Agama Akper 5

download Agama Akper 5

of 16

description

religi akper

Transcript of Agama Akper 5

I. MANUSIA

A. Definisi

Secara bahasa, manusia adalah makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain).

Menurut pandangan Islam, manusia adalah makhluk mulia dan terhormat di sisi Tuhan. Manusia diciptakan dalam bentuk yang amat baik. Kecuali ia memiliki insting (naluri) vegetatif dan melakukan penginderaan sebagaimana hewan, ia juga memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh hewan dan tumbuhan, yaitu akal.

B. Proses Kejadian Manusia

Konsep kejadian manusia jelas perbedaannya dengan konsep kejadian makhluk lainnya. Manusia memiliki kelebihan sempurna dan sekaligus menunjukkan bahwa manusia memang istimewa dan berbeda. Penciptaan manusia bukanlah suatu proses yang terbentuk dari sesuatu yang bukan berasal dari manusia, seperti halnya teori Darwin.

Kehidupan ini merupakan mata rantai yang berkesinambungan sejak Adam a.s sampai hari kiamat. Ia berpindah dari satu generasi ke generasi lainnya. Jika generasi itu mengalami kepunahan, maka terhentilah kehidupan.

Proses kejadian manusia berlangsung sebagai berikut :

1. Manusia pertama diciptakan langsung dari tanah.

2. Keturunannya diciptakan melalui proses dari sari-pati tanah (air mani).

3. Setelah sempurna kemudian hidup di dunia, mati, dan dibangkitkan (dari kubur) kembali hidup di akhirat.

Setelah ditinggalkan ruh, jasad manusia akan membusuk dan lama-lama hancur seperti lumpur hitam yang diberi bentuk. Jasad itu kemudian rusak menjadi tanah hingga menyerupai tanah liat. Proses selanjutnya air terpisah dari tanah liat dan turun ke bumi, sedangkan tanah liat kembali menjadi debu.

Proses penciptaan manusia terbagi menjadi empat macam, yaitu :

1. Penciptaan langsung dari Allah. Artinya, tidak melalui sebab hubungan laki-laki dan perempuan. Contohnya penciptaan Adam a.s.

2. Penciptaan melalui seorang laki-laki saja. Contohnya penciptaan Siti Hawa (diciptakan dari tulang rusuk Adam a.s)

3. Penciptaan melalui laki-laki dan perempuan. Contohnya kita semua yang diciptakan melalui hukum kausalitas (sebab-akibat).

4. Penciptaan melalui perempuan saja. Contihnya penciptaan Isa bin Maryam a.s.

C. Komponen Dalam Diri Manusia

Dalam pandangan kebendaan (materialisme), manusia hanyalah merupakan benda dari kumpulan organ-organ seperti: daging, tulang, urat, darah, dan lain-lain, yang apabila sampai masanya akan kembali kepada benda juga meskipun bentuknya mungkin berbeda.

Dalam pandangan Islam, manusia terdiri dari dua unsur, yaitu: materi dan immateri. Tubuh manusia bersifat materi yang berasal dari tanah, sedang rohnya berasal dari substansi immateri di alam gaib.

Jadi, manusia terdiri dari dua komponen atau unsur pokok, yaitu: materi dan immateri, atau jasmani dan rohani, atau jiwa dan raga.

1. Jasmani (materi, raga, fisik)

Secara bahasa, jasmani berarti: tubuh, badan, benda sebagai lawan rohani.

Walaupun tubuh kita sangat kompleks, tubuh ini merupakan susunan dari unit dasar yang satu sama lainnya sangat mirip. Komponen mikroskopis dasar ini tersusun membentuk semua organ tubuh. Sel merupakan lokasi terjadinya banyak aktifitas yang terjadi terus menerus. Sel menghasilkan inti kehidupan, mengonsumsi energi, dan terus menerus mereproduksi dirinya.

Yang istimewa dari manusia sebagai makhluk fisik adalah bahwa dalam dirinya terkandung semua unsur yang ada dalam tingkatan-tingkatan wujud di bawahnya, seperti: tingkat mineral, tumbuh-tumbuhan, dan hewan. Dan mungkin karena itulah manusia sering dipandang sebagai mikrokosmos (dunia kecil).

2. Jiwa (immateri, rohani, non-fisik)

Secara bahasa, jiwa berarti: roh manusia (yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan hidup), nyawa, seluruh kehidupan batin manusia (yang terdiri dari perasaan, pikiran, angan-angan, dsb). Beberapa filosuf menyatakan bahwa pada diri manusia terdapat tiga macam jiwa, yaitu :

a. Jiwa tumbuh-tumbuhan. Jiwa ini terdiri dari tiga daya, yaitu: daya makan, daya tumbuh, dan daya membiak.

b. Jiwa binatang, yang terdiri dari dua daya, yaitu : daya daya penggerak dan daya menyerap (menyerap dari luar melalui indera lahir, dan menyerap dari dalam melalui indera batin).

c. Jiwa manusia (insaniah), yang terdiri dari satu daya, yaitu daya berfikir (melalui akal).

Komponen pokok dalam jiwa manusia terdiri dari :

a. Roh

Secara bahasa, roh berarti: sesuatu yang hidup yang tidak berbadan jasmani, yang berakal budi dan berperasaan, jiwa, semangat.

Roh merupakan dimensi yang paling ilahi yang dimiliki manusia, karena ia ditiupkan dari roh Tuhan. Roh tidak bisa dibagi-bagi, dikuantitaskan dan dilahirkan. Roh merupakan prinsip kehidupan yang berperan aktif dan efektif terhadap jasad. Tanpa roh, jasad manusia adalah benda mati.

Roh merupakan unsur terakhir yang masuk dalam tubuh manusia (saat proses penciptaan). Ketika terjadi kematian, maka roh merupakan unsur yang pertama kali keluar dari jasad. Menurut Naguib Alatas, apa yang dikatakan roh, nafsu, qalbu, dan akal, sesungguhnya bukan merupakan kecakapan yang masing-masing berdiri sendiri, tetapi kesemuanya itu hanyalah aspek-aspek dari substansinya namun berbeda dari sudut fungsinya. Ketika jiwa mengarahkan dirinya ke arah asalnya yang bersifat rohani, ia disebut roh. Ketika jiwa mengadakan penalaran rasional dan diskursif, ia disebut akal. Ketika jiwa berkemampuan untuk mendapatkan cahaya dari Tuhan secara langsung, ia disebut qalbu. Dan ketika ia berhubungan dengan badan, ia disebut nafsu. Karena itu dapat disimpulkan bahwa roh, akal, qalbu, dan nafsu sesungguhnya sama dalam esensinya, namun berbeda dalam fungsinya, sehingga mereka mendapat nama yang berbeda. b. Akal

Secara bahasa, akal berarti: daya pikir (untuk mengerti, dsb), pikiran, ingatan, jalan atau cara melakukan sesuatu, daya upaya, ikhtiar, dsb.

Menurut para filosuf Islam, akal merupakan salah satu daya dari jiwa (al-nafs dan al-ruh) yang terdapat dalam diri manusia.

Akal merupakan anugerah Tuhan yang tiada ternilai harganya, yang membedakan manusia dari kehidupan hewan dan tumbuhan. Sekiranya akal itu tidak ada pada manusia niscaya keadaannya akan sama dengan hewan bahkan lebih hina lagi. Manusia sebenarnya termasuk jenis hewani (makhluk-makhluk hidup), tetapi memiliki daya-daya tertentu yang tidak dimiliki dunia-dunia lain di bawahnya. Daya ini oleh kebanyakan sufi disebut roh, sedangkan oleh para filosuf disebut akal atau jiwa rasional. Tetapi, baik roh maupun akal kedua-duanya dipandang sebagai berasal dari dunia rohani. Melalui roh atau akalnya inilah manusia berpotensi untuk bisa berkomunikasi dengan dunia rohani. Kalau tidak, maka manusia hanyalah makhluk satu dimensi saja, yaitu dimensi fisik, yang tidak mungkin bisa berkomunikasi dengan dunia non fisik atau metafisik.

c. Nafsu

Secara bahasa, nafsu berarti: keinginan (kecenderungan, dorongan) hati yang kuat, dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik, hawa nafsu, selera, gairah atau keinginan (makan), panas hati, marah, meradang, dsb.

Nafsu merupakan makhluk ciptaan Allah, yang termasuk makhluk hidup, dan karenanya nafsu juga dapat dimatikan.

