Lapkas 3 (Abses Perianal)

28
LAPORAN KASUS Abses Perianal STASE ILMU BEDAH RSUD CIANJUR DISUSUN OLEH Rahmi Dwi Winarsih 2010730087 Pembimbing: dr. Asep Tajul Mutaqin Ahmad, Sp. B PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

description

Abses perianal

Transcript of Lapkas 3 (Abses Perianal)

Page 1: Lapkas 3 (Abses Perianal)

LAPORAN KASUS

Abses Perianal

STASE ILMU BEDAH

RSUD CIANJUR

DISUSUN OLEH

Rahmi Dwi Winarsih 2010730087

Pembimbing: dr. Asep Tajul Mutaqin Ahmad, Sp. B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2014

Page 2: Lapkas 3 (Abses Perianal)

Laporan K asus

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. I

Usia : 30 Tahun

Alamat : Bj. Herang, Kab. Cianjur

Tgl. MRS : 01 Juli 2014

Tgl. Pemeriksaan : 04 Juli 2014

AUTOANAMNESIS

Keluhan Utama:

Benjolan di sekitar lubang pantat sudah 3 hari yang lalu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Os datang ke IGD RSUD Cianjur mengeluh terdapat benjolan di sekitar lubang pantat

sudah 3 hari yang lalu. Benjolan terasa gatal, nyeri, panas dan kemerahan. Os mengaku

benjolan dapat dimasukkan kembali dengan tangannya sendiri. Os merasa tidak nyaman saat

duduk dan ketika BAB terasa sakit, BAB tidak ada darah. BAK lancar. 2 hari sebelumnya Os

demam, tetapi sekarang tidak ada demam.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Os mengaku tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riw. DM (tidak

ditanyakan), riw. TB (tidak ditanyakan).

Riwayat Penyakit Keluarga:

Dikeluarga tidak ada yang mengalami seperti ini.

Riwayat Pengobatan:

Os mengaku pernah minum obat paracetamol 1x.

Riwayat Alergi:

Tidak ada keluhan/riwayat alergi.

Page 3: Lapkas 3 (Abses Perianal)

Riwayat Psikososial:

Os mengaku tidak merokok dan mengonsumsi alkohol. Os juga mengaku jarang

mengonsumsi sayur dan buah. Os suka mengonsumsi makanan seperti rendang atau ayam

tiap harinya. Riw. higienitas individu (tidak ditanyakan).

PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

2. Tanda Vital

TD : 100/60 mmHg

Nadi : 106x/menit

Napas : 35x/menit

Suhu : 37,2°C

3. Status Generalisata

Kepal a {normocephal, rambut warna hitam, rontok (-)}

- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

- Hidung : tidak tampak adanya deformitas, tidak tampak adanya sekret, tidak

tampak adanya perdaharan/epistaksis/rhinorhagic

- Telinga : otorhagic (-), sekret (-)

- Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Thorax

Inspeksi : normochest, pergerakan dada simetris, tidak ada luka bekas operasi

Palpasi : tidak ada pergerakan dada yang tertinggal, vocal fremitus teraba sama

pada kedua lapang paru

Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru

Page 4: Lapkas 3 (Abses Perianal)

Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), BJ I dan II

murni regular, murmur (-), gallops (-)

Abdomen

Inspeksi : distensi abdomen (-), scar (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas atas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-)

Ekstremitas bawah: akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-)

Rectal Touche: tonus otot sphincter ani baik, teraba massa/benjolan pada pukul 7, bisa

dimasukkan kembali ke dalam anus, nyeri (+), feses (-), darah (-),

lendir (-)

4. Status Lokalis

e/r anus

Inspeksi

Tampak eritem (+), udem (+)

Palpasi

Nyeri tekan (+), teraba hangat (+)

5. Resume

Os datang ke RSUD Cianjur mengeluh terdapat benjolan di sekitar lubang pantat

sudah 3 hari yang lalu. Benjolan terasa gatal, nyeri, panas dan kemerahan. Os mengaku

benjolan dapat dimasukkan kembali dengan tangannya sendiri. Os merasa tidak nyaman

saat duduk dan ketika BAB terasa sakit, BAB tidak ada darah. BAK lancar. 2 hari

Page 5: Lapkas 3 (Abses Perianal)

sebelumnya Os demam, tetapi sekarang tidak ada demam. Tanda vital (TD: 100/60

mmHg, N: 106x/menit, RR: 35x/menit, S: 37,2°C). Status generalis: dalam batas normal.

