kti insyaAlloh

38
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit miopia masih menjadi masalah kesehatan mata di dunia terutama di negara-negara maju. Miopia adalah kelainan refraksi yang paling umum dan dapat diatasi dengan mudah apabila penderita memakai kacamata. Walaupun begitu, efek miopia terhadap kesehatan masyarakat secara umum tidak bisa diremehkan karena miopia dapat menyebabkan kondisi kebutaan akibat degenerasi makular neovaskular juga karena pengaruh terhadap kondisi ekonomi akibat konsultasi ke dokter mata, pembelian kacamata, lensa kontak, dan bedah refraktif (1). Prevalensi miopia, terutama pada anak-anak akan berefek pada pendidikan bahkan juga pada tingkat kecerdasan, sosial, dan ekonomi. Seiring dengan perjalanan penyakit ini, semakin bertambah miopia, anak 1

Transcript of kti insyaAlloh

Page 1: kti insyaAlloh

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit miopia masih menjadi masalah kesehatan mata di dunia terutama

di negara-negara maju. Miopia adalah kelainan refraksi yang paling umum dan

dapat diatasi dengan mudah apabila penderita memakai kacamata. Walaupun

begitu, efek miopia terhadap kesehatan masyarakat secara umum tidak bisa

diremehkan karena miopia dapat menyebabkan kondisi kebutaan akibat

degenerasi makular neovaskular juga karena pengaruh terhadap kondisi ekonomi

akibat konsultasi ke dokter mata, pembelian kacamata, lensa kontak, dan bedah

refraktif (1).

Prevalensi miopia, terutama pada anak-anak akan berefek pada pendidikan

bahkan juga pada tingkat kecerdasan, sosial, dan ekonomi. Seiring dengan

perjalanan penyakit ini, semakin bertambah miopia, anak juga akan mengalami

peningkatan berbagai risiko komplikasi kebutaan, seperti glukoma dan ablasi

retina (2).

Usia sekolah dasar merupakan usia yang paling penting dalam

perkembangan miopia. Pada usia ini banyak dijumpai kasus miopia baru. Karena

itu deteksi dini pada usia sekolah sangat penting dalam penanganan masalah ini.

Pada suatu penelitian case control di Singapura yang dilakukan pada 8.082 anak

usia sepuluh tahun di 35 sekolah dikatakan bahwa kelainan refraksi terbesar

1

Page 2: kti insyaAlloh

2

terdapat pada miopia dengan prevalensi 24,9%, sedangkan hipermetropia 3,3%

dan astigmatisme 2,2% (3).

Miopia dapat terjadi karena ukuran bola mata yang relatif panjang atau

karena indeks bias media yang tinggi. Penyebab utamanya adalah genetik, yaitu

faktor riwayat orangtua. Anak dengan orangtua miopia cenderung mengalami

miopia (p=0,001). Dalam suatu penelitian dikatakan bahwa miopia terjadi enam

kali lebih besar pada anak yang kedua orangtuanya mengalami miopia

dibandingkan hanya salah satu dari kedua orangtua. Hanya 6-15% dari anak-anak

yang menderita miopia berasal dari orang tua yang tidak menderita miopia (4,5,6).

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam perkembangan miopia adalah

aktivitas melihat dekat atau nearwork. Adanya kemajuan teknologi dan

telekomunikasi, seperti televisi, komputer, video game dan lain-lain, secara tidak

langsung juga akan meningkatkan aktivitas melihat dekat (7,8).

Miopia banyak diderita oleh anak-anak di daerah perkotaan dibandingkan

dengan di pedesaan. Dari 300 anak-anak sekolah di perkotaan, 15% mengalami

kelainan refraksi, sedangkan di pedesaan hanya 11% (6).

Penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus (DM) yang tidak terkontrol,

katarak jenis tertentu, obat anti hipertensi serta obat-obatan tertentu dapat

mempengaruhi kekuatan refraksi dari lensa yang dapat menimbulkan miopi.

Faktor penyebab lainnya adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status

sosial ekonomi tinggi, penurunan kegiatan di lingkungan luar, kelahiran bayi

prematur, penggunaan lampu tidur, dan pola sikardian pola terang dan gelap . Dan

kekurangan gizi dan vitamin dapat menyebabkan miopia (6,9,10).

