Akidah

15
PENDAHULUAN Charles J. Adams memiliki posisi penting dalam pengembangan pemikiran kajian agama dan islam. Bagi sarjana muslim Indonesia yang studi lanjut ke Institute of Islamic Studies McGill University, Canada, berkesempatan belajar kepada Charles j. Adam karena merupakan seorang professor Islamic studies di sana. Kajian pada ruang lingkup pertama pada umumnya dilakukan oleh Muslim dengan tujuan mendapatkan kebenaran agama (islam). Yang dapat dimasukkan pada kegiatan kajian pada ruang lingkup yang pertama ini adalah taqsir, hadist, fiqih, dan kalam. Yang kedua adalah kegiatan terhadap apa yang oleh Muslim diyakini sebagian Islam yang benar dan dipandangi sebagai living Islam. Yang ketiga adalah kajian terhadap aspek budaya dan social Muslim. ISLAM Islam tidak hanya sebuah agama menurut makna modern yang terbatas. Banyak pemikir Islam menganggap pembedaan semacam itu tidak benar. Semakin dekat individu itu mengamati budaya tradisional dunia islam, semakin kuat penolakannya terhadap pembedaan tersebut. Secara historis, ketika satu generasi umat Islam menyimpang dari cara perilaku atau berfikir yang sudah diterima dalam komunitas terkait, generasi berikutnya biasanya menemukan cara untuk mencapai legitimasi atas bagian yang sudah diterima ini. 1 | SAMY PANDU (08610161)

Transcript of Akidah

Page 1: Akidah

PENDAHULUAN

Charles J. Adams memiliki posisi penting dalam pengembangan pemikiran kajian

agama dan islam. Bagi sarjana muslim Indonesia yang studi lanjut ke Institute of Islamic

Studies McGill University, Canada, berkesempatan belajar kepada Charles j. Adam karena

merupakan seorang professor Islamic studies di sana.

Kajian pada ruang lingkup pertama pada umumnya dilakukan oleh Muslim dengan

tujuan mendapatkan kebenaran agama (islam). Yang dapat dimasukkan pada kegiatan kajian

pada ruang lingkup yang pertama ini adalah taqsir, hadist, fiqih, dan kalam. Yang kedua

adalah kegiatan terhadap apa yang oleh Muslim diyakini sebagian Islam yang benar dan

dipandangi sebagai living Islam. Yang ketiga adalah kajian terhadap aspek budaya dan social

Muslim.

ISLAM

Islam tidak hanya sebuah agama menurut makna modern yang terbatas. Banyak

pemikir Islam menganggap pembedaan semacam itu tidak benar. Semakin dekat individu itu

mengamati budaya tradisional dunia islam, semakin kuat penolakannya terhadap pembedaan

tersebut. Secara historis, ketika satu generasi umat Islam menyimpang dari cara perilaku atau

berfikir yang sudah diterima dalam komunitas terkait, generasi berikutnya biasanya

menemukan cara untuk mencapai legitimasi atas bagian yang sudah diterima ini.

AGAMA

Sering kali tulisan agama dipandang sebagai respon manusia terhadap kekuatan alam

yang besar dan tak dapat terkontrol seperti “penyakit bahasa”, munculnya ketakutan dan

dorongan terhadap keamanan. Agama terkait dengan pengalaman internal dan perilaku

eksternal manusia, sehingga mahasiswa ilmu agama harus berusaha sungguh-sungguh dalam

menggali kedua sisi ini jika dia ingin menjalankan misinya dengan baik. Meskipun tujuan

utama mahasiswa ilmu agama adalah memahami rahasia kehidupan internal, perhatiannya

harus terfokus pada tradisi historis, yang mana metode penelitian dapat diterapkan

1 | S A M Y P A N D U ( 0 8 6 1 0 1 6 1 )

Page 2: Akidah

PENDEKATAN DALAM STUDI ISLAM

1. PENDEKATAN NORMATIF atau AGAMIS

Pada masa awal gerakan misionaris, tujuan utamanya adalah mengubah agama

atau keyakinan penduduk setempat. Mereka sangat berminat kuat untuk mengetahui islam

karena pengalaman mendalam akan membantu cara mendekati orang islam. Ada hal

penting yang harus diperhatikan dalam menilai pergerakan misionaris ini. Meskipun

kelompok lama sudah lama melepaskan tujuan menyebarkan agama Kristen, sejak PD II

muncul elemen baru dalam bentuk misi “keyakinan”. Misi ini yang umumnya menganut

keyakinan Protestan ultrafundamentalis, membanjiri banyak dunia islam dengan tujuan

membantu orang islam memahami kesalahan jalannya.