Status lokalis: tampak eritem, udem, nyeri tekan dan teraba hangat.

6. Differential Diagnosis

1. Abses perianal.

2. Furunkel.

3. Ca. recti.

7. Pemeriksaan Penunjang

Hematologi lengkap

Tanggal 1 Juli 2014

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Leukosit 25.3 4.8 – 10.8 10-3/uL

Neutrofil Absolut 22.16 1.8 – 7.6 10-3/uL

8. Analisa Kasus

- Laki-laki

- Usia 30 tahun

- Mengeluh adanya benjolan di sekitar lubang pantat 3 hari yang lalu

- Benjolan terasa gatal, nyeri, panas dan kemerahan

- 2 hari sebelumnya demam

- TTV (N: 106x/menit, RR: 35x/menit)

- Pemeriksaan lab: didapatkan leukositosis dan neutrofilia

9. Working Diagnosis

Abses Perianal

10. Rencana Penatalaksanaan

Insisi drainase

Page 6: Lapkas 3 (Abses Perianal)

Tinjauan Pustaka

A. Abses Perianal

Abses perianal merupakan infeksi pada jaringan lunak sekitar saluran anal,

dengan pembentukan rongga abses. Tingkat keparahan dan kedalaman dari abses cukup

variabel, dan rongga abses sering dikaitkan dengan pembentukan saluran fistulous.

Abses anorektal berasal dari infeksi yang timbul dalam cryptoglandular epitel yang

melapisi saluran analis. Sphincter anal internal biasanya sebagai penghalang terhadap

infeksi yang melewati dari lumen usus ke jaringan perirectal. Akan tetapi spinchter anal

internal ini dapat ditembus sampai ke dalam ruang intersphincteric oleh infeksi melalui

kriptus dari Morgagni. Setelah infeksi masuk ke ruang intersphincteric, maka infeksi akan

menyebar ke ruang perirectal yang berdekatan. Perpanjangan infeksi dapat melibatkan

ruang intersphincteric, ruang ischiorectal, atau bahkan ruang supralevator. Dalam

beberapa kasus, abses tetap terdapat dalam ruang intersphincteric.

Pria lebih sering terkena daripada perempuan. Sekitar 30% dari pasien dengan abses

anorektal laporan riwayat abses serupa yang baik diselesaikan secara spontan atau

diperlukan intervensi bedah. Demografi menunjukkan perbedaan yang jelas dalam

terjadinya abses anal sehubungan dengan usia dan jenis kelamin, tidak ada pola yang jelas

diantara berbagai negara atau wilayah di dunia. Masih perlu dibuktikan adanya hubungan

langsung antara pembentukan abses anorectal dan kebiasaan buang air besar, diare

berulang dan kebersihan yang rendah. Terjadinya abses perianal pada bayi juga cukup

umum. Mekanisme yang tepat belum dipahami dengan baik tetapi tidak tampak kaitan

dengan sembelit. Kondisi ini cukup jinak pada bayi, jarang memerlukan campur tangan

operasi pada pasien tersebut selain drainage.

Kejadian puncak dari abses anorektal adalah di dekade ketiga dan keempat

kehidupan. Pria lebih sering terkena daripada wanita, dengan perbandingan 2 : 1 – 3 : 1.

Sekitar 30% dari pasien dengan abses anorektal laporan riwayat abses sebelumnya yang

baik yang sembuh secara spontan atau melalui tindakan bedah.

