87649182 Proposal Ptk Kuw Jadi (1)
-
Upload
ragwan-haddar -
Category
Documents
-
view
73 -
download
0
Transcript of 87649182 Proposal Ptk Kuw Jadi (1)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan dana
yang cukup besar. Hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi
kelangsungan masa depannya. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang RI, 2006).
Dalam perkembangan suatu bangsa pendidikan memegang peranan penting.
Dimana kemajuan suatu bangsa dan negara dapat dilihat dari kemajuan pendidikan
bangsa tersebut, baik secara intelektual maupun secara ilmu pengetahuan. Untuk itu
upaya peningkatan kualitas suatu pendidikan terus-menerus dilakukan oleh
pemerintah. Salah satu upaya dari menteri pendidikan dalam rangka meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia adalah melakukan pembaharuan kurikilum
pendidikan dari Kurikulum 1994 hingga Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP).
Adapun Pengajaran sebagai suatu proses merupakan suatu sistem yang
melibatkan berbagai komponen antara lain komponen pendidik (guru), peserta didik
(siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain sebagainya.
Komponen-komponen tersebut saling berinteraksi antar sesama komponen.
Dalam upaya meningkatkan hasil belajar yang ingin dicapai, maka baik guru
maupun siswa harus terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar, sehingga
1
dapat menimbulkan motivasi belajar siswa, terutama pada mata pelajaran kimia yang
pada umumnya dianggap sulit dan membosankan bahkan kurang diminati oleh
sebagian siswa. Dari kenyataan yang ada, maka diperlukan suatu model pengajaran
yang dapat melibatkan peran aktif siswa dalam belajar dan pemilihan model
pembelajaran haruslah diperhatikan dengan materi yang akan diajarkan, kemampuan
siswa, perlengkapan yang tersedia, dan kemampuan guru tersebut dalam
menyampaikan ilmu yang dimiliki. Untuk menentukan pilihan model pembelajaran
mengajar yang akan digunakan perlu disesuaikan dengan bahan pelajaran, khususnya
tujuan pengajaran yang akan dicapai. Kesalahan dalam memilih model pembelajaran
yang tidak tepat, dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam menguasai materi
pelajaran yang hendak disampaikan.
Guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, dihadapkan dengan sejumlah
permasalahan siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan
belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun tidak sedikit
pula siswa yang mengalami berbagai kesulitan belajar. Dalam hal ini seorang guru
membutuhkan model pelajaran yang tepat sehingga dapat mengatasi kesulitan belajar
siswa. Dalam memilih model pembelajaran yang tepat, penting bagi guru untuk
mempertimbangkan keadaan siswa, keadaan sekolah dan lingkungan, serta kekhasan
pokok bahasan tersebut agar guru dapat merancang atau mendesain pengajaran secara
tepat.
Dewasa ini mulai diterapkan pembelajaran yang berfokus pada pembentukkan
kelompok-kelompok kecil untuk bekerja sama dalam proses belajar mengajar. Model
pembelajaran kooperatif merupakan salah satu upaya untuk menghadapi problematika
dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran Kooperatif merupakan strategi belajar
dengan jumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
2
berbeda (Isjoni, 2007). Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran kooperatif tipe Lempar Bola Salju (Snowball Throwing). Snowball
Throwing merupakan model pembelajaran yang dapat dengan mudah diterima oleh
siswa, karena didalamnya ada suatu permainan yang dapat membantu siswa dalam
menerima materi pembelajaran secara lebih berkesan, aktif dan terampil.
Pokok Bahasan Sistem Periodik Unsur merupakan materi yang berupa teori-
teori saja dan terkesan membosankan. Umumnya siswa yang tidak terlalu menyenangi
pokok bahasan ini, karena materi yang terlalu banyak teori dan membosankan.
Dimana guru hanya menjelaskan didepan sedangkan siswa mendengarkan dan
memperhatikan guru sehingga tidak ada interaksi antara guru dan siswa. Hal ini
membuat siswa tidak fokus terhadap pokok bahasan ini, sehingga banyak siswa yang
mendapatkan nilai rendah.
Model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing, dipercaya dapat
memberikan solusi terbaik terhadap problematika yang dihadapi oleh guru khususnya
pada pokok bahasan snowball throwing.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian dalam rangka
meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan sistem periodik unsur dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing (lempar bola
salju).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas, masalah dalam penelitian ini adalah :
"Bagaimana meningkatkan hasil belajar siswa melalui penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing pada pokok bahasan sistem periodik
unsur?”
3
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah : untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penggunaan
model pembelajaran tipe snowball throwing pada pokok bahasan sistem periodik
unsur.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukkan dalam usaha perbaikan
dan peningkatan proses belajar mengajar disuatu sekolah.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi seluruh
pengajar khususnya guru kimia dalam menyusun strategi belajar mengajar
mengingat pelajaran kimia sulit diterima oleh sebagian siswa.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu alternatif pembelajaran yang
menarik dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam upaya meningkatkan
hasil belajar siswa.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan
penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih
Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan
individu berlangsung melalui kegiatan belajar.
Berikut adalah beberapa tentang pengertian belajar menurut para ahli :
Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam
berinteraksi dengan lingkungannya”.
Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang
dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan,
sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
Crow dan Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-
kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”.
Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku
muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang
relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.
5
Gage dan B erliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang
yang muncul karena pengalaman”
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar
adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-
ciri dari perubahan perilaku, yaitu :
a. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari
individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang
bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya
pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat,
dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang
mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia
sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah
belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi
perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
b. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya
merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh
sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah
diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan
keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi
Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi
Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang
6
“Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti
perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.
c. Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa
sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang
psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi
pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku
dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta
didiknya kelak ketika dia menjadi guru.
d. Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah
kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi
Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Proses Belajar Mengajar tidak perlu
mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku
dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi
Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip
perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia
kelak menjadi guru.
e. Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif
berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh
pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif
melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan,
berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan.
7
f. Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap
dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar
mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan
komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
g. Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai,
baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya,
seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam
panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan
keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk
kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia
ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai
tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut.
h. Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan
semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan
keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”,
disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”,
dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai “Teori-
Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan
“Teori-Teori Belajar”.
8
2. Ciri-ciri Belajar
Menurut Eggen dan Kauchak (1998) Menjelaskan bahwa ada enam ciri
pembelajaran yang efektif, yaitu:
a. Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui
mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan
perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan
kesamaan-kesamaan yang ditemukan.
b. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam
pelajaran.
c. Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.
d. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada Siswa
dalam menganalisis informasi.
e. Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan
keterampilan berpikir.
f. Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan
gaya mengajar guru.
3. Faktor-faktor Belajar
a. Faktor Internal
Faktor-faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu, antara lain:
a. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya
sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan
9
bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu.
Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya
hasil belajar yang maksimal. Kedua, fungsi fisiologis/jasmani. Selama proses
belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat
mempengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi
dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam
proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang
diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia
luar.
b. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang
dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama
mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap
dan bakat.
c. Kecerdasan/Inteligensia Siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik
dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan
melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan
dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh yang lain. Namun,
otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ lain, karena fungsi
otak adalah sebagai pengendali tertinggi (executive control) dari hampir
seluruh aktivitas manusia. Semakin tinggi tingkat inteligensi seorang individu,
semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit
individu itu mencapai kesuksesan belajar.
10
d. Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan
kegiatan belajar siswa. Motivasi mendorong siswa ingin melakukan kegiatan
belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam
diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku
setiap saat (Slavin, 1994). Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua,
yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi Instrinsik adalah
semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan
untuk melakukan sesuatu. Contohnya, seorang siswa yang gemar membaca,
maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak
hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi
kebutuhannya. Motivasi Ekstrinsik adalah semua faktor yang dating dari luar
diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti
pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orang tua, dan lain sebagainya.
Kurangnya respon dari lingkungan secara positif akan mempengaruhi
semangat belajar seseorang menjadi lemah.
e. Minat
Secara sederhana minat (interest) berarti kecenderungan dan
kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Sama
halnya dengan kecerdasan dan motivasi, minat memberi pengaruh terhadap
aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia
akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Untuk membangkitkan
minat belajar siswa ada banyak cara yang bisa digunakan. Salah satunya
adalah dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan
tidak membosankan.