2. PENDEKATAN SEJARAH dan ILMU BAHASA

Tak dapat disangkal bahwa perspektif paling produktif pada studi islam adalah

perspektif ilmu bahasa dan sejarah. Pada awalnya, minat terhadap ilmu bahasa tidak

berangkat dari minat terhadap islam, namun seringkali sebagai dampak dari minat bidang

lain seperti studi tentang bible atau perbandingan semitik. Pendekatan ini menempatkan

bahasa akan terus memainkan peran penting dalam studi islam.

3. PENDEKATAN ILMU SOSIAL

Tak dapat diragukan lagi ilmu sosial dan perkembangannya termasuk salah satu

perkembangan terpenting dalam kehidupan intelektual dan dalam organisasi sains di

universitas-universitas abad ini. Sangat sulit menjelaskan apa makna “pendekatan ilmu

sosial” pada studi agama, karena ilmu sosial ini memiliki sifat dan validitas yang sangat

beragam.

4. PENDEKATAN FENOMENOLOGI

Pendekatan ini sangat penting bagi studi Islam. Aspek ini memainkan peran kunci

untuk memperbaiki kesalahan pendekatan bermusuhan dan tak simpatik yang

berkembang dalam tradisi orientalisme barat dan membuka pintu bagi penetrasi

penglaman agama islam dalam skala yang lebih luas dan lebih penting. Pencapaian utama

Fenomenologis terletak pada pandangan bahwa norma semua studi agama adalah

pengalaman pengikutnya sendiri, maka apa yang harus dilakukan studi semacam ini

adalah menguraikan makna keagamaan pengikut itu.

2 | S A M Y P A N D U ( 0 8 6 1 0 1 6 1 )

Page 3: Akidah

BIDANG KAJIAN ISLAM

1. DUNIA ARAB sebelum ISLAM

Mereka yang menekuni topic ini mengakui bahwa tanpa melacak evolusi agama

orang semit secara keseluruhan dan memperhatikan perubahan pandangan agama

masyarakat lain yang tinggal di kawasan Timur Tengah, kita tidak akan mendapatkan

penjelasan yang memadai tentang warisan agama yang menjadi dasar agama Islam dan

mengetahui latar belakang kemunculan agama Islam

2. NABI MUHAMMAD

Beberapa tahun setelah PD II kajian tentang kehidupan Nabi Muhammad sangat

disukai. Biografi cukup mendalam karangan Watt mendasari dimensi sosial dan ekonomi

dan latar belakang aktivitas nabi serta menggambarkan kecerdikannya dalam menjalin

hubungan dengan suku-suku (Watt, 1953 dan 1956). Karya ini juga menggali pertanyaan

tentang materi sumber untuk mengetahui kehidupan dan karir nabi dan menunjukkan

ketergantungan yang lebih besar pada materi tradisional daripada generasi keilmuan

sebelumnya. Selain itu karya Watt memperhatikan isu moral yang harus dihadapi oleh

peneliti non-Muslim yang menyelidiki Nabi Muhammad.

3. AL – QUR’AN

Salah satu alas an kenapa perhatian lebih besar tidak diberikan pada upaya untuk

menguraikan Al – Qur’an adalah dominasi perhatian sejarah di antara generasi sarjana

awal. Seringkali peneliti bertujuan menemukan asal gagasan Al – Qur’an atau

menunjukkan ketergantungan Al – Qur’an pada ajaran Yahudi dan Nasrani. Kurangnya

perhatian pada kajian Al – Qur’an juga terkait dengan penafsiran tradisional tentang Kitab

Suci dalam masyarakat Islam sendiri.

