ADAPTASI MASYARAKAT PERUMAHAN DINAR INDAH KOTA …lib.unnes.ac.id/34199/1/3211414038maria.pdf ·...
Transcript of ADAPTASI MASYARAKAT PERUMAHAN DINAR INDAH KOTA …lib.unnes.ac.id/34199/1/3211414038maria.pdf ·...
i
ADAPTASI MASYARAKAT PERUMAHAN DINAR INDAH KOTA
SEMARANG TERHADAP BENCANA BANJIR
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh:
M Randi Pratama
NIM 3211414038
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO
Jika kau melakukan sesuatu, lakukanlah dengan sungguh-sungguh. Just do it.
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan kepada :
1. Almamaterku Universitas Negri Semarang.
2. Untuk Ibu Suriati dan Bapak Baihaqi yang telah bekerja keras tanpa lelah,
doa serta kasih sayang yang tulus dan tidak pernah putus demi kesuksesan
puteranya, Terimakasih Ibu dan Bapaku.
3. Adiku Reza Welyanza yang menjadi motivasiku untuk segera lulus.
4. Teman-teman seperjuanganku Jurusan Geografi angkatan 2014.
v
SARI
Pratama, Muhammad Randi. 2018. Adaptasi Masyarakat Perumahan Dinar
Indah Kota Semarang Terhadap Bencana Banjir Skripsi. Jurusan Geografi,
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dr. Erni
Suharini, M.Si.
Kata kunci: Adaptasi, Banjir, Perumahan Dinar Indah, Perumahan
Berdasarkan data BPBD Kota Semarang dalam lima tahun terakhir
perumahan dinar indah telah mengalami banjir sebanyak empat kali kecuali pada
tahun 2016. Banjir terjadi pada musim penghujan yaitu awal tahun dan akhir
tahun, dampak banjir yang paling besar terjadi pada RT 06, diikuti dengan RT 02
dan RT 01 dengan dampak banjir yang relatif lebih kecil. Banjir terbesar terjadi
pada febuari 2017, ketinggian banjir mencapai 2 meter pada RT 06,
menenggelamkan perumahan, dan merusak properti warga, namun dengan kondisi
seperti ini masyarakat tetap bertahan dan beradaptasi dengan kondisi lingkungan
tempat tinggal yang rawan bencana.. Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1)
Mengetahui bentuk adaptasi masyarakat Perumahan Dinar Indah terhadap
bencana banjir. 2) Mengetahu faktor-faktor pembentuk adaptasi masyarakat
terhadap bencana banjir.
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data fisik dan sosial.
Sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer yang berasal dari penelitian
lapangan dan data sekunder yang berasal dari studi kepustakaan dan dokumen-
dokumen dari instansi-instansi terkait dengan penelitian ini. Data dikumpulkan
dengan melalui pengamatan, pengukuran lapangan, dan sumber-sumber data
sekunder.
Hasil penelitian menunjukan bahwa. Masyarakat Perumahan Dinar Indah
tetap bertahan dan beradaptasi dengan wilayah yang rawan banjir setiap tahunya
dengan berbagai cara, mulai dari membuat tanggul, menyiapkan alat-alat
keselamatan, menyiapkan tabungan untuk menghadapi banjir, dan sebagainya.
Alasan utama masyarakat tetap bertahan untuk tetap menghuni perumahan yang
rawan bencana banjir setiap tahunya adalah keterbatasan biaya, dan juga sulitnya
menjual kembali rumah yang ada saat ini karena sudah terkenal sebagai wilayah
langganan banjir.
Saran yang diberikan oleh peneliti antara lain : 1) Pihak Pengembang
perumahan harusnya bertanggung jawab penuh terhadap permasalahan banjir
yang terjadi di perumahan ini bukan memilih untuk kabur dan mangkir dari
tanggung jawab. 2) Pemerintah harusnya lebih teliti dan tidak mementingkan
kepentingan pribadi dalam memberikan perizininan pembangunan perumahan
pada sebuah wilayah, karena hal tersebut akan berdampak kedepanya baik dari
segi lingkungan yang tertanggu begitupun juga masyarakat yang tinggal di
wilayah.
vi
ABSTRACT
Pratama, Muhammad Randi. 2018. Adaptation of Semarang City Beautiful
Dinar Housing Society Against Thesis Flood Disasters. Department of
Geography, Faculty of Social Sciences, Semarang State University. Advisor Dr.
Erni Suharini, M.Sc.
Keywords: Adaptation, Floods, Beautiful Dinar Housing, Housing
Based on Semarang City BPBD data in the last five years the beautiful
dinar housing has been flooded four times except in 2016. Floods occurred in the
rainy season ie the beginning of the year and the end of the year, the biggest
impact of flooding occurred in RT 06, followed by RT 02 and RT 01 with
relatively smaller flood impacts. The biggest flooding occurred on February 2017,
the flood height reached 2 meters on RT 06, drowning housing, and damaging
residents' property, but with these conditions the community persisted and
adapted to the conditions of the disaster-prone living environment.
The objectives of this study were: 1) Knowing the form of adaptation of the
Beautiful Dinar Housing community to the flood disaster. 2) Knowing the forming
factors of community adaptation to flood disasters. This research was conducted
by collecting physical and social data. The data sources in this study include
primary data derived from field research and secondary data originating from
literature studies and documents from agencies related to this study. Data is
collected through observation, field measurements, and secondary data sources.
The results of the study show that.
The Dinar Indah Housing Society persists and adapts to flood-prone areas
every year in various ways, ranging from making dikes, preparing safety
equipment, preparing savings to face flooding, and so on. The main reason for the
community to survive to stay in housing that is prone to floods every year is the
limited cost, and also the difficulty of reselling existing homes because it is well
known as a flooded subscription area.
Suggestions given by researchers include: 1) The housing developer
must be fully responsible for the flood problems that occur in this housing rather
than choosing to run away and be lost to responsibility. 2) The government should
be more thorough and not concerned with personal interests in providing housing
construction permits in an area, because it will have an impact in the future both
in terms of the disturbed environment as well as the people living in the area.
vii
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang memberikan nikmat, karunia, dan
kemudahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Adaptasi Masyarakat Perumahan Dinar Indah Kota Semarang Terhadap Bencana
Banjir”. Penyusunan skripsi ini adalah untuk menyelesaikan studi strata satu dan
memperoleh gelar sebagai Sarjana Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Semarang.
Penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan, motivasi, dan
bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada
pembimbing Dr. Erni Suharini, M.Si yang telah memberikan arahan, bimbingan,
saran, dan semangat sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini, dan juga
tak lupa penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada :
1. Dr. Moh. Solehatul Mustofa, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk
bisa menimba ilmu di Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto, M.Si., Ketua Jurusan Geografi Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk bisa menimba
ilmu di Jurusan Geografi.
viii
3. Dr. Erni Suharini, M.Si, Dosen Pembimbing saya dalam pengerjaan
skripsai dari awal hingga akhir yang telah memberikan kontribusi yang
sangat besar hingga skripsi ini selseai.
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Geografi yang telah menjadi
pendidik yang baik dan inspiratif, pembimbing sekaligus keluarga dalam
berbagi ilmu yang bermanfaat.
5. Semua pihak yang membantu sehingga skripsi ini dapat tersusun.
Atas segala bimbingan, semangat, inspirasi, dan bantuannya, penulis
mengucapkan terima kasih. Semoga Tuhan membalas kebaikan yang telah
diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh
dari sempurna dan masih banyak kelemahan. Walaupun demikian, besar harapan
penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya.
