Askep Afiksia Fix

33
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Menurut Laporan dari organisasi kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) bahwa setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa bayi baru lahir (usia dibawah 1 bulan) dan setiap 6 menit terdapat 1 bayi baru lahir yang meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%) dan lain-lain 44% (JNPK-KR, 2008). Angka kematian bayi dan balita untuk periode lima tahun (2008 – 2012) bahwa semua Angka kematian bayi dan balita hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 lebih rendah dari pada hasil SDKI 2007. Angka kematian bayi hasil SDKI 2012 adalah 32 kematian per 1000 kelahiran hidup dan kematian balita adalah 40 kematian per 1000 kelahiran hidup dan mayoritas kematian bayi terjadi pada neonatus. Pada tahun 2012 Angka kematian bayi tertinggi di Indonesia diduduki oleh Gorontalo dan Papua Barat dengan jumlah 1

description

Asuhan Keperawatan Anak dengan Asfiksia

Transcript of Askep Afiksia Fix

Page 1: Askep Afiksia Fix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Laporan dari organisasi kesehatan dunia yaitu World Health

Organization (WHO) bahwa setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta

bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di

Indonesia dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa bayi

baru lahir (usia dibawah 1 bulan) dan setiap 6 menit terdapat 1 bayi baru lahir

yang meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah bayi berat

lahir rendah (29%), asfiksia (27%) dan lain-lain 44% (JNPK-KR, 2008).

Angka kematian bayi dan balita untuk periode lima tahun (2008 – 2012)

bahwa semua Angka kematian bayi dan balita hasil Survey Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 lebih rendah dari pada hasil SDKI 2007.

Angka kematian bayi hasil SDKI 2012 adalah 32 kematian per 1000 kelahiran

hidup dan kematian balita adalah 40 kematian per 1000 kelahiran hidup dan

mayoritas kematian bayi terjadi pada neonatus. Pada tahun 2012 Angka kematian

bayi tertinggi di Indonesia diduduki oleh Gorontalo dan Papua Barat dengan

jumlah kematian 67 jiwa dan 74 jiwa dari 1.283 jiwa (SDKI, 2012).

Asfiksia pada pada bayi baru lahir menjadi penyebab kematian 19% dari 5 juta

kematian bayi baru lahir setiap tahun. Di Indonesia, angka kejadian asfiksia di

rumah sakit pusat rujukan propinsi di Indonesia sebesar 41,94%.

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar neonatus yang

dirawat adalah penderita gangguan pernafasan yang berpotensi mengalami

kegawatan pernafasan yang bisa menimbulkan kecacatan atau bahkan kematian.

1

Page 2: Askep Afiksia Fix

B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan asfiksia pada bayi baru lahir?

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan asfiksia pada bayi baru

lahir.

2

Page 3: Askep Afiksia Fix

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas

secara spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai

dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2005).

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan

dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2

yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba,

1998)

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat

bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer,

2000)

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis,

bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak

atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.

(Saiffudin, 2001)

Jadi, Asfiksia neonatorum adalah keadan bayi baru lahir yang tidak dapat

bernapas secara spontan dengan ditandai adanya hipoksemia (penurunan

PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).

B. Etiologi

Keadaan asfiksia terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi

seperti pengembangan paru-paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini

dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir.

Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :

1. Asfiksia dalam kehamilan

1) Penyakit infeksi akut

3

Page 4: Askep Afiksia Fix

2) Penyakit infeksi kronik

3) Keracunan oleh obat-obat bius

4) Uraemia dan toksemia gravidarum

5) Anemia berat

6) Cacat bawaan

7) Trauma

2. Asfiksia dalam persalinan

1. Kekurangan O2.

1) Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)

2) Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus

mengganggu sirkulasi darah ke uri.

3) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.

4) Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul.

5) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.

6) Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.

7) Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.

1. Paralisis pusat pernafasan

1) Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps

2) Trauma dari dalam : akibat obat bius.