4. HADIST

Perihal keontetikan hadist Nabi mungkin merupakan masalah paling rumit yang

dihadapi kajian Islam. Padahal sebagian besar informasi historis tentang islam awal dan

perkembangannya didapat dari materi semacam itu. Perkembangan terbaru dalam kajian

hadist adalah upaya untuk menjawab pertanyaan tentang makna tradisi Nabi bagi

umatnya. Salah satunya adalah adanya perhatian untuk mengkaji perdebatan kontemporer

dari waktu ke waktu dalam sejarah islam.

3 | S A M Y P A N D U ( 0 8 6 1 0 1 6 1 )

Page 4: Akidah

5. KALAM

Munculnya kembali perhatian pada periode Islam memiliki beberapa aspek. Salah

satunya adalah adanya upaya untuk mengkonstruksi dan memperdalam pemahaman

tentang perkembangan pemikiran pada seluruh periode. Aspek ke-2 yaitu munculnya

kembali perhatian pada periode awal pemikiran teologi dapat dituntut pada munculnya

sejumlah studi teknis tentang tokoh dan naskah tertentu, yang meskipun relative kurang

jelas, sebagian diantaranya sangat penting untuk menilai karakteristik perkembangan

bidang ini. Aspek ke-3 yaitu besarnya perhatian pada paham Mu’tazillah. Cabang kajian

ini mendapatkan ransangan khusus dengan ditemukannya karya penting pemikir

Mu’tazillah, Qadi Abd al-Jabbar di Yaman tahun 1951. Buku yang berjudul al-Mughni ini

merupakan risalah paling terperinci tentang tteologi Mu’tazillah.

6. SUFISME

Berkaitan dengan kajian sufi yang membahas topik selain sejarah, kita dapat

membedakan beberapa perkembangan penting dalam era sekarang ini. Salah satunya

adalah munculnya literature tentang mistisisme Iran, khususnya aliran iluminasi, dan

hubungannya dengan aliran Syi’ah 12 Imam. Dalam hal ini, kita menggunakan kata

“mistikisme” bukannya sufisme karena banyak mistik Iran secara empatik menolak

identifikasi sufi.

7. SYI’AH

Korban pertama pemikiran “monolitis” ini adalah Syi’ah Ithna Ashari, komunitas

Syi’ah utama di Iran,Irak, dan anak benua India. Karena para sarjana tidak memandang

Syi’ah termasuk elemen pertama Islam, maka Syi’ah tidak mendapatkan perhatian yang

sepadan.

Kaum Syi’ah memandang diri mereka memiliki hubungan lebih dekat dan personal

dengan realitas ketuhanan melalui imam yang hidup dan wakilnya diantara mutjahid.

8. AGAMA POPULER

Peribadatan, kehidupan kebaktian, dan agama populer termasuk elemen penting

kajian Islam yang seringkali diabaikan. Maka, penekanan lebih besar harus diberikan

pada karekteristik kesalahan Islam dan kualitas pengalaman penganutnya dengan

mengingat bahwa Islam adalah agama yang memiliki hukum formalistik.

4 | S A M Y P A N D U ( 0 8 6 1 0 1 6 1 )

Page 5: Akidah

Ernest Gellner (Saint of the Atlas) telah melakukan penelitian etnografik tentang

keluarga-keluarga suci dengan menunjukkan peran sosial mereka diantara suku Bar-bar

(Gellner, 1969). Penelitian Gellner menunjukkan salah satu kecenderungan yang

berkembang di Afrika Utara, khususnya Maroko yang banyak menarik peneliti dunia

Islam.

AKIDAH

Akidah secara bahasa artinya ikatan. Sedangkan secara istilah akidah artinya

keyakinan hati dan pembenarannya terhadap sesuatu. Dalam pengertian agama maka

pengertian akidah adalah kandungan rukun iman, yaitu:

1. Beriman dengan Allah

2. Beriman dengan para malaikat

3. Beriman dengan kitab-kitab-Nya

4. Beriman dengan para Rasul-Nya

5. Beriman dengan hari akhir

6. Beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk

Sehingga akidah ini juga bisa diartikan dengan keimanan yang mantap tanpa disertai

keraguan di dalam hati seseorang (lihat At Tauhid lis Shaffil Awwal Al ‘Aali hal. 9, Mujmal

Ushul hal. 5).

