Adab bertamu dan menerima tamu

18
ADAB BERTAMU DAN MENERIMA TAMU Oleh : 1.Acika Chaerunnissa (01) 2.Bunga Dahlia (07) 3.Istiqomah (21) 4.Nandha Zulyana Eka Saputri (24) 5.Rika Dewi Rosalia (29) 6.Siti Kharrisotun Nisa (36)

Transcript of Adab bertamu dan menerima tamu

Page 1: Adab bertamu dan menerima tamu

ADAB BERTAMU DAN MENERIMA TAMU

Oleh :1.Acika Chaerunnissa (01)2.Bunga Dahlia (07)3.Istiqomah (21)4.Nandha Zulyana Eka Saputri (24)5.Rika Dewi Rosalia (29)6.Siti Kharrisotun Nisa (36)

Page 2: Adab bertamu dan menerima tamu

PENGERTIAN BERTAMU Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan

yang dianjurkan oleh Islam. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tata krama dalam bertamu harus tetap dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Apabila tata krama ini dilanggar maka tujuan bertamu justru akan menjadi rusak, yakni merenggangnya hubungan persaudaraan. Islam telah memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu jangan bertamu pada tiga waktu aurat.  

      Yang dimaksud dengan tiga waktu aurat ialah sehabis zuhur, sesudah isya’, dan sebelum subuh. Allah SWT berfirmanyang artinya: “hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’.(Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS An Nur : 58)

Page 3: Adab bertamu dan menerima tamu

ADAB BERTAMU DALAM ISLAM 1. Memilih Waktu Berkunjung

Hendaknya bagi orang yang ingin bertamu memilih waktu yang tepat untuk bertamu. Karena waktu yang kurang tepat terkadang bisa menimbulkan perasaan yang kurang enak bagi tuan rumah bahkan terkadang mengganggunya. Dikatakan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, “Rasulullah tidak pernah mengetuk pintu pada keluarganya pada waktu malam. Beliau biasanya datang kepada mereka pada waktu pagi atau sore.” (HR. al-Bukhari no. 1706 dan Muslim no. 1928)

Page 4: Adab bertamu dan menerima tamu

2. Meminta Izin kepada Tuan Rumah Hal ini merupakan pengamalan dari perintah Allah subhanahu wa

ta’ala di dalam firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah

yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu agar kamu selalu ingat.” (An-Nur: 27)

Di antara hikmah yang terkandung di dalam permintaan izin adalah untuk menjaga pandangan mata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Meminta izin itu dijadikan suatu kewajiban karena untuk menjaga pandangan mata.” (HR. al-Bukhari no.5887 dan Muslim no. 2156 dari sahabat Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu)

Rumah itu seperti penutup aurat bagi segala sesuatu yang ada di dalamnya sebagaimana pakaian sebagai penutup aurat bagi tubuh. Jika seorang tamu meminta izin terlebih dahulu kepada penghuni rumah, maka ada kesempatan bagi penghuni rumah untuk mempersiapkan kondisi di dalam rumahnya. Di antara mudharat yang timbul jika seseorang tidak minta izin kepada penghuni rumah adalah bahwa hal itu akan menimbulkan kecurigaan dari tuan rumah, bahkan bisa-bisa dia dituduh sebagai pencuri, perampok, atau yang semisalnya, karena masuk rumah orang lain secara diam-diam merupakan tanda kejelekan. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala melarang kaum mukminin untuk memasuki rumah orang lain tanpa seizin penghuninya. (Lihat Taisirul Karimir Rahman)

Page 5: Adab bertamu dan menerima tamu

Adapun tata cara meminta izin adalah sebagai berikut:

a. Mengucapkan salamSeseorang yang bertamu diperintahkan untuk mengucapkan salam terlebih dahulu, sebagaimana ayat 27 dari surah An-Nur di atas. Pernah salah seorang sahabat dari Bani ‘Amir meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu sedang berada di rumahnya. Orang tersebut mengatakan, “Bolehkah saya masuk?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan pembantunya dengan sabdanya, “Keluarlah, ajari orang itu tata cara meminta izin, katakan kepadanya, “Assalamu ‘alaikum, bolehkah saya masuk?” Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut didengar oleh orang tadi, maka dia mengatakan, “Assalamu ‘alaikum, bolehkah saya masuk?” Akhirnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mempersilakannya untuk masuk ke rumah beliau. (HR. Abu Dawud no. 5177)

Page 6: Adab bertamu dan menerima tamu

b. Meminta izin sebanyak tiga kaliRasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Meminta izin itu tiga kali, jika diizinkan maka masuklah, jika tidak, maka pulanglah.” (HR. al-Bukhari no. 5891 dan Muslim no. 2153 dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)

