Agro Forest Ri

34
Penerapan Sistem Agroforestri dalam Rangka Pengelolaan Hutan di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang Jawa Timur MAKALAH Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengetahuan Lingkungan yang dibina oleh Dr. Sueb, M.Kes dan Dr.H. Istamar Syamsuri, M.Pd. Oleh: Kelompok 11/offering C : Dian Hidayaturrahma (130341614840) Firmanti Syukuriasri (130341614837) Gigih Hasbi R (130341614830) Rizka Permatasari (130341614841) Yoananda Ramadina (13034161826)

description

lingkungan hidup

Transcript of Agro Forest Ri

Page 1: Agro Forest Ri

Penerapan Sistem Agroforestri dalam Rangka Pengelolaan Hutan di

Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang Jawa Timur

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Pengetahuan Lingkungan

yang dibina oleh Dr. Sueb, M.Kes dan Dr.H. Istamar Syamsuri, M.Pd.

Oleh:

Kelompok 11/offering C :

Dian Hidayaturrahma (130341614840)

Firmanti Syukuriasri (130341614837)

Gigih Hasbi R (130341614830)

Rizka Permatasari (130341614841)

Yoananda Ramadina (13034161826)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

September 2014

Page 2: Agro Forest Ri

ABSTRAK

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui penerapan sistem

agroforestri dalam rangka pengelolaan hutan di Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Sistem agroforestri merupakan salah satu sistem pertanian yang memanfaatkan

hutan sebagai tempat bercocok tanam dengan tanaman tumpangsari. Agroforestri

merupakan salah satu kerjasama antara pihak perhutani dengan petani yang

bertempat tinggal disekitar hutan dan petani. Adanya Agroforestri memiliki

dampak yang baik bagi masyarakat disekitar hutan karena mampu menaikkan

perekonomian masyarakat setempat. Awal mula adanya agroforesti di Dusun

Maron karena adanya penjarahan hutan lalu pada tahun 2005 pihak perhutani dan

petani melakukan kerjasama.

Kata Kunci: Agroforestri, petani, pihak perhutani

Page 3: Agro Forest Ri

ABSTRACT

This paper was made in order to determine the application of agroforestry systems

in the framework of forest management in Malang, East Java. Agroforestry

systems is one farming systems that utilize the forest as a place of farming with

crops. Agroforestry is one of cooperation between the forestry and farmers who

live around the forest and farmers. The existence of Agroforestry has a good

impact on the communities around the forest because it can boost local

economies. Beginning of the existence of agroforestry in Hamlet Maron due to the

looting of the forest and in 2005 the forestry and farmers to cooperate.

Keywords: Agroforestry, farmers, the forestry

Page 4: Agro Forest Ri

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agroforestri merupakan manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan

lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada

unit pengelolaan lahan yang sama dengan memperhatikan kondisi lingkungan

fisik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang berperan serta (Anonymous,

1990).

Tujuan agroforestri untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat petani,

terutama di sekitar hutan yaitu dengan memprioritaskan partisipasi aktif

masyarakat dan memperbaiki keadaan lingkungan yang rusak dan berlanjut

dengan pemeliharaannya. Program agroforestri biasanya diarahkan pada

peningkatan dan pelestarian produktivitas sumberdaya yang akhirnya akan

meningkatkan taraf hidup masyarakat sendiri (Triwanto, 2002).

Agroforestri berpotensi sebagai suatu upaya konservasi tanah dan air, serta

menjamin keberlanjutan produksi pangan, bahan bakar, pakan ternak maupun

hasil kayu, khususnya dari lahan marginal dan terdegradasi. Agroforestri sebagai

istilah kolektif bagi sistem dan teknologi penggunaan lahan yang sesuai

diterapkan pada lahan pertanian beresiko tinggi terhadap erosi, terdegradasi, dan

lahan marginal (Nair, 1989).

Pengembangan agroforestri diarahkan untuk meningkatkan produktivitas

hasil hutan, meningkatkan peran/serta dan kesempatan kerja, produktivitas tenaga

kerja, pendapatan dan mengentaskan kemiskinan secara terus menerus dan

berkelanjutan (Triwanto ,2000a ). Masyarakat harus melakukan konservasi tanah

dan air dilakukan secara vegetatif yang berupa penanaman campuran termasuk

tanaman, tumpangsari (agroforestri) dan tumpang gilir serta teknik konservasi

dengan bangunan teknis berupa teras gulud maupun teras bangku termasuk

pembuatan pematang kontur dan pembuatan saluran air (Anonymous, 1997 dan

Triwanto, 2000b).