11
f. Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan
proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk memberi reaksi atau merespons dengan cara yang relatif
tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif
maupun negative (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi
oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran atau
lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, guru berperan dan berusaha untuk
menyajikan pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga
membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak
menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang studi yang dipelajari
bermanfaat bagi diri siswa.
g. Bakat
Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan
potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa
yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin
(1994)mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang
siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang
yang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar
seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang
dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga
kemungkinan besar ia akan berhasil.
b. Faktor Eksternal
Faktor-faktor ekternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri
individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu, antara lain:
12
a. Faktor Lingkungan Sosial
Meliputi lingkungan sosial sekolah (guru, administrasi, teman-teman
sekelas), lingkungan sosial masyarakat (tempat tinggal siswa), Lingkungan
sosial keluarga (Ketegangan di dalam keluarga, sifat-sifat orang tua,
pengelolaan keluarga). Semuanya itu dapat mempengaruhi aktivitas belajar
siswa.
b. Faktor Lingkungan NonSosial
Meliputi faktor lingkungan alamiah (kondisi udara segar, tidak terlalu
panas dan tidak terlalu dingin, sinar yang tidak terlalu silau atau bahkan tidak
terlalu gelap.), faktor instrumental (perangkat belajar seperti gedung sekolah,
alat-alat belajar, kurikulum, peraturan sekolah, buku panduan.), faktor materi
pelajaran (bahan yang akan diajarkan ke siswa, hendaknya sesuai dengan usia
perkembangan, metode dan kondisi siswa). Semuanya itu dapat
mempengaruhi aktivitas belajar siswa.
4. Bentuk-bentuk Belajar
Robert M. Gagne membedakan pola-pola belajar siswa ke delapan tipe
belajar, dengan tipe belajar yang rendah merupakan prasyarat bagi lainnya yang
lebih tinggi hierarkinya. Hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
a. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Signal learning dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola
dasar perilaku bersifat tidak disengaja dan tidak disadari tujuannya. Dalam
tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang
diperlukan buat berlangsungnya tipe belajar ini adalah diberikannya
stimulus (signal) secara serempak, stimulus-stimulus tertentu secara
13
berulang kali. Respon yang timbul bersifat umum dan emosional, selainnya
timbulnya dengan tak sengaja dan tidak dapat dikuasai.
Beberapa ucapan kasar untuk mempermalukan, siswa yang gelisah
pada saat pelajaran matematika mungkin karena kondisi tidak suka
matematika pada orang itu. Belajar isyarat sukar dikontrol oleh siswa dan
dapat mempunyai pengalaman yang pantas dipertimbangkan pada
tindakannya. konsekuensinya, seorang guru matematika, seharusnya
mencoba membangkitkan stimulus yang tidak dikondisikan yang akan
menimbulkan perasaan senang pada siswa dan berharap mereka akan
mengasosiasikan beberapa perasaan senang dengan isyarat netral pada
pelajaran matematika. Apabila perlakuan yang disenangi membangkitkan
hal-hal positif, stimulus yang tidak diharapkan mungkin gagal
menimbulkan asosiasi keinginan positif dengan isyarat netral, kecerobohan
menimbulkan stimulus negatif, pada satu waktu akan merusak keinginan
siswa untuk mempelajari pelajaran yang diajarkan.
b. Belajar Stimulus-Respons (Stimulus-Respon Learning)
Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini
adalah faktor penguatan (reinforcement). Waktu antara stimulus pertama
dan berikutnya amat penting. Makin singkat jarak S-R dengan S-R
berikutnya, semakin kuat penguatannya. Kemampuan tidak diperoleh
dengan tiba-tiba, akan tetapi melalui latihan-latihan. Respon dapat diatur
dan dikuasai. Respon bersifat spesifik, tidak umum, dan kabur. Respon
diperkuat dengan adanya imbalan atau reward. Sering gerakan motoris
merupakan komponen penting dalam respon itu.
14
c. Rantai atau Rangkaian hal (Chaining)
Tipe belajar ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan
berkaitan dengan keterampilan motorik. Chaining ini terjadi bila terbentuk
hubungan antara beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah
yang satu lagi, jadi berdasarkan ”contiguity”. Kondisi yang diperlukan bagi
berlangsungnya tipe balajar ini antara lain, secara internal anak didik sudah
harus terkuasai sejumlah satuan satuan pola S-R, baik psikomotorik
maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan, dan
reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining.
Kebanyakan aktivitas dalam matematika memerlukan manipulasi
dari peralatan fisik seperti mistar, jangka, dan model geometri
membutuhkan chaining. Belajar membuat garis bagi suatu sudut dengan
menggunakan jangka membutuhkan penerapan keterampilan tipe stimulus
respon yang telah dipelajari sebelumnya. Diantaranya kemampuan
menggunakan jangka untuk menarik busur dan membuat garis lurus antara
dua titik.
Ada dua karakteristik dari belajar stimulus respon dan belajar
rangkaian dalam pengajaran Matematika yaitu siswa tidak dapat
menyempurnakan rangkaian stimulus respon apabila tidak menguasai salah
satu keterampilan dari rangkaian tersebut, dan belajar stimulus respon dan
rangkaian diafasilitasi dengan cara memberikan penguatan bagi tingkah
laku yang diinginkan. Meskipun memberi hukuman dapat digunakan untuk
meningkatkan belajar stimulus respon, tetapi hal tersebut dapat berakibat
negatif terhadap emosi, sikap, dan motivasi belajar.
15
d. Asosiasi Verbal (Verbal Association)
Asosiasi verbal adalah rangkaian dari stimulus verbal yang
merupakan hubungan dari dua atau lebih tindakan stimulus respon verbal
yang telah dipelajari sebelumnya. Tipe paling sederhana dari belajar
rangkaian verbal adalah asosiasi antara suatu objek dengan namanya yang
melibatkan belajar rangkaian stimulus respon dari tampilan objek dengan
karakteristiknya dan stimulus respon dari pengamatan terhadap suatu objek
dan memberikan tanggapan dengan menyebutkan namanya.
Asosiasi verbal melibatkan proses mental yang sangat kompleks.
Asosiasi verbal yang memerlukan penggunaan rangkaian mental
intervening yang berupa kode dalam bentuk verbal, auditory atau gambar
visual. Kode ini biasanya terdapat dalam pikiran siswa dan bervariasi pada
tiap siswa dan mengacu kepada penyimpanan kode-kode mental yang unik.
Contoh seseorang mungkin menggunakan kode mental verbal ”y ditentukan
oleh x” sebagai petunjuk kata fungsi, orang lain mungkin memberi kode
fungsi dengan menggunakan simbol ”y=f(x)” dan orang yang lain lagi
mungkin menggunakan visualisasi diagram panah dari dua himpunan.
e. Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning)
Discrimination learning atau belajar menmbedakan sejumlah
rangkaian, mengenal objek secara konseptual dan secara fisik. Dalam tipe
ini anak didik mengadakan seleksi dan pengujian di antara dua peransang
atau sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola
respon yang dianggap sesuai. Kondisi utama bagi berlangsungnya proses
belajar ini adalah anak didik sudah mempunyai kemahiran melakukan
chaining dan association serta pengalaman (pola S-R). Contohnya: anak
16
dapat membedakan manusia yang satu dengan yang lain; juga tanaman,
binatang, dan lain-lain. Guru mengenal anak didik serta nama masing-
masing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara anak-anak.
Terdapat dua macam diskriminasi yaitu diskriminasi tunggal dan
diskriminasi ganda. Contoh mengenalkan angka 2 pada anak dengan
memperlihatkan 50 angka 2 pada kertas dan menggambar angka 2. Melalui
stimulus respon sederhana anak belajar mengenal (nama ”dua” untuk
konsep dua). Sedangkan untuk diskriminasi ganda anak belajar mengenal
angka 0, 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan membedakan angka-angka tersebut.
f. Belajar konsep (Concept Learning)
Belajar konsep adalah mengetahui sifat-sifat umum benda konkrit
atau kejadian dan mengelompokan objek-objek atau kejadian-kejadian
dalam satu kelompok. Dalam hal ini belajar konsep adalah lawan dari
belajar dari diskriminasi. Belajar diskriminasi menuntut siswa untuk
membedakan objek-objek karena dalam karakteristik yang berbeda
sedangkan belajar konsep mengelompokkan objek-objek karena dalam
karakteristik umum dan pembahasan kepada sifat-sifat umum.