Semarang, 4 Februari 2019
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ ii
PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................... iii
PERNYATAAN.............................................................................................. iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN. .................................................................. v
SARI ................................................................................................................ vi
ABSTRACT ..................................................................................................... vii
PRAKATA...................................................................................................... viii
DAFTAR ISI................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
1.5 Batasan Istilah.................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR
2.1 Konsep Adaptasi ................................................................................ 6
2.2 Faktor Pembentuk Adaptasi................................................................ 10
2.3 Bentuk-Bentuk Adaptasi Banjir.......................................................... 14
2.4 Pengertian Bencana ............................................................................ 16
2.5 Pengertian Banjir ................................................................................ 17
2.6 Pengertian Perumahan ........................................................................ 19
2.7 Karakteristik Sosial Masyarakat ......................................................... 20
2.8 Persepsi dan Psikologi Lingkungan.................................................... 21
x
2.9 Program Penangan Bencana ............................................................... 25
3.0 Kerangka Berpikir .............................................................................. 27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian................................................................................ 31
3.2 Populasi.............................................................................................. 31
3.3 Sample dan Teknik Sampling ............................................................ 31
3.4 Variabel Penelitian............................................................................. 32
3.5 Alat dan Teknik Pengumpulan Data .................................................. 33
3.6 Teknik Analisis Data .......................................................................... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Lokasi Daerah Penelitian ................................................................... 37
4.2 Kondisi Fisik dan Lingkungan Perumahan Dinar Indah .................... 39
4.3 Kondisi Sosial dan Kependudukan Perumahan Dinar Indah.............. 42
4.4 Sekilas Banjir Perumahan Dinar Indah .............................................. 44
4.5 Karakteristik Banjir Perumahan Dinar Indah ..................................... 46
4.6. Karakteristik Pneduduk Perumahan Dinar Indah................................ 53
4.6..1 Karakteristik Demografi.................................................... 53
4.6.2 Kondisi Sosial Ekonomi ................................................... 55
4.6.3 Status Kepemilikan Tempat Tinggal ................................ 58
4.6.4 Akesesibilitas Lokasi ........................................................ 60
4.6.5 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan.................................... 62
4.6.6 Program Penanganan Masalah Banjir............................... 64
4.7 Persepsi Masyarakat Terhadap Program Penanganan Masalah Banjir. 66
4.8 Bentuk Adaptasi Banjir ...................................................................... 67
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 79
5.2. Saran .................................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 81
LAMPIRAN.................................................................................................... 86
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan ..................................... 27
Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Kepala Keluarga dan Jumlah Pneduduk
Berdasarkan Rukun Tetangga................................................... 43
Tabel 4.2 Persentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ...................... 54
Tabel 4.3 Tingkat Kesejahteraan Penduduk Perumahan Dinar Indah
Kelurahan Metseh..................................................................... 57
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Hubungan Kondisi Lingkungan, Adaptasi Psikologi, dan Fenomena
Perilaku..................................................................................... 7
Gambar 2.2 Keterkaitan Antara Perilaku Manusia (Behavior) dengan Elemen
Lingkungan.................................................................................. 11
Gambar 2.3 Skema Bell Mengenai Presepsi ................................................... 22
Gambar 2.4 Kerangka Berpikir ....................................................................... 29
Gambar 2.5 Varian Reflektansi Kurva Spektral untuk Konsentrasi Padatan 27
Gambar 2.6 Kerangka Berpikir 37
Gambar 4.1 Peta Administrasi Perumahan Dinar Indah ...38
Gambar 4.2 Perumahan Dinar Indah ...40
Gambar 4.3 Selokan Depan Perumahan ...42
Gambar 4.4 Peta Karakteristik Berdasarkan Tinggi Banjir ...47
Gambar 4.5 Peta Karakteristik Berdasarkan Durasi Banjir ...49
Gambar 4.6 Peta Karakteristik Berdasarkan Intensitas Banjir ...51
Gambar 4.7 Peta Karakteristik Berdasarkan Tingkat Keparahan Banjir ...52
Gambar 4.8 Kumpul Warga ...56
Gambar 4.9 Perumahan Dinar Indah ...58
Gambar 4.10 Halte Bus Depan Perumahan ...61
Gambar 4.11 Terminal Sukun ...62
Gambar 4.12 Kios Penjual Kebutuhan Pokok ...64
Gambar 4.13 Kegiatan Ekonomi Dikawasan Kampus ...64
Gambar 4.14 Tanggul Sepanjang Sisi Perumahan ...68
Gambar 4.15 Rak Dinding Perumahan ...69
Gambar 4.16 Ronda Malam Warga ...70
Gambar 4.17 CCTV Pemantau Sungai ...71
Gambar 4.18 Alat Keselamatan Banjir ...73
xiii
Gambar 4.19 Aksi Bersih Warga Perumahan Dinar Indah ............................ 75
Gambar 4.20 Warga Tolong Menolong Ketika Terjadi Banjir ...................... 77
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Foto Survey Lapangan.............................................................. 90
Lampiran 2 Nilai Konsentrasi TSS Hasil Uji Laboratorium........................ 92
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Banjir merupakan limpasan air yang melebihi tinggi muka air normal
sehingga melimpas dari palung sungai yang menyebabkan genangan pada lahan
rendah di sisi sungai. Banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi diatas
normal, sehingga sistem pengalihan air yang terdiri dari sungai dan anak sungai
alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang
ada tidak mampu menampung akumuluasi air hujan sehingga meluap.
Kemampuan sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, akan tetapi
berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai akibat fenomena alam dan ulah
manusia, tersumbatnya sampah serta hambatan lainya (Nurjanah, 2012).
Diungkapkan oleh Altmann (1980) dan Gifford (1987), adaptasi merupakan
kapasitas individu untuk mengatasi lingkungan yang merupakan proses tingkah
laku umum didasarkan atas faktor-faktor psikologi untuk melakukan antisipasi
terhadap masa yang akan datang. Dengan demikian, adaptasi dalam konteks
“kebencanaan”, merupakan upaya atau cara yang dipilih untuk menyseuaikan diri
dengan bencana yang terjadi pada masa kini dan masa yang akan datang. Lebih
lanjut, tanpa disadari sebenarnya penduduk yang hidup di wilayah rawan bencana
telah melakukan adaptasi.
Contoh kasus, penduduk yang telah lama tiggal di wilayah rawan banjir,
misalnya, sejak dahulu telah membangun rumah panggung. Contoh lainya yaitu
masalah kekeringan di Nepal yang membuat 150 orang mengungsi dari tempat
tinggalnya akibat kekurangan air (Shah, 2010; Sharma, 2011). Dalam disiplin
geografi, adaptasi manusia terhadap lingkungan merupakan tradisi yang dibawa
oleh paham “fisis determinism” yaitu dimana alam dianggap menetukan perilaku
manusia atau lebih dikenal dengan konsep “to study the earth as the dwelling
2
place of man”. Penelitian keterkaitan manusia dengan lingkungan, dalam konteks
“adaptasi lingkungan” diawali oleh seorang “founding father of human
geography” yaitu Ratzel (Hilmanto, 2010).
Dalam penelitianya, Ratzel mendapatkan bahwa individu yang berada dalam
satu lingkungan ternyata tidak sama bentuk adaptasinya dan dipertanyakan pula
bagaimana peranan alam tersebut bagi manusia (Hilmanto, 2010). Dalam
perkembangan geografi saat ini, “adaptasi” yaitu perilaku manusia terhadap
lingkungan, dapat dilihat dengan pendekatan yang berbeda, antara lain
“Environmentals” (Geografi Tradisional) maupun “Humanistik Fenomonologi”
menekankan pada pemikiran manusia sebagai subyek sosial dan mahluk yang
kompleks dengan nilai yang melekat pada masing-masing diri terhadap fenomena
sosial disuatu tempat, lokasi, atau ruang muka bumi (Joshton, 1983; Peet, 1998).
Kota Semarang menghadapi permasalahan laten berupa banjir, baik banjir
musiman yang datang tiap musim hujan, maupun banjir harian akibat rob. Banjir
seakan sudah menyatu dengan Kota Semarang. Berdasarkan data BPBD Kota
Semarang pada 5 Tahun Terakhir terakhir, banjir di Kota Semarang makin
meningkat, baik besaran maupun frekuensinya. Hal ini diakibatkan oleh
meningkatnya debit banjir dari daerah tangkapan air, berkurangnya kapasitas
saluran akibat sedimentasi, hilangya tampungan banjir alamiah berupa rawa-rawa
dan akibat amblesan muka tanah (Suripin, 2004).
Menurut undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1, definisi
bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor
alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, hilangya harta benda, dan dampak
psikologis. Perumahan Dinar Indah berada di Kelurahan Meteseh Kecamatan
Tembalang Kota Semarang. Perumahan ini berada persis di tepi Sungai Pengkol
yang mengalir dari Ungaran menuju Kota Semarang. Kondisi morfologis
3
dikawasan ini termasuk sebagai dataran limpasan banjir dengan kelerengan 3-4%
karena masih berada di sekitar area Sungai Pengkol (Harmanto, Gatot 2008).
Berdasarkan data BPBD Kota Semarang dalam lima tahun terakhir Perumahan
Dinar Indah telah mengalami banjir sebanyak empat kali kecuali pada tahun 2016.
Banjir terjadi pada musim penghujan yaitu awal tahun dan akhir tahun, dampak
banjir yang paling besar terjadi pada RT 06, diikuti dengan RT 02 dan RT 01
dengan dampak banjir yang relatif lebih kecil. Banjir terbesar terjadi pada febuari
2017, ketinggian banjir mencapai 2 meter pada RT 06, menenggelamkan
perumahan, dan merusak properti warga. Terjadinya banjir di Perumahan Dinar
Indah akan menghambat aktifitas masyarakat serta mengakibatkan kerugian
ekonomi dan psikologis. Bencana banjir yang terjadi di Perumahan Dinar Indah
membuat masyarakat beradaptasi dengan kondisi rawan bencana.
Walaupun merupakan daerah rawan banjir tidak semua warga pindah, RT 06
Sebagai lokasi dengan dampak bencana banjir terbesar, dari 44 KK masih tersisa
26 KK yang masih tinggal tinggal dri rumah mereka. Masyarakat tetap bertahan
dengan kondisi rawan bencana seperti ini selama bertahun-tahun, hal ini
mengindikasikan bahwa masyarakat beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang
rawan bencana, sehingga tetap dapat melanjutkan kehidupan. Adaptasi merupakan
suatu cara yang digunakan untuk penyesuaian terhadap sesuatu yang dilakukan
secara spontan atau terencana. Masyarakat yang tinggal di daerah bencana
cendrung lebih tanggap dalam menghadapi bencana yang terjadi (Mudiyarso,
2001 dalam Maharani,2012). Oleh karena itu perlu adanya kajian berkaitan
dengan bagaimana adaptasi masyarakat dalam menghadapai bencana banjir
sebagai respon dari kerentanan banjir yang terjadi di wilayah tersebut.
4
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah yang ada di Perumahan
Dinar Indah Kelurahan Meteseh Kecamatan Tembalang. Adapun
permasalahan yang dapat dirumuskan adalah :
1. Bagaimana bentuk adaptasi masyarakat Perumahan Dinar Indah terhadap
bencana banjir ?
2. Apa saja faktor-faktor pembentuk adaptasi masyarakat terhadap bencana
banjir ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengetahui bentuk adaptasi masyarakat Perumahan Dinar Indah terhadap
bencana banjir
2. Mengetahui faktor-faktor yang membentuk adaptasi masyarakat terhadap
bencana banjir
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah atau memberikan wawasan
keilmuan dan pengetahuan terhadap bentuk-bentuk adaptasi
masyarakat dalam menghadapi banjir.
b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi
penelitian lainya yang memiliki tema serupa.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi kepada Pemerintah khususnya BPBD Kota
Semarang guna memberikan arahan yang tepat dalam melatih
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir.
5
b. Memberikan informasi kepada Pemerintah khususnya Dinas Tata Kota
Dan Perumahan dalam mengelola permukiman di daerah rawan
bencana.
c. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sains Jurusan
Geografi Universitas Negeri Semarang.
