abortus
-
Upload
ayesha-nabilla-putri -
Category
Documents
-
view
165 -
download
33
description
Transcript of abortus
2.1. PENGERTIAN
Abortus adalah pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat badan janin
< 500 gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu. Insiden 15% dari semua
kehamilan yang diketahui (Naylor, 2005). WHO merekomendasikan bahwa janin
viabel apabila masa gestasi telah mencapai 22 minggu atau lebih, atau apabila
berat janin 500 gram atau lebih (Llewellyn, 2001).
Sedangkan abortus spontan adalah berakhirnya suatu kehamilan yang terjadi
secara alamiah tanpa intervensi dari luar untuk mengakhiri kehamilan tersebut
(Astri, 2009). Sementara itu Cunningham dkk (2006) menyatakan bahwa abortus
spontan adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu
bertahan hidup. Wiknjosastro (2006) mendefinisikan abortus spontan adalah
berakhirnya suatu kehamilan sebelum hasil konsepsi mampu hidup diluar
kandungan dengan berat badan lahir kurang dari 500 gram atau umur kehamilan
kurang dari 20 minggu.
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya
disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 – 12
minggu), abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal (Sayidun, 2001).
2.2. ETIOLOGI ABORTUS SPONTAN
Umumnya etiologi dari abortus spontan terbagi menjadi tiga yaitu faktor janin,
faktor ibu dan faktor paternal. Ekspulsi spontan pada periode awal kehamilan
umumnya disebabkan oleh terhentinya proses biologis pada embrio atau janin.
Mencari penyebab terhentinya proses biologis tersebut memerlukan berbagai
proses pemeriksaan yang cukup rumit. Pada kehamilan lanjut, pengeluaran bayi
lebih banyak diakibatkan oleh faktor lingkungan atau eksternal. Hal ini dibuktikan
dengan masih hidupnya bayi-bayi tersebut pada saat dikeluarkan.
2.2.1. Faktor Janin
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi adalah penyebab yang dapat
mempengaruhi terjadinya abortus spontan. Menurut Wiknjosastro (2006),
kelainan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat. Kelainan
berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil muda. Faktor-faktor
yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah:
a. Kelainan kromosom. Kelainan yang sering ditemukan ialah trisomi, polipoidi,
dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks.
b. Lingkungan yang kurang sempurna. Bila lingkungan di endometrium di
sekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat makanan
pada hasil konsepsi terganggu.
c. Pengaruh dari luar. Radiasi, virus, obat-obatan dan sebagainya dapat
mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam
uterus.
2.2.2. Faktor Ibu
a. Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu
hidup diluar rahim. Risiko abortus semakin meningkat dengan bertambahnya
jumlah paritas.
Paritas dibagi menjadi empat yaitu:
i. Nullipara
Nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan
dengan usia kehamilan lebih dari 28 minggu atau belum pernah
melahirkan janin yang mampu hidup.
ii. Primipara
Primipara adalah seorang wanita yang telah pernah melahirkan satu
kali dengan janin yang telah mencapai batas viabilitas, tanpa
mengingat janinnya hidup atau mati.
iii. Multipara
Multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil
dengan umur kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan
buah kehamilan dua atau lebih.
iv. Grande multipara
Grande multipara adalah ibu yang pernah hamil atau melahirkan 4
kali atau lebih.
Bagi wanita yang pernah hamil atau melahirkan 4 kali atau lebih
kemungkinan akan banyak ditemui keadaan kekendoran pada dinding perut
dan kekendoran pada dinding rahim, sehingga kekuatan rahim untuk
menjadi tempat pertumbuhan dan perkembangan bayi semakin berkurang
dan akhirnya menyebabkan abortus.
