acara 1.doc

21
I. JUDUL : TOLERANSI OSMOTIK ERITROSIT HEWAN POIKILOTERMIK DAN HOMOIOTERMIK TERHADAP BERBAGAI TINGKAT KEPEKATAN MEDIUM II. TUJUAN : Untuk mengetahui besarnya toleransi osmotik eritrosit hewan poikilotermik dan hoiotermik terhadap berbagai tingkat kepekatan medium III. DASAR TEORI Lingkungan luar sel adalah cairan, baik sel tunggal maupun sel jamak. Dengan lingkungan luar itulah sel mengadakan pertukaran zat atau bahan. Bahan yang dibutuhkan diambil dari lingkungan luarnya, dan sisa metabolisme juga dikeluarkan ke lingkungan luarnya. Pertukaran zat dapat dilakukan melalui proses fisika yaitu difusi osmosis, atau melalui proses biologis yaitu transport aktif ( Tim Dosen Fisiologi Hewan, 2013: 1). Suatu sistem yang mempunyai sangkut pautnya dengan pergerakan darahdi dalam pembuluh darah dan juga perpindahan darah dari satu tempat ke tempatlainnya dinamakan sebagai sistem peredaran darah. Darah adalah cairan yang tersusun atas plasma cair (55 %), yang komponen utamanya adalah air, dan sel-sel yang mengambang di dalamnya (45%). Plasma kaya akan protein- proteinterlarut lipid, dan karbohidrat. Limfe sangat mirip dengan plasma, hanya saja kosentrasinyasedikit lebih rendah total tubuh darah sendiri merupakan satu per

Transcript of acara 1.doc

Page 1: acara 1.doc

I. JUDUL : TOLERANSI OSMOTIK ERITROSIT HEWAN

POIKILOTERMIK DAN HOMOIOTERMIK TERHADAP BERBAGAI

TINGKAT KEPEKATAN MEDIUM

II. TUJUAN :

Untuk mengetahui besarnya toleransi osmotik eritrosit hewan poikilotermik dan

hoiotermik terhadap berbagai tingkat kepekatan medium

III. DASAR TEORI

Lingkungan luar sel adalah cairan, baik sel tunggal maupun sel jamak. Dengan

lingkungan luar itulah sel mengadakan pertukaran zat atau bahan. Bahan yang

dibutuhkan diambil dari lingkungan luarnya, dan sisa metabolisme juga dikeluarkan

ke lingkungan luarnya. Pertukaran zat dapat dilakukan melalui proses fisika yaitu

difusi osmosis, atau melalui proses biologis yaitu transport aktif ( Tim Dosen

Fisiologi Hewan, 2013: 1).

Suatu sistem yang mempunyai sangkut pautnya dengan pergerakan darahdi

dalam pembuluh darah dan juga perpindahan darah dari satu tempat ke tempatlainnya

dinamakan sebagai sistem peredaran darah. Darah adalah cairan yang tersusun atas

plasma cair (55 %), yang komponen utamanya adalah air, dan sel-sel yang

mengambang di dalamnya (45%). Plasma kaya akan protein-proteinterlarut lipid, dan

karbohidrat. Limfe sangat mirip dengan plasma, hanya saja kosentrasinyasedikit lebih

rendah total tubuh darah sendiri merupakan satu per dua belas berat tubuh, dan

padamanusia umumnya volume darah adalah kurang dari lima liter.

