Abses Perianal St.hardiyanti.sm

download Abses Perianal St.hardiyanti.sm

of 20

description

journal

Transcript of Abses Perianal St.hardiyanti.sm

REVIEW ARTIKELABSES PERIANALMark H. Whiteford, M.D.ABSTRAKAbses perirectal dan fistula menunjukkan manifestasi akut dan kronik dari proses penyakit yang sama, suatu infeksi kelenjar anal. Penyakit ini telah membingungkan pasien dan dokter pada era millennium. Sebuah pemahaman seksama anatomi dan patofisiologi proses penyakit ini bersifat sangat penting untuk diagnosis optimal dan tatalaksananya. Tatalaksana abses pada dasarnya cukup mudah, dengan insisi dan drainase yang menjadi tatalaksana resmi. Tatalaksana fistula memiliki lebih banyak komplikasi. Terapi ini membutuhkan pemantauan keseimbangan antara laju penyembuhan dan perubahan potensial kontinens feses. Hal ini, oleh karena itu, membutuhkan lebih banyak kemahiran. Beberapa teknik sekarang tersedia dalam peralatan dokter bedah yang mengobati fistula-in-ano. Meskipun tidak ada teknik tunggal yang tepat untuk semua pasien dan semua jenis fistula, pemilihan tepat dari pasien dan pilihan teknik perbaikan harus memberi angka kesuksesan lebih tinggi dengan morbiditas terkait yang rendah.Kata Kunci: Abses, fistula, perianal, perirectal, fistula-in-anoANATOMIEvaluasi dan terapi abses-fistula perianal membutuhkan pemahaman seksama anatomi anal. Pemahaman anatomi ini membantu untuk menentukan asal dan proses perjalanan penyakit ini dan juga membantu untuk mengarahkan ke intervensi terapi dan untuk memprediksi risiko hasilnya. Otot sirkuler lapisan dalam dari dinding rektal berjalan desenden menuju kanalis anal, yang dimana menjadi sfingter internal. Sfingter ini dibentuk oleh sebuah corong luaran dari jaringan muskuler yang terdiri dari muskulus levator, puborektalis, dan sfingter eksternal. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh bidang intersfingterik, suatu perluasan jaringan ikat dari lapisan otot longitudinal bagian luar rectum yang meluas kebawah menjadi kanalis anal. Tepi bawah dari bidang ini, alur intersfingterik, dapat dipalpasi pada batas bawah dari kompleks sfingter. Pada daerah distalnya adalah pinggiran anal, pinggiran distal asli dari kanalis anal. Pinggiran anal ini adalah batas pemisah antara kulit pinggiran anal dan anoderm. Anoderm ini adalah epitelium skuamosa khusus, yang mana, meskipun ketiadaan adneksa kulit sekunder seperti folikel rambut dan kelenjar keringat, memiliki suplai vaskuler banyak dan diinnervasi penuh. Menuju setengah jalan ke atas dari kanalis anal terdapat linea dentate (linea pektinata). Hal ini menandakan persimpangan mukokutaneus asli antara epitel skuamos terinnervasi somatic distal dan epitel kolumner terinnervasi visceral proksimal. Seminar kerja oleh Parks dan Eisenhammer mengidentifikasi kelenjar anal terdapat pada setingkat dengan linea dentate dan menunjukkan bahwa kelenjar ini merupakan etiologi kebanyakan abses perirectal dan fistula.Ketika mendokumentasikan penemuan anatomi dan proses patologis pada region perianal, penggunaan deskriptif arah jarum jam harus ditinggalkan dalam tujuan untuk terminology anatomi yang sesuai seperti anterior, posterior, kiri, dan kanan. Istilah tersebut lebih akurat dan cenderung rendah untuk kesalahan interpretasi, yang mana orientasi arah jarum jam berubah dengan posisi berbeda pasien dan pemeriksa.

