Articles on Mangrove Forest Indonesian)

download Articles on Mangrove Forest Indonesian)

of 13

Transcript of Articles on Mangrove Forest Indonesian)

Hutan Mangrove dan Luasannya di indonesia1 Januari 2009 La An

Indonesia itu negara yang kaya, kita harus bangga terhadap negara kita ini. kita mempunyai hutan mangrove yang terluas didunia, sebaran terumbu karang yang eksotik, rumput laut yang terhampar dihampir sepanjang pantai, sumber perikanan yang tidak ternilai banyaknya. menurut Rusila Noor, dkk. (1999) Indonesia merupakan negara yang mempunyai luas hutan mangrove terluas didunia dengan keragaman hayati terbesar didunia dan struktur paling bervariasi didunia. Apa coba yang kurang masalah data entar deh kita lihat dibawah. Hutan mangrove atau yang biasa disebut hutan bakau, walaupun penyebutan hutan bakau itu tidak pas sebenarnya karena bakau hanya merupakan salah satu dari jenis mangrove itu sendiri yaitu jenis Rhizopora spp. Hutan mangrove merupakan tipe hutan yang khas dan tumbuh disepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai di daerah tropis dan sub tropis (FAO, 2007). Menurut Gunarto (2004) mangrove tumbuh subur di daerah muara sungai atau estuari yang merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur yang terbawa dari daerah hulu akibar adanya erosi. Kesuburan daerah ini juga ditentukan oleh adanya pasang surut yang mentransportasi nutrient.

Berdasarkan data Direktorat Jendral Rehabilitas Lahan dan Perhutanan Sosial (2001) dalam Gunarto (2004) luas hutan Mangrove di Indonesia pada tahun 1999 diperkirakan mencapai 8.60 juta hektar akan tetapi sekitar 5.30 juta hektar dalam keadaan rusak. Sedangkan data FAO (2007) luas hutan Mangrove di Indonesia pada tahun 2005 hanya mencapai 3,062,300 ha atau 19% dari luas hutan Mangrove di dunia dan yang terbesar di dunia melebihi Australia (10%) dan Brazil (7%).

Di Asia sendiri luasan hutan mangrove indonesia berjumlah sekitar 49% dari luas total hutan mangrove di Asia yang dikuti oleh Malaysia (10% ) dan Mnyanmar (9%). Akan tetapi diperkirakan luas hutan manrove diindonesia telah berkurang sekitar 120.000 ha dari tahun 1980 sampai 2005 karena alasan perubahan penggunaan lahan menjadi lahan pertanian (FAO, 2007). Data Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) RI (2008)

berdasarkan Direktoral Jenderal Rehabilitasi lahan dan Perhutanan Sosial (Ditjen RLPS), Dephut (2000) luas potensial hutan mangrove Indonesia adalah 9.204.840.32 ha dengan luasan yang berkondisi baik 2.548.209,42 ha, kondisi rusak sedang 4.510.456,61 ha dan kondisi rusak 2.146.174,29 ha. Berdasarkan data tahun 2006 pada 15 provinsi yang bersumber dari BPDAS, Ditjen RLPS, Dephut luas hutan mangrove mencapai 4.390.756,46 ha.

Apapun bentuk datanya, yang jelas hutan mangrove kita telah banyak yang berkurang. Konversi lahan yang dilakukan oleh manusia terhadap areal hutan mangrove sebagai tambak, areal pertanian dan pemukiman menyebabkan luas lahan hutan mangrove terus berkurang. Selain itu pemanfaatan hutan mangrove yang tidak bertanggung jawab sebagai bahan bangunan, kayu bakar dan juga arang memberi kontribusi yang tidak sedikit terhadap kerusakan hutan mangrove. Seperti pada gambar di bawah terlihat perubahan penggunaan lahan hutan mangrove menjadi tambak dari tahun 1992 sampai 1998 didaerah delta mahakam. Menurut Rusila Noor, dkk. (1999) kematian mangrove secara alami tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap hilangnya areal mangrove di Indonesia.