Nafsu sampai kurun manusia sekarang ini tetap merupakan wilayah yang tidak terjangkau oleh analisis akal. Kita dapat merasakan bahwa gejolak nafsu itu berpusat dalam hati nurani, namun nafsu sendiri menyebar ke seluruh bagian tubuh. Hal ini dikarenakan tubuh manusia tersusun dari kumpulan sel-sel hidup yang jumlahnya sangat banyak. Setiap saat akan makan, minum, hidup dan mati. Jadi, setiap sel adalah nafsu yang hidup, masing-masing telah mengetahui tugas dan fungsinya sendiri-sendiri.

d. Hati (Qalbu)

Secara bahasa, hati berarti: sesuatu yang ada dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian-pengertian (perasaan-perasaan, dsb). Melalui hatilah Tuhan menyibakkan rahasia-rahasia kegaiban, dimana seorang manusia dibukakan pintu hatinya untuk secara langsung dapat menyaksikan realitas-realitas spiritual yang selama ini ter-hijab ratusan ribu cadar. Berbeda dengan indera yang hanya bisa menangkap objek-objek konkret dan fisik, hati dapat menangkap objek-objek spiritual (gaib). Seperti akal, hati dapat menangkap objek-objek non-inderawi. Tetapi berbeda dengan akal yang menggunakan nalar diskursif, hati dapat mengalami langsung objek-objek rohani, sehingga ia bias lebih menimbulkan keyakinan (kepastian) dibanding dengan akal yang menangkap objek-objeknya secara tidak langsung, yaitu melalui proses penarikan kesimpulan.

Hati inilah yang sebenarnya menentukan kebijakan dan tujuan hidup manusia, sedangkan akal dan nafsu sebagai para pelaksana dan bawahan yang diharapkan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan mencapai tujuan hidupnya.

D. Kebutuhan Manusia

Sebagaimana pembahasan di depan, bahwa manusia adalah makhluk yang tersusun dari unsur jiwa dan raga. Dua unsur ini masing-masing berdiri sendiri, dan keduanya memerlukan kebutuhan dan pelayanan yang berbeda pula.

1. Raga membutuhkan material berupa: sandang, papan, pangan. Raga sebagai substansi dari sumber segala aktifitas duniawi.

2. Jiwa membutuhkan kebutuhan spiritual. Spiritual dianggap sebagai jalur penghubung antara jiwa dengan induknya, yaitu Tuhan.

E. Tugas dan Fungsi Hidup Manusia

Keberadaan manusia bukanlah secara kebetulan, dan ia juga tampil di dunia bukan sebagai benda yang hidup lalu mati kembali ke benda lagi tanpa tanggung jawab, sebagaimana pandangan kaum materialisme.

Manusia dilahirkan ke dunia di tengah eksistensi alam semesta (makhluk) menyandang tugas dan kewajiban yang berat dalam tugas dan fungsinya yang ganda, yaitu :

1. Sebagai khalifah Allah

Khalifah berarti: pengganti, penguasa, pengelola, atau pemakmur. Untuk menjalankan tugasnya sebagai khalifah, Allah memberikan kemampuan di bidang ilmu pengetahuan. Adapun alat (sumber) ilmu pengetahuan tersebut berupa: indera, akal, dan hati.

Sebagai khalifah di bumi, diantara tugas manusia adalah menyampaikan berita dari dunia gaib agar dapat dipahami dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh manusia. Dan sebagai khalifah, manusia tidak boleh mengabaikan keserasian hidupnya berdampingan dengan alam semesta sebagai ekosistem. 2. Sebagai Hamba Allah

Sebagai hamba Allah, manusia semestinya senantiasa beribadah semata-mata kepada Allah. Allah berfirman yang artinya: Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah (menyembah-Ku).

Pengertian ibadah di sini mencakup semua aspek kehidupan manusia. Artinya, semua perbuatan manusia di dunia ini merupakan refleksi dari sikap cintanya kepada Allah. Manusia senantiasa berjalan di atas manhaj (metode, jalan) dan keridhaan-Nya. Tidak ada larangan Allah yang dilanggar, dan tidak ada perintah-Nya yang ditinggalkan.

F. Tujuan Hidup Manusia

Hidup menurut konsep Islam bukan hanya kehidupan duniawi ini saja, tetapi berkelanjutan sampai kehidupan ukhrawi (di alam akherat nanti). Tujuan akhir dari kehidupan manusia adalah mencari ridha Allah yang direalisasikan dalam bentuk perjuangan menjalankan tugas dan fungsi gandanya, yaitu sebagai khalifah dan beribadah. II. AGAMAA. Definisi

Secara bahasa, agama adalah: kepercayaan kepada Tuhan (dewa, dsb) dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.

Sedangkan secara istilah, diantara definisi agama adalah :

1. Segala bentuk hubungan manusia dengan Yang Suci.

2. Jawaban manusia atas adanya tuntutan-tuntutan wujud tertinggi.

3. Peraturan yang dijadikan sebagai pedoman hidup sehingga dalam menjalani kehidupan ini manusia tidak mendasarkannya pada selera masing-masing, dan akan terhindar dari kehidupan yang memberlakukan hukum rimba.

B. Latar Belakang Turunnya Agama

a. Fungsi manusia sebagai khalifah di bumi.

Manusia diciptakan Allah di dunia ini berfungsi sebagai khalifah-Nya untuk memakmurkan bumi, memberdayakan alam raya, membangun peradaban, ketertiban dan ketenteraman hidup.

b. Tugas hidup manusia untuk beribadah.

Fungsi ke-khalifah-an tersebut harus dilaksanakan oleh setiap insan dengan semestinya dalam rangka menegakkan pengabdian (beribadah) kepada Allah sebagai tugas hidup manusia. Agar manusia dapat melaksanakan fungsi dan tugas kehidupannya tersebut dengan baik dan benar, maka Allah menurunkan undang-undang, aturan, dan ketentuan-Nya yaitu berupa agama (Islam).

C. Kedudukan, Fungsi, dan Hikmah Agama

Agama diturunkan untuk mengatur hidup manusia, meluruskan dan mengendalikan akal yang bersifat bebas. Kebebasan akal yang tanpa kendali bukan saja menyebabkan manusia lupa diri, melainkan juga akan membawa ia ke jurang kesesatan, mengingkari Tuhan, tidak percaya kepada yang ghaib, dan berbagai akibat negatif lainnya.

Dalam hal pemecahan soal-soal hidup yang bersifat materiil diakui bahwa bekal akal cukup mampu memberikan jalan keluar. Tetapi manusia tidak hanya memerlukan segi materiil saja, segi spiritual juga penting. Bahkan bagi orang yang sampai pada tingkat yang lebih sempurna, segi spiritual malah lebih penting.

Agama sebagai pedoman aturan hidup akan memberikan petunjuk kepada manusia sehingga dapat menjalani kehidupan ini dengan baik, teratur, aman, dan tidak terjadi kekacauan yang berujung pada tindakan anarkis. D. Kenapa Manusia Beragama ?Ada beberapa pendapat yang berkaitan dengan alasan, sebab, atau faktor pendorong yang melatar belakangi manusia memeluk atau berusaha mencari serta percaya dengan suatu agama atau kepercayaan. Diantaranya adalah:

1. Adanya kesadaran tentang faham kejiwaan.Menurut E.B. Tylor, faktor ini timbul karena dua hal, yaitu:

a. Dalam pengalaman hidupnya, manusia melihat perbedaan antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati. Suatu makhluk pada suatu saat hidup, tetapi tidak lama kemudian makhluk itu mati. Kenyataan ini menyadarkan manusia bahwa hidup itu disebabkan oleh adanya suatu kekuatan disamping tubuh jasmani manusia. Kekuatan itu adalah jiwa.b. Peristiwa dalam mimpi,dimana manusia melihat dirinya sendiri berada di tempat lain. Karena itu, manusia mulai membedakan antara tubuh jasmani dan bagian dari dirinya yang berada di tempat lain, yang disebut jiwa.

Kesadaran manusia akan adanya jiwa tersebut menjadi kepercayaan kepada makhluk-makhluk halus. Makhluk-makhluk halus itu bermukim di sekitar tempat kediaman manusia, tidak dapat ditangkap oleh panca-indera manusia, dan makhluk-makhluk tersebut mampu mengerjakan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh manusia. Maka, makhluk-makhluk halus itu menjadi objek penghormatan dan penyembahan manusia.

