A2 dmd
Transcript of A2 dmd
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Duchenne muscular dystrophy (DMD) merupakan penyakit distropi muscular progresif,
bersifat herediter, dan mengenai anak laki-laki. Insiden penyakit itu jarang, hanya sebesar
satu dari 3500 kelahiran bayi laki-laki.1 Pada penelitian lainnya juga menyebutkan lebih
jarang yaitu insiden penyakit ini hanya satu dari 3600-6000 kelahiran bayi laki-laki.
Penyakit ini diturunkan melalui X-linked resesif, dan hanya mengenai pria, sedangkan
perempuan hanya sebagai karier. Namun sekitar 10 % wanita yang karier menunjukan
beberapa penyakit yang bisa termasuk kelainan pada cognitifnya. Walaupun pada wanita
lebih sedikit daripada laki-laki, sedikit kasus juga mempunyai gejala yang sama seperti yang
terlihat pada anak laki-laki yang terkena peyakit.2
Pada DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom X, lokus Xp21.2
yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin. Perubahan patologi pada
otot yang mengalami distrofi terjadi secara primer dan bukan disebabkan oleh penyakit
sekunder akibat kelainan sistem saraf pusat atau saraf perifer. Distrofin merupakan protein
yang sangat panjang dengan berat molekul 427 kDa dan terdiri dari 3685 asam amino.
Penyebab utama proses degeneratif pada DMD kebanyakan akibat delesi pada segmen gen
yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin pada membrane sel otot,
sehingga menyebabkan ketiadaan protein tersebut dalam jaringan otot. 1
Proses distrofi otot sudah dimulai sejak lahir, munculnya kelemahan berjalan pada awal
decade kedua. Individu yang terkena penyakit ini sedikit mengalami keterlambatan dalam
perkembangan motorik (motor milestones) dan paling sering tidak dapat berjalan dan berlari
sewajarnya karena kelemahan otot yang terjadi. Pasien hanya bisa duduk di kursi roda.2
Untuk itu, dibutuhkan adanya penanganan yang komprehensif untuk membantu dalam fungsi
motorik pada penyakit ini baik itu dari awal mendiagnosis, penanganan sampai rehabilitasi
yang dapat meningkatkan kekuatan otot pasien.
.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa epidemiologi dari duchenne muscular dystrophy?
1.2.2 Bagaimana etiologi dari duchenne muscular dystrophy?
1.2.3 Bagaimana pathogenesis dari duchenne muscular dystrophy ?
1.2.4 Apa saja manifestasi klinis dari duchenne muscular dystrophy?
1.2.5 Bagaimana diagnosis dari duchenne muscular dystrophy?
1.2.6 Bagaimana pengobatan dari duchenne muscular dystrophy?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui etiologi dari duchenne muscular dystrophy.
1.3.2 Mengetahui epidemiologi dari duchenne muscular dystrophy.
1.3.3 Mengetahui patogenesis duchenne muscular dystrophy.
1.3.4 Mengetahui manifestasi klinis duchenne muscular dystrophy.
1.3.5 Mengetahui cara mendiagnosis penyakit duchenne muscular dystrophy.
1.3.6 Mengetahui cara mengobati penyakit duchenne muscular dystrophy.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dalam penulisan ini ada dua, yaitu (1) manfaat bagi praktisi
kesehatan; (2) manfaat bagi mahasiswa. Manfaat-manfat tersebut akan diuraikan sebagai
berikut.
1.4.1 Bagi Praktisi Kesehatan
Dapat memahami dan mengenali penyakit duchenne muscular dystrophy lebih spesifik
serta mampu untuk menanganinya sesuai evidence based yang ada.
1.4.2 Bagi Mahasiswa
Meningkatkan pengetahuan akan penyakit-penyakit yang sering terjadi di masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Epidemiologi
Duchenne muscular dystrophy merupakan penyakit distrofi otot yang paling sering terjadi
pada anak-anak usia 3-5 tahun. Mulai dari bayi dan cenderung memiliki progresivitas yang
cepat. Insiden duchenne muscular dystrophy adalah 13 sampai 33 orang per 100.000
penduduk terkena penyaki tini. Perbandingan antar gender, insiden pada laki-laki lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita.