Pada Kecamatan Ngantang, terdapat hutan yang luasnya 11.195 ha.

Terjadi pula peningkatan kepadatan penduduk dari 587 jiwa/km2 pada tahun 1990

menjadi 657 jiwa/km2 di tahun 2000. Disinyalir mendorong peningkatan aktivitas

Page 5: Agro Forest Ri

manusia di dalam menggunakan lahan. Akibatnya terjadi alih fungsi hutan

menjadi lahan pertanian. Dalam kurun waktu 1990 – 2000, terjadi penurunan

luasan hutan yang diiringi meningkatnya luasan semak belukar dan perkebunan.

1.2 Rumusan Masalah:

Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana bentuk agroforestri yang ada di Kecamatan Ngantang

Kabupaten Malang?

2. Bagaimana proses yang terjadi dalam sistem agroforestri di Kecamatan

Ngantang Kabupaten Malang?

3. Bagaimana peranan agroforestri dalam pelestarian sumber daya hutan di

Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang?

1.3 Tujuan:

1. Mengenal bentuk agroforestri yang ada di Kecamatan Ngantang

Kabupaten Malang

2. Memahami proses yang terjadi dalam sistem agroforestri di Kecamatan

Ngantang Kabupaten Malang

3. Mengetahui peranan agroforestri dalam pelestarian sumber daya hutan di

Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang

Page 6: Agro Forest Ri

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Bentuk Agroforestri

A. Sistem Agroforestri Sederhana

Sistem agroforestri sederhana (pada gambar 2.1) adalah suatu sistem

pertanian di mana pepohonan ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih

jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak

lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain

misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar (De Foresta et

al., 1997).

Jenis pohon yang ditanam juga sangat beragam, bisa yang bernilai

ekonomi tinggi misalnya kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao (coklat), nangka,

belinjo, petai, jati dan mahoni atau yang bernilai ekonomi rendah seperti dadap,

lamtoro dan kaliandra. Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada tanaman

pangan yaitu padi (gogo), jagung, kedelai, kacangkacangan, ubi kayu, sayur-

mayur dan rumput atau jenis tanaman lainnya (De Foresta et al., 1997).

Bentuk agroforestri sederhana yang paling banyak dibahas di Jawa adalah

tumpangsari. Sistem ini, dalam versi Indonesia, dikenal dengan “taungya” yang

diwajibkan di areal hutan jati di Jawa dan dikembangkan dalam rangka program

perhutanan sosial dari Perum Perhutani. Pada lahan tersebut petani diijinkan untuk

menanam tanaman semusim di antara pohon jati muda. Hasil tanaman semusim

diambil oleh petani, namun petani tidak diperbolehkan menebang atau merusak

pohon jati dan semua pohon tetap menjadi milik Perum Perhutani. Bila pohon

telah menjadi dewasa, tidak ada lagi pemaduan dengan tanaman semusim karena

adanya masalah naungan dari pohon. Jenis pohon yang ditanam khusus untuk

menghasilkan kayu bahan bangunan (timber) saja, sehingga akhirnya terjadi

perubahan pola tanam dari sistem tumpangsari menjadi perkebunan jati

monokultur. Sistem sederhana tersebut sering menjadi penciri umum pada

pertanian komersial (Michon et al., 1995).

Dalam perkembangannya, sistem agroforestri sederhana ini juga

merupakan campuran dari beberapa jenis pohon tanpa adanya tanaman semusim.

Page 7: Agro Forest Ri

Sebagai contoh, kebun kopi biasanya disisipi dengan tanaman dadap (Erythrina)

atau kelorwono disebut juga gamal (Gliricidia) sebagai tanaman naungan dan

penyubur tanah.

Gambar 2.1 Agroforestri Sederhana: Tembakau ditanam di antara barisan pohon

siwalan di Sumenep, Madura. (Foto. Widianto)

B. Sistem Agroforestri Kompleks

Sistem agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap yang

melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam

maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani

mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Di dalam sistem ini,

selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat

(liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak. Penciri utama

dari sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di

dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun

Page 8: Agro Forest Ri

hutan sekunder, oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai Agroforest

(Noviana et al., 2009).