Dalam belajar konsep, tipe-tipe sederhana belajar dari prasyarat
harus dilibatkan. Penambahan beberapa konsep yang spesifik harus
diikutkan dengan prasyarat rangkaian stimulus respon, asosiasi verbal yag
cocok, dan diskriminasi dari karakteristik yang berbeda . Sebagai contoh,
tahap pertama belajar konsep lingkaran mungkin belajar mengucapkan kata
lingkaran sebagai suatu membangkitkan sendiri hubungan stimulus respon,
sehingga siswa dapat mengulangi kata. Kemudian siswa belajar untuk
mengenali beberapa objek berbeda sebagai lingkaran melalui belajar
17
asosiasi verbal individu. Selanjutnya siswa mungkin belajar membedakan
antara lingkaran dan objek lingkaran lain seperti dan lingkaran. Hal tersebut
penting bagi siswa untuk menyatakan lingkaran dalam variasi yang luas.
Situasi representatif sehingga mereka belajar untuk mengenal lingkaran.
Ketika siswa secara spontan mengidentifikasi lingkaran dalam konteks yang
lain, mereka telah memahami konsep lingkaran. Kemampuan membuat
generalisasi konsep kedalam situasi yang baru merupakan Kemampuan
yang membedakan belajar konsep dengan bentuk belajar lain. Ketika siswa
telah mempelajari suatu konsep, siswa tidak membutuhkan waktu lama
untuk mengidentifikasi dan memberikan respon terhadap hal baru dari suatu
konsep, sebagai akibatnya cara untuk menunjukkan bahwa suatu konsep
telah dipelajari adalah siswa dapat membuat generalisasi konsep kedalam
situasi yang lain.
5. Proses Belajar Mengajar
Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM), tatap muka merupakan proses
pembelajaran utama yang dilakukan di program studi Teknik Geologi UNDIP.
Dalam proses ini, mahasiswa diberikan materi perkuliahan dan fungsi dosen
disini memberikan gambaran umum dari materi kuliah yang ada. Keaktifan
mahasiswa sangat diharapkan baik didalam ruangan maupun diluar ruangan
misalnya mencari bahan materi dari text book atau dari sumber lain seperti
internet. Selain itu, pembelajaran di kelas juga menggunakan metode ISS IT
(Interactice Soft Skill based Information Technology). Dengan menggunakan
metode ini mahasiswa didorong untuk mengumpulkan materi dan
mempresentasikan di hadapan teman-temannya. Hal ini memupuk kemampuan
berinteraksi dengan orang lain dan kepercayaan diri mahasiswa.
18
PBM dipantau dengan menggunakan daftar kehadiran guru dan siswa,
daftar bimbingan/konsultasi tugas kelompok, praktikum, ujian dan latihan soal-
soal untuk penjaminan mutu pendidikan.
6. Pengajaran
Pengajaran merupakan aktivitas atau proses yang berkaitan dengan
penyebaran ilmu pengetahuan atau kemahiran yang tertentu. Meliputi perkara-
perkara seperti aktivitas perancangan, pengelolaan, penyampaian, bimbingan dan
penilaian dengan tujuan menyebarkan ilmu pengetahuan atau kemahiran kepada
pelajar-pelajar dengan cara yang berkesan. Pendidikan identik dengan pengajaran
yang membedakan keduanya hanya masalah waktu. Istilah pengajaran lebih
dikenal dizaman dulu (pengertian lama).
Pengajaran merupakan pembinaan terhadap anak didik yang hanya
menyangkut segi kognitif dan psikomotor saja yaitu agar anak lebih banyak
pengetahuannya, lebih cakap berfikir kritis, sistematis, objektif ,dan terampil
dalam mengerjakan sesuatu. Tujuan pengajaran lebih mudah ditentukan dari
tujuan pendidikan.
Adapun menurut kamus besar bahasa Indonesia (1991) berasal dari kata
“ajar”, artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut).
Kata mengajar berarti memberi pelajaran. Contoh : guru itu mengajar murid
matematika, sedangkan kata mengajarkan berarti memberikan pelajaran. Contoh :
siapa yang mengajarkan matematika kepada murid kelas IV? Berdasarkan arti-arti
ini, kemudian kamus besar bahasa Indonesia itu mengartikan pengajaran sebagai
proses pembuatan, cara mengajar atau mengajarkan.
Sedangkan istilah pengajaran dalam bahasa inggris disebut instruction atau
teaching. Akar kata instruction adalah kata instruct, artinya to direct to do
19
something; to teach to do something; to furnish with information, yakni memberi
pengarahan agar melakukan sesuatu, mengajar untuk melakukan sesuatu, memberi
informasi. Istilah pengajaran menurut Reber (1998) berarti : pendidikan atau
proses perbuatan mengajarkan pengetahuan.
Sementara itu Tardif (1987) memberi arti pengajaran secara terperinci
yaitu : A preplanned, goal directed educational process designed to facilitate
learning, yaitu pengajaran adalah sebuah proses pendidikan yang sebelumnya
direncanakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan serta dirancang untuk
mempermudah belajar.
7. Aktifitas Belajar
1. Pengertian Aktifitas Belajar
Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai
dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa ketrampilan-
ketrampilan dasar sedangkan kegiatan psikis berupa ketrampilan terintegrasi.
Ketrampilan dasar yaitu mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi,
mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Sedangkan ketrampilan
terintegrasi terdiri dari mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data,
menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel,
mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun hipotesis,
mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian dan
melaksanakan eksperimen.
“Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada
aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam
interaksi belajar mengajar”(Sardiman, 2001:93). Dalam aktivitas belajar ada
beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa, yaitu pandangan
20
ilmu jiwa lama dan modern. Menurut pandangan ilmu jiwa lama, aktivitas
didominasi oleh guru sedangkan menurut pandangan ilmu jiwa modern, aktivitas
didominasi oleh siswa.
“Kegiatan belajar / aktivitas belajar sebagi proses terdiri atas enam unsur
yaitu tujuan belajar, peserta didik yang termotivasi, tingkat kesulitan belajar,
stimulus dari lingkungan, pesrta didik yang memahami situasi, dan pola respons
peserta didik ”(Sudjana,2005:105)
2. Bentuk-bentuk Aktifitas Belajar
Bentuk-bentuk aktifitas belajar siswa yang baik dalam proses belajar
mengajar, antara lain :
o Belajar dengan mengahafal atau mengingat.
o Belajar dengan mengulang-ulang sehingga timbul kebiasaan.
o Belajar dengan memasukkan tanggapan sebanyak-banyaknya dan sejelas-
jelasnya.
o Belajar yang terkadi apabila ada pengertian yaitu kejelasan arti atau makna.
o Belajar merupakan reorganisasi pengalaman, berarti dalam belajar
memanfaatkan dan menyusun pengalaman yang dimiliki.
o Belajar disertai aktifitas individu terkenal dengan sebutan CBSA (Cara belajar
Siswa Aktif).
3. Jenis-jenis Aktifitas belajar
Banyak macam- macam kegiatan (aktivitas belajar) yang dapat dilakukan
anak- anak di kelas, tidak hanya mendengarkan atau mencatat. Paul B. Diedrich
(dalam Nasution,2004:9), Membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan
(aktifitas siswa), antara lain:
21
a. Visual activities, seperti membaca, memperhatikan:gambar, demonstrasi,
percobaab, pekerjaan orang lain dan sebagainya.
b. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, member saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan interviu, diskusi, interupsi dan
sebagainya.
c. Listening activities, seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi,
music, pidato dan sebagainya.
d. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, tes, angket,
menyalin, dan sebagainya.
e. Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta diagram, pola,
dan sebagainya.
f. Motor activities, seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model,
mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan sebagainya.
g. Mental activities, seperti menanggap, mengingat, memecahkan soal,
menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan, dan sebagainya.
h. Emotional activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, berani,
tenang, gugup, dan sebagainya.
