ABSTRAK -...

203
1 INTRODUKSI TANAMAN SAYURAN DATARAN TINGGI DI DESA DOMPYONG, BENDUNGAN, TRENGGALEK Al. Gamal Pratomo, L. Rosmahani, T. Zubaidi, dan, Sugiono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km 4 telp. (0341) 494052; Fax (0341) 471255 ABSTRAK Perkembangan pembangunan nasional dan perubahan lingkungan yang strategis yang terjadi akhir-akhir ini mendorong Departemen Pertanian untuk terus meningkatkan peran serta yang lebih produktif dan sistematis khususnya dalam mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat tani dan umumnya dalam memecahkan berbagai kendala pembangunan pertanian. Sumberdaya alam pertanian yang terdapat di wilayah Kabupaten Trenggalek terutama Kecamatan Bendungan sangat berpotensi untuk dikembangkan dan dioptimalkan pemanfaatannya ke arah usaha-usaha agribisnis, salah satunya pengembangan tanaman sayuran dataran tinggi, guna menciptakan sumber perekonomian baru untuk masyarakat di pedesaan. Pengembangan dan pertumbuhan sentra-sentra agribisnis ini diharapkan dapat memberikan dampak yang positip bagi masyarakat luas, khususnya para petani. Tujuan kegiatan ini adalah introduksi (pengenalan dan pembelajaran) sayuran dataran tinggi kepada petani yang asalnya hanya menanam tanaman pangan: padi gogo, jagung dan sebagian besar ketela pohon. Pengkajian dilakukan di lahan petani di dusun Garon, desa Dompyong, Bendungan ,Trenggalek pada bulan Mei Desember 2007. Pengkajian dilakukan secara onfarm research. Jenis sayuran yang diperkenalkan yaitu: kubis, bawang daun, wortel dan kentang. Masing - masing jenis sayuran ditanam oleh minimal 3 orang petani di lahannya sendiri, dengan luas lahan berkisar 500 2500 m 2 , kecuali tanaman kentang ditanam secara berkelompok ( 7 orang) pada lahan seluas 4 ha. Pengamatan dilakukan terhadap kondisi pertumbuhan umum, serangan hama penyakit dominan, hasil panen, harga jual produk. Pengamatan juga dilakukan pada pertanaman existing di langan pada saat yang sama, terhadap pertumbuhan umum, serangan hama dan penyakit dominan, hasil panen dan harga jual produk. Analisa menggunakan analisa perbandingan sederhana, yaitu hasil panen dan pendapatan tanaman sayuran yang ditanam petani dibandingkan dengan hasil panen dan pendapatan tanaman yang ada setempat. Introduksi tanaman sayuran dataran tinggi: kubis, bawang prei, wortel dan kentang di dusun Garon, desa Dompyong, Bendungan Trenggalek dapat diterima oleh petani setempat. Hasil panen rata-rata pada tahun 2007 yaitu: kubis : 40 ton/ha; bawang daun: 40 ton/ha; wortel: 20 ton/ha; kentang 20,6 ton/ha. Pendapatan bersih per 0,25 ha lahan dapat mencapai 3 11 kali lipat dari tanaman existing ketela pohon atau padi gogo. Lahan kubis di dusun Garon bukan daerah endemis penyakit akar gada (Plasmodiophora brassicae) dan lahan kentang bukan daerah endemis penyakit nematoda sista kentang ( Globodera spp.). Masih diperlukan pendampingan untuk penguatan sumberdaya manusia (peningkatan ketrampilan , pengetahuan, pemahaman petani terhadap tanaman sayuran) dan kelembagaan petani, agar produksi meningkat, pendapatan petani meningkat dan diharapkan kesejahteraan petani akan meningkat pula. Kata kunci: sayuran dataran tinggi, kubis, bawang daun,wortel, kentang, desa Dompyong Kabupaten Trenggalek, Plasmodiophora brassicae, Globodera spp.

Transcript of ABSTRAK -...

Page 1: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

1

INTRODUKSI TANAMAN SAYURAN DATARAN TINGGI DI DESA DOMPYONG, BENDUNGAN, TRENGGALEK

Al. Gamal Pratomo, L. Rosmahani, T. Zubaidi, dan, Sugiono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Jl. Raya Karangploso Km 4 telp. (0341) 494052; Fax (0341) 471255

ABSTRAK

Perkembangan pembangunan nasional dan perubahan lingkungan yang strategis yang terjadi akhir-akhir ini mendorong Departemen Pertanian untuk terus meningkatkan peran serta yang lebih produktif dan sistematis khususnya dalam mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat tani dan umumnya dalam memecahkan berbagai kendala pembangunan pertanian. Sumberdaya alam pertanian yang terdapat di wilayah Kabupaten Trenggalek terutama Kecamatan Bendungan sangat berpotensi untuk dikembangkan dan dioptimalkan pemanfaatannya ke arah usaha-usaha agribisnis, salah satunya pengembangan tanaman sayuran dataran tinggi, guna menciptakan sumber perekonomian baru untuk masyarakat di pedesaan. Pengembangan dan pertumbuhan sentra-sentra agribisnis ini diharapkan dapat memberikan dampak yang positip bagi masyarakat luas, khususnya para petani. Tujuan kegiatan ini adalah introduksi (pengenalan dan pembelajaran) sayuran dataran tinggi kepada petani yang asalnya hanya menanam tanaman pangan: padi gogo, jagung dan sebagian besar ketela pohon. Pengkajian dilakukan di lahan petani di dusun Garon, desa Dompyong, Bendungan ,Trenggalek pada bulan Mei – Desember 2007. Pengkajian dilakukan secara onfarm research. Jenis sayuran yang diperkenalkan yaitu: kubis, bawang daun, wortel dan kentang. Masing - masing jenis sayuran ditanam oleh minimal 3 orang petani di lahannya sendiri, dengan luas lahan berkisar 500 – 2500 m2, kecuali tanaman kentang ditanam secara berkelompok ( 7 orang) pada lahan seluas 4 ha. Pengamatan dilakukan terhadap kondisi pertumbuhan umum, serangan hama penyakit dominan, hasil panen, harga jual produk. Pengamatan juga dilakukan pada pertanaman existing di langan pada saat yang sama, terhadap pertumbuhan umum, serangan hama dan penyakit dominan, hasil panen dan harga jual produk. Analisa menggunakan analisa perbandingan sederhana, yaitu hasil panen dan pendapatan tanaman sayuran yang ditanam petani dibandingkan dengan hasil panen dan pendapatan tanaman yang ada setempat. Introduksi tanaman sayuran dataran tinggi: kubis, bawang prei, wortel dan kentang di dusun Garon, desa Dompyong, Bendungan Trenggalek dapat diterima oleh petani setempat. Hasil panen rata-rata pada tahun 2007 yaitu: kubis : 40 ton/ha; bawang daun: 40 ton/ha; wortel: 20 ton/ha; kentang 20,6 ton/ha. Pendapatan bersih per 0,25 ha lahan dapat mencapai 3 – 11 kali lipat dari tanaman existing ketela pohon atau padi gogo. Lahan kubis di dusun Garon bukan daerah endemis penyakit akar gada (Plasmodiophora brassicae) dan lahan kentang bukan daerah endemis penyakit nematoda sista kentang ( Globodera spp.). Masih diperlukan pendampingan untuk penguatan sumberdaya manusia (peningkatan ketrampilan , pengetahuan, pemahaman petani terhadap tanaman sayuran) dan kelembagaan petani, agar produksi meningkat, pendapatan petani meningkat dan diharapkan kesejahteraan petani akan meningkat pula.

Kata kunci: sayuran dataran tinggi, kubis, bawang daun,wortel, kentang, desa Dompyong Kabupaten Trenggalek, Plasmodiophora brassicae, Globodera spp.

Page 2: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

2

PENDAHULUAN

Perkembangan pembangunan nasional dan perubahan lingkungan yang

strategis yang terjadi akhir-akhir ini mendorong Departemen Pertanian untuk terus

meningkatkan peran serta yang lebih produktif dan sistematis khususnya dalam

mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat tani dan umumnya dalam

memecahkan berbagai kendala pembangunan pertanian.

Berdasarkan evaluasi eksternal maupun internal menunjukkan bahwa

kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi yang dihasilkan oleh Badan Litbang

Pertanian cenderung melambat dan bahkan menurun. Diperlukan sekitar dua tahun

sebelum teknologi baru yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian, diketahui oleh 50

% dari Penyuluh Pertanian Spesialis. Tenggang waktu sampainya informasi dan

adopsi teknologi baru tersebut oleh petani tentu lebih lama lagi (Badan Litbang

Pertanian, 2004).

Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi

Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi teknologi

yang dipandang dapat mempercepat penyampaian informasi dan bahan dasar

inovasi baru yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian. Program ini diharapkan dapat

berfungsi sebagai jembatan penghubung langsung antara Badan Litbang Pertanian

sebagai penghasil inovasi dengan lembaga penyampaian Pertanian maupun pelaku

agribisnis pengguna inovasi (Badan Litbang Pertanian, 2004). Selain sebagai

wahana diseminasi, Prima Tani juga akan digunakan sebagai wahana pengkajian

partisipatif, yaitu Penelitian untuk Pembangunan (Research for Development)

menggantikan paradigma lama Penelitian dan Pengembangan (Research and

Development).

Sumberdaya alam pertanian yang terdapat di wilayah Kabupaten Trenggalek

terutama Kecamatan Bendungan sangat berpotensi untuk dikembangkan dan

dioptimalkan pemanfaatannya ke arah usaha-usaha agribisnis, salah satunya adalah

pengembangan tanaman sayuran dataran tinggi, yang diharapkan dapat

menciptakan sumber perekonomian baru untuk masyarakat di pedesaan.

Pengembangan dan pertumbuhan sentra-sentra agribisnis ini diharapkan dapat

memberikan dampak yang positip bagi masyarakat luas, khususnya para petani

terhadap aspek perbaikan ekonomi dan pendapatan/kesejahteraan keluarga petani.

Page 3: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

3

Tujuan kegiatan ini adalah introduksi (pengenalan dan pembelajaran) sayuran

dataran tinggi kepada petani yang asalnya hanya menanam tanaman pangan: padi

gogo, jagung dan sebagian besar ketela pohon di desa Dompyong, Bendungan,

Trenggalek.

Di harapkan petani menjadi mengenal teknologi bertanaman sayuran dataran

tinggi utamanya: kentang , kubis, bawang daun dan wortel. Pengenalan ini

diharapkan akan semakin berkembang hingga terjadi pola agribisnis yang dijalani

oleh petani setempat yang pada akhirnya wilayah tersebut menjadi Kawasan

Agropolitan.

LATAR BELAKANG

a.Kondisi existing lahan dan sumberdaya manusia

Agar inovasi teknologi yang diimplementasikan dapat tepat guna dan tepat

sasaran perlu didukung data dan informasi sumberdaya lahan (tanah, iklim dan air).

Desa Dompyong berjarak 20 km dari ibukota Kabupaten Trenggalek. Rata-rata

curah hujan bulanan antara 30 – 432 mm/bulan dan curah hujan tahunan sekitar

2.998 mm/tahun, jumlah hari hujan antara 2-18 hari perbullan, jumlah hari hujan

tahunan sebanyak 126 hari. Kondisi hujan tergolong dalam zona agroklima C-2

(Oldeman,1975) dan tipe hujan B (Schmidt & Ferguson, 1951). Puncak periode

basah pada bulan Maret dan puncak periode kering pada bulan Agustus. Suhu

rerata tahunan 28 0 C, kelembaban udara relatif berkisar 86,2 % sepanjang tahun.

Desa Dompyong terletak pada ketinggian 700 – 1.000 m dpl, masuk dalam daerah

aliran Simberwangi. Permasalahan sumberdaya air adalah letak lahan yang

diusahakan petani berada jauh di atas sungai dengan bentuk wilayah bergelombang,

berbukit maupun berbukit kecil, budidaya pertanian yang dilakukan berupa budidaya

pertanian tadah hujan.Tanah terbentuk dari bahan volkan (Tuff Volkkan), bahan

induk volkan cenderung bertekstur agak halus sampai agak kasar (Sosiawan dkk.,

2007). Kodisi kelerengan atau tingkat kemiringan lahan yang diusahakan petani rata-

rata cukup besar, lebih kurang 15% – 25 %. Hal ini yang menyebabkan

pengusahaan atas lahan oleh penduduk terkonsentrasi pada wilayah yang memiliki

tingkat kelerengan lahan rendah. Pada tanah-tanah yang mempunyai kemiringan

lahan lebih dari 15 %, umumnya pemanfaatan lahan sudah dilakukan dengan cara

terasering. Secara visual lapisan olah tanah pada umumnya cukup tebal atau secara

Page 4: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

4

agropedoklimat sesuai untuk wilayah pengembangan tanaman hortikultura maupun

tanaman industri (Pemerintan Kabupaten Trenggalek, 2006)

Penduduk sebagai salah satu sumber daya pembangunan memegang

peranan penting dalam pembangunan yaitu sebagi subyek/pelaku sekaligus sebagai

obyek dari pembangunan. Kepadatan penduduk di kecamatan Bendungan rata-rata

295 jiwa/ km2. Pertumbuhan penduduk berhubungan dengan pertumbuhan tenaga

kerja, namun masih banyaknya kualitas tenaga kerja yang masih rendah

mengakibatkan belum dapatnya tertampung pada lapangan kerja. Untuk itu perlu

juga adanya upaya-upaya pengembangan infestasi di daerah yang merupakan salah

satu langkah untuk mengatasi berbagai masalah ketenagakerjaaan (Pemerintah

Kabupaten Trenggalek, 2006).

b. Konsep Pengembangan Ruang

Kecamatan Bendungan, yang didalamnya terdapat desa Dompyong,

merupakan salah satu kecamatan yang akan dijadikan Kawasan Agropolitan bagi

kabupaten Trenggalek. Pada rencana pewujudan kawasan tersebut di buat konsep

a.l. optimalisasi budidaya, pengolahan dan pemasaran komoditas pertanian dan

peternakan. Komoditas pertanian yang dipilih adalah komoditi hortikultura sayuran.

Produksi sayuran di Kecamatan Bendungan merupakan salah satu harapan

masyarakat Kabupaten Trenggalek untuk tetap dapat menghasilkan produksi

pertanian dengan skala pemasaran mencapai skala nasional. Hal ini didukung oleh

kondisi geografis administrasi dimana kecamatan Bendungan berbatasan dengan

kabupaten Ponorogo di sebelah utara dan barat, berbatasan dengan kabupaten

Tulungagung di sebelah utara dan timur dan berbatasan dengan kecamatan

Trenggalek sebagai ibukota kabupaten di sebelah selatan. Karena komoditi sayuran

yang ada masih ditanam seadanya, maka diperlukan pengenalan, pembelajaran dan

pendampingan penanaman tanaman sayuran dataran tinggi yang berpotensi untuk

dikembangkan di kecamatan khususnya di desa Dompyong.

MATERI DAN METODE

Pengkajian dilakukan di lahan petani di dusun Garon, desa Dompyong,

Bendungan ,Trenggalek pada bulan Mei – Desember 2007. Pengkajian dilakukan

secara onfarm research. Jenis sayuran yang diperkenalkan yaitu: kubis, bawang

Page 5: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

5

daun, wortel dan kentang. Masing - masing jenis sayuran ditanam oleh minimal 3

orang petani di lahannya sendiri, dengan luas lahan berkisar 500 – 2500 m2, kecuali

tanaman kentang ditanam secara berkelompok ( 7 orang) pada lahan seluas 4 ha.

Pengamatan dilakukan terhadap kondisi pertumbuhan umum, serangan hama

penyakit dominan, hasil panen, harga jual produk. Pengamatan juga dilakukan pada

pertanaman existing di langan pada saat yang sama, terhadap pertumbuhan umum,

serangan hama dan penyakit dominan, hasil panen dan harga jual produk. Analisa

menggunakan analisa perbandingan sederhana, yaitu hasil panen dan pendapatan

tanaman sayuran yang ditanam petani dibandingkan dengan hasil panen dan

pendapatan tanaman yang ada setempat.

Karena petani belum paham benar budidaya sayuran yang disarankan BPTP

Jatim, maka sebelum tanam dilakukan kegiatan-kegiatan secara bertahap yaitu:

sosialisai cara bertanam sayuran yang akan ditanam, introduksi (pengenalan)

sayuran yang akan di tanam dan pendampingan penerapan budidaya sayuran dari

membuat pesemaian, mengolah tanah, membuat guludan, pemeliharaan tanaman

sampai panen, melalui pelatihan, temu kelompok tani dan diskusi serta demo

budidaya sayuran di lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil pertumbuhan dan panen tanaman sayuran di lokasi pengkajian

adalah sebagai berikut:

Kubis

Pertumbuhan tanaman kubis cukup bagus, jenis yang ditanam adalah Super

37. Kubis dapat membentuk krop dengan baik rata-rata berat per krop adalah 1,5 –

2 kg. Berat tertinggi dapat mencapai 3 kg per krop. Hasil pengamatan selama

pertumbuhan sampai panen tidak ditemukan penyakit yang berarti dan tidak

ditemukan penyakit penting kubis yaitu akar gada (Plasmodiophora brassicae).

Kenyataan ini membuktikan bahwa sampai tahun 2007 lahan di dusun Garon bukan

daerah endemis akar gada. Hal ini penting di catat karena menurut Asandhi (1989)

menyatakan bahwa dalam budidaya kubis, resiko terberat setelah rendahnya harga

produk adalah resiko kerugian akibat penyakit akar gada. Penyakit ini bermula

menyerang daerah pertanaman kubis di Jawa Barat, kemudian pada tahun 1986

sudah menyerang derah pertanaman kubis di Jawa tengah. Antara tahun 1989-1990

diberitakan penyakit ini sudah menghancurkan 60 % panen kubis di sentra- sentra

Page 6: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

6

produksi kobis di daerah Batu. Pada tahun 1996 penyerangan penyakit akar gada

telah meluas di sentra produksi kubis di Jawa Timur termasuk di daerah Magetan

dengan luas serangan 30 – 50 % (Roesmiyanto, dkk, 1998). Penyakit initermasuk

penyakit yang sulit diberantas karena tanah dapat tetap terinfeksi oleh penyebab

penyakit (jamur) selama 10 tahun atau lebih meskipun disitu tidak terdapat

tumbuhan inanag (Semangun, 1989). Selanjutnya penyakit ini dapat tersebar oleh

air drainase, alat-alat pertanian, tanah yang tertiup angin, hewan dan bibit yang

terserang. (Sastrosiswojo, dkk. 2005). Hama yang ditemukan selama pertanaman

adalah ulat kubis Plutella xylostella. Serangan ulat ini dapat menyebabkan

kerusakan daun, daun kubis menjadi berlubang-lubang. Kerusakan oleh hama ini

bervariasi dari 5 – 20 %. Namun serangan ini bisa dikendalikan dengan pengunaan

insektisida, jika populasi mencapai ambang kendali yaitu 1 ekor per 10 krop. Rata-

rata hasil panen kubis tinggi, yaitu mencapai : 40 ton/ha.

Bawang daun

Pertumbuhan tanaman bawang daun cukup bagus. Jenis yang di tanam

adalah Saigon. Di banding dengan tanaman sayuran yang lain, bawang daun paling

diminati untuk ditanam petani dan dengan cepat dapat berkembang ke lokasi petani

lain baik di tegalan jauh dari rumah maupun dipekarangan sekitar rumah, setelah

petani melihat cara perawatan mudah, biaya produksi terjangkau hasil panen dan

kemudahan penjualan ke pasar lokal sebagai penghasilan mingguan. Selama

pertumbuhan ditemukan serangan penyakit bercak ungu (Alternaria sp), seluas 10 %

namun serangan rendah yaitu 2 % per rumpun. Hama yang ditemukan adalah Thrips

pada daun muda, namun tidak sampai menimbulkan kerusakan. Rata-rata hasil

panen bawang daun tinggi, yaitu : 40 ton /ha.

Wortel

Jenis wortel yang ditanam adalah New Caroda. Jenis ini termasuk wortel

yang berukuran besar (panjang x lebar = 20 x 5 cm) dan berwarna oranye tua.

Pertumbuhan umum cukup bagus, namun secara keseluruhan besar umbi agak

kurang seragam, diduga karena gara menabur benih saat tanam kurang teratur,

penjarangan dan pembumbunan umbi tidak dilakukan. Selama pertumbuhan hama

dan penyakit pada tanaman wortel belum ditemukan. Hasil wortel dijual di pasar

Sooko di kabupaten Ponorogo, karena pasar lokal hanya menerima wortel yang

umbinya ukuran kecil ( panjang x lebar = 15 x 2,5 cm) atau merupakan jenis lokal.

Rata-rata hasil panen wortel, yaitu : 20 ton/ha.

Page 7: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

7

Kentang

Jenis kentang yang ditanam adalah Granola Kembang. Kentang ditanam

pada akhir musim kemarau, namun di dekat lahan pertanaman sudah di bangun bak

penampung air yang airnya diambilkan dari sumber air di daerah Simbarwangi. Pada

musim kemarau debet air yang diperoleh cukup besar yaitu 3 liter per detik,

sehingga selama musim kemarau tanaman dapat diairi sesuai kebutuhan tanaman.

Pertumbuhan tanaman kentang cukup baik. Hanya saja jarak tanam kurang lebar (

30 x 60 cm) dan pembumbunan kurang dalam. Pada saat satu minggu setelah

tanam, 3% dari total tanaman muda layu. Hal ini karena umbi bibit terserang semut

merah, sehingga tunas tanaman kentang yang baru tumbuh pangkal batangnya ikut

di makan semut merah sehingga tunas muda layu. Karena sudah diketahui bahwa

bibit kentang yang baru di tanam diserang semut merah, maka untuk penanaman

kentang pada musim tanam berikutnya disarankan diberikan pestisida pengendali

semut merah (Furadan 3 G) pada saat bersamaan dengan pemberian pupuk dasar

dengan dosis 5 gr per lubang tanam. Pada saat tanaman kentang berumur 60 hari,

(perkembangan umbi sudah cukup besar) dilokasi lahan kentang turun hujan deras

selama 3 hari berturut-turut dan sinar matahari redup. Tanaman terserang penyakit

Phytophthora infestans seluas 20 % dengan tingkat kerusakan 10 – 40%. Karena

kendala tersebut diatas maka hasil panen kentang banyak yang kurang optimal,

ukuran umbi kurang besar ( sebagian besar diameter umbi berukuran: 3, 4 sampai 5

cm). Namun hasil panen umbi masih cukup baik. Rata-rata hasil panen umbi

kentang: 20,6 ton/ha. Hasil pengamatan selama pertumbuhan sampai panen tidak

ditemukan penyakit penting kentang yaitu nematoda sista kentang (Globodera spp).

Kenyataan ini membuktikan bahwa sampai tahun 2007 lahan di dusun Garon bukan

daerah endemis nematoda sista kentang. Hal ini penting di catat karena pada waktu

terakhir ini nematoda sista kentang sudah menyebar di daerah kentang di pulau

Jawa ( Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat) . Secara umum pertumbuhan

tanaman terganggu, kerdil, berwarna kuning cepat mati, karena akar dan umbi rusak

jaringannya (Duriat, dkk., 2006). Kerugian yang diderita petani kentang di Jawa

Timur bervariasi antara 30 – 90 % (Hadisoeganda, 2003). Menurut Stevenson et, al.

(2001) menyatakan bahwa pertambahan populasi nematoda cukup cepat sekitar 12

- 35 kali lipat, dan jka sudah berkembang dalam tanah akan sulit mengeradikasinya.

Page 8: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

8

b. Hasil pertumbuhan dan panen tanaman existing di lokasi pada saat yang sama

Teknologi usahatani existing di Garon mempunyai pola usahatani tumpang

gilir jagung - ketela pohon atau padi gogo - jagung - bero (satu tahun). Hasil panen

dan pendapatan per ha adalah sebagai berikut:

Jagung

Jenis jagung yang di tanam adalah Jagung Hibrida.Jagung di tanam pada

awal musim penghujan. Hasil panen jagung cukup baik, yaitu rata-rata 5 ton/ha

pipilan kering. Kondisi pertanaman cukup bagus, serangan hama dan penyekit

rendah, hanya pada musim penghujan di beberapa tempat terserang penyakit bulai.

Ketela pohon

Diantara tanaman jagung disisipi tanaman ketela pohon, tanaman ketela

pohon mutlak ada karena bahan makanan pokok sehari-hari di dusun Garon adalah

tiwul. Tanaman pohon dapat di panen sewaktu-waktu , namun hasil panen yang

paling baik adalah pada saat musim kemarau. Tanaman ketela pohon tidak

dipelihara intensif artinya setelah stek di tanam, tanaman ditinggal,sesekali di dangir,

ditengok jika tanaman sudah minimal berumur 8 bulan atau siap di panen. Hasil

ketela pohon jenis lokal rata-rata dapat mencapai 15 ton/ha.

Padi gogo

Sebagian petani, pada musim hujan menanam pagi gogo. Jenis yang ditanam

bervariasi yaitu: IR 64, Ciherang dan varietas lokal. Penanaman padi gogo tidak

intensif, terkadang tanaman tidak disiang sehingga pertumbuhannya sering berpacu

dengan gulma yang ada. Produksi padi gogo per ha berkisar 3 ton Gabah Kering

Panen. Hasil padi gogo biasanya dikonsumsi sendiri, dijual jika sangat dibutuhkan

tanbahan keuangan bagi keluarga.

c. Hasil analisa pendapatan perbaikan teknologi usahatani

Analisa panen produksi tanaman existing dibanding dengan panen produksi

tanaman sayuran dataran tinggi per musim tanam yang diintroduksikan adalah

sebagai berikut ( Tabel 1):

Page 9: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

9

Tabel 1. Jenis komoditi yang di tanam, produksi, biaya produksi dan pendapatan petani pada saat pengkajian

Komoditi Produksi/ha

Rata-rata

Biaya

produksi /ha

(Rp.)

Pendapatan

kotor/ha (Rp.) =

Produksi x harga

Pendapat

an bersih

/ha, tanpa

sewa tanah

(Rp.)

Pendapat

an bersih /

0,25 ha,

tanpa sewa

tanah (Rp.)

Existing

Jagung 5 ton pipilan

kering

5.000.000,- 5.000 x 2.200,-/kg

= 11.000.000

6.000.000 1.500.000

Ketela

pohon

15 ton umbi

basah

2.000.000,- 15.000 x 300,-/kg

= 4.500.000

2.500.000 625.000

Pado gogo 3 ton GKP 4.500.000,- 3.000 x 2.200,-/kg

= 6.600.000

2.100.000 525.000

Introduksi

Kubis 40 ton krop 24.000.000,- 40.000 x 1.500 /kg

= 60.0000.000

36.000.000 9.000.000

Bawang

daun

40 ton

batang

10.000.000,- 40.000 x 2.000/kg

= 80.000.000

70.000.000 17.500.000

Wortel 20 ton umbi 5.000.000,- 20.000 x 1100/kg

= 22.000.000

17.000.000 4.250.000

Kentang 20,6 ton umbi 40.000.000,- 20.600 x 2.500/kg

= 51.500.000

51.500.000 12.875.000

Hasil panen komoditas sayuran yang diintroduksikan cukup bagus di duga

karena kondisi agroklimat dan lahan yang ditanami sesuai dengan syarat tumbuh

tanaman sayuran dataran tinggi, namun belum optimal sesuai potensi produksi

benih yang di tanam, kecuali tanaman kubis yang karena petani pernah menanam

tahun-tahun sebelumnya namun jenis yang ditanam adalah jenis lokal dan cara yang

sederhana. Hal ini karena petani baru mulai mengenal dan belajar menanam

tanaman: bawang daun, wortel maupun kentang. Namun pada kondisi yang

demikian, hasil pendapatan bersih per luasan areal yang kebanyakan dipunyai

petani (sekitar 0,25 ha), minimal 3 kali lebih tinggi dibanding dengan tanaman

existing yaitu jagung hibrida dan ketela pohon, bahkan dapat mencapai 11 kali lebih

Page 10: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

10

tinggi jika semula petani menanam ketela pohon atau padi gogo, kemudian

menanam sayuran (bawang daun).

Melihat hasil panen tanaman sayuran yang sudah diintroduksikan dan

antusias petani, pengembangan dan perluasan tanamansayuran di dusun Garon,

desa Dompyong mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan.

d. Kendala yang masih dialami

Sumberdaya manusia

Merubah perilaku petani, dari kebiasaan menanam tanaman pangan (jagung,

ketela pohon, padi gogo) yang pemeliharaannya kurang intensif, menjadi

menanaman tanaman sayuran yang pemeliharaannya intensif. Petani masih kurang

rajin: untuk bangun lebih pagi, membuat pengolahan tanah yang baik (mencangkul

dengan kedalaman yang cukup terutama bagi sayuran yang berumbi), menengok

memperhatikan tanamannya, memperbaiki guludan, mengamati dan mengenal

hama dan penyakit yang ada dan pemeliharaan lainnya. Sekaligus menjual hasil

sayuran di pasar lokal yang buka 2 kali dalam 5 hari, sebagi tambahan pendapatan

harian petani. Masih beberapa orang petani saja yang sudah bergairah untuk terus

menanam tanaman sayuran yang diperkenalkan, beberapa petani lainnya masih

malas untuk ikut berusaha tanaman sayuran. Penguatan kelembagaan kelompok

tani masih perlu ditingkatkan untuk memacu semangat saling membantu dalam

mengerjakan pekerjaan yang mendesak,menanggulangi kebutuhan tenaga kerja,

misalnya diperlukan pengolahan lahan yang baik untuk ukuran 1 ha dalam waktu

terbatas, sesuai dengan musim tanam yang optimal. Masih terus diperlukan

pendampingan untuk memacu semangat untuk terus berusaha tanpa putus asa bagi

pengembangan sayuran dataran tinggi, agar pertanaman sayuran berkembang lebih

luas untuk memenuhi kebutuhan lokal, kecamatan, kabupaten Trenggalek bahkan

untuk kabupaten di sekitarnya. Tetap memberikan pengertian kepada petani bahwa

pengusahaan tanaman sayuran membutuhkan tenaga yang intensif sehingga di

sarankan lokasi tanaman sayuran dipilih yang lahannya cukup datar, mudah

dijangkau oleh tenaga manusia yang memelihara, mudah untuk pengangkutan

saprodi maupun hasil panen. Lahan yang lain tetap di tanam tanaman pangan

sesuai kebudayaan setempat untuk memenuhi kebutuhan pokok yang primer dan

sebagai penyangga ketahanan pangan setempat.

Page 11: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

11

Membagi waktu (manajemen waktu) bagi petani yang mempunyai ternak sapi

perah. Kapan harus mencari pakan ternak (ke hutan), kapan harus memelihara

tanaman sayuran, dan kapan harus memelihara ternak sapi perahnya, apalagi jika

sapi perahnya lebih dari 3 ekor. Hijauan yang dibutuhkan per hari juga cukup banyak

( minimal 50 kg rumput/ ekor/hari) dan sering jarak pengambilan hijauan dari

kandang jauh serta naik turun bukit sehingga membutuhkan satu hari sendiri untuk

memperoleh 100 kg hijauan.

Sarana jalan

Sarana jalan menuju kebun masih jalan tanah atau jalan makadam,

diperlukan waktu panjang untuk menaiki bukit terjal atau menuruni bukit yang curam

menuju lahan yang ditanami sayuran. Kedaan ini cukup menghambat petani, baik

untuk pengusahaan sayuran itu sendiri, maupun untuk menjual hasil kepasar,

mengingat tanaman sayuran merupakan komditi yang perishable (mudah rusak),

sedangkan konsumen menghendaki kualitas dengan kesegaran yang tinggi.

- Perbaikan sistem pengairan

Pada saat pengkajian, penanaman sayuran di tanam dimusim penghujan,

karena keterbatan ketersediaan air pengairan. Potensi lahan untuk ditanam sayuran

pada musim kemarau cukup baik, namun diperlukan eksplorasi sumber air dan

penyadiaan bak penampung yang menyediakan air yang cukup. Pada saat

pengkajian telah dibuat satu bak penampungait dengan debit air 5 liter per detik

pada musim kemarau dengan ukuran bak penampung seluas 18 m3. Bak

penampung perlu ditambah untuk perluasan tanaman sayuran. Tersedianya air

sepanjang waktu, diharapkan dapat membuka pikiran petani untuk mengatur pola

tanam sayuran, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar secara berkala,

sekaligus meningkatkan pendapatan petani itu sendiri.

Peningkatan permodalan

Penanaman sayuran dapat meningkatkan pendapatan yang tinggi , namun

juga diperlukan modal yang lebih tinggi dibandingkan dengan modal untuk usahatani

pada tanaman pangan. Sesudah pelaksanaan pengkajian, di dusun Garon

mendapatkan Program APP (Anti Poferty Program) sebesar 50 juta, yang dapat

membantu sebagai modal untuk penyediaan saprodi bagi petani yang dapat

dikembalikan sesudah panen. Dana ini dikelola oleh kelompok tani. Dana yang

Page 12: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

12

dibutuhkan juga akan semakin besar jika pengembangan tanaman sayuran semakin

luas.

e. Pemecahan masalah

Mendampingi petani untuk mengatur polatanam beberapa jenis sayuran

disesuaikan dengan curah hujan dan agroklimat yang ada serta perkiraan

kebutuhan pasar dan harga jual dii pasaran.

Membantu petani untuk penguatan SDM dan Kelembagaannya.

Mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan instansi, lembaga , pihak

swasta terkait untuk meningkatkan kemampuan petani dalam bertani dan

berniaga.

KESIMPULAN

Introduksi tanaman sayuran dataran tinggi: kubis, bawang prei, wortel dan

kentang di dusun Garon, desa Dompyong, Bendungan Trenggalek dapat diterima

oleh petani setempat, yang semula kebanyakan di tanami tanaman pangan: jagung,

ketela pohon, padi gogo. Hasil pertumbuhan tanaman maupun hasil panen cukup

bagus. Hasil panen rata-rata pada tahun 2007 yaitu: kubis : 40 ton/ha; bawang daun:

40 ton/ha; wortel: 20 ton/ha; kentang 20,6 ton/ha. Pendapatan bersih per 0,25 ha

lahan, dapat mencapai 3 – 11 kali lipat dari tanaman existing : ketela pohon, jagung,

padi gogo. Lahan kubis dan kentang di dusun Garon bukan daerah endemis

penyakit akar gada (Plasmodiophora brassicae) dan bukan daerah endemis penyakit

nematoda sista kentang (Globodera sp). Masih diperlukan pendampingan untuk

penguatan sumberdaya manusia (peningkatan ketrampilan , pengetahuan,

pemahaman petani terhadap tanaman sayuran) dan kelembagaan petani, agar

produksi meningkat, pendapatan petani meningkat dan diharapkan kesejahteraan

petani akan meningkat pula.

Page 13: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

13

DAFTAR PUSTAKA

Asandhi, A. A., 1989. Penelitian dan pengembangan sayuran dan tanaman hias dalam Repelita IV untuk mencapai sistem pertanian tangguh. Balithort Lembang, Bandung. Hal. 74 -95.

Badan Litang Pertanian, 2004.Rancangan Dasar dan Juklak Prima Tani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian).

Duriat, A. S.,O. S.Gunawan dan N.Gunaeni. 2006. Penerapan teknologi PHT pada tanaman kentang. Monografi No 28.Tahun 2006. Balit Tanaman sayuran.Puslitbang Hortikultura.Badan Litbang Pertanian. ISBN: 979-8304-50-0.Hal 15 – 19.

Hadisoeganda, A. Widjaya W. 2003. Hubungan antara populasi awal nematoda sista

emas Globodera rostochinensis dan produksi tanaman kentang.Makalah dalam Seminar Penanggulangan Nematoda Globodera rostochinensis. Direktorat Perlindungan Hortiklutura. Dir. Jen. Bina Prod. Hort., Jakarta 3 April 2003. 14 hal. (mimeograf)

Pemerintah Kabupaten Trenggalek. 2006. Strategi Daerah Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Trenggalek th 2007-2009. Badan Perencanaan Pembangunan, 2006.

Roesmiyanto, Suliyanto, Heri Sutanto dan Sukardi. 1998. Uji rakitan teknologi pengendalian terpadu penyakit akar gada pada tanaman kobis di Jawa Timur.Prosiding Seminar Hasil penelitian dan pengkajian sistem usahatani Jawa Timur. Badan Litbang Pertanian. Puslit Sosial Ekonomi Pertanian. Balai Penkajian Teknologi Pertanian Karangploso. ISBN 979-95548-1-0. Penyunting: A.Supriyanto,M.Cholil Mahfud, Roesmiyanto. Hal: 236-244.

Sastrosiswojo, S., T.S. Uhan dan R. Sutarya. 2005. Penerapan teknologi PHT pada tanaman kubis. Monografi No.21. ISBN: 979-8403-35-7. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Puslibang Hortikultura. Badan Litbangtan.64 hal.

Semangun, H. 1989. Penyakit-penyakit tanaman hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 850 hal.

Sosiawan, H.,Hikmatullah, Muladi dan Sumaryono. 2007. Identifikasi dan eveluasi potensi lahan untuk mendukung Prima Tani di desa Dompyong, Kec. Bendungan, Kabupaten Trenggalek-Jawa Timur. Laporan Sementara. Balai Penelitian Agroklimat dan hidrologi. Badan Litbang Pertanian.Deptan. 25 hal.

Stevenson, W.R., R. Loria, G.D. Franc, D.P. Weingartea. 2001. Compendium of potato diseases. Second Edition.The American Phytophathological Society. 106 pp.

Page 14: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

,PENGOLAHAN SUSU SARI KEDELAI

UNTUK MENINGKATKAN NILAI TAMBAH

Di PRIMA TANI BOJONEGORO

Gunawan, Rika Asnita dan Handoko

BPTP Jawa Timur

Abstrak

Kedelai merupakan salah satu komoditas yang strategis disamping beras dan jagung. Pada umumnya petani menjual hasil panen berupa biji kering kepada tengkulak dan belum memanfaatkannya dalam bentuk olahan. Permasalahan yang sering timbul pada waktu panen harga rendah, sehingga keuntungan yang diterima petani tidak maksimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, petani diperkenalkan dengan teknologi pengolahan susu sari kedelai yang terbukti mampu meningkatkan nilai tambah. Dari hasil pengolahan susu sari kedelai yang dilakukan Gapoktan ”Dadi Akur” Desa Sidodadi Kecamatan Sukosewu Kabupaten Bojonegoro menunjukkan bahwa dalam 1kg bahan baku kedelai dapat menghasilkan 11 liter susu sari kedelai dengan keuntungan bersih sebesar Rp. 9.250,- untuk kemasan gelas plastik dan Rp. 6.700,- untuk kemasan kantong plastik. Disamping meningkatkan nilai tambah, pengolahan kedelai juga dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 8 orang per 1 kg biji kedelai. Sosialisasi dan promosi harus tetap dilakukan agar dapat meningkatkan penjualan dan mampu bersaing dengan produk-produk sejenis lainnya yang ada di pasaran.

Key word : Susu Kedelai, pengolahan,nilai tambah

Abstract

Soybean is one strategic comodities besides rice and corn. Commonly, farmers sell the crops in the form of dry seed to brokers and have not used them in the form of finished product. The problem which often happens in the harvest, the low price of the crops, makes farmers are introduced to a technology of soybean milk manufacturing which is already proven that it can increase the value off soybean. The result of soybean milk manufacturing that is done by Gapoktan “Dadi Akur” Sidodadi Country for Sukosewu Bojonegoro, shows that 1 kg of soybean can produce 11 litre of soybean milk. The net profit that he get is 9.250 rupians for every plastic glass and 6.700 rupians for every bag plastic. Besides increasing the value of soybean milk, the manufacturing of soybean can also absorb 8 labors for every kilogram of soybean. As a result, socialization and promotion should still be done to increase the sale and to be able to compete with other product of the same kind in the marketing.

Key word : Soybean milk, manufacturing, increase the value

Page 15: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

PENDAHULUAN

Kedelai atau kacang kedelai adalah salah satu tanaman kacang-kacangan

yang merupakan bahan baku dari produk olahan seperti kecap, tahu, tempe, dan

juga susu kedelai. Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari dua

spesies, yaitu: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna

kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G.

max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti Tiongkok dan

Jepang selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia

Tenggara.

KLasifikasi ilmiah dari kedelai sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Filum : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Subfamili : Faboideae

Genus : Glycine (L) Merr

Spesies : Glycine max dan Glycine soja (Anonymous, 2008)

Kedelai merupakan salah satu komoditas yang setrategis disamping beras

dan jagung. Propinsi Jawa Timur merupakan sentra produksi kedelai di

Indonesia, rata-rata produksinya 1,2 ton/hektar. Desa Sidodadi Kecamatan

Sukosewu Kabupaten Bojonegoro sebagai desa binaan Prima Tani BPTP Jatim

juga merupakan penghasil kedele. Dalam Musim Kemarau II dengan luas 200

hektar yang ditanami Desa Sidodadi dapat menghasilkan kedelai sekitar 240 ton.

Pada umumnya petani langsung menjual hasil panen kedelai ke tengkulak atau

pedagang, belum banyak yang memanfaatkan dalam bentuk olahan.

Kedelai seperti halnya dengan jenis kacang-kacangan yang lain, yaitu

mudah sekali terkena jamur (aflatoksin) sehingga mudah menjadi layu dan

busuk. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka kedelai harus diolah menjadi

produk olahan sehingga kedelai memiliki daya tahan yang lebih lama. Selain sifat

Page 16: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

dari pada kedelai yang mudah rusak dan membusuk, permasalahan lain yang

sering timbul adalah turunnya harga kedelai pada saat panen tiba. Hal ini terjadi

karena banyaknya persediaan kedelai pada waktu panen, sedangkan

permintaan kedelai tetap sehingga keuntungan petani menjadi berkurang. Oleh

karena itu perlu adanya terobosan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

nilai tambah yang dapat menambah keuntungan petani.

Nilai Gizi

Kedelai merupakan sumber protein yang penting bagi manusia, dan apabila

ditinjau dari segi harga merupakan sumber protein yang termurah sehingga

sebagian besar kebutuhan protein nabati dapat dipenuhi dari hasil olahan

kedelai. Kandungan asam amino penting yang terdapat dalam kedelai, yaitu

isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptopan, valin yang rata-rata

tinggi, kecuali metionin dan fenilalanin. Disamping itu, kedelai mengandung

kalsium, fosfor, besi, vitamin A dan B yang berguna bagi pertumbuhan manusia.

Kandungan asam amino metionin dan sistein agak rendah jika dibandingkan

potein hewani (Cahyadi, 2007).

Kedelai mengandung protein sebanyak 35% bahkan pada varietas unggul

kadar proteinnya dapat mencapai 40%-43%. Dibandingkan dengan beras,

jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam,

kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai susu

krim. Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber

protein hewani lainnya, kebutuhan protein lain 55 gram perhari dapat dipenuhi

dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai (Cahyadi, 2007).

Nilai protein kedelai jika difermentasi dan dimasak akan memiliki mutu yang

lebih baik dari jenis kacang-kacangan lain. Disamping itu, protein kedelai

merupakan satu-satunya leguminosa yang mengandung semua asam amino

esensial. Meskipun kadar minyaknya tinggi (sekitar 18%), tetapi ternyata kadar

lemak jenuhnya rendah dan bebas terhadap kolesterol serta rendah nilai

kalorinya. Kedelai juga dikenal paling rendah kandungan racun kimia serta

residu pestisidanya dan bisa digunakan sebagai penopang kesehatan badan.

Page 17: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Kedelai banyak dikonsumsi sebagai salah satu alternatif untuk menggantikan

protein hewani yang relatif lebih mahal.

Kedelai dapat diolah menjadi tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu dan

lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada

umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan

cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin

pengupas, penggiling, dan cetakan.

Tabel 1. Komposisi Kedelai per 100 gram bahan

KOMPONEN KADAR (%)

Protein Lemak

Karbohidrat Air

35-45 18-32 12-30

7 Sumber : LIPI, 2000

Tabel 2. Perbandingan kadar protein antara kedelai dengan bahan makanan lain

BAHAN MAKANAN PROTEIN (% BERAT)

Susu skim kering Kedelai

Kacang hijau Daging

Ikan segar Telur Ayam

Jagung Beras

Tepung singkong

36,00 35,00 22,00 19,00 17,00 13,00 9,20 6,80 1,10

Sumber : LIPI, 2000

Susu kedelai akhir-akhir ini telah banyak dikenal sebagai susu alternatif

pengganti susu sapi. Hal ini dikarenakan susu kedelai mempunyai kandungan

protein yang cukup tinggi dengan harga relatif lebih murah jika dibandingkan

dengan sumber protein lainnya. Untuk meningkatkan kandungan gizinya, susu

kedelai dapat diperkaya dengan vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh.

Kandungan protein susu kedelai tidak kalah dengan susu sapi maupun air susu

ibu (ASI).

Page 18: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Tabel 3. Komposisi Susu Kedelai, Susu Sapi, dan Air Susu Ibu per 100 gram.

Komposisi Susu Kedelai Susu Sapi ASI

Air (%) Kalori (kkal) Protein (%) Karbohidrat (%) Lemak (%) Vit. B1 (%) Vit. B2 (%) Vit. A (%) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Natrium (mg) Besi (mg) Asam lemak jenuh (%) Asam lemak tidak jenuh (%) Kolesterol (mg) Abu (gram)

88,60 52,99 4,40 3,80 2,50 0,04 0,02 0,02 15 49 2

1,2 40-48 52-60

0 0,5

88,60 58,00 2,90 4,50 0,30 0,04 0,15 0,20 100 90 16 0,1

60-70 30-40

9,24-9,99 0,7

88,60 62,00

1,4 7,20 3,10 0,02 0,03 0,20 35 25 15 0,2

55,3 44,7

9,3-18,6 0,2

Sumber : Cahyadi (2007)

Susu kedelai sangat penting untuk bayi dan anak-anak karena pada masa

pertumbuhannya mereka sangat memerlukan protein. Untuk bayi dan anak-anak

yang alergi terhadap susu sapi maka dapat diganti dengan susu kedelai.

Sebagai minuman, susu kedelai dapat menyegarkan dan menyehatkan tubuh

karena pada umumnya minuman hanya bersifat menyegarkan tetapi tidak

menyehatkan. Susu kedelai juga dikenal sebagai minuman kesehatan karena

tidak mengandung kolesterol, tetapi mengandung phitokimia, yaitu senyawa

dalam bahan makanan yang mempunyai khasiat menyehatkan (Cahyadi, 2007).

Susu kedelai juga baik dikonsumsi oleh mereka yang alergi susu sapi, yaitu

orang-orang yang kekurangan enzim laktase dalam saluran pencernaanya,

sehingga tidak mampu mencerna laktosa yang terdapat dalam susu sapi.

Laktosa susu sapi yang lolos ke usus besar akan dicerna oleh jasad renik yang

ada disana. Akibatnya orang yang tidak toleran terhadap laktosa akan menderita

tiap kali mengkonsumsi susu sapi (Koswara, 1998).

Susu kedelai merupakan minuman yang bergizi tinggi terutama karena

kandungan proteinnya. Selain itu susu kedelai juga mengandung lemak,

Page 19: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

karbohidrat, kalsium, phosfor, zat besi, provitamin A, vitamin B kompleks (kecuali

B12), dan air. Susu kedelai dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi karena

komposisi susu kedelai hampir sama dengan susu sapi. Keunggulan lain dari

susu kedelai dibandingkan susu sapi adalah tidak mengandung kolesterol sama

sekali. Namun, kandungan kolesterol pada susu sapi masih tergolong sangat

rendah jika dibandingkan bahan pangan hewani lainnya.

Kandungan protein dalam susu kedelai dipengaruhi oleh varietas kedelai,

jumlah air yang ditambahkan, jangka waktu dan kondisi penyimpanan, serta

perlakuan panas. Semakin banyak jumlah air yang digunakan untuk

mengencerkan susu, maka akan semakin sedikit kadar protein yang diperoleh.

Kadar protein dalam susu kedelai yang dibuat dengan perbandingan kedelai dan

air 1:8, 1:10, dan 1:15 berturut-turut adalah 3.6%, 3.2%, dan 2.4%. Susu kedelai

yang dibuat dengan kadar protein 3% mempunyai mutu gizi yang mendekati

susu sapi. Karena kadar asam amino lisin yang tinggi, susu kedelai dapat

digunakan untuk meningkatkan nilai gizi protein pada nasi dan makanan serealia

lainnya, yang umumnya mempunyai kadar lisin yang rendah.

Tabel 4. Komposisi Susu Kedelai Cair dan Susu Sapi Tiap 100 gr.

Komponen Susu Kedelai Susu Sapi

Kalori (K kal)

Protein (g)

Lemak (g)

Karbohidrat (g)

Kalsium (mg)

Phosfor (g)

Besi (g)

Vitamin A (S1)

Vitamin B1 (tiamin) (mg)

Vitamin C (mg)

Air (g)

41,00

3,50

2,50

5,00

50,00

45,00

0,70

200,00

0,08

2,00

87,00

61,00

3,20

3,50

4,30

143,00

60,00

1,70

130,00

0,03

1,00

88,33

Sumber : Koswara (1998)

Page 20: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Tabel.3 Perbandingan komposisi susu sari kedelai dengan susu sapi dan ASI.

KOMPOSISI SUSU KEDELAI (%) SUSU SAPI (%) ASI (%)

Air Kalori

Protein Karbohidrat

Lemak Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin A

88,60 52,99 4,40 3,80 2,50 0,04 0,02 0,02

88,60 58,00 2,90 4,50 0,30 0,04 0,15 0,20

88,60 62,00 1,40 7,20 3,10 0,02 0,03 0,20

Sumber : LIPI, 2000.

Melihat permasalahan tentang sering rendahnya harga kedelai pada

waktu panen dan melihat kandungan gizi yang besar pada kedelai maka

pengolahan susu sari kedelai merupakan salah satu alternatif untuk

meningkatkan nilai tambah.

Nilai tambah yang dimaksud disini adalah hasil pengurangan biaya bahan

baku dan input lainnya terhadap nilai produksi susu kedelai yang dihasilkan.

Input lainnya adalah bahan penolong berupa gula pasir, jahe, mocca, air, gelas

cup, plastik, listrik, dan gas elpiji. Nilai tambah yang besar dapat menjadi

parameter untuk pengembangan usaha suatu agroindustri. Apabila produk

mempunyai nilai tambah yang tinggi artinya produk layak untuk dikembangkan

dan berarti pula keuntungan bagi pengusaha serta memberikan lapangan kerja

baru.

Dari analisis nilai tambah akan diperoleh dua keuntungan yaitu dapat

mengetahui besarnya imbalan yang diperoleh terhadap balas jasa dari faktor-

faktor yang digunakan bagi pelaku bisnis serta dapat digunakan untuk mengukur

besarnya kesempatan kerja yang ditambahkan karena adanya kegiatan

menambah guna atau fungsi dari suatu produk.

TUJUAN

Pengkajian ini bertujuan untuk menganalisis nilai tambah dari pengolahan

kedelai menjadi susu kedelai dan mengetahui besarnya keuntungan pengolahan

susu kedelai skala rumah tangga.

Page 21: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

METODOLOGI

Lokasi pengkajian dilakukan di Desa Sidodadi Kecamatan Sukosewu

Kabupaten Bojonegoro sebagai salah satu binaan Prima Tani BPTP Jawa Timur

yang sasarannya adalah Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) ”Dadi Akur” .

Pengkajian dilakukan di salah satu unit usaha Gapoktan “Dadi Akur” dengan

mengamati pengolahan susu sari kedelai dilihat dari aspek produksi, analisa

ekonomi, aspek tenaga kerja dan aspek pemasaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Produksi.

Pengolahan susu sari kedele yang dilakukan oleh Gapoktan ”Dadi Akur”

Desa Sidodadi Kecamatan Sukosewu Bojonegoro melalui tahapan proses

seperti pada diagram alir berikut ini:

Kedelai

Dibersihkan dan dicuci

Direndam ( 6-12 jam) Air (3:1)

Direbus ( 15 menit)

Dicuci dan dikupas

Ditambah air panas,

Diaduk-aduk sampai rata

Disaring Ampas

Ditambah gula pasir, garam, aroma/rasa

Dipanaskan

Susu sari kedelai

Air panas (11:1)

Untuk campuran

Pakan ternak

Page 22: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Gambar 1. Diagram alir pengolahan susu sari kedelai

1. Pemilihan bahan baku

Bahan baku yang digunakan adalah kedelai yang berasal dari petani atau

pedagang yang ada di Desa Sidodadi. Mutu susu sari kedelai yang dihasilkan

sangat tergantung pada mutu kedelai yang digunakan. Kedelai yang dipilih

adalah kedelai dengan varietas unggul seperti argomulyo.

2. Pembersihan bahan, perendaman dan perebusan

Pembersihan bahan baku kedelai dilakukan agar kotoran-kotoran yang

menempel dapat dihilangkan. Kemudian dilakukan perendaman dengan

menggunakan air dengan perbandingan 3:1. Perendaman dilakukan selama

kurang lebih 6 jam. Perebusan kedelai dilakukan selama 15 menit. Maksud

perendaman dan perebusan ini adalah untuk memudahkan pengupasan kulit

ari kedelai.

3. Pengupasan dan penggilingan

Kedelai dikupas kulit arinya sambil dibersihkan. Penggilingan kedelai

dilakukan dengan alat penggiling yang sudah disetel selembut mungkin

sehingga dihasilkan sari kedelai yang baik.

4. Penyaringan, pemanasan dan penambahan gula, rasa/aroma

Penyaringan dilakukan setelah hasil gilingan kedelai ditambahkan air panas

dengan perbandingan 11:1. Kain saringan yang digunakan sebagai penyaring

diusahakan yang berpori-pori lembut agar hasil saringan baik. Hasil saringan

diberi gula dan rasa/aroma yang diinginkan yang kemudian dilakukan

pemanasan hingga mendidih.

5. Pengemasan

Pengemasan dilakukan menggunakan plastik dan gelas plastik sebagai

pengemas. Pengemsan dilakukan dengan kondisi susu sari kedelai tetap

dalam keadaan panas (suhu kurang lebih 80 derajad celcius). Hal ini

dimaksudkan agar susu sari kedelai tetap terjaga mutunya atau tetap higienis

dan tidak mudah basi.

Page 23: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Dalam aspek produksi ini yang perlu diperhatikan adalah faktor

kebersihan yaitu kebersihan peralatan, bahan baku kedelai, tempat proses

produksi dan orang atau pekerjanya. Sehingga akan dihasilkan susu sari kedelai

yang berkualitas baik.

Alat dan mesin yang digunakan dalam mengolah susu sari kedele dalam

skala industri rumah tangga antara lain; mesin penggiling kedele, kompor gas,

panci, gelas ukur, timbangan, seller/alat pengemas, dan lain-lain. Produksi susu

sari kedele Gapoktan ”Dadi Akur” Bojonegoro mengalami peningkatan seiring

dengan semakin besar pemintaan pasar. Hal ini dapat dilihat dari grafik dibawah

ini.

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

Januari Maret Mei

PRODUKSI SUSU KEDELE GAPOKTAN "DADI AKUR"

PRODUKSI SUSU KEDELE

GAPOKTAN "DADI AKUR"

Grafik 1. Perkembangan produksi susu sari kedele Gapoktan ”Dadi Akur”

Dari grafik terserbut diatas menunjukkan bahwa produksi susu sari kedele

mulai bulan Mei mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini

disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan dari konsumen. Dalam setiap

harinya Gapoktan ”Dadi Akur” dapat memproduksi susu sari kedele rata-rata

sebesar 110 liter dengan bentuk kemasan dan pemberian rasa seperti dalam

data tabel di bawah ini.

Page 24: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Jumlah kedele (kg)

Jum.Susu Kedele (l)

Kemasan Pilihan Rasa

Kantong Plastik Gelas Plastik

Jahe Mocca Strawbery

10 110 308 162 235 94 141

Analisa Ekonomi

Gapoktan ”Dadi Akur” setiap hari dapat memproduksi rata-rata 110 liter

dengan analisa ekonomi per 1 kg bahan baku kedelai seperti terlihat dalam tabel

di bawah ini.

Tabel.4 Analisa ekonomi susu sari kadelai dalam kemasan gelas plastik.

Uraian Volume Satuan Jumlah

Pengeluaran : - Kedelai - Gula pasir - Jahe - Mocca, Strawberi - Listrik dan air - Gas elpiji - Gelas dan cup seller - Tenaga kerja Sub total

1 kg 1 kg

2 ons - - -

200 4

4.500 6.000

200 - - -

55 2.000

4.500 5.500

400 600 500

1.500 11.000

8.000 32.000

Penerimaan : - Penjualan Sub total

55 gelas

750

41.250 41.250

BEP per gelas 32.000 : 55 600

Keuntungan 41.250 – 32.000 9.250 Tabel.5 Analisa ekonomi susu sari kadelai dalam kemasan kantong plastik.

Uraian Volume Satuan Jumlah

Pengeluaran : - Kedelai - Gula pasir - Jahe - Mocca, strawbery - Listrik dan air - Gas elpiji - Plastik - Tenaga kerja Sub total

1 kg 1 kg

2 ons - - -

44 4

6.500 5.500

200 - - -

25 2.000

6.500 5.500

400 600 500

1.500 1.100 8.000

24.100

Penerimaan : - Penjualan Sub total

44 kantong

700

30.800 30.800

BEP per kantong 24.100 : 44 550

Keuntungan 30.800 – 24.100 6.700

Page 25: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Hasil analisa ekonomi susu sari kedelai dengan kemasan gelas seperti

dalam tabel.4 menunjukkan bahwa dalam 1 kg bahan baku kedelai yang

menghasilkan 11 liter (55 gelas) susu sari kedelai memperoleh keuntungan Rp.

9.250,-. Hal ini berarti dalam 1 hari diperoleh keuntungan bersih Rp. 92.500,-.

Sedangkan susu sari kedelai dengan kemasan plastik (tabel 5) menunjukkan

bahwa setiap 1 kg bahan baku kedelai yang menghasilkan 11 liter (44 kantong

plastik) susu sari kedelai memperoleh keuntungan Rp. 6.700,- atau dalam 1

harinya memperoleh keuntungan sebesar Rp. 67.000,-

Dilihat dari kedua hasil analisa diatas menunjukkan bahwa keuntungan

susu sari kedelai dengan kemasan gelas plastik lebih tinggi dibanding dengan

kemasan plastik. Namun daya beli masyarakat lebih banyak susu sari kedelai

dengan kemasan plastik, hal ini dikarenakan jumlah isinya lebih banyak yaitu 250

cc sedangkan yang gelas plastik sebanyak 200 cc. Dimana produksi susu kedele

tiap hari rata-rata 70% menggunakan kemasan kantong plastik dan 30%

menggunakan kemasan gelas plastik.

Aspek Tenaga Kerja

Dilihat dari aspek tenaga kerja, pengolahan susu sari kedelai yang

dilakukan Gapoktan ”Dadi Akur” Desa Sidodadi telah mampu menyerap tenaga

kerja sebanyak 8 orang yaitu, 4 orang dibagian produksi dan 4 orang dibagian

pemasaran. Tenaga kerja akan semakin bertambah dengan bertambahnya

jumlah produksi dan tingkat penjualan susu sari kedelai.