Hadits tersebut memberikan bimbingan kepada kita bahwa batasan akhir meminta izin itu tiga kali. Jika penghuni rumah mempersilahkan masuk maka masuklah, jika tidak ada jawaban atau keberatan untuk menemui pada waktu itu maka pulanglah. Yang demikian itu bukan suatu aib bagi penghuni rumah tersebut dan bukan celaan bagi orang yang hendak bertamu, jika alasan penolakan itu dibenarkan oleh syariat. Bahkan merupakan penerapan dari firman Allah subhanahu wa ta’ala (yang artinya):

“Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, “Kembalilah, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (An-Nur: 28)

Page 7: Adab bertamu dan menerima tamu

c. Jangan mengintip ke dalam rumah.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Barang siapa mengintip ke dalam rumah suatu kaum tanpa izin mereka, maka sungguh telah halal bagi mereka untuk mencungkil matanya.” (HR. Muslim no. 2158 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Dalam hadits ini, terdapat ancaman keras dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi seseorang yang bertamu dengan mengintip atau melongok ke dalam rumah yang ingin dikunjungi. Maka bagi tuan rumah berhak untuk mengamalkan hadits ini ketika ada seseorang yang berbuat demikian tanpa harus memberi peringatan terlebih dahulu pada seseorang tersebut dan tidak ada baginya keharusan untuk membayar diyat (harta tebusan) ataupun qishash (hukuman balas) terhadap apa yang dia lakukan terhadap orang tersebut.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Hibban dan yang lainnya juga dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barang siapa melongok ke dalam rumah suatu kaum tanpa izin mereka, maka mereka boleh mencungkil matanya, tanpa harus membayar diyat dan tanpa qishash.” (Lihat Syarh Shahih Muslim dan Fathul Bari)

Page 8: Adab bertamu dan menerima tamu

3. Mengenalkan Diri Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

menceritakan tentang kisah Isra` Mi’raj, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kemudian Jibril naik ke langit dunia dan meminta izin untuk dibukakan pintu langit. Jibril ditanya, “Siapa anda?” Jibril menjawab, “Jibril.” Kemudian ditanya lagi, “Siapa yang bersama anda?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Kemudian Jibril naik ke langit kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya di setiap pintu langit, Jibril ditanya, “Siapa anda?” Jibril menjawab, “Jibril.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Page 9: Adab bertamu dan menerima tamu

4. Menyebutkan Keperluannya Di antara adab seorang tamu adalah

menyebutkan urusan atau keperluan dia kepada tuan rumah supaya tuan rumah lebih perhatian dan menyiapkan diri ke arah tujuan kunjungan tersebut, serta dapat mempertimbangkan dengan waktu dan keperluannya sendiri. Hal ini sebagaimana kisah para malaikat yang bertamu kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya):

“Ibrahim bertanya, “Apakah urusanmu wahai para utusan?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang berdosa.” (Adz-Dzariyat: 32)

Page 10: Adab bertamu dan menerima tamu

5. Memintakan izin untuk tamu yang tidak diundang. Jika bertamu dalam rangka memenuhi undangan, namun ada orang lain yang

tidak diundang ikut bersamanya, maka hendaknya mengabarkan kepada tuan rumah dan memintakan izin untuknya. Hal ini pernah dialami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana kisah sahabat Abu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,

“Di kalangan kaum Anshar ada seseorang yang dikenal dengan panggilan Abu Syu’aib. Dia mempunyai seorang budak penjual daging. Abu Syu’aib berkata kepadanya, “Buatlah makanan untukku, aku akan mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama empat orang lainnya. Maka dia pun mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama empat orang lainnya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang bersama 4 orang lainnya, ternyata ada seorang lagi yang mengikuti mereka, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya anda mengundang kami berlima, dan orang ini telah mengikuti kami, jikalau anda berkenan anda dapat mengizinkannya dan jika tidak anda dapat menolaknya.” Maka Abu Syu’aib berkata, “Ya, saya mengizinkannya.”

