807-1311-1-SM

download 807-1311-1-SM

of 10

description

Materi

Transcript of 807-1311-1-SM

  • PROS ID ING 2 0 1 1 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK

    Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Arsitektur ISBN : 978-979-127255-0-6

    TA 12 - 1

    PENGEMBANGAN KONSEP MULTI FUNGSI LAHAN

    DI KAWASAN SUB-URBAN MAKASSAR

    Shirly Wunas

    Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

    Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea - Makassar, 90245

    Telp./Fax: (0411) 589707/(0411) 589707

    e-mail: [email protected]

    Abstrak

    Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi karakteristik sarana prasarana kawasan terhadap

    kebutuhan kegiatan sosial ekonomi masyarakat sub-urban, dan menganalisis keinginan dan

    kebutuhan masyarakat terhadap pengembangan sarana prasarana berbasis konsep multi

    fungsi lahan, serta merencanakan konsep pengembangan sarana prasarana berdasarkan

    konsep tersebut di atas. Data diperoleh dari observasi langsung di lapangan, dan

    wawancara kepada 326 responden. Analisis karakteristik untuk memperoleh kebutuhan

    sarana prasarana, mempergunakan metode perbandingan antara kondisi empiris dengan

    standar PU, dan analisis persepsi masyarakat secara deskriptif kualitatif. Analisis

    pengembangan konsep multi fungsi lahan mempergunakan metode skalogram dan indeks

    sentralitas. Hasil penelitian menunjukkan kuantitas sarana prasarana kawasan sub-urban

    telah memadai, namun belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh penduduk sub-urban, dan

    moda transportasi yang dipergunakan adalah kendaraan pribadi dengan mempergunakan

    akses tunggal (Jl. Perintis Kemerdekaan). Persepsi masyarakat terhadap konsep multi

    fungsi lahan, dominan menyetujui pola kompak (terkelompok), dengan sistem transportasi

    jalan kaki atau bersepeda, serta dilengkapi dengan angkutan bus. Konsep pengembangan

    sarana prasarana berbasis multi fungsi lahan di -kawasan sub-urban dapat

    direkomendasikan berbentuk simpul, sesuai analisis skalogram berpotensi di kawasan Daya

    Kata Kunci: sub-urban, multi fungsi lahan, jalan kaki

    PENDAHULUAN

    Pola pertumbuhan Kota Makassar yang menjauh dari pusat kota, berkembang secara sporadis (urban sprawl) di

    wilayah sub-urban, di sepanjang sisi kiri dan kanan jalan poros Makassar-Maros (Jalan Perintis Kemerdekaan),

    dengan intensitas dan kepadatan rendah, yang fungsi lahan umumnya tunggal (perumahan), telah menyebabkan

    inefisiensi penggunaan lahan, inefisiensi perkembangan jaringan sanitasi dan utilitas (infrastruktur). Selain itu,

    telah menyebabkan masyarakat memenuhi kegiatan sosial dan ekonominya di wilayah urban, yang umumnya

    mempergunakan kendaraan pribadi (www.wikipedia.org). Dampak dari urban sprawl telah menyebabkan

    masyarakat mengalami peningkatan biaya transportasi, dan kualitas lingkungan hidup juga menurun. Hal tersebut

    diakibatkan peningkatan volume lalu lintas pada jalan arteri (Perintis Kemerdekaan-Urip Sumiharjo) dan

    meningkatnya kemacetan lalu lintas yang menimbulkan peningkatan produksi emisi karbon dari kendaraan.

    Sebagian besar pengembang telah melakukan pembangunan perumahan permukiman secara horizontal yang

    belum dilengkapi sarana prasarana kawasan sehingga terjadi inefisiensi dalam penggunaan lahan. Menurut

    Veronica (2010) sarana prasarana (fasilitas sosial dan fasilitas ekonomi) di kawasan suburban Makassar

    khususnya pada Kecamatan Biringkanaya dan Kecamatan Tamalanrea, tersebar pada lokasi-lokasi dengan

    fungsi lahan tunggal, sehingga cukup sulit untuk melakukan 2-3 aktifitas pada satu area fasilitas.

    Pembangunan dengan konsep multi fungsi lahan sangat penting dan diperlukan untuk area perkotaan yang sehat

    (Jacobs, 1961). Keuntungan lain dari konsep multi fungsi lahan, adalah keterpaduan antara ruang hunian, ruang

    sosial dan ruang bekerja. Konsep tersebut mengutamakan pembangunan kota dengan sistem transportasi publik

    (bus atau kereta api), serta keberagaman fungsi lahan yang diimplementasikan dengan pembangunan superblok

    dan jaringan tata hijau.

