Akuntansi Lingkungan Ta

23
AKUNTANSI LINGKUNGAN SEBAGAI PENUNJANG KELANGSUNGAN PERUSAHAAN DAN ALAM I. Pendahuluan Perkembangan industri di era perekonomian modern ini sungguh pesat. Perusahaan-perusahaan sudah semakin menjamur dan mereka berlomba-lomba dalam memperoleh tingkat provitabilitas yang tinggi dari kegiatan operasional mereka. Perusahaan di dalam menjalankan kegiatannya memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan tertentu. Apabila sumber daya yang dimanfaatkan berupa sumber daya alam yang dilaksanakan secara besar-besaran , maka akan terjadi perubahan ekosistem yang mendasar (Handayani, 2010). Fandeli (1995) menyatakan bahwa agar kegiatan tersebut tidak menyebabkan menurunnya kemampuan lingkungan yang disebabkan perencanaan karena sumber daya yang terkuras habis dan terjadi dampak yang negatif, maka sejak tahun 1982 telah diciptakan suatu perencanaan dengan mempertimbangkan lingkungan. Hal ini kemudian digariskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Peraturan ini kemudian diganti dan disempurnakan oleh Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993 (Fandeli, 1995). Dalam perekonomian modern seperti saat ini, walau terdapat beberapa regulasi yang mengatur mengenai

description

TA

Transcript of Akuntansi Lingkungan Ta

Page 1: Akuntansi Lingkungan Ta

AKUNTANSI LINGKUNGAN SEBAGAI PENUNJANG

KELANGSUNGAN PERUSAHAAN DAN ALAM

I. Pendahuluan

Perkembangan industri di era perekonomian modern ini

sungguh pesat. Perusahaan-perusahaan sudah semakin menjamur

dan mereka berlomba-lomba dalam memperoleh tingkat

provitabilitas yang tinggi dari kegiatan operasional mereka.

Perusahaan di dalam menjalankan kegiatannya memanfaatkan

sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan tertentu. Apabila

sumber daya yang dimanfaatkan berupa sumber daya alam yang

dilaksanakan secara besar-besaran , maka akan terjadi perubahan

ekosistem yang mendasar (Handayani, 2010). Fandeli (1995)

menyatakan bahwa agar kegiatan tersebut tidak menyebabkan

menurunnya kemampuan lingkungan yang disebabkan

perencanaan karena sumber daya yang terkuras habis dan terjadi

dampak yang negatif, maka sejak tahun 1982 telah diciptakan

suatu perencanaan dengan mempertimbangkan lingkungan. Hal

ini kemudian digariskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29

tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL). Peraturan ini kemudian diganti dan disempurnakan oleh

Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993 (Fandeli, 1995).

Dalam perekonomian modern seperti saat ini, walau

terdapat beberapa regulasi yang mengatur mengenai lingkungan,

namun dampak dari pesatnya perkembangan ekonomi tetap

memunculkan berbagai isu yang berkaitan dengan lingkungan. Isu

tersebut dapat berupa pemanasan global, ekoefisiensi, dan

kegiatan industri lain yang memberi dampak langsung terhadap

lingkungan sekitarnya (Agustia, 2010). Polusi udara dan air,

kebisingan suara, kemacetan lalu lintas, bahan kimia, hujan asam,

radiasi sampah nuklir, dan masih banyak petaka lain yang

Page 2: Akuntansi Lingkungan Ta

menyebabkan stress mental maupun fisik terjadi karena kesalahan

di dalam alokasi sumber daya manusia dan alam yang di lakukan

oleh perusahaan sebagai penyebab utama (Capra, 1993 dalam

Sueb, 2001).

Perusahaan yang hanya memberikan perhatian pada

manajemen dan pemilik modal, kini harus melihat ke sisi baru

yakni tanggung jawab perusahaan terhadap stakeholder yang

telah menjadi topik sangat menarik dan semakin banyak dibahas,

hal ini berkaitan dengan adanya kesadaran suatu perusahaan atau

institusi untuk tidak hanya menghasilkan laba setinggi-tingginya,

tetapi juga bagaimana laba tersebut dapat memberikan manfaat

kepada masyarakat (Pratiwi). Lanjut menurut Pratiwi, semakin

berkembangnya kegiatan perusahaan dalam menghasilkan laba

secara otomatis menimbulkan konsekuensi lingkungan hidup di

sekitarnya.

