abses serebri

25
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. AO pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia juga belum banyak dilaporkan. Morgagni (1682-1771) pertama kali melaporkan AO yang disebabkan oleh peradangan telinga.. Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial (VP-Shunt). Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15% kasus. Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak 1

description

Makalah Kedokteran

Transcript of abses serebri

BAB I

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANGAbses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. AO pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia juga belum banyak dilaporkan. Morgagni (1682-1771) pertama kali melaporkan AO yang disebabkan oleh peradangan telinga.. Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial (VP-Shunt). Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15% kasus. Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, namunratekematian penyakit abses otak masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection).1.2 TUJUAN PENULISAN Dapat mengetahui dan memahami faktor-faktor resiko serta etiologi yang diduga dapat menyebabkan abses serebri, sehingga dapat dilakukan intervensi yang sesuai.

Mengerti mekanisme dan patofisiologi terjadinya abses serebri, sehingga pendekatan diagnostik yang tepat dapat dicapai. Memahami mekanisme immunologi yang terjadi pada abses serebri. Mengetahui pemeriksaan penunjang mana yang diperlukan untuk menunjang diagnostik pada abses serebri.

Mengetahui penatalaksanaan dari abses serebri BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISIAbses serebri adalah infeksi purulen pada parenkim otak yang diikuti kerusakan jaringan dan edema di sekitarnya serta terdapat lesi desak ruang. Pada umumnya soliter tetapi ada kalanya terdapat abses multilokular akibat emboli septic dari bronkiektasis. Kebanyakan abses terletak di hemisfer serebri, 20-30% berlokasi di serebelum dan hampir tidak pernah bersarang di batang otak (Harsono, 2011)2.2 EPIDEMIOLOGIAbses serebri dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses serebri yaitu, embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial (VP-Shunt). Patogenesis abses serebri tidak begitu dimengerti pada 10-15% kasus (Besharat M et al.,2010).Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses serebri masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses serebri termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection). Penderita abses serebri lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun. Kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kematian. Jika kondisi pasien buruk, rate kematian akan tinggi (Besharat M et al.,2010).2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Berdasaran bakteri penyebab, maka etiologi dari abses serebri dapat dibagi menjadi (Helweg-Larsen J et al.,2012):

1. Organisme aerobik:

Gram positif: Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus Gram negatif: E. coli, Hemophilus influenza, Proteus, Pseudomonas

2. Organisme anaerobik: B. fragilis, Bacteroides sp, Fusobacterium sp, Prevotella sp, Actinomyces sp, dan Clostridium sp.3. Fungi : Kandida, Aspergilus, Nokardia

4. Parasit : E. histolytica, Schistosomiasis, AmoebaSebagian besar abses serebri berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries). Abses serebri dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses serebri yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak. Dapat juga timbul akibat trauma tembus pada kepala atau trauma pasca operasi (Brouwer MC et al., 2014).Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses serebri tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus otak (Ropper AH et al.,2014).Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum (Wilkinson I et al.,2005).Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau faktor lingkungan (Helweg-Larsen J et al.,2012) :1. Faktor host

Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang berfungsi sempurna.

2. Faktor kuman

Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang membangkitkan meningitis bacterial akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak bersangkut paut dengan faktor pertahanan host. Kuman yang memiliki virulensi yang rendah dapat menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat jika terdapat ganggguan pada sistem limfoid atau retikuloendotelial.3. Faktor lingkungan

Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat masuk ke dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara.2.4 PATOFISIOLOGI2.4.1 Abses Piogenis karena bakteri

Jaringan otak rentan terhadap infeksi dan tidak mempunyai mekanisme pertahanan yang baik, pembentukan kapsul kolagen merupakan respons yang terpenting dalam membatasi penyebaran abses. Untuk terjadinya abses serebri harus ada daerah yang nekrosis terlebih dahulu dalam jaringan otak (Helweg-Larsen J et al.,2012).

Pada penderita meningitis bakteri tidak selalu terjadi abses serebri, hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor (Muzumdar D et al., 2011):

1. Virulensi bakteri

Komponen permukaan subkapsular bakteri (dinding sel dan lipopolisakarida) memegang peranan yang penting untuk timbulnya radang di selaput otak dan memperluas daerah yang nekrosis ke dalam jaringan otak.

