akidah

download akidah

If you can't read please download the document

Transcript of akidah

Juga telah disebutkan oleh imam Taqiyyuddin Al-Hishni di dalam kitab Dafu syibhi m an syabbaha wa tamarroda halaman : 18. Di dalam kitab ini juga pada halaman ke 5 6 disebutkan bahwa imam SyafiI berkata : Aku beriman dengan apa yang datang dari Allah Swt sesuai maksud Allah Swt, dan b eriman dengan apa yang datang dari Rasulullah Saw menurut maksud Rasulullah Saw . Ketika imam Syafii ditanya tentang sifat Allah Swt, beliau menjawab :9/40 Haram bagi akal membuat perumpamaan, Haram bagi pemikiran membuat batasan, dan h aram bagi prasangka untuk membuat statemen, dan Haram juga bagi Jiwa untuk memik irkan (Dzat, perbuatan dan sifat-sifat) Allah Subhanahu wa Taala, dan haram bagi hati untuk memperdalam, dan Haram bagi lintasan-lintasan hati untuk meliputi, ke cuali apa yang telah Allah sifati sendiri atas lisan nabi-Nya Muhammad Shollalla hu alaihi wa Sallam (Telah disebutkan oleh syaikh Ibnu Jahbal di dalam Risalahnya, lihatlah Thobaqot Asy-Syafiiyyah Al-Kubra juz : 9 halaman : 40 tentang menafikan arah dari Allah S wt sebagai bantahan atas Ibnu Taimiyyah) Di dalam kitab Ittihaafus saadatil muttaqin juz : 2 halaman ; 24, imam SyafiI ber kata : Sesungguhnya Allah Taala ada dan tanpa tempat, lalu Allah menciptakan tempat dan Allah senantiasa dalam shifat AzaliNya (tidak berubah) sebagaimana wujud-Nya sebe lum menciptakan tempat. Mustahil bagi Allah perubahan di dalam Dzat-Nya dan juga perpindahan di dalam sifat-sifat-NyaIbnu Abi Haatim juga berkata, Aku mendengar bapakku berkata, ciri ahli bidah adalah memfitnah ahli atsar, dan ci ri orang zindiq adalah mereka menggelari ahlussunnah dengan hasyawiyah dengan ma ksud untuk membatalkan atsar, ciri jahmiyah adalah mereka menamai ahlussunnah de ngan musyabbihah, dan ciri rafidhoh adalah mereka menamai ahlussunnah dengan naa sibah. (selesai) Syarh Ushul Itiqod Ahlissunnah wal jamaah lil imam al Laalikai 1/200-201 KESIMPULAN ASY ARIYYAH: Fase Kedua, menetapkan sifat aqliyyah Allah, yaitu : Al-H ayaah (Hidup), Al-Ilm (Mengetahui), Al-Qudrah (Berkuasa), Al-Iraadah (Berkehendak ), As-Sam (Mendengar), Al-Bashar (Melihat), dan Al-Kalaam (Berkata-kata). Namun i a men-tawil sifat khabariyyah seperti Al-Wajh (Wajah), Al-Yadain (Dua Tangan), Al -Qadam (Kaki), As-Saaq (Betis), dan yang semisalnya. Yakni kebanyakan dari mereka mentakwil ayat-ayat mutasyabihat secara global (ta kwil ijmali), yaitu dengan mengimaninya serta meyakini bahwa maknanya bukanlah s ifat-sifat jism (sesuatu yang memiliki ukuran dan dimensi) Jumhur Asyaairah dalam hal ini menerapkan metode tafwiidl (menyerahkan maknanya k epada Alah taala) dan sebagian mereka memilih metode tawiil. Namun mereka sepakat menolak menetapkan sifat Allah sebagaimana dhahirnya atau hakekatnya (haqiqiy).Cukuplah satu bait syiir dalam kitab Al-Jauharah berikut sebagai bukti : * Setiap nash yang mengandung penyerupaan (terhadap makhluk) takwilkanlah atau serahkanlah dan berishkanlah Allah (dari kekurangan). Dan inilah praktek tawil Asyaairah yang diwakili oleh Abu Manshuur Abdul-Qaahir AlBaghdaadiy Al-Asyariy rahimahullah : : Sebagian shahabat kami memang telah melakukan tawil dalam perkara ini yaitu tawil s ifat tangan dengan kekuasaan (qudrah) - . Hal itu shahih dalam madzhab [Ushuuludd iin, hal. 111]. Hampir menjadi satu kenyataan aksiomatik jika ada orang yang menetapkan sifat du a tangan kepada Allah taala secara hakiki, tuduhan-tuduhan mujassimah/musyabihah akan nyasar kepadanya, terutama sekali dari lisan-lisan Asyaariyyuun. Al Imam ath-Thahawi juga mengatakan: " ". "Barangsiapa menyifati Allah dengan salah satu sifat manusia maka ia telah kafi r". Di antara sifat-sifat manusia adalah bergerak, diam, turun, naik, duduk, bersema yam, memiliki anggota badan, baik yang kecil maupun yang besar dan lain sebagain ya. Jadi terjemahan tersebut jelas mengusung paham tasybih dan kekufuran. Menurut Ahlussunnah sifat-sifat tersebut ketika diyakini sebagai sifat Allah mak a tidak bisa diterjemahkan ke bahasa lain. Karena kata Wajh, Ayn dan Yadayn dal am bahasa Arab memiliki beberapa makna, dengan diterjemahkan kepada salah satu m aknanya akan terjadi distorsi dan ketika itu nampak dipahami sebagai apa. Jika d iterjemahkan sebagai wajah atau muka, mata dan tangan berarti telah meyakini key akinan tasybih; bahwa Allah memiliki anggota badan. Seorang sunni meyakini bahw a Allah memiliki sifat-sifat tersebut yang bukan bermakna muka, mata atau tangan . Memang mungkin saja diterjemahkan tetapi diterjemahkan maknanya dengan mentakw il Wajh sebagai al Mulk (kekuasaan), Ayn sebagai al Hifzh (pemeliharaan), Yad s ebagai al Inayah (perhatian khusus), atau al Qudrah (kekuasaan) atau al Ahd (j anji) dan semacamnya. --------------------------AKIDAH AHLUS SUNNAH: Tentang masalah sifat-sfat Allah, Ahlus-Sunnah wal-Jamaah mengimaninya bah (tahrif), mengingkari (tathil), menanyakan bagaimana (takyif), dan menyerupakan (tasybih) dengan sifat makhluk-Nya. harus meyakini bahwa sifati dengan sifat sifat sebagaimana Allah mensifati diri-Nya, seperti hikmah, dan seluruh apa yang Dia sifatkan didalam kitab-Nya. tanpa meru tidak pula Allah di Qudroh,Yang benar dalam permasalahan ini adalah apa yang telah dipegang oleh As-Salafus h-Shalih, yaitu memperlakukan ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits tentang Shifat Allah sebagaimana adanya, tanpa mentafsirkannya (yaitu : men-tawil-kannya Pent.) , menanyakan bagaimananya (takyif), atau menyerupakannya dengan makhluk-Nya (tam tsil). Tidak dinukil perselisihan diantara mereka dalam masalah ini, khususnya d ari Al-Imam Ahmad. Dan golongan salaf tidak berlebih-lebihan dalam memahami makn a shifat-shifat tersebut dan tidak pula membuat permisalan baginya.(TIRMIDZI - 2480 Kitab : Sifat Surga Bab : Penghuni surga dan neraka abadi) : Te lah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Al Ala bin Abdurrahman dari ayahnya dari Abu Hurairah Rasulull ah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Allah mengumpulkan manusia pada hari kiamat di satu tanah lapang kemudian Ia mendatangi mereka, ia berfirman: Ingat, setiap manusia mengikuti apa yang pernah disembahnya. Lalu penyembah salib diperlihatkan penjelmaan salibnya, penyembah patung diperlihatkan penjelmaan patungny a dan penyembah api diperlihatkan penjelmaan apinya lalu mereka mereka mengikuti yang pernah mereka sembah dan kaum muslimin tetap tinggal, setelah itu Rabb sem esta alam mendatangi mereka, Ia bertanya: Apa kau tidak mengikuti mereka? Mereka berkata: Kami berlindung diri kepada Allah darimu, kami berlindung diri kepada Allah darimu, Rabb kami ini adalah tempat kami hingga kami melihat Rabb kami. Ia memerintah mereka dan meneguhkan mereka kemudian bersembunyi, setelah itu datan g dan bertanya: Apa kau tidak mengikuti mereka? Mereka berkata: Kami berlindung diri pada Allah darimu, kami berlindung diri pada Allah darimu, Rabb kami ini ad alah tempat kami hingga kami melihat Rabb kami. Ia memerintah mereka dan meneguh kan mereka." Mereka bertanya: Apakah kita melihatNya, wahai Rasulullah? beliau b alik bertanya: "Apakah kalian kesulitan saat melihat rembulan di malam purnama?" mereka menjawab: Tidak, wahai Rasulullah. beliau bersabda: "Sesungguhnya kalian tidaklah kesulitan melihatNya saat itu. Setelah itu Dia bersembunyi lalu muncul lalu Dia mengenalkan diriNya kepada mereka, IA berfirman: Aku Rabb kalian, ikut ilah aku. Kaum muslimin berdiri, kemudian shirath di letakkan, mereka pun melint asinya seperti kuda-kuda terbaik dan pengendara, kata-kata mereka saat berada di atas shirat: Selamatkan, selamatkan. Setelah itu yang tersisa hanyalah penghuni neraka, di antara mereka ada segolongan besar dilemparkan ke neraka, setelah it u neraka di tanya: Apa kau sudah penuh? Neraka menjawab: Apa ada yang lain? Sete lah itu yang tersisa penghuni neraka, di antara mereka ada segolongan besar di l emparkan ke neraka, setelah itu neraka ditanya: Apa kau sudah penuh? Neraka menj awab: Apa ada yang lain? Hingga setelah mereka semua di periksa, Allah Yang Maha Pemurah meletakkan kaki-Nya di neraka dan menghimpitkannya satu sama lain. Ia b ertanya: Sudah Cukupkah? Neraka menjawab: Cukup, cukup. Setelah Allah memasukkan penghuni surga ke surga dan penghuni neraka ke neraka, kematian didatangkan den gan diseret kemudian didirikan di atas benteng antara penghuni surga dan penghun i neraka, setelah itu dikatakan kepada penghuni surga: Hai penghuni surga! Merek a melihat dalam keadaan takut. Dan dikatakan kepada penghuni neraka: Wahai pengh uni neraka! Mereka melihat dalam keadaan senang, mereka berharap mendapatkan sya faat. Lalu dikatakan kepada penghuni surga dan penghuni neraka: Apa kalian menge tahui ini? mereka menjawab: Kami mengetahuinya, itu adalah kematian yang diserah i untuk (mencabut nyawa) kami. Ia dibaringkan lalu disembelih di atas benteng an tara surga dan neraka, setelah itu dikatakan: Wahai penghuni surga, Sekarang tib a saatnya kekekalan, tiada lagi kematian dan wahai penghuni neraka, kalian juga kekal tiada kematian." Abu Isa berkata: Hadits ini hasan shahih. Dan banyak seka li riwayat serupa yang diriwayatkan dari nabi Shallallahu alaihi wa Salam yang tidak menyebutkan bahwa manusia melihat Rabb mereka, tidak menyebut kedatangkan Rabb dan hal-hal serupa. Madzhab yang benar tentang hal ini menurut ahlul ilmi d ari kalangan para imam serperti Sufyan Ats Tsauri, Malik bin Anas, Ibnu Al Mubar ak, Ibnu Uyainah, Waki dan lainnya bahwa mereka (di akhirat) melihat hal-hal te rsebut. Mereka berkata: Hadits-hadits ini diriwayatkan dan kami mengimaninya, ti dak ditanyakan bagaimananya (tekhnisnya). Inilah madzhab yang dipilih oleh ahli hadits; hal-hal itu akan terlihat seperti yang disebutkan dalam hadits dan seper ti yang diimani, tidak ditafsirkan, diduga dan ditanyakan bagaimananya. Inilah p andangan ahlul ilmi yang mereka pilih dan kemukakan. Makna sabda Rasulullah shal lallahu alaihi wasallam: "Lalu mengenalkan diriNya pada mereka" maksudnya menam pakkan diri kepada mereka. ----------------------1. MAKNA ZHAHIR: yang dimaksud dengan memahami secara zhohir (tekstual) adalah memahami makna yan g tertangkap langsung di dalam benak pikiran. Kami contohkan adalah ketika kita mengatakan, Ali melihat singa. Maka makna yang tertangkap adalah Ali benar-benar m elihat binatang buas yang dinamakan singa. Inilah yang dimaksudkan memahami seca ra zhohir. Walaupun masih ada kemungkinan makna singa di situ bisa dengan makna lainnya seperti berarti pemberani. Misalnya kita katakan, Ali Sang Singa menakluk an musuh-musuhnya. Yang dimaksudkan di sini bukan singa binatang buas, namun berm akna pemberani karena dipahami dari konteks kalimat. Namun kalau kita mendengar kata singa secara sendirian, tentu yang tertangkap dalam benak kita adalah singayang termasuk binatang buas. Ketika memahami sifat Allah pun mesti seperti itu. a zhohir, sesuai makna yang tertangkap dalam benak gkan) ke makna lainnya tanpa adanya indikator atau -Abul-Hasan Al-Asyariy menjelaskan posisinya dalam Hendaklah kita memahami secar kita tanpa kita takwil (palin dalil. hal ini :.. ...... : ( ) Hukum dari (makna) firman Allah taala adalah sesuai dengan dhahir dan hakekatnya. Tidak boleh dipalingkan sedikitpun dari makna dhahirnya kepada makna majaaz kecu ali dengan hujah Begitu pula