Gambar Citra satelit SPOT meliputi sebagian Delta Mahakam. Warna merah mengindikasikan tutupan vegetasi, termasuk hutan mangrove. (a) Tahun 1992, tambak udang hanya meliputi 4 % dari luas hutan mangrove. (b). Tahun 1998, tambak udang telah merusak 41% dari luas hutan mangrove. (c) Inset dari daerah di dalam kotak bergaris putih pada gambar (b), menunjukkan pola tambak yang berkembang di kawasan tersebut (Husein, 2006)

Sekarang kita coba lihat fungsinya. Melana et al. (2000) mengatakan bahwa fungsi hutan mangrove adalah: 1. Sebagai tempat hidup dan mencari makan berbagai jenis ikan, kepiting, udang dan tempat ikan-ikan melakukan proses reproduksi 2. Menyuplai bahan makanan bagi spesies-spesies didaerah estuari yang hidup dibawahnya karena mangrove menghasilkan bahan organik 3. sebagai pelindung lingkungan dengan melindungi erosi pantai dan ekosistemnya dari tsunami, gelombang, arus laut dan angin topan

4. sebagai penghasil biomas organik dan penyerap polutan disekitar pantai dengan penyerapan dan penjerapan 5. sebagai tempat rekreasi khususnya untuk pemandangan kehidupan burung dan satwa liar lainnya 6. sebagai sumber bahan kayu untuk perumahan, kayu bakar, arang dan kayu perangkap ikan 7. tempat penagkaran dan penangkapan bibit ikan 8. sebagai bahan obat-obatan dan alkohol Dengan melihat fungsi tersebut diharapkan kita bisa menjaga hutan mangrove kita sehingga dapat dinikmati oleh generasi setelah kita. Luasan hutan mangrove tidak selamanya berkurang. Pengelolan hutan mangrove yang berorientasi menghasilkan pendapatan bagi masyarakat sekitar seperti

pemanfaatan sebagai wisata alam serta perlindungan yang ketat oleh pemerintah bisa meningkatkan luasan hutan mangrove. Pada tulisan berikutnya akan saya coba ulas hasil penelitian peningkatan luasan hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai Bali. Yang merupakan contoh pengelolaan yang sukses terhadap hutan mangrove.

Asyiknya Berjalan-jalan di dalam Hutan Mangrove24 Juni 2007 La An

Ini salah satu hobiku. suka bangat menikmati hari di hutan mngrove ini. Posisinya lumayan dekat dengan kota, ada di bagian selatan kota Denpasar. Sumpek dengan suasana keramaian kota dan polusi kendaraannya, berada di sini serasa menemukan dunia baru di tengah kesumpekan itu. Sunyi, segar dan alami. Kicauan burung-burung, biawak yang berjalan dengan seenaknya sendiri, wangi khas lumpur laut, hamparan hijau pepohonan dengan burung2 bangau yang bertenger di puncak pohon bila berada di menaranya dan tentu saja

sampah yang nyangkut di sela-sela pohon. Itulah gambaranku tentang dunia alam itu.

Biasanya orang bilang mangrove center, merupakan hasil kerja sama antara departemen kehutanan dan JICA pada tahun 2001. Sebelumnya pada tahun 1992 juga dilakukan kerja sama diantara keduanya mengenai pengelolaan hutan mangrove yang lestari. Ada manfaat yang cukup berarti dari kedua kerja sama tersebut yaitu peningkatan luasan area hutan mangrove. Berdasarkan perbandingan analisis citra landsat tahun 1994 dengan tahun 2003, terlihat bahwa luasan hutan mangrove di kota denpasar dan Kab. Badung telah meningkat sekitar 200 ha. Sebelumnya hutan mangrove khususnya di denpasar selatan telah beralih fungsi menjadi tambak, dan sejak tahun 1992 itulah mulai di rehabilitasi. Tambak2 dan bangunan di area mangrove di bongkar dan di fungsikan lagi sebagai lahan hutan mangrove. Akan tetapi akibat semakin pesatnya pembangunan di denpasar, area2 di pinggiran jalan sekarang beralih fungsi lagi menjadi bangunan pertokoan Keberadaan hutan mangrove sangat penting buat ekosistem pantai. di dalam sistem ekosistem mangrove bisa di temukan berbagai macam jenis kehidupan baik itu kehidupan darat maupun kehidupan air. Adapun fungsi2 dari hutan mangrove adalah: Fungsi fisik : hutan mangrove sebagai penahan abrasi pantai, penahan angin, dan intrusi air laut, perangkap/penahan sedimen. Fungsi biologi : Hutan mangrove sebagai habitat satwa liar (burung, reptilia, amphibi, udang dan ikan), serta sebagai tempat untuk berkembang biak (Nursery ground) jenis-jenis ikan, udang dan kepiting Fungsi sosial ekonomi: karena merupakan habitat ikan, udang dan kepitingkepiting serta nilai ekonomi, maka masyarakat memanfaatkan sebagai tempat mencari nafkah dan memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya

Keberadaan hutan mangrove di kota denpasar ini selain sebagai kawasan hijau, juga sebagai kawasan ekowisata. Di mangrove center ini menurut webnya kita dapat belajar tentang ekosistem mangrove sambil menikmati pemandangan. Ada semacam jembatan di tengah2 hutan mangrove, jadi ga perlu masuk lumpur hehehehe, nah disepanjang jalan setapak (trail) ini kita bisa mendapat informasi tentang flora fauna dan penjelasan lainnya, dan kalau dirasa perlu kita juga bisa mendapatkan bantuan dari pemandu selama dilapangan. Mangrove center mempunyai jalan setapak dan jembatan di tengah2 hutan dengan 5 pondok peristirahatan, 2 tower dan 1 pondok untuk pengamatan burung. untuk bisa melihat lebih jelas tentang jalur mangrove trail bisa diklik disini Tapi sayang kondisi saat ini sudah agak memprihatinkan terutama untuk fasilitas pendukung ekowisata. jembatan2nya yang sebagian besar terbuat dari kayu dah banyak yang rusak, informasi-informasi disekitar jalan setapak/jembatan banyak yang kotor dan tidak terawat. walaupun suasana alam hutan mangrovenya masih asri. mudah2an kedepannya ada perencanaan dan kegiatan untuk memperbaiki fasilitas2 tersebut. sehingga bisa dinikmati juga oleh orang2 setelah kita.

PERUBAHAN LUASAN TANAMAN MANGROVE DI TAHURA NGURAH RAI BALI12 Februari 2009 La An

Pada tulisan saya sebelumnya tentang Hutan Mangrove dan Luasannya Di indonesia mengulas tentang semakin berkurangnya luasan hutan Mangrove, khususnya di Indonesia. pada tulisan ini akan coba di ulas tentang peningkatan luasan tanaman Mangrove di salah satu objek wisata di Bali. Taman Hutan Rakyat (Tahura) Ngurah Rai merupakan suatu kawasan hutan bertipe hutan payau yang selalu terenang air payau dan dipengaruhi oleh pasang surut. Vegetasi utama di Tahura ini adalah tanaman mangrove. Tahura