“Tentu saja kegiatan itu tidak terpisah satu sama lain. Dalam suatu
kegiatan motoris terkandung kegiatan mental dan disertai oleh perasaan
tertentu. Dalam tiap pelajaran dapat dilakukan bermacam-macam kegiatan”
(Nasution, 1982:94-95).
B. Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
didasarkan pada faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan
22
strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang
memilki tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan
saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran
kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok
belum menguasaibahan pelajaran.
Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut
(Lungdren, 1994):
Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang
bersama.”
Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa ataupeserta didik
lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawabterhadap diri sendiri dalam
mempelajari materi yang dihadapi.
Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang
sama.
Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab diantara para anggota
kelompok.
Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh
keterampilan bekerja sama selama belajar.
Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi
yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Menurut Thompson, (1995), Di dalam pembelajaran kooperatif siswa
belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu
23
sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa,
dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri
dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat
untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang
berbeda latarbelakangnya.
Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus
agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi
pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau
tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota
kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995).
2. Ciri – ciri Pembelajaran Kooperatif
Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara
kooperatif (bekerja sama).
Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang dan rendah (heterogen).
Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku,
budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap
kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula.
Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.
3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional
yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan
pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah
menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi
oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
24
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-
tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, (2000),
yaitu:
a. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga
memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa
ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa
model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan belajar. Di samping
mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran
kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun
kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas
dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras,budaya, kelas sosial, kemampuan,
dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa
dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung
pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan
belajar saling menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan
kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-
keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda
masih kurang dalam keterampilan sosial.
25
d. Elemen-elemen Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran yang dilaksanakan secara berkelompok belum tentu
mencerminkan pembelajaran kooperatif. Secara teknis memang tampak proses
belajar bersama, namun terkadang hanya merupakan belajar yang dilakukan
secara bersama dalam waktu yang sama, namun tidak mencerminkan kerjasama
antar anggota kelompok. Untuk itu agar benar-benar mencerminkan pembelajaran
kooperatif, maka perlu diperhatikan elemen-elemen pembelajaran kooperatif
sebagai berikut (Jonson and Smith,1991; Anita Lie, 2004):
a. Saling ketergantungan Positif
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap
anggotanya. Wartawan mencari dan menulis berita, redaksi mengedit, dan
tukang ketik mengetik tulisan tersebut. Rantai kerja sama ini berlanjut terus
sampai dengan mereka yang di bagian percetakan dan loper surat
kabar. Semua orang ini bekerja demi tercapainya satu tujuan yang sama, yaitu
terbitnya sebuah surat kabar dan sampainya surat kabar tersebut di tangan
pembaca.
Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu
menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus
menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.
Dalam metode Jigsaw, Aronson menyarankan jumlah anggota kelompok
dibatasi sampai dengan empat orang saja dan keempat anggota ini ditugaskan
membaca bagian yang berlainan. Keempat anggota ini lalu berkumpul dan
bertukar informasi.
26
Selanjutnya, pengajar akan mengevaluasi mereka mengenai seluruh
bagian. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung
jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil.
Penilaian juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa
mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari
"sumbangan" setiap anggota. Untuk menjaga keadilan, setiap anggota
menyumbangkan poin di atas nilai rata-rata mereka. Misalnya, nilai rata-rata si
A adalah 65 dan kali ini dia mendapat 72, dia akan menyumbangkan 7 poin
untuk nilai kelompok mereka. Dengan demikian, setiap siswa akan bisa
mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan nilai kelompok.
Selain itu beberapa siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder
terhadap rekan-rekan mereka karena mereka juga memberikan sumbangan.
b. Tanggung jawab perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika
tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran
Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk
melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah
persiapan guru dalam penyusunan tugasnya. Pengajar yang efektif dalam
model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun
tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus
melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam
kelompok bisa dilaksanakan. Dalam teknik Jigsaw yang dikembangkan
Aronson misalnya, bahan bacaan dibagi menjadi empat bagian dan masing-
masing siswa mendapat dan membaca satu bagian. Dengan cara demikian,
siswa yang tidak melaksanakan tugasnya akan diketahui dengan jelas dan
27
mudah. Rekan-rekan dalam satu kelompok akan menuntutnya untuk
melaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lainnya.
c. Tatap Muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk
membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran
beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala
saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah
hasil masing-masing anggota.
Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, meman-faatkan
kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok
mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga, dan sosial-ekonomi yang
berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal utama
dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok. Sinergi tidak
didapatkan begitu saja dalam sekejap, tetapi merupakan proses kelompok yang
cukup panjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling
mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan
interaksi pribadi.
d. Komunikasi antar anggota
Unsur ini juga menghendaki agar para pembelaiar dibekali dengan
berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskansiswa dalam
kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi . Tidak
setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan
suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling
28
mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat
mereka.
Ada kalanya pembelajar perlu diberi tahu secara eksplisit mengenai
cara-cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya
menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang
tersebut. Masih banyak orang yang kurang sensitif dan kurang bijaksana
dalam menyatakan pendapat mereka. Tidak ada salahnya mengajar siswa
beberapa ungkapan positif atau sanggahan dalam ungkapan yang lebih halus.
Sebagai contoh, ungkapan "Pendapat Anda itu agak berbeda dan
unik. Tolong jelaskan lagi alasan Anda," akan lebih bijaksana daripada
mengatakan, "Pendapat Anda itu aneh dan tidak masuk akal." Contoh lain,
tanggapan "Hm... menarik sekali kamu bisa memberi jawaban itu. Tapi
jawabanku agak berbeda...." akan lebih menghargai orang lain daripada vonis
seperti, "Jawabanmu itu salah. Harusnya begini." Keterampilan
berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses panjang.
Pembelajar tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang handal
dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat
bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar serta
membina perkembangan mental emosional para siswa.
e. Evaluasi
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar
selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak
perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisadiadakan selang
29
beberapa waktu setelah beberapa kali pembelaiar terlibat dalam kegiatan
pembelajaran Cooperative Learning.
4. Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing
Model snowball throwing adalah suatu model pembelajaran yang
berkelompok dimana kelompok yang telah terbentuk akan diwakili oleh ketua
kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa
membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar
ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang
diperoleh.
Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap
menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada
temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan
tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan tetapi menggunakan kertas
berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-
lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan
menjawab pertanyaannya.
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Guru menyampaikan pengantar materi yang akan disajikan, dan Kompetensi
Dasar yang ingin dicapai.
2. Guru membentuk siswa berkelompok, lalu memanggil masing-masing ketua
kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,
kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
30
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk
menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah
dijelaskan oleh ketua kelompok
5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan
dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit.
6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada
siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola
tersebut secara bergantian
7. Evaluasi.
8. Penutup.
C. Evaluasi Pendidikan
1. Pengertian Evaluasi Pendidikan
Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris
evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily:
1983). Menurut Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai the process
of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision
alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan
menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.
Sedangkan Rooijackers Ad mendefinisikan evaluasi sebagai "setiap usaha atau
proses dalam menentukan nilai". Secara khusus evaluasi atau penilaian juga diartikan
sebagai proses pemberian nilai berdasarkan data kuantitatif hasil pengukuran untuk
keperluan pengambilan keputusan. Dan menurut Anne Anastasi (1978) mengartikan
evaluasi sebagai "a systematic process of determining the extent to which
instructional objective are achieved by pupils". Evaluasi bukan sekadar menilai suatu
31
aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai
sesuatu secara terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan tuiuan yang jelas.
Evaluasi berkaitan erat dengan pengukuran dan penilaian yang pada umumnya
diartikan tidak berbeda (indifferent), walaupun pada hakekatnya berbeda satu dengan
yang lain. Pengukuran (measurement) adalah proses membandingkan sesuatu melalui
suatu kriteria baku (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat
kuantitatif. Penilaian adalah suatu proses transformasi dari hasil pengukuran menjadi
suatu nilai. Evaluasi meliputi kedua langkah di atas yakni mengukur dan menilai yang
digunakan dalam rangka pengambilan keputusan.
