Akuntansi Lingkungan
description
Transcript of Akuntansi Lingkungan
1
AKUNTANSI LINGKUNGAN:Apakah Sebuah Pilihan atau Kewajiban?
Hasyim M., S.E., M. Si.Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Ujung Pandang
ABSTRAK
Kajian ini bertujuan untuk mendiskusikan secara umum akuntansi lingkunganbaik secara teoritis dan penerapannya di Indonesia. Hal ini menjadi perhatian berbagaikalangan seperti pemerintah, organisasi bisnis, dan masyarakat.
Akuntansi lingkungan dikembangkan oleh berbagai organisasi di beberapaNegara. Indonesia pun telah mengatur tentang akuntansi lingkungan ini. Namundemikian masih terjadi ketidakseragaman penerapan pada semua organisasi khususnyadalam hal pelaporan dan pengungkapan aktivitas sosial dan lingkungan.
Untuk memperbaiki implementasi akuntansi lingkungan di Indonesia diperlukanregulasi pemerintah yang mewajibkan penyusunan standar pelaporan danpengungkapan kegiatan sosial dan lingkungan. Tidak kalah pentingnya adalah regulasiyang mewajibkan penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan khususnya padaorganisasi yang berkaitan langsung dengan pengelolaan sumber daya alam.
Kata kunci : Akuntansi Lingkungan
PENDAHULUAN
Umumnya perusahaan menerapkan konsep maksimasi laba (salah satu dari konsep
yang dianut kaum kapitalis) namun pada saat yang sama mereka melanggar konsensus
dan prinsip-prinsip maksimasi laba itu sendiri. Prinsip-prinsip yang dilanggar tersebut
antara lain adalah kaidah biaya ekonomi (economic cost), biaya akuntansi (accounting
cost) dan biaya kesempatan (opportunity cost). Implikasi dari pelanggaran terhadap
prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah terbengkalainya pengelolaan (manajemen)
lingkungan dan rendahnya tingkat kinerja lingkungan serta rendahnya minat perusahaan
terhadap konservasi lingkungan. Pelanggaran terhadap opportunity cost misalnya, telah
memberi dampak yang signifikan bagi keberlanjutan (sustainability) lingkungan global.
2
Selama ini perusahaan dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan
banyak keuntungan bagi masyarakat, di mana menurut pendekatan teori akuntansi
tradisional, perusahaan harus memaksimalkan labanya agar dapat memberikan
sumbangan yang maksimum kepada masyarakat. Namun seiring dengan perjalanan
waktu, masyarakat semakin menyadari adanya dampak-dampak sosial yang
ditimbulkan oleh perusahaan dalam menjalankan operasinya untuk mencapai laba
yang maksimal, yang semakin besar dan semakin sulit untuk dikendalikan. Oleh
karena itu, masyarakat pun menuntut agar perusahaan senantiasa memperhatikan
dampak-dampak sosial yang ditimbulkannya dan berupaya mengatasinya.
Manusia modern menghadapi krisis lingkungan hidup yang merupakan akibat
langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang tidak beretika. Artinya, manusia
melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia
berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang peduli pada norma-
norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang seharusnya dengan norma-norma
ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa
menggunakan hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa
bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara drastis kualitas sumber daya alam seperti
lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas alam.
Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang
mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia.
Permasalahan lingkungan semakin menjadi perhatian yang serius, baik oleh
konsumen, investor maupun pemerintah. Investor asing memiliki kecenderungan
mempersoalkan masalah pengadaan bahan baku dan proses produksi yang terhindar dari
3
munculnya permasalahan lingkungan, seperti: kerusakan tanah, rusaknya ekosistem,
polusi air, polusi udara dan polusi suara. Senada dengan para investor, pemerintah
mulai memikirkan kebijakan ekonomi makro-nya terkait dengan pengelolaan
lingkungan dan konservasi alam.
