7. Hipoksia-skenario b
description
Transcript of 7. Hipoksia-skenario b
LAPORAN
TUTORIAL BLOK VII
Disusun Oleh :
KELOMPOK 5
Anggota Kelompok
Lismya Wahyu Ningrum 04111001023
Mentari Indah sari 04111001024
Tiara Eka M 04111001035
Mary Gisca Theressi 04111001036
Vindy Cesariana 04111001037
R. A. Delila Tsaniyah 04111001043
Dwi Novia Putri 04111001053
Dwi Jaya Sari 04111001056
Fatty Maulidira 04111001068
Liliana Surya Fatimah 04111001080
Bellinda Dwi Priba 04111001098
Auliya Bella Oktarina 04111001099
Tutor : drg. Nursiah Nasution, M.Kes
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya Laporan
Tutorial Skenario A Blok 7 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari
skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
pembuatan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan
laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca
akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri
I. Skenario 1
II. Klarifikasi Istilah 1
III. Identifikasi Masalah 5
IV. Analisis Masalah 6
V. Hipotesis …………………………………………………….26
VI. Keterkaitan Antar Masalah 27
VII. Identifikasi Topik Pembelajaran 27
VIII. Sintesis 29
IX. Simpulan 103
Daftar Pustaka
I. SKENARIO B (BLOK 7) Tahun 2012
Setelah pensiun sebagai Direktur PT. Batubara Palembang, Ir. Cek Nang (56 tahun), ingin memenuhi cita-cita masa kecilnya yaitu berlibur ke pegunungan Alpen di Swiss. Ia pergi ke resort “Verbier Les-Quartre” di dekat kota St-Bernard yang memiliki ketinggian 3200 meter di atas permukaan laut.
Setelah 1 hari sampai di sana, ia mengeluh mengalami sesak nafas, sakit kepala, terasa melayang, serta susah tidur. Sesak tetap terjadi meski sedang duduk dan bertambah berat bila berjalan/naik tangga. Ia juga mengeluh mual.
Selama ini ia tidak pernah mengalami gangguan respirasi ataupun gangguan kardiovaskular. Ir. Cek Nang pergi ke klinik resort.
Pemeriksaan Vital Sign menunjukkan :
Temp. 36,3’C, HR : 101 kali/menit, RR : 36 kali/menit, TD : 110/80 mmHg
Pemeriksaan fisik :
Tampak pernafasan cepat dan pendek (tachypneu) dan terlihat kebiruan pada kuku jari
Hasil pemeriksaan lab :
EKG : Tampak normal
Tekanan gas arteri : PO2 : 60 mmHg, PCO2 : 30 mmHg
Dokter yang merawat menyatakan bahwa Ir. Cek Nang tidak mengidap penyakit jantung/paru-paru dan hanya tidak terbiasa dengan ketinggian.
II. KLARIFIKASI ISTILAH
a. Pegunungan : Terdiri dari gunung dengan ketinggian >600 m
b. Ketinggian : Pengukuran tinggi dari kota St. Bernard dari permukaan laut
c. Sesak Nafas : RR > normal
d. Terasa melayang : Perasaan tidak seimbang, seperti mau jatuh
e. Mual : Perasaan ingin muntah
f. Vital Sign : Tanda – tanda berupa HR, RR, TD
g. Respirasi : Sistem yang mengatur pertukaran gas dalam tubuh
h. Kardiovaskular : Sistem yang mengatur jantung dan pembuluh darah
i. Temperatur : Suhu tubuh
j. HR : Frekuensi kontraksi jantung dihitung per menit
k. RR : Frekuensi siklus respirasi dihitung per menit
l. TD : Pengukuran tekanan pada dinding arteri
m. Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan yang dilakukan pada tubuh sebelah luar
n. Tachypneu : Pernafasan cepat dan pendek
o. EKG : Alat untuk memeriksa jantung
p. Tekanan gas arteri : Tekanan gas di dalam arteri
q. PO2 : Tekanan parsial O2
r. PCO2 : Tekanan Parsial CO2
III. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Ir. Cek Nang (56 Tahun) yang tinggal di Palembang berlibur ke Pegunungan dengan
ketinggian 3.200 meter
2. Ir. Cek Nang setelah 24 jam mengalami : a. Sesak Nafas
b. Sakit Kepala
c. Terasa Melayang
d. Susah Tidur
e. Mual
3. Ir. Cek Nang sesak nafasnya meningkat bila berjalan
4. Hasil Vital Sign Ir. Cek Nang : a. Temp : 36,3 C
b. HR : 101 kali/menit
c. RR : 36 kali/menit
d. TD : 110/80 mmHg
5. Hasil pemeriksaan fisik Ir. Cek Nang : a. Tachypneu
b. Kebiruan pada kuku jari
6. Hasil Lab : a. EKG : Normal
b. Tekanan Gas arteri : 1. PO2 : 60 mmHg
2. PCO2 : 30 mmHg
IV. ANALISIS MASALAH
1. Ir. Cek Nang (56 Tahun) yang tinggal di Palembang berlibur ke Pegunungan dengan
ketinggian 3.200 meter
a. Bagaimana kondisi lingkungan di daerah dengan ketinggian 3200 meter antara lain :
1. Suhu
Setiap kenaikan ketinggian 100 meter di atas permukaan laut maka suhu berkurang 0,65
°C
0 meter = ± 27 °C
1000 meter = ± 20,5 °C
2000 meter = ± 14 °C
3000 meter = ± 7,5 °C
3200 meter = ± 6,2 °C
2. Tekanan Parsiil gas (O2, CO2, N2, dll)
a. O2
0 meter = 150 mmHg
3000 meter = 110 mmHg
6000 meter = 73 mmHg
9000 meter = 47 mmHg
b. CO2
0 meter = 40 mmHg
3000 meter = 33 mmHg
6000 meter 24 mmHg
b. Bagaimana fisiologi tubuh pada ketinggian 3200 meter dan hipoksia pada :
1. Sistem respirasi
Ketinggian menyebabkan penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) inspirasi.
Penurunan tekanan parsial oksigen menyebabkan penurunan tekanan oksigen kapiler
alveolar. Seiring dengan penurunan PO2, tubuh akan mengkompensasinya dengan
meningkatkan ventilasi. Respons ventilasi merupakan keadaan fisiologi yang terjadi akibat
ketinggian. Bila tekanan barometer menurun, ventilasi meningkat untuk meminimalkan
penurunan PO2.
PO2 darah yang rendah pada keadaan normal tidak akan meningkatkan ventilasi alveolus
secara bermakna sampai tekanan oksigen alveolus turun hampir separuh dari normal. Sebab
dari berkurangnya efek perubahan tekanan oksigen pada pengaturan pernapasan berlawanan
dengan yang disebabkan oleh mekanisme yang mengatur karbondioksida dan ion hidrogen.
Peningkatan ventilasi yang benar-benar terjadi bila PO2 turun mengeluarkan karbondioksida
dari darah dan oleh karena itu mengurangi tekanan PCO2. Penyebab langsung penurunan
PCO2 adalah selalu hiperventilasi alveolar(ventilasi alveolus dalam keadaan kebutuhan
metabolisme yang berlebihan). Hiperventilasi menyebabkan alkalosis respiratorik dan
kenaikan pH darah. Hiperventilasi menggambarkan usaha tubuh untuk meningkatkan PO2
dengan usaha membuang CO2 yang berlebihan dari paru sehingga menimbulkan gejala sesak
napas.
2. Sistem Kardiovaskular
Otot jantung seperti halnya otot rangka, menggunakan energy kimia untuk
menyebabkan kontraksi. Energy ini dihasilkan terutama dari metabolisme oksidatif asam
lemak dan sebagian kecil dari bahan makanan yang lain, khususnya laktat dan glukosa.
Karena itu, semakin berkurang kandungan oksigen di udara, maka proses pembentukan
energy pun akan terganggu, dan suplai ke jantung pun akan ikut berkurang.
3. Sistem Aliran darah
Pada penderita hipoksia (hipoksia hipotoksik), aliran darah juga terganggu akibat dari
kompensasi tubuh tehadap sistem cardiovascular. Mula-mula takikardi; kemudian bradikardia
jika otot jantung tidak cukup mendapat oksigen. Peningkatan tekanan darah yang diikuti
dengan penurunan tekanan darah jika hipoksia tidak diatasi.
4. Sistem Eskresi
Perubahan fungsi sistem ekskresi, seperti ginjal pada ketinggian 3200 m sebagai efek
langsung hipoksia sejalan dengan mekanisme kompensasi adaptasi sistem lainnya.
Pengeluaran urin dan ekskresi sodium ini juga berhubungan dengan penurunan tekanan
parsial Oksigen (PO2). Diuresis dan natriuresis disertai ekskresi bikarbonat dan kalium
sejalan dengan penurunan inspirasi oksigen yang akut dan dimediasi oleh kemoreseptor
perifer sensitive oksigen. Ketika respon hiperventilasi hipoksia dimediasi oleh kemoreseptor
perifer, respon diuresis dan natriuresis hipoksia akan muncul selama 24-48 jam pertama
bervariasi setiap individu hingga dampaknya bisa menyebabkan dua sampai tiga kali
peningkatan ekskresi protein dan urin yang mekanismenya melibatkan perubahan
permeabilitas kapiler. Dalam hal PO2 yang rendah pun, sel kortikal intestitial meningkatkan
produksi eritropoietin guna membantu oksigenasi ke jaringan, yang dilepaskan sejak 1-2 jam
pertama setelah paparan hipoksia dengan puncak pada 24-48 jam dan menurun setelah
beberapa minggu dan terjadi penekanan feedback.
5. Sistem saraf
Apabila sistem syaraf kekurangan suplai oksigen dapat menyebabkan ischemic pada
jaringan, bila berkelanjutan dapat menyebakan nekrosis dan kemudian sel mengalami
degenerasi. Kekurangan oksigen pada kelenjar juga dapat menyebabkan kurangnya produksi
cairan endolimfe dan perolimfe yang mengatur keseimbangan tubuh.
c. Bagaimana mekanisme terjadinya hipoksia ?
Pada saat berada di tempat ketinggian:
1) Ventilasi paru yang mendadak menghilangkan sejumlah besar CO2, sehingga Pco2 turun
dan menyebabkan pertukaran gas CO2 dan O2 menjadi lebih sulit menyebabkan O2 susah
masuk ke paru-paru.
2) Tekanan atmosfer menurun menyebabkan Po2 udara menurun, sehingga Po2 dalam
alveoli juga menurun.
3) Kadar uap air yang meningkat dapat mengencerkan O2 di dalam paru-paru sehingga
kadar O2 menurun.
Ketiga hal tersebut menyebabkan terjadinya hipoksia karena kurangnya oksigen pada
jaringan.
d. Bagaimana fisiologi tubuh pada keadaan normal antara lain :
1. Sistem Respirasi
Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu :
1.Ventilasi
2.Difusi
3.Transportasi
Ventilasi
Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses
ini terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari
paru-paru). Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat
inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari
atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan
intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari
paru-paru.
Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume
thorax akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi terjadi
kontraksi dari otot-otot insiprasi (muskulus interkostalis eksternus dan diafragma)sehingga
terjadi elevasi dari tulang-tulang kostae dan menyebabkan peningkatan volume cavum thorax
(rongga dada), secara bersamaan paru-paru juga akan ikut mengembang sehingga tekanan
intra pulmonal menurun dan udara terhirup ke dalam paru-paru.
Setelah inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam
(menarik nafas dalam), hal ini dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan isnpirasi
yaitu muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus skalenus.
Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum
thorax akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka terjadilah
ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-
dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan
muskulus abdominis.
Difusi
Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan.
Saat inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi
karbondioksida akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses
pertukaran gas tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida
antara alveoli dan kapiler paru. Terjadinya difusi O2 dan CO2 ini karena adanya perbedaan
tekanan parsial. Tekanan udara luar sebesar 1 atm (760 mmHg), sedangkan tekanan parsial
O2 di alveolus sebesar ± 104 mmHg. Tekanan parsial pada kapiler darah arteri pulmonales ±
104 mmHg, dan di vena pulmonales ± 40 mmHg. Hal ini menyebabkan O2 dari alveolus
berdifusi ke dalam vena pulmonales. Sementara itu, tekanan parsial CO2 dalam vena ± 45
mmHg, tekanan parsial CO2 dalam arteri ± 40 mmHg, dan tekanan parsial CO2 dalam
alveolus ± 40 mmHg. Adanya perbedaan tekanan parsial tersebut menyebabkan CO2 dapat
berdifusi dari vena pulmonales ke alveolus.