Evaluasi pendidikan memberikan manfaat baik bagi siswa/peserta pendidikan,
pengajar maupun manajemen. Dengan adanya evaluasi, peserta didik dapat
mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah digapai selama mengikuti
pendidikan. Pada kondisi dimana siswa mendapatkan nilai yang mernuaskan maka
akan memberikan dampak berupa suatu stimulus, motivator agar siswa dapat lebih
meningkatkan prestasi. Pada kondisi dimana hasil yang dicapai tidlak mernuaskan
maka siswa akan berusaha memperbaiki kegiatan belajar, namun demikian sangat
diperlukan pemberian stimulus positif dari guru/pengajar agar siswa tidak putus asa.
Dari sisi pendidik, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik untuk
menetapkan upaya upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
2. Bentuk- bentuk evaluasi
a. Tes Tertulis
Tes tertulis dalam kelompok tes verbal, adalah tes yang soal dan jawaban
yang diberikan oleh siswa berupa bahasa tulisan. Tes ini kelebihannya dapat
mengukur kemampuan sejumlah besar peserta didik dalam tempat yang terpisah
dalam waktu yang sama.
32
Tes tertulis secara umum dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :
b. Tes Subjektif
Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa
menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan,
memberikan contoh, membandingkan, memberikan alasan dan bentuk lain
yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-
kata dan bahasa sendiri. Selain itu tes uraian ini juga menuntut kemampuan
siswa dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan.
Kelebihannya :
Mudah disiapkan dan disusun
Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi
Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun
dalam bentuk kalimat yang bagus
Memberi kesempatan pada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan
gaya bahasa dan caranya sendiri
Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami suatu masalah yang
diteskan.
Kekurangannya :
Kadar validitas dan realibitasnya rendah karena sukar diketahui segi-segi
mana dari pengetahuan siswa yang betul-betul telah diketahui
Kurang representatif dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran
yang akan dites karena soalnya hanya beberapa saja (terbatas)
Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektif
Pemeriksaannya lebih sulit karena membutuhkan pertimbangan
individual lebih banyak dari pada penilaian
33
Waktu untuk mengoreksi lama dan tidak dapat diwakilkan pada orang
lain
c. Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan
secara objektif. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
dari tes bentuk essay. Jenis-jenis dari tes objektif meliputi :
Tes benar salah
Test obyektif bentuk benar-salah adalah salah satu bentuk test
obyektif dimana butir-butir soal yang diajukan dalam tes hasil belajar itu
berupa pernyataan (statement), pernyataanyang benar dan pernyataan yang
salah. Disini, tugas testee adalah membubuhkan tanda (simbol) tertentu
atau mencoret huruf B, jika menurut kenyakinan mereka pernyataan itu
benar, atau membubuhkan tanda (simbol) tertentu atau mencoret huruf S,
jika menurut kenyakinan mereka pernyataan tersebut adalah salah. Jadi,
tes obyektif itu bentuknya adalah kalimat atau pernyataan yang
mengadung dua kemungkinan jawaban; benar atau salah, dan testee
diminta untuk menentukan pendapatnya mengenai pernyataan-pernyataan
tersebut dengan cara seperti yang telah ditentukan dalam petunjuk
mengerjakan soal.
Keunggulan test benar salah
o Pembuatannya mudah.
o Dapat dipergunakan berulang kali.
o Dapat mencakup bahan pelajaran yang luas.
o Tidak terlalu banyak memerlukan lembaran kertas.
o Bagi testee, cara mengerjakannya mudah.
34
o Bagi tester, cara mengoreksinya juga mudah.
Kelemahan test benar salah
o Tes obyektif ini membuka peluang bagi testee untuk
berspekulasi dalam memberikan jawaban.
o Sifatnya amat terbatas, dalam arti tes tersebut hanya dapat
mengungkapkandaya ingat dan pengenalan kembali saja.
Sifatnya hanya hafalan saja.
o Pada umumnya nilai reliabilitasnya rendah, kecuali apabila
butir-butir soalnya dibuat dalam jumlah yang banyak sekali.
Tes isian
Tes isian biasanya berbentuk cerita atau karangan
Tes menjodohkan
Tes pilihan ganda, yang meliputi :
Pilihan ganda biasa
Pilihan ganda kelompok
Hubungan sebab akibat
Membaca grafik, gambar atau diagram
Asosiasi
Kelebihannya :
Dapat mewakili seluruh bahan pelajaran yang diteskan
Pemeriksaannya tidak dipengaruhi unsur subjektif
Pemeriksaannya dapat diwakilkan orang lain
Dalam pemeriksaannya lebih mudah karena dapat menggunakan
kunci tes
35
Kekurangannya :
Persiapan penyusunannya lebih sulit daripada tes essay
Banyak kesempatan bagi siswa untuk berspekulasi
Kesempatan untuk bekerja sama bagi siswa dalam mengerjakan
soal lebih terbuka
Sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi, karena soal-soal
ini cenderung mengungkapkan ingatan dan hanya pengenalan
kembali saja.
D. Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan
untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh
guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung
jawabnya dan ia disebut ’penelitian tindakan kelas’ atau PTK.Penelitian tindakaN
kelas sama sekali tidak mengganggu proses belajar mengajar, melainkan justru PTK
dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di kelas sesuai dengan jadwal dan
dapat memperbaiki strategi pelajaran.
Karena situasi kelas sangat dinamis dalam konteks kehidupan sekolah yang
dinamis pula. Guru memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK
yang dilakukan selaras dengan situasi yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar
proses mengarah pada tercapainya perbaikan. Hal ini menuntut komitmen untuk
berpartisipasi dan kerjasama dari semua orang yang terlibat, yang mampu melakukan
evaluasi diri secara kontinyu sehingga perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya,
dapat diraih. Tindakan dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis
Dapat dikatakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku
pengajaran Anda, perilaku murid- murid Anda di kelas, dan/atau mengubah kerangka
36
kerja melaksanakan pembelajaran kelas Anda. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan
untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk
memecahkan masalah dengan penerapan langsung di ruang kelas.
PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran
kelas. Di ruangan kelas, PTK dapat berfungsi sebagai (Cohen & Manion, 1980: 211):
a. Alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi
pembelajaran di kelas.
b. Alat pelatihan dalam-jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode
baru dan mendorong timbulnya kesadaran-diri, khususnya melalui pengajaran
sejawat.
c. Alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan
tambahan atau inovatif
d. Alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan
peneliti.
e. Alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik
terhadap pemecahan masalah kelas.
E. Sistem Periodik Unsur
Tabel periodik unsur-unsur kimia adalah tampilan unsur-unsur kimia dalam
bentuk tabel. Unsur-unsur tersebut diatur berdasarkan struktur elektronnya sehingga
sifat kimia unsur-unsur tersebut berubah-ubah secara teratur sepanjang tabel. Setiap
unsur didaftarkan berdasarkan nomor atom dan lambang unsurnya.
Tabel periodik standar memberikan informasi dasar mengenai suatu unsur.
Ada juga cara lain untuk menampilkan unsur-unsur kimia dengan memuat keterangan
lebih atau dari persepektif yang berbeda.
37
Penjelasan struktur tabel periodik
Jumlah kulit elektron yang dimiliki sebuah atom menentukan periode atom
tersebut. Setiap kulit memiliki beberapa subkulit, yang terisi menurut urutan berikut
ini, seiring dengan bertambahnya nomor atom:
1s
2s 2p
3s 3p
4s 3d 4p
5s 4d 5p
6s 4f 5d 6p
7s 5f 6d 7p
8s 5g 6f 7d 8p
...
Berdasarkan hal inilah struktur tabel disusun. Karena elektron terluar
menentukan sifat kimia suatu unsur, unsur-unsur yang segolongan umumnya
mempunyai sifat kimia yang mirip. Unsur-unsur segolongan yang berdekatan
mempunyai sifat fisika yang mirip, meskipun massa mereka jauh berbeda. Unsur-
unsur seperiode yang berdekatan mempunyai massa yang hampir sama, tetapi sifat
yang berbeda.
Sebagai contoh, dalam periode kedua, yang berdekatan dengan Nitrogen (N)
adalah Karbon (C) dan Oksigen (O). Meskipun massa unsur-unsur tersebut hampir
sama (massanya hanya selisih beberapa satuan massa atom), mereka mempunyai sifat
yang jauh berbeda, sebagaimana bisa dilihat dengan melihat alotrop mereka: oksigen
diatomik adalah gas yang dapat terbakar, nitrogen diatomik adalah gas yang tak dapat
38
terbakar, dan karbon adalah zat padat yang dapat terbakar (ya, berlian pun dapat
terbakar).