ABSES PERIANAL

EtiologiKebanyakan abses perirectal berasal dari kelenjar anal yang terinfeksi. Kelenjar ini terletak pada dasar bawah anal dan berlokasi pada setingkat linea dentate. Kebanyakan orang memiliki antara enam dan delapan kelenjar itu, yang memanjang kebawah menjadi sfingter internal dan ke atas membentuk alur intersfingterik. Obstruksi dari kelenjar tersebut mengarah ke keadaan stasis, pertumbuhan lebih bakteri, dan abses besar yang berlokasi pada alur intersfingterik. Abses tersebut memiliki beberapa rute jalan keluar, kebanyakan kasus dimana perluasan ke bawah menuju anoderm (abses perianal) atau melalui sfingter eksternal menuju fossa ischiorectal (abses fossa ishchiorectal). Rute penyebaran yang jarang adalah menuju keatas dari alur intersfingterik ke ruang supralevator atau pada bidang submukosal. Ketika abses ini didrain, baik secara operasi maupun spontan, focus kuman persisten dan epitelisasi jalur drainasi abses dapat terjadi dan mengarah ke fistula-in-ano kronik.Sekitar 100% abses perirectal diyakini bukan akibat dari infeksi kelenjar anal tetapi dari konsekuensi penyebab lebih khusus seperti penyakit Crohn, trauma, virus imunodefisiensi manusia, penyakit menular seksual, terapi radiasi, atau benda asing.Diagnosis

Abses perirectal biasanya muncul dengan onset lambat nyeri akut anal konstan, berdenyut terkait dengan pembengkakan terlokalisasi, eritema dan intermitten. Abses perirectal dapat dibedakan dari penyebab lainnya dari nyeri anal akut seperti fisura anal dan hemoroid eksternal trombotik dengan anamnesis dan inspeksi visual yang baik. Nyeri ini sering menghalangi sebuah pemeriksaan rectum digital seksama atau pemeriksaan anoskopik; bagaimanapun, kesemua teknik ini biasanya cenderung pada keadaan akut. Apabila diagnosisnya dipertanyakan, suatu pemeriksaan dalam kondisi anesthesia harus diperhitungkan. Dokter tidak boleh mengaitkan nyeri anal akut dengan hemoroid interna trombotik atau selulitis perianal yang mana penyakit ini sangat jarang dan kesalahan diagnosis dapat membiarkan sepsis anal yang ada menjadi tidak terobati.

Tatalaksana

Suatu abses perianal harus diobati dalam waktu yang tepat dengan insisi dan drainase. Drainase harus dilakukan sedekat mungkin dengan anus untuk memperpendek kemungkinan risiko fistula. Tambahan untuk drainase optimal, dokter harus berusaha keras untuk mencegah rekurensi akut dari suatu abses dengan baik mengeksisi kulit sekitar, memasang kateter drainasem atau memasang sebuah seton longgat. Kebanyakan abses perianal dapat diobati pada tempat klinik. Beberapa kondisi, seperti selulitis tanpa fluktuasi, kegagalan drainase pada klinik, abses dengan gejala sistemik terkait sepsis, atau abses meluas, adalah lebih tepat diterapi dalam kamar operasi, yang dimana sebuah pemeriksaan seksama dibawah kondisi anesthesia dapat menjamin evaluasi diagnostik optimal dan drainase.Setelah drainase berhasil dari abses perirectal, terapi pereda nyeri biasanya bersifat intermediet. Instruksikan pasien untuk menggunakan bak air hangat, laksatif serat pembentuk tinja, dan analgesic. Perdarahan dan drainase biasanya muncul dalam beberapa hari. Luka harus sembuh selama kurang lebih beberapa minggu. Pemantauan secara bedah dianjurkan karena rekurensi abses akut muncul pada 10% dan perkembangan fistula-in-ano kronis muncul sebanyak 50% pasien.

Pertimbangan LainnyaPeranan dari Pemecahan Lokulasi

Disrupsi mekanis dari lokulasi dalam dan sekitar ruang abses dapat digunakan untuk menjamin drainase adekuat dari semua terapi. Meskipun tindakan ini sering diusulkan, lokulasi jarang ditemukan secara klinis dan bukti sedikit yang ada untuk mendukung penggunaannya. Karena maneuver ini dapat menyebabkan kerusakan pada kompleks sfingter atau nervus pudendus, teknik ini harus digunakan hati-hati.Peranan Fistulotomi Primer

Fistulotomi yang dilakukan pada kedudukan sama seperti insisi dan drainase dari abses perirectal disebut sebagai fistulotomi primer atau sinkronisasi. Pihak pendukung dari teknik ini membuktikan hal ini, apabila tiba waktunya drainase abses, suatu fistula traktus superfisial dan pembukaan internal ditentukan dengan tepat, suatu fistulotomi yang dilakukan pada kedudukan sama dapat menjadi kuratif dan mencegah kebutuhan operasi fistula. Pihak penentang, pada keadaan lain, percaya bahwa fistulotomi primer dengan komplikasi potensialnya biasanya tidak memungkinkan. Sebagai tambahan, pasien yang merupakan kandidat ideal untuk fistulotomi primer juga merupakan pasien yang termudah untuk diterapi dengan fistulotomi lambat dengan morbiditas rendah. Karena adanya bukti tidak cukup untuk mencapai kesepakatan bersama, kebijakan seksama akan diambil untuk menunda fistulotomi hingga fistula menjadi bergejala.Peranan Antibiotik