Salah satu jenis perusahaan adalah perusahaan manufaktur,

yang mengolah bahan baku atau bahan dasar menjadi barang jadi

yang siap dijual. Namun sering kali dalam kegiatan operasinya,

perusahaan manufaktur menghasilkan limbah yang tentu saja

dapat mempengaruhi kelestarian lingkungan. Agustia (2010)

menyatakan bahwa hal ini disebabkan oleh adanya inefisensi

dalam operasi perusahan tersebut. Konsep mengenai pengelolaan

lingkungan yang dipahami perusahaan adalah terbatas pada

pengelolaan limbah yang dihasikan dari proses produksi, tanpa

adanya pertimbangan untuk mengubah proses produksi agar

limbah yang dihasilkan dapat dikurangi (Agustia, 2010).

Menurut Fitriyani & Mutmainah (2011), keberadaan

perusahaan manufaktur di Indonesia dapat membangun sekaligus

merusak. Keberadaan perusahaan manufaktur apabila dipandang

dari sisi positifnya dapat menciptakan lapangan kerja sehingga

dapat membangun perekonomian masyarakat. Namun di sisi

negatif, keberadaan perusahaan manufaktur menghasilkan

buangan berupa limbah pabrik yang apabila tidak dapat dikelola

Page 3: Akuntansi Lingkungan Ta

dengan baik dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.

Pencemaran ini tidak hanya menimbulkan kerusakan lingkungan,

namun juga dapat menimbulkan penurunan kesejahteraan

masyarakat karena pada akhirnya masyarakatlah yang

menanggung beban akbiat pencemaran lingkungan.

Keadaan lingkungan khususnya di Indonesia sudah dalam

tahap yang sangat memprihatinkan, di mana terjadi kerusakan

lingkungan yang diakibatkan oleh pencemaran yang dihasilkan

oleh limbah hasil produksi berbagai perusahaan. Menurut Hilman

(2007), salah satu masalah lingkungan hidup yang sangat

memprihatinkan adalah pemanasan global (global warming).

Menurut Pratiwi, salah satu sumber penyebab terjadinya

pemanasan global yaitu akibat adanya eksploitasi alam yang

dilakukan oleh manusia tanpa pertanggungjawaban.

Permasalahan lingkungan juga semakin menjadi perhatian

yang serius, baik oleh konsumen, investor maupun pemerintah.

Investor asing memiliki kecenderungan mempersoalkan masalah

pengadaan bahan baku dan proses produksi yang terhindar dari

munculnya permasalahan lingkungan, seperti : kerusakan tanah,

rusaknya ekosistem, polusi air, polusi udara dan polusi suara

(Ja’far dan Arifah, 2006). Darwin (2007), melihat ada empat hal

alasan isu lingkungan semakin signifikan, yaitu :

1. Ukuran perusahaan yang semakin besar. Semakin besar

perusahaan, diperlukan akuntabilitas yang lebih tinggi dalam

pembuatan keputusan berkaitan dengan operasi, produk dan

jasa yang dihasilkan.

2. Aktivis dan LSM bidang lingkungan hidup telah tumbuh

dengan pesat di seluruh dunia termasuk Indonesia. Mereka

akan mengungkap sisi negatif perusahaan yang terkait dengan

isu lingkungan hidup dan akan menuntut tanggung jawab atas

kerusakan lingkungan atau dampak sosial yang timbul oleh

operasi perusahaan.

Page 4: Akuntansi Lingkungan Ta

3. Reputasi dan citra perusahaan. Perusahaan-perusahaan saat

ini menyadari bahwa reputasi, merek, dan citra perusahaan

merupakan isu strategis bernilai tinggi dan harus dilindungi.

4. Perkembangan teknologi komunikasi yang sangat cepat. Isu

lingkungan dan sosial yang berdampak negatif akan menyebar

dan dapat diakses dengan mudahnya menggunakan teknologi

informasi.

Banyaknya masalah yang timbul akibat aktivitas operasi

perusahaan menimbulkan dorongan bagi perusahaan untuk

melestarikan lingkungan, salah satunya dengan menerapkan

akuntansi lingkungan. Sesuai dengan Standar Akuntansi

Keuangan, akuntansi berfungsi untuk memberikan informasi

untuk pengambilan keputusan dan pertangungjawaban. Selama

ini, laporan keuangan hanya difokuskan kepada kepentingan

investor dan kreditor sebagai pemakai utama laporan keuangan,

tetapi mengabaikan eksternalitas dari operasi yang dilakukannya,

misalnya polusi udara, pencemaran air, pemutusan hubungan

kerja, dan lainnya (Suaryana, 2011).