Perirectal abses dan fistula merupakan gangguan yang timbul pada anorectal yang

didominasi dari adanya obstruksi kriptus analis. Obstruksi pada kriptus analis merupakan

hasil dari stasis sekresi kelenjar lalu ketika terjadi infeksi, terbentuk supurasi dan

pembentukan abses pada glandula analis. Bentuk abses awalnya dalam ruang

intersphincteric dan kemudian menyebar di sepanjang ruang-ruang potensial yang

Page 7: Lapkas 3 (Abses Perianal)

berdekatan. Organisme umum terlibat dalam pembentukan abses termasuk Escherichia

coli, spesies Enterococcus, dan spesies Bacteroides. Namun, tidak ada bakteri tertentu

telah diidentifikasi sebagai penyebab khas dari abses.

Abses dan fistula perirectal merupakan gangguan anorektal yang disebabkan oleh

obstruksi kriptus analis. Anatomi normal menunjukkan terdapat 4-10 glandula analis

pada linea dentata. Glandula analis berfungsi untuk melumasi kanalis analis. Obstruksi

kriptus analis merupakan hasil dari sekresi statis kelenjar lalu ketika terjadi infeksi,

terbentuk supurasi dan pembentukan abses pada glandula analis. Abses biasanya

terbentuk di ruang intersphincteric dan dari sini proses infeksi dapat menyebar secara

distal sepanjang otot longitudinal dan kemudian muncul di subkutis sebagai abses

perianal, atau dapat menyebar secara lateral melewati otot longitudinal dan sfingter

eksternal sehingga menjadi abses ischiorektal. Meskipun kebanyakan abses yang berasal

dari kelenjar anal adalah perianal dan ischiorektal, ruang lain dapat terinfeksi. Pergerakan

infeksi ke atas dapat menyebabkan abses intersfingterik tinggi. Ini kemudian dapat

menerobos otot longitudinal ke ruang supralevator sehingga menyebabkan abses

supralevator. Setelah abses terdrainase, secara spontan maupun secara bedah, komunikasi

abnormal antara lubang anus dan kulit perianal disebut fistula ani.

Page 8: Lapkas 3 (Abses Perianal)

Keterangan:

A = infeksi dari usus menyerang kriptus analis atau kelenjar analis lain. Proses primer ini

terjadi pada linea dentata; B dan C = infeksi menyebar ke jaringan perianal dan perirektal

secara tidak langsung melalui system limfatik atau secara langsung melalui struktur kelenjar;

D = terbentuk abses; E = abses pecah spontan, menorehkan lubang pada permukaan kulit.

Manifestasi Klinis

Nyeri, yang biasanya konstan, berdenyut, dan lebih buruk ketika duduk.

Iritasi kulit di sekitar anus, termasuk pembengkakan, kemerahan, dan nyeri.

Keluarnya nanah.

Sembelit atau sakit yang terkait dengan buang air besar.

Diagnosis

a. Pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan colok dubur dibawah anestesi dapat membantu dalam kasus-kasus

tertentu, karena ketidaknyamanan pasien yang signifikan dapat menghalangi penilaian

terhadap pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Contohnya, evaluasi terhadap abses

Page 9: Lapkas 3 (Abses Perianal)

ischiorektal yang optimal dapat dilakukan dengan hanya menggunakan pemeriksaan

colok dubur. Dengan adanya obat anastesi, fistula dapat disuntikkan larutan peroksida

untuk memfasilitasi visualisasi pembukaan fistula internal. Bukti menunjukkan bahwa

penggunaan visualisasi endoskopik (transrektal dan transanal) adalah cara terbaik

untuk mengevaluasi kasus yang kompleks abses perianal dan fistula. Dengan teknik

endoskopik, tingkat dan konfigurasi dari abses dan fistula dapat jelas divisualisasikan.