Antibiotic adalah suplementasi jarang untuk insisi dan drainase rutin dari sebuah abses tidak berkomplikasi. Agen ini tidak menunjukkan peningkatan waktu penyembuhan atau menurunkan angka rekurensi. Antibiotic harus dipertimbangkan untuk pasien dengan kondisi risiko ringgi seperti imunosupresi, diabetes, selulitis meluas, peralatan prostetik, dan risiko tinggi penyakit jantung, katup, dan kelainan anatomi.Peranan Pengepakan Ruang Abses

Mengepak ruang abses sering dilakukan, tetapi biasanya tidak perlu dilakukan, praktisnya mengikuti insisi dan drainase. Pengepakan dapat menguntungkan pada waktu drainase abses dengan menghasilkan hemostasis kavitas abses inflamasi, hipervaskuler. Kavitas abses yang didrainase baik jarang membutuhkan debridement atau gauze untuk mencegah penutupan premature kulit. Pada uji acak kecil Tonkin et al membandingkan pengepakan dengan tidak dari kavitas abses perirectal. Mereka mendemonstrasikan angka penyembuhan, rekurensi, dan fistula yang mirip dan juga menunjukkan bahwa skala nyeri bersifat rendah pada pasien yang tidak memiliki pengepakan. Pengepakan luka rutin dilakukan pada ketidaknyamanan dan tambahan biaya dari pasien dan mungkin saja tidak perlu.Abses Tapak Kuda

Abses tapak kuda disebabkan oleh abses kelenjar anal yang berlokasi pada posterior dari garis tengan kanalis anal. Kemunculan kepadatan di semua ligament anokoksigeal mencegah pembentukan langsung kebawah dari sebuah abses. Hasilnya, proses pernanahan mengikuti jalur dari setidaknya ke resisten lateral menuju fossa ischiorectal, karena itu disebut tapak kuda. Terapi membutuhkan menggundulkan kavitas abses melalui kesemua ligament anokoksigeal dengan drainase silang dari ekstensi lateral. Pemasangan seton drain (longgar) dapat mencegah penutupan kulit premature, mencegah suatu rekurensi abses akut dengan menghasilkan rute jalan keluar untuk infeksi dan memediasi fibrosis fistula.FISTULA-IN-ANO (FISTULA PADA ANO)Diagnosis

Suatu fistula-pada-ano menggambarkan fase kronis dari sepsis perirectal yang berlangsung. Suatu riwayat abses perirektal sebelumnya, didrainase baik spontan maupun pembedahan, biasanya mencetuskan fistula ini. Pasien sering melaporkan sebuah bentuk nyeri bersiklus, edema, dan keluarnya nanah. Kelembapan dapat menyebabkan iritasi kulit, ekskoriasi, dan pruritus. Penyakit Crohn harus dieksklusi pada pasien fistula yang melaporkan riwayat diare kronik atau nyeri abdomen.

Pemeriksaan fisik biasanya didapatkan satu atau lebih pembukaan sfingter eksternal dengan atau tanpa jaringan granulasi. Kadang-kadang, pembukaan eksternal ini dapat tidak disadari dan didapatkan hanya setelah inspeksi seksama dari suatu area indurasi. Palpasi dapat mencetuskan kekakuan, pengeluaran pus, dan jaringan fibrotic meluas menuju anus.

Klasifikasi

Parks et al mengkategorikan fistula anal menjadi empat tipe berdasarkan pada lokasi relatifnya terhadap kompleks sfingter anal: intersfingterik, transfingterik, suprasfingterik, dan ekstrasfingterik. System ini secara klinis berguna karena dapat memprediksi risiko apa dari fistulotomi yang dapat berpengaruh terhadap kontinens feses berdasarkan pada jumlah kesemua sfingter yang dibutuhkan untuk dibedakan. Fistula anal juga dikategorikan sebagai kompleks ketika hal ini mempunyai tiap faktor risiko berikut: traktus tinggi yang memotong lebih dari 30 sampai 50% sfingter eksternal, dan seorang pasien dengan inkontinens sebelumnya, fistula rekurensi, iradiasi local, diare kronik, atau penyakit Crohn. Terapi fistula kompleks memiliki risiko tinggi untuk rekurensi, kekacauan kontinens feses, dan kegagalan penyembuhan. Kebanyakan fistula, bagaimanapun, diketahui sederhana dalam hal penyakit ini tidak memiliki setiap faktor risiko tersebut, dan tatalaksana fistula sederhana diusulkan dalam insidensi rendah inkontinensia feses dan penyembuhan luka yang buruk.Tatalaksana