Transportasi
Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang
membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke
kapiler paru. Sekitar 97 – 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan cara berikatan dengan Hb
(HbO2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma. Sekitar 5- 7% karbondioksida larut
dalam plasma, 23 – 30% berikatan dengan Hb(HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan 65 –
70% dalam bentuk HCO3 (ion bikarbonat).
Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada
sel/jaringan terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari PO2
kapiler karena O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial
karbondioksida (PCO2) intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel
sebagai sisa metabolisme. Difusi oksigen keluar dari darah dan masuk ke dalam cairan
jaringan dapat terjadi, karena tekanan oksigen di dalam cairan jaringan lebih rendah
dibandingkan di dalam darah. Hal ini disebabkan karena sel-sel secara terus menerus
menggunakan oksigen dalam respirasi selular. Perlu diketahui bahwa tekanan parsial O2 pada
kapiler darah nadi ± 95 mmHg dan tekanan parsial O2 dalam jaringan tubuh <40 mmHg.
Sebaliknya tekanan karbon dioksida tinggi, karena karbon dioksida secara terus menerus
dihasilkan oleh sel-sel tubuh. Tekanan parsial CO2 dalam jaringan ± 46 mmHg dan dalam
kapiler darah ± 40 mmHg. Hal inilah yang menyebabkan O2 dapat berdifusi ke dalam
jaringan dan CO2 berdifusi ke luar jaringan.
2. Sistem Kardiovaskular
Ukuran denyut jantung normal orang dewasa berkisar 60-100 kali per menit. Untuk atlet
terlatih, detak jantung normal saat istirahat akan lebih rendah berkisar 40 kali per menit.
Untuk orang dewasa sehat, denyut jantung yang lebih rendah saat istirahat umumnya
menyiratkan fungsi jantung yang efisien dan tingkat kebugaran yang baik, mereka yang
kurang berolahraga memiliki denyut jantung 80 per menit. Denyut jantung rata-rata adalah 70
per menit.
Arti Heart Rate meningkat : Detak jantung meningkat karena otot dalam tubuh memproduksi
lebih banyak karbon dioksida yang terdeteksi sebagai peningkatan dari normal di medula
yang mengirim sinyal melalui sistem saraf parasimpatetik ke nodus sinuatrialis
memberitahukannya untuk meningkatkan gelombang Eksitasinya, yang mana inturn
meningkatkan gelombang ke nodus atrioventricularis sehingga semua otot pada jantung
berkontraksi lebih sering.
Akibat heart rate menurun:
- Merasa pusing
- Sesak nafas dan sulit beraktivitas
- Mudah lelah
- Terasa sakit di dada
- Susah berkonsentrasi
- Penurunan tekanan darah
3. Sistem Aliran darah
Jantung memompa darah secara kontinu ke dalam aorta , tekanan rata-rata di aorta
menjadi lebih tinggi , sekitar 100 mmHg. Karena pemompaan oleh jantung bersifat pulsatil,
tekanan arteri berganti-ganti antara nilai tekanan sistolik 120 mmHg dan nilai tekanan
diastolik 80 mmHg.
Selama darah mengalir melalui sirkulasi sistemik, tekanan rata-rata menurun secara
progressif sampai kira-kira 0 mmHg pada waktu mencapai ujung vena cava yang merupakan
saat pengosongan darah ke dalam atrium dextrum jantung.
Tekanan dalam kapiler sistemik bervariasi dari setinggi 35 mmHg di dekat ujung
arteriol sampai serendah 10 mmHg di dekat ujung vena, tetapi tekanan “fungsional” rata-rata
sebagian besar pembuluh darah hanya 17 mmHg.
Pada sirkulasi pulmonalis, tekanan arteri pulmonalis juga bersifat pulsatil, tetapi
tekanannnya jauh lebih rendah daripada tekanan aorta. Tekanan sistolik arteri pulmonalis
rata-rata sekitar 25 mmHg dan tekanan diastolik 8 mmHg, dengan tekanan rata-rata arteri
pulmonalis hanya 16 mmHg. Tekanan kapiler paru rata-rata hanya 7 mmHg.
Pada kenyataannya, total aliran darah yang melalui paru setiap menitnya sama dengan
yang melalui sirkulasi sistemik. Tekanan yang rendah di sistem paru sesuai dengan
kebutuhan paru, karena semuanya diperlukan agar darah di kapiler paru terpajan dengan
oksigen dan gas-gas lain dalam alveoli paru.
4. Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi yang terkait dengan ketinggian tempat adalah sistem ekskresi
pernapasan dan kulit.
a. Ekskresi Pernapasan
Sistem pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru, paru itu
sendiri, dan struktur-struktur toraks (dada) yang terlibat menimblkan gerakan udara masuk-
keluar paru melalui salurn pernapasan. Saluran pernapasan adalah saluran yang mengangkut
udara antara atmosfer dan alveolus, tempat terakhir yang merupakan satu-satunya tempat
pertukaran gas-gas antara udara dan darah dapat berlangsung (Sherwood, Lauralee, 2001:
412).
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
(oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbon dioksida sebagai
sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Pengisapan udara ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifufddin, 2006: 192).
Proses respirasi dapat dibagi menjadi empat golongan: (1) vantilasi paru-paru, yang berarti
pemasukan dan pengeluaran udara di atmosfir dan alveolus paru-paru, (2) difusi oksigen dan
karbon dioksida di antara alveolus dan darah, (3) transpor oksigen dan karbon dioksida di
dalam darah dan cairan tubuh ke sel dan dari sel, dan (4) pengaturan ventilsai dan segi
respirasi lainnya (Guyton, Arthur C, 1996: 343).
Tujuan akhir dari bernapas adalah secara terus-menerus menyediakan pasokan O2 segar
untuk diserap oleh darah dan mengeluarkan CO2 dari darah. Udara atmosfer normal yang
kering adalah mengandung sekitar 79% nitrogen (N2) dan 21% O2, dengan presentase CO2,
uap H2O, gs lain, dan polutan hampir dapat diabaikan. Secara bersama-sama, gas-gas ini
menghasilkan tekanan atmosfer total sebesar 760 mmHg pada ketinggian permukaan laut.
Jika oksigen mewakili 21% dari tekanan atmosfer 760 mmHg, maka tekanan oksigen adalah
160 mmHg. Dengan demikian tekanan parsial oksigen di udara atmosfer, Po, dalam keadaan
normal adalah 160 mmHg. Tekanan parsial CO2 di atmosfer, PCO2, dapat diabaikan, yaitu
0,3 mmHg. Gas yang dapat larut dalam cairan misalkan darah dan cairan tubuh lainnya
dianggap memiliki tekanan parsial. Karena daya larut O2 dan CO2 konstan, jumlah O2 dan
CO2 yang larut dalam darah kapiler paru akan berbanding lurus dengan PO2 dan PCO2
alveolus. Komposisi udara alveolus tidak sama dengan udara atmosfer yang dihirup karena
dua alasan. Pertama, segera setelah udara atmosfer memasuki saluran pernapasan, udara
tersebut mengalami kejenuhan H2O akibat perjalanan ke saluran pernapasan yang lembab.
Uap air juga menimbulkan tekanan parsial seperti gas lainnya. Pada suhu tubuh, tekanan
parsial uap H2O adalah 47 mmHg. Kedua, PO2 alveolus juga lebih rendah daripada PO2
atmosfer karena udara inspirasi segar tercampur dengan sejumlah besar udara lama yang
berada di paru dan ruang mati pada akhir ekspirasi sebelumnnya (kapsitas residual
fungsional) (Sherwood, Lauralee, 2001: 435).
b. Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah
memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi,
mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme (Perdanakusuma,
David S, 2008). Kulit tidak sepenuhnya impermeable terhadap air. Sejumlah kecil air akan
mengalami evaporasi secara terus menerus dari permukaan kulit. Evaporasi yang dinamakan
perspirasi tidak kasat mata (insensible perspiration) berjumlah kurang-lebih 600 ml per hari
untuk orang dewasa yang normal. Kehilangan air yang tidak kasat mata (insensible water
loss) bervariasi menurut suhu tubuh. Pada penderita demam, kehilangan ini dapat meningkat
(Brunner & Suddart, 2002: 1828).
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Pengendalian
persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler
melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga
terjadi penguapan cairan pada permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah
mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatsai, dan panas tubuh tidak
dikeluarkan). Kulit melakukan perannya ini dengan megeluarkan keringat, kontraksi otot, dan
pembuluh darah kulit. Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi
atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan ammonia. Sebum
yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan
berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak
menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit
(Syaifuddin, 2006: 315).
5. Sistem saraf
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta
terdiriterutama dari jaringan saraf.Sistem persarafan merupakan salah satu organ yang
berfungsi untuk menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam organisasi dan koordinasi
kegiatan tubuh. Terjadinya impuls listrik pada saraf sama dengan impuls listrik yg
dibangkitkan dalam serabutototSebuah neuron yg tdk membawa impuls dikatakan dalam
keadaan polarisasi, dimana ion Na+ lebih banyak diluar sel dan ion K+ dan ion negative lain
lebih banyak dalam selSuatu rangsangan (ex: neurotransmiter) membuat membrane lebih
permeable terhadap ion Na+ yang kan masuk ke dalam sel, keadaan ini menyebabkan
depolarisasi dimana sis luar akan bermuatan negative dan sisi dalam bermuatan positif.Segera
setelah depolarisasi terjadi, membrane neuron menjadi lbih permeable terhadap ion.
K+,yg akan segera keluar dari sel. Keadaan ini memperbaiki muatan positif diluar sel
dan muatannegatif di dalam sel, yg disebut repolarisasi. Kemudian pompa atrium dan kalium
mengmbalikan Na+ keluar dan ion K+ ke dalam, dan neuron sekarang siap merespon
stimulus lain dan mengahantarkan impuls lain.
e. Bagaimana hubungan parsiil gas (O2, CO2) terhadap : 1. Alveoli
2. Pembuluh Darah
3. Jaringan
Difusi netto: ditentukan oleh perbedaan antara kedua tekanan parsial
- Respirasi intrasel
Pada saat alveolus fase inspirasi:
Tekanan parsial oksigen pada alveolus (104 mmHg) lebih tinggi dari pembuluh
kapiler arteri pulmonalis (40 mmHg). Sehingga terjadi difusi oksigen dari alveolus ke
pembuluh darah arteri pulmonalis. Difusi terus berlangsung hingga terjadi
keseimbangn PO2 diantara keduanya.
Pada saat alveolus fase ekspirasi:
PCO2 pada alveolus (40 mmHg) lebih rendah dari PCO2 kapiler vena pulmonalis (45
mmHg). Sehingga terjadi difusi CO2 dari kapiler ke alveolus.
- Respirasi ekstrasel : Difusi ke jaringan
PO2 dalam kapiler (95 mmHg) melewati cairan interstitial menjadi PO2: 40 mmHg
dan dalam jaringan PO2: 23 mmHg. Sehingga terjadi difusi oksigen ke jaringan
PCO2 jaringan: 46 mmHg, PO2 cairan interstitial: 45 mmHg, berdifusi ke pembuluh
darah yang memiliki PCO2: 40 mmHg
f. Bagaimana mekanisme difusi gas eksterna dan interna ?
a. Pernapasan luar (Eksterna)
Pernapasan luar merupakan pertukaran gas di dalam paru paru. Oleh karena itu,
berlangsung difusi gas dari luar masuk ke dalam aliran darah. Dengan kata lain, pernapasan
luar merupakan pertukaran gas (O2 dan CO2) antara udara dan darah. Pada pernapasan luar,
darah akan masuk ke dalam kapiler paru-paru yang mengangkut sebagian besar karbon
dioksida sebagai ion bikarbonat (HCO3-) dengan persamaan reaksi seperti berikut :
(H+)+(HCO3–)=>H2CO3
Sisa karbon dioksida berdifusi keluar dari dalam darah dan melakukan reaksi sebagai berikut:
H2CO3=>H2O+CO2
Enzim karbonat anhidrase yang terdapat dalam sel-sel darah merah dapat
mempercepat reaksi. Ketika reaksi berlangsung, hemoglobin melepaskan ion - ion hidrogen
yang telah diangkut; HHb menjadi Hb. Hb merupakan singkatan dari haemoglobin, yaitu
jenis protein dalam sel darah merah. Selanjutnya, hemoglobin mengikat oksigen dan menjadi
oksihemoglobin(HbO2).