Berdasarkan jaraknya terhadap tempat tinggal, sistim agroforestri kompleks

ini dibedakan menjadi dua, yaitu kebun atau pekarangan berbasis pohon (home

garden) yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan ‘agroforest’, yang biasanya

disebut ‘hutan’ yang letaknya jauh dari tempat tinggal (De Foresta et al., 2000).

Contohnya ‘hutan damar’ di daerah Krui, Lampung Barat atau ‘hutan karet’ di

Jambi.

Gambar 2.2 Agroforest Kompleks: Kebun damar di Krui, Lampung Barat

(De Foresta et al, 2000).

2.2 Proses Yang Terjadi Dalam Sistem Agroforestri

Pada prinsipnya, bentuk, fungsi, dan perkembangan agroforest itu

dipengaruhi oleh berbagai faktor ekologis dan sosial (FAO dan IIRR, 1995),

antara lain sifat dan ketersediaan sumberdaya di hutan, arah dan besarnya tekanan

manusia terhadap sumberdaya hutan, organisasi dan dinamika usaha tani yang

dilaksanakan, sifat dan kekuatan aturan sosial dan adat istiadat setempat, tekanan

kependudukan dan ekonomi, sifat hubungan antara masyarakat setempat dengan

‘dunia luar’, perilaku ekologis dari unsur pembentuk agroforest, stabilitas struktur

agroforest, cara pelestarian yang dilakukan.

Page 9: Agro Forest Ri

Pekarangan atau kebun adalah sistem bercocok tanam berbasis pohon yang

paling terkenal di Indonesia selama berabad-abad. Kebun yang umum dijumpai di

Jawa Barat adalah sistem pekarangan, yang diawali dengan penebangan dan

pembakaran hutan atau semak belukar yang kemudian ditanami dengan tanaman

semusim selama beberapa tahun (fase kebun). Pada fase ke dua pohon buah

(durian, rambutan, pepaya, pisang) ditanam secara tumpang sari dengan tanaman

semusim (fase kebun campuran). Pada fase ketiga beberapa tanaman asal hutan

yang bermanfaat dibiarkan tumbuh sehingga terbentuk pola kombinasi tanaman

asli setempat misalnya bambu, pohon penghasil kayu lainnya dengan pohon buah

(fase talun). Pada fase ini tanaman semusim yang tumbuh di bawahnya amat

terbatas karena banyaknya naungan. Fase perpaduan berbagai jenis pohon ini

sering disebut dengan fase ‘talun’. Dengan demikian pembentukan talun memiliki

tiga fase yaitu kebun, kebun campuran dan talun (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Perkembangan sistem kebun talun (De Foresta et al, 2000).

2.3 Peranan Agroforestri Dalam Pelestarian Sumber Daya Hutan

Agroforestri memainkan peran penting dalam pelestarian sumberdaya

hutan baik nabati maupun hewani karena struktur dan sifatnya yang khas.

Agroforestri menciptakan kembali arsitektur khas hutan yang mengandung habitat

mikro, dan di dalam habitat mikro ini sejumlah tanaman hutan alam mampu

bertahan hidup dan berkembang biak. Kekayaan flora semakin besar, jika di dekat

kebun terdapat hutan alam yang berperan sebagai sumber (bibit) tanaman. Bahkan

ketika hutan alam sudah hampir lenyap sekalipun, warisan hutan masih mampu

Page 10: Agro Forest Ri

terus berkembang dalam kelompok besar: misalnya kebun campuran di Maninjau

melindungi berbagai tanaman khas hutan lama di dataran rendah, padahal hutan

lindung yang terletak di dataran lebih tinggi tidak mampu menyelamatkan

tanaman-tanaman tersebut (Noviana et al., 2009).

Di pihak lain, agroforest merupakan struktur pertanian yang dibentuk dan

di rawat. Tanaman bermanfaat yang umum dijumpai di hutan alam menghadapi

ancaman langsung karena daya tarik manfaatnya. Dewasa ini sumber daya hutan

dikuras tanpa kendali. Berbeda dengan kebun agroforest, bagi petani, agroforest

merupakan kebun bukan hutan. Agroforest merupakan warisan sekaligus modal

produksi. Sumberdayanya, baik yang tidak maupun yang sengaja ditanam,

dimanfaatkan dengan selalu mengingat kelangsungan dan kelestarian kebun.

Pohon di hutan dianggap tidak ada yang memiliki. Sebaliknya, pohon di kebun

ada pemiliknya sehingga pohon tersebut mendapat perlindungan yang lebih

efektif daripada yang terdapat di hutan negara. Sumber daya hutan di dalam

agroforest dengan demikian turut berperan dalam mengurangi tekanan terhadap

sumber daya alam. Secara tidak langsung agroforest turut melindungi hutan alam

(Triwanto, 2002).