    Berdasarkan hasil analisis RP4D tahun 2007, penduduk Kota Makassar membutuhkan rumah sebesar 23.367

    unit. Perkembangan jumlah permintaan perumahan permukiman di Kota Makassar hingga tahun 2017,

  • Pengembangan Konsep Multi Fungsi Shirly Wunas Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Teknik Arsitektur Volume 5 : Desember 2011

    TA 12 - 2

    khususnya di wilayah suburban: yaitu Kecamatan Tamalanrea mencapai permintaan 3.799 rumah (380

    unit/tahun) dan Kecamatan Biringkanaya 7.171 rumah (717 unit/ tahun). Tuntutan kebutuhan perumahan

    tersebut pada wilayah suburban akan menimbulkan masalah pergerakan lalu lintas pada jalan arteri Perintis

    Kemerdekaan jika tidak ditata secara terpadu dengan kebutuhan sarana dan prasarana permukiman.

    Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menganalisis tujuan pergerakan masyarakat sub-urban dalam

    memenuhi kebutuhan kegiatan sosial ekonomi serta luas pelayanan sarana sosial ekonomi, dan 2) Menganalisis

    keinginan dan kebutuhan masyarakat terhadap pengembangan sarana prasarana berbasis konsep multi fungsi

    lahan di suburban.

    Integrasi Sarana dan Prasarana Kawasan

    Integrasi sarana dan prasarana kawasan adalah keterpaduan antara fungsi lahan dan kebijakan tata ruang dengan

    investasi transportasi untuk optimalisasi fungsi moda transportasi (www.atlantaga.gov). Talha (2008)

    menjelaskan bahwa salah satu pendekatan sistem pertumbuhan kota adalah keterpaduan sarana prasarana

    dengan mendekatkan lokasi antar fasilitas untuk mengurangi jarak perjalanan, sehingga meningkatkan kegiatan

    berjalan, bersepeda dan perjalanan berbasis transit. Komponen tersebut dapat mengakomodasi peningkatan

    intensitas pembangunan pada radius berjalan (400-800 m) dengan sistem transit kapasitas tinggi, dan

    penyediaan jalur pejalan dan jalur sepeda berkualitas tinggi. Pendekatan tersebut membantu menonjolkan

    karakteristik pembangunan, yang dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu, area dengan nilai rekreasi dan

    ekologi tinggi dapat terbebas dari tekanan pembangunan jika prioritas pembangunan diarahkan kepada area

    yang telah terbangun.

    Integrasi fungsi lahan dan transportasi di negara-negara berkembang dapat dicapai dengan penerapan konsep

    TOD (Transit-Oriented Development) pada kawasan dengan keberagaman tingkat kepadatan, serta

    pembangunan jalur pejalan disekitar sistem transit untuk mendukung perjalanan berbasis transit dan

    meningkatkan intensitas perjalanan dengan bersepeda atau berjalan kaki (Cervero, 2006).

    Salah satu strategi pembangunan kota berkelanjutan adalah pembangunan kota dengan konsep kompak

    (compact city). Keterpaduan sarana prasarana kawasan terwujud dalam keberagaman fungsi lahan yang

    dihubungkan oleh sistem transportasi multi moda (bus, sepeda dan jalur pedestrian). Konsep pembangunan kota

    kompak menjaga keberlanjutan lahan produktif, karena pengembangan dipusatkan di area yang telah terbangun,

    dengan kepadatan penduduk/ bangunan yang lebih tinggi (www. e-stud.vgtu.lt)

    Gambar 1. Sistem transportasi terpadu pada compact city (Wright, 2003)

  • PROS ID ING 2 0 1 1 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK

    Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Arsitektur ISBN : 978-979-127255-0-6

    TA 12 - 3

    Konsep Multi Fungsi Lahan

    Berdasarkan Rahmi (1999), tata guna lahan memegang peranan penting dalam keberhasilan perancangan kota

    berkelanjutan dan bertujuan untuk efisiensi energy dan sumberdaya alam, mengurangi biaya, serta mencapai

    keragam ekonomi dan sosial. Beberapa perencanaan guna lahan dalam upaya perancangan kota berkelanjutan

    antara lain: 1)Multi fungsi lahan, 2)Pemanfaatan lahan dengan lebih kompak atau padat, 3)Integrasi antara tata

    guna lahan dengan infrastruktur, 4)Pemakaian lahan untuk kegiatan skala kecil, 5)Penyediaan ruang terbuka

    yang lebih banyak.