Dilihat dari tabel 4. dan tabel 5. menunjukkan bahwa tenaga kerja

dibagian produksi akan memperoleh upah yang sama dengan kerja ditempat lain

(buruh tanam, dll) dengan jumlah produksi dalam sehari menghabiskan 10 kg

bahan baku kedelai.

Aspek Pasar

Pemasaran dilakukan dengan tenaga pemasaran sebanyak 4 orang.

Wilayah pemasaran masih di dalam kawasan Bojonegoro. Untuk menambah

kepercayaan konsumen dan meningkatkan tingkat penjualan, Gapoktan ”Dadi

Akur ” telah mendapatkan ijin dari Dinas Kesehatan yaitu dengan No.

Page 26: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

315/35.22/2007. Disamping itu sosialisasi dan promosi terus dilakukan dengan

membuat brosur-brosur yang memuat tentang manfaat dari susu kedelai dan

mengikuti pameran pameran produk olahan.

Pangsa pasar juga perlu diperhatikan terutama berkaitan dengan pilihan

rasa dan kemasan yang cocok untuk konsumen. Biasanya untuk anak anak yang

disenangi adalah rasa strawberi sedangkan untuk orang tua adalah rasa jahe

dan moca.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pengolahan susu sari kedelai telah mampu meningkatkan nilai tambah yaitu

ditunjukkan dengan keuntungan sebesar Rp. 9.250,- (kemasan gelas plastik)

dan Rp. 6.700,- (kemasan kantong plastik) yang diperoleh dalam 1 kg bahan

baku kedelai serta dapat menyerap tenaga kerja dibagian produksi dan

pemasaran.

Potensi nilai tambah dari pengolahan susu sari kedelai dapat diringkatkan

dengan menambah jumlah produksi dan tingkat penjualan.

Dalam proses pengolahan susu sari kedelai harus tetap memperhatikan

dalam pemilihan bahan baku dan kebersihan yaitu kebersihan tempat kerja,

peralatan dan orang atau pekerjanya.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, Wisnu. 2007. Kedelai, Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung.

Handoko,dkk. 2006. Laporan Akhir Kegiatan Primatani Kajian Rancang Bangun Agribisnis Berbasis Inovasi Teknologi di Lahan Sawah. BPTP Jawa Timur.

Roesmiyanto, F. Kasiyadi, Suyamto, E. Retnaningtyas dan S. Yuniastuti. 2000.

Paket Teknologi Budidaya Kedelai Spesifik Lokasi di Jawa Timur dalam Rakitan Teknologi Budidaya Padi, Jagung dan Kedelai Spesifik Lokasi Mendukung Gema Palagung di Jawa Timur. BPTP Jawa Timur. Malang

Tri Margono. et.al, 2000. Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita

dalam Pembangunan. LIPI. Jakarta

Page 27: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi
Page 28: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

PERBANDINGAN USAHATANI TANAMAN EKSISTING (PADI) DENGAN

TANAMAN INTRODUKSI (MELON) DI BOJONEGORO

Handoko, Gunawan dan Rika Asnita

ABSTRAK

Sebagian besar petani terbelenggu oleh rutinitas usahatani eksisting turun-

temurun sehingga sulit untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Tujuan

penelitian ini adalah untuk memberikan alternatif usahatani komoditas baru yang

lebih menguntungkan. Penelitian menggunakan petak berpasangan dengan melibatkan

duapuluh petani. Sepuluh petani menanam padi (tanaman eksisting), sedangkan

sepuluh petani lainnya menanam melon (tanaman introduksi). Analisis data

menggunakan perhitungan ekonomis sederhana. Dalam luasan yang sama, usahatani

melon membutuhkan modal 3,59 kali dibanding usahatani padi. Usahatani melon

mampu menyerap tenaga kerja 3,57 kali lebih banyak dan pendapatan buruh

meningkat 12,5 – 25%, serta keuntungan petani meningkat sebesar 644%

PENDAHULUAN

Sebagian besar petani terbelenggu oleh rutinitas usahatani eksisting turun-

temurun sehingga sulit untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.

Disamping itu, sistim waris bagi tanah juga semakin mempersempit lahan garapan

masing-masing petani. Usahatani yang dilaksanakan tidak lepas dari kebutuhan akan

kecukupan pangan sehingga pada musim hujan areal pertanaman didominasi oleh

tanaman padi, sebagai makanan pokok rakyat Indonesia pada umumnya. Dengan

semakin sempit luas garapan, mustahil usahatani padi mampu meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan keluarga tani.

Padi sebagai makanan pokok dan merupakan komoditas strategis telah dirintis

pengembangannya secara modern di Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda.

Pelepasan varietas hasil persilangan pertama pada tahun 1943 dan sampai saat ini

telah dihasilkan lebih dari 191 varietas dengan berbagai kelebihan (BB Padi, 2006;

Musaddad et al. 1993 dalam BB Padi, 2006). Teknologi bercocok tanam khususnya

padi sawah sudah mantap dan agroekosistem telah stabil sehingga pengelolaan

tanaman padi relatif lebih mudah dibandingkan dengan usahatani tanaman

hortikultura khususnya melon.

Melon merupakan komoditas pendatang baru, dimana pada tahun tujuh

puluhan masih merupakan buah import untuk memenuhi kebutuhan para tenaga asing

yang bekerja di berbagai bidang di Indonesia (Sunaryono, 1987). Budidaya tanaman

melon mulai dilakukan di dalam negeri setelah adanya pembatasan impor buah pada

tahun delapan puluhan, namun benih masih didatangkan dari luar negeri. Benih-benih

Page 29: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

melon dengan berbagai varietas didatangkan dari negara produsen yang sampai saat

ini masih didominasi oleh Jepang, Amerika, Taiwan, Tailand dan Jerman

(Anonimous, 2006). Tahun sembilan puluhan peneliti Badan Litbang Pertanian

mampu menepis anggapan bahwa melon hanya dapat dibudidayakan pada daerah-

daerah dataran tinggi. Purnomo (1993), membuktikan melon yang ditanam pada

daerah pantai dengan salinitas tinggi dapat hidup dengan baik. Bahkan melon yang

ditanam pada dataran rendah (85 m dpl) dengan tipe iklim D-E tanah gromosol hasil

dan kualitas buah lebih tinggi dibanding melon yang ditanam pada dataran medium

(456 m dpl) dengan tipe iklim C-D dengan tanah Oxisol (Purnomo dkk., 1997).

Sedangkan usaha pembuatan varietas baru telah dirintis oleh Purnomo (1997), dimulai

dengan pengumpulan plasma nutfah dan seleksi, dan pertama kali pelepasan varietas

pada era dua ribuan. Berhubung melon merupakan komoditas pendatang baru, untuk

dikembangkan di suatu wilayah perlu diketahui kelayakannya. Untuk mengetahui

tanaman melon layak diusahakan di desa Sidodadi kecamatan Sukosewu kabupaten

Bojonegoro, perlu dibandingkan dengan komoditas eksisting yaitu padi.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian menggunakan rancangan petak berpasangan yaitu dua komoditas

yang diuji padi dan melon ditanam pada musim hujan (MH) di lahan petani. Masing-

masing komoditas ditanam oleh sepuluh petani kooperator, yang juga dianggap

sebagai ulangan. Padi ditanam di seluruh lahan masing-masing petani dengan luas

antara 0,25 sampai 0,5 Ha. Sedangkan melon ditanam oleh masing-masing petani

antara 1.500 sampai 5.000 tanaman.

Budidaya padi menggunakan prinsip pengelolaan tanaman terpadu (PTT) yaitu

varietas unggul Mekongga, umur bibit 21 hari setelah sebar, jarak tanam jajar legowo

40 X 20 X 12,5 cm, penyiangan dua kali dengan osrok dan pemupukan dua kali

dengan pupuk sesuai anjuran. Sedangkan melon varietas Sakata, benih setelah

direndam selama empat jam dan diperam selama 12 jam ditanam langsung di lapang

menggunakan sungkup gelas plastik bekas air mineral. Pemupukan sesuai anjuran

menggunakan hydro complek lima hari sekali. Sedangkan pengendalian hama

penyakit disesuaikan dengan keadaan tanaman dengan prinsip pengendalian hama

terpadu. Untuk mengetahui kelayakan usahatani melon di desa Sidodadi kecamatan

Sukosewu kabupaten Bojonegoro didasarkan pada analisis ekonomi usahatani

sederhana. Penghitungan analisis, satuan usahatani diasumsikan rata-rata satu hektar.

Page 30: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Tanaman

A. Padi

Pertumbuhan tanaman padi sangat baik, terlihat dari hasil panen yang

mencapai 8,72 ton/Ha gabah kering panen. Tingginya hasil panen tersebut

didukung penggunaan bibit bermutu umur muda (21 hst), kecukupan air,

penyiangan dan pemupukan tepat waktu. Penyiangan menggunakan osrok,

pertama dilakukan pada saat tanaman umur 14 minggu dan penyiangan kedua

pada saat tanaman umur 25 hari, diikuti dengan pemupukan masing-masing100 kg

urea dan 75 kg ponskha dengan cara dibenamkan. Pupuk dasar menggunakan urea

100 kg dan ponskha 50 kg. Pengendalian hama penyakit dilakukan sebanyak

empat kali, dimana pada saat tanaman bunting terlihat gejala serangan wereng dan

kresek, sehingga setiap minggu berikutnya dilakukan penyemprotan.

B. Melon

Tujuh puluh sembilan persen lebih hasil panen termasuk grade A merupakan

bukti bahwa melon sangat cocok diusahakan di lokasi pengembangan. Serangan

hama penyakit dapat dikendalikan sedini mungkin sehingga tidak sampai timbul

kerusakan ekonomis. Buah melon yang tidak termasuk grade A kebanyakan

perkembangan net kulit buah tidak sempurna dan cacat karena serangan ulat,

selain perkembangan buah tidak normal karena tanaman terserang penyakit

mildew.

Keragaan Usahatani

Tingginya biaya usahatani melon dibanding dengan usahatani padi disebabkan

karena kebutuhan sarana produksi meningkat 596% dan tenaga kerja 357%.

Penambahan biaya tersebut sebanding dengan harga jual produk yang meningkat

490%, dengan keuntungan 644% lebih tinggi dibanding dengan padi. Peningkatan

keuntungan lebih tinggi dibanding dengan peningkatan biaya karena harga per

satuan melon (Rp. 2.750; - 3.000;/kg) lebih tinggi dibanding dengan padi (Rp.

2.100;/kg).

A. Sarana produksi

Biaya sarana produksi untuk usahatani melon didominasi untuk pengadaan

benih dan pestisida. Sebaliknya dalam usahatani padi biaya untuk benih sangat

rendah. Harga benih melon sangat tinggi karena merupakan varietas hibrida

(Sakata) yang masih harus impor dari luar negeri. Sedangkan benih padi sudah

Page 31: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

mampu diproduksi dalam negeri walaupun varietas inhibrid (Mekongga) produktifitasnya

cukup tinggi. Perbedaan biaya pestisida lebih disebabkan volume penggunaan yang lebih

intensif pada tanaman melon karena varietas yang ditanam tidak tahan terhadap penyakit

(Mahfud dkk., 1997). Kesehatan tanaman melon harus benar-benar dijaga karena

termasuk tanaman berumur pendek, bila terjadi serangan hama penyakit pada daun tidak

mampu/tidak ada waktu untuk pulih kembali. Bila hama penyakit menyerang buah,

walaupun bisa dipanen tidak bisa masuk dalam kriteria grade A.

B. Tenaga kerja

Tanaman melon termasuk tanaman menjalar dengan pertumbuhan sangat cepat.

Untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal perlu ditopang dengan ajir untuk

mengikat batang tanaman menjulur ke atas. Keterlambatan dalam mengerjakan

pengikatan batang dengan ajir, batang akan bengkok dan bila diluruskan mudah pecah

sehingga mudah terserang penyakit. Bersamaan dengan kegiatan pengikatan, dilakukan

juga pemangkasan atau wiwil tunas-tunas yang tidak dikehendaki setiap 3 – 5 hari sekali.

Oleh karena itu tenaga kerja yang dibutuhkan dalam kegiatan ini sangat banyak dibanding

dengan kegiatan lainnya. Selain untuk kegiatan pengikatan dan pemangkasan, tenaga

kerja cukup banyak diperlukan untuk pengolahan tanah membentuk guludan dengan

penutup mulsa plastik. Sedangkan dalam usahatani padi tenaga kerja lebih dibutuhkan

untuk memanen dan tanam. Panen biasanya dilakukan oleh buruh dengan upah sistim

“bawon” (bagi hasil) dengan perbandingan pemilik pemanen 9:1. Oleh karena itu

perhitungan biaya panen akan meningkat bila harga gabah naik. Sedangkan tanam

biasanya dilakukan oleh tenaga kerja wanita dengan sistim borongan.

C. Produksi

Buah melon yang telah berumur lebih dari 60 hari setelah tanam sudah siap untuk

dipanen dan dijual. Sebelum dipanen biasanya telah terjadi kesepakatan harga antara

petani dan pedagang. Pemanenan dengan cara menggunting cabang di atas ruas terakhir

tempat dudukan buah. Setelah buah-buah terkumpul kemudian diangkut ke tempat

penampungan sementara untuk dilakukan grading. Buah-buah dengan grade A langsung

dikirim ke pedagang tingkat dua yang menyalurkan ke super market atau langsung dijual

ke super market. Sementara itu buah dengan grade B dan C sebagian dibawa bersamaan

dengan grade A, atau bisa langsung di jual ke pasar lokal. Sedangkan gabah panen musim

hujan biasanya langsung dijual ke pedagang lokal dengan sistim tebasan atau sebagian

ada yang kiloan. Kebanyakan petani kesulitan dalam memroses gabah kering panen

menjadi gabah kering giling yang bisa disimpan lama karena tidak mempunyai alat

pengering.

Page 32: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Tabel 1. Perbandingan usaha tani padi dan melon pada musim hujan. Bojonegoro. 2007. (Ha) URAIAN PADI (Rp.) MELON (Rp.) PENINGKATAN (%)

A. Saprodi

Benih

Mulsa plastik

Ajir

Tali raffia

Pupuk anorganik

Pupuk kandang

PPC dan ZPT

Pestisida

135.000

760.000

600.000

1.000.000

6.000.000

2.000.000

680.000

150.000

1.855.000

600.000

750.000

2.850.000

Jumlah (A) 2.495.000 14.885.000 596

B. Tenaga Kerja

Olah tanah

Pembuatan lubang tanam

Pasang ajir

Penanaman

Pemupukan

Penyiangan/Pemangkasan dan pengikatan

Pengairan

Penyemprotan

Panen

540.000

1.040.000

80.000

600.000

150.000

160.000

1.831.200

2.500.000

375.000

1.875.000

625.000

1.000.000

7.500.000

250.000

600.000

1.000.000

Jumlah (B) 4.401.200 15.725.000 357

C. Sewa lahan

3.000.000

5.000.000

166

Total (A + B+C)

9.896.200

35.610.000

359

D. Hasil/panen (kg)

Gabah (8720)

Melon:

Grade A (30.500)

Grade B (3.500)

Grade C (5.000)

18.312.000

83.875.000

3.500.000

2.500.000

Jumlah (D) 18.312.000 89.875.000 490

Keuntungan D – (A+B+C)

8.414.000

54.265.000

644

Page 33: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

KESIMPULAN

Tanaman melon sebagai komoditas baru yang diusahakan oleh petani desa

Sidodadi kecamatan Sukosewu kabupaten Bojonegoro mampu tumbuh dengan baik

dengan produktifitas lebih dari 30,500 ton/Ha. Budidaya melon mampu menyerap

tenaga kerja 3,57 kali lipat dibandingkan dengan menanam padi, sehingga bisa

mengurangi pengangguran dan pendapatan buruh tani meningkat. Usahatani melon

sesuai untuk dikembangkan oleh petani dengan penguasaan lahan sempit namun

mempunyai modal relatif banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2006. Budidaya melon. Direktorat Budidaya Tanaman Buah.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2006. Direktori Padi Indonesia 2006. Balai

Besar Penelitian Tanaman Padi Bekerjasama dengan Perisindo

Communication. Jakarta. 359 hal.

Mahfud, M.C., S. Purnomo, Handoko, B. Tegopati dan M. Sugiyarto. 1997.

Perbedaan ketahanan di antara varietas melon terhadap penyakit layu

fusarium. Jurnal Hortikultura 7 (1): 561 – 565.

Purnomo S. 1993. Daya adaptasi semangka dan melon di dataran rendah Grati. Jurnal

Hortikultura 3 (1): 63 – 69.

Purnomo S., M.C. Mahfud, M. Sugiyarto, B. Tegopati dan Handoko. 1997.

Pengumpulan dan seleksi plasma nutfah melon (Cucumis melo L.). Prosiding

seminar hasil penelitian/pengkajian BPTP Karangploso. 143 – 170.

Page 34: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

PENERAPAN INOVASI TEKNOLOGI DAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN DI GAPOKTAN SETYO MARGO RUKUN - PRIMA TANI MALANG

Oleh :

Baswarsiati, D. Rahmawati, Abu, A. Kusaeri, D.Purwadi, Rifai, E. Srihastuti.

Beberapa inovasi teknologi yang telah diadopsi dan diterapkan oleh anggota Gapoktan Setyo Margo Rukun telah menunjukkan hasil, demikian juga dengan peningkatan kelembagaan di lokasi Prima Tani Malang. Pelaksanaan Prima Tani Malang dimulai pada bulan Januari 2007 dan berlangsung hingga tahun 2009 yang berlokasi di desa Wonosari, kecamatan Wonosari, kabupaten Malang dengan agroekologi lahan kering dataran tinggi iklim basah (LKDT-IB). Inovasi teknologi yang diberikan pada anggota Gapoktan Setyo Margo Rukun antara lain pembuatan bokasi, penerapan budidaya ubi jalar sesuai anjuran, penerapan budidaya kandang dan ternak kambing yang sehat, penerapan budidaya kopi yang benar serta penerapan budidaya pisang yang benar. Selain itu kelompok wanita tani juga dilatih berbagai produk olahan seperti keripik ubi jalar, keripik pisang, keripik mbothe, selai ubi jalar, dodol ubi jalar, cookies ubi jalar dan sirup jahe serta pembuatan jamu ternak dan permen ternak. Untuk inovasi kelembagaan berupa peningkatan kinerja kelompok tani, penguatan kelompok tani dan gapoktan, peran klinik agribisnis serta jejaring pasar untuk produk yang dihasilkan petani. Penilaian penerapan inovasi teknologi dan peningkatan kelembagaan dilakukan secara deskriptif dengan mengambil sampel dari semua anggota di gapoktan Setyo Margo Rukun. Hasil penilaian sampai pada akhir Juni 2008 menunjukkan bahwa tidak semua inovasi teknologi yang diberikan sudah diadopsi dan diterapkan oleh petani dan nampaknya petani memilih teknologi yang mudah dan murah untuk pelaksanaannya namun dapat menghasilkan produksi dan pendapatan yang lebih baik Teknologi yang paling banyak diadopsi dan diterapkan oleh petani yaitu pembuatan bokasi dan penggunaan bokasi untuk memupuk tanaman yang ada di lokasi tersebut. Pembuatan bokasi telah diterapkan oleh 90 % anggota gapoktan Setyo Margo Rukun dan pemberian bokasi pada tanaman kopi diterapkan oleh 85 % anggota dan pemberian bokasi pada tanaman ubi jalar diterapkan oleh 90 % anggota. Komponen dalam teknologi anjuran yang diberikan nampaknya tidak semua diterapkan oleh petani seperti untuk komoditas ubi jalar berkisar (30-90%), kopi (55-85 %), pisang (35-65%) dan kambing (20-90%). Sedangkan hasil implementasi kelembagaan yaitu telah berjalannya kelompok tani sesuai dengan fungsinya dan berkembangnya pengetahuan kelompok dalam berorganisasi dan menerapkan teknologi. Selain itu klinik agribisnis berjalan dengan lancar dalam melayani kebutuhan teknologi bagi petani di desa Wonosari dan desa sekitarnya. Peranan klinik agribisnis juga semakin mantap karena didukung oleh Pemkab Malang yang direncanakan tahun 2009 akan dibangun kantor BPP Model yang menyatu dengan Klinik Agribisnis Prima Tani Malang . Jejaring pasar khususnya untuk produk ubi jalar segar berjalan lancar dan meningkat di tahun 2008 terutama untuk pasar lokal kab. Malang dan sekitarnya serta Bali. Sedangkan jejaring pasar untuk produk bokasi telah meningkat ke pasar bunga di daerah Malang dan sekitarnya.

Kata kunci : inovasi teknologi, kelembagaan, gapoktan, prima tani malang

Page 35: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

PENDAHULUAN

Sektor pertanian telah terbukti mampu menunjukkan peran yang penting dalam

menggerakkan perekonomian pedesaan karena petani merupakan penduduk mayoritas

di pedesaan. Prima Tani merupakan program Deptan yang sangat potensial sebagai

daya pengungkit pembangunan perekonomian rakyat. Oleh karena itu, dalam jangka

panjang ke depan Prima Tani dapat diandalkan sebagai salah satu program nasional

pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Prima Tani sebagai suatu program

rintisan dan akselerasi diseminasi inovasi teknologi dalam pembangunan pertanian dan

pedesaan yang dilaksanakan bersifat integratif secara vertikal dan horizontal,

diharapkan dapat menghasilkan keluaran yang bermuara pada ketahanan pangan, daya

saing melalui peningkatan nilai tambah dan peningkatan kesejahteraan petani

(Departemen Pertanian, 2006).

Sebagai program rintisan, keluaran akhir yang diharapkan dari Prima Tani adalah

terbentuknya unit Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) dan Sistem Usahatani

Intensifikasi dan Diversifikasi (SUID), yang merupakan representasi industri pertanian

dan usahatani berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi di suatu kawasan

pengembangan (Deptan, 2006). Kawasan ini mencerminkan pengembangan agribisnis

lengkap dan padu padan antar subsistem yang berbasis agroekosistem dan kandungan

teknologi dan kelembagaan lokal yang diperlukan sehingga mampu meningkatkan

kesejahteraan petani.

Program pembangunan pertanian yang selama ini berjalan nampaknya masih

bertumpu pada perbaikan teknologi saja namun belum banyak menyentuh pada

pembangunan kelembagaan serta pembangunan sumber daya manusia. Padahal inti

utama dalam pembangunan pertanian adalah penguatan pembinaan SDM sebagai

pelaku yang mutlak harus ditingkatkan dalam wadah kelembagaan mandiri yang

berwawasan kelestarian lingkungan dan berorientasi agribisnis (Kasryno, 2002).

Kawasan Laboratorium Agribisnis Prima Tani Kabupaten Malang terletak di desa

Wonosari, kecamatan Wonosari dengan agroekologi lahan kering dataran tinggi iklim

basah dengan elevasi 800-1.500 m dpl, yang terletak di kawasan gunung Kawi yang

terkenal dengan wisata ritualnya (Sosiawan et al, 2007). Saat ini pembangunan

pertanian yang ada di desa Wonosari masih perlu ditingkatkan. Potensi ubi jalar

sebagai ”trade mark” Gunung Kawi perlu ditangani secara bersama antar instansi terkait

Page 36: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

sehingga produk tersebut mampu bersaing dan kontinyuitas terjamin di pasar lokal

maupun di luar daerah bahkan pasar ekspor. Selain ubi jalar komoditas unggulan

lainnya yaitu kambing, kopi dan pisang(Anonim, 2005; BPS, 2005). Produktivitas dan

kualitas kambing perlu peningkatan khususnya penambahan pakan sedangkan kondisi

kandang secara umum sudah cukup bagus. Sedangkan kopi nampaknya petani desa

Wonosari sudah mengarah pada pemeliharaan yang ramah lingkungan ke arah kopi

organik. Untuk komoditas pisang varietas yang ada masih beragam dan petani

menginginkan pisang varietas Mas Kirana dapat dikembangkan dan diikuti perbaikan

teknologi serta adanya jejaring pasar dan varietas tersebut sesuai dengan agroekologi

desa Wonosari. Agribisnis dari komoditas unggulan yang ada akan digarap secara

optimal mulai tahun 2007 hingga 2009 untuk menjadikan desa Wonosari menjadi desa

percontohan SUID (Sistem Usaha Intensifikasi dan Diversifikasi).

Dengan adanya inovasi teknologi dan dukungan kelembagaan yang dilakukan di

laboratorium agribisnis Prima Tani Malang serta respon yang tinggi dari pelaku

pembangunan pertanian di lapang (petani) yang tergabung dalam Gapoktan Setyo

Margo Rukun maka pelaksanaan Prima Tani di desa Wonosari, kecamatan Wonosari,

kabupaten Malang sudah mulai menunjukkan hasil dan agribisnis yang dilakukan oleh

petani mulai meningkat. Oleh karena itu telaah tentang inovasi teknologi dan dan

peningkatan kelembagaan di Gapoktan Setyo Margo Rukun - Prima Tani Malang

diperlukan untuk perbaikan dan peningkatan dari produk yang dihasilkan petani serta

mendukung jalannya agribisnis industrial pedesaan di desa Wonosari.

PENDEKATAN/KERANGKA PIKIR

Dalam penerapan Prima Tani di lapang maka harus memperhatikan juga konsep

pertanian berkelanjutan sehingga petani dapat menerapkan program tersebut walaupun

program dari pemerintah sudah berakhir. Beberapa konsep yang dapat dilakukan

menurut Reijntjes et al (1999) antara lain : a) Mantap secara ekologis : yang berarti

bahwa secara keseluruhan dari manusia, tanaman dan hewan sampai organisme tanah

ditingkatkan; b) Bisa berlanjut secara ekonomis : yang berarti bahwa petani bisa cukup

menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan atau pendapatan sendiri serta

mendapatkan penghasilan yang cukup untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang

dikeluarkan; c) Adil : yang berarti bahwa sumber daya dan kekuasaan didistribusikan

sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan

Page 37: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

hak-hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta

peluang pemasaran terjamin; d) Manusiawi : yang berarti bahwa semua bentuk

kehidupan (tanaman, hewan, dan manusia) dihargai. Martabat dasar semua mahluk

hidup dihormati, dan hubungan serta institusi menggabungkan nilai kemanusiaan yang

mendasar seperti kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama dan rasa sayang; e)

Luwes : yang berarti bahwa masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan diri dengan

perubahan kondisi usahatani yang berlangsung terus dalam hal inovasi teknologi dan

perubahan kelembagaan (termasuk sosial dan budaya).

Selain itu hal yang utama dalam pelaksanaan suatu program pembangunan

pertanian yang berhubungan langsung dengan masyarakat petani sebagai pelaku

utama maka semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam program tersebut harus

bekerja dengan ikhlas dalam artian yang sesungguhnya dan menyatu dengan

masyarakat petani sehingga dapat memahami keinginan petani dan berangsur-angsur

dapat diterima petani dan akhirnya tujuan akhir dari program tersebut dapat tercapai.

Kegiatan Prima Tani pada dasarnya merupakan kegiatan diseminasi teknologi dan

kelembagaan yang dilaksanakan secara terpadu antar institusi terkait yaitu Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur (BPTP Jatim) dan Pemerintah Kabupaten

Malang. Strategi untuk merintis Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) melalui inovasi

teknologi dan inovasi kelembagaan dengan pemberdayaan masyarakat pedesaan di

Kabupaten Malang dilakukan melalui langkah-langkah yaitu :

Sosialisasi awal antara BPTP Jatim dan Pemerintah Kabupaten Malang

PRA (Participatory Rural Appraisal)

Sosialisasi Hasil PRA pada pemangku kepentingan termasuk pelaksana

pembangunan pertanian

Base line survey

Pembentukan dan Pemantapan Rancang Bangun Laboratorium Agribisnis

Sosialisasi Design Rancang Bangun Laboratorium Agribisnis

Implementasi pelaksanaan inovasi teknologi dan inovasai kelembagaan di

laboratorium agribisnis

Untuk penilaian penerapan inovasi teknologi dan peningkatan kelembagaan

dilakukan secara deskriptif dengan mengambil sampel dari semua anggota di gapoktan

Page 38: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Setyo Margo Rukun yang mewakili 4 kelompok tani yaitu Kelompok Tani Setyo Margo

Rukun I di dusun Wonosari, Kelompok Tani Setyo Margo Rukun II di dusun Sumbersari,

Kelompok Tani Setyo Margo Rukun III di dusun Pijiombo dan Kelompok Tani Setyo

Margo Rukun IV di dusun Kampung Baru.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prima Tani Malang dimulai pada bulan Januari 2007 dan sudah berjalan selama

satu setengah tahun. Walaupun Prima tani Kabupaten Malang relatif masih baru

berjalan namun kebangkitan pembangunan pertanian di desa Wonosari mulai nampak

dan agribisnis yang dilakukan oleh petani juga mulai terlihat hasilnya. Andil terbesar

dalam kemajuan Prima Tani di kabupaten Malang karena respon masyarakat dan petani

desa Wonosari, kecamatan Wonosari begitu tinggi terhadap inovasi teknologi sehingga

petani mau bergerak dalam pembangunan pertanian di desanya. Selain itu dukungan

dan komitmen Pemerintah Kabupaten Malang yang sangat tinggi dan hal ini tertuang

dalam SK Bupati Malang No 180/741/KEP/421.013/2007 tentang POKJA Prima Tani

Malang serta tertuang dalam Musrenbang 2007 bahwa Prima Tani termasuk dalam

program utama pembangunan pertanian di Kabupaten Malang yang merupakan hasil

kerjasama antara Departemen Pertanian dengan Pemerintah Kabupaten Malang.

Strategi Merintis Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) Melalui Inovasi

Teknologi dan Inovasi Kelembagaan

Untuk melaksanakan suatu program pembangunan pertanian seperti halnya

Prima Tani yang perlu menggerakkan masyarakat pedesaan sebagai pelakunya maka

diperlukan strategi yang tentunya dapat menghasilkan sesuai dengan tujuan yang

diharapkan. Adapun strategi yang telah dicanangkan oleh Badan Litbang Pertanian

sebagai penggagas Prima Tani terasa sangat banyak manfaatnya bilamana strategi

tersebut diterapkan. Dari strategi yang ada mulai dari sosialisasi awal hingga sosialisasi

Rancang Bangun maka yang terasa perlu penjelasan secara detail dan dimantapkan

yaitu pada saat pelaksanaan PRA dan pembuatan Rancang Bangun (Adimiharja, 2006).

PRA merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam pelaksanaan Prima

Tani untuk membuat rancang bangun laboratorium agribisnis sebagai pentahapan

kegiatan inovasi selama 5 tahun dan perencanaan program Prima Tani (Irawan dan

Page 39: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Priyanto, 2006). PRA merupakan langkah awal dalam rangka mendukung pelaksanaan

Prima Tani di desa Wonosari, kecamatan Wonosari, kabupaten Malang.

Model pelaksanaan suatu program dengan partisipasi petani atau Farmer

Participatory Research (FPR) merupakan suatu pendekatan yang mendorong petani

untuk terlibat dalam percobaan-percobaan yang dilakukan di lahan mereka sendiri

sehingga mereka dapat belajar, menerapkan teknologi baru dan menyebarkannya

kepada petani lain. Bersama peneliti yang bertindak sebagai fasilitator, petani dan

peneliti bekerja sama sejak rancangan awal dari suatu proyek penelitian hingga ke

pengumpulan data, analisis, kesimpulan akhir, dan tindakan lanjutan. Langkah ini, yang

terkadang dikenal sebagai “evaluasi inovasi”, penting untuk komunikasi, dan untuk

memprakarsai penyebaran (informasi). Manfaat utama dari pendekatan ini adalah

bahwa petani “learn by doing (belajar sambil bekerja)” dan aturan-aturan dimodifikasi

berdasarkan pengalaman langsung. Untuk membentuk pembelajaran, penafsiran atas

pengalaman-pengalaman harus dapat memberi informasi mengenai apa yang terjadi,

mengapa hal itu terjadi dan apakah hal yang terjadi tersebut memuaskan atau tidak

memuaskan. Informasi-informasi, teknologi, dan konsep-konsep baru mungkin akan

lebih baik bila dikomunikasikan kepada para petani melalui pendekatan partisipatif

(Syam, 2007).

Penerapan Inovasi Teknologi Pada Komoditas Unggulan oleh Anggota

Gapoktan Setyo Margo Rukun - Prima Tani Malang

Penentuan komoditas unggulan di laboratorium agribisnis Prima Tani Malang-

desa Wonosari berdasarkan dari beberapa kriteria antara lain : a) Komoditas tersebut

merupakan komoditas “icon” atau komoditas maskot kabupaten Malang, b) Komoditas

tersebut merupakan komoditas existing di desa tersebut, c) Peluang pasar tinggi dan

berkelanjutan, bukan pasar sesaat atau booming sesaat, d) Luas tanam dan potensi

pengembangan tinggi di desa tersebut.

Saat ini konsumen pada umumnya tidak lagi sekedar membeli komoditi yang

dilihat dari jenis, kenyamanan, stabilitas harga dan nilai komoditi, tetapi akan membeli

produk yang bercirikan : Kualitas (komposisi bahan baku), kandungan nutrisi (lemak,

kalori, kolesterol dsb), keselamatan (kandungan aditif, pestisida dsb), dan aspek

lingkungan (apakah produk tersebut dihasilkan dengan usahatani dan proses pengolah

Page 40: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

produk yang tidak mengganggu kualitas dan kelestarian lingkungan (Simatupang, 1995;

Suryana dan Zulham, 1997).

Dari beberapa kriteria tersebut di atas terpilihlah komoditas unggulan dari

Laboratorium Agribisnis calon AIP di desa Wonosari, kecamatan Wonosari, kabupaten

Malang yaitu: 1) ubi jalar, 2) kambing PE, 3) kopi, 4) pisang. Hal ini berdasarkan dari

skore hasil masing-masing komoditas sesuai tabel berikut.

Tabel 1. Skore komoditas berdasarkan kriteria untuk menjadi komoditas unggulan

Komoditas Skore Kriteria Unggulan

Icon/Maskot Komoditas existing

Peluang Pasar

Luas Tanam/Jumlah

Total Skore

Ubi Jalar 5 5 5 4 19

Kopi 3 4 4 5 16

Pisang 2 3 3 3 11

Kambing PE 4 4 5 3 16

Keterangan : Skore : 5 = sangat tinggi, 4= tinggi, 3= sedang, 2= kurang, 1=sangat kurang

Saat ini pembangunan pertanian yang ada di desa Wonosari masih perlu

ditingkatkan. Potensi ubi jalar sebagai ”trade mark” Gunung Kawi perlu ditangani secara

bersama antar instansi terkait sehingga produk tersebut mampu bersaing dan

kontinyuitas terjamin di pasar lokal maupun di luar daerah bahkan pasar ekspor. Selain

ubi jalar komoditas unggulan lainnya yaitu kambing, kopi dan pisang. Produktivitas dan

kualitas kambing perlu peningkatan khususnya perbaikan indukan dan pengembangan

kambing PE, penambahan pakan hijauan sedangkan kondisi kandang secara umum

sudah cukup bagus. Sedangkan kopi nampaknya petani desa Wonosari sudah

mengarah pada pemeliharaan yang ramah lingkungan ke arah kopi organik. Untuk

komoditas pisang, varietas yang ada masih beragam dan petani menginginkan pisang

varietas Mas Kirana dapat dikembangkan dan diikuti perbaikan teknologi serta adanya

jejaring pasar yang sudah berjalan.

Program pengembangan dari masing-masing komoditas unggulan yang telah

tersusun dalam rancang bangun yaitu mengarah pada pengembangan integrasi

tanaman dan ternak. Selain itu inovasi teknologi disesuaikan untuk menjawab

permasalahan yang ada pada masing-masing komoditas unggulan. Untuk itu inovasi

teknologi telah disiapkan dan telah diberikan materinya kepada petani baik berupa

Page 41: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

model penyuluhan di kelas, di lahan milik anggota kelompok tani maupun di lahan

demoplot. Karena sesuai dengan kebutuhan petani yaitu untuk membuktikan teknologi

yang diberikan Prima tani dapat diterapkan mereka secara masal maka petani

menginginkan adanya demoplot terlebih dulu.

Penerapan Inovasi Teknologi pada Komoditas Ubi jalar

Ubi jalar sebagai salah satu komoditas “icon” kabupaten Malang dan komoditas

unggulan di Prima Tani Malang telah berjalan dengan lancar pemasarannya sejak

sebelum adanya Prima Tani. Hanya saja permasalahannya petani masih belum

menerapkan teknologi budidaya anjuran sehingga produktivitasnya rendah. Beberapa

inovasi teknologi yang diberikan antara lain penggunaan bokasi, penanaman stek

dengan cara tegak atau miring, pengguludan tanaman dan pembalikan batang pada

umur 6, 9 dan 12 minggu untuk memperbesar umbi serta pencucian dan sortasi umbii

setelah panen. Dari beberapa teknologi tersebut nampaknya tidak semua diterapkan

oleh anggota Gapoktan Setyo Margo Rukun. Teknologi yang mudah, murah dan

menghasilkan produksi tinggi yang langsung diterapkan oleh petani.

Tabel 2. Penerapan Inovasi Teknologi pada Komoditas Ubi Jalar

No Macam Teknologi Petani yang Menerapkan Teknologi (%)

2006 (sebelum Prima Tani)

2007 Juni 2008

1. Pemberian pupuk organik (bokasi) 15 85 90

2. Penggunaan stek yang benar 30 80 80

3. Penggunaan guludan sesuai anjuran 30 60 65

4. Pembalikan batang dan pembumbunan 20 60 70

5. Sortasi hasil 0 50 60

6. Pembersihan dan pencucian umbi 0 25 30

Keterangan: Jumlah petani ubi jalar = 77 orang

Nampak bahwa petani yang menggunakan bokasi meningkat tajam dari tahun

2006 hingga Juni 2008 yaitu dari 15 % petani menjadi 90 % petani, serta produksi ubi

jalar di lokasi Prima Tani Malang meningkat yaitu pada tahun-tahun sebelum adanya

Prima Tani sekitar 6-7 ton/ha menjadi 10-11 t/ha. Demikian juga dengan penggunaan

stek yang benar yaitu ditanam tegak atau miring diterapkan oleh 80 % petani.

Page 42: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Sedangkan untuk perbaikan guludan dan pembalikan batang masih sebagian petani

yang menerapkannya dan alasan yang dikemukan oleh petani karena tenaga kerja

terbatas. Untuk teknologi pasca panen yang sebelum ada Prima Tani belum pernah

dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan umbi dan meningkatkan harga

jual juga belum banyak diterapkan oleh petani. Hal ini karena permintaan pasar sudah

banyak sehingga alasan mereka walau ubi jalar tanpa dicuci dan disortasi tetap laku dan

diminati pasar..

Penerapan Inovasi Teknologi pada Komoditas Kopi

Dibandingkan dengan komoditas ubi jalar, maka teknologi anjuran pada

tanaman kopi sebelum adanya Prima Tani lebih banyak yang sudah diterapkan oleh

petani. Hal ini karena sebagian petani merupakan anggota SLPHT Kopi pada tahun

2005-2006. Namun sayangnya penerapan inovasi teknologi pada kopi oleh petani

masih lamban bergeraknya karena beberapa alasan antara lain: petani kurang rajin

walaupun sudah tahu bahwa hasil kopi akan meningkat dengan penerapan budidaya

yang benar, tenaga kerja terbatas, teknologi yang dilakukan dirasakan akan membuang

waktu mereka serta terasa lebih rumit seperti pemangkasan, pewiwilan maupun petik

bubuk pada buah-buah kopi yang terserang PBKo. Adapun teknologi yang langsung

diterapkan oleh sekitar 85 % petani dan dirasakan cepat terlihat hasilnya yaitu

penggunaan pupuk bokasi karena produksi kopi meningkat (Tabel 3).

Tabel 3. Penerapan Inovasi Teknologi pada Komoditas Kopi

No Macam Teknologi Petani yang Menerapkan Teknologi (%)

2006 2007 Juni 2008

1. Pemberian pupuk organik (bokasi) 45 75 85

2. Pemangkasan Produksi 60 75 80

3. Pemangkasan Pemeliharaan 40 65 75

4. Pembuatan Rorak 30 65 65

5. Petik bubuk PBKo 30 50 53

6. Penyambungan dengan klon Produktif 10 60 60

Keterangan: Jumlah petani kopi = 310 orang

Page 43: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Penerapan Inovasi Teknologi pada Komoditas Kambing

Penerapan kandang panggung oleh anggota Gapoktan sudah dilakukan sebelum

adanya Prima Tani dan tahun 2008 meningkat persentasenya (90%). Sedangkan

penerapan kandang yang sehat masih sekitar 60 %. Kondisi kandang sehat juga dilihat

dari kesehatan ternak kambingnya. Untuk pemberian ransum HMT, sebelum adanya

Prima Tani petani hanya memberikan ransum sehari sekali dan saat ini sudah

memberikan 2 kali sehari atau jumlah HMT diperbanyak. Untuk pemerahan susu, dari

awal belum dikenal oleh petani hingga saat ini sudah meningkat 20 %. Peningkatan

tidak terlalu tinggi karena jenis kambing yang ada di lokasi adalah kambing Sembawa

sedangkan jumlah kambing PE (untuk diperah susunya) masih terbatas.

Tabel 4. Penerapan Inovasi Teknologi pada Komoditas Kambing

No Macam Teknologi Petani yang Menerapkan Teknologi (%)

2006 2007 Juni 2008

1. Kandang panggung 75 80 90

2. Kandang sehat 35 50 60

3. Pemberian ransum HMT yang sesuai 5 20 45

4. Pengendalian penyakit 30 50 60

5. Pemerahan susu 0 10 20

6. Penggunaan jamu ternak 0 20 30

7. Pembuatan bokasi 0 70 90

Keterangan: Jumlah peternak kambing = 358 orang

Penerapan Inovasi Teknologi pada Komoditas Pisang

Pembuatan bibit dari bonggol belum dikenal oleh petani dan saat ini sudah

diterapkan sekitar 60 % petani pisang. Sedangkan penggunaan pupuk organik

meningkat dari awal 5 % menjadi 65 %. Untuk pengurangan jumlah anakan dan jumlah

daun petani yang menerapkan masih sekitar 45 % dan 35 % karena terbatasnya tenaga

kerja. Jika melihat data pada Tabel 5, nampak bahwa selama ini tanaman pisang yang

ada di petani belum dibudidayakan dengan baik karena inovasi teknologi yang diberikan,

merupakan hal baru bagi petani seperti pembuatan bibit dari bonggol, pengurangan

anakan, pemangkasan daun dan pembrongsongan buah.

Page 44: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Tabel 5. Penerapan Inovasi Teknologi pada Komoditas Pisang

No Macam Teknologi Petani yang Menerapkan Teknologi (%)

2006 2007 Juni 2008

1. Pembuatan bibit dari bonggol 0 60 60

2. Pemberian pupuk organik (bokasi) 5 55 65

3. Pengurangan anakan 0 45 45

4. Pengurangan jumlah daun 0 30 35

5. Pembungkusan buah 0 30 35

6. Panen umur optimal 45 55 60

Jumlah petani pisang = 462 orang

Penerapan Inovasi Kelembagaan dalam Pengembangan Sumberdaya

Petani/Kelompok Tani

Pengembangan sumberdaya petani/kelompok tani dilakukan dengan berbagai

cara mulai dari kegiatan sosialisasi tentang peranan pemerintah dalam

pembangunanpertanian, peranan dan tujuan Prima Tani serta peranan kelembagaan

terutama kelompok tani sebagai suatu lembaga agribisnis penting dalam membangun

suatu kawasan agribisnis. Kelompok tani di desa Wonosari ada 4 kelompok yang ada

di 4 dusun, namun sebagian besar belum berperan secara efektif dalam memperlancar

usahatani anggotanya. Upaya lain yang dilakukan adalah pemberdayaan kelompok tani

yang ada yaitu dengan mengikuti pertemuan disetiap kelompok dan secara bertahap

memperbaiki administrasi, sistem keuangan, penentuan program dan menginventaris

kebutuhan teknologi serta memberikan penyuluhan materi teknologi yang ada

Pemberdayaan kelompok dalam mempercepat penerapan teknologi dibuat dengan cara

memberikan percontohan teknologi pada beberapa kelompok berupa demoplot sebelum

dilakukan pemasalan teknologi. Hal ini sesuai dengan keinginan petani karena mereka

akan menerima teknologi jika teknologi tersebut mampu memperbaiki produktivitas,

kualitas serta terjamin pasarnya.

Untuk pengembangan sumberdaya petani dari masing-masing kelompok dengan

cara mengikutkannya dalam berbagai pelatihan perbaikan teknologi yang telah

diberikan oleh Tim Prima Tani Malang, Balitkabi, Puslitkoka, Balitnak Ciawi dan

Page 45: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

beberapa materi pelatihan dari Dinas terkait di Pemkab Malang. Selain itu petani juga

melakukan studi banding ke kelompok tani yang sudah maju. Studi banding dilakukan

di kecamatan Ampel Gading untuk melihat peternakan kambing PE dan di kecamatan

Tirtoyudo untuk melihat pertanaman kopi. Selain itu adanya Klinik Agribisnis merupakan

salah satu unsur kelembagaan yang sangat mendukung perkembangan kelompok tani

dan Gapoktan Setyo Margo Rukun.

Tabel 6. Keragaan Proses Pengembangan Aspek Kelembagaan di Prima Tani. Malang

SEBELUM PRIMA TANI SESUDAH ADA PRIMA TANI KETERANGAN

Kondisi petani ramah dan responsif

3 kelompok tani tidak aktif selama 8 tahun terakhir

Jumlah anggota per kelompok sekitar 20 orang

Belum terbentuk Kel wanita Tani

Belum terbentuk Gapoktan

PPL belum aktif

Pengurus kelompok belum mengerti administrasi kelompok

Belum terbentuk kelembagaan agribisnis

Kondisi petani ramah dan responsif

4 kelompok tani aktif kembali

Jumlah anggota dalam kelompok tani bertambah 40-50 orang per kelompok

Terbentuk 4 kelompok wanita tani sebagai bagian dari Kelompok Tani

Terbentuk Gapoktan untuk dapat memperkuat kinerja dari Kelompok Tani

Pengurus kelompok mulai mengerti administrasi kelompok

Diskusi dan pertemuan kelompok sering dilakukan sesuai jadwal yang telah disepakati

Pendekatan teknis dilakukan secara langsung ke petani

Mengadakan reward untuk petani yang berhasil

Terbentuk kelembagaan agribisnis dan jejaring pasar yang bermitra dengan kelompok tani

Agar kondisi ini

dapat tercapai

maka kelompok

tani diberikan

arahan yang

sesuai untuk

masing-masing

masalah yang

ada dan petani

didorong untuk

aktif dan mandiri

Tim Prima tani

lebih pro aktif

untuk mencari

jejaring pasar

demikian juga

mendorong

petani maju

untuk mencari

jejaring pasar

Dalam hal pengembangan sumberdaya kelompok tani nampak bahwa di desa

Wonosari pelaku pembangunan pertanian tidak didominasi oleh petani pria saja, namun

wanita tani sangat berperan juga dan mereka sangat respon terhadap perbaikan

teknologi yang diberikan oleh Tim Prima Tani. Seperti pada implementasi teknologi

untuk pembuatan bokasi, produk olahan, pembuatan jamu dan permen untuk ternak

pengelolaan kebun bibit desa dan tanaman hias dilakukan oleh kelompok wanita tani.

Selain penerapan teknologinya, maka kelompok wanita tani juga memasarkan dan

Page 46: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

mencari peluang pasar untuk agribisnis yang telah dirintis oleh mereka yaitu pembuatan

bokasi, pembuatan keripik dan dodol, pembuatan jamu dan permen ternak.

KESIMPULAN

Pembuatan bokasi telah diterapkan oleh 90 % anggota gapoktan Setyo Margo

Rukun dan pemberian bokasi pada tanaman ubi jalar diterapkan oleh 90 %

anggota, pemberian bokasi pada tanaman kopi diterapkan oleh 85 % anggota

dan pemberian bokasi pada tanaman ubi jalar diterapkan oleh 90 % anggota.

Kandang panggung diterapkan oleh 90 % petani dan kandang sehat masih

diterapkan oelh 60 % petani

Komponen dalam teknologi anjuran yang diberikan nampaknya tidak semua

diterapkan oleh petani seperti untuk komoditas ubi jalar berkisar (30-90%), kopi

(55-85 %), pisang (35-65%) dan kambing (20-90%).

Implementasi kelembagaan yaitu telah berjalannya kelompok tani sesuai dengan

fungsinya dan berkembangnya pengetahuan kelompok dalam berorganisasi dan

menerapkan teknologi. Selain itu klinik agribisnis berjalan dengan lancar dalam

melayani kebutuhan teknologi bagi petani di desa Wonosari dan desa sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Data Monografi Kecamatan Wonosari, kabupaten Malang.

Adimihardja, A. 2006. Primatani Instrumen Revitalisasi Pertanian. (Materi TOT : Apresiasi Manajemen dan Konsep Prima Tani untuk Manajer Lab Agribisnis). BBP2TP.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2006. Petunjuk Pelaksanaan Prima Tani.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Badan Pemberdayaan Pemasyarakatan Kab. Malang. 2005. Pendataan Profil Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari. Badan Pemberdayaan Pemasyarakatan Kab. Malang.

Biro Pusat Statistik Kab. Malang. 2005. Kabupaten Malang Dalam Angka. Biro Pusat Statistik Kab. Malang.

Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2006. Pedoman Umum Prima Tani. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.

Page 47: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Irawan, B. dan D. Priyanto. 2006. Petunjuk Teknis Pelaksanaan PRA. (Materi TOT : Apresiasi Manajemen dan Konsep Prima Tani untuk Manajer Lab Agribisnis). BBP2TP.

Sosiawan,H., Hikmatullah, Muladi dan Sumaryono. 2007. Identifikasi dan Evaluasi Potensi Lahan untuk Mendukung Prima Tani di desa Wonosari, Kec. Wonosari, kab. Malang. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor.

Suryana, A. dan A. Zulham. 1997. Model Usahatani dan Strategi Pengembangan Komoditas Pertanian Menghadapi Pasar Global dan Industrialisasi. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Syam, M. 2007. Bank Informasi Teknologi Padi. Kerjasama Badan Litbang Pertanian dan International Rice Research Institute.

Page 48: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Menghubungkan Petani Dengan Pasar Bambang Irianto

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur, Malang

Abstrak

Program/proyek bantuan pengembangan pertanian selama ini lebih banyak

terfokus kepada pembinaan dan pengembangan kemampuan petani untuk

memproduksi komoditas pertanian atau meningkatkan produksi melalui berbagai

introduksi teknologi. Namun ternyata hal ini belum mampu meningkatkan

pendapatan apalagi kesejahteraan petani secara lestari. Begitu pasar tradisional jenuh

dengan produk-produk pertanian yang dihasilkan para petani, maka hilanglah pula

insentif petani untuk meningkatkan produksi. Ternyata, permasalahan pokoknya

adalah pada terbatasnya ketersediaan pasar yang memadai bagi produk-produk

tersebut. Syukurlah bahwa kemudian ada pergeseran pemahaman pembangunan

pertanian di pedesaan dari yang hanya berorientasi produksi ke orientasi pasar

(permintaan). Dengan demikian, konsep “Menghubungkan Petani Dengan Pasar”

menjadi konsep yang semakin banyak dibicarakan saat ini baik di dalam negeri

maupun di luar negeri, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Tulisan

ini mencoba menelaah hasil-hasil penelitian dan laporan dari berbagai sumber yang

berkaitan dengan proses menghubungkan petani dengan pasar dan berhasil

menyimpulkan bahwa ada beberapa kata-kata kunci yang sangat penting dalam proses

tersebut yaitu: koordinasi, katalisator eksternal, petunjuk teknis dan pelatihan,

standarisasi kualitas, kredit dan adanya rasa saling percaya.

Kata kunci : petani, pasar, produk pertanian, keterkaitan, koordinasi, katalisator

eksternal, saling percaya.

Abstracts

LINKING FARMERS TO MARKETS: Agricultural development has been

focused more on the development of farmers’ capacity to increase agricultural

production through introduction of various technologies. However, these effort has

not shown results as expected, the sustained improvement of farmers’ welfare. Soon

as the traditional markets suffered from product “saturation”, the farmers lost their

incentive to increase production or even just to produce. It was found that the main

problem, actually, was the lack of appropriate markets for the farmers’ produce.

Fortunately, however, there was a shift in understanding agricultural development

from production to demand (market) orientation. Therefore, the concept of “linking

farmers to markets” is more widely discussed locally or internationally, especially in

developing countries. This article is trying to review research reports from various

sources regarding the process of linking farmers to markets and have concluded that

there are important keywords should be addressed in such process, they are:

coordination, external catalyst, technical reference and training, quality standard,

credit and mutual trust.

Keywords: farmers, markets, agricultural products, linkage, coordination, external

catalyst, mutual trust.

Page 49: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

2

Pendahuluan

Sistem pemasaran produk pertanian saat ini sedang mengalami perubahan

yang sangat cepat sebagai akibat dari meningkatnya intensitas pengolahan dan

perdagangan eceran yang terjadi hampir di seluruh dunia dan di seluruh segmen-

segmen rantai produksi-distribusi. Sistem pemasaran tradisional yang lebih diartikan

hanya sebagai penjualan suatu produk telah digantikan oleh hubungan koordinatif dan

terintegrasi antara petani sebagai produsen produk, pengolah, pengecer dan

sebagainya. Dalam sistem pemasaran tradisional petani juga menghadapi kesulitan

untuk memperkirakan kapan, kepada siapa dan dengan harga berapa produk yang

dihasilkannya akan dijual.

Di sisi konsumen juga terjadi perubahan pola konsumsi dimana semakin

meningkatnya penghasilan seseorang cenderung bergeser kepada konsumsi yang lebih

banyak ke produk-produk seperti daging, susu, buah-buahan dan sayuran yang

berkualitas. Konsumen menjadi semakin tinggi tuntutannya terhadap produk pangan

dalam hal kualitas dan keamanannya. Disamping itu, dari sisi konsumen juga ada

kecenderungan meningkatnya bahan pangan yang mudah disiapkan (siap saji) seperti

produk beku, setengah masak dan lain-lain termasuk jaminan keamanan pangan.

Pasar moderen mampu menjawab tantangan tersebut dengan merubah sistem-sistem

produksi, pengolahan dan distribusi yang ternyata justru berdampak negatif dan

sekaligus merupakan ancaman terhadap petani-petani kecil yang pada umumnya

memiliki aset dan akses yang sangat terbatas dan tidak terorganisir dengan baik.

Banyak pihak saat ini, baik dari unsur pemerintah maupun LSM mulai

menyadari bahwa proyek-proyek bantuan pengembangan pertanian yang selama ini

hanya terfokus kepada pembinaan dan pengembangan kemampuan petani untuk

memproduksi komoditas pertanian tidak lagi mampu melestarikan pertumbuhan

pendapatan petani (kalau pernah ada). Ada peningkatan pemahaman diantara mereka

bahwa semua kegiatan peningkatan produksi tersebut harus dikaitkan dengan

permintaan pasar dan dilihat dalam konteks rantai suplai secara utuh berikut

keterkaitan dan hubungan bisnis yang terjadi di dalam rantai tersebut. Dengan

demikian, konsep “Menghubungkan Petani Dengan Pasar” menjadi konsep yang

semakin banyak dibicarakan saat ini. Namun, realitanya masih patut dipertanyakan

dan jalan yang harus ditempuh juga tidak mudah terutama karena pendekatan yang

digunakan harus lebih bernuansa komersial dan setidak-tidaknya kelompok yang

berkepentingan dengan pembangunan pertanian tersebut harus memiliki SDM yang

memiliki pengetahuan cukup baik tentang pemasaran dan peran sektor swasta.

Program Prima Tani yang diluncurkan sejak tahun 2005 secara konseptual

sudah mengakomodasi perlunya dukungan untuk menghubungkan petani dengan

pasar. Namun, evaluasi yang dilakukan salah seorang staf ahli Menteri Pertanian

akhir tahun 2007 menunjukkan bahwa Prima Tani lebih banyak menyentuh aspek

inovasi teknologi daripada aspek inovasi kelembagaan. Jumlah lokasi Prima Tani

yang berhasil menghubungkan petani dengan pasar sangat minim sekali. Selama ini,

paling tidak sampai 2005, Badan Litbang Pertanian lebih banyak berfungsi hanya

sebagai lembaga yang menghasilkan teknologi pertanian dengan tingkat adopsi petani

masih sangat rendah. Dengan dukungan teknologi perbaikan produksi, petani

memang bisa menghasilkan tingkat produksi yang tinggi yang dibuktikan dengan

predikat negara yang berhasil berswasembada beras beberapa tahun yang lalu.

Namun, sebenarnya petani yang memproduksi padi/beras tersebut tidak merasakan

manfaat ekonomi sama sekali, bahkan tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan

Page 50: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

3

produksi berasnya. Memang, aspek kelembagaan, termasuk pemasaran, bukan hal

yang mudah untuk disentuh terutama karena melibatkan unsur manusia yang sangat

dipengaruhi oleh faktor sosial budaya dan lingkungan strategis saat itu.

Dari berbagai tulisan dan laporan penelitian yang ada, “Menghubungkan

Petani Dengan Pasar” ternyata bukan hal yang bersifat permanen. Bisa saja,

hubungan yang telah terjalin tersebut hanya berlangsung dalam kurun waktu tertentu

saja (sekian tahun) sehingga belum bisa dibuat kesimpulan yang pasti. Tujuan tulisan

ini adalah untuk memberikan gambaran dan petunjuk praktis bagi pihak-pihak yang

berkepentingan dengan pembangunan pertanian terutama di perdesaan baik dari

unsur-unsur pemerintah, LSM, Kelompok Tani dan lain-lainnya. Informasi ini juga

akan sangat penting bagi suatu program pembangunan pertanian yang menyeluruh

dan berorientasi pemberdayaan masyarakat perdesaan. Fokus topik ini terutama

ditujukan kepada bagaimana membentuk hubungan yang lestari antara petani (dengan

produknya) dengan sektor-sektor swasta (pedagang, eksportir, pengecer atau pengolah

dan agroindustri).

Bahan dan Metode

Tulisan ini merupakan telaah ilmiah terhadap hasil-hasil penelitian dan

laporan-laporan teknis yang berkaitan dengan berbagai program pemberdayaan petani

terutama dalam aspek pasar baik di luar negeri, terutama di negara-negara yang

sedang berkembang (Afrika, Asia Tenggara dan Amerika Latin) maupun dalam negeri.

Dalam kesempatan ini, tulisan ini hanya akan difokuskan pada jenis-jenis

hubungan pemasaran yang dapat terbentuk antara petani dengan pasar disertai

beberapa contoh-contohnya.

