87649182 Proposal Ptk Kuw Jadi (1)

86
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan dana yang cukup besar. Hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan masa depannya. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang RI, 2006). Dalam perkembangan suatu bangsa pendidikan memegang peranan penting. Dimana kemajuan suatu bangsa dan negara dapat dilihat dari kemajuan pendidikan bangsa tersebut, baik secara intelektual maupun secara ilmu pengetahuan. Untuk itu upaya peningkatan kualitas suatu pendidikan terus-menerus dilakukan oleh pemerintah. Salah satu upaya 1

Transcript of 87649182 Proposal Ptk Kuw Jadi (1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan dana

yang cukup besar. Hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi

kelangsungan masa depannya. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang RI, 2006).

Dalam perkembangan suatu bangsa pendidikan memegang peranan penting.

Dimana kemajuan suatu bangsa dan negara dapat dilihat dari kemajuan pendidikan

bangsa tersebut, baik secara intelektual maupun secara ilmu pengetahuan. Untuk itu

upaya peningkatan kualitas suatu pendidikan terus-menerus dilakukan oleh

pemerintah. Salah satu upaya dari menteri pendidikan dalam rangka meningkatkan

kualitas pendidikan di Indonesia adalah melakukan pembaharuan kurikilum

pendidikan dari Kurikulum 1994 hingga Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP).

Adapun Pengajaran sebagai suatu proses merupakan suatu sistem yang

melibatkan berbagai komponen antara lain komponen pendidik (guru), peserta didik

(siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain sebagainya.

Komponen-komponen tersebut saling berinteraksi antar sesama komponen.

Dalam upaya meningkatkan hasil belajar yang ingin dicapai, maka baik guru

maupun siswa harus terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar, sehingga

1

dapat menimbulkan motivasi belajar siswa, terutama pada mata pelajaran kimia yang

pada umumnya dianggap sulit dan membosankan bahkan kurang diminati oleh

sebagian siswa. Dari kenyataan yang ada, maka diperlukan suatu model pengajaran

yang dapat melibatkan peran aktif siswa dalam belajar dan pemilihan model

pembelajaran haruslah diperhatikan dengan materi yang akan diajarkan, kemampuan

siswa, perlengkapan yang tersedia, dan kemampuan guru tersebut dalam

menyampaikan ilmu yang dimiliki. Untuk menentukan pilihan model pembelajaran

mengajar yang akan digunakan perlu disesuaikan dengan bahan pelajaran, khususnya

tujuan pengajaran yang akan dicapai. Kesalahan dalam memilih model pembelajaran

yang tidak tepat, dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam menguasai materi

pelajaran yang hendak disampaikan.

Guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, dihadapkan dengan sejumlah

permasalahan siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan

belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun tidak sedikit

pula siswa yang mengalami berbagai kesulitan belajar. Dalam hal ini seorang guru

membutuhkan model pelajaran yang tepat sehingga dapat mengatasi kesulitan belajar

siswa. Dalam memilih model pembelajaran yang tepat, penting bagi guru untuk

mempertimbangkan keadaan siswa, keadaan sekolah dan lingkungan, serta kekhasan

pokok bahasan tersebut agar guru dapat merancang atau mendesain pengajaran secara

tepat.

Dewasa ini mulai diterapkan pembelajaran yang berfokus pada pembentukkan

kelompok-kelompok kecil untuk bekerja sama dalam proses belajar mengajar. Model

pembelajaran kooperatif merupakan salah satu upaya untuk menghadapi problematika

dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran Kooperatif merupakan strategi belajar

dengan jumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya

2

berbeda (Isjoni, 2007). Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah

pembelajaran kooperatif tipe Lempar Bola Salju (Snowball Throwing). Snowball

Throwing merupakan model pembelajaran yang dapat dengan mudah diterima oleh

siswa, karena didalamnya ada suatu permainan yang dapat membantu siswa dalam

menerima materi pembelajaran secara lebih berkesan, aktif dan terampil.

Pokok Bahasan Sistem Periodik Unsur merupakan materi yang berupa teori-

teori saja dan terkesan membosankan. Umumnya siswa yang tidak terlalu menyenangi

pokok bahasan ini, karena materi yang terlalu banyak teori dan membosankan.

Dimana guru hanya menjelaskan didepan sedangkan siswa mendengarkan dan

memperhatikan guru sehingga tidak ada interaksi antara guru dan siswa. Hal ini

membuat siswa tidak fokus terhadap pokok bahasan ini, sehingga banyak siswa yang

mendapatkan nilai rendah.

Model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing, dipercaya dapat

memberikan solusi terbaik terhadap problematika yang dihadapi oleh guru khususnya

pada pokok bahasan snowball throwing.

Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian dalam rangka

meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan sistem periodik unsur dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing (lempar bola

salju).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas, masalah dalam penelitian ini adalah :

"Bagaimana meningkatkan hasil belajar siswa melalui penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing pada pokok bahasan sistem periodik

unsur?”

3

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari

penelitian ini adalah : untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penggunaan

model pembelajaran tipe snowball throwing pada pokok bahasan sistem periodik

unsur.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukkan dalam usaha perbaikan

dan peningkatan proses belajar mengajar disuatu sekolah.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi seluruh

pengajar khususnya guru kimia dalam menyusun strategi belajar mengajar

mengingat pelajaran kimia sulit diterima oleh sebagian siswa.

3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu alternatif pembelajaran yang

menarik dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam upaya meningkatkan

hasil belajar siswa.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan

penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih

Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan

individu berlangsung melalui kegiatan belajar.

Berikut adalah beberapa tentang pengertian belajar menurut para ahli :

Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang

dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara

keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam

berinteraksi dengan lingkungannya”.

Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang

dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan,

sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.

Crow dan Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-

kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”.

Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku

muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”

Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang

relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.

5

Gage dan B erliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang

yang muncul karena pengalaman”

Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar

adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-

ciri dari perubahan perilaku, yaitu :

a. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).

Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari

individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang

bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya

pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat,

dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang

mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia

sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah

belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi

perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan

keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.

b. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).

Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya

merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh

sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah

diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan

keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi

Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi

Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang

6

“Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti

perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.

c. Perubahan yang fungsional.

Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa

sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang

psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi

pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku

dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta

didiknya kelak ketika dia menjadi guru.

d. Perubahan yang bersifat positif.

Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah

kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi

Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Proses Belajar Mengajar tidak perlu

mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku

dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi

Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip

perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia

kelak menjadi guru.

e. Perubahan yang bersifat aktif.

Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif

berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh

pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif

melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan,

berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan.

7

f. Perubahan yang bersifat pemanen.

Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap

dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar

mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan

komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.

g. Perubahan yang bertujuan dan terarah.

Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai,

baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya,

seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam

panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan

keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk

kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia

ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai

tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk

mencapai tujuan-tujuan tersebut.

h. Perubahan perilaku secara keseluruhan.

Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan

semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan

keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”,

disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”,

dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai “Teori-

Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan

“Teori-Teori Belajar”.

8

2. Ciri-ciri Belajar

Menurut Eggen dan Kauchak (1998) Menjelaskan bahwa ada enam ciri

pembelajaran yang efektif, yaitu:

a. Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan

perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan

kesamaan-kesamaan yang ditemukan.

b. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam

pelajaran.

c. Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

d. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada Siswa

dalam menganalisis informasi.

e. Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan

keterampilan berpikir.

f. Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan

gaya mengajar guru.

3. Faktor-faktor Belajar

a. Faktor Internal

Faktor-faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri

individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu, antara lain:

a. Faktor Fisiologis

Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan

kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya

sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan

9

bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu.

Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya

hasil belajar yang maksimal. Kedua, fungsi fisiologis/jasmani. Selama proses

belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat

mempengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi

dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam

proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang

diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia

luar.

b. Faktor Psikologis

Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang

dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama

mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap

dan bakat.

c. Kecerdasan/Inteligensia Siswa

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik

dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan

melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan

dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh yang lain. Namun,

otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ lain, karena fungsi

otak adalah sebagai pengendali tertinggi (executive control) dari hampir

seluruh aktivitas manusia. Semakin tinggi tingkat inteligensi seorang individu,

semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar.

Sebaliknya, semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit

individu itu mencapai kesuksesan belajar.