2. Adanya banyak gejala yang tidak dapat diterangkan oleh akal manusia (keterbatasan kemampuan akal manusia)Menurut J.G.Frazer, manusia dalam hidupnya berhadapan dengan berbagai macam persoalan, dan untuk mengatasi persoalan-persoalan itu manusia mempergunakan akal budinya serta system pengetahuannya. Namun demikian, akal budi dan system pengetahuannya itu mempunyai keterbatasan. Oleh karena itu, akhirnya manusia mempergunakan magic atau ilmu ghaib untuk mengatasi segala problem atau persoalan hidup yang sulit dipecahkan oleh akal budi dan system pengetahuannya. Kendatipun demikian, perbuatan-perbuatan magic itu tidak membawa hasil sedikitpun. Oleh karena itu, manusia mulai percaya bahwa alam semesta itu didiami oleh makhluk-makhluk halus yang lebih berkuasa daripadanya. Maka manusia berusaha mencari relasi dengan makhluk-makhluk halus tersebut. Akhirnya timbullah religi atau agama.

3. Adanya masa krisis dalam hidup setiap individu.

Menurut M.Crawley dan A.Van Gennep, selama masa hidupnya, manusia mengalami banyak masa krisis, dan krisis tersebut menjadi obyek perhatian manusia. Krisis-krisis tersebut terutama berupa bencana-bencana sakit dan maut. Untuk menghadapi masa krisis tersebut, manusia melakukan perbuatan-perbuatan demi memperteguh iman dan menguatkan dirinya. Pada masa krisis itu, manusia mengadakan upacara-upacara. Dan inilah yang menjadi pangkal dari religi dan bentuk-bentuk religi yang tertua.

4. Adanya kekuatan luar biasa.

Menurur R.R.Marett, pangkal dari segala kelakuan keagamaan timbul karena suatu perasaan rendah terhadap gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa yang dianggap luar biasa dalam kehidupan manusia, yang berasal dari suatu kekuatan supernatural.

5. Adanya sentimen kemasyarakatan.

Pandangan ini berasal dari E.Durkhein, yaitu: perasaan dalam batin manusia berupa: rasa terikat, bakti, cinta terhadap kemasyarakatannya sendiri yang merupakan dunia dimana manusia itu hidup. Rasa sentiment kemasyarakatan ini akan menimbulkan emosi keagamaan. Dan sentiment kemasyarakatan serta emosi keagamaan ini merupakan inti dari setiap religi.

6. Adanya Firman Tuhan.

Menurut P.W.Schmidt SVD, agama berasal dari firman Tuhan yang diturunkan kepada manusia pada saat permulaan manusia itu muncul di atas permukaan bumi.

E. Klasifikasi Agama

Berdasarkan sumber dan asal-usulnya, agama terbagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Agama Wahyu (samawi atau langit)

Yaitu: agama yang sumbernya dari wahyu yang diturunkan Allah lewat malaikat kepada para rasul-Nya.

Diantara ciri-ciri agama wahyu tersebut adalah :

a. Disampaikan oleh manusia yang dipilih Allah sebagai utusan-Nya.

b. Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia.

c. Ajarannya serba tetap, walaupun tafsirannya dapat berubah.

d. Konsep ketuhannya adalah monoteisme mutlak (tauhid)e. Kebenarannya bersifat universal, yaitu berlaku untuk setiap manusia, masa, dan keadaan. Diantara contoh agama wahyu adalah: agama Yahudi, Nasrani, dan Islam.

2. Agama Budaya (alamiyah)Yaitu: agama yang tumbuh (muncul, berasal) seperti halnya kebudayaan manusia, secara kumulatif dalam masyarakat penganutnya tanpa ada utusan Allah yang menyampaikan ajaran tersebut.

Diantara ciri-ciri agama budaya adalah :

a. Tidak disampaikan oleh utusan Allah (rasul), melainkan tumbuh secara kumulatif dalam masyarakat penganutnya.

b. Umumnya tidak memiliki kitab suci. Kalaupun ada akan mengalami perubahan-perubahan dalam perjalanan sejarahnya.

c. Ajarannya dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan akal pikiran masyarakat penganutnya.d. Konsep ketuhanannya bukan monoteisme, namun bias animisme, dinamisme, politeisme, dan yang paling tinggi menganut monoteisme nisbi.e. Kebenaran ajarannya tidak bersifat universal, sehingga pada keadaan dan masa tertentu dapat berubah-ubah.

F. Agama Di Abad Modern

Perkembangan yang pesat di lapangan ilmu pengetahuan, industri, dan teknologi modern mempengaruhi cara berpikir manusia kini. Segala sesuatu dicobanya untuk membuktikannya dengan eksakta, dengan cara empiris dan ilmiah. Mana yang dapat dibuktikan itulah yang mereka terima. Dan mana yang tidak dapat mereka buktikan secara empiris dan eksak tidak mereka terima, setidaknya mereka ragukan, termasuk dalam bidang agama. Lama kelamaan kepercayaan dan keyakinan terhadap Tuhan menjadi terdesak. Dan karena erosi kepercayaan terhadap agama telah sedemikian rupa, maka nilai-nilai yang ada hubungannya dengan agama menjadi kabur dan luntur. Hubungan antara sesama manusia yang menurut agama terjalin karena ikatan keimanan dan sebab akibat akhirat kemudian ikut luntur. Yang ada tinggalah hubungan yang diikat dengaan ikatan yang formal saja, dipandang dari segi kepentingan apakah hubungan dengan seseorang akan membawa keuntungan atau tidak. Itulah pangkal dari falsafah individualism yang melahirkan anaknya, yakni kapitalisme dan imperialisme yang mencelakakan umat manusia. Akibatnya lenyaplah rasa kasih-sayang manusia, hilanglah cara hidup tolong-menolong dan saling mencintai sesama manusia. Manusia modern kehilangan dimensinya. Dan yang ada adalah rasa gelisah dan kekhawatiran menghadapi dunia yang cepat berputarnya tanpa belas kasihan itu. Roda itu demikian cepatnya berputar sehingga menggilas kemanusiaan. Maka de-humanisasi melanda manusia kini, dan lahirlah kecemasan total di seantero dunia.

Itukah hasil teknologi modern yang lepas dari kendali agama? Itukah hasil dari kemajuan otak manusia yang tanpa moral? Itukah kebanggaan dan tujuan umat manusia sekarang?. Untuk menanggulangi krisis hebat itu para ahli agama di Barat tidak mampu mengatasinya, bahkan mereka ikut terlibat sendiri di dalamnya. Maka jalan satu-satunya, baik bagi setiap pribadi yang terkena wabah yang hebat itu, maupun secara umum bagi kebijaksanaan para penentu dan pengendali massa, tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada panggilan Tuhan.

Dengan demikian, maka agama patut sebagai satu-satunya pilihan dari berbagai alternatif yang ternyata telah gagal membawa manusia kepada ketenangan dan kebahagiaan bersama. Tanpa agama, maka kekuasaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, harta dan segala hak milik maupun segala yang dimiliki manusia, termasuk wibawa dan fasilitas kehidupan, semua itu akan menjadi bencana bagi sesama manusia.

SAKIT DAN PENYAKIT

A. Definisi

Secara bahasa, sakit adalah: berasa tidak nyaman di tubuh (bagian tubuh) karena menderita sesuatu. Sedangkan penyakit adalah: sesuatu yang menyebabkan terjadinya gangguan pada makhluk hidup; gangguan kesehatan yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau kelainan system faal atau jaringan pada organ tubuh (pada makhluk hidup). B. Macam-Macam Penyakit

Dalam Islam dikenal ada dua macam jenis penyakit pada diri manusia, yaitu :

a. Penyakit Hati (Qolbu)

Menurut Imam al-Ghazali, hati dalam arti metafisis adalah hakekat manusia yang dapat menangkap segala pengertian, pengetahuan, dan kearifan.

Hatilah yang menentukan baik / buruknya tingkah laku manusia, sebagaimana sabda rasulullah s.a.w. yang artinya: Ingatlah, bahwa dalam tubuh ini terdapat segumpal darah, apabila ia baik maka baiklah seluruh badan, dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh badan. Ingatlah, bahwa ia itu adalah qalbu.

Hati yang sakit inilah yang menjadi titik pangkal dari segala kerusakan di bumi, baik kerusakan manusia itu sendiri maupun kerusakan alam sekelilingnya.

Penyakit hati tidak mungkin dideteksi dengan peralatan kedokteran yang bagaimanapun canggihnya, karena ia bersifat metafisis. Penyakit hati hanya bisa dilihat dari tingkah laku perbuatan seseorang sehari-hari, dan itupun hanya terbatas pada perbuatan yang bersifat dhohir saja, sedangkan yang tersimpan dalam hati hanya Allah-lah yang tahu.

Diantara contoh ayat-ayat al-Quran yang menunjukkan adanya penyakit hati ini adalah :

((Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta)).