1.5 Batasan Istilah
1. Banjir
Banjir adalah aliran yang melimpas tanggul alam atau tanggul
buatan dari suatu sungai (Soewarno, 1996 dalam suhandini, 2011). Jenis
banjir yang dikaji dalam penelitan ini adalah banjir lokal. Banjir lokal
disebabkan oleh tingginya intensitas hujan dan belum tersedianya sarana
drainase yang memadai. Banjir lokal disebabkan oleh tingginya intensitas
hujan dan belum tersedianya sarana drainase yang memadai. Banjir lokal
ini lebih bersifat setempat, sesuai dengan atau seluas Kawasan sebaran
hujan lokal. (Ridwan, 1980 dalam Yusuf, 2005).
2. Perumahan
Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari
permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan
prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan
rumah yang layak huni (Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011).
3. Adaptasi
Adaptasi merupakan suatu strategi penyesuaian diri yang
digunakan manusia selama hidupnya untuk merespon terhadap
perubahan-perubahan lingkungan dan sosial (Alland, dalam Marfai,2012).
Adaptasi merupakan upaya yang dilakukan oleh individu atau kelompok
untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan (Altman, 1980;
Soemarwoto , 1991).
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Adaptasi
Para ahli ekologi budaya mendefinisikan adaptasi sebagai suatu
strategi penyesuaian diri yang digunakan manusia selama hidupnya untuk
merespon terhadap perubahan-perubahan lingkungan dan sosial (Alland,
dalam Marfai, 2012). Adaptasi adalah proses melalui interaksi yang
bermanfaat, yang dibangun dan dipelihara antara organisme dan
lingkungan (Hardstey, 1997 dalam Marfai, 2012).
Dalam kajian adaptabilitas manusia terhadap lingkungan, ekosistem
adalah keseluruhan situasi dimana adaptabilitas berlangsung atau terjadi.
Karena populasi manusia tersebar dibelahan bumi, konteks adaptabilitas
akan sangat berbeda-beda. Adaptasi itu sendiri pada hakekatnya adalah
suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan hidup.
Manusia hidup di bumi tentunya akan berinteraksi dan beradaptasi
dengan kondisi alam yang terjadi. Manusia dengan pengetahuanya dapat
memberikan perubahan pada “kondisi alam”, begitu pula sebaliknya, alam
dapat membentuk pengetahuan manusia. Kondisi alam yang dinamis
membuat manusia dituntut untuk beradaptasi menyesuaikan diri.
Adaptasi soemarwoto (1991), yaitu kemampuan mahluk hidup
untuk menyesuaikan diri dengan lingkunganya yang dapat terbagi menjadi
beberapa cara melalui 1. Proses fisiologis 2. Adaptasi morfologi 3.
Adaptasi kultural atau perilaku yang di dalamnya termasuk penerapan
teknologi dan pranata sosial khususnya bagi mahluk hidup, holahan
(1982), menggambarkan dalam sebuah diagram hubungan antara kondisi
lingkungan, adaptasi psikologi, dan fenomena perilaku.
7
[Sumber Holahan, 1982]
Gambar 2.1 Hubungan Kondisi Lingkungan, Adaptasi Psikologis
dan Fenomena Perilaku
Dapat dilihat pada (gambar 2.1), bahwa secara umum, adaptasi
merupakan upaya yang dilakukan individu untuk menyesuaikan diri
dengan kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan yang berubah, menuntut
individu dengan sumber daya yang dimilikinya untuk menyesuaikan diri.
Fenomena secara fisik yang memprngaruhi perubahan muka bumi seperti
halnya dengan perubahan iklim diakibatkan manusia dan menimbulkan
dampak kembali terhadap manusia. Lebih jauh, manusia pun dituntut
untuk beradaptasi terhadap tantangan perubahan iklim (Sauer, dalam
Hilmanto, 2010).
Lebih lanjut, daljoeni (1982), mengemukakan bahwa habitat
manusia seperti wilayah pantai, pegunungan, dan dataran rendah.
Menuntut manusia melakukan adaptasi keruangan (spatial adaptation).
Sama halnya dengan bencana alam yang terjadi, menuntut manusia
menuntut manusia untuk tempat tinggal atau kegiatan yang sifatnya
menyesuaikan dengan kondisi alam.
Adaptasi dalam konteks menyesuaikan diri terhadap perubahan
lingkungan dapat berupa “penyesuaian” dengan tempat tinggal (modifikasi
bentuk rumah atau relokasi tempat tinggal), mata pencaharian atau
pekerjaan dan bentuk adaptasi lainya. Dalam penelitian ini, adaptasi
terbagi manjadi 2 bagian besar yaitu adaptasi tempat tinggal dan adaptasi
kegiatan. Adaptasi tempat tinggal yaitu keinginan untuk tetap bertahan di
lokasi saat ini atau berencana pindah lokasi tempat tinggal karena
gangguan banjir. Adapun adaptasi dalam bentuk kegiatan, misalnya
Kondisi
Lingkungan
Adaptasi
Lingkungan
Fenomena Perilaku
8
mengungsi atau tetap bertahan di tempat tinggal di waktu banjir, dan
bentuk kegiatan lain dalam konteks menyesuaikan diri dengan banjir yang
ditemukan di lapang.
Dalam penelitian ini, adaptasi terbagi menjadi 2 bagian besar yaitu
adaptasi tempat tinggal dan adptasi kegiatan. Adaptasi tempat tinggal yaitu
keinginan untuk tetap bertahan dilokasi saat ini atau berencana pindah
lokasi tempat tinggal karena gangguan banjir. Adapun adaptasi dalam
bentuk kegiatan misalnya mengungsi atau tetap bertahan di tempat tinggal
saat terjadi banjir, dan bentuk kegiatan lain dalam konteks menyesuaikan
diri dengan banjir yang ditemukan di lapangan.
Ketika suatu populasi masyarakat mulai menyesuaikan diri terhadap
suatu lingkungan yang baru, suatu proses perubahan akan dimulai dan
membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menyesuaikan diri (Moran,
1982 dalam Marfai, 2012) menekankan bahwa proses adaptasi sangatlah
dinamis karena lingkungan dan populasi manusia terus berubah. Adaptasi
yang dilakukan manusia terhadap lingkungan menunjukan adanya
interelasi antar manusia dan lingkungan (Desmawan, 2012). Dalam
adaptasi terdapat pola-pola menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Menurut Suyono (1985, dalam Hariyono, 2007).
Pola adalah suatu rangkaian unsur-unsur yang sudah menetap
mengenai suatu gejala dan dapat dipakai sebagai suatu contoh dalam hal
menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri. Pola adaptasi
dalam penelitian ini adalah sebagai unsur-unsur yang sudah menetap
dalam proses adaptasi yang dapat menggambarkan proses dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi maupun tingkah laku dari
masing-masing masyarakat yang tinggal di daerah kajian.
Masyarakat yang tinggal di daerah penelitian membentuk pola
adaptasi sosial dalam menghadapi banjir yang menurut Soerjono Soekanto
9
(2010) telah memberikan beberapa batasan mengenai pengertian adaptasi
sosial, yakni :
a. Proses mengenai halangan-halangan dari lingkungan
b. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan
c. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah
d. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan
e. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan
lingkungan dan sistem
f. Penyesuaian budaya dan aspek lainya sebagai hasil seleksi alamiah
Menghadapi situasi bencana masyarakat memerlukan berbagai cara
untuk beradaptasi dengan kondisi sekitarnya, berikut ini merupakan
contoh pola adaptasi yang telah diterapkan dimasyarakat :
1. Pola membangun rumah dengan lantai 2, membuat tanggul penahan
genangan banjir, meninggikan lantai rumah dan bangunan,
meninggikan lantai dan fondasi dan sebagainya (Marfai, dkk. , 2009).
2. Memperbaiki bibir sungai yang terkena langsung oleh banjir lahar
hujan, memperbaiki tanggul sungai yang ambrol, membangun rumah
yang hancur, inisiatif untuk mengecor depan rumah atau pintu,
membuat tanggul dari karung pasir, membuat bronjong, memperbaiki,
dan meninggikan tempat tinggal (Maharani, 2012).
3. Adaptasi dilakukan pada bangunan tempat tinggal, instalasi air bersih
dan lahan tambak. Adaptasi pada bangunan tempat tinggal dengan cara
meninggikan lantai rumah, meninggikan lantai dan atapnya, membuat
tanggul, membuat saluran air. Adaptasi pada ketersediaan air bersih
yaitu dengan menggunakan air bersih yang dipasok dari daerah lain
(Desmawan, 2012).
Penataan suatu kawasan akan memberikan pola aktivitas tertentu
dari suatu masyarakat. Pola aktivitas ini dapat bersifat positif maupun
negatif. Pola ini dapat menjadi pertimbangan dalam merencanakan suatu
10
penataan sebuah kawasan, termasuk peruntukanya. Suatu kawasan yang
dihuni oleh manusia seringkali mengalami tantangan alam seperti masalah
banjir, baik dalam bentuk kiriman, banjir lokal, maupun banjir rob.
Masyarakat kota tentu memiliki sikap dan tindakan dalam
menghadapi bencana alam. Misalnya, untuk menghadapi baniir seringkali
pintu yang menghubungkan kedalam rumah diberi penyekat dengan tinggi
tertentu, atau landasan rumah ditinggikan. Pola-pola sosial dalam sebuah
bangunan, baik itu rumah tinggal, kantor, pabrik, rumah sakit, asrama,
supermarket, mal, penghuni/penggunanya memiliki pola perilaku tertentu
terhadap ruang yang dihuni/digunakan sesuai dengan fungsi ruang dan
kebiasaan yang terjadi. Pola-pola ini dapat menjadi pertimbangan dalam
mendesain suatu ruang. (Hariyono, 2007).