    Konsep pembangunan multi fungsi lahan diterapkan untuk mengurangi pemakaian energi, di samping untuk

    mencapai keberagaman ekonomi dan sosial, sebuah metode pengelolaan pertumbuhan metropolitan (Stenhouse,

    1992). Dalam kawasan multi fungsi, berbagai kegiatan penduduk urban terkonsentrasi di suatu area, dengan

    rancangan konfigurasi fisik yang baik, sirkulasi internal dan pencapaian eksternal. Berbagai kegiatan tersebut

    dapat berupa permukiman penduduk, area pertokoan, pasar, perkantoran, hotel, area rekreasi, olahraga, parkir

    dan sebagainya. Secara fisik dan fungsi saling berintegrasi karena jarak antar area yang cukup dekat, mudah

    dicapai dengan berjalan kaki ataupun transportasi umum. Perencanaan konsep multi fungsi selanjutnya sering

    dikaitkan dengan konsep Traditional Neighborhood Development, Pedestrian Pocket, Compact Communities,

    Urban Villages dan lain-lain.

    Tiga pendekatan dalam pengembangan kawasan multi fungsi, yaitu; 1)meningkatkan intensitas pemanfaatan

    lahan, 2)meningkatkan keberagaman fungsi lahan, dan 3)mengintegrasikan fungsi-fungsi kegiatan yang

    terpisah. Konsep Multi Fungsi merupakan komponen kunci pada tren perkembangan saat ini, termasuk Transit

    Oriented Development (TOD), Tradisionel Neighborhood Development (TND), komunitas liveable dan prinsip

    smart growth. Konsep multi fungsi dapat dikembangkan pada berbagai skala; bangunan multi fungsi, kawasan

    multi fungsi dan area transit (Grant dalam Weddel 2010).

    Pengembangan kawasan dengan konsep mixed-use membutuhkan sarana prasarana pendukung untuk

    menghubungkan beberapa fungsi lahan yang berbeda-beda, yaitu system transit (TOD) dan ruang terbuka hijau.

    Konsep sistem transit (Transit-Oriented Development/TOD) merujuk pada perumahan permukiman padat

    dengan kelengkapan fungsi publik yaitu: perkantoran, perdagangan dan jasa yang terkonsentrasi pada

    pembangunan kawasan multi fungsi. Aspek utama pada konsep TOD adalah lingkungan walkable yaitu jalan

    yang dilengkapi dengan vegetasi dan aksesibilitas ke bangunan-bangunan, membantu menciptakan lingkungan

    pedestrian friendly (Calthorpe, 2000).

    Transit Oriented Development (TOD) adalah konsep pengembangan berbasis transit, terdapat integrasi

    transportasi publik dan prasarana jalan yang humanis dengan kawasan multi fungsi. Komponen TOD terdiri

    dari: 1)jaringan sirkulasi (jalan-jalan, pejalan kaki dan trotoar), 2)bus rapid transit dan tempat

    pemberhentiannya, 3)fasilitas pejalan kaki dan sepeda untuk menghemat pergerakan kendaraan bermotor,

    4)fasilitas-fasilitas umum seperti taman, plaza, fitness centre, sekolah, perpustakaan, tempat penitipan anak,

    kantor pos dan sebagainya (Harno, T, 2010).

    Struktur utama TOD adalah node, yang berfokus pada pusat komersial, fungsi-fungsi perkotaan dengan sistem

    transit potensial. Penerapan sistem TOD merupakan sarana pendukung dalam perencanaan kawasan mixed-use.

    Pada sistem ini, kegiatan penduduk terkonsentrasi di satu area. Tempat-tempat umum seperti bank, pasar, toko,

    kantor, rumah makan, dan sebagainya saling berintegrasi, mudah dicapai dengan berjalan kaki atau transportasi

    umum, sehingga mengurangi pemakaian kendaraan pribadi. Komponen pendukung perencanaan TOD antara

    lain perencanaan jaringan sirkulasi (jalan, jalur sepeda dan jalur pedestrian/ trotoar), Bus Rapid Transit (BRT),

    fasilitas pejalan kaki dan jalur pesepeda serta fasilitas parkir.

    Cordeau, J, et. al dalam Wunas (2010) menjelaskan bahwa manajemen sistem TOD mencakup 3 aspek utama:

    pengelompokan, penyusunan rute dan penjadwalan kendaraan. Pengelompokan merupakan kelompok yang

    dilayani oleh kendaraan yang sama. Penyusunan rute kendaraan merupakan permintaan lokasi penjemputan dan

  • Pengembangan Konsep Multi Fungsi Shirly Wunas Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Teknik Arsitektur Volume 5 : Desember 2011

    TA 12 - 4

    pengantaran, dan penjadwalan akan menentukan waktu penjemputan dan pengantaran kendaraan. Ewing (1997)

    menambahkan 2 pendekatan untuk mengembangkan sistem transit: koridor transit dan titik transit (gambar 2).