2. Etiologi
Duchenne muscular dystrophy merupakan gangguan genetik (x-link recessive). Sekitar
30% kasus menunjukkan adanya riwayat keluarga dan pasien menunjukkan mutasi yang
spontan, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan yang mendetail pada ibu dari pasien itu
sendiri. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan (1) jika wanita hanya
memiliki chromosome X yang sama, maka terjadi5 pada sindrom tarner (XO) dan jika
chromosom carrier tersebut menyerang gen maka akan mempengaruhi pula gen laki-laki. (2)
penyakit ini bisa terjadi melalui Lyon prinsip yaitu inaktivasi dari normal paternal
chromosome X dalam proporsi yang lebih luas pada sel embryonic.
3. Patofisiologi DMD
DMD adalah kelainan genetic yang diwariskan secara x linked resesif yang terjadi pada
kromosom X, lokus Xp21.22-4 . Kromosom ini bertanggung jawab terhadap pembentukan
protein distrofin. Distrofin adalah protein yang sangat panjang dengan berat molekul 427 kD,
dan terdiri dari 3685 asam amino. Distrofin bersama dengan beberapa protein lain yaitu
dystrophin associated protein (DAPs) memberikan stabilitas terhadap membrane sel otot
secara fisik dan fisiolog.
Pada DMD gen pengkode distropin mengalami mutasi baik berupa delesi, duplikasi
maupun mutasi pergeseran yang menimbulkan hilangnya protein otot dan menyebabkan
suatu kelebihan pada enzim creatine kinase. Tanpa distrofin, otot akan mudah mengalami
trauma mekanis dan degenerasi karena kemampuan regenerative mengalami
inaktivasi. Gangguan fungsi distrofin menyebabkan sarkolemma otot menjadi kurangstabil.
Ketidakstabilan ini menyebabkan kerusakan otot, nekrosis, dan fibrosis. Infiltrasi sel
inflamasi pada serat otot yang mengalami degenerasi pada DMD tampak pada biopsy otot.
Ketiadaan distrofin akan bermanifestasi pada masalah fisiologis otot berupa kesulitan gerak
secara progresif akibat adanya fragilitas membrane myofibril, sehingga terjadi siklus
degenerasi dan regenerasi kronis yang disertai hilangnya potensi regenerais. Kesemua proses
ini akan memberikan tampilan klinis yang khas pada pasien dengan DMD
4. Manifestasi Klinis
1. Manouvre dari Gowers : Bila penderita dari letak tidur terlentang lalu berdiri maka akan
melakuakan gerakan-gerakan yang khas, yang disebut Manouvre Gowers. Dari tidur
terlentang, penderita membalikan tubuhnya menjadi tidur terkurap. Kemudian tubuhnya
dinaikan dengan bantuan tangannya yang ditekankan pada lantai, tungkai bawah, dan
tungkai atas (penderita memanjat pada kakinya sendiri)
2. Jalan Seperti bebek angsa (wassling gait) : Gaya jalan ini timbul karena ada kelemahan
dan distrofi dari otot-otot gelang panggul. Ini mengakibatkan punggung di daerah lumbal
bertambah cekung.
3. Tanda skapula alata : bila kedua tangan ditekankan di tembok, maka kedua scapula
tampak menonjol, berhubungan juga dengan otot-otot di gelang bahu adalah distrofi.
4. Tanda “bahu lepas” : saat tangan kita dibawah ketiak penderita dan kita mencoba
mengangkat penderita dengan tangan kita, maka yang terangkat hanyalah bahunya
5. Pseudohipertrofi pada betis : otot-otot pada betis tenaganya menurun dan distrofi , tetapi
tampaknya seperti atlet karena banyaknya lemak pada betis tersebut.
6. Pada usia 10 tahun, pasien mulai mengalami kesulitan untuk berjalan karena terjadi proses
kelemahan dan degenerasi otot skeletal yang terus berlangsung dengan cepat. Pada
mulanya muncul deformitas equines dan ankle yang diikuti dengan kontraktur fleksi pada
kedua panggul, lutut, siku lengan yang berjalan progresif.