Proses produksi yang digunakan perusahaan, juga produk yang dihasilkan, dapat
merusak lingkungan. Kerusakan lingkungan dapat berupa polusi udara, polusi tanah,
polusi air. Polusi udara berbahaya bagi masyarakat yang menghirupnya. Misalnya
produksi bahan bakar dan besi, juga penggunaan mobil, menambah CO2 di udara. Cara
yang dapat ditempuh perusahaan untuk mencegah polusi udara adalah dengan
melakukan revisi proses produksi sehingga CO2 yang beterbangan di udara terbuka bisa
diminimalisasi. Sedangkan cara pemerintah untuk mengatasi masalah polusi udara ini
adalah dengan peraturan yang sifatnya memaksa perusahaan untuk membatasi jumlah
CO2 yang dihasilkan oleh proses produksi.
Tanah yang terpolusi dengan sampah beracun hasil proses produksi, terpolusi dari
sampah yang tidak membusuk dari waktu ke waktu akan berdampak tidak produktifnya
tanah untuk lahan pertanian. Cara perusahaan yang dapat ditempuh untuk menekan
polusi tanah adalah dengan revisi proses produksi dan pengepakan untuk mengurangi
sampah, menyimpan sampah beracun dan mengirik ke tempat pembuangan sampah
beracun. Pendauran ulang plastik, pembatasan penggunaan material yang akan menjadi
sampah tidak bisa membusuk.
Akan tetapi sampai saat ini pengungkapan tanggung jawab sosial dalam
laporan keuangan masih bersifat sukarela, dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 1 Paragraf ke sembilan dinyatakan:
4
“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan
mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement),
khususnya bagi industri di mana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan
penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna
laporan yang memegang peranan penting”.
PSAK tersebut tidak secara tegas mengharuskan perusahaan untuk
melaporkan tanggung jawab sosial mereka. Pengelompokan, pengukuran dan
pelaporan juga belum diatur, jadi untuk pelaporan tanggung jawab sosial
diserahkan pada masing-masing perusahaan. Standar akuntansi keuangan di Indonesia
belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial terutama
informasi mengenai tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan, akibatnya yang
terjadi di dalam praktik perusahaan hanya dengan sukarela mengungkapkannya.
Menurut Anggraini (2006), bahwa perusahaan akan mempertimbangkan biaya dan
manfaat yang akan diperoleh ketika mereka memutuskan untuk mengungkapkan
informasi sosial. Bila manfaat yang akan diperoleh dengan pengungkapan informasi
tersebut lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk mengungkapkannya
maka perusahaan akan dengan sukarela mengungkapkan informasi tersebut.
Pemerintah telah mengatur tanggung jawab sosial dan lingkungan melalui Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 17 tentang Penanaman Modal dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
telah mengatur upaya dalam kewajiban perusahaan dalam melestarikan lingkungan.
Pasal 17, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25, Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal misalnya menyatakan sebagai berikut:
5
“Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan
wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi
standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan tertuang dengan jelas pada Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 40, Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal
74 menyatakan sebagai berikut:
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan.
(2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan
kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur
dengan peraturan pemerintah.
KAJIAN LITERATUR
Pertanggungjawaban sosial korporat (CSR) sebagai sebuah gagasan menjadikan
perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single
bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi
keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada
6
triple bottom lines yaitu juga memperhatikan masalah sosial dan lingkungan (Daniri,
2008). Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh
secara berkelanjutan (sustainable).
Salah satu tujuan perusahaan dalam pengungkapan kinerja lingkungan, sosial,
dan ekonomi di dalam laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk
mencerminkan tingkat akuntabilitas, responsibilitas, dan transparansi korporat kepada
investor dan stakeholders lainnya. Pengungkapan tersebut bertujuan untuk menjalin
hubungan komunikasi yang baik dan efektif antara perusahaan dengan publik dan
stakeholders lainnya tentang bagaimana perusahaan telah mengintegrasikan corporate
social responsibilty (CSR): - lingkungan dan sosial - dalam setiap aspek kegiatan
operasinya (Darwin, 2007).