10

d. Motivasi

Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan

kegiatan belajar siswa. Motivasi mendorong siswa ingin melakukan kegiatan

belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam

diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku

setiap saat (Slavin, 1994). Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua,

yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi Instrinsik adalah

semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan

untuk melakukan sesuatu. Contohnya, seorang siswa yang gemar membaca,

maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak

hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi

kebutuhannya. Motivasi Ekstrinsik adalah semua faktor yang dating dari luar

diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti

pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orang tua, dan lain sebagainya.

Kurangnya respon dari lingkungan secara positif akan mempengaruhi

semangat belajar seseorang menjadi lemah.

e. Minat

Secara sederhana minat (interest) berarti kecenderungan dan

kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Sama

halnya dengan kecerdasan dan motivasi, minat memberi pengaruh terhadap

aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia

akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Untuk membangkitkan

minat belajar siswa ada banyak cara yang bisa digunakan. Salah satunya

adalah dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan

tidak membosankan.

11

f. Sikap

Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan

proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa

kecenderungan untuk memberi reaksi atau merespons dengan cara yang relatif

tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif

maupun negative (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi

oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran atau

lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, guru berperan dan berusaha untuk

menyajikan pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga

membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak

menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang studi yang dipelajari

bermanfaat bagi diri siswa.

g. Bakat

Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan

potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa

yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin

(1994)mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang

siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang

yang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar

seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang

dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga

kemungkinan besar ia akan berhasil.

b. Faktor Eksternal

Faktor-faktor ekternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri

individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu, antara lain:

12

a. Faktor Lingkungan Sosial

Meliputi lingkungan sosial sekolah (guru, administrasi, teman-teman

sekelas), lingkungan sosial masyarakat (tempat tinggal siswa), Lingkungan

sosial keluarga (Ketegangan di dalam keluarga, sifat-sifat orang tua,

pengelolaan keluarga). Semuanya itu dapat mempengaruhi aktivitas belajar

siswa.

b. Faktor Lingkungan NonSosial

Meliputi faktor lingkungan alamiah (kondisi udara segar, tidak terlalu

panas dan tidak terlalu dingin, sinar yang tidak terlalu silau atau bahkan tidak

terlalu gelap.), faktor instrumental (perangkat belajar seperti gedung sekolah,

alat-alat belajar, kurikulum, peraturan sekolah, buku panduan.), faktor materi

pelajaran (bahan yang akan diajarkan ke siswa, hendaknya sesuai dengan usia

perkembangan, metode dan kondisi siswa). Semuanya itu dapat

mempengaruhi aktivitas belajar siswa.

4. Bentuk-bentuk Belajar

Robert M. Gagne membedakan pola-pola belajar siswa ke delapan tipe

belajar, dengan tipe belajar yang rendah merupakan prasyarat bagi lainnya yang

lebih tinggi hierarkinya. Hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

a. Belajar Isyarat (Signal Learning)

Signal learning dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola

dasar perilaku bersifat tidak disengaja dan tidak disadari tujuannya. Dalam

tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang

diperlukan buat berlangsungnya tipe belajar ini adalah diberikannya

stimulus (signal) secara serempak, stimulus-stimulus tertentu secara

13

berulang kali. Respon yang timbul bersifat umum dan emosional, selainnya

timbulnya dengan tak sengaja dan tidak dapat dikuasai.

Beberapa ucapan kasar untuk mempermalukan, siswa yang gelisah

pada saat pelajaran matematika mungkin karena kondisi tidak suka

matematika pada orang itu. Belajar isyarat sukar dikontrol oleh siswa dan

dapat mempunyai pengalaman yang pantas dipertimbangkan pada

tindakannya. konsekuensinya, seorang guru matematika, seharusnya

mencoba membangkitkan stimulus yang tidak dikondisikan yang akan

menimbulkan perasaan senang pada siswa dan berharap mereka akan

mengasosiasikan beberapa perasaan senang dengan isyarat netral pada

pelajaran matematika. Apabila perlakuan yang disenangi membangkitkan

hal-hal positif, stimulus yang tidak diharapkan mungkin gagal

menimbulkan asosiasi keinginan positif dengan isyarat netral, kecerobohan

menimbulkan stimulus negatif, pada satu waktu akan merusak keinginan

siswa untuk mempelajari pelajaran yang diajarkan.

b. Belajar Stimulus-Respons (Stimulus-Respon Learning)

Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini

adalah faktor penguatan (reinforcement). Waktu antara stimulus pertama

dan berikutnya amat penting. Makin singkat jarak S-R dengan S-R

berikutnya, semakin kuat penguatannya. Kemampuan tidak diperoleh

dengan tiba-tiba, akan tetapi melalui latihan-latihan. Respon dapat diatur

dan dikuasai. Respon bersifat spesifik, tidak umum, dan kabur. Respon

diperkuat dengan adanya imbalan atau reward. Sering gerakan motoris

merupakan komponen penting dalam respon itu.

14

c. Rantai atau Rangkaian hal (Chaining)

Tipe belajar ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan

berkaitan dengan keterampilan motorik. Chaining ini terjadi bila terbentuk

hubungan antara beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah

yang satu lagi, jadi berdasarkan ”contiguity”. Kondisi yang diperlukan bagi

berlangsungnya tipe balajar ini antara lain, secara internal anak didik sudah

harus terkuasai sejumlah satuan satuan pola S-R, baik psikomotorik

maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan, dan

reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining.

Kebanyakan aktivitas dalam matematika memerlukan manipulasi

dari peralatan fisik seperti mistar, jangka, dan model geometri

membutuhkan chaining. Belajar membuat garis bagi suatu sudut dengan

menggunakan jangka membutuhkan penerapan keterampilan tipe stimulus

respon yang telah dipelajari sebelumnya. Diantaranya kemampuan

menggunakan jangka untuk menarik busur dan membuat garis lurus antara

dua titik.

Ada dua karakteristik dari belajar stimulus respon dan belajar

rangkaian dalam pengajaran Matematika yaitu siswa tidak dapat

menyempurnakan rangkaian stimulus respon apabila tidak menguasai salah

satu keterampilan dari rangkaian tersebut, dan belajar stimulus respon dan

rangkaian diafasilitasi dengan cara memberikan penguatan bagi tingkah

laku yang diinginkan. Meskipun memberi hukuman dapat digunakan untuk

meningkatkan belajar stimulus respon, tetapi hal tersebut dapat berakibat

negatif  terhadap emosi, sikap, dan motivasi belajar.

15

d. Asosiasi Verbal (Verbal Association)

Asosiasi verbal adalah rangkaian dari stimulus verbal yang

merupakan hubungan dari dua atau lebih tindakan stimulus respon verbal

yang telah dipelajari sebelumnya. Tipe paling sederhana dari belajar

rangkaian verbal adalah asosiasi antara suatu objek dengan namanya yang

melibatkan belajar rangkaian stimulus respon dari tampilan objek dengan

karakteristiknya dan stimulus respon dari pengamatan terhadap suatu objek

dan memberikan tanggapan dengan menyebutkan namanya.

Asosiasi verbal melibatkan proses mental yang sangat kompleks.

Asosiasi verbal yang memerlukan penggunaan rangkaian mental

intervening yang berupa kode dalam bentuk verbal, auditory atau gambar

visual. Kode ini biasanya terdapat dalam pikiran siswa dan bervariasi pada

tiap siswa dan mengacu kepada penyimpanan kode-kode mental yang unik.

Contoh seseorang mungkin menggunakan kode mental verbal ”y ditentukan

oleh x” sebagai petunjuk kata fungsi, orang lain mungkin memberi kode

fungsi dengan menggunakan simbol ”y=f(x)” dan orang yang lain lagi

mungkin menggunakan visualisasi diagram panah dari dua himpunan.

e. Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning)

Discrimination learning atau belajar menmbedakan sejumlah

rangkaian, mengenal objek secara konseptual dan secara fisik. Dalam tipe

ini anak didik mengadakan seleksi dan pengujian di antara dua peransang

atau sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola

respon yang dianggap sesuai. Kondisi utama bagi berlangsungnya proses

belajar ini adalah anak didik sudah mempunyai kemahiran melakukan

chaining dan association serta pengalaman (pola S-R). Contohnya: anak

16

dapat membedakan manusia yang satu dengan yang lain; juga tanaman,

binatang, dan lain-lain. Guru mengenal anak didik serta nama masing-

masing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara anak-anak.