Akuntansi sebagai alat pertanggungjawaban memiliki fungsi

sebagai pengendali terhadap aktivitas setiap unit usaha

(Handayani, 2010). Tanggung jawab managemen tidak terbatas

pada pengelolaan dana dalam perusahaan, tetapi juga meliputi

dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan terhadap lingkungan

sosialnya. Bentuk pertanggungjawaban akuntansi ini tentu saja

harus diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan dengan

menyajikan dan mengungkapkan setiap materi akuntansi

informasi yang dibutuhkan (Handayani, 2010).

Pengungkapan akuntansi lingkungan di negara-negara

berkembang memang masih sangat kurang. Banyak penelitian

yang berkembang di area social accounting disclosure

memperlihatkan bahwa pihak perusahaan melaporkan kinerja

lingkungannya masih sangat terbatas (Susilo, 2008). Lindrianasari

(2007) menegaskan bahwa salah satu faktor keterbatasan itu

Page 5: Akuntansi Lingkungan Ta

adalah lemahnya sangsi hukum yang berlaku di negara tersebut.

Lindrianasari (2007) mengutip penelitian Mobus (2005) yang

menemukan bahwa terdapat hubungan yang negative antara

sangsi hukum pengungkapan lingkungan yang wajib dengan

penyimpangan aturan yang dilakukan oleh perusahaan.

Menurut Susilo (2008), praktik akuntansi lingkungan di

Indonesia sampai saat ini belumlah efektif. Berikut merupakan

penjelasan susilo mengenai hal tersebut.

Cepatnya tingkat pembangunan di masing-masing daerah

dengan adanya otonomi ini terkadang mengesampingkan

aspek lingkungan yang disadari atau tidak pada akhirnya

akan menjadi penyebab utama terjadinya permasalahan

lingkungan. Para aktivis lingkungan di Indonesia menilai

kerusakan lingkungan yang terjadi selama ini disebabkan

oleh ketidak konsistenan pemerintah dalam menerapkan

regulasi. Ketidakkonsistenan pemerintah misalnya

mengabaikan regulasi mengenai tata ruang. Kawasan yang

seharusnya menjadi kawasan lindung dijadikan kawasan

industri, pertambangan dan kawasan komersial lain. Tanpa

kontrol yang kuat dari pemerintah, potensi kerusakan

lingkungan akan semakin besar.

Bukti lain lemahnya penerapan akuntansi lingkungan di

Indonesia didukung oleh hasil penelitian Afdal (2012) yang

menyatakan bahwa hanya ada lima perusahaan yang berperingkat

emas dan hijau dari Program Penilaian Peringkat Kinerja

(PROPER) pada periode 2010-2011. Kurangnya jumlah ini dapat

menunjukkan lemahnya pengelolaan lingkungan termasuk

akuntabilitas lingkungan oleh perusahaan-perusahaan dan para

eksekutif bisnisnya (Afdal, 2012).

Apabila dilihat secara lebih mendalam, akuntansi

lingkungan sangat bermanfaat bagi perusahaan yang

menerapkannya, karena dapat membantu perusahaan dalam

meningkatkan provitabilitas dalam operasinya. Salah satu

Page 6: Akuntansi Lingkungan Ta

contohnya adalah dapat meningkatkan harga pokok produksi yang

tentu saja dapat menutupi biaya yang berkaitan dengan

lingkungan. Selain itu, akuntansi lingkungan juga dapat

mempengaruhi hubungan sosial antara perusahaan dengan

lingkungan alam maupun sosial sekitarnya, sehingga penerapan

akuntansi lingkungan dapat menguntungkan dari sisi ekonomi dan

sosial, namun sayangnya di Indonesia hanya beberapa perusahaan

yang menerapkan praktik akuntansi lingkungan.

Dari permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk

memaparkan betapa pentingnya akuntansi lingkungan sebagai

penunjang keberlangsungan perusahaan dan pelestarian alam,

sehingga diharapkan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan

khususnya di Indonesia dapat meningkat dan membawa

keuntungan bagi perusahaan maupun bagi masyarakat dan alam

sekitarnya.