Upaya pengendalian dan pencegahan bencana disesuaikan dengan
budaya dan cikal bakal tradisi yang berkembang ditengah masyarakat.
(Soehatman Ramli, 2010).
2.3 Faktor Pembentuk Adaptasi
Secara umum, adaptasi merupakan upaya menyesuaikan diri
terhadap lingkungan. Dalam analisis bentuk adaptasi terhadap lingkungan
(perubahan lingkungan seperti bencana banjir), tema keterkaitan antara
manusia dan lingkungan yang menjadi penekanan adalah perilaku
(behavior) manusia (Yunus, 2012). Lebih lanjut Yunus (2012),
mengungkapkan perilaku manusia sendiri didasarkan dengan berbagai hal
antara lain persepsi, preferensi, dan aksi menentukan sesuatu dan sesuatu
tercipta karena berbagai faktor. Seperti dikatakan Yunus (2010), pemikiran
manusia di permukaan bumi tidak terjadi dengan sendirinya, namun
disebabkan oleh pengaruh yang berasal dari dirinya (internal faktor)
maupun pengaruh yang berasal dari luar dirinya. Keterkaitan antar
manusia (behavior) dengan elemen lingkungan dijelaskan pada bagian
bawah ini.
11
[Sumber : diadopsi dari Yunus, 2010]
Gambar 2.2 Keterkaitan antara Perilaku Manusia (Behavior) dengan
Elemen Lingkungan
Lebih jauh Yunus (2010) mengemukakan bahwa, pengaruh yang
berasal dari dalam dirinya adalah sifat-sifat yang melekat pada diri manusia
baik sebagai individu atau kelompok masyarakat. Hal-hal yang berkaitan
dengan Pendidikan, pengalaman, merupakan contoh dari faktor internal
(dalam diri) tersebut. Sedangkan beberapa contoh lingkungan tempat
tinggal, adat istiadat, keadaan topografi, keadaan pemanfaatan lahan,
kesuburan tanah, dan jenis lainya merupakan faktor eksternal (luar diri).
Adaptasi dalam konteks bencana seringkali dikaitkan dengan kapasitas
manusia bertahan dalam menghadapi bahaya. Manusia dengan kapasitas
tinggi dianggap tidak rentan, sedangkan manusia dengan kapasitas rendah
dianggap rentan. Chamber (1989), mendefinisikan kerentanan sebagai
keterpaparan terhadap segala kemungkinan tekanan dan kesulitan yang
akan dihadapi populasi atau komunitas. Lebih lanjut Chamber (1989),
membagi kerentnan menjadi 2 sisi yaitu :
Eksternal : Meliputi keterpaparan terhadap tekanan dan guncangan luar
Internal : Terkait dengan ketidakberdayaan atau tidak ada kapasitas
memadai, ketidakmampuan untuk bertahan.
V
V
V
V Man Behavior
12
Sedangkan menurut Macchi (dalam Himbawan, 2010), kerentanan
adalah kemampuan suatu sistem meliputi (ekosistem lingkungan, sosial,
ekonomi, dan program) untuk mengatasi suatu keadaan. Lebih jauh
diungkapkan, kerentanan adalah suatu keadaan penurunan ketahanan akibat
pengaruh eksternal yang mengancam kehidupan, mata pencaharian, sumber
daya alam, permukiman, infrastruktur, produktivitas ekonomi, dan
kesejahteraan. Kerentanan sosial misalnya adalah sebagian dari produk
kesenjangan sosial, misalnya, yaitu faktor sosial yang mempengaruhi atau
membentuk kerentanan berbagai kelompok dan yang juga mengakibatkan
penurunan untuk menghadapi bencana, bencana kekeringan, bencana
banjir, degradasi kualitas air dan sebagainya (Himbawan, 2010;
Wignyosukarto 2009).
Menurut International Strategi for disaster reduction (dalam
Diposaptono, 2007), Kerentanan adalah kondisi yang ditentukan faktor-
faktor fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan atau proses-proses yang
meningkatkan kerawanan suatu masyarakat terhadap dampak bencana.
Sedangkan Asian Disaster Prepardness centre (2004), membagi kerentanan
menjadi 4 tipe :
1. Kerentanan Fisik (infrastruktur, konstruksi bangunan, lokasi, fasilitas
lain)
2. Kerentanan Sosial (persepsi resiko, budaya dan etnis, interaksi sosial,
umur, gender, Pendidikan, hak asasi manusia)
3. Kerentanan Ekonomi (pendapatan, investasi, potensi kehilangan,
hutang, dan pinjaman.
4. Kerentana Lingkungan (air, udara, tanah, flora)
Dalam penelitian ini, faktor pembentuk adaptasi yang berkaitan dengan
manusia sebagai individu terbagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan
daktor eksternal. Faktor internal atau faktor dalam diri meliputi, kondisi
demografi (seperti usia dan gender). Dalam definisi Asian Disaster
Prepardness Centre (2004) mengenai kerentanan, umur, dan gender
13
termasuk dalam kerentanan sosial. Sebagai contoh, orang dengan lanjut
usia dan anak dibawah umur (balita) misalnya, lebih rentan
dibandingkan orang dewasa. Sama halnya dengan wanita, mereka lebih
rentan dibandingkan pria. Dalam konteks adaptasi, tentunya
kemampuan individu berdasarkan usia dan gender akan berbeda-beda.
Faktor internal lainya yaitu status kepemilikan rumah, dalam
penilitan ini terkait sens of belonging terhadap rumah sebagai “tempat
tinggal” dan “tempat berinteraksi”. Sedangkan kondisi ekonomi dan sosial
dalam penelitian ini terkait dengan kesejahteraan seseorang ataupun
keterikatan sosial dengan lokasi tempat tinggal. Bagi penduduk yang
kurang mampu, adaptasi yang dilakukan cendrung rendah, karena
ketidakmampuan untuk pindah rumah (membeli rumah kembali), maupun
merekonstruksi rumah karena “kemampuan terbatas”. Berbeda dengan
penduduk tingkat ekonomi tinggi, pilihan adaptasi lebih baik (Machhi,
dalam Himbawan 2010; Marchiavelli, 2008).
Kondisi sosial berkaitan dengan ada atau tidaknya kerabat atau
aktif tidaknya masyarakat tersebut di lingkungan tempat tinggal. Bagi yang
aktif dan memiliki kerabat, rasa keterkaitan dengan lokasi tempat tinggal
akan lebih kuat dibandingkan tidak memilki sanak keluarga ataupun tidak
aktif berkegiatan (Himbawan, 2010). Pengetahuan lingkungan terkait erat
dengan pengalaman semasa hidup. Dalam konteks penelitian ini, misalnya
seseorang yang menjadi korban banjir parah sehingga menimbulkan trauma
yang mendalam, tentunya adaptasi yang dipilih adalah berencana untuk
pindah rumah ataupun ketika dia mampu mengungsi ketempat yang
nyaman.
Faktor eksternal, faktor dari luar diri, dalam penelitian ini yaitu
ketersediaan lapangan pekerjaan dan akses lokasi. Kedua faktor ini
seringkali membuat orang memutuskan untuk bertahan tinggal di lokasi
yang rawan banjir (Mercy, 2012; Sarjono 2012). Bagi seorang pedagang
warung atau kios misalnya, ketika diberikan opsi untuk pindah, maka
14
kemungkinan besar akan memilih bertahan. Hal ini dikarenakan
ketergantungan dengan lokasi tempat tinggal, bahwa lokasi tersebut
merupakan sumber mata pencaharian.
2.4 Bentuk-Bentuk Adaptasi Banjir
Adaptasi muncul dalam berbagai bentuk. Bentuk-bentuk adaptasi
merupakan hasil dari proses masyarakat dalam menghadapi
tekanan/perubahan lingkungan. Manusia melakukan penyesuaian terhadap
lingkungan dengan berbagai cara agar tetap bertahan hidup (survive).
Bentuk adaptasi yang dilakukan manusia dapat dilihat ketika manusia
mengubah diri pribadi sesuai keadaan lingkungan, juga dapat berarti
mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi (Gerungan
1991:55). Bentuk-bentuk adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam
menghadapi bencana banjir mencakup beragam tindakan rekayasa,
perbaikan, atau, perubahan dibeberapa aspek kehdiupan.
1. Adaptasi Aktif dan Pasif
a. Adaptasi Aktif
Aktivitas masyarakat dalam mempengaruhi atau merubah
lingkungan merupakan bentuk adaptasi manusia secara aktif.
Seperti yang diungkapkan oleh Sapoerta (1987:50) mengenai
adaptasi secara aktif yang berarti pribadi mempengaruhi
lingkungan. Sedangkan menurut Gerungan (1996) adalah individu
berusaha untuk mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan
diri, sifatnya adalah aktif (alloplastis). Sehingga adaptasi bisa
disebut sebagai strategi aktif manusia dalam menghadapi
lingkunganya.
b. Adaptasi Pasif
Adaptasi secara pasif menurut Gerungan (1996) adalah
mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan sifatnya pasif
(autoplastis) misalnya seorang warga desa yang baru harus
15
menyesuaikan diri dengan norma-norma dan nilai-nilai yang
dianut masyarakat desa setempat.
2. Adaptasi Sosial
a. Sistem Kekerabatan
Hubungan kerabat ketika terjadi banir tetap terjalin dengan
baik. Bencana banjir yang terjadi juga meningkatkan solidaritas
kerabat yang dekat, para kerabat korban banjir biasanya
menjenguk dengan membawa beberapa makanan untuk oleh-
oleh sebagai rasa persaudaraan yang terjalin. Menurut Soetjipto
(1995) dalam masyarakat tiap-tiap orang merasa ada pertalian
karena merasa sama asal keturunanya atau sama leluhurya.
b. Sistem Kemasyarakatan
Hubungan timbal balik antar warga yang terkena bencana
banjir diwujudkan dalam bentuk tolong menolong. Interaksi
yang dijalin antar warga sangat baik sehingga memberikan
pengaruh positif terhadap aktivitas sehari-hari dalam
menghadapi permasalahan yang disebabkan bencana banjir.