Page 3: kti insyaAlloh

3

Berdasarkan observasi pendahuluan, banyak siswa Sekolah Dasar (SD)

Muhammadiyah 08-10 Cempaka II Banjarmasin yang memakai kacamata minus.

Hal ini menunjukkan bahwa siswa di SD ini banyak mengalami kelainan mata

berupa miopi. Sekolah ini merupakan SD yang memiliki siswa yang orangtuanya

memiliki tingkat sosial ekonomi menengah ke atas. Banyak siswa yang

bersekolah di SD ini memiliki alat-alat teknologi seperti komputer, telepon

genggam dan, video game yang merupakan faktor risiko terjadi miopia. Oleh

karena itu, ingin diketahui lebih jauh tentang kelainan refraksi ini dan

hubungannya dengan berbagai faktor risiko penyebab terjadinya miopia.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diajukan berdasarkan uraian di atas adalah apakah

ada hubungan antara faktor riwayat orangtua dan faktor kebiasaan dengan

terjadinya miopia pada siswa SD Muhammadiyah 08-10 Cempaka II Banjarmasin.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

faktor riwayat orangtua dan faktor kebiasaan dengan terjadinya miopia pada siswa

SD Muhammadiyah 08-10 Cempaka II Banjarmasin.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. Prevalensi faktor riwayat orangtua pada penderita miopia,

b. Prevalensi faktor kebiasaan pada penderita miopia,

Page 4: kti insyaAlloh

4

c. Menganalisa hubungan antara faktor riwayat orangtua terhadap terjadinya

miopia pada siswa SD Muhammadiyah 08-10 Cempaka II Banjarmasin.

d. Menganalisa hubungan antara faktor kebiasaan terhadap terjadinya miopia pada

siswa SD Muhammadiyah 08-10 Cempaka II Banjarmasin.

D. Manfaat Penelitian

Dari uraian di atas maka manfaat penelitian yang

diharapkan adalah

1. Mengetahui faktor -faktor yang berpengaruh besar terhadap terjadinya miopia,

sehingga dapat dilakukan pencegahan agar tidak terjadi miopia atau tidak

memperburuk kondisi miopia yang sudah terjadi.

2. Peneliti dapat menerapkan pengetahuan tentang community research program,

sehingga dapat menambah kemampuan peneliti untuk melakukan penelitian.

3. Menjadi sumber pustaka bagi peneliti lain yang ingin meneliti hal yang sama.

Page 5: kti insyaAlloh

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Miopia

Miopia berasal dari dua suku kata bahasa Yunani yaitu, “Myein” yang

artinya menutup dan “Ops” artinya mata. Penderita miopia berusaha mengubah

celah atau rima palpebra menjadi sempit, sehingga didapatkan kualitas bayangan

yang lebih baik (11).

Miopia adalah suatu kelainan refraksi di mana berkas cahaya yang sejajar

dengan garis pandang yang masuk ke dalam mata dalam keadaan tanpa akomodasi

akan dibiaskan di depan retina, karena antara segmen anterior dan posterior tidak

sepadan. Hal ini mungkin menghasilkan pembiasan sinar konvergen yang

berlebihan yang disebabkan kurvatura kornea yang tinggi, lensa yang abnormal,

atau peningkatan indek refraksi lensa. Mekanisme ini seperti yang terlihat pada

Gambar 2.1. Miopia dengan kekuatan optik mata terlalu tinggi, biasanya karena

bola mata yang panjang dengan tajam penglihatan selalu kurang dari 5/5

(11,12,13).

Gambar 2.1 Fokus pada mata miopia (14,15)

5

Page 6: kti insyaAlloh

6

B. Etiologi Miopia

Etiologi miopia disebabkan dua faktor yaitu, faktor genetik dan faktor

lingkungan. Miopia patologis diturunkan secara autosomal resesif. Selama

perkembangan mata, kedua faktor itu mempengaruhi variabel refraksi yang dapat

menyebabkan miopia, misalnya penyakit yang terjadi akibat kehamilan tua

mungkin mengakibatkan peningkatan panjang sumbu bola mata yang abnormal

(11).

Setelah lahir terjadi pemanjangan dan peningkatan volume pada mata bayi.