dengan makna firman Allah taala : kepada yang telah Ak u ciptakan dengan kedua tangan-Ku (QS. Shaad : 75) adalah sebagaimana dhahirnya d an hakekatnya dari penetapan sifat dua tangan (Allah). Bahkan wajib untuk menjadi kan makna firman Allah taala : kepada yang telah Aku ciptakan dengan kedua tanganKu untuk menetapkan dua tangan untuk Allah taala secara hakekatnya, bukan dengan m akna dua nikmat. Karena dalam bahasa Arab tidak boleh seseorang mengatakan : amilt u bi-yadai (aku berbuat dengan dua tanganku), dengan makna dua nikmat [Al-Ibaanah , hal. 41]. ---------------------------2. TANPA TAHRIF: Tanpa tahrif (merubah) artinya tdak merubah makna yang terkandung dalam sifat te rsebut. Seperti perkataan Jahmiyyah tentang sifat istiwaa (bersemayam), mereka ru bah menjadi istaulaa (menguasai). Juga perkataan sebagian ahlul-bidah tentang makn a al-ghadlab (marah) diartikan dengan iradatul-intiqaam (kehendak untuk menyiksa ); dan makna ar-rahmah dirubah menjadi iradatul-inam (kehendak untuk memberi nikm at). Semuanya ini tidak benar. Yang benar adalah bahwa makna istiwaa bagi Allah a dalah bahwa Allah mempunyai sifat ketinggian dan berada dalam ketinggian yang se suai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya. Begitu pula dengan al-ghadlab dan ar-ra hmah, adalah sifat bagi Allah secara hakekat sesuai dengan kemuliaan Allah dan k eagungan-Nya. : Al-Walid bin Muslim berkata : Aku pernah bertanya kepada Al-Auzaiy, Malik bin Ana s, Sufyan Ats-Tsauriy, dan Al-Laits bin Sad tentang hadits-hadits yang berkenaan dengan sifat, maka setiap dari mereka menjawab : Perlakukanlah (ayat-ayat tentang Sifat Allah) sebagaimana datangnya tanpa tafsir (yaitu : jangan kamu tanya tent ang bagaimana sifat itu) [Diriwayatkan oleh Adz-Dzahabi dalam Al-Ulluw, berserta M ukhtashar-nya oleh Al-Albani hal. 142 no. 134 dengan sanad shahih; Al-Maktab AlIslamy, Cet. 1/1401]. Setali tiga uang aqidah Abul-Hasan adalah aqidah Al-Imaam Ahmad bin Hanbal rahimah umallaah sebagaimana tertera dalam Kitaabul-Aqiidah saat menjelaskan sifat wajah : Dan madzhab Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal radliyallaahu anhu, bahwasannya Allah azza wa jallaa mempunyai wajah yang tidak seperti bentuk-bentuk (makhluk-Nya) dan be nda-benda yang terlukis. Bahkan sifat wajah telah Ia sifatkan dengan firman-Nya : segala sesuatu pasti binasa kecuali wajah-Nya (QS. Al-Qashshaash : 88). Dan bara ngsiapa yang mengubah maknanya, sungguh ia telah berbuat ilhad kepada-Nya. Sifat wajah itu menurutnya (Al-Imam Ahmad) adalah sebagaimana hakekatnya, bukan dalam makna majaz [Kitaabul-Aqiidah, riwayat A-Khallaal, hal. 103]. Ibnu Abdil-Barr sebagaimana dikutip oleh Adz-Dzahabiy dalam kitab Al-Ulluw berkata : Ahlus-Sunnah telah bersepakat untuk mengakui sifat-sifat yang tertuang dalam Al-K itab dan As-Sunnah dan membawanya kepada makna hakekat, tidak kepada makna majaa z. Namun, mereka tidak men-takyif sesuatupun dari sifat-sifat tersebut. Adapun Jahmiyah. Mutazilah, dan Khawaarij; semuanya mengingkarinya dan tidak membawanya k epada makna hakekatnya. Dan mereka menyangka bahwa siapa saja yang mengatakannya (yaitu membawa makna sifat Alah sesuai dengan hakekatnya) berarti telah menyeru pakan-Nya dengan makhluk. Padahal, mereka di sisi orang yang menetapkan sifat Al lah secara hakiki, sama saja menafikkan yang disembah (yaitu Allah) [Mukhtashar A l-Ulluw, hal. 268-269 no. 328]. Sufyan bin Uyainah rahimahullah berkata : Segala sifat yang Allah sifatkan bagi diri-Nya di dalam Al-Quran, penafsirannya ad alah (dhahir) bacaannya dan diam terhadapnya [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Itiqaad hal. 118 no. 296, tahqiq : Ahmad Ishaam Al-Kaatib, Daarul-Aafaaq, Cet. 1/1401; dan Al-Asmaa wash-Shifat 2/307 no. 869, tahqiq : Abdullah bin Muhammad AlHasyidi; Maktabah As-Suwadiy. Atsar ini shahih]. Ahlus-Sunnah) tahu bahwa tidak ada sesuatupun dari makhluq yang serupa dengan-Ny a. Ahlus-Sunnah bukanlah musyabbihah. Mereka juga tidak menanyakan bagaimana sif at Allah itu, karena pertanyaan-pertanyaan semacam ini hakekatnya merupakan sika p takalluf terhadap apa-apa yang Allah tidak berikan ilmu-Nya kepada manusia. Me mpertanyakan dan memikirkan kaifiyah sifat Allah merupakan bidah yang menyesatkan . Allah telah berfirman : Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Me lihat [QS. Asy-Syuuraa : 11]. ----------------3. TANPA TAFWIDL: Ahlus-Sunnah juga tidak mengenal Tafwidl (menyerahkan maknanya kepada Allah), ka rena mereka telah mengetahui sifat-sifat Allah. Sungguh mustahil bahwa Al-Quran d an As-Sunnah yang diturunkan melalui bahasa Arab, melalui lisan Rasulullah shall allaahu alaihi wasallam, yang diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia; n amun tidak diketahui maknanya oleh Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam besert a para shahabatnya. Aqidah tafwidl ini jelas bathil. Oleh karena itu Syaikhul-Islam rahimahullah pun berkata : : Adapun Tafwidl (menyerahkan makna kepada Allah), sesungguhnya telah diketahui bah wa Allah taala memerintahkan untuk memahami Al-Quran dan mendorong kita untuk memi kirkan dan memahaminya. Maka bagaimana kita dibolehkan berpaling dari mengenal, memahami dan memikirkan ?. Hingga beliau berkata dengan tegas dalam permasalahan ini : Maka jelas bahwa Ahlut-Tafwidl yang menyangka dirinya mengikuti As-Sunnah dan AsSalaf adalah seburuk-buruk perkataan Ahlul-Bidah dan ilhad [lihat selengkapnya dal am Darut-Taarudl Al-Aql wan-Naql juz 1 bagian 16 hal. 201-205 dinukil melalui peran taraan Al-Ajwibatul-Mufiidah karya Jamal bin Furaihan Al-Haritsi, Cet. 3, catata n kaki atas pertanyaan nomor 40]. Adapun madzhab tafwidl, maka ia adalah madzhab yang tidak menetapkan makna nash sifat. Jika dikatakan istiwaa , maka ia hanyalah sebuah kata dari rangkaian huru f-huruf tanpa mempunyai makna. Padahal, Al-Qur an diturunkan dalam bahasa Arab yang dipahami oleh orang-orang Arab. Sungguh aneh jika mereka tidak memahami ma kna istiwaa , yadd, ain, dll yang ada dalam Al-Qur an. Madzhab tawfidl bukan madzhab salaf dalam memahamai shifat Allah. Wallaahu a lam . Syaikh Muhammad Khalil Hirras rahimahullahu berkata : Termasuk pendapat yang sala h yaitu menganggap bahwa pendapat ini (tafwidh) merupakan madzhab salaf sebagaim ana orang-orang kontemporer menyandarkannya, baik dari kalangan Asyariyah maupunselainnya. Karena Salaf tidak pernah mentafwidh pengetahuan akan makna (shifat) dan mereka tidak pernah membaca suatu kalimat yang mereka tidak memahami maknany a. Namun, mereka memahami makna-makna nash dari al-Kitab dan as-Sunnah dan merek a menetapkannya bagi Alloh Azza wa Jalla, lalu mereka menyerahkan hakikat atau k aifiatnya, sebagaimana dikatakan oleh Malik ketika ditanya tentang kaifiat istiw a (bersemayamnya) Alloh Taala di atas Arsy : Istiwa itu telah maklum (difahami mak nanya) sedangkan kaifiatnya majhul (tidak diketahui).26 26 Syarhul Aqidah al-Wasi thiyah hal. 21-22. ------------------------4. TANPA TA THIL: Tanpa tathil (menolak) adalah tidak mengingkari sifat-sifat Allah yang telah dite tapkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Pengingkaran atas hal ini adalah seperti yan g dilakukan oleh Jahmiyyah dan semisalnya. Perbuatan mereka merupakan puncak keb atilan. Padahal dalam Al-Quran dan As-Sunah banyak sekali diterangkan sifat-sifat Allah yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya. -----------------5. TANPA TASYBIH: Tanpa tasybih (menyerupakan) adalah tidak menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Untuk itu kita tidak boleh mengatakan bahwa sifat Allah itu adalah seperti sifat kita. Hal itu dikarenakan Allah sudah menyatakan tidak ada yang serupa dengan-Nya sesuatupun. Al-Imam Nuaim bin Hammad Al-Khuzaaiy Al-Haafidh rahimahullah berkata :Barangsiapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, maka ia telah kafir. Bara ngsiapa yang mengingkari apa-apa yang disifatkan Allah bagi diri-Nya, maka ia te lah kafir. Dan tidaklah apa yang disifatkan Allah bagi diri-Nya dan (yang disifa tkan) Rasul-Nya itu sebagai satu penyerupaan (tasybih) [Mukhtashar Al-Uluuw, hal. 184 no. 216, dengan sanad shahih]. -110. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. 20. Thaahaa -Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan, Seandainya menetapkan ketinggian bagi A llah Taala (di atas seluruh makhluk-Nya) bermakna tasybih (menyerupakan Allah den gan makhluk), maka setiap orang yang menetapkan sifat yang lainnya bagi Allah Taa la seperti menetapkan bahwa Allah itu Qodir (Maha Kuasa), Allah itu saami (Maha M endengar) atau Allah itu bashiir (Maha Mendengar), orang-orang yang menetapkan s eperti ini juga haruslah disebut musyabbihah. Namun tidak seorang muslim pun pad a hari ini yang mereka menisbatkan diri pada Ahlus Sunnah wal Jamaah mengatakan b ahwa orang yang menetapkan sifat-sifat tadi bagi Allah adalah musyabbihah (melak ukan tasybih atau menyerupakan Allah dengan makhluk), berbeda dengan para penola k sifat Allah yaitu Muatzilah, dll.[7][7] Lihat Mukhtashor Al Uluw, hal. 67. -(BUKHARI - 6944) : Telah menceritakan kepada kami Mu adz bin Asad telah mengabar kan kepada kami Abdullah telah mengabarkan kepada kami Ma mar dari Hammam bin Mu nabbih dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasall am, beliau bersabda: "Allah berfirman, Aku persiapkan bagi hamba-Ku yang shalih (ganjaran) yang tidak terlihat oleh mata, belum terdengar oleh telinga dan belu m pernah terdetik oleh hati manusia ." --6. TANPA TAKYIF: Adapun makna tanpa takyif (menanyakan bagaimananya) adalah tidak menanyakan baga imana hakekatnya. Seperti menanyakan bagaimana istiwaa-nya Allah ? Atau menanyaka n bagaimana wajah dan tangan Allah ? Yang seharusnya kita lakukan adalah kita be riman akan keberadaan sifat Allah yang telah ditetapkan oleh Al-Quran maupun As-S unnah sesuai dengan keagungan-Nya, tanpa menanyakan bagaimana hakekat sifat itu, karena Allah dan Rasul-Nya tidak pernah mengkhabarkan bagaimana hakekat sifat t ersebut. -------------------Robi bin Sulaiman mengatakan: aku pernah mendatangi Muhammad bin Idris Asy-Syafii , ketika sampai padanya kertas yang bertuliskan: Apa pendapatmu tentang firman Al loh taala: Sekali-kali tidak, sungguh mereka pada hari itu benar-benar terhalang d ari melihat Tuhannya. (Al-Muthoffifin: 15). Imam Syafii mengatakan: Ketika mereka t erhalangi (dari melihat-Nya) di saat (Alloh) marah, itu berarti dalil bahwa sesu ngguhnya mereka akan melihatnya di saat (Alloh) ridho. Ar-Robi bertanya: Apa dengan itu engkau berpendapat?. Ya, itulah agama yang akan kupertanggung-jawabkan di had apan Alloh kelak. (Syarah Ushul Itiqodi Ahlissunnah wal Jamaah lillalakai 2/506) 4. Imam Syafii mengatakan: Perkataan dalam sunnah yang aku berjalan di atasnya, d an aku lihat para sahabat kami juga berjalan di atasnya, -yakni para ahlul hadit s yang ku temui dan ku ambil ilmu dari mereka, seperti Sufyan Ats-Tsauri, Malik, yang lainnya-, adalah: Berikrar dengan persaksian bahwa tiada sesembahan yang b erhak disembah selain Alloh, sesungguhnya Muhammad itu Rosululloh, sesungguhnya Alloh itu diatas arsy-Nya, di atas langit-Nya, Dia mendekat kepada makhluknya ba gaiamanapun Dia kehendaki, dan Alloh juga turun ke langit dunia sesuai kehendakn ya. (Ijtimaul juyusyil islamiyah libnil qoyyim, hal: 165. Itsbatu Shifatil Uluw, hal:124. Majmuul Fatawa 4/181-183. Al-Uluw