berbahasa Indonesia.

Siswa 6 : “ Bisingnya suara kendaraan, menemani

krasnya kehidupan.”

Siswa 2,3 : “Oh ho’o”

Siswa 4 : “Opo? Berisik apa bising?”

Siswa 6 : “Bising”

Siswa 5 : „Suara bising menemani kehidupan.”

Siswa 2 : “Kemiskinan wae.”(kel.1,VII-D)

Penutur (siswa 2 dan 3) menggukanan campur kode karena

bahasa indonesia dengan bahasa Jawa karena penutur menggunakan

kata ho‟o yang berasal dari bahasa Jawa pada konteks pembicaraan

yang menggunakan kode dasar bahasa bahasa Indonesia. Penutur

(siswa 2) juga menggunakan campur kode pada tuturan “kemiskinan

wae.”, penggunaan kata „wae‟ yang berasal dari bahasa Jawa

memibuktukan bahwa penutur (siswa 2) melakukan campur kode

bahasa Jawa dalam konteks pembicaraan yang menggunakan kode

dasar bahasa Indonesia. Siswa masih melakukan campur kode karena

siswa masih terbiasa menggunakan bahasa Jawa, yang dalam

kehidupan sehari-hari mereka gunakan.

Page 87: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Siswa 3 : “Eh aku punya ide. Tulis aja di ibuku coret-

coretan aja!”

Siswa 1 : “He’em, terus?”

Siswa 4 : “Gini, Fatimah telefon kamu, tapi yang jawab

dini lalu dikasihke Rina, lalu kamu tanya “halo

ada apa ya? Lalu saya bilang, itu si Fatimah

tanya bagaimana carapeningkatan pertanian?”

Siswa 3 : “Lalu?”

Siswa 1 : “Nanti bilang lagi, oh iya, sebentar saya

tanyakan Dini”

Siswa 2 : “Iya ini ceritanya meh pagi-pagi po siang?”

Siswa 3 : “Selamat pagi aja?”

Siswa 1 : “Tanda petiknya lho! Saya Fatimah. Gitu!”

(kel.1, VII-C)

Dalam dialog di atas penutur (siswa 1) menggunakan campur

kode bahsa Jawa dan bahasa Indonesia pada tuturan, “he‟em, terus?”

penggunaan kata „he‟em‟ yang berasal dari bahasa Jawa yang berarti

„iya‟, memibuktikan bahwa penutur menggukan campur kode bahasa

jawa ke dalam konterks percakapan yang menggunakan kode dasar

bahasa Indonesia.

Siswa 4 : “Hatiku terasa berteriak-teriak.”

Siswa 2 : “Ojo berteriak-teriak, koyo wong seneng.”

Siswa 3 : “Bagaimana ini?”

Siswa 2 : „Seperti terik matahari yang….”

Siswa 5 : “Nonono, ibukan ibukan ibukan.”

Siswa 1 : “Setiap hari tuibuhku…”

Siswa 2 : “Jane iki ojo k ya, gen ora angel.” (kel.3, VIII-D)

Dalam dialog di atas penutur (siswa 2) menggunakan campur

kode bahsa Jawa dan bahasa Indonesia pada tuturan, “ojo berteriak-

teriak, koyo wong seneng.”, kalimat terseibut dalam bahasa Indonesia

berarti “jangan berteriak-terak, seperti orang yang sedang

gembira/senang”. Penggunaan kata „ojo‟ yang berasal dari bahasa

Jawa yang berarti „jangan‟,dan frasa „koyo wong seneng‟ yang berarti

„seperti orang yang senang‟ memibuktikan bahwa penutur menggukan

Page 88: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

campur kode bahasa jawa ke dalam konterks percakapan yang

menggunakan kode dasar bahasa Indonesia.

Siswa 5 : “Gagasan utama paragraf ke empat.”

Siswa 2 : “Jamibu mete yang masih muda dapat

dimanfaatkan sebagai lalapan.”

Siswa 5 : “Gagasan utama paragraf lima.”

Siswa 3 : “Kulit mete memiliki nilai ekonomi tinggi.”

Siswa 4 : “Eh gentian mba, nanti pegel lho.”

Siswa 1 : “gak kok, gak papa, paragraf ke enam?”