Pada mata normal terjadi peningkatan perkembangan ukuran bola mata beberapa

kali. Karena, hubungan masing-masing variabel tetap ada, mata tetap emetrop.

Proses ini menunjukkan suatu feedback sistem pengaturan perkembangan

pertumbuhan mata (11).

Bentuk mata tampaknya dapat ditentukan oleh refraksinya. Pada orang

yang berusia muda, aktivitas pekerjaan yang berkaitan dengan benda-benda dekat,

misalnya belajar akan mempercepat timbulnya miopia (16).

Pada miopia, garis tengah anteroposterior bola mata terlalu panjang.

Miopia bersifat genetik. Namun, pada hewan percobaan kelainan ini dapat

ditimbulkan dengan mengubah refraksi selama perkembangan. Pada manusia, ada

korelasi positif antara tidur dalam ruangan bercahaya sebelum berumur 2 tahun

dan timbulnya miopia (16).

Menurut penelitian Raviola dan Wiesel penyebab miopia adalah akibat

kurangnya rangsangan cahaya pada retina untuk pembentukan bayangan. Hal ini

Page 7: kti insyaAlloh

7

disebabkan kurangnya rangsangan cahaya pada retina untuk pembentukan

bayangan sehingga merangsang peningkatan vasoactive intestinal polypeptide

(VIP), yang lokasinya pada sel amakrin dari lapisan nuklear dalam, yang akan

menyebabkan pertumbuhan panjang bola mata. Hal ini didukung oleh Hoyt et al

yang melaporkan bahwa terjadi miopia asimetris dari neonatus yang kelopak

matanya menutup dari berbagai penyebab (11).

C. Epidemiologi Miopia

Penelitian lain menyebutkan prevelansi miopia bervariasi antar negara,

angka tertinggi pada orang Asia dan paling sedikit orang kulit hitam. Di Amerika

dari 25% penderita miopia, 12,6% di antaranya orang kulit hitam, sedangkan

penelitian pada 120.000 orang Cina ditemukan 70% penderita miopia. Survei

statistik internasional menunjukkan angka miopia patologi di Mesir 0,2%,

Cekoslovakia 1%, Spanyol 9,6%, dan Jepang 8,4%. Miopia yang lebih dari –6D

terdapat sebesar 27%-32% dari seluruh populasi miopia, sedangkan miopia yang

lebih dari –8D terdapat 6%-18% (5).

Disebutkan dalam penelitiannya juga bahwa jumlah penderita miopia

wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Ditinjau dari sosial ekonomi dan latar

belakang pendidikan, penderita miopia banyak ditemukan tingkat sosial yang

tinggi dan dengan latar belakang pendidikan yang tinggi. Orang yang melakukan

pekerjaan dekat (nearwork) secara intens tetapi tidak mengalami miopia mungkin

tidak mempunyai gen tersebut, tetapi pada anak dengan orang tua yang miopia

cenderung mengalami miopia (p = 0,001). Hal ini cenderung mengikuti pola dose

dependent pattern. Prevalensi miopia pada anak dengan kedua orang tua miopia

Page 8: kti insyaAlloh

8

adalah 32,9%, namun jika anak dengan salah satu orang tua yang miopia

berkurang menjadi 18,2%, dan kurang dari 6,3% pada anak dengan orang tua

tanpa miopia. Penelitian pada anak usia sepuluh tahun mengatakan bahwa, posisi

berbaring atau tengkurap (p<0,001) yang dilakukan pada anak yang miopia lebih

banyak dibandingkan pada anak emetropia. Jarak menonton televisi juga

berpengaruh terhadap kejadian miopia. Menurut penelitian, terdapat tiga kategori

jarak menonton televisi yaitu kurang dari satu meter, satu sampai dua meter, dan

tiga meter atau lebih. Anak dengan jarak menonton televisi kurang dari tiga meter

lebih banyak pada anak yang mengalami miopia. Angka kejadian anak yang

mengalami miopia lebih besar terjadi pada anak yang jarang bermain di luar

rumah dibandingkan anak yang sering bermain di luar rumah, dan bertambah

besar yang terjadi pada anak yang orangtuanya mengalami miopia (5,17).