b. Usia Ibu Hamil
Cunningham dkk (2006) menyatakan bahwa usia ibu yang terlalu muda
atau terlalu tua merupakan risiko tinggi pada kehamilan yang dapat
mempengaruhi kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya. Pada ibu yang
berusia kurang dari 20 tahun, rahim belum siap menerima kehamilan, sel dan
rahim dan alat genetalia belum sepenuhnya sempurna sehingga hasil konsepsi
rawan dan mudah terlepas dari dinding rahim. Pada ibu yang berusia lebih dari
35 tahun telah terjadi regenerasi dan atropi pada rahim sehingga menyebabkan
berkurangnya suplai makanan atau oksigenasi plasenta dan berkurangnya
produksi hormon sehingga janin yang seharusnya memerlukan hormon
estrogen dan progesteron untuk mempertahankan dan pertumbuhan
mengalami gangguan atau hambatan. Frekuensi abortus secara klinis
bertambah dari 12% pada wanita yang usianya kurang dari 20 tahun dan 26%
pada wanita yang usianya lebih dari 35 tahun.
c. Anemia
Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar hemoglobin dibawah
11gr/dl atau hematokrit kurang dari 33%. Anemia dalam kehamilan
mempunyai pengaruh yang kurang baik bagi ibu maupun janin, baik dalam
kehamilan, persalinan maupun dalam masa nifas dan masa selanjutnya.
d. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi dapat menyebabkan abortus. Infeksi maternal dapat
membawa risiko bagi janin yang sedang berkembang terutama pada awal
trimester pertama atau trimester kedua. Penyakit-penyakit infeksi yang dapat
menyebabkan abortus diantaranya adalah campak, hepatitis, malaria dan
toksoplasmosis.
e. Hipertensi
Hipertensi mengakibatkan kurang baiknya prognosis bagi janin
disebabkan oleh sirkulasi utero plasenter yang kurang baik. Janin tumbuh
kurang wajar, dilahirkan atau mati dalam kandungan.
f. Kelainan traktus genitalis
Retroversi uteri, mioma uteri atau kelainan bawaan uterus dapat
menyebabkan abortus. Penyebab lain abortus pada trimester kedua adalah
serviks inkompeten yang dapat diakibatkan oleh kelemahan bawaan dari
serviks, dilatasi serviks berlebihan atau robekan serviks luas yang tidak
dijahit.
g. Kelainan Endokrin
Kelainan pada endokrin dapat menyebabkan disfungsi kelenjar tiroid (kira-
kira 35% abortus habitualis disebabkan oleh disfungsi kelenjar tiroid), selain
itu dapat juga menyebabkan disfungsi corpus luteum, yang mana corpus
luteum membuat progesteron dan mungkin juga estrogen untuk
mempertahankan desidua. Defisiensi hormon ini relatif secara teoritis
mengganggu nutrisi konseptus dan mengakibatkan kematian. Dan akibat dari
kelainan endokrin yang terakhir adalah disfungsi plasenta. Plasenta
mempunyai peran penting karena bila fungsi steroid corpus luteum tidak dapat
digantikan oleh plasenta maka dapat terjadi abortus.
h. Nutrisi
Malnutrisi umum yang berat merupakan predisposisi meningkatnya
abortus. Sebagian besar mikronutrien telah dilaporkan mempunyai nilai dalam
mengurangi resiko abortus spontan. Tetapi bukti yang diajukan untuk
menyokong pendapat tersebut sangat lemah.
i. Alkohol dan Merokok
Wanita yang merokok diketahui lebih sering mengalami abortus spontan
daripada wanita yang tidak merokok. Kemungkinan resiko abortus spontan
pada perokok adalah wanita tersebut juga minum alkohol saat hamil.
Alkohol dan nikotin (substansi yang terkandung di dalam rokok) bersifat
embryotoxic. Nikotin yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan
reseptornya dan dapat merangsang pengeluaran neurotransmitter seperti,
noradrenalin dan adrenalin yang dapat menyebabkan restriksi pembuluh darah
sehingga aliran darah ke janin terganggu. Selain itu di dalam rokok juga
terdapat karbonmonoksida yang dapat mengganggu perfusi oksigen ke
jaringan.
j. Laparotomi
Trauma Laparotomi terkadang menyebabkan abortus. Pada umumnya
semakin dekat tempat operasi dengan organ pelvis semakin besar
kemungkinan terjadi abortus. Laparotomi pada uterus yang dilakukan pada
kasus-kasus seperti dilatasi dan kuretase, myomectomy, menyebabkan
perubahan pada struktur dan fungsi uterus.
k. Kondisi Psikologis
Terdapat dugaan bahwa masalah psikologis memiliki peranan pula dengan
kejadian abortus meskipun sulit untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian
lanjutan. Kecemasan dan stress dapat merupakan penyebab terjadinya abortus
spontan.
