abortus

26
2.1. PENGERTIAN Abortus adalah pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat badan janin < 500 gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu. Insiden 15% dari semua kehamilan yang diketahui (Naylor, 2005). WHO merekomendasikan bahwa janin viabel apabila masa gestasi telah mencapai 22 minggu atau lebih, atau apabila berat janin 500 gram atau lebih (Llewellyn, 2001). Sedangkan abortus spontan adalah berakhirnya suatu kehamilan yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi dari luar untuk mengakhiri kehamilan tersebut (Astri, 2009). Sementara itu Cunningham dkk (2006) menyatakan bahwa abortus spontan adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu bertahan hidup. Wiknjosastro (2006) mendefinisikan abortus spontan adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum hasil konsepsi mampu hidup diluar kandungan dengan berat badan lahir kurang dari 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 – 12 minggu), abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal (Sayidun, 2001).

description

tentang abortus

Transcript of abortus

Page 1: abortus

2.1. PENGERTIAN

Abortus adalah pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat badan janin

< 500 gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu. Insiden 15% dari semua

kehamilan yang diketahui (Naylor, 2005). WHO merekomendasikan bahwa janin

viabel apabila masa gestasi telah mencapai 22 minggu atau lebih, atau apabila

berat janin 500 gram atau lebih (Llewellyn, 2001).

Sedangkan abortus spontan adalah berakhirnya suatu kehamilan yang terjadi

secara alamiah tanpa intervensi dari luar untuk mengakhiri kehamilan tersebut

(Astri, 2009). Sementara itu Cunningham dkk (2006) menyatakan bahwa abortus

spontan adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu

bertahan hidup. Wiknjosastro (2006) mendefinisikan abortus spontan adalah

berakhirnya suatu kehamilan sebelum hasil konsepsi mampu hidup diluar

kandungan dengan berat badan lahir kurang dari 500 gram atau umur kehamilan

kurang dari 20 minggu.

Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya

disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 – 12

minggu), abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal (Sayidun, 2001).

2.2. ETIOLOGI ABORTUS SPONTAN

Umumnya etiologi dari abortus spontan terbagi menjadi tiga yaitu faktor janin,

faktor ibu dan faktor paternal. Ekspulsi spontan pada periode awal kehamilan

umumnya disebabkan oleh terhentinya proses biologis pada embrio atau janin.

Mencari penyebab terhentinya proses biologis tersebut memerlukan berbagai

proses pemeriksaan yang cukup rumit. Pada kehamilan lanjut, pengeluaran bayi

lebih banyak diakibatkan oleh faktor lingkungan atau eksternal. Hal ini dibuktikan

dengan masih hidupnya bayi-bayi tersebut pada saat dikeluarkan.

2.2.1. Faktor Janin

Page 2: abortus

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi adalah penyebab yang dapat

mempengaruhi terjadinya abortus spontan. Menurut Wiknjosastro (2006),

kelainan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat. Kelainan

berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil muda. Faktor-faktor

yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah:

a. Kelainan kromosom. Kelainan yang sering ditemukan ialah trisomi, polipoidi,

dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks.

b. Lingkungan yang kurang sempurna. Bila lingkungan di endometrium di

sekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat makanan

pada hasil konsepsi terganggu.

c. Pengaruh dari luar. Radiasi, virus, obat-obatan dan sebagainya dapat

mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam

uterus.

2.2.2. Faktor Ibu

a. Paritas

Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu

hidup diluar rahim. Risiko abortus semakin meningkat dengan bertambahnya

jumlah paritas.

Paritas dibagi menjadi empat yaitu:

i. Nullipara

Nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan

dengan usia kehamilan lebih dari 28 minggu atau belum pernah

melahirkan janin yang mampu hidup.

ii. Primipara

Primipara adalah seorang wanita yang telah pernah melahirkan satu

kali dengan janin yang telah mencapai batas viabilitas, tanpa

mengingat janinnya hidup atau mati.

iii. Multipara

Page 3: abortus

Multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil

dengan umur kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan

buah kehamilan dua atau lebih.

iv. Grande multipara

Grande multipara adalah ibu yang pernah hamil atau melahirkan 4

kali atau lebih.