Selain faktor genetik dan lamanya bekerja dalam jarak dekat, faktor sosial

ekonomi juga mempengaruhi kejadian miopia pada seseorang. Penelitian lain di

Malaysia menunjukan prevalensi yang lebih tinggi pada anak di lingkungan

urban, dan sosioekonomi tinggi . Hal yang sama juga ditemukan di Australia.

Prevalensi miopia lebih rendah pada regio sub urban dan paling tinggi pada regio

pusat kota, sedangkan anak yang tinggal di apartemen memiliki prevalensi miopia

lebih tinggi dari pada yang tinggal di rumah biasa (5).

D. Klasifikasi Miopia

Berdasarkan besar derajat miopia dibagi dalam:

1. Miopia ringan adalah miopia antara 0–3 D,

2. Miopia sedang adalah miopia antara 3–6 D, dan

Page 9: kti insyaAlloh

9

3. Miopia tinggi adalah miopia di atas 6 D (19).

Menurut perjalanan penyakitnya, miopia dibagi menjadi:

1. Miopia stasioner yaitu miopia yang menetap setelah dewasa,

2. Miopia progresif yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat

bertambah panjangnya bola mata,

3. Miopia maligna yaitu miopia yang berjalan progresif, serta dapat

mengakibatkan ablasi retina dan kebutaaan istilah lainnya adalah miopia

pernisiosa atau miopia degenerative (19).

Pada miopia, panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau

kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Dikenal beberapa bentuk miopia

yaitu

1. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi

pada katarak intumesen di mana lensa menjadi lebih cembung sehingga

pembiasan menjadi lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks,

miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa

yang terlalu kuat.

2. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan

kelengkungan kornea dan lensa yang normal (18).

E. Patofisiologi Miopia

Terjadinya pemanjangan sumbu anteroposterior bola mata yang berlebihan

pada miopia patologis masih belum diketahui. Sama halnya terhadap hubungan

antara elongasi dan komplikasi penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina,

ablasio retina dan glaukoma. Columbre et al, berpendapat tentang penilaian

Page 10: kti insyaAlloh

10

perkembangan mata anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya, tekanan

intraokular meluas ke rongga mata di mana sklera berfungsi sebagai penahannya

(19).

1. Menurut Tahanan Sklera.

a.Mesadermal

Abnormalitas mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas dapat

mengakibatkan elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre et al dapat

membuktikan hal ini, di mana pembuangan sebagian masenkim sklera dari

perkembangan ayam menyebabkan ektasia daerah ini, karena perubahan tekanan

dinding okular. Dalam keadaan normal sklera posterior merupakan jaringan

terakhir yang berkembang. Keterlambatan pertumbuhan strategis ini

menyebabkan kongenital ektasia pada area ini. Sklera normal terdiri dari pita luas

padat dari bundle serat kolagen. Hal ini terintegrasi baik, terjalin bebas, ukuran

bervariasi tergantung pada lokasinya. Bundle serat terkecil terlihat menuju sklera

bagian dalam dan pada zona ora equatorial. Bidang sklera anterior merupakan

area crosectional yang kurang dapat diperluas per unitnya dari pada bidang lain

(19).

b.Ektodermal - Mesodermal

Vogt awalnya memperluas konsep bahwa miopia adalah hasil ketidak

harmonisan pertumbuhan jaringan mata di mana pertumbuhan retina yang

berlebihan bersamaan dengan tingginya perkembangan baik koroid maupun sklera

menghasilkan peregangan pasif jaringan. Meski alasan Vogt pada umumnya tidak

Page 11: kti insyaAlloh

11

dapat diterima, telah diteliti ulang dalam hubungannya dengan miopia bahwa

pertumbuhan koroid dan pembentukan sklera di bawah pengaruh epitel pigmen

retina. Pandangan baru ini menyatakan bahwa epitel pigmen abnormal

menginduksi pembentukan koroid dan sklera subnormal. Hal ini yang mungkin

menimbulkan defek ektodermal–mesodermal umum pada segmen posterior

terutama zona oraequatorial atau satu yang terlokalisir pada daerah tertentu dari

pole posterior mata, di mana dapat dilihat pada myopia patologik (tipe stafiloma

posterior) (19).