Visualisasi endoskopi telahdilaporkan sama efektifnya seperti fistulografi. Jika

ditangani dengan dokter yang berpengalaman, evaluasi secara endoskopik adalah

prosedur diagnostik pilihan pada pasiendengan kelainan perirektal karena rendahnya

risiko infeksi serta kenyamanan pasien tidak terganggu. Evaluasi secara endoskopik

setelah pembedahan juga efektif untuk memeriksa respon pasien terhadap terap

b. Pemeriksaan Laboratorium

Belum ada pemeriksaan laboratorium khusus yang dapat dilakukan

untuk mengevaluasi pasien dengan abses perianal atau anorektal, kecuali pada pasien

tertentu, seperti individu dengan diabetes dan pasien dengan imunitas tubuh yang

rendah karena memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya sepsis bakteremia yang dapat

disebabkan dari abse sanorektal. Dalam kasus tersebut, evaluasi laboratorium lengkap

adalah penting.

c. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi jarang diperlukan pada evaluasi pasien dengan abses

anorektal. Namun, pada pasien dengan gejala klinis abses intersfingter atau

supralevator mungkin memerlukan pemeriksaan konfirmasi dengan CT scan, MRI,

atau ultrasonografi dubur. Namun pemeriksaan radiologi adalah modalitas terakhir

yang harus dilakukan karena terbatasnya kegunaannya. USG juga dapat digunakan

secara intraoperatif untuk membantu mengidentifikasi abses atau fistula dengan lokasi

yang sulit.

Penatalaksanaan

Pada kebanyakan pasien dengan abses anorektal, terapi medikamentosa dengan

antibiotik biasanya tidak diperlukan. Namun, pada pasien dengan peradangan sistemik,

diabetes, atau imunitas rendah, antibiotik wajib diberikan. Abses anorektal harus diobati

dengan drainase sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Jika diagnosis masih

diragukan, pemeriksaan di bawah anestesi sering merupakan cara yang paling tepat baik

untuk mengkonfirmasi diagnosis serta mengobati. Pengobatan yang tertunda atau tidak

Page 10: Lapkas 3 (Abses Perianal)

memadai terkadang dapat menyebabkan perluasan abses dan dapat mengancam nyawa

apabila terjadi nekrosis jaringan yang besar, atau bahkan septikemia. Antibiotik hanya

diindikasikan jika terjadi selulitis luas atau apabila pasien immunocompromised,

menderita diabetes mellitus, atau memiliki penyakit katup jantung. Namun, pemberian

antibiotik secara tunggal bukan merupakan pengobatan yang efektif untuk mengobati

abses perianal atau perirektal.

Kebanyakan abses perianal dapat didrainase di bawah anestesi lokal di kantor,

klinik, atau unit gawat darurat. Pada kasus abses yang besar maupun pada lokasinya yang

sulit mungkin memerlukan drainase di dalam ruang operasi. Insisi dilakukan sampai ke

bagian subkutan pada bagian yang paling menonjol dari abses. “Dog ear" yang timbul

setelah insisi dipotong untuk mencegah penutupan dini. Luka dibiarkan terbuka dan Sitz

bath dapat dimulai pada hari berikutnya.

Komplikasi

Jika tidak diobati abses perianal dapat mengakibatkan menjadi komplikasi serius

seperti sebagai gangren perineum dan sepsis umum. Sejumlah besar abses perianal akan

terulang dalam waktu satu atau dua tahun, terutama jika ada faktor predisposisi dan

sebagian akan menimbulkan "Fistula in ano".

B. Furunkel

Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan subkutan sekitarnya

yang sering terjadi pada daerah bokong, aksila, dan badan. Furunkel dapat terbentuk pada

Page 11: Lapkas 3 (Abses Perianal)

lebih dari satu tempat. Jika lebih dari satu tempat disebut furunkulosis. Furunkulosis

dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang kurang,

dan daya tahan tubuh yang kurang. Infeksi dimulai dengan adanya peradangan pada

folikel rambut dikulit (folikulitis), kemudian menyebar ke jaringan sekitarnya.