Bagi wanita yang pernah hamil atau melahirkan 4 kali atau lebih

kemungkinan akan banyak ditemui keadaan kekendoran pada dinding perut

dan kekendoran pada dinding rahim, sehingga kekuatan rahim untuk

menjadi tempat pertumbuhan dan perkembangan bayi semakin berkurang

dan akhirnya menyebabkan abortus.

b. Usia Ibu Hamil

Cunningham dkk (2006) menyatakan bahwa usia ibu yang terlalu muda

atau terlalu tua merupakan risiko tinggi pada kehamilan yang dapat

mempengaruhi kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya. Pada ibu yang

berusia kurang dari 20 tahun, rahim belum siap menerima kehamilan, sel dan

rahim dan alat genetalia belum sepenuhnya sempurna sehingga hasil konsepsi

rawan dan mudah terlepas dari dinding rahim. Pada ibu yang berusia lebih dari

35 tahun telah terjadi regenerasi dan atropi pada rahim sehingga menyebabkan

berkurangnya suplai makanan atau oksigenasi plasenta dan berkurangnya

produksi hormon sehingga janin yang seharusnya memerlukan hormon

estrogen dan progesteron untuk mempertahankan dan pertumbuhan

mengalami gangguan atau hambatan. Frekuensi abortus secara klinis

bertambah dari 12% pada wanita yang usianya kurang dari 20 tahun dan 26%

pada wanita yang usianya lebih dari 35 tahun.

c. Anemia

Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar hemoglobin dibawah

11gr/dl atau hematokrit kurang dari 33%. Anemia dalam kehamilan

Page 4: abortus

mempunyai pengaruh yang kurang baik bagi ibu maupun janin, baik dalam

kehamilan, persalinan maupun dalam masa nifas dan masa selanjutnya.

d. Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi dapat menyebabkan abortus. Infeksi maternal dapat

membawa risiko bagi janin yang sedang berkembang terutama pada awal

trimester pertama atau trimester kedua. Penyakit-penyakit infeksi yang dapat

menyebabkan abortus diantaranya adalah campak, hepatitis, malaria dan

toksoplasmosis.

e. Hipertensi

Hipertensi mengakibatkan kurang baiknya prognosis bagi janin

disebabkan oleh sirkulasi utero plasenter yang kurang baik. Janin tumbuh

kurang wajar, dilahirkan atau mati dalam kandungan.

f. Kelainan traktus genitalis

Retroversi uteri, mioma uteri atau kelainan bawaan uterus dapat

menyebabkan abortus. Penyebab lain abortus pada trimester kedua adalah

serviks inkompeten yang dapat diakibatkan oleh kelemahan bawaan dari

serviks, dilatasi serviks berlebihan atau robekan serviks luas yang tidak

dijahit.

g. Kelainan Endokrin

Kelainan pada endokrin dapat menyebabkan disfungsi kelenjar tiroid (kira-

kira 35% abortus habitualis disebabkan oleh disfungsi kelenjar tiroid), selain

itu dapat juga menyebabkan disfungsi corpus luteum, yang mana corpus

luteum membuat progesteron dan mungkin juga estrogen untuk

mempertahankan desidua. Defisiensi hormon ini relatif secara teoritis

mengganggu nutrisi konseptus dan mengakibatkan kematian. Dan akibat dari

kelainan endokrin yang terakhir adalah disfungsi plasenta. Plasenta

mempunyai peran penting karena bila fungsi steroid corpus luteum tidak dapat

digantikan oleh plasenta maka dapat terjadi abortus.

Page 5: abortus

h. Nutrisi

Malnutrisi umum yang berat merupakan predisposisi meningkatnya

abortus. Sebagian besar mikronutrien telah dilaporkan mempunyai nilai dalam

mengurangi resiko abortus spontan. Tetapi bukti yang diajukan untuk

menyokong pendapat tersebut sangat lemah.

i. Alkohol dan Merokok

Wanita yang merokok diketahui lebih sering mengalami abortus spontan

daripada wanita yang tidak merokok. Kemungkinan resiko abortus spontan

pada perokok adalah wanita tersebut juga minum alkohol saat hamil.

