Air Makin Kering Makin Genting_Tajuk.pdf

2
6 Warta Kehati "Jika perang-perang abad ini banyak dipicu oleh persengketaan minyak, perang masa depan akan dipicu oleh air" Ismail Serageldine, Wakil Presiden Bank Dunia, 1995. Tajuk Pandangan bahwa Indonesia merupakan wilayah yang diberkahi air tawar yang tak terbatas agaknya harus segera dihapus. Kelangkaan air bersih sudah melanda Indonesia, setidaknya sudah mulai dirasakan di beberapa tempat di Pulau Jawa Di Pulau Jawa yang tingkat kepadatan penduduknya tertinggi di Indonesia dan tingkat pembangunannya paling maju, ketersediaan air diperkirakan tinggal 1,750 meter kubik per kapita per tahun. Bandingkan dengan standar kecukupan air sebesar 2.000 meter kubik per tahun. Hal tersebut akan merosot sampai 1.200 meter kubik per kapita per tahun tatkala penduduk Indonesia mencapai 280 juta pada tahun 2020, dimana 150 juta di antaranya tinggal di pulau Jawa (Budiman Arif, 1999) 1 . Menurut Apun Afandi (1994), di Indonesia, kebutuhan air untuk keperluan domestik (rumah tangga) di pedesaan kurang lebih 120 liter perorang per hari 2 . Sedangkan di negara seperti Amerika Serikat, kebutuhan air rata-rata sekitar 400-650 liter per orang per hari. Terjadinya situasi demand side effect terhadap keberadaan air akan berakibat bahwa air tidak dapat berfungsi sebagai komoditas publik (public goods). Pada akhirnya air akan bergeser fungsinya menjadi komoditas ekonomi (economic goods), yang kehilangan makna sosialnya (Sudar D. Atmanto, 1999). Situasi tersebut di atas berakibat semakin kritisnya kondisi hidrologis dan kelestarian konservasi air, serta semakin tingginya tingkat pencemaran di sumber-sumber air. Semakin jeleknya fungsi tangkapan air di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS), berakibat semakin langkanya air pada musim kemarau dan menjadi bencana banjir pada musim hujan. Adi Sarwoko dari Ditjen Sumber Daya Air dalam satu seminar di Jakarta awal tahun ini menyebutkan bahwa pada tahun 1999, dari 470 DAS di Indonesia, 62 di antaranya kritis. Degradasi DAS merupakan akibat perubahan fungsi daerah tangkapan air dengan meningkatnya sedimentasi dan menurunnya kinerja bangunan penampung air 3 . Situasi genting air ini juga sudah menjadi kehirauan global pada saat ini. Kebutuhan akan air bersih telah menjadi agenda penting negara-negara di Dunia. Sekitar 1,2 milyar dari seluruh penduduk dunia sekarang tidak memiliki akses pada air bersih. Jumlah tersebut diperkirakan akan menjadi 2,3 milyar pada tahun 2025. Pentingnya ketersediaan air bersih telah memunculkan sejumlah agenda penting sebagai bentuk komitmen internasional seperti keberadaan World

Transcript of Air Makin Kering Makin Genting_Tajuk.pdf

  • 6 Warta Kehati

    "Jika perang-perang abad inibanyak dipicu oleh persengketaan minyak,

    perang masa depan akan dipicu oleh air"Ismail Serageldine, Wakil Presiden Bank Dunia, 1995.

    Tajuk

    Pandangan bahwaIndonesia merupakan wilayahyang diberkahi air tawar yangtak terbatas agaknya harussegera dihapus. Kelangkaan airbersih sudah melandaIndonesia, setidaknya sudahmulai dirasakan di beberapatempat di Pulau Jawa

    Di Pulau Jawa yang tingkatkepadatan penduduknya tertinggidi Indonesia dan tingkatpembangunannya paling maju,ketersediaan air diperkirakantinggal 1,750 meter kubik per kapitaper tahun. Bandingkan denganstandar kecukupan air sebesar2.000 meter kubik per tahun. Haltersebut akan merosot sampai1.200 meter kubik per kapita pertahun tatkala pendudukIndonesia mencapai 280 jutapada tahun 2020, dimana 150juta di antaranya tinggal di pulauJawa (Budiman Arif, 1999) 1.

    Menurut Apun Afandi (1994), diIndonesia, kebutuhan air untukkeperluan domestik (rumah tangga)di pedesaan kurang lebih 120liter perorang per hari 2. Sedangkan di negara seperti AmerikaSerikat, kebutuhan air rata-rata sekitar 400-650 liter per orangper hari. Terjadinya situasi demand side effect terhadapkeberadaan air akan berakibat bahwa air tidak dapat berfungsisebagai komoditas publik (public goods). Pada akhirnya air

    akan bergeser fungsinya menjadikomoditas ekonomi (economicgoods), yang kehilangan maknasosialnya (Sudar D. Atmanto,1999).

    Situasi tersebut di atas berakibatsemakin kritisnya kondisi hidrologisdan kelestarian konservasi air,serta semakin tingginya tingkatpencemaran di sumber-sumberair. Semakin jeleknya fungsitangkapan air di sepanjangDaerah Aliran Sungai (DAS),berakibat semakin langkanya airpada musim kemarau dan menjadibencana banjir pada musimhujan. Adi Sarwoko dari DitjenSumber Daya Air dalam satuseminar di Jakarta awal tahun inimenyebutkan bahwa pada tahun1999, dari 470 DAS di Indonesia,62 di antaranya kritis. DegradasiDAS merupakan akibat perubahanfungsi daerah tangkapan airdengan meningkatnya sedimentasidan menurunnya kinerja bangunanpenampung air 3.