Permukaan kulit normal atau sehat dapat dirusak oleh karena iritasi, tekanan,

gesekan, hiperhidrosis, dermatitis, dermatofitosis, dan beberapa faktor yang lain, sehingga

kerusakan dari kulit tersebut dipakai sebagai jalan masuknya Staphylococcus aureus

maupun bakteri penyebab lainnya. Penularannya dapat melalui kontak atau auto inokulasi

dari lesi penderita. Furunkulosis dapat menjadi kelainan sistemik karena faktor

predisposisi antara lain, alkohol, malnutrisi, diskrasia darah, iatrogenik atau keadaan

imunosupresi termasuk AIDS dan diabetes mellitus. Jadi, furunkel dapat disebabkan oleh

beberapa faktor, yaitu :

1. Iritasi pada kulit.

2. Kebersihan kulit yang kurang terjaga.

3. Daya tahan tubuh yang rendah.

4. Infeksi oleh Staphylococcus aureus.

Infeksi dimulai dari peradangan pada folikel rambut pada kulit (folikulitis) yang

menyebar pada jaringan sekitarnya. Radang nanah yang dekat sekali dengan kulit disebut

pustule. Kulit diatasnya sangat tipis, sehingga nanah di dalamnya dapat dengna mudah

mengalir keluar. Sedangkan bisulnya sendiri berada pada daerah kulit yang lebih dalam.

Kadang-kadang nanah yang berada dalam bisul diserap sendiri oleh tubuh tetapi lebih

sering mengalir sendiri melalui lubang pada kulit.

Mula-mula nodul kecil yang mengalami peradangan pada folikel rambut, kemudian

menjadi pustule dan mengalami nekrosis dan menyembuh setelah pus keluar. Nyeri

terjadi terutama pada furunkel yang akut, besar, dan lokasinya dihidung dan lubang

telinga luar. Bisa timbul gejala seperti badan demam, malaise, dan mual. Furunkel dapat

timbul di banyak tempat dan dapat sering kambuh. Tempat terjadinya furunkel biasanya

yaitu pada muka, leher, lengan, pergelangan tangan, jari-jari tangan, dan pantat. Namun,

gejala yang timbul dari adanya furunkel bervariasi tergantung dari beratnya penyakit.

Gejala yang sering ditemui pada furunkel adalah:

1. Nyeri pada daerah ruam.

2. Ruam pada derah kulit yang berbentuk kerucut dan memiliki pustule.

3. Pustule dapat melunak dan mengalami nekrosis.

Page 12: Lapkas 3 (Abses Perianal)

4. Setelah seminggu kebanyakan akan pecah sendiri dan sebagian dapat menghilang

dengan sendirinya.

Diagnosa Furunkel

Anamnesa

Penderita datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran nodul tersebut

meningkat dalam beberapa hari. Beberapa pasien mengeluh demam dan malaise.

Pemeriksaan Fisik

Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadi setelah kira-

kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar tunggal (single follicular

orifices). Furunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk lubang yang kuning

keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding furunkolosis adalah folikulitis dan karbunkel. Antara

furunkolosis dan folikulitis dapat dibedakan dari segi efloresensinya kalau pada folikulitis

berupa macula eritematus, papula, pustula, tidak terdapat core dan jaringan disekitarnya

tidak meradang. Antara furunkolosis dengan karbunkel, dapat dibedakan dari segi

efloresensinya mirip dengan furunkel hanya saja ukurannya lebih besar dan mata bisulnya

lebih dari satu, dan biasanya sering dijumpai pada penderita Diabetes Melitus. 

Penatalaksanaan

Adapun penatalaksanaan untuk furunkel atau furunkolosisi adalah sebagai berikut :

1. Umum: atasi faktor predisposisi

2. Medikamentosa

Untuk mempercepat drainase, kompres dengan air hangat atau povidon 1%

(encerkan 1:10) 2 kali sehari selama 10-15 menit, setelah itu baru dioleskan

antibiotik.

Sistemik diberikan antibiotic, seperti : Koksasilin 3 x 500 mg per oral/ hari selama

5-7 hari atau Cefadroksil 2 x 500 mg peroral/ hari selama 10-14 hari bila alergi

terhadap penisilin diberikan eritromisin, pada furunkel maligna diberikan

sefotaksim 1 gram intramuskuler per 8 jam selama 10 hari.

Page 13: Lapkas 3 (Abses Perianal)

C. Kanker rectum

Di dunia kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden dan

mortalitas. Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolorektal dengan

tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 persen pria penderita kanker terkena kanker

kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3 persen dari total jumlah

penderita kanker.