Alkohol dan nikotin (substansi yang terkandung di dalam rokok) bersifat

embryotoxic. Nikotin yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan

reseptornya dan dapat merangsang pengeluaran neurotransmitter seperti,

noradrenalin dan adrenalin yang dapat menyebabkan restriksi pembuluh darah

sehingga aliran darah ke janin terganggu. Selain itu di dalam rokok juga

terdapat karbonmonoksida yang dapat mengganggu perfusi oksigen ke

jaringan.

j. Laparotomi

Trauma Laparotomi terkadang menyebabkan abortus. Pada umumnya

semakin dekat tempat operasi dengan organ pelvis semakin besar

kemungkinan terjadi abortus. Laparotomi pada uterus yang dilakukan pada

kasus-kasus seperti dilatasi dan kuretase, myomectomy, menyebabkan

perubahan pada struktur dan fungsi uterus.

k. Kondisi Psikologis

Terdapat dugaan bahwa masalah psikologis memiliki peranan pula dengan

kejadian abortus meskipun sulit untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian

Page 6: abortus

lanjutan. Kecemasan dan stress dapat merupakan penyebab terjadinya abortus

spontan.

Saat terjadi kecemasan maupun stress, tubuh akan mengirimkan sinyal ke

otak dan dapat meningkatkan pengeluaran katekolamin yang akan

menyebabkan konstriksi pembuluh darah di wilayah manapun termasuk

pembuluh darah yang menuju ke plasenta sehingga aliran darah ke janin akan

menurun.

2.2.3. Faktor Paternal

Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam

proses timbulnya abortus spontan. Translokasi kromosom dalam sperma dapat

menimbulkan zigot yang mendapat bahan kromosom terlalu sedikit atau terlalu

banyak, sehingga terjadi abortus.

2.3. MEKANISME ABORTUS

Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau

seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua.

Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut

menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang

masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung

dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan

dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat

proses pengeluaran hasil konsepsi.

Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau

diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan

pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri.

Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada

Page 7: abortus

dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang

banyak.

Pada kehamilan minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan

dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang

plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan

kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan

umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan

diatas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri

dengan intensitas beragam.

2.4. KLASIFIKASI

Abortus spontan diklasifikasikan menjadi:

a. Abortus Imminens

Pengertian Proses awal dari suatu abortus yang ditandai dengan

perdarahan per vaginam, ostium uteri eksternum masih tertutup dan kondisi

janin masih baik dalam uterus. Perdarahan dapat berlanjut selama beberapa

hari atau dapat berulang dan dapat disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri

punggung seperti saat menstruasi. Umumnya kira-kira 50% wanita dengan

gejala abortus imminens kehilangan kehamilannya, presentasi kecil lahir

prematua dan lainnya berlanjut ke kelahiran cukup bulan.

b. Abortus Insipiens

Merupakan suatu abortus yang sedang berlangsung, ditandai dengan

perdarahan pervaginam dengan adanya pembukaan serviks, namun tanpa

pengeluaran hasil konsepsi. Pada keadaan ini didapatkan juga nyeri perut

bagian bawah atau nyeri kolik uterus yang hebat.

Pemeriksaan vagina pada kasus ini memperlihatkan dilatasi ostium serviks

dengan bagian kantong konsepsi menonjol. Hasil pemeriksaan USG mungkin

didapatkan jantung janin masih berdenyut, kantung gestasi kosong (5-6,5

minggu), uterus kosong (3-5 minggu), atau perdarahan subkhorionik yang

Page 8: abortus

banyak di bagian bawah. Kehamilan biasanya tidak dapat dipertahankan lagi

dan pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau

dengan cunam ovum disusul dengan kerokan.

c. Abortus Kompletus

Abortus dengan keseluruhan hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir.

Pada abortus kompletus, perdarahan yang terjadi segera berkurang setelah isi

rahim (hasil konsepsi) dikeluarkan. Ostium uteri sebagian besar telah menutup

dan uterus sudah mulai mengecil.

d. Abortus Inkompletus

Abortus dengan sebagian hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir.