Saat terjadi kecemasan maupun stress, tubuh akan mengirimkan sinyal ke
otak dan dapat meningkatkan pengeluaran katekolamin yang akan
menyebabkan konstriksi pembuluh darah di wilayah manapun termasuk
pembuluh darah yang menuju ke plasenta sehingga aliran darah ke janin akan
menurun.
2.2.3. Faktor Paternal
Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam
proses timbulnya abortus spontan. Translokasi kromosom dalam sperma dapat
menimbulkan zigot yang mendapat bahan kromosom terlalu sedikit atau terlalu
banyak, sehingga terjadi abortus.
2.3. MEKANISME ABORTUS
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau
seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua.
Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut
menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang
masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung
dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan
dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat
proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau
diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan
pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri.
Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada
dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang
banyak.
Pada kehamilan minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan
dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang
plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan
kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan
umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan
diatas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri
dengan intensitas beragam.
2.4. KLASIFIKASI
Abortus spontan diklasifikasikan menjadi:
a. Abortus Imminens
Pengertian Proses awal dari suatu abortus yang ditandai dengan
perdarahan per vaginam, ostium uteri eksternum masih tertutup dan kondisi
janin masih baik dalam uterus. Perdarahan dapat berlanjut selama beberapa
hari atau dapat berulang dan dapat disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri
punggung seperti saat menstruasi. Umumnya kira-kira 50% wanita dengan
gejala abortus imminens kehilangan kehamilannya, presentasi kecil lahir
prematua dan lainnya berlanjut ke kelahiran cukup bulan.
b. Abortus Insipiens
Merupakan suatu abortus yang sedang berlangsung, ditandai dengan
perdarahan pervaginam dengan adanya pembukaan serviks, namun tanpa
pengeluaran hasil konsepsi. Pada keadaan ini didapatkan juga nyeri perut
bagian bawah atau nyeri kolik uterus yang hebat.
Pemeriksaan vagina pada kasus ini memperlihatkan dilatasi ostium serviks
dengan bagian kantong konsepsi menonjol. Hasil pemeriksaan USG mungkin
didapatkan jantung janin masih berdenyut, kantung gestasi kosong (5-6,5
minggu), uterus kosong (3-5 minggu), atau perdarahan subkhorionik yang
banyak di bagian bawah. Kehamilan biasanya tidak dapat dipertahankan lagi
dan pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau
dengan cunam ovum disusul dengan kerokan.
c. Abortus Kompletus
Abortus dengan keseluruhan hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir.
Pada abortus kompletus, perdarahan yang terjadi segera berkurang setelah isi
rahim (hasil konsepsi) dikeluarkan. Ostium uteri sebagian besar telah menutup
dan uterus sudah mulai mengecil.
d. Abortus Inkompletus
Abortus dengan sebagian hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir.
Perdarahan biasanya terus berlangsung banyak dan membahayakan ibu. Pada
pemeriksaan sering didapatkan serviks tetap terbuka karena masih ada hasil
konsepsi yang tertinggal di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing.
e. Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih oleh sebab apapun,
seperti:
- kelainan ovum atau spermatozoa, dimana bila terjadi pembuahan
hasilnya adalah pembuahan patologis
- kesalahan-kesalahan pada ibu, yaitu disfungsi tiroid, korpus luteum,
kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan
progesteron sesudah korpus luteum atrofis, kelainan anatomis,
hipertensi dan keadaan malnutrisi.
f. Missed Abortion
Berakhirnya suatu kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu, namun
keseluruhan hasil konsepsi itu tertahan dalam uterus selama 6 minggu atau
lebih. Sekitar kematian janin kadang-kadang ada perdarahan pervaginam
sedikit sehingga menimbulkan gambaran abortus imminens. Selanjutnya
rahim tidak membesar bahkan mengecil karena absorpsi air ketuban dan
maserasi janin.
g. Abortus Infeksious
Suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa infeksi, baik yang
diperoleh dari luar Rumah Sakit maupun yang terjadi setelah tindakan di
Rumah Sakit. Manifestasi klinis ditandai dengan adanya demam, lokhea yang
berbau, nyeri diatas sympisis, abdomen kembung atau tegang.