Hb+O2=>HbO2
Selama pernapasan luar, di dalam paru-paru akan terjadi pertukaran gas yaitu CO2
meninggalkan darah dan O2 masuk ke dalam darah secara difusi. Terjadinya difusi O2 dan
CO2 ini karena adanya perbedaan tekanan parsial. Tekanan udara luar sebesar 1 atm (760
mmHg), sedangkan tekanan parsial O2 di paru-paru sebesar ± 160 mmHg. Tekanan parsial
pada kapiler darah arteri ± 100 mmHg, dan di vena ± 40 mmHg. Hal ini menyebabkan O 2
dari udara berdifusi ke dalam darah. Sementara itu, tekanan parsial CO2 dalam vena ± 47
mmHg, tekanan parsial CO2 dalam arteri ± 41 mmHg, dan tekanan parsial CO2 dalam
alveolus ± 40 mmHg. Adanya perbedaan tekanan parsial tersebut menyebabkan CO2 dapat
berdifusi dari darah ke alveolus.
b. Pernapasan Dalam (Internal)
Pada pernapasan dalam (pertukaran gas di dalam jaringan tubuh) darah masuk ke
dalam jaringan tubuh, oksigen meninggalkan hemoglobin dan berdifusi masuk ke dalam
cairan jaringan tubuh. Reaksinya sebagai berikut :
HbO2=>Hb+O2
Difusi oksigen keluar dari darah dan masuk ke dalam cairan jaringan dapat terjadi,
karena tekanan oksigen di dalam cairan jaringan lebih rendah dibandingkan di dalam darah.
Hal ini disebabkan karena sel-sel secara terus menerus menggunakan oksigen dalam respirasi
selular.
Dari proses pernapasan yang terjadi di dalam jaringan menyebabkan terjadinya
perbedaan komposisi udara yang masuk dan yang keluar paru-paru.
Perlu diketahui bahwa tekanan parsial O2 pada kapiler darah nadi ± 100 mmHg dan tekanan
parsial O2 dalam jaringan tubuh kurang dari 40 mmHg. Sebaliknya tekanan karbon dioksida
tinggi, karena karbon dioksida secara terus menerus dihasilkan oleh sel-sel tubuh. Tekanan
parsial CO2 dalam jaringan ± 60 mmHg dan dalam kapiler darah ± 41 mmHg. Hal inilah
yang menyebabkan O2 dapat berdifusi ke dalam jaringan dan CO2 berdifusi ke luar jaringan.
Dalam keadaan biasa, tubuh kita menghasilkan 200 ml karbon dioksida per hari.
Pengangkutan CO2 di dalam darah dapat dilakukan dengan tiga cara berikut :
1) Sekitar 60-70% CO2 diangkut dalam bentuk ion bikarbonat (HCO3-) oleh plasma darah.
Setelah asam karbonat yang terbentuk dalam darah terurai menjadi ion hydrogen (H+) dan ion
bikarbonat (HCO3-). Ion H+ bersifat racun, oleh sebab itu ion ini segera diikat Hb, sedangkan
ion (HCO3-) meninggalkan eritrosit masuk ke plasma darah. Kedudukan ion (HCO3
-) dalam
eritrosit diganti oleh ion klorit. Persamaan reaksinya sebagai berikut :
H20+CO2=>H2CO3=>(H+)+(HCO3-)
2) Lebih kurang 25% CO2 diikat oleh hemoglobin membentuk karboksihemoglobin. Secara
sederhana, reaksi CO2 dengan Hb ditulis sebagai berikut : .
CO2+Hb=>HbCO2
Karboksihemoglobin disebut juga karbokminohemoglobin karena bagian dari hemoglobin
yang mengikat CO2 adalah gugus asam amino. Reaksinya sebagai berikut :
CO2+RNH2=>RNHCOOH
3) Sekitar 6-10% CO2 diangkut plasma darah dalam bentuk senyawa asam karbonat
(H2CO3).
Tidak semua CO2 yang diangkut darah melalui paru-paru dibebaskan ke udara bebas.
Darah yang melewati paru-paru hanya membebaskan 10% CO2. Sisanya sebesar 90% tetap
bertahan di dalam darah dalam bentuk ion-ion bikarbonat. Ion-ion bikarbonat dalam darah ini
sebagai buffer atau penyangga karena mempunyai peran penting dalam menjaga stabilitas Ph
darah. Apabila terjadi gangguan pengangkutan CO2 dalam darah, kadar asam karbonat
(H2CO3) akan meningkat sehingga akan menyebabkan turunnya kadar alkali darah yang
berperan sebagai larutan buffer. Hal ini akan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologis
yang disebut asidosis.
2. Ir. Cek Nang setelah 24 jam mengalami : a. Sesak
Nafas
b. Sakit Kepala
c. Terasa Melayang
d. Susah Tidur
e. Mual
a. Bagaimana patofisiologi :
1. Sesak Nafas
a. Oksigenasi jaringan menurun. (Penyakit/keadaan yang menyebabkan kecepatan
pengiriman oksigen ke jaringan berkurang seperti hipoksia)
Penyakit atau keadaan tertentu secara akut dapat menyebabkan kecepatan
pengiriman oksigen ke seluruh jaringan menurun. Penurunan oksigenasi jaringan ini
akan meningkatkan sesak napas. Karena transportasi oksigentergantung dari sirkulasi
darah dan kadar hemoglobin, maka beberapa keadaan seperti perdarahan, animea
(hemolisis), perubahan hemoglobin (sulfhemoglobin, methemoglobin,
karboksihemoglobin) dapat menyebabkan sesak napas.
b. Kebutuhan oksigen meningkat. (Peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba – tiba
akan memerlukan oksigen yang lebih banyak untuk proses metabolism)
Penyakit atau keadaan yang sekonyong-konyong meningkat kebutuhan oksigen
akan memberi sensasi sesak napas. Misalnya, infeksi akut akan membutuhkan oksigen
lebih banyak karena peningkatan metabolisme. Peningkatan suhu tubuh karena bahan
pirogen atau rangsang pada saraf sentral yang menyebabkan kebutuhan oksigen
meningkat dan akhirnya menimbulkan sesak napas. Begitupun dengan penyakit
tirotoksikosis, basal metabolic rate meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga
meningkat. Aktivitas jasmani juga membutuhkan oksigen yang lebih banyak sehingga
menimbulkan sesak napas.
c. Kerja pernapasan meningkat. (Otot pernafasan dipaksa bekerja lebih kuat karena
adanya penyempitan saluran pernafasan)
Penyakit perenkim paru seperti pneumonia, sembab paru yang menyebabkan
elastisitas paru berkurang serta penyakit yang menyebabkan penyempitan saluran
napas seperti asma bronkial, bronkitis dan bronkiolitis dapat menyebabkan ventilasi
paru menurun. Untuk mengimbangi keadaan ini dan supaya kebutuhan oksigen juga
tetap dapat dipenuhi, otot pernapasan dipaksa bekerja lebih keras atau dengan
perkataan lain kerja pernapasan ditingkatkan. Keadaan ini menimbulkan metabolisme
bertambah dan akhirnya metabolit-metabolit yang berada di dalam aliran darah juga
meningkat. Metabolit yang terdiri dari asam laktat dan asam piruvat ini akan
merangsang susunan saraf pusat. Kebutuhan oksigen yang meningkat pada obesitas
juga menyebabkan kerja pernapasan meningkat.
d. Rangsang pada sistem saraf pusat.
Penyakit yang menyerang sistem saraf pusat dapat menimbulkan serangan sesak
napas secara tiba-tiba. Bagaimana terjadinya serangan ini, sampai sekarang belum
jelas, seperti pada meningitis, cerebrovascular accident dan lain-lain. Hiperventilasi
idiopatik juga dijumpai, walaupun mekanismenya belum jelas.
e. Penyakit neuromuskuler.
Cukup banyak penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem
pernapasan terutama jika penyakit tadi mengenai diagfragma, seperti miastenia gravis
dan amiotropik leteral sklerosis.
Pada kasus cek nang ini, sesak napas cenderung disebabkan oleh poin a.
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang
fisiologi meningkat maka akan dapat menyebabkan gangguan pada pertukaran gas
antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat
sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah
sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada
saluran pernapasn maka ruang mati akan meningkat. Begitu juga jika terjadi
peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan terganggu dan juga
dapat menyebabkan dispnea.
2. Sakit kepala
Terinduksi nya vasodilatasi cerebral dan efektornya seperti NO dianggap mnjadi
penyebab timbulnya sakit kepala mlalui aktivasi sistem trigeminovaskular
Ray dan Wolf (1940) menyimpulkan nyeri kepala disebabkan oleh:
a .T raks i vena -vena dengan d i sp l acemen t s i nus venosus be sa r
b . T r a k s i a r t e r i m e n i n g e a m e d i a
c .T raks i a r t e r i be sa r pada da sa r o t ak
d .D i s t ens i dan d i l a t a s i a r t e r i i n t r a dan eks t r ak ran i a l
e.inflamasi pada struktur peka nyeri dikepala atau daerah sekitarnya
f . p e n e k a n a n l a n g s u n g o l e h t u m o r p a d a s a r a f c r a n i a l
d a n s e r v i k a l y a n g mengandung serabut aferen nyeri dari kepala.
Nyeri kepala timbul karena perangsangan terhadap bangunan-bangunan di daerah
kepalad a n l e h e r y a n g p e k a t e r h a d a p n y e r i . N y e r i k e p a l a a k i b a t
p e r a n g s a n g a n b a n g u n a n intracranial akan diproyeksikan kepermukaan dan
dirasakan di daerah distribusi saraf bersangkutan. Perangsangan bangunan
supratentorial akan dirasakan sebagai nyeri didae rah f ron t a l , d i da l am a t au d i
be l akang bo l a ma t a , dan d i dae r ah t empora l bawah . Sedangkan
perangsangan bangunan infratentorial dan fosa superior akan dirasakan di daerah
retroaurikuler dan oksipitonukhal. Rasa nyeri dapat mengalami perluasan karenarangsang
yang tiba juga menjalar ke nucleus-nukleus lain
3. Terasa melayang
Rasa melayang timbul karena dipemgaruhi oleh 3 sistem keseimbangan yaitu visual, otot dan
sendi, dan vestibule. Efek utama terjadi pada otot dan sendi. Pasien dalam kasus ini
mengalami hipoksi hipoksia yaitu kekurangan oksigen untuk jaringan yang diakibatkan oleh
tekanan parsial O2 di dalam arteri menurun sehingga aliran oksigen di dalam tubuh tidak
lancar, sehingga asupan oksigen untuk otot dan sendi pun menurun.
4. Susah Tidur
Pendaki yang tidur pada ketinggian di atas 3000 m umumnya mengalami pernapasan
periodik. Pernapasan periodik ditandai dengan periode hiperpnea kemudian diikuti dengan
apnea selama 3 – 10 detik.
Selama periode apnea, orang sering menjadi lelah dan terbangun karena perasaan
seperti tercekik. Pernapasan periodik dapat berkurang pada aklimatisasi, akan hilang bila
turun dari ketinggian.
Pernapasan periodik bervariasi pada tiap individu, mungkin berhubungan dengan
fungsi kemosensitivitas terhadap keadaan hipoksia. Individu dengan respons tinggi terhadap
hipoksia mempunyai ketidakstabilan interaksi antara oksigen dengan karbondioksida di
daerah sentral dan perifer yang mengakibatkan periodisitas saat tidur, walaupun mekanisme
pastinya belum jelas. Penyebab apnea saat tidur adalah kegagalan kontraksi otot genioglosus
sewaktu inspirasi sehingga lidah jatuh kebelakang dan menyumbat jalan napas.
5.Mual
Beberapa mekanisme patofisiologi diketahui menyebabkan mual dan muntah telah diketahui.
Koordinator utama adalah pusat muntah, kumpulan saraf – saraf yang berlokasi di medulla
oblongata. Saraf –saraf ini menerima input dari :
Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema
Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan mual karena penyakit
telinga tengah)
Nervus vagus (yang membawa sinyal dari traktus gastrointestinal)
Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual yang berhubungan dengan cedera fisik)
Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks dari gag refleks)
Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus emetik dari usus
berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus. Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di
medula oblongata, memperantarai refleks muntah. Bagian ini sangat dekat dengan nukleus
tractus solitarius dan area postrema. Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) berlokasi di area
postrema. Rangsangan perifer dan sentral dapat merangsang kedua pusat muntah dan CTZ.