Darah adalah suatu jaringan yang bersifat cair, terdiri dari sel-sel darah merah,

darah putih, keping darah serta plasma darah. Menurut Bajpai (1989), menjelaskan

bahwa darah adalah jaringan cair yang terdiri atasdua bagian. Bahan interseluler

adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapatunsur-unsur padat, yaitu

sel darah.Darah adalah jaringan hidup yang bersirkulasi mengelilingi seluruh tubuh

dengan perantara jaringan arteri, vena dan kapilaris, yang membawa nutrisi, oksigen,

antibodi, panas, elektrolit danvitamin ke jaringan seluruh tubuh. Darah manusia

terdiri atas plasma darah, globulus lemak,substansi kimia (karbohidrat, protein dan

hormon), dan gas (oksigen, nitrogen dan karbondioksida). Sedangkan plasma darah

terdiri atas : eritrosit  (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan

trombosit (platelet). Pada vertebrata eritrositnya ada yang berinti dan berbentuk

Page 2: acara 1.doc

ellipsoid. Darah manusia dan darah hewan lain terdiri atas suatu komponen cair, yaitu

plasma, dan berbagai bentuk unsur yang dibawa dalam plasma, antara lain sel darah

merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping-keping darah. Plasma terdiri

atas 90% air, 7 sampai 8% protein yang dapat larut, 1% elektrolit dan sisanya 1-2%

berbagai zat makanan dan mineral yang lain (Bajpai, 1989: 89-91).

Kondisi yang konstan dari medium dalam merupakan syarat mutlak

bagikehidupan jaringan, hal ini dapat tercapai bila ada pemindahan zat

melintasidinding pembuluh kapiler yang arahnya baik dari darah menuju cairan

jaringanmaupun sebaliknya. Hal ini untuk menjaga kekonstanan medium dalam

yangdikenal dengan istilah homeostasis.

Fungsi darah yaitu :

1. Mengangkut bahan-bahan (dan panas) ke dari semua jaringan-jaringan

badan.

2. Mempertahankan badan terhadap penyakit menular.

3. Plasma membagi pritein yang diperlukan untuk membentuk

jarinagan.

4. Hormon, enzim diantarkan dari organ ke organ dengan perantara

darah

5. Sel darah merah mengantarkan oksigen ke jaringan dan menyingkirkan

sebagian darikarbon dioksida (Kaspul, 2011: 95).

Eritrosit (sel darah merah) merupakan jenis sel darah yang paling

umum,jumlahnya 500-1000 kali lebih banyak dari leukosit. Jumlah absolut eritrosit

kurang lebih 5 juta permilimeter kubik darah. Eritrosit manusia berbentuk cakram

bikonkaf, namun terdapat dalam bentuk lain pada spesies lain. Eritrosit yangbergaris

tengah lebih kecil dari 6µm disebut mikrosit, sedangkan yang lebih besar dari normal

disebut makrosit. Faktor yang menentukan dan mempertahankan bentuk eritrosit yang

khas itu adalah unsur molekul khusus pada membran selnya dan konstitusi kompleks

koloid yang mengisinya.

Eritrosit dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan strukturnya, yaitu membran

sel, stroma (substansi seperti spons), dan hemoglobin (biasanya menempati ruang

kosong dari stroma). Sel darah merah bisa mengalamihemolisis, yaitu suatu proses

pecahnya membran, sehingga bentuknya tidak teratur, dan akan menyebabkan

berhamburnya hemoglobin. Oleh karena itu,proses terjadinya hemolisis perlu untuk

dipelajari (Soewolo, 2000: 143-144).

Page 3: acara 1.doc

Hemoglobin ialah protein yang kaya akan zat besi. Hemoglobin mempunyai

afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen akan membentuk

oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Fungsi ini memungkinkan transportasi

oksigen dari paru – paru ke jaringan – jaringan Eritosit (sel darah merah) mampu

bertahan terhadap perubahan kekuatan osmosis yang normal, tetapi dalam larutan

yang cukup hipotonik mereka membengkak dan menjadi bulat. Kemudian terjadi

fenomena lain : membrannyatidak mampu tetap menahan hemoglobin, yang bocor

keluar ke dalam cairansekitar yang mendapat warna karenanya. Keadaan ini dikenal

sebagai hemolysis. Eritrosit dapat mempertahankan bentuknya hanya jika direndam

dalamlarutan isotonik. Bila medium lingkungannya menjadi hipotonik maka sel-

selmenyerap air, membengkak, dan akhirnya pecah: keadaan ini disebut hemolysis.