KEDUDUKAN AKIDAH YANG BENAR

Akidah yang benar merupakan landasan tegaknya agama dan kunci diterimanya

amalan. Hal ini sebagaimana ditetapkan oleh Allah Ta’ala di dalam firman-Nya:

�ان� ف�م�ن� جو ك �ر� �ق�اء� ي �ه� ل ب �ع�م�ل� ر� �ي ا ع�م�ال ف�ل ��ح ر�ك� و�ال ص�ال ش� �اد�ة� ي �ع�ب �ه� ب ب �ح�د�ا ر� أ

“Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah dia

beramal shalih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya dalam beribadah

kepada-Nya.” (QS. Al Kahfi: 110)

Allah ta’ala juga berfirman,

�ق�د� وح�ي� و�ل �ك� أ �ي �ل �ل�ى إ /ذ�ين� و�إ �ك� م�ن� ال �ل �ن� ق�ب �ئ �ت� ل ك ر� ش�� �ط�ن/ أ ب �ح� �ي ك� ل �ن/ ع�م�ل ون �ك �ت ر�ين� م�ن� و�ل �خ�اس� ال

5 | S A M Y P A N D U ( 0 8 6 1 0 1 6 1 )

Page 6: Akidah

“Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu: Sungguh,

apabila kamu berbuat syirik pasti akan terhapus seluruh amalmu dan kamu benar-benar

akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Az Zumar: 65)

Ayat-ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa amalan tidak akan diterima apabila

tercampuri dengan kesyirikan. Oleh sebab itulah para Rasul sangat memperhatikan perbaikan

akidah sebagai prioritas pertama dakwah mereka. Inilah dakwah pertama yang diserukan oleh

para Rasul kepada kaum mereka; menyembah kepada Allah saja dan meninggalkan

penyembahan kepada selain-Nya.

Hal ini telah diberitakan oleh Allah di dalam firman-Nya:

�ق�د� �ا و�ل �ن �ع�ث ل� ف�ي ب م/ة= ك سوال أ ن� ر�

� دوا أ /ه� اع�ب وا الل �ب �ن ت الط/اغوت� و�اج�

“Dan sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul yang menyerukan

‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut (sesembahan selain Allah)’” (QS. An Nahl: 36)

Bahkan setiap Rasul mengajak kepada kaumnya dengan seruan yang serupa yaitu,

“Wahai kaumku, sembahlah Allah. Tiada sesembahan (yang benar) bagi kalian selain Dia.”

(lihat QS. Al A’raaf: 59, 65, 73 dan 85). Inilah seruan yang diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud,

Shalih, Syu’aib dan seluruh Nabi-Nabi kepada kaum mereka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetap di Mekkah sesudah beliau diutus sebagai

Rasul selama 13 tahun mengajak orang-orang supaya mau bertauhid (mengesakan Allah

dalam beribadah) dan demi memperbaiki akidah. Hal itu dikarenakan akidah adalah fondasi

tegaknya bangunan agama. Para dai penyeru kebaikan telah menempuh jalan sebagaimana

jalannya para nabi dan Rasul dari jaman ke jaman. Mereka selalu memulai dakwah dengan

ajaran tauhid dan perbaikan akidah kemudian sesudah itu mereka menyampaikan berbagai

permasalahan agama yang lainnya (lihat At Tauhid Li Shaffil Awwal Al ’Aali, hal. 9-10).

SEBAB – SEBAB PENYIMPANGAN AKIDAH YANG BENAR

Penyimpangan dari akidah yang benar adalah sumber petaka dan bencana. Seseorang

yang tidak mempunyai akidah yang benar maka sangat rawan termakan oleh berbagai macam

keraguan dan kerancuan pemikiran, sampai-sampai apabila mereka telah berputus asa maka

mereka pun mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat mengenaskan yaitu dengan bunuh

diri. Sebagaimana pernah kita dengar ada remaja atau pemuda yang gantung diri gara-gara

diputus pacarnya.

6 | S A M Y P A N D U ( 0 8 6 1 0 1 6 1 )

Page 7: Akidah

Begitu pula sebuah masyarakat yang tidak dibangun di atas fondasi akidah yang benar

akan sangat rawan terbius berbagai kotoran pemikiran materialisme (segala-galanya diukur

dengan materi), sehingga apabila mereka diajak untuk menghadiri pengajian-pengajian yang

membahas ilmu agama mereka pun malas karena menurut mereka hal itu tidak bisa

menghasilkan keuntungan materi. Jadilah mereka budak-budak dunia, shalat pun mereka

tinggalkan, masjid-masjid pun sepi seolah-olah kampung di mana masjid itu berada bukan

kampungnya umat Islam. Alangkah memprihatinkan, wallaahul musta’aan (disadur dari At

Tauhid Li Shaffil Awwal Al ‘Aali, hal. 12).