Bakteri pneumokokus mempunyai dua polimer dinding sel (peptidoglikan dan asam trikoik fosfat ribitol) menyebabkan timbulnya keradangan. H. influenza mempunyai kapsul lipopolisakarida, bila terjadi inokulasi ke dalam iintrasisternal memnyebabkan radang dan merusak sawar darah otak.2. Rusaknya sawar darah otak

Hanya bakteri tertentu yang bias merusak sawar darah otak. Kerusakan sawar darah otak menimbulkan eksudasi albumin yang mempercepat timbulnya edema otak, dengan kerusakan sel endotel dan mikrovaskuler otak.3. Imunopatologis

Satu sampai 3 jam setelah inokulasi lipopolisakarida terjadi pelepasan secara cepat dari TNF (Tumor Necrotic Factor), Interleukin-1, dan Interleukin-2 ke dalam CSS, menyebabkan neutrofil melekat pada epitel serta merangsang sel-sel di susunan saraf pusat (astroglia, endotel, dan makrofag selaput otak) untuk melepaskan sitokin. Sitokin diekskresikan dan merusak sawar darah otak. Kondisi imunologis penderita yang kurang baik akan mempercepat terjadinya proses peradangan di jaringan otak.2.4.2 Abses karena jamur

Abses yang disebabkan jamur umumnya merupakan abses metastatik. Awalnya akan tampak invasi vaskular oleh jamur, disusul thrombosis sekunder dan infark otak. Hal ini menyerupai abses piogenik, dimana di dalam bagian nekrotik terdapat sel radang, makofag, fibroblast, dan sel besar berinti banyak terisi jamur yang telah difagosit (Brouwer MC et al., 2014).2.4.3 Abses karena parasit

Amoeba menyebabkan terjadinya pusat nekrotik yang berisi debris dan terutama sel mononuclear, dikelilingi kongesti vaskular, nekrosis jaringan saraf dan sel limfotik, sel plasma dan mononuklear lain, disini pembentukan kapsul tidak ada atau hanya sedikit serta dapat ditemukannya kista dan trofozoit. Toksoplasma dapat menyebabkan ensefalitis, abses, dan granuloma dengan atau tanpa pusat nekrotik (Besharat M et al.,2010).Abses serebri dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu (Besharat M et al.,2010).Pada tahap awal abses serebri terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai edema, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi abses serebri dalam 4 stadium yaitu (Ropper AH et al.,2014): 1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)

Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.

2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblas yang terpencar. Fibroblas mulai menjadi retikulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar

3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.

4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)

Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut: Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.

Daerah tepi pusat nekrosis terdiri dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.

Kapsul kolagen yang tebal. Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.

Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis. Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses serebri yang berlokasi pada lobus frontalis. otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan abses serebri lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen (Brouwer MC et al., 2014).2.4.4 Respon Imunologik pada Abses SerebriSetelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke susunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Kuman yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke otak perkuntinuitatum. Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung. Ada penjagaan khusus otak terhadap bahaya yang datang melalui lintasan hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier. Pada toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi bertindak sebagai sawar khusus. Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi (Brouwer MC et al., 2014).Kuman yang dimasukkan ke dalam otak secara langsung pada binatang percobaan ternyata tidak membangkitkan abses sereebri/ abses serebri, kecuali apabila jumlah kumannya sangat besar atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu. Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia menghambat penetrasi fagosit, antibodi dan antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka berbeda dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat virulen dan destruktif (Helweg-Larsen J et al.,2012).Unsur seluler lain dari sistem imunologik, yaitu makrofag membuat prostaglandin, leukotrin, dan sitokin yang dapat berkomunikasi dengan neuron dan sel glia. Salah satu jenis sitokin adalah Interleukin-1 yang memiliki kemampuan untuk mengubah fungsi T-sel. Zat aktif itu homolog dengan pirogen, yang menjalankan peranan penting dalam regulasi suhu oleh hipotalamus. Kini diperoleh banyak data yang menyatakan bahwa astrosit bersama mikroglia dapat berfungsi seperti makrofag (Helweg-Larsen J et al.,2012).Mikroglia yang telah teraktivasi akan merilis sejumlah sitokin dan dan kemokin melalui proses parakrin dan autokrin, yang selanjutnya akan bekerjasama melawan infeksi pada susunan saraf pusat. Produk yang telah disekresi oleh microglia juga berkontribusi dalam proses imunologik dan peradangan. Dalam hal ini, diketahui bahwa matrix metalloproteinases (MMPs) berpotensial merusak sawar darah otak, masuknya leukosit ke dalam sistem saraf pusat, dan kerusakan jaringan. MMP sendiri adalah suatu enzim zinc-dependent yang mampu merusak protein, dan sering dijumpai di matriks ekstraseluler (Besharat M et al.,2010).2.5 PENEGAKAN DIAGNOSIS2.5.1 Manifestasi KlinisPada stadium awal gambaran klinik abses serebri tidak khas, gejala yang tersering muncul adalah sakit kepala serta terdapat gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah dan kejang. Dengan semakin besarnya abses serebri gejala menjadi khas berupa trias abses serebri yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal (Brouwer MC et al., 2014).

Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel. Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik. Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal (Brouwer MC et al., 2014).2.5.2 PemeriksaanPemeriksaan motorik melibatkan penilaian dari integritas sistem musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal. Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju endap darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel (Brouwer MC et al., 2014).Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat (Brouwer MC et al., 2014).Gambaran CT-scan pada abses :

Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.

Gambar 2.1 Early cerebritis pada CT-Scan Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona central inflamasi.

Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat gambaran ring enhancement.

Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis abses serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan granuloma (Brouwer MC et al., 2014).2.6 TATALAKSANADasar pengobatan abses serebri adalah mengurangi efek massa dan menghilangkan kuman penyebab. Terapi definitif untuk abses melibatkan :

1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa

2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses

3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)

4. Pengobatan terhadap infeksi primer

5. Pencegahan kejang

6. NeurorehabilitasiPenatalaksanaan awal dari abses serebri meliputi diagnosis yang tepat dan pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole. Jika terdapat riwayat cedera kepala dan komplikasi pembedahan kepala, maka dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah tersedia (Brouwer MC et al., 2014).Pada abses yang terjadi akibat trauma penetrasi, cedera kepala, atau sinusitis dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengan meropenem terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi pilihana alternatif (Brouwer MC et al., 2014).Pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan vancomycin dan ceptazidine. Jika otitis media, sinusitis, atau mastoidits yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Jika meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada pasien dengan immunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids (Brouwer MC et al., 2014). Tabel 2.2 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses serebri

Drug DoseFrekwensi dan rute

Cefotaxime (Claforan) 50-100 mg/KgBBt/Hari 2-3 kali per hari,

IV

Ceftriaxone (Rocephin)

50-100 mg/KgBBt/Hari 2-3 kali per hari,

IV

Metronidazole (Flagyl)

35-50 mg/KgBB/Hari 3 kali per hari,

IV

Nafcillin (Unipen, Nafcil)

2 gramssetiap 4 jam,

IV

Vancomycin

15 mg/KgBB/Hari setiap 12 jam,

IV

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari (Brouwer MC et al., 2014).Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya tekanan intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas serta midline shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah itu di tap-off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada pemeriksaan nervus optikus hari XV tidak didapatkan papil edema. Penatalaksanaan secara bedah pada abses serebri dipertimbangkan dengan menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses yang multiple (Brouwer MC et al., 2014).Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi (Brouwer MC et al., 2014).

Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.Pembedahan secara eksisi pada abses serebri jarang digunakan, karena prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon terhadap penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu (Brouwer MC et al., 2014).Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging) (Brouwer MC et al., 2014).2.7 KomplikasiAbses serebri menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya yaitu (Muzumdar D et al., 2011):1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid

2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus

3. Edema otak

4. Herniasi oleh massa abses serebri2.8 Prognosis

Angka kematian yang dihubungkan dengan abses serebri secara signifikan berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotik yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan gangguan kognitif. Prognosis abses serebri soliter lebih baik dan mu1tipel. defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50% penderita (Muzumdar D et al., 2011).BAB 3PENUTUP3.1 KESIMPULAN

Abses Otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius di dalam atau melibatkan jaringan otak, berupa penumpukan substansi eksudat hasil proses infeksi atau peradangan berupa pus atau nanah didalam otak, yang dapat mengakibatkan penurunan hingga kerusakan fungsi neurologis, abses otak sangat berbahay apalagi jika terjadi pada anak maka akan mempengaruhi tumbuh kembang anak dan proses ataupun csrs berpikir anak. Abses otak perlu di ketahui danditangani sedini mungkin sebelum menyebar dan meradang lebih lama karna akan berdampak lebih fatal.DAFTAR PUSTAKAAlvis MH, Castellar-Leones SM, Elzain MA, Moscote-Salazar LR. Brain abscess: Current management.Journal of Neurosciences in Rural Practice. 2013;4(Suppl 1):S67-S81. doi:10.4103/0976-3147.116472. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3808066/#!po=15.1163 [accessed May 3, 2015]

Besharat M, Abbasi F. Brain abscess; epidemiology, clinical manifestations and management: A retrospective 5-year study. Iranian Journal of Clinical Infectious Diseases 2010;5(4):231-234. Available from: http://www.sid.ir/en/VEWSSID/J_pdf/122020100409.pdf [accessed May 3, 2015]

Brouwer MC, Tunkel AR, Mckhann II GM et al. Brain Abscess. N Engl J Med 2014;371:447-56. Available from: http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056 /NEJMra1301635 [accessed May 3, 2015]

Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis, ed 5. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Helweg-Larsen J, Astradsson A, Richhall H et al. Pyogenic brain abscess, a 15 year survey.BMC Infect Dis. 2012;12:332. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3536615/ [accessed May 3, 2015]

Muzumdar D, Jhawar S, Goel A. Brain abscess: an overview.Int J Surg. 2011;9(2):136-44. Available from: http://www.journal-surgery.net/article/S1743-9191(10)00482-6/pdf [accessed May 3, 2015]Ropper AH,Samuels M,Klein J. Adams and Victor's Principles of Neurology.10th Edition. McGraw Hill. USA. 2014

Wilkinson I, Lennox G. 2005. Essential Neurology. 4th ed. Massachusetts: Blackwell Publishing Ltd.16