Perdarahan biasanya terus berlangsung banyak dan membahayakan ibu. Pada

pemeriksaan sering didapatkan serviks tetap terbuka karena masih ada hasil

konsepsi yang tertinggal di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing.

e. Abortus Habitualis

Abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih oleh sebab apapun,

seperti:

- kelainan ovum atau spermatozoa, dimana bila terjadi pembuahan

hasilnya adalah pembuahan patologis

- kesalahan-kesalahan pada ibu, yaitu disfungsi tiroid, korpus luteum,

kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan

progesteron sesudah korpus luteum atrofis, kelainan anatomis,

hipertensi dan keadaan malnutrisi.

f. Missed Abortion

Berakhirnya suatu kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu, namun

keseluruhan hasil konsepsi itu tertahan dalam uterus selama 6 minggu atau

lebih. Sekitar kematian janin kadang-kadang ada perdarahan pervaginam

sedikit sehingga menimbulkan gambaran abortus imminens. Selanjutnya

rahim tidak membesar bahkan mengecil karena absorpsi air ketuban dan

maserasi janin.

g. Abortus Infeksious

Page 9: abortus

Suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa infeksi, baik yang

diperoleh dari luar Rumah Sakit maupun yang terjadi setelah tindakan di

Rumah Sakit. Manifestasi klinis ditandai dengan adanya demam, lokhea yang

berbau, nyeri diatas sympisis, abdomen kembung atau tegang.

2.5. PENATALAKSANAAN

Penanganan pada abortus spontan dilakukan sesuai dengan jenis abortus yang

terjadi.

- Pada abortus imminens, istirahat baring merupakan terapi utama yang

diberikan karena dapat menyebabkan peningkatan aliran darah ke uterus dan

berkurangnya rangsangan mekanis. Selain itu dapat pula diberikan

fenobarbital 3 x 30 mg yang bertujuan untuk menenangkan pasien. Pada

pasien dengan abortus imminens dapat juga diberikan hormon plasenta dan

antispasmodika

- Pada abortus insipiens, dilakukan evakuasi atau pembersihan kavum uteri

(dilatasi dan kuretase) sesegera mungkin.

- Pada abortus kompletus, oleh karena janin maupun plasenta sudah keluar

dengan lengkap maka dalam penangannya tidak diperlukan tindakan dilatasi

dan kuretase. Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 selama 3-5

hari.

- Pada abortus inkompletus, cara penanganannya hampir sama dengan abortus

insipiens, kecuali jika pasien dalam keadaan syok karena perdarahan

banyak, maka harus dilakukan resusitasi cairan (bahkan mungkin perlu

transfusi) untuk mengatasi syoknya terlebih dahulu. Setelah syok teratasi,

dapat dilakukan kerokan dengan kuret tajam.

- Pada missed abortion dengan kadar fibrinogen normal dapat segera

dilakukan dilatasi dan kuretase, tetapi jika kadar fibrinogen rendah perlu

diberikan fibrinogen atau darah segar dulu sebelum mengeluarkan hasil

konsepsi. Pada kehamilan < 12 minggu, lakukan pembukaan servik dengan

gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi servik dan kuretase.

Page 10: abortus

Kuretase pada missed abortion seringkali cukup sulit, karena hasil konsepsi

melekat sangat erat dengan dinding uterus.

- Pada abortus habitualis, penanganannya tergantung pada etiologinya.

- Konsep terapi abortus infeksi adalah menghilangkan sumberi infeksi

sebanyak mungkin, menghindari penyebaran infeksi yang lebih luas,

menghindari peningkatan infeksi menjadi sepsis. Pada abortus infeksi

dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:

i. Pemberian antibiotik sesuai dengan hasil kultur dan tes sensitivitas

bakteri.

ii. Pemberian cairan pengganti darah dan cairan yang hilang sehingga

volume darah mencukupi untuk memelihara metabolisme dan perfusi

jaringan dengan baik.

iii. Pemeliharaan dan peningkatan perfusi ke jaringan sehingga tidak

terjadi perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik, agar

tidak menimbulkan asidosis metabolik yang akhirnya akan

mengganggu metabolisme organ vital tubuh.

iv. Evaluasi keseimbangan elektrolit, pernafasan dan produksi urin.

v. Lakukan tindakan kuretase untuk menghilangkan sumber infeksi jika:

a. Tiga hingga lima hari bebas panas.

b. Temperatur tidak pernah turun, sekalipun pemberian antibiotik

sudah dilakukan.

c. Perdarahan bertambah banyak.

d. Enam jam setelah pemberian antibiotika/antipiretika adekuat.

e. Lakukan histerektomi jika foto menunjukkan terdapat gas pada

kavum peritonii, terjadi impending septic shock yang ditandai

dengan: Takipnea > 20 x/menit, takikardi > 90 x/menit, temperatur

>38,5 °C, gangguan perfusi organ yang menimbulkan hipoksia

jaringan.