    Guna Lahan dan Transportasi

    Tata guna lahan memiliki peran yang penting dalam pembentukan sistem pergerakan (transportasi) penduduk.

    Wibawa (1996) dalam tata guna lahan dan transportasi dalam sistem pembangunan berkelanjutan menjelaskan

    bahwa, sistem pengaturan tata guna lahan membutuhkan peran serta langsung masyarakat dan memerlukan

    jangka waktu yang sangat lama dalam pengaturannya. Hal terpenting yang berkaitan dengan pengaturan tata

    guna lahan (pembagian pusat-pusat pertumbuhan) adalah pemakaian sistem transportasi yang menghubungkan

    antar pusat-pusat atau antara pusat dengan sub pusat yang mengandalkan sistem transportasi jalan raya. Kondisi

    tersebut mengakibatkan permasalahan transportasi seperti kemacetan, kepadatan lalu lintas, parkir, dan lain-

    lain. alternatif sistem pergerakan yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan ini adalah

    pengembangan suatu sistem angkutan umum massal (mass rapid transportation) yang efektif dan efisien.

    METODA PENELITIAN

    Penelitian ini merupakan penelitian non-experimental bersifat deskriptif kuantitatif, mengkaji sebaran sarana

    prasarana kawasan permukiman di suburban Makassar, mengkaji konsep multi fungsi lahan (mixed-use land

    development) yang merupakan bagian dari perkembangan kota berkelanjutan.

    Populasi penelitian adalah seluruh penduduk perumahan permukiman di kawasan suburban (Kec. Tamalanrea

    dan Kec. Biringkanaya) Makassar pada perumahan dosen Unhas, Bumi Tamalanrea Permai (BTP), Griya Alam

    Permai, Telkomas, Bukit Khatulistiwa, Citra Sudiang, Taman Sudiang Indah dan Bumi Permata Sudiang/ BPS

    (gambar 2), dengan jumlah populasi 5159 KK.

    Penentuan kawasan perumahan permukiman tersebut adalah secara purporsive, berdasarkan strata ekonomi/ tipe

    rumah dan perumahan permukiman yang mempunyai akses langsung ke jalan arteri (Perintis Kemerdekaan).

    Responden adalah seluruh kepala keluarga yang tinggal di perumahan dosen Unhas, BTP, Griya Alam Permai,

    Telkomas, Bukit Khatulistiwa, Citra Sudiang, Taman Sudiang Indah dan BPS. Metode penarikan sampel

    dilakukan secara acak dan proporsional. Penarikan sampel ditentukan berdasarkan tabel Isaac dan Michael

    dalam Sugiyono (2007), bahwa untuk populasi 5.159 dengan tingkat kesalahan 5%, maka dibutuhkan jumlah

    326 sampel.

    HASIL DAN BAHASAN

    Tujuan Pergerakan Kegiatan Sosial Ekonomi

    Sebagian besar penduduk melakukan kegiatan pendidikan di sekitar tempat tinggalnya, yang berjarak 1,001-

    3,00 Km (32,21%). Penduduk perumahan Dosen (Perdos Tamalanrea) dan BTP yang dominan menyekolahkan

    anak-anak tingkat pendidikan dasar (SD) di sekitar tempat tinggalnya, jarak capai

  • PROS ID ING 2 0 1 1 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK

    Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Arsitektur ISBN : 978-979-127255-0-6

    TA 12 - 5

    Penduduk yang tinggal di perumahan Telkomas dan BTP, melakukan tujuan pergerakan kegiatan pendidikan

    menengah dan perguruan tinggi di wilayah suburban dengan jarak 1-5 Km, akses melalui jalan poros urban-

    suburban-regional.

    Sedangkan di BPS adalah penduduk yang melakukan kegiatan pergerakan pendidikan menengah dan perguruan

    tinggi di wilayah suburban dengan jarak 5-8 Km, akses melalui jalan poros urban-suburban-regional (gambar

    3).

    Data tersebut di atas menunjukkan bahwa penduduk suburban umumnya mempergunakan sarana pendidikan

    yang terdapat di sekitar lokasi tempat tinggalnya, ataupun mendekatkan huniannya dengan sarana pendidikan

    yang dibutuhkan (gambar 4). Namun masih terdapat 23,62% penduduk yang melakukan pendidikan dengan

    jarak 5,00-17,00km ke wilayah urban. Penduduk tersebut lebih mengutamakan kualitas mutu pendidikan yang

    diminati, tetapi memberi dampak pada peningkatan frekuensi lalu lintas di jalan poros penghubung suburban

    dan urban (Jl Perintis Kemerdekaan).

