Askep Afiksia Fix
-
Upload
melysa-fauziyyah -
Category
Documents
-
view
46 -
download
0
description
Transcript of Askep Afiksia Fix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Laporan dari organisasi kesehatan dunia yaitu World Health
Organization (WHO) bahwa setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta
bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di
Indonesia dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa bayi
baru lahir (usia dibawah 1 bulan) dan setiap 6 menit terdapat 1 bayi baru lahir
yang meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah bayi berat
lahir rendah (29%), asfiksia (27%) dan lain-lain 44% (JNPK-KR, 2008).
Angka kematian bayi dan balita untuk periode lima tahun (2008 – 2012)
bahwa semua Angka kematian bayi dan balita hasil Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 lebih rendah dari pada hasil SDKI 2007.
Angka kematian bayi hasil SDKI 2012 adalah 32 kematian per 1000 kelahiran
hidup dan kematian balita adalah 40 kematian per 1000 kelahiran hidup dan
mayoritas kematian bayi terjadi pada neonatus. Pada tahun 2012 Angka kematian
bayi tertinggi di Indonesia diduduki oleh Gorontalo dan Papua Barat dengan
jumlah kematian 67 jiwa dan 74 jiwa dari 1.283 jiwa (SDKI, 2012).
Asfiksia pada pada bayi baru lahir menjadi penyebab kematian 19% dari 5 juta
kematian bayi baru lahir setiap tahun. Di Indonesia, angka kejadian asfiksia di
rumah sakit pusat rujukan propinsi di Indonesia sebesar 41,94%.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar neonatus yang
dirawat adalah penderita gangguan pernafasan yang berpotensi mengalami
kegawatan pernafasan yang bisa menimbulkan kecacatan atau bahkan kematian.
1
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan asfiksia pada bayi baru lahir?
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan asfiksia pada bayi baru
lahir.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai
dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2005).
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan
dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2
yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba,
1998)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer,
2000)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis,
bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak
atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.
(Saiffudin, 2001)
Jadi, Asfiksia neonatorum adalah keadan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernapas secara spontan dengan ditandai adanya hipoksemia (penurunan
PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).
B. Etiologi
Keadaan asfiksia terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi
seperti pengembangan paru-paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini
dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir.
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
1) Penyakit infeksi akut
3
2) Penyakit infeksi kronik
3) Keracunan oleh obat-obat bius
4) Uraemia dan toksemia gravidarum
5) Anemia berat
6) Cacat bawaan
7) Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
1. Kekurangan O2.
1) Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
2) Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus
mengganggu sirkulasi darah ke uri.
3) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
4) Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul.
5) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
6) Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
7) Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
1. Paralisis pusat pernafasan
1) Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
2) Trauma dari dalam : akibat obat bius.
Sedangkan menurut Betz et al. (2001), asfiksia dapat dipengaruhi beberapa
faktor yaitu :
a. Faktor ibu
1) Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik
atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin
dengan segala akibatnya.
2) Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini
4
sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak
pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi.
b. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas
antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada
keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara
jalan lahir dan janin.
d. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu,
trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial,
kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau
stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru.
C. Manifestasi klinik
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari
100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
5
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala
neurologik, kejang, nistagmus dan menangis kurang baik/tidak baik.
D. Patofisiologi
Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara, proses ini dianggap perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat
pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudian berlanjut dengan
pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena
reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan mengakibatkan
gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida sehingga menimbulkan
berkurangnya oksigen dan meningkatnya karbondioksida, diikuti dengan asidosis
respiratorik. Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel akan berlangsung
dalam suasana anaerobik yang berupa glikolisis glikogen sehingga sumber utama
glikogen terutama pada jantung dan hati akan berkurang dan asam organik yang
terjadi akan menyebabkan asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan
terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan di
antaranya :
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi
jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunnya sel jaringan
termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap
tingginya resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru
dan sistem sirkulasi tubuh lain mengalami gangguan.
