Abstyrak KTI 2008

69
001 AMRYTHA SANJIWANI, PUTU HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ZAT GIZI DENGAN STATUS GIZI PADA PASIEN ANAK YANG DIRAWAT INAP DI RSUP SANGLAH DENPASAR Subrek : Makanan Anak Klasifikasi : 641.512 No Induk : 001/KTI/ 008 Abstrak Makanan bergizi sangat penting diberikan pada bayi sejak masa kandungan. Selanjutnya masa bayi dan balita merupakan momentum paling penting dalam melahirkan ”generasi pintar dan sehat”. Jika usia ini tidak dikelola dengan baik, apalagi kondisi gizinya buruk, di kemudian hari akan sulit terjadnya perbaikan kualitas bangsa. Malnutrisi merupakan salah satu permasalahan yang terjadi di rumah sakit dalam upaya penyembuhan pasien. Malnutrisi dapat timbul sejak sebelum dirawat di rumah sakit yang disebabkan karena penyakit yang diderita atau masukan zat gizi yang tidak mencukupi, namun tidak jarang pula malnutrisi timbul selama rawat inap. Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat konsumsi dengan status gizi pada 1

Transcript of Abstyrak KTI 2008

Page 1: Abstyrak KTI 2008

001

AMRYTHA SANJIWANI, PUTU

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ZAT GIZI DENGAN STATUS GIZI PADA PASIEN ANAK YANG DIRAWAT INAP DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Subrek : Makanan Anak

Klasifikasi : 641.512

No Induk : 001/KTI/ 008

Abstrak

Makanan bergizi sangat penting diberikan pada bayi sejak masa kandungan.

Selanjutnya masa bayi dan balita merupakan momentum paling penting dalam

melahirkan ”generasi pintar dan sehat”. Jika usia ini tidak dikelola dengan baik, apalagi

kondisi gizinya buruk, di kemudian hari akan sulit terjadnya perbaikan kualitas bangsa.

Malnutrisi merupakan salah satu permasalahan yang terjadi di rumah sakit dalam

upaya penyembuhan pasien. Malnutrisi dapat timbul sejak sebelum dirawat di rumah

sakit yang disebabkan karena penyakit yang diderita atau masukan zat gizi yang tidak

mencukupi, namun tidak jarang pula malnutrisi timbul selama rawat inap.

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

tingkat konsumsi dengan status gizi pada pasien anak yang dirawat inap di Rumah Sakit

Umum Pusat Sanglah Denpasar.

Penelitian ini merupakan Jenis penelitian observasional dengan rancangan

penelitian cross sectional. Sampel penelitian ini adalah pasien anak yang dirawat inap di

ruang anak Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, berusia dibawah atau sama

dengan 13 tahun, berjenis kelamin laki – laki atau perempuan, dapat diukur tinggi

badan/panjang badannya, mendapat ijin dari keluarga untuk menjadi sampel penelitian,

tidak sedang dirawat di ruang ICU/intensif, dan dalam keadaan sadar. Cara yang

digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan wawancara langsung, pengamatan

1

Page 2: Abstyrak KTI 2008

langsung, pengukuran antropometri, serta pencatatan, sedangkan untuk konsumsi

makanan pasien menggunakan metode visual Comstock dan recall 24 jam. Untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan dilakukan dengan uji korelasi, dengan menggunakan

program SPSS 12.0. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan selama satu bulan

diperoleh 36 pasien yang memenuhi kriteria penelitian.

Hasil yang diperoleh adalah dari 36 sampel penelitian diperoleh data tingkat

konsumsi energi pada sampel sebagian besar baik yaitu sebanyak 15 orang (41.7%),

tingkat konsumsi cukup sebanyak 9 orang (25 %), sedangkan untuk tingkat konsumsi

kurang sebanyak 12 orang (33.3 %). Adanya peningkatan status gizi satu orang sampel

yang pada awal pengumpulan data berstatus gizi kurang menjadi baik. Terlihat dari

kenaikan presentase sampel yang berstatus gizi baik yaitu 2,8 %. Dari 36 sampel,

kejadian malnutrisi yang terjadi adalah sebanyak 14 orang dengan rincian berstatus gizi

lebih sebanyak 6 orang (16.7 %) dan berstatus gizi kurang sebanyak 8 orang (22.2 %).

Dari hasil uji analisa dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p untuk

hubungan tingkat konsumsi energi dengan status gizi adalah 0,889 sedangkan untuk

hubungan tingkat konsumsi protein didapatkan nilai p adalah 0,984, data ini menyatakan

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi terhadap status gizi

pasien. Dimana diketahui bahwa peningkatan tingkat konsumsi tidak diikuti dengan

peningkatan status gizi pasien anak di RSUP Sanglah Denpasar.

002

ANDI ARTAWA , I KADEK

PERBEDAAN KADAR GLUKOSA DARAH BERDASARKAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Subyek : Diabetes mellitus

Klasifikasi : 616.642

No Induk : 013/KTI/2008

2

Page 3: Abstyrak KTI 2008

Abstrak

Dengan bertambahnya angka harapan hidup bangsa Indonesia menyebabkan

perhatian masalah kesehatan beralih dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Selain

penyakit jantung koroner dan hipertensi, diabetes melitus (DM) merupakan salah satu

penyakit degeneratif dan bersifat kronis yang saat ini makin bertambah jumlahnya di

Indonesia. Di Indonesia, DM merupakan penyakit yang menyebabkan kematian kedua

setelah jantung. Hasil survei Departemen Kesehatan RI tahun 2001 menunjukkan

prevalensi DM di Jawa dan Bali mencapai 7,5 %. Laporan RSUP Sanglah Denpasar

menunjukkan penderita DM rawat inap dan rawat jalan di Bali khususnya di kota

Denpasar terus meningkat setiap tahun dan menduduki urutan ketiga pada pola penyakit

rawat jalan terbanyak. Berdasarkan Laporan Kegiatan RSUP Sanglah Denpasar, tercatat

pasien DM yang rawat jalan di Poli Penyakit Dalam dari bulan Januari sampai dengan

Juni 2008 sebanyak 3987 orang. Jumlah ini meningkat sebesar 62,03 % dibandingkan

dengan jumlah pasien DM rawat jalan bulan Januari-Juni 2007.

Tujuan penelitian secara umum adalah mengetahui perbedaan kadar glukosa

darah berdasarkan tingkat pengetahuan penderita DM Tipe 2 rawat jalan di RSUP

Sanglah Denpasar.

Penelitian dilaksanakan di Poli Penyakit Dalam RSUP Sanglah Denpasar pada

bulan Juli 2008. Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional yang bersifat

analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Sampel ditentukan dengan

metode Consecutive sampling dimana jumlah sampelnya sebanyak 100 orang. Jenis data

yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Cara yang digunakan untuk

mengumpulkan data adalah dengan wawancara langsung dan pencatatan dari rekam

medik.

Karakteristik sampel diperoleh sebagai berikut : laki-laki (53,0 %), kelompok

umur 50-60 tahun (50,0 %), tingkat pendidikan SMA/SMK (37,0 %), beragama hindu

(74,0 %), pekerjaan sebagai wiraswasta (27,0 %), riwayat DM lebih dari 1 tahun (60,0

%), pernah berkonsultasi gizi dengan ahli gizi (98,0 %), serta menggunakan obat

hipoglikemik oral atau OHO (69,0 %).

Tingkat pengetahuan sampel sebagian besar tergolong baik (62,0 %), dan hanya 38,0 %

yang tergolong kurang. Rata-rata kadar glukosa darah puasa pada kelompok tingkat

3

Page 4: Abstyrak KTI 2008

pengetahuan baik adalah 128,48 mg/dl, sedangkan rata-rata kadar glukosa darah pada

kelompok tingkat pengetahuan kurang adalah 136,42 mg/dl. Kadar glukosa darah puasa sampel

yang sudah terkendali sebesar 59,0 % sedangkan yang tidak terkendali sebesar 41,0 %.

Hasil uji statistik dengan uji t tidak berpasangan diketahui bahwa tidak ada

perbedaan kadar glukosa darah berdasarkan tingkat pengetahuan penderita DM Tipe 2

rawat jalan di RSUP Sanglah Denpasar. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan bukan merupakan faktor utama yang berhubungan langsung dengan kadar

glukosa darah penderita DM Tipe 2. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor-

faktor yang berhubungan langsung dengan pengendalian glukosa darah, antara lain pola

makan, aktifitas fisik, kegemukan, stres, perokok, peminum alkohol serta usia.

Penderita DM Tipe 2 rawat jalan di Poli Penyakit Dalam RSUP Sanglah Denpasar

diharapkan agar melakukan konsultasi dengan ahli gizi dan dokter secara rutin dan

berkesinambungan serta lebih banyak menggali informasi tentang penatalaksanaan DM baik

melalui media massa maupun elektronik guna menunjang perubahan sikap dan tingkah laku

penderita itu sendiri dalam mengendalikan kondisi penyakitnya.

003

ANITA YONITA

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN PAGI DENGAN STATUS GIZI DAN PRESTASI BELAJAR ANAK SDN 17 KESIMAN DENPASAR TIMUR.

Subyek : Makan Pagi

Klasifikasi ; 641.52

No Induk : 033/KTI/2008

Abstrak

Makan pagi merupakan salah satu pesan PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang ),dapat

menyumbang seperempat dari kebutuhan gizi sehari yaitu 450 sampai 500 kalori,dengan 8

sampai 9 gram protein.Anak yang makan pagi mempunyai sikap dan prestasi sekolah yang lebih

baik dari pada anak yang tidak sempat sarapan.

4

Page 5: Abstyrak KTI 2008

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola makan pagi dengan status gizi dan

prestasi belajar anak SDN 17 Kesiman Denpasar Timur.Sampel penelitian berjumlah 63 orang

dari kelas 3, 4 dan 5. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data identitas sampel, pola makan

pagi, antropometri, yang dikumpulkan dengan cara wawancara serta penimbangan BB dan

pengukuran TB. Untuk mengetahui hubungan pola makan pagi dengan status gizi dan prestasi

belajar anak SD dianalisis menggunakan uji korelasi product moment pearson.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak SD yang biasa makan pagi sebanyak 61

sampel (96,8%) dan tidak membiasakan makan pagi, 2 sampel (3,2%). Status gizi baik sebanyak

52 sampel (82,5%), gemuk 11 sampel (17,5%).Prestasi belajar baik 43 sampel (68,3%) cukup 20

sampel (31,7%).Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi energi dan

protein pola makan pagi dengan status gizi. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

status gizi dengan prestasi belajar.

Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi energi dan prestasi belajar

namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi protein dengan

prestasi belajar

004

ARI PASTINI , NI PUTU

PERBEDAAN KONSUMSI ENERGI, KALSIUM, ZAT BESI DAN STATUS GIZI LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI DAN DI LUAR PANTI DI KOTA DENPASAR

Subyek : Gizi dan Kesehatan lansia

Klasifikasi ; 613.043

No Induk : 030/KTI/2008

Abstrak

Status gizi merupakan status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara

kebutuhan dan asupan nutrien (zat gizi). Status gizi merupakan faktor penting untuk

5

Page 6: Abstyrak KTI 2008

menilai seseorang tidak menderita penyakit gangguan gizi (malnutrisi) atau sehat baik

secara mental, sosial, maupun fisik.

Penelitian ini dilaksanakan karena ingin mengetahui perbedaan konsumsi energi,

kalsium, zat besi dan status gizi lansia yang tinggal di panti dan diluar panti di Kota

Denpasar.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dan rancangan

yang digunakan adalah crossectional. Penelitian ini dilaksanakan di panti pelayanan

lanjut usia “Wana Seraya” dan di Desa Kesiman Kertalangu Denpasar Timur dengan

jumlah 32 orang sampel dalam panti dan 32 sampel luar panti dengan kriteria lanjut usia

yang berumur 60 tahun keatas baik laki-laki maupun perempuan, tinggal di panti minimal

1 bulan untuk sampel dalam panti serta dalam keadaan sehat.