Terdapat dua macam diskriminasi yaitu diskriminasi tunggal dan

diskriminasi ganda. Contoh mengenalkan angka 2 pada anak dengan

memperlihatkan 50 angka 2 pada kertas dan menggambar angka 2. Melalui

stimulus respon sederhana anak belajar mengenal (nama ”dua” untuk

konsep dua). Sedangkan untuk diskriminasi ganda anak belajar mengenal

angka 0, 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan membedakan angka-angka tersebut.

f. Belajar konsep (Concept Learning)

Belajar konsep adalah mengetahui sifat-sifat umum benda konkrit

atau kejadian dan mengelompokan objek-objek atau kejadian-kejadian

dalam satu kelompok. Dalam hal ini belajar konsep adalah lawan dari

belajar dari diskriminasi. Belajar diskriminasi menuntut siswa untuk

membedakan objek-objek karena dalam karakteristik yang berbeda

sedangkan belajar konsep mengelompokkan objek-objek karena dalam

karakteristik umum dan pembahasan kepada sifat-sifat umum.

Dalam belajar konsep, tipe-tipe sederhana belajar dari prasyarat

harus dilibatkan. Penambahan beberapa konsep yang spesifik harus

diikutkan dengan prasyarat rangkaian stimulus respon, asosiasi verbal yag

cocok, dan diskriminasi dari karakteristik yang berbeda . Sebagai contoh,

tahap pertama belajar konsep lingkaran mungkin belajar mengucapkan kata

lingkaran sebagai suatu membangkitkan sendiri hubungan stimulus respon,

sehingga siswa dapat mengulangi kata. Kemudian siswa belajar untuk

mengenali beberapa objek berbeda sebagai lingkaran melalui belajar

17

asosiasi verbal individu. Selanjutnya siswa mungkin belajar membedakan

antara lingkaran dan objek lingkaran lain seperti dan lingkaran. Hal tersebut

penting bagi siswa untuk menyatakan lingkaran dalam variasi yang luas.

Situasi representatif sehingga mereka belajar untuk mengenal lingkaran.

Ketika siswa secara spontan mengidentifikasi lingkaran dalam konteks yang

lain, mereka telah memahami konsep lingkaran. Kemampuan membuat

generalisasi konsep kedalam situasi yang baru merupakan Kemampuan

yang membedakan belajar konsep dengan bentuk belajar lain. Ketika siswa

telah mempelajari suatu konsep, siswa tidak membutuhkan waktu lama

untuk mengidentifikasi dan memberikan respon terhadap hal baru dari suatu

konsep, sebagai akibatnya cara untuk menunjukkan bahwa suatu konsep

telah dipelajari adalah siswa dapat membuat generalisasi konsep kedalam

situasi yang lain.

5. Proses Belajar Mengajar

Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM), tatap muka merupakan proses

pembelajaran utama yang dilakukan di program studi Teknik Geologi UNDIP.

Dalam proses ini, mahasiswa diberikan materi perkuliahan dan fungsi dosen

disini memberikan gambaran umum dari materi kuliah yang ada. Keaktifan

mahasiswa sangat diharapkan baik didalam ruangan maupun diluar ruangan

misalnya mencari bahan materi dari text book atau dari sumber lain seperti

internet. Selain itu, pembelajaran di kelas juga menggunakan metode ISS IT

(Interactice Soft Skill based Information Technology). Dengan menggunakan

metode ini mahasiswa didorong untuk mengumpulkan materi dan

mempresentasikan di hadapan teman-temannya. Hal ini memupuk kemampuan

berinteraksi dengan orang lain dan kepercayaan diri mahasiswa.

18

PBM dipantau dengan menggunakan daftar kehadiran guru dan siswa,

daftar bimbingan/konsultasi tugas kelompok, praktikum, ujian dan latihan soal-

soal untuk penjaminan mutu pendidikan.

6. Pengajaran

Pengajaran merupakan aktivitas atau proses yang berkaitan dengan

penyebaran ilmu pengetahuan atau kemahiran yang tertentu. Meliputi perkara-

perkara seperti aktivitas perancangan, pengelolaan, penyampaian, bimbingan dan

penilaian dengan tujuan menyebarkan ilmu pengetahuan atau kemahiran kepada

pelajar-pelajar dengan cara yang berkesan. Pendidikan identik dengan pengajaran

yang membedakan keduanya hanya masalah waktu. Istilah pengajaran lebih

dikenal dizaman dulu (pengertian lama).

Pengajaran merupakan pembinaan terhadap anak didik yang hanya

menyangkut segi kognitif dan psikomotor saja yaitu agar anak lebih banyak

pengetahuannya, lebih cakap berfikir kritis, sistematis, objektif ,dan terampil

dalam mengerjakan sesuatu. Tujuan pengajaran lebih mudah ditentukan dari

tujuan pendidikan.

Adapun menurut kamus besar bahasa Indonesia (1991) berasal dari kata

“ajar”, artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut).

Kata mengajar berarti memberi pelajaran. Contoh : guru itu mengajar murid

matematika, sedangkan kata mengajarkan berarti memberikan pelajaran. Contoh :

siapa yang mengajarkan matematika kepada murid kelas IV? Berdasarkan arti-arti

ini, kemudian kamus besar bahasa Indonesia itu mengartikan pengajaran sebagai

proses pembuatan, cara mengajar atau mengajarkan.

Sedangkan istilah pengajaran dalam bahasa inggris disebut instruction atau

teaching. Akar kata instruction adalah kata instruct, artinya to direct to do

19

something; to teach to do something; to furnish with information, yakni memberi

pengarahan agar melakukan sesuatu, mengajar untuk melakukan sesuatu, memberi

informasi. Istilah pengajaran menurut Reber (1998) berarti : pendidikan atau

proses perbuatan mengajarkan pengetahuan.

Sementara itu Tardif (1987) memberi arti pengajaran secara terperinci

yaitu : A preplanned, goal directed educational process designed to facilitate

learning, yaitu pengajaran adalah sebuah proses pendidikan yang sebelumnya

direncanakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan serta dirancang untuk

mempermudah belajar.

7. Aktifitas Belajar

1. Pengertian Aktifitas Belajar

Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai

dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa ketrampilan-

ketrampilan dasar sedangkan kegiatan psikis berupa ketrampilan terintegrasi.

Ketrampilan dasar yaitu mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi,

mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Sedangkan ketrampilan

terintegrasi terdiri dari mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data,

menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel,

mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun hipotesis,

mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian dan

melaksanakan eksperimen.

“Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada

aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam

interaksi belajar mengajar”(Sardiman, 2001:93). Dalam aktivitas belajar ada

beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa, yaitu pandangan

20

ilmu jiwa lama dan modern. Menurut pandangan ilmu jiwa lama, aktivitas

didominasi oleh guru sedangkan menurut pandangan ilmu jiwa modern, aktivitas

didominasi oleh siswa.

“Kegiatan belajar / aktivitas belajar sebagi proses terdiri atas enam unsur

yaitu tujuan belajar, peserta didik yang termotivasi, tingkat kesulitan belajar,

stimulus dari lingkungan, pesrta didik yang memahami situasi, dan pola respons

peserta didik ”(Sudjana,2005:105)

2. Bentuk-bentuk Aktifitas Belajar

Bentuk-bentuk aktifitas belajar siswa yang baik dalam proses belajar

mengajar, antara lain :

o Belajar dengan mengahafal atau mengingat.

o Belajar dengan mengulang-ulang sehingga timbul kebiasaan.

o Belajar dengan memasukkan tanggapan sebanyak-banyaknya dan sejelas-

jelasnya.

o Belajar yang terkadi apabila ada pengertian yaitu kejelasan arti atau makna.

o Belajar merupakan reorganisasi pengalaman, berarti dalam belajar

memanfaatkan dan menyusun pengalaman yang dimiliki.

o Belajar disertai aktifitas individu terkenal dengan sebutan CBSA (Cara belajar

Siswa Aktif).