II. Pembahasan

II.1 Konsep Akuntansi Lingkungan

II.1.1 Definisi Akuntansi Lingkungan

Terdapat berbagai macam definisi mengenai akuntansi

lingkungan oleh para praktisi. AICPA (2004) dalam Volosin

(2008:3) mendefinisikan akuntansi lingkungan sebagai :

“The identification, measurement, and allocation of

environmental costs¸the integration of these environmental

costs into business decisions, and the subsequent

communication of the information to a company’s

stakeholders”.

Artinya adalah akuntansi lingkungan merupakan

akuntansi yang di dalamnya terdapat identifikasi, pengukuran,

dan alokasi biaya lingkungan, di mana biaya-biaya lingkungan

ini diintegrasikan dalam pengambilan keputusan bisnis, dan

Page 7: Akuntansi Lingkungan Ta

selanjutnya dikomunikasikan kepada para stakeholders.

Berdasarkan definisi green accounting di atas maka bisa

dijelaskan bahwa green accounting merupakan akuntansi yang

di dalamnya mengidentifikasi, mengukur, menyajikan, dan

mengungkapkan biaya-biaya terkait dengan aktivitas

perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan (Aniela,

2012).

Djogo (2002) menyatakan bahwa akuntasi lingkungan

atau Environmental Accounting (EA) adalah istilah yang

berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan

(environmental costs) ke dalam praktek akuntasi perusahaan

atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan adalah dampak

(impact) baik moneter maupun non-moneter yang harus dipikul

sebagai akibat dari kegiatan yang mempengaruhi kualitas

lingkungan. Sedangkan menurut Junus dalam Rossje (2006)

akuntansi lingkungan adalah identifikasi, pengukuran dan

alokasi biaya-biaya lingkungan hidup dan pengintegrasian

biaya-biaya ke dalam pengambilan keputusan usaha serta

mengkomunikasikan hasilnya kepada para stockholders

perusahaan. Lemanthe (dalam Rossje, 2006) memberikan

pendekatan akuntansi biaya lingkungan secara sistematis  dan

tidak hanya berfokus pada akuntansi untuk biaya proteksi

lingkungan, tetapi juga mempertimbangkan biaya lingkungan

terhadap material dan energi. Akuntansi biaya lingkungan

menunjukkan biaya riil atas input dan proses bisnis serta

memastikan adanya efisiensi biaya dan diaplikasikan untuk

mengukur biaya kualitas dan jasa (Lemanthe, dalam Rossje

2006).

Menurut Environmental Accounting Guidelines dalam

Panggabean (2012), akuntansi lingkungan mencakup

pengidentifikasian biaya dan manfaat dari aktivitas konservasi

lingkungan, penyediaan sarana atau cara terbaik melalui

pengukuran kuantitatif, untuk mendukung proses komunikasi

Page 8: Akuntansi Lingkungan Ta

agar mencapai pembangunan yang berkelanjutan, memelihara

hubungan menguntungkan dengan komunitas serta meraih

efektivitas dan efisiensi dari aktivitas konservasi lingkungan.

Akuntansi lingkungan berbeda dengan akuntansi

konvensional. Rossje (2006) memaparkan perbedaan tersebut

sebagai berikut :

1. Akuntansi konvensional hanya memperhatikan kejadian

ekonomi, sedangkan akuntansi lingkungan memperhatikan

dampak kejadian ekonomi, sosial, dan lingkungan demi

kelangsungan hidup organisasi perusahaan.

2. Akuntansi konvensional tidak memiliki perhatian terhadap

transaksi-transaksi yang bersifat non reciprocal

transactions, tetapi hanya mencatat transaksi secara timbal

balik (reciprocal transactions). Sedangkan akuntansi

lingkungan mencatat transaksi yang bersifat tidak timbal

balik, seperti polusi, kerusakan lingkungan atau hal-hal

negatif dari aktivitas perusahaan.

3. Dalam sistem akuntansi lingkungan berorientasi pada flow

yang mendasarkan pada analisis sebab dan akibat secara

sistematis khususnya biaya yang terkait dengan output,

seperti emisi, pembuangan sampah dan limbah yang

dijadikan input perusahaan. Namun dalam akuntansi

konvensional, biaya-biaya tersebut diberlakukan sebagai

biaya overhead (factory overhead cost) dan dialokasikan

secara terpisah.