    Situasi genting air ini juga sudahmenjadi kehirauan global padasaat ini. Kebutuhan akan air

    bersih telah menjadi agenda penting negara-negara di Dunia.Sekitar 1,2 milyar dari seluruh penduduk dunia sekarang tidakmemiliki akses pada air bersih. Jumlah tersebut diperkirakan akanmenjadi 2,3 milyar pada tahun 2025. Pentingnya ketersediaanair bersih telah memunculkan sejumlah agenda penting sebagaibentuk komitmen internasional seperti keberadaan World

  • 7Maret-April 2003

    Commission on Water for 21st Century pada tahun 1992 yangdalam salah satu pertemuan internasional4 melahirkan satudokumen yang dikenal dengan sebutan Dublin Statement andPrinciples. Dokumen tersebut menekankan pengelolaan airsecara terpadu, partisipatif, memperhatikan peran perempuan,dan menekankan nilai ekonomis air 5.

    Di sisi lain, lembaga pendanaan internasional telah pulamemasukkan persoalan kelangkaan air bersih sebagai salahsatu agenda kerja. Contohnya Bank Dunia dengan WaterResources Management - A World Bank Policy Paper, 1993dan Bank Pembangunan Asia dengan Water for All: WaterPolicy of the Asian Development Bank,2001. Terakhir, KTT Dunia mengenaiPembangunan Berkelanjutan diJohannesburg 2000 telah pulamelahirkan dokumen kesepakatanyang di dalamnya mencantumkan"akses dan pengelolaan air bersih"sebagai salah satu agenda utama padaprogram perlindungan sumber dayaalam6.

    Untuk menghadapi ketidakseimbanganantara ketersediaan air yang cenderungmenurun dan kebutuhan air yangcenderung meningkat sejalan denganperkembangan jumlah penduduk danpeningkatan aktifitas ekonomimasyarakat, serta dipandang bahwaUU No.11 tahun 1974 tentangPengairan sudah tidak sesuai lagi makaperlu diganti dan dibentuk undang-undang yang baru, yang sementara inidiberi judul RUU tentang Sumber DayaAir (selanjutnya disebut RUU Air).Di luar konsideran yang tercantumdalam RUU Air, perubahan kebijakanperundang-undangan/revisi UU No.11

    tahun 1974 tentang Pengairan merupakan satu agenda utamaprogram pinjaman yang dikenal dengan WATSAL (WaterResources Sector Adjusment Loan) yang didukungan sepenuhnyaoleh Bank Dunia. WATSAL mengindikasikan diperlukannyaundang-undang sektor air yang baru yang disesuaikan denganperkembangan-perkembangan mutakhir.

    Menjadi pertanyaan menarik, apakah perubahan yang akandilakukan dalam RUU Air ini akan merubah paradigma pengelolaanke arah yang lebih baik? Bagaimana hubungannya denganupaya perlindungan keanekaragaman hayati dan ekosistem air,misalnya di daerah aliran sungai? Apakah sudah mengisyaratkan

    sinergi dan koordinasi, setidaknya ditingkat prinsip, dengan sektor lain?

    RUU Air saat ini mendapat tentangankeras dari kalangan LSM karenamemuat pasal-pasal yang memungkinkanprivatisasi terhadap sektor air. Tulisan initidak bermaksud menambah panjangpenolakan privatisasi pengelolaan air yangtelah banyak disuarakan oleh berbagaikalangan, namun mencoba melakukankajian singkat terhadap naskah RUUtersebut dari sisi persoalan yang lain,yaitu berkaitan dengan upaya perlindungankeanekaragaman hayati (selanjutnyadisebut kehati) dan ekosistem air tawar.

    Fathi Hanif, Deputi Direktur ICEL

    Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan bukan pendapat lembaga

    1 Demokratisasi Pengelolaan Sumber daya alam: Prosiding Lokakarya Reformasi Hukum di Bidang Pengelolaan SDA (Jakarta: ICEL, 1999), hal.200.2 Saat ini, lebih dari 100 juta penduduk Indonesia yang sebagian besar adalah masyarakat miskin dan tinggal di pedesaan belum memperoleh kemudahan layanan air bersih dan penyehatan lingkungan yang memadai. Pemerintahmelalui bantuan dari Bank dunia maupun AusID menargetkan pada 2015 setidaknya separuh dari jumlah penduduk yang belum mendapat akses itu sudah dapat menikmati layanan air bersih dan sanitasi yang aman, layak dan murah(Suara Pembaruan, 19 Maret 2003), hal.11.3 Perlu seabad rehabilitasi DAS, (Kompas, 7 Maret 2003.4 Pada 16 - 23 Maret 2003 ini diadakan The 3rd World Water Forum (WWF) di Kyoto Jepang, di dalam pertemuan tersebut dibicarakan 165 topik pembahasan, dimana 1 topik yang paling menyita perhatian adalah public privatepartnership (PPP) di dalamnya membicarakan skema pengelolaan sumber daya air yang mengarah pada kerjasama dengan private sector.5 Lebih lengkap tentang Dublin Statement and Principles dapat dilihat pada http://www.gwpforum.org 6 program yang berkaitan dengan sumber daya air dapat dibaca dalam naskah Deklarasi Johannesburg mengenai pembangunan Berkelanjutan, 2002.

    Foto-foto: Eka Tresnawan