Pernyataan sederhana, target terapi dari fistula anal adalah untuk menghilangkan focus sepsis bersama dengan setiap epitelisasi traktus fistula dan untuk menerapkan hal ini dengan setidaknya jumlah dari kekacauan fungsional, angka rekurensi terendah, dan waktu penyembuhan terpendek. Tidak ada teknik tungga; yang tepat untuk tatalaksana semua fistula. Terapi optimal, oleh karena itu, harus diarahkan oleh pengalaman dan keputusan dokter bedah. Akan selalu ada pembagian keterampilan antara tingkat divisi operasi sfingter dan kerusakan fungsional pascaoperasi. Hasil fungsional pascaoperasi dapat memiliki efek buruk dengan inkontinensia yang telah ada, trauma sfingter mekanis sebelumnya, jumlah risiko pada sfingter, lokasi anterior pada wanita, konsistensi feses, dan toleransi pasien terhadap potensial tidak maksimal dalam kontinens.Tatalaksana Sederhana Fistula-pada-Ano

Untuk memiliki efek penyembuhan untuk fistula anal, seorang dokter harus pertama hati-hati mengidentifikasi traktus fistula dan mengkategorikan keterkaitan anatomis nya terhadap kompleks sfingter. Hal ini memulai apa yang dapat menjadi pencarian sulit untuk asal infeksi, pembukaan internal. Beberapa teknik telah dijelaskan untuk memediasi penelusuran ini.