Aneka kebun campuran di pedesaan di Jawa mempunyai peranan penting

bagi pelestarian kultivar pohon (tradisional) buah-buahan dan tanaman pangan.

Karena kendala ekonomi dan keterbatasan ketersediaan lahan, maka kebun

tersebut tidak dapat berfungsi sebagai tempat berlindung jenis tanaman yang tidak

bernilai ekonomi bagi petani. Di Sumatera dan Kalimantan, agroforest masih

mampu menawarkan pemecahan masalah pelestarian tanaman hutan alam dan

sekaligus dapat diterima pula dari sudut ekonomi (Michon dan de Foresta, 1995).

Adanya perubahan sosial ekonomi dapat mempengaruhi sifat dan susunan

kebun, sehingga dikhawatirkan banyak spesies yang terancam kepunahan. Pada

gilirannya sumberdaya tersebut akan punah dan usaha penyelamatannya belum

terbayangkan. Apakah seluruh sumberdaya genetik yang ada dalam agroforest

dapat disimpan dalam lahan-lahan khusus atau bank benih.

Untuk meningkatkan keberhasilan perlindungan terhadap sumber daya

alam, maka petani harus dilibatkan pada setiap usaha pelestarian alam, misalnya

dengan memberikan pengakuan terhadap agroforest yang sudah ada dan

Page 11: Agro Forest Ri

melaksanakan budidaya agroforest di pinggiran kawasan taman-taman nasional.

Upaya melestarikan alam harus sekaligus dapat memenuhi kebutuhan penduduk

setempat. Gagasan ini bukan khayalan, karena secara tradisional telah dirintis oleh

petani agroforest. Pada akhirnya agroforest di daerah tropika merupakan lahan

berharga bagi eksplorasi genetik dan etno-botani. Pengetahuan petani pengelola

agroforest seyogyanya tidak lagi diremehkan oleh para pengelola hutan (Noviana

et al., 2009).

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ( PHBM) adalah suatu sistem

pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama-sama antara Perum

Perhutani dan masyarakat desa, atau Perum Perhutani dan Masyarakat Desa Hutan

(MDH) dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) berdasarkan prinsip

berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan

manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional.

Pada prinsip berbagi ada pembagian peran, tanggung jawab, faktor produksi

(input) hingga pembagian hasil (output). Dalam PHBM, pemberdayaan

masyarakat bukan suatu program tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan

dalam pengelolaan hutan. (Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani

Nomor 136/KPTS/DIR/2001) (Noviana et al., 2009).

PHBM dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya

hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional

dan professional. Salah satu tujuan dari Program PHBM adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Akan tetapi tidak semua

masyarakat yang tinggal di sekitar hutan mendapatkan lahan dari Perhutani

melalui program PHBM. Ada beberapa kriteria masyarakat yang dapat menerima

program PHBM? antara lain:? Masyarakat yang kurang mampu/miskin?

Masyarakat yang tidak memiliki lahan pertanian ?Masyarakat yang tidak memiliki

pekerjaan Janda Pada awal program, banyak masyarakat miskin di Kecamatan

Ngantang dan Pujon yang menjadi peserta PHBM dan mendapatkan hak kelola

lahan dari Perhutani. Namun, kemudian banyak terjadi kasus pengalihan hak

kelola lahan Perhutani oleh peserta PHBM yang miskin kepada orang yang lebih

mampu, terutama terjadi di wilayah Kecamatan Pujon. Mereka menyebut

pengalihan hak kelola ini dengan istilah ”uang ganti rugi”. Padahal menurut

Page 12: Agro Forest Ri

aturan PHBM, lahan yang diberikan tidak boleh dipindahtangankan. Karena

lahan garapan telah dipindahtangankan, maka sekarang mereka tidak memiliki

lahan lagi, sehingga dampak dari program PHBM ini tidak dapat dirasakan,

terutama terhadap pendapatan mereka (Noviana et al.,2009).

Page 13: Agro Forest Ri

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah

metode observasi dan wawancara langsung ke petani program tumpangsari atau

program agroforestri sederhana.

Observasi adalah metode atau cara yang menganalisis dan mengadakan

pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau

mengamati individu atau kelompok secara langsung. Cara atau metode tersebut

dapat juga dikatakan dengan menggunakan teknik dan alat khusus seperti blanko,

check list atau daftar isian yang telah dipersiapkan sebelumnya (Ngalim, 2008).

