ADAB AL-MU’ALLIM - · PDF file3 Ahmad Tafsir (ed.), llmu Pendidikan dalam Perspektif...

15
MAKALAH HADITS TARBAWY ADAB AL-MU’ALLIM Dosen Pengampu : Saiful Amien, M.Pd Disusun Oleh : 1. Lusiana Acnesyah Putri Aminuddin (039) 2. Resti Ayu Pratiwi (040) 3. Rita Suprapti (041) 4. Nur Fadliyah (043) Prodi. Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang 2016

Transcript of ADAB AL-MU’ALLIM - · PDF file3 Ahmad Tafsir (ed.), llmu Pendidikan dalam Perspektif...

MAKALAH HADITS TARBAWY

ADAB AL-MU’ALLIM

Dosen Pengampu : Saiful Amien, M.Pd

Disusun Oleh :

1. Lusiana Acnesyah Putri Aminuddin (039)

2. Resti Ayu Pratiwi (040)

3. Rita Suprapti (041)

4. Nur Fadliyah (043)

Prodi. Pendidikan Agama Islam

Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Malang

2016

2

A. Pendahuluan

Dunia pendidikan tidak terlepas dari adanya guru dan siswa karena

merupakan unsur yang penting dalam sebuah pendidikan, terutama dalam

proses belajar dan pembelajaran. Seorang guru dalam mendidik, mengajar,

membimbing dan mengarahkan kepada anak didiknya tentunya dengan

adab yang baik. Yakni perilaku, sifat, dan tindakan yang dilakukan sesuai

dengan nilai-nilai dan norma-norma agama. Seorang guru tidak hanya

mendidik mengenai materi pelajaran saja tetapi juga bertanggung jawab

dalam membentuk kepribadian yang unggul, baik jasmani maupun rohani.

Adab seorang guru merupakan hal yang penting dalam sebuah proses

belajar. Guru tentunya harus mengetahui bagaimana cara mendidik dan

mengajar anak didik yang baik dan benar sesuai dengan ajaran Islam. Oleh

karena itu dalam makalah kali ini akan dibahas tentang adab seorang guru

atau mu’allim kepada siswa atau anak didiknya sesuai dengan hadist

Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam. Adab seorang guru diantaranya

yaitu, berniat ikhlas, sabar, memperhatikan keadaan peserta didik, lemah

lembut, adil, mengembalikan ilmu kepada Allah, dan memberikan ilmu

sesuai dengan tingkat pemikiran peserta didik.

B. Pembahasan

1. Pengertian Adab Al-Muallim

Secara etimologi adab berasal dari bahasa Arab yaitu addaba-

yu’addibu-ta’dib yang berarti ‘mendidik’ atau ‘pendidikan’.1 Dalam kamus

Al-Munjid dan Al Kautsar, adab dikaitkan dengan akhlak yang memilki arti

budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat sesuai dengan nilai-nilai

agama Islam.2

1 Al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Terj. dari Bahasa Inggris oleh Haidar Bagis

(Bandung: Mizan, 1996), hlm. 60. 2 Luis Ma’ruf, Kamus Al-Munjid, Al-Maktabah Al-Katulikiyah (Beirut, tt), hlm. 194; Husin Al-

Habsyi, Kamus Al Kautsar (Surabaya: Assegraff, tt), hlm. 87.

3

Sedangkan Mu’allim atau guru dalam perspektif pendidikan Islam

adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta

didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensinya, baik

potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai

ajaran Islam.3 Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa muallim atau

guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan

jasmani (fisik) dan rohani (psikis) peserta didik agar mencapai tingkat

kedewasaan, sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaanya

sebagai khalifah sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Jadi Adab Al-Muallim yaitu tingkah laku, budi pekerti dan sifat yang

harus dimiliki oleh seorang guru terhadap anak didiknya dalam proses

pembelajaran maupun diluar proses pembelajaran sesuai dengan ajaran

Islam.