Pada 1900, Goodsall menjelaskan sebuah peranan sederhana dari jempol yang menggunakan lokasi pembukaan fistula eksternal untuk memprediksi lokasi pembukaan internal. Fistula dengan pembukaan eksternal setengah anterior dari anus biasanya mengikuti pada sebuah jarak tertentu yang mengarah kepada kanal anal. Fistula dengan pembukaan eksternal pada setengah posterior anus biasanya mengikuti bentuk kurvilinear untuk memisahkannya dari garis tengah posterior. Palpasi sekitar pembukaan eksternal juga dapat membantu mengidentifikasi jaringan menebal atau sebuah jaringat ikat memanjang dari pembukaan eksternal dalam mengarah ke pembukaan internal.Anoskopi memberikan inspeksi langsung linea dentate dan biasanya menampakkan pembukaan internal atau focus nanah purulent yang melibatkan sebuah pembukaan internal yang muncul. Saluran duktus lakrimalis atau fistula yang diselidiki melalui pembukaan eksternal juga dapat dilacak melalui fistula dan menuju pembukaan internal. Pemeriksaan harus dilalui pelan-pelan dan tidak boleh dipaksa kedalam saluran salah. Alat pelacak yang diletakkan pada pembukaan eksternal dapat juga menghasilkan cekungan pada setingkat linea dentate, menyimpulkan lokasi yang tidak terjangkau. Apabila pengukuran ini tidak berhasil dalam mengidentifikasi pembukaan internal, pembukaan eksternal dapat diinjeksikan dengan hydrogen peroksida. Hasil dari buihan seringkali membuka traktus stenotik dan mendemonstrasikan drainase busa melalui pembukaan internal menuju kanal anal. Teknik yang mirip menggunakan injeksi metilen biru telah digambarkan. Bagaimanapun, pewarnaan berlebihan dari kanalis anal dapat merampungkan upaya untuk mengidentifikasi pembukaan internal dengan unik. Apabila tersedia, USG endorektal, dengan atau tanpa penanaman hydrogen peroksida, dapat juga membantu mengidentifikasi suatu traktus fistula dan melokasikan suatu pembukaan internal. Terakhir, mukosa anal dan rektal distal harus dievaluasi untuk mengeksklusi suatu asal kelenjar terjangkau dari sepsis perianal seperti penyakit Crohn, ulserasi tidak khas, atau kanker.Fistula anal sederhana dapat diterapi dengan fistulotomi terbuka langsung. Insisi tersebut sembuh dalam beberapa minggu, dan kekacauan kontinens feses menjadi tidak sering. Hasil yang terpublikasi yang mengikuti fistulotomi tersedia sebagai hasil dari heterogenitas dari penggunaan teknik itu, jenis fistula yang diobati, durasi dari pemantauan, etiologi, dan definisi kontinens. Lebih lanjut lagi, kebanyakan studi tersebut adalah retrospektif dan mengambarkan pengalaman peneliti dan pemikiran personal. Pada umumnya, bagaimanapun, angka rekurensi dari tatalaksana fistula anal sederhana dengan fistulotomi adalah sekitar 2 sampai 8% dengan gangguan fungsional secara umum sekitar 0 dan 17%. Kekacauan ini cenderung untuk meningkatkan sampai 2 tahun setelah pembedahan. Satu uji acak kecil melaporkan penyembuhan cepat dan pemeliharaan yang lebih baik dari tekanan mengejan anal ketika luka fistulotomi anal dilakukan marsupialisasi dibandingkan dengan pembukaan sederhana.Satu dari ketakutan besar pembedahan fistula adalah potensial untuk kekacauan dalam kontinens feses yang terjadi dari kebutuhan untuk membagi bagian sfingter anal untuk menyumbat asal dari sepsi yang berlangsung. Tatalaksana ideal dari fistula anal akan melibatkan penyumbatan dari pembukaan internal dan semua traktus terkait dengan kebutuhan untuk membagi tiap sfingter. Konsep ini adalah daya pendorong untuk dua teknik terkini yang ditambahkan untuk perlengkapan alat dokter bedah untuk terapi fistula anal: perekat fibrin dan penyumbat fistula. Kedua teknis ini melibatkan pengisian traktus fistula dengan sebuah substansi fleksibel yang dapat mengalami pembusukan yang menyumbat fistula dan kemudian menjadi tidak berhubungan dengan parut autolog dengan harapan penutupan permanen fistula dengan parut, menyingkirkan kebutuhan pembagian sfingter.Perekat fibrin adalah yang pertama kali dijelaskan untuk penggunaanya pada fistula anal oleh Abel et al. Mereka menemukan perekat fibrin autolog dalam laboratoriumnya untuk digunakan pada pasien individual. Proses yang memakan waktu ini dan proses yang susah payah sekarang adalah tidak diperlukan lagi dengan ketersediaan perekat fibrin komersial secara global (Tisseel VH fibrin sealant, Baxter Healthcare Corporation). Perekat fibrin adalah konsep yang paling diajukan yang dimana sangat mudah untuk digunakan, tidak menimbulkan nyeri sekali dan mudah diulang, dan, karena itu tidak membutuhkan pembagian kompleks sfingter, membawa kebanyakan risiko nol untuk inkontinensia feses.

Teknik perbaikan perekat fibrin dari fistula anal melibatkan persiapan saluran cerna biasa dan antibiotic intravena perioperative. Sebuah pemeriksaan dibawah pengaruh anestesi dilakukan, fistulanya kemudian dicari, dan pembukaan primer dilokasikan menggunakan teknik konvensional. Fistula ini dihambat epitelisasinya secara mekanis menggunakan kuretase atau beberapa bentuk dari teknik debridement. Pembukaan internal ditutup dengan jahiran absorbable. Komponen perekat fibrin dicampur dan dipasangkan pada syringe injeksi ganda yang ada. Kateter plastic dimasukkan kedalam pembukaan eksternal dan didorong menuju fistula untuk pembukaan internal. Sementara perekat fibrin diinjeksikan, dua komponen tadi dicampurkan pada ujung syringe dan membekukan dengan cepat ke semen perekat yang kuat. Selama injeksi, kateter plastic tadi dicabut untuk menjamin setiap perlakuan dapat melalui keseluruhan fistula. Perekat fibrin yang berlebihan yang mengalir pada pembukaan fistula akan dibilas tuntas. Pasien diinstruksikan untuk menghindari aktivitas berat dan angkat beban berat selama 1 sampai 2 minggu pasca operasi.Hasil dari perbaikan perekat fibrin untuk fistula anal cukup banyak. Dengan kebanyakan teknik baru, hasil awal menjadi cukup meyakinkan. Bagaimanapun, dengan penerapan klinis yang luas, beberapa studi mendemonstrasikan lebih banyak hasil yang baik. Angka keberhasilan rerata untuk perbaikan perekat fibrin adalah ~50%. Perbaikan perekat fibrin lebih berhasil untuk fistula kriptoglandular dan kurang berhasil untuk fistula rektovagina dan fistula Crohn. Kebanyakan rekurensi muncul segera dan disadari selama 2 sampai 3 minggu. Salah satu manfaat dari prosedur ini adalah dapat diulang berkali-kali, dan beberapa studi menunjukkan keberhasil dengan penerapan ulang.