Sehubungan dengan proses faali tersebut maka fase awal asfiksia ditandai
dengan apneu primer kira-kira satu menit dimana pada saat ini denyut jantung
dan tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan mulai bernafas (gasping) 8-10
kali/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah sehingga
6
akhirnya timbul apneu sekunder. Pada keadaan normal fase-fase ini tidak jelas
terlihat karena setelah pembersihan jalan napas bayi maka bayi akan segera
bernapas dan menangis kuat.
Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam metabolisme anaerob
menyebabkan dalam waktu singkat tubuh bayi akan menderita hipoglikemia. Pada
asfiksia berat menyebabkan kerusakan membran sel terutama sel susunan saraf
pusat sehingga mengakibatkan gangguan elektrolit, berakibat menjadi
hiperkalemia dan pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia
berlangsung selama 8-15 menit.
Manifestasi dari kerusakan sel otak dapat berupa HIE yang terjadi setelah
24 jam pertama dengan didapatkan adanya gejala seperti kejang subtel, multifokal
atau fokal klonik. Manifestasi ini dapat muncul sampai hari ke tujuh dan untuk
penegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi
kepala dan rekaman elektroensefalografi.
Menurun atau terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia
mengakibatkatkan iskemia. Iskemia akan memberikan akibat yang lebih hebat
dari hipoksia karena menyebabkan perfusi jaringan kurang baik sehingga glukosa
sebagai sumber energi tidak dapat mencapai jaringan dan hasil metabolisme
anaerob tidak dapat dikeluarkan dari jaringan.
Iskemia dapat mengakibatkan sumbatan pada pembuluh darah kecil
setelah mengalami asfiksia selama lima menit atau lebih sehingga darah tidak
dapat mengalir meskipun tekanan perfusi darah sudah kembali normal. Peristiwa
ini mungkin mempunyai peranan penting dalam menentukan kerusakan yang
menetap pada proses asfiksia.
7
Pathway
8
Asfiksia
Asfiksia dalam
kelahiran
Paralisis pusat
pernafasan
Asfiksia dalam
persalinan
Nafas cepat
Paru-paru terisi cairanJanin kekurangan O2 dan kadar CO2
meningkat
Pola nafas tidak efektifDJJ & TD
menurun
Apneu
Janin tidak bereaksi terhadap
rangsangan
Suplai O2 ke paru
menurun
Kematian bayi
Proses keluarga terhenti
Suplai O2
dalam darah
menurun
Resiko ketidakseimbangan
suhu tubuh
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Kerusakan pertukaran gas
Gangguan perfusi ventilasi
Asidosis respiratorik
Kerusakan otak gangguan
metabolisme & perubahan asam
basa
E. Penatalaksanaan Medis
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru
lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir
mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
1) Meletakan bayi dalam posisi yang benar
2) Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
3) Bila perlu masukan endotrakeal untuk memastikan pernapasan terbuka.
2. Memulai pernapasan :
1) Lakukan rangsangan taktil. Beri rangsangan taktil dengan menyentil
atau menepuk telapak kaki. Lakukan penggosokan punggung bayi
secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi.
2) Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif.
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau
bila perlu menggunakan obat-obatan.
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama
memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan
dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu
9
diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfiksia berat hampir selalu
disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonat natrium 2-4 mEq/kgBB,
diberikan pula glukosa 15-20% dengan dosis 2-4 ml/kgBB. Kedua
obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui vena
umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru
sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai
timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali
inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung,
maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi
80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam
perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3
kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi
harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau
gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan
nafas.
b. Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapasan dapat dicoba, bila dalam
waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif
harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intra
nasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorso
fleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup
nares dan mulut disertai gerakan dagu ke atas dan ke bawah dengan
frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks
dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan
spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan
jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru
dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan,
ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut
ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari
mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2,
10
Ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali per menit dan
perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan
dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan beberapa saat
terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot,
intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus
dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir
tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah
dilakukan dengan adekuat.
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR
1. PENGKAJIAN
a. Sirkulasi
1) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg
(diastolik).
2) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/IV.
3) Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
4) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
c. Makanan/ cairan
1) Berat badan : 2500-4000 gram
2) Panjang badan : 44-45 cm
3) Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
d. Neurosensori
1) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
2) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
3) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang).
e. Pernafasan
1) Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
2) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
12
3) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
f. Keamanan
1) Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).
2) Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala
mungkin ada (penempatan elektroda internal)
13
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Data Problem Etiologi Diagnosa
1. Obyektif (O) :
a. RR cepat > 24 kali per
menit
Kerusakan
pertukaran gas.
Ketidakseimbangan
perfusi ventilasi
Kerusakan pertukaran gas b.d ketidak
seimbangan perfusi ventilasi
2. Obyektif (O) :
a. Ekspansi dada tidak
sama kanan kiri
b. RR cepat > 24 kali per
menit
c. Terdengar suara nafas
tambahan
Pola nafas tidak
efektif.
Hipoventilasi
/hiperventilasi
Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/
hiperventilasi
3. Obyektif (O) :
a. Terdengar suara nafas
tambahan
b. Terdengar ronkhi
basah ketika
Bersihan jalan
nafas tidak efektif.
Produksi mucus
yang banyak.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d
produksi mukus banyak
14
auskultasi
c. RR > 24 kali per
menit
4. Obyektif (O) :
a. Suhu anak < 365 0 C
b. Anak tampak rewel
Risiko
ketidakseimbangan
suhu tubuh.
Kurangnya suplai
O2 dalam darah.
Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d
kurangnya suplai O2 dalam darah.
5. Obyektif (O) :
a. Terjadinya respon
kehilangan dan duka.
Proses keluarga
terhenti.
Pergantian dalam
status kesehatan
anggota keluarga.
Proses keluarga terhenti b.d pergantian
dalam status kesehatan anggota keluarga.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
15
No. Diagnosa Keperawatan dan
Tujuan
Intervensi Rasional
1. Kerusakan pertukaran gas b.d
ketidakseimbangan perfusi ventilasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x 24 jam
diharapkan pertukaran gas teratasi
Kriteria hasil :
a. Tidak sesak nafas
b. Fungsi paru dalam batas normal
1. Kaji bunyi paru,
frekuensi nafas,
kedalaman nafas dan
produksi sputum
2. Pantau saturasi O2
dengan oksimetri
3. Kolaborasi pemberian
oksigen tambahan yang
1. Penurunan bunyi nafas dapat
menunjukkan atelektasis. Ronki, mengi
menunjukkan akumulasi
secret/ketidakmampuan untuk
membersihkan jalan nafas yang dapat
menimbulkan peningkatan kerja
pernafasan.
2. Penurunan kandungan oksigen (PaO2)
dan/atau saturasi atau peningkatan
PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi/perubahan program terapi.
3. Alat dalam memperbaiki hipoksemia
yang dapat terjadi sekunder terhadap
16
sesuai. penurunan ventilasi/menurunnya
permukaan alveolar paru.
2. Pola nafas tidak efektif b.d
hipoventilasi/ hiperventilasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan pola nafas menjadi
efektif.
Kriteria hasil :
a. Pasien menunjukkan pola nafas
yang efektif
b. Ekspansi dada simetris
c. Tidak ada bunyi nafas tambahan
d. Kecepatan dan irama respirasi
dalam batas normal
1. Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan
melakukan pengisapan
lender.
2. Auskultasi jalan nafas
untuk mengetahui
adanya penurunan
ventilasi
3. Kolaborasi pemberian
oksigenasi sesuai
kebutuhan
1. Untuk menghilangkan mucus yang
terakumulasi dari nasofaring, tracea.
2. Bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan
nafas obstruksi sekunder. Ronki dan
mengi menyertai obstruksi jalan
nafas/kegagalan pernafasan.
3. Memaksimalkan bernafas dan
menurunkan kerja nafas.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d
produksi mukus banyak
1. Tentukan kebutuhan
oral/suction tracheal.
1. Untuk memungkinkan reoksigenasi.
17
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, bersihan jalan nafas
kembali efektif.