2. Meningkatnya Suatu Kekuatan yang Luas

a. Tekanan Intraokular Basal

Contoh klasik miopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal terlihat

pada glaukoma juvenil di mana bahwa peningkatan tekanan berperan besar pada

peningkatan pemanjangan sumbu bola mata (19).

b. Susunan Peningkatan Tekanan

Secara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon

terhadap induksi deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada

stres. Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat meningkatkan tekanan

intraokular 10 mmHg, sama juga seperti konvergensi kuat dan pandangan ke

lateral. Pada valsava manuver dapat meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg.

Juga pada penutupan paksa kelopak mata, tekanan initraokular meningkat sampai

70-110 mmHg. Gosokan paksa pada mata merupakan kebiasaan jelek yang sangat

Page 12: kti insyaAlloh

12

sering di antara mata miopia, sehingga dapat meningkatkan tekanan intraokular

(19).

F. Manifestasi Klinis Miopia

Pasien dengan miopia akan melihat jelas bila dalam jarak pandang dekat

dan melihat kabur jika pada pandangan jauh. Penderita miopia akan mengeluh

sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Selain

itu, seseorang penderita miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya

untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang

kecil). Pasien miopia mempunyai pungtum remortum (titik terjauh yang masih

dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam keadaan konvergensi. Hal ini

yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini

menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esoptropia (18).

G. Pemeriksaan Miopia

Pemeriksaan pasien dengan miopia dibagi menjadi dua yaitu:1. Pemeriksaan subjektif: ketajaman penglihatan jarak jauh (Snellen) & jarak

dekat (Jaeger), pemeriksaan koreksi kacamata trial & error (coba-coba),

2. Pemeriksaan objektif: retinoskopi, funduskopi, refraktometer (18).

Kelainan refraksi merupakan kelainan terbanyak ditemukan pada mata.

Pengukuran besarnya kelainan yang tepat diperlukan untuk mencapai hasil

penatalaksanaan yang memuaskan. Idealnya pengukuran besarnya kelainan

refraksi dilakukan dalam keadaan tanpa akomodasi (20).

Page 13: kti insyaAlloh

13

Anak usia prasekolah, untuk yang sudah dapat mengenal huruf dapat

memakai kartu huruf Snellen, sedangkan untuk anak-anak yang belum mengenal

huruf dapat memakai kartu gambar dengan mengenal bentuk, misalnya dengan

Teller acuity card, kartu E atau kartu HOTV. Kartu-kartu ini dipakai dengan

metode mencocokkan dengan kartu kunci. Selain itu penelitian lain menyebutkan,

pemeriksaan dengan autorefraktor sudah banyak digunakan, tetapi anak

mempunyai kesulitan untuk mempertahankan fiksasi sentral ke dalam alat-alat

tersebut sehingga hasil pemeriksaan bervariasi. Retinoskopi merupakan teknik

standar untuk refraksi objektif pada anak (21,22).

H. Penatalaksanaan Miopia

Orang yang mengalami miopia diberi kacamata lensa sferis untuk

membantu penglihatannya. Penatalaksanaan  kelainan refraksi miopia yang dapat

dikerjakan adalah sebagai berikut

1. Lensa kacamata

Kacamata masih merupakan metode paling aman untuk memperbaiki

refraksi, dengan menggunakan lensa bikonkaf. Koreksi dengan lensa ini dapat

dilihat seperti pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Koreksi miopia dengan lensa bikonkaf (23).

Page 14: kti insyaAlloh

14

Keuntungan kacamata pada orang miopia adalah kemampuannya untuk

membaca huruf-huruf cetak yang paling kecil tanpa memakai kacamata

walaupun usianya lebih lanjut. Kerugian memakai kacamata pada mata dengan

miopia(24):

a.Walaupun kacamata memberikan perbaikan penglihatan ia akan bertambah berat

bila ukuran bertambah, selain mengganggu penampilan atau kosmetik.

b.Ukuran benda yang dilihat akan lebih kecil dari sesungguhnya, setiap -1.00 D

akan memberi kesan pengecilan benda 2%.

c.Bila memakai kacamata dengan kekuatan -10.00 D maka akan terjadi pengecilan

sebesar 20%.

d.Tepi gagang dan tebalnya lensa akan mengurangi lapang pandangan tepi (24).