Penyumbat fistula anal juga berkembang sebagai modalitas untuk menyumbat fistula menggunakan sebuah material yang dapat diabsorbsi. Surgisis adalah matriks ekstraseluler yang dapat mengalami pembusukan yang dibuat dari submukosa usus halus yang telah digunakan secara klinis dalam penerapan lainnya selama beberapa tahun. hal ini didesain ulang menuju bentuk kerucut khususnya untuk pembedahan fistula anal. Hal ini secara teori lebih bermanfaat daripada perekat fibrin karena resisten terhadap infeksi, bisa untuk menahan jahitan, dan dapat dipasang di lapangan operasi nonsteril. Pembedahan ini juga dibentuk menuju bentuk kerucut yang ditanamkan kedalam bentuk kerucut yang memberikan akses untuk penyumbat untuk dipasangkan pada area tekanan tinggi dan memberikan stabilitas mekanis untuk menghindari terlepasnya penyumbat.Teknik untuk prosedur ini melibatkan sebuah persiapan saluran cerna mekanis, metronidazole oral, dan sebuah antibiotic intravena spectrum luas. Fistula ini ditentukan dan pembukaan primer diidentifikasi menggunakan teknik konvensional. Fistula ini diirigasi dengan hydrogen peroksida tetapi tidak didebri. Alat pengukur fistula atau hemostat dilewatkan melalui fistula dari suatu pembukaan eksternal dan keluar melalui pembukaan internal. Suatu jahitan kemudian dilewatkan dan dikaitkan pada apeks kerucut penyumbat fistula anal. Hal ini digunakan untuk mendorong penyumbat fistula anal menuju fistula sampai didapatkan resistensi. Penyumbat ini dijahit di pembukaan internal dan otot sfingter anal dengan menggunakan jahit anyaman 8-2-0 absorbable. Kelebihan penyumbat dihilangkan, dan penyumbat ditanamkan kedalam pembukaan primer. Pada saat pembukaan eksternal fistula, bagian yang kelebihan penyumbat dihilangkan semuanya dan pembukaan sisanya terbuka untuk mencegah infeksi ruang tertutup.

Serial kasus pertama melaporan pengalaman dengan perekat fistula anal yang telah dianjurkan, menunjukkan selang angka keberhasilan semuanya mulai dari 54 sampai 83%. Kebanyakan kegagalan muncul selama 30 hari pertama, biasanya akibat terlepasnya penyumbat. Kebanyakan penyebab kedua dari kegagalan dalam studi dini adalah fistula tapak kuda. Perbaikan penyumbat fistula anak telah siap menjalani beberapa modifikasi teknis untuk mendapatkan hasil yang lebih meyakinkan.TATALAKSANA KOMPLEKS FISTULA-IN-ANO (FISTULA PADA ANO)

Fistula anal diketahui kompleks ketika fistula ini melewati suatu jumlah bermakna sfingter (transfingterik letak tinggi, ekstrasfingterik, suprasfingterik) atau dikaitkan dengan kondisi risiko tinggi (penyakit Crohn, inkontinensia feses yang sudah ada, multiple fistula, lokasi anterior pada wanita).Dengan fistula biasa, anatomi kebanyakan fistula kompleks dapat ditentukan selama pemeriksaan hati-hati dibawah pengaruh anestesi. Bagaimanapun, evaluasi radiografik dapat menjadi keuntungan tambahan untuk mengidentifikasi pembukaan internal yang sedang terjadi, fistula sekunder, atau abses atau untuk membantu delineasi keterkaitan fistula terhadap kompleks sfingter. Dalam contoh tersebut, CT scan tomografi aksial telah digantikan oleh MRI dan USG endorektal sebagai modalitas utama pencitraannya.

Fistula anal kompleks dapat diterapi dengan injeksi perekat fibrin atau penyumbat fistula anal. Seperti yang disebutkan sebelumnya, kedua teknik ini adalah menyelamatkan sfingter, mudah diulang-ulang, dan memiliki morbiditas rendah, membuat teknik ini sering diusulkan pada aturan dimana fistulotomi standar akan menempatkan pasien pada risiko tinggi perubahan dalam kontinensia.

