acara 1.doc
-
Upload
noviayuanita -
Category
Documents
-
view
156 -
download
12
Transcript of acara 1.doc
I. JUDUL : TOLERANSI OSMOTIK ERITROSIT HEWAN
POIKILOTERMIK DAN HOMOIOTERMIK TERHADAP BERBAGAI
TINGKAT KEPEKATAN MEDIUM
II. TUJUAN :
Untuk mengetahui besarnya toleransi osmotik eritrosit hewan poikilotermik dan
hoiotermik terhadap berbagai tingkat kepekatan medium
III. DASAR TEORI
Lingkungan luar sel adalah cairan, baik sel tunggal maupun sel jamak. Dengan
lingkungan luar itulah sel mengadakan pertukaran zat atau bahan. Bahan yang
dibutuhkan diambil dari lingkungan luarnya, dan sisa metabolisme juga dikeluarkan
ke lingkungan luarnya. Pertukaran zat dapat dilakukan melalui proses fisika yaitu
difusi osmosis, atau melalui proses biologis yaitu transport aktif ( Tim Dosen
Fisiologi Hewan, 2013: 1).
Suatu sistem yang mempunyai sangkut pautnya dengan pergerakan darahdi
dalam pembuluh darah dan juga perpindahan darah dari satu tempat ke tempatlainnya
dinamakan sebagai sistem peredaran darah. Darah adalah cairan yang tersusun atas
plasma cair (55 %), yang komponen utamanya adalah air, dan sel-sel yang
mengambang di dalamnya (45%). Plasma kaya akan protein-proteinterlarut lipid, dan
karbohidrat. Limfe sangat mirip dengan plasma, hanya saja kosentrasinyasedikit lebih
rendah total tubuh darah sendiri merupakan satu per dua belas berat tubuh, dan
padamanusia umumnya volume darah adalah kurang dari lima liter.
Darah adalah suatu jaringan yang bersifat cair, terdiri dari sel-sel darah merah,
darah putih, keping darah serta plasma darah. Menurut Bajpai (1989), menjelaskan
bahwa darah adalah jaringan cair yang terdiri atasdua bagian. Bahan interseluler
adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapatunsur-unsur padat, yaitu
sel darah.Darah adalah jaringan hidup yang bersirkulasi mengelilingi seluruh tubuh
dengan perantara jaringan arteri, vena dan kapilaris, yang membawa nutrisi, oksigen,
antibodi, panas, elektrolit danvitamin ke jaringan seluruh tubuh. Darah manusia
terdiri atas plasma darah, globulus lemak,substansi kimia (karbohidrat, protein dan
hormon), dan gas (oksigen, nitrogen dan karbondioksida). Sedangkan plasma darah
terdiri atas : eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan
trombosit (platelet). Pada vertebrata eritrositnya ada yang berinti dan berbentuk
ellipsoid. Darah manusia dan darah hewan lain terdiri atas suatu komponen cair, yaitu
plasma, dan berbagai bentuk unsur yang dibawa dalam plasma, antara lain sel darah
merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping-keping darah. Plasma terdiri
atas 90% air, 7 sampai 8% protein yang dapat larut, 1% elektrolit dan sisanya 1-2%
berbagai zat makanan dan mineral yang lain (Bajpai, 1989: 89-91).
Kondisi yang konstan dari medium dalam merupakan syarat mutlak
bagikehidupan jaringan, hal ini dapat tercapai bila ada pemindahan zat
melintasidinding pembuluh kapiler yang arahnya baik dari darah menuju cairan
jaringanmaupun sebaliknya. Hal ini untuk menjaga kekonstanan medium dalam
yangdikenal dengan istilah homeostasis.
Fungsi darah yaitu :
1. Mengangkut bahan-bahan (dan panas) ke dari semua jaringan-jaringan
badan.
2. Mempertahankan badan terhadap penyakit menular.
3. Plasma membagi pritein yang diperlukan untuk membentuk
jarinagan.
4. Hormon, enzim diantarkan dari organ ke organ dengan perantara
darah
5. Sel darah merah mengantarkan oksigen ke jaringan dan menyingkirkan
sebagian darikarbon dioksida (Kaspul, 2011: 95).