Selain itu, perusahaan juga dapat memperoleh legitimasi dengan
memperlihatkan tanggung jawab sosial melalui pengungkapan CSR dalam media
termasuk dalam laporan tahunan perusahaan (Anonim; 2011). Hal yang sama juga
dikemukan oleh Kiroyan (2006), dalam Anonim (2011) menyatakan bahwa dengan
menerapkan CSR, diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan
memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka panjang. Hal ini mengindikasikan
bahwa perusahaan yang menerapkan CSR mengharapkan akan direspon positif oleh
para pelaku pasar.
Pengertian Akuntansi Lingkungan
Akuntansi lingkungan merupakan ilmu akuntansi yang bekerja dalam ruang
lingkup environmental management system. Pendapat lain juga mengatakan bahwa akuntansi
sosial lingkungan mengidentifikasi, menilai, dan mengukur aspek penting dari kegiatan
sosial ekonomi perusahaan dan negara dalam memelihara kualitas hidup masyarakat sesuai
7
dengan tujuan yang telah ditetapkan (Haniffa, 2002 dalam Anonim; 2011). Sedangkan
akuntansi sosial lingkungan yang didefinisikan oleh Ramanathan (1996 dalam Anonim;
2011) adalah proses seleksi variabelvariabel kinerja sosial tingkat perusahaan, ukuran dan
prosedur pengukuran, yang secara sistematis mengembangkan formasi yang bermanfaat untuk
mengevaluasi kinerja sosial perusahaan dan mengkomunikasikan informasi kepada
kelompok sosial yang tertarik baik di dalam maupun di luar perusahaan.
Gray (1998) dalam Anonim (2011) menjelaskan bahwa akuntansi
pertangunggjawaban sosial adalah "accounting for environmental degradation and
reducing effects of our society an future generation". Sedangkan Akuntansi biaya lingkungan
menurut Julius (1999) dalam Anonim (2011) adalah identifikasi, pengukuran dan alokasi
biaya-biaya lingkungan hidup dan pengintegrasian biaya-biaya ini ke dalam pengambilan
keputusan usaha serta pengkomunikasian hasilnya kepada para stakeholders perusahaan.
Perusahaan berbeda-beda dalam mendefmisikan biaya lingkungan, hal ini tergantung pada
seberapa besar informasi yang dipergunakan dan skala serta lingkup pengujiannya (Astuti,
2002 dalam Anonim 2011).
Tujuan Akuntansi Lingkungan
Setelah melihat beberapa defenisi tentang akuntansi lingkungan di atas, selanjutnya
penulis mencoba memaparkan beberapa tujuan dari akuntansi lingkungan. Terdapat beberapa
alasan yang dapat kita lihat mengapa manajer menginginkan implementasi akuntansi lingkungan
agar berhasil, adalah sebagai berikut (EPA,1995 dalam Anonim 2011):
1. Akuntansi lingkungan memerlukan cara baru dalam memandang biaya lingkungan perusahaan,
kinerja, dan keputusan perusahaan. Top management akan memperhitungkan keuntungan
yang diperoleh apabila mengadopsi akuntansi lingkungan.
2. Akuntansi lingkungan bukan semata-mata permasalahan akuntansi dan informasi diperlukan
oleh semua kelompok entitas, baik desainer, chemists, engineers, manajer produksi,
operator, staf keuangan, manajer lingkungan maupun akuntan sehingga diperlukan untuk
8
menyatukan pandangan antar kelompok.
Akuntansi lingkungan dipertimbangkan karena akan menjadi perhatian bagi pemegang
saham dengan cara mengurangi biaya yang berhubungan dengan lingkungan sehingga
diharapkan dengan pengurangan biaya lingkungan tersebut akan menciptakan kualitas
lingkungan yang lebih baik. Selain itu, tujuan akuntansi lingkungan juga untuk menjembatani
kepentingan perusahaan dengan pemangku kepentingan secara menyeluruh. Hal tersebut untuk
mengetahui kegiatan perusahaan dalam menangani pencemaran lingkungan serta
kewajiban perusahaan atas masalah tersebut melalui laporan keuangan perusahaan.