Untuk memilih kehadiran perekat fibrin dan penyumbat fistula, kebanyakan teknik menyelamatkan sfingter yang popular untuk perbaikan kompleks fistula adalah penutup canggih endorektal. Teknik ini menyumbat fistula pembukaan internal, tidak membutuhkan pembagian sfingter, dan tidak adanya luka pada bagian luar sfingter. Persiapan untuk prosedur ini yaitu persiapan saluran cerna semuanya dengan antibiotic intravena. Suatu pemeriksaan dibawah pengaruh anestesi dilakukan untuk mengidentifikasi fistula dan pembukaan internalnya. Mengikut kuretase dan debridement dari fistula kronik, penutup canggih endoroktal pilihan bersifat fleksibel dalam bidang submukosa dengan atau tanpa membutuhkan bagian kecil sfingter internal. Mobilisasi berlanjut di proksimal bentuk trapezoid, meningkatkan lebarnya dengan lebih banyak kemajuan cephalad. Mobilisasi ini berlanjut sampai selesainya perbaikan kurang regang dari mukosa rektal diluar dari tingkat pembukaan internal yang dipangkas.Angka keberhasilan untuk penutup endorektal canggih adalah antara 55% sampai 98%. Pentup endorektal canggih berulang telah dijelaskan, bagaimanapun, teknik ini menjadi lebih tertantang dari segi parutnya, lapangan reoperatif.

Fistula anak kompleks juga dapat diterapi dengan penggunaan setion atau fistulotomi bertahap, atau keduanya. Sebuah seton adalah potongan fleksibel dari material permanen yang dimasukkan melalui fistula. Lengkungan pembuluh silastik dan benang sutra adalah material umum yang digunakan dalam seton. Seton berguna ketika fistulotomi tidak diinginkan dan cenderung terdapat risiko inkontinensia bermakna atau penyembuhan yang buruk. Seton digunakan dalam dua model, drainase (longgar) dan pemotongan. Seton drainase, seperti namanya, memberikan drainase jangka panjang untuk kavitas abses dan fistula dank arena itu menurunkan jumlah kejadian sepsis tidak terduga, menutup habis abses, dan mencetus fibrosis fistula. Seton drainase diindikasikan untuk penyakit Crohn perianal atau fistula lainnya dengan kavitas abses besar atau fistula multiple. Seton ditempatkan pada kamar operasi dengan mengarahkan seton melalui fistula dan mengaitkannya dengan longgar. Seton biasanya dilepas beberapa bulan kemudian tetapi dapat dibiarkan saja seterusnya. Seton drainase sendiri jarang dapat menyembuhkan fistula, dan salah satu teknik definitive lainnya akan membutuhkan pengembangan.

Seton juga dapat digunakan pada model pemotongan. Ketika seton ditempatkan melalui fistula dan sekitar kompleks sfingter, kulit sekitarnya dan anoderm antara pembukaan internal dan eksternal dipotong dan seton ditempelkan erat. Seton menyebabkan nekrosis lambat dan transeksi kompleks sfingter. Seton pemotongan membutuhkan pengaitan sering sampai pembagian sfingter selesai. Karena seton pemotongan membutuhkan pengaitan sering dan bersifat tidak nyaman, teknik ini kurang ditoleransi oleh pasien dan terapi yang kurang diusulkan daripada pilihan lain untuk fistula kompleks. Teknik ini juga dihubungkan dengan angka inkontinensia minor antara 34 sampai 63%.Seton juga digunakan selama fistulotomi bertahap dari fistula anal letak tinggi. Teknik ini melibatkan identifikasi fistula dibawah pengaruh anestesi. Sebuah fistulotomi parsial dilakukan dengan membuka bagian rendah fistula dari pembukaan internal, melalui sfingter internal distal dan anoderm, dan berlanjut ke pembukaan eksternal. Sfingter anal eksternal kemudian dibuat melingkar dengan seton drainase, yang ditinggalkan pada tempatnya. Selama lebih dari enam minggu area pembagian sfingter internal mengalami fibrosis. Pasien kemudian kembali ke kamar operasi untuk fistulotomi berikutnya dari sfingter anal eksternal yang terlingkar. Hal ini harus menyelesaikan penyumbatan fistula. Angka rekurensi dari fistulotomi berkala adalah rendah (2 sampai 9%) tetapi tidak muncul tanpa risiko minor bermakna (54 sampai 66%) dan inkontinensia mayor (4 sampai 26%).