PENGERTIAN TAUHID

Dari segi bahasa ‘mentauhidkan sesuatu’ berarti ‘menjadikan sesuatu itu esa’. Dari

segi syari’ tauhid ialah ‘mengesakan Allah didalam perkara-perkara yang Allah sendiri

tetapkan melalui Nabi-Nabi Nya yaitu dari segi Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ Was

Sifat’.

PENSYARIATAN TAUHID

Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-

Ku.” (QS Az Zariyat 51:56)

“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang

sebelummu, agar kamu bertakwa.” (QS Al Baqarah 2:21)

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):

Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut …” (QS An Nahl 16:36)

TAUHID SEBAGAI KEWAJIBAN TERBESAR

Tauhid merupakan materi dakwah pertama para Rasul. Tauhid merupakan terminal

pertama dan langkah terawal bagi mereka-mereka yang ingin menempuh jalan kepada Allah.

Apabila tauhid wujud dalam diri seseorang secara sempurna, maka tauhid akan mencegah

seseorang itu masuk neraka.

7 | S A M Y P A N D U ( 0 8 6 1 0 1 6 1 )

Page 8: Akidah

Nabi saw bersabda:

“Tidak seorangpun bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq selain Allah dan Muhammad

adalah hamba dan Rasul Nya benar-benar dari hatinya kecuali Allah akan mengharamkan

atasnya neraka.” (Hadis Riwayat Bukhari)

Apabila tauhid ada dalam diri seseorang (walaupun seberat biji sawipun), ia akan

mencegah dari kekal di neraka selamanya.

MACAM – MACAM TAUHID

1. TAUHID RUBUBIYAH

Yaitu pengakuan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala adalah Tuhan

dan Maha Pencipta. Orang-orang kafir pun mengakui macam tauhid ini. Tetapi

pengakuan tersebut tidak menjadikan mereka tergolong sebagai orang Islam. Allah

Subhanahu wata’ala berfirman:

"Dan sungguh, jika Kamu bertanya kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan

mereka’, niscaya mereka menjawab,’Allah’." (Az-Zukhruf: 87)

Berbeda dengan orang-orang komunis, mereka mengingkari keberadaan Tuhan.

Dengan demikian, mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah.

2. TAUHID ULUHIYAH

Yaitu mengesakan Allah Subhanahu wata’ala dengan melakukan berbagai macam

ibadah yang disyari’atkan. Seperti berdo’a, memohon pertolongan kepada Allah, thawaf,

menyembelih binatang kurban, bernadzar dan berbagai ibadah lainnya.

Macam tauhid inilah yang diingkari oleh orang-orang kafir. Dan ia pula yang

menjadi sebab perseteruan dan pertentangan antara umat-umat terdahulu dengan para

rasul mereka, sejak Nabi Nuh alaihissalam hingga diutusnya Nabi Muhammad

Shallallahu’alaihi wasallam.

Dalam banyak suratnya, Al-Qur’anul Karim sering memberikan anjuran soal

tauhid uluhiyah ini. Di antaranya, agar setiap muslim berdo’a dan meminta hajat khusus

kepada Allah semata.

8 | S A M Y P A N D U ( 0 8 6 1 0 1 6 1 )

Page 9: Akidah

Dalam surat Al-Fatihah misalnya, Allah berfirman:

"Hanya Kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah Kami

memohon pertolongan." (Al-Fatihah: 5)

Maksudnya, khusus kepadaMu (ya Allah) kami beribadah, hanya kepadaMu

semata kami berdo’a dan kami sama sekali tidak memohon pertolongan kepada selainMu.