Insidensi kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka

kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang

muda.Sekitar 75 % ditemukan di rektosigmoid. Di Negara barat, perbandingan insiden

pria : wanita = 3 : 1 dan kurang dari 50 % ditemukan di rektosigmoid dan merupakan

penyakit orang usia lanjut. Pada tahun 2002 kanker kolorektal berada pada peringkat

kedua pada kasus kanker yang dialami oleh pasien pria setelah kanker paru pada urutan

pertama, sedangkan pada pasien wanita kanker kolorektal berada pada urutan ketiga

setelah kanker payudara dan kanker leher rahim. Histopatologis dari kanker kolorektal

sebesar 96% berupa adenocarcinoma, 2% karsinoma lainnya (termasuk karsinoid tumor),

0,4% epidermoid carcinoma, dan 0,08% berupa sarcoma, sedangkan untuk lokasinya,

sebagian besar terdapat di rektum (51,6%), diikuti oleh kolon sigmoid (18,8%), kolon

descendens (8,6%), kolon transversum (8,06%), kolon ascendens (7,8%), dan multifokal

(0,28%).

Berdasarkan penelitian pada tahun 2006-2010, angka kejadian kanker kolorectal di

RS. AWS Samarinda berjumlah 160 orang, hasil penelitian mengenai jenis kelamin

sampel, jumlah pria lebih banyak yaitu 81 orang dan wanita 65 orang, dan untuk jenis

terbanyak didapatkan hasil Adeno Ca (130 orang), Mucinous Ca (4 orang), Signet ring

cell Ca (4 orang), Lymphoma (4 orang), Carcinoid cell Ca (2 orang), Sarcoma (2 orang)

serta berdasarkan usia sampel, didapatkan terbanyak pada usia 31-40 tahun.

Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa etiologi karsinoma rectum sama

seperti kanker lainnya yang masih belum diketahui penyebabnya. Faktor predisposisi

munculnya karsinoma rektum adalah polyposis familial, defisiensi Imunologi, kolitis

ulseratif, granulomartosis dan Kolitis. Faktor predisposisi penting lainnya yang mungkin

berkaitan adalah kebiasaan makan. Masyarakat yang dietnya rendah selulosa tapi tinggi

protein hewani dan lemak, memiliki insiden yang cukup tinggi.

Page 14: Lapkas 3 (Abses Perianal)

Burkitt (1971) yang dikutip oleh Price dan Wilson mengemukakan bahwa diet

rendah serat, tinggi karbohidrat refined, mengakibatkan perubahan pada flora feces dan

perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak,

dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga

menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume

lebih kecil. Selain itu, masa transisi feses meningkat. Akibatnya kontak zat yang

berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.

Pada mukosa rektum yang normal, sel-sel epitelnya akan mengalami regenerasi

setiap 6 hari. Pada keadaan patologis seperti adenoma terjadi perubahan genetik yang

mengganggu proses differensiasi dan maturasi dari sel-sel tersebut yang dimulai dengan

inaktivasi gen adenomatous polyposis coli (APC) yang menyebabkan terjadinya replikasi

tak terkontrol. Peningkatan jumlah sel akibat replikasi tak terkontrol tersebut akan

menyebabkan terjadinya mutasi yang akan mengaktivasi K- ras onkogen dan mutasi gen

p53, hal ini akan mencegah terjadinya apoptosis dan memperpanjang hidup sel.

Kanker kolon dan rectum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan

epitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta

merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya.Sel kanker dapat

terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering ke hati).

Etiologi dari kanker rektum sendiri belum diketahui, namun beberapa faktor resiko

telah ditemukan dapat menyebabkan terjadinya kanker rektum. Beberapa faktor resiko

yang berperan antara lain:

1. Faktor genetik seperti familial adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary

nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC).

2. Inflamatory bowel disease seperti penyakit crohn dan kolitis ulseratif.

3. Riwayat keluarga yang menderita kanker kolorektal.

4. Riwayat menderita polip, kanker ovarium, endometriosis, dan kanker payudara.

5. Umur di atas 40 tahun.

Risiko dari kanker kolorektal meningkat bersamaan dengan usia, terutama pada

pria dan wanita berusia 50 tahun atau lebih, dan hanya 3% dari kanker kolorektal

muncul pada orang dengan usia dibawah 40 tahun.255% kanker terdapat pada usia ≥

65 tahun.