Siswa 2 : “Kulit batang dari tanaman mete

dimanfaatkan untuk pengobatan.”(kel.2, VII-B)

Dalam dialog di atas penutur (siswa 4) menggunakan campur

kode bahsa Jawa dan bahasa Indonesia pada tuturan, “eh gentian mba,

nanti pegel lho.”. fungsi lho dalam kalimat terseibut untuk menegaskan

kalimat yang diungkapkan penutur kepada lawan tutur. Penggunaan

kata bantu ‟lho‟ memibuktikan bahwa penutur menggukan campur

kode bahasa jawa ke d alam konteks percakapan yang menggunakan

kode dasar bahasa Indonesia.

Siswa 4 : “Iki wae pertanyaan selanjutnya, begaimana

cara mengatasi menyontek pada diri sendiri,

berarti kan dari pribadi to?”

Siswa 2 : “Njuk apa bedanya sama yang di atas?”

Siswa 5 : “Ya yang di tulis itu yang ibuat diri sendiri

saja.”

Siswa 2 : “Yang harus lebih percaya sama kemampuan

diri, belajar lebih giat, menganggap kalau

menyontek itu dosa.” (kel.1, VIII-B)

Dalam dialog di atas, penutur (siswa 2) menggunakanan kata

“njuk” berarti „terus‟ (dialek daerah Wonosobo) dalam tuturan “njuk

apa bedanya sama yang di atas?”. Dari beberapa contoh dialog di atas

alasan penutur menggunakan campur kode terseibut karena terbiasa

Page 89: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

menggunakan bahasa iibu yaitu bahasa Jawa, keterbiasaan terseibui

mempengaruhi kode dasar saat penutur berbahasa Indonesia.

4. Karena faktor lingkungan.

Hal terseibut juga dipertegas dari hasil wawancara dengan

guru dan siswa yang mengungkapkan bahwa faktor utama terjadinya

alih kode dan campur kode adalah faktor lingkungan siswa yang

menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa iibu, jadi mereka masih

canggung dalam berbicara menggunakan bahasa Indonesia secara

baik dan benar, mereka masih sering melakukan campur kode bahasa

Indonesia dengan bahasa daerah mereka.

5. Karena latar belakang pendidikan.

Pengajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia saat

siswa duduk di bangku SD juga masih kurang, karena guru SD

kawasan pedesaan biasanya lebih sering menjelaskan pelajaran

denagn bahasa daerah (Jawa) dengan alasan agar siswa bisa lebih

mudah menangkap materi yang diajarkan, saat beromunikasi dengan

duru siswa juga lebih sering menggunakan bahasa Jawa, jadi siswa

tidak terbiasa jika harus berkomunikasi dengan teman atau guru

menggunakan bahasa indonesia.

6. Karena belum terbiasa.

Siswa juga mengungkapkan bahwa mereka masih merasa malu

jika harus berbicara dengan teman sebaya menggunakan bahasa

Indonesia, alasannya juga karena tidak terbiasa dan dianggap congkak

apabila menggunakan bahasa Indonesia.

7. Karena faktor ekonomi keluarga.

Faktor ekonomi keluarga dari siswa juga berpengaruh,

kebanyakan siswa yang bersekolah di SMP Negeri 2 Kepil berasal

Page 90: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

dari keluarga yang kelas ekonominya menengah ke bawah, yaitu dari

keluarga petani. Dengan kondisi yang demikian tentunya beda

dengan siswa yang bersekolah di perkotaan, mereka masih jarang

yang bisa menonton televise saat pulang sekolah, karena mereka

harus meembantu kedua orang tuanya di sawah, sebagian besar dari

mereka juga belum mengenal internet, jadi mereka hanya belajar

bahasa Indonesia saat jam pelajaran berlangsung saja.

b. Fungsi Alih Kode

1) Menyantaikan.

Alih kode yang mempunyai fungsi menyantaikan terdapat

dalam dialog berikut.

Siswa 3 : Terus nanti kakaknya bilang gini, “eh gimana dek?

Apa ada yang bisa kakak bantu?” gitu to?

Siswa 1 : He‟em, terus bilang “saya mau tanya bagaimana cara

memilih benih yang berkualitas?” gitu yo?

Siswa 4 : “Terus gimana lagi?”

Siswa 3 : “Bagaimana kalau yang beli sama kakak saja nanti

kakak pilihkan.” begitu ya? Trus jawabe “ apa gak

ngrepotin kakak?” gitu piye?

Siswa 1 : “Iya.” (kel. 1, VII-C)

Alih kode yang dilakukan oleh penutur dari ragam resmi ke

santai mempunyai fungsi untuk menciptakan suasana santai antara

penutur dan lawan tutur. Hal ini ditandai oleh oleh penggunaan

ragam santai yang menciptakan suasana santai pada saat peristiwa

interaksi dan huibungan antara penutur dan lawan tutur semakin

akrab.