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Klasifikasi hubungan pasar bisa dilakukan dengan banyak cara, antara lain

menurut bagaimana petani dihubungkan dengan pasar produknya. Shepherd (2007)

mengklasifikasikan hubungan ini berdasarkan tipologinya, yaitu : 1) Petani dengan

pedagang lokal, 2) Petani dengan pengecer, 3) Hubungan melalui tokoh petani, 4)

Hubungan melalui koperasi, 5) Petani dengan pengolah hasil pertanian, 6) Petani

dengan eksportir, dan 7) Usahatani Kontrak (contract farming).

Klasifikasi ini tidak sepenuhnya mencerminkan semua peluang yang bisa

diperoleh petani, karena di beberapa negara ada yang pemasarannya dikuasai oleh

negara, sehingga transaksi pembelian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga negara

seperti militer atau rumahsakit atau program gizi bagi anak-anak sekolah juga bisa

menjadi pasar yang sangat berpotensi bagi petani-petani kecil. Klasifikasi ini juga

tidak bersifat khusus, karena bisa saja eksportir juga merangkap sebagai pengolah;

atau pengecer mendapatkan suplainya dari pedagang lokal dan sebagainya.

Karakteristik hubungan menurut klasifikasi di atas adalah terbentuknya rantai pasok

yang bisa diidentifikasikan secara jelas dan melibatkan hubungan yang sangat erat

antara kedua belah pihak. Beberapa penelitian yang dilakukan FAO (Shepherd, 2007)

menyebutkan bahwa kegiatan yang hanya berupa upaya untuk menghubungkan petani

dengan pedagang pengumpul yang menyuplai produk ke pasar-pasar terbuka ternyata sudah sangat efektif, sehingga FAO sudah memasukan isu-isu ini sebagai bahan

Page 51: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

4

rekomendasi kepada lembaga-lembaga penyuluhan dan pihak-pihak lainnya yang

berkepentingan.

1. Petani dengan Pedagang Lokal

Secara tradisional, pedagang biasanya melakukan transaksi dengan petani

secara sederhana baik di pasar setempat atau di lahan petani. Pembelian yang

dilakukan di pasar bisa sangat efektif apabila pedagang mampu mendapatkan produk

dalam jumlah banyak (ekonomis) dan biaya transportasi yang memadai. Sedangkan,

pembelian yang dilakukan dilahan petani bisa menjadi sangat tidak efisien dan

menimbulkan biaya transaksi yang tinggi, dimana hal ini justru dijadikan tuduhan

pengeksploitasian yang dilakukan oleh pedagang terhadap petani. Biaya tersebut

dapat diminimalkan apabila petani bisa berkelompok (membentuk kelompok) dan

mengumpulkan hasil panennya di suatu tempat yang telah disepakati yang selanjutnya

diambil (dibeli) oleh satu atau lebih pedagang. Akan tetapi, pengalaman

menunjukkan bahwa pola seperti ini tidak bisa atau sulit berjalan tanpa adanya

“penengah” atau “katalisator eksternal”. Apabila peran penengah ini dilakukan oleh

pedagang sendiri biasanya akan terkendala dengan biaya yang terkait dengan peran

penengah (biaya pertemuan untuk negosiasi, kesepakatan dll.). Pihak yang paling

sesuai untuk peran penengah ini adalah dari unsur pemerintah, misalnya petugas atau

penyuluh lapangan.

Beberapa contoh dari bentuk hubungan ini antara lain seperti yang terdapat di

Indonesia. Di Lumajang, para petani penghasil pisang Mas Kirana mengumpulkan

produksinya secara kelompok di suatu tempat yang telah disepakati, dua kali

seminggu (Irianto dan Harwanto, 2007). Pisang yang terkumpul kemudian diambil

oleh perusahaan yang sudah menjalin hubungan jula beli (PT Sewu Segar Nusantara).

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari negosiasi dan kesepakatan antara petani

pisang dan PT SSN yang difasilitasi oleh peneliti dan penyuluh BPTP Jatim sebagai

“katalisator eksternal” melalui program Prima Tani. Masih di Indonesia, Wei et al.

(2003) melaporkan bentuk hubungan bisnis antara pedagang dan petani jeruk

mandarin di Nusa Tenggara Timur yang sangat erat dimana keeratannya ini tidak

lepas dari peran sebuah LSM yang berhasil mendekati petani agar mau dilatih tentang

penanganan jeruk yang baik. Ternyata pedagang pada umumnya memang enggan

atau tidak punya kemampuan untuk mengorganisir petani. Contoh lainnya di Vietnam

(Cadilhon, et al., 2007), pedagang besar yang membeli produk (sayuran) melalui

pengumpul mampu memperbaiki rantai pasok sayurannya melalui pelatihan dan

kerjasama yang baik dengan para pemasoknya. Contoh yang lain lagi di Thailand

(Wiboonpongsee dan Sriboonchitta, 2004) dimana pedagang secara serius menjaga

hubungan baik dan erat dengan para petani pemasoknya melalui kunjungan rutin

untuk memastikan kualitas produk dan sekaligus memastikan bahwa produk yang

dipasok memang berasal dari lahan petani tersebut.

2. Petani dengan Pengecer

Sebagian besar supermarket biasanya tidak mau berhubungan langsung

dengan petani secara perorangan dalam jangka panjang. Studi kasus di India

(Radhakrishnan, 2004) dan di Afrika Selatan (Louw et al., 2006) membuktikan hal

tersebut. Kalaupun ada, hanya sedikit supermarket yang mau melakukan terutama

untuk hal-hal yang bersifat khusus, bahkan politis. Di Indonesia, Natawidjaja dan

Reardon (2006) melaporkan bahwa grosir yang memasok produk ke supermarket

terlebih dahulu menghimpun produk-produk tersebut dari petani secara perorangan

Page 52: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

5

dan tampaknya model ini juga ditemukan di beberapa negara lainnya. Permasalahan

yang sering timbul adalah tidak dipenuhinya kualitas produk yang diminta

supermarket, walaupun grosir pengumpul sudah memberikan petunjuk teknis kepada

petani. Di Uganda (Kaganzi et al., 2006) ada contoh dimana petani-petani kentang

yang terikat dengan restoran-restoran cepat saji harus menggunakan varietas baru

sehingga harus merubah teknik budidayanya agar bisa memenuhi spesifikasi kualitas

yang diminta, mengatur ulang jadwal sehingga tidak bersamaan produksinya dan

menanam di ketinggian berbeda untuk menjamin produksi sepanjang tahun. Tanpa

bantuan organisasi eksternal hal ini mustahil bisa dilaksanakan.

3. Hubungan melalui Tokoh Petani

Hubungan ini biasanya diawali dengan sebuah proses koordinasi yang

dilakukan oleh seorang petani atau sekelompok kecil petani yang mengumpulkan

produk dari petani-petani lainnya di dalam wilayah yang sama kemudian membawa

produk tersebut ke pasar terbuka. Sikap koordinatif ini bisa saja tidak sekedar hanya

niat baik dari sang koordinator, tetapi sudah berdasarkan perhitungan ekonomi yang

matang. Secara ekonomis, pengumpulan produk dalam jumlah tertentu sebelum

masuk pasar sangat menguntungkan dibandingkan hanya sedikit. Studi kasus di

Filipina (Catacutan et al., 2006) dan Thailand (Wiboonpongsee dan Sriboonchitta,

2004) memperlihatkan peran koordinatif petani tertentu (termasuk membiayai proses

diskusi, negosiasi dan sebagainya). Khusus di Thailand, peran tokoh petani ini sangat

penting andilnya dalam keberhasilan hubungan bisnis tersebut yang semakin luas

cakupannya, tidak hanya penjualan satu jenis produk saja tetapi beberapa jenis.

Tokoh petani tersebut, yang biasanya juga adalah ketua kelompok tani secara rutin

memeriksa hasil panen petani-petaninya untuk memastikan jumlah panen yang harus

dicapai setiap hari.

4. Hubungan melalui Koperasi

Ada beberapa contoh koperasi maju yang berfungsi dengan sangat baik dalam

membantu petani (anggota) di sektor pemasaran, misalnya Koperasi Tani di Jepang.

Keberhasilan koperasi tersebut memang sudah direplikasikan di beberapa negara,

tetapi sayangnya tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Penyebabnya antara lain

adalah adanya “nasionalisasi” yang dilakukan oleh pemerintah di masing-masing

negara sehingga koperasi tersebut berlaku seperti badan usaha milik

negara/pemerintah yang tidak jarang lalu menjadi “kendaraan politik” pihak-pihak

tertentu. Penyebab-penyebab lainnya adalah kurangnya kemampuan manajemen;

penguasaan oleh elit-elit tertentu walaupun secara finansial sudah tidak tergantung

kepada pemerintah; dan tidak mampu bersaing dengan sektor swasta.

Kebanyakan koperasi didirikan dengan dukungan donor, sehingga pada saat

pihak donor melepas dukungannya, banyak koperasi yang tidak berjalan sebagaimana

mestinya. Sebuah “link” antara petani dan koperasi di sektor pengolahan sari buah

yang didukung pendiriannya oleh sebuah LSM di Tanzania (Ringo dan Ulewa, 2005)

memperlihatkan permasalahan yang timbul akibat dukungan tersebut. Dua-pertiga

biaya yang dikeluarkan selama ini ditanggung oleh LSM, sehingga proses transisinya

untuk menjadi perusahaan swasta murni mengalami ketidak-pastian. Di Mali (Conilh

de Beyssac, 2005) mencontohkan permasalahan dalam pengembangan koperasi yang

didukung pendiriannya oleh sebuah LSM di negara itu. Koperasi ini bergerak di

bidang usaha pengolahan dan pemasaran “shea butter”, sejenis lemak yang berasal

dari kacang-kacangan asli dari Afrika (Vitellaria paradoxa). Awalnya, koperasi ini

Page 53: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

6

berhasil meningkatkan pendapatan anggotanya melalui jasa pemasaran yang

diperaninya, namun pada akhirnya menunjukkan indikasi kebangkrutannya ketika

LSM tersebut menghentikan bantuannya. Di Guatemala, keberhasilan koperasi yang

bergerak di bidang pemasaran sayuran baru terlihat setelah 14 tahun didukung LSM

dalam hal pembiayaan dan pelatihan teknis (Shepherd, 2007). Dengan demikian,

peran pihak ketiga (katalisator eksternal) sangat penting terutama pada fase-fase

penyapihan.

5. Petani dengan Pengolah

Salah satu tantangan bagi perusahaan pengolahan adalah investasi bangunan

dan peralatan yang harus digunakan secara optimal. Oleh karena itu, bisnis ini tidak

cocok untuk komoditas tanaman yang bersifat musiman, kecuali yang bisa disimpan

lama. Beberapa contoh bentuk hubungan ini memeperlihatkan kegagalan bisnis

akibat tidak melakukan antisipasi yang berkaitan dengan sifat “musiman” tersebut.

Studi di Tanzania (Ndanshay, 2005) memperlihatkan bahwa kegagalan kerjasama

bisnis antara petani dan pengolah minyak biji-bijian yang didukung oleh LSM

(membangun fasilitas pembuatan minyak) disebabkan karena perusahaan pengolah

tersebut tidak memiliki pengalaman yang cukup di bidang tersebut. Akhirnya,

kerjasama tersebut bangkrut dalam waktu empat tahun. Studi yang lainnya

memperlihatkan peran kredit terhadap keberhasilan hubungan petani dengan pengolah.

Perusahaan biasanya hanya mau berkolaborasi, dengan modal sendiri, apabila

komoditasnya bersifat semusim (pendek) seperti jagung dan dan bila melibatkan

komoditas yang bersifat tahunan seperti tebu atau tanaman-tanaman perkebunan

lainnya biasanya harus melibatkan dukungan bank seperti yang dilaporkan oleh

Shepherd (2003) di Vietnam.

6. Petani dengan Eksportir

Persyaratan produk untuk ekspor pada umumnya sulit dipenuhi oleh petani

kecil karena seringkali menyangkut pembiayaan yang cukup besar. Oleh karena itu,

kerjasama bisnis dengan perusahaan (eksportir) sangat perlu bagi petani kecil.

Beberapa studi kasus yang dilakukan dalam hubungan pasar petani dan eksportir di

beberapa negara memperlihatkan karakteristik yang sangat bervariasi. Di Myanmar

(Chen et al., 2005) and Equador (Santacoloma dan Riveros, 2004; Santacoloma et al.,

2005) melaporkan adanya faktor “saling percaya” atau “trust” yang sangat tinggi

dalam melakukan transaksi bisnis walaupun sampai di luar batas wilayah. Di

Mosambique (Wijnoud, 2005) melaporkan peran “katalisator eksternal” dalam ekspor

nenas yang membantu identifikasi pasar potensial. Untuk memenuhi persyaratan

yang diminta negara-negara importir, maka perusahaan-perusahaan yang

berkerjasama dengan petani juga harus bisa memberikan bantuan teknis kepada

mereka.

7. Usahatani Kontrak

Bagi negara-negara berkembang, terutama di pedesaan, pasar merupakan hal

yang langka atau kalaupun ada sering kali merupakan pasar yang tidak sempurna.

Karakteristik utama dari pasar yang tidak sempurna adalah sifatnya yang menular,

artinya, ketidak sempurnaan pasar tersebut seringkali menyebabkan timbulnya

permasalahan-permasalahan baru lainnya (Winters et al., 2003). Petani kecil

seringkali tidak mempunyai akses terhadap kredit, informasi tentang peluang pasar

atau teknologi, tidak punya akses untuk menjual produknya atau mendapatkan input-

Page 54: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

7

input yang diperlukan sehingga mereka terperangkap dalam kondisi dimana mereka

harus membayar mahal ketidak sempurnaan pasar tersebut. Oleh karena itu, bagi

petani-petani kecil, usahatani kontrak merupakan mekanisme potensial yang bisa

membantu mereka dalam mengatasi permasalahan ketidak sempurnaan pasar dan

menekan biaya transaksi (Irianto, 2006 dan Irianto et al., 2006).

Perusahaan agribisnis bisa menggunakan banyak cara untuk mendapatkan

bahan mentah yang diperlukannya. Paling tidak, mereka bisa mengandalkan pasar

yang ada untuk mendapatkan komoditas yang dibutuhkannya pada tingkat harga pasar

yang berlaku. Alternatif lainnya, mereka bisa melakukan integrasi vertikal dan

membangun kerjasama pembelian dengan perusahaan yang menghasilkan bahan

mentah tersebut. Posisi usahatani kontrak kira-kira berada di antara kedua

kemungkinan tersebut dimana perusahaan agribisnis bisa mengendalikan beberapa

unsur produksi tertentu tanpa harus memiliki fasilitas produksi. Dalam

implementasinya, usahatani konrak ini sering membutuhkan adanya ”katalisator

eksternal” berupa LSM atau unsur pemerintah yang bisa menjembatani kebutuhan

perusahaan dan kebutuhan petani (Eaton dan Shepherd, 2001), seperti usahatani

kontrak antara perusahaan kayu dengan petani di Afrika Selatan yang difasilitasi oleh

sebuah LSM (Shepherd, 2007) dan perusahaan jagung benih di Indonesia (PT Pionir)

dengan petani yang difasilitasi oleh PPL (Winters et al., 2003).

Pembahasan

“Menghubungkan Petani Dengan Pasar” bisa berupa serangkaian kegiatan

yang sederhana dan bersifat lokal sampai dengan yang rumit dan meliputi wilayah

yang luas. Namun, konsep ini hendaknya diimplementasikan dengan asumsi

pengembangan yang bersifat berkelanjutan, tidak hanya sekedar menangani penjualan

saja tetapi dari produksi sampai konsumsi. Pada tingkat yang paling sederhana,

proses ini bisa berupa kegiatan seorang petugas penyuluh pertanian yang

menghubungkan petani dengan pasar yang dimulai dengan melakukan identifikasi

terhadap pembeli/pedagang komoditas pertanian yang ada di wilayah kerjanya

kemudian mengatur pertemuannya dengan petani. Pada tingkat yang lebih kompleks

bisa dilakukan oleh kelompok LSM atau kelembagaan pemerintah yang diawali

dengan melakukan identifikasi pasar untuk produk tertentu kemudian

mengorganisasikan petani dalam bentuk kelompok tani dan menghubungkannya

dengan pasar sebagai pemasok produk yang dikehendaki pasar. Bentuk yang paling

mutakhir adalah “usahatani kontrak” (contract farming) yang melibatkan perusahaan

sebagai pihak yang membutuhkan suplai dan petani sebagai pihak yang menyuplai

kebutuhan tersebut. Potensi keuntungan yang bisa diperoleh petani dalam melakukan

kerjasama dengan pihak pembeli (pasar) cukup banyak. Diantaranya adalah petani

dapat dengan mudah memperoleh kebutuhan saprodi untuk menghasilkan produk

yang dibutuhkan pembeli baik secara tunai maupun secara kredit. Dalam bentuk

“usahatani kontrak”, fasilitas saprodi yang bisa diperoleh petani bisa termasuk jasa-

jasa mekanisasi yang mungkin diperlukan untuk menghasilkan komoditas tertentu,

termasuk konsultasi dan pelatihan-pelatihan teknis dengan menghadirkan LSM atau

pemerintah. Hubungan kerjasama yang terjalin sebelum proses produksi memungkinkan petani bisa mengetahui adanya kepastian pasar sekaligus harga bagi

produknya. Resiko kegagalan hubungan kerjasama ini bisa terjadi adalah apabila

“rasa saling percaya” antara keduanya hilang atau berkurang.

Melalui hubungan kerjasama pemasaran ini, baik formal maupun informal,

para pedagang, pengolah, perusahaan-perusahaan agribisnis dan pengecer besar bisa

Page 55: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

8

mendapatkan suplai bahan yang dibutuhkan dengan lebih pasti, teratur serta bisa

mengendalikan aspek kualitas dan keamanan produknya. Pada tingkat lokal, para

pedagang kecil bisa bekerjasama dengan petani menghimpun komoditas yang

diperdagangkan sampai pada jumlah yang ekonomis sehingga dapat mengurangi

biaya. Melakukan pembelian produk dari berbagai lokasi dapat pula mengurangi

resiko produksi, terutama akibat penyakit. Untuk skala yang lebih besar, bekerjasama

dengan petani kecil memiliki arti politis dan sosial yang lebih bisa diterima secara

luas, dan bahkan seringkali lebih efisien dari pada menggunakan lahan perusahaan

sendiri. Yang pasti, hubungan kerjasama seperti ini, bagi perusahaan besar bisa

berarti mengurangi biaya transaksi untuk memperoleh produk (bahan mentah).

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan yang bisa ditarik dari hasil dan pembahasan tulisan ini adalah

bahwa dalam menghantarkan petani (bersama produknya) ke pasar yang lebih baik

diperlukan beberapa pra-syarat atau kata kunci yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Koordinasi yang baik di antara petani baik secara sosial maupun ekonomi.

Secara sosial, para petani harus kompak (rukun) dan ini sudah dimplementasikan

dalam pembentukan Kelompok Tani dan Gapoktan. Secara ekonomi, koordinasi

berarti meningkatkan skala usaha sehingga bisa mencapai skala yang ekonomis.

2. Keberadaan ”katalisator eksternal” baik dari LSM maupun unsur pemerintah

sangat perlu untuk berperan sebagai penengah, fasilitator dan pendukung, bahkan

donor.

3. Petunjuk Teknis dan Pelatihan merupakan unsur penting untuk melestarikan

hubungan ”pasar” melalui peningkatan kualitas SDM petani yang mestinya

disiapkan oleh pemerintah maupun pihak swasta.

4. Melalui petunjuk teknis dan pelatihan juga bisa dicapai Standarisasi Kualitas

produk yang merupakan faktor utama kelestarian pasar terutama pada masa

dimana keamanan produk merupakan isu penting seperti saat ini.

5. Ketersediaan Kredit, perlu diperhatikan terutama bagi petani di perdesaan yang

memiliki keterbatasan dalam melakukan akses terhadap kredit baik formal

maupun informal. Kredit juga diperlukan bagi perusahaan swasta yang

melakukan kerjasama bisnis dengan petani.

6. Saling percaya (’trust’) adalah inti dari kerjasama bisnis yang baik dari semua

pihak dan merupakan faktor utama keberhasilan menghantarkan petani ke ”pasar”.

Daftar Pustaka

Cadilhon, J., Fearne, A.P., Tam, P.T.G., Moustier, P. and Poole, N.D., 2007.

Business to Business Relationships n Parallel Vegetable Supply Chains to Ho

Chi Minh City (Viet Nam): Reaching for better performance. Proc.

International Symposium on Fresh Produce Supply Chain Management, Chiang

Mai, December 2006. FAO Regional Office for Asia and the Pacific, Bangkok.

Catacutan, D., Bertomeu, M., Arbes, L., Duque, C. dan Butra, N., 2006. Collective

Action to Which Markets? The case of Agroforestry Tree Seed Association of

Lantapan (ATSAL) in the Philippines. Makalah disajikan pada CAPRi

Research Workshop on Collective Action and Market Access for Smallholders.

October, 2006, Cali, Colombia.

Page 56: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

9

Chen, K., Shepherd, A.W. dan Da Silva, C., 2005. Changes in Food Retailing in Asia

– Implications of Supermarket Procurement Practices for Farmers and

Traditional Marketing Systems. AMMF Occasional Paper 8. FAO, Rome.

Conilh de Beyssac, B., 2005. Shea Butter Value Chain Upgrading. KIT Writeshop,

Moshi, Tanzania.

Eaton, C. dan Shepherd, A.W., 2001. Contract Farming – Partnership of Growth.

FAO Agricultural Services Bulletin No.145. Rome.

Irianto, B and Harwanto, 2008. Linking Small Banana Producers in Lumajang

District to Better Markets. Makalah disiapkan untuk “UPMindanao Supply

Chains Symposium, Davao, the Philippines, Juli 2008.

Irianto, B., 2006. Pemberdayaan Petani Melalui Usahatani Kontrak (Contract

Farming). Jurnal Institut Pertanian Malang AGRITEK Vol. 14, No. 4, Oktober

2006. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Institut Pertanian

Malang, Malang.

Irianto, B., Yuniarti and P. Santoso, 2006. Supply Chain Management Assessment to

Improve the Performance of Contract Farming between a Multi National

Company and Smallholders in East Java. Proceedings of the First International

Symposium on Improving the Performance of Supply Chains in the

Transitional Economies. Batt, P.J. (Ed). ACTA HORTICULTURAE. ISHS

Commission Economics and Marketing, Belgium.

Kaganzi, E., Ferris, S., Abenakyo, A. dan Njuki, J., 2006. Sustaining Linkages to

High Value Markets through Collective Action in Uganda: the Case of

Nyabyumba Potato Farmers. Makalah disajikan pada CAPRi Research

Workshop on Collective Action and Market Access for Smallholders. October,

2006, Cali, Colombia.

Louw, A., Vermeulen, H. dan Madevu, H., 2006. Integrating Small Scale Fresh

Produce into Mainstream Agri-food System in South Africa: the Case of

Retailer in Venda and Local Farmers. Makalah disajikan pada

USAID/University of Illinois Regional Consultation on Linking Farmers to

Markets. January, 2006, Cairo, Egypt.

Natawidjaya, R. dan Reardon, T., 2006. Supermarkets and Horticultural

Development in Indonesia. Disajikan pada FAO/VECO Sub-regional eminar

on Enhancing Capacity of NGOs and Farmer Groups in Linking Farmers to

Markets. May 2006, Bali.

Ndanshay, N., 2005. Chain Development on Oil Seeds in Tanzania. KIT Writeshop,

Moshi, Tanzania.

Radhakrishnan, K., 2004. Building Fruits and Vegetables Supply Chain for

Supermarkets in India. Disajikan pada FAO/AFMA/FAMA Workshop on the

Growth of Supermarkets as Retailers for Fresh Produce, October, 2004, Kuala

Lumpur, Malaysia.

Ringo, E. dan Uliwa, P., 2005. Mali Muleba – Fruit Juice, Tanzania. KIT Writeshop,

Moshi, Tanzania.

Santacoloma, P. dan Riveros,H., 2004. Alternatives to Improve Negotiation and

Market Access Capabilities of Small Scale Rural Entrepreneurs in Latin

America. AGSF Working Document 4. FAO, Rome.

Page 57: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

10

Santacoloma, P., Suarez, R. dan Riveros,H., 2005. Strengthening Agribsiness

Linkages with Small Scale Farmers – Case Study in Latin America and

Caribbean . AGSF Occasional Paper 4. FAO, Rome.

Shepherd, A.W., 2003. Market Research for Agroprocessors. FAO Marketing

Extension Guide 3. FAO, Rome.

Shepherd, A.W., 2007. Approaches to Linking Producers to Markets. A Review of

experiences to date. AMMF Occasional Paper 13. FAO Rome.

Wei, S., Adar, D., Woods, E.J., dan Suheri, H., 2003. Improved Marketing of

Mandarins for East Nusa Tenggara in Indonesia. Makalah disajikan pada

ACIAR Workshop on Agri-product Supply Chain Managemen In Developing

Countries, Bali.

Wiboonpongsee, A dan Sriboonchitta, S., 2004. Regoverning markets: securing small

producer participation in restructuring national and regional agri-food systems

in Thailand. Chiang Mai University, Thailand.

Wijnoud, D., 2005. The Case of Pineapple Producer Associations in Chibabava

District, Sofala Province, Mozambique. KIT Writeshop, Moshi, Tanzania.

Winters, P., P. Simmons and I. Patrick, 2003. Evaluation of a Hybrid Seed Contract

Between Smallholders and a MNC in East Java. Survey Report. Australian

Centre for International Agricultural Research. Canberra.

Page 58: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

1

Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM Prima Tani)

Di Wilayah Prima Tani Jawa Timur

Bambang Irianto, Wigati Istuti, Bambang Siswanto,

Endah Retnaningtyas, Titiek Purbiati

ABSTRAK

Ketersediaan modal sangat penting bagi petani yang umumnya memiliki akses yang

sangat terbatas akibat tidak adanya pasar keuangan yang sehat bagi masyarakat lapisan

bawah (termasuk petani). Akibatnya, petani banyak yang terperangkap dalam

cengkeraman pelepas uang (rentenir) dan sistem ijon, dan apapun alasannya, sangat

merugikan petani. Alokasi kredit pertanian dalam 10 tahun terakhir ternyata hanya

terealisir kurang dari 10% yang menunjukkan rendahnya akses sebagian besar

masyarakat pertanian terhadap lembaga keuangan formal. Di sisi lain, sistem perbankan

konvensional yang ada selama ini dianggap tidak berpihak pada masyarakat golongan

miskin, karena menerapkan prinsip-prinsip perbankan yang sangat sulit atau bahkan

mustahil dipenuhi oleh masyarakat petani di pedesaan. LKM Prima Tani yang telah

dikembangkan oleh BPTP Jatim sejak tahun 2006 telah dapat mengatasi permasalahan

tersebut melalui penerapan prinsip-prinsip kelembagaan keuangan yang bisa

diakomodasi oleh masyarakat pedesaan/petani (pola Grameen Bank) yang memiliki

metodologi hampir berkebalikan dengan sistem bank konvensional. Keunggulan

lainnya adalah metode seleksi calon anggota yang sederhana namun bisa menghasilkan

nasabah yang memahami betul tanggung jawabnya atas kredit yang dikelolanya. Tahun

2007, model LKM Prima Tani ini dikembangkan lebih luas untuk mendukung program

Prima Tani di beberapa lokasi terpilih sehingga diharapkan terjadi sinergi positif

implementasi Prima Tani dan LKM. Walaupun sedikit tersendat karena kesiapan modal

awal, pengembangan LKM Prima Tani Jatim cukup menjanjikan dimana sampai dengan

akhir Desember 2007, secara keseluruhan (9 kabupaten) LKM Prima Tani Jatim telah

melayani sekitar 740 keluarga tani dengan penyaluran dana sebesar Rp.567,800,000.

Dari dana yang telah disalurkan tersebut, pengembalian pokok sebesar Rp.393,349,000

dan penerimaan jasa sebesar Rp.59,031,400. Tabungan merupakan salah satu faktor

pengikat yang ternyata sangat diminati terlihat penerimaan tabungan sebesar

Rp.123,277,975 (penarikan sebesar Rp.31,975,500). Ada kecenderungan pertambahan

anggota dan kelompok sebagai bentuk “gethok tular” keberadaan LKM Prima Tani,

bahkan ke desa tetangga seperti yang terjadi di Bojonegoro.

Kata kunci : LKM (lembaga Keuangan Mikro), kredit, Grameen Bank, pelepas uang,

sistem ijon.

ABSTRACT

The availability of capital is very crucial for rural farmers who usually have limited

access to formal capital resources due to, among others, the absence of healthy capital

market intended to rural community including farmers. As a consequence, most of

farmers were trapped in harmful money lending and “ijon” system. Credit allocation for

agricultural loans has been only less than 10% within the last 10 years, indicating low

Page 59: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

2

access of farmers to formal financial institution. Present conventional banking system

is also considered not in favor of the poor since they applied pure banking system which

is impossible for poor farmers to comply. It seems that Prima Tani MFI (microfinance

institution) developed by the AIAT East Java was able to solve the problems using the

Grameen Bank approaches whose methodology is almost in opposite of that of

conventional banks. The other outstanding features of this methodology are producing

responsible credit members and care to other members’ problems. In 2007, this MFI

was developed in other 7 Prima Tani areas. Although a little bit slowly in the

beginning, due to difficulty in seed capital preparation, the development of Prima Tani

MFI looked very promising. Up to the end of December 2007, the East Java Prima Tani

MFI has served about 740 farmers’ households and delivering about Rp.567,800,000 of

loan. From that amount of loan, the repayment collected from the households was about

Rp.393,349,000 and service fee collected of about Rp.59,031,400. Saving was the

interested bonding factor in the MFI system indicated by collection of about

Rp.123,277,975 from the members and withdrawal of about Rp.31,975,500. There is a

tendency of membership development as a result of “informal dissemination” about the

existence of Prima Tani MFI, even to adjacent village as noticed in Bojonegoro.

Keywords: MFI (microfinance institution), credit, Grameen Bank, money lender,

“ijon” system.

PENDAHULUAN

Adopsi teknologi pertanian akan mudah dan bisa dilakukan oleh masyarakat

petani apabila didukung oleh bantuan pembiayaan karena penerapan teknologi yang

dianjurkan mempunyai implikasi berupa penambahan biaya. Kebutuhan biaya tersebut

akan semakin nyata di daerah-daerah yang masih tertinggal termasuk sebagian besar

wilayah-wilayah pengembangan Prima Tani. Walaupun sudah banyak program-

program pemerintah yang diluncurkan, alokasi kredit pertanian dalam 10 tahun terakhir

ternyata hanya terealisir kurang dari 10% (Syukur, 2003a; Syukur, 2003b, Syukur,

2004; Soentoro et al., 1992) yang menunjukkan rendahnya akses sebagian besar

masyarakat pertanian terhadap lembaga keuangan formal, padahal, akses terhadap kredit

merupakan salah satu hak asasi manusia sebagaimana hak-hak asasi lainnya (Yunus,

2006). Di sisi lain, sistem perbankan konvensional yang ada selama ini dianggap tidak

berpihak pada masyarakat golongan miskin, karena menerapkan prinsip-prinsip

perbankan yang sangat sulit atau bahkan mustahil dipenuhi oleh masyarakat petani di

pedesaan. Bahkan, petani selalu dianggap tidak layak kredit oleh dunia perbankan

(Thohari, 2003). Padahal menurut World Bank, petani sebetulnya termasuk kelompok

miskin yang aktif (“economically active poor”) dan berbeda dengan orang-orang yang

benar-benar miskin dan tidak mampu berbuat apa-apa (Kurniadi, 2002; Ismawan, 2003,

Budiantoro, 2005).

Sebenarnya banyak kearifan lokal di bidang pembiayaan yang sudah ada dan

mengakar di masyarakat kita yang biasa disebut sebagai Keuangan Mikro

(Microfinance). Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sebagai wujud kelembagaan dari

sistem keuangan mikro pada umumnya menggunakan “kepercayaan” atau “trust”

sebagai agunan dalam transaksi kredit seperti yang banyak kita temui di pedesaan.

LKM di pedesaan inilah yang diharapkan bisa digunakan sebagai senjata untuk

Page 60: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

3

menghadapi para pelepas uang (rentenir) yang kehadirannya sebagai akibat susahnya

masyarakat pedesaan (petani) untuk mengakses kredit ke lembaga keuangan formal.

Dari kinerja tahun 2006, tampaknya LKM Prima Tani telah bisa mengatasi

permasalahan tersebut di atas melalui penerapan prinsip-prinsip kelembagaan keuangan

yang bisa diakomodasi oleh masyarakat pedesaan/petani (pola Grameen Bank) yang

memiliki metodologi hampir berkebalikan dengan sistem bank konvensional karena

prinsipnya adalah membantu masyarakat miskin mengatasi permasalahan keuangannya

agar bisa mandiri. Keunggulan lainnya dari pendekatan ini adalah metode seleksi calon

anggota yang sederhana namun bisa menghasilkan nasabah yang memahami betul

tanggung jawabnya atas kredit yang diperolehnya (menggunakan sesuai kebutuhan dan

mengembalikan tepat waktu). Tahun 2007, model LKM Prima Tani ini dikembangkan

lebih luas untuk mendukung program Prima Tani di beberapa lokasi terpilih di Jawa

Timur sehingga diharapkan terjadi sinergi positif implementasi Prima Tani dan LKM.

METODOLOGI

Pada dasarnya, LKM Prima Tani yang akan dikembangkan di wilayah Prima

Tani Jawa Timur merupakan replikasi dari Grameen Bank dengan prinsip-prinsip dasar

sebagai berikut:

1. Secara khusus ditujukan kepada kelompok masyarakat produktif pelaku usaha

mikro dan kecil

2. Tidak memerlukan kolateral (agunan)

3. Nasabah tidak perlu datang ke lembaga keuangan, sebaliknya lembaga keuangan

yang akan mendatangi nasabah

4. Penerapan bunga mengikuti tingkat suku bunga yang berlaku di pasar keuangan

5. Metoda pembayaran angsuran (pokok dan bunga) dilakukan secara mingguan

dalam jumlah kecil

6. Setiap nasabah tergabung dalam kelompok kecil (KK) dan Rembug Pusat (RP)

yang setara dan saling mendukung

7. Supervisi kegiatan bagi para peminjam

8. Tabungan wajib mingguan bagi setiap nasabah

9. Disiplin kredit yang ketat dan berlaku untuk semua nasabah

10. Transparansi; semua transaksi dilakukan secara terbuka pada pertemuan

mingguan

Oleh karena keberadaan LKM adalah untuk mendukung Program Prima Tani,

maka implementasi LKM perlu dimodifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan

kebutuhannya yaitu mempercepat transfer teknologi pertanian kepada pengguna,

khususnya petani di pedesaan dalam bentuk pemberian pelayanan teknologi kepada

nasabah bersamaan dengan kegiatan rutin mingguan anggota/nasabah yang semuanya

diharapkan adalah para istri petani atau petani itu sendiri.

Proses seleksi untuk menghasilkan anggota lembaga keuangan yang jujur dan

bertanggung-jawab oleh Pranaji (2003) disebut sebagai salah satu elemen sosial yang

sangat penting untuk keberlanjutan sebuah lembaga baik formal maupun informal dalam

rangka mencapai kemajuan pertanian di pedesaan. Kegiatan LKM Prima Tani yang

akan dikembangkan di Kawasan Prima Tani Jawa Timur akan meliputi beberapa

tahapan yaitu: 1) Pertemuan Umum, 2) Uji Kelayakan Calon Anggota, 3) Pembentukan

Page 61: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

4

Kelompok, 4) Latihan Wajib Kumpulan, 5) Pengesahan Kumpulan, 6) Pembentukan

Rembug Pusat, dan 7) Pengelolaan Organisasi.

Seed Capital yang digunakan dalam pengembangan LKM Prima Tani bisa

berasal dari berbagai sumber baik APBN, APBD maupun bantuan dari pihak ketiga.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Perkembangan LKM Prima Tani (s/d. akhir 2007)

Secara rinci, perkembangan terakhir LKM Prima Tani Jatim tersaji pada

Lampiran 1 yang menampilkan nama RP di setiap lokasi pengembangan, waktu mulai

pembentukan, dana yang sudah disalurkan, angsuran pokok pinjaman, penerimaan dari

jasa pinjaman dan penggalangan dana tabungan berikut penarikan tabungan oleh

anggota.

Introduksi Skim Kredit LKM Prima Tani

LKM Prima Tani Jatim menyiapkan empat jenis layanan pembiayaan mikro

(skim kredit) yang diperuntukkan bagi masyarakat perdesaan secara umum, terutama

ibu-ibu, yang telah memiliki atau akan memulai usaha baru berskala mikro dengan basis

pendapatan harian atau minguan baik yang bersifat on-farm maupun off-farm. Skim-

skim kredit pembiayaan ini disesuaikan dengan kondisi setempat dan kebutuhan yang

bersifat spesifik lokasi. Selain itu, LKM Prima Tani merupakan model atau skim

keuangan mikro yang mengembangkan budaya menabung (capital formation). Target

utamanya adalah meningkatkan pendapatan dan mengembangkan kemandirian usaha

masyarakat perdesaan.

Perbedaan utama skim-skim tersebut terletak pada cara pengembalian yang

disesuaikan dengan pola pendapatan masyarakat (harian, mingguan dan musiman),

sedangkan untuk basis pembayaran, biaya administrasi dan tabungan pada umumnya

adalah sama. Basis pembayarannya adalah mingguan dengan masa tenggat satu

minggu, biaya administrasi ditetapkan sebesar 30% per-tahun dan tabungan terdiri dari :

1) Tabungan wajib LWK (sekali selama menjadi anggota), 2) Tabungan wajib 5% dari

pinjaman, 3) Tabungan wajib mingguan (minimal Rp.500,- atau sesuai kesepakatan

anggota (di tingkat RP), dan 4) Tabungan sukarela.

SKIM I :

Skim I ini dimaksudkan untuk melayani kebutuhan modal anggota LKM untuk

usahatani maupun usaha non pertanian dengan pemikiran bahwa baik usahatani maupun

non usahatani merupakan sumber pendapatan keluarga yang secara keseluruhan saling

melengkapi satu sama lain sehingga tidak bisa dipisah-pisahkan. Modal untuk kegiatan

non usahatani pada umumnya digunakan atau diperlukan pada saat sebagian kegiatan

budidaya (tanam, penyiangan, pemupukan dll.) sudah berkurang atau selesai sehingga

ada waktu luang cukup banyak untuk menambah penghasilan keluarga dari sektor non

pertanian.

o Penggunaan kredit : kegiatan off-farm dan on-farm

o Pinjaman pertama : Maksimum Rp.300.000,- per anggota

o Durasi pinjaman : 6 bulan (25 minggu)

Page 62: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

5

Gambar 1. Diagram aliran dana pinjaman Skim I

SKIM II :

Sebenarnya, skim II ini dimaksudkan untuk memenuhi keinginan petani untuk

membayar pinjaman setelah panen (sistem yarnen). Namun, berdasarkan pengalaman

dari berbagai macam kredit usahatani yang pernah ada, maka LKM Prima Tani

mencoba mengkombinasikan pendekatan Grameen Bank dengan skim kredit usahatani

lainnya (misalnya KUT). Basis pembayaran tetap mingguan, namun angsuran dan

bunga dibagi dua, 50% dibayarkan setiap minggu sesuai prosedur baku, sedangkan 50%

sisanya dibayarkan setelah panen. Pertimbangannya adalah bahwa pembayaran secara

penuh sekaligus setelah panen bisa memberatkan petani dan juga lembaga keuangan

karena dikhawatirkan petani tidak mampu melunasinya. Thai (2004) mengemukakan

dua alasan keberatan petani di Vietnam untuk membayar pinjaman segera setelah panen,

yaitu: i) harga jual hasil panen pada saat musim panen biasanya rendah sehingga

penerimaannya relatif rendah dibandingkan bila dijual pada saat bukan musim panen, ii)

pada saat itu sebenarnya petani membutuhkan dana untuk biaya produksi musim tanam

berikutnya. Oleh karena itu, jumlah pengembalian segera setelah panen perlu dikurangi

dengan cara mengangsur bunganya saja dan atau ditambah sebagian pinjaman pokok

seminggu sekali seperti pada pola Grameen Bank.

Gambar 2. Diagram aliran dana pinjaman Skim II

LKM Prima Tani

Rembug Pusat Rembug Pusat

Rembug Pusat Rembug Pusat

Rembug Pusat

Jasa + 50% Pokok

(mingguan)

50% Pokok

(4 bulan)

LKM Prima Tani

Rembug Pusat Rembug Pusat

Rembug Pusat Rembug Pusat

Rembug Pusat

Jasa + Angsuran Pokok

(mingguan)

Page 63: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

6

o Penggunaan kredit : kegiatan on-farm

o Pinjaman pertama : Maksimum Rp.300.000,- per anggota

o Durasi pinjaman : 4 bulan (17 minggu)

SKIM III :

Skim III ini dimaksudkan untuk meringankan angsuran mingguan terutama bagi

anggota (petani) yang memiliki sumber pendapatan harian/mingguan yang sangat

terbatas karena memang potensi sumberdaya alamnya yang sangat terbatas.

Penggunaan dananya bisa untuk kegiatan on farm maupun off farm. Peringanan

angsuran mingguan dilakukan dengan hanya mewajibkan anggota untuk membayar

angsuran bunga/jasa saja. Pengembalian 50% nilai pokok pinjaman dilakukan setelah 3

(tiga) bulan pertama (12 minggu) dan sisanya (50%) dibayarkan setelah panen atau 6

(enam) bulan (25 minggu) sejak pencairan pinjaman.

Gambar 3. Diagram aliran dana pinjaman Skim III

o Penggunaan kredit : kegiatan on-farm dan off farm

o Pinjaman pertama : Maksimum Rp.300.000,- per anggota

o Durasi pinjaman : 6 bulan (25 minggu)

o Basis pembayaran : mingguan (angsuran bunga/jasa),

50% pokok pinjaman dibayarkan setelah 3 bulan,

50% sisanya dibayarkan setelah panen (6 bulan).

SKIM IV :

Skim IV ini memerlukan kerjasama pihak ketiga yang memiliki kemampuan

pendanaan sendiri. Dianjurkan, untuk pihak ketiga ini adalah Kelompok Tani atau

Gapoktan sehingga ada keterkaitan nyata antara kelembagaan keuangan mikro

perdesaan model LKM Prima Tani dengan Kelompok Tani atau Gapoktan.

Pertimbangan lainnya yaitu bahwa anggota LKM Prima Tani secara fungsional juga

adalah anggota Kelompok Tani atau Gapoktan atau para istrinya. Skim ini juga

merupakan modifikasi dari sistem “yarnen”, dimana pada dasarnya anggota/petani

mengembalikan pinjaman (100%) setelah panen (4 atau 6 bulan, tergantung

LKM Prima Tani

Rembug Pusat Rembug Pusat

Rembug Pusat Rembug Pusat

Rembug Pusat

Jasa

(mingguan) 50% Pokok

(6 bulan)

50% Pokok

(3 bulan)

Page 64: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

7

kesepakatan). Namun, untuk mengurangi resiko bagi LKM, maka angsuran 50% dari

nilai pokok ditalangi oleh pihak ketiga.

o Penggunaan kredit : kegiatan on-farm

o Pinjaman pertama : Maksimum Rp.300.000,- per anggota

o Durasi pinjaman : 4 bulan (17 minggu) atau 6 bulan (25 minggu)

o Basis pembayaran : mingguan

Anggota : angsuran bunga/jasa

Kel-Tan/Gapoktan : angsuran 50% pokok pinjaman anggota (talangan)

Anggota berkewajiban membayar 50% sisa pokok pinjaman setelah

panen kepada LKM dan 50% sisanya (talangan) kepada Kel-

Tan/Gapoktan

Gambar 4. Diagram aliran dana pinjaman Skim IV.

Peran pihak ketiga (Kelompok Tani atau Gapoktan) dalam skim ini adalah

menyediakan dana talangan sementara yang merupakan kewajiban angsuran anggota

sebesar 50% dari nilai pinjaman pokok, sedangkan kewajiban angsuran mingguan

anggota hanya berupa angsuran bunga/jasa ditambah kewajiban menabung. Di akhir

periode pinjaman, setiap anggota mempunyai tanggung jawab untuk melunasi 50% dari

nilai pinjaman pokok kepada LKM dan 50% sisanya kepada Kelompok Tani atau

Gapoktan.

Dalam skim ini, pinjaman dari LKM Prima Tani diberikan dalam bentuk sarana

produksi (pupuk, obat-obatan dan peralatan pertanian lainnya) yang pengadaannya

LKM Prima Tani

Rembug Pusat Rembug Pusat

Rembug Pusat Rembug Pusat

Rembug Pusat

Jasa

(mingguan)

50% Pokok/Talangan

(mingguan)

50% Pokok

(4 atau 6 bulan)

Kelompok Tani/

Gapoktan

50% Pokok/Talangan

(4 atau 6 bulan)

Page 65: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

8

dilakukan oleh Kelompok Tani atau Gapoktan melalui seksi saprodi atau sejenisnya.

Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh Kelompok Tani atau Gapoktan adalah

dari laba hasil penjualan sarana produksi kepada anggota.

PEMBAHASAN

Pada prinsipnya, Skim Kredit LKM Prima Tani adalah suatu metodologi untuk

menyalurkan bantuan pembiayaan (kredit) bagi masyarakat perdesaan (terutama petani)

dengan sistem akses yang mudah agar bisa melaksanakan kegiatan usahanya secara baik

dan mengurangi resiko kemacetan pengembalian kredit. Kinerja LKM Prima Tani

meliputi aspek keuangan atau pengembangan usaha mikro perdesaan melalui bantuan

pembiayaan (modal) baik yang bersifat on farm maupun off farm yang disesuaikan

dengan pola pengelolaan keuangan masyarakat perdesaan pada umumnya.

Nilai pinjaman pertama, oleh banyak pihak dianggap belum cukup untuk

memenuhi kebutuhan petani, namun hal ini sebenarnya dimaksudkan sebagai uji coba

atau melihat kesungguhan anggota untuk memanfaatkan pinjaman tersebut dan

sekaligus untuk melihat kesungguhan mereka untuk mengembalikan pinjaman secara

teratur dan bertanggung jawab. Apabila mereka terbukti bisa mengembalikan pinjaman

sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, maka nilai pinjaman berikutnya bisa

dinaikkan sesuai prestasi kreditnya menjadi dua kali lipat atau bahkan lebih sesuai

kebutuhan.

Pelatihan keterampilan yang terkait dengan usaha yang digeluti atau yang

diminati oleh anggota LKM sangat penting dalam rangka meningkatkan kemampuan

mereka dalam memanfaatkan uang pinjaman secara optimal agar mampu

mengembalikan tepat waktu. Untuk itu, sudah dilakukan berbagai macam pelatihan

baik yang dilakukan di daerah masing-masing atau terpusat seperti yang dilakukan

dalam pelatihan pembuatan tempe/keripik tempe di Sentra Produksi Tempe Malang

(Sanan). Materi pelatihan pada dasarnya disesuaikan dengan potensi yang ada di daerah

masing-masing. Untuk itu sangat diperlukan dukungan dari pihak lainnya termasuk tim

Prima Tani dan instansi-instansi terkait dalam pelaksanaannya karena kemampuan

pengelola LKM Pusat (Malang) sangat terbatas baik dalam hal pengetahuan tentang

materi maupun ketersediaan sumberdaya manusianya.

Pembekuan RP Padi di wilayah Prima Tani Bojonegoro akhir September 2007

terpaksa dilakukan karena memang sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Sementara ini,

ketidak-beresan dalam kelompok tersebut banyak diakibatkan oleh kekurang-tegasan

Ketua RP yang tampaknya diremehkan oleh anggota. Peringatan sudah dilakukan

beberapa kali dalam pertemuan mingguan, bahkan petugas lapangan sudah mendatangi

anggota yang mangkir. Pembekuan tersebut direalisasikan setelah kewajiban dan hak

anggota dilunasi secara penuh.

Tingkat bunga/jasa

Di dalam model LKM Prima Tani, penerapan bunga atau jasa didasarkan pada

sebuah tujuan yaitu bahwa lembaga keuangan yang terbentuk (LKM) diharapkan akan

berkelanjutan secara mandiri. Agar sebuah lembaga keuangan bisa terus beroperasi

dengan baik dan mandiri, maka diperlukan tenaga kerja yang profesional dan

sarana/prasarana pendukung lainnya yang berimplikasi kepada kebutuhan biaya

Page 66: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

9

operasional tertentu yang memadai. Selama masa implementasi program

pengembangan LKM, seluruh biaya operasional tersebut tentunya dipenuhi oleh

program dan akan terhenti secara otomatis dengan selesainya masa program. Agar

operasional LKM tidak terhenti, maka harus tersedia biaya operasional yang

berkelanjutan. Dalam hal ini, penerapan bunga atau lebih tepat biaya jasa pada

pinjaman sebenarnya dimaksudkan untuk mempersiapkan kebutuhan biaya operasional

tersebut. Oleh karena itu, apabila yang diharapkan adalah kemandirian LKM yang

berkelanjutan, maka penerapan bunga atau biaya jasa tersebut adalah mutlak diperlukan.

Penetapan tingkat bunga sebenarnya masih bisa ditinjau kembali, karena

walaupun sudah disesuaikan dengan tingkat bunga pasar pada umumnya, banyak pihak

yang menginginkan tingkat bunga ini bisa diturunkan. Sebenarnya penetapan tingkat

bunga ini didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu :

i) Pembelajaran bagi anggota untuk memberikan jasa pinjaman secara

profesional/komersial,

ii) Tingkat bunga ini masih jauh dibawah tingkat bunga pelepas uang, dan

iii) Karena masih dalam taraf pengembangan, maka menurunkan tingkat bunga akan

lebih mudah dan tidak bermasalah dibandingkan menaikkan bunga dikemudian

hari.

iv) Secara prinsip, tingkat bunga ini bisa diturunkan seiring dengan semakin

besarnya tingkat pinjaman anggota.

v) Sebagai wujud partisipasi anggota dalam mengembangkan modal LKM seiring

dengan bertambahnya anggota.

Aplikasi Model LKM Prima Tani Jatim

Salah satu peluang untuk mengaplikasikan dan menguji keberhasilan model

LKM Prima Tani secara berkelanjutan adalah dalam Program PUAP. Program “PUAP”

(Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) yang diimplementasikan oleh Departemen

Pertanian mulai tahun 2008 adalah sebuah program yang dimaksudkan untuk membantu

masyarakat petani miskin di perdesaan agar mampu berusaha secara mandiri

melepaskan diri dari kemiskinan. Secara prinsip, program ini serupa dengan program

yang dikembangkan oleh Grameen Bank yaitu membantu orang miskin di perdesaan.

Oleh karena itu, model LKM Prima Tani ini bisa dipertimbangkan untuk dijadikan

sebagai salah satu model penyaluran bantuan keuangan untuk masyarakat perdesaan

dalam implementasi program “PUAP”. LKM Prima Tani Jatim sedikit banyak telah

membuktikan kehandalan pendekatan Grameen Bank tersebut. Tentu saja beberapa

modifikasi perlu dilakukan untuk disesuaikan dengan kondisi sosial budaya dan

lingkungan setempat agar lebih efektif dan efisien.

Page 67: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

10

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

o Skim Kredit LKM Prima Tani adalah suatu metodologi untuk menyalurkan bantuan

pembiayaan (kredit) bagi masyarakat perdesaan (terutama petani) dengan sistem

akses yang mudah agar bisa melaksanakan kegiatan usahanya secara baik dan

mengurangi resiko kemacetan pengembalian kredit.

o Introduksi 4 jenis skim (Skim I – IV) dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan

kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

o Penerapan biaya administrasi (bunga) pada dasarnya tergantung pada tujuan

pembentukan kelembagaan itu sendiri karena biaya tersebut nantinya digunakan

untuk menutup biaya operasional lembaga.

o Pada dasarnya, tingkat penerapan biaya administrasi bisa diturunkan dengan

semakin tingginya besar pinjaman dan berdasarkan kesepakatan anggota.

o Efisiensi pemanfaatan pinjaman akan semakin tinggi bila didukung dengan

bantuan/bimbingan teknologi yang tepat, sehingga koordinasi teknis dengan

komponen-komponen Prima Tani dan instansi-instansi terkait lainnya perlu

ditingkatkan.

o Kunci keberhasilan implementasi LKM Prima Tani adalah pendampingan yang

intensif dan tepat sasaran.

Saran

o Untuk meningkatkan kinerja LKM perlu dilakukan pelatihan-pelatihan pengelolaan

keuangan bagi petugas lapangan dari lembaga keuangan profesional.

o Perlu dilakukan kajian-kajian spesifik lokasi karena pengembangan LKM Prima

Tani harus disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya setempat

terutama yang berkaitan dengan usaha untuk mengurangi kejenuhan pertemuan

kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2002. Gema PKM (Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro)

Indonesia. Rangkuman Hasil Temu Nasional dan Bazar Pengembangan

Keuangan Mikro Indonesia. Artikel - Th. I - No. 6 - Agustus 2002. Jurnal

Ekonomi Rakyat (www.ekonomirakyat.org).

Budiantoro, S., 2005. Difficulties of Building Microfinance. Artikel - Ekonomi Rakyat

Dan Keuangan Mikro - Januari 2005. Jurnal Ekonomi Rakyat

(www.ekonomirakyat.org).

Ismawan, Bambang, 2003. Pengalaman Lembaga Swadaya Dalam Menanggulangi

Kemiskinan Dalam Syukur et al., 2003 (Eds). Bunga Rampai Lembaga

Keuangan Mikro. Pusat Inovasi Bisnis Indonesia, Bogor.

Page 68: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

11

Kurniadi, Titus K., 2002. Keuangan Mikro Sebagai Salah Satu Cara Efektif Untuk

Mengentaskan Kemiskinan Dan Menggerakkan Ekonomi Rakyat. Artikel - Th.

I - No. 5 - Juli 2002. Jurnal Ekonomi Rakyat (www.ekonomirakyat.org).

Pranaji, Tri, 2003. Menuju Transformasi Kelembagaan Dalam Pembangunan Pertanian

dan Pedesaan. Puslitbang Sosek Pertanian. Balitbang Pertanian. Jakarta.

Soentoro, Supriyati dan Erizal J., 1992. Sejarah Prekreditan Pertanian Sub Sektor

Tanaman Pangan Dalam Taryoto et al., 1992 (Eds). Perkembangan

Perkreditan Pertanian di Indonesia. Monograph Series No.3. Puslit Sosek

Pertanian, Bogor.

Syukur, Mat, 2003a. Implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan Melalui

Keuangan Mikro Dalam Syukur et al., 2003 (Eds). Bunga Rampai Lembaga

Keuangan Mikro. Pusat Inovasi Bisnis Indonesia, Bogor.

Syukur, Mat, 2003b. Membangun Lembaga Keuangan Mikro Agro Yang Lestari Dalam

Syukur et al., 2003 (Eds). Bunga Rampai Lembaga Keuangan Mikro. Pusat

Inovasi Bisnis Indonesia, Bogor.

Syukur, Mat, 2004. Access to Farm Credit by Small Scale Farmers in Indonesia Dalam

FFTC-ASPAC/NACF International Seminar, 2004. Farm Credit Issues in

Asia, June 21-25, 2004, Seoul, Korea.

Thai, Bui Thi, 2004. Access to Farm Credit by Small-scale Farmers in Vietnam Dalam

FFTC-ASPAC/NACF International Seminar, 2004. Farm Credit Issues in

Asia, June 21-25, 2004, Seoul, Korea.

Thohari, Endang S., 2003. Peningkatan Aksesibilitas Petani Terhadap Kredit Melalui

Lembaga Keuangan Mikro Dalam Syukur et al., 2003 (Eds). Bunga Rampai

Lembaga Keuangan Mikro. Pusat Inovasi Bisnis Indonesia, Bogor.

Yunus, Muhammad, 2006. Microfinance : Grameen-credit. (www.grameen.org).

Page 69: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

12

Lampiran 1. Rekapitulasi kondisi LKM Prima Tani Jatim s/d. akhir Desember 2007.

1. Bojonegoro : Desa Sidodadi, Kec. Suksewu

No. Nama RP Dusun/Desa KK Mulai Dana tersalur (Rp.) Ang. Pokok (Rp.) Jasa (Rp.) Tab masuk

(Rp.)

Tab keluar

(Rp.)

1 Pisang Kedungpapak 5 15-Mar-06 31,450,000 27,575,000 4,136,000 2,586,000 1,325,600

2 Anggrek Balong 4 2-May-06 49,450,000 44,625,000 6,693,800 9,563,900 1,182,000

3 Padi*** Bitingan 5 23-May-06 19,000,000 19,000,000 2,850,000 3,826,100 3,826,100

4 Dahlia Balong 5 29-Jun-06 53,800,000 41,716,000 6,257,400 8,090,700 4,490,500

5 Mawar Kendal 5 17-Aug-06 35,700,000 25,276,000 3,791,400 4,171,700 1,550,100

6 Melati Gempol 3 5-Oct-06 12,300,000 9,947,000 1,492,100 1,837,500 868,400

7 Flamboyan Gempol 4 5-Oct-06 17,700,000 12,863,000 1,929,400 2,623,900 1,020,900

Jumlah (1) 31 219,400,000 181,002,000 27,150,100 32,699,800 14,263,600

2. Lumajang : Desa Pasrujambe, Kec. Pasrujambe

No. Nama RP Dusun/Desa KK Mulai Dana tersalur (Rp.) Ang. Pokok (Rp.) Jasa (Rp.) Tab masuk

(Rp.)

Tab keluar

(Rp.)

1 Delima Plambang 6 28-Mar-06 45,350,000 39,822,000 5,973,300 19,799,675 10,188,200

2 Mentari Plambang 6 29-Mar-06 39,450,000 31,495,000 4,724,200 10,645,800 2,738,700

3 Melati Ngampo 6 16-May-06 28,950,000 20,632,000 3,094,800 9,085,000 257,400

4 Mawar Plambang 2 19-Jul-06 28,150,000 21,854,000 3,278,100 4,841,400 571,000

5 Pertiwi Plambang 3 20-Jul-06 51,400,000 38,184,000 5,727,600 19,731,700 1,465,000

6 Anggrek Sumberpakis 4 20-Sep-06 17,800,000 13,572,000 2,035,800 4,063,500 1,719,000

7 Dahlia Magersari 3 15-Aug-07 16,000,000 4,848,000 727,200 1,960,000 111,000

Jumlah (2) 30 227,100,000 170,407,000 25,561,000 70,127,075 17,050,300

3. Jombang : Desa Karangan, Kec. Bareng

No. Nama RP Dusun/Desa KK Mulai Dana tersalur (Rp.) Ang. Pokok (Rp.) Jasa (Rp.) Tab masuk

(Rp.)

Tab keluar

(Rp.)