Sedangkan menurut Betz et al. (2001), asfiksia dapat dipengaruhi beberapa

faktor yaitu :

a. Faktor ibu

1) Hipoksia ibu

Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik

atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin

dengan segala akibatnya.

2) Gangguan aliran darah uterus

Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan

berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini

4

Page 5: Askep Afiksia Fix

sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak

pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi.

b. Faktor plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan

kondisi plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan

mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.

c. Faktor fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran

darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas

antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada

keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara

jalan lahir dan janin.

d. Faktor neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena

beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu,

trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial,

kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau

stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru.

C. Manifestasi klinik

1. Pada Kehamilan

Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari

100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.

a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia

b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia

c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat

2. Pada bayi setelah lahir

a. Bayi pucat dan kebiru-biruan

b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada

c. Hipoksia

5

Page 6: Askep Afiksia Fix

d. Asidosis metabolik atau respiratori

e. Perubahan fungsi jantung

f. Kegagalan sistem multiorgan

g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala

neurologik, kejang, nistagmus dan menangis kurang baik/tidak baik.

D. Patofisiologi

Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat

sementara, proses ini dianggap perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat

pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudian berlanjut dengan

pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena

reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan mengakibatkan

gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida sehingga menimbulkan

berkurangnya oksigen dan meningkatnya karbondioksida, diikuti dengan asidosis

respiratorik. Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel akan berlangsung

dalam suasana anaerobik yang berupa glikolisis glikogen sehingga sumber utama

glikogen terutama pada jantung dan hati akan berkurang dan asam organik yang

terjadi akan menyebabkan asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan

terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan di

antaranya :

1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi

jantung.

2. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunnya sel jaringan

termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.

3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap

tingginya resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru

dan sistem sirkulasi tubuh lain mengalami gangguan.

Sehubungan dengan proses faali tersebut maka fase awal asfiksia ditandai

dengan apneu primer kira-kira satu menit dimana pada saat ini denyut jantung

dan tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan mulai bernafas (gasping) 8-10

kali/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah sehingga

6

Page 7: Askep Afiksia Fix

akhirnya timbul apneu sekunder. Pada keadaan normal fase-fase ini tidak jelas

terlihat karena setelah pembersihan jalan napas bayi maka bayi akan segera

bernapas dan menangis kuat.

Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam metabolisme anaerob

menyebabkan dalam waktu singkat tubuh bayi akan menderita hipoglikemia. Pada

asfiksia berat menyebabkan kerusakan membran sel terutama sel susunan saraf

pusat sehingga mengakibatkan gangguan elektrolit, berakibat menjadi

hiperkalemia dan pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia

berlangsung selama 8-15 menit.

Manifestasi dari kerusakan sel otak dapat berupa HIE yang terjadi setelah

24 jam pertama dengan didapatkan adanya gejala seperti kejang subtel, multifokal

atau fokal klonik. Manifestasi ini dapat muncul sampai hari ke tujuh dan untuk

penegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi

kepala dan rekaman elektroensefalografi.

Menurun atau terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia

mengakibatkatkan iskemia. Iskemia akan memberikan akibat yang lebih hebat

dari hipoksia karena menyebabkan perfusi jaringan kurang baik sehingga glukosa

sebagai sumber energi tidak dapat mencapai jaringan dan hasil metabolisme

anaerob tidak dapat dikeluarkan dari jaringan.

Iskemia dapat mengakibatkan sumbatan pada pembuluh darah kecil

setelah mengalami asfiksia selama lima menit atau lebih sehingga darah tidak

dapat mengalir meskipun tekanan perfusi darah sudah kembali normal. Peristiwa

ini mungkin mempunyai peranan penting dalam menentukan kerusakan yang

menetap pada proses asfiksia.