7. Pada usia 12 tahun, pasien sudah tidak dapat berjalan lagi sehingga memerlukan kursi
roda. Lemahnya otot-otot tubuh dan otot perut menyebabkan tulang belakang kolaps dan
timbul skoliosis yang progresif akibat gaya gravitasi. Kolaps tulang belakang ini juga
mengakibatkan thoracolumbal kyphosis.
8. Pada usia 16 tahun, pasien kehilangan kemampuan untuk duduk dan hanya berbaring di
tempat tidur. Pasien hanya mampu melakukan gerakan fleksi dan ekstensi pada jari-jari
tangan dan jempol kaki.
9. Pada usia sekiat 19 sampai 20 tahun pasien meninggal karena kegagalan bernapas, serta
paru kolaps dan mengalami infeksi
10. Biasanya didapatkan retardasi mental dengan derajat ringan yang bersifat non progresif.
Tetapi, beberapa dari mereka memiliki skor IQ yang normal.
5. Diagnosis
Secara umum, diagnosis DMD dapat ditegakkan melalui anamnesis basic 4 dan sacred 7.
Kemudian diikuti dengan pemeriksaan fisik (look, feel, move) dan jika diperlukan dapat
dilakukan pemeriksaan laboratorium baik melihat struktur histology atau mengecek kadar
suatu enzim. (majalah kedokteran indonesia.september 2007.volum:57.nomor:9) Proses
penentuan diagnosis tersebut dapat ditegakkan dengan melihat beberapa gejala umum DMD
yang dapat mencakup proses anamnesis, pemeriksaan fisikdan laboratorium seperti:
- Umumnya mengenai laki-laki dan sering dijumpai memiliki IQ yang rendah.
- Penyakit genetik (X-linked recessive inheritance)
- Onset pada penderita sebelum usia 5 tahun dan kelambatan motor milestone
- Adanya kelemahan pada otot bagian proximal, Gower sign positive dan
pseudohypertrophy otot(lemak yang meningkat pada betis dan terjadi inflamasi).
(W.Sudoyo, Aru dkk.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Interna
Publishing)Gower sign positive merupakan suatu keadaan dimana ketika penderita tidur
terlentang, akan membalikkan tubuhnya menjadi tidur tengkurap dan menaikkan
tubuhnya dengan melakukan penekanan pada tangan di lantai untuk melawan lutut, siku
dan paha ketika berdiri (penderita seperti memanjat kakinya sendiri). (Ngoerah,I
Gst.Ng.Gd.1990.Dasar-dasar ilmu penyakit saraf.Surabaya:universitas airlangga)
- Gambaran EMG miopatik. Hasil pemeriksaan EMG menunjukkan hantar saraf dalam
batas normal(majalah kedokteran indonesia.september 2007.volum:57.nomor:9)
- Berdasarkan teori muskular membran lekage, pemeriksaan laboratorium darah tepi
menunjukkan terjadi aktivitas CPK yang meningkat dalam serum, kreatin yang
meningkat pada urine dan kreatinin yang menurun pada urine yang dipengaruhi oleh
latihan, trauma, radioterapi, psikosis akut dan tetanus. (Ngoerah,I Gst.Ng.Gd.1990.Dasar-
dasar ilmu penyakit saraf.Surabaya:universitas airlangga)
- Hilang atau bertambah beratnya penurunan dystrophy pada biopsi otot atau test genetik.
Test genetik melalui analisis DNA dara dilakukan dengan menggunakan metode PCR,
menunjukkan delesi pada ekson 45 gen dystrophin (Dracopoli NC, Haines JL, Korf BR,
Morton CC, Seidman EC,et al. Current Protocol in Human Genetics: Multiplex CPR for
identifying dystrophin gene deletion, volume2. New York: John Wiley and Son Inc
2004:34:9.3.1-9.3.19)
- Pada penelitian elektronmikroskopi terlihat gambaran serabut otot pada tempat tertentu
yang tidak memiliki sarkolema. Pemeriksaan histopatologis menunjukkan gambaran otot
dengan variasi serabut yang besar tampak degenerasi otot serta internal nuclei bertambah,
jaringan ikat endomisium dan perimisium meingkat(Ngoerah,I Gst.Ng.Gd.1990.Dasar-
dasar ilmuenyakit saraf.Surabaya:universitas airlangga)
- Pemeriksaan radiologi menunjukkan kifoskoliosis thorakolumbal, penyempitan celah
sendi genu bilateral serta disuse osteophoroticpedis dan kruris bilateral.