6. Diet tinggi lemak rendah serat

Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat

berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan

Page 15: Lapkas 3 (Abses Perianal)

penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya

hubungan antara serat dan kanker kolorektal.

7. Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali

untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar. Sedangkan

merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah kali untuk

menderita adenoma yang berukuran besar.

Diagnosa Klinis

Anamnesa

Anamnesa keluhan utama dan riwayat penyakit memegang peranan yang sangat

penting dalam penegakkan diagnosis. Berikut ini merupakan gejala yang seringkali

dikeluhkan oleh pasien dengan karsinoma rekti:

1. Diare palsu atau “spurious diarrhoea”

Diare palsu merupakan keluhan BAB yang frekuen tetapi hanya sedikit yang

keluar disertai dengan lendir dan darah serta adanya rasa tidak puas setelah BAB.

Terjadinya diare palsu oleh karena adanya proses keganasan pada epitel kelenjar

mukosa rektum, berupa suatu massa tumor, dimana tumor akan merangsang keinginan

untuk defekasi, tetapi yang keluar hanya sedikit disertai hasil sekresi kelenjar berupa

mukus dan darah oleh karena rapuhnya massa tumor.

2. BAB berlendir

BAB berlendir seperti halnya diare palsu merupakan manifestasi adanya proses

keganasan pada epitel kelenjar mukosa rektum dan hal ini jarang didapatkan pada

penderita hemorrhoid.

3. Feses pipih seperti kotoran kambing

Bentuk feses yang pipih seperti kotoran kambing sangat tergantung dari bentuk

makroskopis massa tumor pada rektum. Pada stadium dini dimana tumor masih kecil

dan tidak berbentuk anuler, jarang ditemukan perubahan bentuk feses.

4. Penurunan berat badan

Penurunan berat badan pada dasarnya akan terjadi pada semua penderita dengan

keganasan, terutama pada stadium lanjut. Penderita dengan keganasan akan

mengalami perubahan metabolisme oleh karena adanya reaksi inflamasi tumor dengan

host. Adanya peningkatan metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak akan

menyebabkan keseimbangan energi-protein menjadi negatif sehingga diikuti dengan

Page 16: Lapkas 3 (Abses Perianal)

penurunan berat badan. Pada karsinoma rekti dapat terjadi obstruksi parsial sehingga

penderita akan mengeluhkan perut terasa kembung dan nafsu makan menurun.

Penurunan berat badan yang terjadi biasanya ringan.

5. Perdarahan bercampur tinja

Perdarahan pada keganasan kolorektal terjadi karena adanya proses inflamasi

pada massa tumor. Sifat perdarahan yang keluar akan bercampur dengan tinja dan

berwarna kehitaman jika massa tumor terdapat pada kolon proksimal, sedangkan

darah yang keluar akan berwarna merah segar jika lokasi massa tumor pada kolon

distal.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari kemungkinan metastase seperti

pembesaran KGB atau hepatomegali. Dari pemeriksaan colok dubur dapat diketahui:

Adanya tumor rectum

Lokasi dan jarak dari anus

Posisi tumor, melingkar/menyumbat lumen

Perlengketan dengan jaringan sekitar

Pemeriksaan penunjang diagnosis

Ada beberapa tes yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kanker rektum, antara

lain:

1. Biopsi

Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting.Jika

ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus dilakukan. Secara

patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling sering yaitu sekitar

90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa,

carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors.

2. Pemeriksaan Tumor marker : CEA (Carcinoma Embryonic Antigen),CA 242, CA 19-

9.