2. Lensa Kontak

Lensa kontak keras, yang terbuat dari polimetilmetakrilat merupakan

lensa kontak pertama yang benar-benar berhasil dan memperoleh penerimaan

yang luas sebagai pengganti kacamata. Pengembangan selanjutnya antara lain

adalah lensa kaku yang permeabel udara, yang terbuat dari asetat bultirat selulosa,

silikon, atau berbagai polimer plastik dan silikon; dan lensa kontak lunak, yang

terbuat dari bermacam-macam plastik hidrogel, yang semuanya menghasilkan

kenyamanan yang lebih baik tetapi resiko penyulit serius leih besar (24).

Lensa kontak lunak, terutama bentuk-bentuk yang lebih lentur,

mengadopsi bentuk kornea pasien. Dengan demikian, daya refraksinya terdapat

hanya pada perbedaan antara kelengkungan depan dan belakang, dan lensa ini

Page 15: kti insyaAlloh

15

hanya sedikit mengoreksi astigmatisma kornea kecuali apabila disertakan koreksi

silindris (24).

Lensa kontak mengurangi masalah penampilan atau kosmetik akan tetapi

perlu diperhatikan kebersihan dan ketelitian pemakaiannya. Selain masalah

pemakaiannya, perlu diperhatikan masalah lama pemakaian, infeksi, dan alergi

terhadap bahan yang dipakai (24).

3. Bedah Keratoretraktif

Bedah keratorefraktif mencakup serangkaian metode untuk mengubah

kelengkungan permukaan anterior mata karena tidak mungkin untuk

memendekkan bola mata pada miopia. Pada keadaan tertentu miopia dapat diatasi

dengan pembedahan pada kornea (24).

Pada saat ini terdapat berbagai cara pembedahan pada miopia seperti:a. Keratotomi radial, radial keratotomy (RK)

b. Keratotomi fotorefraktif, Photorefractive Keratotomy (PRK)

c. Laser Assisted in Situ Interlameral Keratomilieusis (LASIK) (24).

H. Pencegahan Miopia

Sejauh ini hal yang dilakukan adalah mencegah kelainan anak atau

mencegah jangan sampai menjadi parah. Biasanya dokter melakukan beberapa

tindakan seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk membantu

penglihatan, operasi, penggunaan lensa kontak dan penggunaan kacamata (24).

Pencegahan lainnya adalah dengan menggunakan visual hygene berikut ini

1. Mencegah terjadinya kebiasaan buruk;

Page 16: kti insyaAlloh

16

a. Anak dibiasakan duduk dengan posisi tegak sejak kecil,

b. Memegang alat tulis dengan benar,

c. Lakukan istirahat setiap 30 menit setelah melakukan membaca atau

menonton televisi,

d. Batasi jam membaca,

e. Aturlah jarak baca yang tepat yaitu 30 sentimeter, dan gunakanlah

penerangan yang cukup,

f. Kalau memungkinkan untuk anak-anak diberikan kursi yang bisa diatur

tingginya sehingga jarak bacanya selalu 30 cm.

2. Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk melatih jauh atau melihat