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau

pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang

dinamakan panduan wawancara (interview guide). Walaupun wawancara adalah

proses percakapan yang berbentuk tanya jawab dengan tatap muka, wawancara

adalah suatu proses pengumpulan data untuk suatu penelitian (Ngalim, 2008).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Penelitian selesai pada bulan Oktober 2014

3.2.2 Penelitian dilakukan di Desa Mulyorejo Kecamatan Ngantang Kecamatan

Malang, Jawa Timur

3.3 Subyek Penelitian

Petani program tumpangsari/program agroforestri sederhana di Kecamatan

Ngantang Kabupaten Malang, Jawa Timur

3.4 Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data yang digunakan adalah wawancara. Wawancara

merupakan daftar pertanyaan yang akan digunakan oleh periset untuk memperoleh

data dari sumbernya secara langsung melalui proses komunikasi atau dengan

Page 14: Agro Forest Ri

mengajukan pertanyaan (Churchill, 2005). Sebelum menyusun kuesioner, ada

beberapa tahap yang harus dilakukan antara lain:

1. menetapkan informasi yang ingin diketahui

2. menetukan jenis wawancara dan metode administrasinya

3. menentukan isi dari masing-masing pertanyaan

4. menentukan banyak respon atas tiap pertanyaan

5. menentukan kata yang digunakan untuk setiap pertanyaan

6. menentukan karakteristik fisik wawancara

7. menguji kembali langkah satu sampai tujuh dan melakukan perubahan jika

perlu

8. melakukan uji awal atas wawancara dan melakukan perubahan jika perlu

3.5 Alat Penelitian

3.5.1 Pedoman wawancara

Panduan Wawancara

Koresponden : Petani Agroforestri

Wilayah : Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang

Tanggal wawancara : 14 September 2014

Nama responden :Pak Martani ( Sekertaris Kelompok Tani Wono Lestari)

Umur : 56 tahun

Alamat :Dusun Maron, Desa Mulyorejo

1. Apa yang melatar belakangi pembuatan agroforestri pada kawasan ini ?

Jawab :

Pertamanya bekerjasama dengan perhutani dengan petani disekitar hutan.

Dimulai dengan penjarahan hutan atau tebang tanam hutan disekitar

Dusun Maron, sejak 2005.

2. Sudah berapa lama pembuatan agroforestri pada kawasan ini ?

Sudah lama mbak sekitar 9 tahun lamanya.

Page 15: Agro Forest Ri

3. Bagaimana cara melakukan agroforestri ?

Jawab :

Kami menanam tanaman tumpang sari dengan bibit tanaman dari kami

sendiri sedangkan lahannya pembagian lahan bantuan dari perhutani.

Sedangkan untuk perawatan tanamannya itu murni dari petani sendiri

tanpa bantuan pihak perhuutani.

4. Apa saja tanaman yang bisa ditanaman untuk agroforestri?

Jawab :

Tanaman yang biasa di tanaman itu seperti singkong, kopi, jagung,

brambang, jahe, kunyit, ataupun tanaman yang menghasilkan buah(pisang,

alpukat, nangka, durian) dan sebagaian tamanan hutan asli seperti pinus

dan pohon karet.

5. Bagaimana cara menanam tanaman pada kawasan ini?

Jawab :

Tanaman biasanya ditaman pada saat musim hujan karena pada saat

musim kemarau air tidak banyak

6. Apakah ada cara khusus untuk merawat tanaman agroforestri ?

Cara merawat tanaman hanya dengan pemberian pupuk tiga kali setahun.

ditanaman saat musim hujan sedangkan pada musim kemarau hanya

tanaman yang bisa bertahan dengan kondisi air yang sedikit.

7. Berapa lama tanaman agroforestri dapat dipanen ?

Jawab :

Masing- masing tanaman itu usianya berbeda mbak. Seperti kopi itu

biasanya 1 tahun baru bisa dipanen. Bawang merah 3 bulan sekali sudah

bisa dipanen. Jahe 1 tahun baru bisa dipanen,sedangkan alpukat 1 tahun

sekali baru bisa dipanen mbak.

8. Bagaimana cara memanennya ?

Jawab :

Panen dilakukan oleh petani yang mengolah tumpang sari atau agroforesti

disekitar hutan secara langsung tanpa dibantu oleh pihak perhutani.