Eritrosit (sel darah merah) merupakan jenis sel darah yang paling
umum,jumlahnya 500-1000 kali lebih banyak dari leukosit. Jumlah absolut eritrosit
kurang lebih 5 juta permilimeter kubik darah. Eritrosit manusia berbentuk cakram
bikonkaf, namun terdapat dalam bentuk lain pada spesies lain. Eritrosit yangbergaris
tengah lebih kecil dari 6µm disebut mikrosit, sedangkan yang lebih besar dari normal
disebut makrosit. Faktor yang menentukan dan mempertahankan bentuk eritrosit yang
khas itu adalah unsur molekul khusus pada membran selnya dan konstitusi kompleks
koloid yang mengisinya.
Eritrosit dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan strukturnya, yaitu membran
sel, stroma (substansi seperti spons), dan hemoglobin (biasanya menempati ruang
kosong dari stroma). Sel darah merah bisa mengalamihemolisis, yaitu suatu proses
pecahnya membran, sehingga bentuknya tidak teratur, dan akan menyebabkan
berhamburnya hemoglobin. Oleh karena itu,proses terjadinya hemolisis perlu untuk
dipelajari (Soewolo, 2000: 143-144).
Hemoglobin ialah protein yang kaya akan zat besi. Hemoglobin mempunyai
afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen akan membentuk
oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Fungsi ini memungkinkan transportasi
oksigen dari paru – paru ke jaringan – jaringan Eritosit (sel darah merah) mampu
bertahan terhadap perubahan kekuatan osmosis yang normal, tetapi dalam larutan
yang cukup hipotonik mereka membengkak dan menjadi bulat. Kemudian terjadi
fenomena lain : membrannyatidak mampu tetap menahan hemoglobin, yang bocor
keluar ke dalam cairansekitar yang mendapat warna karenanya. Keadaan ini dikenal
sebagai hemolysis. Eritrosit dapat mempertahankan bentuknya hanya jika direndam
dalamlarutan isotonik. Bila medium lingkungannya menjadi hipotonik maka sel-
selmenyerap air, membengkak, dan akhirnya pecah: keadaan ini disebut hemolysis.
Sebaliknya jika eritrosit ditempatkan dalam larutan hipertonik, maka sel-selnya akan
menciut dan permukaannya berubah tidak teratur (krenasi. Ada 2 macam hemolisa
yaitu :
1, Hemolisa osmotic, hemolisa yang terjadi karena adanya perbedaan yang
besar antara tekanan osmosis cairan di dalam sel eritrosit dengan cairan
disekelilingnya.
2. Hemolisa kimiawi, terjadi karena membran sel dirusak oleh
berbagaisubstansi kimia, seperti chloroform, aseton, alkohol, benzena dan eter
(Wulangi, 1993: 73-75).
Osmosis memainkan peranan yang sangat penting pada tubuh makhluk hidup,
misalnya, pada membran sel darah merah saat mengalami peristiwa hemolisis dan
krenasi. Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan
larutan hipotonis atau hipertonis ke dalam darah, penurunan tekanan permukaan
membran eritrosit, zat atau unsur kimia tertentu, pemanasan atau pendinginan, serta
rapuh karena umur eritrosit dalam sirkulasi darah telah tua. Apabila medium di
sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis),
medium tersebut (plasma dan larutan) akan masuk ke dalam eritrosit melalui
membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung.
Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu
sendiri, maka sel akan pecah.
Lisis merupakan istilah umum untuk peristiwa menggelembung dan pecahnya
sel akibat masuknya air ke dalam sel. Lisis pada eritrosit disebut hemolisis, yang
berarti peristiwa pecahnya eritrosit akibat masuknya air ke dalam eritrosit sehingga
hemoglobin keluar dari dalam eritrosit menuju ke cairan sekelilingnya. Membran
eritrosit bersifat permeabel selektif, yang berarti dapat ditembus oleh air dan zat-zat
tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh zat-zat tertentu yang lain. Hemolisis ini
akan terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipotonis terhadap
isi sel eritrosit. Namun perlu diketahui bahwa membran eritrosit (termasuk membran
sel yang lain) memiliki toleransi osmotik, artinya sampai batas konsentrasi medium
tertentu sel belum mengalami lisis. Kadang-kadang pada suatu konsentrasi larutan
NaCl tertentu tidak semua eritrosit mengalami hemolisis. Hal ini menunjukkan bahwa
toleransi osmotis membran eritrosit berbeda-beda. Pada eritrosit tua membran selnya
memiliki toleransi rendah (mudah pecah), sedangkan membran eritrosit muda
memiliki toleransi osmotik yang lebih besar (tidak mudah pecah) (Subowo, 1992: 85-
87).