Selain itu, hal tersebut juga bertujuan untuk memenuhi tuntutan terhadap undang—undang
yang menyangkut kewajiban lingkungan (environmental liabilities) (Anonim, Media
Akuntansi 1998).
Keterlibatan Akuntan dan Cakupan Akuntansi Lingkungan
Grey dan Walters (1993) mengemukakan ada dua alasan yang mendorong
akuntan terlibat pada masalah lingkungan yaitu:
1. Masalah lingkungan pada dasarnya merupakan masalah bisnis. Hal inidapat
dijelaskan sebagai berikut, perubahan pasar tentu akan membawa dampak pada
dunia bisnis dan akuntan dituntut untuk memberikan perhatian dan berperan serta
mulai dari penentuan biaya, penetapan nilai asset sampai dengan penghitungan
tingkat resiko yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan sebagai akibat dari
kegiatan bisnis.
2. Masalah lingkungan membutuhkan kegiatan audit (dalam bahasa teknis akuntansi,
audit antara lain diartikan sebagai prosedur pemeriksaan laporan keuangan, mulai
dari pengkajian dokumen sampai dengan pemberian rekomendasi). Melalui kegiatan
audit ini para akuntan akan menemukan wilayah tertentu untuk terlibat kedalam
9
masalah lingkungan, meskipunistilah audit dalam hal ini tentu tidak sama persis
dengan prosedur audituntuk laporan keuangan suatu perusahaan.
Selanjutnya Gray dan Walters (1993) memaparkan bahwa Akuntansi
lingkungan mencakup tujuh hal berikut ini:
1. Akuntansi untuk resiko
2. Akuntansi untuk penilaian kembali asset dan proyeksi modal
3. Analisis biaya terutama untuk area kunci (key areas) seperti energi,limbah, dan
perlindungan lingkungan
4. Investasi yang didalamnya menyangkut faktor lingkungan
5. Pengembangan system informasi akuntansi (SIA) baru
6. Mengukur costs and benefits terhadap program-program pengembangan
lingkungan
7. Pengembangan teknik-teknik akuntansi yang mengekspresikan harta,utang dan
biaya yang bernuansa ekologi.
Dengan memperhatikan lingkup pekerjaan akuntan tersebut membawa
konsekuensi perubahan bagi tugas akuntan yaitu:
Akuntan Keuangan
1. Menyusun neraca yang didalamnya mencakup akun-akun berikut : Penetapan
nilai asset; Hutang; Biaya tak terduga; Provisi.
2. Menyusun laporan keuangan yang didalamnya mencakup biaya-biayayang
berkaitann dengan pengelolaan limbah/ sampah dan kebersihanlingkungan
3. Menyusun laporan tahunan yang mencakup gambaran kinerja perusahaan untuk
lingkungan
10
4. Menyusun laporan kerjasama dengan bank, manajer lembaga keuangan,dan
lembaga asuransi
Akuntan manajemen
1. Menyusun rencana bisnis termasuk munculnya biaya-biaya baru
yangmenyangkut masalah lingkungan
2. Membuat costs and benefits analysis dengan adanya pengembangan lingkungan
3. Menyusun analisis biaya dan efisiensi dengan adanya program-program
pengembangan lingkungan
Akuntan sistem
1. Merencanakan berbagai perubahan pada system informasi manajemen(MIS)
2. Merencanakan berbagai perubahan pada system pelaporan keuangan
Pengungkapan Lingkungan Hidup
Menurut Belkaoui (1980) dalam Anonim (2011) konsep akuntansi sosial
lingkungan mengharuskan perusahaan untuk melaporkan interaksi ekonomis dan sosial
antara perusahaan dengan lingkungannya. Hal itu dikarenakan perusahaan memperoleh
nilai tambah karena kontribusi masyarakat sekitar termasuk lingkungan hayati. Rusaknya
lingkungan hayati berarti menimbulkan biaya sosial yang hares ditanggung oleh
masyarakat termasuk perusahaan sebagai bagian dari masyarakat.