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer yang meliputi identitas sampel,

data antropometri, data konsumsi zat gizi dan data sekunder meliputi gambara umum

lokasi penelitian. Pengumpulan data seperti identitas sampel dan gambaran lokasi

penelitian dikumpulkan dengan wawancara langsung kepada sampel. Data konsumsi

makanan diperoleh menggunakan metode comstock selama 3 hari, dan status gizi didapat

dengan cara mengukur tinggi badan dan berat badan.

Tingkat konsumsi energi lansia dalam panti sebagian besar baik (81,2 %), dan

tingkat konsumsi lansia luar panti sebagian besar baik (71,8 %). Tingkat konsumsi

kalsium lansia dalam panti seluruhnya kurang (100 %) , dan tingkat konsumsi kalsium

lansia luar panti sebagian besar kurang ( 96.9 % ). Tingkat konsumsi zat besi lansia

dalam panti seluruhnya kurang (100 %), dan tingkat konsumsi zat besi lansia luar panti

sebagian besar kurang (56.2 %). Untuk status gizi lansia dalam panti sebagian besar baik

(53.1 %), dan status gizi lansia luar panti sebagian besar baik (65.6 %).

Dari uji statistik diketahui bahwa ada perbedaan konsumsi energi, kalsium, zat

besi, dan status gizi lansia yang tinggal di Panti Pelayanan Lanjut Usia Wana Seraya dan

lansia yang tinggal di Desa Kesiman Kertalangu.

6

Page 7: Abstyrak KTI 2008

Kebiasaan makan lanjut usia yang berada dalam panti terdiri dari nasi, lauk

hewani, lauk nabati, sayur dan buah. Porsi makan yang diberikan di tiap wisma untuk

para lanjut usia sebagai berikut : nasi diberikan 250 gram, protein hewani diberikan 25

gram, protein nabati diberikan 25 gram, sayur diberikan 75 gram, dan buah diberikan 100

gram. Sehingga nilai gizi per porsi adalah 594.9 kkal. Sedangkan kebiasaan makan lanjut

usia luar panti adalah tidak menentu, tapi dalam satu kali makan biasanya terdiri dari

nasi, lauk hewani dan sayur. Frekuensi makan lanjut usia baik yang di dalam maupun

yang diluar panti sebanyak 3 kali sehari.

005

ARIFIN, FAJAR HAFIIDH

KONTRIBUSI ZAT GIZI MAKANAN JAJANAN TERHADAP STATUS GIZI

SISWA SLTP K SANTO YOSEPH DENPASAR

Subyek : Makanan Jajanan

Klasifikasi ; 641.539

No Induk : 020/KTI/2008

Abstrak

Salah satu masalah serius yang menghantui dunia kini adalah mengkonsumsi

makanan jajanan atau makanan olahan, seperti yang ditayangkan di iklan televisi, secara

berlebihan. Makanan ini, meski dalam iklan diklaim kaya akan vitamin dan mineral, tetapi

terlalu banyak mengandung gula serta lemak, disamping zat aditif. Konsumsi makanan jajanan

secara berlebihan dapat berakibat kekurangan zat gizi lain. (Arisman,2003)

Data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik

(1999) menunjukkan bahwa persentase pengeluaran rata-rata per kapita per bulan penduduk

perkotaan untuk makanan jajanan meningkat dari 9,19 % pada tahun 1996 menjadi 11,7 %

7

Page 8: Abstyrak KTI 2008

pada tahun 1999. Kontribusi makanan jajanan terhadap konsumsi remaja perkotaan

menyumbang 21 % energi dan 16 % protein. Kontribusi makanan jajanan terhadap konsumsi

anak usia sekolah menyumbang 5,5 % energi dan 4,2 % protein. (http:/www.makanan

jajanan.com)

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kontribusi zat gizi makanan jajanan

terhadap status gizi siswa SLTP K Santo Yoseph Denpasar. Data identitas, data konsumsi

makanan jajanan, data jumlah, frekwensi dan jenis makanan jajanan yang dikonsumsi diperoleh

dengan wawancara langsung dengan sampel, untuk tinggi badan diukur dengan mikrotoice dan

berat badan dengan cara penimbangan langsung dengan timbangan injak, sedangkan data

gambaran umum sekolah diperoleh berdasarkan cacatan yang sudah ada di sekolah.

Penelitian ini dilaksanakan di SLTP K Santo Yoseph Denpasar pada bulan juli 2008.

Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan cross sectional. Populasi dari

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas I dan II pada tahun 2007 yang berjumlah 495 orang,

sedangkan sampelnya adalah bagian dari populasi yaitu pada tahun 2008 menjadi kelas II dan

III yang tercatat dan aktif sebagai siswa di SLTP K Santo Yoseph Denpasar yang berjumlah 84

orang. Untuk mengetahui hubungan antara variable yang diteliti dianalisis dengan

menggunakan uji statistik korelasi pearson.

Hasil dari penelitian ini ternyata jenis-jenis makanan jajanan yang sering dikonsumsi

adalah nasi campur, mie goreng, sate ayam bakso, dan berbagai jenis snack lainnya dengan

konsumsi energi makanan jajanan pada sampel rata-rata yaitu 455,27 Kalori dan konsumsi

energi terendah adalah 4 Kalori sedangkan yang tertinggi adalah 1800 Kalori. Dari data ini

dapat diketahui bahwa sebagian besar sampel 51 orang (60,70%) mengkonsumsi energi

dibawah rata-rata.

8

Page 9: Abstyrak KTI 2008

Untuk konsumsi protein makanan jajanan pada sampel rata-rata 13,7 gram dengan

konsumsi protein terendah adalah 0 gram sedangkan yang tertinggi adalah 103 gram. Dari data

ini dapat diketahui bahwa sebagian besar sampel 65 orang (77,40%) mengkonsumsi protein

dibawah rata-rata.

Sedangkan untuk status gizi siswa di SLTP K Santo Yoseph sebagian besar

mempunyai status gizi baik 70 sampel (83,33%), gizi lebih 13 sampel (15,47%) dan gizi buruk 1

sampel (1,20%). Setelah dilakukan analisa statistik diketahui ada hubungan yang bermakna

tapi tidak begitu erat dan berbanding terbalik antara kontribusi energi makanan jajanan dan

status gizi (r = -0,223), sedangkan untuk kontribusi protein makanan jajanan dengan status gizi

juga ada hubungan tapi tidak begitu erat dan berbanding terbalik (r = -0,306). Hal ini

ditunjukkan dengan kejadian dimana semakin rendah kontribusi energi dan protein makanan

jajanan maka semakin baik status gizi dari siswa tersebut, begitu pula sebaliknya semakin tinggi

kontribusi energi dan protein makanan jajanan maka semakin buruk keadaan status gizinya.

Demikian pula jika dilihat total kebutuhan energi maka kontribusi energi pada

makanana jajanan menyumbang rata-rata 15,62 %, dan kontribusi protein terhadap total

kebutuhan protein pada makanan jajanan menyumbang rata-rata 26,62 %.Ternyata hal ini tidak

sesuai atau berlawanan dengan teori dimana seharusnya semakin tercukupinya konsumsi

energi dan protein maka semakin baik status gizinya, Tetapi dalam penelitian ini kontribusi

energi dan protein makanan diluar sekolah tidak dihitung yang mempengaruhi jumlah total

kebutuhan energi dan protein sehari sehingga dengan demikian diperkirakan kebutuhan energi

dan protein sehari dipenuhi oleh makanan yang di konsumsi di rumah atau diluar sekolah

sehingga bisa menyebabkan status gizi baik pada siswa tersebut.

9

Page 10: Abstyrak KTI 2008

006

DEVI, NI WAYAN KRISTINA

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN STATUS ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUKAWATI II KABUPATEN GIANYAR PROPINSI BALI TAHUN 2008

Subyek : Gizi Ibu hamil

Klasifikasi ; 618.24

No Induk : 022/KTI/2008

Abstrak

Anemia gizi besi merupakan salah satu masalah gizi yang belum nampak menunjukkan titik terang keberhasilan penanggulangannya. Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rawan anemia gizi besi, karena terjadi peningkatan zat besi untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin yang dikandung. Pola konsumsi sangat menentukan kesehatan ibu dan janin dimana konsumsi makanan yang bervariasi dan banyak mengandung zat-zat gizi akan mengurangi segala resiko selama masa kehamilan dan persalinan. Status anemia seseorang dapat dilihat dengan cara mengukur kadar Hb dalam darah.

Tujuan penelitian ini secara umum adalah mengetahui hubungan pola makan (kebiasaan minum susu, mengkonsumsi sayur dan buah) dengan status anemia pada ibu hamil pada bulan Juli 2008. Jenis penelitian adalah observasional dengan rancangan crossectional. Sampel penelitian berjumlah 36 sampel. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder yang selanjutnya diolah secara manual kemudian dianalisis dengan menggunakan uji statistik Chi Square.

Hasil penelitian hubungan pola makan (kebiasaan minum susu) dan status anemia menunjukkan 61,1 % yang biasa minum susu berstatus non anemia dan 11,1 % yang tidak biasa minum susu berstatus non anemia berati ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan minum susu dengan status anemia pada ibu hamil.

Hasil penelitian hubungan pola makan (kebiasaan mengkonsumsi sayur) dan status anemia menunjukkan 69,4 % yang biasa mengkonsumsi sayur berstatus non anemia dan 2,8 % yang tidak biasa mengkonsumsi sayur berstatus non anemia berati ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mengkonsumsi sayur dengan status anemia pada ibu hamil. Hasil penelitian hubungan pola makan (kebiasaan mengkonsumsi buah) dan status anemia menunjukkan 55,6 % yang biasa mengkonsumsi buah berstatus non anemia dan 16,6 % yang tidak biasa mengkonsumsi buah berstatus non anemia berati tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mengkonsumsi buah dengan status anemia pada ibu hamil. Untuk itu disarankan kepada ibu hamil mengkonsumsi sumber protein terutama susu minimal dua

10

Page 11: Abstyrak KTI 2008

gelas dalam sehari dan sumber zat besi terutama sayuran berwarna hijau tua serta buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C. Diharapkan ibu hamil melakukan pengecekan kadar Hb minimal dua kali selama kehamilan untuk mencegah terjadinya anemia sejak dini.

007

GALUH KRISSIANA VERANTI

HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN STATUS GIZI PEJABAT ESELON III DAN ESELON IV SETDA

KOTA DENPASAR.

Subyek : Kesehatan dan aktivitas Fisik

Klasifikasi ; 613.704

No Induk : 010/KTI/2008

Abstrak

Sebagai data dasar dalam rangka menilai keadaan gizi orang dewasa di Indonesia, telah

dilaksanakan survei IMT di 27 provinsi. Bila dilihat dari prevalensi obesitas, khususnya wilayah

kota kota Denpasar yaitu sebanyak 8,7 %. Dengan adanya dampak dari arus globalisasi yang

paling nyata, terlihat pada warga perkotaan, yaitu adanya perubahan gaya hidup konsumsi

makan termasuk gaya hidup dalam memilih tempat makan dan jenis makanan yang dikonsumsi.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian tentang

hubungan gaya hidup dengan status gizi Pejabat eselon III dan eselon IV Setda Kota Denpasar.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan gaya hidup dengan status gizi Pejabat

eselon III dan eselon IV Setda Kota Denpasar. Jenis penelitian yang akan digunakan dalam

penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional, dan pendekatan penelitian yang

digunakan adalah Cross-Sectional.

11

Page 12: Abstyrak KTI 2008

Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Sekretariat Daerah (Setda) Kota Denpasar.

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pejabat eselon III dan eselon IV Setda Kota Denpasar

yang berjumlah 38 orang. Sampel adalah total dari populasi. Dimana pada saat melakukan

penelitian, dari 38 angket yang diberikan 36 angket yang dikembalikan, sehinggga sampel

berjumlah 36 orang.

Semua data dikumpulkan dengan metode angket meliputi data primer dan data

skunder. Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Data yang telah

dikumpulkan selanjutnya diolah dengan menggunakan program SPSS dan dianalisis

menggunakan uji Chi-Square.

Hasil data yang diperoleh sampel mempunyai kebiasaan makan 3 kali sehari,

mempunyai kebiasaan makan pagi dan makan malam dirumah, dan makan siang diluar rumah.