    Untuk kegiatan pengobatan khususnya kondisi perawatan biasa, penduduk sub-urban mempergunakan

    puskesmas atau puskesmas pembantu (jarak

  • Pengembangan Konsep Multi Fungsi Shirly Wunas Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Teknik Arsitektur Volume 5 : Desember 2011

    TA 12 - 6

    Kegiatan ekonomi penduduk sub-urban, meliputi kegiatan kerja, kegiatan belanja dan kegiatan

    hiburan/rekreasi. Penduduk sub-urban melakukan kegiatan kerja pada radius 1,001-3 Km Km. Penduduk

    tersebut adalah penduduk Perdos Tamalanrea dan BTP yang bekerja pada kawasan Daya, Unhas dan

    Tamalanrea. Selain itu, juga terdapat penduduk BPS melakukan kegiatan kerja pada kawasan Daya, Mandai dan

    Maros. Tujuan pergerakan kegiatan belanja penduduk sub-urban sebagian besar adalah Pasar Daya (14,72%),

    dengan radius pencapaian 1-3 Km dari tempat tinggalnya. Terdapat 13,50% penduduk sub-urban memanfaatkan

    pasar lingkungan, dan 11,66% penduduk melakukan kegiatan tersebut di Pasar Mandai, yang berjarak 3-5 Km

    dari tempat tinggalnya. Penduduk sub-urban yang melakukan pergerakan ke lokasi kegiatan belanja di kawasan

    urban, adalah sebesar 7,98%. Lokasi tujuan sarana hiburan/rekreasi yang dominan dimanfaatkan oleh

    penduduk sub-urban (25,46%) adalah MP, MTC dan Karebosi yang terletak di kawasan urban. Sedangkan

    10,46% penduduk sub-urban telah melakukan kegiatan hiburan/rekreasi di sekitar tempat tinggalnya, yaitu

    MTOS, yang berjarak 1-3 Km dari perumahan.

    Luas Pelayanan Sarana Sosial Ekonomi

    Luas pelayanan sarana sosial ekonomi pada kawasan sub-urban, dinilai dari pergerakan penduduk sub-urban

    dalam melakukan kegiatan pendidikan, perkantoran, belanja dan hiburan/rekreasi. Pergerakan penduduk

    suburban ke lokasi sarana pendidikan, terlihat padat pada kawasan suburban, yaitu penduduk melakukan

    kegiatan pergerakan pendidikan ke kawasan sekitar Sudiang, Daya, BTP dan Unhas dengan jarak tempuh

    maksimal dari lokasi asal adalah 5 Km. Hal tersebut dapat disebabkan oleh ketersediaan berbagai sarana

    pendidikan tinggi yang terdapat pada wilayah suburban.

    Selain itu, kepadatan pergerakan kegiatan pendidikan penduduk suburban juga terlihat tinggi di wilayah urban,

    yaitu di daerah sekitar Panakkukang dan sekitar Maccini atau Jl. Sunu. Pergerakan ke sarana pendidikan dengan

    jarak panjang ke wilayah urban tersebut (6-15 Km), disebabkan oleh minat penduduk suburban terhadap

    kualitas mutu pendidikan menengah atas, yang dianggap lebih baik pada kawasan urban Makassar.

    Kesimpulan dari grafik pergerakan tersebut yaitu; salah satu penyebab timbulnya kepadatan pada jalan

    penghubung wilayah suburban dan urban (Jalan Perintis Kemerdekaan), adalah pergerakan penduduk ke sarana

    kegiatan pendidikan, baik di sekitar lingkungan tempat tinggalnya, maupun di wilayah urban Makassar.

    Gambar 6. Luas Pelayanan Sarana Perkantoran pada Kawasan Sub-urban

    Gambar 5. Luas Pelayanan Sarana Pendidikan pada Kawasan

    Sub-urban

  • PROS ID ING 2 0 1 1 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK

    Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Arsitektur ISBN : 978-979-127255-0-6

    TA 12 - 7

    Berdasarkan hasil penelitian, gambar 6 menunjukkan bahwa penduduk suburban umumnya melakukan kegiatan

    pergerakan ke sarana lokasi kerja yang berjarak 1,001-3 Km dari tempat tinggalnya, yaitu sarana lokasi kerja

    yang terletak di sekitar kawasan KIMA, Daya, BTP dan Unhas (sesuai tabel 16, terdapat 26,90% penduduk

    suburban yang bekerja pada lokasi dengan radius 1,001-3 Km). Pergerakan kegiatan kerja tersebut disebabkan

    oleh ketersediaan sarana kegiatan perkantoran, industri, jasa dan perdagangan pada kawasan suburban tersebut

    di atas. Adapun pergerakan kegiatan kerja penduduk suburban di sekitar kawasan Sudiang dan Bandara juga

    meningkat, dengan jarak 3-7 Km dari tempat tinggalnya.