1 Melati Karangan Krajan 6 8-Aug-07 9,000,000 5,508,000 826,200 2,142,200 -

2 Mawar Karangan Kulon 3 8-Aug-07 4,500,000 2,400,000 360,000 948,400 -

3 Anggrek Karangan Wetan 3 8-Aug-07 4,500,000 2,736,000 410,400 1,755,600 230,000

4 Dahlia Jeruk 3 8-Aug-07 4,100,000 2,492,000 373,800 762,200 -

5 Matahari Blimbing 3 8-Aug-07 4,500,000 2,736,000 410,400 685,500 -

Page 70: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

13

Jumlah (3) 18 26,600,000 15,872,000 2,380,800 6,293,900 230,000

4. Kediri : Desa Asmorobangun, Kec. Puncu

No. Nama RP Dusun/Desa KK Mulai Dana tersalur (Rp.) Ang. Pokok (Rp.) Jasa (Rp.) Tab masuk

(Rp.)

Tab keluar

(Rp.)

1 Sri Kuning Parang Agung 3 16-Aug-07 4,500,000 2,460,000 369,000 1,085,200 260,200

2 Sri Rejeki Parang Agung 5 16-Aug-07 6,700,000 3,388,000 508,200 1,496,600 161,200

3 Melati Putih Jomblang 6 22-Aug-07 8,400,000 2,448,000 367,200 1,364,400 -

4 Sedap Malam Jomblang 5 6-Dec-07 7,500,000 1,752,000 262,800 603,600 -

Jumlah (4) 19 27,100,000 10,048,000 1,507,200 4,549,800 421,400

5. Blitar : Desa Plumbangan, Kec. Doko

No. Nama RP Dusun/Desa KK Mulai Dana tersalur (Rp.) Ang. Pokok (Rp.) Jasa (Rp.) Tab masuk

(Rp.)

Tab keluar

(Rp.)

1 Merpati Barek 3 26-Aug-07 4,500,000 2,376,000 356,400 873,000 -

2 Lestari Barek Lor 3 18-Oct-07 5,300,000 1,560,000 234,000 580,900 -

3 Melati* Pagak 5 28-Dec-07 1,500,000 - 28,800 748,200 -

Jumlah (5) 11 11,300,000 3,936,000 619,200 2,202,100 -

6. Pacitan : Desa Belah, Kec. Donorojo

No. Nama RP Dusun/Desa KK Mulai Dana tersalur (Rp.) Ang. Pokok (Rp.) Jasa (Rp.) Tab masuk

(Rp.)

Tab keluar

(Rp.)

1 Stroberi Nglebeng 5 3-Oct-07 7,200,000 2,880,000 432,000 1,179,000 -

2 Delima Tunggul 3 3-Oct-07 4,500,000 1,800,000 270,000 979,000 -

3 Anggrek** Lemahbang 4 30-Jan-08 5,800,000 567,000 85,100 453,500 -

Jumlah (6) 12 17,500,000 5,247,000 787,100 2,611,500 -

7. Malang : Desa Wonosari, Kec. Wonosari

No. Nama RP Dusun/Desa KK Mulai Dana tersalur (Rp.) Ang. Pokok (Rp.) Jasa (Rp.) Tab masuk

(Rp.)

Tab keluar

(Rp.)

1 Pisang Piji Ombo 6 9-Nov-07 8,600,000 1,232,000 184,800 814,100 -

2 Anggur Piji Ombo 4 9-Nov-07 6,000,000 1,032,000 154,800 647,200 -

Jumlah (7) 10 14,600,000 2,264,000 339,600 1,461,300 -

8. Trenggalek : Desa Dompyong, Kec. Bendungan

No. Nama RP Dusun/Desa KK Mulai Dana tersalur (Rp.) Ang. Pokok (Rp.) Jasa (Rp.) Tab masuk

(Rp.)

Tab keluar

(Rp.)

1 Bumi Wilis Dompyong 4 14-Nov-07 5,900,000 1,180,000 177,000 1,251,300 10,200

Page 71: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

14

2 Flamboyan Garon 3 14-Nov-07 3,300,000 656,000 98,400 749,200 -

Jumlah (8) 7 9,200,000 1,836,000 275,400 2,000,500 10,200

9. Tulungagung : Desa Krosok, Kec. Sendang

No. Nama RP Dusun/Desa KK Mulai Dana tersalur (Rp.) Ang. Pokok (Rp.) Jasa (Rp.) Tab masuk

(Rp.)

Tab keluar

(Rp.)

1 Melati Gendingan 5 26-Nov-07 7,500,000 1,467,000 220,000 679,500 -

2 Mawar Tambak 3 26-Nov-07 4,500,000 880,000 132,500 427,500 -

3 Anggrek** Gendingan 2 28-Jan-08 3,000,000 390,000 58,500 225,000 -

Jumlah (9) 10 15,000,000 2,737,000 411,000 1,332,000 -

Jumlah Keseluruhan 148 567,800,000 393,349,000 59,031,400 123,277,975 31,975,500

Keterangan : * s/d akhir Januari 2008

** s/d akhir Pebruari 2008

*** Dibekukan pada akhir September 2008.

Page 72: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Efektifitas Insektisida Sipermetrin Terhadap Hama Perusak Daun

(Spodoptera exigua) Pada Tanaman Bawang Merah

D. Rachmawati, Handoko dan Sarwono

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

ABSTRAK

Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan di Jawa

Timur dengan beberapa sentra produksi. Luas areal yang fluktuatif dari tahun ketahun

tampaknya sangat terkait dengan beberapa faktor penyebab antara lain kondisi iklim,

harga dan serangan hama-penyakit. Salah satu kendala utama yang dihadapi oleh petani

pada setiap musim tanam adalah tingginya serangan hama-penyakit. Hama bawang

merah yang sering mengakibatkan kegagalan panen adalah ulat daun bawang Spodoptera

exigua. Serangan hama-penyakit yang hampir terjadi pada setiap musim tanam,

mendorong petani untuk menggunakan pestisida dalam setiap pengendalian guna

menyelamatkan usahataninya. Terlihat dalam perilaku petani dalam mengaplikasikan

insektisida yang cenderung terus meningkat dalam frekunsi, dosis dan komposisi yang

digunakan. Akibatnya biaya usahatani semakin meningkat dan lingkungan menjadi

tercemar, adanya residu pestisida pada hasil produksi, terjadinya resistensi dan

resurgensi hama-penyakit Untuk megurangi timbulnya masalah tersebut diperlukan

penelitian efikasi insektisida jenis baru untuk memberi pilihan kepada petani agar tidak

hanya tergantung pada satu jenis insektisida, juga sebagai pengganti insektisida yang

sudah kurang efektif. Percobaan bertujuan untuk mengetahui efektivitas insektisida

Sipermetrin 311g terhadap hama perusak daun (Spodoptera exigua) pada tanaman

bawang merah. Percobaan dilaksanakan di lahan milik petani di desa Kepuharjo,

Karangploso, Malang, mulai bulan Agustus sampai Oktober 2007. varietas yang

digunakan adalah super philip. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok

(RAK) dengan 6 perlakuan, yaitu A. Sipermetrin 311g/l konsentrasi 0,25 ml/l, B.

Sipermetrin 311g/l konsentrasi 0,50 ml/l, C. Sipermetrin 311g/l konsentrasi 0,75 ml/l, D.

Sipermetrin 311g/l konsentrasi 1,00 ml/l, E. Sipermetrin 50g/l konsentrasi 1,00 ml/l

(insektsida pembanding) dan F. tanpa insektisida (kontrol) masing-masing perlakuan

diulang 4 kali. Tanaman contoh yang diamati sebanyak 10 tanaman per petak, metode

pengambilan contoh dilakukan secara sistimatik dengan bentuk ”U” . Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Insektisida Sipermetrin 311 g/l pada konsentrasi sedang (0,50 ml/l)

sampai konsentrasi tinggi (1,00 ml/l) mempunyai efektifitas yang sama dalam menekan

populasi S. exigua setara dengan insektisida pembanding. Dengan nilai efikasi berkisar

antara 57,67 % sampai 74,65 %. Penggunaan insektisida Sipermetrin 311 g/l dari

konsentrasi rendah (0,25 ml/l) sampai dengan konsentrasi tinggi (1,00 ml/l) tidak

mengakibatkan fitotoksisitas pada daun,

Kata kunci : Efikasi, insektisida, S exigua, bawang merah

Page 73: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

PENDAHULUAN

Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan di Jawa

Timur dengan beberapa sentra produksi. Pada tahun 2000 luas areal pertanaman bawang

merah mencapai 22.130 Ha (Diperta Jatim, 2001), dengan perkembangan yang fluktuatif.

Luas areal yang fluktuatif dari tahun ketahun tampaknya sangat terkait dengan

beberapa faktor penyebab antara lain kondisi iklim, harga dan serangan hama-penyakit.

Salah satu kendala utama yang dihadapi oleh petani pada setiap musim tanam adalah

tingginya serangan hama-penyakit (Moekasan, 1998). Hama bawang merah yang sering

mengakibatkan kegagalan panen adalah ulat daun bawang Spodoptera exigua

(Rosmahani, 1997; Moekasan, 1998)

Gejala serangan tampak pada daun berupa bercak berwarna putih transparan.

Begitu menetas dari telur ulat masuk ke dalam daun dengan jalan melubangi daun pada

saat stadia larva kemudian menggerek permukaan bagian dalam daun, sedangkan bagian

epidermis luar ditinggalkan. Serangan lebih lanjut menyebabkan daun mengering. Jika

populasi ulat banyak, dapat menyerang umbi. Serangan lebih lanjut menyebabkan daun

terkulai dan mengering

Imago betina S. exigua meletakkan telur pada ujung daun secara berkelompok.

Seekor betina mampu menghasilkan telur rata-rata 1000 butir. Telur menetas selama 3

hari, sedangkan lama hidup larva 10 hari. (Kalshoven, 1981).

Serangan hama-penyakit yang hampir terjadi pada setiap musim tanam,

mendorong petani untuk menggunakan pestisida dalam setiap pengendaliannya. Hal ini

disebabkan karena petani beranggapan bahwa pestisida merupakan teknologi garansi

untuk menyelamatkan usahataninya. Terlihat dalam perilaku petani dalam

mengaplikasikan insektisida yang cenderung terus meningkat dalam frekunsi, dosis dan

komposisi yang digunakan.

Akibat dari perilaku tersebut biaya usahatani semakin meningkat sehingga

usahatani bawang merah yang dilaksanakan oleh petani menjadi tidak efisien. Koster

(1990) melaporkan bahwa biaya pengandalian hama-penyakit pada bawang merah

mencapai 30-50 % dari total biaya produksi. Selain biaya yang tinggi lingkungan menjadi

Page 74: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

tercemar, residu pestisida yang tinggi pada hasil produksi, terjadinya resistensi dan

resurgensi hama-penyakit (Dirlinhort, 2004).

Dalam upaya meminimalkan dampak negatif dari penggunaan pestisida yang

kurang bijaksana dalam hal memeperkecil residu pestisida pada hasil pertanian

khususnya produk hortikultura maka penggunaan pestisida harus dilakukan dengan enam

tepat yaitu tepat jenis, tepat mutu, tepat sasaran, tepat dosis dan konsentrasi, tepat waktu

dan cara serta alat aplikasi (Dirlinhort, 2004).

Sesuai dengan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) yang tertera dalam

Undang-undang No. 12 tahun 1992 penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir

dalam pengendalian hama, namun demikian perlu juga diperhatikan efektivitas dan

selektivitas nya terhadap hama target. Untuk megurangi timbulnya masalah tersebut

diperlukan penelitian efikasi insektisida jenis baru seperti Instop 311 EC, disamping

untuk memberi pilihan kepada petani agar tidak hanya tergantung pada satu jenis

insektisida, juga sebagai pengganti insektisida yang sudah kurang efektif.

TUJUAN

Percobaan dilaksanakan untuk mengetahui efektivitas insektisida Sipermetrin

311g terhadap hama perusak daun (Spodoptera exigua) pada tanaman bawang merah.

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilaksanakan di lahan milik petani di desa Kepuharjo, Karangploso,

Malang, mulai bulan Agustus sampai Oktober 2007. varietas yang digunakan adalah

super philip Bedengan berukuran 1,5 m x 10 m jarak tanam 15 cm x 20 cm dan jarak

antar bedengan 1 meter. Pemberian pupuk dasar meliputi penggunaan pupuk pupuk

kandang sapi dengan dosis 10-15 t/ha. Pupuk an organik SP-36 sebanyak 300 kg/ Ha

dengan ditaburkan secara merata. Pemupukan pertama dilakukan dengan menaburkan

secara merata menggunakan pupuk NPK sebanyak 50 kg/ha dan ZA sebanyak 100 kg/ ha

pada saat 15 hari setelah tanam. Pemupukan kedua dilakukan 3 hari setelah pendangiran

(umur 25 - 30 hari setelah tanam) dengan cara ditaburkan dengan menggunakan pupuk

KCl sebanyak 100 kg/ha dan Urea sebanyak 300 kg/ha. Cara pemupukan susulan

dilakukan dengan meletakkan pupuk pada larikan diantara barisan tanaman dan

Page 75: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

dibenamkan serta ditutup dengan tanah. Setelah pemupukan, tanaman segera diairi

apabila kondisi tanah mulai kering

Umbi bibit ditanam dengan jarak tanam 20 x 15 cm, pada saat tanam tanah harus

lembab. Penanaman dilakukan dengan cara membenamkan 2/3 bagian umbi ke dalam

tanah. Tidak dianjurkan untuk menanam terlalu dalam karena akan mudah mengalami

pembusukan. Selama percobaan tanaman dipelihara sebaik-baiknya meliputi penyiangan,

penyiraman dilakukan satu kali sehari pada pagi atau sore hari, sejak tanam sampai

menjelang panen dan pengendalian penyakit tanaman dengan menggunakan fungisida.

Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan enam

perlakuan (Tabel 1), masing-masing perlakuan diulang 4 kali. Tanaman contoh yang

diamati sebanyak 10 tanaman per petak, metode pengambilan contoh dilakukan secara

sistimatik dengan bentu ”U” . Intensitas kerusakan tanaman oleh S exigua dihitung

dengan menggunakan rumus :

a

I = ____________ X 100 %

a + b

Dengan pengertian : I = Jumlah kerusakan tanaman (%)

a = Jumlah daun yang terserang per tanaman

b = Jumlah daun sehat per tanaman

Tabel 1. Jenis dan konsentrasi insektisida yang diuji. Malang, 2007. KODE PERLAKUAN BAHAN AKTIF KONSENTRASI (ml/l)

A Sipermetrin 311g/l 0,25 ml/l

B Sipermetrin 311g/l 0,50 ml/l

C Sipermetrin 311g/l 0,75 ml/l

D Sipermetrin 311g/l 1,00 ml/l

E Sipermetrin 50g/l 1,00 ml/l

F Tanpa insektisida -

Insektisida yang diuji diaplikasikan dengan menggunakan alat semprot punggung

semi otomatis dengan tekanan tinggi, menggunakan volume air 500-1000 l/Ha. Volume

insektisida yang dibutuhkan disesuaikan dengan perlakuan seperti pada Tabel 1 Aplikasi

pertama dilakukan setelah pengamatan pendahuluan yaitu apabila populasi hama atau

kerusakan tanaman mencapai ambang pengendalian . Interval aplikasi 1 minggu dan

aplikasi terakhir dilakukan 2 minggu sebelum panen, aplikasi dilakukan sebanyak 7 kali.

Page 76: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Pengamatan pendahuluan dilakukan pada umur 7 hari setalah tanam dengan interval 1

minggu sampai populasi hama sasaran mencapai ambang pengendalian. Bila populasi

atau kerusakan pada pengamatan pertama tidak berbeda nyata antar petak perlakuan

maka pengamatan selanjutnya dilakukan hanya 3 hari sebelum aplikasi dan 3 hari

sesudah aplikasi. dengan interval 1 minggu. Data dianalisis sesuai dengan rancangan

percobaan dengan tingkat perbedaan antar perlakuan dinyatakan pada taraf 5%. Untuk

mengetahui efikasi insektisida yang diuji dihitung dengan rumus Henderson dan Tilton

(Ciba-Geigy, 1981):

Ta – Cb

EI =(1- ---- X ----- ) X 100%

Ca Tb

Dengan pengertian:

EI = efikasi insektisida

Tb = Populasi hama sasaran pada petak perlakuan insektisida sebelum aplikasi

Ta = populasi hama sasaran pada petak perlakukan insektisida setelah aplikasi

Cb = Populasi hama sasaran pada kontrol sebelum aplikasi

Ca = populasi hama sasaran pada petak kontrol setelah aplikasi

I A

IC IE IB ID IF

IIB

IID IIF IIA IIC IIE

IIIE

IIIB IIIA IIID IIIF IIIC

IVD

IVA IVC IVE IVB IVF

Gambar 1. Denah Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persentase kerusakan tanaman

Selama dilaksanakannya kegiatan percobaan ditemukan penyakit fusarium yang

menyerang pada saat awal pertumbuhan, persentase serangan mencapai 5 %, sedangkan

hama dan penyakit yang lain tidak ditemukan.

Hasil pengamatan persentase kerusakan tanaman oleh S. exigua pada tanaman

bawang merah sebelum dan sesudah aplikasi disajikan pada Tabel 2, nampak bahwa

Page 77: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

persentase kerusakan tanaman oleh S. exigua sebelum dilakukan aplikasi insektisida

tersebar merata bahkan diatas ambang kendali, kerusakan berkisar antara 23,80–28,26 %.

Persentase kerusakan tanaman nampak masih cukup tinggi pada minggu 1 dan 2

setelah apliksi insektisida, hal ini diduga karena suhu udara yang cukup tingi di kolasi

percobaan (29°C) dan kelembaban udara yang relatif rendah (70%) sehingga

mempengaruhi perkembangan S. exigua. Suhu dan kelembaban merupakan salah satu

pengendali alami yang berupa faktor abiotik yang mempengaruhi perkembangbiakan S.

exigua. Disamping itu daya racun sipermetrin kurang efektif pada suhu yang agak tinggi

(Ovdejans, J.H. 1994).

Tabel 2. Persentase kerusakan tanaman oleh Spodoptera exigua, Malang. 2007

Perlakuan Sebelum

aplikasi

Sesudah aplikasi

1 2 3 4 5 Rata-

rata

A 23,80 a 27,27 b 28,71 a 23,88 a 20,90 ab 20,00 ab 24,15

B 23,49 a 25,05 b 27,75 a 21,03 a 18,30 ab 17,41 ab 21,90

C 26,46 a 22,72 ab 27,93 a 20,58 a 18,93 ab 14,62 a 20,96

D 26,77 a 20,10 ab 22,38 a 20,16 a 15,21 a 13,75 a 18,32

E 28,67 a 15,73 a 26,30 a 23,52 a 22,91 b 22,91 b 22,27

F 28,26 a 69,19 c 59,45 b 56,00 b 54,12 c 54,12 c 58,58

Persentase kerusakan tanaman secara keseluruhan mulai menurun pada minggu ke

3-5 setelah aplikasi insektisida. Insektisida Sipermetrin 311 g/l pada dosis rendah (0,25

ml/l) sampai konsentrasi tinggi (1 ml/l) sama efektifnya dengan insektisida Exocet

sebagai insektisida pembanding dengan konsentrasi 1 ml/l. Sipermetrin bekerja denngan

cara mempengaruhi sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan ketegangan otot,

kelumpuhan an akhirnya kematian (Ovdejans, J.H. 1994).

Berdasarkan nilai efiktifitas nampak bahwa semua insektisida yang dicoba serta

pembanding mempunyai nilai efektifitas tinggi, rata-rata diatas 50 %, hal ini

mengindikasikan bahwa penggunaan insektisida, efektif dapat menekan perkembangan

populasi S. exigua baik dari konsentrasi rendah (0,25 ml/l) sampai konsentrasi tinggi (1,0

ml/l) (Tabel 3).

Page 78: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Tabel 3. Besar nilai efikasi insektisida yang diuji (%) terhadap Spodoptera exigua (Nilai

proteksi masing-masing insektisida) Malang. 2007

Perlakuan 1 2 3 4 5

A 63,77 51,71 57,36 61,38 63,13

B 67,15 53,32 62,45 66,19 67,91

C 70,94 53,02 63,25 65,02 73,05

D 60,57 62,35 64,00 71,89 74,65

E 77,26 55,76 58,00 57,67 57,67

F 0 0 0 0 0

2. Produksi

Perlakuan insektisida berpengaruh nyata terhadat produksi umbi basah per petak.

Perlakuan yang di aplikasi dengan insektisida Instop 311 EC konsentrasi tinggi (1 ml/l)

menghasilkan berat umbi basah paling tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan

lainnya. Bila dihubungkan antara tabl 2,3 dan 4 maka perlakuan tersebut mempunyai

persentase serangan S. exigua paling rendah (rata-rata 18,32%), dengan nilai efikasi

paling tinggi (74,65 %) dan produksi umbi basah per petak paling tinggi (42,83 kg)

Tabel 4. Rata-rata produksi umbi basah per petak, Malang. 2007

Kode

Perlakuan

BAHAN AKTIF Berat basah (kg/petak)

A Sipermetrin 311g/l 36,95 ab

B Sipermetrin 311g/l 34,10 ab

C Sipermetrin 311g/l 40,15 b

D Sipermetrin 311g/l 42,83 b

E Sipermetrin 50g/l 35,25 ab

F Tanpa insektisida 25,22 a

3. Fitotoksisitas

Penggunaan insektisida Sipermetrin 311 g/l dari konsentrasi rendah (0,25 ml/l)

sampai dengan konsentrasi tinggi (1 ml/l) tidak mengakibatkan fitotoksisitas pada daun,

demikian juga penggunaan insektisida pembanding.

Page 79: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

KESIMPULAN

Insektisida Sipermetrin 311 g/l pada konsentrasi sedang (0,50 ml/l) sampai

konsentrasi tinggi (1 ml/l) mempunyai efektifitas yang sama dalam menekan populasi S.

exigua setara dengan insektisida pembanding.

DAFTAR PUSTAKA

Direktur Perlindungan Hortikultura. 2004. Kebijakan pengendalian OPT dan penggunaan

pestisida pada komoditi hortikultura. Makalah Pertemuan Apresiasi Perlindungan

Hortikultura. Surabaya, 11-12 Oktober 2004. 6 hal

Diperta Propinsi Jawa Timur. 2001. Laporan Tahunan th. 2000.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The pest of crops in Indonesia. PT Ichtiar Baru. Van Hoeve,

Jakarta. 1981. 701 p.

Koster, W.G. 1990. Explorating suevey on shallot in rice bsed cropping system in Brebes.

Buletin Penelitian Hortikultura (18) : 19-30 (edisi khusus)

Moekasan T.K. 1998. Status resistensi ulat bawang merah S. exigua terhadap beberapa

jenis insektisida. Journal Hortikultura 9 : 913-918.

Ovdejans, J.H. 1994. Pesticide toxicity residues in Agro pesticides : Properties and

function in integrated crop protrction. ESCAP, Bangkok, Thailand. 327 p.

Rosmahani, L.,Korlina,E., Baswarsiati dan Kasijadi, F. 1998. Pengkajian teknik

pengendalian terpadu hama dan penyakit penting bawang merah tanam di luar

musim. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengkajian Sistem Usahatani.

BPTP Karangploso. 116-131.

Page 80: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Gambar 4. Aplikasi Insektisida di lapang

Gambar 5. Pemasangan ajir untuk sampel

pengamatan hama S exigua

Page 81: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Gambar 6. Kelompok telur S. exigua

Gambar 7. Ulat bawang S. exigua

Gambar 8. Petak-petak perlakuan

Gambar 9. Umbi bawang merah umur 40

hari

Page 82: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi
Page 83: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi
Page 84: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

1

PRODUKSI TELUR AYAM YANG MENGANDUNG PERBANDINGAN

OMEGA-3:OMEGA-6 IDEAL UNTUK PENCEGAHAN

PENYAKIT JANTUNG KORONER

Oleh :

Dini Hardini1)

, dan Supadmo 2)

ABSTRAK

Asam lemak tidak jenuh ganda rantai panjang, khususnya yang termasuk dalam

kelompok asam lemak omega-3 dan omega-6 telah diketahui dapat mencegah penyakit

jantung koroner. Hal ini mendorong industri obat dan makanan untuk memproduksi

minyak ikan dalam bentuk cair dan tablet yang mudah diperoleh di pasaran. Faktor yang

belum terperhatikan dalam mengkonsumsi lemak omega adalah perbandingan yag ideal

untuk fungsi optimum organ. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan telur yang

mengandung asam lemak tidak jenuh ganda rantai panjang terutama yang memiliki

perbandingan omega-3 dan omega-6 = 1:5, dengan cara memberikan sumber asam lemak

tersebut yaitu minyak ikan lemuru dan sawit pada pakannya. Diharapkan konsumen

dapat memperoleh telur yang sehat secara nutrien dengan memanfaatkan bahan limbah

pengalengan ikan yang belum maksimal dimanfaatkan. Materi yang digunakan ayam

petelur dengan 5 pakan perlakuan yang berbeda level MIL dan MS selain pakan kontrol

(R0) tanpa penambahan kedua jenis minyak tersebut. Pakan perlakuan tersebut adalah

R1 (mengandung 8% MIL), R2 (2% MS dan 6% MIL), R3 (4% MS dan 4% MIL), R4

(6% MS dan 2% MIL) dan R5 (8% MS). Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat

telur yang mengandung perbandingan omega-3:omega-6 yaitu 1:5 dari perlakuan pakan

yang dicobakan. Penelitian in vivo ini dilakukan di kandang milik Jurusan Nutrisi dan

Makanan Ternak Fakultas Peternakan UGM. Data yang dikumpulkan meliputi : analisis

telur yaitu kandungan dan komposisi asam lemak telur. Analisis data menggunakan uji

kontras orthogonal. Kandungan asam lemak telur menunjukkan bahwa pakan R4

menghasilkan telur dengan perbandingan omega-3:omega-6 ideal yaitu 1: 4,6 dengan

kandungan omega-3 terendah yaitu 5,83 g/100g dan omega-6 tertinggi yaitu 27,09

g/100g.

Page 85: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

2

ABSTRACT

The long chain unsaturated fatty acid particularly omega-3 and omega-6 fatty acid

group was known prevent chronic heart desease. This fact stimulated food and drug

industry to produce commercial fluid and tablet fish oil product. Poultry farm Industry

was produced egg which containing α-fatty acids, but procedure and recommendation

how to prepare α-fatty acid egg before consumption was limited. The abandoning factor

in consuming omega egg was the ideal fatty acid ratio relating to the optimal organ

function. The reseach aimed to produce the long chain α-fatty acid egg with omega-3 :

omega-6 ratio = 1:5, by supplementing lemuru fish oil (MIL) and palm oil (MS) on

poultry feed. This research used layer hen in 5 feed treatments with different

combination level of MIL and MS : control feed (R0) without oil supplement, R1 (with

8% MIL), R2 (2% MS and 6% MIL), R3 (4% MS and 4% MIL), R4 (6% MS and 2%

MIL) dan R5 (8% MS). The research hypothesis was egg product was at least one of the

feed treatment will be produce α-fatty acid egg with omega-3 : omega-6 ratio = 1:5. In

vivo treatment was conducted in poultry housing of Animal Nutrition and Feed

Depatment, Faculty of animal science UGM. The collected data were : Egg fatty acid

content and composition. The data were analysed using orthogonal contrast. The content

and composition of fatty acid of R4 showed a closed to ideal omega-3: omega-6 ratio

there was 1: 4.6 with lowest omega-3 (5.83 g/100g) and highest omega-6 (27.09 g/100g).

Page 86: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

3

PENDAHULUAN

Meningkatnya kesejahteraan penduduk dan ketersediaan pangan mengakibatkan

terjadinya perubahan pola konsumsi yang mengarah ke jenis-jenis makanan yang kaya

lemak tetapi rendah karbohidrat komplek, khususnya serat pangan. Keadan ini telah

menimbulkan kenaikan prevalensi penyakit degeneratif, terbukti dari hasil survey rumah

tangga tahun 1992 yang menunjukkan penyakit pembuluh darah merupakan penyebab

utama kematian di Indonesia untuk usia 40 tahun ke atas (Tsalissavrina, 2005).

Terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) tergantung pada dua proses berbeda

yaitu atherosclerosis dan thrombosis (Ulbrich, 1992). Proses atherosclerosis berkaitan

dengan penebalan dinding arteri dan thrombosis berkaitan dengan pembentukan

gumpalan pada arteri yang dapat menyebabkan timbulnya serangan jantung.

Penambahan minyak ikan mempunyai pengaruh yang jelas pada perubahan komposisi

lipoprotein darah, tingkat responsinitas platelet dalam darah dan parameter sirkulasi

darah.

Lemak pangan jika dilihat dari ikatan antar gugus karbon dapat dibedakan

menjadi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Pengaruh positif dari lemak tidak jenuh

telah banyak diteliti untuk kesehatan manusia, utamanya lemak tidak jenuh rantai

panjang, misalnya Eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA).

Sedangkan jika dilihat dari posisi ikatan rangkapnya, lemak yang memiliki nilai fisiologis

dapat dikategorikan menjadi asam lemak omega-3, omega-6 dan omega-9.

Eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) termasuk kelompok

omega-3, EPA memiliki jumlah atom karbon sebanyak 20 buah dengan ikatan

rangkapnya 5 buah yang termasuk kelompok omega-3, sehingga sering ditulis dengan

simbol kimia C20:5, n-3 sedangkan DHA, C22:6, n-3 memiliki jumlah atom karbon

sebanyak 22 buah dengan 6 ikatan rangkap. Asam lemak linolenat (omega-3) dan linoleat

(omega-6) merupakan asam lemak esensial karena keterbatasan tubuh mensistesis asam

lemak tersebut, sehingga harus diberikan melalui konsumsi (intake) pakan.

Para ahli nutrisi yang mengformulasikan makanan untuk bayi dan anak-anak

menyatakan DHA untuk bayi penting karena meskipun terakumulasi dalam otak secara

cepat, konversinya dari prekursor sangat bervariasi, hal tersebut karena jumlahnya tidak

mencukupi kebutuhan. Peranan DHA dan arachidonic acids (ARA) dapat memperbaiki

retinal dan fungsi penglihatan dan meningkatkan perkembangan mental serta psikomotor

(Duxbury, 2005). Pentingnya EPA dan DHA pada berbagai fungsi di dalam tubuh telah

banyak diteliti, tetapi ketersediaannya harus ditambahkan dari makanan (Tranggono,

2001).

Beberapa minyak nabati seperti minyak jagung, kedelai dan zaitun mengandung

asam lemak linoleat dan linolenat yang tinggi, sedangkan minyak yang berasal dari ikan

yang hidup di perairan dalam seperti minyak ikan sarden, tuna dan salmon merupakan

sumber EPA dan DHA. Kombinasi kedua jenis minyak tersebut menghasilkan

supplementary effect yang baik bagi kesehatan tubuh. Pengaruh MS sebagai sumber

asam lemak linoleat dan MIL sebagai sumber asam lemak EPA dan DHA terhadap

kandungan dan komposisi asam lemak tidak jenuh ganda pada telur ayam telah banyak

dilaporkan, tetapi imbangan omega-3: omega-6 ideal untuk kesehatan manusia masih

terbatas, padahal penambahan MIL dan MS dapat meningkatkan kandungan EPA dan

DHA telur.

Konsumsi lemak untuk kesehatan manusia tidak hanya diukur dari segi jumlah

Page 87: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

4

tetapi faktor penting yang harus diperhatikan pula adalah imbangan asam lemak tidak

jenuh ganda tersebut terhadap asam lemak tidak jenuh ganda lainnya. Anjuran konsumsi

energi dari lemak di berbagai negara adalah berkisar antara 20-30% (Lestariana, 2003),

selanjutnya dinyatakan bahwa anjuran tersebut didasarkan untuk pencegahan terjadinya

penyakit kanker. Di negara Amerika disarankan mengkonsumsi 0,8 g/hari EPA dan

DHA, sedangkan di Inggris disarankan untuk mengkonsumsi asam lemak omega-3 0,1 –

0,2 g/hari. Hal tersebut dapat dipenuhi dengan anjuran untuk mengkonsumsi setidaknya

2 porsi ikan setiap minggu, yang diikuti dengan mengkonsumsi buah dan sayuran yang

berfungsi sebagai antioksidan. Konsumsi 0,3 – 1,0 gram PUFA omega-3 setiap hari

dapat mencegah PJK (Duthi dan Barlow, 1992).

Manipulasi pakan unggas telah banyak dilakukan untuk menghasilkan produk

telur yang sesuai dengan keinginan konsumen, walaupun hasilnya banyak faktor yang

mempengaruhi. Bahan pakan sumber omega-3 diantaranya adalah minyak ikan lemuru,

sedangkan sumber omega-6 salah satunya adalah minyak kelapa sawit. Minyak ikan

lemuru (MIL) adalah produk samping dari proses pengalengan ikan sarden dan

pemanfaatannya masih kurang optimal, hanya sebagai limbah pabrik. Pemanfaatan MIL

sebagai pakan ternak terutama unggas petelur dilakukan dengan tujuan untuk

mendapatkan telur yang mengandung asam lemak EPA dan DHA. Hasil survey Milo

(2005) menyebutkan bahwa 60% masyarakat percaya bahwa omega-3 penting bagi

kesehatan dan 80% hubungannya dengan konsumsi ikan.

Minyak sawit (MS) mengandung beberapa jenis karotenoid yang memiliki

aktivitas pro vitamin A, dan jika dilihat dari besarnya aktivitas pro vitamin A, kadar

karotenoid MS mempunyai aktivitas 10 kali lebih besar dibandingkan wortel dan 300 kali

lebih besar jika dibandingkan dengan tomat (Jatmika dan Guritno, 1996). Tillman et al.

(1998) menyatakan biji berminyak kaya asam linoleat, sehingga unggas dan babi yang

menerima makanan alam akan mendapat cukup asam lemak esensial.

Telur merupakan pangan bergizi tinggi, mudah diperoleh, rasanya enak dan

harganya relatif murah. Beberapa kelompok masyarakat menghindari konsumsi telur

karena kandungan kolesterolnya, untuk itu penelitian ini bertujuan menghasilkan telur

yang mengandung asam lemak tidak jenuh ganda rantai panjang dan rendah kolesterol.

MATERI DAN METODE

Materi Penelitian

Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam petelur strain Lohmann

MB 402 (PT Multibreeder Adirama Indonesia, Sidoarjo) umur 28 minggu sebanyak 96

ekor. Kandang ayam baterai sebanyak 24 unit, masing-masing unit berukuran panjang

100 cm, lebar 45 cm dan tinggi 45 cm yang dilengkapi tempat air dan pakan. Peralatan

yang digunakan adalah timbangan pakan merk “Ohaus” berkapasitas 20 kg dan 1.200 g

dengan kepekaan 0,1 g. Selain itu juga digunakan alat untuk mencampur ransum seperti

plastik, ember, sekop dam alat kebersihan.

Bahan penyusun ransum adalah minyak ikan lemuru, minyak kelapa sawit, jagung

kuning giling, bungkil kedele, dedak padi halus, tepung batu kapur, tepung daging-tulang,

topmix, garam, DL metionin sintetik, lisin HCl sintetik dan diophost. Pakan yang

digunakan pada penelitian ini adalah R0 sebagai pakan kontrol tanpa menggunakan MIL

dan MS, R1 (mengandung 8% MIL), R2 (2% MS, 6% MIL), R3 (4% MS dan 4% MIL),

R4 (6% MS dan 2% MIL) dan R5 (8% MS). Susunan pakan penelitian selengkapnya

Page 88: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

5

terdapat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrien pakan penelitian

Bahan Pakan (%) R-0 R-1 R-2 R-3 R-4 R-5

Minyak sawit - - 2,00 4,00 6,00 8,00

Minyak ikan lemuru - 8,00 6,00 4,00 2,00 -

Jagung kuning giling 66,0 37,00 37,00 37,00 37,00 37,00

Bungkil kedele 23,25 25,00 25,00 25,00 25,00 25,00

Tepung tulang-daging 2,50 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00

Dedak padi halus - 16,00 16,00 16,00 16,00 16,00

DL-metionin 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

L- Lisin HCl 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

Tepung batu kapur 7,00 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50

Topmix 2)

0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

Garam (NaCl) 0,25 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50

Diophost 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

Jumlah 100,00 100,00 100.00 100,00 100,00 100,00

Kandungan nutrien1)

:

ME (kcal/kg) 2.844 2.855 2.852 2.849 2.846 2.843

Protein kasar (%) 16,50 16,57 16,57 16,57 16,57 16,57

Lemak kasar (%) 2,69 3,49 3,49 3,49 3,49 3,49

Serat Kasar (%) 3,15 4,71 4,71 4,71 4,71 4,71

Kalsium (%) 3,35 3,51 3,51 3,51 3,51 3,51

Fosfor tersedia (%) 0,40 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45

Lisin (%) 0,65 0,74 0,74 0,74 0,74 0,74

Metionin (%) 0,31 0,31 0,31 0,31 0,31 0,31

Sistin (%) 0,18 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20

Met+Sistin (%) 0,49 0,51 0,51 0,51 0,51 0,51

Asam Linoleat (%) 2,09 3,14 3,60 4,06 4,51 4,97 1) = Perhitungan berdasarkan analisis bahan pakan di Lab. Kimia dan Biokimia PAU Pangan Gizi UGM,

Yogyakarta dan tabel komposisi bahan pakan NRC (1994) .

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan dengan rancangan

acak lengkap pola searah, masing-masing ayam secara acak ditempatkan pada 24 unit

kandang dan masing-masing unit terdiri dari 4 (empat) ekor. Setiap lima unit kandang

masing-masing dijadikan sebagai ulangan yang digunakan untuk satu pakan perlakuan

dan ditempatkan secara acak.

Kandungan dan komposisi asam lemak bahan pakan yaitu MIL dan MS sebagai

perlakuan utama dalam penelitian ini terdapat pada Tabel 2.

Page 89: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

6

Tabel 2. Komposisi asam lemak MIL dan MS

% total asam lemak yang terdeteksi *

Karakteristik MIL MS

C 14 : 0 10,85 1,20

C 16 : 0 19,60 33,40

C 16 : 1 13,65 -

C 18 : 0 4,59 4,52

C 18 : 1 13,83 46,29

C 18 : 2 n –6 3,75 13,36

C 18 : 3 n – 3 1,34 0,82

C 20 : 0 2,96 0,22

C 20 : 3 0,80 0,14

C 20 : 4 n – 6 5,01 0,04

C 20 : 5 n – 3 14,59 -

C 22 : 6 n – 3 9,02 -

Lemak jenuh 38,01 39,34

Lemak tidak jenuh 61.99 60,65

SAFA 38,01 39,34

MUFA 27,48 46,29

PUFA 34,51 14,36

Total n-6 8,76 13,40

Total n-3 24,96 0,82 Sumber : Hasil Analisis Asam Lemak (GC= Gas Chromatografy) di Lab. Analisis asam lemak di

Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM, Yogyakarta.

Peralatan untuk analisis asam lemak adalah kromatografi gas berdasarkan

Standard Methods for The Analysis of Oils, Fats and Derivates (International Union of

Pure and Applied Chemistry, IUPAC) dilengkapi dengan detektor FID (flame ionization

detector). Analisis lemak telur dengan menggunakan soxhlet. Metode yang digunakan

dalam analisis lemak kasar adalah Sudarmadji et al., 1987.

Waktu dan Tempat Penelitian.

Pemeliharaan ayam petelur dilaksanakan di kandang milik jurusan nutrisi dan

makanan ternak Fakultas Peternakan UGM, analisis proksimat di Lab. Makanan Ternak

Fapet. UGM. Analisis asam lemak di Lab. Kimia Pangan, Jurusan Teknologi Pangan

dan Gizi, Fak. Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Analisis kolesterol di Lab.

Kimia dan Biokimia Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta. Waktu penelitian

April sampai Agustus 2005.

Cara Analisis:

1. Komposisi asam lemak (%). Sampel kuning diekstraksi menggunakan campuran

kloroform : metanol (2:1) dan kemudian dilakukan metilasi. asam margarat (C17:0)

digunakan untuk menghitung recovery ekstraksi dan ditambahkan sebagai standar

internal sehingga dapat dihitung kandungan asam lemak (mg/g lemak kuning telur).

Asam lemak dimetilasi menggunakan BF3-metanol (IUPAC, 1987 metode No. 2.301).

Turunan metil ester dari asam lemak dipisahkan menggunakan kromatografi gas pada

temperatur terprogram selama 50 menit (1200C -200

0C dengan kenaikan

Page 90: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

7

0,40C/menit). Identifikasi asam lemak dengan cara memperbandingkan antara pola

pemisahan puncak dan senyawa standar (GLC Reference Standar no. 74X, 84X dan

EPA) berdasarkan nilai RRT (relative retention time) dan ECL (Equivalent chain

length). Kandungan asam lemak dalam telur (% atau mg/g kuning telur/butir) dengan

kadar lemak kasar kuning telur (%).

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dan Uji Kontras Orthogonal (Steel dan Torrie,

1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Asam Lemak Telur

Hasil uji kontras orthogonal pada kandungan asam lemak jenuh, tidak jenuh, SAFA,

MUFA, Omega-3 dan Omega-6 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Telur yang

dihasilkan dari penelitian ini 68 – 82% merupakan asam lemak tidak jenuh dengan

kontribusi terbesar 43-57% adalah MUFA, sisanya adalah PUFA. Hasil analis kandungan

dan komposisi asam lemak telur produksi penelitian tahap pertama tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Asam lemak Telur (%)

Pengamatan R-0 R-1 R-2 R-3 R-4 R-5

Lemak Jenuh 31,5 31,3 19,5 29,5 21,0 17,6

Lemak Tidak Jenuh 68,5 68,7 80,5 70,5 79,0 82,4

SAFA 31,5 31,3 19,5 29,5 21,0 17,6

MUFA 49,3 43,0 51,3 47,6 46,1 57,4

PUFA 19,2 25,7 29,3 22,9 32,9 25,0

EPA 0,03 1,17 0,71

0,53

0,34

0,04

DHA 0,43 5,42

5,45

2,73

3,29

0,75

Omega-3 6,41 12,12 15,44 10,43 5,83 10,62

Omega-6 12,75 13,59 13,83 12,48 27,09 14,35

Perbandingan Ω 3 : Ω 6 1 : 2,0 1 : 1,1 1 : 0,9 1 : 1,2 1 : 4,7 1 : 1,4

Asam lemak ikatan tunggal atau Mono Unsaturated Fatty Acids (MUFA) pada

telur didominasi 40-50% oleh asam lemak oleat (18:1) yang merupakan asam lemak tidak

jenuh dengan 1 ikatan rangkap. Kandungan asam lemak oleat yang relatif tinggi pada

telur disebabkan kandungan oleat pada pakan juga tinggi sekitar 20-40%. Ternyata

kandungan dan komposisi asam lemak pada tubuh ayam sesuai dengan asam lemak pada

pakan, hal ini sependapat dengan Leskanich dan Nobel (1997) yang menyatakan bahwa

komposisi dan kandungan lemak pada pakan menyebabkan kandungan asam lemak

kuning telur berubah secara kualitatif sesuai dengan perubahan asam lemak pakan.

Kandungan Poly Unsaturated Fatty Acids (PUFA) walaupun hasil uji kontras

orthogonal menunjukkan perbedaan yang tidak nyata tetapi jika dilihat dari nilainya pakan kontrol memiliki kandungan PUFA terendah yaitu 19,16% sedangkan perlakuan

lain lebih tinggi, ini disebabkan karena MIL dan MS merupakan sumber asam lemak

PUFA. Penambahan kombinasi MIL dan MS menghasilkan PUFA yang lebih baik jika

Page 91: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

8

kedua jenis minyak tersebut diberikan secara tunggal atau dengan porsi pemberian yang

sama (R3, 4%MIL dan 4%MS). Hal ini dimungkinkan adanya supplementary effect dari

kedua jenis minyak tersebut.

Omega-3 cenderung meningkat pada telur dengan pakan mengandung MIL lebih

tinggi dan begitu pula omega-6 meningkat dengan pakan yang tinggi kandungan MS, hal

ini karena MIL merupakan sumber omega-3 sedangkan MS sumber omega-6 terutama

linoleat (18:2)

Set Kontras Lemak (Jenuh, Tidak Jenuh, SAFA, MUFA, PUFA, Omega-3 dan Omega-6)

Telur

No. Kontras Kontras Antar Perlakuan Keterangan:

1 R0 vs R1, R2, R3, R4, R5 ns

2 R1 vs R5 ns

3 R2 vs R4 ns

4 R3 vs R1, R2 ns

5 R3 vs R4, R5 ns Perbedaan kontras yang nyata * (P<0,05) dan sangat nyata ** (P<0,01) ns = non signifikan

Set Kontras Asam Lemak EPA Telur

No. Kontras Kontras Antar Perlakuan Keterangan:

1 R0 vs R1, R2, R3, R4, R5 **

2 R1 vs R5 **

3 R2 vs R4 **

4 R3 vs R1, R2 **

5 R3 vs R4, R5 ** Perbedaan kontras yang nyata * (P<0,05) dan sangat nyata ** (P<0,01) ns = non signifikan

Kandungan EPA telur hasil uji kontras orthogonal berbeda sangat nyata (p<1%)

antara pakan kontrol dan pakan perlakuan, pakan dengan penambahan minyak tunggal

dan antara pakan kombinasi minyak sama (R3) dan pakan yang didominasi MIL (R1 dan

R2). Peningkatan kandungan EPA berkorelasi positif dengan penambahan MIL pada

pakan, semakin tinggi MIL yang diberikan pada pakan maka kandungan EPA pada telur

semakin tinggi.

Set Kontras Asam Lemak DHA Telur

No. Kontras Kontras Antar Perlakuan Keterangan:

1 R0 vs R1, R2, R3, R4, R5 **

2 R1 vs R5 **

3 R2 vs R4 ns

4 R3 vs R1, R2 ns

5 R3 vs R4, R5 ns Perbedaan kontras yang nyata * (P<0,05) dan sangat nyata ** (P<0,01) ns = non signifikan

Demikian pula pada kandungan DHA telur berkorelasi positif dengan kandungan

DHA pada pakan. Minyak ikan merupakan sumber EPA dan DHA yang harus ada dalam

makanan karena tidak dapat disintesis oleh tubuh (Tranggono. 2001).

Page 92: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

9

Imbangan Omega-3 : Omega-6 = 1:5

Hasil penelitian diperoleh perlakuan pakan yang menghasilkan telur dengan

kandungan omega-3:omega-6 mendekati ideal yaitu 1:4,6 yaitu pakan R4 (2%MIL dan

6% MS). Pentingnya imbangan 1:5 khususnya bagi pencegahan PJK didasarkan pada

hasil penelitian Sinclair and Simopoulos yang meneliti gen pada orang Eskimo yang

sedikit bahkan tidak pernah terserang penyakit jantung. Ratio asam lemak omega-6

terhadap omega-3 membantu tubuh untuk menurunkan inflamasi, tekanan darah,

mencegah denyut jantung tidak teratur dan melancarkan aliran darah (Sinclair dan

Simopoulos, 2003).

Imbangan omega-3 terhadap omega-6 ternyata juga mempengaruhi proliferasi sel

khususnya peroksisom karena asam lemak omega dengan perbandingan tersebut

merupakan komponen yang terikat pada PPAR (Peroxisome Proliferation Activated

Receptor) suatu reseptor yang dapat mengaktifkan proliferasi sel. Peroksisom

merupakan organel penting yang terlibat di dalam pelbagai aspek metabolisme mencakup

asam lemak dan lipid lainnya. (Chao et al., 2001)

Gambar 1 s/d 4 di bawah ini adalah bentuk mikroskopis dari liver (hati) dan

pembuluh darah arteri pada ayam yang diberi pakan kontrol dan pakan R4 (pakan yang

menghasilkan lemak dengan perbandingan ideal). Terlihat dari gambar bahwa pakan

kontrol yang tidak ada penambahan MIL dan MS pada hatinya terdapat butiran-butiran

kecil berwarna putih, hal ini menunjukkan terdapat akumulasi lemak dan jika hal ini terus

berlanjut maka hati ayam akan berwarna pucat kekuningan. Berbeda dengan ayam yang

diberi MIL dan MIS (pakan R4) hatinya terlihat lebih sehat, berwarna merah cerah.

Gambar 1. Penampang melintang irisan organ liver ayam dengan pakan R0

Page 93: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

10

Gambar 2. Penampang melintang irisan organ liver ayam dengan pakan R4

Gambar 3 menunjukkan penampang melintang dari pembuluh darah arteri ayam

yang diberi pakan kontrol, sedangkan Gambar 4 pakan R4. Kedua gambar tersebut

memperlihatkan pembuluh darah arteri yang masih baik/sehat, artinya belum terdapat

kerusakan atau luka pada sel endotheliumnya. Hal ini karena penyakit degeneratif

umumnya memerlukan waktu yang lama untuk dapat merusak sel, pada penelitian ini

waktu yang digunakan 3 bulan, sehingga belum sampai mempengaruhi kerusakan pada

pembuluh darah arteri.

Gambar 3. Penampang melintang irisan pembuluh darah arteri ayam dengan pakan R0

Page 94: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

11

Gambar 4. Penampang melintang irisan pembuluh darah arteri ayam dengan pakan R4

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

Penambahan MIL dan MS pada pakan ayam petelur secara umum dapat meningkatkan

kandungan asam lemak tidak jenuh ganda rantai panjang terutama asam lemak omega-3

(EPA dan DHA) dibanding pakan kontrol. Telur terbaik jika dilihat dari perbandingan

kandungan omega-3 dan omega-6 yang mendekati imbangan ideal 1:5 adalah telur yang

dihasilkan dari pemberian pakan dengan tambahan minyak ikan lemuru 2% dan minyak

sawit 6% dengan perbandingan yaitu 1: 4,6.

DAFTAR PUSTAKA

Chao, P.M., C.Y. Chao, F.J. Lin and C.J. Huang. 2001. Oxidized frying oil up-regulates

hepatic acyl-CoAoxidase and cytochrome P450 4A1 Genes in rats and activates

PPAR α . J. Nutr. 131 :3166-3174

Duthi, I.E and S.M. Barlow. 1992. Dietary lipids exemplified by fish oils and their n-3

fatty acids. Food Science and Technology 6:20-36.

Duxbury, D. 2005. Omega-3s Offer Solution to Trans Fat Substitution Problems.

Expert at fat and oils conference suggest how to formulate foods without trans

fatty acids. Food Technology, vol. 59 (4).

International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC). 1987. Standard Methods

For The Analysis of Oils, Fats and Derivatives. Great Britain by A. Wheaton &

Co. Ltd. Oxford, UK.

Jatmika, A dan P. Guritno. 1996. Produksi minyak sawit kaya pro-vitamin A. Jurnal

Penelitian Kelapa Sawit. Jakarta.

Page 95: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

12

Leskanich, C.O and R.C. Noble. 1997. Manipulation of the n-3 polyunsaturated fatty

acid composition of avian eggs and meat. World’s Poultry Science Journal

53:155-183

Lestariana, W. 2003. Tinjauan Biokimiawi Pola Makan untuk Mencegah Penyakit

Defisiensi dan Penyakit Degeneratif. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar

pada Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.

Milo, L. 2005. Functional Fatty Acids. Food Technology 59(4):63-68

Noble. R.C. 1987. Egg lipids. In: Egg Quality-Current Problems and Recent Advances

(Eds. Wells. R.G and Belyavin. C.G., Eds). Poultry Science Symposium Number

20. Butterworths, London. pp 159-177.

NRC. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. Ninth Revised Edition. National

Academy Press. Washington, D.C.

Steel, R.G.D and J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan

Biometrik. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sinclair, A and A. Simopoulos. 2003. Omega-6 and Omega-3 Fatty Acid, Maybe the

Key to Understanding Fat and Chronic Disease. in : Theron, K. Science in Africa-

Africa’s First On-Line Science Magazine. University of Stellenbosch.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1987. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan

dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Tillman, A.D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo., dan S.

Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta.

Tranggono. 2001. Lipid dalam Perspekif Ilmu dan Teknologi Pangan. Naskah pidato

pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta.

Tsalissavrina, I. 2005. Pengaruh Pemberian Diet Tinggi Karbohidrat Dibandingkan Diet

Tinggi Lemak Terhadap Kadar Trigliserida Dan HDL Darah Pada Tikus Rattus

Novergicus Strain Wistar. Laporan Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi

Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.

Ulbricht, T.L.V. 1992. Animal Fat and Human Health. Animal Production 54:462

Page 96: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

PENGKAJIAN SISTEM USAHATANI BAWANG MERAH

BERBASIS BIOPESTISIDA

Eli Korlina, Diding Rachmawati, Zainal Arifin, Luki Rosmahani, dan Sarwono

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Jl. Raya Karangploso Km. 4 PO. Box 188 Malang, Tlp. (0341) 494052

RINGKASAN

Pengembangan sistem pertanian dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada

secara bijaksana, dengan menjaga kelestarian alam dapat mewujudkan suatu sistem pertanian

yang berkelanjutan. Sistem pertanian yang berkelanjutan dapat dikembangkan dengan

menerapkan masukan teknologi yang ramah lingkungan yaitu dengan penggunaan agens hayati

sebagai biopestisida untuk pengelolaan hama dan penyakit. Pengkajian dilakukan di

Laboratorium hama dan penyakit BPTP Jawa Timur dan di lahan petani di desa Bun. Barat, Kec.

Rubaru Kab.Sumenep, pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2007. Bertujuan untuk

memperoleh paket teknologi SUT bawang merah dengan menggunakan biopestisida Trichoderma

sp yang efektif dan efisien Rancangan percobaan menggunakan petak berpasangan dengan 4

ulangan yaitu berupa petani kooperator yang berbeda. Perlakuan terdiri dari 3 model usaha tani

yaitu: (A). Usahatani teknologi perlakuan bibit dengan varietas Super Philip, (B). Usahatani

teknologi perlakuan bibit dengan varietas lokal Sumenep dan (C). Usahatani cara petani setempat.

Hasil pengkajian diperoleh bahwa sistem usahatani bawang merah lokal Sumenep dengan

menggunakan biopestisida Trichoderma sp sebagai perlakuan bibit, dapat menekan

perkembangan penyakit layu fusarium, serta dapat meningkatkan bobot basah umbi bawang

merah. Rata-rata bobot umbi untuk masing-masing perlakuan A, B dan C sebesar 10,28 ; 11,77

dan 6,59 ton per hektar.

Kata Kunci : Bawang merah, SUT, biopestisida, Trichoderma sp

Page 97: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

PENDAHULUAN

Kebutuhan hidup manusia akan pangan pada awalnya cukup terpenuhi hanya dengan

budidaya tanaman, yang sejak dulu dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang

tersedia. Namun dengan bertambahnya jumlah penduduk, teknologi budidaya yang dirakit adalah

teknologi yang memacu peningkatan produksi tanaman, seperti penggunaan varietas unggul

untuk meningkatkan produktivitas yang lebih tinggi, teknologi pemupukan untuk memacu

tanaman berproduksi maksimal dan teknologi pengendalian OPT untuk menghindari kehilangan

hasil suatu tanaman. Dampak dari pengelolaan lahan intensif yang berfokus hanya untuk

meningkatkan produktivitas menyebabkan sistem pertanian pada suatu wilayah tidak stabil,

pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang berlebihan.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dikembangkan suatu sistem pertanian dengan memanfaatkan

sumberdaya alam yang ada secara bijaksana dan mempertimbangkan semua aspek yang ada untuk

menjaga kelestarian alam, sehingga dapat terjadi suatu sistem pertanian yang berkelanjutan.

Sistem pertanian yang berkelanjutan dapat dikembangkan dengan menerapkan masukan

teknologi yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Salah satu

usaha menuju sistem pertanian yang berkelanjutan adalah dengan teknologi budidaya dengan

penggunaan agens hayati sebagai biopestisida untuk pengelolaan hama dan penyakit. Budianto

(2002) mengemukakan bahwa Indonesia sangat berpotensi didalam hal pengembangan pertanian

organik, karena ditunjang oleh ketersediaan lahan, kekayaaan keanekaragaman sumberdaya

hayati dan kelimpahan sinar matahari, oleh karena itu arah pengkajian diprioritaskan kepada

komponen teknologi biopestisida dan pupuk alami.

Tanaman hortikultura khu Salah satu komoditas sayuran unggulan Jawa Timur yang sudah lama ditanam petani

adalah tanaman bawang merah., namun dalam hal pengendalian OPT masih selalu bertumpu pada

penggunaan pestisida kimia. Beberapa OPT (organisme pengganggu tanaman) dilaporkan telah

banyak menyebabkan kerugian, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Kerugian yang

terjadi dapat berupa kerugian dengan kerusakan ringan sampai dengan gagal panen, tergantung

pada jenis OPT dan komoditasnya (Nasikin dkk, 2007). Oleh karena itu sebagai substitusi

penggunaan pestisida dicari terobosan baru dengan memasukkan biopestisida. Masalah OPT

pada tanaman bawang merah yang utama adalah penyakit layu fusarium, yang menyebabkan

tanaman tidak bisa tumbuh dengan sempurna, karena bagian umbi atau pangkal umbi terserang

cendawan fusarium, yang lama kelamaan umbi tersebut akan membusuk.

Sampai saat ini pestisida kimia yang tersedia belum dapat memecahkan masalah penyakit

layu di lapangan. Perkembangan penelitian tentang pengendalian layu fusarium dengan agens

Page 98: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

hayati sebagai sumber pengendalian selama 24 tahun terakhir ini banyak menarik minat peneliti

(Widodo, 2004). Trichoderma spp merupakan salah satu mikroorganisme yang sudah ada di alam

dan dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati. Keberadaannya dapat berperan dalam pengendalian

patogen tular tanah seperti layu fusarium (Korlina dkk, 2006), maupun sebagai dekomposer,

karena mikroorganisme tersebut mempunyai kemampuan dalam mendekomposisikan bahan

organik, terutama bahan-bahan alami yang mengandung selulosa dan lignin yang tinggi (Mala,

1994) Keberhasilan Trichoderma spp. dalam mengendalikan patogen tular tanah telah banyak

dilaporkan, baik dilakukan di laboratorium secara in vitro maupun di rumah kaca, sedangkan

peranannya sebagai biopestisida di lapangan masih kurang yang melaporkan. Tujuan dari

kegiatan pengkajian adalah memperoleh paket teknologi SUT bawang merah dengan

menggunakan biopestisida Trichoderma sp yang efektif dan efisien

BAHAN DAN METODE

Pengkajian dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit BPTP Jawa Timur untuk

membiakkan dan memperbanyak Trichoderma sp, baik di media PDA maupun di media cair yang

akan digunakan untuk pengkajian SUT di lapangan. Sedangkan percobaan lapang dilakukan di

desa Bun. Barat, Kec. Rubaru Kab.Sumenep, pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus

2007. Rancangan percobaan menggunakan petak berpasangan dengan 4 ulangan yaitu berupa

petani kooperator yang berbeda. Perlakuan terdiri dari 3 model usaha tani yaitu: (A). Usahatani

teknologi perlakuan bibit dengan varietas Super Philip, (B). Usahatani teknologi perlakuan bibit

dengan varietas lokal Sumenep dan (C). Usahatani cara petani setempat (Lampiran 1).