9. Bagaimana hasil panen tanaman agroforestri ?

Jawab :

Page 16: Agro Forest Ri

Hasil panen dari tumpang sari biasanya langsung dijual pada tengkulak

atau pembeli yang langsung membeli pada petani. Karena kelompok tani

masih belum membuat koperasi. Hasil panen biasanya 6% dari hasil panen

diberikan untuk pihak perhutan oleh kelompok usahatani Desa Mulyorejo

kepada pihak perhutani.

10. Apakah ada perbandingan ekonomi pada masyarakat setelah adanya

program agroforesti ?

Kondisi ekonomi semakin meningkat dan perlahan warga bisa hidup

dengan sejahtera. Berbeda dengan sebelum adanya agroforesti atau

tumpang sari.

3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Langkah Persiapan

3.6.1.1 Mencari informasi via internet, buku dan jurnal

3.6.1.2 Menyusun kerangka makalah

3.6.1.3 Observasi tempat penelitian

3.6.2 Implementasi

3.6.2.1 Melakukan wawancara, menyebar angket, dan kuestioner

3.6.3 Langkah Akhir

3.6.3.1 Melaporkan hasil penelitian

Page 17: Agro Forest Ri

BAB IV

HASIL DAN DISKUSI

4.1 HASIL

1. Apa yang melatar belakangi pembuatan agroforestri pada kawasan ini ?

Jawab :

Pertamanya bekerjasama dengan perhutani dengan petani disekitar hutan.

Dimulai dengan penjarahan hutan atau tebang tanam hutan disekitar

Dusun Maron, sejak 2005.

2. Sudah berapa lama pembuatan agroforestri pada kawasan ini ?

Sudah lama sekitar 9 tahun lamanya.

3. Bagaimana cara melakukan agroforestri ?

Jawab :

Kami menanam tanaman tumpang sari dengan bibit tanaman dari kami

sendiri sedangkan lahannya pembagian lahan bantuan dari perhutani.

Sedangkan untuk perawatan tanamannya itu murni dari petani sendiri

tanpa bantuan pihak perhutani.

4. Apa saja tanaman yang bisa ditanaman untuk agroforestri?

Jawab :

Tanaman yang biasa di tanaman itu seperti singkong, kopi, jagung,

brambang, jahe, kunyit, ataupun tanaman yang menghasilkan buah(pisang,

alpukat, nangka, durian) dan sebagaian tamanan hutan asli seperti pinus

dan pohon karet.

5. Bagaimana cara menanam tanaman pada kawasan ini?

Jawab :

Tanaman biasanya ditaman pada saat musim hujan karena pada saat

musim kemarau air tidak banyak

6. Apakah ada cara khusus untuk merawat tanaman agroforestri ?

Cara merawat tanaman hanya dengan pemberian pupuk tiga kali setahun.

ditanaman saat musim hujan sedangkan pada musim kemarau hanya

tanaman yang bisa bertahan dengan kondisi air yang sedikit.

7. Berapa lama tanaman agroforestri dapat dipanen ?

Page 18: Agro Forest Ri

Jawab :

Masing- masing tanaman itu usianya berbeda mbak. Seperti kopi itu

biasanya 1 tahun baru bisa dipanen. Bawang merah 3 bulan sekali sudah

bisa dipanen. Jahe 1 tahun baru bisa dipanen,sedangkan alpukat 1 tahun

sekali baru bisa dipanen mbak.

8. Bagaimana cara memanennya ?

Jawab :

Panen dilakukan oleh petani yang mengolah tumpang sari atau agroforesti

disekitar hutan secara langsung tanpa dibantu oleh pihak perhutani.

9. Bagaimana hasil panen tanaman agroforestri ?

Jawab :

Hasil panen dari tumpang sari biasanya langsung dijual pada tengkulak

atau pembeli yang langsung membeli pada petani. Karena kelompok tani

masih belum membuat koperasi. Hasil panen biasanya 6% dari hasil panen

diberikan untuk pihak perhutan oleh kelompok usahatani Desa Mulyorejo

kepada pihak perhutani.

10. Apakah ada perbandingan ekonomi pada masyarakat setelah adanya

program agroforesti ?

Kondisi ekonomi semakin meningkat dan perlahan warga bisa hidup

dengan sejahtera. Berbeda dengan sebelum adanya agroforesti atau

tumpang sari.