Sebaliknya jika eritrosit ditempatkan dalam larutan hipertonik, maka sel-selnya akan

menciut dan permukaannya berubah tidak teratur (krenasi. Ada 2 macam hemolisa

yaitu :

1, Hemolisa osmotic, hemolisa yang terjadi karena adanya perbedaan yang

besar antara tekanan osmosis cairan di dalam sel eritrosit dengan cairan

disekelilingnya.

2. Hemolisa kimiawi, terjadi karena membran sel dirusak oleh

berbagaisubstansi kimia, seperti chloroform, aseton, alkohol, benzena dan eter

(Wulangi, 1993: 73-75).

Osmosis memainkan peranan yang sangat penting pada tubuh makhluk hidup,

misalnya, pada membran sel darah merah saat mengalami peristiwa hemolisis dan

krenasi. Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan

larutan hipotonis atau hipertonis ke dalam darah, penurunan tekanan permukaan

membran eritrosit, zat atau unsur kimia tertentu, pemanasan atau pendinginan, serta

rapuh karena umur eritrosit dalam sirkulasi darah telah tua. Apabila medium di

sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis),

medium tersebut (plasma dan larutan) akan masuk ke dalam eritrosit melalui

membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung.

Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu

sendiri, maka sel akan pecah.

Lisis merupakan istilah umum untuk peristiwa menggelembung dan pecahnya

sel akibat masuknya air ke dalam sel. Lisis pada eritrosit disebut hemolisis, yang

berarti peristiwa pecahnya eritrosit akibat masuknya air ke dalam eritrosit sehingga

hemoglobin keluar dari dalam eritrosit menuju ke cairan sekelilingnya. Membran

Page 4: acara 1.doc

eritrosit bersifat permeabel selektif, yang berarti dapat ditembus oleh air dan zat-zat

tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh zat-zat tertentu yang lain. Hemolisis ini

akan terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipotonis terhadap

isi sel eritrosit. Namun perlu diketahui bahwa membran eritrosit (termasuk membran

sel yang lain) memiliki toleransi osmotik, artinya sampai batas konsentrasi medium

tertentu sel belum mengalami lisis. Kadang-kadang pada suatu konsentrasi larutan

NaCl tertentu tidak semua eritrosit mengalami hemolisis. Hal ini menunjukkan bahwa

toleransi osmotis membran eritrosit berbeda-beda. Pada eritrosit tua membran selnya

memiliki toleransi rendah (mudah pecah), sedangkan membran eritrosit muda

memiliki toleransi osmotik yang lebih besar (tidak mudah pecah) (Subowo, 1992: 85-

87).

Konsentrasi Sel Darah

            Sel-sel darah akan membengkak dan pecah bila dimasukkan ke dalam larutan

hipotonis dan akan mengkerut bila dimasukkan kedalam cairan hipertonis. Sedangkan

dalam larutan isotonis sel-sel darah tidak mengalami perubahan apapun.

Pada larutan isotonis NaCl 0,9%, darah akan tetap stabil dan bentuk yang

sama seperti biasa karna larutan isotonis mempunyai komposisi yang sama dengan

cairan tubuh.

Pada larutan hipotonis 0,65%, sel darah akan membengkak, yang di sebabkan

oleh turunnya tekanan osmotik plasma darah yang menyebabkan pecahnya dinding

eritrosit, hal ini mnyebabkan amsuknya air secara osmosis melalui dinding yang

semipermiabel sehingga sel darah membengkak.

Pada larutan hipertonis 0,85%, sel darah akan mengkerut. Kerutan yang

terjadi pada darah ini dikarenakan NaCl dengan konsentrasi 1, 2 tergolong pekat.