Pengolahan tanah dilakukan dengan cara dibajak 4 sampai 6 kali hingga tanah menjadi

gembur. Dibuat bedengan dengan ukuran tinggi bedengan 40 cm dan kedalaman parit 30 cm.

Pupuk dasar berupa pupuk kandang diberikan 7 hari sebelum tanam. Pupuk P diberikan saat

tanam, sedangkan pupuk ZA, Urea dan KCl diberikan 2 kali yaitu pada saat tanaman berumur 15

dan 30 hari setelah tanam. Perlakuan bibit dengan menggunakan Trichoderma sp cair dilakukan

dengan cara perendaman bibit bawang merah sebelum tanam. Kerapatan spora Trichoderma sp

cair adalah 107. Luas percobaan untuk masing-masing perlakuan 500 m

2, sehingga total luasan

pengkajian 0,4 Ha.

Pengamatan di laboratorium ditujukan terhadap populasi fusarium dan

trichoderma yang berasal dari lapangan sebelum dan setelah aplikasi. Sedangkan

pengamatan di lapangan ditujukan terhadap luas serangan penyakit layu, hama dan

penyakit lain kalau ada serangan, pertumbuhan tanaman dan produksi bawang merah.

Page 99: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Populasi cendawan Trichoderma dan Fusarium (sebelum dan setelah aplikasi)

Berdasarkan hasil analisa tanah terhadap mikroorganisme Fusarium dan Trichoderma

dengan cara pengenceran, dari tanah yang akan ditanami bawang merah, berasal dari Sumenep

sebelum dan setelah aplikasi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisa tanah terhadap Fusarium dan Trichoderma sebelum dan setelah perlakuan Populasi cendawan (cfu/gr tanah)

Perlakuan Sebelum aplikasi Setelah aplikasi

Fusarium Trichoderma Fusarium Trichoderma

A

B

C

3,5 x 102

3 x 102

0,7 x 104

-

-

1 x 102

-

0,5 x 102

-

-

0,5 x 103

-

Dari Tabel 1 nampak bahwa populasi fusarium sebelum aplikasi ditemukan pada

berbagai perlakuan. Hal ini mengindikasikan bahwa tanah yang akan ditanami bawang merah

sudah mengandung fusarium dengan tingkat kerapatan propagul yang berbeda-beda, selain itu

ditemukan juga adanya Trichoderma yaitu pada perlakuan cara petani (C). Sedangkan setelah

perlakuan (aplikasi) kedua cendawan tersebut hanya ditemukan pada perlakuan B .

2. Di lapangan

Hasil pengamatan terhadap keragaan pertumbuhan bawang merah disajikan pada Tabel 2.

Dari Tabel 2 nampak bahwa tinggi tanaman ketiga perlakuan yang dicoba tidak menunjukkan

adanya perbedaan dengan rata-rata tinggi tanaman 25-27cm, sedangkan untuk jumlah daun dan

jumlah anakan nampaknya perlakuan bibit bawang merah Super Philip (perlakuan A)

memperlihatkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding perlakuan yang menggunakan bibit

lokal Sumenep. (Gambar 1b & 1c). Hal ini ada hubungannya dengan sifat genetis dari jenis

bawang merah yang digunakan, dimana jumlah daun juga lebih banyak daripada jenis lokal

sumenep.

Page 100: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Tabel 2. Tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan bawang merah umur 4 minggu setelah

tanam .Sumenep. 2007

Perlakuan Tinggi

tanaman (cm)

Jumlah

daun

Jumlah

anakan

A.Super Philip + Trichoderma

B.Lokal Sumenep + Trichoderma

C. Lokal Sumenep

26,19 a*)

27,00 a

25,72 a

43,79 b

19,41 a

18,38 a

9,51 b

4,53 a

4,50 a Keterangan :

*) Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji T-student 5 %

Gambar 1. Keragaan pertumbuhan bawang merah

Penyakit yang muncul dan menyerang tanaman bawang merah adalah penyakit layu

fusarium (Gambar 2a) dan embun tepung (Peronospora destructor) (Gambar 2b). Kedua

penyakit ini muncul pada saat tanaman bawang merah berumur 2 minggu setelah tanam (MST).

Serangan gejala layu fusarium tertinggi terdapat pada perlakuan Super Philip + Trichoderma

(perlakuan A), namun secara analisa statistik tidak berbeda nyata dengan kedua perlakuan lainnya

(Tabel 3). Pada saat tanaman bawang merah berumur 3 MST, serangan layu mengalami

penurunan terutama pada bawang merah lokal Sumenep + Trichoderma (B) yang berbeda nyata

dengan perlakuan lainnya. Gejala embun tepung serangannya cukup tinggi mencapai 80%,

terutama muncul pada tanaman bawang merah jenis lokal Sumenep, baik yang diperlakukan

dengan Trichoderma maupun yang tidak. Namun serangannya dapat diatasi sampai tanaman

umur 3 MST.

Gambar 2. Penyakit tanaman bawang merah, penyakit layu (a),

penyakit embun tepung (b)

a

c

b

b a

c

a b

Page 101: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Tabel 3. Rata-rata persentase penyakit layu pada tanaman bawang merah umur 2 dan 3 minggu

setelah tanam .Sumenep. 2007

Perlakuan Penyakit layu (%)

2 MST 3 MST

A.Super Philip + Trichoderma

B.Lokal Sumenep + Trichoderma

C. Lokal Sumenep

1,88 a*)

1,31 a

1,25 a

0,26 b

0,05 a

0,24 b Keterangan :

MST = Minggu setelah tanam

*) Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji T-student 5 %

Panen dilakukan pada saat tanaman bawang merah telah mengalami kerebahan daun 80%

dan umbi sudah kelihatan diatas permukaan tanah. Rata-rata produksi bawang merah disajikan

pada Tabel 4. Rata-rata produksi per 8 rumpun tertinggi dicapai oleh perlakuan lokal Sumenep +

Trichoderma (B), baik untuk bobot basah maupun bobot kering. Tingginya bobot basah dan

bobot kering pada perlakuan B ada hubungannya dengan kondisi tanaman bawang merah pada

saat vegetatif, dibanding kedua perlakuan lainnya tanaman yang terserang layu relatif paling

rendah, sedangkan perlakuan A yang menggunakan jenis Super Philip lebih peka terhadap

serangan layu, walaupun sebelum tanam bibit sudah diperlakukan dengan Trichoderma masih

juga terserang penyakit layu.

Tabel 4. Rata-rata bobot basah, bobot kering dan susut bobot tanaman bawang merah (8

rumpun) Sumenep. 2007

Perlakuan Bobot basah (gr) Bobot kering (gr) Susut bobot(%)

A.Super Philip + Trichoderma

B.Lokal Sumenep + Trichoderma

C. Lokal Sumenep

543,75 a

665,75 a

590,00 a

421,25

451,25

440,63

22,53

32,22

25,32 Keterangan :

*) Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji T-student 5 %

Secara umum pengkajian SUT bawang merah dengan menggunakan Trichoderma

sebagai perlakuan bibit tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, namun berpengaruh

sangat nyata terhadap perkembangan penyakit layu, serangan penyakit layu relatif dapat ditekan,

walaupun pada waktu tanaman bawang merah berumur 2 MST semua plot perlakuan

memperlihatkan adanya serangan layu, yang diduga terbawa oleh bibit, namun pada 3 MST

persentase serangan layu mulai menurun terutama pada jenis bawang merah lokal sumenep yang

diperlakukan Trichoderma. Penurunan ini terjadi selain tanaman yang bergejala langsung

dicabut, nampaknya jenis lokal sumenep lebih tahan penyakit layu, sedangkan yang

menggunakan bawang merah Super Philip + Trichoderma masih terserang layu, ini terjadi karena

Page 102: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

bibit bawang merah Super Philip lebih peka daripada jenis lokal Sumenep, seperti dikemukakan

oleh Korlina dan Baswarsiati (1997) bahwa jenis Super Philip lebih peka penyakit layu, baik

ditanam di musim kemarau maupun di musim penghujan. Kemungkinan lain yang dapat

dikemukakan pengaruh biopestisida terjadi pada 3 MST, diduga cendawan Trichoderma

berpoliferasinya agak lambat, karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung untuk

pertumbuhan cendawan, dimana pada waktu pengkajian kondisi lapangan untuk penanaman

bawang merah sangat panas. Menurut Howel (2003) Trichoderma adalah antagonis yang aktif

dalam tanah lembab dan sebaliknya terhambat dalam kondisi kering dengan pH 5,4 atau lebih,

mekanisme yang terjadi sangat dipengaruhi oleh tipe tanah, suhu, pH dan kelembaban lingkungan

tanaman dan tanah serta oleh mikroflora lainnya.

Selain pengaruhnya terhadap penyakit layu, nampaknya perlakuan bibit dengan cara

perendaman dengan Trichoderma berpengaruh terhadap bobot umbi bawang merah, dalam hal ini

bobot basah dan bobot kering per rumpun untuk perlakuan B tertinggi yaitu rata-rata 83,22 gr dan

56,41 gr lebih berat daripada tanpa perlakuan perendaman dengan jenis bawang merah yang sama

pada cara petani dengan berat sebesar 73,75 gr dan 55,08 gr. Mengenai kemampuan Trichoderma

dalam meningkatkan produksi dilaporkan oleh Harman (2000), bahwa jagung yang ditanam pada

tanah yang rendah N, setelah penambahan Trichoderma menghasilkan pertumbuhan tanaman

dengan daun lebih hijau, diameter batang lebih besar dan produksi biji meningkat.

Analisa Usahatani Bawang Merah

Hasil analisa usahatani disajikan pada lampiran 2. Untuk Pengeluaran bahan terbesar

pada semua perlakuan adalah pembelian bibit, sedangkan untuk pengeluaran keseluruhan bahan

dan tenaga kerja yang paling banyak adalah kedua rakitan teknologi (A dan B) yang mencapai

Rp.28.994.000. Pendapatan usahatani tertinggi dicapai oleh rakitan teknologi B (Rp. 76.936.000)

diikuti oleh rakitan teknologi A (Rp. 63.526.000) dan cara petani (Rp.33.365.000). Hal ini

berbeda karena produksi yang dicapai untuk masing-masing usahatani berbeda, sehingga B/C

ratio yang dicapai juga berbeda yaitu masing-masing sebesar 2,65; 2,19 dan 1,20.

Page 103: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

KESIMPULAN

Sistem Usahatani bawang merah dengan menggunakan biopestisida Trichoderma sp

sebagai perlakuan bibit, dapat menekan peningkatan penyakit layu fusarium, serta dapat

meningkatkan bobot basah umbi bawang merah dengan rata-rata hasil per hektar sebesar 11,77

ton . Hasil analisa usahatani tertinggi diperoleh dari SUT bawang merah yang menggunakan

bibit jenis lokal Sumenep dengan aplikasi biopestisida memberikan B/C ratio sebesar 2,65.

TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Sdr. Nuriwan, Sri Zunaini Saadah dan Siti

Fatimah yang telah membantu secara aktif pelaksanaan pengkajian.

DAFTAR PUSTAKA

Budianto, D. 2002. Kebijakan penelitian dan pengembangan pertanian organik. Didalam Mulya,

K dkk editor. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Pertanian Organik. Jakarta, 2-3

Juli 2002. hlm 1-12.

Harman GE. 2000. Myths and dogmas of biocontrol: Changes in perception served from

research on Trichoderma harzianum T-22. Plant Disease 84: 377-393.

Howell CR, Hanson LE, Stipanovic RD, Puckhaber LS. 2000. Induction of terpenoid synthesis in

cotton roots and control of Rhizoctonia solani by seed treatment with Trichoderma

virens. Phytopathology 90: 248-252.

Korlina E dan Baswarsiati. 1997. Uji ketahanan beberapa kultivar bawang merah terhadap

penyakit layu Fusarium sp. Risalah Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah PFI.

Mataram, 25-27 September 1995. Mataram: Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. hlm

535-539.

_______,Widodo dan Munif, A. 2006. Pengujian campuran cendawan antagonis dan bahan

organik untuk mengendalikan penyakit layu Fusarium oxysporum pada bawang merah.

Didalam Ashari, S dkk editor. Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura

Indonesia. Malang, 28-29 Nopember 2005. hlm 75-79.

Mala, Y. 1994. Seleksi dan penggunaan galur Trichoderma untuk meningkatkan laju

pengomposan jerami padi. [Tesis]. Pasca Sarjana. Fakultas Pertanian IPB Bogor.

Nasikin, Juliastuti dan Adhirasa, RB. 2007. Sosialisasi pemasyarakatan PHT pada tanaman

pangan dan hortikultura di Jawa Timur. Makalah pada ” Pengelolaan Tanaman Secara

Terpadu untuk Menuju Pertanian Berkelanjutan” PEI, PFI dan MAPORINA Malang, 9

Januari 2007.

Page 104: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Widodo, 2004. Status fusarium sebagai patogen tanaman di Indonesia. Makalah disampaikan

pada Simposium Nasional I tentang Fusarium. Purwokerto, 26-27 Agustus 2004.

Lampiran 1. Rakitan teknologi sistem usahatani bawang merah dengan menggunakan

biopestisida (ha)

Komponen Perlakuan

Rakitan Teknologi 1 Rakitan Teknologi 2 Cara petani

Varietas Super Philip Lokal Sumenep Lokal

Sumenep

Tinggi bedengan 40 cm 40 cm 40 cm

Ukuran bedengan Lebar : 1,8 m

Panjang sesuai kondisi

lahan

Lebar : 1,8 m

Panjang sesuai kondisi

lahan

Sesuai

ukuran petani

setempat

Pemupukan/ha

- Pupuk kandang

- Urea

- ZA

- KCl

- SP-36

10 ton

200 kg

500 kg

200 kg

200 kg

10 ton

200 kg

500 kg

200 kg

200 kg

Sesuai cara

petani

setempat

Jarak tanam 20 x 15 cm 20 x 15 cm Cara petani

Pengendalian hama

dan penyakit

- Ulat daun (S.

exigua)

- Penyakit moler

(Fusarium

oxysporum)

- Penyakit

antraknose

(Colletotrichum

gloeosporioides)

Berdasarkan

pemantauan, bila ada

serangan / kerusakan

>5% dilakukan

pengendalian dengan

insektisida kimia

- untuk pencegahan

sebelum tanam, bibit

diperlakukan dengan

Trichoderma sp

dengan cara

perendaman

- tanaman bergejala

dicabut

- Ada serangan >5%

dilakukan

pengendalian

fungisida, dimulai

dengan fungisida

sistemik-kontak-

kontak-kontak-

kontak-sistemik

Berdasarkan pemantauan,

bila ada serangan /

kerusakan >5% dilakukan

pengendalian dengan

insektisida kimia

- untuk pencegahan

sebelum tanam, bibit

diperlakukan dengan

Trichoderma sp

dengan cara

perendaman

- tanaman bergejala

dicabut

- Ada serangan >5%

dilakukan

pengendalian

fungisida, dimulai

dengan fungisida

sistemik-kontak-

kontak-kontak-kontak-

sistemik

Secara

teratur/berjad

wal (sesuai

cara petani)

Bibit tidak

diperlakukan

Page 105: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Lampiran 2. Analisa Usahatani Bawang Merah (tanam Juni 2007) per ha.

Perlakuan

Uraian Rakitan teknologi 1 Rakitan teknologi 2 Cara Petani

Fisik

(kg)

Nilai

(Rp.000)

Fisik

(kg)

Nilai

(Rp.000)

Fisik

(kg)

Nilai

(Rp.000)

1. Bahan

- Bibit

- Pupuk buatan

- SP36

- KCl

- Urea

- ZA

- Pukan

- Bokashi

- Pestisida

- Biopestisida

2. Tenaga kerja

- Pengolahan

tanah

- Membersihkan

bibit

- Tanam

- Penyiangan

- Perbaikan

saluran air

- Pemupukan

- Penyemprotan

- Panen

Total biaya (1)+(2)

Harga jual (Rp/kg)

Hasil panen (kg/ha)

Penerimaan (Rp)

Pendapatan (Rp)

B/C Ratio

1000

200

200

200

500

-

10000

-

120

12

33

45

10

12

9

35

28.994.000

9000

10.280

92.520.000

63.526.000

2,19

15.000

290

600

264

600

-

4000

-

3.000

300

825

1125

250

300

225

875

1000

200

200

200

500

-

10000

1 l

120

12

33

45

10

12

9

35

28.994.000

9000

11.770

105.930.000

76.936.000

2,65

15.000

290

600

264

600

-

4000

20

3.000

300

825

1125

250

300

225

875

1000

300

120

500

200

8000

-

-

120

12

33

45

10

19

12

35

25.945.000

9000

6.590

59.310.000

33.365.000

1,20

15.000

435

360

660

240

300

-

-

3.000

300

825

1125

250

475

300

875

Page 106: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

.

.

Page 107: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi
Page 108: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

PENGKAJIAN SISTEM USAHATANI KRISAN BERBASIS BIOPESTISIDA

Eli Korlina, M. Cholil Mahfud, Diding Rachmawati, dan Sarwono

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Jl. Raya Karangploso Km. 4 PO. Box 188 Malang, Tlp. (0341) 494052

RINGKASAN

Kendala utama yang dihadapi dalam mengusahakan tanaman krisan sebagai bunga

potong adalah adanya serangan OPT (organisme pengganggu tanaman). Hama yang dominan

menyerang tanaman krisan adalah afid, thrip dan pengorok daun. Keberadaan hama ini dapat

merusak ferforma fisik tanaman dan bunga yang sangat menentukan dalam sortasi dan grading.

Penggunaan dan pemanfaatan Beauveria bassiana sebagai biopestisida diharapkan dapat

mengurangi pencemaran lingkungan dan memungkinkan petani terhindar dari ketergantungan

kepada bahan-bahan kimia. Pengkajian dilakukan di Laboratorium hama dan penyakit BPTP

Jawa Timur dan di lahan petani di desa Tutur, Kec. Tutur Kab.Pasuruan, pada bulan Mei sampai

dengan bulan Desember 2007. Bertujuan untuk memperoleh paket teknologi SUT krisan dengan

menggunakan biopestisida Beauveria bassiana yang efektif dan efisien. Rancangan percobaan

menggunakan petak berpasangan dengan 3 ulangan yaitu berupa petani kooperator yang berbeda.

Perlakuan terdiri dari 3 model usaha tani yaitu: A. Usahatani dengan cara teknologi pengendalian

hama dengan B. bassiana, B. Usahatani dengan cara teknologi kombinasi pengendalian hama

dengan B. bassiana dan insektisida secara bergantian dan, C. Usahatani cara petani setempat.

Hasil pengkajian diperoleh bahwa aplikasi B. bassiana bergantian dengan insektisida seminggu

sekali dapat mengurangi populasi kutu daun afid dan pengorok daun. Sedangkan aplikasi B.

bassiana secara tunggal hanya efektif untuk mengendalikan pengorok daun.

Kata Kunci : Krisan, SUT, biopestisida, Beauveria bassiana

PENDAHULUAN

Kendala utama yang dihadapi dalam mengusahakan tanaman krisan sebagai bunga

potong adalah adanya serangan OPT (organisme pengganggu tanaman). Salah satu OPT yang

menyerang tanaman krisan adalah hama. Hama yang dominan menyerang adalah afid, thrip dan

pengorok daun. Keberadaan hama ini dapat merusak ferforma fisik tanaman dan bunga yang

sangat menentukan dalam sortasi dan grading, yang pada akhirnya berpengaruh pada harga jual

produk krisan bunga potong (Budiarto, dkk. 2006).

Pengalaman menunjukkan bahwa masalah OPT tidak dapat ditangani hanya dengan satu

cara pengendalian, tetapi harus memadukan berbagai cara pengendalian secara kompatibel,

misalnya dengan menggunakan mikroorganisme sebagai sumber pengendalian hayati.

Penggunaan dan pemanfaatan agens hayati sebagai biopestisida yang semakin berkembang akhir-

akhir ini, disebabkan adanya dampak negatif dari pestisida kimia yang dilakukan terus menerus,

terutama terhadap kesehatan manusia dan terhadap lingkungan. Selain itu juga karena meluasnya

Page 109: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

penerapan konsep PHT, berkembangnya pertanian organik dan upaya pelestarian lingkungan

(Prijono, 2003).

Sampai saat ini telah dike Banyak keuntungan yang dapat diperoleh apabila menggunakan mikroorganisme ini

sebagai biopestisida, diantaranya yang utama adalah minimnya pencemaran lingkungan oleh

bahan beracun dan memungkinkan petani terhindar dari ketergantungan kepada bahan-bahan

kimia (Santoso, 2003). Salah satu entomopatogen yang dapat dimanfaatkan dan penggunaannya

telah meluas adalah cendawan Beauveria bassiana. Cendawan ini dilaporkan dapat

mengendalikan berbagai jenis serangga hama (Barson, 1977), karena mempunyai daya bunuh

tinggi, mudah diperbanyak, dan tidak bersifat toksik terhadap vertebrata, misalnya untuk

mengendalikan hama penggerek batang lada (Suprapto dan Suroso, 1999), penggerek buah kopi

dan kakao (Sulistyowati & Yohanes, 2000). Sedangkan pemanfaatan B. bassiana untuk

pengendalian hama pada tanaman krisan masih terbatas dan belum banyak dilaporkan

Model kemitraan antara BPTP-Pemda (BPTPH) dan BPTP-Balit merupakan salah satu

model yang dapat dikembangkan dalam mensosialisasikan agens hayati sebagai biopestisida.

Dalam hal ini BPTPH merupakan instansi yang telah mencoba mengembangkan agens hayati

langsung di petani, sedangkan Balit dan BPTP merupakan penghasil dan pengkaji agens hayati.

Model ini dapat dikembangkan untuk mendukung komoditas unggulan di tingkat propinsi, seperti

halnya krisan. BPTP Jatim bermitra dengan Pemda (BPTPH) untuk menangani beberapa OPT

khususnya pada komoditas hortikultura, dengan pemanfaatan agens hayati yang telah

dikembangkan, yang pada akhirnya dapat dibuat formulasi. Sedangkan BPTP Jatim dengan Balit

bermitra dalam pengembangan agens hayati yang telah dihasilkan. Tujuan dari kegiatan

pengkajian adalah memperoleh paket teknologi SUT krisan dengan menggunakan biopestisida

Beauveria bassiana yang efektif dan efisien

BAHAN DAN METODE

Kegiatan pengkajian dilaksanakan di laboratorium Hama dan Penyakit BPTP Jawa

Timur, untuk membiakkan dan memperbanyak B. bassiana di media cair yang akan digunakan

untuk pengkajian SUT di lapangan. Sedangkan kegiatan di lapangan dilakukan di desa Tutur,

Kec. Tutur Kab. Pasuruan, pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2007. Rancangan

percobaan menggunakan petak berpasangan dengan 3 ulangan yaitu berupa petani kooperator

yang berbeda. Perlakuan terdiri dari 3 model usaha tani yaitu: A. Usahatani dengan cara

teknologi pengendalian hama dengan B. bassiana, B. Usahatani dengan cara teknologi kombinasi

Page 110: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

pengendalian hama dengan B. bassiana dan insektisida secara bergantian dan, C. Usahatani cara

petani setempat (Lampiran 1).

Pembentukan bedengan di dalam rumah lindung dilakukan dengan menggunakan cangkul

dengan mengolah tanah secara sempurna dengan kedalaman bedengan 30 cm. Setelah tanah

gembur, tanah dikeringanginkan selama 2 minggu, kemudian dibentuk bedengan setinggi 25-30

cm dengan lebar 1 meter dan memanjang searah dengan panjang rumah lindung. Setelah

bedengan terbentuk tanah diolah ringan dengan mencampurkan pupuk kandang 30 t/ha dan

humus 10 t/ha. Bersamaan dengan itu pupuk dasar 200 kg/ha Urea, 350 kg/ha KCl dan 300 kg/ha

SP36 disebarkan merata. Bedengan kemudian disterilisasi dengan menggunakan Basamid sesuai

dosis anjuran, selanjutnya bedengan ditutup dengan penutup kedap udara selama 18-21 hari.

Penutup bedengan dibuka dan diolah ringan untuk menghilangkan efek Basamid yang ada pada

bedengan. Selanjutnya 1 sampai 2 hari sebelum tanam bedengan diberi air hingga kapasitas

lapang dan dipasang jaring penegak tanaman yang sesuai dan dibuat lubang tanam dengan jarak

tanam 12,5 cm x 12,5 cm (kerapatan tanam 64 tanaman/m2), selanjutnya bedengan siap ditanami

(Gambar 1).

Gambar 1. Bedengan siap ditanami bibit krisan

Pemberian cahaya tambahan di malam hari dilakukan selama 4 jam (pukul 23.00-03.00) yang

dilakukan selama fase vegetatif dan dihentikan setelah batang tanaman mencapai ukuran ± 50 cm.

Ukuran bedengan masing-masing perlakuan 6 m2, sehingga keseluruhan luasan ± 60 m

2.

Pengamatan ditujukan terhadap intensitas serangan hama pengorok daun dan populasi kutu/thrip

pada tanaman krisan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan SUT krisan berbasis biopestisida dilakukan di rumah plastik milik petani di dua

lokasi yaitu dusun Gunungsari dan dusun Krajan (Gambar 2). Aplikasi B. bassiana dilakukan

setelah ditemukan hama sasaran, pada pengkajian ini ditemukan hama pada saat tanaman krisan

berumur 2 minggu setelah tanam (MST). Aplikasi dilakukan setiap minggu apabila serangan atau

populasinya rendah, namun apabila populasi tinggi aplikasi dilakukan 2 kali dalam seminggu.

Page 111: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

3 4 5 6 7 8

Umur tanaman (MST)

Popula

si kutu

daun (

ekor)

B. bassiana B. bassiana + insektisida Insektisida

Hasil kegiatan SUT krisan dengan menggunakan B. bassiana sebagai biopestisida diperoleh

bahwa hama yang dominan ditemukan menyerang tanaman krisan adalah kutu daun. Umumnya

kutu daun ini menyerang pucuk tanaman krisan (Gambar 4). Populasi kutu daun relatif tinggi

rata-rata berkisar 4-13 ekor pertanaman, terutama terdapat pada perlakuan cara petani atau

insektisida (Gambar 3). Sedangkan pada perlakuan B. bassiana dan kombinasi B. bassiana +

insektisida, populasi kutu daun dapat ditekan.

Gambar 2. Lokasi pengkajian SUT krisan berbasis biopestisida

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa perlakuan aplikasi B. basiana secara tunggal mulai minggu

ke-5 sampai ke-8 mengalami peningkatan populasi, sedangkan perlakuan yang diaplikasi B.

basiana bergantian dengan insektisida populasinya menurun, dalam hal ini aplikasi B. basiana

bergantian dengan insektisida lebih efektif, dalam mengendalikan kutu daun afid, dibanding

aplikasi B. bassiana secara tunggal. Hal ini diduga ada hubungannya dengan sifat sinergisme

daripada biopestisida B. bassiana dan insektisida yang digunakan, sehingga efektifitasnya bisa

Gambar 3. Perkembangan populasi kutu daun pada berbagai perlakuan

Page 112: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

0

5

10

15

20

25

30

3 4 5 6 7 8

Umur tanaman (MST)

Inte

nsitas s

era

ngan (

%)

B. bassiana B. bassiana + insektisida Insektisida

lebih meningkat. Mengenai kompatibilitas antara B. bassiana dengan pestisida dilaporkan oleh

Todorova et.al (1998) bahwa kombinasi B. bassiana dengan fungisida dapat menyebabkan

mortalitas kumbang kentang sebesar 50-76,6%.

Selain kutu daun afid, hama lain yang muncul adalah pengorok daun (Lyriomyza

huidobrensis) (Gambar 4b), thrip dan ulat (Gambar 4c). Serangan thrip dan ulat relatif sangat

rendah. Perkembangan intensitas serangan pengorok daun dapat dilihat pada Gambar 5.

Nampaknya perlakuan biopestisida yang dicoba berpengaruh terhadap keberadaan pengorok

daun, perlakuan yang menggunakan biopestisida B. bassiana baik aplikasi tunggal maupun

bergantian dengan insektisida, intensitas serangannya lebih rendah dibanding penggunaan

insektisida saja. Hal ini ada hubungannya dengan sifat mekanisme daripada cendawan yaitu

propagul menempel pada hama pengorok daun, melakukan penetrasi menembus integumen dan

akhirnya mengeluarkan enzym atau toksin (Santoso, 1998), Tingginya intensitas serangan

pengorok daun pada cara petani kemungkinan lebih disebabkan insektisida yang digunakan tidak

tepat. Umumnya petani menggunakan

Gambar 4. Hama-hama yang menyerang tanaman krisan

a. Populasi koloni kutu daun

b.Gejala serangan pengorok daun

c.Serangan ulat Spodoptera litura

Gambar 5. Perkembangan serangan pengorok daun pada berbagai

perlakuan

a c b

Page 113: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

0

10

20

30

40

50

60

70

3 4 5 6 7 8

Umur tanaman (MST)

Inte

nsitas s

era

ngan (

%)

B. bassiana B. bassiana + insektisida Insektisida

insektisida berbahan aktif Sipemetrin dan Acephate dimana target sasarannya adalah ulat, bukan

kutu ataupun pengorok daun, padahal kedua jenis hama tersebut sangat merusak performa dari

bunga potong krisan.

Pengamatan dilakukan juga terhadap penyakit yang kemungkinan muncul. Penyakit

yang selalu muncul dan sulit dikendalikan, karena sudah terbawa dari bibit adalah penyakit karat

daun (Gambar 6). Pada saat pengkajian penyakit ini menyerang semua tanaman krisan, baik di

lingkungan pengkajian maupun di luar pengkajian. Perkembangan intensitas serangan penyakit

karat daun diperlihatkan pada Gambar 7. Nampaknya penggunaan B. bassiana tidak berpengaruh

terhadap keberadaan penyakit karat daun. Tanaman krisan yang diaplikasi B. bassiana maupun

yang tidak diaplikasi memperlihatkan serangan yang sama tinggi.

Gambar 6. Gejala serangan penyakit karat daun

Gambar 7. Perkembangan intensitas serangan karat daun pada

berbagai perlakuan

Page 114: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

KESIMPULAN

Aplikasi Beauveria bassiana bergantian dengan insektisida seminggu sekali, lebih efektif

menekan populasi kutu daun afid dengan rata-rata populasi 7 ekor pertanaman pada tanaman

krisan berumur 56 hari setelah tanam dan intensitas serangan pengorok daun (6,67%). Sedangkan

aplikasi B. bassiana secara tunggal hanya efektif untuk mengendalikan pengorok daun, dengan

intensitas serangan sebesar 0,67% dibanding kontrol yang mencapai 26%.

TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Sdr. Sri Zunaini Saadah dan Siti Fatimah yang

telah membantu secara aktif pelaksanaan pengkajian.

DAFTAR PUSTAKA

Barson, G. 1977. Laboratory evaluation of Beauveria bassiana as a patogen of the larval stage

elm bark beetle, Sccolytus scolytus. J. Invertebr. Pathol 29: 361-366.

Budiarto., K, Y. Sulyo., R. Maaswinkel dan S. Wuryaningsih. 2006. Budidaya Krisan Bunga

Potong. Puslitbanghort Jakarta.

Prijono, D. 2003. Teknik ekstraksi, uji hayati dan aplikasi senyawa bioaktif tumbuhan. Makalah

pada ”Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Pelaksana PHT Perkebunan

Rakyat”, IPB Bogor, 13-17 Oktober 2003.

Santoso, T. 2003. Menggali dan memanfaatkan potensi mikrob entomopatogen untuk

pengendalian hama. Makalah pada ”Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan

Keterampilan Pelaksana PHT Perkebunan Rakyat”, IPB Bogor, 13-17 Oktober 2003.

Sulistyowati, E dan Y.D. Yunianto. 2000. Produksi dan Aplikasi Agens Pengendalian Hayati

Hama Utama Kopi dan Kakao. Puslit. Kopi dan Kakao Indonesia.

Suprapto dan Suroso. 1999. Pengaruh konsentrasi cendawan Beauveria bassianaVuill terhadap

aspek biologi penggerek batang lada (Lophobaris piperis Mars) (Curculionidae:

Coleoptera). Didalam Prasadja, I dkk. Prosiding Seminar Nasional Peranan Entomologi

dalam Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis. Bogor,16 Februari

1999: 117-124

Todorova, S.I, Coderre D, Duchesne RM and Cote JC. 1998. Compatibility of Beauveria

bassiana with selected fungicides and herbicides. Environ. Entomol 27 (2) : 427-433.

Page 115: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Lampiran 1. Rakitan teknologi sistem usahatani krisan dengan menggunakan biopestisida

(ha)

Komponen Perlakuan

Rakitan Teknologi 1 Rakitan Teknologi 2 Cara petani

Varietas Lokal Lokal Lokal

Tinggi bedengan 25-30 cm 25-30 cm 25-30 cm

Ukuran bedengan 100 cm 100 cm Sesuai ukuran

petani

setempat

Pemupukan/ha

- Pupuk kandang

- Humus

- Urea

- KCl

- SP-36

30 ton

10 ton

200 kg

350 kg

300 kg

30 ton

10 ton

200 kg

350 kg

300 kg

Sesuai cara

petani

setempat

Jarak tanam 12,5 cm x 12,5 cm 12,5 cm x 12,5 cm Cara petani

Pengendalian

hama dan

penyakit

- Pengorok daun

(Liriomyza sp)

dan kutu daun

(Thrips

parvispinus)

- Penyakit karat

(Puccinia

chrysanthemi)

dan

kapang kelabu

(Botrytis cinerea)

- Dikendalikan dengan

biopestisida B. bassiana,

jika hama sasaran

ditemukan

- Dikendalikan dengan

fungisida

- Dikendalikan dengan

B. bassiana dan

insektisida berbahan

aktif kartap

hidroklorida secara

bergantian, jika hama

sasaran ditemukan

- Dikendalikan dengan

fungisida

Dikendalikan

dengan

insektisida

secara

teratur/berjad

wal (sesuai

cara petani)

Page 116: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

1

PENGUATAN KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI PENANGKAR BENIH KENTANG PUTRA TENGGER

DI KAB. LUMAJANG

P.E.R. Prahardini; Al. Gamal Pratomo; Harwanto; Wahyunindyawati; Endah Retnaningtyas

BPTP JAWA TIMUR Malang Jl. Raya karangploso km 4 kotak pos 188 Malang

ABSTRAK

Kelompok tani pengangkar benih kentang di Jawa Timur saat ini masih belum banyak terbentuk dan sulit berkembang. Keterbatasan teknologi perbenihan dan ketersediaan benih sumber yang cukup dan kontinyu merupakan salah satu penyebab sulitnya kelembagaan kelompok tani tersebut berkembang. Pengkajian bertujuan untuk mensosialisasikan teknologi perbenihan kentang dan menguatkan kelompok tani perbenihan kentang khususnya di kab. Lumajang. Pengkajian dilaksanakan di dusun Gedog, desa Argosari, kecamatan Senduro, kabupaten Lumajang yang termasuk ekoregion dataran tinggi lahan kering, pada bulan Januari sampai Desember 2006. Pengkajian terdiri dari beberapa tahapan pelaksanaan kegiatan yang berupa: pembelajaran kelompok tani dalam penguasaan teknologi perbenihan kentang, penguatan kelembagaan kelompok tani, promosi dan pemasaran hasil. Penguasaan teknologi dilakukan dengan melakukan pengkajian secara partisipatif oleh 8 anggota kelompok tani dan melakukan kunjungan lapang/ studi banding, sedangkan penguatan kelembagaan dengan pertemuan, studi banding dan memperbaiki serta mengaktifkan struktur organisasi kelompok berdasarkan tugas dan fungsinya yaitu: Ketua, Sekretaris, Bendahara, seksi Saprodi dan seksi Pemasaran. Selama pengkajian anggota kelompok Tani didampingi oleh peneliti, penyuluh dan petugas dari BPSBTPH Propinsi Jawa Timur. Dari hasil penguasaan teknologi perbenihan kentang terlihat bahwa pertumbuhan vegetatif tanaman antar anggota kelompok relatif sama dan telah mampu menghasilkan umbi benih bermutu/ bersertifikat. Penguatan modal kelompok diperoleh secara swadana dengan mengaktifkan usaha yang ditangani kelompok, iuran anggota dan pemotongan 10% dari hasil panen untuk kas kelompok. Promosi hasil panen dilakukan oleh anggota kelompok dan melalui Klinik Agribisnis BPTP Jawa Timur. Pemasaran hasil panen didominasi oleh petani di sekitar lokasi pengkajian juga berhasil memasarkanan benih ke luar Propinsi. Keberlanjutan kelompok tani penangkar benih kentang untuk menghasilkan benih sebar (G4) didukung oleh Diperta Propinsi Jawa Timur dalam penyediaan benih penjenis (G0) dan Pemda kabupaten Lumajang dalam penyediaan benih dasar 2 (G2) dan benih pokok (G3). Kata kunci :Kentang, benih ,penangkar, kelembagaan, kelompok tani

ABSTRACT The group of farmer for potato seed grower in East java is limited because of seedling technology and continuously of foundation seed’s stock. The aims of this assessment was to communicate the propagation technique for potato, strengthen farmers group, prepare qualified for potato seed at farmers level in East Java, especially in Lumajang. The assessment was conducted from January to December 2006 at dusun Gedog, desa Argosari, kecamatan Senduro, kabupaten Lumajang, that characterized as dry-upland region,. The assessment consisted of several steps

Page 117: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

2

of activities, such as to strengthen farmers group, promotion and marketing. To strengthen farmers group was done by improving and activating organization structure based on each task and function, namely the head, secretary, finance officer, production facilities and marketing. Training was done participatively by 8 farmers group members and field study and comparative study, that accompanied by researcher, extension workers and East Java Province BPSBTPH. The result of this activities showed that vegetative growth of plants among farmers group members was relatively similar and able to produce qualified seed. Financial support was provided by self financing of business owned by farmers group members fee, and 10% fee of yield obtained. Promotion was done personaly , from one to another and through Agribusiness Clinic. Marketing was dominated by farmers around assessment area, and reached Bajawa, NTT. The sustainable of Farmers group activity to produce the extension seed (G4) was supported by Provincial Extension service to produce breeder seed (G0), while G2 and G3 was supported by local government of Lumajang. Key notes : potato, seed, seed grower, farmers group

PENDAHULUAN

Propinsi Jawa Timur berpotensi untuk memenuhi kebutuhan kentang

Nasional yang tiap tahun makin meningkat. Luas tanam dan luas panen kentang di

dataran tinggi Jawa Timur tersebar di 15 kabupaten dengan luas panen + 7.910 ha,

dan produktivitas rata-rata + 12, 437 t/ha (Dinas Pertanian Jatim, 2003).

Ketersediaan benih kentang bermutu saat ini masih merupakan salah satu kendala

usahatani kentang di tingkat petani Jawa Timur. Dari benih bermutu diharapkan

naiknya produktivitas dan keuntungan petani (Asandhi, 1989).

Dengan melihat kondisi tersebut peluang penggunaan benih berlabel/

bermutu masih sangat tinggi dan harus terus dipacu melalui pemasyarakatan

penggunaan benih bermutu. Dari sisi kepentingan agribisnis selayaknya para

produsen benih dapat memanfaatkan peluang yang masih terbuka luas untuk dapat

meraih pangsa pasar ini dengan memberdayakan kelompoktani sebagai penangkar

benih.

Benih kentang bermutu di petani merupakan benih sebar (G4) yang

bersertifikat. Penyediaan benih tersebut dapat dilhasilkan oleh petani penangkar

benih kentang yang sudah terlatih dengan ketersediaan benih pokok (G3) dan

dengan tersedianya benih dasar 2 (G2) yang cukup. Kebutuhan benih berkualitas di

tingkat petani masih belum terpenuhi karena keterbatasan tersedianya benih

tersebut di Jawa Timur. Namun demikian saat ini sudah dirintis sistem alur benih

kentang bermutu oleh Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur dan beberapa Dinas

Page 118: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

3

Pertanian Kabupaten, salah satunya Kabupaten Lumajang dengan menghasilkan

benih dasar untuk diperbanyak menjadi benih sebar oleh penangkar benih kentang.

Salah satu kelompok tani penangkar benih kentang di kab. Lumajang adalah

Kelompok tani Perbenihan kentang “Putra Tengger” mempunyai peranan penting

untuk menghasilkan benih kentang bersertifikat. Pada tahun 2003 – 2005

keberadaannya di Jawa Timur merupakan kelompok perbenihan satu-satunya yang

dikelola oleh Kelompok tani dari 6 produsen/ penangkar benih kentang yang ada di

Jawa Timur (Suyoto, 2005).

Penumbuhan dan penguatan kelompok tani tersebut masih memerlukan

pendampingan dalam perubahan motivasi dari petani produsen umbi konsumsii

menjadi produsen benih, penerapan teknologi, penyediaan modal, penguatan

kelembagaan dan memantapkan alur pemasaran. Penguatan kelembagaan

kelompok tani tersebut perlu dikembangkan secara dinamis sehingga mampu

memacu peningkatan efisiensi usaha tani, terutama dalam penyediaan benih

kentang bermutu terutama di kab. Lumajang. Keberadaan kelompok tani perbenihan

sangat mendukung keberhasilan pemerintah, khususnya Departemen Pertanian

yang akan mewujudkan swasembada benih kentang pada tahun 2010 – 2012 (Nana,

2006)

Pengkajian bertujuan untuk mensosialisasikan teknologi perbenihan kentang

dan menguatkan kelompok tani perbenihan kentang khususnya di kab. Lumajang.

MATERI DAN METODE

A. Materi

Bahan penelitian terdiri dari benih kentang varietas Granola Lembang G2

dan G3. Pupuk yang digunakan antara lain: pupuk kandang, NPK, SP36, KCl dan

ZA. Pestisida meliputi Proficur, Pylaram, Agrep, Dursban, Furadan, Corzete, Agrep,

Curacron, Mipcin

B. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan untuk menimbang

pupuk dan menimbang umbi hasil panen, hand counter digunakan untuk mengitung

jumlah daun dan meteran untuk mengukur tinggi tanaman serta hand sprayer untuk

menyemprot larutan pestisida.

Page 119: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

4

C. Metode

Pengkajian dilaksanakan di Kec. Senduro Kab. Lumajang dengan zona

agroekologi II.b.y. (Saraswati, dkk; 2000). Waktu pelaksanaan pengkajian di lapang

dimulai pada bulan Januari – Desember 2006. Pengkajian terdiri dari beberapa

tahapan pelaksanaan kegiatan yang berupa: pembelajaran kelompok tani dalam

penguasaan teknologi perbenihan kentang, penguatan kelembagaan kelompok tani,

promosi dan pemasaran hasil. Pengkajian bersifat partisipatif, dimana petani,

penyuluh, peneliti, dan Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang bekerja sama secara

aktif. Koordinasi antar Dinas dimaksudkan untuk lebih meningkatkan peran dan

kelancaran masing-masing sub sistem. Petani dan pelaksana tim pengkajian

menentukan teknologi kesepakatan yaitu teknologi perbenihan kentang berdasarkan

hasil musyawarah antara petani, penyuluh dan peneliti. Pengkajian dilaksanakan

dengan melibatkan 8 anggota kelompok tani. Analisis kemajuan kelembagaan

kelompok menggunakan analisis deskriptif.

Tabel 1. Susunan Rakitan Teknologi Perbenihan Kentang

Uraian Rak. Tek. Partisipatif 1 Rak. Tek. Partisipatif 2

1. Varietas Granola Lembang Granola Lembang

2. Asal Bibit G3 G2

3. Jarak tanam 80 cm x 20 cm 80 cm x 20 cm

4. Pengolahan Lahan Tanah diolah sedalam 20 – 40 cm dibiarkan selama 1-2 minggu diratakan, dibuat garitan-garitan dengan jarak 80 cm

Tanah diolah sedalam20- 40 cm dibiarkan selama 1 - 2 minggu diratakan, dibuatat garitan-garitan dengan jarak 80 cm

5. Pemupukan/ha Pupuk kandang 10 t/ha, ZA = 300 kg/ha SP = 300 kg/ha, KCl = 100 kg/ha

Pupuk kandang 10 t/ha, ZA = 500 kg/ha NPK= 1000 kg/ha, KCl = 100 kg/ha

6. Aplikasi Pupuk

Pupuk kandang diberikan saat tanam

ZA, KCl dan NPK diberikan: dua kali, saat tanam dan 30 hari setelah tanam

Pupuk kandang diberikan saat tanam

ZA, KCl dan NPK diberikan: dua kali, saat tanam dan 30 hari setelah tanam

7. Pengairan Tanpa pengairan Tanpa pengairan

8. Tanaman border Kubis dan jagung Kubis dan jagung

9. Pengendalian H/P Macam Insektisida

Furadan, Proficur, Pylaram, Dursban, Corzete, Curacron, Agrep, Mipcin

Furadan, Proficur, Pylaram, Dursban, Corzete, Curacron,

Agrep, Mipcin

10.Takaran& Aplikasi

Sesuai dosis anjuran Sesuai dosis anjuran

11.Penyiangan/ pengendalian gulma

Empat kali Empat kali

12.Pembumbunan/ pengguludan

Dua kali Dua kali

13. Panen Umur 90 hari Umur 90 hari

Page 120: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

5

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Sumber daya bio-fisik

Lokasi pengkajian terletak di dusun Gedok, desa Argosari kecamatan

Senduro kab. Lumajang. Lahan penanaman kentang yang digunakan dalam

pengkajian merupakan lahan yang tidak ditanami kentang pada musim sebelumnya

dan terletak pada ketinggian 1.850 m diatas permukaan laut. Luas wilayah

kecamatan Senduro kab. Lumajang sebesar 91,8405 km2 yang berdasarkan

penggunaan lahannya dapat dibedakan menjadi tanah pekarangan /pemukiman

(229,0 ha); tanah tegal (791,0 ha); tanah hutan 9.005,5 ha dan lainnya 250 ha.

Karakteristik lahan tekstur tanah merupakan tanah lempung berpasir, jenis

tanah Andosol dengan suhu rata-rata tahunan 18o - 22 o C, pH tanah = 5,8 dengan

C/N ratio 7,5 dan curah hujan rata-rata tahunan = 2.825,8 mm. Pada umumnya

sampai saat ini petani memanfaatkan lahannya dengan beracam-macam sayuran

seperti: bawang daun, kubis, wortel, kentang dan bawang putih.

Lokasi pengkajian di dusun Gedog desa Argosari berdasarkan kondisi

kesuburannya merupakan tempat yang sesuai untuk perbenihan kentang. Lokasi

pengkajian merupakan wilayah pengembangan khususnya kentang. Penerapan

teknologi perbenihan kentang antar anggota hampir sama namun terkendala oleh

ketersediaan lahan dengan kelerangan yang berbeda. Lahan yang lebih datar dapat

menghasilkan umbi lebih tinggi dibandingkan lahan yang miring. Untuk itu kelompok

perlu memilih lahan yang datar sehingga dapat mengurangi penurunan hasil.

2. Kelembagaan Kelompok Tani

Kelompok tani Putra Tengger merupakan kelompok tani yang

melakukan usaha khusus menangani perbenihan kentang dan merupakan satu-

satunya kelompok tani perbenihan di Kabupaten Lumajang. Keanggotaan kelompok

tani ini telah terdaftar dengan Nomer Induk Kelompok: 35.08.160.012.02 di Dinas

Pertanian Kabupaten Lumajang. Disamping itu Kelompok tani Putra Tengger telah

memiliki Legalitas Kelompok Tani Perbenihan: sejak tanggal 7 Juni 2005 berupa :

Surat Keterangan Pendaftaran sebagai Pedagang Benih Bina Nomor : 082/

BPSBTPH/PRD/LMJ/VI/2005 oleh Balai Pengawasan Dan sertifikasi benih Tanaman

Pangan Dan Hortikultura Jawa Timur. Kekuatan kelompok Putra Tengger saat ini

adalah telah terdaftarnya kelompok tersebut sebagi kelompok Perbenihan di Balai

Pengawasan dan Sertifikasi benih Propinsi Jawa Timur. Dengan diperolehnya

Page 121: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

6

sertifikat sebagai penangkar maka kelompok tersebut mempunyai ijin secara legal

dan saat ini sebagai satu-satunya penangkar benih kentang di Kabupaten Lumajang.

Seluruh anggota kolompok tani perbenihan kentang Putra Tengger yang

terlibat aktif dalam kegiatan pengkajian ini berjumlah 8 orang, jumlah ini telah

bertambah 2 orang dari jumlah semula yang 6 orang. Secara administrasi

pengurus kelompok terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, Seksi Pemasaran dan

Seksi Saprodi. Masing-masing pengurus mempunyai tugas dan fungsi masing-

masing sbb:

1. Ketua : Koordinasi semua aktivitas anggota kelompok tani

2. Sekretaris : Membukukan/ mencatat semua aktivitas anggota kelompok tani

3. Bendahara : Menerima dan menyimpan uang dari anggota kelompok

Anggota kelompok dalam melakukan segala aktivitas yang berhubungan

dengan kegiatan memproduksi dan menjual benih kentag selalu sepengetahuan

pengurus kelompok dan dimusyawarahkan terlebih dulu melalui pertemuan

kelompok.

Pertemuan Kelompok diadakan rutin setiap dua minggu sekali, dengan

kegiatan arisan sebagai salah satu pengikat agar setiap anggota hadir dalam

setiap pertemuan. Acara dari setiap pertemuan adalah menentukan dan membahas

tentang rencana kerja kelompok serta hak dan kewajiban setiap anggota kelompok

tersebut.

Disamping itu dalam pertemuan rutin digunakan sebagai tempat

pembelajaran antar anggota kelompok tani dengan pemberian materi perbenihan

dan evaluasi teknologi yang telah diterapkan dan monitoring hasil yang telah dicapai.

Kesepakatan yang diambil dalam setiap pertemuan berdasarkan musyawarah dan

mufakat. Dalam pengambilan keputusan baik peneliti maupun penyuluh tidak turut

campur, hanya bersifat sebagai motivator dan pengarah saja, kesepakatan anggota

kelompoklah yang sangat menentukan.

Penguatan kelembagaan kelompok tani memerlukan kerjasama antar

anggota kelompok, adanya saling kepercayaan dan adanya motivasi yang kuat untuk

memajukan usahanya dari setiap anggota kelompok dengan pengawalan yang rutin

dari Dinas terkait. Kesadaran antar anggota kelompok untuk melakukan pertemuan

sudah mengalami peningkatan, hal ini terlihat dari rutinitas pertemuan setiap dua

minggu sekali. Salah satu usaha untuk mengumpulkan anggota kelompok tersebut

adalah dengan adanya arisan antar anggota sebesar Rp. 5. 000,- untuk setiap

anggota per dua minggu sekali. Dari hasil arisan tersebut, setiap anggota mengisi

Page 122: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

7

uang kas kelompok sebagai modal kelompok. Sumber modal yang lain diperoleh

dari 10% hasil panen yang diperoleh. Kesepakatan tersebut diambil secara

musyawarah dan mufakat, hal ini memunjukkan bahwa kelompok tani Putra Tengger

telah mandiri dan mampu memlaksanakan funfsi management dengan baik.

3. Kelembagaan Teknis

Penguatan kelompok tani dari segi kelembagaan teknis merupakan

Pembelajaran dan Penguasaan Teknologi Perbenihan kentang oleh Kelompok Tani

Putra Tengger. Respon anggota kelompok terhadap penerapan teknologi

perbenihan yang telah diperoleh sangat positif, hal ini dapat terlihat dari semangat

dan keinginan dari anggota kelompok untuk terus meningkatkan produksi dan

kualitas benihnya dan setiap anggota tetap berkeinginan memajukan Kelompok Tani

Perbenihan Kentang.

Teknologi perbenihan yang diterapkan oleh oleh seluruh anggota kelompok

tani Perbenihan Putra Tengger terdiri dari beberapa tahapan antara lain:

a. Pemilihan lahan

Lahan yang digunakan untuk perbenihan kentang merupakan lahan yang

penggunaan sebelumnya bukan untuk pertanaman kentang atau famili solanaceae

yang lain seperti: cabai, tomat maupun terung. Petani memilih lahan bekas

pertanaman kubis atau bawang prei. Sejarah penggunaan lahan sebelumnya harus

benar-benar dapat diketahui.

b. Penanaman Tanaman Border

Sebulan sebelum menanam benih kentang, terlebih dahulu menanam tanaman

border yaitu jagung dan bawang prei disekeliling lahan kentang. Tanaman border

berfungsi sebagai tanaman perangkap terutama aphid.

c. Penggunaan Benih Sumber

Benih yang digunakan oleh Kelompok Tani Putra Tengger merupakan benih

G2 dan G3 bersertifikat. Selama ini benih sumber diperoleh dari Balai

Pengembangan Benih Kentang Pangalengan Jawa Barat. G2 yang ditanam akan

menghasilkan benih G3. Selanjutnya benih G3 yang dihasilkan dan lulus sertifikasi

akan digunakan sebagai benih sumber untuk ditanam kembali menghasilkan benih

G4. Dengan demikian dari benih G2 yang ditanam oleh Kelompok Tani Putra

Tengger mempunyai kesempatan memproduksi benih kentang sebanyak 2 kali.

Sebaliknya apabila Kelompok Tani Putra Tengger menggunakan benih sumber G3,

maka dapat memproduksi benih kentang G4 saja (satu kali). Benih G4 yang

dihasilkan sudah tidak bisa digunakan sebagi benih sumber tetapi digunakan

Page 123: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

8

sebagai benih sebar oleh petani produsen umbi kentang konsumsi. Pengamatan

pertumbuhan vegetatif dilakukan bersama-sama antara: peneliti, petugas

BPSBTPH dan petani secara partisipatif.

d. Tanam dan Pemeliharaan Tanaman

Waktu tanam yang tepat disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan

tanaman yang optimal dan kebutuhan pasar. Waktu tanam tersebut berkaitan

dengan saat panen dan saat benih siap bertunas dan dijual ke pasar/ petani. Masa

dormansi benih kentang mulai panen sampai pecah tunas lebih kurang selama 3

bulan.

Hasil pengkajian selama 2 tahun menunjukkan bahwa saat tanam yang sesuai

untuk perbenihan kentang adalah bulan April – Mei. Penanaman pada bulan

tersebut ketersediaan air tanah yang berasal dari air hujan cukup untuk memacu

pertumbuhan vegetatif tanaman. Hasil panen tersebut siap digunakan sebagai benih

sebar pada bulan Nopember – Desember. Permintaan benih pada bulan Nopember

– Desember sangat tinggi.

Pemeliharaan tanaman lain yang sangat penting dalam teknologi perbenihan

adalah seleksi tanaman yang terserang penyakit terutama layu bakteri atau

pertumbuhan yang abnormal secara pencabutan atau rouging. Selama pengkajian

setiap pemilik lahan atau petani kooperator melakukan seleksi pada pertanamannya

sendiri dengan cara mencabut.

Dalam pelaksanaan usahatani perbenihan kentang, salah satu kegiatan yang

tidak bisa ditinggalkan adalah pencabutan atau roughing. Saat pengkajian

pencabutan dilakukan oleh anggota kelompok tani itu sendiri. Hal ini tentunya masih

dipengaruhi unsur subyektivitas saat melakukan seleksi sendiri, untuk menghindari

hal ini telah disepakati antar anggota melaksanakan seleksi secara saling silang

artinya masing-masing anggota kelompok tani melakukan seleksi bukan miliknya

sendiri, tetapi milik anggota lainnya. Dengan cara ini maka pelaksanaan seleksi

tanaman dapat dilakukan secara obyektif.

Penanaman yang dilakukan anggota kelompok sudah berusaha menerapkan

teknologi perbenihan dengan baik dan benar. Hasil pengamatan pertumbuhan

vegetatif tanaman pada umur 30 hari setelah tanam secara keseluruhan

menunjukkan hasil yang baik. Pertumbuhan vegetatif ini meningkat seiring dengan

bertambahnya umur tanaman, seperti pada Tabel 2 dibawah ini.

Page 124: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

9

Tabel 2. Rata-rata Pertumbuhan Vegetatif umur 30, 40 dan 55 hari setelah tanam Pada Penerapan Teknologi Perbenihan Kentang di Kelompok Tani Putra Tengger

Rata-rata Pertumbuhan Vegetatif Tanaman umur 30 hari setelah tanam

RakitanTeknologi Tinggi Tanaman

(cm)

Jml. Daun Jml. Cabang Utama

Lebar tajuk (cm)

Partisipatif 1 (G3) 30.55 a 28.50 a 2.76 a 48.80 a

Partisipatif 2 (G2) 32.60 a 29.60 a 2.50 a 47.80 a

Rata-rata Pertumbuhan Vegetatif Tanaman umur 45 hari setelah tanam

RakitanTeknologi Tinggi Tanaman

(cm)

Jml. Daun Jml. Cabang Utama

Lebar tajuk (cm)

Partisipatif 1 (G3) 52.10 a 36.40 a 2.95 a 53.45 a

Partisipatif 2 (G2) 61.70 b 49.50 b 2.80 a 66.40 b

Rata-rata Pertumbuhan Vegetatif Tanaman umur 55 hari setelah tanam

RakitanTeknologi Tinggi Tanaman

(cm)

Jml. Daun Jml. Cabang Utama

Lebar tajuk (cm)

Partisipatif 1 (G3) 60.00 a 40.00 a 3.20 b 79.40 a

Partisipatif 2 (G2) 65.00 a 54.00 a 2.80 a 81.30 a

Keterangan: Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata dengan Uji t

Dari tabel 2 tampak bahwa kedua macam benih, baik benih G3 maupun benih

G2 memberikan pertumbuhan vegetatif yang sama pada semua umur pengamatan

30 dan 55 hast, sedangkan pada pengamatan umur 45 hst menunjukkan perbedaan

pada tinggi tanaman, jumlah daun dan lebar tajuk dari benih asal G3 maupun G2.

e. Serangan Hama dan Penyakit

Pada pertumbuhan vegetatif, pengamatan hama dan penyakit dari tanaman

tidak tampak serangan yang berarti, masih relatih rendah untuk penyakit layu

fusarium dan hama kutu putih juga rendah. Hasil pengamatan hama dan penyakit

menunjukkan dari seluruh hamparan milik anggota kelompok tani ditemukan 0,01%

tanaman yang layu dan sudah mulai tampak hama PTM, Lyromiza, kutu kebul,

Hylocerpa dan ulat tanah/ Agrotis namun dengan persentase yang sangat rendah

pada umur 40 hari setelah tanam. Mengetahui ada tanaman yang layu maka saat

roughing tanaman yang layu tersebut dicabut sampai akarnya dan dibuang ke

tempat yang jauh oleh anggota kelompok tani. Anggota kelompok tani melakukan

pegobatan dan merompes daun yang terserang. Pengamatan hama dan penyakit dari tanaman tidak tampak serangan yang berarti, masih relatih rendah untuk penyakit layu fusarium dan hama kutu putih juga rendah.