2. Hadist tentang Adab Muallim

a. Berniat Ikhlas

Secara etimologi kata niat dengan tasydid pada huruf ya’ ) نيه ( adalah

bentuk mashdar dari kata kerja نوى - ينوى yang berarti maksud.4 Jadi niat

merupakan unsur terpenting dalam sebuah amal perbuatan. Niat yang

benar adalah keinginan dalam hati untuk melaksanakan suatu kegiatan

untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Kata Ikhlas diambil dari kata khalasa,

khalushan, khalashan خلس – خلس – خلس berarti jernih.5 Mu’allim atau guru

dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik harus niat ikhlas karena

Allah Swt. baik aktivitas yang berhubungan dengan perintah, larangan,

nasihat, pengawasan, maupun hukuman terhadap anak didiknya. Niat yang

3 Ahmad Tafsir (ed.), llmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (bandung: Remaja Rosdakarya,

1992), hlm. 74-75. 4 Nashr Farid Muhammad Washil dan Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa’id Fiqhiyyah,

(Jakarta: Amzah, 2009),hlm. 28. 5 Bukhari Umar, Hadist Tarbawi: Pendidikan dalam Perspektif Hadist, (Jakarta: Amzah,

2015), hlm. 82.

4

ikhlas seperti ini juga dijelaskan oleh Rasulullah Sallallahu’alaihi wa sallam

dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan oleh Bukhari

ناعبدهللا بن ا مالك عن يحي بن سعيد حد ث

برن

خال ا

ق

مة

د مسل عن محم

قاص م بن ابراهيم عل

بن وق

ن رسو ل هللا ة

ص عن عمرا

م ل الل

يه وسل

عل

ل امر ئ ماية ولك عمال باالن

ال اال

ق

ان

من ك

ت هجر وى ف

ه ن

ى هللا و ت

ال

هجر رسو له ى هللا ورسو له و ف

ه ال

ت

ا ن

يا يصيب من ك

ه لد ن

و ت هجر ت

حا ا

يه ى ما هاجر ال

ه ال

هجر ت

جها ف زو

ة يت

)رواه البخاري( امر ا

“Telah menceritakan ‘Abdullah bin Maslamah berkata ; telah

mengabarkan Malik dari Yahya bin Sa’id dari Muhammad bin Ibrahim

dari ‘Al Qamah bin Waqqas dari ‘Umar, bahwa Rasulullah SAW bersabda

: “Semua amalan tergantung niatnya. Dan setiap orang hanya akan

mendapatkan apa yang ia niatkan. Maka barang siapa yang hijrah karna

Allah dan RasulNya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasulnya. Dan

barang siapa yang hijrahnya karna dunia atau karna perempuan yang

akan dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa yang dia berhijrah

kepadanya”. (HR. Bukhari)6

Hadits ini menegaskan bahwa diterimanya amal perbuatan manusia

tergantung keikhlasan kepada Allah. Seseorang dengan niatnya dapat

mencapai pahala yang sama dengan orang yang melakukan suatu amal

meskipun ia tidak melakukan amal tersebut karena terhalang oleh suatu

uzur. Segala bentuk pekerjaan dinilai sesuai dengan niatnya. Dalam proses

pendidikan dapat bernilai ibadah apabila orang yang melaksanakan

mempunyai niat yang ikhlas. Seorang pendidik harus mendidik dan

mengajar dengan niat mengerjakan perintah Allah. Ikhlas merupakan ruh

dan inti dari setiap amal.

6 Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitab Al-Iman

(Beirut: Darl Al-Fikr, 1994), No. 51 hlm. 212-213.

5

Ada beberapa pelajaran yang terdapat dalam hadits ini sebagai seorang

muallim atau guru, yaitu dalam menuntut dan mengajarkan ilmu, harus

disertai dengan niat yang ikhlas karena Allah. jika setelah itu memperoleh

sanjungan dari manusia, itu adalah nikmat dan anugrerah dari Allah. Tetapi

apabila dikerjakan dengan riya’, maka niatnya hampa disisi Allah. Dan

apabila ikhlas karena Allah dalam mengajarkan ilmunya, maka akan

mendapat balasannya dari Allah. Niat jika hanya untuk mendapatkan

keuntungan dunia saja, maka hanya itulah yang diperoleh, tanpa mendapat

ganjaran pahala dari Allah.