4.2 DISKUSI

Menurut Pak Martani sekertaris kelompok tani Wono Lestari, pertama kali

terbentuknya tumpang sari akibat adanya penjarahan hutan yang dilakukan oleh

masyarakat Dusun Maron. Awal kerjasama petani dengan pihak perhutani karena

adanya manfaat yang didapat oleh petani dan pihak perhutani. Kerjasama ini

sudah dimulai sejak tahun 2005. Kerjasama ini sudah berjalan sekitar 9 tahun

lamanya dan memberikan banyak manfaat bagi petani dan pihak perhutani.

Petani menanam tanaman tumpang sari dengan bibit tanaman dari petani

sendiri sedangkan lahannya merupakan pembagian lahan bantuan dari perhutani.

Page 19: Agro Forest Ri

Sedangkan untuk perawatan tanamannya itu murni dari petani sendiri tanpa

bantuan pihak perhutani.

Tanaman tumpangsari yang biasa di tanam di lahan agroforestri itu seperti

tanaman singkong, kopi, jagung, bawang merah, jahe, kunyit, ataupun tanaman

yang menghasilkan buah seperti pisang, alpukat, nangka, durian dan sebagian

tamanan hutan asli seperti pinus dan pohon karet. Tanaman tumpangsari biasanya

ditanam pada saat musim hujan karena sumber pengairan yang digunakan

tergantung pada hujan sedangkan pada musim kemarau jarang ditanami karena

tidak adanya sumber pengairan dan tanaman yang ditanam rentan untuk layu

bahkan mati kekeringan .

Cara merawat tanaman tumpangsari cukup mudah hanya diberi pupuk tiga

kali setahun. Petani menanaman tanaman pada musim hujan sedangkan pada

musim kemarau hanya tanaman tertentu saja yang bisa bertahan dengan kondisi

air yang sedikit seperti karet, pinus, kopi. Masing- masing tanaman tumpangsari

memiliki usia panen yang berbeda-beda tergantung jenis tanamannya. Seperti kopi

memiliki usia panen yang lama yaitu satu tahun baru bisa dipanen. Sedangkan

bawang merah memiliki usia panen yang lebih singkat yakni usia panen 3 bulan

sekali sudah bisa dipanen jadi selama satu tahun petani dapat memanen hingga

empat kali. Sama halnya dengan kopi, masa panen jahe dan alpukat juga cukup

lama yaitu satu tahun sekali baru bisa dipanen

Panen dilakukan oleh petani yang mengolah tumpang sari atau agroforesti

disekitar hutan secara langsung tanpa dibantu oleh pihak perhutani. Hasil panen

dari tumpang sari biasanya langsung dijual pada tengkulak atau pembeli yang

langsung datang dan membeli pada petani. Alasan dari petani untuk menjual

langsung kepada pembeli yang datang atau ke tengkulak karena kelompok tani

Wono Lestari belum mempunyai badan usaha koperasi yang mampu menampung

hasil panen para petani, hal ini pula yang mendorong Bapak Martani untuk

mendirikan koperasi khususnya bagi kelompok tani Wono Lestari agar ada yang

menampung hasil panen para petani. Sebagai bentuk pembagian hasil dari

kerjasama petani dan pihak perhutani, hasil panen para petani biasanya disisihkan

6% dari hasil panen untuk diberikan kepada pihak perhutani oleh kelompok

usahatani Desa Mulyorejo kepada pihak perhutani.

Page 20: Agro Forest Ri

Adanya agroforestri dapat dirasakan manfaatnya oleh para petani. Sebelum

adanya agroforestri, rata-rata pekerjaan mereka yaitu pencari kayu bakar, pencari

rumput untuk pakan ternak, bahkan adapula yang bekerja sebagai buruh tani yang

mengolah sawah orang lain. Keuntungan yang didapat para petani dari pengadaan

tumpang sari yaitu kondisi ekonomi semakin meningkat ditandai dengan makin

banyaknya petani yang membuka dan mengolah lahan perhutani, karena sebagian

besar dari petani tumpangsari tidak memiliki sawah sehingga dengan adanya

agroforestri mendorong para warga yang tidak memiliki sawah dapat mengolah

lahan perhutani sehingga dapat meningkatkan perekonomiannya menjadi lebih

baik dan perlahan warga bisa hidup dengan sejahtera, berbeda jauh ketika sebelum

adanya agroforesti atau tumpang sari. Keuntungan dengan adanya agroforestri

tidak hanya dirasakan oleh para petani tetapi juga dirasakan oleh pihak perhutani

yakni dengan adanya sistem argoforestri, pihak perhutani dapat merasakan hasil

panen dari tanaman tumpangsari yang besarnya 6%.