3. Adaptasi Ekonomi
a. Aktivitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sandang
ketika bencana banjir yang yang dapat diperoleh dari Lembaga
sosial dan Pemerintah.
b. Aktivitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan
ketika bencana banjir. Kebutuhan masyarakat yang terkena
bencana banjir sangat penting untuk dipenuhi secara teratur.
Hal ini juga menghindarkan dari beberapa penyakit yang
ditimbulkan bencana banjir.
c. Aktivitas masyarakat dalam memelihara perlengkapan rumah
tangga ketika terjadi bencana banjir. Ketika bencana banjir
16
datang dan masuk ke dalam rumah, maka masyarakat tentu
akan memelihara perlengkapan rumah tangga yang ada.
2.5 Pengertian Bencana
Makna bencana menurut UU No. 24 Tahun 2007 adalah peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat, yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau
non alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.
Dua makna bencana baik secara umum maupun secara khusus,
mengandung arti bahwa tinggi rendahnya resiko dampak bencana
bergantung pada kerentanan setiap komponen yang terkena dampak. Hal
ini seperti yang diunkapkan hyogo Framework for action 2005-2015,
bahwa resiko bencana akan meningkat dengan adanya kegiatan fisik,
sosial ekonomi, dan lingkungan.
Mileti dan Gottschlich (2001) sebelumnya telah mengungkap 3
sistem utama yang mengalami kerugian akibat bencana (physical
environment), sosial kependudukan (socio-demographic), dan lingkungan
terbangun (built environment). Karakteristik dari ketiga sistem tersebut
menentukan derajat atau tingkat kerugian dari sebuah bencana alam.
1. Lingkungan Fisik
Sistem ini berkaitan dengan proses fisik alami bumi yang selalu
berubah dan dinamis, seperti perubahan iklim dan proses geologi.
Kedinamisan pada sistem ini berimplikasi pada konidisi yang tidak
menentu pada suatu lingkungan hidup.
2. Sosial Kependudukan
Sistem ini berkaitan dengan distribusi dan komposisi penduduk yang
mempengaruhi jumlah dan karakteristik penduduk yang terkena
bencana.
17
3. Lingkungan Terbangun
Sistem ini berkaitan dengan kepadatan bangunan dan fasilitas umum
yang menentukan besarnya kerusakan yang akan terjadi dalam sebuah
peristiwa alam.
Hyogo Framework for Action 2005-2015 mengungkap bahwa kerugian
bencana akan semakin besar oleh kerentanan yang disebabkan oleh
perubahan demografi, kondisi sosial-ekonomi, dan teknologi,
pembangunan pada zona bahaya tinggi, degradasi lingkungan, perubahan
iklim, bahaya ekologi, kelangkaan sumberdaya, dan dampak epidemi.
2.6 Pengertian Banjir
Banjir adalah aliran yang melimpas tanggul alam atau tanggul
buatan dari suatu sungai (Soewarno, 1996 dalam Suhandini, 2011). Banjir
di suatu daerah dapat disebabkan oleh dua hal yaitu peristiwa alam, dan
aktifitas manusia. Banjir karena peristiwa alam disebabkan oleh intensitas
hujan yang tinggi, lama curah hujan, topografi, kondisi tanah, penutupan
lahan, dan pendangkalan alamiah (Soewarno, 1996 dalam Suhandini,
2011). Banjir karena ulah manusia disebabkan oleh kerapatan penduduk
dan jaringan drainase yang buruk (Sinaro, 1984 dalam Suhandini, 2011),
banjir juga bisa disebabkan oleh perubahan tataguna lahan, pembangunan
permukiman dan kegiatan-kegiatan lain di dataran banjir (Suprayogi dan
Marfai, 2005 dalam Suhandini, 2011).
Maryono (2005) menjelaskan banjir yang terus berlangsung di
Indonesia disebabkan oleh empat hal yaitu intensitas hujan yang lebat,
penurunan resistensi DAS terhadap banjir, kesalahan pembangunan alur
sungai dan pendangkalan sungai. Faktor hujan merupakan faktor alami
yang dapat menyebabkan banjir namun faktor ini tidak selamanya
menyebabkan banjir karena tergantung besar intensitasnya. Banjir adalah
fenomena alam yang merupakan bagian dari siklus iklim. Bahwa
kemudian banjir menciptakan petaka bagi manusia adalah akibat dari
18
intervensi manusia terhadap alam (Kusumaaatmadja, 2004 dalam
Suhandini, 2011).
Peristiwa banjir yang terjadi disebabkan oleh debit air sungai
yang besarnya lebih dari biasanya sehingga meningkatkan resiko banjir
(Asdak, 2010). Banjir merupakan suatu peristiwa alam biasa, kemudian
berkembang menjadi bencana jika air limpahanya menganggu kehidupan,
penghidupan dan keselmatan manusia (Setyowati, 2010). Menurut suripin
(2004), sumber banjir dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
1. Banjir Kiriman
Aliran banjir yang datangnya dari daerah hulu di luar Kawasan
yang tergenang, hal ini dapat terjadi jika hujan yang terjadi di daerah
hulu menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas sungainya atau
banjir kanal yang ada, sehingga terjadi limpasan.
2. Banjir Lokal
Genangan air yang timbul akibat hujan yang jatuh di daerah itu
sendiri. Hal ini dapat terjadi kalua hujan melebihi kapasitas drainase
yang ada.
3. Banjir Rob
Banjir yang terjadi baik akibat aliran langsung air pasang dan/atau
air baik dari saluran drainase akibat terhambat oleh air pasang.
Implikasi banjir dapat dibedakan menjadi implikasi bangunan dapat
berupa rusak/robohnya fasilitas umum (Gedung sekolah, perkantoran,
rumah sakit, pasar, bangunan rumah penduduk, bangunan industri, jalan,
jembatan rusak/hanyut), dan terganggunya kegiatan masyarakat di bidang
pendidikan, kesehatan, bisnis, dan komunikasi (Kodaite, 2002, dalam
Suhandini, 2011). Implikasi ekonomi berupa hilangnya mata pencaharian,
tidak berfungsinya pasar, kerusakan, hilangnya harta benda, ternak dan
terganggunya perekonomian masyarakat (Bakornas, 2007).
Dalam konteks sosial, banjir bukan hanya sebuah peristiwa
terjadinya “meluapnya air, kelebihan air, atau genangan air” pada suatu
19
daerah, tetapi merupakan pemaknaan dari masing-masing individu.
Misalnya bagi petani, banjir dimaknai sebagai sebuah musibah bila terjadi
di lahan pertanian yang menyebabkan “gagal panen”. Banjir dikatakan
sebagai sebuah musibah juga, ketika datang tiba-tiba, pada malam hari,
sehingga menimbulkan banyak korban jiwa seperti banjir bandang.
Namun, diberbagai daerah yang sering atau “langganan” banjir,
makna banjir bukan selalu sebagai musibah, tetapi sebagai kegiatan yang
“lumrah” atau pasti terjadi. Dalam penelitian ini, lokasi tempat tinggal
pada wilayah dengan karakteristik yang berbeda (berdasarkan tinggi,
durasi, dan intensitas banjir), akan diteliti lebih lanjut bentuk adaptasi
penduduknya. Kerentanan banjir akan berkaitan erat dengan kapasitas diri
dalam penyesuaian terhadap lingkungan.
2.6 Pengertian Perumahan
Menurut pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan
perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman,
baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan sarana
prasarana, utilitas umum sebagai hasil upaya perumahan yang layak
huni.
Rumah adalah suatu jenis ruang tempat manusia beraktivitas, harus
dipandang dari seluruh sisi faktor yang mempengaruhinya dan dari
sekian banyak faktor tersebut, yang menjadi sentral adalah manusia.
Dengan kata lain, konsepsi tentang rumah harus mengacu pada tujuan
utama manusia yang menghuninya dengan segala norma yang
dianutnya.
Manusia mulai membangun rumah setelah meniggalkan cara hidup
berburu dan mengumpulkan makanan, dalam tradisi masyarakat
tradisional, rumah lebih dari sekedar tempat bernaung dari cuaca dan
segala hal yang dianggap musuh, sarat dengan makna-makna sebagai
hasil pengenjawatahan budaya, tradisi dan nilai-nilai yang dianut.
20
Rumah dianggap sebagai mikrosmos, yang merupakan bagian dari
makrosmos di luarnya serta lingkungan alam secara luas. Ini berarti
bahwa manusia, konstruksi rumah, bahan bangunan serta lingkunganya
seperti gunung, batu alam, pohon atau tumbuhan lainya dapat
disamakan sebagai mahluk hidup dan bukan benda mati.
Pada masyarakat modern, perumahan menjadi masalah yang cukup
serius. Permaknaan atas rumah, simbolisasi nilai-nilai dan sebagainya
seringkali sangat diperngaruhi oleh tingkat ekonomi dan status sosial.
Rumah pada masyarakat modern, terutama di perkotaan, menjadi sangat
bervariasi, dari tingkat paling minim, yang karena keterbatasan
ekonomi hanya dijadikan sebagai tempat berteduh, sampai menjadikan
rumah sebagai lambing prestise karena menjaga citra kelas sosial
tertentu.