lidz Dzahabi, hal: 120. Mukhtashorul U luw lil Albani, hal: 176) 5. Al-Imam Syafi i berkata didalam kitab Ar-Risalah hal 7-8 : Segala puji bagi Al loh yang Dia itu sebagaimana disifati sendiri oleh-Nya, dan lebih agung dari sifa t yang diberikan oleh para makhluknya. (Ar-Risalah, hal:7-8) Pertama; Golongan yang banyak menafikkan apa-apa yang datang dari Al-Kitab (Al-Q uran) dan As-Sunnah tentang Dzat dan Shifat Allah taala, karena angapan mereka bah wa penetapan shifat-shifat tersebut kepada Allah akan menimbulkan penyerupaan ke pada makhluk-makhluk-Nya. Hal ini seperti perkataan Mutazilah bahwa bila Allah da pat dilihat, tentu Dia adalah jism (benda). Sebab, Dia tidaklah dapat dilihat ke cuali dalam satu ruang. Perkataan mereka yang lain : Apabila Allah mempunyai Kal am (pembicaraan) yang dapat didengar, tentu Dia adalah jism (benda). Dan juga pe niadaan mereka akan istiwaa Allah juga akibat dari syubhat ini. Ini adalah jalan/metode yang ditempuh oleh Mutazilah dan Jahmiyyah. Para ulama sa laf telah sepakat tentang kebidahan dan kesesatan mereka. Namun sungguh disayangk an banyak orang belakangan (mutaakhirin) yang menempuh jalan mereka pada sebagian perkara dari kalangan yang menisbatkan diri pada As-Sunnah dan Al-Hadits. ---------------------------ARSYYYYY Saya yakin Allah ada di atas langit, di atas Arsy. apakah dengan kalimat itu All ah butuh langit? butuh Arsy?Jawabannya mudah saja. Ya tidak. Allah menciptakan malaikat untuk mencabut nyawa , untuk membagi rizki dan lain lain, apakah itu membuat Allah butuh kepada malai kat. Allah menciptakan manusia, jin, tumbuh-tumbuhan dan mahkluk hidup lainnya, apakah Allah butuh untuk disembah? Imam bukhary telah menukil sebuah perkataan ahlul ilmi ,... 6 : Telah berkata wahb ibnu jariir. Jahmiyyah zanaadiqoh mereka itu sesungguhnya hany alah orang orang yg menghendaki bahwasannya Allah tidaklah beristawa di arsy ,. nukilan beliau ini sangat jelas menerangkan kpd siapapun yg membaca kitab Kholaq o af alul ibaad nya beliau ,..bahwa beliau meyakini Allah di atas arsy Nya ,...(BUKHARI - 6873) : Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Al Mundzir telah m enceritakan kepadaku Muhammad bin Fulaih berkata, telah menceritakan kepadaku Ay ahku telah menceritakan kepadaku Hilal dari Atha bin Yasar dari Abu Hurairah da ri Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda: "Barangsiapa beriman kepa da Allah dan rasul-Nya, mendirikan shalat, dan berpuasa pada bulan Ramadlan, mak a Allah berkewajiban memasukkannya kedalam surga, baik ia berhijrah fi sabililla h atau duduk di tempat tinggalnya tempat ia dilahirkannya." Para sahabat berkata , "Wahai Rasulullah, tidak sebaiknyakah kami mengabarkan orang-orang tentang hal ini?" Nabi malahan menjawab: "Dalam surga terdapat seratus derajat yang Allah p ersiapkan bagi para mujahidin di jalan-Nya, yang jarak antara setiap dua tingkat an bagaikan antara langit dan bumi, maka jika kalian meminta Allah, mintalah sur ga firdaus, sebab firdaus adalah surga yang paling tengah dan paling tinggi, di atasnya ada singgasana Arrahman, dan daripadanya sungai surga memancar."(AHMAD - 8879) : Telah menceritakan kepada kami Khalaf bin Al Walid telah mencer itakan kepada kami Ibnu Ayyasy dari Suhail bin Abu Shalih dari bapaknya dari Ab u Hurairah berkata; Bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berdoa ke tika hendak tidur: "ALLAHUMMA RABBAS SAMAAWAATIS SAB I Wa RABBAL ARSYIL AZHIM RABBANA WA RABBA KULLA SYAI IN MUNZILAT TAURAATI WAL INJIILI WAL QUR ANI FAALIQA L HABBI WAN NAWAA LAA ILAAHA ILLA ANTA A UUDZU BIKA MIN SYARRI KULLI SYA IN ANTA AAKHIDZUN BINAASHIYATIHI ANTAL AWWALU LAISA QABLAKA SYAI UN WA ANTAL AAKHIRU LA ISA BA DAKA SYAI UN WA ANTAZH ZHAAHIRU LAISA FAUQAKA SYAI UN WA ANTAL BAATHINU L AISA DUUNAKA SYAI UN IQDLI ANNAD DAINA WA AGHNINAA MINAL FAQRI (Ya Allah Tuhan yang menguasai langit yang tujuh, Tuhan Arsy yang agung, Tuhan kami dan Tuhan s egala sesuatu, Tuhan yang menurunkan kitab Taurat, Injil dan Al Qur an, Tuhan ya ng membelah dan menumbuhkan biji-bijian, tidak ada Tuhan yang berhak untuk disem bah kecuali Engkau, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan setiap makhluq yang berbuat jelek, karena segala sesuatu berada dalam genggaman-Mu. Engkaulah Tuhan yang Awal tidak ada sesuatu pun yang mendahului-Mu, dan Engkaulah Tuhan yang Akh ir tidak ada sesuatu pun sesudah-Mu, Engkaulah Tuhan yang Zhahir tidak ada sesua tu pun yang yang bisa menutupi dari-Mu, Engkaulah Tuhan yang Bathin tidak ada se suatupun yang tersembunyi oleh-Mu, ya Allah lunaskanlah hutang-hutangku serta cu kupkanlah diriku dari kefakiran."Sumber : Ahmad Kitab : Sisa Musnad sahabat yang banyak meriwayatkan hadits Bab : Musnad Abu Hurairah Radliyallahu anhu No. Hadist : 8879(MUSLIM - 4888) : Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Jarir dari Suhail dia berkata; " Abu Shalih pernah menganjurkan kam i yaitu, apabila salah seorang dari kami hendak tidur, maka hendaknya ia berbari ng dengan cara miring ke kanan seraya membaca doa; ALLOOHUMMA ROBBAS SAMAAWAATI WA ROBBAL ARDH, WAROBBAL ARSYIL AZHIIMII, ROBBANAA WAROBBA KULLI SYAI IN, FAALIQ OL HABBI WAN NAWAA, WAMUNZILAT TAUROOTI WAL INJIIL, WAL FURQOON, A UUDZU BIKA MI N SYARRI KULLI SYAI IN ANTA AAKHIDZUN BINAASHIYATIHI, ALLOOHUMMA ANTAL AWWALU FA LAISA QOBLAKA SYAI UN, WA ANTAL AAKHIRU FALAISA BA DAKA SYAI"UN, WA ANTAZH ZHOOH IRU FALAISA FAUQOKA SYAI UN, WA ANTAL BAATHINU FALAISA DUUNAKA SYAI UN, IQDHI AN NAA ADDAINA, WA AGHNINAA MINAL FAQRI Ya Allah, Tuhan langit dan bumi, Tuhan yan g menguasai arasy yang agung, Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu, Tuhan yang me mbelah dan menumbuhkan biji-bijian, Tuhan yang menurunkan kitab Taurat, Injil, d an Al Qur an. Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan segala sesuat u, karena segala sesuatu itu berada dalam genggaman-Mu. Ya Allah, Engkaulah Tuha n Yang Awal, maka tidak ada sesuatu pun yang mendahului-Mu. Ya Allah, Engkaulah Tuhan Yang Akhir, maka tidak ada sesuatu setelah-Mu. Ya Allah, Engkaulah Yang Zh ahir, maka tidak ada yang menutupi-Mu. Ya Allah, Engkaulah Tuhan Yang Bathin, ma ka tidak ada yang samar dari-Mu. Ya Allah, lunaskanlah hutang-hutang kami dan be baskanlah kami dari kefakiran. Abu Shalih meriwayatkan hadits ini dari Abu Hura irah dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dan telah menceritakan kepada ku Abdul Hamid bin Bayan Al Wasithi telah menceritakan kepada kami Khalid Ath T hahhan dari Suhail dari bapaknya dari Abu Hurairah dia berkata; Apabila kami hen dak tidur, maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyuruh kami untuk meng ucapkan, -sebagaimana Hadits Jarir. Dan menggunakan kalimat; - ALLOOHUMMA INNIII A UUDZUBIKA MIN SYARRI KULLI SYAI"IN ANTA AAKHIDZUN BINAASHIYATIHI "Sesungguhny a aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan setiap binatang, karena setiap binatan g itu berada dalam genggaman-Mu. - Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib Muhammad bin Al Ala telah menceritakan kepada kami Abu Usamah Demikian juga di riwayatkan dari jalur lainnya, dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin A bu Syaibah dan Abu Kuraib mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Ibnu Ab u Ubaidah telah menceritakan kepada kami Bapakku, keduanya dari Al A masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dia berkata; suatu ketika Fathimah menemui Nabi sha llallahu alaihi wasallam menanyakan kepadanya tentang seorang pembantu yang dap at membantu perkerjaan di rumahnya. Lalu beliau bersabda kepadanya: Ya Allah, T uhan langit dan bumi, -sebagaimana Hadits Suhail dari Bapaknya.Sumber : Muslim Kitab : Dzikir, doa, taubat dan istighfar Bab : Doa ketika akan tidur No. Hadist : 4888(TIRMIDZI - 3322) : Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abdur Rahman tel ah mengabarkan kepada kami Amru bin Aun telah mengabarkan kepada kami Khalid b in Abdullah? dari Suhail? dari ayahnya? dari Abu Hurairah? radliallahu anhu? ia berkata;? Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kami apabila sa lah seorang diantara kami hendak tidur untuk mengucapkan; ALLAAHUMMA RABBAS SAMA AWAATI WA RABBAL ARADHIINA WA RABBANAA WA RABBA KULLI SYAI-IN WA FAALIQAL HABBI WAN NAWAA, WA MUNZILAT TAURAATI WAL INJIILI WAL QUR AAN, A UUDZU BIKA MIN SYARRI KULLI DZII SYARRIN ANTA AAKHIDZUN BINAASHIYATIHI., ANTAL AWWALU FALAISA QABLAKA SYAIUN WA ANTAL AAKHIRU FALAISA BA DAKA SYAIUN WAZHZHAAHIRU FALAISA FAUQAKA SYA IUN WAL BAATHINU FALAISA DUUNAKA SYAIUN. IQDHI ANNID DAINA WA AGHNINII MINAL FA QRI. (Wahai Tuhan langit yang tujuh dan arsy yang agung, Tuhan kami dan Tuhan k ami serta Tuhan segala sesuatu, Yang menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan, Yang menurunkan Taurat dan Injil serta Al Qur an. Aku berlindung ke padaMu dari segala keburukan segala sesuatu yang memiliki keburukan, Engkau Yang memegang jambulnya, Engkau adalah Al Awwal tidak ada sesuatu sebelumMu dan Engk au adalah Al Akhir, Yang tidak ada sesuatu pun setelahMu, dan Azh Zhahir, tidak ada sesuatu pun di atasMu, serta Al Bathin, Yang tidak ada sesuatu pun di bawahM u, tunaikanlah hutangku dan cukupkanlah aku dari kefakiran) Abu Isa berkata; had its ini adalah hadits hasan shahih.(TIRMIDZI - 3403) : Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Al A masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ia berk ata; Fathimah datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, ia meminta seoran g pembantu kepada beliau. Kemudian beliau berkata kepadanya; ucapkan; RABBAS SAM AAWAATIS SAB I WA RABBAL ARSYIL AZHIIM, RABBANAA WA RABBA KULLI SYAI-IN MUNZIL AT TAURAATI WAL INJIILI WAL QUR AAN, FAALIQAL HABBI WAN NAWAA, A UUDZU BIKA MIN KULLI SYAI-IN ANTA AAKHIDZUN BINAASHIYATIHI, ANTAL AWWALU FALAISA QABLAKA SYAIUN WA ANTAL AAKHIRU FALAISA BA DAKA SYAIUN, WA ANTALZH ZHAAHIRU FALAISA FAUQAKA SY AIUN, WA ANTAL BAATHINU FALAISA DUUNAKA SYAIUN, IQDHI ANNID DAINA WA AGHNINII M INAL FAQRI!" (Wahai Tuhan langit yang tujuh dan arsy yang agung, Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu, Yang menurunkan Taurat dan Injil serta Al Qur an, Yang me numbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Aku berlindung dari segala sesuatu, Engkau Yang memegang jambulnya, Engkau adalah Al Awwal tidak ada sesua tu sebelumMu dan Engkau adalah Al Akhir, tidak ada sesuatu pun setelahMu, Engkau adalah Azh Zhahir, tidak ada sesuatu pun di atasMu, Engkau adalah Al Bathin, ti dak ada sesuatu pun di bawahMu, tunaikanlah hutangku dan cukupkanlah aku dari ke fakiran) Abu Isa berkata; hadits ini adalah hadits hasan gharib. Demikianlah seb agian para sahabat Al A masy meriwayatkan dari Al A masy seperti ini. Dan sebagi an mereka meriwayatkannya dari Al A masy dari Abu Shalih secara mursal, dan tida k menyebutkan padanya dari Abu Hurairah. ----dimana arsy: (BUKHARI - 4428) : Telah menceritakan kepada kami Abu Nu aim Telah menceritakan kepada kami Al A masy dari Ibrahim At Taimi dari Bapaknya dari Abu Dzar radliallahu anhu dia berkata; Aku pernah bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam di masjid pada saat matahari mulai terbenam. Lalu beliau bertanya; Waha i Abu Dzar, tahukah kamu dimana matahari terbenam? Aku menjawab; Allah dan Rasul -Nya yang lebih tahu. Beliau bersabda: "Sesungguhnya matahari itu pergi hingga i a bersujud di bawah Arsy. Itulah yang dimaksud firman Allah Ta ala: "dan matahar i berjalan ditempat peredarannya." Beliau bersabda: "Tempat peredarannya berada dibawah Arsy, " (Yasiin: 38). Pengertian Arsy. Arsy merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab yang pada asalnya mengandung m akna ketinggian suatu bangunan akan tetapi ia dipakai bangsa Arab untuk menunjuk kan beberapa makna, diantaranya: 1. Singgasana raja. Al Khalil bin Ahmad Al Farahidi berkata: Al Arsy adalah singgasana untuk raja[1]. Al Azhaary menyatakan: Al Arsy dalam bahasa Arab bermakna singgasana raja , yang menunjukkan hal itu adalah singgasana raja saba yang telah dinamai Allah dengan A l Arsy, dalam firman Nya: Artinya: Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan di a dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. [QS.An Naml: 23] [2] 2. Atap rumah. Al Khalil mengatakan: Arsyul Bait yaitu atapnya[3]. Az Zubaidy menyatakan: Al Arsy dari rumah adalah atapnya sebagaimana dalam hadits: Artinya: Atau seperti kendil yang tergantung di Al Arsy yaitu atap, dan dalam had its lain: Artinya: Aku telah mendengar bacaan Rasulullah dari arsy yaitu atap rumahku, dan d engan makna ini juga ditafsirkan firman Allah : Artinya: Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang-orang yang melalui suatu ne geri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya [QS Al Baqarah: 259][4] 3. Tiang dari sesuatu Az Zubaidy berkata: Al Arsy bermakna tiang dari sesuatu, ini pendapat Az Zujaaj d an Al Kisaai.