    Pergerakan penduduk suburban ke lokasi sarana kerja yang jauh terletak di wilayah urban, terjadi pada kawasan

    sekitar panakkukang, Maccini/Jl Sunu hingga kawasan sekitar MTC, yang berjarak 8-15 Km dari tempat

    tinggalnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh keragaman sarana kegiatan bekerja yang tersedia dan lebih

    berkembang di wilayah urban Makassar, yakni sarana perkantoran, jasa dan perdagangan.

    Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa, penduduk suburban telah mulai memilih tempat tinggal pada

    kawasan perumahan permukiman dengan jarak yang relatif dekat dengan lokasi sarana kerja. Kondisi tersebut

    memungkinkan pengembangan sarana prasarana kegiatan kerja, dengan konsep multi fungsi lahan, sehingga

    dapat mengurangi kepadatan pada Jalan Perintis Kemerdekaan, yang merupakan penghubung antara wilayah

    suburban dan urban Makassar.

    Pergerakan penduduk suburban untuk kegiatan belanja pasar, masih dilakukan di sarana pasar yang tersedia di

    wilayah suburban, dengan jarak dekat, yaitu 0-3 Km dari lingkungan tempat tinggalnya. Kondisi tersebut

    didukung oleh ketersediaan sarana pasar regional (pasar Daya) dan pasar lingkungan pada beberapa lokasi

    penelitian, antara lain; pasar lingkungan pada perumahan BTP, pasar lingkungan pada perumahan Telkomas

    dan pasar Mandai. Sedangkan pergerakan kegiatan hiburan/rekreasi ke sarana hiburan suburban, hanya

    dilakukan oleh 10,43% penduduk lokasi penelitian, dengan radius 1-3 Km dari lingkungan tempat tinggalnya,

    dan cenderung lebih memilih untuk melakukan pergerakan ke sarana hiburan/rekreasi di wilayah urban

    (25,46%). Pergerakan tersebut dipicu oleh keragaman sarana hiburan/rekreasi yang lebih berkembang di

    wilayah urban, dibandingkan dengan sarana hiburan wilayah suburban, yang saat ini masih terpusat di kawasan

    MTOS (gambar 7).

    Persepsi Masyarakat tentang Konsep Multi Fungsi Lahan

    Penduduk suburban menyetujui pelayanan sarana prasarana kompak dalam satu kawasan (mixed use).

    Penduduk tersebut adalah penduduk Telkomas (27,30%), BTP (23,31%) dan penduduk perumahan BPS

    (13,19%). Pola pengelompokan sarana prasarana kawasan secara terpusat atau kompak, dinilai dapat

    memaksimalkan fungsi kawasan karena dapat memenuhi kebutuhan penduduk dengan keragaman fungsi sarana

    prasarana. Selain itu, pola pengelompokan tersebut memperpendek jarak capai, yang berakibat pada efisiensi

    waktu dan biaya, sehingga dapat menghemat biaya hidup dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sub-

    urban.

    Penduduk suburban bersedia berjalan kaki ke sarana prasarana kawasan yang berjarak dekat (

  • Pengembangan Konsep Multi Fungsi Shirly Wunas Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Teknik Arsitektur Volume 5 : Desember 2011

    TA 12 - 8

    kawasan perumahan BPS (13,19%), Taman Sudiang Indah (10,12%), dan penduduk perumahan Bukit

    Khatulistiwa (4,91%).

    Penduduk yang tidak bersedia untuk berjalan kaki (23,01% penduduk Telkomas dan 14,11% penduduk BTP),

    lebih memilih untuk menggunakan motor . Hal tersebut disebabkan kondisi jalur pejalan yang tidak nyaman

    karena adanya hambatan samping. Selain itu, berjalan kaki dinilai tidak praktis karena penduduk terbiasa

    mempergunakan sepeda motor.

    Penduduk suburban memberikan persepsi bahwa jalur pejalan belum dilengkapi jalur hijau dan kelengkapan

    furniture lainnya seperti bangku dan lampu penerangan. Penduduk tersebut menyetujui untuk berjalan kaki ke

    sarana prasarana kawasan di sekitar tempat tinggalnya, jika jalur pejalan dilengkapi jalur hijau (pohon),

    sehingga dapat memberi suasana asri dan teduh.