4. Sistem akuntansi lingkungan mengenal adanya potentially

hidden costs, contingent costs dan image and relationship

costs, sedangkan sistem akuntansi konvensional hanya

mengenal biaya-biaya yang melekat langsung pada produk.

a. Potentially hidden costs adalah biaya-biaya yang

dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi suatu

produk sebelum proses produksi (misal : biaya desain

produk), biaya selama proses produksi (seperti biaya

bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya

Page 9: Akuntansi Lingkungan Ta

overhead) dan backend environment cost (misal : lisensi

mutu produk).

b. Contingent cost adalah biaya yang mungkin timbul dan

mungkin tidak terjadi dalam suatu perusahaan dan

dibebankan pada contingent liabilities cost (contoh :

biaya cadangan untuk kompensasi kecelakaan yang

mungkin terjadi).

c. Image and relationship costs adalah biaya yang

dipengaruhi oleh persepsi manajemen, pelanggan,

tenaga kerja, publik dan lembaga pemerintah tentang

kepatuhan terhadap undang-undang lingkungan dan

bersifat subyektif, contoh : pelaporan biaya lingkungan

secara sukarela oleh perusahaan.

5. Dalam akuntansi lingkungan dipertimbangkan private cost

dan societal cost dalam membuat keputusan, sedangkan

dalam akuntansi konvensional tidak mempertimbangkan

kedua biaya tersebut dalam pembuatan keputusan

perusahaan.

a. Private cost merupakan biaya yang terjadi dalam suatu

perusahaan yang berpengaruh langsung terhadap

bottom line perusahaan.

b. Societal cost menggambarkan dampak biaya lingkungan

dan sosial dalam suatu entitas dan merupakan biaya

eksternal, contohnya adalah biaya yang dikeluarkan

sebagai dampak pencemaran lingkungan.

Aspek-aspek yang menjadi bidang garap akuntansi

lingkungan adalah sebagai berikut (Cahyono, 2002) :

1. Pengakuan dan identifikasi pengaruh negatif aktifitas bisnis

perusahaan terhadap lingkungan dalam praktek akuntansi

konvensional.

2. Identifikasi, mencari dan memeriksa persoalan bidang

garap akuntansi konvensional yang bertentangan dengan

kriteria lingkungan serta memberikan alternatif solusinya.

Page 10: Akuntansi Lingkungan Ta

3. Melaksanakan langkah-langkah proaktif dalam menyusun

inisiatif untuk memperbaiki lingkungan pada praktik

akuntansi konvensional.

4. Pengembangan format baru sistem akuntansi keuangan dan

nonkeuangan, sistem pengendalian pendukung keputusan

manajemen ramah lingkungan.

5. Identifikasi biaya-biaya (cost) dan manfaat berupa

pendapatan (revenue) apabila perusahaan lebih peduli

terhadap lingkungan dari berbagai program perbaikan

lingkungan.

6. Pengembangan format kerja, penilaian dan pelaporan

internal maupun eksternal perusahaan.

7. Upaya perusahaan yang berkesinambungan, akuntansi

kewajiban, resiko, investasi biaya terhadap energi, limbah

dan perlindungan lingkungan.

8. Pengembangan teknik-teknik akuntansi pada aktiva,

kewajiban dan biaya dalam konteks non keuangan

khususnya ekologi.

Rossje (2006) mengemukakan dua maksud

dikembangkannya akuntansi lingkungan, yaitu :

1. Akuntansi lingkungan sebagai alat manajemen

Sebagai alat manajemen lingkungan akuntasi lingkungan

digunakan untuk menilai keefektifan kegiatan konservasi

berdasarkan ringkasan dan klasifikasi biaya konservasi

lingkungan. Data akuntasi lingkungan juga digunakan untuk

menentukan biaya fasilitas pengelolaan lingkungan, biaya

konservasi lingkungan keseluruhan dan juga investasi yang

diperlukan untuk kegiatan pengelolaan lingkungan. Selain

itu akuntasi lingkungan juga digunakan untuk menilai

tingkat keluaran dan capaian tiap tahun untuk menjamin

perbaikan kinerja lingkungan yang harus berlangsung terus

menerus.

Page 11: Akuntansi Lingkungan Ta

2. Akuntansi lingkungan sebagai alat komunikasi dengan

publik

Sebagai alat komunikasi dengan publik, akuntansi

lingkungan digunakan untuk menyampaikan dampak negatif

lingkungan, kegiatan konservasi lingkungan dan hasilnya

kepada publik. Tanggapan dan pandangan terhadap

akuntansi lingkungan dari para pihak, pelanggan dan

masyarakat digunakan sebagai umpan balik untuk merubah

pendekatan perusahaan dalam pelestarian atau pengelolaan

lingkungan.