ini ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan pada tahun 1993 yang mempunyai luas sekitar 1.373.50 ha. Jenis tanaman yang mendominasi di tahura Ngurah Rai adalah Rhizophora apiculata dan Rhizophora Mucronata, Soneratia alba, Bruguiera gymnorrhyiza, Avecinia marina dan Ceriops tagal. Tahura Ngurah Rai berada di dua Kabupan/Kota yaitu di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Tahura Ngurah Rai Merupakan muara dari sungai Tukad badung dan Tukad mati yang merupakan sungai utama di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Sungai-sungai ini melewati banyak pemukiman pada sehingga kualitas air di dua sungai berada dalam kondisi tercemar. Secara umum di Tahura Ngurah Rai terdapat 18 jenis mangrove yaitu Sonneratia alba, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorrhyiza, Rhizophora stylosa, Avicennia marina, Xylocarpus granatum, Excoecaria agalocha, Avicennia lanata, Ceriops tagal, Aegiceras corniculatum, Avicennia officinalis, Bruguiera cylindrical, Sonneratia caseolaris, Lumnitzera racemosa, Ceriops decandra dan Phemphis acidula (BPDAS Unda Anyar, 2008). Semua jenis mangrove ini adalah jenis mangrove sejati (true mangrove). Alih fungsi lahan, keberadaan sampah dan keadaan air yang terpolusi merupakan masalah utama yang menyebabkan tertekannya pertumbuhan dan perkembangan hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai. Sebelum ditetapkan sebagai Tahura, areal tahura banyak digunakan sebagai tambak oleh masyarakat sekitar. Hal tersebut dapat dilihat dari foto udara tahun 1994 (Gambar 1). Tukad Badung telah tercemar oleh BOD5, PO4, Colliform dan E-coli yang dinilai berdasarkan kelebihan akan baku mutunya, sedangkan Tukad Mati juga telah tercemar DO, BOD5, PO4 dan Colliform (Pemkot Denpasar dan PPLH UNUD, 2007). Selain kualitas air yang telah menurun, sungai-sungai tersebut juga merupakan sumber sampah sehingga banyak sampah yang bermuara di sekitar Tahura ngurah Rai.

Keadaan Tahura Ngurah Rai Bulan Mei Tahun 1994 Pemantauan perubahan luasan hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai telah dilakukan oleh Nuarsa et al. (2005), hasil penelitiannya yang menggunakan citra Landsat TM tahun 1994 dan citra Landsat ETM tahun 2003 menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan luasan tanaman mangrove dari luas 486.81 ha pada tahun 1994 menjadi 853.56 ha pada tahun 2003 dan hasil penelitian Dilaga (2008) menggunakan citra Landsat ETM tahun 2006 menunjukkan bahwa luasan tanaman mangrove pada tahun 2006 telah meningkat menjadi sebesar 975.42 ha (Gambar 2). Keadaan ini menunjukkan bahwa dalam jangka 12 tahun luasan tanaman mangrove telah meningkat luasanya sebesar 488.61 ha atau dengan kecepatan pertumbuhannya mencapai 40.72 ha per tahun. Hasil pengamatan visual yang dilakukan sendiri oleh penulis berdasarkan interpretasi dari citra Ikonos tahun 2002 dan citra QuickBird tahun 2006 juga menunjukkan terjadi perubahan tutupan tanaman mangrove seperti yang terlihat pada kotak berwarna merah pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Perubahan luasan hutan mangrove tahun 1994 - 2003 (Nuarsa et al., 2005) dan 2006 (Dilaga, 2008)

Sebaran tanaman mangrove di Mangrove Information Center (Citra Ikonos tahun 2002)

Sebaran tanaman mangrove di Mangrove Information Center (Citra QuickBird tahun 2006) Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh penulis terhadap foto udara sebelum tahun 1994, tahun 1994 dan citra satelit ikonos tahun 2002 telihat perubahan yang sangat drastis terhadap luasan hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai (Gambar 5). Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa sebelum tahaun 1994 dan tahun 1994 kerapatan tanaman mangrove masih jarang dan keberadaannya hanya terletak luar dekat ke arah laut. Keberadaan Estuari DAM banyak menghilangkan tanaman mangrove. Tahun 2002 terlihat bahwa kerapatan mangrove sangat tinggi yang ditunjukkan oleh tekstur area bervegatasi dari citra ikonos cukup halus.

Perkembangan hutan mangrove dari sebelum tahun 1994, tahun 1994 dan tahun 2002 Keberadaan Mangrove Information Center (MIC) (Pusat Informasi Mangrove) sangat berpengaruh terhadap peningkatan luasan tanaman