Dimana tempat makan yang dipilih yaitu kantin kantor sebagai tempat untuk makan siang

karena letaknya yang strategis dengan tempat kerja dan dapat memanfaatkan waktu istirahat

dengan efesien. Jenis masakan yang dipilih yaitu masakan tradisional Bali. Jika dilihat dari jenis

masakan yang dipilih adalah masakan tradisional Bali yaitu babi guling, ayam betutu dan lawar

dimana jenis masakan ini tergolong masakan yang tinggi lemak sehingga kemungkinan gizi lebih

bisa saja terjadi, akan tetapi kebiasaan itu telah diimbangi dengan olahraga atau aktivitas lain

yang cukup banyak baik dikantor atau diluar kantor. Dimana frekuensi melakukan olahraga

minimal 3 kali/minggu. Dimana status gizi Pejabat Eselon III dan eselon IV Setda Kota Denpasar,

52,8% gizi baik dan 47,2% gizi lebih. Hasil uji statistik, tidak ada hubungan antara gaya hidup

dengan status gizi.

12

Page 13: Abstyrak KTI 2008

008

HARIANI , SRI AYU

USIA MENARCHE BERDASARKAN POLA KONSUMSI FAST FOOD DAN KEADAAN SOSIAL EKONOMI SISWI SEKOLAH SWASTA KATOLIK SANTO YOSEPH DENPASAR

Subyek : Kesehatan remaja

Klasifikasi : 613.043

No Induk : 026/KTI/2008

Abstrak

Penelitian Suhandari (2007) menyebutkan usia menarche remaja putri di SD-SMP Raj

Yamuna Denpasar adalah 11 tahun (50,0 %). Hal ini berarti telah terjadi pergeseran usia

menarche yang normalnya adalah 12,5 tahun. Kemajuan di bidang sosial ekonomi akan

mengakibatkan perubahan pola konsumsi karbohidrat khususnya beras dan akan diikuti dengan

meningkatnya konsumsi lemak dan protein hewani. Konsumsi lemak yang tinggi akan

meningkatkan kadar kolesterol dalam darah yang memicu peningkatan kadar estrogen sehingga

menarche akan terjadi pada usia lebih dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

perbedaan usia menarche berdasarkan pola konsumsi fast food dan keadaan sosial ekonomi

pada siswi SD dan SLTP Katolik Santo Yoseph Denpasar.

Data dikumpulkan pada tanggal 17-22 Juli 2008 di SD dan SLTP K Santo Yoseph

Denpasar. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SD kelas VI dan siswi SLTP kelas I, II

dan III Santo Yoseph yang telah mengalami menarche, sedangkan sampelnya adalah 82 orang

yang mengalami menarche tidak lebih dari satu tahun saat penelitian ini dilakukan. Jenis data

meliputi gambaran umum sekolah, identitas sampel, data keluarga, data usia menarche, data

pola konsumsi fast food dan data keadaan sosial ekonomi. Cara pengumpulan data melalui

13

Page 14: Abstyrak KTI 2008

wawancara dengan bahan kuisioner dan pengamatan langsung. Data yang diperoleh dianalisa

menggunakan uji Independent Sample T-Test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh sampel (46,3 %) mengalami

menarche pada usia 132 – 143 bulan (11 – 12 tahun). Pola konsumsi fast food menunjukkan

lebih dari separuh sampel (56,1 %) jenis konsumsi fast food-nya kurang bervariasi, sebagian

besar sampel (65,9 %) tingkat konsumsi energi fast food-nya rendah, sebagian besar sampel

(63,4 %) tingkat konsumsi protein fast food-nya rendah, sebagian besar sampel (63,4 %) tingkat

konsumsi lemak fast food-nya rendah, sebagian besar sampel (69,5 %) tingkat konsumsi

karbohidrat fast food-nya rendah, sebagian besar sampel (69,5 %) frekuensi konsumsi fast food-

nya jarang. Dilihat dari keadaan sosial ekonominya maka lebih dari separuh (53,7 %) sampel

keadan sosial ekonominya rendah.

Berdasarkan hasil analisis diketahui ada perbedaan usia menarche berdasarkan tingkat

konsumsi energi, tingkat konsumsi protein, tingkat konsumsi lemak dan frekuensi konsumsi fast

food. Tidak ada perbedaan jenis konsumsi fast food, tingkat konsumsi karbohidrat fast food dan

keadaan sosial ekonomi.

Diharapkan bagi siswi SD ataupun siswi SLTP mengurangi konsumsi fast food agar tidak

terjadi menarche pada usia yang terlalu muda (< 11 tahun) karena hal ini dapat meningkatkan

resiko obesitas, kanker payudara dan keguguran.

009

14

Page 15: Abstyrak KTI 2008

KERTI YUDI ASIH, NI LUH PUTU

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI PASIEN

JAMKESMAS YANG MENDAPAT MAKANAN BIASA DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Subyek : Kesehatan dan aktivitas Fisik

Klasifikasi ; 613.704

No Induk : 010/KTI/2008

Abstrak

Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari

perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen, dalam rangka

pencapaian status kesehatan yang optimal, penyelenggaraan makanan rumah sakit dilaksanakan

dengan tujuan untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai

kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi klien atau konsumen yang

membutuhkannya

Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan

menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan hidangan dan

perbandingannya yang satu terhadap yang lain. Kuantitas menunjukkan jumlah masing-masing

zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh baik

dari sudut kualitas maupun kuantitasnya, maka tubuh akan mendapat kondisi kesehatan gizi

yang sebaik-baiknya. Konsumsi yang menghasilkan kesehatan yang sebaik-baiknya disebut

konsumsi yang adekuat

Oleh karena itu makanan sangatlah penting bagi pasien di rumah sakit yang berfungsi

untuk mempertahankan daya tahan tubuh dan membantu mempercepat proses penyembuhan

penyakit.

Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan tingkat konsumsi energi dan protein

dengan status gizi pasien Jamkesmas yang mendapat makanan biasa di RSUP Sanglah Denpasar.

Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan yaitu Bulan Juli 2008. Lokasi penelitian di

RSUP Sanglah Denpasar dengan alamat di Jln Diponegoro, Denpasar. Sampel penelitian adalah

15

Page 16: Abstyrak KTI 2008

pasien dengan status perawatan Jamkesmas dan mendapat makanan biasa tanpa diet khusus,

yang berjumlah 49 orang.

Hasil penelitian ini adalah tingkat konsumsi energinya sebagian besar tergolong cukup

yaitu 32 orang (65,3%), sedangkan tingkat konsumsi energinya tidak cukup yaitu 17 orang

(34,7%). Tingkat konsumsi proteinya sebagian besar sampel tergolong tidak cukup yaitu 28

orang (57,1%) sedangkan tingkat konsumsi proteinya cukup 21 orang (42,9%). Status gizi pada

penelitian ini diukur berdasarkan IMT , dari 49 sampel sebagian besar memiliki status gizi normal

yaitu sebanyak 31 orang (63, 2 %), sedangkan sampel dengan status gizi kurus dan gemuk

memiliki jumlah yang sama yaitu masing- masing sebanyak 9 orang (18,4 %).

Berdasarkan analisis dengan uji statistik chi- square didapatkan hasil bahwa ada

hubungan antara tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi pasien Jamkesmas yang

mendapat makanan biasa di RSUP Sanglah Denpasar.

Berdasarkan hasil penelitian konsumsi energi dan protein dari rumah sakit masih

tergolong cukup dan pasien masih mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit sehingga perlu

meningkatkan pelayanan gizi yang optimal baik dari segi kualitas (kandungan zat gizinya) dan

kuantitas (jumlah porsinya sesuai dengan kebutuhan pasien) menu yang disajikan dan perlu

diadakan penyampaian informasi kepada pasien dan keluarganya tentang pentingnya

mengkonsumsi makanan dari rumah sakit sebagai penunjang proses penyembuhan selain

pengobatan.

010

16

Page 17: Abstyrak KTI 2008

LAKSMINI, PUTU AYU

PERENCANAAN MAKAN DAN PENGENDALIAN GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES

MELLITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT JALAN DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Subyek : Diet Diabetes mellitus

Klasifikasi ; 641.563 14

No Induk : 024/KTI/2008

Abstrak

Penyakit Diabetes Mellitus atau yang dikenal dengan penyakit kencing manis adalah

suatu penyakit dimana tubuh mengalami gangguan metabolisme (metabolic syndrome) dari

distribusi gula dalam darah. (Mangoenprasodjo, Setiono. A. 2005). Di Indonesia jumlah

penderita diabetes mencapai 2,5 juta pada tahun 2000, dan diperkirakan tahun 2010 mencapai

5 juta. (Tjokroprawiro, Askandar, 2006). Pengaturan/perencanaan makan pada intinya mengikuti

3J yaitu : Jumlah dihabiskan, Jadwal diikuti, dan Jenis Makanan. (Mangoenprasodjo, Setiono, A.

2005). Masalah yang timbul dari penatalaksanaan DM yang sangat mendasar adalah pada

masalah pengaturan makan bagi penderita DM.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara perencanaan

makan dan pengendalian gula darah pada penderita diabetes mellitus yang dirawat jalan di

RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan

cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita DM Tipe 2 yang rawat

jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah Denpasar. Sampel adalah bagian dari populasi.

Cara pengambilan sampel ditentukan dengan metode Consecutive sampling dengan jumlah

sampel diperoleh 100 orang, yang memiliki kriteria tercatat sebagai pasien DM rawat jalan yang

datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah Denpasar pada saat penelitian, terdiagnosa

17

Page 18: Abstyrak KTI 2008

DM Tipe 2, berdomisili di kota Denpasar, laki-laki maupun perempuan, dan bersedia untuk

diteliti.

Perencanaaan makan yang terdiri dari 3J (jenis, jumlah, dan jadwal makan). Sebagian

besar sampel yaitu 96 orang (96,00 %) memiliki perencanaan makan yang tergolong tidak baik,

dan sisanya hanya 4 orang (4,00 %) yang memiliki perencanaan makan yang baik. Hal ini

disebabkan karena salah satu bagian dari 3J yaitu jadwal makan yang tidak teratur. Selain itu

disebabkan karena adanya komplikasi penyakit lainnya, pekerjaan mereka masing-masing dan

stres sehingga pasien sering lupa makan, serta informasi yang kurang diperoleh oleh pasien

tentang jadwal makan, yaitu untuk penderita diabetes mellitus 3 kali makan utama dan 3 kali

makan selingan dengan interval waktu masing-masing 3 jam.

Pengendalian gula darah pada pasien diabetes mellitus dipengaruhi langsung oleh

perencanaan makan. Dari hasil penelitian, sebagian besar sampel yaitu sebanyak 51 orang

(51,00 %) memiliki kadar gula darah puasa yang terkendali, dan 49 orang (49,00 %) memiliki

kadar gula darah tidak terkendali. Hal ini disebabkan karena tidak hanya perencanaan makan

yang baik yang dapat mempengaruhi pengendalian gula darah, melainkan adanya faktor lain

seperti aktivitas fisik, edukasi, dan obat.

Berdasarkan hasil uji, yaitu (p ≥ 0,05) tidak terdapat hubungan antara

perencanaan makan dan pengendalian gula darah. Hal ini disebabkan karena salah satu

dari perencanaan makan yaitu jadwal makan yang tidak baik dan adanya faktor lain yaitu

edukasi/pengetahuan, aktivitas fisik, dan obat yang dapat mempengaruhi pengendalian

gula darah. Disarankan kepada penderita diabetes mellitus untuk taat dan disiplin dalam

pengaturan makan, olahraga teratur, dan minum obat secara teratur sehingga kadar gula

darah tetap terkendali, serta selalu berusaha hidup sehat.