(( (Ingatlah), ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata: "Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya)).

((Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit[666], maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir)). Dan diantara contoh penyakit hati adalah :

1. Hasad (dengki, iri hati); yaitu perasaan dalam hati berupa perasaan tidak senang apabila ada seseorang menerima nikmat dari Allah, dan disertai upaya agar nikmat tersebut hilang dan pindah kepada dirinya.

2. Hirsh (serakah, tamak); yaitu keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang berlebihan, apa yang sudah diperolehnya masih dirasa kurang, sehingga timbul upaya untuk mendapatkannya sampai lupa kepada Allah dan dengan jalan yang tidak baik.

3. Kibr (sombong, congkak, takabur); sifat membanggakan diri sendiri secara berlebihan, sehingga lupa segala kekurangannya dan menganggap orang lain hina dan rendah.4. Kadzab (dusta, bohong); yaitu sifat suka mengingkari janji, sumpah palsu, memutarbalikkan keadaan yang sebenarnya dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri dan menyengsarakan orang lain.5. Su`udhon (prasangka buruk); yaitu perasaan curiga berlebihan kepada orang lain, bahwa orang lain tersebut selalu akan melakukan perbuatan jelek terhadap dirinya.

6. Riya; yaitu perasaan ingin dipuji, dihargai, dan disanjung orang lain. Segala perbuatan baik yang dilakukan bukan karena Allah, tetapi karena ingin dipuji oleh sesama manusia.

7. Dendam; yaitu perasaan berupa keinginan untuk membalas kepada orang lain yang telah berbuat tidak baik terhadap dirinya, dan keinginan ini tidak bisa hilang sebelum terpenuhi.

Penyakit hati ini dapat bersemayam dengan suburnya di hati manusia karena kondisi hati itu sendiri yang kotor, banyak noda-noda hitam. Makin kotor hati manusia maka makin suburlah penyakit hatinya. Salah satu penyebab kekotoran hati manusia adalah tingkah laku atau perbuatan maksiat, perbuatan yang ingkar kepada Allah. Setiap perbuatan yang jelek akan menambah satu noda hitam dalam hati, makin banyak perbuatan jelek yang ia lakukan maka makin banyak pula noda hitam yang melekat di hati.

b. Penyakit Badan (Jasmani)

Sakit badan adalah suatu keadaan dimana kondisi tubuh seseorang dalam keadaan tidak normal (pathologis), baik secara anatomis maupun fisiologis.

Hakekat dan hikmah sakit badan dalam pandangan Islam :

a) Sakit berdasarkan sudut pandang tauhid / akidah :

1. Sakit sebagai ujian dari Allah.

Sakit merupakan salah satu bentuk ujian dari Allah untuk membuktikan siapa yang tabah dan sabar dalam menerima ujian tersebut serta siapa yang dusta dan ingkar. Sebagaimana firman Allah yang artinya :

((Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan))).

((Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan)).

2. Sakit sebagai siksaan dari Allah.

Setiap perbuatan dholim atau ingkar kepada Allah pasti akan dibalas oleh Allah baik secara langsung (saat hidup di dunia) maupun tidak langsung (di alam kubur dan akhirat kelak). Siksaan hidup di dunia dapat berupa kehinaan, kesusahan, kesakitan, dan berbagai macam musibah. Sebagaimana firman Allah yang artinya :

((Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu dari langit, karena mereka berbuat fasik)). ((Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya)).

b) Sakit berdasarkan sudut pandang hukum sebab akibat

Bahwa adanya suatu kejadian merupakan akibat dari suatu sebab. Sebagaimana firman Allah yang artinya : ((Dan Aku (Allah) berikan kepadanya tiap-tiap sesuatu ada sebab)). Jadi, suatu penyakit timbul karena ada sebabnya. Dan penyebab dari penyakit dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Sakit akibat ulah tangan manusia sendiri

Banyak manusia yang sakit, cacat, dan meninggal dunia akibat perbuatan manusia lainnya, baik secara langsung (seperti: penganiayaan, perkosaan, pembunuhan, dll.) maupun secara tidak langsung (seperti: merusak lingkungan, buang sampah sembarangan, dll). Sebagaimana firman Allah yang artinya :

((Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu) )).

((Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) )).

2. Sakit karena sihir

Sihir merupakan satu jeniis ilmu yang dapat membuat orang lain sakit. Keberadaan sihir ini diakui oleh Islam. Perbuatan sihir termasuk salah satu perbuatan yang dilarang dalam Islam. Dan tidak semua sakit karena sihir dapat di-diagnose dan dideteksi dengan peralatan canggih sekalipun, karena ia bersifat metafisis. Allah berfirman yang artinya :

((Dan lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat.Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia dating)). 3. Sakit karena penyakit; yaitu bahwa timbulnya penyakit dalam tubuh manusia adalah karena adanya gangguan keseimbangan antara host, agent, dan environment. C. Sikap seorang muslim ketika sakit :1. Sabar dan tawakkal kepada Allah. Sebagaimana firman Allah yang artinya: ((Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku)).

2. Berusaha untuk berobat. Sebagaimana sabda rasulullah s.a.w yang artinya: Berobatlah kalian (bila sakit), karena sesungguhnya Allah Taala tidak mendatangkan suatu penyakkit kecuali mendatangkan pula obatnya, kecuali satu penyakit yaitu penyakit tua.

HAIDH

A. Definisi

Diantara definisi haidh adalah:

1. Keluarnya darah dari rahim wanita dewasa setiap bulan sebagai bagian dari siklus hidup biologis; datang bulan; mendapat kain kotor; menstruasi.

2. Pengeluaran darah dan zat-zat lainnya dari vagina secara berkala apabila sel telur yang matang tidak dibuahi. B. Macam-macam darah yang keluar dari rahim wanitaAda beberapa macam dan jenis darah yang keluar dari rahim wanita, yaitu:

1. Darah haidh; yang secara medis adalah: suatu perdarahan per-vaginam seorang wanita yang disebabkan oleh perubahan-perubahan pada endometrium. Di sini ovum akan keluar dari badan karena rusaknya jaringan dan antikoagulan setelah ditangkap oleh fimbria tuba fallopii dan berjalan sampai di uterus. Hal ini terjadi karena tidak adanya pembuahan oleh sperma. Atau: darah kotor yang keluar dari Rahim seorang perempuan yang dalam keadaan sehat, dengan tidak ada sebab.

2. Darah nifas; yaitu darah yang keluar bersama-sama dengan keluarnya bayi.

3. Darah istihadhah; yaitu darah yang keluar dari rahim seorang perempuan karena penyakit.

C. Masa HaidhSeorang perempuan mulai ber-haidh sekecil-kecilnya berumur 9 tahun. Dan biasanya wanita yang telah berumur 60 tahun ke atas, haidh tersebut akan berhenti dengan sendirinya.

Menurut kebiasaan, rata-rata seorang wanita ber-haidh selama 6 hari 6 malam, atau 7 hari 7 malam. Bagi setiap wanita tidaklah sama masa lamanya haidh. Karena itu beberapa ulama mempunyai beberapa pendapat tentang hal tersebut, diantaranya adalah:

1. Menurut imam Malik; masa terpendek haidh tidak terbatas, sedangkan masa terpanjangnya adalah 15 hari.2. Menurut imam Hanafi; masa terpendeknya 3 hari, dan masa terpanjangnya 10 hari.

3. Menurut imam Syafii; masa terpendeknya sehari semalam (24 jam), dan masa terpanjangnya 15 hari 15 malam.

D. Pengunduran Masa HaidhYaitu: memperlambat / mengundurkan datangnya kebiasaan masa haidh bagi seorang wanita muslimat dengan memakai atau mempergunakan suatu cara yang tidak berakibat negatif bagi yang melakukannya untuk keperluan ibadah.

Tujuan dari pengunduran tersebut adalah untuk membantu wanita muslimat agar dapat melaksanakan ibadah puasa beserta amalan-amalannya sebulan penuh di bulan Ramadhan, serta ibadah haji yang lebih sempurna dan mantap di bulan Dhulhijjah.

Adapun macam-macam sarana yang biasa digunakan untuk pengunduran tersebut adalah: pil dan suntikan. Dan boleh dikatakan bahwa penggunaan suntikan atau pil tersebut tidaklah menimbulkan atau mengakibatkan gejala atau kerusakan yang berat bagi badan. Yang penting, sebelum penggunaan obat tersebut seorang wanita terlebih dahulu harus memeriksakan dirinya kepada dokter atau petugas kesehatan guna mengetahui dan menghindari adanya kontraindikasi, serta untuk menghindari dari kemungkinan timbulnya efek samping terhadap kesehatan dirinya.