Page 11: abortus

2.6. KOMPLIKASI

a. Perdarahan

Apabila masih ada hasil konsepsi yang tertinggal maka akan terjadi

perdarahan sedikit demi sedikit dalam jangka panjang, kemudian menjadi

banyak. Kematian akibat perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan

tidak diberikan pada waktunya.

b. Perforasi

Perforasi uterus dapat terjadi karena tindakan kuretase terutama pada

uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Perforasi juga dapat terjadi karena

terjadi sobekan rahim. Apabila terdapat dugaan terjadi perforasi, maka

diperlukan tindakan laparotomi untuk mengetahui seberapa besar

perlukaan yang terjadi pada rahim ataupun alat-alat disekitarnya. Bahaya

perforasi ialah perdarahan dan peritonitis.

c. Infeksi

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus,

tetapi biasanya terjadi pada abortus inkompletus dan lebih sering pada

abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan

antisepsis.

d. Syok hemoragik dan syok sepsis

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi

berat.

Page 12: abortus

BAB III

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Nama : Ny. S

Usia : 32 tahun

Alamat : Pejagoan

II. ANAMNESA

a. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang G2P1A0 usia 32 tahun datang dengan keluhan utama keluar darah

melalui jalan lahir sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit, darah berwarna

merah kecoklatan, darah seperti menstruasi, mrongkol-mrongkol (+), keluar

jaringan melalui jalan lahir (-). Sebelum keluar darah melalui jalan lahir

pasien merasakan perutnya mules. Awalnya 1 minggu SMRS mengalami flek-

flek berwarna kecoklatan dan badan terasa lemas. Pasien merasa hamil 2

bulan. Sebelumnya pasien tidak mengalami demam dan tidak meminum obat-

obatan tertentu. Riwayat trauma disangkal, riwayat coitus (-). Kebiasaan

merokok dan mengkonsumsi alkohol disangkal.

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang serupa.

Riwayat Penyakit Hipertensi disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat penyakit Diabetes Mellitus disangkal

Riwayat Asma dan alergi disangkal

c. Riwayat Haid

Haid pertama sejak umur 14 tahun. Haid teratur, 1 bulan 1x, dengan siklus

28 hari, dengan lama 5 hari, ganti pembalut 3x kali sehari.

HPHT : 30-11-2011

Page 13: abortus

HPL : 07-08-2012

UK : 9+4 minggu

d. Riwayat Fertilitas dan Obstetri

Pasien menikah sejak 3 tahun yang lalu. Pasien pernah hamil sebelumnya.

Anak pertama adalah laki-laki, usia 2 tahun, berat badan lahir 3900 gram, lahir

spontan di bidan desa.

e. Riwayat KB

Pasien mengaku tidak menggunakan KB apapun.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Baik, kesan gizi cukup

Kesadaran : Compos Mentis

Vital sign : TD= 100/80

Nadi = 82 x/menit, reguler

Suhu = 36,0°C

RR = 20 x/menit

Mata : Edema palpebra ( - / - ), Conjunctiva anemis ( - / -),

Sclera ikterik ( - / - ), Refleks pupil ( + / + ), Pupil

isokor Ø 3mm, Sekret (-/-)

Hidung : Bentuk normal, deviasi septum, sekret (-/-)

Telinga : Bentuk daun telinga normal, pendengaran normal,

sekret (-/-)

Leher : Limfonodi membesar ( - ), JVP meningkat ( - ), Massa

abnormal ( - )

Thorax -Cor : I = ictus cordis tidak Nampak

P = ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula

sinistra

P = Kanan : SIC 4 linea parasternalis dextra

Page 14: abortus

Atas : SIC 3 linea sternalis sinistra

Pinggang : SIC 4 linea parasternalis sinistra

Kiri : SIC 5 linea midclavicularis sinistra

A = BJ I-II murni, regular, bising ( - )

-Pulmo: I = simetris kanan-kiri, ketinggalan gerak ( - / - )

P = fremitus kanan dan kiri simetris, nyeri tekan

( - / - ), massa ( - / - )

P = sonor di seluruh lapang paru

A = SDV ( + / + ), RBH ( - / - ), wheezing ( - / -)

Abdomen : Supel, NT (-), Massa (-), TFU tidak teraba, DJJ

tidak dapat dinilai

VT : V/U tenang, dinding vagina dbn, OUE terbuka,

tidak teraba adanya jaringan, STLD (+)