Pelaporan atau pengungkapan informasi akuntansi sosiallingkungan terkait
dengan aspek-aspek interaksi antara organisasi perusahaan dengan lingkungan sosial
dan lingkungan fisiknya (alam). Oleh karena itu, pelaporan informasi akuntansi sosial-
lingkungan mencakup informasi akuntansi tentang kontribusi lingkungan alam, energi,
sumber daya manusia (karyawan) dan keterlibatan masyarakat terhadap aktivitas bisnis
11
dan kinerja keuangan perusahaan, dampak-dampak ekonomis, sosial, dan ekologis yang positif
dan negatif dari aktivitas bisnis perusahaan terhadap lingkungan alam, energi, karyawan dan
masyarakat serta shareholders lainnya, kontribusi perusahaan untuk mengatasi masalah-
masalah sosial, ekonomis, dan ekologis. (Andreas Lako, 2003 dalam Anonim; 2011)
Selanjutnya Saudagaran (2001) dalam Anonim (2011) menyarankan tiga tipe
pengungkapan dari lingkungan, yaitu: 1) environmental disclosure; 2) employee
disclosure;3) value added statements. Seiring dengan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No.1 (PSAK) paragraf kesembilan dinyatakan bahwa perusahaan dapat pula
menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai
tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan
hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai
kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Menurut Suhendah (2005),
bentuk pelaporan akuntansi sosial lingkungan dikenal dengan istilah triple bottom line reporting
yang mencakup dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan yang berbeda dan satu perusahaan
ke perusahaan lainnya karena perbedaan budaya dan negara.
FASB (1999) di dalamnya memuat bahwa semua informasi yang tidak bisa
dikategorikan dalam laporan keuangan utama bisa dimasukkan dalam media pelaporan yang
lain. Hal ini juga berlaku untuk informasi biayabiaya berkaitan dengan lingkungan yang bisa
dirangkum dalam suatu wujud pelaporan akuntansi lingkungan hidup menjadi pelengkap bagi
laporan keuangan (Satriawan dan Djasuli, 2001 dalam Anonim 2011). Di Indonesia, hal ini juga
sudah diatur di PSAK (2007) khususnya di PSAK 33 mengenai Akuntansi Pertambangan Umum
yang sudah mewajibkan perusahaan pertambangan untuk melaporkan biaya pengelolaan
lingkungan hidup dalam laporan keuangan.
12
Pelaporan Lingkungan dalam situs resmi Kementrian Lingkungan Hidup
(www.menlh.go.id) bahwa: Environmental reporting adalah sebuah istilah yang biasanya
digunakan oleh suatu institusi atau organisasi untuk mengungkapkan data yang berhubungan
dengan lingkungan, disahkan (diaudit) atau tidak, mengenai risiko lingkungan, dampak
lingkungan, kebijakan, strategi, target, biaya, pertanggungjawaban atau kinerja lingkungan
kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap informasi dengan tujuan
meningkatkan nilai hubungan dengan institusi atau organisasi yang memberi laporan
melalui laporan tahunan, a stand-alone corporate environmental statement (pernyataan
mengenai pengelolaan lingkungan) atau dalam bentuk newsletter, video, CD-ROM, dan
website).
Pengungkapan yang layak mengenai informasi yang signifikan bagi para
investor dan pihak lainnya hendaknya cukup, wajar, dan lengkap. Semuanya
dipergunakan dalam konteks yang layak. Tujuan positifnya adalah memberikan
informasi yang signifikan dan relevan kepada para pemakai laporan keuangan dalam
pengambilan keputusan. (Erahman, 2002 dalam Anonim 2011).