Tergolong pekat jika dibanding dengan cairan isi sel darah merah, sehingga

menyebabkan air yang ada didalam sel darah merah akan banyak keluar dan

akibatnya sel darah merah akan mengkerut. Pada konsentrasi 1 % sel darah katak

(eritrositnya) memang benar-benar sudah mengkerut dan sudah nampak agak

mengecil, demikian juga halnya dengan eritrosit ikan. Pada manusia darah pada

dengan diberi larutan NaCl dalam konsntrasi ini juga mengalami pengkerutan atau

krenasi. Pada konsentrasi 0, 9% sel darah merah pada objek yang diamati secara

umum normal, bentuknya bikonkaf (Mediawati, 2009).

Plasma terdiri atas 90% air, 7 sampai 8% protein yang dapat larut, 1%

elektrolit dan sisanya 1-2% berbagai zat makanan dan mineral yang lain. Darah dapat

mengalami lisis yang merupakan istilah umum untuk untuk peristiwa

menggelembung dan pecahnya sel akibat masuknya sel kedalam air. Lisis pada

Page 5: acara 1.doc

eritrosit disebut hemolisis, yang berarti peristiwa pecahnya eritrosit akibat masuknya

air kedalam eritrosit sehingga hemoglobin keluar dari dalam eritrosit menuju ke

cairan sekelilingnya.

Membrane eritrosit bersifat permeable selektif yang berarti dapat ditembus

oleh air dan zat-zat tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh zat-zat tertentu yang lain

Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan

hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran

eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan

dalam sirkulasi darah dll. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis

(karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan lrt. NaCl)

akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan

menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan

tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya

hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit

berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke

medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini

dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar

eritrosit (plasma) (Soewolo, 2000: 125-128).

IV. METODOLOGI PRAKTIKUM

IV.1 Alat dan Bahan

a. Alat :

- Mikroskop

- Gelas benda

- Gelas penutup

- Pipet tetes

- Papan dan alat seksio

- Gelas piala

b. Bahan

- Larutan garam fisiologis untuk kadal 0,7 % NaCl, unutk tikus 0,9%

NaCl

- Aquades

Page 6: acara 1.doc

- Berbagai larutan garam dapus dengan konsentrasi 3%, 1%, 0,9%,

0,5%, 0,3%, 0,1%

- Bahan percobaan : Hewan poikilotermik : kadal

Hewan homoiotermik : tikus

IV.2 Langkah kerja

a. Hewan poikilotermik

Menusuk salah satu pembuluh darah sehingga darahnya keluar

Mengamati bentuk (keadaan) sel darahnya keluar

Mengamati sel darah merah pada medium yang lebih encer dari NaCl 0,7% berturut-turut mulai dari 0,5%, 0,3%, 0,1%

sampai aquades

Mensinggelpit kadal, kemudin membedah sehingga nampak jantungnya dengan pembuluh-pembuluh besar

Mengamati sel darah merah pada medium yang lebih pekat dari NaCl 0,7% berturut-turut mulai dari 0,9%, 1%, 2%, 3%

Page 7: acara 1.doc

b. Hewan Homoiotermik

V. HASIL PENGAMATAN

No. Konsentrasi

LarutanPoikiloterm (Kadal) Keterangan

Homoioterm

(Tikus)Katerangan

1 0,1 % Sel mengalami lisis, sel-

Sel- selnya menggembung membengkak,

Membius hewan percobaaan dengan ether dan kloroform

Membuka bagian dada, sehingga nampak jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar.

Mengamati bentuk/keadaan sel darah merah pada medium yang lebih pekat dari 0,9% berturut-turut 1%, 2%, 3%

Menusuk pembuluh darahnya dengan jarum sehingga darahnya keluar

Mengamati bentuk/keadaan sel darah merah pada medium yang lebih encer dari 0,9% berturut-turut 0,7%, 0,5%, 0,3%,