B. DIAGNOSIS

Abortus incompletes

C. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap

Hasil Nilai Normal

Haemoglobin 9,2 g/dl 11,7 g/dl -17,3 g/dl

Hematokrit 27,1 % 35,0 % - 52,0 %

Leukosit 15,9 /µL 3,6 /µL – 11,0 /µL

Eritrosit 3,26 juta/ul 3,80 juta/ul – 5,90

juta/ul

Trombosit 307.000/ul 150.000/ul –

450.000/ul

MCV 75,4 fl 80,0 fl -100,0 fl

Page 15: abortus

MCH 26,4 pq 26,0 pq – 34,0 pq

MCHC 34,4 % 32 % - 36 %

RDW 18,7 % 11,5 % - 14,5 %

Lym 11,3 0,6 – 4,1

Mid 0,7 0,0 – 1,8

Gran 83,6 2,0 – 7,8

USG

VU terisi cukup

Tampak uterus membesar

Tampak massa amorf intra uterin

Kesan : menyokong kearah gambaran sisa hasil konsepsi

D. TERAPI

Mondok Bangsal Pro Curretage

Page 16: abortus

BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang G2P1A0 usia 32 tahun datang dengan keluhan utama keluar darah

melalui jalan lahir sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit, darah berwarna

merah kecoklatan, darah seperti menstruasi, mrongkol-mrongkol (+), keluar

jaringan melalui jalan lahir (-). Sebelum keluar darah melalui jalan lahir pasien

merasakan perutnya mules. Awalnya satu minggu SMRS mengalami flek-flek

berwarna kecoklatan dan badan terasa lemas. Pasien merasa hamil 2 bulan.

Sebelumnya pasien tidak mengalami demam dan tidak meminum obat-obatan

tertentu. Riwayat trauma disangkal, riwayat coitus (-). Kebiasaan merokok dan

mengkonsumsi alkohol disangkal.

Perdarahan pervaginam yang terjadi pada usia kehamilan <20 minggu

sering terjadi pada kasus-kasu abortus. Selain abortus juga dapat dipertimbangkan

adanya KET. Namun diagnosis KET segera disingkirkan mengingat tidak

ditemukan nyeri perut yang sangat hebat pada pasien ini. Selain itu pasien datang

dalam kondisi baik, tidak nampak kesakitan.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan vital sign, didapatkan hasil dalam

batas normal. Pada pemeriksaan abdomen tidak teraba adanya massa. Hal ini

dapat menyingkirkan adanya suatu massa abnormal dalam uterus yang dapat

menyebabkan perdarahan pervaginam.

Selanjutnya pada pemeriksaan dalam, didapatkan bahwa OUE terbuka,

yang menunjukkan adanya proses persalinan (pengeluaran hasil konsepsi) dan

tidak adanya nyeri pada saat dilakukan pemeriksaan dalam. Untuk lebih

memastikan diagnosis, maka dilakukan pemeriksaan USG. Pada pemeriksaan

USG menunjukkan adanya gambaran sisa hasil konsepsi. Pemeriksaan darah

lengkap pun harus dilakukan mengingat akibat yang dapat ditimbulkan aoleh

abortus itu sendiri yaitu terjadinya infeksi dan perdarahan.

Page 17: abortus

Pada semua kasus abortus memerlukan tindakan kuretase kecuali untuk

abortus imminens, kehamilan akan tetap dipertahankan. Pada pasien ini

ditegakkan suatu diagnosis abortus inkomplit yang memerlukan tindakan

kuretase.

Page 18: abortus

DAFTAR PUSTAKA

Azhari. 2002. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan.

http://www.fkunsri.ac.id/ diakses tanggal 14 Maret 2010 

Cunningham MG,1995. Abortus. Obstetri Williams. Edisi 18, 846-851;EGC

Jakarta.

Llewellyn, D. 2001. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Hipokrates: Jakarta

Mochtar R. Abortus. Sinopsis Obstetri. Jilid 1. Edisi kedua. EGC. 269-279. 1998.

Sastrawinata, S, dkk. 2005. Obstetri Patologi, Edisi 2. EGC: Jakarta.

Wiknjosastro H, 1994. Abortus, Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga, 532-539;  Yayasan

bina pustaka sarwonoprawirohardjo; Jakarta.