18

Page 19: Abstyrak KTI 2008

012

LISMA BAPRIANI, NI WAYAN

AKTIVITAS FISIK DAN PENGENDALIAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT SANGLAH DENPASAR

Subyek : Diabetes mellitus

Klasifikasi ; 616.642

No Induk : 008/KTI/2008

Abstrak

Penyakit Diabetes Mellitus ( DM ) atau yang lebih dikenal sebagai penyakit

kencing manis adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat kadar glukosa

darah yang tinggi (Hyperglikemia). Tingginya prevalensi diabetes di Indonesia

berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia

Untuk mengatasi tingginya prevalensi diabetes mellitus di Indonesia maka diupayakan

pengobatan DM dengan tujuan untuk mengendalikan kadar gula darah melalui berbagai cara

yaitu; pengaturan jadwal makan yang teratur, melakukan aktivitas fisik yang

berkesinambungan, minum obat yang teratur, dan edukasi. Aktivitas fisik yang cukup dan

teratur dapat menurunkan kadar gula darah, sesuatu yang diinginkan oleh kebanyakan

penderita Diabetes.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tentang aktivitas fisik

dan pengendalian kadar gula darah pasien Diabetes Mellitus rawat jalan di RS Sanglah

Denpasar. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Sanglah Denpasar, pada bulan juli 2008.

Jumlah sampel yang diperoleh adalah 100 sampel.

Dari hasil penelitian diperoleh rata – rata aktivitas fisik sampel 1479.7 METs/minggu,

berdasarkan tingkatan aktivitas fisik diperoleh sebagian besar sampel memiliki aktivitas fisik

sedang yaitu 53 sampel (53.0%), 33 sampel (33.0%) dengan aktivitas ringan, dan aktivitas berat

14 sampel (14.0). Rata – rata kadar gula darah sampel adalah 131.24 mg/dl, sebagian besar

sampel 52 (52.0%) memiliki kadar gula darah yang terkendali, dan 48 sampel (48.0%) kadar gula

19

Page 20: Abstyrak KTI 2008

darahnya tidak terkendali. Berdasarkan hasil analisis Chi – Square terdapat hubungan yang

bermakna antara aktivitas fisik dengan pengendalian kadar gula darah sampel (p=0.004)

013

MANIK JAYANTI, NI LUH PUTU

IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA SINTETIS PADA MINUMAN LIMUN YANG DIPRODUKSI DI KECAMATAN KEDIRI TABANAN

Subyek : Bahan tambahan Makanan

Klasifikasi ; 641.67

No Induk : 034/KTI/2008

Abstrak

Kemajuan ilmu teknologi pangan saat ini mengakibatkan semakin banyaknya

jenis makanan yang diproduksi, dijual dan dikonsumsi dalam bentuk lebih awet dan lebih

praktis. Semua kemudahan ini terwujud berkat perkembangan teknologi produksi dan

penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM).

Penentuan mutu bahan pangan sangat tergantung pada cita rasa, warna, tekstur

dan nilai gizi serta sifat mikrobiologisnya. Dari semua faktor tersebut secara visual faktor warna

tampil lebih dahulu. Akan tetapi sering kali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna

untuk sembarang bahan pangan. Timbulnya penyalahgunaan tersebut disebabkan oleh

ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan. Berdasarkan survei, ternyata

banyak pedagang yang menggunakan bahan pewarna sintetis kedalam dagangannya khususnya

minuman, seperti Rhodamin B, Methanil Yellow dan Amarath.

Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan

minuman olahan dalam bentuk cair yang mengandung bahan makanan dan/atau bahan

makanan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk

dikonsumsi.

20

Page 21: Abstyrak KTI 2008

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui zat pewarna sintetis dalam minuman

limun yang diproduksi di Kecamatan Kediri Tabanan. Analisa sampel dilakukan di Laboratorium

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Denpasar Bali.

Penelitian ini menggunakan metode survei dengan populasi yang diambil adalah

pedagang minuman limun di tiga Desa di Kecamatan Kediri Tabanan. Sampel yang diteliti

diambil secara purposive sampling. Hasil analisis yang diperoleh, kemudian ditabulasikan dan

dinarasikan secara deskriptif.

Berdasarkan hasil uji laboratorium dengan metode Kromatografi Kertas yang

dilaksanakan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Denpasar diperoleh hasil sebagai

berikut, minuman limun berwarna merah menggunakan bahan pewarna sintetis jenis

Carmoisine dan Ponceau 4R, sedangkan minuman limun berwarna orange menggunakan bahan

pewarna sintetis jenis Carmoisine, Sunset Yellow, Ponceau 4R dan Tartracin. Dari Uji Sensoris di

peroleh bahwa minuman limun berwarna orange lebih disukai dibandingkan dengan minuman

limun berwarna merah.

014

MIRAYANTHI, NI LUH PUTU

TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN MALNUTRISI PADA

PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Subyek : Penyakit Ginjal

Klasifikasi : 616.614

No Induk : 009/KTI/2008

Abstrak

Malnutrisi merupakan masalah yang sering timbul pada penderita gagal ginjal kronik

dengan hemodialisis. Malnutrisi ini dapat disebabkan karena terjadinya penurunan asupan zat

gizi akibat kadar ureum dalam darah yang tinggi. Penurunan asupan zat gizi ini juga dapat

disebabkan karena hilangnya nafsu makan, faktor ekonomi, faktor kehilangan zat gizi, proses

hemodialisis yang tidak adekuat serta adanya komplikasi penyakit penyerta.

21

Page 22: Abstyrak KTI 2008

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konsumsi energi dan protein dengan

kejadian malnutrisi pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RSUP Sanglah

Denpasar.

Penelitian ini merupakan penelitian crosssectional, dengan sampel penelitian adalah

pasien gagal ginjal kronis rawat jalan yang menjalani Hemodialisis rutin 1x per minggu sebanyak

49 orang.Untuk mengetahui kebermaknaan hubungan tingkat konsumsi energi dan protein

dengan kejadian malnutrisi pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis dianalisis

dengan menggunakan uji Chi Square dengan taraf signifikan 5 %.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 23 orang (46,5%) tingkat konsumsi

energi cukup, sebanyak 14 orang (28,6%) tingkat konsumsi energi baik dan sebanyak 12 orang

(24,5%) yang tingkat konsumsi energi kurang. Penelitian pada tingkat konsumsi protein,

menunjukkan sebanyak 24 orang (49,0%) tingkat konsumsi protein baik, sebanyak 13 orang

(26,5%) tingkat konsumsi protein cukup dan sebanyak 12 orang (24,5%) tingkat konsumsi

protein kurang. Dari 49 sampel, sebagian besar tidak malnutrisi yaitu 33 orang (67,4%) dan

sebanyak 16 orang (32,6%) yang mengalami malnutrisi. Setelah dianalisis dengan menggunakan

uji Chi Square, pada taraf signifikan 5 %, didapatkan hubungan yang signifikan antara tingkat

konsumsi energi dan protein dengan kejadian malnutrisi pada pasien gagal ginjal kronik dengan

hemodialisis.

015

NOVI YANI WAHYU, DEWA AYU

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN TINGKAT KEPUASAN IBU BALITA TENTANG

PELAYANAN POSYANDU DI DESA TOJAN KABUPATEN KLUNGKUNG PROVINSI BALI

Subyek : Pelayanan Kesehatan

Klasifikasi ; 310.12

No Induk : 025/KTI/2008

Abstrak

22

Page 23: Abstyrak KTI 2008

Di Indonesia ada empat masalah gizi utama yaitu Kurang Energi Protein (KEP),

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), Anemia Defisiensi Besi (ADB), serta Kekurangan

Vitamin A (KVA), yang secara umum penyebab dari masalah ini biasanya berhubungan dengan

faktor sosial ekonomi, tingkat pengetahuan tentang pelayanan kesehatan. Posyandu merupakan

salah satu wadah untuk penanggulangan 4 masalah gizi (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Bila ditinjau secara jelas penyebab masalah gizi yang ada di masyarakat seperti

KEP penyebabnya adalah kurangnya konsumsi sumber makanan energi dan protein,

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) disebabkan karena kurangnya

mengkonsumsi zat iodium yang biasanya terdapat pada makanan tinggi zat iodium.

Kekurangan Vitamin A (KVA) disebabkan karena kurang konsumsi sumber makanan

vitamin A, dan Anemia Defisiensi Besi (ADB), disebabkan kurang konsumsi sumber

makanan zat besi (Almatsier, 2004).

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik ibu

dengan tingkat kepuasan ibu balita tentang pelayanan posyandu di Desa Tojan Kecamatan

Klungkung, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali.

Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan penelitian cross sectional,

dimana variabel akibat yang terjadi pada obyek penelitian diukur atau dikumpulkan secara

simultan dan mengambil lokasi di Desa Tojan Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung,

Provinsi Bali pada tanggal 10-16 Juli 2008.

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu balita yang terdaftar di posyandu dengan

tingkat kehadirannya lebih dari 6 kali setahun, dan bertempat tinggal di Desa Tojan. Berdasarkan

perhitungan sampel diperoleh 60 sampel. Data tentang tingkat kepuasan ibu balita dan

karakteristik ibu balita di kumpulkan dengan cara wawancara dibantu dengan daftar pertanyaan

atau kuesioner.

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa ibu balita sebanyak 83,30% yang puas tentang

pelayanan posyandu dan yang kurang puas 16,70%. Karakteristik ibi balita menurut kelompok

umur beresiko 10,67% puas tentang pelayanan posyandu dan 1,67% kurang puas tentang

pelayanan posyandu dan kelompok umur tidak beresiko 73,33% puas tentang pelayanan

23

Page 24: Abstyrak KTI 2008

posyandu dan 15% kurang puas tentang pelayanan posyandu. Ibu balita menurut tingkat

pendidikan dasar 30% puas tentang pelayanan posyandu dan 10% kurang puas tentang

pelayanan posyandu sedangkan tingkat pendidikan tinggi 53,33% puas tentang pelayanan

posyandu dan 6,70% kurang puas tentang pelayanan posyandu.

Ibu balita menurut jenis pekerjaan ibu balita yang bekerja 48,33% puas tentang

pelayanan posyandu dan 13,33% kurang puas tentang pelayanan posyandu dan ibu balita yang

tidak bekerja 35% puas tentang pelayanan posyandu dan 3,34% kurang puas tentang pelayanan

posyandu. Ibu balita menurut tingkat pengetahuan,tingkat pengetahuan cukup 66,67% puas

tentang pelayanan posyandu dan 10% kurang puas tentang pelayanan posyandu dan tingkat

pengetahuan kurang 16,66% puas tentang pelayanan posyandu dan 6,67% kurang puas tentang

pelayanan posyandu.

Hubungan karakteristik ibu balita dengan tingkat kepuasan tentang pelayanan

posyandu tidak ada hubungan yang bermakna. Berarti karakteristik ibu yang meliputi

umur,tingkat pendidikan, jenis pekerja dan tingkat pengetahuan bukan faktor langsung yang

mempengaruhi tingkat kepuasan. Faktor lain yang bisa mempengaruhi tingkat kepuasan

tentang posyandu mungkin faktor ketidak ingin tahuan tentang pelayanan posyandu,

kemalasan untuk datang ke posyandu dan kesibukan pekerjaan sehingga tidak menyempatkan

ibu balita membawa balitanya datang ke posyandu.

Tidak adanya hubungan karakteristik ibu balita (umur, tingkat.pendidikan,

tingkat.pengetahuan, dan jenis pekerjaan) dengan tingkat kepuasan tentang pelayanan

posyandu namun dengan cakupan D/S yang masih rendah dan masih adanya tingkat

pengetahuaan ibu balita yang masih kurang tentang pelayanan posyandu perlu diadakan

sosialisasi mengenai pelayanan posyandu dalam bentuk kelompok melalui pertemuaan PKK

atau pertemuaan Desa.

24

Page 25: Abstyrak KTI 2008

016

NOVI YANTHI, NI WAYAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN LAMANYA NONTON TV DENGAN POLA KONSUMSI MAKANAN JAJANAN ANAK DI SEKOLAH DASAR WILAYAH KESIMAN KERTALANGU

Subyek : Kesehatan dan Prilaku Anak

Klasifikasi ; 649.63

No Induk : 005/KTI/2008

Abstrak

Anak sekolah merupakan kelompok yang perlu mendapatkan perhatian karena

kelompok ini merupakan generasi penerus pembangunan bangsa. Di masa datang kelompok ini

diharapkan menjadi sumber daya manusia (SDM) yang handal, yang sangat dibutuhkan dalam

era globalisasi. Pengetahuan gizi sangat berpengaruh pada pola konsumsi makanan anak

sekolah terutama pola konsumsi makanan jajanan, dimana tingkat pengetahuan gizi dapat

menentukan kemampuan seseorang dalam menyusun dan menyiapkan hidangan yang bergizi.