b. Sabar

Sabar adalah kemampuan menguasai diri dari kemarahan. Kebencian

dan dendam serta sanggup melakukan tugas-tugas amal shalih. Sabar

merupakan kekuatan batin, karena dengan sabar ia dapat menguasai dan

memimpin dirinya, sehingga tidak melakukan perbuatan yang merugikan

dirinya sendiri dan orang lain. Marah adalah gelora di jiwa, orang yang

marah kehilangan keseimbangannya dan pertimbangan-pertimbangan yang

dimilikinya terbalik, sehingga ia hampir-hampir tidak bisa membedakan

antara haq dan yang bathil.7

ظ ذين ينفقون فى السرآء والضرآء والك

عا فين عن الناس, ال

وال

يظ

غمين ال

حسنين ب ال يح

والل

Artinya: (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di

waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan

amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-

orang yang berbuat kebajikan.8

7 Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, Begini Seharusnya Menjadi Guru, Terj: Jamaluddin

(Jakarta: Darul Haq, 2008), hlm. 40. 8 Al-Qur’an Surah Al Imran: 134.

6

Demikian Islam menganjurkan orang-orang untuk bersikap sabar dan

tabah. Jika ayat itu diterapkan kepada seorang guru, selain tugasnya untuk

mengajar secara terus menerus dan berkesinambungan guru juga harus

menghadapi anak-anak didik yang mempunyai tingkat akal yang bervariasi

dalam hal daya paham, cara pandang, penerimaan dan lain-lain. Adakalanya

peserta didik ada yang nakal, ada yang sulit menerima pelajaran, dan lain

sebagainya. Dari sini dapat dilihat banyaknya cobaan yang menuntut

kesabaran bagi pendidik. Dan sabar dalam menahan amarah tersebut di

tampakan oleh perbuatan dan perkataan Nabi. Beliau adalah orang yang

paling mampu menahan emosi. Sebagaimana yang dituturkan oleh Anas bin

Malik:

نا حدث

ني ما لك , عن إسحا ق بن عبد الل

قال : حدث

إسماعيل بن عبدالل

ى اللي مع النبي صل مش

نت أ

ال : ك

س بن ما لك ق

عن أن

حة

لابن أ بي ط

حا شية ليضا ال

جرا ني غ

يه بر دن

م وعل

يه وسل

عل

به جذ

جذ

ه أعرابي ف

درك

أ ف

دأ م ق

يه و سل

عل

ى الل

ضرت إلر صفحة عا تق النبي صل

حتى ن

ديدة

ش

بة

ذي ال

ال مرلي من ما ل الل

م ق

بته ث

الرداء من شدة جذ

ر ث به حا شية

ث

اءعندك ف

ه بعط

م أ مر ل

ضحك ث

يه ف

ت إل

تف

ا ل

Artinya: telah menceritakan Ismail bin Abdillah berkata: telah

menceritakan Malik dari Ishaq bin Abdillah Ibn Abi Thalhah dariAnas bin

Malik “Saya pernah berjalan bersama Rasulullah SAW, sementara beliau

memakai selimut najran yang tebal dan kasar di bagian ujungnya. Beliau

dikejar oleh seorang badui lalu menarik selimut dengan keras sehingga

saya melihat permukaan leher Rosulullah lecet oleh ujung selimut tersebut

akibat keras tarikannya. Kemudian dia (badui) itu berkata “wahai

Muhammad, perintahkan agar diberikan untukku dari harta Allah yang

7

ada padamu. “Rosulullah menoleh kepadanya dan tersenyum, kemudian

memerintahkan agar ia diberikan pesangon.9

Dalam hadits ini terdapat pelajaran berupa sikap menahan diri serta

membalas keburukan dengan kebaikan. Selayaknya perilaku nabi ini

menjadi cermin bagi para guru agar lebih sabar dalam memperlakukan anak

didiknya.

Menurut Ibnu Hajar, bahwa orang yang memberi nasihat boleh

menampakan sikap marah. Karena dia sebagai orang yang memberi

peringatan. Begitu juga seorang guru, jika dia mencela kesalahan murid

yang belajar kepadanya. Karena terkadang hal itu terpaksa dia lakukan agar

si murid dapat mencari kebenaran darinya. Meskipun sebagai seorang guru

dianjurkan untuk bersabar, namun adakalanya guru bersikap tegas pada

murid yang melakukan kesalahan berulang-ulang.