Page 125: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

10

Pengamatan hama penyakit di lapang pada periode pembentukan umbi

(umur 45 - 55 hari setelah tanam) menunjukkan bahwa munculnya ulat bumi sudah

harus diwaspadai di salah satu lokasi pertanaman anggota kelompok.

Pemeliharaan tanaman meliputi: pembumbunan dan penyemprotan hama penyakit

tanaman sudah mulai dilakukan secara intensif. Serangan phytophtora dari benih

G3 ditemukan di dua lokasi anggota kelompok yang berkisar + 0,5 - 2 %,

sedangkan hasil pengamatan pertumbuhan tanaman di lapang yang berasal dari

benih G2 menunjukkan keragaan pertanaman rata-rata tumbuh dengan baik,

terdapat serangan Phytophtora 0,05 – 0,10% dengan intensitas serangan 1 – 10%.

f. Panen Umbi

Pertumbuhan tanaman yang optimal terlihat di semua petani kooperator.

Kondisi ini dapat dipertahankan sampai umur panen yaitu 90 hari setelah tanam.

Pada saat tanaman umur 80 hari setelah tanam, tahapan yang harus dilalui adalah

pemangkasan tanaman. Maksud dan tujuan pemangkasan tanaman sebelum panen

adalah mencegah masuknya hama dan penyakit ke dalam umbi dan lebih

mengoptimalkan penuaan kulit umbi yang akan dipanen. Tanaman yang siap

dipanen adalah tanaman yang telah dipangkas sepuluh hari sebelum panen (umur

80 hari setelah tanam). Panen dilakukan mulai dengan menggali setiap guludan,

dihitung jumlah tanaman per gulud, kemudian hasil panen dipisah-pisahkan

berdasarkan ukurannnya sbb. : Bobot umbi benih klas A adalah (91 - 120 g/umbi),

Bobot umbi benih klas B (61 - 90 g/umbi), Bobot umbi benih klas C (31 – 60

g/umbi), Bobot umbi benih klas D (< 30 g/umbi). Setelah dipisah-pisah hasilnya

ditimbang untuk setiap ukuran benih, seperti pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Rata-rata Komponen Produksi Pada Penerapan Teknologi Perbenihan Kentang di Kelompok Tani Putra Tengger

Rata-rata Komponen Produksi

RakitanTeknologi Bobot/gulud*) (kg)

Rata-rata bobot

umbi/ tanaman (kg)

Rata-rata jumlah umbi/

tanaman

Partisipatif 1 (G3) 7.63 a 0.64 a 7.24 a

Partisipatif 2 (G2) 5.22 b 0.50 a 6,60 b

Keterangan: Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom tidak berbeda

nyata dengan Uji t

*) Panjang gulud 6 m dan lebar 80 cm

Page 126: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

11

Tabel 4. Rata-rata Produksi Umbi Benih per klas pada Penerapan Teknologi Perbenihan Kentang di Kelompok Tani Putra Tengger

Klas benih yang dipanen

Rak. Tek. Partisipatif 1 (G3) Rak. Tek. Partisipatif 2 (G2)

Jml Umbi Bobot Umbi (kg)

Jml Umbi Bobot Umbi (kg)

Klas A 34.4 5.01 20.5 1.95 Klas B 18.4 1.3 27.8 2.36

Klas C 17 0.74 10.1 0.55

Klas D 31.4 0.69 9.0 0.24

Hasil pengamatan benih pasca panen menunjukkan bahwa dari masing-

masing klas umbi terdapat kerusakan yang disebabkan fisik akibat kena peralatan

panen dan rusak akibat penyakit busuk umbi. Pengamatan dilakukan secara random

sampling dari 3 ulangan sejumlah 200 umbi untuk setiap klas benih, dengan rincian

hasil kerusakan panen umbi di Kelompok Tani Putra Tengger, seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Kerusakan Umbi (%) 1 bulan setelah simpan

Kerusakan Klas A Klas B Klas C Klas D

Fisik 8 - 11 2 – 16 5 0

Penyakit / Layu 0 0 1,5 0 Hasil panen umbi benih yang diperoleh kelompokTani Putra Tengger tersebut

telah lulus sertifikasi sebagai benih sebar dengan label biru. Biaya sertifikasi

ditanggung oleh kelompok Tani Putra Tengger. Setiap label berisi 25 kg umbi benih.

3.2. Studi Banding

Respon setiap anggota kelompok untuk mengikuti studi banding sangat positif.

Kepedulian kelompok dan anggotanya untuk mengikuti acara studi banding sangat

tinggi. Hal ini terlihat dari kemauan anggota untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan

studi banding tersebut.

Lokasi yang dikunjungi dan mendukung perkembangan dan kemajuan

Kelompok Tani Putra Tengger dalam memproduksi benih kentang yang berkualitas

antara lain:

UPTD Balai Pengembangan Benih Kentang Pangalengan Propinsi Jawa

Barat. Tugas BPBK Pangalengan adalah melaksanakan perbanyakan

benih kentang Go, G1 dan G2 dengan kualitas tinggi yaitu benih yang

bebas dari hama dan penyakit termasuk virus. BPBK Pangalengan hanya

mampu memenuhi 25% kebutuhan benih di Jawa Barat.

Page 127: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

12

Kelompok Tani Paguyuban, yang berdiri sejak tahun 1995 sebagai

penangkar benih. Jumlah anggota kelompok 7 orang. Setiap tahun

kelompok tani Paguyuban membeli benih G2 dari BPBK sebanyak 18 – 20

ton/th. Hasil panen berupa benih G3 dijual ke Jawa Tengah (50%), Jawa

Timur (20%), Jawa Barat – Jambi – Bengkulu – Sulawesi dan Padang

(30%). Kelompok membeli benih ke BPBK secara cash, sedang saprodi

dan penyediaan tenaga kerja dari masing-masing anggota.

Hikmah Farm, berdiri tahun 1962 sebagai penangkar benih. Berbeda

dengan BPBK yang milik Pemerintah, Hikmah Farm milik perseorangan

yang memproduksi benih kentang bersertiikat dan umbi konsumsi. Hikmah

Farm bermitra dengan CV Hortitex, CV Zamzam dan Petani. Kemitraan

dengan petani dalam hal pertanaman untuk menanam tanaman rotasi

dengan tanaman sayur dan melibatkan 35 orang tenaga secar padat karya.

Sayur tersebut dijual ke supermarket. Hikmah Farm memproduksi benih

Go – G1 – G2 – G4 sebanyak 850 ton/ th dan Umbi konsumsi sebanyak

2.600 ton/ th. Saat ini Hikmah Farm sedang mengembangkan Industri

berbahan baku kentang. Olahan kentang ditangani oleh ibu-ibu sekitar

lokasi sebanyak + 35 KK. Hikmah Farm menyediakan modal dengan

pengembalian secara mengangsur.

Hasil kunjungan memberi dampak pada setiap anggota kelompok tani Putra

Tengger yaitu setiap anggota memperoleh semangat dan motivasi untuk

menerapkan teknologi perbenihan lebih baik, memperbaiki gudang penyimpan benih

dan memperoleh benih sumber lebih banyak secara kontinyu sehingga gudang benih

selalu terisi. Demikian pula halnya dengan respon tuan rumah yang dikunjungi

sangat baik dan mendukung keberadaan kelompok tani penangkar benih kentang di

kab. Lumajang, diharapkan diwaktu mendatang terjalin kerjasama yang lebih baik.

Kemandirian dan pemahaman tentang perbenihan kentang oleh kelompok

tani Putra Tengger sudah menunjukkan fungsinya sebagai kelas belajar dan

sebagai wadah kegiatan bersama melaksanakan usahatani perbenihan, hal ini

sudah terlihat dari rutinitas pertemuan kelompok, pembagian tugas antar pengurus

dan anggota, ketertiban administrasi. Kegiatan kelompok tani telah dilaksanakan

bersama-sama mulai dari persiapan, pelaksanaan, pemanenan, prosesing benih,

penyimpanan dan penentuan harga oleh seluruh anggota kelompok tani. Disamping

itu anggota kelompok juga mempunyai kesadaran menabung dan menyetorkan hasil

panen ke dalam Kas Kelompok sebagai modal kelompok.

Page 128: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

13

Peningkatan ketrampilan juga tampak dari hasil yang diperoleh mulai dari

pertumbuhan vegetatif pertanaman dan hasil panen yang diperoleh. Pertumbuhan

vegetatif secara umum menunjukkan pertumbuhan yang sama baik asal benih G2

maupun G3 Kelompok tani telah mampu mengadopsi teknologi perbenihan dengan

baik, mulai dari pemilihan lokasi, penanaman, pemeliharaan tanaman, penanganan

pasca panen, sertifikasi benih serta pemasaran hasil panen. Dalam pembelajaran

teknologi perbenihan kelompok tani mampu menghasilkan benih bermutu dengan

kerusakan yang rendah terutama akibat kerusakan mekanis dan busuk umbi

Penguatan kelembagaan kelompok tani dalam peningkatan sumber daya

manusia sudah mulai tampak dengan adanya peningkatan kemampuan anggota

kelompok tani untuk melakukan manajerial dalam wahana pembelajaran dengan

kelompok uasahatani perbenihan. Pembelajaran ini dapat terbagi menjadi tiga

kriteria, yaitu pembelajaran secara rutin dalam pertemuan kelompok dengan dihadiri

peneliti/ pengkaji dan penyuluh, pembelajaran lapang dengan menerapkan teknologi

perbenihan dalam pengkajian dan pembelajaran dalam kegiatan studi lapang.

Dampak dari kegiatan studi banding terlihat dari adanya peningkatan semangat

setiap anggota untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian dalam usahatani

perbenihan kentang.

4. Kelembagaan Permodalan dan Penyediaan Saprodi

Kelompok Tani Putra Tengger memperoleh permodalan dari beberapa sumber

antara lain:

Simpanan Wajib setiap anggota kelompok sebanyak Rp. 1.000/ bulan

Pemotongan 10% dari setiap penjualan hasil panen anggota untuk

dimasukkan ke dalam kas kelompok

Setiap anggota kelompok yang memperoleh arisan diwajibkan membayar kas

kelompok sebanyak Rp. 5.000,-

Hasil usaha kelompok Tani Putra Tengger dengan membuka kios saprodi

dan kios bensin.

Usaha tersebut dimaksudkan agar perputaran modal bisa berjalan cepat,

karena bensin sangat dibutuhkan tidak hanya oleh anggota kelompok tetapi

oleh semua petani disekitar lokasi pengkajian.

Kas kelompok telah tercatat dengan rapi dengan perolehan modal dari iuran

anggota, 10% dari hasil panen dan hasil usaha kelompok berupa penjualan benih

hasil panen serta kios bensin dan kios saprodi.

Sarana produksi yang dibutuhkan oleh anggota kelompok untuk memproduksi

benih kentang antara lain pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk NPK dan pupuk KCl.

Page 129: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

14

Sedangkan macam pestisida yang diperlukan yaitu: Furadan, Proficur, Dithane,

Dursban, Corzete, Curacron. Anggota kelompok memperoleh bahan-bahan

tersebut dari kios saprodi yang dikelola oleh salah satu anggota kelompok Tani

Putra Tengger dengan sistim pembelian saprodi dilakukan secara kontan atau

membayar saat panen

5. Kelembagaan Pasar

Pemasaran diawali dengan kegiatan promosi. Promosi yang dilakukan berupa

memberikan penjelasan/ menginformasikan kepada konsumen bahwa kelompok tani

putra Tengger mempunyai usaha produksi benih bersertifikat. Promosi tersebut

dilakukan oleh setiap anggota kelompok tani sebagai suplier dari seorang ke orang

lain yang ada di sekitar lokasi pengkajian.

Strategi lain untuk memperkenalkan hasil/ produk benih yang dihasilkan adalah

mengikuti berbagai pameran yang diadakan oleh BPTP sebagai pembina kelompok

tani tersebut. Disamping pameran promosi ketersediaan benih kentang bersertifikat

juga dilakukan melalui Klinik Agribis yang dimiliki oleh BPTP Jawa Timur. Informasi

yang diberikan baik melalui pameran maupun klinik Agribis dapat meningkatkan

pengetahuan konsumen akan ketersediaan benih kentang tersebut.

Pemasaran hasil panen didominasi oleh petani di sekitar lokasi pengkajian,

baik hasil panen berupa umbi benih, maupun umbi konsumsi. Penentuan harga

penjualan diambil secara musyawarah dan mufakat. Anggota kelompok Tani Putra

Tengger sudah dapat memutuskan sendiri umbi yang dihasilkan tersebut akan dijual

kemana dan dengan harga berapa. Pemasaran keluar lokasi pengkajian baru

dilakukan satu kali ke Nusa Tenggara Timur. Pemasaran hasil tersebut merupakan

salah satu dampak promosi yang dilakukan melalui pameran dan Klinik Agribis yang

dikelola oleh BPTP Jawa Timur.

Keberlanjutan kelompok Tani Putra Tengger tidak terlepas ketersediaan benih

dasar 2 (G2) yang ada di sekitar lokasi pengkajian untuk diperbanyak menjadi benih

pokok (G3) dan benih sebar (G4). Berdasarkan hasil diskusi dengan kelompok tani,

petani sangat memerlukan ketersediaan benih yang bermutu dengan varietas yang

sesuai dan dapat tersedia dengan kontinyu. Hal ini selaras dengan program

perbenihan yang telah dicanangkan oleh Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur yang

telah menghasilkan G0 di Tosari dan akan diperbanyak menjadi benih sumber G2

untuk memenuhi kebutuhan petani penangkar benih di Jawa Timur Pada saat ini

Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur telah mulai memproduksi Benih penjenis/ benih

pemulia (G0) dan sedang diperbanyak menjadi benih dasar 1 (G1) dan benih dasar

2 (G2) oleh Balai Benih Induk Propinsi Jawa Timur. Dengan ketersediaan benih

Page 130: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

15

tersebut dapat mengurangi ketergantungan benih G2/ G3 dari wilayah lain (Jawa

Barat atau Jawa Tengah), sehingga diharapkan kelompok tani dapat menekan

biaya produksi usahatani benih sebar dari biaya angkutan, pengurangan biaya

tersebut dapat menghasilkan benih sebar (G4) dengan harga terjangkau untuk

petani kentang di kabupaten Lumajang.

Berdasarkan program perbenihan yang ada di Dinas Pertanian Propinsi Jawa

Timur benih sumber G2 akan tersedia mulai Tahun 2008, dengan demikian

perputaran modal belanja untuk perbenihan kentang akan berputar hanya di wilayah

Jawa Timur, keuntungan juga akan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh petani di

Jawa Timur

Dukungan yang diberikan Dinas terkait yaitu : Dinas Pertanian propinsi Jawa

timur dan Pemda Kabupaten Lumajang untuk mendukung kegiatan perbenihan

tersebut antara lain dengan dibangunnnya Screen House A dan B di dekat lokasi

pengkajian untuk menghasilkan benih G0, G1 dan G2. Ketersediaaan benih Dasar

tersebut sangat dibutuhkan oleh Kelompok Tani Putra Tengger untuk memproduksi

benih G3 dan G4. Kontinuitas penangkaran benih disamping memerlukan

ketersediaan benih dasar juga memerlukan ketersediaan modal. Permodalan dapat

diperoleh secara swadana maupun berupa bantuan pinjaman dari Pemda setempat.

Realisasi peminjaman modal tersebut samapi saat ini belum terealisasi. Disamping

itu, aparat desa juga sangat mendukung kegiatan perbenihan kentang tersebut. Hal

ini terlihat dari antusias petani yang lain untuk memperoleh benih dasar untuk

dikembangkan menjadi benih sebar.

KESIMPULAN

Kelompok tani telah mampu menerapkan rakitan teknologi perbenihan yang

menguntungkan dan menghasilkan benih kentang bermutu yang bersertifikat

Peningkatan motivasi kerja anggota kelompok tani diperoleh dari kegiatan

lapang dan kunjungan studi banding

Penguatan kelembagaan kelompok Tani Perbenihan Kentang terlihat dari:

kesepakatan pertemuan secara rutin, administrasi telah dilaksanakan dengan

baik, mampu menunjukkan fungsi sebagai wahana kelas belajar dan kegiatan

usaha bersama, kemandirian dalam mengambil keputusan dan penyediaan

sarana produksi serta permodalan

Promosi ketersediaan benih dapat dilakukan secara langsung oleh anggota

kelompok tani maupun secara tidak langsung melalui pameran atau klinik

Agribis

Page 131: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

16

Keberlanjutan usaha kelompok tani perbenihan kentang sangat tergantung

ketersediaan benih dasar 2 (G2) dan benih pokok (G3) secara kontinyu

dengan dukungan dinas terkait

Pemasaran benih didominasi oleh petani di wilayah pengkajian dan pernah

memasarkan ke luar kab Lumajang yaitu ke Nusa Tenggara Timur

PRAKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN

1. Meningkatnya pengetahuan petani tentang benih berkualitas

2. Meningkatnya ketersediaan benih kentang berkualitas

3. Petani kentang dapat memperoleh benih dengan harga terjangkau.

4. Meningkatnya perhatian dan dukungan Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur dan

Pemda Lumajang dalam penyediaan benih sumber

(G0, G1, G2 dan G3)

DAFTAR PUSTAKA

Agustono. 2006. Menguatkan Kelembagaan Petani/ Usaha di kawasan Agropolitan Kecamatan Pasrujambe. Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Pasrujambe Kabupaten Lumajang. 9 hal.

Altieri AM. 1999. The ecological role of biodiversity in agroecosystems. Agric Ecosys

and Environ. 74: 19-31.

Asandhi, A.A; Sastrosiswojo, S; Suhardi; Abidin,Z dan Subhan. 1989. Kentang. Badan Litbang Pertanian – Balai Penelitian Hortikultura Lembang. Lembang.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Timur. 20003. Laporan Tahunan.

2002. Surabaya.

Duriat, A.S; A.K. Karyadi; M. Miura dan E. Sukarna. 1990. Pengaruh Tanaman Pinggiran terhadap Kandungan Virus pada Umbi. Bul. Penel. Hort. Vol. XIV (3): 94 – 108.

Kaspers, H; 1967. Contribution to studies on the biology and control of apple mildew

(P. leucotricha Ell & Ev.) Salm Pfanzenschultsz. Nachricten. Bayer. 20 (4): 687 – 702.

Korlina, E; E.P. Kusumainderawati; A. Suryadi; E. Srihastuti dan S. Fatimah. 2001. Uji Adaptasi Rakitan Teknologi Pembibitan Tanaman Kentang. Laporan Akhir. Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif. BPTP Karangploso. Malang. 13 hal.

Prahardini, P.E.R., Al. Gamal Pratomo, Soekarno Roesmarkam, Harwanto,Titik

Purbiati,Wahyunindyawati, Sri Zunaeni Sa’adah, Siti Fatimah, Subandi. 2004.

Page 132: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

17

Kajian Teknik Produksi Pembibitan Kentang Dataran Tinggi. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi dan Kelembagaan Agribisnis. Bogor. Hal 297 – 312.

Prahardini, P.E.R., Al. Gamal Pratomo, Harwanto, Suharjo, Wahyunindyawati,

Endah R., Titik Purbiati dan Siti Fatimah. 2006. Kajian Pengembangan Agribisnis Perbenihan Kentang. Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi Dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan. Bogor. Hal 239 – 256.

Sahat, S, D.D. Widjajanto, I. Hidayat dam S. Kusumo. 1985. Pembibitan Kentang.

Balitsa Lembang. Hal 44 – 60. Sahat, S dan Sulaiman H. 1988. Varietas Unggul Kentang. Bul. Penel. Horti. Vol Xv

No 3. p. 1 – 5. Saraswati, D.P.; Suyamto,H; D. Setyorini dan Al.G. Pratomo. 2000. Zona

Agroekologi Jawa Timur. Buku I: Zonasi dan Karakterisasi sumberdaya lahan wilayah Jawa Timur. BPTP Karangploso. 22 hal.

Sastrosiwojo S. 2003. Perbaikan komponen teknolgi PHT pada tanaman kentang.

Jurnal Penelitian Hortikultura Stuart, W. 1963. Seed Potatoes and How to Produce Them. Horticultural and

Pomological Investigation. USA.

Page 133: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

RESPON PEMBERIANPUPUK KASCING

TERHADAP PENGURANGAN PUPUK ANORGANIK PADA TANAMAN PADI

Al. Gamal Pratomo Robiin dan Suwono

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Jl. Raya Karangploso Km 4 telp. (0341) 494052; Fax (0341) 471255

ABSTRAK

Produktivitas lahan sawah di Jawa Timur relatif sudah menurun, ini ditandai

dengan adanya gejala levelling off. Penyebab gejala ini diantaranya adalah

ketidakseimbangan unsur hara dalam tanah akibat praktek pemupukan yang hanya

menekankan pada penggunaan pupuk anorganik tanpa pemberian pupuk organik

sehingga berakibat kandungan bahan organik tanah semakin menurun. Pupuk organik

yang dihasilkan dari proses penguraian oleh cacing dinamakan kascing atau bekas cacing.

Pupuk organik kascing mempunyai kelebihan dari pupuk organik lainnya, sehingga

sering disebut ”Pupuk Organik Plus karena unsur hara yang dikandung dapat langsung

tersedia bagi tanaman dan mengandung asam-asam amino dan protein yang siap

membangun jaringan pertumbuhan tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah

mengetahui respon pemberian pupuk kascing terhadap pengurangan pupuk anorganik

pada tanaman padi. Penelitian dilakukan di desa Sumberejo Kec. Purwosari Kabupaten

Pasuruan, pada bulan September 2006 sampai Desember 2006. Penelitian ini

menggunakan rancangan acak kelompok dengan 3 kali ulangan dengan jumlah perlakuan

sebanyak 6 kombinasi perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan panjang malai yang

dicapai pada percobaan ini berkisar 21,68cm – 23,82 cm dengan jumlah gabah isi

berkisar 80 – 88 butir, sedangkan berat 1000 butir gabah berkisar antara 29.95 – 31.93

gram lebih tinggi dibandingkan berat 1000 butir varietas lainnya yang berkisar kurang

lebih 27 gram. Untuk produksi gabah kering panen yang dihasilkan ternyata respon

pemberian pupuk organik kascing cukup baik, karena walaupun pupukan organiknya

dikurangi ternyata masih mampu berproduksi di atas 10 ton gabah kering panen/ha jauh

di atas produktivitas padi di kabupaten Pasuruan yang hanya 6,15 ton/ha

Kata kunci : Pupuk organik, kascing, padi, produksi

PENDAHULUAN

Sektor pertanian hingga saat ini masih merupakan sektor andalan dalam

pembangunan ekonomi di Jawa Timur, karena merupakan sumber mata pencaharian

sebagian besar masyarakat dan masih mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

Tetapi kenyataannya produktivitas lahan di Jawa Timur sudah menurun, ini ditandai

dengan adanya gejala levelling off. Penyebab gejala ini adalah ketidakseimbangan unsur

hara dalam tanah akibat praktek pemupukan yang hanya menekankan pada pupuk N saja

Page 134: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

dan rendahnya kandungan bahan organik yang ada di lahan. Hasil penelitian Suwono,

dkk. (2005) kandungan bahan organik sebagian besar lahan sawah di Jawa Timur adalah

rendah. Kondisi ini dapat menjadi faktor pembatas peningkatan produksi tanaman.

Indikasinya pada daerah semacam ini bila ditanami padi kebutuhan pupuk N sangat tinggi

(Suwono, dkk, 2005).

Melihat uraian di atas peranan pupuk organik sangat penting sekali bagi kesuburan

lahan terlebih lagi pada saat ini ketersedian pupuk kimiawi/anorganik semakin langka

dan mahal harganya. Penggunaan pupuk organik di petani umumnya masih berupa

pupuk kandang yang langsung dari kandang tanpa melalui proses pengolahan terlebih

dahulu, sehingga dalam penggunaannya diperlukan dalam jumlah yang cukup banyak

yaitu berkisar 10 – 20 ton/ha (Supardi, G, 1974). Beberapa petani yang sudah maju akan

memproses pupuk kandang terlebih dahulu menjadi pupuk organik dengan menggunakan

bahan-bahan dekomposer yang beredar di pasaran. Penggunaan pupuk organik yang

sudah diproses ini jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan menggunakan pupuk

kandang langsung yaitu dalam satu hektar dibutuhkan berkisar 2,5 – 5 ton/ha (Hardianto,

R. 2000).

Saat ini penggunaan cacing untuk membuat pupuk organik belum banyak

berkembang, padahal dengan menggunakan cacing (Lumbricus rubellus) dalam

pembuatan pupuk organik relatif mudah dan murah karena cukup sekali memberi cacing,

pupuk organik sudah dapat terus menerus dibuat. Kandungan hara pupuk organik yang

diproses dengan cacing atau yang lebih dikenal dengan kascing sangat lengkap karena

mengandung hara makro maupun mikro yang berguna bagi tumbuhan (Trimulat,2003).

Pupuk organik kascing sering disebut ”Pupuk Organik Plus (Kartini, 2000), karena unsur

hara yang dikandung dapat langsung tersedia bagi tanaman dan mengandung asam-asam

amino dan protein yang siap membangun jaringan pertumbuhan tanaman. Kascing juga

mempunyai C/N ratio yang rendah yang baik untuk meningkatkan aktvitas

mikroorganisme tanah dalam pembenahan tanah-tanah sawah (Kariada, dkk, 2005).

Tujuan dari penelitianini adalah mengetahui respon pemberian pupuk kascing

terhadap pengurangan pupuk anorganik pada tanaman padi

Page 135: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di desa Sumberejo, kecamatan Purwosari – Pasuruan pada

bulan September 2006 hingga Januari 2007. Bahan yang digunakan adalah tanaman padi

varietas Mentikwangi, pupuk kascing, pupuk urea, SP-36, KCl, Pestisida nabati dan

bahan pelengkap lain. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan acak kelompok

diulang 3 kali dan perlakuannya adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Dosis perlakuan pemberian pupuk anorganik dan pupuk kascing

Kode Perlakuan

A 75% dosis pupuk anorganik + 2 ton pupuk organik

B 75% dosis pupuk anorganik + 4 ton pupuk organik

C 75% dosis pupuk anorganik + 6 ton pupuk organik

D 50% dosis pupuk anorganik + 2 ton pupuk organik

E 50% dosis pupuk anorganik + 4 ton pupuk organik

F 50% dosis pupuk anorganik + 6 ton pupuk organik

Dosis penggunaan pupuk anorganik mengacu pada rekomendasi pemupukan

spesifik lokasi yang dikeluarkan oleh BPTP Jawa Timur yaitu untuk padi di Kecamatan

Purwosari dosis pupuk yang direkomendasikan adalah 135 kg N + 18 kg P2O5 + 30 kg

K2O/ha atau setara dengan 290 kg Urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl/ha.

Sedangkan untuk penggunaan pupuk organik acuannya sebesar 10 -20 ton/ha bila

menggunakan pupuk organik yang langsung dari kotoran ternak sapi tanpa proses

pengolahan. Bila menggunakan bokasi dosis yang dianjurkan sebesar 2 – 4 ton per

hektar sedangkan bila menggunakan kascing dari hasil penelitian di Baturiti Bali dosis

yang terbaik untuk tanaman jagung tanpa menggunakan pupuk anorganik yaitu 5 ton/ha

(Kariada, dkk, 2005). Untuk penggunaan pestisida bila terserang hama penyakit tanaman

padi disemprot menggunakan pestisida nabati seperti pestisida yang berasal dari biji

mimba, empon-empon maupun pestisada biologis yang ada dipasaran.

Parameter yang diamati dalam kegiatan ini adalah :

Komoditas Parameter yang diamati

Padi Pertumbuhan tanaman:

Tinggi tanaman umur 15 hst, 30 hst dan 45 hst

Jumlah anakan per rumpun umur 15 hst, 30 hst dan 45 hst

Produksi tanaman :

Panjang malai

Page 136: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Jumlah gabah per malai Jumlah gabah isi

Jumlah gabah Hampa

Berat 1000 butir

Produksi GKP per hektar

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kascing dengan dosis

yang berbeda dan pemberian pupuk anorganik yang berdeda belum menunjukkan

pengaruh yang berbeda pula terhadap pertumbuhan tinggi tanaman padi pada umur 2

MST ( minggu setelah tanam), 4 MST, 6 MST maupun 8 MST, ini terlihat dengan tidak

berbeda nyata antar perlakuan terhadap tinggi tanman padi pada umur 2 MST, 4 MST, 6

MST dan 8 MST (Tabel 2). Hal ini menunjukkan dengan pemberian pupuk kascing

dengan dosis terendah yaitu 2 ton/ha dan pengurangan dosis pupuk anorganik hingga

50 % sudah mampu mencukupi kebutuhan hara bagi pertumbuhan tinggi tanaman padi.

Tabel 2.. Pengaruh pemberian Pupuk anorganik dan Kascing terhadap tinggi tanaman

padi

Perlakuan Tinggi tanaman pada Umur (cm)

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST

A. 75% dosis pupuk anorganik + 2 ton pupuk organik 22.33 a 40.30 a 50.85 a 74.30 a

B. 75% dosis pupuk anorganik + 4 ton pupuk organik 20.89 a 41.26 a 52.74 a 77.36 a

C. 75% dosis pupuk anorganik + 6 ton pupuk organik 25.07 a 40.63 a 53.16 a 74.05 a

D. 50% dosis pupuk anorganik + 2 ton pupuk organik 21.19 a 42.05 a 52.45 a 76.04 a

E. 50% dosis pupuk anorganik + 4 ton pupuk organik 22.76 a 39.94 a 53.49 a 75.73 a

F. 50% dosis pupuk anorganik + 6 ton pupuk organik 22.44 a 41.44 a 51.26 a 73.75 a

CV 10.94 7.82 5.61 3.31

Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom tidak berbeda nyata pada

uji Duncan 5%

Terhadap jumlah anakan padi yang muncul terlihat pada awal pengamatan umur 2

MST pemberian kascing dan pupuk organik dengan dosis yang berbeda belum

menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan, baru pada umur 4 MST terlihat

pemberian pupuk kascing dengan dosis 2 ton/ha dan pupuk anorganik sebanyak 50% dari

dosis anjuran memperlihatkan jumlah anakan terbanyak yaitu sebanyak 14,40 anakan,

walaupun tidak berdeda dengan perlakuan B, C dan F tetapi berbeda nyata dibanding

Page 137: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

perlakuan A dan E. Pada pengamatan berikutnya umur 6 MST hingga 8 MST pemberian

pupuk kascing dan pupuk anorganik dengan dosis yang berbeda juga tidak menunjukkan

pertumbuhan yang nyata terhadap pertumbuhan jumlah anakan (Tabel 3). Hal ini

menunjukkan bahwa dengan pemberian 2 ton pupuk kascing + 50% dosis anjuran pupuk

anorganik sudah dapat mencukupi kebutuhan hara untuk pertumbuhan jumlah anakan

tanaman padi..

Tabel 3. Pengaruh pemberian Kascing dan Pupuk anorganik terhadap Jumlah anakan

tanaman padi

Perlakuan Jumlah anakan pada Umur (cm)

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST

A. 75% dosis pupuk anorganik + 2 ton pupuk organik 6.33 a 13.00 b 19.33 a 22.66 a

B. 75% dosis pupuk anorganik + 4 ton pupuk organik 5.66 a 13.66 ab 18.33 a 24.00 a

C. 75% dosis pupuk anorganik + 6 ton pupuk organik 5.33 a 13.66 ab 18.00 a 23.33 a

D. 50% dosis pupuk anorganik + 2 ton pupuk organik 5.66 a 14.40 a 17.67 a 22.00 a

E. 50% dosis pupuk anorganik + 4 ton pupuk organik 5.00 a 12.66 b 17.33 a 21.00 a

F. 50% dosis pupuk anorganik + 6 ton pupuk organik 6.00 a 13.41 ab 19.33 a 22.66 a

CV 13.28 5.08 10.49 6.83

Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom tidak berbeda nyata pada

uji Duncan 5%

Hasil pengamatan terhadap parameter produksi tanaman padi yang meliputi

panjang malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, berat 1000

butir dan produksi gabah kering panen memperlihatkan bahwa pemberian pupuk kascing

dan pupuk anorganik dengan dosis yang berbeda ternyata tidak menunjukkan perbedaan

yang nyata antar perlakuan (Tabel.4.). Hal ini menunjukkan bahwa dengan pemberian

pupuk organik kascing 2 ton/ha + 50% dosis anjuran pupuk anorganik unsur hara yang

dibutuhkan untuk berproduksi optimal sudah dapat menyamai pemberian pupuk organik

kascing 6 ton/ha + 75% dosis anjuran pupuk anorganik.

Panjang malai yang dicapai pada percobaan ini berkisar 21,68cm – 23,82 cm

dengan jumlah gabah isi berkisar 80 – 88 butir, sedangkan berat 1000 butir gabah

berkisar antara 29.95 – 31.93 gram. Berat 1000 butir gabah pada penelitian ini relatif

lebih tinggi dibandingkan berat 1000 butir varietas lainnya yang berkisar kurang lebih 27

gram. Untuk produksi gabah kering panen yang dihasilkan ternyata respon pemberian

pupuk organik kascing cukup baik, karena walaupun pupukan organiknya dikurangi

Page 138: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

ternyata masih mampu berproduksi di atas 10 ton gabah kering panen/ha jauh di atas

produktivitas padi di kabupaten Pasuruan yang hanya 6,15 ton/ha. Ini membuktikan

bahwa pemberian pupuk organik kascing ternyata mampu menggantikan penggunaan

pupuk anorganik yang umum digunakan petani dan hasilnya jauh di atas hasil produksi

umum yang dihasilkan petani, walaupun pemberiannya relatif sedikit yaitu hanya 2

ton/ha. Melihat hasil di atas diharapkan kedepannya petani dapat memupuk sawahnya

dengan menggunakan pupuk organik kascing tanpa adanya tambahan pupuk kimia yang

keberadaanya semakin sulit dan mahal harganya.

Tingginya produksi padi pada penelitian ini diduga dengan penambahan pupuk

kascing pada lahan sawah berakibat meningkatnya kesuran lahan sawah tersebut. Ini

terlihat dengan semakin tingginya kandungan bahan organik tanah di lahan sawah

tersebut setelah diberi pupuk kascing. Sebelum dilakukan penelitian kandungan bahan

organik tanah di lahan sawah yang akan digunakan untuk penelitian sebesar 2,72% dan

setelah penelitian pada pemberian pupuk kascing 2 ton/ha kandungan bahan organik

tanah pada lahan sawah tersebut meningkat menjadi 5,8% dan pada pemberian 4 ton/ha

meningkat menjadi 6,53% dan pada pemberian 6 ton/ha meningkat menjadi 6,12%.

Dengan meningkatnya kandungan bahan organik tanah ini akan berpengaruh juga

terhadap ketersedian unsur hara yang lain bagi tanaman padi sehingga padi dapt

berproduksi optimal walaupunpupuk anorganiknya dikurangi.

Tabel 4.6. Pengaruh pemberian Kascing dan Pupuk anorganik terhadap Panjang malai,

jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa, berat 1000 butir dan produksi GKP

per hektar.

Perlakuan Panjang

malai

Jumlah

gabah

isi

Jumlah

gabah

hampa

Berat

1000 buti

(Gram)r

Produksi

GKP

(Ton/ha)

A. 75% dosis pupuk anorganik + 2 ton pupuk organik 23.82 a 88.86 a 22.80 a 29.95 a 10.28 a

B. 75% dosis pupuk anorganik + 4 ton pupuk organik 22.14 a 82.46 a 20.93 a 31.87 a 10.13 a

C. 75% dosis pupuk anorganik + 6 ton pupuk organik 23.02 a 88.53 a 24.26 a 30.87 a 10.82 a

D. 50% dosis pupuk anorganik + 2 ton pupuk organik 22.54 a 80.86 a 17.80 a 30.89 a 10.03 a

E. 50% dosis pupuk anorganik + 4 ton pupuk organik 23.34 a 84.00 a 21.26 a 31.28 a 10.54 a

F. 50% dosis pupuk anorganik + 6 ton pupuk organik 21.68 a 82.33 a. 22.66 a 31.93 a 10.56 a

CV 6.75 13.99 15.75 8.95 7.77

Ket :Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom tidak berbeda nyata pada

uji Duncan 5%

Page 139: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Untuk mengetahui optimalisasi penggunan pupuk organik kascing terhadap

tanaman padi maka perlu dianlisa usahatani budidaya tanaman padi yang menggunakan

pupuk kascing dibandingkan cara petani. Apabila dalam penggunaan pupuk kascing

lebih menguntungkan dibandingkan cara petani maka penggunaan pupuk organik lebih

optimal dibanding cara petani. Karena dari hasil produksi gabah kering panen perlakuan

50% dosis anjuran pupuk anorganik + 2 ton pupuk kascing sudah menghasilkan produksi

yang sama dengan perlakuan lainnya, maka perlakuan inilah yang dibandingkan dengan

cara petani.

Hasil analisa usahatani terlihat bahwa pada cara petani yang menggunakan pupuk

kandang 10 ton/ha Total biaya yang dikeluarkan petani ternyata lebih besar dibanding

penggunaan pupuk kascing (Tabel 4.7). Total biaya yang dikeluarkan pada cara petani

sebesar Rp. 4.388.000,- sedangkan pada penggunaan pupuk organik kascing sebesar Rp.

4.074.000,-. Selisih biaya ini disebabkan biaya saprodi yang dikeluarkan pada cara

petani jauh lebih besar dibanding penggunaan pemupukan yang menggunaan pupuk

organik kascing, karena petani harus membeli pupuk anorganik dan pupuk kandang lebih

banyak dibandingkan pada pada penggunnan pupuk kascing Sedangkan dari hasil

produksi gabah, penggunan 50% dosis anjuran pupuk anorganik + 2 ton pupuk kascing

jauh lebih tinggi dibandingkan cara petani sehingga berpengaruh terhadap pendapatan

petani.

Dari hasil gabah kering panen pada penggunaan 50% dosis anjuran pupuk

anorganik + 2 ton pupuk kascing yang sebanyak 10,03 ton/ha dan apabila harga gabah Rp.

2.000,- maka akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 15.986.000,- atau B/C ratio 3,92

sedangkan pada cara petani dengan hasil gabah sebanyak 7,20 ton /ha memberikan

keuntungan sebesar Rp. 10.012.000,- atau B/C ratio 2,28. Perbedaan keuntungan ini

menunjukkan bahwa pada budidaya tanaman padi yang menggunakan pupuk kascing

ljauh ebih efisien dibandingkan cara petani dan hasilnya juga lebih optimal.

Page 140: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Tabel 5 Analisa usahatani tanaman padi per hektar pada perlakuan cara petani dan

perlakuan pemberian pupuk kascing

Uraian Cara petani

50% dosis pupuk

anorganik + 2 ton pupuk

kascing

Fisik Nilai

(Rp/ha)

Fisik Nilai

(Rp/ha)

Tenaga Kerja (HOK/ha)

1. Penyiapan lahan

2. Persemaian

3. Tanam

4. Penyiangan

5. Pengairan

6. Pemupukan

7. Pengendalian hama

8. Panen

9. Pengangkutan

28

6

20

26

4

8

3

36

8

560.000

120.000

400.000

520.000

80.000

160.000

60.000

720.000

160.000

28

6

20

26

4

8

3

51

10

560.000

120.000

400.000

520.000

80.000

160.000

60.000

1.030.000

200.000

Jumlah tenaga kerja 139 2.780.000 156 3.130.000

Sarana Produksi

Benih (kg)

Pupuk (kg) :

1. Urea

2. SP-36

3. KCl

4. Pupuk kandang

5. Pupuk kascing

Pestisida (liter)

40

290

50

-

10.000

2

120.000

348.000

80.000

-

1.000.000

60.000

40

145

25

25

-

2.000

120.000

174.000

40.000

50.000

-

500.000

60.000

Jumlah 1.608.000 944.000

Total biaya produksi

Hasil (t/ha GKP)

Harga Jual (Rp/kg)

Pendapatan Kotor(Rp/ha)

Pendapatan bersih(Rp/ha)

7,20

4.388.000

2.000

14.400.000

10.012.000

10.03

4.074.000

2.000

20.060.00

0

15.986.00

0

B/C ratio 2,28 3,92

Keterangan : - Upah 1 HOK = Rp. 20.000,-

KESIMPULAN

Pemberian pupuk kascing dengan dosis 2 ton/ha + 50% dosis anjuran pupuk

anorganik dapat menghasilkan produksi padi sebesar 10,03 ton/ha dengan keuntungan

Rp 15.986.000, atau B/C ratio 3,82 sehingga dapat disarankan untuk pemupukan padi

Page 141: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Pemberian pupuk kascing berpenaruh terhadap peningkatan kandungan bahan organik

tanah dari 2,72% menjadi lebih dari 5,8%

DAFTAR PUSTAKA

Hardianto, R. 2000. Rakitan Teknologi Penggunaan Mikroorganisme Efektif dan Bokasi.

Petunjuk Tehnis Rakitan Teknologi Pertanian. BPTP Karangploso, Malang

Kariada, I.K., M. Sukadana. L. Kartini dan Y. Handayani. 2000. Laporan Pengkajian

Pupuk Organik Kascing pada Sayuran Pinggiran Perkotaan. IP2TP Denpasar.

Kariada, I.K., dan N.L. Kartini, 2005. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Kascing

(POK) dan NPK Terhadap Beberapa Sifat Kimia Tanah Serta Hasil Cabai

Merah di Daerah Pinggiran Perkotaan Denpasar. Prosiding Seminar Nasional

Optimalisasi Teknologi Kreatif dan Peran Stakeholder Dalam Percepatan

Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian. BPTP. Bali

Kariada, I.K., I.G. Komang dan I.B. Aribawa. 2005. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik

Kascing dan NPK Secara Bertahap Terhadap Pertumbuhan dan Hasil

Tanaman Jagung QPM. Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Teknologi

Kreatif dan Peran Stakeholder Dalam Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi

Pertanian. BPTP. Bali

Kartini, N.L. 1994. Penggunaan Kascing (kotoran cacing) Sebagai Pupuk Organik dan

Peranannya bagi tanah dan tanaman. Topik khusus. Program Pasca Sarjana,

UNPAD. Bandung.

Kartini, N.L. 2000. Peranan Pupuk Organik Kascing (POK) dalam Pertanian Organik.

Makalah disampaikan Pada Seminar Hasil Pengkajian Pupuk Organik IP2TP

Denpasar.

Soepardi, G. 1974. Sifat dan Ciri Tanah. Terjemahan H.O. Buckman dan . N.C. Brady.

Departemen Ilmu-ilmu Tanah. IPB. Bogor.

Suwono, M. Sholeh, L. Sunaryo, D.P. Saraswati dan Suyamto. 2005. Pemetaan stasus

Hara tanah. Prosiding Seminar nasional Inovasi Teknologi dan Kelembagaan

Agribisnis. PSE. Bogor.

Trimulat. 2003. Membuat dan memanfaatkan Kascing Pupuk Organik Berkualitas.

Cetakan I. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Page 142: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

1

MEMFASILITASI PETANI AGAR RESPONSIF TERHADAP INOVASI TEKNOLOGI

Seminar Pemberdayaan Petani

melalui Informasi dan Teknologi Pertanian

Mojokerto, 16 Juli 2008

Oleh :

Prof. Dr. Sumarno

Puslitbangtan Bogor

DEPARTEMEN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN PROPINSI JAWA TIMUR

Page 143: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

i

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi ............................................................................................................. i

Daftar Tabel ......................................................................................................... ii

Daftar Gambar ..................................................................................................... iii

Ringkasan ............................................................................................................ Iv

Pendahuluan ........................................................................................................ 1

Jalur Diseminasi Teknologi dan Informasi ............................................................... 2

Jalur Diseminasi Teknologi secara Formal ............................................................... 2

Bentuk Teknologi dan Informasi Pertanian .............................................................. 7

Uji Kehandalan dan Kelayakan Teknologi ................................................................ 8

Respon Umum Petani Terhadap Teknologi Baru ...................................................... 10

Pemicu dan Insentif Adopsi Teknologi .................................................................... 11

Penyediaan Teknologi Berdasarkan ”Participatory Market Chain Approach (PMCA) ….. 12

Penutup …………………………………………………………………………………………………………… 18

Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………………………….. 19

Page 144: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

1

Daftar Tabel

Halaman

Tabel 1. Perbedaan diseminasi teknologi secara formal dengan adopsi teknologi

secara sukarela oleh petani ...................................................................

3

Tabel 2. Diskriminasi tugas fungsi dan kewenangan institusional dalam proses Diseminasi Teknologi Pertanian .............................................................

7

Tabel 3. Evaluasi dan Saringan Kehandalan Teknologi Baru .................................. 9

Page 145: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

2

Daftar Gambar

Halaman

Gambar 1 Beberapa jalur diseminasi teknologi formal dalam Departemen Pertanian

kepada Petani ...................................................................................... 5

Gambar 2 Tugas dan kewenangan institusional dalam inovasi, adaptasi, perakitan teknologi, adaptasi teknologi dan diseminasi teknologi sampai pada adopsi teknologi oleh

petani ............................................................................................................. 6

Page 146: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

3

Ringkasan :

MEMFASILITASI PETANI AGAR RESPONSIF TERHADAP

INOVASI TEKNOLOGI

Oleh : Prof. Dr. Sumarno

Puslitbang Tanaman Pangan Bogor

Inovasi teknologi berpeluang untuk diadosi oleh petani apabila teknologi

mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : (1) bermanfaat bagi petani secara nyata; (2) lebih unggul dibandingkan teknologi yang telah ada; (3) bersifat praktis, nyaman dan ergonomis;

(4) sesuai dengan sistem usahatani petani; (5) bahan, sarana, alat mesin, modal dan tenaga untuk mengadopsi teknologi tersedia; (6) memberikan dampak nilai tambah dan keuntungan ekonomis; (7) meningkatkan efisiensi dalam berproduksi; (8) sesuai dengan

tata kehidupan sosial masyarakat dan gender; (9) bersifat ramah lingkungan; (10) menjamin keberlanjutan usaha pertanian; (11) produk yang dihasilkan bersifat aman konsumsi; dan (12) secara umum membawa manfaat bagi perbaikan ekonomi masyarakat.

Petani sebagai pengguna teknologi masih harus mempertimbangkan beberapa faktor sebelum mengadopsi teknologi, terutama : (1) ketersediaan pasar hasil panen dengan harga

jual yang layak serta keuntungan yang baik; (2) kepastian diperolehnya hasil panen dengan resiko kegagalan yang minimal; (3) penerapan teknologi tidak sulit bagi petani; (4) petani mampu menyediakan modal untuk mengadopsi teknologi; (5) memberikan nilai tambah dan

keuntungan nyata bagi petani. Dipenuhinya karakteristik teknologi seperti tersebut, belum menjamin petani mengadopsi teknologi secara cepat. Pada umumnya masih diperlukan

beberapa insentif lain agar petani bersedia mengadopsi inovasi teknologi, seperti : (1) ketersediaan kredit modal usaha; (2) kemudahan memperoleh sarana, alsintan, prasarana dan pengairan yang terkait dengan proses adopsi inovasi teknologi; (3) kemudahan dalam

memasarkan produk hasil panen dengan harga yang layak dan kompetitif; (4) prospek untuk memperoleh keuntungan secara berkelanjutan; (5) membawa citra kemajuan bagi

petani pengadopsi teknologi. Metode untuk memastikan agar inovasi teknologi diadopsi oleh petani pengguna adalah dengan penerapan ”Pendekatan Rantai Pasar secara Partisipatif” (PRPP) atau Participatory Market Chain Approach (PMCA). Metode

PRPP diawali oleh kerja bersama partisipatif petani-penyuluh-pengkaji/peneliti untuk mengenal dan memahami kebutuhan konsumen atau permintaan pasar, diikuti oleh pencarian/identifikasi teknologi yang dibutuhkan untuk memproduksi barang atau produk

yang diinginkan konsumen/pasar tersebut. Tahap berikutnya mengadaptasi teknologi, membuat pilot produksi dan standarisasi mutu produksi, serta merintis pemasaran produk.

Peran pengkaji/penyuluh lebih dominan pada tahap I pada waktu melakukan identifikasi kebutuhan pasar, selanjutnya semakin berkurang pada tahap ke II dan III. Sebaliknya peran petani/pengguna teknologi agak kecil pada tahap I tetapi meningkat pada tahap II dan III,

sehingga pada akhirnya petani menjadi pengusaha/pengadopsi teknologi yang mandiri dan bertanggung jawab serta peran penyuluh/pengkaji berubah sebagai nara sumber.

Teknologi yang nyata memiliki aplikasi ekonomis bagi penggunanya disebut sebagai ”Teknologi Adaptif Komersial”. Petani sebagai target diseminasi inovasi teknologi memiliki penilaian dan minat yang berbeda-beda terhadap teknologi yang ditawarkan dan

penolakan teknologi baru oleh segolongan petani harus dinilai sebagai hal yang wajar.

Page 147: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

4

Petani sering merasa lebih nyaman dengan teknologi adaptif yang telah disesuaikan dengan kondisi sosial-ekonomi dan fisik lahannya. Dalam alih teknologi harus terdapat kesejajaran

posisi dan status antara berbagai pihak yang terlibat dalam alih teknologi. Seperti yang dikemukakan Rogers (1983) bahwa ”Diseminasi teknologi merupakan proses timbal-

balik, para pelaku menyediakan dan menerima informasi dan teknologi sehingga diperoleh kesepahaman dan kesepakatan bersama”.

Page 148: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

5

PENDAHULUAN

Faktor peubah (variable factors) yang harus dipertimbangkan pada penerapan teknologi pertanian sangat banyak, ditimbulkan oleh adanya keragaman dan perbedaan

kesuburan fisik, biologi dan kimiawi tanah, perbedaan iklim makro dan mikro dari usahatani, perbedaan sumber dan ketersediaan air, perbedaan elevasi dan topografi lahan, dan yang

tidak kurang pentingnya juga perbedaan sejarah pengelolaan lahan yang bersifat unik untuk masing-masing usahatani. Dengan adanya keragaman berbagai faktor tersebut, maka sebenarnya sangat sulit untuk mengadopsi ”paket teknologi anjuran” yang selama ini

menjadi standar dalam program pembangunan pertanian. Untuk komponen teknologi yang memiliki toleransi adaptasi cukup luas, seperti varietas unggul, herbisida, pestisida, alat mesin pertanian, keragaman faktor usahatani tersebut mungkin tidak terlalu mempengaruhi

efektivitasnya. Namun anjuran jenis dan dosis pupuk, pengairan, penyiangan, jarak tanam, atau ”jadwal’ aplikasi pestisida, tentu berbeda bagi setiap lahan usahatani.

Di samping adanya keragaman faktor lingkungan usahatani, masih terdapat keragaman/perbedaan yang bersifat intrinsik dalam pribadi-pribadi petani, terkait dengan kemampuan permodalan, luasnya skala usahatani, jiwa kewirausahaan, kesempatan

pemasaran, kemampuan mengelola resiko dan peluang, serta ketahanan-usaha masing-masing keluarga tani. Seluruh faktor-faktor tersebut akan dijadikan pertimbangan oleh

petani dalam memutuskan untuk mengadopsi atau tidak mengadopsi teknologi baru. Perlu disadari oleh penganjur teknologi (peneliti/pengkaji, penyuluh, pengusaha suasta), bahwa adopsi teknologi baru bagi petani tertentu, belum tentu memberikan keuntungan ekonomi.

Bagi individu petani, terhadap setiap tawaran teknologi baru akan dilakukan penyaringan dengan pertanyaan : ”apakah untungnya apabila saya mengadopsi teknologi baru ini dan apa resikonya”. Selama petani belum memperoleh jawaban yang memuaskan dari

pertanyaan tersebut, kemungkinan besar petani belum/tidak akan mengadopsi teknologi baru.

Rogers (1983) membagi dalam lima tahapan proses adopsi teknologi oleh petani, dan berakhir pada empat macam respon individu petani terhadap teknologi. Ke lima tahapan proses adopsi tersebut adalah : (1) pengenalan, mengetahui untuk pertama kalinya

teknologi baru dan melihat plus-minus serta untung ruginya; (2) memikirkan, mempertimbangkan, melihat contoh kasus di tempat lain, dan mengevaluasi manfaat,

keuntungan dan kerugiannya; (3) pengambilan keputusan untuk mengadopsi atau tidak mengadiopsi; (4) bagi yang memutuskan untuk mengadopsi, pelaksanaan/implementasi adopsi teknologi dalam skala terbatas; (5) adopsi penuh dan improvisasi /modifikasi sesuai

kondisi agroekologi. Sedangkan respon petani terhadap teknologi baru dapat digolongkan menjadi empat, yakni : (1) pengadopsi cepat dan berlanjut; (2) pengadopsi cepat tidak

berlanjut karena tidak adanya insentif seperti bantuan pemerintah, kredit, bimbingan; (3) pengadopsi lambat menunggu petani lainnya mengadopsi teknologi dan melihat hasilnya; (4) menolak, tidak mengadopsi teknologi baru karena pertimbangan tertentu. Proses adopsi

teknologi hingga sampai kepada respon akhir pada umumnya memerlukan waktu tiga sampai empat tahun, walaupun untuk kasus teknologi tertentu seperti varietas unggul, bisa lebih cepat dalam 1 - 2 tahun.

Pertanian sebagai ilmu memerlukan presisi ukuran dan perlakuan yang cukup tinggi guna memperoleh respon hasil yang optimal. Namun tanaman mempunyai toleransi yang

cukup lebar dari ketidak-tepatan (non-presisi) ukuran dan perlakuan, dengan tetap memberikan respon hasil yang cukup baik dan menguntungkan. Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh petani dalam mengelola usahataninya, memodifikasi teknologi presisi

Page 149: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

6

menjadi teknologi empiris mendasarkan pada pengalaman dan kemampuan petani. Ketersediaan teknologi yang bersifat umum, belum ada yang diperuntukkan bagi

agroekologi spesifik, juga menjadi alasan petani untuk memodifikasi paket teknologi.

JALUR DISEMINASI TEKNOLOGI DAN INFORMASI

Petani, peternak dan perikan adalah pengguna teknologi yang harus bertanggung jawab penuh atas manfaat, keuntungan, kenyamanan, kesulitan dan kerugian yang ditimbulkan oleh pengadopsian teknologi. Dalam hal petani mengalami kerugian sebagai

akibat adopsi teknologi baru, tidak ada yang akan dituntut atau dimintai pertanggung jawaban kecuali diri sendiri. Sebaliknya apabila adopsi teknologi mengakibatkan adanya

keuntungan, walaupun petani telah memodifikasi teknologi yang ia terima, banyak pihak yang akan cepat mengaku ikut berjasa dan berperan dan melupakan jasa peran serta petani sendiri.

Hal-hal tersebut kemungkinan yang menyebabkan petani tidak selalu dengan serta merta mengadopsi teknologi yang ditawarkan kepadanya. Rasional dan jalan pikiran

segolongan ”petani pengadopsi lambat” (late adopter) kemungkinan mendasarkan atas pertimbangan hal-hal tersebut di atas. Terlebih lagi petani mengadopsi teknologi melalui berbagai jalur, baik secara formal dari petugas Dinas Pertanian, pengkaji atau penyuluh,

maupun secara informal dari berbagai sumber informasi, seperti media massa, pameran, demo-plot, dari petani sekitar, dari pengusaha sarana produksi, atau dari LSM dan pemuka

desa.

Petani sebagai pengguna dan konsumen produk teknologi berhadapan dengan sangat banyak tawaran dan pilihan teknologi dari berbagai sumber seperti yang telah

disebutkan di atas. Walaupun teknologi yang ditawarkan dimaksudkan untuk keuntungan petani, namun petani dalam pelaksanaannya harus membeli input teknologi yang ditawarkan. Seperti halnya terhadap beragam produk yang ditawarkan di Super Market,

petani sebagai konsumen teknologi perlu berpikir : (1) apakah ia memerlukan teknologi baru yang ditawarkan; (2) apakah ada keuntungan dan manfaat dari teknologi yang ditawarkan;

(3) apakah ia memiliki uang untuk mengadopsi teknologi yang ditawarkan; (4) bagaimana jalan atau caranya agar adopsi teknologi baru menggunakan biaya sekecil dan semurah mungkin.

Dengan memahami bahwa teknologi baru adalah merupakan produk yang harus dibayar oleh petani (minimal dibayar menggunakan tenaga, waktu kerja atau perhatian

khusus), maka penawaran dan adopsi teknologi bersifat sama seperti halnya penawaran produk hasil teknologi manufaktur di toko atau di super market. Konsumen tidak dengan serta-merta pasti membeli atau menggunakan (”mengadopsi”) produk teknologi yang

ditawarkan. Adalah keliru apabila peneliti/pengkaji dan penyuluh mengharapkan bahwa petani langsung akan mengadopsi teknologi baru yang mereka tawarkan, karena teknologi tersebut bagus, efisien atau diharapkan menguntungkan.

Jalur Diseminasi Teknologi secara Formal

Jalur diseminasi teknologi secara formal adalah jalur diseminasi melalui instansi dan

petugas resmi pemerintah, baik melalui peneliti/pengkaji, penyuluh pertanian, maupun pejabat Dinas Pertanian/Departemen Pertanian. Jalur formal seharusnya lebih dapat dipercaya petani, karena petugas pemerintah tidak boleh mempunyai benturan kepentingan

Page 150: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

7

(conflict of interest) dengan tugas yang ia lakukan. Namun kelemahannya, teknologi yang ditawarkan sering bersifat umum, belum diuji kesesuaiannya dengan agroekologi spesifik.

Disamping itu teknologi sering dimaksudkan untuk mencapai program dan target pemerintah yang belum tentu menguntungkan secara ekonomis bagi individu petani. Jalur

diseminasi teknologi formal sering terkait dengan ”Proyek” yang harus dilaksanakan pada tahun itu, harus selesai pada akhir tahun, dan harus dapat dilaporkan sebagai proyek yang berhasil.

Oleh adanya persyaratan proyek seperti tersebut di atas, maka diseminasi teknologi jalur formal menjadi terkesan dipaksakan, tidak selalu tepat waktu, lebih bersifat instruktif dan terlalu diprioritaskan segala sesuatunya. Tidak mengherankan bahwa teknologi yang

dikawal oleh petugas pemerintah menjadi ”lebih berhasil” dibandingkan dengan teknologi yang tidak dikawal oleh petugas (Bachrein dan Gozali, 2006).

Alih teknologi dan diseminasi teknologi melalui jalur formal sering mengandung ”bias” sebagaimana halnya uji teknologi yang dilakukan oleh peneliti/pengkaji sehingga analisis nilai ekonomisnya juga menjadi bias (Cornwall, et al., 1994). Kelemahan diseminasi

teknologi secara formal dibandingkan dengan proses adopsi teknologi secara sukarela oleh petani dapat diringkas pada tabel 1. Perbedaan-perbedaan yang ditunjukkan, bukan

dimaksudkan bahwa diseminasi teknologi melalui jalur formal tidak dapat dipercaya, tetapi ingin ditunjukkan bahwa proses adopsi oleh petani tidak terjadi secara suka-rela, tetapi disertai pengaruh eksternal berupa kegiatan proyek, insentif dan subsidi serta fasilitasi

beberapa kemudahan seperti kredit, perolehan pupuk, pengairan, dan sebagainya.