Page 21: Agro Forest Ri

BAB IV

PENUTUP

5. 1 KESIMPULAN

Sistem agroforestri yakni sistem pertanian dengan cara penanaman

tanaman secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman yang semusim

misalnya pinus, karet, kopi, jahe, dan kunyit. Sistem tumpang sari dibedakan

menjadi sistem agroforestri sederhana dan kompleks. Pada hasil wawancara kami,

kelompok tani Dusun Maron, Desa Mulyorejo menggunakan sistem agroforestri

kompleks. pengertian dari agroforestri kompleks adalah suatu sistem pertanian

menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik

sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan

dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan.

Agroforestri kompleks diterapkan oleh kelompok tani Dusun Maron dengan

menanam tumpangsari kawasan hutan dengan berbagai macam tanaman seperti

kopi, jahe, bawang merah dan kunyit.

Sistem agroforesti ini memberikan banyak manfaat selain untuk para

petani juga memberikan manfaat bagi pihak perhutani. Manfaat yang dirasakan

oleh para petani Dusun Maron yaitu terjadi peningkatan ekonomi yang semula

bekerja sebagai buruh tani ataupun pencari kayu bakar dihutan sekarang menjadi

petani dengan hasil yang menjanjikan tanpa harus memiliki lahan atau sawah.

5.2 SARAN

Penerapan sistem agroforestri merupakan salah satu rangka pengelolaan

hutan yang ada di Malang khususnya di Dusun Mulyorejo. Sistem agroforestri ini

selain menguntungkan petani juga menguntungkan pihak perhutani. Adanya

kerjasama yang baik antara duabelah pihak menjadikan agroforestri dianggap

sebagai salah satu bentuk pengelolaan hutan yang mampu meningkatkan

perekonomian masyarakat disekitar hutan.

Page 22: Agro Forest Ri

DAFTAR RUJUKAN

Anonymous 1992 . Manual Kehutanan . Departemen Kehutanan R.I. Jakarta.

__________ 1997. Pengelolaan Sumber daya lahan kering di Indonesia. Pusat

Penyuluhan Kehutanan. Jakarta.

Churchill, gilbert A. 2005. Dasar-Dasar Riset Pemasaran. Edisi 4 jilid i alih

bahasa oleh andriani,dkk. Penerbit Erlangga. Jakarta.

De Foresta H and Michon G, 1997. The agroforest alternative to Imperata

grasslands: when smallholder agriculture and forestry reach sustainability.

Agroforestry Systems 36:105-120.

De Foresta H, Kusworo A, Michon G dan Djatmiko WA, 2000. Ketika Kebun

Berupa Hutan – Agroforest Khas Indonesia – Sebuah Sumbangan

Masyarakat. ICRAF, Bogor. 249 pp.

Drs. M. Ngalim Purwanto. M.P. 2008. Prinsip-Prinsip Evaluasi Pengajaran.

Jakarta.

FAO, IIRR, 1995. Resource management for upland areas in SE-Asia. An

Information Kit. Farm field document 2. Food and Agriculture

Organisation of the United Nations, Bangkok, Thailand and International

Institute of Rural Reconstruction, Silang, Cavite, Philippines. ISBN 0-

942717-65-1:p 207

Michon G and de Foresta H, 1995. The Indonesian agro-forest model: forest

resource management and biodiversity conservation. Dalam: Halladay P

and Gilmour DA (eds.), Conserving Biodiversity outside protected areas.

The role of traditional agroecosystems. IUCN: 90-106

Noviana Khususiyah, Suyanto dan Yana Buana.2009. Pengelolaan Hutan Bersama

Masyarakat (PHBM) : Pembelajaran Keberhasilan & Kegagalan

Program.Brief no.01 Policy Analysis Unit World Agroforestry Centre-

ICRAF pg 1-3

Triwanto, J., 2000a. Seminar Sehari Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat.

Himpunan Mahasiswa Jurusan Silva. Tidak dipublikasikan. Fakultas

Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Triwanto, J., 2000b. Seminar Sehari Perhutanan Sosial bagi Kelompok

Pondok Pesantren. Tidak dipublikasikan. Universitas Islam Malang.

Page 23: Agro Forest Ri

Triwanto, J., 2002. Buku Ajar Agroforestry. Tidak dipublikasikan. Fakultas

Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.