2.5. PENATALAKSANAAN
Penanganan pada abortus spontan dilakukan sesuai dengan jenis abortus yang
terjadi.
- Pada abortus imminens, istirahat baring merupakan terapi utama yang
diberikan karena dapat menyebabkan peningkatan aliran darah ke uterus dan
berkurangnya rangsangan mekanis. Selain itu dapat pula diberikan
fenobarbital 3 x 30 mg yang bertujuan untuk menenangkan pasien. Pada
pasien dengan abortus imminens dapat juga diberikan hormon plasenta dan
antispasmodika
- Pada abortus insipiens, dilakukan evakuasi atau pembersihan kavum uteri
(dilatasi dan kuretase) sesegera mungkin.
- Pada abortus kompletus, oleh karena janin maupun plasenta sudah keluar
dengan lengkap maka dalam penangannya tidak diperlukan tindakan dilatasi
dan kuretase. Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 selama 3-5
hari.
- Pada abortus inkompletus, cara penanganannya hampir sama dengan abortus
insipiens, kecuali jika pasien dalam keadaan syok karena perdarahan
banyak, maka harus dilakukan resusitasi cairan (bahkan mungkin perlu
transfusi) untuk mengatasi syoknya terlebih dahulu. Setelah syok teratasi,
dapat dilakukan kerokan dengan kuret tajam.
- Pada missed abortion dengan kadar fibrinogen normal dapat segera
dilakukan dilatasi dan kuretase, tetapi jika kadar fibrinogen rendah perlu
diberikan fibrinogen atau darah segar dulu sebelum mengeluarkan hasil
konsepsi. Pada kehamilan < 12 minggu, lakukan pembukaan servik dengan
gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi servik dan kuretase.
Kuretase pada missed abortion seringkali cukup sulit, karena hasil konsepsi
melekat sangat erat dengan dinding uterus.
- Pada abortus habitualis, penanganannya tergantung pada etiologinya.
- Konsep terapi abortus infeksi adalah menghilangkan sumberi infeksi
sebanyak mungkin, menghindari penyebaran infeksi yang lebih luas,
menghindari peningkatan infeksi menjadi sepsis. Pada abortus infeksi
dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
i. Pemberian antibiotik sesuai dengan hasil kultur dan tes sensitivitas
bakteri.
ii. Pemberian cairan pengganti darah dan cairan yang hilang sehingga
volume darah mencukupi untuk memelihara metabolisme dan perfusi
jaringan dengan baik.
iii. Pemeliharaan dan peningkatan perfusi ke jaringan sehingga tidak
terjadi perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik, agar
tidak menimbulkan asidosis metabolik yang akhirnya akan
mengganggu metabolisme organ vital tubuh.
iv. Evaluasi keseimbangan elektrolit, pernafasan dan produksi urin.
v. Lakukan tindakan kuretase untuk menghilangkan sumber infeksi jika:
a. Tiga hingga lima hari bebas panas.
b. Temperatur tidak pernah turun, sekalipun pemberian antibiotik
sudah dilakukan.
c. Perdarahan bertambah banyak.
d. Enam jam setelah pemberian antibiotika/antipiretika adekuat.
e. Lakukan histerektomi jika foto menunjukkan terdapat gas pada
kavum peritonii, terjadi impending septic shock yang ditandai
dengan: Takipnea > 20 x/menit, takikardi > 90 x/menit, temperatur
>38,5 °C, gangguan perfusi organ yang menimbulkan hipoksia
jaringan.