[5] 4. Kerajaan. Al Azhaary berkata: Al Arsy adalah kerajaan, bila dikatakan: Tsulla Arsyuhu berma kna hilang kerajaan dan keperkasaannya[6]. 5. Bagian dari punggung kaki Al Khalil berkata: Al Arsy di kaki adalah bagian antara alhimaar dengan jari-jari kaki di bagian atas (punggung) telapak kaki, dan Alhimaar adalah tulang yang me nonjol di bagian punggung telapak kaki, dan jamaknya Iraasyah dan Arasy[7]. Dan berkata Ibnul Arabi : Punggung telapak kaki dinanakan Arsy dan perut telapak k aki dinamakan Al Akhmash[8]. Inilah sebagian makna Al Arsy dalam bahasa Arab, akan tetapi makna-makna tersebu t akan berubah-ubah sesuai dengan yang disandarinya. Sedangkan yang dimaksud den gan Arsy Allah adalah singgasana, sesuai dengan petunjuk yang telah ditunjukkan oleh nash-nash Al Quran dan As Sunnah. Adapun syubhat yang dilontarkan orang-orang Jahmiyah bahwa makna Al Arsy dalam f irman Allah : Artinya: (Yaitu) Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas Arsy. [QS.Thaha: 5] mengandung kemungkinan beberapa makna, sehingga tidak diketahui makna apa yang d itunjukkan ayat ini dari makna-makna tersebut. Hal ini telah dijawab oleh Ibnul Qayyim dengan mengatakan: Ini merupakan usaha un tuk membuat kerancuan terhadap orang-orang yang bodoh dan merupakan kedustaan ya ng nyata, karena Arsy Allah yang Dia bersemayam diatasnya tidak memiliki makna k ecuali satu makna saja, walaupun Arsy secara umum memiliki beberapa makna. Akan tetapi huruf lam disini adalah untuk menunjukkan sesuatu yang telah diketahui se belumnya (Al Ahd), maka hal itu membuat makna Arsy menjadi tertentu saja yaitu Ar sy Ar Rabb yang bermakna singgasana kerajaannya yang telah disepakati dan diakui para rasul dan para umat kecuali orang yang menentang para Rasul[9]. [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] Kitabul Ain, 1/291 Tahdzibul Lughoh, 1/413 Kitabul Ain 1/ 291 Taajul Arusy Min Jawaahiril Qomus, 4/321 Taajul Arusy, 4/321 Tahdzibul Lughoh, 1/414 Kitabul Ain, 1/293 Lisanul Arab, 4/2882 Mukhtashor Shawaiqul Mursalah, 1/17-18.Berkata Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah bin Abi Zamaniin dalam kitabnya Ushul ussunnah: Merupakan keyakinan Ahlussunnah yaitu Allah telah menciptakan Al Arsy d an mengkhususkannya dengan berada diatas dan ketinggian diatas semua makhluknya[1 6][16] Ushulus Sunnah Hal. 282.. Ibnu Taimiyah berkata: Adapun Al Arsy maka dia b erupa kubah sebagaimana diriwayatkan dalam As Sunan karya Abu Daud dari jalan pe riwayatan Jubair bin Muthim, dia berkata: Telah datang menemui Rasulullah Shallall ahualaihi Wasallam seorang Arab dan berkata: Wahai Rasulullah jiwa-jiwa telah susah dan keluarga telah kelaparan- dan beliau menyebut hadits- sampai Rasulullah Sha llallahualaihi Wasallam bersabda:Artinya: Sesungguhnya Allah diatas ArsyNya dan ArsyNya diatas langit-langit dan b umi, seperti begini dan memberikan isyarat dengan jari-jemarinya seperti kubah[17 ][17] HR. Ibnu Abi Ashim dalam As Sunnah 1/252(ABUDAUD - 4101) : Telah menceritakan kepada kami Abdul A la bin Hammad dan Muha mmad Ibnul Mutsanna dan Muhammad bin Basysyar dan Ahmad bin Sa id Ar Ribathi mer eka berkata; telah menceritakan kepada kami Wahb bin Jarir -Ahmad berkata, "Kami menulisnya dari buku catatannya, dan ini adalah lafadznya."- ia berkata; telah menceritakan kepada kami Bapakku ia berkata; Aku mendengar Muhammad bin Ishaq ia menceritakan dari Ya qub bin Utbah dari Jubair bin Muhammad bin Jubair bin Muth im dari Bapaknya dari Kakeknya ia berkata, "Seorang Arab badui mendatangi Rasul ullah shallallahu alaihi wasallam dan bertanya, "Wahai Rasulullah, jiwa-jiwa te lah berat, keluarga telah lemah, harta berkurang, dan binatang ternak telah bina sa. Maka mintalah hujan kepada Allah untuk kami, sesungguhnya kami meminta syafa at dengan perantaramu kepada Allah dan dengan perantara Allah kepadamu." Rasulul lah shallallahu alaihi wasallam lalu bersabda: "Celaka kamu! Tidakkah kamu tahu apa yang telah kamu ucapkan?" Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kemudian bertasbih kepada Allah, dan beliau masih saja bertasbih hingga (kebencian beliau ) bisa diketahui dari wajah para sahabatnya. Kemudian beliau bersabda lagi: "Cel aka kamu! Sesungguhnya Allah tidak boleh dijadikan sebagai perantara atas seoran g pun dari hamba-Nya, Allah lebih agung dari untuk sekedar dijadikan sebagai was ilah tersebut. Celaka kamu! Tidak tahukah kamu bagaimana Allah itu? Sungguh, Ars y-Nya ada di atas semua langit-Nya seperti ini -lalu isyarat tangannya beliau me ngatakan, Seperti Kubah, dan Arsy itu berteriak dan menyeru kepada Allah sepert i tunggangan berteriak kepada pengendara karena berat-." Ibnu Basysyar menyebutk an dalam haditsnya, "Sesungguhnya Allah berada di atas Arsy, dan Arsy-Nya ada di atas semua langit-Nyalalu hadits tersebut disebutkan seluruhnya." Abdul A la, Ib nul Mutsanna dan Ibnu Basysyar menyebutkan dari Ya qub bin Utbah. Dan Jubair bin Muhammad bin Jubair dari bapaknya, dari kakeknya. Dan hadits ini diriwayatkan d engan sanad Ahmad bin Sa id, dan inilah yang lebih shahih. hal ini telah disepak ati oleh sekelompok ulama, seperti Yahya bin Ma in dan Ali Ibnul Madini. Sekelom pok ulama juga meriwayatkannya dari Ibnu Ishaq, ini menurut keterangan Ahmad. Da n menurut kabar yang sampai kepadaku bahwa riwayat Abdul A la, Ibnul Mutsanna da n Ibnu Basysyar dari buku yang sama." (liat di kitab sunnah: bab :Penjelasan tentang kelompok Jahmiyah) albani: dhoif --tg orang yg mengatakan bhw jika ALloh disebutkan di mana atau bertempat/bersemay am di atas Arsy berarti Alloh membutuhkan tempat spt manusia : katakan kepadaNya kalau begitu Allohpun tidak boleh disifati dg ilmu karena jk disifati dg ilmu b erarti sama dengan manusia yg juga mempunyai ilmu. . jika kalian berkata ilmu Al loh berbeda dg manusia mk jawaban kalian itulah sebagai bantahan atas argumen ka lian tsb. (BUKHARI - 6999) : Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Abu Ghalib telah men ceritakan kepada kami Muhammad bin Ismail telah menceritakan kepada kami Mu tami r aku mendengar ayahku berkata, telah menceritakan kepada kami Qatadah bahwa Abu Rafi menceritakan kepadanya, ia mendengar Abu Hurairah radliyallahu anhu berka ta, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Allah mene tapkan satu ketetapan sebelum mencipta penciptaan rahmat-Ku lebih mendahului ke murkaan-Ku, dan itu tercatat di sisi-Nya di atas arsy." Bersemayam itu telah diketahui artinya, bagaimananya tidak diketahui, mengimanin ya merupakan kewajiban, sedangkan bertanya mengenainya adalah bid ah, dan inilah madzhab Ahlus Sunnah wal Jama ah. Dalam menafsirkan kata istiwaa, kalangan salaf mempunyai empat ungkapan : al-ulluw (ketinggian), al-irtifa (meninggi), as-suuud ( naik), dan al-istiqrar (menetap) Allah ber-istiwaa di atas Arsy bukan karena Dia membutuhkan Arsy. Allah taala di atas langit dengan Dzat-Nya, ber-istiwa di atas arsy-Nya sesuai keh endak-NyaMaka mereka (Ahlus Sunnah) tidak meniadakan dari Allah apa yang telah Di a sifatkan untuk diri-Nya sendiritentang arsy dan istiwa nya Allah diatasnya tanpa melakukan takyif (membagaimanak an) dan tamtsil (memisalkan Allah dengan makhluk),Dia telah mensifati diri-Nya d i dalam kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam tanpa menanyakan bagaimananya, Dan Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Mahdi At-Thobari dan juga para ahli nadzor b ahwasanya Allah ta aalaa di langit di atas segala sesuatu, ber-istiwa di atas a rsynya, yaitu maknanya Allah di atas arsy. Dan makna istiwaa adalah tinggi di atas sebagaimana jika dikatakan "aku beristiwa di atas hewan", "aku beristiwa d i atas atap", maknanya yaitu aku tinggi di atasnya, "Matahari beristiwa di atas kepalaku"(fr) Para ulama salaf, tidak mengenal pengartian istiwaa dengan istilaa (menguasai). Da ri Muhammad bin Ahmad bin Nadlr bin Binti Muawiyyah bin Amru rahimahullah ia berka ta :Abu Abdillah Al-Arabiy [2] adalah tetangga kami. Malam-malamnya adalah malam paling indah. Diceritakan kepada kami bahwa Ibnu Abi Duad bertanya kepadanya : "Apakah engkau mengetahui dalam bahasa Arab bahwa makna istawaa (bersemayam) itu adalah istaulaa (menguasai) ?. Maka beliau menjawab : Aku tidak mengetahuinya [Diriwayatkan oleh Adz-Dzahabi dalam Al-Ulluw, berserta Mukhtashar-nya oleh Al-Albani hal. 194 no. 240; Al-Maktab Al-Islamy, Cet. 1/1401. Sanad riwayat ini adalah jayyid]. [2] Seorang pakar bahasa di jamannya (151-231 H). Abul-Hasan Al-Asyariy sangat mengingkari tawil istiwaa dengan istilaa (menguasai) se bagaimana perkataannya : Mutazilah berkata bahwasannya Allah ber-istiwaa di atas Arsy-Nya dengan makna berkua sa (istaulaa) [Maqaalaatul-Islaamiyyiin, 1/284]. : Begitu pula apabila istiwaa di atas Arsy itu bermakna menguasai (istilaa), maka akan berkonsekuensi untuk membolehkan perkataan : Allah ber-istiwaa di atas segala ses uatu. Namun tidak ada seorang pun dari kaum muslimin yang membolehkan untuk berka ta : Sesungguhnya Allah ber-istiwaa di tanah-tanah kosong dan rerumputan. Oleh kare na itu, terbuktilah kebathilan perkataan bahwa makna istiwaa (di atas Arsy) adalah istilaa (menguasai) [Al-Ibaanah, hal. 34]. -berkata Al-Imam Abul-Hasan Al-Asyariy rahimahullah dalam kitabnya Al-Ibaanah fii Ushuulid-Diyaanah, pada Baab Al-Istiwaa : -Dan kami melihat seluruh kaum muslimin mengangkat tangan mereka ketika berdoa ke arah langit, karena (mereka berkeyakinan) bahwa Allah bersemayam (istiwaa) di Arsy yang berada di atas semua langit. Jika saja Allah tidak berada di atas Arsy, ten tu mereka tidak akan mengarahkan tangan mereka ke arah Arsy. -Apabila yang maksud tempat adalah yang tersirat dalam benak fikiran kita yaitu se tiap yang meliputi dan membatasi seperti langit, bumi, kursi, arsy dan sebagainy a maka benar hal itu mustahil bagi Allah karena Allah tidak mungkin dibatasi dan diliputi oleh makhluk, bahkan Dia lebih besar dan agung, bahkan kursi-Nya saja meliputi langit dan bumi. Allah f berfirman:Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal b umi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan t angan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persek utukan. (QS. Az-Zumar: 67). Dan telah shahih dalam Bukhari (6519) dan Muslim (7050) dari Nabi bahwa beliau b ersabda: : Allah menggenggam bumi dan melipat langit dengan tangan kanan-Nya kemudian berfi rman: Saya adalah Raja, manakah raja-raja bumi? Adapun apabila maksud tempat adalah sesuatu yang tidak meliputi yakni diluar alam semesta, maka Allah di luar alam semesta sebagaimana keberadaan-Nya sebelum menc iptakan makhluk. Jadi, Allah di tempat yang bermakna kedua ini bukan makna pertama[39].