Aaa Referat Abdominal Pregnancy- Great

31
Kehamilan Ektopik Abdominal Aisyah Muhrini Sofyan A. Pendahuluan Kehamilan abdomen merupakan kehamilan ekstrauterin di mana hasil konsepsi berkembang dalam rongga perut setelah fimbriae keluar dari ujung tuba falopi atau melalui defek pada tuba fallopi/rahim. Plasenta bisa tertanam pada lapisan peritoneum atau visceral abdomen. Kehamilan abdomen bisa dicurigai saat perut sudah membesar namun rahim tetap kecil untuk usia kehamilan. Kehamilan abdomen terjadi 1,4% dari kehamilan ektopik dan 0,01% dari seluruh kehamilan. Karena kehamilan abdomen sangat jarang ditemukan, kasusnya tidak dapat diduga, dan diagnosis sering tertunda. USG merupakan diagnosis yang mengarah kehamilan abdominal dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan MRI. Operasi pengangkatan plasenta, kantung, dan embrio diperlukan jika melekat pada bagian posterior dari tuba fallopi, ovarium, ligamentum latum, atau uterus. Prosedur ini sering dipersulit oleh perdarahan masif, karena plasenta cenderung untuk menempel erat pada peritoneum dan usus, pengangkatan lengkap jarang dilakukan karena plasenta bisa diserap tubuh sehingga jarang menjadi masalah. Kelanjutan dari pasca operasi antara lain tertinggalnya jaringan plasenta, infeksi, dan perdarahan. B. Anatomi dan Fisiologi 1

description

semoga bermanfaat

Transcript of Aaa Referat Abdominal Pregnancy- Great

Kehamilan Ektopik AbdominalAisyah Muhrini SofyanA. PendahuluanKehamilan abdomen merupakan kehamilan ekstrauterin di mana hasil konsepsi berkembang dalam rongga perut setelah fimbriae keluar dari ujung tuba falopi atau melalui defek pada tuba fallopi/rahim. Plasenta bisa tertanam pada lapisan peritoneum atau visceral abdomen. Kehamilan abdomen bisa dicurigai saat perut sudah membesar namun rahim tetap kecil untuk usia kehamilan. Kehamilan abdomen terjadi 1,4% dari kehamilan ektopik dan 0,01% dari seluruh kehamilan. Karena kehamilan abdomen sangat jarang ditemukan, kasusnya tidak dapat diduga, dan diagnosis sering tertunda. USG merupakan diagnosis yang mengarah kehamilan abdominal dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan MRI. Operasi pengangkatan plasenta, kantung, dan embrio diperlukan jika melekat pada bagian posterior dari tuba fallopi, ovarium, ligamentum latum, atau uterus. Prosedur ini sering dipersulit oleh perdarahan masif, karena plasenta cenderung untuk menempel erat pada peritoneum dan usus, pengangkatan lengkap jarang dilakukan karena plasenta bisa diserap tubuh sehingga jarang menjadi masalah. Kelanjutan dari pasca operasi antara lain tertinggalnya jaringan plasenta, infeksi, dan perdarahan.

B. Anatomi dan FisiologiTuba fallopi ialah saluran telur yang berasal (seperti juga uterus) dari duktus Mulleri. Rata-rata panjang tuba 11-14 cm. Bagian tuba yang berada di dinding uterus dinamakan pars interstisialis, lateral dari itu kearah ujung tuba (3-6 cm) terdapat pars isthmika yang masih sempit (diameter 2-3 mm), dan lebih kearah distal lagi disebut pars ampularis yang lebih lebar (diameter 4-10 mm), tuba mempunyai ujung terbuka menyerupai anemone yang disebut infundibulum dan fimbria yang merupakan penjalaran tangannya1.