Pada lingkungan institusional sekarang, banyak pengungkapan tanggung jawab
sosial bersifat sukarela dan tidak diaudit. Beberapa usaha yang sudah dilakukan untuk
memonitor aktivitas sosial perusahaan atau untuk memvalidasi pengungkapan mereka
sehingga motivasi dapat mucul bagi manajemen untuk merubah pengungkapan sukarela
dan memperluasnya menjadi pengungkapan yang merefleksikan semua aspek dari kinerja
perusahaan yang terkait.
Untuk menjadikan suatu disclosure menjadi berguna, harus ada korespondensi
antara pengungkapan dengan kejadian aktual. Jika pengguna eksternal tidak sadar akan
13
korespondensi ini, perusahaan bisa saja mengurangi pengungkapan tanggung jawab
sosialnya.
Kualitas pengungkapan diestimasikan dengan mengukur hubungan antara:
(1) apa yang perusahaan identifikasi sebagai pencapaian dan tujuan,
(2) ukuran independen untuk kinerja aktual.
Selain itu, tujuan dari pengungkapan lingkungan hidup adalah untuk
menyediakan informasi bagi stakeholders yang memungkinkan mereka untuk
mengevaluasi perhatian lingkungan hidup suatu perusahaan baik jangka pendek maupun
jangka panjang dalam konteks risiko, ketentuan arus kas masa kini dan prospektif dan
kekonsistenan dengan perhatian pada lingkungan itu sendiri.
Pengungkapan atas konsekuensi sosial atas perilaku perusahaan telah dibahas di
banyak literatur. (Anonim 2011). Hasil temuan pada literatur tersebut menyatakan
bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial yang andal terbukti berguna bagi pengguna
ekstemal.
Tingkat Pengungkapan Lingkungan Hidup di Luar Negeri
Seperti yang dipublikasikan Anonim (2011) bahwa sampai akhir tahun 1997,
catatan–catatan hasil penelitian The Institute Survey of Australia mengindikasikan
kurangnya respon pihak produsen terhadap tuntutan masyarakat. Hanya 4% dari 500
perusahaan besar dunia yang dijadikan sampel telah memuat informasi yang cukup
memadai di bidang lingkungan dalam laporan keuangan tahunannya. Sementara 19%
lainnya hanya membuat laporan, namun hanya dalam catatan-catatan kecil dalam
lembaran-lembaran yang tentu saja tidak cukup memadai untuk dijadikan bahan
14
analisis. Sedangkan 77% dari sampel perusahaan sama sekali tidak memberilcan tempat
laporan lingkungan dalam perhatiannya.
Sampel yang digunakan sebanyak 474 pengguna laporan keuangan ditemukan
bahwa 68,7% menyatakan mereka sangat membutuhkan informasi mengenai lingkungan
dalam laporan keuangan. Pihak pemerintah menduduki posisi pertama yang membutuhkan
laporan lingkungan, disusul kalangan akademisi dan kalangan pemegang saham (Tim,
1998).
Survei internasional tentang environmental reporting yang dilakukan KPMG tahun
1993 dan 1996 melaporkan bahwa pada tahun 1993 sebanyak 58% perusahaan
menempatkan isu-isu lingkungan (environmental issues) dalam laporan tahunan dan
menjadi agenda bisnis mereka; sedangkan tahun 1996 meningkat menjadi 71% (KPMG
1992a dan 1997b dalam Chan dan Milne, 1999). Survei McKinsey tahun 1993
menyatakan bahwa 92% dari para CEO yang disurvei menunjukkan bahwa lingkungan
berada dalam tiga prioritas utama mereka. Sementara survei yang lain melaporkan bahwa
66% dari 500 perusahan yang masuk dalam S&P firms memiliki board committees
yang bertanggung jawab atas masalah-masalah sosial-lingkungan (Aigner, 2000).