mangrove pada Tahura Ngurah Rai. MIC mempunyai mempunyai fungsi sebagai pusat pengelolaan dan pelatihan mangrove yang berkelanjutan sehingga bisa merealisasikan keberadaan wisata alam hutan mangrove di kawasan Tahura Ngurah Rai. Gambaran umum kondisi wisata alam hutan mangrove yang berupa mangrove trail dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7. Akan tetapi perubahan luas tanaman mangrove ini hanya terjadi di areal-areal yang memang dilakukan proses rehabilitasi tanaman mangrove, sedangkan di areal-areal hutan mangrve disekitar jalan raya khususnya jalan by pass ngrah rai, banyak areal tanaman mangrove yang telah beralih fungsi menjadi tanaman gedung. walaupun tidak terlalu besar, tapi hal cukup menghawatirkan. pilihan ini cukup sulit, karena perkembangan kota selalu membutuhkan lahan, dan lahan hutan mangrove di Kota Denpasar merupakan salah satu lahan paling strategis di Kota Denpasar. Penyeimbangan oleh pengambil kebijakan diperlukan dalam

menentukan pilihan ini, Tanaman Mangrove atau Perkembangan Kota???

Peta Mangrove Trail di Pusat Informasi Mangrove (http://f4iqun.wordpress.com/2007/12/29/hutan-mangrove-sebagai-tujuanwisata/)

Keadaan umum wisata alam hutan mangrove di Pusat Informasi Mangrove

Perubahan Iklim di Bali9 Juni 2007 La An

Isu tentang perubahan iklim belakangan semakin mencuat seiring dengan semakin seringnya bencana karena faktor iklim. Sebenarnya isu ini telah mulai berkembang sejak diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brasil Tahun 1992. Tindak lanjut dari pertemuan ini adalah lahirnya Protokol Kyoto mengenai Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim pada tanggal 12 Desember 1997. Indonesia sendiri melalui Undang-undang No.

17 Tahun 2004 telah meratifikasi Protokol Kyoto ini. Maksud dari protokol Kyoto ini adalah mengatur penurunan emisi GRK akibat kegiatan manusia sehingga dapat menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer dan tidak membahayakan sistem iklim bumi. Protokol Kyoto menetapkan aturan mengenai tata cara, target, mekanisme penurunan emisi, kelembagaan, serta prosedur penaatan dan penyelesaian sengketa. Perubahan iklim telah menimbulkan sumber bencana baru bagi manusia. Musim kemarau yang semakin panjang serta musim penghujan yang relatif pendek dengan intensitas hujan yg tinggi merupakan bukti nyata adanya perubahan iklim. Hal ini berdampak pada barbagai aspek kehidupan manusia seperti kekeringan yang berkepanjangan, gagal panen, krisis pangan dan air bersih, pemanasan muka air laut serta banjir dan longsor. Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih-gunalahan dan kehutanan. Kegiatan tersebut merupakan sumber utama Gas Rumah Kaca (GRK) terutama karbon dioksida (CO2) yang kontribusi terbesar berasal dari negara industri. Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Working Group I yang dikeluarkan pada 2 Februari 2007 di Paris menyatakan bahwa kemungkinan manusia penyebab terjadinya perubahan iklim adalah 90% atau lebih tinggi dari laporan IPCC pada tahun 2001 yang menyatakan bahwa kemungkinan manusia penyebab terjadinya perubahan iklim adalah 66%. Pulau Bali juga tidak lepas dari imbas negatif perubahan iklim. Hal ini di tunjukkan oleh adanya perubahan zonasi iklim pada peta klimatologi yang di buat oleh Oldeman et al pada tahun 1980 dengan peta klimatologi yang di buat oleh Daryono pada tahun 2002 pada klasifikasi iklim yang sama. Selain itu akibat dari efek El Nino pada tahun 2006 menyebabkan mundurnya awal musim hujan yang seharusnya terjadi pada bulan Oktober menjadi akhir Bulan November. Dampak yang paling berbahaya bagi keberlanjutan Pulau Bali sebagai daerah pariwisata

adalah rusaknya terumbu karang akibat memanasnya muka air laut. Menurut Sudiarta (Kompas, 31 Mei 2007) tingkat rata-rata tutupan karang hidup (cover life) pada tahun 1997 sebelum El Nino di Amed Kabupaten Karangasam mencapai 48,6% dan pada tahun 2000 menurun menjadi 15%. Hal yang sama juga terjadi di kawasan Bali Barat yang menurun dari 43,5% menjadi 35% pada periode yang sama.