[39] Muqad dimah Mukhtasar Al-Uluw hal. 70-71 oleh Al-Albani. -Padahal, kalau mau dicermati, ternyata tuduhan Mujassimah itu sebenarnya mereka se ndiri yang pantas menerimanya (senjata makan tuan). Mengapa demikian? Karena ora ng yang berfaham bahwa Allah berada di setiap tempat, dia telah membatasi Allah pada tempat yang terbatas. Maha suci Allah dari apa yang mereka ucapkan. Adapun pendapat yang menyatakan bahwa Allah di atas langit, tidaklah melazimkan tajsim (membentuk). Mengapa demikian? Karena perkataan kita: Allah tinggi di atas arsy dan berpisah dari makhluknya tidaklah berkonotasi membatasi Allah pada satu tempat, sebab tempat itu sesuatu yang terbatas di langit dan bumi serta antara keduanya, sedangkan di atas arsy tidak ada tempat.[46][46] Lihat Al-Jamaat Al-Isla miyyah hal. 230 oleh Salim Al-Hilali. -timbul pertanyaan: menyatakan Allah ada di atas langit sama juga mengatakan Alla h ada dimana-mana, karena di atas bumi langit, di bawah bumi langit, di kanan bu mi langit, di kiri bumi juga langit, jadi langit ada dari segala penjuru bagi ma khluk yg tinggal di bumi.?? jawab: 1. Masalah ketinggian Allah di atas langit adalah keyakinan yang berdasarkan dal il-dalil Al-Quran, hadits mutawatir, ijma ulama, akal dan fithrah sehat. (Lihat bu ku kami Di Mana Allah, Pertanyaan Penting Yang Terabaikan, cet Media Tarbiyah Bogo r). Cukuplah bagi kita ucapan salah seorang sahabat senior Imam Syafii: Dalam Al-Q uran terdapat seribu lebih dalil bahwa Allah tinggi di atas langit. Maka tanyakanl ah pada diri anda: Apakah pantas bagi seorang muslim untuk sombong dan beriskuku sh menyelisihi dalil-dalil yang kuat di atas?!!! 2. Dalam risalah kami di atas, kami telah membawakan ucapan para imam panutan um at banyak sekali, di antaranya Imam Syafii, Abdul Qodir al-Jilani, Abul Hasan alAsyari dll. Tapi menarik sekali di sini sebagai faedah akan kami nukilan ucapan I mam Nawawi, salah seorang ulama madzhab Syafii yang terkenal, dengan harapan agar anda bisa menirunya sebagaimana anda telah meniru namanya. Beliau mengatakan da lam kitabnya Juz Fi Dzikri Itiqod Salaf fil Huruf wal Ashwath: Kami beriman bahwa Al lah di atas Arsy-Nya sebagaimana Allah khabarkan dalam KitabNya yang mulia. Kami tidak mengatakan bahwa Allah di setiap tempat, bahkan Allah di atas langit dan ilmuNya di setiap tempat. Lalu beliau membawakan QS. Al-Mulk: 16, Fathir: 10, had its budak wanita, lalu beliau mengatakan: Demikian juga dalil-dalil lainnya dalam Al-Quran dan hadits banyak sekali, kami mengimaninya dan tidak menolaknya sediki tpun.Imam Nawawi juga menegaskan ketinggian Allah dalam kitabnya Thobaqot Fuqoha Syaf iiyyah 1/470 dan Roudhoh Tholibin 10/85, dan beliau juga menulis kitab Al-Ibanah karya Abul Hasan al-Asyaari sebagaimana dalam Majmu Fatawa 3/224 yang di dalamnya terdapat ketegasan tentang ketinggian Allah. (Dinukil dari Ad-Dalail Al-Wafiyya h fii Tahqiqi Aqidah An-Nawawi Asalafiyyatun Am Kholafiyyah hlm. 42-47 oleh Syai khuna Masyhur bin Hasan Alu Salman). bukankah dimanapun letak langit tetap saja ada diatas? pernahkan atum memandanf kebawah dan menemui langit disana? antum menggunakan akal antum melebihi apa yang telah dibataskan oleh syariat dal am memahami agama. perhatikan perkataan imam Syafii berikut: sesungguhnya akal itu memiliki batas yang tidak dapat ia lampaui (dalam berpikir) , sebagaimana mata memiliki batas (pandangan) yang tidak dapat ia lampaui. istiwa di arsy belum tentu Allah tiba2 menjadi butuh arsy, siapa bilang jika All ah bersemawam di arsy yg menyebabkan Allah menjadi butuh Arsy,,padahal Allah tid ak mengantuk dan tidak tidur.. tatkala menyatakan Allah beristiwa di atas arsy tidaklah melazimkan bahwasanya Allah membutuhkan arsy. Dan tidak ada kelaziman bahwasanya yang berada di atas selalu membutuhkan yang di bawahnya. Jika kita perhatikan langit dan bumi maka k ita akan menyadari akan hal ini. Bukankah langit berada di atas bumi?, bukankah langit lebih luas dari bumi?, bukankah langit tidak butuh kepada bumi? Apakah ad a tiang yang di tanam di bumi untuk menopang langit?. Jika langit yang notabene adalah sebuah makhluq namun tidak butuh kepada yang di bawahnya bagaimana lagi d engan Kholiq pencipta arsy. Imam ath-Thahawi (wafat th. 321 H) rahimahullah berkata: Allah tidak membutuhkan A rsy dan apa yang di bawahnya. Allah menguasai segala sesuatu dan apa yang di ata snya. Dan Dia tidak memberi kemampuan kepada makhluk-Nya untuk mengetahui segala sesuatu. Kemudian beliau Rahimahullah menjelaskan: Bahwa Allah mencipta-kan Arsy d an bersemayam di atasnya, bukanlah karena Allah membutuhkan Arsy tetapi Allah mem punyai hikmah tersendiri tentang hal itu. Lihat Syarhul Aqiidah ath-Thahaawiyah (h al. 372), takhrij dan taliq Syuaib al-Arnauth dan Abdullah bin Abdil Muhsin at-Turki . Berkata Abu Salafy : Penegasan Imam Syafii (w. 204 H) Telah dinukil dari Imam Syafii bahwa ia berkata: Sesungguhnya Allah Taala- tel;ah ada sedangkan belum ada temppat. Lalu Dia mencipta kan tempat. Dia tetap atas sifat-Nya sejak azali, seperti sebelum Dia menciptaka n tempat. Mustahil atas-Nya perubahan dalam Dzat-Nya dan pergantian pada sifat-N ya.[ Ithf as Sdah,2/24])) demikian perkataan Abu Salafydalam penukilan ini Abu Salafy menukil perkataan Imam As-Syaafi i tanpa sanad, d i kitab Ithaaf As-Saadah Al-Muttaqiin 2/24 Abu Salafy berkata : Penegasan Imam Ahmad ibn Hanbal (W.241H) Imam Ahmad juga menegaskan akidah serupa. Ibnu Hajar al Haitsami menegaskan bahw a Imam Ahmad tergolong ulama yang mensucikan Allah dari jismiah dan tempat. Ia b erkata: Adapun apa yang tersebar di kalangan kaum jahil yang menisbatkan dirinya kepada s ang imam mulia dan mujtahid bahwa beliau meyakini tempat/arah atau semisalnya ad alah kebohongan dan kepalsuan belaka atas nama beliau.[ Al Fatwa al Hadtsiyah:144. ] demikian perkataan Abu SalafyFiranda berkata : Pada nukilan di atas sangatlah jelas bahwasanya Abu Salafy tidak sedang menukilperkataan Imam Ahmad, akan tetapi sedang menukil perkataan Ibnu Hajar Al-Haitsam i tentang Imam Ahmad. Ini merupakan tadliis dan talbiis. Abu Salafy membawakan p erkataan Ibnu Hajr Al-Haitsami ini dibawah sub judul "Penegasan Imam Ahmad", nam un ternyata yang ia bawakan bukanlah perkataan Imam Ahmad apalagi penegasan. Seh arusnya sub judulnya : "Penegasan Ibnu Hajr Al-Haitsami". Imam Ahmad bin Hanbal : Maknanya: Dia (Allah) istawa sepertimana Dia khabarkan (di dalam al Quran), buka nnya seperti yang terlintas di fikiran manusia. Dinuqilkan oleh Imam al-Rifai dal am kitabnya al-Burhan al-Muayyad, dan juga al-Husoni dalam kitabnya Dafu syubh ma n syabbaha Wa Tamarrad. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah berpendapat bahwa bersemayam nya Allah Taala di atas Arsy-Nya adalah dengan cara bersemayam yang khusus, bukan bersemayam secara umum seperti dilakukan oleh para makhluk. Maka dari itu tidak sah dikatakan istawa ala al-makhluqat (bersemayam di atas makhluk-makhluk) atau d i atas langit atau di atas bumi karena Dia terlalu mulia untuk itu. Selanjutnya beliau rahimahullah menjelaskan mengenai Arsy bahwa Allah Taala bersemayam di atas Arsy-Nya. Kata istawa lebih khusus daripada kata uluw yang mutlak, maka dari itu bersemayamnya Allah Taala di atas singgasana-Nya termasuk sifat-sifat-Nya yang fil iyah berkaitan dengan kehendak-Nya, lain halnya kata uluw, itu termasuk sifat-sif at dzatiyah-Nya, yang tidak lepas darinya. [Fatawa arkaanil Islam atau Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji, terj. Munirul Abidin, M.Ag. (Darul Falah 1426 H.), hlm 85 86] -Kami tutup tulisan berikut ini dengan menyampaikan perkataan Abu Nuaim Al Ash-bah ani, penulis kitab Al Hilyah. Beliau rahimahullah berkata, Metode kami (dalam men etapkan sifat Allah) adalah jalan hidup orang yang mengikuti Al Kitab, As Sunnah dan ijma (konsensus para ulama). Di antara itiqod (keyakinan) yang dipegang oleh mereka (para ulama) bahwasanya hadits-hadits yang shahih dari Nabi shallallahu al aihi wa sallam menetapkan Allah berada di atas Arsy dan mereka meyakini bahwa All ah beristiwa (menetap tinggi) di atas Arsy-Nya. Mereka menetapkan hal ini tanpa me lakukan takyif (menyatakan hakekat sifat tersebut), tanpa tamtsil (memisalkannya dengan makhluk) dan tanpa tasybih (menyerupakannya dengan makhluk). Allah sendi ri terpisah dari makhluk dan makhluk pun terpisah dari Allah. Allah tidak mungki n menyatu dan bercampur dengan makhluk-Nya. Allah menetap tinggi di atas Arsy-Nya di langit sana dan bukan menetap di bumi ini bersama makhluk-Nya.[Dinukil dari M ajmu Al Fatawa, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni, 5/60, Darul Wafa, cetakan ketiga, 1426 H.] -ni aqidah baathil Jahmiyyah yang diikuti oleh sebagian Asyariyyah !! Aqidah Jahmiyy ah ini mengkonsekuensikan bahwa Allah ada dimana-mana/setiap tempat. Al-Imaam Abul-Hasan Al-Asyariy rahimahullah berkomentar tentang aqidah Jahmiyyah y ang satu ini dengan perkataannya : : : Dan telah berkata orang-orang dari kalangan Mutazillah, Jahmiyyah, dan Haruriyyah (Khawarij) : Sesungguhnya makna istiwaa adalah menguasai (istilaa), memiliki, dan m engalahkan. Allah taala berada di setiap tempat. Mereka mengingkari keberadaan All ah di atas Arsy-Nya, sebagaimana yang dikatakan oleh Ahlul-Haq (Ahlus-Sunnah). Me reka (Mutazillah, Jahmiyyah, dan Haruriyyah) memalingkan (menawilkan) makna istiwa a kepada kekuasaan/kemampuan (al-qudrah). Jika saja hal itu seperti yang mereka k atakan, maka tidak akan ada bedanya antara Arsy dan bumi yang tujuh, karena Allah berkuasa atas segala sesuatu. Bumi adalah sesuatu, dimana Allah berkuasa atasny a dan atas rerumputan. Begitu juga apabila istiwaa di atas Arsy itu bermakna menguasai (istilaa), maka aka n berkonsekuensi untuk membolehkan perkataan : Allah ber-istiwaa di atas segala sesuatu. Namun tidak ada seorang pun dari kaum muslimin yang membolehkan untuk berk ata : Sesungguhnya Allah ber-istiwaa di tanah-tanah kosong dan rerumputan. Oleh kar ena itu, terbuktilah kebathilan perkataan bahwa makna istiwaa (di atas Arsy) adala h istilaa (menguasai) [selengkapnya, silakan lihat Al-Ibaanah, hal. 34-37 melalui perantaraan Mukhtashar Al-Ulluw lidz-Dzahabiy oleh Al-Albaaniy, hal. 239; Al-Makt ab Al-Islamiy, Cet. 1/1401 H]. -(BUKHARI - 6868) : Telah menceritakan kepada kami Abdan berkata, Telah mengabark an kepada kami Abu Hamzah dari Al A masy dari Jami bin Syidad dari Shafwan bin Muhriz dari Imran bin Hushain berkata, "Pernah aku di sisi Nabi shallallahu al aihi wasallam. Tiba-tiba ada sekelompok kaum dari bani Tamim mendatanginya dan b erkata, Terimalah berita gembira wahai bani