Gencarnya iklan makanan dalam televisi dapat berpengaruh terhadap asupan makanan anak-

anak sekolah. Semakin banyaknya waktu nonton TV yang dilakukan tentu semakin banyak

informasi/iklan makanan jajanan yang ditonton oleh anak. Iklan makanan jajanan yang disiarkan

secara berulang – ulang akan lebih mudah mempengaruhi minat anak untuk membeli produk

makanan jajanan tersebut. Apalagi iklan makanan jajanan tersebut dilakoni oleh anak yang

menjadi idola mereka. Penting diketahui produk makanan jajanan yang ditawarkan melalui iklan

di televisi belum pasti baik bagi kesehatan dan dari aspek nilai gizinya.Tujuan dari penelitian ini

25

Page 26: Abstyrak KTI 2008

adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi dan lamanya nonton TV dengan

pola konsumsi makanan jajanan anak sekolah.Penelitian ini telah dilaksanakan di SD No. 7

Kesiman dan SD No. 16 Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur Denpasar pada bulan Juli 2008.

Jenis penelitian adalah penelitian observasional dengan design penelitian cross sectional.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di SD No. 7 dan 16 Kesiman, Kecamatan

Denpasar Timur. Sampel dalam penelitian yaitu seluruh siswa kelas IV dan V dengan total

sampel yaitu 86 orang.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar sampel yaitu sebanyak 44 orang (51,2%)

mempunyai tingkat pengetahuan gizi kurang. Lama nonton TV sampel sehari sebagian besar 2- 4

jam sebanyak 55 orang (67%) dengan rata – rata lama nonton TV 2,5 jam/hari ( SD 1,16) . Rata –

rata jumlah iklan yang ditonton anak sekolah sehari yaitu 5 jenis ( SD 2,12 ), yang terdiri dari

iklan snack dan minuman. Iklan snack yang paling sering ditonton seperti sosis, geri toya – toya,

geri chocolatos, pilus, leo kripik kentang, dan sebagainya. Sedangkan iklan minuman yang sering

ditonton anak yaitu marimas, jelly drink, ale – ale, pop ice dan sebagainya Berdasarkan hasil

penelitian diperoleh sebagian besar sampel mengkonsumsi > 14 jenis makanan jajanan selama 1

minggu yaitu sebanyak 50 orang (58,1%). Jenis makanan jajanan yang sering dikonsumsi anak SD

adalah makanan basah (pisang goreng, roti), snack, permen dan minuman (es, teh sisri,

marimas). Sebagian besar sampel memiliki frekuensi konsumsi makanan jajanan > 3 kali sehari

yaitu sebanyak 62 orang (72,1%). Nilai energi makanan jajanan sebagian besar sampel adalah <

400 Kal sebanyak 66 orang (76,7%) dan sebagian besar sampel yaitu 69 orang (80,2%)

mengkonsumsi makanan jajanan dengan protein < 10 gr.

26

Page 27: Abstyrak KTI 2008

017

NUNIK NARPINI, NI WAYAN

PENGATURAN MAKAN DAN STATUS GIZI ATLET BULUTANGKIS DI TUNAS MEKAR

TEMBAU.

Subyek : Gizi dan Olah Raga

Klasifikasi ; 613.71

No Induk : 019/KTI/2008

Abstrak

Pengaturan makan pada atlet sangat penting. Pengaturan makan yang baik dan

asupan gizi yang optimal sesuai dengan kebutuhan tubuh akan berpengaruh terhadap status

gizi. Terutama pada atlet anak-anak karena mempunyai aktivitas yang tinggi baik sebagai atlet

maupun aktivas di sekolah serta di luar sekolah. Selain itu pada usia anak-anak merupakan masa

pertumbuhan. Dimana kita ketahui bahwa masa pertumbuhn serta perkembangan proses

kehidupan seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya masukan zat gizi. Disamping

itu gizi juga berpengaruh dalam mempertahankan dan memperkuat daya tahan tubuh, sehingga

pengaturan makan sangatlah penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaturan

Makan dan Status Gizi Atlet Bulutangkis di Tunas Mekar Tembau.

Sampel dalam penelitian ini atlet bulutangkis di Tunas Mekar Tembau laki-laki dan

perempuan yang berumur 7 – 12 tahun, dan termasuk tingkat lanjut. Besar sampel adalah 30

orang. Data yang dikumpulan adalah identitas sampel, susunan hidangan, frekuensi dan waktu

pemberian makan, serta data konsumsi, berat badan, tinggi badan dan gambaran umum lokasi .

Data susunan hidangan, frekuensi dan waktu pemberian makan dikelompokkan berdasarkan

susunan hidangan, frekuensi dan waktu pemberian makan. Data konsumsi makanan selama tiga

hari dijumlahkan, kemudian dirata-ratakan sehingga diperoleh konsumsi sehari, dan dicari zat

gizinya. Tingkat konsumsi energi, protein, lemak, dan karbohidrat dihitung dengan cara

konsumsi zat gizi sehari dibandingkan dengan kebutuhan zat gizi dikalikan 100, dengan kategori

baik bila >= 100% kebutuhan, sedang 80-99% kebutuhan, dan kurang <80% kebutuhan. Status

27

Page 28: Abstyrak KTI 2008

gizi ditentukan dengan menghitung IMT serta dengan melihat umur dan jenis kelamin, kemudian

dibandingkan dengan tabel CDC 2000. Data yang telah dikumpulkan diolah dengan SPSS

kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan tabel frekuensi.

Sebanyak 53,3% sampel susunan hidangannya terdiri dari nasi, lauk nabati, lauk hewani,

sayur, buah, dan susu. Frekuensi makan utama paling banyak 63,3% adalah 3 kali sehari dan

frekuensi makanan jajanan lebih dari 3 kali/hari yaitu 53,3%. Sebanyak 46,7% waktu makan

lengkap lebih dari 2 jam sebelum pelatihan dan 20,0% makan snack kurang dari 1 jam sebelum

pelatihan. Sebanyak 43,3% waktu makan lengkap lebih dari 2 jam setelah pelatihan dan 46,7%

waktu makan snack kurang dari 1 jam setelah pelatihan.

Rata-rata kebutuhan energi 2591,6 Kkal, protein 73,1 g, lemak 57,7 g, dan karbohidrat

450,5 g. Sebagian besar sampel 73,3% dengan status gizi normal.

Dari permasalahan yang ditemukan maka dapat disarankan beberapa hal yaitu perlu

adanya penyuluhan minimal satu bulan sekali untuk meningkatkan pengetahuan atlet dan

pelatih (pengelola) di Tunas Mekar tentang pengaturan makan, dan juga perlu pengaturan

makan yang khusus baik pada waktu pelatihan maupun pada waktu pertandingan, supaya atlet

mendapat asupan gizi sesuai kebutuhan, karena makanan sangat erat hubungannya dengan

prestasi.

28

Page 29: Abstyrak KTI 2008

018

RAI SUJANI, NI MADE

PERBEDAAN TINGKAT KONSUMSI ZAT BESI BERDASARKAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA VEGETARIAN

Subyek : Diet Vegetarian

Klasifikasi ; 613. 262

No Induk : 034/KTI/2008

Abstrak

Anemia Gizi Besi termasuk salah satu masalah gizi kurang yang belum dapat

ditanggulangi. Penyebab utamanya adalah kekurangan zat besi. Pola makan vegetarian dapat

menyebabkan kekurangan zat besi Pola hidup ini dijalankan berbagai kelompok umur termasuk

remaja. Ada banyak alasan memilih gaya hidup vegetarian, didasari keyakinan agama, keinginan

awet muda, kesadaran lingkungan, dan faktor kesehatan fisik maupun kejiwaan. Manfaatnya

antara lain dapat mengendalikan emosi, mengurangi angka kesakitan, daya tahan tubuh lebih

baik, dan memperoleh kesegaran serta kebugaran jasmani yang baik. Kendatipun kelompok

remaja beralih menjalankan pola hidup vegetarian, namun belum dapat diyakini mereka

memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang vegetarian karena penyuluhan tentang

vegetarian belum pernah dilakukan.

Tujuan penelitian secara umum adalah mengetahui perbedaan tingkat konsumsi zat besi

berdasarkan pengetahuan dan sikap remaja vegetarian. Jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian survey dengan rancangan cross sectional. Penelitian dilaksanakan bulan Juli 2008.

Seluruh populasi menjadi sampel yang berjumlah 40 orang. Data yang dikumpulkan meliputi

data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari identitas sampel, pengetahuan, sikap,

29

Page 30: Abstyrak KTI 2008

dan tingkat konsumsi zat besi. Data sekunder antara lain data tentang remaja dan kadar Hb.

Cara pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan komputer dan dianalisis secara

deskriptif, tabel silang, serta uji Independent Sampel t-test.

Tingkat pengetahuan sampel tentang vegetarian rata-rata kurang dimana skor rata-rata

adalah 35,5. Bila dilihat dari sebarannya sebagian besar (92,5%) tingkat pengetahuannya kurang.

Sedangkan sikap sampel tentang vegetarian cukup. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor

sikap yaitu 62,56 dan dapat disimpulkan bahwa rata-rata sampel mempunyai sikap cukup

(60,0%). Dari data yang dikumpulkan diketahui rata-rata tingkat konsumsi zat besi yaitu 14,05

mg/hari dan diperoleh sebagian besar sampel (97,5%) konsumsi zat besinya AKG.

Untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang vegetarian perlu dilakukan

penyuluhan dari ahli gizi. Usia vegetarian sebaiknya ditunda karena pada masa remaja

pertumbuhan sehingga memerlukan asupan zat gizi yang cukup baik jumlah maupun macamnya

dan bagi vegetarian yang konsumsi zat besinya AKG perlu memperhatikan tentang cara

pemilihan bahan makanan sumber zat besi.

30

Page 31: Abstyrak KTI 2008

019

RESA GAYATRI , I.G.A.

KARATERISTIK SOSIAL DEMOGRAFI IBU HAMIL YANG PATUH DAN TIDAK PATUH MENGKONSUMSI TABLET BESI DI DESA PEKAMBINGAN KECAMATAN DENPASAR BARAT PROPINSI BALI

Subyek : Gizi Ibu Hamil

Klasifikasi ; 618.24

No Induk : 003/KTI/2008

Abstrak

Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 70%, ini berarti 7 dari 10

wanita hamil menderita anemia. Menginjak usia kehamilan trimester kedua sampai

trimester tiga terjadi pertambahan sel darah merah sampai 35%. Angka kematian ibu

yang tinggi berhubungan erat dengan anemia yang dideritanya ketika hamil. Ibu hamil

sangat disarankan untuk minum pil zat besi selama 3 bulan yang harus diminum setiap

hari. Wanita hamil yang tidak minum pil zat besi mengalami penurunan cadangan zat

besi cukup tajam sejak minggu ke-12 usia kehamilan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui perbedaan karakteristik sosial demografi ibu hamil yang patuh dan tidak

patuh mengkonsumsi tablet Fe di Desa Pekambingan.

Penelitian ini dilaksanakan di BKIA Desa Pekambingan, Kecamatan Denpasar

Barat, Propinsi Bali dari bulan Juni-Juli 2008. Jenis penelitian ini adalah observasional

dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah ibu hamil trimester dua

dan trimester tiga yang berjumlah 43 sampel.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik sosial demografi ibu hamil

yang patuh mengkonsumsi tablet Fe adalah umur rata-rata 20-35 tahun, pendidikan

terakhir SMA, tidak bekerja (Ibu Rumah Tangga), tingkat sosial ekonomi mampu,

sebagian besar beragama Hindu, jumlah anggota keluarga tidak lebih dari empat, umur

kehamilan trimester dua, rutin memeriksakan kehamilan dengan alasan untuk

mengetahui kondisi kesehatan, tempat periksa di bidan, minum tablet Fe atas saran

bidan, tingkat pengetahuan kurang dan tidak percaya tentang manfaat tablet Fe.

