Afiksia Neonatorum

23
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Afiksia Neoratorum adalah suatu keadaan yang terjadi apabila saat bayi lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O 2 . Menurut nilai Apgar dikelompokan menjadi 3 yaitu Apgar 0-3 Asfixia berat, 4-6 Aspixia ringan sedang. B. Faktor Predisposisi Faktor ante partum - Umur > 35 tahun - Ibu dengan diabetes - Hipertensi dalam kehamilan - Anemia atau isoiminisasi - Infeksi pada ibu - Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) - Kehamilan ganda - Tidak ada PNC

description

tugas

Transcript of Afiksia Neonatorum

Page 1: Afiksia Neonatorum

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Afiksia Neoratorum adalah suatu keadaan yang terjadi apabila saat bayi

lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2. Menurut nilai

Apgar dikelompokan menjadi 3 yaitu Apgar 0-3 Asfixia berat, 4-6 Aspixia

ringan sedang.

B. Faktor Predisposisi

Faktor ante partum

- Umur > 35 tahun

- Ibu dengan diabetes

- Hipertensi dalam kehamilan

- Anemia atau isoiminisasi

- Infeksi pada ibu

- Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)

- Kehamilan ganda

- Tidak ada PNC

- Dll.

Faktor intra partum

- Seksio sesarea

- Sungsang atau kelainan letak

Page 2: Afiksia Neonatorum

- Persalinan kurang bulan

- Persalinan lama

- Cairan amnion bercampur mekonium

- Prolaps tali pusat

- Abrutio plasenta

- Plasenta previa

- dll

C. Klasifikasi

Tanpa asfiksia (nilai APGAR 8-10)

Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-7)

Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)

Tabel penilaian skor APGAR

TANDA Skor0 1 2

Denyut jantung Tidak ada < 100x/menit > 100x/menit Respirasi Tidak ada Lambat, tidak

teraturBaik, menangis

Tonus otot Lemah Sedikit fleksi Pergerakan aktifRefleks (respon terhadap keteter dalam hidung, stimulasi taktil)

Tidak ada respons Menyeringai Batuk, bersin, menangis

Warna Biru, pucat Tubuh merah muda, ekstremitas biru

Seluruh tubuh merah muda

Penilaian APGAR dilakukan pada 1 dan 5 menit setelah lahir dan diulang

setiap 5 menit smapai tanda vital stabil.

D. Etiologi

1. Faktor ibu

Page 3: Afiksia Neonatorum

- Hipoksia ibu

- Usia (20th/>35 tahun)

- Grandel Multipara

- Sosial ekonomi rendah

- Penyakit pembuluh darah

2. Faktor plasenta

- Plasenta tipis

- Plasenta kecil

- Plasenta tidak menempel

- Solutio plasenta

- Perdarahan plasenta

3. Faktor janin

- Prematur

- Intra Uteria Grande Retardate

- Gemeli

E. Komplikasi

1. Hipoksia, edema dan nekrosis serebral

Afiksia akan menyebabkan kurangnya oksigen (hipoksia) dan atau

Kurangnya perfusi (iskemia) terhadap beberapa organ tubuh. Hipoksia dan

iskemi akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen ke otak, sehingga

akan terjadi gangguan metabolisme oksidatif otak dan metabolisme

anaerob (glikolisis). Gangguan metabolisme tersebut akan meningkatkan

asam laktat dan penurunan pH serta tidak efisiensinya produksi ATP.

Page 4: Afiksia Neonatorum

Berkurangnya produksi ATP tersebut akan. menjadi pencetus rangkaian

mekanisme lain yang akan menyebabkan kematian sel.

2. Perdarahan peri-intraventrikuler

Asfiksia akan menyebabkan gangguan intravaskular, vaskular dan

ekstravaskular. Ketiga faktor tersebut berperan dalam timbulnya

perdarahan peri-intraventrikuler yaitu perdarahan pada lapisan matriks

germinal di zona subveritrikel. Sebagian besar kasus perdarahan

periventrikuler, darah akan menembus kedalam sistem ventrikel kemudian

melalui foramen Magendi dan Luscha terkumpul di sisterna basiler dan

tosa posterior. Setelah beberapa minggu perdarahan intraventrikular akan

menyebabkan araknoiditis di fosa posterior sehingga menyebabkan

obstruksi aliran likuor yang dapat berlanjut terjadinya hidrosefalus.