2) Menegaskan.

Alih kode yang berfungsi untuk menegaskan terdapat dalam

dialog berikut.

Page 91: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Siswa 1 : “Iya karena biasanya diletakkan di bawah pantat

dan di laci.”

Siswa 4 : “Eh sek nggenahlah.”

Siswa 3 : “Bagaimana cara-cara mengatasi menyontek

pada diri siswa, berikan saranmu supaya

menyontek tidak menjadikan kebiasaan? Njuk

di jawab!”

Siswa 2 : “Karena siswa tidak bisa menjawab dan sudah

menyerah untuk menjawabnya.”

Siswa 1 : “Sebab-sebanya itu nganu? Sulit.”

Siswa 5 : “Soalnya terlalu sulit, jadi siswa harus blajar

dengan tekun, dan siswa diberi sanksi.”

(kel. 2, VIII-D)

Alih kode dari ragam resmi ke ragam santai yang dilakukan

penutur berfungsi untuk menegaskan hal yang telah diseibutkan oleh

penutur. Fungsi menegaskan ini ditandai oleh setelah penutur (siswa

3) membacakan soal yang harus dikerjakan, kemudian penutur

beralih dengan kalimat menggunakan kode dasar bahasa Jawa pada

tuturan “njuk dijawab!” mempunyai jujuan untuk menegaskan pada

teman-temnnya bahwa perjanaan terseibut harus dijawab.

3) Menyegarkan.

Alih kode yang berfungsi untuk menyegarkan terdapat dalam

dialog berikut.

Siswa 1: “Sahabat adalah harta yang berharga bagiku.”

Siswa 2: “Koyo duit wae berharga.”

Siswa 1: “Lebih dari uang,”

Siswa 3: “Wedyan.” (kel.4, VIII-D)

Alih kode yang dilakukan oleh penutur satu dan dua dari

bahasa Indonesia ke bahasa Jawa ini berfungsi untuk menyegarkan

suasana. Pada saat penutur (siswa 1) mengunakan bahasa Indonesia,

penutur sedang memberikan ide tentang puisi yang sedang diibuat oleh

kelompok mereka, kata-kata yang diibuat oleh penutur mempunyai arti

Page 92: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

yang dalam. Hal ini meemibuat suasana di kelompok mereka menjadi

hening, kemudian lawan tutur mulai merespon dengan menjawab

menggunakan bahasa Jawa dengan nada bercanda “koyo duit wae

berharga” yang berarti seperti uang saja berharga, dengan kata-kata

dalam bahasa Jawa, sehingga suasana menjadi lebih segar.

4) Menghormati.

Alih kode yang berfungsi untuk menghormati terdapat dalam

dialog berikut.

Guru : “Kalian mengerti ya? Jenis paragraf dibedakan menjadi

tiga, yaitu paragraf deduktif, induktif, dan campuran.

Yang membedakan itu adalah letak dari gagasan

utamanya.”

Siswa : “Nggih ibu.”

Guru : “ Ya (yo) kalian menganalisis paragraf dua sampai

delapan itu dulu yang kalian kerjakan.” (kel. 3, 7E)

Alih kode yang dilakukan oleh penutur (G) dari bahasa

Indonesia ke bahasa Jawa berfungsi untuk menghormati orang ketiga

(O1) yang masuk ke dalam lingkungan penutur yang pada saat itu

sedan berkomunikasi dengan lawan tutur. Sebelum orang ketiga (O1)

masuk, penutur (G) menggunakan bahasa Indonesia, kemudian ada

orang ketiga (O1) masuk dan berbahasa Jawa. Dengan demikian

penutur (G) menggunakan bahasa Jawa halus untuk menghormati

orang ketiga (O1) terseibut.

5) Menerangkan.

Alih kode yang berfungsi untuk menerangkan terdapat dalam

dialog berikut.

Guru : “Kalian mengerti ya? Jenis paragraf dibedakan

menjadi tiga, yaitu paragraf deduktif, induktif, dan

Page 93: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

campuran. Yang membedakan itu adalah letak

dari gagasan utamanya.” Siswa-siswa : “Nggih ibu.”

Guru : “ Ya (yo) kalian menganalisis paragraf dua sampai

delapan itu dulu yang kalian kerjakan.”

Siswa 1 : ”Ibu, induktif itu yang depan apa yang belakang

ibu?”