7

Page 8: Askep Afiksia Fix

Pathway

8

Asfiksia

Asfiksia dalam

kelahiran

Paralisis pusat

pernafasan

Asfiksia dalam

persalinan

Nafas cepat

Paru-paru terisi cairanJanin kekurangan O2 dan kadar CO2

meningkat

Pola nafas tidak efektifDJJ & TD

menurun

Apneu

Janin tidak bereaksi terhadap

rangsangan

Suplai O2 ke paru

menurun

Kematian bayi

Proses keluarga terhenti

Suplai O2

dalam darah

menurun

Resiko ketidakseimbangan

suhu tubuh

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Kerusakan pertukaran gas

Gangguan perfusi ventilasi

Asidosis respiratorik

Kerusakan otak gangguan

metabolisme & perubahan asam

basa

Page 9: Askep Afiksia Fix

E. Penatalaksanaan Medis

Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru

lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan

membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir

mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :

1. Memastikan saluran nafas terbuka :

1) Meletakan bayi dalam posisi yang benar

2) Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea

3) Bila perlu masukan endotrakeal untuk memastikan pernapasan terbuka.

2. Memulai pernapasan :

1) Lakukan rangsangan taktil. Beri rangsangan taktil dengan menyentil

atau menepuk telapak kaki. Lakukan penggosokan punggung bayi

secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi.

2) Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif.

3. Mempertahankan sirkulasi darah :

Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau

bila perlu menggunakan obat-obatan.

Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :

1. Tindakan umum

a. Pengawasan suhu

b. Pembersihan jalan nafas

c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan

2. Tindakan khusus

a. Asfiksia berat

Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama

memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan

dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu

9

Page 10: Askep Afiksia Fix

diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfiksia berat hampir selalu

disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonat natrium 2-4 mEq/kgBB,

diberikan pula glukosa 15-20% dengan dosis 2-4 ml/kgBB. Kedua

obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui vena

umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru

sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai

timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali

inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung,

maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi

80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam

perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3

kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi

harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh

ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau

gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan

nafas.

b. Asfiksia sedang

Stimulasi agar timbul reflek pernapasan dapat dicoba, bila dalam

waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif

harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intra

nasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorso

fleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup

nares dan mulut disertai gerakan dagu ke atas dan ke bawah dengan

frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks

dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan

spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan

jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru

dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan,

ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut

ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari

mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2,

10

Page 11: Askep Afiksia Fix

Ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali per menit dan

perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan

dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan beberapa saat

terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot,

intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus

dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir

tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah

dilakukan dengan adekuat.

11

Page 12: Askep Afiksia Fix

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR

1. PENGKAJIAN

a. Sirkulasi

1) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan

darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg

(diastolik).

2) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas

maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/IV.

3) Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.

4) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.

b. Eliminasi

Dapat berkemih saat lahir.

c. Makanan/ cairan

1) Berat badan : 2500-4000 gram

2) Panjang badan : 44-45 cm

3) Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)

d. Neurosensori

1) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.

2) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30

menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).

Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).

3) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi

menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik

yang memanjang).

e. Pernafasan

1) Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.

2) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.

12

Page 13: Askep Afiksia Fix

3) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya

silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.

f. Keamanan

1) Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan

distribusi tergantung pada usia gestasi).

2) Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,

warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang

menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau

perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat

menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau

tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,

antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama

punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala

mungkin ada (penempatan elektroda internal)

13

Page 14: Askep Afiksia Fix

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Data Problem Etiologi Diagnosa

1. Obyektif (O) :

a. RR cepat > 24 kali per

menit

Kerusakan

pertukaran gas.

Ketidakseimbangan

perfusi ventilasi

Kerusakan pertukaran gas b.d ketidak

seimbangan perfusi ventilasi

2. Obyektif (O) :

a. Ekspansi dada tidak

sama kanan kiri

b. RR cepat > 24 kali per

menit

c. Terdengar suara nafas

tambahan

Pola nafas tidak

efektif.