Tabel 1. Perbedaan diseminasi teknologi secara formal dengan adopsi teknologi secara sukarela oleh petani.

No. Faktor Pembeda Diseminasi teknologi jalur formal Adopsi teknologi sukarela oleh petani

1. Teknologi Teknologi berupa paket, seragam Tekologi pilihan petani, beragam

2. Komponen teknologi lainnya Disediakan optimal Seperti apa adanya

3. Proses diseminasi teknologi Instruktif dengan insentif Difusif, kesadaran petani sendiri

4. Pengendalian OPT Dilakukan optimal Semampu petani

5. Masalah yang timbul Diatasi secepatnya Tidak selalu cepat diatasi

6. Pemeliharaan tanaman Dilakukan optimal Sesuai kebiasaan petani

7. Antisipasi masalah Pencegahan, tindakan Masalah terjadi, belum tentu teratasi

8. Curahan tenaga, biaya Hampir tidak dibatasi Sangat terbatas

9. Pengukuran hasil Dipilih yang terbaik Aktual, apa adanya

10. Penggunaan total biaya Tidak dihitung Dihitung teliti

11. Analisis hasil dan keuntungan Lebih tinggi, bias Lebih rendah, riel

Selain adanya insentif dan fasilitas, diseminasi teknologi melalui jalur formal kadang-kadang dikaitkan dengan perintah/instruksi atau penugasan oleh pejabat

pemerintah di wilayah setempat (Lurah, Camat, Bupati, Gubernur) sehingga petani terpaksa mengadopsi secara langsung. Hal-hal tersebut menjelaskan mengapa petani sering berhenti mengadopsi teknologi, setelah proyek selesai dan pengawalan, bimbingan serta insentif

dihentikan, walaupun keragaan teknologi dianggap berhasil .

Page 151: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

8

Diseminasi teknologi secara formal yang terkait proyek, juga terkontaminasi ego-institusional, tergantung institusi mana yang memberikan bimbingan transfer teknologi.

Institusi lain di luar proyek pada umumnya tidak dapat dilibatkan, karena mempunyai konsekuensi pendanaan.

Diseminasi teknologi melalui jalur formal di dalam program Deptan terdapat 3 jalur (Gambar 1). Institusi luar Deptan seperti Perguruan Tinggi; BPPT; LIPI; BATAN; DEPKOP dalam frekuensi yang lebih rendah juga membangun jalur diseminasi teknologi pertanian

untuk petani. Walaupun target petani penerima percontohan teknologi secara formal pada umumnya berbeda, namun dapat dibayangkan betapa repotnya petani untuk melayani proyek transfer teknologi yang masing-masing ditargetkan harus berhasil.

Page 152: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

9

Deptan

Badan

Litbang

Peneliti:

Balit/Puslit/BB

Pengkaji/Pen

yuluh BPTP

Dinas Pertanian

Propinsi/Kabupaten

Kelompok Petani – Kelompok Petani

Badan PSDM

BB Pelatihan

Balai

Penyuluhan

Direktorat

Jenderal

Teknis

Direktorat

Teknis

Gambar 1. Beberapa jalur diseminasi teknologi formal dalam Departemen Pertanian kepada Petani

Page 153: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

10

Idealnya, teknologi menyatu dengan program pembangunan pertanian yang disampaikan sebagai Program Penyuluhan Pertanian oleh petugas penyuluhan kepada

petani. Keberadaan dan keterpisahan antara institusi Litbang, Direktorart Teknis, Dinas Pertanian dan Unit Kerja Penyuluhan tidak harus memisahkan program diseminasi teknologi

pertanian. Porsi tugas dan kewenangan masing-masing institusi yang sudaah sering dikemukakan adalah seperti digambarkan pada Diagram 2; namun dalam pelaksanaannya pembagian porsi tersebut masih sukar dilaksanakan karena adanya ego-institusional.

Inovasi teknologi Adaptasi

Pemanfaatan teknologi

Diseminasi Adopsi

Inte

nsita

s P

en

elit

ian

Ino

va

si te

kn

olo

gi

Pro

se

s A

do

psi T

ekn

olo

gi

Penelitian (Balit) Pengkajian (BPTP) Direktorat Teknis Unit Kerja Pengguna teknologi

Diperta Propinsi/ Penyuluhan Petani

Kabupaten

Diagram 2. Tugas dan kewenangan institusional dalam inovasi, adaptasi, perakitan teknologi, adaptasi teknologi dan diseminasi teknologi sampai pada adopsi teknologi oleh petani

Diskriminasi tugas fungsi dan kewenangan institusional dalam proses diseminasi teknologi dapat dipilah seperti pada tabel 2. Walaupun demikian batas kegiatan bukan merupakan garis yang mati, karena keseluruhan kegiatan mempunyai target yang sama dan

acuan permasalahan yang sama, sehingga terdapat interphase atau luncuran tugas fungsi diantara para pelaku.

Page 154: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

11

Tabel 2. Diskriminasi tugas fungsi dan kewenangan institusional dalam proses Diseminasi Teknologi Pertanian.

No. Institusi Tugas Kewenangan Interphase

1. Puslit, Balit, Balai Besar Penelitian, Inovasi teknologi Adaptasi teknologi; keragaan teknologi

2. BPTP Adaptasi komponen teknologi; rakitan teknologi

Adaptasi dan keragaan rakitan teknologi

3. Direktorat Teknis Pemanfaat teknologi dalam program pembangunan pertanian

Evaluasi kesesuaian teknologi

4. Dinas Pertanian o Penerapan teknologi dalam program pembangunan pertanian;

o Fasilitasi penerapan teknologi

Pembinaan adopsi teknologi

5. Institusi Penyuluhan o Adaptasi rakitan teknologi;

o Transfer teknologi

Modifikasi rakitan teknologi

6. Kelompok tani o Pilihan komponen teknologi;

o Adopsi teknologi;

o Evaluasi untung-rugi teknologi

o Penyesuaian teknologi dengan lokasi spesifik;

o Pemberian umpan-balik

Dalam prakteknya diseminasi teknologi secara formal juga melibatkan pihak swasta, pengusaha penyedia sarana produksi yang merupakan komponen teknologi. Posisi peneliti,

pengkaji, pembina dari Direktorat Teknis dan Dinas Pertanian serta Penyuluh Pertanian terkait dengan produk milik perusahaan harus bersifat netral, tidak memberikan anjuran langsung atau tidak langsung terhadap produk teknologi milik perusahaan awasta yang

dipasarkan kepada petani.

BENTUK TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN

Teknologi dan informasi pertanian merupakan benda nyata maupun abstrak dari

hasil karya pikir, rekayasa, pengalaman dan pengamatan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja usaha pertanian dalam arti luas.

Teknologi dan informasi pertanian dapat digolongkan menjadi enam bentuk atau enam kelompok, sebagai berikut :

(1). Komponen teknologi berupa Sarana Produksi; contoh : varietas unggul/benih

bermutu; pestisida, herbisida, hormon, agensia hayati, pupuk, pembenah tanah, air- pengairan.

(2). Komponen teknologi berua Alat, sarana dan mesin pertanian; Contoh : berbagai peralatan, traktor, penanam, pompa air, sarana pengairan, penyemprot, pemanen, penyortir hasil panen, pengolah hasil panen, pengering, penyimpanan, dan lain-lain.

(3). Komponen teknologi berupa Manajemen Operasional; contoh : Baku panduan budidaya, Prosedur Operasional Standar (POS), Pengelolaan sumberdaya dan Tanaman Terpadu (PTT), PHT, AEZ, Standar Mutu, GAP, dan lain-lain.

Page 155: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

12

(4). Komponen teknologi berupa Kelembagaan Usaha; contoh : Asosiasi Produsen, Model Kelompok Tani, Koperasi, Perusahaan Agribisnis, dan lain-lain.

(5). Komponen teknologi berupa Ilmu Pengetahuan; contoh : Kesesuaian lahan, pewilayahan komoditas, manajemen produksi, informasi pasar, kewira-usahaan, akses

informasi internet, akses perbankan, ramalan iklim/cuaca, biologi hama penyakit, dan lain-lain.

(6). Komponen teknologi berupa Kebijakan; contoh : Peraturan, perijinan, kebijakan

produksi, penyediaan kredit, subsidi pupuk, harga dasar, sertifikasi produk, pelarangan impor/ekspor, dan sebagainya.

Komponen teknologi tersebut tidak dapat berdiri sendiri, karena kelompok (1) s/d

(6) saling terkait satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai contoh teknologi berupa sarana pupuk terkait dengan teknologi manajemen operasional, tentang : dosis,

waktu pemberian; cara pemberian terkait dengan ilmu pengetahuan tentang efisiensi serapan hara; gejala kahat hara; dan terkait dengan kebijakan tentang subsidi harga pupuk; kredit sarana produksi; dan sebagainya.

Anjuran rakitan teknologi dikemas dengan berdasarkan berbagai strategi, seperti : PTT, Sistem Pakar; GAP; Prosedur Operasional Standard (POS), (Makarim dan Las, 2005;

Makarim et al. 2008; Anonim 2003; Anonim, 2004; Sumarno, 2006; Sumarno, 2007). Tujuan masing-masing strategi tersebut adalah untuk penyediaan teknologi yang paling sesuai dan optimal bagi tujuan usaha pertanian.

Di samping enam kelompok komponen teknologi tersebut, ada teknologi yang termasuk kelompok sarana produksi, tetapi pemanfaatannya sukar dibuktikan secara ilmu

pertanian. Promosi dan anjuran teknologi lebih berdasarkan harapan dari penemu teknologinya, biasanya dengan gambaran yang muluk-muluk. Contoh ”teknologi harapan” yang dipromosikan adalah ””nutrisi Saputra”; ”Biokatalis”; ”Biovitamin” dan sebagainya.

Pada saat ini sudah diberlakukan persyaratan ijin untuk peredaran produk teknologi berupa sarana, tetapi belum disertai sertifikasi manfaat dan efikasi produk. Di masa depan diperlukan uji efikasi dan manfaat dari suatu produk teknologi, sebelum produk yang

bersangkutan boleh diedarkan dan dijual kepada petani.

UJI KEHANDALAN DAN KELAYAKAN TEKNOLOGI

Proses penemuan dan inovasi teknologi sudah melalui penelitian dan pengujian yang memenuhi kaidah ilmiah, sehingga semestinya suatu teknologi baru dapat dipercaya kehandalannya. Tanpa mengecilkan arti proses ilmiah inovasi teknologi, para pengkaji dan

penyuluh yang akan mendiseminasikan teknologi kepada petani, perlu melakukan penyaringan dan evaluasi teknologi baru, menggunakan pertanyaan sebagai berikut :

(Tabel. 3)

Page 156: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

13

Tabel 3. Evaluasi dan Saringan Kehandalan dan kelayakan Teknologi Baru.

No. Kriteria uji sebagai penyaring teknologi Hasil Uji

lulus tidak

1. Adakah manfaat nyata : produksi; mutu; stabil.

2. Apakah lebih unggul dibandingkan teknologi yang telah ada.

3. Apakah praktis; nyaman; ergonomis.

4. Apakah sesuai dengan sistem usahatani yang ada.

5. Apakah bahan; modal, tenaga; alat tersedia.

6. Apakah memberikan keuntungan ekonomis; nilai tambah.

7. Apakah lebih efisien; lebih cepat; lebih mudah.

8. Apakah sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat.

9. Apakah bersifat ramah lingkungan.

10. Apakah produk panen aman konsumsi.

11. Apakah mendukung keberlanjutan produksi.

12. Adakah membawa manfaat terhadap ekonomi masyarakat sekitar.

13. Apakah sejalan dengan pencapaian ketahanan pangan Nasional.

14. Dapatkah menaikkan daya saing produk yang dihasilkan.

15. Adakah sifat adil (equity) bagi masyarakat kurang mampu dan kaum perempuan.

Penyaringan teknologi menggunakan 15 kriteria tersebut tidak perlu melalui penelitian formal, cukup secara observasi empiris atau melalui penilaian kelompok. Dengan menggunakan kriteria tersebut dapat diketahui apakah teknologi dapat diterima/disukai oleh

petani atau akan ditolak/tidak disukai petani.

Perlu disadari bahwa walaupun teknologi telah lulus dari 15 (lima belas) kriteria tersebut, pada umumnya teknologi bersifat memihak/bias ke golongan tertentu sebagai

berikut :

(1). Teknologi lebih berpihak kepada petani kaya, yang memiliki modal besar.

(2). Teknologi menguntungkan secara nyata apabila diterapkan pada skala usaha yang cukup luas.

(3). Adopsi teknologi sering terkait dengan ketersediaan prasarana (alat mesin pertanian;

prasarana transportasi; pengairan; pasar; alat komunikasi).

(4). Teknologi lebih cepat dipahami oleh petani yang progresif, berpendidikan, ingin maju.

(5). Teknologi lebih sesuai bagi usahatani yang bersifat komersial.

Page 157: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

14

Untuk mengetahui seberapa jauh keberpihakan dan bias teknologi yang ditawarkan kepada petani, perlu diajukan evaluasi menggunakan kriteria/pertanyaan sebagai berikut :

(1). Apakah semua petani dapat megadopsi teknologi yang ditawarkan ?

(2). Berapa luas skala usaha petani pengadopsi teknologi yang ditawarkan ?

(3). Berapa luas potensi adopsi 5 (lima) tahun mendatang ?

(4). Adakah segolongan petani yang dirugikan oleh adanya adopsi teknologi baru ?

(5). Apakah ada kelompok petani yang kesulitan modal untuk mengadopsi teknologi baru ?

(6). Apakah petani menilai teknologi baru tersebut penting ?

(7). Apakah petani masih ragu-ragu untuk mengadopsi teknologi baru ?

Penyaringan dan uji kelayakan teknologi sebaiknya dilakukan bersama antara

pengkaji dan penyuluh BPTP, petugas penyuluhan tingkat Kabupaten dan Kelompok Tani, pada waktu diadakan adopsi teknologi atau demonstrasi teknologi skala luas. Petani sebagai

pengguna teknologi, pada dasarnya adalah pihak yang paling berkepentingan untuk melakukan uji kelayakan teknologi. Dengan berjalannya proses adopsi, teknologi yang kurang layak, tidak memenuhi 15 (lima belas) kriteria uji tersebut akan ditinggalkan oleh

petani.

Respon Umum Petani Terhadap Teknologi Baru

Pada dasarnya terdapat perbedaan persepsi terhadap teknologi baru, antara

pembawa dengan penerima/pengguna teknologi. Bagi pembawa tenologi (pengkaji, penyuluh, Dinas Pertanian), teknologi dipandang sebagai piranti pemecahan masalah, pembawa kemajuan dan kesejahteraan petani. Bagi petani calon pengguna teknologi,

tawaran teknologi dicurigai sebagai penjualan produk baru yang dipaksakan kepada petani, dengan alasan program peningkatan produksi pangan Nasional. Scoones dan Thomson (1994), mengidentifikasi beberapa perbedaan pandangan petani pada waktu berhadapan

dengan teknologi baru sebagai berikut :

(1). Minat antara petani bisa berbeda-beda, mungkin saling bertentangan dalam

menghadapi teknologi baru.

(2). Penolakan terhadap teknologi baru oleh (sebagian) petani harus dinilai sebagai suatu hal yang wajar.

(3). Petani pada umumnya tidak suka mengadakan perubahan karena telah merasa nyaman dengan teknologi yang biasa mereka lakukan, yang mereka nilai paling sesuai dengan

kebutuhan spesifik lahan mereka.

(4). Petani sering mempunyai pertimbangan sendiri dalam hal penggunaan teknologi, mungkin dari segi biaya, kemudahan, kepraktisan, kebiasaan, dan lainnya.

(5). Adopsi teknologi baru dapat berbentuk kesepakatan untuk mencoba sebagian/salah satu komponen teknologi disesuaikan dengan kemampuan petani.

(6). Petani tidak merasa mau ”digurui” atau ”diajari” oleh orang-orang yang belum biasa bertani di lahannya, sedangkan petani telah berpengalaman bertahun-tahun. Kesejajaran posisi antara pengkaji/penyuluh-petani sangat diperlukan dalam diseminasi

teknologi; Pengkaji dan penyuluh tidak boleh menggurui petani yang lebih mengetahui tentang lahan usahataninya.

Page 158: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

15

(7). Adanya teknologi asli pedesaan yang dikembangkan oleh petani perlu dihargai dan dipertimbangkan.

Dalam mengelola usahataninya, petani tidak berani menanggung resiko kegagalan yang mungkin dapat ditimbulkan oleh pengadopsian teknologi baru, yang belum tentu

sesuai dengan karakteristik agroekologi lahan petani. Bagi petani, kegagalan adalah masalah hidup-matinya keluarga mereka; gagal panen berarti tidak tersedia pangan dalam waktu 5-6 bulan, tanpa ada konpensasi apapun. Bagi pengkaji dan penyuluh, kegagalan

teknologi baru hanya sekedar pelaporan yang tidak menyenangkan atasan, tanpa ada konsekuensi ekonomi atau status pekerjaan. Kegagalan teknologi hanya dilakukan analisis apa kira-kira penyebabnya, apa dan siapa yang dapat dijadikan ”kambing-hitam”, untuk

tidak terulang di masa depan.

Selain alasan yang berkaitan dengan resiko dan tidak adanya kepastian keuntungan

adopsi teknologi baru, bagi petani adopsi teknologi juga memiliki konsekuensi, antara lain berupa : (1) memerlukan biaya dan modal yang lebih besar; (2) adopsi teknologi tidak selalu berhasil dengan sekali coba; (3) efisiensi produksi pada awal adopsi mungkin masih

rendah; (4) produk baru hasil teknologi baru mungkin pemasarannya masih sulit, seperti misalnya pada varietas baru; (5) perawatan alsintan pada awal adopsi alsintan baru,

mungkin belum tersedia bengkel; (6) kemungkinan petani menderita kerugian pada awal adopsi teknologi. Perioda ”pembelajaran” dan ”adaptasi kultural teknologi” ini memerlukan waktu 1-3 tahun, sampai petani merasa terbiasa dan memahami benar teknologi baru.

Perioda pembelajaran tersebut merupkan masa kritis dalam proses adopsi teknologi, dimana pendampingan dan insentif dari Pemerintah sangat diperlukan. Diseminasi dan alih

teknologi tidak bisa hanya dilakukan dalam satu musim tanam, kemudian ditinggalkan. Tanpa melalui perioda pembelajaran teknologi, petani kemungkinan besar akan kembali kepada teknologi lama.

Pemicu dan Insentif Adopsi Teknologi

Adopsi teknologi bagi petani selalu dikaitkan dengan perhitungan rugi laba usahataninya. Tidak ada artinya teknologi meningkatkan produktivitas, apabila usahatani menderita kerugian karena produk panen harga jualnya rendah. Oleh karena itu pemicu

adopsi teknologi yang paling kuat adalah ketersediaan pasar bagi produk hasil panen dengan harga yang baik. Teknologi baru diharapkan dapat memperbaiki mutu produk panen

sehingga harga jualnya meningkat atau paling tidak teknologi baru tidak berpengaruh negatif terhadap mutu produk.

Faktor pemicu adopsi teknologi baru bagi petani selengkapnya meliputi hal-hal

berikut :

(1). Ketersediaan pembeli produk panen atau pasar.

(2). Harga jual produk panen tinggi, sehingga menghasilkan pendapatan dan keuntungan yang tinggi.

(3). Produk panen berkualitas tinggi, tidak mudah rusak, daya simpan lama, disenangi

konsumen.

(4). Teknologi memberikan stabilitas hasil yang tinggi , resiko gagal panen kecil, ada kepastian hasil panen.

(5). Adopsi dan penerapan teknologi tidak terlalu sulit dan tidak merepotkan petani.

Page 159: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

16

(6). Teknologi tidak memerlukan penambahan modal yang besar, dan masih dapat disediakan oleh petani.

(7). Teknologi mendatangkan nilai tambah produk panen.

(8). Teknologi berdampak terhadap kemajuan usahatani.

Ke delapan faktor pemicu adopsi teknologi ini tidak dapat dipisahkan dari 15 persyaratan kelayakan teknologi yang telah dibahas di bab sebelumnya.

Pemerintah dapat memberikan dorongan dan insentif kepada petani, agar petani

bersedia mengadopsi teknologi baru, terutama apabila adopsi teknologi baru tersebut dikaitkan dengan program pemerintah. Berbagai insentif yang dapat memberikan dorongan petani untuk mengadopsi teknologi antara lain adalah :

(1). Ketersediaan kredit usahatani terkait dengan adopsi teknologi baru.

(2). Pemberian subsidi harga sarana terkait dengan teknologi baru.

(3). Disediakan pengurangan pajak terhadap petani yang mengadopsi teknologi.

(4). Dibangunkan fasilitas transportasi hasil panen dan pasar produk panen.

(5). Kontrak produksi dengan harga jual yang baik.

(6). Terdapat industri pengolahan di lokasi produksi dengan harga pembelian bahan baku yang layak.

(7). Prospek usaha berkelanjutan, jangka panjang.

(8). Petani mendapatkan manfaat dari teknologi secara langsung.

(9). Berdampak terhadap pencitraan yang baik kepada petani seperti :”petani maju”; petani

pelopor; dan sebagainya.

Faktor pemicu dan insentif adopsi sifatnya hanyalah tambahan persyaratan kelayakan

teknologi. Secara singkat kelayakan teknologi dipersyaratkan memenuhi 4-layak, yaitu : (a) layak ekonomis; (b) layak teknis-ergonomis; (c) layak lingkungan; dan (d) layak sosial budaya masyarakat sekitar.

PENYEDIAAN TEKNOLOGI BERDASARKAN “PARTICIPATORY MARKET CHAIN

APPROACH” (PMCA)

Istilah dalam bahasa Indonseia untuk PMCA adalah “Pendekatan Rantai Pasar secara Partisipatif” (PRPP). Pada metode ini yang menjadi acuan penyediaan teknologi adalah peluang pasar atau permintaan pasar. Oleh karena itu penyediaan teknologi ini lebih bersifat

“market driven technology”, teknologi yang didorong oleh permintaan pasar, atau “teknologi guna menghasilkan produk yang diminta oleh pasar”.

Nuansa bisnis dalam PRPP sangat menonjol, sehingga identifikasi teknologi berdasarkan PRPP sangat sesuai bagi usaha pertanian komersial, atau agribisnis. Dengan metode PRPP, pertanyaan yang perlu diajukan adalah berpangkal pada analisis kekuatan

pasar :

(1). Produk apa yang memiliki pasar cukup kuat dan besar.

(2). Bagaimana pola permintaan konsumen dalam setahun.

Page 160: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

17

(3). Seberapa besar peluang perluasan pasar di tempat lain, secara nasional dan ekspor.

(4). Bagaimana persaingan produk di pasar yang telah ada.

(5). Siapa atau kelompok mana target pasar yang dituju ?

(6). Dapatkah disediakan produk yang lebih baik, lebih bermutu dengan harga yang

kompetitif ?

(7). Berapa kapasitas penjenuhan pasar lokal, regional, nasional.

(8). Seberapa kelayakan ekonomis usaha produksi .

(9). Sesuaikah agroekologi untuk usaha produksi.

(10). Tersediakah teknologi untuk memproduksi produk secara ekonomis.

Semua pertanyaan tersebut walaupun terlihat sangat wajar dan sederhana, tetapi sangat

sukar untuk menjawabnya secara tepat dan benar. Namun setidak-tidaknya PRPP dapat memberikan pedoman awal bahwa teknologi yang akan diaposi adalah untuk memenuhi

barang (produk) yang diperlukan pasar, sehingga tersedia jaminan pasar bagi aplikasi teknologi.

Diseminasi teknologi berdasarkan ”Pendekatan Rantai Pasar secara

Partisipatif” adalah alih teknologi yang bertolak dari kebutuhan dan peluang pasar atas produk yang dihasilkan oleh penerapan teknologi yang dimaksud,

yang dilakukan bersama secara partisipatif antara petani-penyuluh-pengkaji/peneliti.

PRPP sebagai konsep-teori, terlihat lebih mudah mengatakannya dibandingkan

mempraktekkannya, sebagai strategi usaha. Setiap pelaku usaha bisnis pada awalnya memulai usaha didasari pertanyaan mendasar : ” Barang apa yang akan laku dijual di pasar

? ” Namun terhadap pertanyaan yang sama ini oleh masing-masing pelaku bisnis dijawab dengan jawaban yang berbeda-beda, yang menjadikan pasar sebagai tempat penjualan berbagai macam dan segala macam kebutuhan barang bagi manusia. Sudah barang tentu

pasar bukan harus berarti ”pasar tempat orang berjualan dan berbelanja”, tetapi termasuk seluruh ruang yang memungkinkan orang-orang melakukan transaksi penjualan-pembelian barang.

Uraian tentang PRPP tidak akan diberikan secara naratif, cukup sebagai ”pointers”, agar dapat dijabarkan dan diperluas oleh pengguna secara adaptif sesuai dengan kondisi

masyarakat setempat.

Secara bagan alur metode PRPP tergambar pada Bagan 3, dan penjelasan garis besar pada enam slide berikutnya. Penerapannya secara persis seperti pada pedoman PRPP

mungkin sulit, tetapi PRPP dapat menjadi acuan ideal dalam menyediakan teknologi bagi petani, yaitu ”teknologi untuk menyediakan barang yang diminta oleh pasar”.

Page 161: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

18

1. Peneliti / Pengkaji

2. Penyuluh

3. Petani

Pemahaman

potensi pasar

produk-produk

primer dan

olahan

Identifikasi

produk

pilihan

prospektif

Pencarian

teknologi

produksi dan

pengolahan

ADOPSI

TEKNOLOGI

BARU

BPTP, BALIT,

SWASTA

Pilot Produk

Primer atau

Olahan

[2 ; 3 ; 1] [2 ; 3 ; 1] [1 ; 2 ; 3]

[1 ; 2]

[2 ; 3 ; 1]

Bagan 3. Adopsi Teknologi Mendasarkan PRPP/PMCA

Pilot Pemasaran

Pengembangan Pasar

KARAKTERISTIK PRPP

• Potensi dan peluang pasar sebagai acuan penyediaan teknologi.

• Pengkajian bertolak dari kebutuhan penyediaan produk yang

diminta pasar.

• Pengkajian part isipatif mencakup teknologi produksi,

pengolahan dan pemasaran.

• Pengembangan Model / Pilot Proyek : Produksi + pemasaran

produksi dari aplikasi teknologi.

• Mendorong inovasi teknologi berasal dari proses part isipatif .

• Belajar bersama proses produksi + pemasaran.

• Memastikan inovasi teknologi + komersialisasi produk dapat

berjalan lancar.

Page 162: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

19

TAHAPAN PRPP

• Pemahaman kebutuhan dan peluang pasar.

• Identifikasi produk yang dapat dipasarkan.

• Pemilihan produk yang menjadi minat petani.

• Analisa SWOT produk, pasar.

• Analisis potensi pasar.

• Pertukaran ide antar Petani-Penyuluh, Peneliti.

• Pilihan bentuk produk, primer atau olahan.

• Studi kelayakan ekonomi produk.

• Penetapan produk pilihan.

TAHAP I : SURVEI PASAR

Tahapan I : Survei pasar, Identifikasi produk.

Tahapan II : Pencarian teknologi.

Tahapan III : Implementasi teknologi, Produksi, Pemasaran

PESERTA :

• Petani produsen, Pengusaha prosesing.

• Penyuluh pertanian.

• Pelaku pemasaran sebagai Nara Sumber.

• Pengkaji.

Page 163: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

20

TAHAP II : PENCARIAN TEKNOLOGI

• Konsultasi Teknologi Produksi, danPengolahan..

• Proses Pembelajaran, Transfer Teknologi.

• Uji teknologi tersedia (adaptasi praktis).

• Penetapan pilihan teknologi.

• Perencanaan produksi, pengolahan.

• Pemantauan target pasar dan konsumen.

• Pembentukan Perusahaan; Badan Usaha; Koperasi Usaha.

• Pembentukan Modal Usaha.

TAHAP III : IMPLEMENTASI

• Pembuatan Pilot Proyek Produksi / Pengolahan.

• Standarisasi Mutu Produk, Kemasan.

• Identifikasi Produk, Merek, Paten.

• Ijin Produk / Ijin Usaha.

• Pilot Pemasaran.

• Perluasan Pasar.

• Perbaikan Mutu Produk.

Page 164: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

21

Proses Keterlibatan Pengkaji-Penyuluh Dalam

PRPP

Pilot Proyek

Produksi, Produk

baru, Teknologi

Adoptif, Target

Pasar, Pemasaran

Produk.

III

Identifikasi

Teknologi

Pembelajaran,

Transfer Teknologi,

Pilihan Teknologi,

Perencanaan

Produksi.

II

Mengenal peluang

pasar, distribusi,

harga, kualitas,

masalah, analisa

pemasaran, kelayakan produk.

I

PENGKAJI PETANI

KETERLIBATAN TUJUAN UTAMA TAHAP

MEMBANGUN

KEPERCAYAAN

KOLABORASI

MANDIRI

FASILITASI

PENDUKUNGAN

NARA SUMBER

Page 165: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

22

PENUTUP

Petani sebagai pengusaha produksi hasil pertanian selalu mendambakan teknologi yang dapat memajukan usahanya. Namun tidak setiap teknologi dapat diadopsi oleh petani., apabila tidak mendatangkan keuntungan. Teknologi yang memiliki aplikasi ekonomis

bagi penggunanya disebut sebagai teknologi adaptif komersial; namun teknologi ini pun harus memenuhi berbagai persyaratan uji kelayakan dan kemanfaatan. Petani sebagai

target diseminasi teknologi memiliki penilaian dan minat yang berbeda-beda terhadap teknologi yang ditawarkan. Penolakan terhadap teknologi baru oleh (segolongan) petani harus dinilai sebagai hal yang wajar. Petani sering merasa lebih nyaman dengan teknologi

adaptif yang telah disesuaikan dengan kebutuhan lahannya dan sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi usahanya. Alih teknologi bagi petani dinilai sebagai proses penawaran produk yang harus dibeli oleh petani. Oleh karena itu harus terdapat kesejajaran posisi dan

status antara berbagai pihak yang terlibat dalam alih teknologi. Seperti yang dikemukakan oleh Rogers (1983) bahwa ”Diseminasi teknologi merupakan proses timbal balik, dimana

para pelaku menyediakan dan menerima informasi dan teknoogi secara dua arah, sehingga diperoleh kesepahaman dan kesepakatan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam proses diseminasi teknologi”.

Page 166: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

23

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Norma Budidaya yang benar, untuk Tanaman Buah. Direktorat Jenderal Produksi Hortikultura, Deptan. Jakarta.

Anonim. 2004. Panduan Budidaya yang benar, Tanaman Buah. Direktorat Jenderal Produksi Hortikultura, Deptan. Jakarta.

Bachrein, S. dan A. Gozali. 2006. Pengkajian Pengembangan Pengelolaan Sumberdaya dan

Tanaman Terpadu (PTT) padi di lahan sawah berpengairan. Jurnal Pengkajian dan

Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 9 (2) : 174-183. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.

Cornwall, A., I. Guijt, and A. Welbourn. 1994. Acknowledging process : Methodological Challenges for Agricultural Research and Extensiion. p : 98-117. In : Ian Scoones

and John Thompson (eds.) : Beyond Farmer First. Interme Technology Publication. Int. Ist. for Env. and Dev., London, UK.

Scoones, I. and J. Thompson. 1994. Knowledge, power and agriculture, towards a theoritical understanding. p. 16-32. Dalam : Ian Scoones and John Thompson (eds.) : Beyond

Farmer First. Intermediate Technology Publication. Int. Inst. for Env. and Dev., London, UK

Rogers, E. M. 1983. Diffusion of Innovations. Third Edition, The Free Press. New York. Makarim, A. K., E. Suhartatik, dan A. M. Fagi. 2008. Analisis Sistem dan Simulasi untuk

Peningkatan Produksi Padi melalui Penggunaan Teknologi Spesifik Lokasi. p. 388-409. Dalam : Suyamto, IN. Widiarta, dan Satoto (eds.). Padi, Inovasi Teknologi dan

Ketahanan Pangan. Buku I. BB. Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

Sumarno. 2006. Good Agriculture Practices : Perlukah diterapkan pada sistem produksi tanaman pangan ? Risalah Seminar Penelitian dan Pengembangan Tanaman

Pangan. p.1-18. Dalam : A. Widjono, S. Bachrein, Hermanto, dan Sunihardi (eds.). Puslitbangtan, Bogor.

Sumarno. 2007. Pengelolaan Teknologi Hasil Penelitian untuk Mendukung Pembangunan Pertanian. p. 141-154. Dalam : F. Kasryno, E. Pasandaran dan A. M. Fagi. (eds.) :

Membangun Kemampuan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

Page 167: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

1

MODEL PEMBERDAYAAN PETANI GUNA MENUMBUHKAN AGRIBISNIS PEDESAAN 1)

Hari Prasetyo 2)

Indonesia memiliki potensi agribisnis yang sangat besar,

beragam dan tersebar di seluruh wilayah. Namun sayangnya potensi

tersebut belum dapat dikembangkan secara maksimal sehingga upaya

menjadikan sektor agribisnis menjadi tulang-punggung perekonomian

belum sepenuhnya dapat terwujud. Berbagai upaya untuk

meningkatkan produksi berbagai komoditas agribisnis memang telah

dilakukan, namun hasilnya tidak jarang menjadi bumerang yang

menyakitkan petani. Keberhasilan dalam bentuk peningkatan produksi

hanya mampu “menyenangkan” petani ketika berada di sawah/lahan

saja, tetapi ketika petani kita mengangkut hasil produksinya ke pasar

harus menghadapi kenyataan pahit berupa “ anjloknya” harga.

Jangankan untuk bermimpi mendapatkan “margin” yang wajar,

mencapai titik impas saja sudah merupakan hal sulit untuk dicapai.

Akhirnya, pasar menjadi sesuatu sangat tidak bersahabat bagi petani.

Proses “kanibalisme” aktivitas pemasaran terhadap aktivitas produksi di

satu sisi menyebabkan petani tidak bergairah dalam menjalani

profesinya. Hal ini menyebabkan kuantitas dan kualitas produksi yang

dihasilkan menjadi rendah. Di sisi lain, proses kanibalisme tersebut

berpengaruh kepada terhambatnya pertumbuhan ekonomi wilayah

pedesaan dimana mayoritas komunitas petani bertempat-tinggal,

meskipun sebenarnya memiliki berbagai potensi dan komoditas

agribisnis unggulan.

1) Makalah seminar sehari : Dukungan Inovasi Teknologi dan kelembagaan dalam upaya

pemberdayaan petani, 16 Juli 2008 di KP Mojosari Mojokerto

2) Staff Pengajar Politeknik Jember dan Team Leader Progran Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan Wilayah XVI Jawa Timur

Page 168: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

2

Tidak atau belum berkembangnya sektor pertanian dan wilayah

pedesaan mengantarkan kita kepada kondisi yang semakin

mengkhawatirkan dimana dijumpai fenomena enggannya para generasi

muda pedesaan untuk melanjutkan profesi sebagai petani.

PEMBERDAYAAN – AGRIBISNIS

Pemberdayaan merupakan terjemahan kata “Empowerment” yang

mengandung pengertian (1) to give power to – memberi kekuasaan,

mengalihkan kekuasaan atau mendelegasikan kekuasaan pada pihak

lain, (2) to give ability, enable – usaha untuk memberi kemampuan (Sri

Nuryanti, 2005). Ditinjau dari tujuannya, pemberdayaan harus mampu

meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau kurang

beruntung (Ife, 1995). Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana

rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai

atau berkuasa atas kehidupannya (Rappaport, 1984). Pemberdayaan

menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan,

dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan

kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parsons, et al.,

1994).

Suharto (2003) mengatakan bahwa pemberdayaan adalah

sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah

serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan

kelompok lemah dalam masyarakat. Sebagi tujuan, maka

pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai

oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya,

memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi,

maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu

menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi

dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas

kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali

Page 169: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

3

digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai

sebuah proses.

Banyak pendapat tentang batasan dan ruang lingkup agribisnis,

tergantung pada unit dan tujuan analisis. Secara tradisional, oleh Biere

(1988) agribisnis diartikan sebagai aktivitas-aktivitas di luar pintu

gerbang usahatani (beyond the farm gate, off-farm) yang meliputi

kegiatan industri dan perdagangan sarana produksi usahatani, kegiatan

industri yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan

beserta perdagangannya, dan kegiatan yang menyediakan jasa yang

dibutuhkan seperti misalnya perbankan, angkutan, asuransi atau

penyimpanan.

Adanya perubahan-perubahan dalam struktur produksi pertanian

dan semakin meningkatnya kebutuhan koordinasi baik secara horizontal

maupun vertikal dalam sektor agribisnis dipandang perlu untuk

memperluas definisi tradisional di atas. Definisi yang lebih lengkap

mengenai agribisnis diberikan oleh pencetus awal istilah agribisnis yaitu

Davis dan Goldberg (1957) sebagai berikut: “Agribusiness is the sum

total of all operations involved in the manufacture and distribution of

farm supplies; production activities on the farm; and storage,

processing and distribution of commodities and items made from them“.

Agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem

hulu, usahatani, hilir, dan penunjang. Menurut Saragih dalam Pasaribu

(1999), batasan agribisnis adalah sistem yang utuh dan saling terkait di

antara seluruh kegiatan ekonomi (yaitu subsistem agribisnis hulu,

subsistem agribisnis budidaya, subsistem agribisnis hilir, susbistem jasa

penunjang agribisnis) yang terkait langsung dengan pertanian.

Agribisnis diartikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari unsur-

unsur kegiatan : (1) pra-panen, (2) panen, (3) pasca-panen dan (4)

pemasaran. Sebagai sebuah sistem, kegiatan agribisnis tidak dapat

dipisahkan satu sama lainnya, saling menyatu dan saling terkait.

Terputusnya salah satu bagian akan menyebabkan timpangnya sistem

Page 170: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

4

tersebut. Sedangkan kegiatan agribisnis melingkupi sektor pertanian,

termasuk perikanan dan kehutanan, serta bagian dari sektor industri.

Sektor pertanian dan perpaduan antara kedua sektor inilah yang akan

menciptakan pertumbuhan ekonomi yang baik secara nasional

(Sumodiningrat, 2000).

Dalam konteks sistem agribisnis, setidaknya terdapat tiga sub-

sistem yang saling terkait yaitu (1) sub-sistem on-farm (budidaya); (3)

sub-sistem off-farm (hulu : penyedia input produksi dan hilir :

pengolahan dan pemasaran hasil) dan (3) sub-sistem penunjang-

supporting service sub-system, seperti pendidikan, latihan dan

penyuluhan, penelitian dan pengembangan, permodalan dan asuransi,

advokasi serta ketersediaan aspek legal peraturan yang mendukung.

Konsep pemberdayaan petani dengan penerapan agribisnis dalam

pendekatan usaha taninya, sebenarnya bukanlah hal yang baru.

Namun untuk mengatakan bahwa petani saat ini telah berstatus

berdaya dan terjadi peningkatan kesejahteraan secara signifikan sulit

untuk diterima para pihak. Petani lebih berjaya hanya pada tingkat

sebagai produsen pertanian (sub-sistem budidaya), tetapi pada tataran

sub-sistem off-farm dan sub-sistem penunjang masih relatif lemah.

Oleh karena itu, dapat dimengerti bila dikatakan bahwa tingkat

keuntungan kegiatan agribisnis selama ini lebih banyak dinikmati oleh

para pedagang dan pelaku agribisnis lainnya di bagian hilir

(Sumodiningrat, 2000).

MODEL PEMBERDAYAAN PETANI

Program pemerintah dalam melakukan Revitalisasi pembangunan

pertanian seperti yang telah dicanangkan oleh Presiden tanggal 11 Juni

2005, memiliki tantangan yang cukup berat, diantaranya adalah

kualitas, kemampuan, dan kesejahteraan sumberdaya manusia petani

yang masih rendah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk

meningkatkan kualitas sumberdaya petani dengan model-model

Page 171: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

5

pendekatan usahatani seperti Corporate farming, Kelompok Usaha

Agribisnis Terpadu (KUAT), Cooperative farming dan sebagainya.

Model-model usahatani tersebut dikembangkan dengan gagasan

dasar konsolidasi lahan sehingga memenuhi aspek skala ekonomis dan

konsolidasi manajemen sehingga memiliki karakteristik manajemen

modern-berorientasi pasar serta konsolidasi petani dalam bentuk

kelompok sehingga memiliki posisi rebut-tawar (bargaining power),

bahkan mampu berkembang menjadi kekuatan penyeimbang

(countervailing power) dari berbagai ketidakadilan pasar yang dihadapi

petani.

Perbedaan Model Usahatani

KRITERIA KUAT Corporate

Farming

Cooperative

Farming

1. Konsolidasi Lahan Tidak ada Ada Tidak ada

2. Pengelolaan lahan &

Air irigasi Korporasi Korporasi Semi Korporasi

3. Pengelolaan tenaga kerja

Semi Korporasi Korporasi Semi Korporasi

4. Pengelolaan tanam

dan teknologi

budidaya

Semi Korporasi Korporasi Semi Korporasi

5. Pengelolaan Saprodi

dan alsintan Semi Korporasi Korporasi Semi Korporasi

6. Pengelolaan Modal

Kelompok Korporasi Korporasi Korporasi

7. Pengelolaan Panen Semi Korporasi Korporasi Semi Korporasi

8. Pengelolaan pasca panen dan pemasaran

Parsial Korporasi Korporasi

Sumber : Disperta Jatim, 2004 dalam Sri Nuryanti (2005)

Terdapat tiga aspek yang perlu dilihat dalam setiap mata rantai

kegiatan usahatani, yaitu petani sebagai subyek/pelaku, aktivitas

budidaya sehingga dihasilkan produk pertanian dengan kualitas dan

produktivitas tinggi dan aspek pasca budidaya (pasca-panen dan

pemasaran). Peningkatan kapasitas petani harus diposisikan sebagai

lokus dari kegiatan agribisnis, khususnya di pedesaan. Petani yang

memiliki kapasitas akan melakukan aktivitas budidaya dengan baik

sehingga mampu menghasilkan produk pertanian berkualitas dan

Page 172: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

6

Kesadaran Kritis Kelompok

Proses Dinamika Kelompok

Model

Agribisnis

produktifitas tinggi, mampu menerapkan pasca-panen dan pemasaran

yang baik, menjadi petani merupakan pilihan profesi utama.

Sejalan dengan pergeseran paradigma pembangunan, dimana

paradigma saat ini adalah paradigma pembangunan manusia. Dalam

paradigma ini “manusia (baca=petani) “ sebagai pusat sekaligus subyek

pembangunan. Artinya, kita bangun petaninya sehingga mampu

menghasilkan produk pertanian yang unggul. Kita bangun petaninya

sehingga mampu mengakses sumberdaya luar (modal, peluang pasar,

saprodi dll), kita bangun manusianya sehingga mampu menjalin

kerjasama/kemitraan dengan pihak luar dalam posisi yang setara,

sinergi dan saling kebergantungan.

Tumbuh-kembangnya “kesadaran kritis” petani menjadi output

dari setiap upaya pemberdayaan petani. Kesadaran kritis akan

menjadikan petani lebih mandiri dan bertanggungjawab atas segala

keputusan yang diambil seperti keputusan untuk menerapkan rakitan

teknologi dalam usahataninya, keputusan untuk menjalin kemitraan

dengan pihak luar, keputusan atas rencana usahataninya dan

sebagainya, keputusan untuk menjadi bagian/anggota dari kelompok

taninya dan seterusnya.

Petani Kelompok

Proses penyiapan petani dalam penerapan model agribisnis

Page 173: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

7

PETANI

KELOMPOK

TANI

MODEL USAHA

TANI

RKP

CSS

RK

FGD

RKK

CSS

RK

FGD

FASILITATOR

FASILITATOR

Model Pemberdayaan Petani dan Kelompok Tani

Keterangan :

RKP/K = Rembug kesiapan petani/kelompok

FGD = Diskusi kelompok terarah

CSS = Community self survey

RK = Rencana Kerja

Melalui model pemberdayaan ini, diharapkan akan tumbuh

kesadaran kritis petani/kelompok tani terhadap model usahatani yang

ditawarkan atau diinisiasi sendiri sehingga lebih menjamin keberhasilan

implementasinya karena keterlibatan/partisipasi aktif mereka

didasarkan kesadaran kritis.

Page 174: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

8

PENUTUP

Banyak model-model usahatani yang telah ditawarkan kepada

petani/kelompok tani, tetapi tidak sedikit penerapan model tersebut

memiliki keberhasilan yang rendah. Salah satu faktor penyebabnya

adalah keterlibatan petani kurang maksimal karena belum

terbangunnya kesadaran kritis ketika mereka terlibat dalam kegiatan

penerapan model. Oleh karena itu, penyiapan petani/kelompok tani

sebelum penerapan model menjadi hal yang sangat menentukan tingkat

keberhasilan, disamping dukungan ekternal seperti perbankan, swasta,

perguruan tinggi, pemerintah dan sebagainya.

Daftar Rujukan :

Feryanto W Karo-Karo. 2007. Pemberdayaan dan Peningkatan Posisi

Tawar Petani. Makalah Penyuluhan Agribisnis Terpadu “Go Tani

Ponggang 2007” Kuliah Kerja Profesi (KKP) IPB, Balai Desa Ponggang,

Kabupaten Subang. Senin, 23 Juli 2007

Suharto, E (2003) Pendampingan Sosial Dalam Pemberdayaan

Masyarakat Miskin: Konsepsi Dan Strategi. (On line), 11 Juli 2008

Sri Nuryanti, 2005. Pemberdayaan Petani dengan Model Cooperative

Farming. Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 3 No.2, Juni 2005

Slamet Widodo, 2008. Pengembangan Potensi Agribisnis dalam Upaya

Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren, (Onl ine, 14 Juli

2008)

Page 175: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

PENGARUH GUM XANTHAN SEBAGAI PENGENDALI STRUKTUR DALAM PEMBUATAN ROTI MANIS DARI BAHAN BAKU CAMPURAN

TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG JAGUNG **)

Sukamto*)

RINGKASAN

Roti yang berbahan baku non terigu pada umumnya lebih padat dan berat karena kecilnya gluten yang terdapat dalam tepung. Penurunan jumlah gluten dalam tepung campuran sangat mempengaruhi mutu roti yang dihasilkan karen matriks tidak mampu mengikat gelembung-gelembung gas, sehingga adonan tidak dapat mengembang dengan baik. Salah satu upaya untuk mensubstitusikan gluten dalam campuran terigu adalah dengan menambahkan gum xanthan sebagai binding agent antara protein gandum dan jagung. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh penggunaan gum xanthan pada bahan campuran tepung terigu dengan tepung jagung dalam pembuatan roti terhadap perubahan struktur dan tekstur roti manis.

Metode penelitian adalah eksperimen yang menggunakan adalah Rancangan Acak Kelompok pola faktorial 3X3 yang diulang 3 kali. Faktor pertama adalah proporsi tepung campuran antara tepung terigu dan tepung jagung.terdiri dari 65% Tepung terigu : 35% Tepung jagung ; 55% Tepung terigu : 45% Tepung jagung; 40% Tepung terigu : 60% Tepung jagung). Faktor kedua adalah prosentase penambahan gum xanthan terdiri dari 0,50%; 0,75 % dan 0,90 %. Pengamatan meliputi tekstur, pengembangan volume dan uji organoleptik dengan skala hedonic terhadap rasa, aroma dan warna.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan campuran tepung proporsi tepung terigu 65 % dan tepung jagung 35 %, dengan binding agent gum xanthan 0,5 % memberikan hasil tebaik dengan pengembangan volume 39,74 cm3, tekStur 23,723 g/mm2, dengan nilai rasa 6,38, warna 5,5, aroma 6,63. Namun demikian tekstur yang dihasilkan masih kurang elastis dan cenderung lebih keras dibandingkan kelompok yang menggunakan tepung terigu 100 %.

Kata kunci : gum xanthan, struktur roti tepung terigu tepung jagung

*) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Univ. Widyagama Malang **) Disampaikan dalam Seminar Nasional Sehari “ Dukungan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan dalam Upaya Pemberdayaan Petani.

Page 176: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

B. PENDAHULUAN Tepung terigu adalah bahan yang paling banyak digunakan dalam pembuatan

roti dibandingkan dari berbagai jenis tepung yang lain. Bahkan penggunaan tepung

terigu ini diperkirakan menduduki posisi teratas bahan pangan non beras di Indonesia.

Hal ini disebabkan kandungan gluten pada terigu sehingga dapat memberi penampilan

yang baik pada roti (Manley, 1983).

Indonesia memiliki sejumlah tepung yang berpotensi untuk dikembangkan.

seperti ubi-ubian, sagu, jagung, padi dan sorgum. Pembuatan roti dari campuran

tepung, yakni tepung terigu dan non terigu dapat berpengaruh pada struktur dan tekstur

roti yang dihasilkan. Masalah pokok dalam pembuatan roti seperti ini adalah upaya

mempertahankan gas yang terbentuk dalam pembuatan roti. Kemampuan adonan roti

untuk mempertahankan gas menurun karena terjadi penurunan kadar gluten. Roti yang

berbahan baku non terigu pada umumnya lebih padat dan berat karena kecilnya gluten

yang terdapat dalam tepung non terigu. Tepung jagung mempunyai protein yang cukup

tinggi, namun kandungan gluten rendah. Penurunan jumlah gluten dalam campuran

terigu sangat mempengaruhi mutu roti yang dihasilkan. Biji jagung mengandung sekitar

71-73 % karbohidrat yang terdiri dari pati, sebagian kecil gula dan serat kasar. Mutu

protein jagung memiliki beberapa kelemahan terutama dalam hal kekurangan asam

amino lisin, triptofan dan isoleusin.

Apabila tepung terigu dilakukan penambahan dengan tepung jagung maka

gluten yang dihasilkan dari tepung jagung sedikit, maka akan menghasilkan matriks

yang tidak mampu mengikat gelembung-gelembung gas yang dihasilkan, sehingga

adonan tidak dapat mengembang dengan baik. Salah satu upaya adalah

mensubstitusikan gum xanthan dalam tepung campuran untuk menahan gas yang

terbentuk.

Gum xanthan merupakan polisakarida ekstraseluler yang diproduksi oleh

Xanthomonas campestris. Struktur kimia gum xanthan mempunyai rantai utama dengan

ikatan ß(1,4) D-Glukosa, yang menyerupai struktur selulosa. Rantai cabang terdiri dari

mannosa asetat, mannosa dan asam glukoronat (Chaplin, 2003). Gum xanthan

merupakan biopolymer yang hidrofilik yang dapat larut dalam air dingin maupun air

panas, tetapi tidak larut dalam kebanyakan pelarut organik. Pada konsentrasi rendah

larutan gum xanthan menunjukkan viskositas yang tinggi dibandingkan dengan

polisakarida hidrokoloid lainnya seperti CMC, guar gum, alginate, disamping itu gum

Page 177: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

xanthan lebih pseudoplastic sehingga lebih menambah kualitas sensoris ( flavour

release, mouth fell) pada produk akhir ( Anonymous, 2006 ).

Interaksi kimia merupakan salah satu metode yang diharapkan dapat

mengembangkan sifat fungsional protein dalam pengolahan pangan ( El-adawy, 2000).

Penambahan gum xanthan diduga dapat menghasilkan matriks yang seimbang

dengan jumlah gas yang dihasilkan dan dapat meningkatkan kemampuan untuk

menahan gas yang dihasilkan selama proses fermentasi maupun pengadukan. Roti

yang dihasilkan diharapkan memiliki kestabilan, penampakan elastis dan sifat mutu yang

diinginkan. Gimeno, et al. (2004) menyatakan bahwa jumlah gum xanthan yang

ditambahkan relatif sedikit dalam protein sudah mampu merubah sifat fungsional

protein, sehingga dari aspek ekonomi tidak berpengaruh nyata terhadap biaya yang

diperlukan.

Gum xanthan memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam penyediaan

serat terlarut (soluble fiber) (Kuntz, 1999). Penambahan gum xanthan dalam formula

produk pangan disamping untuk meningkatkan sifat fungsional juga untuk sumber serat

terlarut. Jumlah serat terlarut dari berbagai jenis gum rata-rata diatas 75 % ( Wade,

2005). Gum xanthan termasuk salah satu tipe serat terlarut (soluble fiber) sehingga

mempunyai sifat dapat membentuk gel jika bercampur dengan cairan (liquid),

merupakan bagian penting dari makanan yang menyehatkan sebab kedua serat

tersebut membantu fungsi saluran pencernaan dan membantu keteraturan aliran

makanan.

TUJUAN PENELITIAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan gum

xanthan pada bahan campuran tepung terigu dengan tepung jagung dalam

pembuatan roti terhadap kualitas roti manis yang dihasilkan. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat dimanfaatkan untuk (1). Mengurangi ketergantungan terhadp

gandum yang selama ini masih import. (2) Memanfaatkan jagung agar lebih

dapat didayagunakan kedalam berbagai bentuk produk olahan kususnya roti. (3).

Secara tidak langsung dapat meningkatkan nilai ekonomis jagung sehingga akan

berdampak pada kesejahteraan petani.

Page 178: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

METODE PENELITIAN

Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Widyagama Malang.

Bahan dasar penelitian

Bahan yang dipakai adalah tepung terigu Cakra Kembar , tepung jagung, gum

xanthan, gula merk Gulaku, garam beryodium, telur ayam, ragi Saf instant yeast dan

susu bubuk skim merk lokal.

Pelaksanan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok,

Faktor perlakuan ada dua faktor yaitu faktor pertama adalah proporsi tepung campuran

antara tepung terigu dan tepung jagung. Faktor kedua adalah prosentase penambahan

gum xanthan. Percobaan disusun secara faktorial dan diulang tiga kali.

Faktor 1 : Proporsi Tepung Campuran dengan sandi P tediri atas 3 taraf yaitu:

P1 = 65% Tepung terigu : 35% Tepung jagung

P2 = 55% Tepung terigu : 45% Tepung jagung

P3 = 40% Tepung terigu : 60% Tepung jagung

Faktor II : Penambahan Gum xanthan dengan sandi K terdiri dari 3 taraf yaitu:

K1 = 0.50% ( prosentase dari berat tepung campuran)

K2 = 0,75% ( prosentase dari berat tepung campuran)

K3 = 0,90% ( prosentase dari berat tepung campuran).

Prosedur peenelitian roti dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Tepung campuran dan gum xanthan

Menimbang tepung campuran 200 gram dan gum xanthan sesuai dengan

perlakuan. Untuk mempermudah proses adonan dilakukan pengayakan terlebih

dahulu.

b. Pencampuran

Pencampuran gula pasir 40 gram, susu bubuk skim 20 gram, kuning telur 2 butir

(±40 gram), garam 2,4 gram, instant yeast 4 gram dan air 100 ml dengan

menggunakan mixer selama ±7 menit dengan kecepatan rendah. Setelah itu

melakukan pencampuran dengan tepung dan gum xanthan dengan mixer

selama ± 5 menit dengan kecepatan tinggi.

Page 179: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

c. Pengadukan

Melakukan pengadukan dilakukan dengan tangan dan dilakukan penambahan

sedikit tepung terigu agar adonan kalis. Proses pengadukan erat kaitannya

dengan pembentukan gluten, sehingga adonan siap menerima gas CO2 dari

aktivitas fermentasi. Prinsipnya proses pengadukan ini adalah pemukulan dan

penarikan gluten sehingga struktur spiralnya akan berubah menjadi sejajar satu

dengan lainnya.

d. Adonan

Jika gluten terbentuk, maka permukaan adonan akan mengkilat dan tidak lengket

serta adonan akan mengembang pada titik optimum dimana gluten dapat ditarik

atau dikerutkan. Adonan ini dibentuk persegi panjang dengan ketebalan 3 cm.

e. Fermentasi

Selama fermentasi protein tepung gluten menjadi lebih dewasa dan elastis serta

dapat menahan karbondioksida yang terbentuk perlahan-lahan oleh khamir.

f. Pemanggangan

Proses pemanggangan adonan merupakan tahap akhir dari penelitian roti,

dilakukan pada suhu 160ºC selama 20 menit. Melalui proses ini adonan roti

diubah menjadi produk yang ringan dan berongga, mudah dicerna dan timbul

aroma.

Pengamatan meliputi tekstur, pengembangan volume, dan uji organoleptik dengan

skala hedonic dari sangat suka (nilai 8) sampai sangat tidak suka (nilai 1), terhadap

rasa, aroma dan warna. Alur penelitian disusun seperti pada Gambar 1.

Page 180: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Gambar 1. Digram Alir Penelitian Roti dari Tepung Campuran

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kadar Air

Hasil analisa terhadap kadar air diketahui bahwa rata-rata 24,840 % sampai

27,82 %. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa proporsi tepung campuran

dengan binding agent gum xanthan sampai 0,9 % tidak memberikan pengaruh yang

nyata terhadap kadar air yang dihasilkan. Hal ini diduga penyebaran air dalam adonan

merata walaupun kedua tipe protein gandum dan protein jagung berbeda. Pada saat

pemanggangan kemampuan air dalam menguap relative merata. Modeka dan Kokini

(1992) menjelaskan bahwa protein walaupun berupa komponen yang minor karena

jumlah sedikit dalam adonan namun dapat menjadi faktor penentu. Pengaruh protein

dalam pengembangan adalah mempengaruhi distribusi air dalam matrik dan kekakuan

Tepung Campuran

(sesuai perlakuan)

Pencampuran

Pengadukannn

Adonan ketebalan 3 cm, lebar 8 cm

Fermentasi; 2 jam

Pemanggangan 160ºC; 20 menit

ROTI

Gum Xanthan

(sesuai perlakuan)

Analisa : - Pengukuran volume dengan

metode seed displacement - Tekstur dengan alat perekam dan

tekanan tekstur FTC - Uji kadar air - Uji Organoleptik (rasa, aroma dan

warna) dengan skala hedonic

Air 100 ml, instant yeast 4 gr, gula 40 gr, garam 2,4 gr, mentega putih 20 gr , susu bubuk 40 gr, kuning telur 2

butir

Page 181: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

rantai. Kontribusinya adalah untuk menembus jaringan extensive kovalen dan interaksi

non ikatan, yang mana faktor tersebut mempengaruhi sifat ekstensial matrik.