Tingkat Pengungkapan Lingkungan Hidup dalam Negeri
Menurut Susi dan Bahusin (2001) diketahui bahwa secara umum tingkat
pengungkapan akuntansi lingkungan hidup yang terkait dengan kepedulian perusahaan
dengan lingkungan hidup sekitar masih rendah. Husada (1999), menganggap bahwa
tingkat pengungkapan lingkungan hidup di Indonesia yang masih rendah disebabkan
oleh masih banyak penyelewengan dana peduli lingkungan dan banyak perusahaan yang
menghindarkan diri dari pengelolaan peduli lingkungan.
15
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa:
a. Bagi perusahaan-perusahaan yang potensial menghasilkan limbah berbahaya dan
beracun khususnya perusahaan publik di Indonesia yang ingin meningkatkan
environmental disclosure-nya dalam laporan tahunan maka perusahaan tersebut
harus terlebih dahulu meningkatkan environmental performance-nya.
b. Bagi regulator akuntansi dan lingkungan. Penciptaan standar pelaporan yang
relevan bagi kebutuhan pihak akuntansi dan pengawas lingkungan harus segera
direalisasikan mengingat semakin mendesaknya tuntutan masyarakat terhadap
transparansi di segala bidang dewasa ini.
c. Pelaporan dan pengungkapan informasi akuntansi sosial-lingkungan dalam
pelaporan keuangan menjadi dianggap penting dan menjadi suatu fenomena global.
d. Tingkat environmental disclosure dalam laporan tahunan perusahaan merupakan
informasi berharga yang pantas dipertimbangkan sebagai salah satu kriteria
pengambilan keputusan investasi yang rasional oleh investor.
e. Sejumlah perusahaan besar di Australia, Inggris, Amerika Serikat, Kanada dan
sejumlah negara lain di Eropa secara sukarela sudah berinisiatif menyajikan
informasi kinerja lingkungan dalam suatu pelaporan lingkungan yang berdiri sendiri
(stand-alone environmental reports) sejak pertengahan tahun 1990-an.
16
DAFTAR PUSTAKA
Angraini. 2006. ”Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yangMempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan KeuanganTahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar Bursa EfekJakarta)”. Disampaikan di SNA 9 Padang.
Clark, Gordon L & Libby Prior Jonson. 1994. Ethics in Business. Paper presented inEthics & Management Lecturing – Monash University – Australia.
Darwin. 2007. Google.Search.co.id. “Akuntansi Lingkungan” (diakses 28 Mei 2011)
Gray. Rob, Jan bebbington, Diane Walters. 1993. Accounting For the Environment –Published in association with the Chartered Association of Certified Accountant.London:Paul Chapman Publishing Ltd.
Ja'far S., Muhammad dan Arifah, Dista Amalia. 2006. ”Pengaruh DoronganManajemen Lingkungan, Manajemen Lingkungan Proaktif dan KinerjaLingkungan terhadap Public Environmental Reporting. Disampaikan di SNA 9Padang.
Monika, E. R., dan Dwi Hartanti. 2008. Analisis Hubungan Value Based Managementdengan Corporate Social Responsibility dalam Iklim Bisnis Indonesia (StudiKasus Perusahaan SWA100 2006). Disampaikan di SNA 11 Pontianak.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 2007. Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 25, Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
______. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40, Tahun 2007 tentangPerseroan Terbatas.
Suratno, Ignatius Bondan, Darsono, dan Siti Mutmainah. 2006. PengaruhEnvironmental Performance Terhadap Environmental Disclosure dan EconomicPerformance (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar diBursa Efek Jakarta Periode 2001-2004). Disampaikan di SNA 9 Padang.
Susi dan Kurniati Bahusin, 2001. Pengungkapan Akuntansi Lingkungan Hidup PadaPerusahaan-Perusahaan Pertambangan Dan Pemegang Hph Yang Terdaftar DiBursa Efek Jakarta, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Jurusan Akuntansi FEUNILA.
Anonim. 2011. Google.Search.co.id, “Akuntansi Lingkungan” (diakses 29 Mei 2011)
Anonim. 2011. Google.Search.co.id, “Environmental Accounting” (diakses 1 Juni 2011)
http://www.menlh.go.id/