Konsentrasi Sel Darah
Sel-sel darah akan membengkak dan pecah bila dimasukkan ke dalam larutan
hipotonis dan akan mengkerut bila dimasukkan kedalam cairan hipertonis. Sedangkan
dalam larutan isotonis sel-sel darah tidak mengalami perubahan apapun.
Pada larutan isotonis NaCl 0,9%, darah akan tetap stabil dan bentuk yang
sama seperti biasa karna larutan isotonis mempunyai komposisi yang sama dengan
cairan tubuh.
Pada larutan hipotonis 0,65%, sel darah akan membengkak, yang di sebabkan
oleh turunnya tekanan osmotik plasma darah yang menyebabkan pecahnya dinding
eritrosit, hal ini mnyebabkan amsuknya air secara osmosis melalui dinding yang
semipermiabel sehingga sel darah membengkak.
Pada larutan hipertonis 0,85%, sel darah akan mengkerut. Kerutan yang
terjadi pada darah ini dikarenakan NaCl dengan konsentrasi 1, 2 tergolong pekat.
Tergolong pekat jika dibanding dengan cairan isi sel darah merah, sehingga
menyebabkan air yang ada didalam sel darah merah akan banyak keluar dan
akibatnya sel darah merah akan mengkerut. Pada konsentrasi 1 % sel darah katak
(eritrositnya) memang benar-benar sudah mengkerut dan sudah nampak agak
mengecil, demikian juga halnya dengan eritrosit ikan. Pada manusia darah pada
dengan diberi larutan NaCl dalam konsntrasi ini juga mengalami pengkerutan atau
krenasi. Pada konsentrasi 0, 9% sel darah merah pada objek yang diamati secara
umum normal, bentuknya bikonkaf (Mediawati, 2009).
Plasma terdiri atas 90% air, 7 sampai 8% protein yang dapat larut, 1%
elektrolit dan sisanya 1-2% berbagai zat makanan dan mineral yang lain. Darah dapat
mengalami lisis yang merupakan istilah umum untuk untuk peristiwa
menggelembung dan pecahnya sel akibat masuknya sel kedalam air. Lisis pada
eritrosit disebut hemolisis, yang berarti peristiwa pecahnya eritrosit akibat masuknya
air kedalam eritrosit sehingga hemoglobin keluar dari dalam eritrosit menuju ke
cairan sekelilingnya.
Membrane eritrosit bersifat permeable selektif yang berarti dapat ditembus
oleh air dan zat-zat tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh zat-zat tertentu yang lain
Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan
hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran
eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan
dalam sirkulasi darah dll. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis
(karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan lrt. NaCl)
akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan
menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan
tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya
hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit
berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke
medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini
dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar
eritrosit (plasma) (Soewolo, 2000: 125-128).
IV. METODOLOGI PRAKTIKUM
IV.1 Alat dan Bahan
a. Alat :
- Mikroskop
- Gelas benda
- Gelas penutup
- Pipet tetes
- Papan dan alat seksio
- Gelas piala
b. Bahan
- Larutan garam fisiologis untuk kadal 0,7 % NaCl, unutk tikus 0,9%
NaCl
- Aquades
- Berbagai larutan garam dapus dengan konsentrasi 3%, 1%, 0,9%,
0,5%, 0,3%, 0,1%
- Bahan percobaan : Hewan poikilotermik : kadal
Hewan homoiotermik : tikus
IV.2 Langkah kerja
a. Hewan poikilotermik
Menusuk salah satu pembuluh darah sehingga darahnya keluar
Mengamati bentuk (keadaan) sel darahnya keluar
Mengamati sel darah merah pada medium yang lebih encer dari NaCl 0,7% berturut-turut mulai dari 0,5%, 0,3%, 0,1%
sampai aquades
Mensinggelpit kadal, kemudin membedah sehingga nampak jantungnya dengan pembuluh-pembuluh besar
Mengamati sel darah merah pada medium yang lebih pekat dari NaCl 0,7% berturut-turut mulai dari 0,9%, 1%, 2%, 3%
b. Hewan Homoiotermik
V. HASIL PENGAMATAN
No. Konsentrasi
LarutanPoikiloterm (Kadal) Keterangan
Homoioterm
(Tikus)Katerangan
1 0,1 % Sel mengalami lisis, sel-
Sel- selnya menggembung membengkak,
Membius hewan percobaaan dengan ether dan kloroform
Membuka bagian dada, sehingga nampak jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar.