Pengembangan Volume

Pengamatan terhadap volume roti menunjukkan bahwa rata-rata pengembangan

volume 21,63 cm3 sampai 39,74 cm3. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat

pengaruh yang nyata pada perlakuan proporsi tepung dan konsentrasi gum xanthan

terhadap pengembangan volume. Namun demikian interaksi keduanya tidak

memberikan pengaruh yang nyata (p=0,05). Hasil pengamatan pengaruh proporsi

tepung campuran dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata pengembangan volume roti manis pada proporsi tepung campuran yang berbeda

Perlakuan Rerata Peng. Volume (%)

Proporsi tepung terigu 40 % dengan tepung jagung 60 %

25,98 a

Proporsi tepung terigu 55 % dengan tepung jagung 45 %

34,22 b

Proporsi tepung terigu 65 % dengan tepung jagung 35 %

35,22 b

Keterangan : Rerata dengan notasi berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata berdasar uji BNT (P= 0,05)

Data pada tabel 1 menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung

jagung menghasilkan volume roti yang semakin rendah. Diduga karakter protein tepung

jagung yang berinteraksi dengan protein tepung terigu membentuk struktur yang kurang

elastis, sehingga mempengaruhi elastisitas dan ekstensibilitas protein campuran kedua

tepung tersebut. Jika ditelusuri lebih lanjut peran dari gum xanthan sebagai binding

agent terlihat seperti data pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rat-rata volume roti manis pada konsentrasi gum xanthan yang berbeda.

Perlakuan Rerata Peng. Volume (%)

Konsentrasi gum xanthan 0,90 % 26,22 a

Konsentrasi gum xanthan 0,75 % 33,97 b

Konsentrasi gum xanthan 0,50 % 35,22 b

Ketarangan : Rerata dengan notasi berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata berdasar uji BNT (P= 0,05) Tabel 2 memperlihatkan bahwa semakin tinggi gum xanthan menghasilkan

pengembangan volume yang makin rendah. Hal ini diduga bahwa kemampuan ionic

Page 182: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

linked antara gum xanthan dengan protein gandum dan protein jagung sangat kecil

akibat rendahnya muatn protein dari kedua tepung tersebut. Kelebihan gum xanthan

diduga justru dapat menghambat pengembangan volume. (Gustaw, et al., 2002)

melaporkan bahwa penggunaan gum xanthan yang berlebihan akan menghambat

terjadinya interaksi antara protein dengan gum xanthan.

Tekstur

Rata-rata nilai tekstur hasil pengamatan dalam penelitian adalah 23,72 – 29,47

g/mm2 . Berdasarkan analisa ragam terhdap tekstur yang dihasilkan ternyata proporsi

tepung campuran dan gum xanthan memberikan pengaruh yang sangat nyata ( p=0.01).

Adapun interaksi dari keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata (P=0,05). Data

selengkapnya dapat dilihat sepeti pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai rata-rata tekstur roti manis pada proporsi tepung campuran yang berbeda.

Perlakuan Rerata tekstur g/mm2

Proporsi tepung terigu 40 % dengan tepung jagung 60 %

25,38 a

Proporsi tepung terigu 55 % dengan tepung jagung 45 %

27,82 b

Proporsi tepung terigu 65 % dengan tepung jagung 35 %

29,72 c

Keterangan : Rerata dengan notasi berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata berdasar uji BNT (P= 0,05)

Berdasarkan uji BNT Tabel 3 ternyata diketahui bahwa tekstur paling keras pada

proporsi tepung terigu 40 % dan tepung jagung 60 % dan paling lunak pada proporsi

tepung terigu 65 % dan tepung jagung 35 %. Semakin besar tepung terigu yang

digunakan cenderung memberikan tekstur yang semakin baik, karena tepung terigu

memiliki protein gluten yang tidak dimiliki oleh tepung jagung. Sifat elastis pada gluten

dalam adonan roti menyebabkan roti mudah menjerembab CO2 sehingga roti yang

dihasilkan akan mengembang dengan elastis dan menghasilkan tektur yang baik.

Pengaruh konsentrasi gum xanthan pada tekstur roti manis dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai rata-rata tekstur roti manis pada konsentrasi gum xanthan yang berbeda.

Perlakuan Rerata tekstur (mg/100 ml)

Konsentrasi gum xanthan 0,50 % 26,01 a

Konsentrasi gum xanthan 0,90 % 28,26 b

Konsentrasi gum xanthan 0,75 % 28,66 b

Keterangan : Rerata dengan notasi berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata berdasar uji BNT (P= 0,05)

Page 183: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa semakin tinggi proporsi gum xanthan yang

ditambahkan tekstur semakin keras. Hal ini diduga gum xanthan berikatan dengan

protein dengan ikatan ionik, sehingga pada proses pemanasan ikatan ini mudah

dipatahkan oleh CO2 dibandingkan ikatan peptide maupun disulfide sehingga

kemampuan membentuk struktur rongga yang stabilitasnya rendah.

UJI ORGANOLEPTIK

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap rasa,

warna dan aroma menggunakan delapan orang panelis.

Rasa

Uji organoleptik terhadap rasa diperoleh skor rata-rata 3,375 (agak tidak

menyukai ) sampai 6,38 ( menyukai). Skor tertinggi (6,38) pada perlakuan proporsi

tepung terigu 65 % dan tepung jagung 35 % dengan konsentrasi gum xanthan 0,50 %.

Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi yang nyata terhadap rasa

roti manis dari hasil perlakuan proporsi tepung terigu dengan tepung jagung dengan

penambahan gum xanthan. Data selengkapnya seperti ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai rata-rata rasa roti manis akibat perlakuan proporsi tepung campuran ( jagung dan terigu) dan gum xanthan.

Perlakuan Rerata nilai rasa

Proporsi tepung terigu 40 % dengan tepung jagung 60 % dengan 0,90 %gum xanthan

3,38 a

Proporsi tepung terigu 40 % dengan tepung jagung 60 % dengan 0,75 gum xanthan

3,88 ab

Proporsi tepung terigu 65 % dengan tepung jagung 35 % dengan 0,50 gum xanthan

4,50 bc

Proporsi tepung terigu 65 % dengan tepung jagung 35 % dengan 0,75 gum xanthan

4,75 cd

Proporsi tepung terigu 40 % dengan tepung jagung 60 % dengan 0,90 gum xanthan

5,25 cde

Proporsi tepung terigu 40 % dengan tepung jagung 60 % dengan 0,90 gum xanthan

5,38 de

Proporsi tepung terigu 40 % dengan tepung jagung 60 % dengan 0,90 gum xanthan

5,87 ef

Proporsi tepung terigu 40 % dengan tepung jagung 60 % dengan 0,90 gum xanthan

6,25 f

Proporsi tepung terigu 40 % dengan tepung jagung 60 % dengan 0,90 gum xanthan

6,38 f

Keterangan : Rerata dengan notasi berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata berdasar uji DMRT (P=0,05)

Page 184: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Berdasarkan uji DMRT diketahui bahwa terdapat pengaruh interaksi antara

proporsi tepung dengan konsentrasi gum xanthan. Konsentrasi gum xanthan 0,5 % tidak

menunjukkan perbedaan pengaruh pada organoleptik rasa dengan propori tepung terigu

55 % dengan 45 % tepung jagung demikian juga pada proporsi tepung terigu 40 %

dengan 60 % tepung jagung. Sementara pada proporsi tepung terigu 65 % dengan 45 %

tepung jagung terjadi peningkatan nilai rasa. Menurut Fajari, Winarno dan Andarwulan

(1992) menyatakan bahwa pemakaian gum xanthan dalam pembuatan roti dari tepung

non gandum akan menghasilkan tekstur yang remah dan halus sehingga dapat

meningkatkan nilai rasa. Peran gum xanthan dalam penelitian ini diduga dapat mengatur

distribusi air dan mencegah sineresis sehingga struktur adonan membentuk pori-pori

yang lebih merata, sehingga lebih disukai. Namun demikian penambahan gum xanthan

yang terlalu tinggi justru akan menghamabat perkembangan roti pada saat

pemanggangan sehingga tekstur yang dihasilkan terlalu keras.

Warna

Uji organoleptik terhadap warna diperoleh skor rat-rata 4,75 ( agak menyukai )

sampai 6 ( menyukai ). Organoleptik warna roti tanpa penggunanan tepung jagung dan

tanpa penggunaan gum xanthan rata-rata 7 ( sangat menyukai ). Untuk membandingkan

warna roti disertai dengan foto roti yang dihasilkan nampak seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Warna roti hasil perlakuan penggunaan proporsi tepung terigu dan tepung jagung dan gum xanthan sebagai binding agent.

Rata-rata skor terendah ( 4,75) terdapat pada perlakuan proporsi tepung

terigu 40 % dengan tepung jagung 60 % dengan konsentrasi gum xanthan 0,50

Page 185: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

%. Rata-rata skor tertinggi ( 6,00) terdapat pada perlakuan proporsi tepung terigu

55 % dengan tepung jagung 45 % dengan penggunaan gum xanthan 0,75 %.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interkasi yang

nyata pada penggunaan proporsi tepung terigu dengan tepung jagung pada berbagai

penambahan konsentrasi gum xanthan, demikian juga pada pengaruh tunggalnya. Hal

ini karena warna roti lebih banyak dipengaruhi oleh terjadinya reaksi millard dan rekasi

karamel selama pemanggangan.

Aroma Uji organoleptik terhadap warna diperoleh skor rata-rata 6,23 ( menyukai )

sampai 6,63 ( sangat menyukai). Nilai organoleptik aroma pada roti tanpa menggunakan

tepung jagung dan gum xanthan adalah 7 ( sangat menyukai ). Rata-rata skor terendah

(6,13) terdapat pada perlakuan proporsi tepung terigu 40 % dengan tepung jagung 60 %

dengan penggunaan konsentrasi gum xanthan 0,75 %. Skor tertinggi ( 6,63) pada

perlakuan prioporsi tepung etrigu 65 % dengan tepung jagung 35 % pada penggunaan

gum xanthan 0,50 %. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh

interaksi yang nyata pada penggunaan proporsi tepung dan gum xanthan terhadap

aroma roti yang dihasilkan. Demikian pula pada pengaruh tunggalnya jaga tidak terdapat

perbedaan. Aroma roti manis lebih banyak diakibatkan oleh reaksi caramel selama

pemanggangan, sementara jumlah gula dalam adonan dibuat seragam sehingga

menyebabkan tidak terdapat pebedaan aroma.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Proporsi tepung campuran memberikan pengaruh terhadap pengembangan

volume, tekstur, dan nilai organoleptik, sedangkan penggunaan gum xanthan

berpengaruh terhadap pengembangan volume, tekstur, dan nilai organoleptik rasa.

Interaksi kedua perlakuan tersebut berpengaruh nyata terhadap pengembangan volume,

dan nilai organoleptik rasa. Perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan campuran

proporsi tepung terigu 65 % dan tepung jagung 35 % dengan penggunaan gum xanthan

0,5 %. Roti manis yang dihasilkan dari perlakuan terbaik memiliki rata-rata kadar air

27,82 %, pengembangan volume 39,74 cm3, tektur 23,723 g/mm2, dengan nilai rasa

6,38, warna 5,5 dan Aroma 6,63.

Page 186: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Saran

Berdasarkan penelitian tekstur roti yang dihasilkan masih kurang elastis dan

cenderung lebih keras dibandingkan kelompok control, sehingga perlu dicoba jenis

protein dalam biji-bijian yang lain yang memiliki struktur protein yang berbeda dengan

protein zein pada jagung dengan konsentrasi gum xanthan yang lebih rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N. 2000. Analisa Sifat Fisiko Kimia Tepung Terigu dan Produk Berbasis Tepung. Diklat Quality Control Supervisor untuk HACCP Pada Industri Mie dan Biscuit. Fakultas Teknologi Hasil Pertanian IPB. Bogor.

Anonymous, 2006. Xanthan gum. WWW.Jungbunzlauer.com Chaplin, M., 2003. Pectin.http://www.lsbu.ac.uk/water/hbond.html South Bank University. London.

El-Adawy , T.A., 2000. Functional properties and nutritional quality of acetylated and succinylated mung bean protein isolate. Food Chem. 70 : 83 – 91. Fajari O.R., F.G. Winarno dan Andarwulan, 1992. Penggunaan Gum Xanthan Pada

Substitusi Parsial Tepung Gandum dengan Tepung Shorgum dalam Pembuatan Roti. Bulentin Penelitian Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB Bogor.

Gimeno, E. Moraru,C.I. and Kokini, L., 2004. Effect of Xanthan Gum and CMC on the Structure and Texture of Corn Fluor Pellets Expanded by Microwave Heating. J. Cer. Chem. : 81 (1) : 100-1007. Gustaw W., Targonski, Z., Glibowski, P., Mleko, S., Pikus, S., 2003. The influence of xanthan gum on rheology and microstructure of heat-induced whey protein gels. elect. J. Fd. Sci. Tech. Pol. Agric. Univ. (6) Issue2.

Kuntz, L.A., 1999. Food Product design special effects with gums. Weeks Publishing Company. www.foodproductdesign.com.

Manley, DJ., 1983. Technology of Biscuits, Crackers and Cookies. Ellis Horwood Limited, England.

Modeka, H. and Kokini. 1992. Effect of addition of zein and gliadin on the rheological properties of amylopectin starch with low-to-intermidiate moisture. Cereal Chem. 68 : 489 -494 Wade, A.M. 2005. Ingredient challenges brushing up on gum. BNP Media. www.Prepared Food.com/CDA/Articleinformation/feature/BNP

Page 187: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi
Page 188: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi
Page 189: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi
Page 190: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Makalah disampaikan pada Seminar Dukungan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan

dalam UpayaPemberdayaan Petani)

Mojosari-Jawa Timur,16 Juli 2008

1

PEMBERDAYAAN PETERNAK MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI

Kusuma Diwyanto dan Hasanatun Hasinah

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor

ABSTRAK

Permintaan pangan asal ternak saat ini cenderung terus meningkat, seirama dengan peningkatan jumlah penduduk, perbaikan kesejahteraan masyarakat,

peningkatan tingkat pendidikan, kesadaran gizi, perubahan gaya hidup serta pengaruh informasi global. Beberapa masalah dan kendala dalam agribisnis peternakan antara lain adalah keterbatasan peternak dalam hal akses terhadap

informasi, modal maupun teknologi. Selain itu skala usaha yang terbatas dan tiadanya akses informasi pasar, menyebabkan posisi tawar peternak semakin lemah

dalam tataniaga. Aspek teknis yang menonjol adalah pakan dan air dalam usaha cow calf operation. Pada musim kemarau, peternakan mengalami kesulitan dalam penyediaan air minum yang dibarengi dengan kesulitan memperoleh pakan murah

dan berkualitas. Salah satu strategi yang dapat ditempuh adalah memaksimalkan potensi sumberdaya genetik dan penggunaan sumber pakan lokal secara optimal. Optimalisasi dan pemberdayaan sumberdaya lokal dapat dilakukan melalui melalui

pengembangan inovasi teknologi yang tepat. Peternak sebagai pelaku usaha harus dapat mengakses teknologi melalui penguatan kelembagaan. Keberdaan

kelembagaan ini juga sangat penting untuk mempercepat arus informasi yang terkait dengan adopsi teknologi maupun informasi permodalan, pemasaran, dlsb. Pola pengembangan usaha sapi potong melalui pola kemitraan dengan koperasi dapat

menjadi salah satu alternatif pola pengembangan untuk menghasilkan sapi bakalan. Agribiz-Kelembagaan-Teknologi-Informasi merupakan ‘satu paket’ yang tidak

terpisahkan untuk menjamin keberhasilan suatu program.

Kata kunci: Peternakan, teknologi, informasi

Page 191: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Makalah disampaikan pada Seminar Dukungan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan

dalam UpayaPemberdayaan Petani)

Mojosari-Jawa Timur,16 Juli 2008

2

PENDAHULUAN

Permintaan pangan asal ternak saat ini cenderung terus meningkat. Apalagi rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat rendah yaitu

sekitar <4 gram/kapita/hari. Sementara itu elastisitas pendapatan terhadap permintaan produk peternakan relatif cukup tinggi (Soedjana, et al.,1994). Dengan demikian, peningkatan populasi, perbaikan kesejahteraan penduduk, penurunan

harga, perubahan gaya hidup yang dibarengi dengan perkembangan perdagangan dan komunikasi global, secara otomatis akan mendorong permintaan produk peternakan.

Untuk memenuhi kebutuhan produk peternakan yang terus meningkat, Indonesia ternyata masih harus mengimpor dalam jumlah banyak. Impor daging dan

sapi bakalan yang cenderung terus meningkat, antara lain disebabkan karena permintaan di dalam negeri tetap tinggi. Bila kecenderungan ini terus berlanjut Indonesia akan menjadi negara importir daging dan sapi bakalan terbesar di dunia.

Di lain pihak pasokan dari dalam negeri diduga semakin berkurang, karena telah dan sedang terjadi pengurasan sapi terutama semenjak impor daging dan sapi bakalan

terhenti pada tahun 1998.

Populasi sapi dan kerbau di Indonesia saat ini sekitar 13,5 juta, yang tersebar di Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, sebagian Sumatera, Kalimantan, dll. Dalam

dasawarsa terakhir ini populasi sapi mengalami penurunan, dimana pada periode 2001 sampai 2006 turun sebesar 2,8 persen per tahun (Ditjenak, 2006). Penurunan

populasi ini lebih merisaukan karena terjadi pada wilayah sentra produksi yakni NTB, NTT, Sulawesi, Lampung dan Bali. Sedangkan di beberapa daerah Jawa sebagai kawasan yang paling banyak memiliki sapi potong dan sapi perah tidak bisa

diandalkan lagi karena selain mengalami masalah serupa, di wilayah ini banyak terjadi pemotongan sapi betina produktif atau ternak muda/kecil (Diwyanto et al., 2005).

Oleh karenanya perlu diupayakan langkah-langkah konkrit untuk menambah populasi, memperbaiki produktivitas dan meningkatkan produksi daging sapi di

dalam negeri. Salah satu strategi yang dapat ditempuh adalah memaksimalkan potensi sumberdaya genetik dan penggunaan sumber pakan lokal secara optimal. Strategi yang disusun harus berorientasi pada pemberdayaan peternak rakyat yang

merupakan mayoritas produsen sapi potong (lebih dari 90 persen), sehingga pendapatan dan kesejahteraan masyarakat juga turut meningkat. Optimalisasi dan

pemberdayaan sumberdaya lokal melalui pengembangan inovasi teknologi yang tepat sangat diperlukan dengan memanfaatkan jaringan inforamsi yang sudah maju.

Saat ini usaha peternakan untuk menghasilkan sapi bakalan (cow-calf operation) 99 % dilakukan oleh peternakan rakyat (Djajanegara dan Diwyanto, 2001), yang sebagian besar berskala kecil dengan tingkat kepemilikan 2-3 ekor/KK. Usaha ini biasanya terintegrasi dengan kegiatan lainnya (Diwyanto et al., 2002),

sehingga fungsi sapi sangat komplek dalam menunjang kehidupan peternak (Pezo dan Devendra, 2002). Dalam hal ini petani hanya berperan sebagai ‘keeper’ atau

‘user’, bukan sebagai ‘producer’ apalagi ‘breeder’, dengan manfaat ternak untuk berbagai tujuan, antara lain:; (1) akumulasi asset, (2) mengisi waktu luang, (3) usaha tani & lapangan kerja;sebagai penghasil daging/susu/sumber tenaga kerja, (4)

penghasil kompos, dan (5) sebagai simbol status sosial atau hobby. Kondisi ini justru yang menyebabkan usaha ini tetap bertahan, walaupun secara perhitungan

ekonomis kelihatannya tidak menguntungkan. Mereka memanfaatkan biomasa yang

Page 192: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Makalah disampaikan pada Seminar Dukungan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan

dalam UpayaPemberdayaan Petani)

Mojosari-Jawa Timur,16 Juli 2008

3

tersedia disekitar sebagai sumber bahan pakan utama, dan praktis sangat membatasi penggunaan eksternal input.

MASALAH DAN KENDALA

Beberapa masalah dan kendala yang muncul antara lain peternak tidak

mempunyai akses terhadap informasi, modal maupun teknologi. Selain itu skala usaha yang terbatas dan tiadanya akses informasi pasar, menyebabkan posisi tawar peternak semakin lemah dalam tataniaga. Aspek teknis yang menonjol adalah pakan

dan air. Pada musim kemarau, peternakan mengalami kesulitan dalam penyediaan air minum yang dibarengi dengan kesulitan memperoleh pakan murah dan

berkualitas. Saat ini areal padang pangonan juga semakin berkurang, fungsi lahan pertanian banyak yang berubah, serta terbatasnya berbagai dukungan dalam pengembangan ternak menjadi faktor penyebab penurunan populasi. Kekurangan

pakan dan masalah penyakit secara langsung akan menyebabkan tingkat kematian anak sapi sangat tinggi yang dapat mencapai 48 persen (Talib et al., 2003).

Selain itu masalah lain yang muncul adalah ; (a) Bibit semakin langka, bakalan semakin mahal, biaya produksi semakin tinggi dan tingginya kasus pencurian ternak; (b) kurangnya dukungan kebijakan yang memadai, terutama dalam

menghadapi tren globalisasi dan pelaksanaan otonomi daerah; (c) kelembagaan belum sepenuhnya berfungsi dan kurang efisien ; serta (d) masih terjadi segmentasi

dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya, misalnya usaha pertanian/perkebunan yang bersifat monokultur. Tingkat pendidikan petani yang relatif masih rendah menyebabkan pengetahuan tentang good farming practice

hampir tidak dimiliki.

Teknologi untuk meningkatkan kualitas dan ketersediaan pakan belum sepenuhnya dikuasai petani, seperti pengembangan gudang pakan (feed bank),

pengkayaan pakan (feed enrichment), pola integrasi crop livestock system atau food feed system, maupun strategi pemberian pakan yang lebih rasional (feeding strategy). Teknologi pemuliaan dan reproduksi masih sangat jauh dari jangkauan peternak, karena masalah fundamental tentang pakan dan air pada saat musim kering masih menjadi kendala yang belum dapat diatasi. Terbatasnya adopsi

teknologi sebagai akibat arus informasi yang belum lancar juga tidak terlepas dari kurangnya insentif ekonomi yang diperoleh peternak.

TEKNOLOGI DAN INFORMASI

Teknologi IB yang dimulai sejak 60 tahun yang lalu telah berkembang dan

diterima masyarakat sebagai salah satu teknologi andalan. Secara alami seekor pejantan hanya mampu melayani 20-30 ekor betina, tetapi dengan teknologi IB

kemampuannya meningkat ribuan kali. Teknologi IB dapat dipergunakan untuk membantu pelaksanaan program seleksi pada sapi potong, karena akan meningkatkan intensitas seleksi (i). Namun hal ini akan diimbangi dengan

meningkatnya interval generasi (L), karena diperlukan uji zuriat atau progeny testing yang memerlukan waktu cukup lama. Oleh karena itu diperlukan upaya lain agar

ratio i/L maksimum, sehingga respon seleksi (R) setiap tahunnya dapat terus

Page 193: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Makalah disampaikan pada Seminar Dukungan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan

dalam UpayaPemberdayaan Petani)

Mojosari-Jawa Timur,16 Juli 2008

4

meningkat. Dalam jangka panjang aplikasi IB juga dapat berpengaruh terhadap keragaman sehingga respon seleksi mengalami pelandaian (plateau). Sementara itu

bila tidak didukung dengan pencatatan yang baik, peluang akan terjadi silang dalam (inbreeding) sangat besar.

Aplikasi IB di Indonesia saat ini sudah sangat meluas, terutama pada sapi perah (>90%) dan sapi potong. Secara intensif IB pada sapi perah mulai dilakukan pada tahun 1972 oleh Lembaga Penelitian Peternakan, Bogor (Sitorus, 1973).

Sementara itu kegiatan IB pada sapi potong di Indonesia saat ini mungkin termasuk yang terbesar di dunia. Hal ini antara lain dikarenakan langkanya pejantan di beberapa kawasan sentral produksi sapi (Jawa). Di beberapa negara maju, seperti

Australia, Amerika dan Eropa, aplikasi IB pada sapi potong relatif sangat terbatas pada kelompok elite untuk tujuan menghasilkan bibit (pemuliaan).

Penyempurnaan kegiatan IB di Indonesia yang saat ini sedang dan akan dilakukan harus dikerjakan terutama dalam aspek pemilihan pejantan, menghindari terjadinya depresi akibat inbreeding serta hal-hal lain yang berkaitan dengan

pelaksanaan IB itu sendiri, misalnya kualitas sperma, kualitas aseptor, ketepatan deteksi estrus, dan ketrampilan inseminator. Bila diasumsikan keberhasilan masing-

masing faktor tersebut sebesar 70%, ternyata secara kumulatif keberhasilan IB hanya sekitar 0.7 X 0.7 X 0.7 X 0.7 = 24%.

Keberhasilan IB untuk menghasilkan seekor pedet saat ini cukup bervariasi,

tetapi untuk beberapa kawasan telah berhasil dengan baik (Setiadi et al., 1997; Sitepu et al.,1997; Siregar et al.,1997). Salah satu kunci keberhasilan IB adalah, sapi

dipelihara secara intensif dengan cara di kandangkan. Hal ini akan memudahkan dalam deteksi birahi serta memudahkan petugas untuk melaksanakan IB. Akan tetapi secara umum keberhasilan IB masih lebih rendah dibandingkan dengan kawin

alam.

Akan tetapi keberhasilan IB untuk meningkatkan mutu genetik sapi (produktivitas) sampai saat ini belum ada laporan yang lengkap. Demikian pula

halnya dengan kinerja performans reproduksi sapi hasil IB praktis belum banyak dilakukan evaluasinya. Oleh karena itu pelaksanaan IB harus disesuaikan dengan

tujuan dan sasaran akhir yang akan dituju, serta dengan memperhatikan adanya interaksi genetika dan lingkungan. Apabila IB ditujukan untuk menghasilkan bakalan pada peternakan cow-calf operation, maka penggunaan pejantan yang berukuran

besar (misalnya : Simental maupun Limousin) hanya dapat dilakukan di daerah yang ketersediaan pakannya memadai (Diwyanto et al.,1999).

Sebagian besar peternak di Jawa dan beberapa wilayah lain sangat menyukai sapi hasil persilangan terutama keturunan sapi Simental atau Limousin. Di beberapa

wilayah lain seperti Jawa Tengah dan Lombok sebagian peternak menyukai keturunan Brangus. Dalam hal ini tolok ukur keberhasilan hanya didasarkan pada ukuran (bobot) sapi, tanpa memperhatikan daya reproduksi yang tercermin dari

calving rate dan calving interval yang kurang menguntungkan. Disini terlihat bahwa informasi terkait dengan bioteknologi reproduksi yang di adopsi peternak masih

belum sepenuhnya lengkap.

Kebijakan persilangan sapi potong dengan memanfaatkan SDG introduksi dapat dilakukan dengan memilih berbagai alternatif yang memungkinkan untuk

dilakukan dan menguntungkan secara teknis, ekonomis, maupun sosial. Kebijakan persilangan yang dipilih juga harus memperhatikan kondisi lingkungan terutama

Page 194: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Makalah disampaikan pada Seminar Dukungan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan

dalam UpayaPemberdayaan Petani)

Mojosari-Jawa Timur,16 Juli 2008

5

ketersediaan pakan dan cekaman lingkungan dikaitkan dengan komposisi genetik atau bangsa sapi yang akan dikembangkan (Diwyanto dan Handiwirawan, 2004).

Sementara itu perbaikan performance induk dapat dilakukan dengan memanfaatkan ternak lokal (sapi Bali, sapi Jawa, dll) yang sangat adaptif. Dengan

demikian perlu upaya pemanfaatan dan pelestarian ternak lokal, yaitu dengan mempertahankan komposisi darah lokal pada sapi betina 25-50 %. Oleh karena itu perlu dilakukan program rotational crossing, bukan up grading. Dalam hal ini

keinginan petani yang menginginkan upaya persilangan secara terus menerus (up grading) dengan galur (breed) favorit (Simental) hanya dapat dilakukan bila ketersediaan pakan dan kondisi lingkungan dapat dipenuhi. Sementara itu

persilangan ternak lokal (kecil) dengan ternak Eropa (Simental, Limousin, Angus, dll) hanya dilakukan pada ternak dewasa yang pernah melahirkan, untuk menghindari

‘kejadian sulit melahirkan’ (dystocia).

Dari pengamatan di lapang terlihat bahwa S/C sapi silangan ternyata semakin meningkat, yang rata-rata diatas 2 (dua). Bahkan untuk beberapa kasus banyak

kejadian S/C dapat mencapai diatas 3 (tiga), sehingga jarak beranak lebih dari 18 bulan. Ada beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab rendahnya angka

konsepsi ini, yaitu: (i) kualitas semen di tingkat peternak menurun, (ii) kondisi aseptor yang tidak baik karena faktor genetik, atau faktor fisiologis karena kurang pakan, (iii) deteksi birahi yang tidak tepat karena kelalaian peternak atau karena

silent heat, serta (iv) ketrampilan inseminator yang masih perlu ditingkatkan.

Rendahnya angka konsepsi atau peningkatan nilai S/C ini diduga menjadi

salah satu penyebab meningkatnya kebutuhan semen beku di beberapa daerah. Saat ini beberapa inseminator mengalami kesulitan dalam memperoleh semen beku yang berasal dari pejantan Simental atau Limousin. Beberapa alternatif yang dapat

dilakukan dalam jangka pendek adalah pemanfaatan teknologi inovatif dari Balitnak dengan menggunakan chilled semen, atau mengkombinasikan IB dengan InKA. Namun tindakan darurat ini harus diatur dengan baik, karena jangan sampai terjadi

inbreeding, atau pejantan yang digunakan tidak memenuhi syarat kesehatan.

Saat ini sudah dilakukan penelitian di BALITNAK untuk menggunakan

cryoprotectant tertentu dalam pembuatan semen chilling, sehingga semen tersebut diharapkan tidak perlu lagi disimpan dalam tangki LN2, tetapi cukup di dalam refrigerator (suhu 50C). Teknik ini mampu menyimpan semen dalam waktu yang

relatif cukup lama (5-7 hari) dengan kualitas yang tetap baik untuk diinseminasikan pada betina yang estrus. Pada prinsipnya semen tersebut dibuat seperti hewan yang

hibernasi waktu musim dingin dan akan aktif kembali setelah berada pada saluran reproduksi betina.

Beberapa kerancuan yang sering dijumpai adalah pemilihan calon pejantan

tipe besar (large breed) untuk tujuan IB dengan nilai pemuliaan untuk bobot lahir yang jauh diatas rata-rata. Sementara itu ukuran pelvis kurang mendapat perhatian padahal sangat bermanfaat untuk mengurangi kejadian dystocia, terutama bila kita

melakukan persilangan sapi lokal dengan bangsa (breed) yang besar. Sebenarnya kasus dystocia banyak terjadi di lapang, tetapi laporan konkrit tentang hal ini sangat

terbatas. Untuk mengurangi kejadian ini maka disarankan agar persilangan dilakukan pada sapi lokal yang pernah melahirkan, menggunakan pejantan yang mempunyai bobot lahir rendah dan ukuran pelvis besar, serta dilakukan pengawasan pada saat

melahirkan.

Page 195: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Makalah disampaikan pada Seminar Dukungan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan

dalam UpayaPemberdayaan Petani)

Mojosari-Jawa Timur,16 Juli 2008

6

Teknologi IB hanya akan berhasil bila kualitas semen, kemampuan deteksi birahi, dan ketrampilan petugas adalah prima, disamping faktor-faktor lain seperti

pada kawin alam. Rekomendasi yang telah disampaikan PuslitbangNak pada tahun 1998 perlu mendapat perhatian. Keterbatas jumlah pejantan dalam program IB

kemungkinan dapat mengakibatkan peningkatan tingkat kawin dalam (inbreeding), sehingga perlu dibuat pola dan istem yang jelas. Perlu dicatat bahwa IB tidak dapat meningkatkan persentase kelahiran bila dibandingkan dengan kawin alam, akan

tetapi IB dapat dipergunakan untuk mengatasi kelangkaan pejantan yang saat ini sulit dijumpai di lapang

Perbaikan sistem perkawinan antara lain dapat dilakukan dengan penyediaan

pejantan berkualitas. Di kawasan yang pemeliharaan sapi masih dilakukan secara ekstensif, maka program IB tidak dianjurkan untuk dilakukan (kecuali bila dapat

dilakukan secara mudah dan murah). Oleh karena itu perlu informasi atau penyuluhan kepada petani/peternak untuk tidak menjual (mengeluarkan) seluruh sapi jantannya, dan disarankan agar perbandingan jantan dan betina produktif dalam

suatu kawasan sekitar 1 : 20-30 ekor. Perlu diperhatikan pula perbedaan ukuran jantan dan betina tidak boleh terlalu besar, agar proses perkawinan alam dapat

terjadi dengan mudah. Pejantan yang mempunyai posisi penis terlalu menggantung (SG, misalnya) tidak baik dilepas di padang pangonan yang berumput tajam. Peternak harus mulai diberi pengertian tentang pemilihan dan penyediaan pejantan,

upaya menghindari terjadinya inbreeding, serta konsep-konsep peternakan yang benar. Langkah yang diperlukan adalah memperbanyak buku pedoman teknis dan

penyuluhan, sehingga petani dapat mengakses informasi teknologi dengan cepat.

PEMANFAATAN TEKNOLOGI YANG TEPAT

Perbaikan penyediaan pakan dan sistem pemeliharaan merupakan syarat

mutlak untuk meningkatkan performance dan produktivitas sapi. Teknologi yang dapat dikembangkan adalah pengkayaan dan penyimpanan pakan, strategi

pemberian pakan tambahan secara tepat, dan menerapkan pola kandang kelompok. Pola crop livestock system atau CLS dan sistem integrasi horizontal dengan budidaya pertanian lainnya merupakan pilihan yang tepat, serta telah terbukti berhasil di

beberapa wilayah dan belahan dunia lainnya. Prinsip yang dianut adalah, (1) ternak hanya dikembangkan di wilayah yang ketersediaan pakannya cukup, (2) sumber

pakan adalah semua biomasa yang dapat diolah atau dikonsumsi ternak, dan (3) dengan pendekatan ‘zero waste’ akan diperoleh efisiensi dan sinergi yang tinggi. Oleh karena itu pengembangan ternak hanya dilakukan pada daerah yang

mempunyai potensi yang memadai, sesuai dengan saran Balitnak (1997-2000), serta harus di-integrasikan dengan budidaya pertanian lainnya (PuslitbangNak 1999-2001).

Ternyata petani di Jawa dan Bali telah berupaya untuk memanfaatkan

sumberdaya pertaniannya cukup baik, antara lain dengan cara bercocok tanam pola tumpang sari dan ‘sistem tanaman-ternak’ yang merupakan terjemahan dari crop-livestock system (CLS), pola ini sudah berlangsung sejak lama. Pola CLS secara alamiah dapat berkembang karena mengandalkan pada pemanfaatan sumberdaya lokal secara optimal, antara lain keterkaitan penyediaan pangan dan pakan (food-feed system). Hasil penelitan dan pengembangan model di Batumarta menunjukkan bahwa dengan diterapkannya ‘Model Tanaman-Ternak’ selama tiga tahun,

kesejahteraan petani lebih meningkat yang ditunjukkan dengan peningkatan

Page 196: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Makalah disampaikan pada Seminar Dukungan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan

dalam UpayaPemberdayaan Petani)

Mojosari-Jawa Timur,16 Juli 2008

7

pendapatan menjadi US $ 1.500,- per keluarga tani per tahun pada saat itu (Ismail et al.,1989).

Pada umumnya hampir semua kabupaten di Jawa dan Bali terdapat korelasi yang sangat kuat antara luas areal sawah dan produksi padi dengan populasi sapi,

kecuali di Jawa Barat (Tabel 1). Jerami padi merupakan salah satu sumberdaya lokal yang sangat potensial sebagai sumber utama serat untuk pakan sapi atau ternak ruminansia lainnya. Dengan luas areal panen yang lebih dari 2 juta ha, Jawa Barat

( + Banten) secara potensial dapat menyediakan pakan sumber serat untuk lebih dari 2 juta ekor sapi sepanjang tahun dari hasil jeraminya saja (Diwyanto dan Haryanto, 2002).

Tabel 1. Luas areal, produksi padi dan populasi sapi

Propinsi Luas areal (ha) Produksi padi (ton) Pop Sapi (ekor)

Jabar 2.011.818 9.585.617 157.700

Jateng 1.626.158 8.153.905 1.236.600

DIY 96.189 497.826 202.100

Jatim 1.666.013 8.661.371 3.380.500

*1-3 ekor Sapi/Ha

Dengan melihat beberapa keuntungan dari pengalaman empiris dan berbagai hasil penelitian tersebut diatas, diyakini bahwa usaha cow-calf operation dapat

berkembang secara kompetitif dan berkelanjutan apabila dapat memanfaatkan sumberdaya lokal melalui penggunaan teknologi yang tepat. Dalam hal pakan,

pendekatan ‘zero waste’ dan ‘zero cost’ pola CLS, menjadi alternatif yang dapat dikembangkan secara meluas. Pada tahun 2001 konsep ini telah dikaji oleh beberapa BPTP antara lain di Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan NTB (Puslitbang Peternakan, 2001). Melihat peluang yang sangat baik ini, Departemen Pertanian pada tahun 2002 mulai untuk mengembangkan konsep CLS dalam program Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu 2002 di 11 propinsi, yang melibatkan 20

Kabupaten.

Inovasi teknologi yang dimanfaatkan dalam pola CLS ini antara lain terdiri dari

teknologi yang terkait dengan pengelolaan pakan dan kompos, budidaya ternak termasuk aspek veteriner, serta didukung dengan pengembangan sistem kelembagaan. Teknologi dan manajemen dalam penggunaan sumber pakan lokal,

antara lain terdiri peningkatan kualitas jerami melalui amoniasi dan fermentasi dengan menggunakan probiotik, penyimpanan pakan, pemberian pakan tambahan

yang murah, serta cara pemberian pakan yang ekonomis seperti yang disarankan dalam Panduan Teknis Sistem Integrasi Padi-Ternak tahun 2002. Sedangkan teknologi pengolahan kompos diharapkan akan dapat memberi sumbangan

pendapatan yang signifikan.

Untuk menetapkan teknologi mana yang akan dipilih untuk dikembangkan, maka kita harus ingat bahwa teknologi tersebut harus memenuhi syarat yaitu

mempertimbangkan aspek-aspek keberlanjutan (sustainable), ramah lingkungan (environmentally tolerable), secara sosial diterima masyarakat (socially acceptable),

secara ekonomi layak (economically feasible) dan diterima secara politis (politically desirable). Dengan demikian dari sederetan bioteknologi yang sudah tersedia, saat ini mungkin hanya beberapa teknologi yang layak diterapkan untuk usaha cow-calf operation.

Page 197: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Makalah disampaikan pada Seminar Dukungan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan

dalam UpayaPemberdayaan Petani)

Mojosari-Jawa Timur,16 Juli 2008

8

Dengan demikian ada delapan keuntungan yang dapat diidentifikasi dari penerapan CLS (Devendra, 1993), yaitu (a) diversifikasi penggunaan sumberdaya

produksi, (b) mengurangi terjadinya risiko, (c) efisiensi penggunaan tenaga kerja, (d) efisiensi penggunaan komponen produksi, (e) mengurangi ketergantungan energi

kimia dan energi biologi serta masukan sumberdaya lainnya dari luar, (f) sistem ekologi lebih lestari dan tidak menimbulkan polusi sehingga melindungi lingkungan hidup, (g) meningkatkan output dan (h) mengembangkan rumah tangga petani.

Bahkan Kusnadi (2007) menggambarkan bahwa pemanfaatan sapi sebagai tenaga kerja dalam CLS akan memberi keuntungan yang besar dibandingkan penggunaan traktor pada lahan pertanian yang sempit (Tabel 2).

Langkah tersebut dapat dipandang sebagai suatu terobosan yang sangat mendasar, karena program pertanian dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan

bersinergi, dengan sasaran utama adalah pemberdayaan petani yang sebagian besar adalah petani kecil, melalui pengelolaan sumberdaya secara efisien dan terpadu. Pola CLS akan menghasilkan 4-F, yaitu food, feed, fuel dan fertilizer, bahkan tidak

menutup kemungkinan juga mampu menghasilkan F yang ke-5 yaitu fito-farmaka. Diyakini bahwa teknologi sederhana ini bila diinformasikan dengan baik secara terus-

menerus akan dapat meyakinkan petani untuk kembali memperhatikan kearifan tradisional yang dikemas dalam suatu inovasi yang modern..

Tabel 2. Perbandingan penggunaan Traktor dengan Sapi

URAIAN TRAKTOR TERNAK SAPI/KERBAU

Harga (Rp) 20.000.000 3-4 ekor sapi

Operasional (Rp.) 5.000.000 -

Masa Pakai (th) 7-8 7-8

Nilai akhir masa pakai (Rp.) 0 Berkembang menjadi 15-20

ekor sapi

Pemakaian BBM Menghabiskan BBM Green Energy : HMT dan

limbah pertanian

Lingkungan Polusi Kesuburan tanah meningkat karena tersedia kompos

Nilai tambah 0 70 -80 ton pupuk Gas bio untuk mask dan

penerangan

Diolah dr: Prof. U.Kusnadi, 2007

KELEMBAGAAN SAPI POTONG: SUATU KASUS

Untuk mempercepat arus informasi terkait dengan difusi teknologi, akses

permodalan, situasi pemasaran dlsb, diperlukan suatu kelembagaan yang handal. Pusat Koperasi Unit Desa (Puskud) NTT, misalnya, sejak tahun 2002 telah mengembangkan program kemitraan pembesaran sapi Bali, dengan tujuan untuk

memberdayakan masyarakat miskin di pedesaan. Program disusun dengan sangat sederhana, sehingga mudah diinformasikan dan dipahami oleh masyarakat. Program

kemitraan ini dilakukan bekerjasama dengan penyandang dana (National Cooperative Business Association, NCBA) untuk menyediakan kredit dalam pengadaan sapi bakalan dengan tinggi guma sekitar 104-105 cm yang diperkirakan berumur 1,5

tahun. Pada saat sapi telah mencapai bobot badan lebih dari 250 kg, sapi dijual

Page 198: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Makalah disampaikan pada Seminar Dukungan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan

dalam UpayaPemberdayaan Petani)

Mojosari-Jawa Timur,16 Juli 2008

9

dengan cara lelang. Dalam implementasi program, sejak pengadaan sapi, penimbangan, penjualan dan pembayaran, dilakukan dengan prinsip good governance yaitu menganut asas keterbukaan, kejujuran, keadilan, dan konsistensi. Low enforcement benar-benar ditegakkan, reward and punishment dilaksanakan

secara tegas, serta tidak ada diskriminasi bagi petani yang mau bekerja keras dan mematuhi kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat bersama.

Program yang dimulai sejak tahun 2002 ini telah mampu memberikan

manfaat (benefit) sangat besar bagi petani di NTT yang tidak mempunyai alternatif pekerjaan lain, serta tidak memiliki cukup sumberdaya (terutama modal), ketrampilan, dan akses pemasaran. Keberhasilan kegiatan tersebut dilaksanakan

dengan pendekatan dan prinsip agribisnis, dengan dukungan teknologi tepat guna serta dilandasi pada akses informasi yang terbuka.

Masyarakat NTT yang dikenal dengan kehidupan pertanian yang kurang maju, ternyata mampu menerima program ini dengan baik. Sikap petani terhadap suatu pembaharuan pada dasarnya terjadi karena adanya interaksi sosial yang dialami oleh

individu yang bersangkutan. Interaksi ini tidak semata-mata berupa kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok, namun juga terjadi

hubungan yang saling mempengaruhi di antara individu sehingga diperoleh hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat (Azwar dalam Hanafi et al., 2004). Dalam

kaitannya dengan program ini, staf pembina kelompok mempunyai peran yang cukup besar melalui interaksi sosial dan arus informasi timbal-balik sehingga mampu

merubah pola usaha ternak sapi kelompok peternak yang berorientasi agribisnis.

Dalam program ini koperator mendapat akses informasi secara lengkap, dimulai sejak pengadaan sapi bakalan yang dilakukan bersama-sama antara petani,

pengurus atau perwakilan kelompok, pengurus atau staf Puskud dan aparat desa. Penetapan harga beli ternak yang memenuhi standar dilakukan dengan transparan berdasarkan harga penawaran yang paling murah. Petani secara penuh berhak

menentukan persetujuan atau penolakan atas sapi yang akan dipelihara. Pengadaan sapi dilaksanakan oleh pengusaha sapi skala kecil sampai di lokasi peternak setelah

proses seleksi berlangsung. Seleksi dilakukan oleh ketua kelompok beserta anggota dan petugas Puskud dan sapi dibagikan kepada peternak kooperator melalui sistem undian. Penandatanganan kontrak diketahui oleh Kepala Desa dan Pemuka Agama

masyarakat setempat.

Secara reguler petugas lapang melakukan monitoring terhadap

perkembangan ternak, sehingga setelah program berjalan lebih dari lima tahun hanya ada satu kasus kehilangan ternak (dari > 20 ribu ekor sapi yang telah didistribusikan) dan sudah diselesaikan dengan tuntas. Penjualan dilakukan setelah

sapi mencapai bobot badan minimal 250 kg, dan harga ditetapkan berdasarkan penawaran tertinggi (Rp/kg BH). Pada saat proses penjualan, dilakukan penjelasan secara rinci untuk mengingatkan kembali isi kesepakatan, informasi harga, serta

kewajiban-kewajiban peternak. Dalam kesempatan ini peternak diberi kesempatan untuk bertanya, memberi masukan atau bahkan protes apabila terjadi

ketidaksepakatan.

Perkembangan jumlah sapi dijual menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, dimana selama 5 tahun program berlangsung telah terjadi penjualan hampir

10 kali lebih besar dibandingkan pada awal tahun penjualan (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program memberikan nilai tambah ekonomi yang

signifikan bagi peternak, sehingga performans sapi sesuai dengan target produksi

Page 199: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Makalah disampaikan pada Seminar Dukungan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan

dalam UpayaPemberdayaan Petani)

Mojosari-Jawa Timur,16 Juli 2008

10

yang telah ditentukan. Kontribusi pendapatan usaha sapi ini terhadap total pendapatan rumahtangga petani relatif cukup besar dan merupakan salah satu

sumber pendapatan rumahtangga petani.

Tabel 3. Perkembangan penjualan sapi (ekor)

Kabupaten 2003 2004 2005 2006 2007 Jumlah

Kupang 414 1 995 2 313 3 358 1 838 9 918

Kota Kupang - - - 44 - 44

Timor Tengah Selatan - 245 526 887 940 2 598

Timor Tengah Utara - - 8 118 267 393

Belu - 14 114 209 263 600

Jumlah 414 2 254 2 961 4 616 3 308 13 553

Sumber : Subagiyo, Puskud NTT (2007)

Petani berhak memperoleh pendapatan sebesar 70 persen dari keuntungan (selisih harga jual sapi dengan harga pembelian sapi), sedangkan Puskud

mendapatkan 30 persen. Proporsi yang diterima petani ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kontrak farming serupa dalam program lainnya, yang biasanya

petani hanya memperoleh bagian keuntungan sekitar 20-50 persen. Setiap penjualan per ekor sapi, petani memperoleh pendapatan sekitar Rp. 1,1-1,3 juta, yang biasanya dipelihara selama 8-12 bulan. Selama 5 tahun progam ini berjalan, rata-

rata keuntungan yang diperoleh petani sebesar Rp.1,122 juta (Tabel 4). Jumlah ini nilainya sekitar 7-10 kali lipat dibandingkan dengan program serupa yang dilakukan

oleh investor sebelumnya. Dengan jumlah sapi sebanyak 4-8 ekor, pendapatan petani dari program ini sangat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Tabel 4. Perkembangan rata-rata keuntungan petani peserta program

Kabupaten Jumlah sapi dijual (ekor)

Keuntungan petani (Rp)

Rata-rata keuntungan (Rp/ekor)

Kupang 9 918 10 891 987 272 1 098 204

Kota Kupang 44 51 304 440 1 166 010

Timor Tengah Selatan 2 598 2 996 985 252 1 153 574

Timor Tengah Utara 393 477 378 279 1 214 703

Belu 600 783 774 600 1 306 291

Jumlah 13 553 15 201 429 843 1 187 756,4

Sumber : Subagiyo, Puskud NTT (2007)

Permasalahan utama yang dihadapi dalam keberlanjutan program ini adalah semakin sulitnya memperoleh sapi bakalan, karena masih tingginya angka pomotongan betina produktif. Kendala lain adalah terbatasnya pemilikan hijauan

pakan ternak dan penyediaan air bersih. Kondisi ini berakibat pada terhambatnya pertumbuhan program pembesaran yang saat ini telah mencapai lebih dari 20 ribu ekor (Tabel 5) dengan peserta lebih dari 7100 KK (Tabel 6). Secara kumulatif

peternak telah memperoleh pendapatan lebih dari Rp.15 Milyar, dan program ini telah memberi kontribusi pajak daerah sebesar Rp. 0,5 Milyar (Tabel 7). Informasi

yang diperoleh sampai dengan akhir tahun 2007 menunjukkan bahwa sudah menunggu sekitar 2 ribu KK calon peserta baru.

Tabel 5. Perkembangan realisasi pengadaan sapi

Page 200: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Makalah disampaikan pada Seminar Dukungan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan

dalam UpayaPemberdayaan Petani)

Mojosari-Jawa Timur,16 Juli 2008

11

Kabupaten 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jumlah

Kupang 624 1 952 3 463 3 710 2 376 2 346 9 918

Kota Kupang - - - - 44 - 44

Timor Tengah Selatan - 329 803 1 296 1 019 838 4 285

Timor Tengah Utara - - 29 721 - - 750

Belu - - 201 416 125 48 790

Jumlah 624 2 281 4 496 6 190 3 520 3 232 20 343

Sumber : Subagiyo, Puskud NTT (2007)

Tabel 6. Jumlah kecamatan, desa, kelurahan dan anggota peternak sebagai

peserta program

Kabupaten Kecamatan Desa Kelurahan Anggota Peternak

Kupang 7 29 85 3 356

Kota Kupang 1 1 2 32

Timor Tengah Selatan 8 29 61 2 494

Timor Tengah Utara 3 8 24 641

Belu 4 7 13 623

Jumlah 23 74 185 7 146

Sumber : Subagiyo, Puskud NTT (2007)

Tabel 7. Perkembangan rata-rata pendapatan daerah selama program berlangsung

Kabupaten Pajak desa Pendapatan kabupaten

Pendapatan karantina

Kupang 122 459 500 119 016 000 1 098 204

Kota Kupang 457 000 528 000 1 166 010

Timor Tengah Selatan 19 195 000 29 775 000 1 153 574

Timor Tengah Utara 2 288 000 477 378 279 1 214 703

Belu 8 852 000 783 774 600 1 306 291

Jumlah 153 251 500 186 359 000 140 301 000

Sumber : Subagiyo, Puskud NTT (2007)

Beberapa inovasi teknologi yang dapat diaplikasikan lebih lanjut untuk menambah keberhasilan program ini adalah: (a) penanaman hijauan pakan ternak

dengan varietas yang lebih produktif, (b) vaksinasi dan dukungan pencegahan terhadap bahaya penyakit oleh Dinas Peternakan setempat, (c) pengolahan faeces dan urine menjadi kompos yang lebih berkualitas, atau pembuatan biogas untuk keperluan rumah tangga, serta (d) penjaringan dan pemanfaatan sapi hasil pembesaran sebagai pejantan agar terjadi meningkatkan mutu genetik dan

menghindari terjadinya inbreeding. Inovasi dan pengembangan program ini juga memerlukan dukungan prasarana yang lebih baik dan memadai, seperti jalan dan sumber air minum pada musim kering.

Program serupa juga telah dikembangkan di daerah Klaten dan sekitarnya, yaitu pola kemitraan antara Koperasi Jasa usaha Bersama (KJUB) PUSPETASARI

Klaten dengan petani yg tergabung dalam kelompok tani. Program ini dikembangkan untuk membangun kelembagaan yg handal dengan berbasis teknologi tepat guna dan diinformasikan secara jelas sesuai prinsip-prinsip agribiznis dan profesional.

Dalam program ini dipergunakan sapi potong hasil IB, dan sistem pemeliharaannya sudah sangat intensif. Dari perhitungan sementara, program ini juga cukup berhasil,

Page 201: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Makalah disampaikan pada Seminar Dukungan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan

dalam UpayaPemberdayaan Petani)

Mojosari-Jawa Timur,16 Juli 2008

12

dan peternak dapat memperoleh keuntungan (SHU) sekitar 106% selama masa penggemukan (4 bulan). Keuntungan ini merupakan akumulasi biaya tenaga kerja

keluarga, sewa kandang yang dimiliki petani, serta keuntungan riil yang diperoleh dari usaha ini.

PENUTUP

Untuk memenuhi kebutuhan produk peternakan yang terus meningkat, Indonesia ternyata masih harus mengimpor dalam jumlah banyak. Impor daging dan

sapi bakalan yang cenderung terus meningkat, antara lain disebabkan karena permintaan di dalam negeri tetap tinggi. Bila kecenderungan ini terus berlanjut

Indonesia akan menjadi negara importir daging dan sapi bakalan terbesar di dunia. Di lain pihak pasokan dari dalam negeri diduga semakin berkurang, karena telah dan sedang terjadi pengurasan sapi terutama semenjak impor daging dan sapi bakalan

terhenti pada tahun 1998. Perlu diupayakan langkah-langkah konkrit untuk menambah populasi, memperbaiki produktivitas dan meningkatkan produksi daging

sapi di dalam negeri. Salah satu strategi yang dapat ditempuh adalah memaksimalkan potensi sumberdaya genetik dan penggunaan sumber pakan lokal secara optimal. Strategi yang disusun harus berorientasi pada pemberdayaan

peternak rakyat yang merupakan mayoritas produsen sapi potong. Optimalisasi dan pemberdayaan sumberdaya lokal dapat dilakukan melalui melalui pengembangan

inovasi teknologi yang tepat.

Teknologi inovatif yang dikembangkan harus memenuhi syarat antara lain mempertimbangkan aspek-aspek berkelanjutan, ramah lingkungan, secara sosial

diterima masyarakat, secara ekonomi layak, dan diterima secara politis. Program yg dikembangkan harus berorientasi agribiznis, sederhana, mudah dipahami & berbasis sumberdaya lokal. Peternak sebagai pelaku usaha harus dapat mengakses teknologi

melalui penguatan kelembagaan. Keberdaan kelembagaan ini juga sangat penting untuk mempercepat arus informasi yang terkait dengan adopsi teknologi maupun

informasi permodalan, pemasaran, dlsb.

Pola pengembangan usaha sapi potong melalui pola kemitraan dengan koperasi dapat menjadi salah satu alternatif pola pengembangan untuk

menghasilkan sapi bakalan. Agribiz-Kelembagaan-Teknologi-Informasi merupakan ‘satu paket’ yang tidak terpisahkan untuk menjamin keberhasilan suatu program.

DAFTAR PUSTAKA

Devendra, C., 1993. Sustainable Animal Production from Small Farm Systems in

South East Asia. FAO Animal Production and Health Paper. FAO Rome.

Diwyanto, K., Supar, dan E. Triwulanningsih. 1999. Perkembangan bioteknologi peternakan dan prospek penerapannya di Indonesia. Pros. Ekspose Hasil

Penelitian Bioteknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.

Diwyanto, K dan B. Haryanto. 2002. Pakan alternatif untuk pengembangan

peternakan rakyat. Rakor : Pengembangan Model Kawasan Agribisnis Jagung TA 2002. DitJen BPPHP, Jakarta 29 April 2002.

Page 202: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Makalah disampaikan pada Seminar Dukungan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan

dalam UpayaPemberdayaan Petani)

Mojosari-Jawa Timur,16 Juli 2008

13

Diwyanto, K., B.R. Prawirodiputro, dan D. Lubis. 2002. Integrasi tanaman ternak dalam pengembangan agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan dan

berkerakyatan. WARTAZOA, Vol. 12. No. 1., p. 1-8

Diwyanto, K dan E. Handiwirawan. 2004. Program penelitian dan pengembangan

pembibitan ternak sapi di lahan kering. Prosiding Seminar Nasional Penelitian ternak dan usahatani lahan kering. Kerjasama antara PSE, BPTP NTT dan Pemerintah Kabupaten Sumba Timur.

Diwyanto, K., S. Bahri, B. Haryanto, I.W. Rusastra dan H. Hasinah. 2005. Prospek dan arah pengembangan agribisnis sapi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Djajanegara, A. dan K. Diwyanto. 2001. Development strategies for genetic evaluation of beef production in Indonesia. Proc. Of an Int’l Workshop Held in

Khon Kaen Province, Thailand, July 23-28, 2001. ACIAR. No. 108

Hanafi, H., Soeharsono dan Supriadi. 2004. Sikap petani terhadap inovasi ‘crop livestock systems’ di lahan kering kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa

Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian,

Bogor.

Ismail, I. A. Djajanegara dan H. Supriadi. 1989. Farming Systems Research in Upland Transmigration Areas : Case in Batumarta. In: SUKMANA et al. (eds).

Development in Procedures for farming Systems Research: Proceeding of an International Workshop. Agency for Agricultural research and Development.

Indonesia.

Pezo, D. dan C. Devendra. 2002. The relevance of crop-animal systems in South Esat Asia. In : Research Approaches and Methods for Improving Crop-Animal

Systems in South East Asia. ILRI. P.1-27

Setiadi, B., Subandriyo, D.Priyanto, T Safriati, N.K.Wardhani, Soepeno, Darojat, Nugroho. 1997. Pengkajian pemanfaatan teknologi inseminasi buatan (IB)

dalam usaha peningkatan populasi dan produktivitas sapi potong nasional di Daerah Istimewa Jogjakarta. Puslitbang Peternakan.

Siregar, A.R., P.Situmorang, M.Boer, G.Mukti, J.Bestari, M.Purba. 1997. Pengkajian pemanfaatan teknologi inseminasi buatan (IB) dalam usaha peningkatan populasi dan produktivitas sapi potong nasional di Propinsi Sumatra Barat.

Puslitbang Peternakan.

Sitorus, P. 1973. Penggunaan semen beku import pada sapi perah di Kotamadya

Bogor dan sekitarnya. Bull.LPP.No.13:25-32

Soedjana, T.D., T. Sudaryanto dan R. Sayuti. 1994. Estimasi parameter permintaan beberapa komoditas peternakan di Jawa. J. Penelitian Peternakan Indonesia

no 1, Maret 1994: 13-23. Subagiyo, B. 2007. Puskud NTT. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Contract Farming

Sapi Bali: Success Story, Kendala dan Harapan. Makalah disampaikan pada

Panel Diskusi Pemberdayaan Masyarakat melalui Model Pengembangan Sapi Potong. Jakarta 14 Nopember 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Peternakan bekerjasama dengan Ditjen Peternakan, Jakarta.

Talib, C., K. Entwistle, A. Siregar, S. Budiarti and D. Lindsay. 2003. Survey of Population and Production Dynamics of Bali Cattle and Existing Breeding

Page 203: ABSTRAK - jatim.litbang.pertanian.go.idjatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/Prosiding2008.pdf · Pertanian (Prima Tani) yaitu suatu model atau konsep baru diseminasi

Makalah disampaikan pada Seminar Dukungan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan

dalam UpayaPemberdayaan Petani)

Mojosari-Jawa Timur,16 Juli 2008

14

Program in Indonesia. Startegies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia. ACIAR Proceedings No.110. pp. 3-9