Hipoventilasi

/hiperventilasi

Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/

hiperventilasi

3. Obyektif (O) :

a. Terdengar suara nafas

tambahan

b. Terdengar ronkhi

basah ketika

Bersihan jalan

nafas tidak efektif.

Produksi mucus

yang banyak.

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d

produksi mukus banyak

14

Page 15: Askep Afiksia Fix

auskultasi

c. RR > 24 kali per

menit

4. Obyektif (O) :

a. Suhu anak < 365 0 C

b. Anak tampak rewel

Risiko

ketidakseimbangan

suhu tubuh.

Kurangnya suplai

O2 dalam darah.

Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d

kurangnya suplai O2 dalam darah.

5. Obyektif (O) :

a. Terjadinya respon

kehilangan dan duka.

Proses keluarga

terhenti.

Pergantian dalam

status kesehatan

anggota keluarga.

Proses keluarga terhenti b.d pergantian

dalam status kesehatan anggota keluarga.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

15

Page 16: Askep Afiksia Fix

No. Diagnosa Keperawatan dan

Tujuan

Intervensi Rasional

1. Kerusakan pertukaran gas b.d

ketidakseimbangan perfusi ventilasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1x 24 jam

diharapkan pertukaran gas teratasi

Kriteria hasil :

a. Tidak sesak nafas

b. Fungsi paru dalam batas normal

1. Kaji bunyi paru,

frekuensi nafas,

kedalaman nafas dan

produksi sputum

2. Pantau saturasi O2

dengan oksimetri

3. Kolaborasi pemberian

oksigen tambahan yang

1. Penurunan bunyi nafas dapat

menunjukkan atelektasis. Ronki, mengi

menunjukkan akumulasi

secret/ketidakmampuan untuk

membersihkan jalan nafas yang dapat

menimbulkan peningkatan kerja

pernafasan.

2. Penurunan kandungan oksigen (PaO2)

dan/atau saturasi atau peningkatan

PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk

intervensi/perubahan program terapi.

3. Alat dalam memperbaiki hipoksemia

yang dapat terjadi sekunder terhadap

16

Page 17: Askep Afiksia Fix

sesuai. penurunan ventilasi/menurunnya

permukaan alveolar paru.

2. Pola nafas tidak efektif b.d

hipoventilasi/ hiperventilasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1 x 24 jam,

diharapkan pola nafas menjadi

efektif.

Kriteria hasil :

a. Pasien menunjukkan pola nafas

yang efektif

b. Ekspansi dada simetris

c. Tidak ada bunyi nafas tambahan

d. Kecepatan dan irama respirasi

dalam batas normal

1. Pertahankan kepatenan

jalan nafas dengan

melakukan pengisapan

lender.

2. Auskultasi jalan nafas

untuk mengetahui

adanya penurunan

ventilasi

3. Kolaborasi pemberian

oksigenasi sesuai

kebutuhan

1. Untuk menghilangkan mucus yang

terakumulasi dari nasofaring, tracea.

2. Bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan

nafas obstruksi sekunder. Ronki dan

mengi menyertai obstruksi jalan

nafas/kegagalan pernafasan.

3. Memaksimalkan bernafas dan

menurunkan kerja nafas.

3. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d

produksi mukus banyak

1. Tentukan kebutuhan

oral/suction tracheal.

1. Untuk memungkinkan reoksigenasi.

17

Page 18: Askep Afiksia Fix

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan

keperawatan, bersihan jalan nafas

kembali efektif.

Dengan kriteria hasil :

d. Tidak menunjukkan demam

e. Tidak menunjukkan cemas

f. Rata-rata repirasi dalam batas

normal

g. Pengeluaran sputum melalui jalan

nafas

h. Tidak ada suara nafas tambahan

i. Mudah dalam bernafas.

j. Tidak menunjukkan kegelisahan.

k. Tidak adanya sianosis.

l. PaCO2 dalam batas normal.

m. PaO2 dalam batas normal.

n. Keseimbangan perfusi ventilasi

2. Auskultasi suara nafas

sebelum dan sesudah

suction.