c. Memperhatikan Keadaan Peserta Didik

Menjadi seorang pendidik harus mampu memperhatikan peserta

didiknya. Agar pendidikan dan pembelajaran dapat terlaksana dengan

afektif. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah minat, kemampuan dan

kondisi jasmani peseta didik. Pendidik jangan sampai memngajarkan

pelajaran yang melebihi batas kemampuan peserta didiknya. Karena apabila

siswa sudah berada dalam titik kejenuhan biasanya siswa tidak dapat

memahami materi yang disampaikan oleh pendidik. seperti dalam hadist :

ي ال م ك

ة و العل

و عظ

نا بال

ول

م يتخ

يه وسل

عل

ى الل

ان النبي صل

با ب ما ك

نا محمد بن يو س عمش , عن ينفروا حدث

ا سفيا ن ,عن األ

برن

ال :أ خ

ق

ف

و نا بال

ول

م يتخ

يه وسل

عل

ى الل

ا ن النبي صل

ا ل ك

أبي وائل , عن ابن مسعد ق

ين السا مة عل

ر اهة

يا م ك

ة في األ

عظ

9 Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitab Al-Jana’iz

(Riyadh: Darus Salam,1997), No. 9085.

8

Dari ibnu Mas’ud, ia menceritakan, “Nabi Muhammad Salallahu alaihi

Wasalam selalu menyelingi hari-hari belajar untuk kami menghindari

menghindari kebosanan kami.” (HR Bukhari).10

Dalam hadist ini dijelaskan bahwa Rasulullah mengajar sahabat tidak

setiap hari, tetapi ada juga waktu istirahat. Itu berarti para sahabat

membutuhkan waktu istirahat agar tidak kelelahan dalam belajar. Karena

dalam proses belajar harus ada rentang waktu untuk istirahat. Hal ini sangat

berpengaruh dalam proses belajar yang tepat, dengan adanya jadwal belajar,

pelajaran akan lebih mudah di pahami. Dan prinsip belajar dengan

membagi waktu belajar dapat menghilangkan rasa bosan.

d. Lemah Lembut

Lemah lembut adalah salah satu sifat yang wajib dimiliki oleh seorang

guru atau pendidik. Lemah lembut merupakan sifat yang sangat halus yang

ada dalam diri seseorang, seseorang yang memiliki hati lemah lembut dapat

terlihat dari raut wajahnya, selain itu, sifat lemah lembut juga dapat terlihat

dari bagaimana cara dia bertutur kata dan dalam berbuat suatu hal.

Pendidik berperan sebagai orang tua murid ketika berada di sekolah.

Hal ini berarti semua tanggung jawab diserahkan kepada pihak pendidik

ketika murid atau peserta didik berada di sekolah. Maka dari itu, sebagai

pendidik guru harus lemah lembut dan memberikan kasih sayang yang tulus

kepada muridnya sebagaimana menganggap anak didik seperti anak sendiri.

Sifat lembut yang seperti ini juga dijelaskan oleh Rasulullah Sallallahu’alaihi

wa sallam dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan oleh Bukhari11 yaitu :

م يه وسل

عل

ى الل

بي صل ينا الن

تال أ

حويرث ق

يمان مالك بن ال

بي سل

عن أ

منا عنده قأاربون ف

متق

ببة

حن ش

نا ون

هل

تقنا أ

ا اش ن

ن أ

ظ

ف

ةيلرين ل

عش

10 Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitab Al-

Jana’iz (Riyadh: Darus Salam,1997), No. 68.

11 Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitab Al-Adzan

(Riyadh: Darus Salam,1997), No. 685 hlm. 137-138.

9

ى ال ارجعوا إل

قان رفيقا رحيما ف

اه وك

برن

خأهلنا ف

نا في أ

رك

ن ت نا عم

لوسأ

ا حض ي وإذ

صل

يتموني أ

ما رأ

وا ك

موهم ومروهم وصل

عل

م ف

هليك

أ

ل رت الصة

م. )رواه البخارى(برك

كم أ

ك م

م ليؤ

م ث

حدك

م أ

كن ل

ذيؤ

ل ف

Artinya : “Dari Abu Sualiman Malik ibn al-Huwayris berkata: “Kami,

beberapa orang pemuda sebaya datang kepada Nabi saw., lalu kami

menginap bersama beliau selama 20 malam. Beliau menduga bahwa kami

telah merindukan keluarga dan menanyakan apa yang kami tinggalkan

pada keluarga. Lalu, kami memberitahukannya kepada Nabi. Beliau

adalah seorang yang halus perasaannya dan penyayang lalu berkata:

‘Kembalilah kepada keluargamu! Ajarlah mereka, suruhlah mereka dan

salatlah kamu sebagaimana kamu melihat saya mengerjakan salat.