3. Jenis-jenis Aktifitas belajar

Banyak macam- macam kegiatan (aktivitas belajar) yang dapat dilakukan

anak- anak di kelas, tidak hanya mendengarkan atau mencatat. Paul B. Diedrich

(dalam Nasution,2004:9), Membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan

(aktifitas siswa), antara lain:

21

a. Visual activities, seperti membaca, memperhatikan:gambar, demonstrasi,

percobaab, pekerjaan orang lain dan sebagainya.

b. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, member saran,

mengeluarkan pendapat, mengadakan interviu, diskusi, interupsi dan

sebagainya.

c. Listening activities, seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi,

music, pidato dan sebagainya.

d. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, tes, angket,

menyalin, dan sebagainya.

e. Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta diagram, pola,

dan sebagainya.

f. Motor activities, seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model,

mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan sebagainya.

g. Mental activities, seperti menanggap, mengingat, memecahkan soal,

menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan, dan sebagainya.

h. Emotional activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, berani,

tenang, gugup, dan sebagainya.

“Tentu saja kegiatan itu tidak terpisah satu sama lain. Dalam suatu

kegiatan motoris terkandung kegiatan mental dan disertai oleh perasaan

tertentu. Dalam tiap pelajaran dapat dilakukan bermacam-macam kegiatan”

(Nasution, 1982:94-95).

B. Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

didasarkan pada faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan

22

strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang

memilki tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Dalam menyelesaikan tugas

kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan

saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran

kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok

belum menguasaibahan pelajaran.

Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut

(Lungdren, 1994):

Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang

bersama.”

Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa ataupeserta didik

lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawabterhadap diri sendiri dalam

mempelajari materi yang dihadapi.

Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang

sama.

Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab diantara para anggota

kelompok.

Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut

berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh

keterampilan bekerja sama selama belajar.

Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi

yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Menurut Thompson, (1995), Di dalam pembelajaran kooperatif siswa

belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu

23

sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa,

dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri

dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat

untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang

berbeda latarbelakangnya.

Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus

agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi

pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau

tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota

kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995).

2. Ciri – ciri Pembelajaran Kooperatif

Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar  dalam kelompok secara

kooperatif (bekerja sama).

Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi,

sedang dan rendah (heterogen).

Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku,

budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap

kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula.

Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.

3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional

yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan

pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah

menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi

oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).

24

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-

tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, (2000),

yaitu:

a. Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga

memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa

ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami

konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa

model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada

belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan belajar. Di samping

mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran

kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun

kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas

dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras,budaya, kelas sosial, kemampuan,

dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa

dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung

pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan

belajar saling menghargai satu sama lain.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan

kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-

keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda

masih kurang dalam keterampilan sosial.

25

d. Elemen-elemen Pembelajaran kooperatif

Pembelajaran yang dilaksanakan secara berkelompok belum tentu

mencerminkan pembelajaran kooperatif. Secara teknis memang tampak proses

belajar bersama, namun terkadang hanya merupakan belajar yang dilakukan

secara bersama dalam waktu yang sama, namun tidak mencerminkan kerjasama

antar anggota kelompok. Untuk itu agar benar-benar mencerminkan pembelajaran

kooperatif, maka perlu diperhatikan elemen-elemen pembelajaran kooperatif

sebagai berikut (Jonson and Smith,1991; Anita Lie, 2004):

a. Saling ketergantungan Positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap

anggotanya. Wartawan mencari dan menulis berita, redaksi mengedit, dan

tukang ketik mengetik tulisan tersebut. Rantai kerja sama ini berlanjut terus

sampai dengan mereka yang di bagian percetakan dan loper surat

kabar. Semua orang ini bekerja demi tercapainya satu tujuan yang sama, yaitu

terbitnya sebuah surat kabar dan sampainya surat kabar tersebut di tangan

pembaca.

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu

menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus

menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.

Dalam metode Jigsaw, Aronson menyarankan jumlah anggota kelompok

dibatasi sampai dengan empat orang saja dan keempat anggota ini ditugaskan

membaca bagian yang berlainan. Keempat anggota ini lalu berkumpul dan

bertukar informasi.

26

Selanjutnya, pengajar akan mengevaluasi mereka mengenai seluruh

bagian. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung

jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil.

Penilaian juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa

mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari

"sumbangan" setiap anggota. Untuk menjaga keadilan, setiap anggota

menyumbangkan poin di atas nilai rata-rata mereka. Misalnya, nilai rata-rata si

A adalah 65 dan kali ini dia mendapat 72, dia akan menyumbangkan 7 poin

untuk nilai kelompok mereka. Dengan demikian, setiap siswa akan bisa

mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan nilai kelompok.

Selain itu beberapa siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder

terhadap rekan-rekan mereka karena mereka juga memberikan sumbangan.

b. Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika

tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran

Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk

melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah

persiapan guru dalam penyusunan tugasnya. Pengajar yang efektif dalam

model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun

tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus

melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam

kelompok bisa dilaksanakan. Dalam teknik Jigsaw yang dikembangkan

Aronson misalnya, bahan bacaan dibagi menjadi empat bagian dan masing-

masing siswa mendapat dan membaca satu bagian. Dengan cara demikian,

siswa yang tidak melaksanakan tugasnya akan diketahui dengan jelas dan

27

mudah. Rekan-rekan dalam satu kelompok akan menuntutnya untuk

melaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lainnya.

c. Tatap Muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan

berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk

membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran

beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala

saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah

hasil masing-masing anggota.

Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, meman-faatkan

kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok

mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga, dan sosial-ekonomi yang

berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal utama

dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok. Sinergi tidak

didapatkan begitu saja dalam sekejap, tetapi merupakan proses kelompok yang

cukup panjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling

mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan

interaksi pribadi.

d. Komunikasi antar anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para pembelaiar dibekali dengan

berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskansiswa dalam

kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi . Tidak

setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan

suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling

28

mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat

mereka.

Ada kalanya pembelajar perlu diberi tahu secara eksplisit mengenai

cara-cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya

menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang

tersebut. Masih banyak orang yang kurang sensitif dan kurang bijaksana

dalam menyatakan pendapat mereka. Tidak ada salahnya mengajar siswa

beberapa ungkapan positif atau sanggahan dalam ungkapan yang lebih halus.

Sebagai contoh, ungkapan "Pendapat Anda itu agak berbeda dan

unik. Tolong jelaskan lagi alasan Anda," akan lebih bijaksana daripada

mengatakan, "Pendapat Anda itu aneh dan tidak masuk akal." Contoh lain,

tanggapan "Hm... menarik sekali kamu bisa memberi jawaban itu. Tapi

jawabanku agak berbeda...." akan lebih menghargai orang lain daripada vonis

seperti, "Jawabanmu itu salah. Harusnya begini." Keterampilan

berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses panjang.

Pembelajar tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang handal

dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat

bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar serta

membina perkembangan mental emosional para siswa.

e. Evaluasi

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk

mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar

selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak

perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisadiadakan selang

29

beberapa waktu setelah beberapa kali pembelaiar terlibat dalam kegiatan

pembelajaran Cooperative Learning.

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing

Model snowball throwing adalah suatu model pembelajaran yang

berkelompok dimana kelompok yang telah terbentuk akan diwakili oleh ketua

kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa

membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar

ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang

diperoleh.

Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap

menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada

temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan

tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan tetapi menggunakan kertas

berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-

lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan

menjawab pertanyaannya.

Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :

1. Guru menyampaikan pengantar materi yang akan disajikan, dan Kompetensi

Dasar yang ingin dicapai.

2. Guru membentuk siswa berkelompok, lalu memanggil masing-masing ketua

kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.

3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,

kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.

30

4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk

menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah

dijelaskan oleh ketua kelompok

5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan

dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit.

6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada

siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola

tersebut secara bergantian

7. Evaluasi.

8. Penutup.

C. Evaluasi Pendidikan

1. Pengertian Evaluasi Pendidikan

Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris

evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily:

1983). Menurut Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai the process

of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision

alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan

menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.

Sedangkan Rooijackers Ad mendefinisikan evaluasi sebagai "setiap usaha atau

proses dalam menentukan nilai". Secara khusus evaluasi atau penilaian juga diartikan

sebagai proses pemberian nilai berdasarkan data kuantitatif hasil pengukuran untuk

keperluan pengambilan keputusan. Dan menurut Anne Anastasi (1978) mengartikan

evaluasi sebagai "a systematic process of determining the extent to which

instructional objective are achieved by pupils". Evaluasi bukan sekadar menilai suatu

31

aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai

sesuatu secara terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan tuiuan yang jelas.