3. Uji FOBT (Faecal Occult Blood Test) untuk melihat perdarahan di jaringan.

4. Digital rectal examination atau biasa disebut rectal touche (colok dubur). Sekitar 75%

karsinoma rekti dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal. Pemeriksaan dengan rektal

touche akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum, massa akan

Page 17: Lapkas 3 (Abses Perianal)

teraba keras dan menggaung. Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai

adalah:

a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah

terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung os

coccygis.

b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi

pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada lapisan

otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah mengalami ulserasi lebih dalam

umumnya terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke

struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina

atau dinding anterior uterus.

c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan karakteristik

pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau fiksasi lesi.

5. Foto rontgen dengan barium enema yaitu cairan yang mengandung barium,

dimasukkan melalui rektum untuk kemudian dilakukan foro rontgen.

6. Endoskopi: Sigmoidoskopi dan Kolonoskopi.

7. Virtual colonoscopy (CT colonography)

Kolonoskopi virtual merupakan diagnostik non-invasif yang baru, menggunakan

X-ray dan software komputer, untuk melihat dua dan tiga-dimensi dari seluruh usus

besar dan rektum untuk mendeteksi polip dan kanker kolorektal.

8. Imaging tehnik

MRI, CT scan, transrectal ultrasound merupakan bagian dari tehnik imaging

yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon,

tetapi tehnik ini bukan merupakan screening tes.

Penatalaksanaan

Berbagai jenis terapi dapat digunakan pada pasien dengan kanker rektum. Tiga

terapi standar yang digunakan antara lain adalah:

1. Pembedahan: Eksisi local, Low anterior resection (LAR), Abdominal perineal

resection (Miles procedure).

Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum

Indikasi

Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate

T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound

Page 18: Lapkas 3 (Abses Perianal)

Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secara histologi

Ukuran kurang dari 3-4 cm

Kontraindikasi

Tumor tidak jelas

Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound

Termasuk Poorly diffrentiated secara histologi

2. Radiasi.

3. Kemoterapi.

4. Penanganan jangka panjang: evaluasi klinik, rontgen, kolonoskopi, CEA.

Prognosis

Stage merupakan faktor prognosis yang paling penting,.Grade histologi secara

signifikan mempengaruhi tingkat survival disamping stadium. Pasien dengan well

differentiated karsinoma (grade 1 dan 2) mempunyai 5-year survival yang lebih baik

dibandingkan dengan poor differentiated karsinoma (grade 3 dan 4). Lokasi kanker

terlihat sebagai faktor prognostik yang independen. Pada stage yang sama pasien dengan

tumor yang berada di rektum mempunyai prognosa yang lebih buruk bila dibandingkan

dengan tumor yang berada di kolon.

Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai berikut:

a. Stadium I - 72%.

b. Stadium II - 54%.

c. Stadium III - 39%.

d. Stadium IV - 7%.

50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan

lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi pada. Penyakit

kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama setelah operasi. Faktor-faktor

yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium

tumor, lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh batas-batas negatif tumor.

Page 19: Lapkas 3 (Abses Perianal)

Daftar Pustaka

Towsend, M. Jr, dkk. Comon Benign Anal Disorder at Sabiston textbook of Surgery. Elsivier.

United State of America. 2008

Sainio P. Fistula-in-ano in a defined population. Incidence and epidemiological aspects. Ann

Chir Gynaecol. 1984;73(4):219-24. [Medline].

Vasilevsky, caro-An, dkk. Benign Anorectal at The ACRS textbook of Colon and Rectal

Surgery. 2003

Madoff, Robert D, dkk. Anorectal Disease at Digestive Tract Surgery

Brunicardi, F. Charles, dkk. Fiatula in ano at Schwartz’s Principles of Surgery Eight Edition.

Mc Graw Hill: United State of America. 2005

Brunicardi, F. Charles, et al. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery 9th Edition. Mc Graw

Hill: United State of America

Schwartz SI, 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States of America: The

McGraw-Hill Companies

Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. The New England Journal of

Medicine, (online), 2003 march 6; 348:919-932, (www.pubmed.com, diakses 24

Agustus 2011)

Boyle P, Ferlay J. Cancer Incidence and Mortality in Europe 2004. Ann Oncol, (online), 2005

Mar; 16(3):481-8, (www.pubmed.com, diakses 24 Agustus 2011)