Apabila waktu salat telah masuk, hendaklah salah seorang kamu

mengumandangkan azan dan yang lebih senior hendaklah menjadi

imam.’” (HR. Al-Bukhari)

Dapat dilihat pada hadits di atas, Rasulullah Sallallahu’alaihi wa Sallam

merupakan seseorang pendidik yang sangat halus perasaannya serta

penyayang kepada siapa yang saja yang tengah dekat dengannya. Maka

dengan adanya hadits Rasulullah di atas diwajibkan atas setiap pendidik

memperlakukan peserta didiknya dengan lemah lembut serta memberikan

kasih sayang yang tulus kepada mereka.

e. Adil

Adil menurut bahasa Arab disebut dengan kata ‘adilun, yang berarti

sama dengan seimbang. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, adalah

diartikan tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak pada yang benar,

berpegang pada kebenaran, sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang. Dan

menurut ilmu akhlak ialah meletakan sesuatu pada tempatnya, memberikan

atau menerima sesuatu sesuai haknya, dan menghukum yang jahat sesuai

10

haknya, dan menghukum yang jahat sesuai dan kesalahan dan

pelanggaranya12.

Jadi, adil merupakan suatu sifat yang meletakkan sesuatu sesuai dengan

tempatnya atau menyamaratakan semua sesuai dengan porsi yang

seharusnya ia dapatkan. Adil juga dapat diartikan menyeimbangkan segala

sesuatu tanpa harus dibeda-bedakan antara yang satu dengan yang lainnya.

Dilihat dari pengertian adil di atas, sifat adil adalah salah satu sifat

terpenting yang harus dimiliki oleh seorang pendidik. Sifat adil ini berperan

penting dalam suatu proses pendidikan dimana pendidikan seyogyanya

disampaikan dengan objektif tanpa ada pilih kasih antar peserta didik atas

dasar apapun. Sifat adil ini juga telah Rasulullah jelaskan dalam sebuah

haditsnya yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan Al-Baihaqi13 :

ال رسول ال ق

عمان بن بشير ق وا بين عن الن

م اعدل

يه وسل

ى هللا عل

هللا صل

م.بنا ئك

وا بين ئ

م اعدل

بنا ئك

ئ

Dari Nu’man bin Basyir, ia berkata bahwa Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa

Sallam bersabda, “Berlaku adillah kamu di antara anak-anakmu! Berlaku

adillah kamu di antara anak-anakmu!” (HR. An-Nasa’i dan Al-Baihaqi) .

Maksud dari hadits di atas adalah Rasulullah Sallallahu ‘alaihi Wa

sallam memerintahkan kepada seluruh umatnya untuk senantiasa berbuat

adil kepada anak-anaknya. Dalam konteks pendidikan, hadits ini

mempunyai pengaruh yang sangat besar. Tentunya jika dihubungkan

dengan pendidikan, yang dimaksud anak-anak dalam hadits ini yaitu anak-

anak peserta didik dan pendidik selaku orang tua. Maka, berdasarkan hadits

di atas wajib bagi setiap pendidik memiliki sifat adil kepada setiap anak

didiknya.

12 sebagaimana dikutip dari http://jajaka-aja.blogspot.co.id/2012/01/materi-aqidah-akhlak-

tentang-adil-rida.html diakses pada tanggal 17, pukul 23.00 13 Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib Al-Nasa’iy, Sunan an-Nasâ’iy, Juz 6, h. 573; Al-

Bayhaqiy, Sunan al-Bayhaqiy, Juz 2, h. 411 dalam al-Maktabah al-Syâmilah.