Evaluasi berkaitan erat dengan pengukuran dan penilaian yang pada umumnya

diartikan tidak berbeda (indifferent), walaupun pada hakekatnya berbeda satu dengan

yang lain. Pengukuran (measurement) adalah proses membandingkan sesuatu melalui

suatu kriteria baku (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat

kuantitatif. Penilaian adalah suatu proses transformasi dari hasil pengukuran menjadi

suatu nilai. Evaluasi meliputi kedua langkah di atas yakni mengukur dan menilai yang

digunakan dalam rangka pengambilan keputusan.

Evaluasi pendidikan memberikan manfaat baik bagi siswa/peserta pendidikan,

pengajar maupun manajemen. Dengan adanya evaluasi, peserta didik dapat

mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah digapai selama mengikuti

pendidikan. Pada kondisi dimana siswa mendapatkan nilai yang mernuaskan maka

akan memberikan dampak berupa suatu stimulus, motivator agar siswa dapat lebih

meningkatkan prestasi. Pada kondisi dimana hasil yang dicapai tidlak mernuaskan

maka siswa akan berusaha memperbaiki kegiatan belajar, namun demikian sangat

diperlukan pemberian stimulus positif dari guru/pengajar agar siswa tidak putus asa.

Dari sisi pendidik, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik untuk

menetapkan upaya upaya meningkatkan kualitas pendidikan.

2. Bentuk- bentuk evaluasi

a. Tes Tertulis

Tes tertulis dalam kelompok tes verbal, adalah tes yang soal dan jawaban

yang diberikan oleh siswa berupa bahasa tulisan. Tes ini kelebihannya dapat

mengukur kemampuan sejumlah besar peserta didik dalam tempat yang terpisah

dalam waktu yang sama.

32

Tes tertulis secara umum dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :

b. Tes Subjektif

Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa

menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan,

memberikan contoh, membandingkan, memberikan alasan dan bentuk lain

yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-

kata dan bahasa sendiri. Selain itu tes uraian ini juga menuntut kemampuan

siswa dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan.

Kelebihannya :

Mudah disiapkan dan disusun

Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi

Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun

dalam bentuk kalimat yang bagus

Memberi kesempatan pada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan

gaya bahasa dan caranya sendiri

Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami suatu masalah yang

diteskan.

Kekurangannya :

Kadar validitas dan realibitasnya rendah karena sukar diketahui segi-segi

mana dari pengetahuan siswa yang betul-betul telah diketahui

Kurang representatif dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran

yang akan dites karena soalnya hanya beberapa saja (terbatas)

Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektif

Pemeriksaannya lebih sulit karena membutuhkan pertimbangan

individual lebih banyak dari pada penilaian

33

Waktu untuk mengoreksi lama dan tidak dapat diwakilkan pada orang

lain

c. Tes Objektif

Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan

secara objektif. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan

dari tes bentuk essay. Jenis-jenis dari tes objektif meliputi :

Tes benar salah

Test obyektif bentuk benar-salah adalah salah satu bentuk test

obyektif dimana butir-butir soal yang diajukan dalam tes hasil belajar itu

berupa pernyataan (statement), pernyataanyang benar dan pernyataan yang

salah. Disini, tugas testee adalah membubuhkan tanda (simbol) tertentu

atau mencoret huruf B, jika menurut kenyakinan mereka pernyataan itu

benar, atau membubuhkan tanda (simbol) tertentu atau mencoret huruf S,

jika menurut kenyakinan mereka pernyataan tersebut adalah salah. Jadi,

tes obyektif itu bentuknya adalah kalimat atau pernyataan yang

mengadung dua kemungkinan jawaban; benar atau salah, dan testee

diminta untuk menentukan pendapatnya mengenai pernyataan-pernyataan

tersebut dengan cara seperti yang telah ditentukan dalam petunjuk

mengerjakan soal.

Keunggulan test benar salah

o Pembuatannya mudah.

o Dapat dipergunakan berulang kali.

o Dapat mencakup bahan pelajaran yang luas.

o Tidak terlalu banyak memerlukan lembaran kertas.

o Bagi testee, cara mengerjakannya mudah.

34

o Bagi tester, cara mengoreksinya juga mudah.

Kelemahan test benar salah

o Tes obyektif ini membuka peluang bagi testee untuk

berspekulasi dalam memberikan jawaban.

o Sifatnya amat terbatas, dalam arti tes tersebut hanya dapat

mengungkapkandaya ingat dan pengenalan kembali saja.

Sifatnya hanya hafalan saja.

o Pada umumnya nilai reliabilitasnya rendah, kecuali apabila

butir-butir soalnya dibuat dalam jumlah yang banyak sekali.

Tes isian

Tes isian biasanya berbentuk cerita atau karangan

Tes menjodohkan

Tes pilihan ganda, yang meliputi :

Pilihan ganda biasa

Pilihan ganda kelompok

Hubungan sebab akibat

Membaca grafik, gambar atau diagram

Asosiasi

Kelebihannya :

Dapat mewakili seluruh bahan pelajaran yang diteskan

Pemeriksaannya tidak dipengaruhi unsur subjektif

Pemeriksaannya dapat diwakilkan orang lain

Dalam pemeriksaannya lebih mudah karena dapat menggunakan

kunci tes

35

Kekurangannya :

Persiapan penyusunannya lebih sulit daripada tes essay

Banyak kesempatan bagi siswa untuk berspekulasi

Kesempatan untuk bekerja sama bagi siswa dalam mengerjakan

soal lebih terbuka

Sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi, karena soal-soal

ini cenderung mengungkapkan ingatan dan hanya pengenalan

kembali saja.

D. Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan

untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh

guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung

jawabnya dan ia disebut ’penelitian tindakan kelas’ atau PTK.Penelitian tindakaN

kelas sama sekali tidak mengganggu proses belajar mengajar, melainkan justru PTK

dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di kelas sesuai dengan jadwal dan

dapat memperbaiki strategi pelajaran.

Karena situasi kelas sangat dinamis dalam konteks kehidupan sekolah yang

dinamis pula. Guru memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK

yang dilakukan selaras dengan situasi yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar

proses mengarah pada tercapainya perbaikan. Hal ini menuntut komitmen untuk

berpartisipasi dan kerjasama dari semua orang yang terlibat, yang mampu melakukan

evaluasi diri secara kontinyu sehingga perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya,

dapat diraih. Tindakan dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis

Dapat dikatakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku

pengajaran Anda, perilaku murid- murid Anda di kelas, dan/atau mengubah kerangka

36

kerja melaksanakan pembelajaran kelas Anda. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan

untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk

memecahkan masalah dengan penerapan langsung di ruang kelas.

PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran

kelas. Di ruangan kelas, PTK dapat berfungsi sebagai (Cohen & Manion, 1980: 211):

a. Alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi

pembelajaran di kelas.

b. Alat pelatihan dalam-jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode

baru dan mendorong timbulnya kesadaran-diri, khususnya melalui pengajaran

sejawat.

c. Alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan

tambahan atau inovatif

d. Alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan

peneliti.

e. Alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik

terhadap pemecahan masalah kelas.

E. Sistem Periodik Unsur

Tabel periodik unsur-unsur kimia adalah tampilan unsur-unsur kimia dalam

bentuk tabel. Unsur-unsur tersebut diatur berdasarkan struktur elektronnya sehingga

sifat kimia unsur-unsur tersebut berubah-ubah secara teratur sepanjang tabel. Setiap

unsur didaftarkan berdasarkan nomor atom dan lambang unsurnya.

Tabel periodik standar memberikan informasi dasar mengenai suatu unsur.

Ada juga cara lain untuk menampilkan unsur-unsur kimia dengan memuat keterangan

lebih atau dari persepektif yang berbeda.

37

Penjelasan struktur tabel periodik

Jumlah kulit elektron yang dimiliki sebuah atom menentukan periode atom

tersebut. Setiap kulit memiliki beberapa subkulit, yang terisi menurut urutan berikut

ini, seiring dengan bertambahnya nomor atom:

1s

2s 2p

3s 3p

4s 3d 4p

5s 4d 5p

6s 4f 5d 6p

7s 5f 6d 7p

8s 5g 6f 7d 8p

...

Berdasarkan hal inilah struktur tabel disusun. Karena elektron terluar

menentukan sifat kimia suatu unsur, unsur-unsur yang segolongan umumnya

mempunyai sifat kimia yang mirip. Unsur-unsur segolongan yang berdekatan

mempunyai sifat fisika yang mirip, meskipun massa mereka jauh berbeda. Unsur-

unsur seperiode yang berdekatan mempunyai massa yang hampir sama, tetapi sifat

yang berbeda.