Afferent dari faring, GI tract, mediastinum, ginjal, peritoneum dan genital dapat merangsang
pusat muntah. Sentral dirangsang dari korteks serebral, cortical atas dan pusat batang otak,
nucleus tractus solitarius, CTZ, dan sistem vestibular di telinga dan pusat penglihatan dapat
juga merangsang pusat muntah. Karena area postrema tidak efektif terhadap sawar darah
otak, obat atau zat-zat kimia di darah atau di cairan otak dapat langsung merangsang CTZ.
Kortikal atas dan sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah yang berhubungan
dengan rasa, penglihatan, aroma, memori dan perasaaan takut yang tidak nyaman.Nukleus
traktus solitaries dapat juga menimbulkan mual muntah dengan perangsangan simpatis dan
parasimpatis melalui perangsangan jantung, saluran billiaris, saluran cerna dan saluran
kemih.Sistem vestibular dapat dirangsang melalui pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan
gangguan pada vestibular telinga tengah.
Reseptor seperti 5-HT3, dopamin tipe 2 (D2), opioid dan neurokinin-1 (NK-1) dapat
dijumpai di CTZ. Nukleus tractus solitarius mempunyai konsentrasi yang tinggi pada
enkepalin, histaminergik, dan reseptor muskarinik kolinergik. Reseptor-reseptor ini mengirim
pesan ke pusat muntah ketika di rangsang. Sebenarnya reseptor NK-1 juga dapat ditemukan
di pusat muntah. Pusat muntah mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf spinal,
pernafasan dan otot- otot perut untuk melakukan refleks muntah.
b. Bagaimana kompensasi sistem dibawah ini terhadap ketinggian agar kembali
homeostasis?
1. Sistem respirasi
Efek fisiologis pada paru-paru berupa bertambah besarnya ventilais paru-paru seiring dengan
bertambahnya ketinggian tempat. Volume respirasi per menit pada ketinggian 5000 m naik
sekitar 45-69% daripada di daerah permukaan laut. Menurut hasil penelitian saat ini,
kenaikan ventilasi paru-paru disebabkan oleh stimulasi badan varoid dan kemoreseptor
lainnya oleh hipoksemia. Sebagai akibat dari kenaikan ventilasi pembuangan karbondioksida
juga meningkat, yang menyebabkan terjadinya alkalosis respiratorik.
2. Sistem Kardiovaskular
Dengan bertambahnya hipoksia kecepatan denyut jantung bertambah dari rerata 70
detak per menit menjadi sekitar 105 per menit pada ketinggian 4500 m. Jam-jam pertama
setelah tiba pada ketinggian tertentu, denyut nadi saat istirahatmenurun dan kemudian
meningkat, pada ketinggian 2000 m peningkatan adalah 10% dan pada ketinggian 4500 m
adalah 50%.
3. Sistem Aliran darah
Meliputi kenaikan produksi sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin, kenaikan
volume darah serta aktivitas erythropoietik. Pada ketinggian 5000 m jumlah sel darah merah
naik dari 5 juta menjadi 7 juta per mm3, kenaikan terjadi pada hari ke 7-14 setelah berada
pada ketinggian tersebut. Volume darah bertambah dari 40ml/kg menjadi 50 ml/kg pada
ketinggian 4540 m selama 1-3 minggu. Kenaikan produksi sel darah merah tersebut
disebabkan oleh kenaikan aktivitas erythropoietik.
4. Sistem Eskresi
alkalosis respiratorik disebabkan oleh ventilasi paru yangberlebihan
sehingga menurunkan PCO2 . Kondisi ini lebih jarang terjadi dibandingkan asidosis
respiratorik.Terdapat mekansime fisiologis yang mendasari terjadinya alkalosis
respiratorik, misalnya pada orang-orang yangberada pada ketinggian. Rendahnya
kadar O2 menyebabkan stimulasi pernafasan sehingga terjadilah kondisi
ini.Mekanisme kompensasi tubuh adalah melalui peningkatan ekskresi HCO 3-
melalui ginjal, ginjal akan mengekskresikan bikarbonat untuk mengembalikan pH ke
kisaran normal.
5. Sistem saraf
Sistem saraf vagal akan merangsang sistem gastrointestinal untuk melakukan gerak
peristaltic untuk mengeluarkan gas yang terdapat di lambung yang disebabkan karena PO2 di
luar tubuh lebih rendah daripada di dalam tubuh.
c. Mengapa gejala ini timbul setelah 24 jam ?
Karena pada saat berada di ketinggian terjadi proses aklimatisasi yang merupakan
proses membaiknya toleransi dan penampilan individu setelah beberapa jam sampai beberapa
minggu berada di ketinggian. Kompensasi ginjal untuk alkalosis respiratorik terjadi mulai
hari pertama berada di ketinggian. Mekanisme kompensasi lainnya yaitu eritropoesis. Sel
darah merah baru akan diproduksi dalam 3 sampai 5 hari sehingga meningkatkan hematokrit
dan kapasitas pengangkutan oksigen. Respons pernapasan juga meningkat setelah beberapa
hari di ketinggian akibat perubahan keseimbangan asam basa. Curah jantung, frekuensi
jantung dan tekanan darah sistemik kembali normal setelah sebulan berada diketinggian. Hal
ini terjadi mungkin karena penurunan aktivitas simpatis atau perubahan dalam reseptor
simpatis. Itulah mengapa individu yang melakukan perjalanan ke ketinggian dalam beberapa
jam mengalami gejala-gejala seperti didalam skenario, karena tubuh memerlukan waktu
untuk beradaptasi terhadap kondisi yang tidak biasa.
d. Bagaimana cara mengatasi gejala ini ?
Cara mengatasi hipoksia yang disebabkan karena ketinggian adalah dengan terapi
oksigen. Terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan cara:
a. Meletakkan kepala pasien di dalam suatu “tenda” (tempat tertutup) berisi udara yang
mengandung oksigen.
b. Pasien bernapas pada oksigen murni atau okesigen dengan konsentrasi tinggi dari sebuah
masker, atau
c. Pemberian oksigen melalui selang internasal.
d. Atau bisa juga dengan membawa pasien turun agar oksigen yang didapat lebih banyak
sehingga kembali normal.
Untuk gejala-gejala yang muncul, pasien harus beristirahat dengan baik.
e. Apa akibat dari gejal;a ini jika tidak diatasi ?
Ada dua kondisi serius yang berhubungan dengan ketinggian AMS parah apabila tidak diatasi
: High Altitude Cerebral Edema (HACO) dan High Altitude Edema Paru (HAPO). Yang
kedua yang lebih sering terjadi, terutama bagi mereka yang mampu beradaptasi terhadap
iklim.
High Altitude Edema Paru (HAPO)
HAPO hasil dari cairan yang terbentuk di paru-paru. Cairan ini mencegah pertukaran oksigen
yang efektif. Ketika kondisi menjadi lebih parah, tingkat oksigen dalam aliran darah
berkurang, yang menyebabkan sianosis, gangguan fungsi otak, dan kematian.
Gejala HAPO meliputi :
Sesak napas pada saat istirahat
Sesak di dada, dan batuk terus-menerus membesarkan cairan putih, berair, atau
berbusa
Ditandai kelelahan dan kelemahan
Perasaan sesak napas yang akan datang di malam hari
Kebingungan, dan perilaku irasional
Kebingungan, dan perilaku irasional adalah tanda-tanda bahwa oksigen tidak cukup mencapai
otak. Salah satu metode untuk pengujian diri sendiri untuk HAPO adalah untuk memeriksa
waktu pemulihan kita setelah pengerahan tenaga. Dalam kasus HAPO, turun ke tempat yang
lebih rendah secepatnya sekitar 600 meter dpl adalah diperlukan untuk menyelamatkan
nyawa. Siapapun yang menderita HAPO harus dievakuasi ke fasilitas medis untuk tindak
lanjut yang tepat pengobatan.
Cerebral Edema Tinggi Ketinggian (HACO)
HACO adalah hasil dari pembengkakan jaringan otak dari kebocoran cairan.
Gejala HACO meliputi:
Sakit kepala
Kelemahan
Disorientasi
Kehilangan koordinasi
Penurunan tingkat kesadaran
Kehilangan memori
Halusinasi & perilaku psikosis
Coma.
Ini umumnya terjadi setelah seminggu atau lebih pada ketinggian tinggi. Kasus berat
dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan cepat. Turun ke tempat yang lebih
rendah dengan segera sekitar 600 meter dpl adalah upaya menyelamatkan nyawa yang
diperlukan. Ada beberapa obat yang dapat digunakan untuk pengobatan di lapangan, tapi ini
memerlukan pelatihan yang tepat dalam penggunaannya. Siapapun yang menderita HACO
harus dievakuasi ke fasilitas medis untuk tindak lanjut pengobatan.
f. Bagaimana seharusnya melakukan perjalanan ke tempat dengan ketinggian 3.200 meter?
1. Sebelum melakukan perjalanan ke daerah yang lebih tinggi sebaiknya memastikan
bahwa kondisi fisik dan kesehatan baik. Lakukan latihan fisik secara rutin untuk
meningkatkan stamina jauh-jauh hari sebelum melakukan perjalanan tersebut.. Jogging,
berenang, atau bersepeda secara taratur sangat membantu meningkatkan stamina.
2. Saat melakukan perjalanan di atas 3.000 meter / high altitude, jangan melakukan
perpindahan tempat untuk bermalam dengan ketinggian lebih dari 450 meter / hari,
meskipun tidak merasakan perubahan kondisi tubuh apa pun.
3. Ir. Cek Nang sesak nafasnya meningkat bila berjalan
Mengapa sesak nafas meningkat ketika berjalan ?
Ketika berjalan dibutuhkan energi yang lebih agar otot-otot dapat berfungsi. Energi
diperoleh dari produksi ATP. Untuk memproduksi ATP di mitokondria dibutuhkan oksigen,
sedangkan pada ketinggian tersebut tekanan oksigen berkurang. Sehingga untuk mendapatkan
energi, Ir. Cek Nang harus mengambil oksigen dari atmosfer lebih banyak lagi dengan
meningkatkan hiperventilasi yang menimbulkan peningkatan sesak nafas.
4. Hasil Vital Sign Ir. Cek Nang : a. Temp : 36,3 C
b. HR : 101 kali/menit
c. RR : 36 kali/menit
d. TD : 110/80 mmHg
Bagaimana interpretasi normal vital sign (Temperatur, HR, RR, TD) ?
Tekanan darah pada dewasa ( JNC VII : JAMA 289:2560-72, 2003) :
•Normal: < 120 mmHg / <80 mmHg
•Prehipertensi: 120-139 mmHg / 80-89 mmHg
•Hipertensi stadium 1: 140-159 mmHg / 90-99 mmHg
•Hipertensi stadium 2: >160 mmHg / >100mmHg
Tekanan darah pada anak-anak adalah :
•Pada umur 1 tahun: 102 mmHg / 55 mmHg
•Pada umur 5 tahun: 112 mmHg / 69 mmHg
•Pada umur 10 tahun: 119 mmHg / 78 mmHg
b. RR
12-20 kali/menit atau 8-16 kali/menit. >20 kali/menit tachpneu , 12 kali/ menit hipokapnia
c. Temperature normal 36,6˚C – 37,2 ˚C
d. HR
Takikardia ( > 100 kali / menit ), brakikardi (<60 kali/menit)
5. Hasil pemeriksaan fisik Ir. Cek Nang : a. Tachypneu
b. Kebiruan pada kuku jari
Bagaimana interpretasi normal pemeriksaan fisik (Tachypneu dan kebiruan pada kuku) ?
Tachypneu: RR lebih dari 18 kali per menit
Sianosis: Ditemukan adanya kebiruan pada kulit terutama ujung kuku dan bibir
6. Hasil Lab : a. EKG : Normal
b. Tekanan Gas arteri : 1. PO2 : 60 mmHg
2. PCO2 : 30 mmHg
Bagaimana interpretasi hasil lab (EKG dan tekanan gas arteri) ?