jauh dan dekat secara bergantian dapat mencegah miopia,

3. Jika ada kelainan pada mata, kenali dan perbaiki sejak awal. Jangan menunggu

sampai ada gangguan pada mata. Jika tidak diperbaiki sejak awal, maka

kelainan yang ada bisa menjadi permanen, misalnya bayi prematur harus terus

dipantau selama 4-6 minggu pertama di ruang inkubator untuk melihat apakah

ada tanda-tanda retinopati,

4. Untuk anak dengan tingkat miopia kanan dan kiri tinggi, segera lakukan

konsultasi dengan dokter spesialis mata anak supaya tidak terjadi juling. Patuhi

setiap perintah dokter dalam program rehabilitasi tersebut,

5. Walaupun sekarang ini sudah jarang terjadi defisiensi vitamin A, ibu hamil

tetap perlu memperhatikan nutrisi, termasuk pasokan vitamin A selama hamil,

6. Periksalah mata anak sedini mungkin jika dalam keluarga ada yang memakai

kacamata. Untuk itu, pahami perkembangan kemampuan melihat bayi,

Page 17: kti insyaAlloh

17

7. Dengan mengenali keanehan, misalnya kemampuan melihat yang kurang,

segeralah melakukan pemeriksaan,

8. Di sekolah sebaiknya dilakukan skrining pada anak-anak (5).

Page 18: kti insyaAlloh

18

BAB III

LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori

Miopia adalah suatu kelainan refraksi di mana berkas cahaya yang sejajar

dengan garis pandang yang masuk ke dalam mata dalam keadaan tanpa akomodasi

akan dibiaskan di depan retina. Oleh karena antara segmen anterior dan posterior

tidak sepadan. Hal ini mungkin menghasilkan bias sinar konvergen yang

berlebihan yang disebabkan kurvatura kornea yang tinggi, lensa yang abnormal,

atau peningkatan indek refraksi lensa. Miopia dideskripsikan sebagai gangguan

untuk melihat jauh dengan visus di bawah 6/6 (5,11).

Penelitian cross sectional yang dilakukan pada anak sekolah dengan usia

8-15 tahun di Rahim yar Khan India dengan jumlah siswa 57 orang. Penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat 91% siswa yang mengalami miopia (p<0,001) (25).

Bila anak sekolah dasar mempunyai salah satu atau kedua orang tua yang

menderita miopia, maka dikatakan bahwa anak tersebut memiliki faktor genetik,

yaitu garis tengah anteroposterior bola mata terlalu panjang. Prevalensi miopia

pada anak dengan kedua orangtuanya mengalami miopia yaitu 43,6%, jika hanya

salah satu orangtua 14,9% dan tidak pada keduanya hanya 7,6% yang dikatakan

pada suatu penelitian di Australia pada anak sekolah usia 12 tahun (26).

Bentuk mata tampaknya dapat ditentukan oleh refraksinya. Pada orang

yang berusia muda, aktivitas pekerjaan yang berkaitan dengan benda-benda dekat,

misalnya belajar akan mempercepat timbulnya miopia. Ada korelasi positif antara

Page 19: kti insyaAlloh

19

tidur dalam ruangan bercahaya sebelum berumur 2 tahun dan timbulnya miopia

(5,16).

Faktor kebiasaan yang mempengaruhi miopia pada anak sekolah dasar

seringnya terdiri dari hal:

1.Membaca atau belajar pelajaran di sekolah dan membaca untuk kesenangan

(hobi).

2. Menonton televisi. Aktivitas di luar rumah. Bermain video game, bekerja

dengan komputer di rumah menggunakan internet.

Kerangka teori ini secara skematis dapat dilihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Kerangka konsep

B. Hipotesis

1. Terdapat pengaruh antara faktor riwayat orangtua terhadap terjadinya miopia

pada siswa SD Muhammadiyah 08-10 Cempaka II Banjarmasin.

2. Terdapat pengaruh antara faktor kebiasaan terhadap terjadinya miopia pada

siswa SD Muhammadiyah 08-10 Cempaka II Banjarmasin.

Miopia

Faktor riwayat orangtua

Faktor kebiasaan :

1. Posisi dan jarak membaca2. Jarak menonton televisi3. Aktivitas di luar rumah4. Penggunaan video game

dan komputer.

Page 20: kti insyaAlloh

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan

retrospective study yang dimaksudkan untuk mengetahui faktor risiko dengan

kejadian miopia pada siswa sekolah dasar kelas empat, lima, dan enam SD

Muhammadiyah 08-10 Cempaka II Banjarmasin.

B. Populasi dan Sampel

Populasi yang diambil adalah siswa Sekolah Dasar Muhammadiyah 08-10

Banjarmasin. Sampelnya adalah siswa sekolah dasar kelas empat, lima, dan enam

yang menderita miopia atau memakai kacamata minus, dengan jumlah sampel

minimal 30 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental

sampling.

Kriteria inklusi kasus pada penelitian ini:

1. Seluruh siswa kelas empat, lima, dan enam SD Muhammadiyah 08-10

Cempaka II Banjarmasin.

2. Siswa yang menderita miopia dengan menggunakan kacamata minus.

Kriteria inklusi kontrol pada penelitian ini:

1. Seluruh siswa kelas empat, lima, dan enam SD Muhammadiyah 08-10

Cempaka II Banjarmasin.