Tauhid uluhiyah ini mencakup masalah berdo’a semata-mata hanya kepada Allah,

mengambil hukum dari Al-Qur’an, dan tunduk berhukum kepada syari’at Allah. Semua

itu terangkum dalam firman Allah:

"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku maka

sembahlah Aku." (Thaha: 14)

3. TAUHID ASMA’ WA SHIFAT

Yaitu beriman terhadap segala apa yang terkandung dalam Al-Qur’anul Karim

dan hadits shahih tentang sifat-sifat Allah yang berasal dari penyifatan Allah atas

DzatNya atau penyifatan Rasulullah Subhanahu wata’ala.

Beriman kepada sifat-sifat Allah tersebut harus secara benar, tanpa ta’wil

(penafsiran), tahrif (penyimpangan), takyif (visualisasi, penggambaran), ta’thil

(pembatalan, penafian), tamtsil (penyerupaan), tafwidh (penyerahan, seperti yang.banyak

dipahami oleh manusia).

Misalnya tentang sifat al-istiwa ‘(bersemayam di atas), an-nuzul (turun), al-yad

(tangan), al-maji’ (kedatangan) dan sifat-sifat lainnya, kita menerangkan semua sifat-sifat

itu sesuai dengan keterangan ulama salaf. Al-istiwa’ misalnya, menurut keterangan para

tabi’in sebagaimana yang ada dalam Shahih Bukhari berarti al-’uluw wal irtifa’ (tinggi

dan berada di atas) sesuai dengan kebesaran dan keagungan Allah Shallallahu’alaihi

wasallam. Allah berfirman:

"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar

lagi Maha Melihat." (Asy-Syuura: 11)

Maksud beriman kepada sifat-sifat Allah secara benar adalah dengan tanpa hal-hal berikut

ini:

9 | S A M Y P A N D U ( 0 8 6 1 0 1 6 1 )

Page 10: Akidah

1. Tahrif (penyimpangan): Memalingkan dan menyimpangkan zhahirnya (makna yang

jelas tertangkap) ayat dan hadits-hadits shahih pada makna lain yang batil dan salah.

Seperti istawa (bersemayam di tempat yang tinggi) diartikan istaula (menguasai). 

2. Ta’thil (pembatalan, penafian): Mengingkari sifat-sifat Allah dan menafikannya.

Seperti Allah berada di atas langit, sebagian kelompok yang sesat mengatakan bahwa

Allah berada di setiap tempat.  

3. Takyif (visualisasi, penggambaran): Menvisualisasikan sifat-sifat Allah. Misalnya

dengan menggambarkan bahwa bersemayamnya Allah di atas ‘Arsy itu begini dan

begini. Bersemayamnya Allah di atas ‘Arsy tidak serupa dengan bersemayamnya para

makhluk, dan tak seorang pun yang mengetahui gambarannya kecuali Allah semata. 

4. Tamtsil (penyerupaan): Menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat

makhlukNya. Karena itu kita tidak boleh mengatakan, "Allah turun ke langit,

sebagaimana turun kami ini". Hadits tentang nuzul-nya Allah (turunnya Allah) ada

dalam riwayat Imam Muslim. Sebagian orang menisbatkan tasybih (penyerupaan)

nuzul ini kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ini adalah bohong besar. Kami tidak

menemukan keterangan tersebut dalam kitab-kitab beliau, justru sebaliknya, yang

kami temukan adalah pendapat beliau yang menafikan tamtsil dan tasybih. 

5. Tafwidh (penyerahan): Menurut ulama salaf, tafwidh hanya pada al-kaif (hal,

keadaan) tidak pada maknanya. Al-Istiwa’ misalnya berarti al-’uluw (ketinggian),

yang tak seorang pun mengetahui bagaimana dan seberapa ketinggian tersebut kecuali

hanya Allah. Tafwidh (penyerahan): Menurut Mufawwidhah (orang-orang yang

menganut paham tafwidh) adalah dalam masalah keadaan dan makna secara

bersamaan. Pendapat ini bertentangan dengan apa yang diterangkan oleh ulama salaf

seperti Ummu Salamah, Rabi’ah guru besar Imam Malik dan Imam Malik sendiri.

Mereka semua sependapat bahwa, "Istiwa’ (bersemayam di atas) itu jelas

pengertiannya, bagaimana cara/keadaannya itu tidak diketahui, iman kepadanya

adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bid’ah."

10 | S A M Y P A N D U ( 0 8 6 1 0 1 6 1 )