TATALAKSANA FISTULA PADA ANO DENGAN PENYAKIT CROHNPerjalanan klinis penyakit perianal Crohn tidak dapat diprediksi; remisi sempurna dan permanan bersifat jarang. Rekurensi alamiah penyakit dan penyerta potensial untuk diare kronis menempatkan suatu terapi menyelamatkan sfingter yang konservatif premium. Pembedahan untuk kasus fistula pada anal Crohn juga dapat mengarah ke penyembuhan luka yang buruk dan gangguan kontinensia dengan kebutuhan berkelanjutan dari stoma. Ketika mendiskusikan hasil yang tepat pada pasien dengan fistula ano Crohn, menjadi penting untuk tidak hanya berfokus berlebihan pada penyembuhan sempurna dan kontinensia tetapi juga untuk melibatkan kepuasan pasien, penurunan jumlah kasus sepsis, dan meminimalkan risiko proktektomi. Sebagai tambahan, manajemen medis menyokong manajemen pembedahannya. Disamping itu, 12 sampai 39% pasien Crohn biasanya menjalani proktektomi untuk penyakit intestinal progresif atau perianal persisten.Fistula Crohn asimtomatis dapat tetap dorman dan, karena itu, tidak membutuhkan intervensi apapun. Menjadi tidak perlu untuk menempatkan pasien tersebut pada morbiditas potensial dari intervensi operatif. Penyakit Crohn anorektal mucosal aktif adalah suatu kontraindikasi untuk perbaikan bedah definitive untuk fistula ano Crohn. Pada keadaan inflamasi mucosal aktif, luka post op akan menjadi buruk dan peningkatan inflamasi dapat terjadi pada kerusakan sfingter yang lebih besar. Pada keadaan ini, seton drainase harus ditempatkan. Teknik ini dapat mengurangi jumlah kejadian sepsis berkelanjutan dengan memberikan drainase terus menerus dan mencegah penutupan premature dari pembukaan eksternal. Biarpun dengan seton, sepsis rekuren terlihat pada sekitar sepertiga dari pasien.

Fistula Crohn biasa letak rendah dapat diterapi dengan fistulotomi. Fistulotomi sebelumnya diyakini dapat menyebabkan morbiditas tinggi yang menjadi kontraindikasi pada pasien Crohn. Angka kesembuhan pada fistulotomi intersfingterik dan fistula Crohn transfingterik letak rendah, bagaimanapun, adalah cukup diterima dan selang dari 63% sampai 100%. Angka inkontinensia dilaporkan dari 0 sampai 12%. Luka post op ini, bagaimanapun, membutuhkan 3 sampai 6 bulan untuk sembuh.

Penggunaan perbaikan perekat fibrin dan penyumbat fistula anal telah dilaporkan. Lagi, teknik ini teknik menyelamatkan sfingter, dan meskipun angka kesembuhan fistula ano Crohn adalah lebih rendah daripada untuk abses kriptoglanduler, kedua teknik tadi telah sangat cukup untuk dipertimbangkan sebagai pilihan tepat dan bahkan pilihan alternatif utama dalam tatalaksana dari fistula rumit ini. Data pada angka keberhasilan untuk teknik ini bervariasi luas pada pasien Crohn dan terlalu dibatasi untuk menambahkan tiap kesimpulan yang bermakna.Penutup endorektal canggih juga telah dilaporkan pada kasus serial. Kontraindikasi penting untuk penutup endorektal canggih adalah proktitis aktif. Angka keberhasilan jangka pendek yang dilaporkan adalah 42 sampai 60%, bagaimanapun, dengan pemantauan lebih lama, angka keberhasilan menurun drastis, kemungkinan menggambarkan kejadian relaps kronik alamiah penyakit.BAGIAN BEDAH

APRIL 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN

DIVISI DIGESTIF

UNIVERSITAS HASANUDDIN

Jurnal

Abses Perianal

DISUSUN OLEH :

St. Hardiyanti. S. Malik

C111 10 257 PEMBIMBING :

dr. Daud Tumaruk

SUPERVISOR :

dr. Sulaihi, Sp.B-KBD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2015

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :Nama:St. Hardiyanti. S. MalikNIM:C111 10 257Fakultas: Kedokteran

Universitas:HasanuddinJudul Jurnal:Abses PerianalTelah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, April 2015

Pembimbing dr. Daud Tumaruk

Supervisor

dr. Sulaihi, Sp.B-KBD