Gambar 1. Uterus dan adnexa2

Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum visceral, yang merupakan bagian dari ligamentum latum. Otot polos dinding tuba terdiri atas 2 lapis (dari luar ke dalam) yaitu lapisan otot longitudinal dan otot sirkuler. Lebih ke dalam lagi terdapat mukosa yang berlipat-lipat kearah longitudinal dan terutama dapat ditemukan di bagian ampula1,3. Mukosa tuba terdiri atas epitel selapis kubik sampai silindrik, yang pada permukaannya mempunyai bagian-bagian seperti rambut yang bergetar (silia) dan bagian yang bersekresi. Pemukaan mukosa yang bersekresi mengeluarkan getah, sedangkan yang berambut dengan getarannya menimbulkan suatu arus kearah kavum uteri1.Ovarium pada seorang dewasa kira-kira sebesar ibu jari tangan, terletak di kiri dan di kanan uterus, dekat pada dinding pelvis di fossa ovarika. Ovarium dihubungkan dengan uterus melalui ligamentum ovarii proprium. Arteria ovarika berjalan menuju ovarium melalui ligamentum suspensorium ovarii (ligamentum infundibulopelvikum)1. Ovarium terletak pada lapisan belakang ligamentum latum. Sebagian besar ovarium berada intraperitoneal dan tidak dilapisi oleh peritoneum. Sebagian kecil ovarium berada di dalam ligamentum latum, disebut hilus ovarii. Pada bagian hilus ini masuk pembuluh darah dan saraf ke ovarium1.

Gambar 2. Ovarium3

Lipatan yang menghubungkan lapisan belakang ligamentum latum dengan ovarium dinamakan mesovarium.Bagian ovarium yang berada di dalam kavum peritoneum dilapisi oleh epitel selapis kubik-silindrik, disebut epitelium germinativum. Di bawah epitel ini terdapat tunika albuginea dan di bawahnya lagi baru ditemukan lapisan tempat folikel-folikel primordial1.

C. Teori Fertilisasi dan ImplantasiFertilisasi (pembuahan) adalah penyatuan ovum (oosit sekunder) dan spermatozoa yang biasanya berlangsung di ampulla tuba. Fertilisasi meliputi penetrasi spermatozoa ke dalam ovum, fusi spermatozoa dan ovum, diakhiri dengan fusi materi genetik. Hanya satu spermatozoa yang telah mengalami proses kapasitasi yang mampu melakukan penetrasi membran sel ovum3.Tiap bulan, satu folikel, kadang-kadang dua folikel, berkembang menjadi folikel de Graaf. Folikel-folikel ini merupakan bagian ovarium terpenting dan dapat ditemukan di korteks ovarii dalam letak yang beraneka ragam, dan juga dalam tingkat-tingkat perkembangan dari satu sel telur yang dikelilingi oleh satu lapisan sel saja sampai folikel de Graaf matang. Folikel yang matang ini terisi dengan likuor follikuli yang mengandung estrogen, dan siap untuk berovulasi1.

Gambar 3. Fertilisasi dan Implantasi4

Dengan terjadinya lonjakan pelepasan luteinizing hormone oleh hipofisis, dan pertengahan siklus, folikel pecah sambil melepaskan ovum keluar. Ovum ditangkap oleh fimbria dengan umbai pada ujung proksimalnya dan di bawake dalam tuba Fallopi. Ovum, yang dikelilingi oleh perivitelina, diselubungi oleh zona pelucida (tebal 5-10m). Sel granulosa teka yang berasal dari folikel matur melekat pada zona pelusida. Sekali ovum sudah dikeluarkan, folikel akan mengempis dan berubah menjadi kuning, membentuk korpus luteum. Sekarang ovum telah siap dibuahi apabila sperma mencapainya5. Dari 60-100 juta sperma yang diejakulasikan ke dalam vagina pada saat ovulasi, beberapa juta berhasil menerobos saluran heliks di dalam mukus serviks dan mencapai rongga uterus. Beberapa ratus sperma dapat melewati pintu masuk tuba Fallopi yang sempit, dan beberapa diantaranya dapat bertahan hidup sampai mencapai ovum di ujung fimbria tuba Fallopii. Satu sperma dapat menembus zona pelusida ovum. Kepalanya masuk ke dalam substansia ovum. Apabila ini terjadi, suatu reaksi kimia mencegah masuknya sperma lain, yaitu enzim pada granula dikeluarkan secara eksostosis ke zona pelucida. Dalam waktu yang sama, oosit mengalami pembelahan lagi pada kromosomnya dan terbentuklah kutub kedua3,5.Begitu masuk ke dalam sitoplasma ovum, membran nukleus sperma larut dan menyisakan pronukleus haploid. Masuknya spermatozoa ke dalam vitelus membangkitkan nukleus ovum yang masih dalam metafase untuk proses pembelahan selanjutnya. Ovum yang telah membelah dan menghasilkan badan kutub kedua, juga kehilangan membran nukleusnya. Sesudah anaphase, kemudian timbul telofase dan benda kutub (polar body) kedua menuju ke ruang perivitelina3,5. Kedua pronukleus sperma dan pronukleus ovum saling mendekat dan berfusi membentuk zigot. Maka terjadi fertilisasi dan konsepsi. Dalam beberapa jam setelah fertilisasi, nuklei yang berfusi tersebut membelah membentuk dua sel. Jika peristiwa ini telah terjadi, pembelahan sel selanjutnya berlangsung dengan cepat hingga dalam 3-4 hari telah terbentuk massa sel padat (morula)3,5.Morula didorong dengan cepat sepanjang tuba Fallopii masuk kedalam uterus melalui pars ismika dan pars interstisialis tuba (bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus disalurkan ke arah kavum uteri oleh arus serta getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba. Selama perjalanan ini, cairan melewati kanalikuli di dalam zona pelusida untuk membentuk suatu rongga berisi cairan ditengah morula, sehingga membentuk suatu blastokista. Suatu bentuk yang dibagian luarnya adalah trofoblas dan dibagian dalamnya disebut massa inner cell. Massa inner cell ini berkembang menjadi janin dan trofoblas akan berkembang menjadi placenta. Dengan demikian, blastokista diselubungi oleh suatu simpai yaitu trofoblas. Trofoblas ini sangat kritis untuk keberhasilan kehamilan terkait dengan keberhasilan implantasi (nidasi), produksi hormon kehamilan, proteksi imunitas bagi janin, peningkatan aliran darah maternal ke dalam plasenta dan kelahiran bayi3,5.Saat mencapai rongga uterus zona pelusida teregang dan menjadi tipis. Lalu segera zona pelusida ini menghilang dengan meninggalkan sel-sel permukaan blastokista berhubungan langsung dengan strome endometrium. Kira-kira 50% blastokista menempel pada endometrium. Sel-sel trofoblastik permukaan pada blastokista tersebut mengadakan diferensiasi menjadi selapisan sel dalam, sitotrofoblas, dan selapis sinsitiotrofoblas luar5.Juluran-juluran trofoblas terbentuk dengan cepat, menginvasi ke dalam stroma endometrium secara terkontrol. Pada hari ke 10 setelah fertilisasi, juluran jaringan trofoblastik tersebuttelah menghasilkan inti mesoderm dan mendorong embrio masuk ke dalam stroma endometrium. Sel-sel stroma bereaksi terhadap invasi tersebut dengan berubah bentuk menjadi polihedral dan penuh berisi glikogen dan lipid, yang menjadi sumber energi yang dibutuhkan oleh trofoblas, dan selanjutnya berubah menjadi desidua. Pada waktu yang sama sejumlah sel di sebelah dalam pada satu kutub blastokista berdiferensiasi menjadi massa sel sebelah dalam, tempat perkembangan embrio5.Hari ke 9 dan 10 setelah fertilisasi, inner cell telah berdiferensiasi menjadi lapisan ektodermal, lapisan mesodermal, dan lapisan endodermal. Di sini terbentuk sebuah kantong kecil, kantong amnion, yang berisi cairan. Inner cell menjulur ke dalam rongga blastokistik asli, yang dindingnya terbentuk dari sitotrofoblas. Rongga ini diisi oleh mesoderm. Lapisan permukaan ektoderm dengan cepat terbelah sehingga mengelilingi rongga berisi cairan di dalam mesoderm-yolk sac.Pada perkembangan selanjutnya, yolk sac mengecil dan sebuah rongga berisi cairan sekunder, kantong amnion, mengelilingi embrio yang sedang tumbuh5.

D. Kehamilan EktopikKehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang terjadi di luar rongga rahim (kavum uteri). Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, dengan akar kata dari bahasa Yunani, yang berarti tempat. Jadi, istilah ektopik dapat diartikan sebagai "berada di luar tempat yang semestinya". Kehamilan ektopik, ialah kehamilan, dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang secara normal seharusnya dalam endometrium kavum uteri1,6.Lokasi kehamilan ektopik 70% terjadi di ampulla tuba, 12% di isthmus tuba, 11% di fimbria, dan 2% di segmen interstisial (cornual). Kehamilan ektopik di lokasi lain relatif jarang. Implantasi ektopik 3% terjadi di ovarium, dan sebagian kecil terjadi di abdomen (1,4%) dan servix (0,2%)6,7,8.

Gambar 4. Lokasi kehamilan ektopik 9Kehamilan ektopik lanjut ialah kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari placenta yang meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke ligamentum latum uterus, dasar panggul, usus, dan sebagainya. Kehamilan ektopik lanjut biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba yang mengalami abortus atau ruptur, dan janin dikeluarkan dari tuba dalam keadaan masih diselubungi oleh kantong amnion dengan plasenta masih utuh yang akan tumbuh terus di tempat implantasinya yang baru10. Abortus tuba. Frekuensi abortus tuba sebagian bergantung pada tempat implantasi. Konsekuensi langsung dari perdarahan adalah gangguan lebih lanjut dari hubungan antara plasenta dan selaput dinding tuba. Jika pemisahan plasenta selesai, semua hasil konsepsi dapat diekstrusi melalui ujung fimbria ke dalam rongga peritoneal. Pada titik ini, perdarahan dapat berhenti dan gejala akhirnya menghilang. Beberapa perdarahan biasanya berlangsung selama hasil konsepsi tetap berada di oviduct. Darah menetes perlahan dari fimbria tuba ke dalam rongga peritoneum dan biasanya terakumulasi di rectouterine cul-de-sac. Jika fimbria tersumbat, akan terjadi akumulasi darah pada tuba falopii yang membentuk hematosalpinx11.Ruptur tuba. Sebelum ada metode untuk mengukur kadar hormon chorionic gonadotropin, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pecah selama trimester pertama. Setiap kali ada ruptur tuba dalam beberapa minggu pertama, kehamilan biasanya terletak dibagian isthmus. Ketika ovum dibuahi berimplantasi dengan baik dalam bagian interstitial, ruptur biasanya terjadi kemudian. Ruptur biasanya spontan, tetapi mungkin disebabkan oleh trauma terkait dengan koitus atau pemeriksaan bimanual11.

Gambar 5. Abortus tuba dan ruptur tuba5Ketika terjadi ruptur intraperitoneal, hasil konsepsi dapat dikeluarkan dari tuba, atau jika berukuran kecil, perdarahan masif dapat terjadi tanpa ekstrusi. Dalam hal ini, wanita biasanya menunjukkan tanda-tanda hipovolemia. Jika konsepsi awal dikeluarkan ke dalam rongga peritoneal, dapat terjadi reimplantasi hampir di mana saja, dengan sirkulasi yang memadai, hasil konsepsi dapat bertahan hidup, dan tumbuh, walaupun hal ini jarang terjadi11.

E. Kehamilan Ektopik Abdominal1. DefinisiKehamilan abdominal merupakan bentuk dari kehamilan ektopik yang berlokasi di kavum peritoneal, namun tidak termasuk kehamilan ovarium dan kehamilan intraligamenter. Kantung kehamilan pada kehamilan abdominal biasanya berimplantasi pada panggul atau di daerah yang kaya vaskular seperti hati, limpa, dan mesenterium. Plasenta biasanya melekat pada usus, omentum, resesus uterovesikal atau dinding pelvis. Lokasi yang jarang misalnya mesenterium, dinding kendung kemih, appendiks, dan hepar1,12.Kehamilan abdomen primer dimana implantasi terjadi pada permukaan peritoneal. Perkembangan hasil konsepsi berasal dari aliran darah traktus gastrointestinal. Kehamilan abdomen sekunder terjadi dengan implantasi awal di ostia tuba, kemudian terjadi implantasi kembali pada permukaan peritoneal9,13.

Gambar 6. Kehamilan intra abdominal9

2. EpidemiologiFrekuensi kehamilan ektopik dilaporkan 1 diantara 300 kehamilan. Kehamilan abdominal sekunder adalah yang paling umum dari kehamilan ektopik abdomen dan merupakan hasil dari aborsi atau ruptur tuba, lebih jarang, implantasi terjadi dalam abdomen setelah ruptur uterus. Angka kejadian kehamilan abdominal adalah 1: 10.000 hingga 1: 30.000 kelahiran hidup dengan insiden anomali kongenital 20% -40%6,9.Angka kejadian kehamilan ektopik lanjut di Rumah Sakit Cipto mangunkusumo, Jakarta dari tahun 1967-1972 yaitu 1 diantara 1.065 persalinan. Berbagai penulis mengemukakan angka antara 1:2.000 persalinan sampai 1:8.500 persalinan10.

3. EtiologiEtiologi kehamilan ektopik tidak diketahui secara pasti. Implantasi ovum yang dibuahi hanya dapat berlangsung apabila zona pelucida sudah hilang sebagian atau komplit. Hal ini terjadi jika perjalanan ovum yang dibuahi di sepanjang tuba Fallopi terganggu karena terjadi kerusakan tubau. Setelah sel telur dibuahi di bagian ampulla tuba, maka setiap hambatan perjalanan sel telur ke dalam rongga rahim memungkinkan kehamilan tuba. Berdasar etiologinya kehamilan abdominal terbagi dua, yaitu1,5,10: 1) Kehamilan abdominal primer; terjadi apabila ovum difertilisasi dan berimplantasi langsung dikavum abdomen.2) Kehamilan abdominal sekunder; terjadi bila fetus keluar dari tempat implantasi primernya melalui suatu robekan ataupun melalui ujung fimbria dan berimplantasi di kavum abdomen. Sebagian besar kehamilan abdominal merupakan jenis ini.

4. Faktor risikoTerdapat sejumlah faktor predisposisi yang dapat menyebabkan kerusakan tuba dan disfungsi tuba. Faktor risiko kehamilan ektopik1,9:Faktor risikoRisiko (%)

Risiko tinggiRekonstruksi tubaSterilisasi tubaRiwayat kehamilan ektopik sebelumnyaPaparan dietilstilbestrol (DES) intrauterinAlat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)Patologi tubaRisiko sedangInfertilRiwayat infeksi genitalSering berganti pasanganRisiko ringanRiwayat operasi pelvis atau abdominal sebelumnyaMerokokDouchingKoitus sebelum usia 18 tahun21,09,38,35,64,2- 453,8- 21

2,5- 212,5- 3,72,1

0,93- 382,3- 3,51,1- 3,11,6

5. PatofisiologiPrinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba tersebut1.Kehamilan abdominal dapat terjadi akibat implantasi langsung hasil konsepsi di dalam kavum abdomen yang disebut sebagai kehamilan abdomen primer, atau awalnya dari kehamilan tuba yang ruptur dan hasil konsepsi yang terlepas dalam keadaan masih diselubungi oleh kantung ketuban dengan plasenta masih utuh, selanjutnya melakukan implantasi di kavum abdomen yang disebut sebagai kehamilan abdomen sekunder1.Kehamilan abdomen primer terjadi apabila ovum dan spermatozoon bertemu dan bersatu di dalam satu tempat pada peritoneum dalam rongga perut, dan kemudian juga berimplantasi di tempat tersebut1.Ruptur ruba terjadi pada 35% kasus kehamilan ekstra-uterin, dan lebih umum terjadi apabila tempat implantasinya di isthmus. Ruptur ampulla biasanya terjadi antara minggu ke 6 dan 10, sedangkan ruptur isthmus terjadi lebih awal, seringkali terjadi pada saat terlambat menstruasi pertama. Trofoblas dan villus khorialis menembus lapisan muskularis dan peritoneum dan akhirnya menimbulkan erosi dinding serosa tuba, sehingga berakhir dengan kebocoran secara mendadak atau bertahap yang dapat menyebabkan perdarahan langsung ke rongga peritoneum. Biasanya ovum menonjol keluar melalui robekan dan perdarahannya berlanjut5.

Gambar 7.Patofisiologi ruptur tuba14

Sangat jarang ovum yang keluar tersebut dapat terus tumbuh, namun karena trofoblas mempertahankan hubungannya dengan epithelium tuba, dan kemudian trofoblas membungkus kantong ovum dan melekat pada organ abdomen, sehinga dapat terjadi kehamilan abdominal sekunder. Beberapa dari kehamilan ini berlanjut hingga aterm, dan sangat sedikit janin mati secara dini dan berubah menjadi lithopedion5.Efek kehamilan tuba yang ruptur terhadap kelangsungan kehamilan bervariasi, tergantung pada luasnya kerusakan plasenta. Janin akan mati bila plasentanya rusak cukup luas. Akan tetapi, jika sebagian besar plasenta tertahan di tempat perlekatannya di tuba, perkembangan lanjut bisa terjadi. Selain itu, plasenta dapat pula terlepas dari tuba dan mengadakan implantasi pada struktur panggul, termasuk uterus, usus, ataupun dinding panggul1.Terjadinya abortus tuba bergantung pada lokasi implantasi. umumnya terjadi bila implantasi di ampulla. Adanya perdarahan menyebabkan plasenta dan membran terlepas dari dinding tuba. Jika plasenta terlepas seluruhnya, semua produk konsepsi dapat keluar melalui fimbria ke rongga abdomen. Saat itu perdarahan dapat berhenti dan gejala umumnya menghilang. Perdarahan akan tetap terjadi selama produk konsepsi tetap berada di tuba. Darah akan menetes sedikit-sedikit melalui tuba dan berkumpul di kavum Douglasi. Jika fimbria mengalami oklusi, darah akan terkumpul di tuba membentuk hidrosalfing1.Produk konsepsi yang melakukan invasi dapat menyebabkan tuba pecah pada beberapa tempat. Jika ruptur tuba pada minggu-minggu pertama kehamilan, biasanya implantasi terjadi di isthmus, jika implantasi terjadi di pars interstisial, ruptur terjadi agak lebih lambat. Ruptur umumnya terjadi spontan, tetapi dapat pula disebabkan oleh trauma, akibat koitus dan pemeriksaan bimanual1.Saat ruptur, semua hasil konsepsi keluar dari tuba, atau jika robekan tuba kecil, perdarahan hebat dapat terjadi tanpa disertai keluarnya hasil konsepsi dari tuba. Jika hasil konsepsi keluar dari kavum abdomen pada awal kehamilan, implantasi dapat terjadi di daerah mana saja di rongga abdomen, asal terdapat sirkulasi darah yang cukup, sehingga dapat bertahan dan berkembang. Namun, hal tersebut jarang terjadi. Sebagian besar hasil konsepsi yang berukuran kecil umumnya akan diresorbsi. Kadang-kadang jika ukurannya besar, dapat tertahan di kavum douglasi membentuk massa yang berbentuk kapsul atau mengalami kalsifikasi membentuk lithopedon1,11.

Gambar 8. Lithopedion15

6. Manifestasi klinisa. AnamnesisKeluhan yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, nausea, muntah, malaise, nyeri saat janin bergerak dan perdarahan pervaginam, walaupun jarang. Faktor infertilitas mempunyai peranan yang penting oleh sebab itu perlu ditanyakan dalam anamnesis. Ada riwayat perdarahan dan nyeri perut bagian bawah pada kehamilan muda. Gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, perut kembung, sembelit, diare, dan nyeri perut. Pada usia kehamilan lanjut, gerakan janin dapat menyebabkan rasa nyeri1,10,11.b. Pemeriksaan fisisGambaran klinik yang paling sering ditemukan adalah nyeri tekan abdomen, presentasi janin abnormal, dan lokasi serviks uteri yang berubah. Tidak dapat ditimbulkan kontraksi Braxton Hicks seperti kehamilan pada uterus1,11. Posisi janin abnormal sering dapat diraba, tetapi kemudahan meraba bagian janin bukan merupakan tanda yang dapat diandalkan. Bagian janin kadang-kadang merasa sangat dekat dengan jari pemeriksa namun dapat pula ditemukan pada kehamilan normal, terutama pada wanita multipara. Bagian-bagian kecil atau kepala janin kadang-kadang dapat diraba melalui forniks vagina dan diidentifikasi dengan jelas di luar rahim11.Pada pemeriksaan dalam vagina sering kali didapatkan10:a. Serviks kecil, panjang, kenyal, dan terletak tinggi (terdorong dari tempat semestinya)b. Teraba tumor kurang lebih sebesar tinju yang berhubungan dengan serviks (tumor ini ialah uterus) dan disampingnya teraba tumor berisi janin yang sering salah dikenali dan dianggap sebagai uterus karena ukurannya sering lebih besar daripada uterus yang sebenarnya.Tes oksitosin (pemberian oksitosin dalam dosis kecil dengan jalan infus intravena) membuktikan adanya kehamilan ektopik lanjut, apabila pada pemeriksaan bimanual di luar kantong janin diraba suatu tumor sebesar tinju yang berkontraksi1,3.

7. Pemeriksaan penunjanga. Pemeriksaan laboratoriumAnemia transient dapat terjadipada awal kehamilan baik pada ruptur tuba atau abortus tuba. Peningkatan nilai serum alpha-fetoprotein kadang-kadang ditemukan8,11.

b. SonografiTemuan ultrasonografi pada kehamilan abdominal tidak memungkinkan menegakkan diagnosis pasti. Oligohidramnion adalah ciri yang umum tetapi tidak spesifik. Dalam beberapa kasus yang dicurigai, temuan ultrasonografi mungkin bernilai diagnostik, misalnya, jika kepala janin terlihat berbaring berdekatan dengan kandung kemih ibu tanpa jaringan rahimdi antaranya. Gambaran yang tampak pada kehamilan ektopik lanjut menurut Allibone antara lain10,11,16: 1) Janin di dalam suatu kantung kehamilan yang terletak di luar uterus.2) Diantara kandung kemih dan kantung yang berisi janin tidak dapat diidentifikasi dinding uterus.3) Janin atau plasenta tampak seperti menempel pada dinding perut.4) Dalam pemeriksaan ulang, janin tetap letak abnormal.5) Plasenta jelas tampak di luar uterus dan tampak menempel pada dada atau kepala janin tanpa dipisahkan oleh air ketuban.

c. Magnetic resonance imaging (MRI)Teknik ini dapat digunakan untuk mengkonfirmasi kehamilan abdominal setelah pemeriksaan USG yang mencurigakan. Ini telah digambarkan sebagai pemeriksaan yang sangat akurat dan spesifik11,12,17.

d. HisterosalfingografiPemeriksaan ini memberikan gambaran yang bagus dari kavum uteri yang kosong dan lebih besar dari biasa, dengan janin di luar uterus1.

e. Computed tomography (CT-Scan)CT-Scan lebih unggul daripada pencitraan resonansi magnetik, tetapi penggunaannya terbatas karena kekhawatiran radiasi pada janin. Dalam kasus kematian janin, CT-Scan bernilai diagnostik dan harus dipertimbangkan11.

8. DiagnosisKarena ruptur dini atau abortus pada kehamilan tuba merupakan peristiwa awal yang biasa terjadi sebelum kehamilan abdominal, dalam pemeriksaan retrospektif biasanya dapat ditemukan riwayat yang sugestif ke arah peristiwa tersebut. Abnormalitas yang mungkin masih teringat oleh pasien adalah perdarahan tak teratur dan nyeri abdomen yang biasanya paling menonjol pada satu atau kedua kuadran bawah. Anemia sepintas yang tidak dapat dijelaskan sebabnya dalam awal kehamilan dapat menyertai peristiwa ruptur atau abortus tersebut11.Diagnosis dini kehamilan abdominal sangat sulit dilakukan. Sebagian besar temuan kehamilan abdominal adalah kebetulan pada saat USG atau saat laparatomi untuk kelainan yang lainw. Kriteria diagnosis Studdifords Criteria8,9:1. Tuba dan ovum normal tanpa dijumpai bekas trauma.2. Tidak ada fistula uteroplasenta.3. Hasil konsepsi benar-benar murni melengket di permukaaan peritoneal.

9. PenatalaksanaanKehamilan abdomen dapat mengancam nyawa, dan manajemen klinis tergantung pada usia kehamilan saat diagnosis. Beberapa praktisi menunggu kelangsungan hidup janin dengan manajemen hamil di rumah sakit jika kehamilan didiagnosis setelah 24 minggu. Pengelolaan seperti ini menghindari risiko jika terjadi perdarahan intra-abdominal yang tiba-tiba dan mengancam jiwa. Karena risiko ini, keputusan umumnya ditunjukkan ketika diagnosis kehamilan abdominal dibuat. Dalam kasus di mana volume cairan amnion minimal atau tidak ada, dan dalam kasus-kasus kurang dari 24 minggu, pengobatan konservatif jarang dibenarkan karena kelangsungan hidup janin sangat berisiko11.Sejarah umum dikatakan bahwa, jika janin meninggal setelah mencapai ukuran yang terlalu besar untuk diabsorbsi, maka akan terjadi pernanahan, mumifikasi, atau kalsifikasi. Jika bakteri memperoleh akses pada hasil konsepsi tersebut, terutama terhadap usus akan mengakibatkan timbulnya abses. Akhirnya, abses akan pecah, dan dapat terjadi peritonitis dan septikemia, bagian janin akhirnya akan diekstrusi melalui dinding perut atau lebih sering ke usus atau kandung kemih. Dalam beberapa kasus, mumifikasi dan lithopedion akan terbentuk, dan produk kalsifikasi konsepsi akan bertahan selama bertahun-tahun11. Pembedahan. Kehamilan abdominal dapat memicu perdarahan masif karena kurangnya vasokonstriksi pembuluh darah yang hipertrofi setelah pemisahan plasenta. Jika kondisi memungkinkan, manajemen pada dugaan kehamilan abdominal paling baik dilakukan di fasilitas dengan kemampuan fasilitas yang memadai. Sangat penting untuk adanya ketersediaan darah segera11.

Gambar 8.Kehamilan abdomen18Teknik untuk memantau kecukupan sirkulasi harus dilakukan. Sebelum operasi, terpasang dua jalur infus intravena, masing-masing mampu memberikan volume besar cairan dengan kecepatan tinggi dan harus berfungsi dengan baik. Untuk eksposur yang optimal, laparotomi umumnya dilakukan melalui sayatan vertikal garis tengah. Secara umum, kantung janin dibuka dengan hati-hati, kemudian bayi harus dilahirkan di daerah yang sedikit pembuluh darahnya, serta hindari penarikan tali pusar yang berlebihan. Tali pusat dipotong di dekat insersinya (plasenta)10,11.Pengelolaan placenta. Penilaian plasenta pada saat operasi sangat penting untuk memperoleh kesan tentang kemungkinan terjadinya perdarahan. Pemisahan plasenta parsial dapat berkembang perdarahan secara spontan atau, lebih mungkin, dalam perjalanan dari operasi ketika mencoba untuk menemukan situs yang tepat dari lampiran plasenta 10,11,16. Oleh karena itu, yang terbaik adalah menghindari eksplorasi yang tidak perlu dari organ sekitarnya. Plasenta hendaknya ditinggalkan apabila melekat pada alat-alat vital. Jika jelas bahwa plasenta bisa dilepaskan secara aman, atau jika perdarahan dari tempat implantasi diperkirakan dapat ditangani, maka pelepasan plasenta dapat segera dilakukan. Bila mungkin, pembuluh darah yang menyuplai plasenta harus diikat terlebih dahulu10,11.Seringkali, meninggalkan plasenta di tempat perlekatannya memiliki keuntungan. Hal ini mengurangi kemungkinan langsung perdarahan yang mengancam jiwa, tetapi dengan mengorbankan gejala sisa jangka panjang. Sayangnya, ketika dibiarkan dalam rongga perut, plasenta umumnya menyebabkan infeksi abses, perlengketan, obstruksi usus, dan demam11,12.Obstruksi uretra parsial dengan hidronefrosis reversibel telah dilaporkan. Dalam laporan lain, dijelaskan preeklampsia persisten selama 99 hari setelah plasenta dilepaskan. Dalam kasus ini, mungkin perlu dilakukan laparatomi ulang. Jika plasenta yang tersisa, involusi yang dapat dimonitor menggunakan USG dan tingkat serum -hCG. Kami telah menggunakan Doppler ultrasound untuk mengikuti perubahan dalam aliran darah ke plasenta. Dalam beberapa kasus, dan biasanya tergantung pada ukuran, fungsi plasenta menurun dengan cepat, dan plasenta diserap. Dalam satu kasus dijelaskan, resorpsi plasenta mengambil lebih dari 5 tahun10,11.Penggunaan metotreksat kontroversial. Telah direkomendasikan untuk mempercepat involusi tetapi dapat menyebabkan percepatan kerusaka plasenta dengan akumulasi jaringan nekrotik dan infeksi dengan pembentukan abses8,11,16.Arteri Kateterisasi dan Embolisasi. Kateterisasi perkutan arteri femoral dan angiografi pelvis, diikuti oleh embolisasi situs perdarahan spesifik. Hal ini dikatakan mengurangi mortalitas dalam beberapa kasus perdarahan panggul besar. Ketika diagnosis dibuat sebelum operasi, Kerr dan rekan (1993) menganjurkan transkateter embolisasi pembuluh penyuplai utama segera sebelum intervensi bedah8,11,16.Drain. Pemasangan drain pada kasus dengan plasenta yang ditinggalkan tidak dilakukan, karena sering timbul komplikasi gangguan saluran cerna, ikterus, abses dan sepsis yang biasanya fatal10.

10. Prognosisa. JaninPenyelamatan janin pada kehamilan abdominal, hidup janin mungkin abnormal. Namun, dalam tinjauan yang luas kehamilan abdominal, Stevens (1993) menemukan bahwa kelangsungan hidup bayi yang lahir setelah 30 minggu adalah 63%. Selain itu, malformasi janin dan deformasi hanya 20%.Deformasi yang paling umum adalah fasial atau kranial asimetri, atau keduanya, dan berbagai kelainan sendi. Kelainan yang paling umum adalah kekurangan anggota tubuh dan anomali sistem saraf pusat11,12.b. IbuKematian ibu meningkat secara substansial dibandingkan dengan kehamilan normal. Dengan perencanaan pra-operasi yang tepat, mortalitas ibu berkurang dari sekitar 20% menjadi kurang dari 5% dalam 20 tahun terakhir6,11.c. FertilitasWanita dengan riwayat kehamilan ektopik 60% akan hamil setelah itu, dengan peningkatan risiko ektopik dari ektopik lain 7-13 kali lipat. Untuk kehamilan berikutnya 50% -80 % dapat terjadi dalam intrauterin dan 10-15 % akan menjadi ektopik11.

15