Sedangkan karakteristik sosial demografi ibu hamil yang tidak patuh mengkonsumsi

31

Page 32: Abstyrak KTI 2008

tablet Fe adalah umur berkisar antara 20-35 tahun, pendidikan terakhir SMA, tidak

bekerja (ibu rumah tangga), tingkat sosial ekonomi mampu, sebagian besar beragama

Hindu, jumlah anggota keluarga tidak lebih dari empat, umur kehamilan trimester tiga,

rutin memeriksakan kehamilan, tempat memeriksakan kehamilan di dokter, tidak

minum tablet Fe dengan alasan lupa, tidak enak makan dan menyebabkan mual,

tingkat pengetahuan baik dan percaya dengan manfaat tablet Fe. Jadi perbedaan

karakteristik sosial demografi ibu hamil yang patuh dan tidak patuh mengkonsumsi

tablet Fe terletak pada umur kehamilan, tempat pemeriksaan, praktek minum tablet

Fe, tingkat pengetahuan dan tingkat kepercayaan tentang manfaat tablet Fe.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara karakteristik ibu dengan kepatuhan minum tablet Fe (P >

0,05). Tampaknya diduga hal ini dapat disebabkan oleh kurang banyaknya sampel

penelitian sehingga hubungan yang terjadi tidak signifikan atau kepatuhan minum

tablet Fe dapat juga dipengaruhi oleh faktor lain.

Mengingat masih banyak sampel (32,5%) yang tingkat pengetahuannya kurang

maka perlu adanya penyuluhan tentang manfaat tablet Fe dan menjelaskan tentang

apa itu anemia dan tablet Fe agar tingkat pengetahuan ibu hamil menjadi lebih

meningkat.

020

Restu Susanti, Ni Nyoman

Hubungan Pola Pemberian MP-ASI Dengan Status Gizi Anak Batita Berdasarkan Status Bekerja Ibu Di Desa Kesiut, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, I.G.A. Ari Widarti, DCN, M.Kes.

Subyek : Makanan Bayi

Klasifikasi ; 641.300

No Induk : 021/KTI/2008

Abstrak

32

Page 33: Abstyrak KTI 2008

Masalah kekurangan gizi merupakan masalah utama yang dialami bayi dan balita. Data menunjukkan masih tingginya status gizi kurang, status gizi buruk, dimana status gizi kurang pada anak batita tahun 1989 sebesar 37,5%, tahun 1992 sebesar 35,6%, tahun 1995 sebesar 31,6%, tahun 1998 sebesar 29,5% dan tahun 1999 sebesar 26,4%,sedangkan untuk kasus gizi buruk terjadi peningkatan dari 6,3 pada tahun 1989 menjadi 11,4% pada tahun 1995. Hal ini menunjukkan masih tingginya status gizi kurang dan status gizi buruk. Salah satu penyebab masalah gizi kurang pada anak adalah pemberian MP-ASI yang salah. Pola pemberian MP-ASI dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pengetahuan dengan tingkat pendidikan dan status pekerjaan, ekonomi, budaya, lingkungan, tempat tinggal, dll.

Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis ingin melakukan penelitian tentang pola pemberian MP-ASI dengan status gizi anak batita berdasarkan status bekerja ibu di Desa Kesiut, Kec. Kerambitan, Kab. Tabanan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pola pemberian MP-ASI dengan status gizi anak batita berdasarkan status bekerja ibu di Desa Kesiut, Kec. Kerambitan, Tabanan. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh anak batita yang berumur 6-36 bulan yang ada di Desa Kesiut. Jumlah sampel sebanyak 45 orang yang tersebar di 5 banjar di Desa Kesiut. Pekerjaan responden sebagian besar sebagai petani. Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah tamatan SMU 57,8%.

Uji statistik menunjukkan ada hubungan antara pola pemberian MP-ASI dengan status gizi batita dari segi jenis pertama kali dan jumlah pemberian MP-ASI di Desa Kesiut, masih banyak ibu-ibu kurang mengatur pemberian makanannya yang dianggap pemberian makan dengan jumlah yang banyak membuat anak sehat, sedangkan dari segi usia dan frekuensi tidak ada hubungan. Ada hubungan antara status bekerja ibu dengan pola pemberian MP-ASI anak batita, masih diperlukan keaktifan ibu dalam memantau konsumsi makan anak. Sedangkan tidak ada hubungan antara status bekerja ibu dengan status gizi anak batita karena status bekerja ibu baik dari segi ekonomi seimbang dengan pemberian makanan MP-ASI sehingga status gizi anak dapat terpantau.

021

33

Page 34: Abstyrak KTI 2008

RIDHA, ISTIANA

STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN POLA PENYAPIHAN MENURUT KARAKTERISTIK KELUARGA DI SESETAN KECAMATAN DENPASAR SELATAN PROPINSI BALI.

Subyek : Kesehatan Bayi dan balita

Klasifikasi : 613.042 3

No Induk : 011/KTI/2008

Abstrak

Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi anak adalah pemberian Air Susu Ibu

(ASI), karena dalam ASI banyak terkandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh anak (DEPKES

RI,1992). Berdasarkan masalah diatas peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan status

gizi balita yang berdasarkan pola penyapihan dan karakteristik keluarga. Adapun tujuan dari

penelitian ini adalah mengetahui perbedaan status gizi balita yang disapih lebih dini dengan

anak yang disapih lebih lama.

Gizi Balita adalah zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh balita yang diperoleh melalui

ASI dan makanan agar tetap sehat serta tumbuh dan berkembang dengan baik. Penyapihan

adalah proses memperkenalkan makanan padat kepada anak sebagai makanan pendamping ASI

(MP-ASI), yang diberikan secara bertahap sampai anak mampu makan makanan keluarga (Kalbe

Online, 5 desember 2007).

Secara umum status gizi dipengaruhi oleh pola penyapihan sedangkan pola penyapihan

sendiri dapat dipengaruhi oleh karakteristik keluarga. Variabel dependent dari pnelitian ini

adalah status gizi dan variabel independentnya adalah pola penyapihan dan karakteristik

keluarga.Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross-sectional.

Populasi penelitian ini adalah seluruh balita diwilayah Sesetan. Sedangkan sampelnya adalah

34

Page 35: Abstyrak KTI 2008

bagian dari populasi dengan kriteria yaitu Balita berusia diatas 24 bulan, balita sudah tidak

diberikan ASI, laki-laki dan perempuan dan bertempat tinggal di Sesetan.

Dari 50 sampel sebagian besar sampel berumur dan jenis kelamin sampel sebagian

besar berjenis kelamin perempuan. Sedangkan karakteristik keluarga sebagian besar ibu sampel

berumur dibawah 30 tahun, lebih dari 50% ibu sampel tidak bekerja, untuk tingkat pendidikan

ibu sebagian besar ibu sampel tingkat pendidikan akhir SMU. Untuk umur ayah sebagian besar

ayah sampel berumur diatas 30 tahun, tingkat pendidikan ayah sebagian besar SMU. Sedangkan

untuk jumlah keluarga sebagian besar sampel jumlah keluarganya lebih dari 4 orang.

Berdasarkan analisis didapatkan pekerjaan ibu berhubungan dengan pengetahuan

tentang ASI, umur ibu berhubungan dengan sikap terhadap pemberian ASI, pendidikan ibu

berhubungan dengan praktek terhadap pemberian ASI dan pendidikan ibu berhubungan dengan

praktek pemberian ASI.

022

RINA SAVITRI, PUTU EKA

PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP IBU, POLA KONSUMSI DAN STATUS GIZI BALITA ANTARA KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DAN NON KADARZI DI DESA PELIATAN KABUPATEN GIANYAR PROVINSI BALI

Subyek : Gizi Balita

Klasifikasi : 613.208. 3

No Induk : 026/KTI/2008

Abstrak

Visi pembangunan kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, yang menggambarkan bahwa

pada tahun 2010 bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih

dan sehat serta mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan

35

Page 36: Abstyrak KTI 2008

merata. Dalam rangka mencapai visi Indonesia Sehat 2010 tersebut maka Departemen

Kesehatan segera merumuskan visi dan misi Departemen Kesehatan. Desa Siaga merupakan

salah satu sasaran penting berkaitan dengan pecapaian visi Departemen Kesehatan Di dalam

Desa Siaga terdapat satu tujuan yang ingin dicapai yaitu meningkatnya keluarga yang sadar gizi

dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (KADARZI). Untuk wilayah Desa Peliatan

Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar Provinsi Bali, pencapaian keluarga sadar gizi juga masih

rendah yaitu 5,93 %.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengetahuan,

sikap ibu, pola konsumsi dan status gizi balita antara Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) dan Non

KADARZI di Desa Peliatan Kabupaten Gianyar Provinsi Bali.

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki ibu dan balita (6-59 bulan) baik laki – laki maupun perempuan yang bertempat tinggal dan berasal dari Desa Peliatan Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang jumlahnya ditentukan dengan rumus sehingga diperoleh 50 sampel untuk KADARZI dan 50 sampel untuk Non KADARZI yang memiliki kesamaan jenis kelamin dan umur balitanya. Pengambilan sampel menggunakan teknik Simple Random Sampling dengan cara mengundi anggota populasi (lottery technique).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan dan sikap

sampel, tingkat konsumsi energi dan jenis konsumsi balita antara KADARZI dan Non KADARZI,

sedangkan pola konsumsi, tingkat konsumsi protein, frekuensi makan dan status gizi balita

KADARZI dan Non KADARZI tidak ditemukan adanya perbedaan.

Terdapatnya perbedaan tingkat pengetahuan sampel KADARZI dan Non KADARZI karena

pada KADARZI telah dilaksanakan penyuluhan secara rutin oleh Tenaga Pelaksana Gizi (TPG)

Puskesmas pada saat posyandu serta survey mengenai keberadaan garam beryodium ke rumah

– rumah. Terdapatnya perbedaan sikap antara sampel KADARZI dan Non KADARZI karena erat

kaitannya dengan tingkat pengetahuan.

Tidak terdapatnya perbedaan pola konsumsi balita KADARZI dan Non KADARZI terjadi

karena sedikitnya perbedaan skor rata – rata pola konsumsi antara balita KADARZI dan Non

KADARZI. Tidak terdapatnya perbedaan status gizi antara balita KADARZI dan Non KADARZI

terjadi karena status gizi merupakan dampak dari pola konsumsi yang juga tidak terdapat

perbedaan.

36

Page 37: Abstyrak KTI 2008

Saran yang ingin disampaikan yaitu untuk pengetahuan dan sikap sampel tentang

KADARZI, walaupun sudah dalam kategori baik namun perlu dioptimalkan lagi misalnya dengan

cara penyuluhan dan pemerataan program KADARZI untuk seluruh keluarga. Walaupun pola

konsumsi dan status gizi balita sudah baik, tetap perlu dupayakan agar semua ibu dapat

menjalankan program KADARZI sehingga pola konsumsi dan status gizi dapat dicapai secara

optimal.

023

SULASTINI NI MADE

HUBUNGAN SUMBANGAN ENERGI DAN PROTEIN DARI SARAPAN, STATUS GIZI, SERTA PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA LPD (LEMBAGA PERKREDITAN DESA) DI DESA BATUNYA, KECAMATAN BATURITI, KABUPATEN TABANAN.

Subyek : Makanan Pagi

Klasifikasi : 641.52

No Induk : 016/KTI/2008

Abstrak

Gizi kerja merupakan salah satu syarat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal,

khususnya bagi masyarakat pekerja. Selain itu gizi kerja erat hubungannya dengan tingkat

konsumsi, dimana jika konsumsi menurun maka tubuh mereka akan lemas, lesu, sering juga

merasa pusing yang akan mengakibatkan pekerja itu sakit. Untuk dapat melihat kondisi itu dapat

dilihat dari keadaan makanannya mengenai makanan yang dimakan,berat dan kualitasnya.

Disamping itu juga alternatif strategi penyajian makanan selingan atau makan siang,kecuali

mutu gizinya, perlu diperhatikan kapan tepatnya diberikan misal saat akan timbul kelebihan

pada siang hari.