Guru : “Induktif itu yang akhir, deduktif yang awal. Itu

gagasan utamanya lho.”

Siswa 1 ; “Iya, ibu.”

Guru : “Dijawab! Sapa (sopo) sing njawab?”

Siswa 2 : “Kula sing nulis ibu.”

Siswa 4 : “Ibuah dari jamibu mete, eh beberapa dari ibuah

jamibu mete.”

Guru : “Ini yang dikerjakan yang dari paragraf dua sampai

delapan saja ya.”

Siswa 3 : “Niki ditulisi paragraf induktif atau deduktif ngeten

ibu?”

Guru : “O, tidak usah. Tidak usah menjelaskan paragraf

deduktif atau indukif, cukup ditulis gagasan

utamanya saja.” (kel.4, VII-E)

Dalam dialog di atas (bercetak tebal) penutur (guru) menggunakan

alih kode, pada tuturan “kalian mengerti ya? Jenis paragraf dibedakan

menjadi tiga, yaitu paragraf deduktif, induktif, dan campuran. Yang

membedakan itu adalah letak dari gagasan utamanya.” dan “o, tidak

usah. Tidak usah menjelaskan paragraf deduktif atau indukif, cukup

ditulis gagasan utamanya saja.” yang dilakukan oleh penutur dari ragam

santai ke ragam resmi berfungsi untuk menerangkan hal yang telah

diseibutkan. Dalam hal ini penutur sedang membahas apa yang dimaksud

dengan jenis paragraf. Fungsi alih kode untuk menegaskan dalam dialog

terseibut ditandai oleh munculnya ragam resmi yang yang bentuknya

panjang dan lengkap, sehingga hal yang dimaksudkan menjadi lebih jelas.

Page 94: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

c. Fungsi Campur Kode

a. Menyantaikan

Fungsi campur kode menyantaikan dapat dilihat dalam dialog

berikut ini.

Siswa 5 : “Gagasan paragraf ke tujuh?”

Siswa 2: “Akar dari tanaman mete juga bermanfaat bagi

pengobatan.”

Siswa 3: “Gagasan utama paragraf delapan, itu getah tanaman

mete sering diabaikan oleh orang.”

Siswa 4 : “Bentar lho mbak jangan cepat-cepat!”

Siswa 2 : “Gagasan utama paragraf sembilan itu yang ini, batang

tanaman mete memiliki manfaat yang cukup besar.”

Siswa 3: “Ini yang nomor dua, jelaskan rincian dari gagasan

utama terseibut!”

Siswa 1 : “Intine apa iki?”

Siswa 3: “Nomor tiga itu, sampaikan kritikanmu terhadap

gagasan utama terseibut!” (kel.2, VII-B)

Penyisipan kata bantu (menegaskan) dari bahasa Indonesia dialek

Jawa “lho” ke dalam kode dasar yang berbahasa Indonesia oleh penutur

(siswa 4) berfungsi untuk menyantaikan. Dengan adanya kata bantu “lho”

terseibut maka suasana yang terjadi pada saat penutur berbicara dengan

lawan tutur adalah suasana santai.

Contoh lain tuturan yang menggunakan campur kode dan

memiliki fungsi menyantaikan adalah.

Siswa 3 : “Eh aku punya ide. Tulis aja di ibuku coret-coretan

aja!”

Siswa 1 : “He‟em, terus?”

Siswa 4 : “Gini, Fatimah telefon kamu, tapi yang jawab dini

lalu dikasihke Rina, lalu kamu tanya “halo ada apa

ya? Lalu saya bilang, itu si Fatimah tanya bagaimana

carapeningkatan pertanian?”

Siswa 3 : “Lalu?”

Page 95: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Siswa 1 : “Nanti bilang lagi, oh iya, sebentar saya tanyakan

Dini” (kel. 1, VII-C)

Penyisipan kata dari bahasa Indonesia dialek Jakarta “gini” yang

merupakan bentuk singkat dari kata begini ke dalam kode dasar yang

berbahasa Indonesia oleh penutur berfungsi untuk menyantaikan. Dengan

adanya kata gini yang merupakan kata tidak baku terseibut maka suasana

yang terjadi pada saat penutur berbicara dengan lawan tutur adalah

suasana santai.

b. Menegaskan

Fungsi campur kode menegaskan dapat dilihat dalam dialog

berikut ini.

Siswa 4 : “ada yang di slorok juga.”

Siswa 5 : “Bahasa indonesianya slorok itu kan meja to?”