11

Keadilan pendidik terhadap peserta didik meliputi banyak hal,

seperti memberikan kasih sayang, penilaian, perhatian, bimbingan,

pengajaran dan lain sebagainya. Apabila sifat ini tidak dimiki oleh seorang

pendidik, maka ia tidak akan disenangi oleh peserta didiknya; dan apabila

terdapat proses pembelajaran, maka tidak akan mendapat hasil yang

maksimal14.

f. Mengembalikan ilmu pada Allah

Sebagai seorang pendidik seharusnya bersikap tawadhu’, tidak malu

untuk mengutarakan ketidaktahuannya tentang suatu ilmu yang

dipertanyakan oleh peserta didik . Sebagaimana yang telah di contohkan

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam sesuai dalam hadist beliau :

حدثنا حبان : اخبرنا عبدهللا : اخبرنا شعبة , عن ابى بشر , عن سعيد

ال : سئل رسول هللا صلى هللا ابن جبير, عن ابن عباس رض ي هللا عنهم ق

وا عا انم بما ك

عل

هم أ

قل خ

ال : }هللا اذ

قعليه وسلم عن اوالد الشركين ؟ ف

15ملين{

Diriwayatkan dari Hibban , dari Abdullah, dari Syu’bah, dari Abi Bisyri,

dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas berkata : Rasulullah ditanya tentang

anak-anak orang-orang musyrik? Maka beliau menjawab : { Allah yang

menciptakannya lebih mengetahui apa yng mereka perbuat }.

Dalam hadist ini diriwayatkan bahwa Rasulullah ditanya tentang nasib

anak orang-orang musyrik nanti, pada hari qiyamat. Lalu beliau menjawab

bahwa Allah lebih mengetahui akan hal itu. Dapat diambil kesimpulan

dalam hadist ini bahwa seorang pendidik tidak harus memberikan jawaban

atas pertanya’an yang diajukan oleh peserta didik yang masih diragukan

kebenarannya apalagi belum tahu sama sekali tentang jawabannya.

14 Bukhari Umar, Hadis Tarbawi: Pendidikan dalam Perspektif Hadist, Cetakan ketiga,

(Jakarta: Amzah , 2015), hlm. 81. 15 Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitab Al-

Jana’iz (Darus Salam,1997), No. 1383 hlm. 272.

12

Sehingga pendidik tidak perlu risih mengatakan ketidaktahuannya dan

mengembalikan pada Allah akan kebenaran yang sesungguhnya16.

g. Memberikan ilmu sesuai dengan tingkat pemikiran peserta

didik

Pendidik hendaknya menyampaikan ilmu yang sesuai dengan tingkat

pemikiran peserta didik. Tidak layak bagi pendidik menyampaikan suatu

ilmu diluar tingkat pemikiran mereka. Karena jika hal tersebut terjadi, maka

peserta didik tidak akan bisa mengerti tentang ilmu yang disampaikan ,

sehingga tujuan dari pembelajaran tidak akan tercapai dengan baik.

Sebagaimana sabda Rasulullah:

اس عليه وسلم : قال النبي صلى هللا زل الننا أن ن

مرن

بياء أ

ن

حن معاشرالن

در عقولهم ى ق

مهم عل

لكهم ون

منازل

Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: Kita para

nabi diperintahkan agar menempatkan masing-masing orang pada

tempatnya dan berbicara pada mereka sesuai dengan tingkat

pemikirannya.17

Atau dalam riwayat lain:

نا ثأحمد بن زياد العتكي في الختارة من رواية الحافظ ضياء الدين وروى

يزيد الزراد عن محمد بن أبو عبد الرحمن يزيد بن ثنا األسود بن سالم

ا عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال:ابن عمر عن نافع عجلن عن مرن

أ

در عقولهم ى ق

اس عل م الن

لكن ن

بياء أ

ن ر األ

معش

Diriwayatkan dari Hafidz (dhiya’ud din ) dalam kitab mukhtaroh, dari

riwayat Ahmad bin Ziyad dari Muhammad bin ‘Ajlan dari Nafi’ dari Ibnu

Umar dari Nabi Muhammad, Beliau bersabda: Kita para nabi

16 Bukhari Umar, Op. Cit. hlm. 89-90. 17 Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ulumuddin, (Beirut: Darul Fikr,1989), jilid 1

hlm. 71.

13

diperintahkan untuk berbicara pada mereka sesuai dengan tingkat

pemikirannya.18

C. Penutup

Berdasarkan pembahasan mengenai akhlak pendidik, terdapat

beberapa hal yang bisa diambil kesimpulan. Bahwa sifat-sifat yang telah

dijelaskan dalam makalah di atas merupakan sifat penting yang harus dimiliki

oleh setiap pendidik.