37

Page 38: Abstyrak KTI 2008

Tujuan dari penelitian hubungan sumbangan energi dan protein dari makan pagi status

gizi serta produktivitas tenaga kerja LPD adalah untuk mengetahui sumbangan energi dan

protein dari makan pagi terhadap status gizi serta produktivitas kerja. Populasi dari penelitian ini

adalah seluruh karyawan LPD Desa Batunya yang berjumlah 27 orang.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sumbangan energi dari sarapan dengan kategori

cukup sebanyak 59,26% dan 40,74% dengan kategori kurang, sedangkan sumbangan protein

dari sarapan dengan kategori cukup sebanyak 37,03% dan 62,97% dengan kategori kurang.

Sebagian sampel (66,67) memiliki status gizi gemuk, dan produktivitas tinggi sebanyak 70,36%.

Sumbangan energi dari sarapan sebanyak 77,78 % cukup dari status gizi gemuk dan 66,67%

sumbangan protein dari sarapan kurang dari status gizi kurus. Sebagian besar sampel (73, 68%)

berstatus gizi gemuk dari produktivitas tinggi, serta sumbangan energi dari sarapan sebanyak

68,42% cukup dari produktivitas tinggi dan 75% sumbangan protein dari sarapan kurang dari

produktivitas rendah.

Saran dari penelitian ini adalah dilakukan penelitian lanjut mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat produktivitas kerja secara keseluruhan, serta dalam hubungannya

dengan lingkungan.

024

38

Page 39: Abstyrak KTI 2008

SUTHAMI, NI KADEK

GAMBARAN STATUS GIZI DAN STATUS METABOLIK PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Subyek : Suthami, Ni kadek

Klasifikasi : 641.563

No Induk : 007/KTI/2008

Abstrak

Bertambahnya angka harapan hidup bangsa Indonesia menyebabkan perhatian masalah

kesehatan beralih dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Selain penyakit jantung koroner

dan hipertensi, diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif dan bersifat

kronis yang saat ini jumlahnya semakin bertambah banyak di Indonesia. Diabetes Melitus adalah

suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah yang melebihi normal sebagai

akibat dari defisiensi atau resistensi insulin. Dewasa ini prevalensi Diabetes Melitus diberbagai

negara berkembang mulai meningkat. Peningkatan prevalensi DM tersebut disebabkan karena

peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup disertai pola makan tidak sehat,

terutama di kota-kota besar.

Gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat dapat memicu terjadinya sindrom

metabolik atau sindrom X (sindrom penolakan terhadap insulin), disertai kegemukan pada

perut, tekanan darah tinggi, trigliserin yang tinggi, dan atau kadar kolesterol yang tidak sehat

serta kadar glukosa darah yang tinggi.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran status gizi dan status metabolik

pasien DM yang rawat jalan di RSUP Sanglah Denpasar.

Penelitian ini telah dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar selama

satu bulan yaitu pada bulan Juli 2008. Jenis penelitian adalah penelitian observasional dengan

39

Page 40: Abstyrak KTI 2008

design penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah pasien DM rawat jalan di RSUP

Sanglah Denpasar. Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi dengan jumlah 100 orang.

Hasil penelitian menunjukkan status gizi normal 41,0% , status gizi lebih (obesitas) yaitu

sebesar 40,0%, overweight 17,0%, dan kurus 2,0%. Dari 100 sampel penderita DM, sebesar

50,0% sampel status metabolik tidak baik/ mengalami sindrom metabolik.

025

SUMA WIKA ARTINI NI MADE

IDENTIFIKASI KLORIN PADA BERAS YANG BEREDAR DI KOTA MADYA DENPASAR

Subyek : Bahan tambahan Makanan

Klasifikasi : 641.47

No Induk : 0012/KTI/2008

Abstrak

Beras merupakan makanan pokok terpenting dalam menu makanan di Indonesia.

Adapun ciri – ciri beras yang baik yang digemari oleh masyarakat yaitu: putih bersih, utuh, tidak

terdapat benda asing, memiliki bau dan rasa yang sedap (Berasku, 2007).

Untuk memperoleh beras yang baik belakangan ini beberapa produsen menggunakan

cara yang salah. Salah satu cara yang digunakan produsen untuk mendapatkan beras dengan

keadaan putih bersih yaitu dengan menggunakan klorin. Penemuan beras berklorin ini

dilaporkan oleh Kepala Sub Dinas Pengawas Obat dan Makanan pada Dinas Kesehatan Kota

Tanggerang pada tahun 2007 (Harian Pikiran Rakyat, 2007). Penemuan tersebut juga ditemukan

oleh Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Holtikultura dari 35 sampel, 28 sampel diantaranya

terbukti mengandung klorin (Dadan Rohdiana, 2007).Klorin adalah bahan kimia yang biasa

digunakan sebagai pembunuh kuman (Arios, 2007). Selain dapat menurunkan mutu nutrisi,

beras yang diputihkan dengan klorin juga dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan

(Pemerintah Jawa Tengah, 2007).

Di Indonesia penggunaan klorin pada bahan makanan tidak diizinkan. Menurut

peraturan Menkes No 722/Menkes/Per/IX/88, Klorin tidak tercatat sebagai BTP (Bahan

40

iii

Page 41: Abstyrak KTI 2008

Tambahan Makanan) dalam kelompok pemutih dan pematang tepung. (Pemerintah Jawa

Tengah, 2007). Jadi, penggunaan klorin pada bahan makanan, tidak dibenarkan oleh

pemerintah. Karena selain bukan Bahan Tambahan Pangan (BTP), klorin juga dapat

menyebabkan dampak yang buruk bagi kesehatan (Pemerintah Jawa Tengah, 2007).

Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin meneliti apakah beras yang beredar di Kota

Madya Denpasar, aman untuk dikonsumsi bagi seluruh lapisan masyarakat khususnya ditinjau

dari zat klorin yang terkandung di dalam beras. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

ada atau tidaknya zat klorin di dalam beras, dan tujuan khususnya ialah menentukan ada atau

tidaknya penggunaan zat klorin pada beras yang dijual di Kota Denpasar, dan menentukan

jumlah zat klorin pada beras yang beredar di Kota Denpasar.

Penelitian ini menggunakan metode survey, dengan populasi yang diambil adalah beras

lokal yang berwarna putih bersih yang dijual di pasar tradisional dan swalayan.Sampel yang

diteliti diambil secara ”purposive sampling”.

Berdasarkan hasil uji laboratorium dengan menggunakan Metode Iodometri yang

dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik Politeknik Kesehatan Departemen Kesehatan

Denpasar Jurusan Gizi, dari 6 tempat pengambilan sampel diperoleh hasil ke enam sampel

tersebut setelah dilakukan pengujian dengan dua kali ulangan terbukti tidak terdeteksi

mengandung zat klorin pada sampel beras tersebut.

026

TRISKA DEWI, NI NYOMAN

41

Page 42: Abstyrak KTI 2008

PERBEDAAN POLA KONSUMSI MAKANAN JAJANAN PADA SISWA SMP YANG OBESITAS DAN NON OBESITAS DI SMPN 1 DENPASAR DAN SMP SILADARMA TAHUN 2008

Subyek : Makanan jajanan

Klasifikasi : 641.539

No Induk : 034/KTI/2008

Abstrak

Obesitas atau kegemukan adalah salah satu keadaan dimana jaringan lemak tertimbun secara berlebihan dalam tubuh, obesitas adalah salah satu bentuk salah gizi yang banyak dijumpai diantara golongan masyarakat dengan sosial ekonomi kuat.

Makanan jajanan adalah berbagai jenis makanan yang dapat berupa makanan siap santap, minuman serta makanan selingan dimana cara penjualannya dilakukan di warung-warung, digendong, dengan gerobak, ditempat umum (terminal, pinggir jalan, taman kota, mal dan lain-lain).

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan pola konsumsi makanan jajanan pada siswa SMP yang obesitas dan non obesitas di SMPN 1 Denpasar dan SMP Siladarma tahun 2008. Jenis penelitian yang digunakan adalah obsevasional dengan desain cross-sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan juli 2008. Lokasi penelitian di SMPN I Denpasar dan SMP Siladarma di kecamatan Denpasar Timur. Sampel penelitian adalah siswa kelas 8 dan 9 tahun ajaran 2007/2008 yang mengalami obesitas dan non obesitas. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 80 sampel yang terdiri dari 40 siswa obesitas dan 40 siswa non obesitas.

Hasil penelitian mengenai pola konsumsi makanan jajanan pada siswa obesitas dan non obesitas menunjukan, jenis makanan jajanan yang paling banyak dikonsumsi pada siswa obesitas adalah mie, nasi goreng 39 orang (48.75%). Sedangkan pada siswa non obesitas makanan jajanan yang paling banyak dikonsumsi adalah mie 40 orang (50%). Frekuensi jenis makanan jajanan yang paling sering pada siswa obesitas terdiri dari 5 jenis yaitu mie (55%), pisang goreng (50%), wafer (70%), biskuit (70%) dan es teh (70%). Sedangkan pada siswa non obesitas makanan jajanan yang paling sering dikonsumsi yaitu wafer (82.5%). Tingkat konsumsi energinya lebih pada siswa obesitas adalah 31 orang (77.5%). Siswa non obesitas tingkat konsumsi lebih sebanyak 20 orang (50.0%). Tingkat konsumsi protein lebih pada siswa obesitas adalah 35 orang (87.5%). Siswa non obesitas tingkat konsumsi lebih sebanyak 23 orang .

Perbedaan jenis dan frekkuensi makanan jajanan dianalisis dengan uji Chi-square hasilnya ada perbedaan jenis dan frekuensi makanan jajanan yang dikonsumsi oleh siswa obesitas dan non obesitas. Sedangkan perbedaan konsumsi energi dan protein dianalisis dengan uji independen t-tes hasilnya ada perbedaan energi dan protein yang dikonsumsi siswa obesitas dan non obesitas.

42

Page 43: Abstyrak KTI 2008

Untuk mencegah agar prevalensi kejadian obesitas tidak bertambah lagi dari tahun ketahui sebaiknya sekolah perlu menyelipkan pelajaran mengenai pengetahuan gizi kepada siswa. Dan perlu diadakan promosi kesehatan mengenai gizi ke sekolah-sekolah mengenai makanan jajanan.

027

WAHYU NOVI YANI, DEWA AYU

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN TINGKAT KEPUASAN IBU BALITA TENTANG

PELAYANAN POSYANDU DI DESA TOJAN KABUPATEN KLUNGKUNG PROVINSI BALI

Subyek : Pelayanan Kesehatan

Klasifikasi : 370.4

No Induk : 034/KTI/2008

Abstrak

Di Indonesia ada empat masalah gizi utama yaitu Kurang Energi Protein (KEP),

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), Anemia Defisiensi Besi (ADB), serta Kekurangan

Vitamin A (KVA), yang secara umum penyebab dari masalah ini biasanya berhubungan dengan

faktor sosial ekonomi, tingkat pengetahuan tentang pelayanan kesehatan. Posyandu merupakan

salah satu wadah untuk penanggulangan 4 masalah gizi (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Bila ditinjau secara jelas penyebab masalah gizi yang ada di masyarakat seperti

KEP penyebabnya adalah kurangnya konsumsi sumber makanan energi dan protein,

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) disebabkan karena kurangnya

mengkonsumsi zat iodium yang biasanya terdapat pada makanan tinggi zat iodium.

Kekurangan Vitamin A (KVA) disebabkan karena kurang konsumsi sumber makanan

vitamin A, dan Anemia Defisiensi Besi (ADB), disebabkan kurang konsumsi sumber

makanan zat besi (Almatsier, 2004).

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik ibu

dengan tingkat kepuasan ibu balita tentang pelayanan posyandu di Desa Tojan Kecamatan

Klungkung, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali.

43

Page 44: Abstyrak KTI 2008

Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan penelitian cross sectional,

dimana variabel akibat yang terjadi pada obyek penelitian diukur atau dikumpulkan secara

simultan dan mengambil lokasi di Desa Tojan Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung,

Provinsi Bali pada tanggal 10-16 Juli 2008.