Tekanan gas normal :
- PaO2 80 – 100 mmHg
- PaCO2 35 – 45 mmHg
Kategori abnormal :
a. Hipoksia
· Ringan PaO2 50 – 80 mmHg
· Sedang PaO2 30 – 50 mmHg
· Berat PaO2 20 – 30 mmHg
b. Hiperkapnia
· Ringan PaCO2 45 – 60 mmHg
· Sedang PaCO2 60 – 70 mmHg
· Berat PaCO2 70 – 80 mmHg
c. Hipokapnia
PaCO2 >35mmHg
EKG normal
Interpretasi apabila ada kelainan
V. HIPOTESIS
Ir. Cek Nang (56 Tahun) menderita hipoksia yang disebabkan oleh tekanan parsiil O2 yang
menurun akibat menurunnya tekanan O2 di atmosfer.
VI. KETERKAITAN ANTARMASALAH
Ir. Cek Nang (56 Tahun) tinggal di Palembang
Pergi ke tempat dengan ketinggian 3.200 meter
Setelah 24 jam
Vital Sign Pemeriksaan Fisik Anamnesa Hasil Lab
1. Temp : 36,3 C 1.Tachypneu 1. Sesak nafas 1. EKG normal2. HR : 101 x/menit 2. Sianosis 2. Sakit kepala 2. P O2 : 60 mmHg3. RR : 36 X/menit 3. Terasa Melayang 3. P O2 : 30 mmHg4. TD : 110/80 mmHg 4. Susah tidur
5. Mual
HIPOKSIA
VII.IDENTIFIKASI TOPIK PEMBELAJARAN
Pokok Bahasan What I knowWhat I don’t
know
What I have to
prove
How I will
learn
Hipoksia Definisi, gejala
Penyebab, dampak,
mekanisme, tata
laksana
Perubahan yang
terjadi pada
sistem di dalam
tubuh ketika
terjadi hipoksia
Internet,
textbook,
journal.
Fisiologi Sistem
Terkait
(respirasi,
kardiovaskular,
aliran darah,
Definisi Efek fisiologis
yang ditimbulkan
pada sistem tubuh
Cara mengatasi
abnormalitas
yang
ditimbulkan
eskresi, saraf)
Anatomi dan
Histologi sistem
terkait (respirasi,
kardiovaskular,
aliran darah,
eskresi, saraf)
Definisi, struktur
makroskopis dan
mikroskopis
secara umum
Struktur
makroskopis dan
mikroskopis sistem
terkait
Perubahan yang
terjadi pada
struktur sistem
tersebut ketika
terjadi hipoksia
Patofisiologi Definisi
Hubungan gejala
yang muncul
dengan respon
fisiologi tubuh
Faktor yang
mempengaruhi
Kondisi
pegunungan
Definisi
Kondisi alam,
komposisi gas,
tekanan parsial,
suhu, intensitas
cahaya, dan
kelembaban udara
Pengaruh
kondisi
pegunungan
terhadap
respirasi interna
dan eksterna
Kompensasi
sistem terkait
(respirasi,
kardiovaskular,
aliran darah,
eskresi, saraf)
Definisi
Pengaruh
kompensasi sistem
yang terkait
Hubungan
peningkatan
(kompensasi)
sistem dengan
tingkat keakutan
hipoksia
Terapi
penyembuhanDefinisi
Tata laksana yang
tepat yang harus
diberikan
Keefektifan
terapi oksigen
bagi pasien
hipoksia
Interpretasi hasil
Vital Sign,
Laboratorium
dan Pemeriksaan
fisik
Definisi Interpretasi normal
dan abnormal
Perhitungan
hasil vital sign,.
Pemeriksaan
fisik, dan hasil
laboratorium dan
keterkaitannya
dengan hipoksia
pada ketinggian
VIII. SINTESIS
Kerangka Konsep
Ketinggian 3.200 meter
Temperatur meningkat PO2 atmosfer menurun Kelembaban udara meningkat Intensitas cahaya menurun
PO2 darah menurun
PO2 jaringan menurun
Hipoksia
Kompensasi sistem
S.Respirasi S.Integumen S.Keseimbangan S.Kardiovaskular S.Gastrointestinal S.Saraf S.Eskresi S.Aliran darah
RR meningkat Sianosis HR meningkat Diuresis meningkat
Tachypneu Tachycardi 1)Gerak peristaltik meningkat
Terasa melayang 2)perbedaan tekanan udara 1) Iskemik otak
2) Tekanan intra cranial meningkat
mual 1) PO2 arteri meningkat
Sakit kepala 2) PC O2 arteri menurun
Terapi Oksigen 12 L dan pengobatan
HIPOKSIA
Hipoksia adalah keadaan tubuh kekurangan oksigen untuk menjamin keperluan
hidupnya.Dengan menipisnya udara pada ketinggian, maka tekanan parsiil oksigen dalam
udaramenurun atau mengecil. Mengecilnya tekanan parsiil oksigen dalam udara pernapasan
akan berakibat terjadinya hipoksia.
Sifat-sifat hipoksia :
1. Tidak terasa datangnya, sehingga orang awam tidak tahu bahwa bahaya hipoksia ini
telahmenyerangnya.
2. Tidak memberikan rasa sakit pada seseorang, bahkan sering memberikan rasa
gembira(euphoria) pada permulaan serangan- nya, kemudian timbul gejala-gejala lain
yang lebih berat sampai pingsan dan bila dibiarkan dapat menyebabkan kematian.
Macam-macam hipoksia :
Menurut sebabnya hipoksia ini dibagi menjadi 4 macam, yaitu .
1) Hypoxic-Hypoxia, yaitu hipoksia yang terjadi karena menurunnya tekanan parsiil
oksigendalam paru-paru atau karena terlalu tebalnya dinding paru-paru. Hypoxic-
Hypoxia inilah yangsering dijumpai pada penerbangan, karena seperti makin tinggi
terbang makin rendah tekanan barometernya sehingga tekanan parsiil oksigennyapun
akan makin kecil.
2) Anaemic-Hypoxia, yaitu hipoksia yang disebabkan karena berkurangnya
hemoglobindalam darah baik kanena jumlah darahnya sendiri yang kurang
(perdarahan) maupun karenakadar Hb dalam darah menurun (anemia).
3) Stagnant-Hypoxia, yaitu hipoksia yang terjadi karena adanya bendungan sistem
peredarandarah sehingga aliran darah tidak lancar, maka jumlah oksigen yang
diangkut dari paru-parumenuju sel persatuan waktu menjadi kurang. Stagnant
hipoksia ini sering terjadi pada penderita penyakit jantung.
4) Histotoxic-Hypoxia, yaitu hipoksia yang terjadi karena adanya bahan racun dalam
tubuhsehingga mengganggu kelancaran pemapasan dalam.
Gejala-gejala hipoksia :
Gejala yang timbul pada hipoksia sangat individual, sedang berat ringannya gejala
tergantung pada lamanya berada di daerah itu, cepatnya mencapai ketinggian tersebut,
kondisi badanorang yang menderitanya dan lain sebagainya.Gejala-gejala ini dapat
dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu :
1) Gejala-gejala Obyektif, meliputi :
a) Air hunger, yaitu rasa ingin menarik napas panjang terus- menerus
b) Frekuensi nadi dan pernapasan naik
c) Gangguan pada cara berpikir dan berkonsentrasi
d) Gangguan dalam melakukan gerakan koordinatif misalnya memasukkan paku ke dalam
lubang yang sempit
e) Cyanosis, yaitu warna kulit, kuku dan bibir menjadi biru
f) Lemas
g) Kejang-kejang
h) Pingsan dan sebagainya.
2) Gejala-gejala Subyektif, meliputi :
a)Malas
b)Ngantuk
c)Euphoria yaitu rasa gembira tanpa sebab dan kadang-ka-dang timbul rasa sok jagoan.
Akibat hipoksia
Gangguan pada susunan saraf pusat khususnya di pusat-pusat yang lebih tinggi, adalah akibat
hipoksia yang penting. Hipoksia akut menyebabkan gangguan pertimbangan, inkoordinasi
motorik, dan gambaran klinis menyerupai alkoholisme akut. Bila hipoksia terjadi untuk
waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan, mengantuk, apatis, kurang mampu memusatkan
perhatian, lambat berpikir, dan menurunnya kapasitas kerja.
Ketika hipoksia menjadi makin berat, pusat-pusat di batang otak akan dipengaruhi, dan
kematian terjadi karena gagal nafas. Akibat berkurangnya PaO2, resistensi serebrovaskuler
menurun dan aliran darah ke otak meningkat, sebagai mekanisme kompensasi untuk
meningkatkan oksigen ke otak. Namun bila turunnya PaO2 disertai hiperventilasi dan
turunnya PaCO2, resistensi serebrovaskular meningkat dan aliran darah ke otak menurun,
sehingga hipoksia makin luas. Hipoksia juga menyebabkan konstriksi arteri pulmoner, yang
selanjutnya mengakibatkan shunt darah dari daerah yang miskin ventilasi ke daerah paru
yang ventilasinya lebih baik. Namun hipoksia juga meningkatkan resistensi vascular paru dan
afterload ventrikel kanan.
Glukosa secara normal akan dipecah menjadi asam piruvat. Selanjutnya pemecahan piruvat
dan pembentukan ATP (Adenosin trifosfat) membutuhkan oksigen, keadaan hipoksia
meningkatkan piruvat yang diubah menjadi asam laktat yang selanjutnya tidak dapat diubah
lagi, mengakibatkan asidosis metabolic. Energi total yang dihasilkan dari pemecahan
karbohidrat akan banyak berkurang dan jumlah energi yang dibutuhkan untuk produksi ATP
menjadi tidak cukup.
Komponen penting dari sistim respirasi dalam merespon hipoksia terdapat di sel-sel
kemosensitif di carotid dan aortic bodies, dan di pusat respirasi batang otak. Stimulasi sel-sel
ini karena hipoksia akan meningkatkan ventilasi dengan pelepasan CO2 dan pada akhirnya
terjadi alkalosis respiratorik. Ketika alkalosis respiratorik terjadi bersamaan dengan asidosis
respiratorik karena produksi asam laktat, bikarbonat serum akan menurun.
Berkurangnya PaO2 jaringan menyebabkan vasodilatasi local dan vasodilatasi difus yang
terjadi pada hipoksia menyeluruh, meningkatkan cardiac output. Pada pasien dengan didasari
penyakit jantung , kebutuhan jaringan perifer untuk meningkatkan cardiac output dalam
keadaan hipoksia dapat mencetuskan gagal jantung kongestif. Pada pasien dengan penyakit
jantung iskemik, PaO2 yang menurun akan memperberat iskemi miokard dan selanjutnya
memperburuk fungsi ventrikel kiri.
Salah satu dari mekanisme kompensasi yang penting pada hipoksia kronik adalah
meningkatnya konsentrasi Hb dan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi, dalam hal ini
terjadi polisitemia sekunder karena produksi eritropoetin.
Terapi Pengobatan
Cara mengatasi hipoksia yang disebabkan karena ketinggian adalah dengan terapi oksigen.
Terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan cara:
a. Meletakkan kepala pasien di dalam suatu “tenda” (tempat tertutup) berisi udara
yang mengandung oksigen.
b. Pasien bernapas pada oksigen murni atau okesigen dengan konsentrasi tinggi dari
sebuah masker, atau
c. Pemberian oksigen melalui selang internasal.
d. Atau bisa juga dengan membawa pasien turun agar oksigen yang didapat lebih banyak
sehingga kembali normal.
Untuk menghilangkan gejala-gejala yang dialami pasien, pasien harus beristirahat.
Tetapi, pada hipoksia yang disebabkan oleh anemia, kelainan transpor oksigen oleh
hemoglobin, defisiensi sirkulasi, maka terapi oksigen nilainya jauh lebih rendah. Karena
oksigen yang tersedia cukup, namun penangkutan oksigen ke jaringan berkurang. Oksigen
tambahan yang dapat diangkut pada kasus ini hanya sekitar 7 sampai 30 persen.
Selain itu, pada hipoksia akibat penggunaan oksigen jaringan yang tidak adekuat,
abnormalitas yang terjadi bukan pada pengambilan oksigen oleh paru ataupun transpornya ke
jaringan, tetapi karena sistem enzim yang ada pada jaringan tidak mampu menggunakan
oksigen tersebut dengan baik. Sehingga, terapi oksigen pun masih diragunkan untuk hipoksia
jenis ini.
ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI SISTEM SARAF
Sistem Saraf merupakan sistem jaringan komunikasi yang menghubungkan setiap
bagian dari tubuh kita, berfungsi dalam proses menanggapi rangsangan dari luar serta
mengendalikan otot-otot kita.