Sedangkan hukum pengunduran masa haidh bagi seorang wanita muslimat adalah mubah (boleh) guna bisa melaksanakan ibadah puasa Ramadhan sebulan penuh serta ibadah haji secara sempurna. Dengan alasan:1. Karena bagi seorang wanita muslimat yang dalam usia subur, ibadah puasa Ramadhan tidak dapat dilaksanakannya dengan sempurna (sebulan penuh). Hal ini karena ketika masa haidh mereka tidak boleh puasa, tidak boleh sholat tarawih, tidak boleh itikaf di masjid dan amal-amal ibadah lainnya yang hanya dapat dilakukan di bulan Ramadhan saja. Sehingga pahala yang berlipat ganda di bulan Ramadhan tidak dapat mereka dapatkan dengan sempurna, meskipun puasa Ramadhan dapat di-qodho di luar bulan Ramadhan, namun pahalanya tidak.

2. Demikian pula dalam ibadah haji, ada hal-hal yang terlarang dikerjakan oleh seorang wanita haidh. Sehingga mereka tidak bisa menyempurnakan ibadah puasanya.

3. Dari sisi kesehatan, bahwa wanita yang melakukan pengunduran masa haidh-nya tidak akan terganggu kesehatan tubuhnya.

NIFAS

A. Definisi

Nifas adalah :

1. Darah yang keluar dari rahim wanita sesudah melahirkan (lamanya 40 60 hari).

2. Masa sejak melahirkan sampai dengan pulihnya alat-alat dan anggota badan.

B. Masa NifasMasa nifas (puerpurium) dimulai setelah kelahiran placenta, dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu. C. Kondisi dan Hukum Masa NifasAda beberapa macam kondisi serta hukum berkaitan dengan keberadaan wanita ketika masa nifas, yaitu :

1. Darah keluar hingga sempurna 40 hari. Dalam kondisi ini ia tidak wajib sholat dan puasa (ramadhon). Dan setelah darah berhenti, maka ia wajib mandi, sholat dan puasa.

2. Darah berhenti sebelum sempurna 40 hari, dan setelah itu tidak keluar lagi. Dalam kondisi ini, kapan saja darah tersebut berhenti maka ia wajib mandi, sholat dan puasa (ramadhon).

3. Darah berhenti sebelum sempurna 40 hari dan keluar lagi sebelum sempurna 40 hari. Dalam kondisi ini, saat darah tersebut berhenti maka hendaklah ia mandi dan wajib sholat serta puasa (ramadhon). Dan saat darah tersebut keluar lagi maka ia tidak wajib sholat dan puasa.4. Darah keluar lebih dari 40 hari ;

a. Jika masa keluarnya bertepatan dengan masa kebiasaan haidh, maka ia tidak wajib sholat dan puasa.b. Jika masa keluarnya tidak bertepatan dengan masa kebiasaan haidh, maka ia wajib mandi, sholat dan puasa. D. Darah Yang Keluar Sebelum Melahirkan ;

1. Jika darah tersebut keluar disertai rasa sakit, maka darah tersebut adalah darah nifas, dan ia tidak wajib sholat maupun puasa.

2. Jika darah tersebut keluar tidak disertai rasa sakit, maka darah tersebut bukan darah nifas tapi darah penyakit, sehingga ia tetap wajib sholat dan puasa.

E. Nifas Pasca Operasi

Darah yang keluar dari seorang wanita yang melahirkan melalui proses operasi hukumnya sebagai darah nifas. Dan jika ia tidak melihat darah yang keluar, maka ia wajib sholat dan puasa.

F. Darah Yang Keluar Pasca Abortus1. Jika janin telah berwujud manusia (dimana kedua tangan, kedua kaki, serta anggota badan lainnya telah terbentuk, umumnya setelah usia kehamilan 90 hari), maka darah yang keluar darinya dihukumi sebagai darah nifas, sehingga ia tidak wajib sholat dan puasa.

2. Jika janin belum berwujud manusia, maka darah tersebut tidak dihukumi sebagai darah nifas. Ia wajib berwudhu setiap sholat, wajib menjaga kebersihan, dan wajib puasa, kecuali pada hari-hari yang bertepatan dengan kebiasaan masa haidh-nya.

MENYUSUI

Allah berfirman dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 233, yang artinya :((Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan)).Berkaitan dengan bab ini, dalam ayat ini terdapat tiga hal pokok yang bisa kita kaji dan bahas, yaitu:

1. Menyusui anak

2. Penyapihan anak

3. Penyusuan (menyusukan) anak

A. Menyusui Anak

a. Definisi

Menyusui adalah memberikan susu dengan ASI. Menyusui merupakan suatu proses pemberian ASI dari seorang ibu kepada anaknya. Ini merupakan salah satu tugas dari orang tua kepada anaknya, dan salah satu hak bagi anak kepada orang tuanya.

b. Masa Menyusui

Salah satu tanggung jawab penting yang dilimpahkan ke pundak seorang ibu dan tidak mungkin melibatkan suami adalah menyusui. Islam menganjurkan agar masa seorang ibu menyusui anaknya adalah 2 tahun penuh. Sebagaimana firman Allah yang artinya : ((Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.)).

c. Hukum Menyusui

Adalah tugas seorang ibu untuk menyusui anaknya, dan tidak boleh menolak hak anaknya yang membutuhkan dan menikmati ASI bila ibu tersebut mampu.

Menurut pendapat mayoritas fuqoha bahwa menyusui anak sunnah hukumnya, dengan kata lain bahwa seorang ibu tidak wajib menyusui anaknya, kecuali :

1. Jika jelas bahwa si-bayi tidak mau dengan ASI selain darinya.

2. Atau jika tidak mampu membayar (memberi upah) untuk wanita penyusu.

3. Atau jika tidak ada wanita penyusu pada saat itu di kawasan tersebut.

Sedangkan menurut madhzab Maliki, bahwa menyusui anak wajib hukumnya bagi seorang ibu yang statusnya sebagai istri, atau jika si-bayi tidak mau dengan ASI selain darinya, atau karena tidak mampu membayar untuk wanita penyusu. Sedangkan untuk wanita yang sedang dalam kondisi thalaq bain, maka ia tidak wajib menyusui bayinya, karena yang wajib menanggung urusan susuannya adalah sang suami, kecuali jika si-istri yang menghendaki untuk menyusuinya maka ia yang lebih berhak untuk menyusui dan mendapatkan upah dari suami. B. Penyapihan

Allah berfirman yang artinya: ((Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya..)).

a. Definisi

Penyapihan merupakan suatu upaya untuk menghentikan proses menyusui bayi dari sang ibu untuk masa seterusnya.

b. Hukum dan Syarat Penyapihan

Penyapihan diperbolehkan sebelum selesai masa yang dua tahun, dengan syarat bahwa keputusan penyapihan tersebut diambil dengan persetujuan bersama antara ibu dan ayah (dari bayi), dan setelah mereka berdua mempertimbangkan baik buruknya keputusan tersebut, dan bagaimana menemukan cara terbaik dalam memberikan perawatan bagi anak mereka.

Jadi, keputusan untuk menyapih anak harus berdasarka kesepakatan dan keridhoan dari suami-istri. Sedangkan keinginan dan keputusan dari salah seorang saja (atau tanpa melalui musyawarah) dari keduanya maka tidak cukup dan tidak boleh. C. Penyusuan (Menyusukan) Anak

Allah berfirman yang artinya: ((Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut)).

a. Definisi

Penyusuan atau menyusukan anak adalah: menyerahkan anak (bayi) yang dalam masa susuan kepada wanita lain untuk disusui.

b. Hukum Menyusukan Anak

Menyusukan anak kepada wanita lain boleh hukumnya, dengan syarat: hal itu berdasarkan kesepakatan dari ayah-ibu si-bayi, dan jika mau serta mampu memberikan pembayaran yang patut (layak) kepada wanita yang menyusui bayinya. c. Dampak Penyusuan

Jika seorang wanita menyusui seorang bayi dari orang lain, maka bayi tersebut menjadi anaknya dalam hal :

1. Pengharaman nikah

2. Bolehnya memandang

3. Bolehnya berduaan

4. Menjadi mahram.Dampak dari penyusuan tersebut tidak melebar (berlaku) kecuali terhadap anak yang disusuinya saja dan keturunannya (yaitu anak dan cucunya), tanpa merambah kepada ayahnya (dan seterusnya ke atas) maupun saudara-saudaranya. Namun demikian, antara keduanya :