II.1.2 Biaya Lingkungan

Secara definisi biaya lingkungan adalah biaya yang

dikeluarkan perusahaan berhubungan dengan kerusakan

lingkungan yang ditimbulkan dan perlindungan yang dilakukan.

Biaya lingkungan mencakup baik biaya internal (berhubungan

dengan pengurangan proses produksi untuk mengurangi

dampak lingkungan) maupun eksternal (berhubungan dengan

perbaikan kerusakan akibat limbah yang ditimbulkan).

Sedangkan biaya perlindungan lingkungan meliputi biaya

pencegahan, pembuangan, perencanaan, pengendalian,

pengubahan, dan perbaikan lingkungan (Susenohaji, 2001).

Sumber-sumber biaya lingkungan menurut Rossje (2006)

meliputi sebagai berikut :

a. Biaya pemeliharaan dan penggantian dampak akibat

limbah dan gas buangan (waste and emission treatment),

yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memelihara,

memperbaiki, mengganti kerusakan lingkungan yang

diakibatkan oleh limbah perusahaan.

b. Biaya pencegahan dan pengelolaan lingkungan

(prevention and environmental management) adalah

biaya yang dikeluarkan untuk mencegah dan mengelola

limbah untuk menghindari kerusakan lingkungan.

Page 12: Akuntansi Lingkungan Ta

c. Biaya pembelian bahan untuk bukan hasil produk

(material purchase value of non-product) merupakan

biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan yang bukan

hasil produksi dalam rangka pencegahan dan

pengurangan dampak limbah dari bahan baku produksi.

d. Biaya pengolahan untuk produk (processing cost of non-

product output) ialah biaya yang dikeluarkan perusahaan

untuk pengolahan bahan yang bukab hasil produk.

e. Penghematan biaya lingkungan (environmental revenue)

merupakan penghematan biaya atau penambahan

penghasilan perusahaan sebagai akibat dari pengelolaan

lingkungan.

Biaya lingkungan terkait erat dengan lingkungannya.

Biaya ini meliputi antara lain; biaya degradasi tanah,

pencemaran lingkungan, biaya penyusutan air, biaya untuk

daur ulang, biaya untuk membayar denda, bunga, dan biaya

ganti rugi karena kerusakan lingkungan serta kehilangan flora

dan fauna. Selain itu, ada juga biaya lingkungan yang

cenderung tidak diketahui dengan jelas oleh pimpinan

perusahaan atau organisasi lain. Biaya ini cenderung

tersembunyi seperti biaya untuk persiapan asuransi,

pengendalian polusi, dan biaya untuk pengolahan limbah.

(Rossje, 2006).

Kerusakan lingkungan sebagai akibat aktivitas operasi

perusahaan memang seharusnya menjadi tanggung jawab

perusahaan yang bersangkutan. Namun pada kenyataannya

perusahaan-perusahaan masih banyak yang tidak peduli akan

nasib lingkungan sekitarnya sehingga masyarakatlah yang

harus memikul dampak kerusakan lingkungannya. Rossje

(2006) memaparkan tiga macam biaya lingkungan yang timbul

dari dampak pencemaran lingkungan yang ditanggung oleh

masyarakat :

Page 13: Akuntansi Lingkungan Ta

a. Damage Cost, yaitu biaya akibat dampak langsung dan

tak langsung dari limbah, misalnya meningkatnya

berbagai macam penyakit dan terganggunya reproduksi

makhluk hidup.

b. Avoidance Cost, biaya ekonomi dan sosial dalam

kaitannya dengan berbagai upaya untuk menghindari

dampak pencemaran yang terjadi. Misalnya biaya untuk

penyaring udara.

c. Abatement Cost, yaitu biaya sumber daya yang

digunakan untuk melakukan penelitian, perencanaan,

pengelolaan dan pemantauan pencemaran.

Rossje (2006) melanjutkan bahwa terdapat empat

tingkatan biaya lingkungan dalam melakukan analisa full

costing, yaitu :

a. Usual Cost and Operating Cost

Usual cost adalah cost yang berkaitan langsung dengan

produk, termasuk biaya pembuatan, peralatan, material,

pelatihan, tenaga kerja dan energi.

b. Hidden Regulatory Cost

Merupakan biaya yang berkaitan dengan ketaatan

terhadap peraturan pemerintah seperti biaya pengujian,

monitoring dan inspeksi.

c. Contingent Liability Cost

Biaya yang berkaitan dengan kemungkinan kewajiban

perusahaan di masa yang akan datang seperti kerusakan

dan biaya perbaikan di masa yang akan datang.

d. Less Tangible Cost

Dengan mengurangi atau mengeliminasi pencemaran dan

merespon permintaan konsumen atas produk yang ramah

lingkungan, suatu perusahaan dapat merealisasikan Cost

Saving (less tangible cost) berupa naiknya revenue atau

menurunnya expense.