(SussmanM.Duchenne Muscular Dystrophy. J Am Acad Orthop Surg 2002:10:138-51)
Kelemahan yang progressive pada pinggul dan otot dari punggung, menyebabkan kelemahan
pada paraspinalis yang akan membuat sulit berjalan. Sehingga memicu munculnya karakter
klinis dari DMD, yang akan memudahkan untuk dibedakan dengan jenis muscular dystrophy
lainnya(tipe becker), seperti:
- Punggung dan lengan akan menonjol ke belakang ketika berjalan(scapula alata/scapular
winging) yang menunjukkan tanda bahu lepas. (W.Sudoyo, Aru dkk.2009.Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Interna Publishing)Ketika kedua tangan pasien ditekankan
ke tembok maka skapula tampak menonjol, berhubung otot-otot di gelang bahu adalah
dystrophy. Atau apabila kita tempatkan tangan di bawah ketiak penderita, dan mencoba
mengangkat penderita , maka yang terangkat hanyalah bahunya saja sedangkan tubuhnya
tidak terangkat. Apabila penderita menempatkan tangannya di atas tangan kita dan
mecoba menekan tangan kita, maka bahunya aka bergerak ke atas. (Ngoerah,I
Gst.Ng.Gd.1990.Dasar-dasar ilmuenyakit saraf.Surabaya:universitas airlangga)
- Lumbar lordosis atau sway back
- Bagian perut akan menonjol ke arah depan akibat adanya lordosis, sehingga anak-anak
akan sulit untuk melakukan sit-up. (W.Sudoyo, Aru dkk.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.Jakarta:Interna Publishing)
- Waddling gait, gaya berjalan seperti bebek. Hal ini terjadi karena kelemahan dan
dystrophy otot-otot tulang gelang panggul dan mengakibatkan punggung di daerah
lumbal bertambah cekung dan lordosis lumbal bertambah dalam.
- Anteroposterior scoliotic curva, apabila dilakukan pengambilan gambar x-ray terlihat
gambaran skoliosis pada sudut anteroposterior(Ngoerah,I Gst.Ng.Gd.1990.Dasar-dasar
ilmuenyakit saraf.Surabaya:universitas airlangga)
- Joint contarcture, terjadi kelemahan dan penipisan pada tulang paha terutama bagian
frontal, kelemahan otot pada kaki depan akibat “foot drop” dan kontraktur berjinjit,
gambaran kontraktur pada bagian dorsal seperti terikat dan tertarik ke belakang sehingga
anak akan berjalan menggunakan jari kakinya
- Respiratory impairment akibat perubahan posisi lumbar lordosis sehingga menekan dan
membuat perubahan pada area pernapasan.
- Weight gain, gambaran lutut menekuk untuk menahan berat badan
- Keseimbangan yang lemah, sering terjatuh, terkadang kaku ketika berjalan
- Otot bagian bawah kaki terlihat lebih tebal, namun lemah akibat adanya penumpukan
lemak
- Otot yang terletak pada daerah pinggul sampai pantat akan tertarik ke belakang.
(W.Sudoyo, Aru dkk.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Interna Publishing)
6. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan spesifik untuk kongenital muscular dystrophy. Pengobatan
difokuskan pada perawatan pendukung, multidisiplinary dan terapi rehabilitasi. (majalah
kedokteran indonesia.september 2007.volum:57.nomor:9) Setiap pengobatan memiliki
tujuan untuk dapat meningkatkan mobilitas, yang dapat dilaksanakan melalui:
- Terapi fisik berupa fisioterapi dan pemakain alat bantu untuk mencegah kontraktur
plantar flexi yang berpengaruh pada keseimbangan dan cara berjalan. Dapat diberikan
latihan Stretching heel-cord dan ankle foot orthosis pada waktu malam. Tapi tidak dapat
mencegah terjadinya kontraktur. Ketika kontraktur tendo achilles bertambah besar,
dapatdilakukan lenghtening tendon achilles. Pemakaian knee ankle foot orthosis pada
otot quadriceps yang mulai melemah dan berkembangnya flexi kontraktur otot untuk
membantu pasien berdiri dan berjalan .(SussmanM.Duchenne Muscular Dystrophy. J Am
Acad Orthop Surg 2002:10:138-51)
- Operasi pada “tight joint”
- Prednisone: dapat membantu meningkatkan kemampuan berjalan 2-3 tahun.