Tamim! Mereka menjawab, Engkau tel ah memberi kami kabar gembira, maka berikanlah! Lantas beberapa orang penduduk Y aman datang dan beliau katakan: Terimalah kabar gembira wahai penduduk Yaman, s ebab bani Tamim belum menemerimanya! Mereka jawab, kami menerimanya, kami dat ang untuk belajar agama dan bertanya kepadamu awal-awal kejadian alam ini! Nabi menjawab: Allah telah ada dan tidak ada sesuatu pun terjadi sebelum-Nya, arsy-N ya berada di atas air, kemudian Allah mencipta langit dan bumi dan Allah menetap kan segala sesuatu dalam alquran . Lantas seorang laki-laki mendatangiku dan ber ujar Wahai Imran, carilah untamu, sebab untamu pergi! Aku bergegas mencarinya, tidak tahunya fatamorgana (padang pasir) menghilangkan pandangannya. Demi Allah, sungguh aku mengimpikan sekiranya untaku biarlah hilang sedang aku tidak usah b erdiri." -tafsir Ibnu Katsir surat AlA raf:54 Mengenai firman Allah Swt. yang mengatakan: Lalu Dia bersemayam di atas Arasy. (AlA raf:54) Sehubungan dengan makna ayat ini para ulama mempunyai berbagai pendapat yang cuk up banyak, rinciannya bukan pada kitab ini. Tetapi sehubungan dengan ini kami ha nya meniti cara yang dipakai oleh mazhab ulama Salaf yang saleh, seperti Malik, Auza i, As-Sauri, Al-Lais ibnu Sa d, AsySyafii, Ahmad, dan Ishaq ibnu Rahawaih serta lain-lainnya dari kalangan para ima m kaum muslim, baik yang.terdahulu maupun yang kemudian. Yaitu menginterpretasik annya seperti apa adanya, tetapi tanpa memberikan gambaran, penyerupaan, juga ta npa mengaburkan pengertiannya. Pada garis besarnya apa yang mudah ditangkap dari teks ayat oleh orang yang suka menyerupakan merupakan hal yang tidak ada bagi A llah, mengingat Allah Swt. itu tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang menyerupa iNya. Allah Swt. telah berfirman: tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lag i Maha Melihat, (AsySyura;11) Bahkan pengertiannya adalah seperti apa yang dikatakan oleh para imam, antara la in Na im ibnu Hammad Al-Khuza i (guru Imam Bukhari). Ia mengatakan bahwa barang siapa yang menyerupakan Allah dengan makhlukNya, kafirlah dia. Barang siapa yang ingkar kepada apa yang disifatkan oleh Allah terhadap ZatNya sendiri, sesungguh nya dia telah kafir. Semua apa yang digambarkan oleh Allah Swt. mengenai diriNya , juga apa yang digambarkan oleh RasulNya bukanlah termasuk ke dalam pengertian penyerupaan. Jelasnya, barang siapa yang meyakini Allah sesuai dengan apa yang d isebutkan oleh ayatayat yang jelas dan hadis hadis yang sahih, kemudian diartika n sesuai dengan keagungan Allah dan meniadakan dari Zat Allah sifatsifat yang ku rang, berarti ia telah menempuh jalan hidayah. ---makna istawa: -satu: istawa dalam makna "telah mencapai kesempurnaan" (at-Tamam). contoh: "Walamma(dan ketika) balagha(telah sampai) asyddahu(usia dewasa) wastawa(dan tel ah sempurna) ataynahu(Kami anugrahkan kepadanya) hukman(hikmah) wa ilman"(dan il mu) -Al Qashash (28):14- dan "Faidza(maka ketika) sawwaytuhu(Aku telah menyempurnakannya)..."-Al Hijr (15):29 -dua: istawa dalam makna bertempat atau menetap (at-Tamakkun Wa al-Istiqrar). co ntoh: "wastawat(dan telah berlabuh) ala(diatas) al-judiy(bukit judi)" -Huud (11):44-tiga: istawa dalam makna lurus dan tegak ( al-Istaqamah Wa al-I tidal), artinya tidak condong tidak bengkok. contoh: "fastawa(lalu ia tegak) ala(diatas) suqih(batangnya).." -Al Fath (48):29-empat: istawa dalam makna berada di arah atas atau tempat yang tinggi (al-Uluww Wa al-Irtifa ). contoh: "Faidza(maka apabila) istawayta(kamu telah naik) anta(kamu) waman(dan siapa yang ) ma aka(bersama kamu) ala(diatas) al-fulk(kapal) fa-quli(maka ucapkanlah) alha mdu(segala bentuk pujian) lillahi(milik Allah) alladzi(yang) najjana(Dia menyela matkan kami) min(dari) alqaum (kaum)azh-zhalimin(orang-orang yang zalim)" -Al Mu minuun (23): 28-lima: istawa dalam makna istawla atau qahara atau haimana artinya menguasai. se perti "istawa fulan ala baldah kadza" artinya bahwa si fulan telah menguasai su atu negeri. -enam: istawa dalam makna menuju suatu perbuatan (Qashd asy-Syai ) contoh: "tsumma(kemudian) istawa(menuju) ila(ke) as-sama(langit)" -Al Baqarah (2): 29-tujuh: istawa dalam makna sama sepadan ( at-Tamatsul Wa at-Tasawi). contoh: "qul(katakanlah) hal(apakah) yastawi(sama) al-ladzina(orang-orang yang) ya lamun a(mereka mengetahui) wa al-ladzina(dan orang-orang yang) la(tidak) ya lamun(meng etahui)" -Az-Zumar (39):9kata istawa jika di barengi dengan huruf nafi maka berlaku dalam pengertian tida k sebanding atau berbeda (al-Mu aradlah Wa al-Muqabalah), seperti dalam firman: "Wama(dan tidak) yastawi(sama) albahrani(dua lautan)" -Faathir (35):12- dan "Wama(dan tidak) yastawi(sama) al-a ma(orang yang buta) wa al-bashir(dan orang y ang melihat)" -Faathir (35):19-delapan:istawa dalam makna matang atau sudah layak dimakan (nadluja), contoh: "istawa ath-Tha am" artinya bahwa makanan tersebut sudah matang dan siap untuk d imakan. -sembilan:istawa dalam pengertian menaiki kendaraan tunggangan dan duduk diatasn ya (ar-Rukub Wa al-Isti la ). contoh: "tsumma(kemudian) tadzkuru(kalian mengingat) ni mata(nikmat) rabbikum(tuhan penc ipta kalian) idza(ketika) istawaytum(kalian telah duduk) alayhi(diatasnya)"-Az Zukhruf (43):13-- Ketika menafsirkan firman Allah Taala dalam surat Thoha ayat 5, Ada yang menafsirkan: Ar Rahman (yaitu Allah) bersemayam di atas Arsy. Kata istiwa d i sini diartikan dengan bersemayam. Penulis (Abu Rumaysho) berkata, Pemaknaan seperti ini tidak tepat karena orang aw am malah akan memahami bahwa Allah itu bersemayam (yang berarti duduk) di singga sana sebagaimana raja. Akibatnya bisa terjadi tasybih (menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk) dalam sifat istiwa ini. Yang benar makna istiwa sebagaimana dijelaskan oleh Abul Aliyah dan Mujahid yang dinukil oleh Imam Al Bukhari dalam k itab shahihnya: ( ) Abul Aliyah mengatakan bahwa maksud dari istiwa di atas langit adalah irtafaa (naik). . ( ) Mujahid mengatakan mengenai istiwa adalah alaa (menetap tinggi) di atas Arsy. Salah paham dalam menafsirkan hal ini, akhirnya membuat sebagian orang salah pah am dengan istiwa Allah. Semoga bisa jadi kritikan berharga. ---------------------------------(DARIMI - 2476) : Telah menceritakan kepada kami Affan bin Muslim telah menceri takan kepada kami Hammad bin Salamah telah menceritakan kepada kami Abu Ja far A l Khathmi dari Muhammad bin Ka b Al Qurazhi dari Abu Qatadah, ia berkata; aku me ndengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa membebask an tanggungan orang yang berhutang kepadanya atau menghapus darinya, maka ia aka n berada di bawah naungan Arsy pada hari Kiamat." (TIRMIDZI - 1227) : Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritaka n kepada kami Ishaq bin Sulaiman Ar Razi dari Dawud bin Qais dari Zaid bin Aslam dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa memberi tempo kepada orang yang kesulitan membayar hutang atau menggugurkan (membebaskan) nya, niscaya Allah akan memberi naungan kepadanya pada hari di bawah naungan ArsyNya, pada hari tidak ada naungan kecua li naunganNya." Ia mengatakan; Dalam hal ini ada hadits serupa dari Abul Yasar, Abu Qatadah, Hudzaifah, Ibnu Mas ud, Ubadah dan Jabir. Abu Isa berkata; Hadits A bu Hurairah adalah hadits shahih gharib dari jalur ini. --------------------------------DIATAS LANGIT:Dari Abu Hurairah semoga Allah meridlainya- beliau berkata: Rasulullah shollallaa hu alaihi wasallam bersabda: Orang yang akan meninggal dihadiri oleh para Malaikat . Jika ia adalah seorang yang sholih, maka para Malaikat itu berkata: Keluarlah w ahai jiwa yang baik dari tubuh yang baik. Keluarlah dalam keadaan terpuji dan ber gembiralah dengan rouh dan rayhaan dan Tuhan yang tidak murka. Terus menerus dik atakan hal itu sampai keluarlah jiwa (ruh) tersebut. Kemudian diangkat naik ke l angit, maka dibukakan untuknya dan ditanya: Siapa ini? Para Malaikat (pembawa) t ersebut menyatakan: Fulaan. Maka dikatakan: Selamat datang jiwa yang baik yang d ulunya berada di tubuh yang baik. Masuklah dalam keadaan terpuji, dan bergembira lah dengan Rauh dan Rayhaan dan Tuhan yang tida murka. Terus menerus diucapkan y ang demikian sampai berakhir di langit yang di atasnya Allah Azza Wa Jalla (diriw ayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah, Al-Bushiri menyatakan dalam Zawaaid Ibnu Maja h: Sanadnya sahih dan perawi-perawinya terpercaya): catatan: Dalam bahasa Arab bahwa lafadz tidak hanya berarti di dalam, tapi juga bisa bermakn a di atas. Hal ini sebagaimana penggunaan lafadz tersebut dalam ayat:Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di atas bumi selama empat bulan(Q.S AtTauba h:2).Dalam ayat itu disebutkan makna sebagai di atas bumi bukan di dalam bumi. Karena a artinya adalah di atas langit bukan di dalam langit"Terserah yang di Atas" Ini menunjukkan bahwa pengertian langit tidak selamanya dengan bentuk langit yan g ada di benak kita karena langit sekali lagi bisa bermakna ketinggian. Jadi jik a kita katakan Allah fis samaa, itu juga bisa berarti Allah di ketinggian. Karena ini juga menunjukkan bahwa Allah tidak bersatu dengan makhluk. Mohon bisa dipah ami. -Lafadz fi ( ) dalam hadits bermakna ala ( ) yakni diatas, bukan bermakna zharaf (di sebagaimana dijelaskan oleh para ulama seperti Ibnu Abdil Barr[19] dan Al-Baiha qi[20]. Hal ini semakna dengan firman Allah: Apakah kamu merasa aman terhadap Yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikk an bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?. (QS. Al-Mu lk: 16). Katakanlah: Berjalanlah di atas muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesud ahan orang-orang yang mendustakan itu. (QS. Al-Anaam: 11). Demikian juga semakna dengan hadits: , Orang-orang yang pengasih akan dikasihi oleh Yang Maha Pengasih. Kasihilah (makh luk) yang di atas bumi, niscaya Yang di atas langit akan mengasihi kalian[21]. Demikianlah penafsiran Ahlu Sunnah wal Jamaah yang beriman dengan dalil-dalil AlQuran dan hadits mutawatir yang menetapkan Allah di atas langit. Tidak ada penafs iran yang benar selain ini.