II.2 Manfaat Penerapan Akuntansi Lingkungan

Page 14: Akuntansi Lingkungan Ta

Keberlangsungan aktivitas perusahaan tergantung oleh

banyak faktor, salah satunya adalah faktor lingkungan tempat

perusahaan berdiri. Untuk itu diperlukan sebuah hubungan

timbal balik antara perusahaan dan lingkungan Perusahaan tak

akan mampu beroperasi dengan maksimal tanpa dukungan

lingkungan sekitar, dan perusahaan harus turut berkontribusi

dalam mengatasi permasalahan-permasalahan lingkungan

sebagai akibat aktivitas operasionalnya.

Perusahaan memerlukan dukungan dari stakeholders

seperti pemegang saham, pegawai, konsumen, kreditur,

supplier, pemerintah dan aktivis untuk dapat mencapai tujuan

jangka panjangnya. Dukungan untuk bisnis secara umum

tergantung pada kredibilitas penempatan stokeholders dalam

komitmen perusahaan. Kini stakeholder menginginkan kegiatan

perusahaan akan lebih menghargai kepentingan dan hal-hal

yang bermanfaat bagi mereka, dalam arti yang luas perusahaan

diminta untuk menentukan sikap etis dalam mencapai

kesuksesan (Debora & Ismail). Dharmayanti (2011) menyatakan

bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perubahan

terhadap penilaian keberhasilan perusahaan, yaitu :

Urusan lingkungan

Dimulai dari masalah pencemaran udara yang berfokus pada

pipa asap pabrik yang menyebabkan iritasi pada masyarakat

sekitar pabrik. Selain pencemaran udara, yang harus

diperhatikan adalah pencemaran air.

Sensivitas moral

Berkaitan dengan tekanan publik akan adanya keadilan

dalam ketengakerjaan. Hal tersebut kini telah tercantum

dalam hukum, peraturan, kontrak dan kegiatan-kegiatan

perusahaan.

Penilaian buruk dan aktivis

Tekanan masyarakat atau kelompok tertentu menyerang

instansi dinilai buruk, seperti perusahaan Indorayon yang

diboikot karena membuang limbah dengan proses yang tidak

standar. Para investor berpandangan bahwa investasi

Page 15: Akuntansi Lingkungan Ta

mereka seharusnya tidak hanya untuk mendapatkan

pendapatan namun juga untuk masalah-masalah etis.

Sinergi semua faktor dan penguatan institusional

Hubungan diantara semua faktor berdampak pada

ekspektasi publik terdapat masalah etika. Dimana akibatnya

masyarakatnya akan lebih sadar akan pentingnya kontrol

terhadap perilaku perusahaan yang tidak etis. Kesadaran

publik tersebut berimbas pada dunia politik, yang

menyatakan reaksinya dalam hal penyusunan hukum dan

peraturan. Hal tersebut akan mengakomodasi kesadaran

publik dalam proses penguatan institusi dan penegakan

hukum.

Untuk mengurangi masalah-masalah lingkungan yang

berujung pada kerugian hingga pemboikotan perusahaan, serta

untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari aktivitas

produksi perusahaan, maka diperlukan penerapan akuntansi

lingkungan. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa

akuntansi lingkungan merupakan praktek akuntansi yang

memasukkan biaya lingkungan untuk pengambilan keputusan.

Rossje (2006) mengemukakan empat alasan pentingnya

perusahaan untuk memikirkan pengalokasian biaya lingkungan,

yaitu besarnya jumlah yang akan terkena dampak akibat

kegiatan perusahaan, luasnya wilayah penyebaran dampak,

intensitas dan lamanya dampak berlangsung, dan banyaknya

komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak

dan sifat kumulatif dampak. Dengan penerapan akuntansi

lingkungan, maka akan didapatkan beberapa manfaat yang

dapat meningkatkan kualitas perusahaan dan lingkungan.