    Dalam perencanaan jalur pejalan kaki pada pengembangan sarana prasarana berbasis konsep multi fungsi,

    hendaknya mempertimbangkan pula ruang gerak atau aksesibilitas untuk difabel, untuk mewujudkan

    kemudahan dalam mempergunakan fasilitas umum. Jalur pejalan yang ramah bagi kaum difabel di Kota

    Makassar salah satunya adalah jalur pejalan yang terletak di jalan AP. Pettarani, yang dilengkapi dengan jalur

    penuntun untuk tuna netra (gambar 8).

    Penduduk suburban ( 82,52%), menyetujui pengembangan hunian vertikal dengan alasan lahan yang semakin

    terbatas dan akses fasilitas hunian yang mudah. Selain itu pengembangan hunian vertikal tersebut diniliai lebih

    ekonomis, karena pencapaian sarana prasarana/fasilitas hunian yang dekat, yang pada akhirnya juga dapat

    menghemat biaya hidup, khususnya biaya transportasi.

    Sedangkan penduduk suburban sebesar 17,48% berpendapat bahwa hunian vertikal akan menimbulkan

    kekumuhan, serta kurang aman dan nyaman, selain itu penduduk tersebut juga mengkhawatirkan masalah

    distribusi air bersih. Penduduk yang berpendapat demikian umumnya adalah penduduk yang mempunyai usaha

    dalam rumah.

    Masyarakat yang menyetujui peralihan dari moda kendaraan pribadi (sepeda motor dan mobil) ke moda

    angkutan mobil (bus) terdapat 51,53%, utamanya penduduk perumahan Telkomas, BTP dan perumahan

    Taman Sudiang Indah.

    Penduduk tersebut berpendapat bahwa, penggunaan bus dapat menghemat biaya transportasi (ekonomis),

    kapasitas penumpang lebih besar, dan jalur poros tidak akan padat lagi. Penduduk yang tidak setuju (48,47%),

    berpendapat bahwa pencapaian lokasi sarana prasarana di wilayah urban dengan mempergunakan kendaraan

    pribadi dinilai lebih cepat dan praktis, serta telah menjadi kebiasaan (gaya hidup) berkendara penduduk

    SIMPULAN

    Karakteristik sarana prasarana kawasan terhadap pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat

    suburban, ditinjau dari kuantitas secara umum telah memadai, namun belum sepenuhnya dimanfaatkan

    Gambar 8. Akses difabel pada jalur pejalan kaki di Jalan AP. Pettarani Kota

  • PROS ID ING 2 0 1 1 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK

    Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Arsitektur ISBN : 978-979-127255-0-6

    TA 12 - 9

    oleh penduduk suburban, dan moda transportasi yang dipergunakan adalah kendaraan pribadi baik sepeda

    motor atau mobil dengan mempergunakan akses tunggal (Jl. Perintis Kemerdekaan)

    Persepsi masyarakat terhadap konsep multi fungsi lahan, dominan menyetujui pola secara kompak (terkelompok), dengan sistem transportasi jalan kaki atau bersepeda, serta dilengkapi dengan angkutan bus.

    Kehidupan sosial masyarakat Salarang banyak terjadi di halaman rumah dan bantaran sungai. Hubungan

    sosial kemasyarakatan mempunyai hubungan yang sangat solid, semua kegiatannya berorientasi pada

    masjid. Hampir semua masyarakat mempunyai hubungan kekerabatan karena tempat asal yang sama,

    adapun pendatang bermukim karena ikatan perkawinan dengan penduduk asli.

    DAFTAR PUSTAKA

    Calthorpe, Peter and William Fulton, 2000, The Regional City: Planning for The End of Sprawl dalam Time

    Saver Standards for Urban Design, Washington DC: Island Press

    Cervero. R, 2006, Public Transport and Sustainable Urbanism: Global Lessons, Department of City and

    Regional Planning University of California, Barkley, USA.

    Ewing, R, 1997, Transport and Land Use Innovations. American Planning Association, Chicago.

    Grant, J dalam Weddel, P., 2010, Urbanism: Modeling Urban Development for Land Use, Transportation and

    Environment.

    Harno, T, 2010, Transit Oriented Development (TOD) as Transport Demand Management (TDM) Urban

    Traffic, DIT BSTP.

    Natalia, V.V. 2010, Konsep Pembangunan Berorientasi Transit sebagai Pengendalian Pola Pergerakan

    Transportasi di Kawasan Perkembangan Kota Makassar, Program Pascasarjana, Universitas Hasanuddin,

    Makassar.

    Rahmi, D.H., Setiawan, B., 1999, Pusat Perancangan Kota Ekologi, Jakarta.