Sebagai contoh, dalam periode kedua, yang berdekatan dengan Nitrogen (N)

adalah Karbon (C) dan Oksigen (O). Meskipun massa unsur-unsur tersebut hampir

sama (massanya hanya selisih beberapa satuan massa atom), mereka mempunyai sifat

yang jauh berbeda, sebagaimana bisa dilihat dengan melihat alotrop mereka: oksigen

diatomik adalah gas yang dapat terbakar, nitrogen diatomik adalah gas yang tak dapat

38

terbakar, dan karbon adalah zat padat yang dapat terbakar (ya, berlian pun dapat

terbakar).

Sebaliknya, yang berdekatan dengan unsur Klorin (Cl) di tabel periodik, dalam

golongan Halogen, adalah Fluorin (F) dan Bromin (Br). Meskipun massa unsur-unsur

tersebut jauh berbeda, alotropnya mempunyai sifat yang sangat mirip: Semuanya

bersifat sangat korosif (yakni mudah bercampur dengan logam membentuk garam

logam halida); klorin dan fluorin adalah gas, sementara bromin adalah cairan bertitik

didih yang rendah; sedikitnya, klorin dan bromin sangat berwarna

Periodisitas Sifat Kimia

Nilai utama dari tabel periodik adalah kemampuan untuk memprediksi sifat

kimia dari sebuah unsur berdasarkan lokasi di tabel. Perlu dicatat bahwa sifat kimia

berubah banyak jika bergerak secara vertikal di sepanjang kolom di dalam tabel

dibandingkan secara horizontal sepanjang baris.

Kecenderungan Periodisitas dalam Golongan

Kecenderungan periodisas dari energi ionisasi

Teori struktur atom mekanika kuantum modern menjelaskan kecenderungan

golongan dengan memproposisikan bahwa unsur dalam golongan yang sama memiliki

konfigurasi elektron yang sama dalam kulit terluarnya, yang merupakan faktor

terpenting penyebab sifat kimia yang mirip. Unsur-unsur dalam golongan yang sama

juga menunjukkan pola jari-jari atom, energi ionisasi, dan elektronegativitas. Dari

urutan atas ke bawah dalam golongan, jari-jari atom unsur bertambah besar. Karena

39

lebih banyak susunan energi yang terisi, elektron valensi terletak lebih jauh dari inti.

Dari urutan atas, setiap unsur memiliki energi ionisasi yang lebih rendah dari unsur

sebelumnya karena lebih mudahnya sebuah elektron terlepas karena elektron

terluarnya yang semakin jauh dari inti. Demikian pula, suatu golongan juga

menampilkan penurunan elektronegativitas dari urutan atas ke bawah karena

peningkatan jarak antara elektron valensi dan inti.

Kecenderungan Periodisasi Periode

Unsur-unsur dalam periode yang sama memiliki kecenderungan dalam jari-jari

atom, energi ionisasi, afinitas elektron dan elektronegativitas. Dari kiri ke kanan, jari-

jari atom biasanya menurun. Hal ini terjadi karena setiap unsur mendapat tambahan

proton dan elektron yang menyebabkan elektron tertarik lebih dekat ke inti.

Penurunan jari-jari atom ini juga menyebabkan meningkatnya energi ionisasi jika

bergerak dari urutan kiri ke kanan. Semakin rapat terikatnya suatu unsur, semakin

banyak energi yang diperlukan untuk melepaskan sebuah elektron. Demikian juga

elektronegativitas, yang meningkat bersamaan dengan energi ionisasi karena tarikan

oleh inti pada elektron. Afinitas elektron juga mempunyai kecenderungan, walau tidak

semenyolok pada sebuah periode. Logam (bagian kiri dari perioda) pada umumnya

memiliki afinitas elektron yang lebih rendah dibandingkan dengan unsur nonmetal

(periode sebelah kanan), dengan pengecualian gas mulia.

a. Perkembangan Sistem Periodik Unsur

1. Hukum Triade Dobereiner

Pada tahun 1829, Johan Wolfgang Dobereiner, seorang professor kimia

di Jerman, mengemukakan bahwa massa atom relatif Strontium sangat dekat

dengan massa rata-rata dari dua unsur lain yang mirip dengan strontium, yaitu

Kalsium dan Barium. Dobereiner juga menemukan beberapa kelompok unsur lain

40

seperti itu. Karena itu, Dobereiner mengambil kesimpulan bahwa unsur-unsur

dapat dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok tiga unsur yang disebutnya

Triade. Akan tetapi, Dobereiner belum berhasil menunjukkan cukup banyak

triade sehingga aturan tersebut bermanfaat.

Penggambaran Triade Doberainer adalah sebagai berikut :

TRIADE Ar Rata-rata Unsur ditengah

Kalsium 40

Stronsium ?

Barium 137

Meskipun gagasan yang dikemukakan oleh Dobereiner selanjutnya

gugur (tidak berhasil), tetapi hal tersebut merupakan upaya yang pertama kali

dilakukan dalam menggolongkan unsur.

2. Hukum Oktaf Newlands

Pada tahun 1866, John A.R Newlands seorang ahli kimia berkebangsaan

Inggris mengemukakan bahwa unsur-unsur yang disusun berdasarkan urutan

kenaikan massa atomnya mempunyai sifat yang akan berulang tiap unsur

kedelapan. Artinya, unsur pertama mirip dengan unsur kedelapan, unsur kedua

mirip dengan unsur kesembilan, dan seterusnya.

Sifat keperiodikan unsur berdasarkan urutan kenaikan massa atom setiap

kelipatan delapan dinamakan hukum oktaf. Saat itu, baru ditemukan 60 unsur.

Gas mulia tidak termasuk dalam pengelompokan sistem oktaf karena belum

ditemukan .

Berikut ini disampaikan pengelompokan unsur berdasarkan hukum oktaf

Newlands, yaitu sebagai berikut :

H F Cl Co/Ni Br Pd I Pt

41

Li Na K Cu Rb Ag Cs Tl

Be Mg Ca Zn Sr Cd Ba/V Pb

B Al Cr Y Ce/La U Ta Th

C Si Ti In Zr Sn W Hg

N P Mn As Di/Mo Sb Nb Bi

O S Fe Se Ro/Ru Te Au Os

Beberapa unsur ditempatkan tidak urut sesuai massanya dan terdapat

dua unsur yang ditempatkan di kolom yang sama karena kemiripan sifat.

3. Sistem Periodik Mendeleyev

Pada tahun 1869, Dmitri Ivanovich Mendeleyev seorang ahli kimia

berkebangsaan Rusia menyusun 65 unsur yang sudah dikenal pada waktu itu.

Mendeleev mengurutkan unsur-unsur berdasarkan kenaikan massa atom dan

sifat kimianya.

Pada waktu yang sama, Julius Lothar Meyer membuat susunan

unsur-unsur seperti yang dikernukakan oleh Mendeleyev. Hanya saja, Lothar

Meyer menyusun unsur-unsur tersebut berdasarkan sifat fisiknya. Meskipun

ada perbedaan, tetapi keduanya menghasilkan pengelompokan unsur yang

sama. Mendeleyev menyediakan kotak kosong untuk tempat unsur-unsur yang

waktu itu belum ditemukan, seperti unsur dengan nomor massa 44, 68, 72, dan

100. Mendeleyev telah meramal sifat-sifat unsur tersebut dan ternyata

ramalannya terbukti setelah unsur-unsur tersebut ditemukan. Susunan unsur-

unsur berdasarkan hukum Mendeleev disempurnakan dan dinamakan sistem

periodik Mendeleyev.

42

Sistem periodik Mendeleev terdiri atas golongan (unsur-unsur yang

terletak dalam satu kolom) dan periode (unsur-unsur yang terletak dalam satu

baris). Tabel sistem periodik Mendeleyev yang dibuat adalah sebagai berikut :

Period

eGol.I Gol.II Gol.III Gol.IV Gol.V Gol.VI Gol.VII Gol.VIII

1 H 1

2 Li 7 Be 9,4 B 11 C 12 N 14 O 16 F 19

3 Na 23 Mg 24 Al 27,3 Si 28 P 31 S 32 C 35,5

4 K 39 Ca 40 ? (44) Ti 48 V 51 Cr 52 Mn 55Fe 56, Co

59

Ni 59, Cu

63

5 Cu 63 Zn 65 ? (68) ? (72) As 75 Se 78 Br 80

6 Rb 86 Sr 87 ?Yt 88 Zr 90 Nb 94 Mo 96 ? (100)Ru 104,

Rh 104

Pd 106,

Ag 108

7 Ag 108 Cd 112 In 115 Sn 118 Sb 122 Te 125 I 127

?8 Cs 133 Ba 137 ?Di 138 ?Ce 140 ? ? ?