3. Gagal ginjal

Hipoksemia yang terjadi pada keadaan asfiksia akan menurunkan suplai

oksigen ke jaringan diantaranya ke ginjal. Nefron sangat sensitif terhadap

keadaan hipoksia sehingga terjadi gangguan aktivitas tubulus dan mungkin

juga terjadi peningkatan permeabilitas vaskular. Keadaan ini akan

memperlambat aliran darah sehingga terjadi penurunan aliran darah ke

ginjal. Keadaan hipoperiusi melalui gangguan vaskular akan

mengakibatkan menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) yang biasanya

ditandai dengan gejata oliguria dan bila proses ini berlanjut dapat berahir

dengan gagal ginjal akut (GGA). Hipoperiusi melalui gangguan tubular

dapat menyebabkan iskemia yang selanjutnya menimbulkan nekrosis sel

Page 5: Afiksia Neonatorum

epitel tubulus ginjal. Kedua gangguan vaskular dan tubular tersebut secara

bersama-sama akan berahir dengan GGA.

4. Gagal jantung

Jantung merupakan organ aerob, yang berarti seluruh metabolismenya

tergantung pada oksigen. Penyediaan oksigen pada miokardium tergantung

kepada kapasitas angkut oksigen darah dan kecepatan aliran darah koroner.

Kapasitas angkut oksigen darah ditentukan oleh kadar hemoglobin dan

kadar oksigen sistemik. Menurunnya pasokan oksigen ke jaringan akan

menyebabkan gangguan metabolisme sel dan bahkan kematian sel

miokardium terutama di daerah subendokardial dan otot papilaris kedua

bilik jantung yang mengakibatkan pengaruh terhadap fungsi miokardium.

Gangguan fungsi miokardium tsb akan menyebabkan gagal jantung pada

periode post natal yang ditandai dengan adanya takikardia, takipnea, bunyi

galop, kardiomegali.

F. Terapi

Resusitasi yang efektif akan dapat merangsang pernafasan awal dan

mencegah asfiksia progresif. Tujuan tindakan resusitasi adalah memberikan

ventilas; yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup

untuk menyalurkan oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya. Skor

APGAR tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai resusitasi.

Intervensi tidak menunggu hasil penilaian APGAR satu menit. Walaupun

demikian. Skor APGAR dapat membantu dalam upaya penilaian keadaan bayi

lebih lanjut, rangkaian upaya resusitasi dan efektifitas upaya resusitasi. Skor

Page 6: Afiksia Neonatorum

APGAR dinilai pada umur 1 dan 5 menit. Jika Skor APGAR kurang dari 7,

penilaian skor tambahan masih diperlukan tiap 5 menit sampai 20 menit atau

sampai dua kali penilaian menunjukkan skor 8 atau lebih.

Langkah-langkah dasar resusitasi pada bayi baru lahir

1. Menjaga suhu tubuh

Mencegah kehilangan panas penting pada bayi baru lahir karena cold stress

dapat meningkatkan kebutuhan oksigen dan menggangu resusitasi yang

efektif. Oleh karena itu sedapat mungkin bayi lahir ditempat yang hangat.

Tempatkan bayi dibawah radiant warmer dan secepat mungkin kulit

dikeringkan, lepaskan dengan cepal kain yang basah dan bungkus bayi

dalam selimut yang hangat untuk mengurangi kehilangan panas. Cara yang

lain untuk mengurangi kehilangan panas adalah dengan meletakan bayi

yang kering di kulit dada/perut ibu dengan menggunakan sumber panas

dari tubuh ibu.

2. Pembebasan jalan napas

Jalan napas bayi dibebaskan dengan menjaga posisi bayi dan

mengeluarkan lendir bila perlu.

a. Posisi

Posisi bayi baru lahir adalah telentang atau miring pada salah satu sisi

dan kepala pada posisi netral atau posisi ekstensi ringan. Bila

didapatkan upaya napas tapi tidak menghasilkan ventilasi tidal yang

efektif. Mungkin hal ini diebabkan oleh adanya sumbatan, maka

sesegera mungkin mengkoreksi posisi yang terlalu ekstensi atau fleksi

dan mengeluarkan lendir. Selimut atau handuk kecil yang diletakkan

Page 7: Afiksia Neonatorum

dibawah pundak dapat menolong menjaga posisi kepala agar tetap

stabil.