Penerapan akuntansi lingkungan salah satunya dengan

dimasukkannya biaya lingkungan dalam penganggaran

perusahaan. Rossje (2006) menyatakan bahwa maksud

dimasukkannya biaya lingkungan dalam penyusunan anggaran

adalah :

Page 16: Akuntansi Lingkungan Ta

a. Meningkatkan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan

dimana perusahaan akan mengumpulkan informasi tentang

lingkungan termasuk pencemaran dan kerusakan

lingkungan serta jalan keluar dalam mengatasi persoalan

ini.

b. Sebagai alat untuk mengukur kinerja manajer, karena

dengan dimasukkannya biaya lingkungan dalam biaya

produksi (anggaran perusahaan) maka dapat mencerminkan

biaya yang akurat atas suatu produk, agar dapat diketahui

laba bersih yang sesungguhnya yang menjadi hak

perusahaan tanpa harus dikaitkan dengan masalah

kerusakan lingkungan di kemudian hari.

c. Dengan menetapkan biaya lingkungan dalam anggaran

perusahaan secara dini, maka perusahaan akan lebih

berhati-hati terhadap lingkungan dan kalaupun pencemaran

tersebut masih tetap terjadi volumenya akan relatif kecil,

karena bagaimanapun juga perusahaan berharap agar biaya

lingkungan yang telah dianggarkan tidak dimanfaatkan

secara keseluruhan, namun ada penghematan atas biaya

lingkungan.

d. Dengan menetapkan biaya lingkungan dalam anggaran

perusahaan, maka perusahaan sudah memikirkan alat mana

yang dapat digunakan dalam pengolahan limbah, sehingga

limbah yang dihasilkan limbah tersebut dapat didaur ulang.

Dalam hai ini perusahaan akan memperkirakan bahwa

minimal limbah tersebut dapat bermanfaat bagi masyarakat

dan hasil penjualan limbah tersebut dapat menutupi biaya

lain-lain yang telah dikeluarkan oleh perusahaan.

Contoh nyata dari perusahaan yang memasukkan biaya

lingkungan ke dalam penganggaran perusahaan adalah PT

Timah (Persero). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Panggabean dan Deviarti (2012), dalam rangka pemeliharaan

lingkungan PT Timah menganggarkan Rp 5.674.614.500,00

untuk biaya pengelolaan lingkungan. Selain itu, perusahaan

Page 17: Akuntansi Lingkungan Ta

mengupayakan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR)

yang berkesinambungan, perusahaan telah mengalokasikan

sebagian dananya khusus untuk aktivitas-aktivitas sosial

tersebut. Panggabean dan Deviarti melanjutkan bahwa

perusahaan menyiapkan anggaran pada tahun 2009, sekitar Rp

26,6 miliar untuk pelaksanaan program CSR yang merupakan

dana yang wajib dicadangkan bagi perusahaan yang

memanfaatkan sumber daya alam (SDA).

Penerapan akuntansi lingkungan sangat bermanfaat bagi

perusahaan dan lingkungan. Berikut ini merupakan penjelasan

dari beberapa manfaat lainnya dari penerapan akuntansi

lingkungan.

II.2.1 Pembentukan Citra Positif Perusahaan

Dalam Wikipedia bahasa Indonesia, citra didefinisikan

sebagai a picture of mind, yaitu suatu gambaran yang ada di

dalam benak seseorang. Citra dapat berubah menjadi buruk

atau negatif, apabila kemudian ternyata tidak didukung oleh

kemampuan atau keadaan yang sebenarnya (Dahlan, 1992).

Bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan membawa

manfaat bagi perusahaan, salah satunya citra positif di

masyarakat sekitar. Penyisihan biaya untuk pelestarian

lingkungan terkait sekali dengan citra PT Timah yang cukup

baik, hingga masyarakat setempat menyatakan bahwa PT timah

adalah bagian dari kehidupan mereka (Panggabean dan

Deviarti, 2012). Citra perusahaan adalah sebuah hal yang

sangat penting karena perusahaan yang memiliki citra negatif

tidak akan dapat melakukan operasi jangka panjang sebagai

akibat dari penolakan masyarakat yang berujung pada

penutupan perusahaan.

II.2.2 Peningkatan Kualitas Lingkungan

Page 18: Akuntansi Lingkungan Ta

M. Alwi Dahlan, Paper: Peranan dan Peluang Pulic Relations dalam meningkatkan Citra

dan Pelayanan Perbankan, (disampaikan pada seminar PR Bank: Pasca UU Perbankan

1992 di Jakarta, 20 Juni 1992)