9 ? ? ? ? ? ? ?

10 ? ? ?Er 178 ?La 180 Ta 182 W 184 ?Os 195, Ir

197

11 Au 199 Hg 200 Tl 204 Pb 207 Bi 208 ? ?Pt 198,

Au 199

43

12 ? ? ? Th 231 ? U 240 ?

4. Pengelompokan Unsur Berdasarkan Sistem Periodik Modern

Sistem periodik Mendeleyev dikemukakan sebelum penemuan teori

struktur atom, yaitu partikel-partikel penyusun atom. Partikel penyusun inti atom

yaitu proton dan neutron, sedangkan elektron mengitari inti atom. Setelah

partikel-partikel penyusun atom ditemukan, ternyata ada beberapa unsur yang

mempunyai jumlah partikel proton atau elektron sama, tetapi jumlah neutron

berbeda. Unsur tersebut dikenal sebagai isotop. Jadi, terdapat atom yang

mempunyai jumlah proton dan sifat kimia sama, tetapi massanya berbeda karena

massa proton dan neutron menentukan massa atom.

Dengan demikian, sifat kimia tidak ditentukan oleh massa atom, tetapi

ditentukan oleh jumlah proton dalam atom tersebut. Jumlah proton digunakan

sebagai nomor atom unsur dan unsur- unsur disusun berdasarkan kenaikan nomor

atom.

Ternyata, kenaikan nomor atom cenderung diikuti dengan kenaikan massa

atomnya. Keperiodikan sifat fisika dan kimia unsur disusun berdasarkan nomor

atomnya. Pernyataan tersebut disimpulkan berdasarkan hasil percobaan Henry

Moseley pada tahun 1913. Sistem periodik yang telah dikemukakan berdasarkan

percobaan Henry Moseley merupakan sistem periodik modern dan masih

digunakan hingga sekarang. Sistem periodik unsur modern merupakan modifikasi

dari sistem periodik Mendeleyev. Perubahan dan penyempumaan dilakukan

terhadap sistern periodik Mendeleyev terutama setelah penemuan unsur-unsur gas

mulia. Mendeleyev telah meletakan dasar-dasar yang memungkinkan untuk

perkembangan sistem periodik unsur.

44

5. Golongan dan Periode Unsur dalam Tabel Sistem Periodik Unsur Modern

Unsur-unsur dalam tabel sistem periodik modern disusun berdasarkan

kenaikan nomor atom. Karena sistem periodik yang disusun berbentuk panjang,

maka tabel periodik yang sekarang ini disebut tabel periodik panjang.

Terkadang disebut pula tabel periodik modern, dikarenakan disusun oleh konsep-

konsep yang sudah modern.

Berbeda dengan tabel periodik Mendeleyev, karena berbentuk pendek,

maka sering disebut sistem periodik pendek. Pada sistem periodik bentuk

panjang, sifat unsurnya merupakan fungsi periodik dari nomor atomnya. Hal ini

berarti bahwa sifat unsur tergantung dari nomor atomnya.

Pada tabel periodik bentuk panjang, juga dikenal istilah periode dan

golongan. Penyusunan unsur dengan arah mendatar ke kanan disebut periode,

sedangkan penyusunan unsur dengan arah ke bawah disebut golongan. Tabel

periodik bentuk panjang terdiri atas 7 periode dan 8 golongan. Adapun tampilan

fisik tabel Sistem Periodik Modern, adalah sebagai berikut periode dibedakan

menjadi periode pendek dan periode panjang, sedangkan golongan dibedakan

menjadi golongan A (golongan utama) dan golongan B (golongan transisi).

Periode pendek mencakup periode 1 (terdiri dari 2 unsur), periode 2 (terdiri dari 8

unsur) dan periode 3 (terdiri dari 8 unsur). Sedangkan periode panjang mencakup

periode 4 sampai dengan periode 7.

a. Golongan

Golongan unsur pada sistem periodik unsur modern disusun berdasarkan

jumlah elektron valensi (elektron yang terletak pada kulit terluar). Unsur dalam

45

satu golongan mempunyai sifat yang cenderung sama dan ditempatkan dalam

arah vertikal (kolom).

Pada sistem periodik unsur modern, golongan dibagi menjadi 18

berdasarkan aturan IUPAC. Berdasarkan aturan Amerika, sistem periodik unsur

modern dibagi dua golongan yaitu golongan A dan B. Jadi, golongan unsur dari

kiri ke kanan ialah IA, IIA, 11113, IVB, VB, VIB, VIIB, VIIIB, IB, 1113, IIIA,

IVA, VA, VIA, VIIA, dan VIIIA. Umumnya, digunakan pembagian golongan

menjadi A dan B.

Golongan unsur pada sistem periodik unsur modern mempunyai nama

khusus yaitu sebagai berikut :

Golongan Nama Khusus Unsur-unsur

IA 1 Alkali Li, Na, K, Rb, Cs, dan Fr

IIA 2 Alkali Tanah Be, Mg, Ca, Sr, Ba, dan Ra

IIIA 13 Boron B, Al, Ga, In, dan Tl

IVA 14 Karbon C, Si, Ge, Sn, dan Pb

VA 15 Nitrogen N, P, As, Sb, dan Bi

VIA 16 Oksigen O, S, Se, Te, dan Po

VIIA 17 Halogen F, Cl, Br, I, dan At

VIIIA 18 Gas Mulia He, Ne, Ar, Kr, Xe, dan Rn

b. Periode

Periode unsur pada sistem periodik unsur modem disusun dalam arah

horisontal (baris) untuk menunjukkan kelompok unsur yang mempunyai jumlah

kulit sama.

Sistem periodik bentuk panjang terdiri atas 7 periode sebagai berikut :

46

1)        Periode 1 = periode sangat pendek berisi 2 unsur, yaitu H dan He

2)       Periode 2 = periode pendek berisi 8 unsur

3)        Periode 3 = periode pendek berisi 8 unsur

4)        Periode 4 = periode panjang berisi 18 unsur

5)        Periode 5 = periode panjang berisi 18 unsur

6)        Periode 6 = periode sangat panjang berisi 32 unsur

7)        Periode 7 = periode yang unsur-unsurnya belum lengkap berisi 30 unsur

Pada periode 6 termasuk periode sangat panjang, yaitu berisi 32 unsur.

Golongan IIIB periode 6 berisi 14 unsur dengan sifat mirip yang dinamakan

golongan lantanida.

Begitu juga golongan IIIB periode 7 berisi 14 unsur dengan sifat mirip

dinamakan golongan aktinida.

Unsur golongan aktinida dan lantanida biasanya dituliskan terpisah di

bawah. Golongan lantanida dan aktinida disebut golongan transisi dalam.

c. Penetapan Golongan dan Periode

Golongan dan periode dapat ditentukan dengan cara menuliskan

konfigurasi elektron. Konfigurasi elektron adalah penataan elektron dalarn atom

yang ditentukan berdasarkan jumlah elektron.

Pada konfigurasi elektron, jumlah elektron valensi menunjukkan nomor

golongan, sedangkan jumlah kulit yang sudah terisi elektron (n terbesar)

menunjukkan periode.

47

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Definisi Konsepsional

Beberapa definisi konsepsional dalam penelitian ini adalah :

1. Pembelajaran Kooperatif adalah model pembelajaran yang strategi belajarnya

dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang memilki tingkat

kemampuan yang berbeda-beda.

2. Hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai oleh seorang siswa

melalui proses belajar mengajar disekolah yang dinyatakan dalam angka-angka

atau nilai yang diukur dengan alat evaluasi dalam hal ini tes baik tes yang tertulis

maupun tes yang tidak tertulis.

3. Snowball Throwing (Lempar Bola Salju) adalah salah satu tipe model

pembelajaran dari pembelajaran kooperatif yang didalamnya siswa dibentuk

kedalam beberapa kelompok secara heterogen dan guru memberikan kesempatan

pada siswa untuk saling bertanya dan menuliskan pertanyaan pada kertas dan

membuatnya menjadi bola untuk kemudian dilemparkan pada siswa lain yang

akan menjawab.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMA N 4 Samarinda, dalam waktu ± 2 bulan.

C. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah siswa dalam kelas X SMA N 4Samarinda

yang berjumlah 1 kelas terdiri dari 35 siswa.

48

D. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini adalah penelitian secara kolaboratif sehingga data diperoleh

dengan cara penulis dan pengamat secara langsung terlibat dalam proses belajar

mengajar pada satu kelas penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan teknik tes tertulis pada setiap putaran atau siklus.

Keaktifan siswa diukur dengan menggunakan lembar observasi yang

disediakan oleh peneliti. Pengamat dalam hal ini adalah guru bidang studi kimia yang

bertugas mengamati keaktifan siswa dan keaktifan peneliti dalam mengajar dengan

mengisi lembar observasi keaktifan siswa dan keaktifan guru pada setiap putaran atau

siklus. Lembar observasi yang disediakan berjumlah dua lembar yaitu lembar

observasi untuk mengukur aktifitas siswa dan lembar observasi untuk mengukur

aktifitas guru sebagai bahan untuk refleksi.

E. Indikator Peningkatan Hasil Belajar

Indikator yang menyatakan bahwa pembelajaran yang berlangsung selama

penelitian berhasil meningkatkan hasil belajar siswa, jika terjadi peningkatan nilai

rata-rata hasil belajar pada setiap siklus setelah digunakannya model pembelajaran

kooperatif tipe snowball throwing (lempar bola salju).

Kriteria Hasil Belajar

Nilai Rata-rata Kriteria

80 ≤ N ≤ 100

70 ≤ N ≤ 80

60 ≤ N ≤ 70

50 ≤ N ≤ 60

Baik Sekali

Baik

Cukup

Kurang

49

0 ≤ N ≤ 50 Kurang Sekali

F. Rancangan Penelitian

PRE-TEST

PERMASALAHAN Alternatif Pemecahan Pelaksanaan Tindakan I

(Rencana Tindakan I)

Terselesaikan Refleksi Analisis Data Observasi

Post-test

Belum Terselesaikan SIKLUS SELANJUTNTA

Penelitian ini berjalan dalam beberapa siklus, masing-masing siklus tingkat

keberhasilannya disesuaikan dengan kompetensi yang diharapkan bisa dikuasai siswa.

Secara lebih rinci prosedur penelitian tindakan kelas ini dijabarkan sebagai berikut.

1. Tahap Perancanaan

Adapun kegiatan yang dibuat dalam tahap perencanaan ini adalah :

a. Membuat skenario pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Snowball Throwing pada pokok bahasan Sistem Periodik Unsur.

b. Membuat rencana pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Snowball Throwing pada pokok bahasan Sistem Periodik Unsur.

c. Mempersiapkan lembar kertas berwarna untuk dipakai dikelas.

d. Membuat kertas yang bertuliskan nomor absen siswa untuk dipakai pada saat

pembelajaran sebagai nomor punggung.

50

e. Membuat soal test pada setiap siklus.

f. Membuat lembar observasi aktifitas siswa dan guru yang mengajar untuk

melihat bagaimana kondisi belajar mengajar dikelas pada saat model

pembelajaran kooperatif Snowball Throwing dilaksanakan dan sebagai bahan

refleksi.

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan

skenario pembelajaran dan rencana pembelajaran yang telah direncanakan dan

dibuat oleh penulis bersama-sama obsevator. Setiap siklus yang dilakukan terdiri

dari 2 kali pertemuan selama 2 jam pelajaran. Berikut rinciannya :

a. Penjajagan

Tindakan pejajagan ini dilakukan dengan serangkaian test (pre-

test). Pre-test dengan menggunakn materi sistem periodik unsur yang

berguna untuk menggali masalah-masalah yang dihadapi siswa yang

dikaitkan dengan kompetensi yang diinginkan. Menjelaskan kepada siswa

tentang model pembelajaran snowball throwing (lempar bola salju) yang

akan digunakan dalam penelitian ini.

b. Rencana Perlaksanaan Pembelajaran

Proses belajar mengajar dilakukan dengan model pembelajaran tipe

Snowball Throwing. Rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan

dilakukan dalam penelitian ini berlangsung 2 siklus, yaitu :

1. Siklus 1

a. Pertemuan pertama (2 x 45 menit) guru memberikan per-test dengan

menggunakan materi sistem periodik unsur, menjelaskan indikator

pembelajaran yang ingin dicapai selanjutnya setting kelas, penggunaan

51

model pembelajaran Snowball Throwing dengan materi yang disajikan

adalah sistem periodik unsur. Kemudian guru memanggil perwakilan

dari setiap kelompok untuk menjelaskan materi sistem periodik unsur.

Kemudian setiap perwakilan kelompok menjelaskan materi kepada

teman sekelompoknya. Selanjutnya setiap anggota kelompok

menuliskan satu pertanyaan dilembar kertas berwarna dan

dilemparkan kepada kelompok lain. melanjutkan pembelajaran yaitu

siswa menjawab pertanyaan yang berada dikertas berwarna

berdasarkan pengetahuan yang mereka dapatkan kemudian

mengemukakan hasil jawabannya didepan kelas secara bergantian dari

hasil diskusi bersama-sama dengan teman sekelompoknya. Kemudian

guru membuat kesimpulan bersama-sama siswa.

b. Pertemuan kedua (2 x 45 menit) yaitu guru memberikan post test

kepada siswa sebagai tolak ukur penelitian ini. Dalam hal ini guru

akan melihat hasil belajar siswa, untuk mengetahui apakah terdapat

peningkatan hasil belajar siswa pada pokok bahsan sistem periodik

unsur.

2. Siklus 2

Siklus kedua dilaksanakan dengan berpijak dari hasil analisis

kegiatan siklus pertama, yaitu bagaimana hasil dari siklus pertama,

kekurangan langkah-langkah dari siklus pertama tersebut dan apa

akibatnya bagi siswa maupun guru serta perubahan apa yang dilakukan

pada tahap berikutnya. Tahap-tahap tindakan pada siklus kedua juga

sama dengan tahap pada siklus pertama hanya saja permasalahan atau

52

sub pokok bahasan yang diberikan kepada siswa merupakan masalah

yang baru.

3. Tahap Observasi

Pada tahap ini penulis sebagai guru pengajar melakukan tindakan

pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing. Untuk

mengobservasi tingkat hasil belajar siswa digunakan tes yakni pre-test berguna

untuk melihat kesiapan siswa dalam menghadapi pembelajaran dan untuk

mengetahui masalah yang dihadapi siswa dalam belajar yang berkenaan

dengan materi yang akan diajarkan sedangkan post-test adalah test yang

dilaksanakan pada akhir pembelajaran untuk melihat hasil belajar siswa

setelah digunakannya pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing.

Aktifitas dan penulis diamati oleh observer yaitu guru bidang studi

kimia. Tingkat aktifitas diamati dengan menggunakan lembar observasi

aktifitas siswa dan guru yang sebelumnya telah disediakan oleh penulis.

4. Tahap Refleksi

Pada tahap ini, penulis bersama-sama observator merenungkan hasil

tindakan pembelajaran. Semua data hasil monitoring yang sudah diamati oleh

observator dengan menggunakan lembar observasi dianalisis. Untuk mengetahui

apakah rencana pelaksanaan pembelajaran yang sudah disiapkan mencapai tujuan

yang diinginkan. Berdasarkan hasil data ini, penulis dapat mengadakan refleksi,

sehingga kelemahan pada siklus ini dapat diperbaiki pada siklus berikutnya.

G. Analisis Data

Data yang diperoleh dari lembar observasi dan hasil belajar kimia siswa,

kemudian disusun, dijelaskan dan akhirnya dianalisis dengan cara mendeskripsikan

53

atau menggambarkan dengan menyajikan dalam bentuk persentase untuk setiap

putaran atau siklus.

1. Hasil Belajar Kimia

a. Ketuntasan Belajar Siswa

Persentase = ab

x 100 %

Ket :

a = Jumlah siswa tuntas pada setiap siklus

b = Jumlah seluruh siswa

b. Nilai Rata-rata Tes

Persentase = a2−a1

bx100 %

Ket :

a1 = Nilai pre-test siswa pada setiap siklus

a2 = Nilai post-test pada setiap siklus

b = Nilai maksimun tes pada setiap siklus

54