Mengamati bentuk/keadaan sel darah merah pada medium yang lebih pekat dari 0,9% berturut-turut 1%, 2%, 3%
Menusuk pembuluh darahnya dengan jarum sehingga darahnya keluar
Mengamati bentuk/keadaan sel darah merah pada medium yang lebih encer dari 0,9% berturut-turut 0,7%, 0,5%, 0,3%,
0,1% sampai aquades
selnya tampak menggembung
mengalami lisis
2
0,3 %
Sel mengalami lisis, sel-selnya tampak menggembung
Sel mengalami lisis
3
0,5 %
Sel relatif normal
perbesaran 400x Sel- sel menggembung mengalami lisis
4
0,7 %
Sel tidak mengalami krenasi/ sel tampak normal
Sel menggembung atau lisis
5
0,9 %
Sel sel mengalami krenasi atau tampak mengkerut
Sel normal
6
1 %
Sel mengalami krenasi, tampak mengkerut
Sel mengalami krenasi sel belum begitu mengkerut
2 %
Sel mengalami krenasi sel tampak mengkerut
Sel sel mengkerut mengalami krenasi
3 %
Sel mengalami krenasi sel mengkerut
Aquadest Sel mengalami krenasi, sel mengkerut
Sel darah mengalami lisis, membran eritrosit tampak pecah dan sebagain
sel darah merah menggembung besar- besar
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini tentang “Toleransi Osmotik Eritrosit Hewan
Poikilotermik Dan Homoiotermik Terhadap Berbagai Tingkat Kepekatan Medium”.
Pada praktikum tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruhnya konsentrasi
medium NaCl yang berbeda pada bentuk sel eritrosit dari hewan poikilotermik dan
homoiotermik yang mana meggunakan dua hewan percobaan pada praktikum ini, satu
mewakili hewan poikilotermik yaitu kadal sedangkan homoiotermik yatu tikus. Pada
percobaan tersebut awalnya kadal ataupun tikus terlebih dahulu dibiuskan dengan
larutan klorofrom, kemudian membedahnya selanjutnya mengambil sel darah merah
(eritrosit) dari dalam jantungnya. Setelah itu memberi larutan garam fisiologis
kemudian dengan medium aquades dan satunya lagi nantinya dengan medium NaCl
dengan konsentrasi 0,1%, 0,3%, 0,5%, 0,7%, 0,9%, 1%, 2%, 3%. Setlah itu diamati
dibawah mikroskop.
Pada hasil pengamatan yang terjadi pada pada hewan poikilotermik (kadal dan
homoiotermik (tikus) maka dengan penambahan NaCl :
- NaCl konsentrasi 0,1% pada kadal dan tikus, sel-selnya mengalami lisis
sehingga selnya tampak menggembung.
- NaCl konsentrasi 0,3% pada kadal dan tikus itu sel-selnya masih mengalami
lisis (sel-sel tampak menggembung).
- NaCl konsentrasa 0,5% pada kadal sel-selnya relative normal maksudnya itu
mulai terlihat tidak mengalami lisis. Sedangkan pada tikus sel-selnya masih
mengalami lisis.
- NaCl konsentrasi 0,7% pada kadal, yang direaksikan pada eritrosit tidak
menunjukkan adanya peristiwa lisis atau krenasi sehingga sel-selnya itu
terlihat normal. Hal ini disebabkan karena larutan NaCl 0,7% mempunyai sifat
fisiologis yang sama dengan lingkungan di dalam tubuh dan NaCl 0,7% dapat
digunakan sebagai kontrol untuk membandingkan reaksi eritrosit jika diberi
NaCl konsentrasi yang berbeda dan aquades. Sedangkan pada tikus itu sel-
selnya masih terlihat menggembung atau masih mengalami lisis
- NaCl konsentrasi 0,9%, pada kadal itu sudah mengalami krenasi atau sel-
selnya mengkerut, sedangkan pada tikus sel-selnyaa tidak menunjukkan
peristiwa lisis maupun krenasi. Jadi sel-selnya terlihat normal, sehingga NaCl
0,9% mempunyai sifat fisiologis yang sama dengan lingkungan di dalam
tubuh.