2. Siswa yang tidak mengalami miopia dengan tidak menggunakan kacamata.

20

Page 21: kti insyaAlloh

21

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian berupa pemeriksaan dengan lembar pertanyaan.

D. Variabel Penelitian

Variabel bebas pada penelitian ini adalah

1. Faktor riwayat orangtua

2. Faktor kebiasaan yang terdiri dari: jarak dan posisi membaca, jarak

menonton televisi, aktivitas di luar rumah, penggunaan video game dan

komputer.

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian miopia pada siswa

kelas empat, lima, dan enam SD Muhammadiyah 08-10 Cempaka II Banjarmasin.

E. Definisi Operasional

1. Miopia adalah siswa yang memakai kacamata minus dan memiliki gangguan

untuk melihat jauh. Pada penelitian ini, kondisi miopia ditentukan dari siswa

menggunakan kacamata minus.

2. Faktor riwayat orangtua adalah yang berasal dari orangtua siswa yang juga

mengalami miopia, memakai kacamata minus.

3. Faktor kebiasaan adalah aktivitas kebiasaan anak membaca atau belajar

dengan jarak yang dekat dalam waktu yang lama, yang meliputi membaca

atau bekerja secara dekat yaitu kurang dari 33 cm, posisi membaca dengan

duduk, berbaring atau tengkurap, jarak menonton televisi yang kurang dari

tiga meter, dan seringnya anak bermain video game, game online, dan

Page 22: kti insyaAlloh

22

komputer. Faktor kebiasaan dinyatakan menjadi kebiasaan baik dan buruk.

Disebut kebiasaan baik apabila sampel memperoleh nilai 9,6-12 dari

kuisioner, sedangkan disebut kebiasaan buruk apabila sampel memperoleh

nilai 6-9,5.

F. Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dengan tiga tahap, yaitu persiapan dan pelaksanaan.

1. Persiapan

Sebelum melakukan penelitian dilakukan survei pendahuluan untuk

melihat jadwal dan izin dari pihak sekolah dasar yang akan diteliti.

2. Pelaksanaan

Pada hari yang telah ditentukan, peneliti akan memilih beberapa anak yang

memakai kacamata minus untuk mendapatkan beberapa anak yang menderita

miopia. Kemudian membagikan kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan.

Sebelumnya, peneliti akan menjelaskan cara pengisian kuesioner tersebut.

Pertanyaan kuesioner akan dibawa pulang untuk diisi di rumah beserta lembar

informed consent dan akan dikumpulkan kembali sehari setelahnya.

G. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang

didapat dengan menggunakan kuesioner. Pertanyaan yang terdapat dalam

kuesioner atau daftar pertanyaan tersebut cukup terperinci dan jelas. Pengolahan

data dilakukan setelah semua pengumpulan data dilakukan.

H. Cara Analisis Data

Page 23: kti insyaAlloh

23

Dari hasil kuesioner akan didapatkan hasil jumlah dari setiap faktor risiko.

a. Analisa Univariat

Analisis univariat untuk menggambarkan variabel bebas dengan variabel

terikat yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

b. Analisa Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mencari hubungan antara faktor genetik

dan faktor lingkungan dengan terjadinya miopia menggunakan uji korelasi

Lambda dengan tingkat kepercayaan 95%.

I. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Muhammadiyah 08-10 Banjarmasin

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan alokasi waktu seperti yang tertera pada

pada Tabel 4.2 berikut:

Page 24: kti insyaAlloh

24

Tabel 4.2 Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian

KegiatanBulan ke-

2010 201111 12 4 9 10 12

Pengumpulan referensi      

Konsultasi

Penyusunan proposal penelitian

Seminar KTI I          

Perbaikan dan Penggandaan KTI I          

Penelitian        

Pengolahan & Analisis Data          

Konsultasi KTI II          

Seminar KTI II          

J. Biaya Penelitian

Penelitian ini memerlukan biaya sebesar Rp 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah),

dengan perincian sebagai berikut

Pengumpulan referensi = Rp. 150.000,-

Penggandaan kuesioner = Rp. 100.000,-

Penggandaan dan penjilidan proposal = Rp. 50.000,-

Total = Rp. 300.000,-