Dosis: harian: 0,75 mg/kg/minggu ketika dosis mulai diberikan
Mingguan: 5-10mg/kg/minggu ketika dosis mulai diberikan
2,5-5 mg pada hari jumat dan sabtu, sehingga menyebabkan efek samping yang lebih
rendah dibandingkan dosis harian.
- Menggunakan kursi roda sebagai alat bantu untuk melakukan aktivity daily
living(majalah kedokteran indonesia.september 2007.volum:57.nomor:9)
Melihat tanda dan gejala yang spesifik dan khas pada DMD, maka terdapat beberapa pengobatan
spesifik yang bertujuan meningkatkan pernapasan, seperti:
- Terapi oksigen, dilakukan mengingat fungsi paru terus memburuk stelah dilakukan fusi
spinal karena proses distrofi progresif otot pernapasan termasuk otot diafragma, selain itu
terjadi gangguan fungsi jantung(masalah multisistem akibat degenerasi otot skeletal).
- Ventilator untuk membantu mencegah pneunomia dan dekompensasi pulmonal
- Operasi skoliosis atau dapat dilakukan fusi spinal
- Tracheotomy
- Pemasangan nagastric tube untuk aspirasi cairan lambungpada pasien dengan hipotonia
saluran cerna yang menyebabkan pengosongan lambung menjadi sulit. .
(SussmanM.Duchenne Muscular Dystrophy. J Am Acad Orthop Surg 2002:10:138-51)
Pengobatan spesifik penting dilakukan, mengingat prognosis mengarah kematian pada usia
20 tahun akibat gagal napas. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah melakukan test
genetik dengan mencari silsilah keluarga, karena penyakit ini terikat pada kromosom X dan
bersifat carrier pada ibu. Oleh karena itu, dapat dilakukan USG sejak dalam kandungan untuk
mendeteksi kelainan yang ada. (Ngoerah,I Gst.Ng.Gd.1990.Dasar-dasar ilmuenyakit
saraf.Surabaya:universitas airlangga)
BAB III
SIMPULAN
3.1 Adapun simpulan dari materi yang telah diuraikan di atas yaitu :
1. Epidemiologi dari penyakit duchenne muscular dystrophy yaitu antara 13 sampai 33
per 100.000 penduduk mengidap penyakit distrofi otot ini dan paling sering terjadi
pada anak-anak usia 3-5 tahun.
2. Duchenne Muscular Dystrophy disebabkan oleh adanya gangguan genetic x-link
recessive.
3. DMD adalah kelainan genetic yang diwariskan secara x linked resesif yang terjadi
pada kromosom X, lokus Xp21.22-4 . Kromosom ini bertanggung jawab terhadap
pembentukan protein distrofin.
4. Manifestasi klinis dari DMD adalah adanya manouvre dari Gowers, jalan seperti bebek
angsa (wassling gait), scapula alata, bahu lepas, dan pseudohipertrofi pada betis.
5. Secara umum, diagnosis DMD dapat ditegakkan melalui anamnesis basic 4 dan sacred
7, diikuti dengan pemeriksaan fisik (look, feel, move) dan jika diperlukan dapat
dilakukan pemeriksaan laboratorium baik melihat struktur histology atau mengecek
kadar suatu enzim.
6. Pengobatan difokuskan pada perawatan pendukung, multidisiplinary dan terapi
rehabilitasi. Terapi fisik berupa fisioterapi dan pemakain alat bantu untuk mencegah
kontraktur plantar flexi, prednisone diberikan untuk membantu kemampuan berjalan
selama 2-3 tahun, dan juga dapat dilakukan operasi pada “tight joint”