- NaCl konsentrasi 1 %, pada kadal dan tikus sel-selnya itu mengalami krenasi
sehingga se-selnya terlihat mengkerut karena tidak ada cairan yang masuk ke
dalam sel.
- NaCl konsentrasi 2%, pada kadal dan tikus juga masih sama-sama mengalami
peristiwa krenasi (sel-selnya mengalami pengkerutan).
- NaCl konsentrasi 3%, pada kadal dan tikus mengalami peristiwa krenasi yang
mana sel-selnya mengkerut.
- Pemberian aquades, pada hewan poikilotermik (kadal) sel darah melakukan
reaksi krenasi sedangkan pada hewan homoiotermik (tikus) sel darah
mengalami lisis sehingga membran eritrositnya nampak pecah dan sebagian
sel darah merah menggembung besar-besar. namun, seharusnya tidak terjadi
krenasi dan menurut teori apabila sel eritrosit ditempatkan pada aquades, sel
darah akan dengan cepat memperoleh pemasukan air dari luar, bahkan
mungkin sampai membrane selnya pecah. Karena aquades bersifat hipotonis
terhadap cairan dalam sel eritrosit.
Dalam hal ini pada pengamatan toleransi osmotik eritrosit digunakan larutan
NaCl yang berbeda konsentrasi yaitu 0,1%, 0,3%, 0,5%, 0,7%, 0,9%, 1%, 2%, 3%
dan akuades. Pengamatan toleransi osmotik eritrosit dilakukan untuk mengetahui
reaksi eritrosit setelah ditambah larutan NaCl dengan konsentrasi tertentu dan
akuades sehingga dapat diamati adanya eritrosit yang mengalami lisis atau krenasi.
Pada konsentrasi NaCl 0,7% (pada kadal /hewan poikilotermik) dan NaCl 0,9% (pada
tikus/hewan homoiotermik) eritrosit tidak mengalami hemolisis karena larutan Nacl
yang digunakan bersifat isotonis, sehingga hal itu digunakan sebagai kontrol terhadap
reaksi menggunakan NaCl dengan konsentrasi lain yang berbeda dan akuades.
Apabila eritrosit diberikan NaCl dengan konsentrasi 0,1%, 0,3%, 0,5% eritrosit
cenderung mengalami lisis, dikarenakan cairan di luar sel (NaCl 0,1%, 0,3%, 0,5%)
berdifusi ke dalam sel akibat adanya perbedaan potensial air (PA) dimana PA larutan
NaCl lebih tinggi dari pada PA sel darah merah. Jumlah air yang masuk ke dalam
eritrosit semakin bertambah sampai akhirnya melampaui batas kemampuan membran
eritrosit dan menyebabkan membran itu pecah sehingga sitoplasma eritrosit keluar.
Selain itu erbedaan waktu eritrosit dalam bereaksi dikarenakan perbedaan kosentrasi
NaCl yang digunakan, semakin kecil konsentrasi yang digunakan maka potensial air
larutan NaCl semakin tinggi sehingga perbedaan potensial air di luar dan di dalam sel
semakin besar dan menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya lisis
semakin cepat.
Pada NaCl konsentrasi 1 %, 2%, 3 %, sel darah cenderung melakukan reaksi
krenasi. Namun pada poikilotermik itu NaCl 0,9, 1%, 2%, 3%, dan aquades terjadi
krenasi sedangkan homoiotermik terjadi krenasi pada konsentrasi 1%, 2%, 3%,. Pada
krenasi, tidak ada cairan yang masuk ke dalam sel. Akan tetapi, pecahnya membran
plasma dan keluarnya sitoplasma dari dalam sel lebih dipengaruhi oleh gradien
perbedaan konsentrasi sel dengan larutan di sekitarnya. Cairan cenderung bergerak
dari PA yang tinggi ke PA yang rendah sehingga konsentrasi NaCl lebih tinggi
dibanding konsentrasi cairan di dalam sel sehingga potensial air cairan dalam sel
lebih tinggi dibandingkan potensial air NaCl. Hal ini menyebabkan cairan dalam sel
terdorong untuk keluar sel. emakin tinggi kosentrasi larutan semakin rendah potensial
air larutan tersebut maka jika konsentrasi tinggi potensial air larutan akan rendah. Hal
itu menyebabkan air yang berada di dalam eritrosit akan cenderung keluar karena
konsentrasi di dalam sel hipertonis sedangkan cairan di luar sel hipotonis sehingga
membuat eritrosit mengkerut.