b. Pengisapan lendir

Bila waktu memungkinkan, pembantu penolong persalinan melakukan

pengisapan lendir dari mulut dan hidung dengan menggunakan

pengisap karet sesudah bahu lahir dan sebelum lahir dada. Bayi baru

lahir yang sehat pada umumnya tidak membutuhkan pengisapan lendir

setelah lahir. Lendir dapat dibersihkan dengan mengusap mulut dan

hidung dengan menggunakan kasa atau kain. Pengisapan pada daerah

faring yang agresif akan menyebabkan spasme laring dan bradikardi

vagal dan memperlambat pernapasan spontan. Bila tidak didapatkan

mekonium atau darah. pemakaian pengisap lcndir mekanik dibatasi

baik untuk kedalaman kateter maupun waktu. Pemakaian tekanan

negatif lidak melebihi 100 mmHg. Bila lendir banyak, kepala bayi

dimiringkan ke samping dan lendir diisap dari jalan napas.

c. Pembebasan jalan napas dari mekonium

Hampir 12% persalinan didapatkan komplikasi adanya mekonium

pada cairan amnion. Bila cairan amnion tercemar mekonium, lakukan

sesegera mungkin pengisapan lendir dari mulut. faring, dan hidung

saat kepala lahir (pengisapan lendir intrapartum) tanpa memperhatikan

mekonium tebal atau tipis. Pengisapan lendir dari hidung. mulut dan

faring posterior sebelum badan lahir menurunkan risiko sindroma

aspirasi mekoneal.

Page 8: Afiksia Neonatorum

Namun demikian 20-30 % bayi yang tercemar mekonium didapatkan

mekonium pada trakeanya walaupun sudah dilakukan pengisapan

lendir dan tidak ada pernapasan spontan. Ini mungkin disebabkan

sudah terjadi aspirasi dalam uterus, dan memerlukan pengisapan trakea

sesudah persalinan pada bayi yang depresi.

Bila cairan amnion tercemar mekonium dan bayi tidak ada pernapasan

spontan atau depresi pernapasan, tonus otot berkurang, dan denyut

jantung anak kurang dari 100 kali permenit, dilakukan sesegera

mungkin laringoskopi setelah lahir untuk pengisapan sisa mekonium

dari hipofaring (dengan penglihatan langsung) kemudian dilakukan

intubasi dan pengisapan trakea. Beberapa bukti menunjukan bahwa

pengisapan trakea bayi yang aktif yang tercemar mekonium tidak

memperbaiki outcome dan menyebabkan komplikasi. Untuk menjaga

kehangatan bayi diletakan pada "radiant warmer", akan tetapi pada

umumnya pengeringan dan pengisapan lendir dilakukan lebih lambat.

Bila denyut jantung bayi dan pernapasan mengalami depresi sangat

berat, lebih baik dilakukan ventilasi tekanan positit meskipun masih

didapatkan mekonium pada saluran napas.

Bayi yang tercemar mekonium dan kemudian mengalami apne atau

distress pernapasan harus dilakukan pengisapan trakea dahulu sebelum

diberikan ventilasi tekanan positif, meskipun pada awalnya bayi aktif.

3. Rangsang Taktil

Pengeringan dan pengisapan lendir merupakan stimulasi yang cukup untuk

memulai pernapasan yang efektit pada bayi baru tahir. Apabila tidak terjadi

Page 9: Afiksia Neonatorum

pernapasan spontan atau pernapasan yang efektif sesudah dilakukar

pengeringan atau pengusapan punggung, jentikan pada telapak kaki

mungkin bisa merangsang pernapasan spontan. Stimulasi sebaiknya tidak

dilakukan dengan cara yang kuat. Rangsang taktil dapat menimbulkan

napas spontan bila apne primer. Bila upaya tersebut tidak menghasilkan

ventilasi yang etekit, segera dihentikan tindakan tersebut karena bayi

mengalami apne sekunder dan diperlukan tindakan ventilasi tekanan

positif.

4. Pemberian Oksigen

Hipoksia hampir selalu didapatkan pada bayi baru lahir yang

membutuhkan resusitasi. Pemberian oksigen 100 % diberikan pada

keadaan seperti : sianosis, bradikardi, dan tanda distress pernapasan yang

lain pada bayi yang bernapas selama masa stabilisasi. Pemberian oksigen

dapat menggunakan sungkup muka, sungkup oksigen dsb. Oksigen yang

diberikan minimal 5 L/menit.

Tujuan pemberian oksigen yaitu untuk mencapai keadaan normoksia yang

dapat dilihat dari warna ”pink” pada membran mukosa. Bila timbul

kembali sianosis maka perlu dilakukan perawatan paska resusitasi yaitu

monitoring kosentrasi dan saturasi oksigen.