0,1% sampai aquades

Page 8: acara 1.doc

selnya tampak menggembung

mengalami lisis

2

0,3 %

Sel mengalami lisis, sel-selnya tampak menggembung

Sel mengalami lisis

3

0,5 %

Sel relatif normal

perbesaran 400x Sel- sel menggembung mengalami lisis

4

0,7 %

Sel tidak mengalami krenasi/ sel tampak normal

Sel menggembung atau lisis

5

0,9 %

Sel sel mengalami krenasi atau tampak mengkerut

Sel normal

6

1 %

Sel mengalami krenasi, tampak mengkerut

Sel mengalami krenasi sel belum begitu mengkerut

2 %

Sel mengalami krenasi sel tampak mengkerut

Sel sel mengkerut mengalami krenasi

3 %

Sel mengalami krenasi sel mengkerut

Aquadest Sel mengalami krenasi, sel mengkerut

Sel darah mengalami lisis, membran eritrosit tampak pecah dan sebagain

Page 9: acara 1.doc

sel darah merah menggembung besar- besar

VI. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini tentang “Toleransi Osmotik Eritrosit Hewan

Poikilotermik Dan Homoiotermik Terhadap Berbagai Tingkat Kepekatan Medium”.

Pada praktikum tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruhnya konsentrasi

medium NaCl yang berbeda pada bentuk sel eritrosit dari hewan poikilotermik dan

homoiotermik yang mana meggunakan dua hewan percobaan pada praktikum ini, satu

mewakili hewan poikilotermik yaitu kadal sedangkan homoiotermik yatu tikus. Pada

percobaan tersebut awalnya kadal ataupun tikus terlebih dahulu dibiuskan dengan

larutan klorofrom, kemudian membedahnya selanjutnya mengambil sel darah merah

(eritrosit) dari dalam jantungnya. Setelah itu memberi larutan garam fisiologis

kemudian dengan medium aquades dan satunya lagi nantinya dengan medium NaCl

dengan konsentrasi 0,1%, 0,3%, 0,5%, 0,7%, 0,9%, 1%, 2%, 3%. Setlah itu diamati

dibawah mikroskop.

Pada hasil pengamatan yang terjadi pada pada hewan poikilotermik (kadal dan

homoiotermik (tikus) maka dengan penambahan NaCl :

- NaCl konsentrasi 0,1% pada kadal dan tikus, sel-selnya mengalami lisis

sehingga selnya tampak menggembung.

- NaCl konsentrasi 0,3% pada kadal dan tikus itu sel-selnya masih mengalami

lisis (sel-sel tampak menggembung).

- NaCl konsentrasa 0,5% pada kadal sel-selnya relative normal maksudnya itu

mulai terlihat tidak mengalami lisis. Sedangkan pada tikus sel-selnya masih

mengalami lisis.

- NaCl konsentrasi 0,7% pada kadal, yang direaksikan pada eritrosit tidak

menunjukkan adanya peristiwa lisis atau krenasi sehingga sel-selnya itu

terlihat normal. Hal ini disebabkan karena larutan NaCl 0,7% mempunyai sifat

fisiologis yang sama dengan lingkungan di dalam tubuh dan NaCl 0,7% dapat

digunakan sebagai kontrol untuk membandingkan reaksi eritrosit jika diberi

NaCl konsentrasi yang berbeda dan aquades. Sedangkan pada tikus itu sel-

selnya masih terlihat menggembung atau masih mengalami lisis

- NaCl konsentrasi 0,9%, pada kadal itu sudah mengalami krenasi atau sel-

selnya mengkerut, sedangkan pada tikus sel-selnyaa tidak menunjukkan

peristiwa lisis maupun krenasi. Jadi sel-selnya terlihat normal, sehingga NaCl

0,9% mempunyai sifat fisiologis yang sama dengan lingkungan di dalam

tubuh.

Page 10: acara 1.doc

- NaCl konsentrasi 1 %, pada kadal dan tikus sel-selnya itu mengalami krenasi

sehingga se-selnya terlihat mengkerut karena tidak ada cairan yang masuk ke

dalam sel.

- NaCl konsentrasi 2%, pada kadal dan tikus juga masih sama-sama mengalami

peristiwa krenasi (sel-selnya mengalami pengkerutan).