(HR. al-Bukhari no. 5118 dan Muslim no. 2036)

Page 11: Adab bertamu dan menerima tamu

6. Tidak Memberatkan Tuan Rumah dan Segera Kembali ketika Urusannya Selesai.

Bagi seorang tamu hendaknya berusaha tidak membuat repot atau menyusahkan tuan rumah dan segera kembali ketika urusannya selesai. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya):

“…tetapi jika kalian diundang maka masuklah, dan bila telah selesai makan kembalilah tanpa memperbanyak percakapan…” (Al-Ahzab: 53)

Disebutkan oleh para ulama bahwa perjamuan yang wajib dilakukan tuan rumah kepada tamu hanya satu hari satu malam (24 jam). Jamuan tiga hari berikutnya hukumnya mustahab (sunnah) dan lebih utama. Adapun jika lebih dari itu maka sebagai sedekah. Maka dari itu, bagi tamu yang menginap kalau sudah lewat dari tiga hari hendaknya meminta izin kepada tuan rumah. Kalau tuan rumah mengizinkan atau menahan dirinya maka tidak mengapa bagi si tamu tetap tinggal, dan jika sebaliknya maka wajib bagi si tamu untuk pergi. Karena keberadaan si tamu yang lebih dari tiga hari itu bisa mengakibatkan tuan rumah terjatuh dalam perbuatan ghibah, atau berniat untuk menyakitinya atau berburuk sangka. (Lihat Syarh Shahih Muslim)

Page 12: Adab bertamu dan menerima tamu

7. Mendoakan Tuan Rumah Hendaknya seorang tamu mendoakan tuan

rumah atas jamuan yang dihidangkan kepadanya. Di antara doa yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu:

ارحمهم و لهم واغفر رزقتهم ما في لهم بارك هم الل “Ya Allah berikanlah barakah untuk mereka

pada apa yang telah Engkau berikan rizki kepada mereka, ampunilah mereka, dan rahmatilah mereka.” (HR. Muslim no. 2042 dari sahabat Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu)

Page 13: Adab bertamu dan menerima tamu

ADAB MENERIMA TAMU DALAM ISLAM

a.      Kewajiban Menerima Tamu Sebagai agama yang sempurna, Islam juga

memberi tuntunan bagi umatnya dalam menerima tamu. Demikian pentingnya masalah ini (menerima tamu) sehingga Rasulullah SAW menjadikannya sebagai ukuran kesempurnaan iman. Artinya, salah satu tolak ukur kesempurnaan iman seseorang ialah sikap dalam menerima tamu. Sabda Rasulullah SAW:

فاليكرم                         االخر واليوم الله با يؤمن كان من) البخارى ) رواه ضيفه

Artinya: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.”(HR Bukhari)

Page 14: Adab bertamu dan menerima tamu

.      Contoh Menerima Tamu 1.      Berpakaian yang pantas Sebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah

hendaknya mengenakan pakaian yang pantas pula dalam menerima kedatangan tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima kedatangan tamu berarti menghormati tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai kepada seorang yang berpakain rapi, bersih dan sopan. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “ Makan dan Minumlah kamu, bersedekah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak dengan sombong dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat bekas nikmatnya pada hambanya.”  (HR Baihaqi)

  2.      Menerima tamu dengan sikap yang baik Tuan rumah hendaknya menerima kedatangan tamu

dengan sikap yang baik, misalnya dengann wajah yang cerah, muka senyum dan sebagainya. Sekali-kali jangan acuh, apalagi memalingkan muka dan tidak mau memandangnya secara wajar. Memalingkan muka atau tidak melihat kepada tamu berarti suatu sikap sombong yang harus dijauhi sejauh-jauhnya.

 

Page 15: Adab bertamu dan menerima tamu

  3.      Menjamu tamu sesuai kemampuan Termasuk salah satu cara menghormati tamu

ialah memberi jamuan kepadanya.   4.      Tidak perlu mengada-adakan Kewajiban menjamu tamu yang ditentukan oleh

Islam hanyalah sebatas kemampuan tuan rumah. Oleh sebab itu, tuan rumah tidak perlu terlalu repot dalam menjamu tamunya. Bagi tuan rumah yang mampu hendaknya menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan bagi yang kurang mampu hendaknya menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu memberi air putih maka air putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada, cukuplah menjamu tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah.

Page 16: Adab bertamu dan menerima tamu

  5.      Lama waktu Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan

tamu adalah tiga hari, termasuk hari istimewanya. Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya. Sabda Rasulullah SAW:

 ) (  عليه متفق عليه صدقة فهو ذالك وراء كان فما ام اي ثالثة الضيافة

Artinya: “ Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya adalah merupakan sedekah baginya.” (HR Muttafaqu Alaihi)

  6.      Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu

pulang Salah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan

tamu adalah apabila tuan rumah mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa lebih semangat karena merasa dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.

Page 17: Adab bertamu dan menerima tamu

Hikmah dan Tujuan Menerima Tamu Hikmah dan Tujuan Bertamu yaitu

mempererat tali silaturrahim dan semangat kebersamaaan antar sesama manusia.

Page 18: Adab bertamu dan menerima tamu