[22] [19] At-Tamhid (7/129, 130, 134) [20] Al-Asma wa Sifat (377) [21] Shahih. HR. Abu Daud (4941), Tirmidzi (1/350), Ahmad (2/160), Al-Humaidi (5 91), Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf (8/526), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (4 /159). Dan dishahihkan Al-Hakim, Ad-Dzahabi, Al-Iraqi, Ibnu Hajar dan lain sebaga inya. Lihat As-Shahihah 3/594-595/922 oleh Al-Albani). [22] Lihat Silsilah Ahadits As-Shahihah 6/474-475 oleh Al-Albani. --liat scan di frPerkataan Imam Ahmad (Bukankah Allah dahulu (sendirian) tan rian) tanpa ada tempat.) Perkataan Imam Ahmad ini di dukung oleh sebuah hadits y ang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam shahihnya "Dahulu Allah (sendirian) dan tidak ada sesuatupun selainNya" (HR Al-Bukhari no 3191) Dan kalimat disini memberikan faedah keumuman, yaitu tidak sesuatupun selain Al lah tatkala itu, termasuk alam dan tempat.Meskipun Imam Ahmad mengatakan demikian akan tetapi beliau tetap menetapkan bahw asanya Allah berada di atas. Dari sini kita pahami bahwa penetepan adanya Allah di atas tidaklah melazimkan bahwasanya Allah berada atau diliputi oleh tempat ya ng merupakan makhluk. Perkataan Imam Ahmad ini mirip dengan perkataan Abdullah bin Sa iid Al-Qottoon s ebagaimana dinukil oleh Abul Hasan Al-Asy ari dalam kitabnya maqoolaat Al-Islami yiin 1/351 Abul Hasan Al-Asy ari berkata, "Dan Abdullah bin Sa iin menyangka bahwasanya AlBaari (Allah) di zaman azali tanpa ada tempat dan zaman sebelum penciptaan makhl uk, dan Allah senantiasa berada di atas kondisi tersebut, dan bahwasanya Allah b eristiwaa di atas arsyNya sebagaimana firmanNya, dan bahwasanya Allah berada d i atas segala sesuatu" Perhatikanlah para pembaca yang budiman, Abdullah bin Sa iid meyakini bahwasanya Allah tidak bertempat, akan tetapi ia rahimahullah- tidak memahami bahwasanya ha l ini melazimkan Allah tidak di atas. Sehingga tidak ada pertentangan antara keb eradaan Allah di arah atas dan kondisi Allah yang tidak diliputi suatu tempat. Pemahaman Imam Ahmad dan Abdullah bin Sa iid bertentangan dengan pemahaman Abu S alafy cs yang menyangka bahwa kalau kita menafikan tempat dari Allah melazimkan Allah tidak di atas. Atau dengan kata lain Abu Salafy cs menyangka kalau Allah b erada di arah atas maka melazimkan Allah diliputi oleh tempat. Lihat juga penjelasan Abu Bakar bin Faurok sebagaimana dinukil oleh Al-Baihaqi d alam Al-Asmaa wa as-Sifaat 2/309 "Dan tidaklah maksudnya adalah tinggi dengan jarak atau menempati suatu medan at au di suatu tempat dan menetap di tempat tersebut. Akan tetapi maksud dari firma n Allah "Apakah kamu merasa aman dari Allah yang di langit" (QS Al-Mulk : 16) ya itu yang berada di atas langit, yang maknanya adalah menafikan had (batasan) dar iNya, dan bahwasanya Allah tidak diliputi oleh suatu lapisan atau dataran" -(AHMAD - 26304) : Telah menceritakan kepada kami Abdullah berkata, telah menceri takan kepada kami Ali Bin Muslim dia berkata, telah menceritakan kepada kami Sul aiman Bin Harb dia berkata, aku telah mendengar Hammad Bin Zaid, kemudian dia me nyebutkan Jahmiyah, ia katakan, "Hanyasannya mereka berusaha untuk meyakini bahw a di langit tidak ada sesuatu." (BUKHARI - 2955) : Telah bercerita kepada kami Qutaibah bin Sa id telah bercerit a kepada kami Mughirah bin Abdur Rahman Al Qurasyiy dari Abu Az Zanad dari Al A raj dari Abu Hurairah radliallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Ketika Allah menetapkan penciptaan makhluq, Dia menulis di dalam Kitab-Nya, yang berada di sisi-Nya di atas ai- Arsy (yang isinya): "Sesung guhnya rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku".(TIRMIDZI - 3034) : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani telah menceri takan kepada kami Yazid bin Harun telah mengkhabarkan kepada kami Hammad bin Sal amah dari Ya la bin Atho dan Waki bin Hudus dari pamannya, Abu Razin berkata: Aku pernah bertanya: Wahai Rasulullah dimanakah Allah sebelum Dia menciptakan ma khlukNya? beliau menjawab: "Dia berada di awan yang tinggi, di atas dan di bawah nya tidak ada udara dan Dia menciptakan arsyNya di atas air." Ahmad bin Mani berkata: Yazid bin Harun berkata: Istilah Ama adalah tidak ada sesuatu pun bersa manya. Abu Isa berkata: Seperti itu Hammad bin Salamah dan Waki meriwayatkan. S yu bah, Abu Awanah, Husyaim dan Waki bin Udus mengatakan dan itu lebih shahih. Abu Razin namanya Laqith bin Amir. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan.(Wa ki bin Udus; Ibnu Hibban=ddisebutkan dalam ats tsiqaat, ibnul Qaththan=majhul ul hal, Ibnu Hajar al Asqalani=maqbul, Adz Dzahabi =Tsiqah) Sumber : Tirmidzi Kitab : Tafsir al Qur an Bab : Diantara surat hud No. Hadist : 3034 albani: dhoif Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda dalam hadits Abu Raziin Al Uqailiy , beliau berkata:Artinya: Wahai Rasulullah dimana dahulu Rabb kita berada sebelum menciptakan makh lukNya ? Beliau menjawab: Dia berada di amaa, tidak ada diatas dan bawahnya udara , kemudian dia menciptakan Arsy-Nya diatas air.[14][14] HR. At Tirmidzi dalam Jam i At Tirmidzi (sunan) kitab Tafsir, bab surat Hud 5/288 hadits No. 3109, Ibnu Maj ah dalam Sunan-nya Muqadimah Bab Fimaa Ankarat Al Jahmiyah 1/63, Imam Ahmad dal am Musnad-nya (4/11-12), Ibnu Abi Ashim dalam As Sunnah 1/271, dan Muhammad bin Utsman bin Abi Syaibah dalam kitabnya Al Arsy hal.313-314. Semuanya dari jalan periwayatan Hamad bin Salamah. Hadits ini dihasankan oleh At Tirmidzi dan Adz Dz ahabi dan dilemahkan oleh Al Albany dalam Mukhtashor Al Uluw hal. 186. dan Al Al bani berkata: Pengesahan hadits ini tidak benar, karena semuanya bertemu pada Wak i bin Hads, dan ada yang mengatakan Ads, dan dia seorang majhul (tidak dikenal) y ang tidak ada yang meriwayatkan darinya selain Yala bin Atha oleh karena itu dikat akan oleh penulis (yaitu Adz Dzahabi): Tidak dikenal. Dan berkata di dalam kitab D zilaalil Jannah 1/271: Sanadnya lemah, Waki bin Ads dan dikatakan Hads seorang yang majhul, tidak ada yang meriwayatkan darinya selain Yala bin Atha dan tidak juga be liau di tsiqahkan kecuali oleh Ibnu hibban. (IBNUMAJAH - 178) : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Muhammad bin Ash Shabbah keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun, telah memberitakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Ya la bin Ath o dari Waki bin Hudus dari pamannya Abu Razin ia berkata; Aku bertanya; "Wahai Rasulullah, di manakah Rabb kita sebelum menciptakan makhluk-Nya?" beliau menja wab: "Dia berada di ruang hampa, di bawah dan di atasnya tidak ada udara, dan di sana tidak ada makhluk. Setelah itu Ia menciptakan Arsy-Nya di atas air." (AHMAD - 15599) : Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun telah mengabark an kepada kami Hammad bin Salamah dari Ya la bin Atho dari Waki bin Udus dar i pamannya, Abu Razin berkata; saya berkata; "Wahai Rasulullah, di mana Rab kita AzzaWaJalla sebelum mencipta makhluq-Nya?", beliau berkata; "Dia berada di awan yang bagian bawah dan atasnya adalah ruang udara kemudian Dia menciptakan ArsyNya di atas air" albani: dhoif 11. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menur ut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa." Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati." 41. Fushshilat (IBNUMAJAH - 3065) : Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar; telah menc eritakan kepada kami Hatim bin Isma il; telah menceritakan kepada kami Ja far bi n Muhammad dari Ayahnya, ia berkata; "Aku pernah datang menemui Jabir bin Abdull ah. Ketika kami menjumpainya, ia bertanya tentang kabar orang-orang, hingga ia b ertanya tentang diriku. Maka aku menjawab; Aku Muhammad bin Ali bin Husain. Ma ka ia letakkan tangannya di atas kepalaku sambil membuka kancing atas dan bawahk u, lalu meletakkan pundaknya diantara dadaku dan saat itu aku masih kecil yang m enginjak dewasa. Ia berkata; Selamat datang, tanyakanlah apa saja yang kamu ing ini. Aku bertanya kepadanya sedang ia seorang yang buta. Hingga tiba waktu shal at sedang ia berdiri di atas sajadahnya, yang apabila ia meletakkan tumitnya pad a sisi-sisi sajadah maka akan tertarik karena kecilnya sajadah tersebut, adapun selendangnya menggantung di pundaknya dan ia pun shalat mengimami kami. Lalu ak u bertanya; Beritahukan pada kami bagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasa llam berhaji! Maka ia mengisyaratkan dengan tangannya dan ia menjulurkan sembi lan (jari jemarinya), dan berkata; Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berdiam tidak berangkat haji selama sembilan tahun, lalu beliau menyeru kan orang-orang untuk menunaikan ibadah haji pada tahun kesepuluh. Rasulullah sh allallahu alaihi wasallam berangkat haji, lalu datanglah banyak orang ke Madina h, mereka semua ingin berkumpul dengan Nabi shallallahu alaihi wasallam dan men gerjakan seperti yang beliau kerjakan. Maka beliaupun berangkat, dan kamipun ber angkat bersama beliau. Sesampainya kami di Dzul Hulaifah, Asma binti Umais mela hirkan Muhammad bin Abu Bakar, maka diutuslah kepada beliau untuk menanyakan; A pa yang patut aku perbuat? Lalu beliau bersabda kepada Asma: Mandilah dan ika tlah kencang-kencang dengan kain dan berihramlah. Kemudian Rasulullah shallalla hu alaihi wasallam shalat di masjid lalu mengendarai unta Qashwa, dan untanya p un berdiri tegak membawa beliau di atas padang Sahara. Jabir berkata; Aku meli hat sejauh pandanganku banyak orang yang berada di depan beliau, antara penungga ng kendaraan dan pejalan kaki, juga yang berada di sisi kanan dan kiri serta bel akang beliau (terlihat banyak orang). Rasulullah shallallahu alaihi wasallam be rada di tengah-tengah kami, sedangkan Al Qur an turun kepada beliau, dan beliau sangat tahu akan takwilnya. Apa saja yang beliau kerjakan, maka kami turut menge rjakannya. Beliau mengeraskan suara tauhid dengan mengucapkan: Aku penuhi pangg ilan-Mu, ya Allah. Aku penuhi panggilan-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Tiada sekut u bagi-Mu, Aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya pujian, kenikmatan dan kerajaan hanya milik-Mu, yang tiada sekutu bagi-Mu. Orang-orang juga mengeraskan suara dengan bacaan yang mereka ucapkan, dan beliau shallallahu alaihi wasallam tidak mengatakan apapun atas tindakan mereka itu. Beliau shallallahu alaihi wasallam terus membaca talbiyahnya. Jabir radliallahu anhu berkata lagi; Kami tidak b erniat kecuali menunaikan haji saja, dan kami belum mengenal umrah. Sesampainya kami di Baitullah bersama beliau, beliau segera mengusap (mencium) Rukun (awal T hawaf), lalu berlari kecil tiga putaran dan berjalan biasa pada empat putaran (l ainnya). Kemudian beliau pergi menuju maqam Ibrahim, seraya membaca ayat: Dan jadikanlah Maqam Ibrahim sebagai tempat shalat. Beliaupun memposisikan dirinya antara Maqam Ibrahim dengan Baitullah (Ka bah). -Bapakku berkata; - dan aku tid ak mengetahui kecuali ia menyebutkannya dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, bahwa Nabi membaca surah Al Kaafiruun dan Al Ikhlaash dalam shalat dua rakaat (d i Maqam Ibrahim). Kemudian beliau kembali ke Baitullah, lalu mengusap (mencium a tau menyalami) Rukun (awal thawaf), lantas beliau keluar dari pintu (Ka bah) men uju bukit Shafa. Dan ketika mendekati Shafa, beliau membaca: Sesungguhnya Shaf a dan Marwa termasuk syiar-syiar Allah, kita memulai (sa i) dengan apa yang tela h Allah Subhanahu Wa Ta ala mulai. Beliau mulai bersa i dari Shafa, lalu menaik i (bukit itu) hingga dapat melihat Ka bah, kemudian beliau bertakbir, bertahlil dan bertahmid seraya mengucapkan: Tidak ada Tuhan selain Allah semata yang tiad a sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. (Dia) yang maha menghidupkan dan maha mematikan, serta Dia maha kuasa atas segala sesuatu. Tida k ada Tuhan selain Allah semata, yang tiada sekutu baginya, yang melaksanakan ja nji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan seluruh golongan dengan sendirian. Kemudian beliau berdoa diantara bacaan itu, lalu mengucapkan bacaan seperti itu tiga kali. Beliau lantas turun ke Marwa, sambil berjalan sehingga jika kedua kak inya telah tegak, beliau berlari kecil di tengah lembah. Tatkala kedua kakinya t elah mendaki, beliau berjalan sampai tiba di Marwa. Di Marwa beliau melakukan se perti yang beliau lakukan di Shafa. Dan ketika Thawafnya berakhir di Marwa, beli aupun bersabda: Seandainya aku menghadap apa yang aku belakangi, maka aku tidak menggiring hewan sembelihan (al hadyu), dan aku menjadikannya umrah. Barang sia pa diantara kalian tidak membawa hewan sembelihan, maka bertahllul-lah dan jadikanlah ia sebagai ibadah. Maka