    Stenhouse, Douglas.S., 1992 Mixed-Use Land Development, dalam Walter, Arkin, Crenshaw (ed) Sustainable Cities: Concepts and Strategies for Edo-City Development, Los Angeles, CA: Eco-Home Media

    Talha, 2008, New Trends and Approaches in Urban Planning & Growth, dipresentasikan pada MIP-REHDA

    Selangor Joint Seminar, www.rehdaselangor.com/media/ppt2/Paper%204-KT2.ppt.

    Wibawa, B., A, 1996, Tata Guna Lahan dan Transportasi dalam Sistem Pembangunan Berkelanjutan di Jakarta,

    Program Pascasarjana Magister Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro.

  • Pengembangan Konsep Multi Fungsi Shirly Wunas Arsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Teknik Arsitektur Volume 5 : Desember 2011

    TA 12 - 10

    1. Sampul depan.pdf2. Redaksi.pdf3. Pengantar dan daftar isi.pdf2. Pengantar dan Sambutan hal ii.pdf3. Pengantar dan Sambutan hal iii.pdf4. DAFTAR ISI 2011 Buku 1 hal iv.pdf5. DAFTAR ISI 2011 Buku 1 hal v.pdf

    4. ARSITEKTUR PDF.pdf1. ARSITEKTUR - A. Effendy Rauf & A. Pananrangi AS.pdf2. ARSITEKTUR - Abdul Rachman Rasyid.pdf3. ARSITEKTUR - Baharuddin & Muh. Taufik Ishak.pdf4. ARSITEKTUR - Baharuddin.pdf5. ARSITEKTUR - Imriyanti & Rahmi Amin Ishak.pdf6. ARSITEKTUR - Marly Valenti Patandianan & Zenaide Toban.pdf7. ARSITEKTUR - Moh. Mochsin Sir, Imriyanti & Rahmi Amin Ishak.pdf8. ARSITEKTUR - Muhammad Fathien Azmy & Triyatni Martosenjoyo.pdf9. ARSITEKTUR - Muhammad Syavir Latief & Muhammad Fathien Azmy.pdf10. ARSITEKTUR - Ria Wikantiri, Venni Veronica & Marwah M.pdf11. ARSITEKTUR - Samsuddin Amin & Nurmaida Amri.pdf12. ARSITEKTUR - Shirly Wunas.pdf13. ARSITEKTUR - Syarif Beddu.pdf14. ARSITEKTUR - Yusni Mustari & Dahri Kuddu.pdf15. ARSITEKTUR - Isfa Saraswati & Louis Santoso.pdf16. ARSITEKTUR - Syahriana Syam.pdf17. ARSITEKTUR - BAHARUDDIN KODDENG.pdf

    5. ELEKTRO - PDF.pdf1. ELEKTRO - A. Ejah Umraeni Salam & Cristophorus Yohannes.pdf2. ELEKTRO - Ansar Suyuti.pdf3. ELEKTRO - Elly Warni & Adi Wahyudi P.pdf4. ELEKTRO - Gassing.pdf5. ELEKTRO - Ikhlas Kitta.pdf6. ELEKTRO - Merna Baharuddin.pdf7. ELEKTRO - Novy Nur Rahmilllah Ayu Mokobombang & Hasniaty.pdf8. ELEKTRO - Sri Mawar Said & Rachmat Santosa.pdf9. ELEKTRO - Syafruddin Syarif & Zulfajri B.Hasanuddin.pdf10. ELEKTRO - Tajuddin Waris & B.M Diah.pdf11. ELEKTRO - Zaenab Muslimin & Indrabayu.pdf12. ELEKTRO - Indra Jaya Mansyur.pdf13. ELEKTRO - Andani & Subaer Kanata.pdf14. ELEKTRO - Zaenab Muslimin, Ansar Suyuti, Andani Achmad & Indrabayu.pdf15. ELEKTRO - Muh. Anshar & Rhiza S. Sadjad.pdf16. ELEKTRO - Indrabayu, Zaenab Muslimin & A. Pata.pdf

    6. GEOLOGI - PDF.pdf1. GEOLOGI - A. M. Imran, Busthan Azikin, Ratna HL & Susilawati.pdf2. GEOLOGI - Adi Tonggiroh & Purwanto.pdf3. GEOLOGI - Aryanti Virtanti Anas & Djamaluddin.pdf4. GEOLOGI - Haerany Sirajuddin & Safri Burhanuddin.pdf5. GEOLOGI - Jamal Rauf Husain, Safri Burhanuddin & Sultan.pdf6. GEOLOGI - Meinarni Thamrin & Asran Ilyas.pdf7. GEOLOGI - Muhammad Ramli & Bunga A. M.pdf8. GEOLOGI - Sultan & Agustinus T.pdf

    7. Aturan Penulisan.pdf8. Sampul Belakang.pdf