2.7 Karakteristik Sosial Masyarakat
Masyarakat adalah orang yang hidup Bersama dan menghasilkan
kebudayaan. Masyarakat memiliki kelompok-kelompok orang yang
berbeda-beda disebabkan oleh ciri-ciri tertentu, seperti tingkat
pendidikan, tingkat usia, hubungan kekerabatan, harta, dan sebagainya
(Soekanto, 1981 dalam Hariyono, 2007). Kebiasaan-kebiasaan yang
terjadi dalam masyarakat dapat menimbulkan perlapisan atau kelas
dalam masyarakat yang menunjukan kesadaran kedudukan seseorang.
Mangkunegara (dalam Hariyono, 2007) mengidentifikasi kelas
masyarakat sebagai berikut :
1. Masyarakat Kelas Atas
a. Kecendrungan membeli barang-barang yang mahal
b. Membeli pada toko-toko yang berkualitas, seperti : supermarket,
departemen store, dan pusat perbelanjaan
c. Konservatif dalam berkomunikasi
d. Barang barang yang dibeli cenderung dapat menjadi warisan
keluarga
21
2. Masyarakat Kelas Menengah
a. Kecendrungan membeli barang-barang yang menunjukan
kekayaanya
b. Berkeinginan membeli barang-barang mahal dengan sistem
kredit, seperti kendaraan, rumah mewah, dan perabotan rumah
tangga.
3. Masyarakat Kelas Bawah
a. Kecendrungan membeli barang kebutuhan sehari-hari daripada
kualitas
b. Memanfaatkan penjualan barang-barang yang diobral dengan
harga promosi
2.8 Persepsi dan Psikologi Lingkungan
Persepsi secara umum merupakan pandangan atau tanggapan
seseorang terhadap suatu hal. Terhadap dua cara pendekatan untuk
memahami suatu persepsi. Pertama adalah pandangan konvensional.
Pandangan konvensional menganggap persepsi sebagai kumpulang
pengindraan, aktivitas kognisi, memberi penilaian, dan pemaknaan.
Pendekatan kedua adalah pandangan holistik. Pandangan kedua
berpendapat bahwa persepsi muncul secara spontan dan langsung. Hal
ini dikarenakan organisme selalu mengeksplorasi lingkungan dan
melibatkan setiap objek yang ada di lingkunganya (Fisher dkk, 1984;
Sarwono, 1992).
Persepsi dapat muncul karena faktor pengalaman hidup,
munculnya persepsi menurut Bell dkk (1978). Proses yang terjadi sejak
individu bersentuhan melalui inderanya dengan objek di lingkunganya
sampai terjadi reaksi. Dalam skema Bell (1978). Terlihat bahwa tahap
paling awal dari hubungan manusia dan lingkunganya adalah kontak
fisik antara individu dengan objek lingkunganya. Individu dipengaruhi
oleh kondisi dalam diri yang didapat dari pengalaman semasa hidupnya.
Interaksi individu dengan objek akan menghasilkan persepsi tersendiri.
22
Jika persepsi dalam batas optimal maka individu akan dikatakan
homoestatis, yaitu keadaan serta seimbang. Sebaliknya, jika persepsi
diluar batas optimal maka individu akan mengalami stress dalam
hidupnya. Tekanan dalam diri meningkat, sehingga bisa melakukan
“coping” untuk bisa menyesuaikan diri dengan lingkunganya (Bell,
dalam Sarwono, 1992).
[Sumber : Bell dkk, 1978]
Gambar 2.3 Skema Bell Mengenai Persepsi
Dalam konteks penelitian ini, masyarakat Perumahan Dinar Indah
berinteraksi dengan kedaaan lingkungan yang secara umum terkena
banjir tahunan. Mereka “berulang kali” menghadapi banjir. Pada
awalnya mereka mengalami stress. Dalam skema Bell (1978). Ketika
mepresepsikan rangsang diluar ambang toleransi, maka menimbulkan
stress. Untuk mengurangi atau menghilangkan stress, mereka
melakukan penyesuaian tingkah laku (coping behavior).
Penyesuaian diri terhadap lingkungan sering disbut proses adaptasi.
Perubahan lingkungan akibat resiko dan ancaman bencana
Objek
Fisik
Individu
Persepsi
Dalam batas
optimal
Diluar batas
optimal
Homeostatis
Stress
“Coping”
Adapta
si
Stress
berlanjut
Efek
lanjuta
n
23
memberikan dampak buruk pada manusia sehingga dianggap sebagai
wilayah rentan Pelling (2003) mengungkapkan hal ini tidak membuat
manusia sebagai mahluk yang berakal berhenti beraktivitas. Manusia
dianggap dapat mengelola dampak buruk dengan cara mengurangi
melalui persepsi dan antisipasi.
Seperti diungkapkan (Yunus, 2010), perilaku sebenarnya
merupakan realisasi dari satu persepsi yang dimiliki manusia, maka
sifat manusia juga menentukan variasi perilakunya. Konsep persepsi
atau pemaknaan seringkali disampaikan dengan tindakan seseorang
berdasrakan apa yang dimaknainya. Begitu pula pemaknaan ancaman
kejadian bencana di wilayah rentan, berpengaruh pada respon dan
tindakanya (Boudon, dalam Sondang, 2012).
Dampak dan gangguan yang terjadi akibat bencana banjir terhadap
manusia, tergantung dari sifat dan kondisi lingkungan yang terkena
banjir dan bagaimana masyarakat menyikapi kejadian banjir tersebut.
Secara umum Lasino (2002), mengemukakan pengaruh genangan
banjir terhadap kehidupan manusia dapat dibagi menjadi dua tahap
yaitu tahap gangguan dan tahap ancaman yaitu :
1. Tahap Gangguan
Pada tahap ini masyarakat baru merasa terganggu kenyamananya
sehingga tidak dapat menjalankan aktivitas seperti biasanya atau
berkurangnya fungsi rumah sebagai tempat tinggal dan pembinaan
keluarga serta berkurangnya fungsi fasilitas umum dan fasilitas
sosial lainya.
2. Tahap Ancaman
Pada tahap ini masyarakat sudah mulai ternacam keselamatanya
baik pada saat terjadinya banjir akibat derasnya aliran atau longsor
yang dapat merobohkan bangunan maupun pasca banjir dengan
munculnya berbagai wabah penyakit serta gangguan kesehatan
lainya.
24
Keadaan bencana alam yang merugikan manusia, seringkali
memeiliki dampak psikologis yang mendalam bagi korbanya.
Beberapa teori mengenai psikologi lingkungan antara lain :
1. Teori tingkat adaptasi
Teori ini sering diistilahkan pula (adaptation level theory),
dimana stimulus yang tinggi maupun rendah memiliki dampak
negatife bagi perilaku individu. Namun nilai lain dari teori ini
adalah pengenalan tingkat adaptasi pada individu, misalnya tingkat
adaptasi individu terbiasa dengan keadaan lingkungan atau tingkat
pengharapan suatu lingkungan tertentu (Wohlwill, dalam Sarwono,
1992).
2. Teori stress Lingkungan
Teori ini lebih menekankan pada peran fisiologi, kognisi
maupun emosi dalam usaha manusia berinteraksi dengan
lingkunganya. Stress dapat terjadi saat respon stress atau beban
melebihi kapasitas tingkat optimal. Hal yang dapat membuat
individu menjadi stress disebut dengan stressor. Namun individu
memiliki hal yang disebut coping. Jika sumber-sumber coping
tersebut habis maka dapat terjadi exhausted atau yang biasa kita
sebut dengan kelelahan (Selye, dan Sarwono, 1992).
Namun, pendapat Lazarus (dalam Sarwono, 1992) stress
bukan hanya diindikasikan dengan kelelahan, tetapi bisa pada saat
melakukan pemilihan strategi dengan memilih strategi menghindar
atau menyerang secara fisik atau dengan kata-kata. Dalam konteks
penelitian ini skema persepsi dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu
dalam batas optimal dan stress berlanjut (Bell dkk, 1978) lihat
(Gambar 2.3). Dalam batas optimal, yaitu banjir dimaknai dengan
suatu hal yang biasa dan suatu hal yang lumrah terjadi. Banjir
bukan sebagai sebuah “bencana”, namun sebuah kepastian alam.
Banjir tidak menyebabkan korban jiwa, harta benda ataupun
25
gangguan kesehatan. Banir ditanggapi dan dimaknai dengan
pikiran yang positif atau netral sebagai kejadian yang “biasa”.
Sedangkan persepsi stress berlanjut, yaitu banjir dimaknai
sebagai sebuah musibah, gangguan, ancaman, atau sesuatu yang
negatif. Banjir dimaknai sebagai sebuah peristiwa yang akan
menimbulkan korban jiwa, kesengsaraan, kerugian harta benda,
wabah penyakit, dan sebagainya. Kedua persepsi yang berbeda ini
(batas optimal dan stress berlanjut) dinilai akan mempengaruhi
bentuk adaptasi yang dipilih baik terhadap adaptasi tempat tinggal
dan adaptasi kegiatan.
Berdasarkan sintesa literatur mengenai persepsi dan psikologi
lingkungan, erat kaitanya antara manusia dan lingkungan. Dalam
penelitian ini, akan diteliti lebih lanjut bagaimana karakteristik
banjir, durasi, dan intensitas banjir, serta lokasi tempat tinggal
berdasarkan jarak dari sungai (sebagai unsur “ruang”) terhadap
bentuk adaptasi terhadap banjir. Apakah perbedaan karakteristik
banjir sejalan dengan perbedaan bentuk adaptasi banjir ? lalu faktor
apa saja yang mempengaruhi pemilihan bentuk adaptasi tersebut ?
pertanyaan masalah tersebut yang akan dijawab berdasarkan
tinjauan pustaka pada bab ini.
2.9 Program Penanganan Resiko Bencana
Secara garis besar, program penanganan resiko bencana terbagi
menjadi 2 berdasarkan pelaksanaanya, yaitu Pemerintah dan non
Pemerintah. Pemerintah termasuk di dalamnya kelurahan, Kecamatan,
Walikota, dan perangkat Pemerintah lainya. Sedangkan non
Pemerintah, seperti LSM dan sebagainya.