seluruh orangpun bertahallul dan memendekan rambu t kecuali Nabi shallallahu alaihi wasallam dan orang-orang yang membawa hewan s embelihan. Lalu Suraqah bin Malik bin Ju syum berdiri seraya berkata; Wahai Ras ulullah apakah ini berlaku untuk tahun ini, ataukah untuk selamanya ." (Perawi) berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun merangkai jemarinya dengan jari jemari seraya menjawab: Umrah masuk ke dalam haji (haji tamattu ) beginil ah caranya. Beliau mengucapkan dua kali lantas bersabda: Tidak (ini hanya berl aku untuk tahun ini saja), tetapi untuk selamanya . (Perawi) berkata; Ali radl iallahu anhu datang membawa unta (al hadyu) Nabi shallallahu alaihi wasallam, maka ia mendapatkan Fathimah termasuk orang yang bertahallul tengah memakai paka ian berwarna dan memakai sipat mata. Ali pun menyalahkannya, maka Fatimah pun be rkata; Bapakku (Nabi shallallahu alaihi wasallam) telah memberitahuku berbuat begini. Ali radliallahu anhu mengatakannya saat di Irak: Lalu aku pergi memin ta nasehat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan mengeluhkan perbua tan Fatimah yang aku ingkari itu. Maka beliau menjawab: Ia (Fatimah) benar, ia benar. Apa yang telah aku katakan ketika kamu ingin melakukan ibadah haji dulu? Ali menjawab; Aku berkata; Ya Allah, aku mengeraskan suara yang dikeraskan o leh Rasul-Mu shallallahu alaihi wasallam. Beliau bersabda: Sesungguhnya aku m embawa hewan kurban, maka janganlah kamu ikut bertahallul . (Perawi) berkata; H ewan kurban yang dibawa Ali dari Yaman dan yang dibawa Rasulullah shallallahu a laihi wasallam dari Madinah berjumlah seratus ekor. Kemudian semua orang bertaha llul dan memendekan rambutnya kecuali Nabi shallallahu alaihi wasallam dan oran g-orang yang membawa hewan kurban. Ketika hari Tarwiyah datang mereka semua menu ju Mina dan meneriakkan niat haji. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam naik kendaraan, dan di sana beliau mengerjakan shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya , dan Subuh. Kemudian menunggu sebentar sampai matahari terbit, lalu memerintahkan untuk mendirikan Kubah di Masy aril haram maka ditancapkan di Namirah. Rasulull ah shallallahu alaihi wasallam kemudian berjalan seperti yang biasa kaum Qurais y kerjakan, tetapi beliau berhenti di Masy aril Haram atau Muzdalifah. Rasululla h shallallahu alaihi wasallam membolehkannya sampai tiba di Arafah. Dan ketika mendekati kubah yang telah didirikan di Namirah, beliau singgah di sana. Ketika matahari tergelincir, beliau memerintahkan agar untanya (Qashwa) didatangkan, la lu beliau mengendarainya hingga tiba di perut lembah. Lantas beliau berkhutbah p ada khalayak: Sesungguhnya darah kalian, harta, kehormatan dan kebahagiaan (kem uliaan) kalian adalah haram sebagaimana keharaman hari kalian ini, dibulan dan n egeri kalian ini, camkanlah, sesungguhnya segala perkara jahiliyyah adalah terhi na di bawah kakiku ini, darah-darah jahiliyyah telah dihinakan dan darah yang pe rtama kali aku hinakan adalah darah Rabi ah bin Harits (yang dahulu meminta susu an dari bani Sa ad lalu ia dibunuh Hudzail), riba jahiliyyah telah dihapuskan se dang riba yang pertama kali aku hapuskan adalah riba kami, yaitu riba yang dilak ukan Abbas bin Abdul Muthallib, semuanya telah dihapuskan. Maka bertakwalah kepa da Allah dari para wanita, karena kalian telah menjadikan mereka isteri dengan a manat Allah dan kalian halalkan farji dengan kalimat Allah. Sesungguhnya hak kal ian atas mereka adalah agar mereka tidak membiarkan orang lain yang kalian benci tidur di atas ranjang kalian. Jika isteri-isteri kalian melakukannya, maka puku llah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Dan bagi mereka atas kalian untuk dinafkahi dan diberi pakaian dengan jalan yang baik. Aku tinggalkan untuk kalia n dua perkara yang jika kalian berpegang teguh pada keduanya maka kalian tidak a kan tersesat yaitu Kitabullah. Dan kalian bertanggung jawab kepadaku. Lalu apa y ang ingin kalian katakan? Mereka menjawab; Kami bersaksi bahwa engkau telah m enyampaikan, melaksanakan tugas dan memberikan nasehat. Maka beliau bersabda sam bil menunjukan jarinya ke langit: Ya Allah, saksikanlah! Ya Allah saksikanlah. Beliau mengucapkannya sampai tiga kali. Kemudian Bilal mengumandangkan adzan, l alu iqamat, maka beliau mendirikan shalat Zhuhur. (Selepas itu) Bilal kembali be riqamat, lalu beliau mendirikan shalat Ashar dan tidak melakukan shalat apapun d iantara keduanya. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengendarai k endaraannya sehingga sampai ke tempat wukuf. Lalu beliau mendudukkan untanya (me njadikan perut untanya menyentuh padang) dan menjadikan tali pejalan kaki di dep annya, lalu beliau menghadap kiblat. Beliau terus berwukuf sampai terbenamnya ma tahari dan sinar kekuning-kuningan sedikit sirna serta tenggelamnya bola matahar i. Lalu beliau membonceng Usamah bin Said dan bertolak. Beliau pun mengikat Qash wa dengan kendali, hingga kepalanya nyaris menyentuh pangkal kaki kendaraan yang beliau tunggangi. Sambil mengisyaratkan dengan tangan kanannya, beliau bersabda : Wahai manusia, tenang, tenang! Setiap kali beliau mengulurkan tali kendali untanya, maka beliau menenangkan sedikit sehingga untanya agak naik. Kemudian ti balah beliau di Muzdalifah, lalu mengerjakan shalat Maghrib dan Isya di sana de ngan sekali adzan dan dua kali iqamat. Dan beliau tidak melakukan shalat apapun diantara keduanya. Kemudian beliau shallallahu alaihi wasallam berbaring sampai terbit fajar. Beliau mendirikan shalat fajar ketika nampak jelas baginya waktu subuh, dengan sekali adzan dan sekali iqamat. Kemudian beliau mengendarai Qashwa sampai tiba di Masy aril Haram, lalu beliau menaiki bukitnya lantas memuji Alla h (bertahmid), mengagungkan-Nya (bertakbir) dan mengesakan-Nya (bertahlil). Beli au terus melakukan Wukuf sampai matahari benar-benar terang, lalu bertolak sebel um terbit matahari. Beliau membonceng Fadl bin Abbas (seorang laki-laki berambut bagus, putih kulitnya dan ganteng). Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasal lam bertolak, beliau melintasi para wanita yang sedang berlari, maka beliau mema ndang kepada mereka lalu meletakkan tangannya ke sisi lain. Sementara Fadl pun m emalingkan mukanya ke sisi lain. Sesampainya di Muhassar, beliau bergerak sediki t kemudian mengambil jalan pintas menuju jumrah Kubra (Aqabah), dan langsung sam pai di jumrah yang berada di sisi pohon. Lalu beliau melontar tujuh kerikil deng an bertakbir pada setiap lemparan, (dengan) kerikil yang besarnya seperti keriki l ketapel. Dan beliau melontarnya dari perut lembah. Lalu ia bertolak ke tempat menyembelih hewan kurban. Di sana beliau menyembelih sendiri enam puluh tiga eko r hewan kurban, dan menyerahkan kepada Ali sisanya berikut hewan kurbannya. Kemu dian beliau memerintahkan dari setiap hewan kurban yang disembelihnya agar sepot ong dagingnya disisihkan lalu di letakan di kuali, lantas dimasak. Rasulullah da n Ali pun memakan dan menghirup kuahnya. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bertolak menuju Ka bah (untuk mengerjakan Thawaf Ifadhah), lalu beliau mengerjakan Shalat Zhuhur di Makkah dan mendatangi Bani Abdul Muththalib yang s edang mengambil air Zamzam. Beliau seraya bersabda: Rebutlah wahai Bani Muththa lib. Seandainya orang-orang tidak mengungguli kalian dalam pemberian minuman kal ian, tentu akan kuperebutkannya bersama kalian. Lalu mereka pun memberi beliau shallallahu alaihi wasallam ember, dan beliau meminum darinya. (MUSLIM - 2137) : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Is haq bin Ibrahim semuanya dari Hatim ia berkata, - Abu Bakr berkata- Telah mencer itakan kepada kami Hatim bin Isma il Al Madani dari Ja far bin Muhammad dari bap aknya ia berkata; Kami datang ke rumah Jabir bin Abdullah, lalu ia menanyai kami satu persatu, siapa nama kami masing-masing. Sampai giliranku, kusebutkan namak u Muhammad bin Ali bin Husain. Lalu dibukanya kancing bajuku yang atas dan yang bawah. Kemudian diletakkannya telapak tangannya antara kedua susuku. Ketika itu, aku masih muda belia. Lalu dia berkata, "Selamat datang wahai anak saudaraku, t anyakanlah apa yang hendak kamu tanyakan." Maka aku pun bertanya kepadanya. Dia telah buta. Ketika waktu shalat tiba, dia berdiri di atas sehelai sajadah yang s elalu dibawanya. Tiap kali sajadah itu diletakkannya ke bahunya, pinggirnya sela lu lekat padanya karena kecilnya sajadah itu. Aku bertanya kepadanya, "Terangkan lah kepadaku bagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melakukan ibadah haji." Lalu ia bicara dengan isyarat tangannya sambil memegang sembilan anak jar inya. Katanya; Sembilan tahun lamanya beliau menetap di Madinah, namun beliau be lum haji. Kemudian beliau memberitahukan bahwa tahun kesepuluh beliau akan naik haji. Karena itu, berbondong-bondonglah orang datang ke Madinah, hendak ikut ber sama-sama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk beramal seperti amalan b eliau. Lalu kami berangkat bersama-sama dengan beliau. Ketika sampai di Dzulhula ifah, Asma binti Humais melahirkan puteranya, Muhammad bin Abu Bakar. Dia menyu ruh untuk menanyakan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam apa yang har us dilakukannya (karena melahirkan itu). Maka beliau pun bersabda: "Mandi dan pa kai kain pembalutmu. Kemudian pakai pakaian ihrammu kembali." Rasulullah shallal lahu alaihi wasallam shalat dua raka at di masjid Dzulhulaifah, kemudian beliau naiki untanya yang bernama Qashwa. Setelah sampai di Baida , kulihat sekeliling ku, alangkah banyaknya orang yang mengiringi beliau, yang berkendaraan dan yangberjalan kaki, di kanan-kiri dan di belakang beliau. Ketika itu turun Al Qur an (wahyu), dimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengerti maksudnya, yait u sebagaimana petunjuk amal yang harus kami amalkan. Lalu beliau teriakan bacaan talbiyah: "LABBAIKA ALLAHUMMA LABBAIKA LABBAIKA LAA SYARIIKA LAKA LABBAIKA INNA LHAMDA WAN NI MATA LAKA WALMULKU LAA SYARIIKA LAKA (Aku patuhi perintah-Mu ya Al lah, aku patuhi, aku patuhi. Tiada sekutu bagi-Mu, aku patuhi perintah-Mu; sesun gguhnya puji dan nikmat adalah milik-Mu, begitu pula kerajaan, tiada sekutu bagi -Mu, aku patuhi perintah-Mu)." Maka talbiyah pula orang banyak seperti talbiyah Nabi shallallahu alaihi wasallam itu. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam t idak melarang mereka membacanya, bahkan senantiasa membaca terus-menerus. Niat k ami hanya untuk mengerjakan haji, dan kami belum mengenal umrah. Setelah sampai di Baitullah, beliau cium salah satu sudutnya (hajar Aswad), kemudian beliau tha waf, lari-lari kecil tiga kali dan berjalan biasa empat kali. Kemudian beliau te rus menuju ke Maqam. Ibrahim Alais Salam, lalu beliau baca ayat: "Jadikanlah ma qam Ibrahim sebagai tempat shalat..." (Al Baqarah: 125). Lalu ditempatkannya maq am itu diantaranya dengan Baitullah. Sementara itu ayahku berkata bahwa Nabi sha llallahu alaihi wasallam membaca dalam shalatnya: "QUL HUWALLAHU AHADL" (Al Ikhl as: 1-4). Dan: "QUL YAA AYYUHAL KAAFIRUUN.." (Al Kafirun: 1-6). Kemudian beliau kembali ke sudut Bait (hajar Aswad) lalu diciumnya pula. Kemudian melalui pintu, beliau pergi ke Shafa. Setelah dekat ke bukit Shafa beliau membaca ayat: "Sesun gguhnya Sa i antara Shafa dan Marwah termasuk lambang-lambang kebesaran Agama