Sifat ikhlas adalah salah satu sifat yang yang harus dimiliki seorang

pendidik. Ikhlas disini secara singkat diartikan sebagai meniatkan segala

bentuk upaya dalam melaksanakan pendidikan semata-mata hanya karena

mengharap ridho Allah.

Selanjutnya adalah sifat sabar, yakni sifat diamana seorang pendidik

menempatkan kesadaran diri secara penih terhadap kontrol emosi, khususna

Dalam menahan emosi marah kepada peserta didik. Sifat pendidik yang

selanutnya adalah memperhatikan peserta didik, hal ini penting adanya karena

berkaitan dengan porsi pembelaran, metode pembelajaran hingga pencapaian

pembelajaran masing-masing peserta didik berbeda satu dan yang lainnya,

tidak dapat digeneralisir.

Lemah lembut adalah sikap yang harus dimiliki oleh pendidik

selanjutnya. Lemah lembut merupakan hal yang berbeda dari sabar, lemah

lembut tidak semata-mata berupa kontrol emosi belaka. Lemah lembut adalah

wujud afeksi (perhatian) dari pendidik kepada peserta didik.

Kemudian adil, sifat ini juga merupakan salah satu sifat yang haris

dimiliki oleh pendidik. Pendidik sangat perlu bersikap adil, yakni memandang

dan menempatkan secara objektif seluruh peserta didik dalam tingkat yang

sama.

18 Muhammad bin Muflif bin Muhammad Al-Qudsi. Al-Adab Asy-Syar’iyyah wal Minah Al-

Mar’iyyah. ( Islamu.web.net, 1998), hlm. 155.

14

Mengembalikan ilmu pada Allah, seorang pendidik tidak harus

memberikan jawaban atas pertanya’an yang diajukan oleh peserta didik yang

masih diragukan kebenarannya apalagi belum tahu sama sekali tentang

jawabannya. Sehingga pendidik tidak perlu risih mengatakan

ketidaktahuannya dan mengembalikan pada Allah akan kebenaran yang

sesungguhnya.

Memberikan ilmu sesuai dengan tingkat pemikiran peserta didik,

pendidik hendaknya menyampaikan ilmu yang sesuai dengan tingkat

pemikiran peserta didik. Tidak layak bagi pendidik menyampaikan suatu ilmu

diluar tingkat pemikiran mereka. Karena jika hal tersebut terjadi, maka peserta

didik tidak akan bisa mengerti tentang ilmu yang disampaikan ,sehingga

tujuan dari pembelajaran tidak akan tercapai dengan baik.

D. Daftar Pustaka

Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib Al-Nasa’iy, Sunan an-Nasâ’iy, Juz 6, dalam al-Maktabah al-Syâmilah.

Al-Ghazali, Muhammad bin Muhammad. Ihya’ulumuddin. 1989. jilid I.

Beirut: Darul Fikr. Al-Attas. 1996. Konsep Pendidikan Dalam Islam. Terj. dari Bahasa Inggris oleh

Haidar Bagis. Bandung: Mizan. Husin Al-Habsyi, Kamus Al Kautsar. Surabaya: Assegraff. Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fiyyi. 1994. Shahih

Bukhari Kitab Al-Iman. Beirut: Darl Al-Fikr. Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fiyyi. 1997. Shahih

Bukhari Kitab Al-Jana’iz. Riyadh: Darus Salam. Jaka. 2012. Materi Aqidah Akhlak Tentang Adil, Rida dan Beramal Sholeh,

(Online), (http://jajaka-aja.blogspot.co.id/2012/01/materi-aqidah-akhlak-tentang-adil-rida.html), diakses 17 November 2016.

Ma’ruf, Luis. Kamus Al-Munjid, Al-Maktabah Al-Katulikiyah. Beirut: tt.

15

Muhammad bin Muflif bin Muhammad Al-Qudsi. 1998. Al-Adab Asy-Syar’iyyah wal Minah Al-Mar’iyyah. Islamu.web.net.

Tafsir, Ahmad. (ed.). 1992. llmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. bandung:

Remaja Rosdakarya. Umar, Bukhari. 2015. Hadist Tarbawi: Pendidikan dalam Perspektif Hadist

(Cetakan 3). Jakarta: Amzah. Washil, Nashr Farid Muhammad dan Abdul Aziz Muhammad Azzam. 2009.

Qawa’id Fiqhiyyah. Jakarta: Amzah.