3. Beritahu keluarga

tentang suction.

4. Bersihkan daerah

bagian tracheal setelah

suction selesai

dilakukan.

5. Monitor status oksigen

pasien, status

hemodinamik segera

sebelum, selama dan

sesudah suction

2. Pernapasan bising, ronki dan mengi

menunjukkan tertahannya secret.

3. Membantu memberikan informasi yang

benar pada keluarga.

4. Mencegah obstruksi/aspirasi.

5. Membantu untuk mengidentifikasi

perbedaan status oksigen sebelum dan

sesudah suction.

18

Page 19: Askep Afiksia Fix

4. Risiko ketidakseimbangan suhu

tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam

darah

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1 x 24 jam,

diharapkan suhu tubuh normal.

Kriteria hasil :

a. Temperatur badan dalam batas

normal

b. Tidak terjadi distress pernafasan

c. Tidak gelisah

d. Perubahan warna kulit

e. Bilirubin dalam batas normal

1. Hindarkan pasien dari

kedinginan dan

tempatkan pada

lingkungan yang hangat.

2. Monitor temperatur dan

warna kulit.

3. Monitor TTV.

4. Jaga temperatur suhu

tubuh bayi agar tetap

hangat.

5. Tempatkan BBL pada

inkubator bila perlu.

1. Menghindari terjadinya hipertermia.

2. Mengetahui terjadinya hipotermi.

3. Perubahan tanda-tanda vital yang

signifikan akan mempengaruhi proses

regulasi ataupun metabolisme dalam

tubuh.

4. Menghindari terjadinya hipitermia.

5. Mambantu BBL tetap berada pada

19

Page 20: Askep Afiksia Fix

keadaan yang sesuai dengan

keadaannya.

5. Proses keluarga terhenti b.d

pergantian dalam status kesehatan

anggota keluarga

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1x 24 jam,

diharapkan koping keluarga adekuat.

Kriteria Hasil :

a. Percaya dapat mengatasi masalah.

b. Kestabilan prioritas.

c. Mempunyai rencana darurat.

d. Mengatur ulang cara perawatan.

e. Status kekebalan anggota

keluarga.

f. Anak mendapatkan perawatan

tindakan pencegahan.

1. Buat hubungan dan akui

kesulitan situasi pada

keluarga.

2. Tentukan pengetahuan

akan situasi sekarang.

3. Ikut sertakan orang

terdekat dalam

pemberian informasi,

pemecahan masalah dan

perawatan pasien sesuai

kemungkinan.

1. Mambantu orang terdekat untuk

menerima apa yang terjadi dan

berkeinginan untuk membagi masalah

dengan staf.

2. Sediakan informasi untuk memulai

perencanaan perawatan dan membuat

keputusan. Kurangnya informasi dapat

mengganggu respons

pemberi/penerima asuhan terhadap

situasi penyakit.

3. Informasi dapat mengurangi perasaan

tanpa harapan dan tidak berguna.

Keikutsertaan dalam perawatan akan

meningkatkan perasaan kontrol dan

harga diri.

20

Page 21: Askep Afiksia Fix

g. Akses perawatan kesehatan.

h. Kesehatan fisik anggota keluarga

21

Page 22: Askep Afiksia Fix

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas

secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif

karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga

terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat

janin di uterus hipoksia.

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama

kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi

fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan

dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan

lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode

appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan

usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan

berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang

kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.

Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan

keseimbangan asam dan basa pada neonatus.Pada tingkat awal menimbulkan

asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang

berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung

berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan

gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yamh tidak

adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di

otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa

pada kehidupan bayi selanjutnya.

B. Saran

Bagi tenaga kesehatan supaya lebih memahami tanda dan gejala

bronchiolitis sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memberikan pelayanan

kesehatan.

22

Page 23: Askep Afiksia Fix

DAFTAR PUSTAKA

23