Sistem saraf terbahagi kepada dua, yaitu:
• Sistem Saraf Pusat (Otak)
• Sistem Saraf Tepi (Perifer)
Menurut Fungsinya:
• Neuron Sensorik: Neuron sensorik yaitu neuron yang badan selnya bergerombol
membentuk ganglia, aksonnya pendek, sedangkan dendritnya panjang.
• Neuron Intermediet (Konektor): Neuron ini memiliki dendrit yang pendek. Aksonnya
ada yang panjang dan ada yang pendek.
• Neuron Motorik: Neuron ini memiliki dendrit pendek dan akson panjang
OTAK
12 pasang saraf otak31 pasang saraf sumsum tulang belakang
Mengatur dan mengkordinir sebagian besar, gerakan, perilaku dan fungsi
tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu
tubuh. Otak juga bertanggung jawab atas fungsi pengenalan, emosi, ingatan, pembelajaran
motorik dan segala bentuk pembelajaran lainnya.
1. OTAK DEPAN
Terdiri dari: Otak besar (Serebrum)
Thalamus
Hipotalamus
Infundibulum
Fungsinya:
• Mengatur gerakan
• Pusat pernapasan, kesadaran, ingatan (memori), keinginan, kecerdasan atau
kepandaian, kepribadian, daya cipta, dan daya khayal
• Pusat bicara
• Pusat penglihatan
• Pusat pendengaran
• Mengatur suhu tubuh
2. OTAK TENGAH (MESENSEFALON)
Terletak di depan otak kecil, memiliki bagian dorsal yang disebut atap (rektum).
Terdiri atas empat bagian yang menonjol ke atas, dua di disebelah atas (korpus
kuadrigemius superior), dua di sebelah bawah (korpus kuadrigeminus inferior).
Berfungsi untuk mengangkat kelopak mata dan memutar bola tengah mata, dan
sebagai pusat pergerakan mata.
3. OTAK BELAKANG
Terdiri dari: Otak Kecil (Cerebellum)
Jembatan varol
Sumsum lanjutan.
Fungsinya:
• Mengatur keseimbangan kerja otot rangka
• Mengatur gerakan pernapasan dan refleks
• Mengatur denyut jantung
• Mengatur pelebaran dan penyempitan pembuluh darah
• Mengatur pernapasan, mengatur suhu tubuh
• Merangsang otot-otot antar tulang rusuk dan diafragma.
SUMSUM TULANG BELAKANG (MEDULA SPINALIS)
- Terletak di dalam kanalis vertebralis bersama ganglion radik posterior.
- Berfungsi sebagai pusat gerakan otot-otot tubuh terbesar di kornu motorik atau kornu
ventralis, menguras kegiatan reflek-reflek spinalis serta reflek lutut, menghantarkan
rangsangan kordinasi dari otot dan sendi ke serebelum, sebagai penghubung antar
segmen medulla spinalis, mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian
tubuh
SISTEM SARAF TEPI (PERIFER)
• Saraf tepi terbagi menjadi 12 pasang saraf otak dan 31 pasang saraf sumsum tulang
belakang.
• Berdasarkan kerja:
- Saraf somatis (saraf sadar)
Saraf somatis adalah saraf yang rangsangannya disampaikan ke pusat reseptor, yaitu
ke pusat motoris pada serebrum.
- Saraf otonom (saraf tak sadar)
Saraf otonom adalah saraf yang rangsangannya tidak disampaikan ke otak.
Berdasarkan sifat kerja:
Saraf simpatis
Saraf parasimpatis.
Saraf Simpatis dan Parasimpatis
Stimulasi dari sistem saraf simpatis pada umumnya merangsang kerja organ.
Sebaliknya, stimulasi oleh saraf parasimpatis pada umumnya bersifat menghambat kerja
organ. Jadi, kedua sistem saraf ini bersifat antagonis.
GERAK REFLEKS
Merupakan gerak spontan yang tidak melibatkan kerja otak. Gerak ini dilakukan tanpa
kesadaran, berguna untuk mengatasi kejadian yang tiba-tiba.
Jalur yang dilalui oleh rangsangan saat terjadi gerak reflex:
Reseptor Neuron Sensorik Sumsum Tulang Belakang
Neuron Motorik Efektor
ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI SISTEM EKSKRESI
Ekskresi adalah sistem pengeluaran zat-zat sisa metabolisme yang tidak berguna bagi
tubuh dari dalam tubuh, seperti:
- Menghembuskan gas CO2 ketika kita bernafas
- Berkeringat
- Buang air kecil (urine)
Alat ekskresi manusia terdiri dari hati, ginjal, kulit dan paru-paru.
A. Ekskresi Pernapasan
System pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru, paru itu
sendiri, dan struktur-struktur toraks (dada) yang terlibat menimblkan gerakan udara
masuk-keluar paru melalui salurn pernapasan. Saluran pernapasan adalah saluran
yang mengangkut udara antara atmosfer dan alveolus, tempat terakhir yang
merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas-gas antara udara dan darah dapat
berlangsung (Sherwood, Lauralee, 2001: 412). Saluran pernapasan terdiri dari:
1.Hidung, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung
(septum nasi).di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara,
debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung (Syaifuddin, 2006: 193).
2.Nasofaring, terletak tepat di belakang cavum nasi, di bawah basis cranii dan di
depan vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka di bagian depan ke dalam
cavum nasi dank e bawah ke dalam orofaring. Eustacius membuka ke dalam dinding
lateralnya pada setiap sisi (Gibson, John, 2003: 138).
3.Orofaring, dipisahkan dari nasoparing oleh palatum lunak muscular, suatu
perpanjangan palatum keras tulang (Setiadi, 2007:45).
4.Laring, terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula
thyroidea, dan beberapa otot kecil dan di depan laringofaring (Gibson, John, 2003:
139).
5.Trakea, merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin
kartilago yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti C (Setiadi,
2007: 47).
6.Bronkus, merupakan percabangan trakea. Setiap bronkus primer bercabang 9-12
kali untuk membentuk bronki sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin
kecil. Struktur mendasar dari paru-paru adalah percabangan bronchial yang
selanjutnya secara berurutan adalah bronki, bronkiolus, bronkioliu terminalis,
bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli (Setiadi, 2007: 48).
7.Paru-paru, yang terdiri dari paru kanan dan kiri. Paru kanan terbagi menjadi dua
fisura menjadi tiga lobus: superior, media, inferior. Paru kiri dibagi oleh sebuah fisura
menjadi dua lobus: superior, inferior. Pleura adalah membran tipis transparan yang
malapisi paru dalam dua lapis: lapisan viserale, yang merekat erat pada paru, dan
lapisan pariteale yang melapisi permukaan dinding dalam dada. Cavum pleura adalah
rongga di antara kedua lapisan tersebut (Gibson, John, 2003: 145).
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
(oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbon dioksida
seagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Pengisapan udara ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifufddin, 2006: 192).
Proses respirasi dapat dibagi menjadi empat golongan: (1) vantilasi paru-paru, yang
berarti pemasukan dan pengeluaran udara di atmosfir dan alveolus paru-paru, (2)
difusi oksigen dan karbon dioksida di antara alveolus dan darah, (3) transpor oksigen
dan karbon dioksida di dalam darah dan cairan tubuh ke sel dan dari sel, dan (4)
pengaturan ventilsai dan segi respirasi lainnya (Guyton, Arthur C, 1996: 343).
Tujuan akhir dari bernapas adalah secara terus-menerus menyediakan pasokan O2
segar untuk diserap oleh darah dan mengeluarkan CO2 dari darah. Udara atmosfer
normal yang kering adalah mengandung sekitar 79% nitrogen (N2) dan 21% O2,
dengan presentase CO2, uap H2O, gs lain, dan polutan hampir dapat diabaikan.
Secara bersama-sama, gas-gas ini menghasilkan tekanan atmosfer total sebesar 760
mmHg pada ketinggian permukaan laut. Jika oksigen mewakili 21% dari tekanan
atmosfer 760 mmHg, maka tekanan oksigen adalah 160 mmHg. Dengan demikian
tekanan parsial oksigen di udara atmosfer, Po, dalam keadaan normal adalah 160
mmHg. Tekanan parsial CO2 di atmosfer, PCO2, dapat diabaikan, yaitu 0,3 mmHg.
Gas yang dapat larut dalam cairan misalkan darah dan cairan tubuh lainnya dianggap
memiliki tekanan parsial. Karena daya larut O2 dan CO2 konstan, jumlah O2 dan
CO2 yang larut dalam darah kapiler paru akan berbanding lurus dengan PO2 dan
PCO2 alveolus. Komposisi udara alveolus tidak sama dengan udara atmosfer yang
dihirup karena dua alasan. Pertama, segera setelah udara atmosfer memasuki saluran
pernapasan, udara tersebut mengalami kejenuhan H2O akibat perjalanan ke saluran
pernapasan yang lembab. Uap air juga menimbulkan tekanan parsial seperti gas
lainnya. Pada suhu tubuh, tekanan parsial uap H2O adalah 47 mmHg. Kedua, PO2
alveolus juga lebih rendah daripada PO2 atmosfer karena udara inspirasi segar
tercampur dengan sejumlah besar udara lama yang berada di paru dan ruang mati
pada akhir ekspirasi sebelumnnya (kapsitas residual fungsional) (Sherwood, Lauralee,
2001: 435).
Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yang lebih
tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah. Difusi gas pernapasan terjadi
di membran kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat dipengaruhi oleh ketebalan
membran. Makin tebal membran, maka akan semakin memerlukan waktu yang lebih
lama untuk melewati membran tersebut (Potter, Patricia A, 2006:1558).
Transpor oksigen System pengangkut oksigen di tubuh terdiri atas paru dan system
kardiovaskular. Pengangkutan jumlah oksigen tergantung pada jumlah oksigen yang
masuk ke dalam paru-paru, adanya pertukara gas di paru yang adekuat, aliran darah
yang menuju jaringan, dan kapasitas darah untuk mengengkut oksigen (Ganong,
William F, 2008: 689).
Kapasitas darah untuk membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang larut
dalam plasma, jumlah haemoglobin, dan kecenderungan haemoglobin untuk berikatan
dengan oksigen. Jumlah oksigen yang larut dalam plasma relatif kecil, yakni hanya
sekitar 3%.sebagian oksigen ditransportasi oleh haemoglobin, dan membantuk
oksihemoglobin yang sifatnya reversible, sehinnnga mamungkinkan hemoglobin dan
oksigen berpisah, membuat oksigen menjadi bebas. Sehingga oksigen bisa masuk ke
dalam jaringan (Potter, Patricia A, 2006:1558)
Transpor karbondioksida
Sewaktu darah arteri mengalir melalui kapiler jaringan, CO2 berdifusi mengikuti
penurunan gradien tekanan parsialnya dari sel jaringan ke dalam darah.
Karbondioksida diangkut dalam darah dengan tiga cara: (1) terlarut secara fisik, (2)
terikat ke Hb, dan (3) sebagai bikarbonat ((Sherwood, Lauralee, 2001: 445).
Kelarutan CO2 dalam darah kira-kira 20 kali lebih besar daripada kelarutan O2;
karena itu, pada tekanan-telanan parsialyang sama didapatkan jeuh lebih abanyak
CO2 dibandingkan O2 dalam larutan sederhana. CO2 yang berdifusi ke dalam sel
darah merah terhidrasi dengan cepat menjadi H2CO3 karena adanya karbonat
anhidrase. H2CO3 akan berdisosisasi menjadi H+ dan HCO3- memasuki plasma.
Karena hemoglobin terdeoksigenasi mengikat lebih banyak H+ daripada yang diikat
dengan oksigehoglobin dan lebih mudah membentuk senyawa karbamino, pengikatan
oksigen pada hemoglobin akan menurunkan afisitasnya terhadap CO2 (efek
Haldane).akibatnya darah vena lebih banyak mengangkut CO2 daripada darah arteri,
dan pada penyerapan CO2 di jaringan dan pelepasan O2 di paru berlangsung lebih
mudah (Ganong, William F, 2008: 693).
B. Ekskresi Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan
organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16% berat tubuh,
pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5-1,9 meter persegi.
Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan
jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit
bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak
kaki, punggung, bahu dan bokong (Perdanakusuma, David S, 2008).