- NaCl konsentrasi 3%, pada kadal dan tikus mengalami peristiwa krenasi yang

mana sel-selnya mengkerut.

- Pemberian aquades, pada hewan poikilotermik (kadal) sel darah melakukan

reaksi krenasi sedangkan pada hewan homoiotermik (tikus) sel darah

mengalami lisis sehingga membran eritrositnya nampak pecah dan sebagian

sel darah merah menggembung besar-besar. namun, seharusnya tidak terjadi

krenasi dan menurut teori apabila sel eritrosit ditempatkan pada aquades, sel

darah akan dengan cepat memperoleh pemasukan air dari luar, bahkan

mungkin sampai membrane selnya pecah. Karena aquades bersifat hipotonis

terhadap cairan dalam sel eritrosit.

Dalam hal ini pada pengamatan toleransi osmotik eritrosit digunakan larutan

NaCl yang berbeda konsentrasi yaitu 0,1%, 0,3%, 0,5%, 0,7%, 0,9%, 1%, 2%, 3%

dan akuades. Pengamatan toleransi osmotik eritrosit dilakukan untuk mengetahui

reaksi eritrosit setelah ditambah larutan NaCl dengan konsentrasi tertentu dan

akuades sehingga dapat diamati adanya eritrosit yang mengalami lisis atau krenasi.

Pada konsentrasi NaCl 0,7% (pada kadal /hewan poikilotermik) dan NaCl 0,9% (pada

tikus/hewan homoiotermik) eritrosit tidak mengalami hemolisis karena larutan Nacl

yang digunakan bersifat isotonis, sehingga hal itu digunakan sebagai kontrol terhadap

reaksi menggunakan NaCl dengan konsentrasi lain yang berbeda dan akuades.

Apabila eritrosit diberikan NaCl dengan konsentrasi 0,1%, 0,3%, 0,5% eritrosit

cenderung mengalami lisis, dikarenakan cairan di luar sel (NaCl 0,1%, 0,3%, 0,5%)

berdifusi ke dalam sel akibat adanya perbedaan potensial air (PA) dimana PA larutan

NaCl lebih tinggi dari pada PA sel darah merah. Jumlah air yang masuk ke dalam

eritrosit semakin bertambah sampai akhirnya melampaui batas kemampuan membran

eritrosit dan menyebabkan membran itu pecah sehingga sitoplasma eritrosit keluar.

Selain itu erbedaan waktu eritrosit dalam bereaksi dikarenakan perbedaan kosentrasi

NaCl yang digunakan, semakin kecil konsentrasi yang digunakan maka potensial air

larutan NaCl semakin tinggi sehingga perbedaan potensial air di luar dan di dalam sel

semakin besar dan menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya lisis

semakin cepat.

Page 11: acara 1.doc

Pada NaCl konsentrasi 1 %, 2%, 3 %, sel darah cenderung melakukan reaksi

krenasi. Namun pada poikilotermik itu NaCl 0,9, 1%, 2%, 3%, dan aquades terjadi

krenasi sedangkan homoiotermik terjadi krenasi pada konsentrasi 1%, 2%, 3%,. Pada

krenasi, tidak ada cairan yang masuk ke dalam sel. Akan tetapi, pecahnya membran

plasma dan keluarnya sitoplasma dari dalam sel lebih dipengaruhi oleh gradien

perbedaan konsentrasi sel dengan larutan di sekitarnya. Cairan cenderung bergerak

dari PA yang tinggi ke PA yang rendah sehingga konsentrasi NaCl lebih tinggi

dibanding konsentrasi cairan di dalam sel sehingga potensial air cairan dalam sel

lebih tinggi dibandingkan potensial air NaCl. Hal ini menyebabkan cairan dalam sel

terdorong untuk keluar sel. emakin tinggi kosentrasi larutan semakin rendah potensial

air larutan tersebut maka jika konsentrasi tinggi potensial air larutan akan rendah. Hal

itu menyebabkan air yang berada di dalam eritrosit akan cenderung keluar karena

konsentrasi di dalam sel hipertonis sedangkan cairan di luar sel hipotonis sehingga

membuat eritrosit mengkerut.