2.6. KOMPLIKASI
a. Perdarahan
Apabila masih ada hasil konsepsi yang tertinggal maka akan terjadi
perdarahan sedikit demi sedikit dalam jangka panjang, kemudian menjadi
banyak. Kematian akibat perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan
tidak diberikan pada waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus dapat terjadi karena tindakan kuretase terutama pada
uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Perforasi juga dapat terjadi karena
terjadi sobekan rahim. Apabila terdapat dugaan terjadi perforasi, maka
diperlukan tindakan laparotomi untuk mengetahui seberapa besar
perlukaan yang terjadi pada rahim ataupun alat-alat disekitarnya. Bahaya
perforasi ialah perdarahan dan peritonitis.
c. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus,
tetapi biasanya terjadi pada abortus inkompletus dan lebih sering pada
abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan
antisepsis.
d. Syok hemoragik dan syok sepsis
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi
berat.
BAB III
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Usia : 32 tahun
Alamat : Pejagoan
II. ANAMNESA
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang G2P1A0 usia 32 tahun datang dengan keluhan utama keluar darah
melalui jalan lahir sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit, darah berwarna
merah kecoklatan, darah seperti menstruasi, mrongkol-mrongkol (+), keluar
jaringan melalui jalan lahir (-). Sebelum keluar darah melalui jalan lahir
pasien merasakan perutnya mules. Awalnya 1 minggu SMRS mengalami flek-
flek berwarna kecoklatan dan badan terasa lemas. Pasien merasa hamil 2
bulan. Sebelumnya pasien tidak mengalami demam dan tidak meminum obat-
obatan tertentu. Riwayat trauma disangkal, riwayat coitus (-). Kebiasaan
merokok dan mengkonsumsi alkohol disangkal.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang serupa.
Riwayat Penyakit Hipertensi disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit Diabetes Mellitus disangkal
Riwayat Asma dan alergi disangkal
c. Riwayat Haid
Haid pertama sejak umur 14 tahun. Haid teratur, 1 bulan 1x, dengan siklus
28 hari, dengan lama 5 hari, ganti pembalut 3x kali sehari.
HPHT : 30-11-2011
HPL : 07-08-2012
UK : 9+4 minggu
d. Riwayat Fertilitas dan Obstetri
Pasien menikah sejak 3 tahun yang lalu. Pasien pernah hamil sebelumnya.
Anak pertama adalah laki-laki, usia 2 tahun, berat badan lahir 3900 gram, lahir
spontan di bidan desa.
e. Riwayat KB
Pasien mengaku tidak menggunakan KB apapun.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Baik, kesan gizi cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign : TD= 100/80
Nadi = 82 x/menit, reguler
Suhu = 36,0°C
RR = 20 x/menit
Mata : Edema palpebra ( - / - ), Conjunctiva anemis ( - / -),
Sclera ikterik ( - / - ), Refleks pupil ( + / + ), Pupil
isokor Ø 3mm, Sekret (-/-)
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum, sekret (-/-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, pendengaran normal,
sekret (-/-)
Leher : Limfonodi membesar ( - ), JVP meningkat ( - ), Massa
abnormal ( - )
Thorax -Cor : I = ictus cordis tidak Nampak
P = ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula
sinistra
P = Kanan : SIC 4 linea parasternalis dextra
Atas : SIC 3 linea sternalis sinistra
Pinggang : SIC 4 linea parasternalis sinistra
Kiri : SIC 5 linea midclavicularis sinistra
A = BJ I-II murni, regular, bising ( - )
-Pulmo: I = simetris kanan-kiri, ketinggalan gerak ( - / - )
P = fremitus kanan dan kiri simetris, nyeri tekan
( - / - ), massa ( - / - )