1. Tidak wajib bagi ibu susuan menafkahi si-anak yang menyusu tersebut.

2. Tidak ada hak saling mewarisi antara keduanya.

3. Si-anak tidak bisa menjadi walinya.

d. Syarat dan Kriteria Penyusuan

Tidak bisa dikategorikan sebagai penyusuan dan tidak diberlakukan hukum karena penyusuan kecuali jika memenuhi dua syarat :

1. Penyusuan tersebut terjadi hingga lima kali yang mengenyangkan atau lebih.

2. Penyusuan tersebut terjadi ketika si-bayi masih dalam usia sebelum dua tahun (masa susuan).

e. Kepastian Penyusuan

Untuk memastikan telah terjadi (adanya) hubungan penyusuan antara seorang wanita dengan seorang anak (bayi) maka harus berdasarkan kesaksian dari seorang wanita yang dikenal baik agamanya dan dikenal jujur, baik ia sendiri yang menyusui ataupun yang lainnya. Jika terjadi keraguan akan terjadinya penyusuan, atau ragu akan jumlahnya sudah sampai lima kali atau tidak, dan tidak ada petunjuk yang bisa memastikannya, maka tidak terjadi pengharaman, karena hukum statusnya kembali ke asal (yaitu tidak terjadi penyusuan). KLONING / BAYI TABUNG

A. Definisi

Secara bahasa, kloning berasal dari kata klon, yang artinya: kumpulan sel turunan dari sel induk tunggal dengan reproduksi aseksual. Sedangkan secara istilah, kloning adalah: upaya menciptakan duplikat turunan dari suatu organisme melalui perkembang-biakan tanpa hubungan kelamin, biasanya dilakukan di laboratorium, dan merupakan bagian dari perkembangan bio-medik.

Sedangkan bayi tabung, secara bahasa adalah: bayi dari proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim ibunya; pembuahan dalam tabung. Atau: bayi hasil proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim ibunya (di tabung). Dan secara istilah, bayi tabung adalah: sperma dan ovum yang telah dipertemukan dalam sebuah tabung, setelah terjadi pembuahan kemudian disarangkan dalam rahim wanita, hingga pada saatnya lahirlah bayi tersebut.

B. Perbedaan Bayi Tabung Dengan Bayi Biasa

Diantara perbedaan bayi tabung dengan bayi biasa adalah dalam hal pembuahan;

Pada cara biasa (normal); sperma dan ovum bertemu dalam saluran telur, kemudian bersarang sendiri dalam rahim tanpa bantuan orang lain, kemudian di situlah janin tumbuh hingga lahir. Pada bayi tabung ; sperma dan ovum dipertemukan dalam tabung, kemudian setelah menjadi blastula disarangkan dalam rahim wanita hingga lahir. Dan untuk proses mempertemukan sperma dengan ovum dalam tabung, serta proses menyarangkan dalam rahim memerlukan bantuan orang lain.

C. Hukum Bayi TabungPenyelenggaraan bayi tabung adalah bersifat individual dan merupakan motivasi pribadi karena ingin memperoleh keturunan demi kelanjutan dan kelestarian hidup berumah tangga. Usaha tersebut semata-mata untuk menanggulangi pasangan suami-istri yang telah lama secara alami tidak bisa memperoleh keturunan. Ada beberapa kondisi berkaitan dengan proses bayi tabung, yaitu :

1. Bayi tabung berasal dari sperma dan ovum pasangan suami-istri yang disarangkan dalam rahim sang istri. Hal ini dibolehkan dalam Islam, dengan beberapa syarat :

a. Sumber sperma dan ovum harus dari suami istri dan disarangkan dalam rahim istri.

b. Ada persetujuan antara kedua belah pihak.

c. Alasan bahwa tidak dapat memperoleh keturunan tersebut harus dapat dibuktikan.

2. Bayi tabung dari suami istri yang dititipkan pada istrinya yang lain (bagi suami yang poligami). Hal ini boleh dengan syarat :

a. Sperma dan ovum tersebut berasal dari suami-istri.

b. Istri yang mempunyai bibit (ovum) tersebut menurut pemeriksaan dokter, rahimnya tidak bisa ditempati janin sampai saat bayi lahir.

c. Istri yang dititipi tersebut secara alami tidak bisa hamil, tetapi rahimnya memenuhi syarat untuk bisa ditempati pertumbuhan janin sampai saat bayi itu lahir.

d. Adanya kesepakatan / persetujuan antara istri-istri tersebut tentang pemeliharaan bayi tersebut setelah lahir.

3. Janin bayi tabung yang dititipkan pada wanita lain (bukan istrinya). Ini haram hukumnya dalam Islam, karena menanam benih pada rahim wanita lain haram hukumnya, sebagaimana sabda Nabi s.a.w yang artinya: Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya ke ladang orang lain.

4. Bayi tabung yang berasal dari donor sperma atau ovum, maka haram hukumnya karena sama dengan zina (prostitusi). D. Status Nasab Bayi Tabung

1. Bila sperma dan ovum berasal dari suami-istri, dan disarangkan dalam rahim istrinya tersebut, maka secara otomatis anak tersebut dapat dipertalikan keturunannya dengan ayah dan ibunya, dan kedudukan anak tersebut sah menurut syariat Islam.

2. Bila sperma dan ovum berasal dari suami-istri, dan disarangkan pada istrinya yang lain, maka secara yuridis anak tersebut adalah kepunyaan ibu yang melahirkan, sebab yang menitipkan hanya menitip telur saja dan tidak melahirkan. Namun jika ditinjau secara mendalam dan seksama, anak tersebut adalah kepunyaan yang punya bibit, sebab si-ibu yang melahirkan hanya menerima titipan belaka. Namun demikian, si-ibu yang melahirkan tetap mempunyai dampak hukum, dan si-anak dapat disamakan statusnya seperti anak susuan, sebab janin tersebut sehari-hari memakan makanan dari ibu yang ditempati. Jadi, anak tersebut adalah anak yang mempunyai bibit, dan ibu yang melahirkan statusnya sama dengan ibu susuan.3. Bila sperma dan ovum tersebut tidak berasal dari pasangan suami-istri, jika sampai terjadi kelahiran, maka anak tersebut termasuk anak yang tidak sah, dan kedudukannya sama dengan anak yang diperoleh di luar perkawinan (sama dengan anak zina). Anak tersebut tidak mempunyai hubungan dengan sumber sperma (si laki-laki), tetapi keturunannya dihubungkan dengan ibunya saja. Sebagaimana hadith Nabi s.a.w yang artinya: Bila seorang wanita hamil, suaminya mengingkari kehamilannya tersebut, maka anaknya dihubungkan dengan ibunya. Kemudian berlakulah peraturan warisan bahwa anak tersebut mewarisi ibunya, dan ibunya mendapat warisan darinya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah S.W.T . (H.R. Abu Dawud). E. Dampak Buruk Bayi Tabung

Diantaranya adalah :

1. Percampuran nasab. Padahal Islam sangat menjaga kesucian / kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan ke-mahram-an (yang halal dan haram dinikahi) dan kewarisan.

2. Bertentangan dengan sunnatullah (hukum alam).

3. Inseminasi pada hakekatnya sama dengan prostitusi / zina, karena terjadi percampuran sperma dengan ovum tanpa perkawinan yang sah.

4. Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor merupakan anak yang sangat unik yang bisa berbeda sekali bentuk, sifat fisik, dan karakter / mental si-anak dengan bapak-ibunya.

5. Anak hasil inseminasi buatan / bayi tabung yang percampuran nasab-nya terselubung dan sangat dirahasiakan donornya adalah lebih jelek daripada anak adopsi yang umumnya diketahui asal / nasab-nya.