Namun perlu diketahui bahwa membran eritrosit (termasuk membran sel yang

lain) memiliki toleransi osmotik, artinya sampai batas konsentrasi medium tertentu

sel belum mengalami lisis. Kadang-kadang pada suatu konsentrasi larutan NaCl

tertentu tidak semua eritrosit mengalami hemolisis. Hal ini menunjukkan bahwa

toleransi osmotis membran eritrosit berbeda-beda. Pada eritrosit tua membran selnya

memiliki toleransi rendah (mudah pecah), sedangkan membran eritrosit muda

memiliki toleransi osmotik yang lebih besar (tidak mudah pecah).

Peristiwa sebaliknya dari hemolisis adalah krenasi, yaitu peristiwa

mengkerutnya membran sel akibat keluarnya air dari dalam eritrosit. Krenasi dapat

terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipertonis terhadap isi

eritrosit, misalnya

Dalam hal ini eritrosit hewan homoioterm adalah larutan NaCl yang garam

fisiologinya yaitu NaCl 0,9 % sehingga yang lebih toleran terhadap larutan yang lebih

encer dari garam fisiologinya mulai dari konsentrasi 0,7%, 0,5%, 0,3%, 0,1% dan

yang lebih toleran terhadap larutan yang lebih pekat dari garam fisiologinya mulai

dari konsentrasi 1%, 2%, 3%, sedangkan untuk eritrosit hewan poikiloterm adalah

larutan NaCl 0,7 % dan yang lebih toleran terhadap larutan yang lebih encer mulai

dari 0,5%, 0,3%, 0,1% dan yang lebih toleran terhadap yang lebih pekat garam

fisiologinya mulai 0,9% 1%, 2%, 3%.

Page 12: acara 1.doc

VII.PENUTUP

Kesimpulan

Toleransi osmotik pada eritrosit hewan poikilotermik dan homoitermik

tergantung dari konsentrasi larutan disekitarnya. Krenasi dan hemolisis diakibatkan

oleh adanya perbedaan konsentrasi antara cairan dalam sel dengan larutan di

lingkungan luar. Apabila konsentrasi air dalam sel lebih tinggi, maka akan terjadi

krenasi, dan apabila konsentrasi cairan sel lebih rendah, maka akan terjadi hemolisis.

Dalam hal ini eritrosit hewan homoioterm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari

0,9 % NaCl, sedangkan untuk eritrosit hewan poikiloterm adalah larutan NaCl yang

lebih pekat dari 0,7 %.

Saran

Diharapkan praktikum selanjutnya aisten lebih banyak wawasan dengan

materi acara yang akan dipraktikumkan agar para praktikan tidak bingung serta lebih

jelas dalam menerangkannya.

Page 13: acara 1.doc

DAFTAR PUSTAKA

Bajpai, R.N. 1989. Histologi Dasar. Jakarta: Binarupa Aksara

Kaspul, dkk. 2011. Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan. Banjarmasin: PMIPA

Unlam

Mediawati, Dina, dkk. 2009. Fisiologi Darah katak dan Manusia. Jakarta: Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Jakarta

Subowo. 1992. Histologi Umum. Jakarta Bumi aksara

Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan

Nasional

Tim Dosen Fisiologi Hewan. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Jember:

FKIP Universitas Jember

Wulangi, Kartolo. S. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta: Depertemen

Pendidikan dan Kebudayaan

Page 14: acara 1.doc

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

PERCOBAAN I

TOLERANSI OSMOTIK ERITROSIT HEWAN POIKILOTERMIK DAN

HOMOIOTERMIK TERHADAP BERBAGAI TINGKAT KEPEKATAN

MEDIUM

Oleh :

Nama : Novia Yuanita Diela Sari

NIM : 110210103067

Kelas : B

Kelompok : 5

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Page 15: acara 1.doc

UNIVERSITAS JEMBER

2013