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu balita yang terdaftar di posyandu dengan

tingkat kehadirannya lebih dari 6 kali setahun, dan bertempat tinggal di Desa Tojan. Berdasarkan

perhitungan sampel diperoleh 60 sampel. Data tentang tingkat kepuasan ibu balita dan

karakteristik ibu balita di kumpulkan dengan cara wawancara dibantu dengan daftar pertanyaan

atau kuesioner.

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa ibu balita sebanyak 83,30% yang puas tentang

pelayanan posyandu dan yang kurang puas 16,70%. Karakteristik ibi balita menurut kelompok

umur beresiko 10,67% puas tentang pelayanan posyandu dan 1,67% kurang puas tentang

pelayanan posyandu dan kelompok umur tidak beresiko 73,33% puas tentang pelayanan

posyandu dan 15% kurang puas tentang pelayanan posyandu. Ibu balita menurut tingkat

pendidikan dasar 30% puas tentang pelayanan posyandu dan 10% kurang puas tentang

pelayanan posyandu sedangkan tingkat pendidikan tinggi 53,33% puas tentang pelayanan

posyandu dan 6,70% kurang puas tentang pelayanan posyandu.

Ibu balita menurut jenis pekerjaan ibu balita yang bekerja 48,33% puas tentang

pelayanan posyandu dan 13,33% kurang puas tentang pelayanan posyandu dan ibu balita yang

tidak bekerja 35% puas tentang pelayanan posyandu dan 3,34% kurang puas tentang pelayanan

posyandu. Ibu balita menurut tingkat pengetahuan,tingkat pengetahuan cukup 66,67% puas

tentang pelayanan posyandu dan 10% kurang puas tentang pelayanan posyandu dan tingkat

pengetahuan kurang 16,66% puas tentang pelayanan posyandu dan 6,67% kurang puas tentang

pelayanan posyandu.

Hubungan karakteristik ibu balita dengan tingkat kepuasan tentang pelayanan

posyandu tidak ada hubungan yang bermakna. Berarti karakteristik ibu yang meliputi

umur,tingkat pendidikan, jenis pekerja dan tingkat pengetahuan bukan faktor langsung yang

44

Page 45: Abstyrak KTI 2008

mempengaruhi tingkat kepuasan. Faktor lain yang bisa mempengaruhi tingkat kepuasan

tentang posyandu mungkin faktor ketidak ingin tahuan tentang pelayanan posyandu,

kemalasan untuk datang ke posyandu dan kesibukan pekerjaan sehingga tidak menyempatkan

ibu balita membawa balitanya datang ke posyandu.

Tidak adanya hubungan karakteristik ibu balita (umur, tingkat.pendidikan,

tingkat.pengetahuan, dan jenis pekerjaan) dengan tingkat kepuasan tentang pelayanan

posyandu namun dengan cakupan D/S yang masih rendah dan masih adanya tingkat

pengetahuaan ibu balita yang masih kurang tentang pelayanan posyandu perlu diadakan

sosialisasi mengenai pelayanan posyandu dalam bentuk kelompok melalui pertemuaan PKK

atau pertemuaan Desa.

028

NI MADE WINDAYANI

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR ANAK SD YANG OBESITAS DENGAN NON OBESITAS DI

KECAMATAN DENPASAR TIMUR KOTA DENPASAR PROVINSI BALI.

Subyek : Statsi Gizi Anak sekolah

Klasifikasi : 613.583

No Induk : 035/KTI/2008

Abstrak

Masalah gizi lebih baru muncul di permukaan pada tahun terakhir PJP I, pada awal

tahun 1990-an. Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu, terutama di

perkotaan menyebabkan perubahan dalam gaya hidup, terutama dalam pola makan. Perubahan

pola makan dan aktivitas fisik berakibat semakin banyaknya penduduk golongan tertentu

mengalami masalah gizi lebih berupa kegemukan dan obesitas.

Berdasarkan permasalahan di atas timbul pertanyaan apakah ada perbedaan prestasi

belajar anak SD yang obesitas dengan non obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui perbedaan prestasi belajar anak SD yang obesitas dengan non obesitas. Jenis

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian observasional, dengan

45

Page 46: Abstyrak KTI 2008

rancangan kasus kontrol dan mengambil lokasi di SD yang ada di wilayah Kesiman Kecamatan

Denpasar Timur Kota Denpasar.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa dari kelas III sampai dengan kelas VI

yang tercatat sebagai murid di SD yang ada di wilayah Kesiman yaitu 690 orang. Sedangkan

sampelnya adalah berjumlah 76 orang sebagai kasus dan sebagai kontrol berjumlah 76 orang.

Cara pengumpulan data identitas sampel dikumpulkan dengan metode wawancara, data

berat badan kasus ditimbang dengan menggunakan timbangan injak yang berkapasitas 200 kg

dan memiliki ketelitian 0,1 kg, tinggi badan dengan menggunakan microtoice yang panjangnya

200 cm dan memiliki ketelitian 0,1 cm. Penentuan kasus pada penelitian dengan cara

menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan seluruh siswa di masing-masing sekolah.

Setelah mendapatkan data tersebut kemudian dihitung IMT dan penentuan status gizi dari kasus

dan kontrol menggunakan tabel CDC. Data prestasi belajar diperoleh dari nilai rapor anak SD

pada akhir semester yaitu pada bulan juni 2008. Nilai akhir kasus dan kontrol diambil pada nilai

rata-rata yang ada pada rapor.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji t-tes maka didapat nilai t= 0,85

dan nilai p > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan antara prestasi belajar anak SD yang obesitas

dengan non obesitas.

Anak SD harus tetap menjaga status gizi agar tidak terjadi obesitas, karena dampak

obesitas akan terjadi setelah dewasa. Disarankan ada peneliti lanjutan yang meneliti tentang

obesitas dengan rancangan penelitian yang lain.

029

YULIATI , NI WAYAN

46

Page 47: Abstyrak KTI 2008

SARAPAN HUBUNGAN KEBIASAAN DAN STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR DI SD NO. 8 MAS, KECAMATAN UBUD, KABUPATEN GIANYAR.

Subyek : Gizi Anak Sekolah

Klasifikasi : 613.208

No Induk : 023/KTI/2008

Abstrak

Menurut Ali Khomsan (2002) sarapan berpengaruh pada prestasi belajar karena

sarapan dapat menyediakan kadar gula darah, dengan kadar gula darah yang normal, maka

gairah dan kosentrasi belajar bisa lebih baik sehingga dapat meninggkatkan prestasi belajar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kebiasaan sarapan dan status gizi dengan

prestasi belajar siswa SD No. 8 Mas Ubud Gianyar.

Penelitian ini dilakukan di SD No. 8 Mas Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar. Data di

ambil dari 50 sampel siswa kelas II sampai kelas diambil secara acak sederhana. Cara

pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, dan wawancara langsung dengan sampel.

Analisis data menggunakan uji korelasi Product Monent Persen dengan bantuan computer.

Dari hasil pengolahan data sebagian besar sampel mempunyai kebiasaan sarapan yang

baik (selalu sarapan 28,0%, sering sarapan 34,0%). Sebagian besar siswa SD No. 8 Mas

mempunyai status gizi normal yaitu 39 orang (78,0 %), dan sebagian besar sampel mempunyai

prestasi baik yaitu 28 orang (56%).

Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan bermakna antara kebiasaan sarapan

dengan prestasi. Dengan demikian hal ini menunjukkan hasil penelitian ini sudah sesuai dengan

teori Ali Khomsan dan hasil penelitian dari Department of Applied Behavioral Sciences,

University Colifarnia-Davis Amerika Serikat. Selain itu juga menunjukkan adannya antara

kebiasaan sarapan dengan status gizi. Sedangkan untuk status gizi dengan prestasi belajar tidak

ada hubungan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Department of Applied

Behavioral Sciences, University Colifarnia-Davis Amerika Serikat yang menyatakan bahwa ada

hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar. Bila anak yang gemuk tidak diikutkan dalam

analisis juga menunjukkan tidak ada hubungan antara status gizi dengan prestasi. Tetapi bila

47

Page 48: Abstyrak KTI 2008

diliahat r-nya menunjukkan ada hubungan yang searah. Tidak adanya hubungan antara status

gizi dengan prestasi menunjukkan adanya faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi prestasi

belajar seperti intelegensi, lingkungan, proses belajar mengajar, faktor genetik, dan kondisi fisik.

Dengan demikian untuk mendukung keberhasilan prestasi belajar maka anak Sekolah

Dasar sebaiknya membiasakan diri untuk sarapan pagi.

030

YUNI LESTARI, NI KOMANG

POLA KONSUMSI IKAN LAUT DAN KOLESTEROL DARAH PADA PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER DI KLINIK PELAYANAN SWASTA.

Subyek : Gizi Anak Sekolah

Klasifikasi : 613.208

No Induk : 023/KTI/2008

Abstrak

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, penyakit jantung koroner

(PJK) menempati urutan tertinggi sebagai penyakit penyebab kematian di Indonesia (26,4%).

Persentase ini meningkat dibandingkan SKRT sebelumnya (SKRT 1995: 19%; SKRT 1992: 9,9%). Di

Amerika Serikat sekarang ini, sekitar 12,6 juta orang mengalami penyakit jantung dan 25% dari

seluruh rakyatnya memiliki minimal satu faktor resiko penyakit jantung (Unus, S., 2002).

Pada saat ini hanya tinggal 50% dari penduduk di Indonesia yang masih mengkonsumsi

bahan makanan yang disebut “ basic four food group “. Perubahan pola hidup dan pola makan

merupakan faktor utama penyebab PJK diantara faktor resiko lainnya. Semakin banyak lemak

jenuh yang kita konsumsi, semakin tinggi pula kadar kolesterol darah, sebaliknya lemak tidak

jenuh ganda apabila dikonsumsi akan dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Ikan laut

merupakan salah satu dari basic four food group yang mengandung lemak tidak jenuh ganda.

Ikan merupakan sumber alami asam lemak omega-3, yaitu EPA dan DHA yang dapat

menurunkan secara nyata kadar kolesterol dalam darah.

48

Page 49: Abstyrak KTI 2008

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola konsumsi ikan laut

dengan kolesterol darah pada penderita PJK. Penelitian ini merupakan penelitian observasional

dengan rancangan cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien PJK di

klinik. Sampel dari penelitian ini diperoleh dengan metoda “Purposife Sampling” dengan jumlah

sampel sebanyak 46 orang, dengan kriteria yaitu tercatat sebagai pasien yang melakukan

pemeriksaan di klinik, laki-laki atau perempuan, berusia > 20 tahun dan masih dapat

berkomunikasi dengan baik.

Dari 46 sampel yang diteliti, sebanyak 36 orang (78,2%) berumur > 51 tahun, dan

sebagian besar sampel yaitu 35 orang (76,1%) berjenis kelamin laki-laki. Untuk pola konsumsi

ikan laut sampel diperoleh sebanyak 35 orang (76,1%) yang mengkonsumsi jenis ikan laut, dan

jumlah konsumsi ikan lautnya ≥ kebutuhan protein yang berasal dari ikan, frekuensi

konsumsi ikan laut sampel sebagian besar > rata-rata skor sebanyak 28 orang (60,9%), dan

sebanyak 19 orang (41,3%) mengolah ikan laut yang akan dikonsumsi dengan cara

menggoreng.

Berdasarkan uji U Mann-Whitney pada taraf signifikan 5% menunjukkan tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara jenis, jumlah, dan cara pengolahan ikan laut yang dikonsumsi

dengan kolesterol darah sampel. Namun terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi

konsumsi ikan laut dengan kolesterol darah sampel.

Berdasarkan hasil penelitian, penderita PJK sebaiknya mengkonsumsi ikan laut 100

gram/hari atau dengan porsi 1 potong sedang dengan frekuensi 3x sehari dan sebaiknya ikan

laut diolah dengan cara dikukus, direbus, maupun dipanggang. Ikan laut yang banyak

mengandung asam lemak omega-3 akan dapat membantu dalam menurunkan kadar kolesterol

dalam darah.

49