6. Bayi tabung lahir tanpa proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-istri yang mempunyai benihnya -sesuai dengan kontrak- tidak terjalin hubungan keibuan antara anak dengan ibunya secara alami. KELUARGA BERENCANA ( KB )

A. Definisi

KB merupakan suatu usaha (ikhtiar) manusia mengatur kehamilan dalam keluarga, dengan tidak melawan hukum agama, undang-undang Negara, dan moral pancasila, demi untuk mendapatkan kesejahteraan keluarga khususnya serta kesejahteraan bangsa pada umumnya. B. Tujuan KB

Upaya KB diprogramkan dalam masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk menghindari terjadinya kehamilan, atau untuk memperpanjang jarak kelahiran. Dan hal ini dilakukan untuk :

1. Menjaga keselamatan jiwa atau kesehatan ibu.

2. Menjaga keselamatan agama orang tua yang dibebani kewajiban mencukupi keperluan hidup keluarga dan anak-anaknya.

3. Menjaga keselamatan jiwa, kesehatan, dan pendidikan anak-anak. C. Hukum KB

Menurut ajaran Islam, maksud dari perkawinan itu antara lain untuk melangsungkan (meneruskan) keturunan. Islam menganjurkan agar orang mempunyai banyak keturunan. Islam mengajarkan agar kehidupan anak keturunan jangan sampai terlantar hingga menjadi beban orang lain. Dan Islam mengajarkan agar umat Islam menjadi umat yang kuat, baik mental maupun fisik, moril maupun materiil hingga menjadi umat yang berwibawa. Berkaitan dengan hukum KB, maka bisa kita kelompokkan menjadi dua , yaitu :

a. Berdasarkan Tujuannya

Di dalam al-Quran dan al-Hadith tidak ada nash yang sharih melarang ataupun memerintahkan ber-KB secara eksplisit. Dengan demikian, pada dasarnya Islam membolehkan dan membenarkan orang Islam ber-KB, dengan alasan dan tujuan untuk mencapai keseimbangan antara mendapatkan keturunan dengan :

1. Terpeliharanya kesehatan ibu, terjaminnya keselamatan jiwa ibu karena beban jasmani dan rohani selama hamil, melahirkan, menyusui, dan memelihara anak, serta timbulnya kejadian-kejadian yang tidak diinginkan dalam keluarganya.2. Terpeliharanya kesehatan jiwa, jasmani, dan rohani anak,serta tersedianya pendidikan bagi anak.

3. Terjaminnya keselamatan agama orang tua yang dibebani kewajiban mencukupi kebutuhan hidup keluarga.

Ajaran Islam membenarkan pelaksanaan KB untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, pendidikan anak agar menjadi anak yang sehat, cerdas, dan sholih. Namun demikian, hukum dibolehkannya KB tersebut bisa berubah menjadi: sunnah, makruh, dan haram.

1. Hukumnya sunnah; jika seseorang ber-KB disamping karena tujuan pribadi (untuk kesejahteraan keluarga misalnya) juga karena tujuan (motivasi) yang bersifat kolektif dan nasional (untuk kesejahteraan masyarakat misalnya).2. Hukumnya makruh bagi pasangan suami-istri yang tidak menghendaki kehamilan, padahal pasangan tersebut tidak ada hambatan / kelainan untuk mempunyai keturunan. Hal ini karena bertentangan dengan salah satu tujuan perkawinan menurut Islam.

3. Hukumnya haram; jika metode yang digunakan untuk ber-KB bertentangan dengan norma Islam, misalnya: vasektomi, tubektomi, dan abortus. Usaha memperkecil jumlah keturunan, lebih-lebih untuk tidak mempunyai keturunan sama sekali, dalam keadaan biasa (tidak ada kekhawatiran apapun baik atas dirinya maupun anak keturunannya) adalah tidak sejalan dengan tuntunan naluri manusia. Oleh karena itu tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. b. Berdasarkan metodenya

Ada beberapa metode KB yang masuk dalam kategori haram hukum penggunaannya, diantaranya adalah :

1. Sterilisasi

Yaitu: memandulkan lelaki atau wanita dengan jalan operasi (pada umumnya) agar tidak dapat menghasilkan keturunan. Pada lelaki disebut vasektomi, dan pada wanita disebut tubektomi.

Sterilisasi haram hukumnya dalam Islam, dengan alasan :

a) Sterilisasi berakibat pemandulan tetap, dan ini bertentangan dengan tujuan pokok perkawinan dalam Islam.

b) Mengubah ciptaan Tuhan dengan jalan memotong dan menghilangkan sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi.

c) Melihat aurat orang lain.

Namun dalam keadaan darurat, vasektomi dan sterilisasi diperbolehkan dalam Islam, misalnya untuk menghindarkan penurunan penyakit dari ibu / bapak terhadap anak yang bakal lahir, atau terancamnya jiwa si-ibu jika ia mengandung atau melahirkan lagi. 2. IUD

Musyawarah Ulama Terbatas tentang KB tanggal 26-29 Juni 1972 memutuskan bahwa pemakaian IUD dan sejenisnya tidak dapat dibenarkan selama masih ada obat-obatan dan alat-alat lainnya. Hal ini karena untuk proses pemasangannya / pengontrolannya harus dilakukan dengan melihat aurat besar wanita, yang mana diharamkan oleh Islam kecuali dalam keadaan yang sangat darurat.

Sedangkan berdasarkan hasil Musyawarah Nasional Ulama tanggal 17-20 Oktober 1983 memutuskan bahwa penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) dapat dibenarkan jika pemasangan dan pengontrolaanya dilakukan oleh tenaga medis atau paramedis wanita dengan didampingi oleh suami atau wanita lain. 3. Abortus

Pengguguran kandungan (abortus) termasuk MR (Menstrual Regulation) dengan cara apapun dilarang (haram) oleh jiwa dan semangat ajaran Islam, baik dikala janin sudah bernyawa (umur 4 bln dalam kandungan) ataupun dikala janin masih belurn (belum berumur 4 bln dalam kandungan). Hal ini karena perbuatan tersebut merupakan pembunuhan terselubung yang dilarang oleh Islam, kecuali untuk menyelamatkan jiwa si-ibu.

Juga sebagaimana pendapat Mahmud Syaltut, bahwa sejak bertemunya sperma dengan ovum, maka pengguguran adalah suatu kejahatan dan haram hukumnya, meskipun si-janin belum diberi nyawa. Sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Dan makin jahat serta makin besar dosanya apabila dilakukan setelah janin bernyawa. Tetapi apabila pengguguran dilakukan karena benar-benar terpaksa demi melindungi / menyelamatkan si-ibu, maka Islam membolehkan, bahkan mengharuskan.

TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH

A. Definisi

Secara bahasa, transplantasi adalah: pemindahan jaringan tubuh dari suatu tempat ke tempat lain; pencangkokan. Atau: proses pemindahan organ dari satu individu ke individu lain, atau dari satu bagian ke bagian yang lain.

Secara istilah, menurut Zamzami Saleh, transplantasi adalah: pemindahan organ tubuh dari orang sehat, atau dari mayat yang organ tubuhnya mempunyai daya hidup dan sehat kepada tubuh orang lain yang memiliki organ tubuh yang tidak berfungsi lagi, sehingga resipien (penerima organ tubuh) dapat bertahan secara sehat.

B. Tujuan TransplantasiTransplantasi organ tubuh dilakukan sebagai upaya pengobatan dari penyakit. Hal ini karena Islam memerintahkan manusia agar mengobati setiap penyakit, karena membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat mengakibatkan kematian, dan membiarkan diri terjerumus dalam kematian (tanpa ikhtiar) adalah perbuatan terlarang. Sebagaimana firman Allah yang artinya: ((...Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu)). C. Hukum Transplantasi Organ Tubuh

a. Transplantasi organ ketika masih hidup ;

Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum transplantasi organ tubuh tersebut, diantaranya menyatakan :

1. Hukumnya haram (tidak boleh), meskipun pendonoran tersebut untuk keperluan medis (pengobatan), bahkan ketika dalam kondisi darurat. Hal ini berdasarkan firman Allah yang artinya:

a) ((...Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu)).

b) ((Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik)). 2. Hukumnya jaiz (boleh), dengan alasan bahwa:

a) Seseorang yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang lain untuk menyelamatkan hidupnya merupakan perbuatan saling tolong-menolong atas kebaikan. Sebagaimana firman Allah yang artinya: ((Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran)). b) Setiap insan, meskipun bukan pemilik tubuhnya secara pribadi, namun memiliki kehendak atas apa saja yang bersangkutan dengan tubuhnya. Juga, bahwasanya Allah telah memberikan kepada manusia hak untuk mengambil manfaat dari tubuuhnya, selama tidak membawa pada kehancuran, kebinasaan, dan kematian dirinyab. Transplantasi organ ketika dalam keadaan telah meninggal

Para ulama juga berbeda pendapat dalam kondisi ini, diantaranya:

1. Hukumnya haram, hal ini karena :

a) Kesucian tubuh manusia, dan setiap bentuk agresi atas tubuh manusia merupakan hal yang terlarang. Sebagaimana hadith Nabi s.a.w yang artinya: Mematahkan tulang mayat seseorang sama berdosanya dan melanggarnya dengan mematahkan tulang orang tersebut ketika ia masih hidup.

b) Tubuh manuusia adalah amanah, yang pada dasarnya bukanlah milik manusia, tapi merupakan amanah Allah yang harus dijaga. Karena itu, manusia tidak memiliki hak untuk men-donorkannya kepada orang lain.2. Hukumnya boleh, hal ini berdasarkan :

a) Kaidah fiqhiyah bahwa: apabila bertemu dua hal yang mendatangkan mafsadah (kebinasaan), maka dipertahankan yang mendatangkan madharat yang paling besar dengan melakukan perbuatan yang paling ringan madharat-nya dari dua perkara tersebut.

b) Selama dalam pekerjaan transplantasi tersebut tidak ada unsur merusak tubuh mayat sebagai penghinaan kepadanya.D. Syarat Pelaksanaan TransplantasiMenyumbangkan organ tubuh diperbolehkan dalam Islam dengan memenuhi beberapa syarat.

a. Syarat bagi pendonor dan masih hidup :

1. Orang yang menyumbangkan organ tubuhnya adalah orang yang memiliki kepemilikan (hak) penuh atas dirinya, sehingga dia mampu untuk membuat keputusan sendiri.