Sebaliknya, yang berdekatan dengan unsur Klorin (Cl) di tabel periodik, dalam
golongan Halogen, adalah Fluorin (F) dan Bromin (Br). Meskipun massa unsur-unsur
tersebut jauh berbeda, alotropnya mempunyai sifat yang sangat mirip: Semuanya
bersifat sangat korosif (yakni mudah bercampur dengan logam membentuk garam
logam halida); klorin dan fluorin adalah gas, sementara bromin adalah cairan bertitik
didih yang rendah; sedikitnya, klorin dan bromin sangat berwarna
Periodisitas Sifat Kimia
Nilai utama dari tabel periodik adalah kemampuan untuk memprediksi sifat
kimia dari sebuah unsur berdasarkan lokasi di tabel. Perlu dicatat bahwa sifat kimia
berubah banyak jika bergerak secara vertikal di sepanjang kolom di dalam tabel
dibandingkan secara horizontal sepanjang baris.
Kecenderungan Periodisitas dalam Golongan
Kecenderungan periodisas dari energi ionisasi
Teori struktur atom mekanika kuantum modern menjelaskan kecenderungan
golongan dengan memproposisikan bahwa unsur dalam golongan yang sama memiliki
konfigurasi elektron yang sama dalam kulit terluarnya, yang merupakan faktor
terpenting penyebab sifat kimia yang mirip. Unsur-unsur dalam golongan yang sama
juga menunjukkan pola jari-jari atom, energi ionisasi, dan elektronegativitas. Dari
urutan atas ke bawah dalam golongan, jari-jari atom unsur bertambah besar. Karena
39
lebih banyak susunan energi yang terisi, elektron valensi terletak lebih jauh dari inti.
Dari urutan atas, setiap unsur memiliki energi ionisasi yang lebih rendah dari unsur
sebelumnya karena lebih mudahnya sebuah elektron terlepas karena elektron
terluarnya yang semakin jauh dari inti. Demikian pula, suatu golongan juga
menampilkan penurunan elektronegativitas dari urutan atas ke bawah karena
peningkatan jarak antara elektron valensi dan inti.
Kecenderungan Periodisasi Periode
Unsur-unsur dalam periode yang sama memiliki kecenderungan dalam jari-jari
atom, energi ionisasi, afinitas elektron dan elektronegativitas. Dari kiri ke kanan, jari-
jari atom biasanya menurun. Hal ini terjadi karena setiap unsur mendapat tambahan
proton dan elektron yang menyebabkan elektron tertarik lebih dekat ke inti.
Penurunan jari-jari atom ini juga menyebabkan meningkatnya energi ionisasi jika
bergerak dari urutan kiri ke kanan. Semakin rapat terikatnya suatu unsur, semakin
banyak energi yang diperlukan untuk melepaskan sebuah elektron. Demikian juga
elektronegativitas, yang meningkat bersamaan dengan energi ionisasi karena tarikan
oleh inti pada elektron. Afinitas elektron juga mempunyai kecenderungan, walau tidak
semenyolok pada sebuah periode. Logam (bagian kiri dari perioda) pada umumnya
memiliki afinitas elektron yang lebih rendah dibandingkan dengan unsur nonmetal
(periode sebelah kanan), dengan pengecualian gas mulia.
a. Perkembangan Sistem Periodik Unsur
1. Hukum Triade Dobereiner
Pada tahun 1829, Johan Wolfgang Dobereiner, seorang professor kimia
di Jerman, mengemukakan bahwa massa atom relatif Strontium sangat dekat
dengan massa rata-rata dari dua unsur lain yang mirip dengan strontium, yaitu
Kalsium dan Barium. Dobereiner juga menemukan beberapa kelompok unsur lain
40
seperti itu. Karena itu, Dobereiner mengambil kesimpulan bahwa unsur-unsur
dapat dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok tiga unsur yang disebutnya
Triade. Akan tetapi, Dobereiner belum berhasil menunjukkan cukup banyak
triade sehingga aturan tersebut bermanfaat.
Penggambaran Triade Doberainer adalah sebagai berikut :
TRIADE Ar Rata-rata Unsur ditengah
Kalsium 40
Stronsium ?
Barium 137
Meskipun gagasan yang dikemukakan oleh Dobereiner selanjutnya
gugur (tidak berhasil), tetapi hal tersebut merupakan upaya yang pertama kali
dilakukan dalam menggolongkan unsur.
2. Hukum Oktaf Newlands
Pada tahun 1866, John A.R Newlands seorang ahli kimia berkebangsaan
Inggris mengemukakan bahwa unsur-unsur yang disusun berdasarkan urutan
kenaikan massa atomnya mempunyai sifat yang akan berulang tiap unsur
kedelapan. Artinya, unsur pertama mirip dengan unsur kedelapan, unsur kedua
mirip dengan unsur kesembilan, dan seterusnya.
Sifat keperiodikan unsur berdasarkan urutan kenaikan massa atom setiap
kelipatan delapan dinamakan hukum oktaf. Saat itu, baru ditemukan 60 unsur.
Gas mulia tidak termasuk dalam pengelompokan sistem oktaf karena belum
ditemukan .
Berikut ini disampaikan pengelompokan unsur berdasarkan hukum oktaf
Newlands, yaitu sebagai berikut :
H F Cl Co/Ni Br Pd I Pt
41
Li Na K Cu Rb Ag Cs Tl
Be Mg Ca Zn Sr Cd Ba/V Pb
B Al Cr Y Ce/La U Ta Th
C Si Ti In Zr Sn W Hg
N P Mn As Di/Mo Sb Nb Bi
O S Fe Se Ro/Ru Te Au Os
Beberapa unsur ditempatkan tidak urut sesuai massanya dan terdapat
dua unsur yang ditempatkan di kolom yang sama karena kemiripan sifat.
3. Sistem Periodik Mendeleyev
Pada tahun 1869, Dmitri Ivanovich Mendeleyev seorang ahli kimia
berkebangsaan Rusia menyusun 65 unsur yang sudah dikenal pada waktu itu.
Mendeleev mengurutkan unsur-unsur berdasarkan kenaikan massa atom dan
sifat kimianya.
Pada waktu yang sama, Julius Lothar Meyer membuat susunan
unsur-unsur seperti yang dikernukakan oleh Mendeleyev. Hanya saja, Lothar
Meyer menyusun unsur-unsur tersebut berdasarkan sifat fisiknya. Meskipun
ada perbedaan, tetapi keduanya menghasilkan pengelompokan unsur yang
sama. Mendeleyev menyediakan kotak kosong untuk tempat unsur-unsur yang
waktu itu belum ditemukan, seperti unsur dengan nomor massa 44, 68, 72, dan
100. Mendeleyev telah meramal sifat-sifat unsur tersebut dan ternyata
ramalannya terbukti setelah unsur-unsur tersebut ditemukan. Susunan unsur-
unsur berdasarkan hukum Mendeleev disempurnakan dan dinamakan sistem
periodik Mendeleyev.
42
Sistem periodik Mendeleev terdiri atas golongan (unsur-unsur yang
terletak dalam satu kolom) dan periode (unsur-unsur yang terletak dalam satu
baris). Tabel sistem periodik Mendeleyev yang dibuat adalah sebagai berikut :
Period
eGol.I Gol.II Gol.III Gol.IV Gol.V Gol.VI Gol.VII Gol.VIII
1 H 1
2 Li 7 Be 9,4 B 11 C 12 N 14 O 16 F 19
3 Na 23 Mg 24 Al 27,3 Si 28 P 31 S 32 C 35,5
4 K 39 Ca 40 ? (44) Ti 48 V 51 Cr 52 Mn 55Fe 56, Co
59
Ni 59, Cu
63
5 Cu 63 Zn 65 ? (68) ? (72) As 75 Se 78 Br 80
6 Rb 86 Sr 87 ?Yt 88 Zr 90 Nb 94 Mo 96 ? (100)Ru 104,
Rh 104
Pd 106,
Ag 108
7 Ag 108 Cd 112 In 115 Sn 118 Sb 122 Te 125 I 127
?8 Cs 133 Ba 137 ?Di 138 ?Ce 140 ? ? ?