5. Ventilasi

Pada sebagian besar bayi baru lahir yang memerlukan ventilasi tekanan

positif, menggunaan kantung dan sungkup dapat memberikan ventitasi

yang adekuat. Indikasi pemberian ventilasi tekanan positif antara lain

apnea atau gasping, denyut jantung kurang dari 100 kali permenit dan ada

Page 10: Afiksia Neonatorum

sianosis sentral menetap wlaupun sudah diberikan oksigen 100%.

Pemberian ventilasi berkisar antara 40 - 60 kali pernapasan permenit (30

kali pernapasan bila disertai dengan pemijatan dada). Tanda bahwa

ventitasi yang diberikan adekuat adalah kedua paru-paru mengembang

yang dapat diketahui dari adanya gerakan dinding dada dan suara napas,

perbaikan denyut jantung dan warna. Bila ventilasi tidak dekuat, periksa

adanya kebocoran antara sungkup dengan muka, bebaskan jalan napas dari

sumbatan, (perbaiki letak kepala, bersihkan lendir, buka mulut bayi, dan

yang terakhir tingkatkan tekanan inflasi. Pemberian ventilasi dengan

sungkup dan kantung yang lama akan menyebabkan inflasi lambung, untuk

itu harus dilakukan pemasangan orogastric tube. Bila setelah cara tersebut

tidak dapatkan ventilasi yang adekuat maka harus dilanjutkan dengan

intubasi endotrakeal.

Setelah 30 detik ventilasi adekuat dengan oksigen 100%. diperiksa adanya

pernapasan spontan dan denyut jantung. Bila ada pernapasan spontan dan

denyut jantung lebih 100 kali permenit, ventilasi tekanan positif diturunkan

secara bertahap dan kemudian dihentikan. Rangsang taktil dapat menolong

menjaga dan memperbaiki pernapasan spontan. Bila napas spontan tidak

adekuat dan denyut jantung dibawah 100 kali permenit pemberian ventilasi

dilajutkan dengan menggunakan kantung dan sungkup atau tracheal tube.

Bila denyut jantung kurang dari 60 kali permenit, ventilasi dilanjutkan, dan

mulai dilakukan pemijatan dada, dan pertimbangkan untuk intubasi ETT.

G. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium :

Page 11: Afiksia Neonatorum

Analisis gas darah : Asidosis metabolik/respiratorik, Po2 menurun

Elektrolit : Hipokalsemia (, 7 mg/dl)

Glukosa (dekstrostiks) : Hipoglikemia (kurang bulan ; 20 mg/dl, cukup

bulan, 30 mg/dl)

Radiologi :

Foto toraks

Jika klinis dengan perfusi yang rendah dan iskemia, gambaran foto

tampak ; pembesaran jantung, bendungan vena paru, edema paru.

Jika klinis dengan regurgitasi katup trikuspidalis dan iskemia, gambarab

foto torak menunjukkan adanya pembesaran jantung, berkurangnya

vaskularisasi paru.

USG kepala : ischemik injury yang hanya terlihat pada minggu pertama.

CT Scan kepala : pada minggu pertama tampak cortical neuronal injury,

edema, kelainan tersebut masih dapat dinilai sampai beberapa minggu

kemudian.

H. Proses Keperawatan

1. Pengkajian

- Apgar score < = 6

- B2A < 100x/menit atau lebih dari 180x/menit

- Cyanosis

- Pernafasan cuping hidung

- Refleks hisap negatif

- Tonus otot tidak ada

- Refleks xx bayi tidak ada

Page 12: Afiksia Neonatorum

- Menangis merintih

- Pernafasan tidak ada

- Tarikan dinding dada atau retraksi

2. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah1 2 3 41 Do :