Namun perlu diketahui bahwa membran eritrosit (termasuk membran sel yang
lain) memiliki toleransi osmotik, artinya sampai batas konsentrasi medium tertentu
sel belum mengalami lisis. Kadang-kadang pada suatu konsentrasi larutan NaCl
tertentu tidak semua eritrosit mengalami hemolisis. Hal ini menunjukkan bahwa
toleransi osmotis membran eritrosit berbeda-beda. Pada eritrosit tua membran selnya
memiliki toleransi rendah (mudah pecah), sedangkan membran eritrosit muda
memiliki toleransi osmotik yang lebih besar (tidak mudah pecah).
Peristiwa sebaliknya dari hemolisis adalah krenasi, yaitu peristiwa
mengkerutnya membran sel akibat keluarnya air dari dalam eritrosit. Krenasi dapat
terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipertonis terhadap isi
eritrosit, misalnya
Dalam hal ini eritrosit hewan homoioterm adalah larutan NaCl yang garam
fisiologinya yaitu NaCl 0,9 % sehingga yang lebih toleran terhadap larutan yang lebih
encer dari garam fisiologinya mulai dari konsentrasi 0,7%, 0,5%, 0,3%, 0,1% dan
yang lebih toleran terhadap larutan yang lebih pekat dari garam fisiologinya mulai
dari konsentrasi 1%, 2%, 3%, sedangkan untuk eritrosit hewan poikiloterm adalah
larutan NaCl 0,7 % dan yang lebih toleran terhadap larutan yang lebih encer mulai
dari 0,5%, 0,3%, 0,1% dan yang lebih toleran terhadap yang lebih pekat garam
fisiologinya mulai 0,9% 1%, 2%, 3%.
VII.PENUTUP
Kesimpulan
Toleransi osmotik pada eritrosit hewan poikilotermik dan homoitermik
tergantung dari konsentrasi larutan disekitarnya. Krenasi dan hemolisis diakibatkan
oleh adanya perbedaan konsentrasi antara cairan dalam sel dengan larutan di
lingkungan luar. Apabila konsentrasi air dalam sel lebih tinggi, maka akan terjadi
krenasi, dan apabila konsentrasi cairan sel lebih rendah, maka akan terjadi hemolisis.
Dalam hal ini eritrosit hewan homoioterm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari
0,9 % NaCl, sedangkan untuk eritrosit hewan poikiloterm adalah larutan NaCl yang
lebih pekat dari 0,7 %.
Saran
Diharapkan praktikum selanjutnya aisten lebih banyak wawasan dengan
materi acara yang akan dipraktikumkan agar para praktikan tidak bingung serta lebih
jelas dalam menerangkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Bajpai, R.N. 1989. Histologi Dasar. Jakarta: Binarupa Aksara
Kaspul, dkk. 2011. Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan. Banjarmasin: PMIPA
Unlam
Mediawati, Dina, dkk. 2009. Fisiologi Darah katak dan Manusia. Jakarta: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Jakarta
Subowo. 1992. Histologi Umum. Jakarta Bumi aksara
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional
Tim Dosen Fisiologi Hewan. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Jember:
FKIP Universitas Jember
Wulangi, Kartolo. S. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta: Depertemen
Pendidikan dan Kebudayaan
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN
PERCOBAAN I
TOLERANSI OSMOTIK ERITROSIT HEWAN POIKILOTERMIK DAN
HOMOIOTERMIK TERHADAP BERBAGAI TINGKAT KEPEKATAN
MEDIUM
Oleh :
Nama : Novia Yuanita Diela Sari
NIM : 110210103067
Kelas : B
Kelompok : 5
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013