9 ? ? ? ? ? ? ?
10 ? ? ?Er 178 ?La 180 Ta 182 W 184 ?Os 195, Ir
197
11 Au 199 Hg 200 Tl 204 Pb 207 Bi 208 ? ?Pt 198,
Au 199
43
12 ? ? ? Th 231 ? U 240 ?
4. Pengelompokan Unsur Berdasarkan Sistem Periodik Modern
Sistem periodik Mendeleyev dikemukakan sebelum penemuan teori
struktur atom, yaitu partikel-partikel penyusun atom. Partikel penyusun inti atom
yaitu proton dan neutron, sedangkan elektron mengitari inti atom. Setelah
partikel-partikel penyusun atom ditemukan, ternyata ada beberapa unsur yang
mempunyai jumlah partikel proton atau elektron sama, tetapi jumlah neutron
berbeda. Unsur tersebut dikenal sebagai isotop. Jadi, terdapat atom yang
mempunyai jumlah proton dan sifat kimia sama, tetapi massanya berbeda karena
massa proton dan neutron menentukan massa atom.
Dengan demikian, sifat kimia tidak ditentukan oleh massa atom, tetapi
ditentukan oleh jumlah proton dalam atom tersebut. Jumlah proton digunakan
sebagai nomor atom unsur dan unsur- unsur disusun berdasarkan kenaikan nomor
atom.
Ternyata, kenaikan nomor atom cenderung diikuti dengan kenaikan massa
atomnya. Keperiodikan sifat fisika dan kimia unsur disusun berdasarkan nomor
atomnya. Pernyataan tersebut disimpulkan berdasarkan hasil percobaan Henry
Moseley pada tahun 1913. Sistem periodik yang telah dikemukakan berdasarkan
percobaan Henry Moseley merupakan sistem periodik modern dan masih
digunakan hingga sekarang. Sistem periodik unsur modern merupakan modifikasi
dari sistem periodik Mendeleyev. Perubahan dan penyempumaan dilakukan
terhadap sistern periodik Mendeleyev terutama setelah penemuan unsur-unsur gas
mulia. Mendeleyev telah meletakan dasar-dasar yang memungkinkan untuk
perkembangan sistem periodik unsur.
44
5. Golongan dan Periode Unsur dalam Tabel Sistem Periodik Unsur Modern
Unsur-unsur dalam tabel sistem periodik modern disusun berdasarkan
kenaikan nomor atom. Karena sistem periodik yang disusun berbentuk panjang,
maka tabel periodik yang sekarang ini disebut tabel periodik panjang.
Terkadang disebut pula tabel periodik modern, dikarenakan disusun oleh konsep-
konsep yang sudah modern.
Berbeda dengan tabel periodik Mendeleyev, karena berbentuk pendek,
maka sering disebut sistem periodik pendek. Pada sistem periodik bentuk
panjang, sifat unsurnya merupakan fungsi periodik dari nomor atomnya. Hal ini
berarti bahwa sifat unsur tergantung dari nomor atomnya.
Pada tabel periodik bentuk panjang, juga dikenal istilah periode dan
golongan. Penyusunan unsur dengan arah mendatar ke kanan disebut periode,
sedangkan penyusunan unsur dengan arah ke bawah disebut golongan. Tabel
periodik bentuk panjang terdiri atas 7 periode dan 8 golongan. Adapun tampilan
fisik tabel Sistem Periodik Modern, adalah sebagai berikut periode dibedakan
menjadi periode pendek dan periode panjang, sedangkan golongan dibedakan
menjadi golongan A (golongan utama) dan golongan B (golongan transisi).
Periode pendek mencakup periode 1 (terdiri dari 2 unsur), periode 2 (terdiri dari 8
unsur) dan periode 3 (terdiri dari 8 unsur). Sedangkan periode panjang mencakup
periode 4 sampai dengan periode 7.
a. Golongan
Golongan unsur pada sistem periodik unsur modern disusun berdasarkan
jumlah elektron valensi (elektron yang terletak pada kulit terluar). Unsur dalam
45
satu golongan mempunyai sifat yang cenderung sama dan ditempatkan dalam
arah vertikal (kolom).
Pada sistem periodik unsur modern, golongan dibagi menjadi 18
berdasarkan aturan IUPAC. Berdasarkan aturan Amerika, sistem periodik unsur
modern dibagi dua golongan yaitu golongan A dan B. Jadi, golongan unsur dari
kiri ke kanan ialah IA, IIA, 11113, IVB, VB, VIB, VIIB, VIIIB, IB, 1113, IIIA,
IVA, VA, VIA, VIIA, dan VIIIA. Umumnya, digunakan pembagian golongan
menjadi A dan B.
Golongan unsur pada sistem periodik unsur modern mempunyai nama
khusus yaitu sebagai berikut :
Golongan Nama Khusus Unsur-unsur
IA 1 Alkali Li, Na, K, Rb, Cs, dan Fr
IIA 2 Alkali Tanah Be, Mg, Ca, Sr, Ba, dan Ra
IIIA 13 Boron B, Al, Ga, In, dan Tl
IVA 14 Karbon C, Si, Ge, Sn, dan Pb
VA 15 Nitrogen N, P, As, Sb, dan Bi
VIA 16 Oksigen O, S, Se, Te, dan Po
VIIA 17 Halogen F, Cl, Br, I, dan At
VIIIA 18 Gas Mulia He, Ne, Ar, Kr, Xe, dan Rn
b. Periode
Periode unsur pada sistem periodik unsur modem disusun dalam arah
horisontal (baris) untuk menunjukkan kelompok unsur yang mempunyai jumlah
kulit sama.
Sistem periodik bentuk panjang terdiri atas 7 periode sebagai berikut :
46
1) Periode 1 = periode sangat pendek berisi 2 unsur, yaitu H dan He
2) Periode 2 = periode pendek berisi 8 unsur
3) Periode 3 = periode pendek berisi 8 unsur
4) Periode 4 = periode panjang berisi 18 unsur
5) Periode 5 = periode panjang berisi 18 unsur
6) Periode 6 = periode sangat panjang berisi 32 unsur
7) Periode 7 = periode yang unsur-unsurnya belum lengkap berisi 30 unsur
Pada periode 6 termasuk periode sangat panjang, yaitu berisi 32 unsur.
Golongan IIIB periode 6 berisi 14 unsur dengan sifat mirip yang dinamakan
golongan lantanida.
Begitu juga golongan IIIB periode 7 berisi 14 unsur dengan sifat mirip
dinamakan golongan aktinida.
Unsur golongan aktinida dan lantanida biasanya dituliskan terpisah di
bawah. Golongan lantanida dan aktinida disebut golongan transisi dalam.
c. Penetapan Golongan dan Periode
Golongan dan periode dapat ditentukan dengan cara menuliskan
konfigurasi elektron. Konfigurasi elektron adalah penataan elektron dalarn atom
yang ditentukan berdasarkan jumlah elektron.
Pada konfigurasi elektron, jumlah elektron valensi menunjukkan nomor
golongan, sedangkan jumlah kulit yang sudah terisi elektron (n terbesar)
menunjukkan periode.
47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Definisi Konsepsional
Beberapa definisi konsepsional dalam penelitian ini adalah :
1. Pembelajaran Kooperatif adalah model pembelajaran yang strategi belajarnya
dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang memilki tingkat
kemampuan yang berbeda-beda.
2. Hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai oleh seorang siswa
melalui proses belajar mengajar disekolah yang dinyatakan dalam angka-angka
atau nilai yang diukur dengan alat evaluasi dalam hal ini tes baik tes yang tertulis
maupun tes yang tidak tertulis.
3. Snowball Throwing (Lempar Bola Salju) adalah salah satu tipe model
pembelajaran dari pembelajaran kooperatif yang didalamnya siswa dibentuk
kedalam beberapa kelompok secara heterogen dan guru memberikan kesempatan
pada siswa untuk saling bertanya dan menuliskan pertanyaan pada kertas dan
membuatnya menjadi bola untuk kemudian dilemparkan pada siswa lain yang
akan menjawab.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di SMA N 4 Samarinda, dalam waktu ± 2 bulan.
C. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah siswa dalam kelas X SMA N 4Samarinda
yang berjumlah 1 kelas terdiri dari 35 siswa.
48
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah penelitian secara kolaboratif sehingga data diperoleh
dengan cara penulis dan pengamat secara langsung terlibat dalam proses belajar
mengajar pada satu kelas penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan teknik tes tertulis pada setiap putaran atau siklus.
Keaktifan siswa diukur dengan menggunakan lembar observasi yang
disediakan oleh peneliti. Pengamat dalam hal ini adalah guru bidang studi kimia yang
bertugas mengamati keaktifan siswa dan keaktifan peneliti dalam mengajar dengan
mengisi lembar observasi keaktifan siswa dan keaktifan guru pada setiap putaran atau
siklus. Lembar observasi yang disediakan berjumlah dua lembar yaitu lembar
observasi untuk mengukur aktifitas siswa dan lembar observasi untuk mengukur
aktifitas guru sebagai bahan untuk refleksi.
E. Indikator Peningkatan Hasil Belajar
Indikator yang menyatakan bahwa pembelajaran yang berlangsung selama
penelitian berhasil meningkatkan hasil belajar siswa, jika terjadi peningkatan nilai
rata-rata hasil belajar pada setiap siklus setelah digunakannya model pembelajaran
kooperatif tipe snowball throwing (lempar bola salju).
Kriteria Hasil Belajar
Nilai Rata-rata Kriteria
80 ≤ N ≤ 100
70 ≤ N ≤ 80
60 ≤ N ≤ 70
50 ≤ N ≤ 60
Baik Sekali
Baik
Cukup
Kurang
49
0 ≤ N ≤ 50 Kurang Sekali
F. Rancangan Penelitian
PRE-TEST
PERMASALAHAN Alternatif Pemecahan Pelaksanaan Tindakan I
(Rencana Tindakan I)
Terselesaikan Refleksi Analisis Data Observasi
Post-test
Belum Terselesaikan SIKLUS SELANJUTNTA
Penelitian ini berjalan dalam beberapa siklus, masing-masing siklus tingkat
keberhasilannya disesuaikan dengan kompetensi yang diharapkan bisa dikuasai siswa.
Secara lebih rinci prosedur penelitian tindakan kelas ini dijabarkan sebagai berikut.
1. Tahap Perancanaan
Adapun kegiatan yang dibuat dalam tahap perencanaan ini adalah :
a. Membuat skenario pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Snowball Throwing pada pokok bahasan Sistem Periodik Unsur.
b. Membuat rencana pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Snowball Throwing pada pokok bahasan Sistem Periodik Unsur.
c. Mempersiapkan lembar kertas berwarna untuk dipakai dikelas.
d. Membuat kertas yang bertuliskan nomor absen siswa untuk dipakai pada saat
pembelajaran sebagai nomor punggung.
50
e. Membuat soal test pada setiap siklus.
f. Membuat lembar observasi aktifitas siswa dan guru yang mengajar untuk
melihat bagaimana kondisi belajar mengajar dikelas pada saat model
pembelajaran kooperatif Snowball Throwing dilaksanakan dan sebagai bahan
refleksi.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan
skenario pembelajaran dan rencana pembelajaran yang telah direncanakan dan
dibuat oleh penulis bersama-sama obsevator. Setiap siklus yang dilakukan terdiri
dari 2 kali pertemuan selama 2 jam pelajaran. Berikut rinciannya :
a. Penjajagan
Tindakan pejajagan ini dilakukan dengan serangkaian test (pre-
test). Pre-test dengan menggunakn materi sistem periodik unsur yang
berguna untuk menggali masalah-masalah yang dihadapi siswa yang
dikaitkan dengan kompetensi yang diinginkan. Menjelaskan kepada siswa
tentang model pembelajaran snowball throwing (lempar bola salju) yang
akan digunakan dalam penelitian ini.
b. Rencana Perlaksanaan Pembelajaran
Proses belajar mengajar dilakukan dengan model pembelajaran tipe
Snowball Throwing. Rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan
dilakukan dalam penelitian ini berlangsung 2 siklus, yaitu :
1. Siklus 1
a. Pertemuan pertama (2 x 45 menit) guru memberikan per-test dengan
menggunakan materi sistem periodik unsur, menjelaskan indikator
pembelajaran yang ingin dicapai selanjutnya setting kelas, penggunaan
51
model pembelajaran Snowball Throwing dengan materi yang disajikan
adalah sistem periodik unsur. Kemudian guru memanggil perwakilan
dari setiap kelompok untuk menjelaskan materi sistem periodik unsur.
Kemudian setiap perwakilan kelompok menjelaskan materi kepada
teman sekelompoknya. Selanjutnya setiap anggota kelompok
menuliskan satu pertanyaan dilembar kertas berwarna dan
dilemparkan kepada kelompok lain. melanjutkan pembelajaran yaitu
siswa menjawab pertanyaan yang berada dikertas berwarna
berdasarkan pengetahuan yang mereka dapatkan kemudian
mengemukakan hasil jawabannya didepan kelas secara bergantian dari
hasil diskusi bersama-sama dengan teman sekelompoknya. Kemudian
guru membuat kesimpulan bersama-sama siswa.
b. Pertemuan kedua (2 x 45 menit) yaitu guru memberikan post test
kepada siswa sebagai tolak ukur penelitian ini. Dalam hal ini guru
akan melihat hasil belajar siswa, untuk mengetahui apakah terdapat
peningkatan hasil belajar siswa pada pokok bahsan sistem periodik
unsur.
2. Siklus 2
Siklus kedua dilaksanakan dengan berpijak dari hasil analisis
kegiatan siklus pertama, yaitu bagaimana hasil dari siklus pertama,
kekurangan langkah-langkah dari siklus pertama tersebut dan apa
akibatnya bagi siswa maupun guru serta perubahan apa yang dilakukan
pada tahap berikutnya. Tahap-tahap tindakan pada siklus kedua juga
sama dengan tahap pada siklus pertama hanya saja permasalahan atau
52
sub pokok bahasan yang diberikan kepada siswa merupakan masalah
yang baru.
3. Tahap Observasi
Pada tahap ini penulis sebagai guru pengajar melakukan tindakan
pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing. Untuk
mengobservasi tingkat hasil belajar siswa digunakan tes yakni pre-test berguna
untuk melihat kesiapan siswa dalam menghadapi pembelajaran dan untuk
mengetahui masalah yang dihadapi siswa dalam belajar yang berkenaan
dengan materi yang akan diajarkan sedangkan post-test adalah test yang
dilaksanakan pada akhir pembelajaran untuk melihat hasil belajar siswa
setelah digunakannya pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing.
Aktifitas dan penulis diamati oleh observer yaitu guru bidang studi
kimia. Tingkat aktifitas diamati dengan menggunakan lembar observasi
aktifitas siswa dan guru yang sebelumnya telah disediakan oleh penulis.
4. Tahap Refleksi
Pada tahap ini, penulis bersama-sama observator merenungkan hasil
tindakan pembelajaran. Semua data hasil monitoring yang sudah diamati oleh
observator dengan menggunakan lembar observasi dianalisis. Untuk mengetahui
apakah rencana pelaksanaan pembelajaran yang sudah disiapkan mencapai tujuan
yang diinginkan. Berdasarkan hasil data ini, penulis dapat mengadakan refleksi,
sehingga kelemahan pada siklus ini dapat diperbaiki pada siklus berikutnya.
G. Analisis Data
Data yang diperoleh dari lembar observasi dan hasil belajar kimia siswa,
kemudian disusun, dijelaskan dan akhirnya dianalisis dengan cara mendeskripsikan
53
atau menggambarkan dengan menyajikan dalam bentuk persentase untuk setiap
putaran atau siklus.
1. Hasil Belajar Kimia
a. Ketuntasan Belajar Siswa
Persentase = ab
x 100 %
Ket :
a = Jumlah siswa tuntas pada setiap siklus
b = Jumlah seluruh siswa
b. Nilai Rata-rata Tes
Persentase = a2−a1
bx100 %
Ket :
a1 = Nilai pre-test siswa pada setiap siklus
a2 = Nilai post-test pada setiap siklus
b = Nilai maksimun tes pada setiap siklus
54