- Apgar score < = 6

- B2A <100x/menit atau lebih dari 180x/menit

- Cyanosis- Pernafasan

cuping hidung- Refleks hisap

negatif- Tonus otot

tidak ada

- Refleks xx bayi tidak ada

- Menangis merintih

- Pernafasan tidak ada

- Tarikan dinding dada atau retraksi

Fungsi placenta menurun↓

Trasfor O2 ke fetus menurun↓

Hipoxia Cerebral↓

Kontrol spinteratel menurun↓

Meconium keluar bercampur dengan cairan amnion

↓O2 ke fetus menurun

↓Fetus menerik nafas

Fetus mengalami aspitasi↓

Terganggunya pertukaran gas di alvedus

Gangguan pertukaran gas

2 Do :- Suhu < 365 0C

Suhu badan bayi dalam tubuh bayi stabil 36-370C

↓Sesudah bayi lahir bayi berada

pada suhu nargur↓

Perbaikan suhu bayi drastis↓

Bayi mengalami proses adaptasi↓

Hypotermi

Perubahan suhu tubuh kurang dari normal

Page 13: Afiksia Neonatorum

3 Do :- Luka tali pusat- Aspirasi

meconium positif

Infeksi

Potensial infeksi

4 Do :- Reflek hisap

negatif

Refleks hisap tidak ada↓

Bayi tidak bisa menete↓

Intake bayi berkurang↓

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi

↓Berat badan turun

Potensial gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

http://sely-biru.blogspot.com/2010/02/askep-asfiksia-

pada-bayi-baru-lahir.html

Pemotongan pusar

↓Adanya luka

terbuka↓

Bayi BAB/BAK

Mengenal tali pusat

↓Tali pusat

basah↓

Media baik untuk kuman

Fungsi placenta menurun

↓Trasfor O2 ke fetus menurun

↓Meconium

campur dengan cairan amonia

↓O2 Re Fortus

menurun↓

Bayi menarik nafas meconium

fermitus

Page 14: Afiksia Neonatorum

3. Perencanaan

No Diagnosa Keperawatan Rencana Asuhan Keperawatan (Tujuan, Kriteria dan Rencana Tindakan)

1 2 31 Gangguan pertukaran gas

di alveolus sehubungan dengan penurunan trasfor O2 ke fetus

Tujuan :Gangguan pertukaran gas tidak terjadi dengan kriteria setelah tiga hari sesak negatif respirasi normal 40-60x/menit, cyorosis negatif, PCH negatif, eronting Negatif.

Rencana Tindakan :- Kaji tingkat asfixia menurut apgar- Atur posisi kepala extensi dengan

kepal miring kanan/kiri- Lakukan hisap lendir dari kanan/kiri- Lakukan hisap lendir dari mulut dan

hidung- Berikan O2 1-3 liter/menit- Berikan rangsangan transfusi- Observasi tanda-tanda vital- Lakukan RJP jika nadi dan atau

nafas tidak ada- Berikan bantuan nafas dengan

Ambulag- Kolaborasi dengan dokter dalam

pemasangan ETT dan pemberian antibiotik bila dalam 5 menit tidak ada perbaikan berikan therapi Umgilical (meyior : 0,0% 1:1, 1-2 cc/kg BB)

- Pasang blade- Kolaborasi dengan radiologi untuk

thorax foto

2 Perubahan suhu tubuh s/d proses adaptasi bayi baru lahir.

TujuanHipothermi tidak terjadi dengan kriteria setelah 30 menit suhu stabil 365-370C

Rencana tindakan :- Observasi suhu bayi- Pakaikan pakaian dan selimut bayi- Tunda perasat memandikan s/d 80gr- Hangatkan bayi dibawah lampu

40/60 watt dengan jarak + 50 cm/dalam incobator

Page 15: Afiksia Neonatorum

3 Potensial infeksi sehubungan dengan adanya luka tali pusar/terminumnya meconium oleh bayi

TujuanInfeksi tidak terjadi dengan kriteria setelah 3 hari tali pusat kering tanda-tanda infeksi negatif

Rencana tindakan :- Observasi tanda-tanda infeksi- Lakukan perawatan tali pusat

dengan memperhatikan teknik septic dan antiseptik

- Penuhi kebutuhan personal hygiene- Ajarkan pada keluarga tentang

teknik merawat tali pusar- Kolaborasi medis dalam pemberian

vitamin K- Kolaborasi dengan laboratorium

dalam pemeriksaan leukosit

4 Potensial gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek hisap tidak ada

TujuanKebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria setelah 3 hari berat badan stabil atau penurunan berat badan < 10% berat badan lahir, dehidrasi negatif.

Rencana tindakan :- Observasi tanda-tanda vital- Timbang berat badan setiap hari- Lakukan kontak dini- Kolaborasi dalam pemasangan NGT

dan infus- Cek retensi lambung- Ukur intake dan output

http://translate.google.co.id/translate?

hl=id&langpair=en|id&u=http://

pregnancy.about.com/od/laborcomplications/a/

meconium.htm