P = sonor di seluruh lapang paru
A = SDV ( + / + ), RBH ( - / - ), wheezing ( - / -)
Abdomen : Supel, NT (-), Massa (-), TFU tidak teraba, DJJ
tidak dapat dinilai
VT : V/U tenang, dinding vagina dbn, OUE terbuka,
tidak teraba adanya jaringan, STLD (+)
B. DIAGNOSIS
Abortus incompletes
C. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
Hasil Nilai Normal
Haemoglobin 9,2 g/dl 11,7 g/dl -17,3 g/dl
Hematokrit 27,1 % 35,0 % - 52,0 %
Leukosit 15,9 /µL 3,6 /µL – 11,0 /µL
Eritrosit 3,26 juta/ul 3,80 juta/ul – 5,90
juta/ul
Trombosit 307.000/ul 150.000/ul –
450.000/ul
MCV 75,4 fl 80,0 fl -100,0 fl
MCH 26,4 pq 26,0 pq – 34,0 pq
MCHC 34,4 % 32 % - 36 %
RDW 18,7 % 11,5 % - 14,5 %
Lym 11,3 0,6 – 4,1
Mid 0,7 0,0 – 1,8
Gran 83,6 2,0 – 7,8
USG
VU terisi cukup
Tampak uterus membesar
Tampak massa amorf intra uterin
Kesan : menyokong kearah gambaran sisa hasil konsepsi
D. TERAPI
Mondok Bangsal Pro Curretage
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang G2P1A0 usia 32 tahun datang dengan keluhan utama keluar darah
melalui jalan lahir sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit, darah berwarna
merah kecoklatan, darah seperti menstruasi, mrongkol-mrongkol (+), keluar
jaringan melalui jalan lahir (-). Sebelum keluar darah melalui jalan lahir pasien
merasakan perutnya mules. Awalnya satu minggu SMRS mengalami flek-flek
berwarna kecoklatan dan badan terasa lemas. Pasien merasa hamil 2 bulan.
Sebelumnya pasien tidak mengalami demam dan tidak meminum obat-obatan
tertentu. Riwayat trauma disangkal, riwayat coitus (-). Kebiasaan merokok dan
mengkonsumsi alkohol disangkal.
Perdarahan pervaginam yang terjadi pada usia kehamilan <20 minggu
sering terjadi pada kasus-kasu abortus. Selain abortus juga dapat dipertimbangkan
adanya KET. Namun diagnosis KET segera disingkirkan mengingat tidak
ditemukan nyeri perut yang sangat hebat pada pasien ini. Selain itu pasien datang
dalam kondisi baik, tidak nampak kesakitan.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan vital sign, didapatkan hasil dalam
batas normal. Pada pemeriksaan abdomen tidak teraba adanya massa. Hal ini
dapat menyingkirkan adanya suatu massa abnormal dalam uterus yang dapat
menyebabkan perdarahan pervaginam.
Selanjutnya pada pemeriksaan dalam, didapatkan bahwa OUE terbuka,
yang menunjukkan adanya proses persalinan (pengeluaran hasil konsepsi) dan
tidak adanya nyeri pada saat dilakukan pemeriksaan dalam. Untuk lebih
memastikan diagnosis, maka dilakukan pemeriksaan USG. Pada pemeriksaan
USG menunjukkan adanya gambaran sisa hasil konsepsi. Pemeriksaan darah
lengkap pun harus dilakukan mengingat akibat yang dapat ditimbulkan aoleh
abortus itu sendiri yaitu terjadinya infeksi dan perdarahan.
Pada semua kasus abortus memerlukan tindakan kuretase kecuali untuk
abortus imminens, kehamilan akan tetap dipertahankan. Pada pasien ini
ditegakkan suatu diagnosis abortus inkomplit yang memerlukan tindakan
kuretase.
DAFTAR PUSTAKA
Azhari. 2002. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan.
http://www.fkunsri.ac.id/ diakses tanggal 14 Maret 2010
Cunningham MG,1995. Abortus. Obstetri Williams. Edisi 18, 846-851;EGC
Jakarta.
Llewellyn, D. 2001. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Hipokrates: Jakarta
Mochtar R. Abortus. Sinopsis Obstetri. Jilid 1. Edisi kedua. EGC. 269-279. 1998.
Sastrawinata, S, dkk. 2005. Obstetri Patologi, Edisi 2. EGC: Jakarta.
Wiknjosastro H, 1994. Abortus, Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga, 532-539; Yayasan
bina pustaka sarwonoprawirohardjo; Jakarta.