Secara konseptual, pengurangan resiko bencana tersusun dari
berbagai elemen yang dianggap mengurangi kerentanan dan resiko
bencana dalam komunitas, untuk mencegah (preventif) dan
mengurangi (mitigasi) dampak yang tidak diinginkan dari ancaman,
26
dalam konteks yang luas dari pembangunan berkelanjutan (UN-ISDR,
2004, dalam Triutomo, 2012). Komponen pengurangan resiko
bencana secara garis besar terbagi menjadi 5 :
1. Komitmen politik dan kerangka kelembagaan : organisasi,
kebijakan, legalisasi, dan aksi masyarakat.
2. Pengkajian resiko dan peningkatan kewaspadaan : analisis
ancaman, kerentanan, dan kemampuan.
3. Pengembangan pengetahuan : Pendidikan, pelatihan, penelitian,
dan informasi.
4. Upaya penerapan : Pengelolaan lingkungan, penataan ruang, dan
perencanaan kota, perlindungan fasilitas penting, penerapan iptek,
kemitraan dan jejaring, serta Lembaga keuangan.
5. Sistem peringatan dini : Peramalan, penyebaran peringatan, upaya
kesiapan dan kemampuan tanggap darurat (Triutomo, 2012).
Baik Pemerintah maupun lembaga non Pemerintah keduanya
sejalan dalam penanggulangan resiko bencana. Hal ini sejalan dengan
prioritas pembangunan, dimana Pemerintah maupun lembaga non
Pemerintah secara serius melakukan upaya dalam rangka mengurangi
resiko bencana. Hal ini ditandai dengan masuknya penanggulangan
bencana menjadi salah satu prioritas utama pembangunan jangka
pendek, menengah, dan panjang (Pemerintah Republik Indonesia,
RPJMN 2010-2014).
Program-program yang dilakukan baik Pemerintah maupun non
Pemerintah, akan mempengaruhi persepsi masyrakat terhadap banjir.
Masyarakat akan merasa “nyaman” tinggal di lokasi rawan bencana
ketika ada upaya pengurangan resiko bencana maupun bantuan dari
Pemerintah dan non Pemerintah. Penduduk kemungkinan besar akan
tetap tinggal di wilayah karena adanya jaminan atau tersedianya
profram penanganan terhadap bencana tersebut.
27
2.1.1 Kajian Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan
Nama/Tahun Judul Variabel Kesimpulan
Gigin Himbawan /
2010 (Tesis Studi
Perencanaan
Wilayah dan Kota
Undip)
“Penyebab tetap
bermukimnya
masyarakat di
Kawasan Rawan
Banjir Kelurahan
Tanjung Agung
Bengkulu)
-Sosial
-Ekonomi
-Lingkungan
Terbangunan
-Kelebagaan
-Antisipasi
Masyarakat
Alasan tetap
bermukimnya
responden di
lokasirawan banjir
: adanya kerabat
yang masih berada
dalam satu lokasi
yang sama dengan
responden
terutama
responden yang
memiliki rumah
berbentuk
panggung dan
bertingkat tidak
sama sekali
berkeinginan
untuk pindah.
Nila Adhyrin
Hayuning Pratiwi/
2009 (Tesis Studi
Perencanan
Wilayah dan Kota
Undip)
“Pola Migrasi
Masyarakat
(Kota
Semarang)
sebagai Akibat
Perubahan Iklim
Global Jangka
Pendek”
-Kerentanan
Sosial
-Ekonomi
-Lingkungan
Terbangun
-Kelembagaan
Indentifikasi pola
migrasi yang
wilahyanya
mengalami banjir
genangan atau rob.
28
Mone Iye Corneilla
Marshciavelli/2008
Tesis UGM Yogya
Vulnerbility
Assement And
Coping
Mechanism
Related to
Floods In Urban
Areas: A
Community-
Based Case
Study In
Kampung
Melayu
Indonesia
-Economic
Characteristic
-Building
Structure
-Perception
Risk
Capabilty people
influenced by
several indicators
socio-economic
characteristic.
Lower income
cannot afford the
cost repair,
relocation of
flood.
Hanok Zeeth
Mariath/2003
Strategi Adaptasi
Migran Sektor
Informal
Perkotaan (Kota
Kendari)
-Ekonomi
-Kehidupan Sosial
-Adaptasi
Lingkungan
Masyarakat
dengan
perekonomian
miskin pada
daerah penelitian
dapat bertahan
hidup secara
permanen dengan
cara kehidupan
bersama keluarga,
kehidupan sosial
dengan baik
(tanpa
menimbulkan
gejolak sosial),
sehingga cendrung
menetap dengan
waktu yang lama,
bahkan enggan
berpindah
29
2.1.2 Kerangka Berpikir
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif dengan cara
pandang keruangan (spatial). Seperti diungkapkan Bungin (2010), bahwa
penelitian kualitatif bertujuan untuk menafsirkan fenomena sosial. Dalam
penelitian mengenai “Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir”,
penelitian kualitatif dinilai tepat untuk mendapatkan jawaban atas
pertanyaan masalah, karena sifat dasar penelitian ini yang mendalam,
alamiah, dan menghasilkan atau “merekontruksi” teori atau pengetahuan
baru. Untuk menjelaskan data yang didapat menggunakan analisis
deskriptif dengan cara pandang keruangan (spatial).
Pendekatan lain dalam penelitian ini yaitu pendekatan ekologis, dimana
menurut Yunus (2010), manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Penelitian dengan
pendekatan ini menekankan pada identifikasi perilaku manusia
(behaviour). Dengan faktor lingkungan sebagai pengaruhnya. Munculnya
pendekatan ini dilandasi pemikiran bahwa munculnya perilaku manusia di
permukaan bumi tidak terjadi dengan sendirinya, namun disebabkan oleh
pengaruh yang berasal dari dirinya (faktor internal) dan dai luar dirinya
(faktor eksternal).
Dalam penelitian ini, pendekatan ekologis berfungsi untuk
mengidentifikasi “faktor pembentuk adaptasi”. Yaitu alasan mengapa
seseorang memilih bentuk adaptasi yang demikian.
Cara pandang keruangan (spatial), yaitu yang menjadikan ciri ilmu
geografi ditekankan pada analisis hasil temuan lapang , seperti “dimana
bentuk adaptasi tersebut berada?”, “lalu, mengapa disana?”, “apakah
terdapat perbedaan pada masing-masing ruang ?”, “faktor apa yang
menyebabkanya”.
30
Gambar 2.4 Kerangka Berpikir
Faktor Pembentuk
Adaptasi
Banjir Perumahan Dinar
Indah
Faktor Internal
- Demografi
- Sosial &
Ekonomi
- Status
kepemilikan
tempat tinggal
Faktor
Eksternal
-Aksesibiltas
Lokasi
- Program
penanganan
resiko bencana
Durasi Tinggi Intensitas
Manusia Banjir
Jarak dari sungai
Karakteristik
Banjir
Bentuk
Adaptasi
Jarak Sempadan Sungai
80
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, Masyarakat Perumahan
Dinar Indah melakukan berbagai macam bentuk adaptasi meliputi : 1) Adaptasi
aktif yaitu pembuatan tanggul, modifikasi rumah, dan ronda oleh masyrakat. 2)
Adaptasi Pasif yaitu pemasangan cctv, menyiapkan alat-alat keselamatan,
menyimpan barang-barang berharga. 3) Adaptasi Sosial yaitu aksi kebersihan dan
gotong royong masyarakat ketika terjadi banjir. 4) Adaptasi Ekonomi yaitu
menyiapkan tabungan dan menyimpan barang berharga. Alasan utama masyarakat
tetap bertahan untuk tetap menghuni perumahan yang rawan bencana banjir setiap
tahunya adalah keterbatasan biaya, dan juga sulitnya menjual kembali rumah yang
ada saat ini karena sudah terkenal sebagai wilayah langganan banjir. Selain itu
aksesibilitas lokasi, ketersediaan lapangan pekerjaan, dan program-program
bantuan yang dilakukan oleh Pemerintah dan non Pemerintah juga menjadi alasan
masyarakat untuk tetap tinggal dan bertahan di wilayah ini.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka penulis memberi saran-saran
sebagai berikut :
1. BPBD Kota Semarang harus lebih tegas membatasi pemberian izin
pembangunan perumahan pada sebuah wilayah bencana seperti Perumahan
Dinar Indah karena merupakan wilayah yang beresiko banjir setiap saat, dan
juga membuat solusi yang efektif dalam mengurangi bencana banjir yang
terjadi. Sehingga dapat mengurangi berbagai kerugian dan korban yang
diakibatkan oleh bencana banjir.
2. BPBD Kota Semarang harus lebih siaga dan memprioritaskan wilayah rawan
bencana seperti Perumahan Dinar Indah karena merupakan wilayah yang
beresiko bencana banjir setiap saat, dan juga membuat solusi yang efektif
81
dalam mengurangi bencana banjir yang terjadi. Sehingga dapat mengurangi
berbagai kerugian dan korban yang diakibatkan oleh bencana banjir.
3. Pemerintah Kota Semarang melalui BPBD Kota Semarang atau Dinas lain
yang bersangkutan perlu secara aktif memberikan sosialiasi dan pelatihan
kepada masyarakat tentang strategi adaptasi masyarakat terhadap bencana
banjir.
82
DAFTAR PUSTAKA
Altman,I. (1980). Environment and Social Behavior; Privacy, Personal Space,
Teritory and Crowding. Pacific Grove CA Brooke/Cole.
Anonim. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 20: Jakarta.
Anonim. 2007. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66:
Jakarta
Anonim. 2011. Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2011 tentang Kawasan
Perumahan dan Pemukiman. Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
2011 Nomor 01: Jakarta.
Anonim. 2011. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomor 08 Tahun 2011 tentang Standardisasi Data Kebencanaan. Jakarta.