Siswa 4 : “Iya, di temukan kertas-kertas kecil di meja dan di

laci siswa, kalau di meja biasanya ditutupin sama

kertas atau ibuku.”

Siswa 5 : “Ho‟o.”

Siswa 1 : “Karo ditulis lho!”

Siswa 2 : “He‟em”.

Siswa 5 : “Terus itu biasanya siswa menyemibunyikan

contekan mereka di kursi terus di jagoki.”

Siswa 2 : “Diduduki kali?”

Siswa 5 : “eh iya.” (kel.3, VIII-B)

Penyisipan kata dijagoki yang berasal dari bahasa Jawa yang

berrati diduduki ke dalam kode dasar yang berbahasa Indonesia yang

dilakukan oleh penutur berfungsi untuk menegaskan hal yang

diseibutkan. Penggunaan campur kode Jawa terseibut digunakan siswa

saat menegaskan kalimatnya bahwa dalam menyontek siswa

menyemibunyikan contekan mereka dengan cara diduduki (dijagoki) .

Page 96: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

c. Menyegarkan

Fungsi campur kode menyegarkan dapat dilihat dalam dialog

berikut ini.

Siswa 2 : “Langkahku selalu menemaniku sepanjang jalan, iya

gitu aja lho.”

Siswa 3 : “Nasibku seorang gelandangan yang tak dipedulikan.”

Siswa 1: “Sambil situlis ya.”

Siswa 4 : “He‟e.”

Siswa 2 : “Kini diriku bagaikan daun kering diterpa angin, tapi

dalam galau.”

Siswa 4: “Kok galau?”

Siswa 2: “Iya dalam galau kau tinggalkan aku sendiri.”

Siswa 4: “Ini diganti panas menyengat kulitku.”

Siswa 2: “Dipanas terik matahari.” (kel.3, VIII-C)

Campur kode yang dilakukan oleh penutur dalam dialog di atas

berfungsi untuk menyegarkan suasana pembicaraan antara penutur dan

lawan tutur. Hal ini bisa dilihat dari kata galau yang ducapkan penutur

(siswa 2) di akhir kalimat yang berfungsi membangkitkan suasana humor

ke dalam diskusi kelompoknya, karena kata galau adalah kata yang

sedang populer di kalangan remaja.

d. Menghormati

Fungsi campur kode menghormati dapat dilihat dalam dialog

berikut ini.

Siswa 1 : “Membiasakan belajar di malam hari.”

Siswa 4 : “njuk berusaha percaya diri dengan jawaban diri sendiri.”

Siswa 3 : “mengindari teman yang sedang yang menyontek.”

Siswa 5: “njuk niko mencoba menanyakan materi yang belum

dimengerti kepada guru atau teman yang sudah belajar.”

Siswa 1 : “oh, iyo”. (kel. 4, 8B)

Campur kode terjadi dengan adanya kata niko yang disisipkan

penutur ke dalam kode dasar yang berbahasa Indonesia berfungsi untuk

Page 97: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

menghormati lawan tutur yang disapa. Karena niko merupakan bentuk

singkat dati kata meniko dalam bahasa Jawa krama yang berarti ini, orang

Jawa menggunakan bahasa „karma inggil‟ hanya dengan orang yang

mereka hormati.

C. Pembahasan

1. Persepsi guru terhadap peristiwa alih kode dan campur kode dalam

aktivitas diskusi kelompok.

Berdasarkan analisis data yang telah peneliti lakukan dalam aktivitas

diskusi kelompok, mata pelajaran bahasa Indonesia teribukti bahwa siswa SMP

Negeri 2 Kepil kelas VII B, VII C, VII E, VIII B, VIII C, VIII E masih

menggunakan alih kode dan campur kode bahasa Indonesia dengan bahasa

daerah (Jawa) dan beberapa menggunakan campur kode dengan bahasa Inggris

dan bahasa Indonesia walau hanya beberapa kata. Teknik pengumpulan data

penelitian ini juga menggunakan teknik wawancara dengan guru mata pelajaran

bahasa Indonesia kelas VII dan VIII, dari hasil wawancara memibuktikan bahwa

ssiwa SMP Negeri 2 Kepil memang masih sering menggunakan alih kode dan

campur kode bahasa Indonesia denga bahasa Jawa. Guru juga menjelaskan

bahwa mereka mereka tidak setuju dengan keadaan terseibut. Guru sudah

berusaha semaksimal mungkin mengarahkan ssiwa agar menggunakan bahasa

Indonesia dengan baik dan benar dan menanamkan sikap cinta dan bangga

menggunakan bahasa Indonesia, namun karena latar belakang lingkungan siswa

dari keluarga dan masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa

komunikasi sehari-hari maka siswa tetap kesulitan berkomunikasi dengan bahasa

Indonesia dalam situasi formal seperti kegiatan diskusi kelompok. Temuat

tersebut diperkuat oleh penelitian yang sudah dilaksanakan oleh Sari (2009: 80)

yang menjelaskan bahwa guru berpendapat bahwa siswa masih terbiasa memakai

bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari, jadi kalau guru harus menyapaikan

Page 98: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

materi menggunakan bahasa indonsia secara keseluruhan akan membuat siswa

kesulitan memahami materi.

2. Bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi dalam proses diskusi

kelompok.

Bentuk alih kode yang ditemukan dalam aktivitas diskusi siswa adalah

alih kode intern: (1) alih kode ragam resmi ke ragam santai, (2) alih kode ragam

santai ke ragam resmi, (3) alih kode ragam resmi ke ragam usaha, (4) alih kode

ragam beku ke ragam santai, dan (5) alih kode ragam santai ke ragam usaha dan

alih kode ekstern yaitu alih kode bahasa Indonesia ke bahasa jawa dan alih kode

bahasa jawa ke bahasa Indonesia. Temuan ini didukung oleh penelitian relevan

Sari (2009: 71) hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk alih kode yang

terjadi dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas II SD Negeri Selokupang

berupa alih kode intern, yaitu peralihan dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa.

Diperkuat dengan tepri dari Suwito (1985: 69) membedakan adanya dua macam

alih kode, yaitu sebagai berikut.

a. Alih kode intern adalah pergantian atau peralihan pemakaian bahasa yang

terjadi antardialek, antarragam, atau antargaya dalam lingkup satu bahasa.

b. Alih kode ekstern adalah perpindahan pemakaian bahasa dari satu bahasa

ke bahasa lain yang berbeda.

Campur kode yang ditemukan dalam penelitan ini adalah: (1) alih

kode berdasarkan macam-macam bahasa seperti cempur kode bahasa

Indonesia dan bahasa Jawa, campur kode bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris, campur kode bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan bahasa Indonesia

diaek Jakarta, dan campur kode bahasa indonesia dan bahasa Indonesia dialek

Jakarta, (2) campur kode wujud unsur kebahasaan yang terjadi yaitu campur

kode wujud unsur kebahasaan kata dan campur kode wujud unsur kebahasaan

frasa, dan (3) campur kode ragam yang terjadi yaitu campur kode ragam beku

dan ragam santai, serta campur kode ragam resmi dan ragam santai. Temuan

Page 99: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

tersebut diperkuat dari hasil penelitian oleh Wulandari (2002: 79) hasil

penelitian “Campur Kode dalam Tuturan Latihan Kepramukaan di SMU

Negeri 1 Sentolo memibuktikan bahwa (1) adanya variasi campur kode bahasa

Indonesia dengan bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris,

(2) campur kode ragam beku dan ragam resmi, ragam beku dan ragam santai,

serta ragam resmi dan ragam santai, dan (3) campur kode wujud unsur

kebahasaan, yaitu campur kode wujud kata dan campur kode wujud frasa.

3. Faktor penyebab pemakaian alih kode dan campur kode dalam diskusi.

Dari hasil observasi dan wawancara dengan siswa memibuktikan

bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode adalah: (1) penutur, alasan

penutur yang meakukan alih kode dengan alasan mengimbangi lawan tutur,

(2) perubahan situasi orang ketiga, (3) perubahan topik pembicaraan, (4)

perubahan topic pembicaraan, (4) perubahan dari formal ke informal atau

sebaliknya, dan (6) untuk membangkitkan rasa humor. Hal ini diperkuat

dengan teori dari Chaer (1995: 143) menyeibutkan yang menjadi penyebab

alih kode yaitu: (1) pembicara atau penutur, (2) pendengar atau lawan tutur,

(3) perubahan situasi hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke

informal atau sebaliknya, dan (5) perubahan topik pembicaraan.

Faktor penyebab terjadinya campur kode dalam bahasa aktivitas

diskusi siswa adalah: (1) identitas peranan sosial, (2) identifikasi ragam, (3)

keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan, (4) karena faktor lingkungan,

(5) karena latar belakang pendidikan , (6) karena belum terbiasa, dan (7)

karena faktor ekonomi keluarga. Faktor-faktor yang ditemukan dalam

penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Rima

Fatimah dengan judul “ Kajian Penggunaan Bahasa dalam Proses Belajar

Mengajar Bahasa Indonesia di Sma Negeri 1 Magelang”, yang menyatakan

bahwa faktor penyebab terjadinya alih kode adalah sebagai berikut: (1)

penutur dan lawan tutur; (2) perubahan situasi hadirnya orang ketiga; (3)

Page 100: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

perubahan topik pembicaraan; (4) perubahan dari formal ke informal atau

sebaliknya; dan (5) untuk membangkitkan rasa humor.

Fungsi penggunaan alih kode dan campur kode yang digunakan siswa

dalam kegiatan diskusi kelompok mata pelajaran bahasa Indonesia ini adalah

untuk: (1) menyantaikan, (2) managaskan, (3) menyegarkan, (4) menghormati,

dan (5) menerangkan. Temuan ini diperkuat oleh teori dari Suwito (1985: 79)

Yang menyatakan bahwa fungsi campur kode hampir sama dengan

fungsi alih kode sebagai berikut ini: (1) untuk menegaskan suatu hal atau

untuk mengakhiri pertentangan yang sedang terjadi antara penuturnya, (2)

untuk mengakrabkan atau menekankan solidaritas kelompok, (3) untuk

mengutamakan yang disapa atau untuk menghormati, (4) untuk meningkatkan

status, gengsi, kekuasaan, atau keahlian berbahasa, (5) untuk mengutip ucapan

orang lain, misalnya ingin mengutip ucapan orang lain dengan bahasa lain.

Page 101: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai berikut.

1. Persepsi guru terhadap peristiwa alih kode pada aktivitas diskusi pelajaran

Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo.

a. Guru berpendapat bahwa pengunaan alih kode dan campur kode bahasa yang

dilakukan oleh siswa adalah sikap yang salah.

b. Guru berpendapat bahwa siswa masih kesulitan menggunakan bahasa

Indonesia dengan baik dan benar, sehingga guru berusaha selalu

mengarahkan siswa agar terbiasa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia.

c. Guru berpendapat bahwa untuk meningkatkan penguasaan bahasa Indonesia

siswa dilakukan dengan pemberian contoh pemakaian bahasa yang benar.

2. Bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi dalam proses diskusi pelajaran

Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Kepil, Kaibupaten Wonosobo sebagai

berikut.

a. Alih Kode

1) Alih kode intern yang terjadi yaitu alih kode ragam resmi ke ragam

santai, alih kode ragam resmi dan ragam usaha, alih kode ragam resmi

dan ragam beku, serta alih kode ragam santai dan ragam usaha.

2) Alih kode ekstern yang terjadi yaitu laih kode bahasa Indonesia ke

bahasa Jawa.

b. Campur Kode

1) Campur kode bahasa yang terjadi yaitu campur kode bahasa

Indonesia dan bahasa Jawa, campur kode bahasa Indonesia dan

Page 102: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

bahasa Indonesia dialek Jakarta, campur kode bahsa Indonesia,

bahasa Jawa, dan dialek Jakarta.

2) Campur kode wujud unsur kebahasaan yang terjadi yaitu campur kode

wujud unsur kebahasaan kata dan campur kode wujud unsur

kebahasaan frasa.

3) Campur kode ragam yang terjadi yaitu campur kode ragam beku dan

ragam santai, serta campur kode ragam resmi dan ragam santai.

3. Faktor penyebab pemakaian alih kode dan campur kode dalam proses diskusi

kelompok Bahasa Indonesia di kelas SMP Negeri 2 Kepil, Kaibupaten

Wonosobo.

a. Faktor penyebab terjadinya alih kode, adalah sebagai berikut.

1) Penutur, alasan penutur yang melakukan alih kode dengan maksud

mengimbangi lawan tutur.

2) Lawan tutur, alasan lawan tutur seperti untuk mengimbangi bahasa yang

digunakan oleh lawan tuturnya.

3) Perubahan situasi hadirnya orang ketiga.

4) Perubahan topik pembicaraan.

5) Perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya.

6) Untuk membangkitkan rasa humor.

b. Fungsi alih kode, sebagai berikut.

1) Menyantaikan.

2) Menegaskan.

3) Menyegarkan.

4) Menghormati.

5) Menerangkan.

c. Faktor penyebab terjadinya campur kode,sebagai berikut.

1) Identifikasi peranan sosial

2) Identifikasi ragam

3) Keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan

Page 103: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

4) Karena faktor lingkungan.

5) Karena latar belakang pendidikan.

6) Karena belum terbiasa.

7) Karena faktor ekonomi keluarga.

d. Fungsi campur kode, sebagai berikut.

1) Menyantaikan.

2) Menegaskan.

3) Menyegarkan.

4) Menghormati.

B. Implikasi

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui persepsi guru tentang

peristiwa lih kode dan campur kode yang masih sering terjadi pada kegiatan balajar

mengajar khususnya pada saat diskusi kelompok mata pelajaran bahasa Indonesia di

SMP Negeri 2 Kepil, kaibupaten Wonosobo. Tujuan berikutnya untuk mengetahui

bentuk-bentuk alih kode dan campur kode yang masih sering muncul dalam kegiatan

diskusi terseibut, selain hal terseibut penelitian ini juga meneliti faktor-faktor

penyebab terjadinya alih kode dan campur kode. untuk mendapatkan hasil terseibut

peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif (studi kasus terpancang).

Diseibut terpancang karena permasalahan yang dibahas hanya mengangkat

permasalahan yang terjadi di SMP kawasan pedesaan dalam masalah pemakaian

bahasa Indonesia pada kegiatan belajar siswa khususnya kagiatan diskusi.

Dari hasil penelitian diperoleh data yang menunjukkan bahwa siswa masih

sering menggunakan alih kode dan campur kode bahasa dalam diskusi kelompok,

meski guru sudah mengatakan bahwa mereka menganggap kegiatan alih kode dan

campur kode adalah sikap yang salah dan guru secara perlahan sudah membiasakan

siswa agar bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar namun karena

faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode seperti penggunaan

bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari siswa memibuat siswa kesulitan untuk

Page 104: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

berkomunikasi dengan bahasa Indonesia denagn baik dan benar. Dari hasil penelitian

terseibut dapat dikemukakan hasil implikasi sebagai berikut.

1. Implikasi Teoritis

Dari hasil penelitian terbukti bahwa siswa masih kesulitan

berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dan

masih sering melakukan alih kode dan campur kode bahasa, kebanyakan alih

kode dan campur kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa yang. Hal

terseibut harus diubah karena saat kegatan belajar mengajar berlangsung

seharusnya siswa menggunakan bahasa Indonesia. Penggunaan alih kode dan

campur kode bahasa yag digunakan siswa memibuat kerancuan interferensi

bahasa jadi siswa harus lebih rajin belajar berbicara menggunakan bahasa

indoneseia dengan baik dan benar, juga harus memperkaya diri dengan

kosakata bahasa indonesia.

2. Implikasi Praktis

Penelitian ini menunjukkan bahwa siswa di sekolah kawasan pedesaan masih

kesulitan dalam mempraktikan keterampilan berbicara menggunkan bahasa

Indonesia karena faktor lingkungan yang menggunakan bahasa daerah

(Jawa) sebagai bahasa iibu. Dengan demikian ssiwa-ssiwa terseibut harus

lebih diperhatikan agar keterampilan berbicaraya tidak kalah jauh dari siswa

di perkotaan. Guru yang mendapat tugas mengajar di sekolah kawasan

pedesaan juga harus lebih serius mengajarkan bahasa Indonesia kepada

siswa-siswanya.

C. Saran

1. Bagi siswa

Siswa harus belajar bahasa Indonesia sejak dini, karena bahasa

Indonesia adalah bahasa nasional dan sangat penting untuk dikuasai. Saat

siswa kawasan sekolah pedesaan keluar dari daerah terseibut siswa tidak bisa

mempertahankan berkomunikasi dengan bahasa daerahnya, karena setiap

Page 105: ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN …/Alih-kode... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hespi Septiana 201

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

daerah memiliki bahasa (dialek) yang berbeda, jadi harus menggunakan

bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia.

2. Bagi Guru

Segabai guru bahasa Indonesia harus memeberikan arahan bagi siswa

agar mencintai bahasa Indonesi dan membiasakan siswa menggunakan

bahasa Indonesia dengan baik dan benar, agar siswa tidak merasa asing

dengan bahasa Indonesia.

3. Bagi Peneliti Lain

Apabila peneliti yang hendak mengkaji permasalahan yang sama

diharapkan lebih cermat agar permasalahan yang masih terjadi di kawasan

pedesaan bisa dilihat dan lebih diperhatikan. Hal terseibut akan dapat

melengkapi kekurangan yang ada dan yang belum tercakup dalam penelitian

ini agar diperoleh hasil yang lebih baik.mengupayakan kajian teori yang

lebih.