Sebagai system organ tubuh yang paling luas, kulit tidak bisa terpisahkan dari
kehidupan manusia. Kulit membangun sebuah barrier yang memisahkan organ-organ
internal dengan lingkungan luar, dan turut berpartisipasi dalam banyak fungsi tubuh
yang vital. Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu: epidermis, dermis, dan jaringan
subkutan (Brunner & Suddart, 2002: 1824).
Epidermis merupakan lapisan kulit terluar (kulit ari). Epidermis terdiri dari lima
lapisan (dari yang paling atas sampai yang terdalam), yaitu (Perdanakusuma, David S,
2008):
1.Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2.Stratum Lusidum. Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3.Stratum Granulosum. Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya
ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula
keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
4.Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,
dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk
mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada
tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum
dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai
lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.
5.Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan
bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis
diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia
dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.
Dermis, merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis dilapisi oleh
membran basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini
tidak jelas hanya kita ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak
(Syaifuddin, 2006: 311). Lapisan ini mengandung akar rambut, pembuluh darah,
kelenjar, dan saraf. Kelenjar yang terdapat dalam lapisan ini adalah kelenjar keringat
(glandula sudorifera) dan kelenjar minyak (glandula sebasea). Kelenjar keringat
menghasilkan keringat yang di dalamnya terlarut berbagai macam garam. terutama
garam dapur. Keringat dialirkan melalui saluran kelenjar keringat dan dikeluarkan
dari dalam tubuh melalui poripori. Di dalam kantong rambut terdapat akar rambut dan
batang rambut. Kelenjar minyak berfungsi menghasilkan minyak yang berfungsi
meminyaki rambut agar tidak kering. Rambut dapat tumbuh terus karena mendapat
sari-sari makanan pembuluh kapiler di bawah kantong rambut. Di dekat akar rambut
terdapat otot penegak rambut (Crayonpedia, 2009).
Jaringan subkutan atau hypodermis, merupakan lapisan kulit yang paling dalam.
Lapisan ini terutama berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara
lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang. Maka yang berlebihan akan
meningkatatkan penimbunan lemak di bawah kulit. Jaringan subkutan dan jumlah
lemak yang tertimbun merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh
(Brunner & Suddart, 2002: 1825).
Dalam setiap lapisan kulit tersebut terdapat beberapa bagian dari kulit seperti rambut,
kuku, kelenjar kulit, dan kelenjar keringat. Rambut terdiri atas akar rambut yang
terbentuk dalam dermis dan batang rambut yang menjulur ke luar dari dalam kulit
(Brunner & Suddart, 2002: 1825). Rambut tumbuh dari folikel rambut di dalam
epidermis. Folikel rambut dibatasi oleh epidermis sebelah atas, dasarnya terdapat
papil tempat rambut tumbuh. Akar berada di dalam folikel pada ujung paling dalam
dan bagian paling luar disebut batang rambut (Syaifuddin, 2006: 312).
Kuku merupakan sebuah lempeng keratin yang keras dan transparan yang melapisi
kulit daerah permukaan dorsal ujung distal jari-jari tangan dan kaki. Pertumbuhan
kulit berlangsung terus sepanjang hidup dengan pertumbuhan rata-rata 0,1 mm per
hari. (Brunner & Suddart, 2002: 1827).
Kelenjar kulit mempunyai lobulus yang bergulung-gulung dengan saluran keluar lurus
merupakan jalan untuk mengeluarkan berbagai zat dari badan (kelenjar keringat)
(Syaifuddin, 2006: 313). Kelenjar sebasea berkaitan dengan folikel rambut. Saluran
ke luar (duktus) kelenjar sebasea akan mengosongkan secret minyaknya ke dalam
ruangan antara folikel rambut dengan batang rambut. Untuk selembar rambut terdapat
sebuah kelenjar sebasea yang sekretnya akan melumasi rambut dan membuat rambut
menjadi lunak serta lentur. Kelenjar keringat ditemukan pada kulit di sebagian besar
permukaan tubuh (Brunner & Suddart, 2002: 1827). Kelenjar keringat adalah alat
utama untuk mengendalikan suhu tubuh, bekurang pada waktu iklim dingin dan
meningkat pada waktu suhu panas (Syaifuddin, 2006: 314).
Fungsi Kulit Sebagai Sistem Ekskresi
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah
memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi,
mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme
(Perdanakusuma, David S, 2008). Kulit tidak sepenuhnya impermeable terhadap air.
Sejumlah kecil air akan mengalami evaporasi secara terus menerus dari permukaan
kulit. Evaporasi yang dinamakan perspirasi tidak kasat mata (insensible perspiration)
berjumlah kurang-lebih 600 ml per hari untuk orang dewasa yang normal. Kehilangan
air yang tidak kasat mata (insensible water loss) bervariasi menurut suhu tubuh. Pada
penderita demam, kehilangan ini dapat meningkat (Brunner & Suddart, 2002: 1828).
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Pengendalian
persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler
melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat
sehingga terjadi penguapan cairan pada permukaan tubuh) dan vasokonstriksi
(pembuluh darah mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat
dibatsai, dan panas tubuh tidak dikeluarkan). Kulit melakukan perannya ini dengan
megeluarkan keringat, kontraksi otot, dan pembuluh darah kulit. Kelenjar-kelenjar
kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau zat sisa metabolisme dalam
tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan ammonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit
berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan berminyak yang
melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi
kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit
(Syaifuddin, 2006: 315).
C. Ekskresi Ginjal
Di dalam tubuh kita ada sepasang ginjal, terletak disebelah kiri dan kanan ruas
tulang pinggang di dalam rongga perut. Letak ginjal kiri lebih tinggi daripada ginjal
kanan, karena di atas ginjal kanan terdapat hati yang banyak mengambil ruang. Ginjal
berfungsi menyaring darah.
Ginjal terdiri atas tiga bagian yaitu:
a. Kulit Ginjal (korteks)
b. Sumsum ginjal (medula)
c. Rongga ginjal (pelris)
Pada bagian kulit ginjal terdapat alat penyaring darah yang disebut nefron. Setiap
nefron tersusun dari badan Malpighi dan saluran panjang (tubula) yang bergelung.
Badan Malpighi tersusun dari glomerolus dan simpai Bowman. Glomerulus berupa
anyaman pembuluh kapiler darah, sedangkan simpai Bowman berupa cawan
berdinding tebal yang mengelilingi glomerulus. Sumsum ginjal merupakan tempat
berkumpulnya pembuluh-pembuluh halus dari simpai Bowman. Pembuluh-pembuluh
halus tersebut mengalirkan urine ke saluran yang lebih besar dan bermuara di rongga
ginjal. Selanjutnya urine dialirkan melalui saluran ginjal (ureter) dan ditampung di
dalam kantong kemih. Jika kantong kemih banyak mengandung urine, dinding
kantong tertekan sehingga otot melingkar pada pangkal kantong meregang. Akibatnya
timbul rasa buang air kecil. Selanjutnya urine dikeluarkan melalui saluran kemih
(uretra).
Cara Kerja Ginjal
Darah yang banyak mengandung sisa metabolisme masuk ke ginjal melalui
pembuluh nadi ginjal. Cairan yang keluar dari pembuluh darah masuk ke nefron. Air,
gula, asam amino dan urea terpisah dari darah kemudian menuju simpai Bowman.
Proses ini disebut filtrasi. Dari sekitar 180 liter air yang disaring oleh simpai Bowman
setipa hari, hanyau liter yang diekskresikan sebagai urine. Sebagian besar air diserap
kembali di dalam pembuluh halus. Cairan dari simpai Bowman menuju ke saluran
pengumpul. Dalam perjalanan tersebut terjadi penyerapan kembali glukosa dan bahan-
bahan lain oleh aliran darah. Peristiwa ini disebut reabsorpsi. Bahan-bahan seperti
urea dan garam tidak direabsorpsi bergabung dengan air menjadi urine.
Dalam keadaan normal, urine mengandung: air, urea dan ammonia yang
merupakan sisia perombakan protein. Garam mineral, terutama garam dapur. Zat
warna empedu yang memberi warna kuning pada urine. Zat yang berlebihan dalam
darah seperti vitamin, obat-obatan pada hormone. Jika dalam urine terdapat protein,
hal itu menunjukkan adanya kerusakan di dalam ginjal.
D. Ekskresi Bowel
System gastrointestinal merupakan pintu gerbang masuknya bahan makanan, vitamin,
mineral, dan cairan ke dalam tubuh (Ganong, William F, 2008). Fungsi utama system
pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi ata nutrien (setelah
memodifikasinya), air, dan elektrolit dari makanan yang kita makan ke dalam
lingkungan internal tubuh (Sherwood, Lauralee, 2001: 538). Saluran pencernaan
makanan (tractus digesti) merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan
mempersiapkanya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan
(pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzym dan zat cair yang
terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus (Setiadi, 2007: 62).
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, faring, esophagus, lambung, usus halus, usus
besar, dan rectum. Selain itu juga terdapat organ aksesori pencernaan seperti hati,
pancreas, dan empedu.
Mulut, secara umum mulut terdiri atas 2 bagian, yaitu (Setiadi, 2007: 64): 1.) Bagian
luar yang sempit (vestibula) yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir, dan pipi. 2.) Bagian
rongga mulut (bagian dalam), yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang
maksilaris, palatum, dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan faring.
Di mulut ada beberapa bagian yang perlu diketahui, antara lain: pallatum, gigi, lidah,
dan kelenjar saliva. Di mulut makanan akan dihancurkan dan ducamour dengan saliva
untuk memecah pilosakarida menjadi karbohidrat yang lebih sederhana.
Esofagus adalah saluran berotot yang relatif lurus dan berjalan memanjang di antara
faring dan lambung. Menelan dimulai ketika sutu bolus atau bola makanan secara
sengaja didorong oleh lidah ke bagian belakang mulut menuju faring. Gelombang
peristaltik primer dari pusat kontrol menelan akan mengalir dari pangkal ujung
esophagus, mendorong bolus di depannya melewati esophagus ke lambung
(Sherwood, Lauralee, 2001: 548-549).
Lambung merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J yang terletak di antara
esophagus dan usus halus (Sherwood, Lauralee, 2001: 551). Penyerapan hanya
dilakukan beberapa menit saja, karena penyerapan akan dilakukan lebih lanjut di usus
halus. Fungsi kedua lambung adalah menghasilkan HCl dan enzim-enzim yang
memulai pencernaan protein. Kemudian makanan akan dihaluskan dan dicampur
dengan bahan-bahan sekresi lambung untuk menghasilkan campuran kental yang
dikenal dengan kimus.
Usus halus adalah suatu saluran dengan panjang sekitar 6.3m (21 kaki) dengan
diameter kecil 2.5 cm (1 inchi). Usus ini berada dalam keadaan bergelung di dalam
rongga abdomen dan terentang dari lambung sampai usus besar. Secara sewenang-
wenang, usus halus dibagi menjadi tiga ,2.5m (8 kaki), jejunum 20 cm (80 inchi)
pertamasegmen; duodenum (Sherwood, Lauralee, 2001: 570).3.6m (12 kaki)ileum
Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rectum. Sekum membentuk
kantung buntu di bawah taut antara usus halus dan usus beasr di katup ileoselum.
Tonjolan kecil mirip jari di dasar sekum adalah apendiks, jaringan limfoid yang
mengandung limfosit. Kolon, yang membentuk sebagian besar usus besar, tidak
berglung-gelung seperti usus halus, tetapi terdiri dari tiga bagia yang relatif lurus:
kolon asendens, kolon tranfersum, dan kolon desendens. Bagian akhir kolon
desendens berbentuk huruf “S”, yaitu kolon sigmoid (sigmoid berarti berbentuk “S”),
dan kemudian berbentuk lurus yang disebut rectum (rectum berarti lurus) (Sherwood,
Lauralee, 2001: 582).
Defekasi
Peregangan rectum oleh feses akan mencetuskan kontraksi refleks otot-otot rectum
dan keinginan buang air besar. Pada manusia, persarafan simpatis ke sfingter ani
internus (involunter) bersifat aksitatorik. Keinginan defekasi pertama kali muncul saat
tekanan rectum meningkat sampai sekitar 18 mmHg. Apabila tekanan ini mencapai 55
mmHg, sfingter internus maupun eksternus melemas dan isi rectum terdorong keluar
(Ganong, William F, 2008: 491).