Asian Disaster Prepardness Centre, (2004), Community-Based Disaster Risk
Management. Thailand: ADPC.
Bell, P. (1978). Environmental Psychology. Philadelphia: W.B. Saunders Co.
Budiharjo, Eko. 2004. Kota Dan Lingkungan: Pendekatan Baru Masyarakat
Berwawasan Ekologi. Yogyakarta: Andi Press
Budiman, Haris. 2007. Antisipasi Penduduk Terhadap Banjir di Daerah Hilir Kali
Garang Kota Semarang. Skripsi. Semarang: UNNES.
Chambers, R. (1989). Editorial Introduction: Vulnerability, Coping and Policy.
IDS Bulletin-Institute of Development Studies.
Daljoeni, N. (1982). Pengantar Geografi untuk mahasiswa dan guru sekolah.
Bandung: Penerbit Alumni.
Damayanti, Sinta dan Marfai, Moh Aris. 2011. Disaster And Resilience For The
2007 Flood Event In Part Of Sukoharjo Regency. Indonesian Journal Of
Geography Volume 43 No 2 December 2011. Yogyakarta : Faculty Of
Geography Universitas Gadjah Mada Indonesia & The Indonesia
Geographer Asociation.
Desmawan, Bayu Trisna, 2012. Adaptasi masyarakat kawasan pesisir terhadap
Banjir Rob Di Kecematan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Diposaptono, S. dan Budiman. (2007). Hidup Akrab dengan Gempa dan Tsunami,
Bogor: Sarana Komunikasi Utama.
83
Fisher, JD. (1984). Environmental Phsycology. New York: Holt,
Rinehart&Winston.
Geography Volume 43 No 2 December 2011. Yogyakarta: Faculty Of Geography
Universitas Gadjah Mada Indonesia & the Indonesian Geographer
Association.
Gifford, R. (1987). Environmental Phsycology. Principles dan Practises. Boston:
Allyn dan Bacon, Inc.
Harmanto Gatot. 2008. Geografi Bilingual Untuk SMA/MA Kelas X. Yrama
Widya. Bandung
Hariyono, Paulus. 2007. Sosiologi Kata Untuk Arsitek. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Haryanto dan Erni Suharini, 2009. Preferensi Permukiman dan Antisipasi
Penduduk yang Tinggaldi Daerah Rawan Longsor di Kota Semarang.
Dalam Jurnal Geografi Vol. 6, No 2 Juli 2009, Semarang: Jurusan Gepgrafi
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi Reaserch.Yogyakarta : Andi Hariyono, Paulus.
2007. Sosiologi Kota Untuk Arsitek. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hilmanto, R. (2010). Etnoekologi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Himbawan, G.(2010). Penyebab Tetap Bermukimnya Masyarakat di Kawasan
Rawan Banjir Kelurahan Tanjung Agung Kota Bengkulu. Semarang: Tesis
Program Pasca Sarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota
Universitas Diponegoro.
Holahan. (1982). Environmental Phsycology. New York: Random House.
Indiyanto, Agus dan Kuswanjono, Arqom. 2012. Respon Masyarakat Lokal Atas
Bencana. Yogyakarta: Mizan Media Utama.
Imah, Salis Jaya. 2014. Model Kesiapsiagaan Masyarakat Sebagai Upaya
Mengurangi Risiko Bencana Banjir Kali Beringin Kota Semarang. Skripsi.
Johnston, P. H. (1983). Reading Comprehension Assessment A Cognitive Basis.
Newark, NJ International Reading Association.
Kazmierczak dan Cavan. (2011). Surface water flooding risk to urban
communities: Analysis of Vulnerasbility, Hazard And Exposure. Received 9
Febuary 2011.
Kodaite, Robert J dan Sjarief, Roestam. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air.
Yogyakarta: Andi.
84
Lasino, (2002). Pengaruh Genangan Terhadap Bangunan. Makalah disajikan
dalam seminar Dampak Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota-Kota Pantai
di Indonesia, Bandung 12-13 Maret 2002.
Semarang: Universitas Negeri Semarang. Kodoatie, Robert J dan Sjarief,
Roestam. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air. Yogyakarta: Andi
------------------------------------------------------. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta:
Andi.
------------------------------------------------------.2013. Rekayasa dan Manajemen
Banjir Kota. Yogyakarta: Andi.
Maharani, Sholawatul. 2012. Pola Adaptasi Penduduk Dan Arahan Mitigasi Pada
Daerah Banjir Lahar Hujan Di Bantaran Sungai Code. Skripsi.Yogyakarta:
Unversitas Gadjah Mada.
Marschiavelli, M. (2008). Vulnerability Assessment and coping mechanism
related to floods in urban areas: a community based case study in Kampung
Melayu, Indonesia. Yogyakarta: Thesis, Gajah Mada University,
International Institute For Geo-Information Science and Earth Observation.
Marfai, Muh Aris. 2012. Bencana Banjir Rob: Studi Pendahuluan Banjir Pesisir
Jakarta. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mariang, H Z. (2003). Strategi adaptasi migran sektor informal perkotaan (studi
kasus 5 keluarga di Kelurahan Mandonga Kota Kendari). Jakarta: Tesis
Universitas Indonesia.
Maryono, A. 2005. Menangani Banjir, Kekeringan, dan Lingkungan. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta. Hariyono, Paulus. 2007. Sosiologi Kota
Untuk Arsitek. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Mercy Corp, (2012). Vulnerability Capacity Assessment Jakarta: Studi Kasus:
Kedoya Utara. Focus Grup Discussion.
Muslimah, Novida. 2013. Kajian Banjir Dan Penyakit Diare Di Kecamatan
Jatinegara Jakarta Timur. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Nurhayati, Erna Pandi. 2012. Dampak Rob Terhadap Aktivitas Pendidikan dan
Mata Pencaharian di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara.
Jurnal. Jurnal FIS Volume 1 Nomor 2 Tahun 2012. Universitas Negeri
Semarang.
Notoadmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineke
Cipta.
Pambudi, Moh Tika. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Bumi Aksara.
85
Pelling, Mark (2003). The Vulnerability of Cities. Natural disasters and Social
Resilience. London: Earthscan.
Pornomo, Hadi dan Sugiantoro, Ronny. 2009. Manajemen Bencana (Respon dan
Tindakan terhadap Bencana). Yogyakarta: Medpress ( Anggota IKAPI).
Pratiwi, Nila AH. (2009). Pola Migrasi Masyarakat sebagai Akibat Perubahan
Iklim Global Jangka Pendek. Semarang: Tesis Studio Perencanaan Wilayah
dan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Putro, Saptono dan Hayati, Rahma. 2007. Dampak Perkembangan Permukiman
Terhadap Perluasan Banjir Genangan di Kota Semarang. Jurnal. E-Jurnal
UNNES Volume 4 Nomor 1 Tahun 2012. Universitas Negeri Semarang.
Ramli, Soehatman. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Bencana. Jakarta: Dian
Rakyat.
Sarjono. (9 Mei 2012). Perubahan Penggunaan Tanah (Sebagai Kajian Hukum)
Rencana Pembangunan Jembatan Selat Sunda. Makalah Diseminarkan pada
Konferensi dan Nasional Infrastruktur Bagi Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia, UI-Depok.
Sarwono. (1992). Psikologi Lingkungan. Jakarta: Grasindo.
Setyowati, Dewi Liesnoor. 2010. Buku Ajar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Semarang: CV. Sanggar Krida Aditama.
Shah, A. (2010, June 1). Nepal’s First Climate Refugee Village in Mustang.
Nepali Times 511. Retrivered January 11, 2011. From
http://chimalaya.org/2010/06/01/nepals-first-climate-refugee-village-in-
mustang.
Sharma, D. (2010, July 12). Climate refugees in Mustang. Retrivired January 11,
2011 from http://www.nepalitimes.com.np/issue/2010/07/16/From The
Nepali Press/17269.
Soemarwoto, O .(1991). Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan. Jakarta :
Penerbit Djambatan.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali, Pers, 2010.
Sondang, (2011). Strategi Adaptasi Komunitas Pesisir terhadap Pengelolaan
Bencana Studi Kasus : Komunitas Muara Baru dan Kawasan Pluit terhadap
Banjir di DKI Jakarta. Jakarta: Thesis, Universitas Indonesia.
Suharini, Erni, Dewi liesnoor setyowati dan Edi Kurniawan. 2015. Pembelajaran
Kebencanaan di Daerah Rawan Bencana Banjir DAS Beringin Kota
Semarang. dalam jurnal Geografi Vol. 42 No.2 Desember 2015. Semarang:
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
86
Supranto, J. 2007. Teknik Sampling Untuk Survey dan Eksperimen. Jakarta:
Rineka Cipta.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Yang Berkelanjutan. Penerbit Andi Offset,
Yogyakarta.
Triuri, Zelina. 2012. Strategi Adaptasi Masyarakat Dalam Menghadapi Banjir Di
Kecamatan Tebet, Kota Jakarta Selatan. Skripsi. Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada.
Triutomo, S. (21 Febuari 2012). Kebijakan Nasional Pengurangan Resiko
Bencana Pada Wilayah Perkotaan. Makalah diseminarkan pada Learning
From Japan 4th Symposium, Depok.
Tukidi. 2004. Buku Ajar Meteorologi Dan Klimatologi. Semarang: Universitas
Negeri Semarang.
WIdyawati, (Febuari, 2012). Adaptation Varietes among Annual Innudation
Victims In Kampung Melayu. Jakarta Timur. Makalah pada Learning From
Japan 4th. Symposium , Depok.
Yunus, Hadi Sabari. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
-----------------------------. 2012. Struktur Tata Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset