Pregnancy Epilepsi

download Pregnancy Epilepsi

of 24

description

lalala

Transcript of Pregnancy Epilepsi

BAB ITinjauan Pustaka

DEFINISIStatus epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus.ETIOLOGIEpilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit diotak. Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik , misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital,lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik. Epilepsi kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome.

Bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30% (7). Beberapa jenis hormon dapat mempengaruhi serangan epilepsi seperti hormon estrogen, hormon tiroid (hipotiroid dan hipertiroid) meningkatkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi, sebaliknya hormon progesteron, ACTH, kortikosteroid dan testosteron dapat menurunkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi KLASIFIKASIInternational League Against Epilepsy (ILAE) menetapkan klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe serangan epilepsi):

1. Serangan parsial

a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik)- Dengan gejala motorik

- Dengan gejala sensorik - Dengan gejala otonom- Dengan gejala psikis b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)- Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran- Gangguan kesadaran saat awal seranganc. Serangan umum sederhana- Parsial sederhana menjadi tonik-klonik - Parsial kompleks menjadi tonik-klonik - Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-klonik 2. Serangan umuma. Absens (Lena)

b. Mioklonik c. Klonik d. Tonik e. Atonik (Astatik)f. Tonik-klonik 3. Serangan yang tidak terklasifikasi (sehubungan dengan data yang kurang lengkap).Klasifikasi ILAE di atas ini lebih mudah digunakan untuk para klinisi karena hanya ada dua kategori utama, yaitu- Serangan fokal yaitu bangkitan epileptik yang dimulai dari fokus yang terlokalisir di otak.- Serangan umum yaitu bangkitan epileptik terjadi pada daerah yang lebihluas pada kedua belahan otakMenurut International League Against Epilepsy, epilepsi pada kehamilan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:1. Epilepsi yang telah diderita sebelum kehamilan

Wanita yangmenderita epilepsi sebelum kehamilan dapat mengalami bangkitan padasaat hamil. Hal ini disebabkan karena pengaruh perubahan hormonal,metabolik, psikis, dan farmakokinetik OAE (obat anti epilepsi).2. Termed Gestational Epilepsy

Epilepsi yang terjadi pertama kali sewaktu masa kehamilan dan berlanjut pada kehamilan berikutnya dengan masa bebas bangkitan di antara kehamilan.

3. Gestational Onset Epilepsy

Epilepsi yang terjadi pertama kali pada masa kehamilan dan berlanjut di luar masa kehamilan.PATOFISIOLOGI

Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling berhubungan. Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik dengan bahan perantara kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter. Dalam keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsungdengan baik dan lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi kacau dikarenakan breaking system pada otak terganggu makaneuron-neuron akan bereaksi secara abnormal. Neurotransmiter yang berperandalam mekanisme pengaturan ini adalah: Glutamat, yang merupakan brains excitatory neurotransmitter GABA (Gamma Amino butyric Acid), yang bersifat sebagai brains inhibitory neurotransmitter Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat dan asetil kolin, sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah noradrenalin, dopamine, serotonin (5-HT) dan peptida Neurotransmiter ini hubungannya dengan epilepsy belum jelas dan masih perlu penelitian lebih lanjut. Epileptic seizure apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impulsdi area otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa yang disebut sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada sekelompok kecil neuron atau kelompok neuron yang lebih besar atau bahkan meliputi seluruh neuron di otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses sinkronisasi inilah yang secara klinik menimbulkan manifestasi yang berbeda dari jenis-jenis serangan epilepsi. Secara teoritis faktor yang menyebabkan hal ini yaitu:- Keadaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya kurang optimal sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, disebabkan konsentrasi GABA yang kurang.

Pada penderita epilepsi memang mengandung konsentrasi GABA yang rendah di otaknya(lobus oksipitalis). Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi potensial post sinaptik.- Keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik yang berlebihan. Disini fungsi neuron penghambat normal tapi sistem pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalukuat. Keadaan ini ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi Glutamat diotak. Pada penderita epilepsi didapatkan peningkatan kadar Glutamat pada berbagai tempat di otak.- Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk mengadakan pelepasan abnormal impuls epileptik.Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal, bermuatan listrik berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai fokus epileptogenesis (fokus pembangkit serangan kejang). Fokus epileptogenesis dari sekelompok neuron akan mempengaruhi neuron sekitarnya untuk bersama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang.Berbagai macam kelainan atau penyakit di otak (lesi serebral, trauma otak,stroke, kelainan herediter dan lain-lain) sebagai fokus epileptogenesis dapatterganggu fungsi neuronnya (eksitasi berlebihan dan inhibisi yang kurang) danakan menimbulkan kejang bila ada rangsangan pencetus seperti hipertermia, hipoksia, hipoglikemia, hiponatremia, stimulus sensorik dan lain-lain.Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls darifokus epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke hemisfer sebelahnya, subkortek, thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian untuk bersama-sama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang.Setelah meluasnya eksitasi selesai dimulailah proses inhibisi di korteks serebri,thalamus dan ganglia basalis yang secara intermiten menghambat discharge epileptiknya. Pada gambaran EEG dapat terlihat sebagai perubahan dari polyspike menjadi spike and wave yang makin lama makin lambat dan akhirnya berhenti. Dulu dianggap berhentinya serangan sebagai akibat terjadinya exhaustion neuron. (karena kehabisan glukosa dan tertimbunnya asam laktat). Namun ternyata serangan epilepsi bisa terhenti tanpa terjadinya neuronal exhaustion. Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia otak, asidosismetabolik) depolarisasi impuls dapat berlanjut terus sehingga menimbulkan aktivitas serangan yang berkepanjangan disebut status epileptikus.

PENGARUH KEMAHILAN TERHADAP EPILEPSIKehamilan pada wanita penyandang epilepsi tergolong mempunyai faktor risiko tinggi. Banyak penelitian mengatakan terdapat peningkatan risikokomplikasi obstetrik pada wanita penyandang epilepsi dibandingkan dengankehamilan normal.Ancaman terkait kehamilan pada wanita dengan epilepsiadalah meningkatnya frekuensi kejang dan resiko malformasi kongenital pada janin. Hollingworth dan Resnik mengkaji penelitian-penelitian yang mencakup2385 kehamilan dan mendapatkan peningkatan frekuensi kejang pada 35% , penurunan kejang pada 15%, dan tidak ada perubahan pada 50%.

Wanita penyandang epilepsi yang makin sering mengalami serangan kejang setiap bulannya sebelum hamil, frekwensi serangannya akan meningkat selama kehamilan, sedangkan wanita penyandang epilepsi yang dalam waktu sembilan bulan tidak pernah kejang atau hanya satu kali, tidak akan mengalami peningkatan serangan kejang selama hamil. Penderita lebih dari dua tahun bebas serangan maka risiko timbulnya serangan epilepsi selama hamil menurun atau tidak timbul. Wanita penyandang epilepsi yang sering mengalami serangan kejang umum atau fokal sebelum konsepsi akan lebih sering mengalami serangan selama kehamilan.Beberapa peneliti mengatakan bahwa bangkitan epilepsi lebih sering terjadi pada kehamilan, terutama pada trimester I dan hanya sedikit meningkat trimester III. Meningkatnya frekwensi serangan kejang pada wanita penyandang epilepsi selama kehamilan ini disebabkan oleh:

Perubahan HormonalKadar estrogen dan progesteron dalam plasma darah akan meningkatsecara bertahap selama kehamilan dan mencapai puncaknya pada trimester ketiga. Sedangkan kadar hormon khorionik gonadotropin mencapai puncak pada kehamilan trimester pertama yang kemudian menurun terus sampaiakhir kehamilan. Seperti diketahui bahwa serangan kejang pada epilepsiberkaitan erat dengan rasio estrogen-progesteron, sehingga wanita penyandang epilepsi dengan rasio estrogen-progesteron yangmeningkat akan lebih sering mengalami kejang dibandingkan denganyang rasionya menurun.

Kerja hormon estrogen adalah menghambat transmisi GABA (dengan merusak enzim glutamat dekarboksilase).Sedangkan kita ketahui bahwa GABA merupakan neurotransmiter inhibitorik, sehingga nilai ambang kejang makin rendah dengan akibat peningkatan kepekaan untuk terjadinya serangan epilepsi. Sebaliknyakerja hormon progesteron adalah menekan pengaruh glutamat sehingga menurunkan kepekaan untuk terjadinya serangan epilepsi.Progesteron yang bersifat antiepileptik akan meningkat pada faseluteal dalam siklus menstruasi sehingga pada masa itu frekuensi bangkitan akan turunPerubahan MetabolikPada kehamilan akan terjadi hemodilusi, dengan akibat filtrasi glomerulus berkurang sehingga terjadi retensi cairan serta edema, akibatnya kadar obat dalam plasma akan menurun. Retensi cairan yang terjadi menyebabkan hiponatremi. Keadaan ini akan menimbulkan gangguan parsial dari sodium pumpyang mengakibatkan peninggian eksitabilitas neuron dan mempresipitasi bangkitan. Adanya kenaikan berat badan pada wanita hamil yang disebabkan retensi air dan garam serta perubahan metabolik seperti terjadinya perubahan metabolisme di hepar juga dapat mengganggu metabolisme obatanti epilepsi (terutama proses eliminasi), terjadinya alkalosis respiratorik dan hipomagnesemia. Keadaan ini dapat menimbulkan kejang, meskipun masih selalu diperdebatkan.

Deprivasi TidurWanita hamil sering mengalami kurang tidur yang disebabkan beberapa keadaan seperti rasa mual muntah, nyeri pinggang, gerakan janin dalam kandungan, nokturia akibat tekanan pada kandung kencing dan stress psikis. Semuanya ini dapat meningkatkan serangan kejang. Mual muntah yang sering pada kehamilan trimester pertama dapat mengganggu pencernaan dan absorbsi obat anti epilepsi. Dimethicone merupakan salah satu obat yang sering digunakan untuk hiperasiditas, gastritis, dyspepsia, ulkus duodenal dan abdominal distention dapatmenurunkan absorbsi phenytoin sebanyak 71%. Kaolin menurunkan absorbsi sebanyak 60% dan magnesium trisilikat efeknya tidak nyata. Tonus lambung dan pergerakannya menurun pada kehamilan sehingga menghambat pengosongan lambung.

Perubahan Farmakokinetik pada obat anti epilepsiPenurunan kadar obat anti epilepsi ini disebabkan oleh beberapakeadaan antara lain berkurangnya absorbsi (jarang), meningkatnya volumedistribusi, penurunan protein binding plasma, berkurangnya kadar albumin dan meningkatnya kecepatan drug clearance pada trimester terakhir. Penurunan serum albumin sesuai dengan bertambahnya usia gestasi mempengaruhi kadar plasma obat anti epilepsi, sehingga obat anti epilepsi yang terikat dengan protein berkurang dan menyebabkan peningkatan obatanti epilepsi bebas. Namun obat anti epilepsi ini akan cepat dikeluarkan sesuai dengan meningkatnya drug clearance yang disebabkan oleh induksienzim mikrosom hati akibat peningkatan hormon steroid (estrogen dan progesteron). Pada umumnya dalam beberapa hari-minggu setelah partuskadar obat anti epilepsi akan kembali normal.

Suplementasi Asam FolatPenurunan asam folat (37%) dalam serum darah dapat ditemukan pada penderita yang telah lama mendapat obat anti epilepsi, pada kehamilan trimester ketiga menjelang partus dan pada masa puerperium bagi ibu hamilyang sebelumnya tidak pernah mendapat suplemen asam folat. Wanita hamil dengan epilepsi lebih mungkin menjadi anemia 11% (anemia mikrositer),karena sebagian besar obat anti epilepsi yang dikonsumsi berperan sebagai antagonis terhadap asam folat dan juga didapatkan thrombositopenia. Suplementasi asam folat dapat mengganggu metabolisme obat antiepilepsi (phenytoin dan phenobarbital) sehingga mempengaruhi kadarnya dalam plasma. Namun dapat dikatakan tidak sampai meningkatkan jumlah serangan kejang.Rendahnya asam folat selama kehamilan mempunyai risiko terjadinya insiden abortus spontan dan anomali neonatal, gangguan perkembangan pada bayi yang dilahirkan. Jadi walaupun terdapat sedikit kekhawatiran terhadap pemberian asam folat namun dosis rendah minimal 0,4 mg/hari tiap hari secara teratur masih dianggap aman dan dapatdilanjutkan selama kehamilan pada wanita penyandang epilepsi. Dosistinggi (4 mg/hari) diberikan pada wanita hamil yang sebelumnya melahirkan anak dengan kelainan neural tube defect, terutama wanita yang mendapatobat anti epilepsi asam valproat dan karbamazepinPENGARUH EPIOLEPSI TERHADAP JANINSerangan epilepsi pada wanita hamil dapat menyebabkan kelainan(malformasi kongenital) atau kematian pada janin.Kematian pada janin lebih sering disebabkan saat serangan ibu hamil mengalami kecelakaan seperti terjatuh, luka bakar dan tenggelam. Sedangkan trauma dapat menyebabkan pecahnya selaput ketuban, persalinan prematur, infeksi.Kejang umum tonik klonik sekali saja atau tunggal akan mempengaruhidenyut jantung janin menjadi lambat (transient fetal bradycardia selama 20menit), sedangkan bila kejang berulang dan berlangsung lama komplika siterhadap jantung menjadi lebih berat serta dapat mengganggu sirkulasi sistemik janin sehingga bisa timbul hipoksia.Pengaruh lainnya yang dapat dijumpai akibat kejang pada wanita hamilyaitu keguguran 3-4 kali dari kehamilan normal, kemampuan untuk hidup janin menurun seperti Apgar skor yang rendah, lahir mati dan kematian perinatal, gangguan perkembangan janin (berat badan lahir rendah dan kelahiran prematur) menjadi 2 kali lipat serta terjadi perdarahan intra kranial, dimana setelah dilakukan induksi persalinan ternyata bayi yang meninggal sudah mengalami maserasi. Bila status epileptikus timbul saat kehamilan biasanya sepertiga dari ibu-ibu dan setengah dari janin tidak dapat diselamatkan dan harus segera diatasitanpa memandang kehamilannya.PENGARUH OBAT ANTI EPILEPSI (OAE) TERHADAP KEHAMILANDalam membandingkan efek samping (kematian dan anomali) ketigaobat anti epilepsi maka yang paling kurang efek sampingnya berturut-turutadalah phenobarbital, phenytoin dan karbamazepin.Beberapa tindakan obastetik yang perlu dipertimbangkan akibat pengaruh obat anti epilepsi pada kehamilan yaitu amniosintesis (trimester II dan III) dan induksi partus.

Keadaan ini disebabkan oleh partus lama, perdarahan dan kelelahan uterus dan fisik akibat obat anti epilepsi,sehingga akhirnya dilakukan seksio sesaria. Sebenarnya epilepsi sendiri bukanlah suatu indikasi untuk operasi, karena kejang tonik klonik hanyaterjadi kurang dari 2% dari wanita hamil penyandang epilepsi sehingga Hilesmaa membuat daftar indikasi seksio sesaria yaitu Seksio Sesaria Elektif

1. Dasar neurologik atau defek mental

2. Kurang kerja sama wanita penyandang epilepsi selama partus3. Kejang yang sukar diatasi pada trimester III

4. Kejang parsial kompleks yang timbul tiap hari

5. Kejang tonik klonik yang timbul tiap minggu

6. Ada riwayat kejang hebat setelah stress fisik mental

Seksio Darurat1. Kejang tonik klonik selama partus

2. Adanya asfiksia janin

3. Tidak adanya kerja sama maternalPENANGAN KEHAMILAN DENGAN EPILEPSIPemberian OAEHingga saat ini, belum ada penelitian prospektif, terkendali komparatif yang mengindikasikan bahwa OAE mana yang paling aman selama kehamilan. Terjadinya cacat lahir ini selainbergantung pada jenis dan dosisobat OAE, lama dan waktu serta cara pemberiannya, juga dipengaruhi oleh faktor genetik, beratnya epilepsi yang diderita ibu, atau kombinasi dari berbagai faktor tersebut. Penovich et al. (2004) merekomendasikan penggunaan OAE dalam kehamilan :1. Gunakan monoterapi dengan OAE yang dipilih untuk sindrom atau tipe bangkitan.2. Gunakan dosis yang paling rendah yang diperlukan untuk mengendalikan bangkitan dengan optimal.3. Hindari kadar puncak yang tinggi dengan membagi dosis harian total kedalam dosis multipel yang lebih kecil.4. Ada bukti bahwa sediaan extendedrelease mungkin lebih aman selama kehamilan.5. Periksa kadar obat total dan bebas setiap bulan.

Pemberian asam FolatPada trimester pertama kehamilan, folat sangat penting dalam mencegah cacat bawaan, khususnya NTD. Neural tube defect adalah salah satu dari malformasi yang terjadi lebih sering pada wanita dengan pengobatan antiepileptik, khususnya dengan sodium valproat. Telah diketahui dengan elas bahwa asam folat prakonsepsi (dengan dosis 4-5 mg/hari) efektif dalam mengurangi risiko neural tube defect diantara ibu dengan risiko tinggi karena memiliki anak yang dengan kondisi tersebut sebelumnya.

Tetapi penelitian yang menunjukkan sebuah efek protektif dari suplemen folat pada wanita dengan epilepsi masih kurang. Dosis optimal asam folat belum diketahui secara pasti. Untuk perempuan yang tidak mengalami defisiensi asam folat cukup diberi 1 mg/hari. Apabila terbukti ada defisiensiasam folat maka kepada penderita perlu diberi asam folat dengan dosisyang lebih tinggi, dapat diberikan sampai 4 mg/hari.

Pemberian Vitamin KBayi dari ibu yang mendapatkan pengobatan dengan OAE tertentu (karbamazepin, fenitoin, primidon, fenobarbiton) memiliki risikoyang lebihtinggi untuk mengalami perdarahan pada neonatus yang disebabkan defisiensi faktor penjendalan yang tergantung pada vitamin K. Ibu dengan obat ini harus mendapatkan penanganan profilaksis dengan vitamin K (Konakion) 20 mg oralper hari dari usia kehamilan 36 mingguhingga persalinan dan bayi mereka harus mendapatkan vitamin K 1 mg intramuskuler pada saat kelahiran.DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F.G., Gant, Norman F. Leveno, Kenneth J. 2006. Obstetri

Williams Volume 1 edisi 21. Jakarta : EGC.Bittigau P, Sifringer M, Ikonomidou C. 2003. Antiepileptic drugs and apoptosis in

the developing brain. Ann N Y AcadSci.Yerby MS, Kaplan P, Trant T. 2004. Risks and management of pregnancy inwomen with epilepsy. Cleveland Clinic Journal of Medicine.

Penovich PE, Karen E. Eck, Vasiliki V. 2004. Recommendations for the care of

women with epilepsy. Cleveland Clinic Journal of Medicine. Aaron B Caughey et. Al. 2004. Seizure Disorders in PregnancyCopyright.eMedicine.com, Inc.STATUS PENDERITA NEUROLOGIIDENTITASNama:Ny.AUmur:18 tahunJenis Kelamin:PerempuanAlamat:Lekok PasuruanMasuk RS Tanggal:29 Maret 2015ANAMNESIS

Penderita di rawat di Ruang VK obgyn dikonsulkan kepada pihak neuro dengan keluhan kejang pasca melahirkan. Dari heteroanamnesa didapatkan kejang lebih dari 5 menit, tonik klonik dan pasien dalam kondisi tidak sadar. Sebelum melahirkan pasien juga sempat kejang kurang lebih 3x dalam 9 bulan kehamilan. Dari riwayat penyakit dahulu , pasien tidak memiliki riwayat kejang demam. Sejak remaja pasien pernah kejang beberapa kali dalam setahun tapi tidak pernah mendapatkan pengobatan. Pasien mengaku bahwa ini merupakan kehamilan kedua setelah mengalami keguguran 1x.Riwayat darah tinggi disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal.PEMERIKSAAN FISIK

a. Status PraesensKesadaran :ComposmentisGizi:-Suhu Badan:36,7 0C

Nadi:87 x/menit

Pernapasan:24 x/menit

Tekanan Darah:120/90 mmHg

Berat Badan:55 kgTinggi Badan:153 cmStatus Internis

Jantung:S1-S2 normal, Murmur (-), Gallop (-)

Paru:Vesikuler (+/+) normal, Ronki (-/-), Wheezing (-)/(-)

Hepar:tidak terabaLien:tidak terabaAnggota Gerak: akral hangat, edema (-/-)Genetalia:tidak dilakukan pemeriksaanb. Status Psikis

Sikap:kooperatif

Perhatian:ada

Ekspresi Muka:sesuaiKontak Psikis:ada

c. Status Neurologis

1. Kepala

Bentuk:normalUkuran:normalSimetris:simetris2. Leher

Sikap:lurus

Torticollis:tidak ada

Kaku kuduk:tidak adaDeformitas:tidak ada

Tumor:tidak ada

Pembuluh darah:tidak ada pelebaran

3. Syaraf-Syaraf Otak

A. N. OlfaktoriusKananKiri

PenciumanTidak ada kelainanTidak ada kelainan

AnosmiaTidak adaTidak ada

HyposmiaTidak adaTidak ada

ParosmiaTidak adaTidak ada

B. N. Optikus

KananKiri

VisusTidak ada kelainanTidak ada kelainan

Campus visi

AnopsiaTidak adaTidak ada

HemianopsiaTidak adaTidak ada

Fundus OculiKananKiri

Papil edemaTidak diperiksaTidak diperiksa

Papil atrofiTidak diperiksaTidak diperiksa

Perdarahan retinaTidak diperiksaTidak diperiksa

C. N. Oculomotorius, Trochlearis, dan Abducen

KananKiri

DiplopiaTidak adaTidak ada

Celah mataSimetrisSimetris

PtosisTidak adaTidak ada

Sikap Bola mata

Strabismus Exophtalmus

Enophtalmus

Deviation ConjugeTidak adaTidak ada

Tidak ada

Tidak adaTidak adaTidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Pupil Bentuk

DiameterBulat

3 mmBulat

3 mm

Iso/AnisokorIsokor

Midriasis/Miosis Refleks cahaya

Langsung

Konsensuil

AkomodasiMiosisAda

Ada

Ada

MiosisAda

Ada

Ada

D. N. Trigeminus

KananKiri

Motorik Menggigit

Trismus

Refleks korneaKuat

Tidak adaBaik Kuat

Tidak adaBaik

Sensorik Dahi

Pipi

DaguBaik

Baik

BaikBaik

Baik

Baik

E. N. Facialis

KananKiri

Motorik

Mengerut dahiSimetris

Menutup mata

Menunjukkan gigi

Lipat nasolabialisLagophtalmus tidak adaTidak ada kelainan

Tidak ada kelainanLagophtalmus tidak adaTidak ada kelainanTidak ada kelainan

Bentuk muka

Istirahat Simetris

Bicara/bersiulSimetris

Sensorik

2/3 depan lidahTidak ada kelainan

Otonom

Salivasi LakrimasiNormal

Normal

Chovsteks SignTidak ada

F. N. Cochlearis

KananKiri

Suara bisikan Detik arlojiTerdengarTerdengar Terdengar Terdengar

Test Weber

Test Rinner Tidak dilakukan

Tidak dilakukanTidak dilakukan

Tidak dilakukan

G. N. Vagus dan Glossopharingeous

KananKiri

Arcus pharynx

Uvula

Gangguan menelan

Suara bicara

Denyut jantungSimetris

Di tengah

Tidak ada

Tidak ada kelainanNormal

Refleks

Muntah

Batuk

Oculocardic

Sinus caroticusTidak dilakukan pemeriksaan

Tidak dilakukan pemeriksaan

Tidak dilakukan pemeriksaan

Tidak dilakukam pemeriksaan

Sensorik

1/3 belakang lidahTidak ada kelainan

H. N. Acessorius

KananKiri

Mengangkat bahuKuat Kuat

Memutar kepalaTidak ada kelainan

I. N. Hypoglosus

KananKiri

Menjulur lidahSimetris

Fasikulasi

Atrofi papil

DisatriaTidak ada

Tidak ada

Tidak ada

4. Columna Vertebralis

Kyphosis:tidak ada Scoliosis:tidak ada Lordosis :tidak ada Gibbus :tidak ada Deformitas :tidak ada Tumor :tidak ada Meningocele:tidak ada Hematoma:tidak ada Nyeri ketok:tidak ada5. Badan dan Anggota Gerak

A. Motorik

LenganKananKiri

GerakanNormalNormal

Kekuatan55

TonusNormal Normal

Refleks Fisiologis Biceps

Triceps

Periost radius

Periost ulnaNormal

Normal

Normal

NormalNormalNormal

Normal

Normal

Refleks Patologis

Hoffman TromnerNegatif

TungkaiKananKiri

GerakanNormalNormal

Kekuatan55

TonusNormal Normal

Klonus

Paha

Kaki

Refleks Fisiologis

KPR

APR

Refleks Patologis

Babinsky

Chaddock

Oppenheim

Gordon

Schaffer

Rossolimo

Tidak ada

Tidak ada Normal Normal Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada Menurun Menurun

Tidak ada Tidak adaTidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Refleks Kulit Perut Atas

Tengah

Bawah

Tropik Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

B. SensorikTidak terdapat gangguan sensorik

GAMBAR

6. Gejala Rangsang Meningeal

KananKiri

Kaku kudukTidak ada

Kernig

Tidak ada

Tidak ada

Brudzinsky

Neck

Cheek

SymphysisTidak ada

Tidak ada

Tidak ada

7. Gait dan Keseimbangan

Gait Ataxia:belum dapat dinilai

Hemiplegic:belum dapat dinilai

Scissor:belum dapat dinilai

Propulsion:belum dapat dinilai

Histeric:belum dapat dinilai

Limping:belum dapat dinilai

Steppage:belum dapat dinilai

Astasia-abasia:belum dapat dinilai

Keseimbangan

Romberg:belum dapat dinilai

Dysmetri:belum dapat dinilaiJari-jari:belum dapat dinilaiJari-hidung:belum dapat dinilaiTumit-tumit:belum dapat dinilaiDysdiadochokinesis:belum dapat dinilaiTrunk ataxia:belum dapat dinilaiLimb ataxia:belum dapat dinilai8. Gerakan Abnormal

Tremor:tidak ada

Chorea:

tidak ada Athetosis:tidak ada Ballismus:

tidak ada Dystoni:tidak ada Myoclonic:tidak ada9. Fungsi Vegetatif

Miksi :tidak ada kelainan

Defekasi:tidak ada kelainan

Ereksi :tidak dilakukan pemeriksaan

10. Fungsi Luhur

Afasia motorik:tidak ada kelainan Afasia sensorik:tidak ada kelainan Apraksia:tidak ada kelainan

Agrafia:tidak ada kelainan

Alexia :tidak ada kelainanPEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium

1. Darah

Pemeriksaanhasilsatuannilai normal

Hb14,0g/dl12 14

Leukosit8.900/ul5000 - 10000

Trombosit223.000/ul150.000 - 400.000

Hematokrit 43%40 48

Hitung jenis

Basofil

Eosinofil

Batang

Segmen

Limfosit

Monosit0

2062315%

%

%

%

%

%0 - 1

1 - 3

2 - 6

50 - 70

20 - 40

2 8

Glukosa Sewaktu112mg/dl< 180

2. Urine

Tidak dilakukan pemeriksaan

3. Faeces

Tidak dilakukan pemeriksaan

b. Liquor Cerebro SpinalTidak dilakukan pemeriksaan

c. Pemeriksaan Khusus

Rontgen foto cranium:tidak dilakukan pemeriksaan

Rontgen foto thoraks:tidak dilakukan pemeriksa Rontgen foto columna vertebralis:tidak dilakukan pemeriksaan

Electroencephalography:tidak dilakukan pemeriksaan

Arteriography:tidak dilakukan pemeriksaan

Electrocardiography:tidak dilakukan pemeriksaan Pneumography:tidak dilakukan pemeriksaan

Lain-lain:USG kehamilanDIAGNOSA KLINIKG2P0001AB0 + Epilepsi in PregnancyDIAGNOSA TOPIK

Susp. Thalamus, korteks serebriDIAGNOSA ETIOLOGI

IdiopatikPENGOBATANa. Perawatan

Bedrest.b. MedikamentosaIVFD Asering 2fls/hr

Na Phenitoin 3x100mg Ranitidin Vit.B6 2x5mgPROGNOSA

Quo ad vitam:ad bonam

Quo ad functionam:dubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, Arief et al. 2000. Strok dalam Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI, Jakarta. Hal 17-20 2. Widjaja, L 1993. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Lab/bagian Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.Hal 1-48

3. Sidharta P, Mardjono M. 2004. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf dalam Neurologi klinis dasar. Dian Rakyat. Surabaya. Hal 269-293

4. Corwin EJ 2000. Stroke dalam buku saku patofisiologi .editor Endah P. EGC, Jakarta. Hal 181-182.

5. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin Achmad/ FK UNRI. Pekanbaru 2007. Available from: http://eprints.undip.ac.id/29354/3/Bab_2.pdf 6. Adam H.P., Zoppo G.J.D. & Kummer R.V. (2002); Management of stroke : A practical guide for the prevention, evaluation, and treatment of acute stroke, Professional Communications, NC, A Medical Publishing Company.12