2. Baligh (harus orang yang dewasa).

3. Harus dilakukan atas keinginannya sendiri tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun.

4. Organ yang disumbangkan tidak boleh organ vital yang mana kesehatan dan kelangsungan hidup tergantung dari itu.

5. Tidak diperbolehkan mencangkok organ kelamin.

b. Syarat bagi pendonor yang menyumbangkan organ tubuhnya jika sudah meninggal :1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si-penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah meninggal. Hal ini bisa melalui surat wasiat, atau dengan menandatangani kartu donor, dsb. Jika si-penyumbang belum memberikan persetujuan terlebih dahulu, maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga.2. Organ / jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ / jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan / mempertahankan kualitas hidup manusia.

3. Organ / jaringan yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah si-penyumbang telah meninggal dunia.

4. Organ tubuh yang akan di-transplantasi-kan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui, dan harus dengan izin hakim.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 629.

Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan ( Jakarta: Bumi Aksara, 2000), 6.

Ibid., 5.

M. Mutawalli Asy-Syarawi, Esensi Hidup dan Mati (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 25.

Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, 7.

M. Mutawalli Asy-Syarawi, Esensi Hidup dan Mati, 21.

Ibid., 14-15.

Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, 5.

Ibid., 6.

Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 404.

QA International, Visual Ilmu dan Pengetahuan Populer Untuk Pelajar dan Umum: Mengenal Tubuh Manusia (t.t: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2006), 6.

Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), 65-66.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 416.

Harun Nasution, Ceramah Tentang Kedudukan Akal Dalam Islam ( Jakarta: Yayasan Idayu, 1982), 7-8.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), 752.

Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, 92-93.

M. Mutawalli Asy-Syarawi, Esensi Hidup dan Mati, 21.

Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, 93-94.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 16.

Harun Nasution, Ceramah Tentang Kedudukan Akal Dalam Islam, 6.

Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, 6.

Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, 65.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 679.

Sukanto MM dan A.Dardiri Hasyim, Nafsiologi (Surabaya: Risalah Gusti, 1995), 39.

Ibid., 40.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), 301.

Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, 89.

Ibid., 88.

Ibid., 86.

Sukanto MM. dan A. Dardiri Hasyim, Nafsiologi, 43.

Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, 8.

Ibid., 12.

Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, 84.

Ibid., 73.

Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, 12.

al-Quran, 51: 56.

Mutawalli asy-Syarawi, Esensi Hidup dan Mati, 85.

Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, 13.

Ibid., 15-16.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Depdikbud RI, 1988), 9.

Martin Sardy, Agama Multidimensional (Bandung: Penerbit Alumni, 1983), 89-90.

Rois Mahfud, Al-Islam Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), 2.

Ibid., 4-5.

Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), 18.

Ibid., 18.

Rois Mahfud, Al-Islam, 2.

Martin Sardy, Agama Multidimensial, 81-82.

Ibid., 82.

Ibid., 83.

Ibid., 83-84.

Ibid., 84-85.

Ibid., 85.

Ibid., 86-87.

Ibid., 88-89.

Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, 19.

Ibid., 19.

Ibid., 19.

Ibid., 20.

Umar Hasyim, Memburu Kebahagiaan (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983), 218-219.

Ibid., 219.

Ibid., 219.

Ibid., 219.

Ibid., 220.

Ibid., 220.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), 863.

Ibid., 863.

H.M. Thohir HS, Kesehatan Dalam Pandangan Islam (Surabaya: PT. Bina Ilmu, t.th), 10.

H.R. Bukhari-Muslim.

H.M. Thohir HS, Kesehatan Dalam Pandangan Islam, 10-11.

Ibid., 11.

Al-Quran, 2: 10.

Al-Quran, 8: 49.

Al-Quran, 9: 125.

H.M. Thohir HS, Kesehatan Dalam Pandangan Islam, 13-14.

Ibid., 14.

Ibid., 16.

Ibid., 16.

Al-Quran, 2: 214.

Al-Quran, 21: 35.

H.M. Thohir HS, Kesehatan Dalam Pandangan Islam, 18.

Al-Quran, 2: 59.

Al-Quran, 8: 25.

Al-Quran, 18: 84.

H.M. Thohir HS, Kesehatan Dalam Pandangan Islam, 20-21.

Al-Quran, 42: 30.

al-Quran, 30: 41.

H.M. Thohir HS, Kesehatan Dalam Pandangan Islam, 21-22.

Al-Quran, 20: 69.

H.M. Thohir HS, Kesehatan Dalam Pandangan Islam, 22.

Al-Quran, 26: 80.

H.R. Tirmidzi.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), 334.

Save M.Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 1997), 319.

Iriany Aswita, Hukum Islam Tentang Pengunduran Haidh Untuk Ibadah (Bandung: PT. Al-Maarif, 1983), 21.

Ibid., 22.

Ibid., 23.

Ibid., 22.

Ibid., 23.

Ibid., 23.

Ibid., 9.

Ibid., 30.

Ibid., 31.

Ibid., 33.

Ibid., 49.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), 689.

Ibid., 689.

Pengurus Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal (Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006), 122.

Khalid al-Husainan, Menjawab 1001 Problema Wanita (Jakarta: Darul Haq, 2006), 49-50.

Ibid., 50.

Ibid., 50.

Ibid., 51.

Adnan Tharsyah, Sejuta Kiat Menjadi Wanita Memikat (Jakarta: Senayan Publising, 2008), 34.

al-Quran, 2: 233.

Dewan Ulama al-Azhar, Ajaran Islam Tentang Perawatan Anak (Bandung: al-Bayan, 1996), 42.

Muhammad bin Ahmad Ismail al-Muqaddim, Al-Mar`ah Baina Takrim al-Islam wa Ihanat al-Jahiliyyah (Iskandariyah: Dar al-Khulafa` al-Rashidin, 2009), 516.

al-Quran, 2: 233.

Dewan Ulama al-Azhar, Ajaran Islam Tentang Perawatan Anak (Bandung: al-Bayan, 1996), 42.

Ibn Kathir, Tafsir al-Quran al-Adhim, vol. 1 (Cairo: Dar al-Hadith, 2005), 621.

al-Quran, 2: 233.

Ibn Kathir, Tafsir al-Quran al-Adhim, vol. 1, 621.

Khalid al-Husainan, Menjawab 1001 Problema Wanita (Jakarta: Darul Haq, 2006), 235-236.

Ibid., 236.

Ibid., 236.

Ibid., 235.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), 508.

Save M.Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 1997), 505.

Ibid., 505.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 103.

Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-21 di Klaten, Bayi Tabung dan Pencangkokan Dalam Sorotan Hukum Islam (Yogyakarta: Penerbit Persatuan Yogyakarta, 1980), 59.

Ibid., 60.

Ibid., 73.

Ibid., 64.

Ibid., 64.

Ibid., 65.

Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1996), 21.

Keputusan Muktamar, Bayi Tabung , 72-73.

Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, 25-26.

Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji Depag RI, Himpunan Fatwa MUI (Jakarta: Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal, 2003), 191.

Majlis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Membina Keluarga Sejahtera (Yogyakarta: PT. Persatuan, 1972), 47.

Ibid., 45.

Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah , 55-56.

Ibid., 60.

Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji, Himpunan Fatwa MUI , 191.

Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, 57-58.

Majlis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Membina Keluarga Sejahtera, 45.

Ibid., 67-68.

Ibid., 68-69.

Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji, Himpunan Fatwa MUI , 191.

Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, 73.

Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji, Himpunan Fatwa MUI , 191.

Ibid., 191.

Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, 82.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), 1071.

Save M.Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 1997), 1150.

Al-Quran, 4: 29.

Al-Quran, 4: 29.

Al-Quran, 2: 195.

Al-Quran, 5: 2.

16