Dengan kriteria hasil :
d. Tidak menunjukkan demam
e. Tidak menunjukkan cemas
f. Rata-rata repirasi dalam batas
normal
g. Pengeluaran sputum melalui jalan
nafas
h. Tidak ada suara nafas tambahan
i. Mudah dalam bernafas.
j. Tidak menunjukkan kegelisahan.
k. Tidak adanya sianosis.
l. PaCO2 dalam batas normal.
m. PaO2 dalam batas normal.
n. Keseimbangan perfusi ventilasi
2. Auskultasi suara nafas
sebelum dan sesudah
suction.
3. Beritahu keluarga
tentang suction.
4. Bersihkan daerah
bagian tracheal setelah
suction selesai
dilakukan.
5. Monitor status oksigen
pasien, status
hemodinamik segera
sebelum, selama dan
sesudah suction
2. Pernapasan bising, ronki dan mengi
menunjukkan tertahannya secret.
3. Membantu memberikan informasi yang
benar pada keluarga.
4. Mencegah obstruksi/aspirasi.
5. Membantu untuk mengidentifikasi
perbedaan status oksigen sebelum dan
sesudah suction.
18
4. Risiko ketidakseimbangan suhu
tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam
darah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan suhu tubuh normal.
Kriteria hasil :
a. Temperatur badan dalam batas
normal
b. Tidak terjadi distress pernafasan
c. Tidak gelisah
d. Perubahan warna kulit
e. Bilirubin dalam batas normal
1. Hindarkan pasien dari
kedinginan dan
tempatkan pada
lingkungan yang hangat.
2. Monitor temperatur dan
warna kulit.
3. Monitor TTV.
4. Jaga temperatur suhu
tubuh bayi agar tetap
hangat.
5. Tempatkan BBL pada
inkubator bila perlu.
1. Menghindari terjadinya hipertermia.
2. Mengetahui terjadinya hipotermi.
3. Perubahan tanda-tanda vital yang
signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
4. Menghindari terjadinya hipitermia.
5. Mambantu BBL tetap berada pada
19
keadaan yang sesuai dengan
keadaannya.
5. Proses keluarga terhenti b.d
pergantian dalam status kesehatan
anggota keluarga
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x 24 jam,
diharapkan koping keluarga adekuat.
Kriteria Hasil :
a. Percaya dapat mengatasi masalah.
b. Kestabilan prioritas.
c. Mempunyai rencana darurat.
d. Mengatur ulang cara perawatan.
e. Status kekebalan anggota
keluarga.
f. Anak mendapatkan perawatan
tindakan pencegahan.
1. Buat hubungan dan akui
kesulitan situasi pada
keluarga.
2. Tentukan pengetahuan
akan situasi sekarang.
3. Ikut sertakan orang
terdekat dalam
pemberian informasi,
pemecahan masalah dan
perawatan pasien sesuai
kemungkinan.
1. Mambantu orang terdekat untuk
menerima apa yang terjadi dan
berkeinginan untuk membagi masalah
dengan staf.
2. Sediakan informasi untuk memulai
perencanaan perawatan dan membuat
keputusan. Kurangnya informasi dapat
mengganggu respons
pemberi/penerima asuhan terhadap
situasi penyakit.
3. Informasi dapat mengurangi perasaan
tanpa harapan dan tidak berguna.
Keikutsertaan dalam perawatan akan
meningkatkan perasaan kontrol dan
harga diri.
20
g. Akses perawatan kesehatan.
h. Kesehatan fisik anggota keluarga
21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif
karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga
terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat
janin di uterus hipoksia.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama
kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi
fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan
dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan
lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode
appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan
usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan
berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang
kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan
keseimbangan asam dan basa pada neonatus.Pada tingkat awal menimbulkan
asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang
berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung
berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan
gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yamh tidak
adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di
otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa
pada kehidupan bayi selanjutnya.
B. Saran
Bagi tenaga kesehatan supaya lebih memahami tanda dan gejala
bronchiolitis sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memberikan pelayanan
kesehatan.
22
DAFTAR PUSTAKA
23