Biasanya defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi. Satu dari refleks-refleks ini
adalah refleks intrisik yang diperantarai oleh system saraf enteric setempat. Ketika
feses memasuki rectum, peregangan dinding rectum menimbulkan sinyal-sinyal
aferen yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang
peristaltik di dalam kolon desenden, sigmoid, dan rectum, mendorong feses ke arah
anus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi defekasi (Potter & Perry, 2005)
Umur. Perubahan perkembangan yang mempengaruhi eliminasi terjadi di sepanjang
hidup. Makanan melewati usus infant lebih cepat daripada orang dewasa. Infant
belum dapat mengontrol defekasi karena organ-organ yang belum begitu sempurna.
Infeksi. Beberapa penelitian membuktikan bahwa etiologi dari 95% ulcerasi
duodenum berhubungan dengan enfeksi bakteri Helicobakter pylori. Namun ulcer ini
dapat diterapi menggunakan antibiotik dengan hasil yang sangat sukses.
Diet. Intake makanan reguler sehari-hari membantu mengatur pola peristaltik di
colon. Fiber, sisa pencernaan dalam diet, menghasilkan bagian terbesar dalam
material fekal. Beberapa makanan seperti susu dan produk-prosuk susu sulit atau
hampir tidak mungkin dicerna. Ini dapat dikarenakan oleh intoleransi laktosa.
Intake cairan. Suatu keadaan inadekuat intake cairan atau gangguan keseimbangan
cairan akan sangat mempengaruhi dalam karakter dari feses. Cairan mencairkan
komponen intestinal dan memudahkan jalannya melalui colon.
Aktivitas fisik. Aktivitas fisik meningkatkan peristaltik, sedangkan imobilisasi akan
menurunkan peristaltik. Ambulsi dini setelah pembedahan dapat mendorong
pengaturan peristaltik dan eliminasi normal.
Faktor psikologi. Hampir semua fungsi dari system organ dapat terganggu oleh stress
emosional yang berkepanjangan. Jika seseorang menjadi cemas, takut, atau marah,
respon stersnya akan dimulai, yang mana membuat tubuh menyimoan lebih lama.
Proses digesti akan dipercepat, dan peristaltis ditingkatkan untuk menyediakan nutrisi
yang diperlukan untuk bertahan.
Kehamilan. Ukuran fetus akan terus meningkat, dan akan terus menekan rectum.
Obstruksi yang sifatnya sementara ini akan mengganggu jalan feses.
Karakteristik feses normal
Inspeksi karakter dari feses dapat membarikan informasi mengenai kealamian dari
pergantian eiminasi. Warna feses normal umumnya adalah berwarna kuning,
terkadang juga bervariasi tergantung diet yang sedang dijalani. Wujudnya berupa
semipadat, menibulkan bau yang khas, dan biasanya akan mengapung di air. Pada
penderita diare, komposisi fesesnya akan lebih cair dan warnanya akan lebih terang.
Beda bila penderita konstipasi, fesesnya akan lebih gelap dan lebih keras.
ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI
Anatomi
Sistem respirasi manusia terdiri dari bagian superior dan bagian inferior. Bagian superior
yaitu hidung dan faring, sedangkan bagian inferior yaitu laring, trakea, bronkus dan alveolus.
NASI
Nasi (hidung) dibentuk oleh os nasale dan tulang rawan. Terdapat nares anterior yang
menghubungkan rongga hidung atau cavum nasi dengan dunia luar dan akan bermuara
menuju vestibulum nasi. Cavum nasi dilapisi selaput lendir yang sangat kaya pembuluh
darah, dan berhubungan dengan pharynx dan selaput lendir pada sinus yang mempunyai
lubang yang berhubungan dengan rongga hidung. Septum nasi memisahkan cavum nasi
menjadi dua. Struktur tipis ini terdiri dari tulang keras dan tulang rawan, dapat membengkok
ke satu sisi lain, dan kedua sisinya dilapisi oleh membran mukosa. Di bagian posterior
septum nasi, terdapat os ethmoidale di superior dan vomer di inferiornya.
Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh os maxilla, os palatinum, sebagian os frontale, dan
sebagian os sphenoidale. Terdapat tiga tulang yang melengkung halus dan melekat pada
dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah : (1) concha superior (2) concha media,
dan (3) concha inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membran mukosa.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os maxilla dan os palatinum sedangkan atapnya merupakan
celah sempit yang dibentuk oleh sebagian os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa
olfactorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf
khusus yang mendeteksi bau yaitu nervus olfactorius. N. olfactorius ini melewati lamina
cribrosa os frontale dan ke dalam bulbus olfactorius nervus cranialis I.
Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam
cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum
nasi. Lubang yang membuka ke dalam cavum nasi : (1) nares anterior (2) sinus sphenoidalis,
diatas concha superior (3) sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior
dan media dan diantara concha media dan inferior (4) sinus frontalis, diantara concha media
dan superior (5) ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior. Pada bagian belakang,
cavum nasi membuka kedalam nasopharynx melalui apertura nasalis posterior.
Pharynx
Pharynx adalah saluran berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan oesophagus sebatas tulang rawan cricoid. Pharynx terletak antara internal nares
sampai kartilago krikoid dan memiliki panjang kurang kebih 13 cm dan berfungsi sebagai
saluran respirasi dan saluran pencernaan. Pharynx terdiri dari:
Nasopharynx adalah pharynx yang berbatasan dengan rongga hidung,mempunyai 4
saluran (2 saluran ke internal nares dan 2 saluran ke tuba eustachius). Nasopharynx
adalah tempat bertukarnya partikel udara melalui tuba eustachius untuk
keseimbangan tekanan udara faring dan telinga tengah.
Oropharynx adalah pharynx yang berbatasan dengan mulut. Terletak dibelakang
rongga mulut dekat soft palate.
Laryngopharyngeal adalah faring yang berbatasan dengan laring. Letaknya dimulai
dari hyoid bone ke esophagus dan laring.
Larynx
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula thyroidea, dan
beberapa otot kecil, dan didepan larynxopharynx dan bagian atas oesophagus. Membrana
mukosa
larynx sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang
bersilia.
Larynx merupakan struktur yang lengkap terdiri atas:
1. Cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan dua cartilago
arytenoidea.
2. Membrana yang menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os hyoideum,
membrana mukosa, plika vocalis, dan otot yang bekerja pada plica vocalis.
Cartilago thyroidea berbentuk “V” yang menonjol ke depan leher membentuk jakun. Ujung
batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen
thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat berartikulasi dengan
bagian luar cartilago cricoidea.
Membrana thyroidea menghubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum.
Membrana cricothyroideum menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea.
Epiglottis adalah cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah.
Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica,
berjalan ke belakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea,
membentuk batas jalan masuk larynx. Cartilago cricoidea adalah cartilago berbentuk cincin
signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago thyroidea,
berhubungan melalui membrana cricothyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea
berartikulasi dengan cartilago thyroidea pada setiap sisi. Membrana cricothyroideus
menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea.
Cartilago arytenoidea adalah dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis
cartilago cricoidea. Plica vocalis pada tiap sisi melekat dibagian posterior sudut piramid yang
menonjol kedepan. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamentum
vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di bagian
depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis palsu adalah dua lipatan
membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi
suara.
Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang
dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otot-otot
tersebut diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus).
Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat keluar-
masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar. Fonasi suara dihasilkan oleh
vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan
palatum molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis.
TRACHEA
Trachea adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm.
Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan di belakang
manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni)
atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata thoracicae V dan bercabang menjadi dua
bronchus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 cincin terbuka yang terbentuk dari tulang
rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkarannya di
sebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
BRONCHUS
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrae
thoracicae V, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang
sama. Bronchi (jamak) berjalan ke bawah dan menyamping, ke arah hilus pulmonalis.
Bronchus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit
lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama di bawah arteri,
disebut bronchus lobus inferior. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang
kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum di belah menjadi beberapa cabang
yang berjalan ke lobus pulmo atas dan bawah.
Cabang utama bronchus principalis dextra et sinistra bercabang menjadi bronchus lobaris
sesuai dengan banyak lobus yang ada di pulmo dextra ataupun sinistra, kemudian menjadi
lobus segmentalis sesuai dengan banyak segmen yang ada. Percabangan ini berjalan terus
menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronchiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
Bronchiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronchiolus tidak diperkuat
oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat
berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronchiolus terminalis berfungsi
utama sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas pulmo.
Alveolus
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas asinus terdiri dari bronchiolus dan respiratorius yang
terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris
seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir pulmo,
asinus memiliki tangan kira-kira 0,5-1 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari
trachea sampai saccus alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori
kohn. Didalam alveoli terdapat cairan alveolar yang di sebut surfaktan. Dinding alveoli terdiri
dari 2 tipe sel epitel alveolar, yaitu:
Tipe I : sel epitel simple squamosa sebagai pusat petukaran gas
Tipe II : sel septal yang terdiri dari mukrofili dan secret alveolar untuk menjaga
permukaan antara sel dan udara tetap lembab.
PULMO
Pulmo terdapat dalam rongga thorax kiri dan kanan. Pulmo memilki :
1.Apex, apex pulmo meluas ke dalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula
2.Permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada
3.Permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung
4.Basis, berhadapan dengan diafragma
Pulmo dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura
terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi dan mencegah uap-uap H2O yang
ada di alveolus saling tarik-menarik. Pulmo kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior,
medius dan inferior sedangkan pulmo kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior
dan satu lingula pulmo sebagai bakal lobus media yang tidak sempurna. Tiap lobus
dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula,
bronchial venula, ductus alveolar, saccus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap
pulmo mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk
tempat permukaan/pertukaran gas. Pulmo mendapat suplai darah dari arteri pulmonalis dan
arteri bronchialis yang bercabang-cabang sesuai segmennya. Serta diinnervasi oleh saraf
parasimpatis melalui nervus vagus dan simpatis melalui truncus simpaticus.
Histologi
Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan
homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga
hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan
karbondioksida dengan pembuluh darah.
Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:
1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan bronkiolus terminalis
2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.
saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan pars respirasi
Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris
bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5
macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells),
sel basal, dan sel granul kecil.
epitel respiratorik, berupa epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet
Rongga hidung
Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares
terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan
epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi
dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada
masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi,
sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi
menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler,
sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius
dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron
olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria.
Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga
memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi
yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan,
pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.
epitel olfaktori, khas pada konka superior.
Sinus paranasalis
Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya
berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel
respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria
yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan
periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.
Faring
Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole,
sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.
Laring
Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria
laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang
mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis
merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan
laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan
permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di
bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.
Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring:
pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari
epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang
terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis
(otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi
yang berbeda-beda.
epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa
epitel respiratori
Trakea
Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina
propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya
berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel
kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel
asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka.
Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut
terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan
lumen dan mencegah distensi berlebihan.
epitel trakea dipotong memanjang epitel trakea, khas adanya tulang rawan hialin yang
berbentuk tapal kuda ("c-shaped")
Bronkus
Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria
yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang
rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang
lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya
garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin.
epitel bronkus
Bronkiolus
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria
mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel
goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat
silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis
silindris bersilia atauselapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Terdapat
sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang memiliki granul
sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel
yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.
epitel bronkiolus terminalis, tidak ditemukan adanya tulang rawan dan kelenjar campur pada
lamina propria
Bronkiolus respiratorius
Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus
terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus
respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus,
epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya
semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat otot
polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.
Duktus alveolaris
Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara
alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris.
Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada
segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus
alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat
elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli
memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada
waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara berlebihan dan
pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.
bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveoli
Alveolus
Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida
antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan,
septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin,
retikulin, matriks dan sel jaringan ikat.
Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk
membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya
mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian surfaktan (yang
dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan kecil. Antara sel
alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut kedap yang mencegah perembesan
cairan dari jaringan ke ruang udara.
Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui taut
kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal, berbentuk kuboid dan
dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri
mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan
tegangan alveolus paru.
Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan,
fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi
kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.
alveolus
Sawar darah udara dibentuk dari lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus, lamina
basalis, dan sitoplasma sel endothel.
sawar udara-kapiler
Pleura
Pleura merupakan lapisan yang memisahkan antara paru dan dinding toraks. Pleura terdiri
atas dua lapisan: pars parietal dan pars viseral. Kedua lapisan terdiri dari sel-sel mesotel yang
berada di atas serat kolagen dan elastin.
Fisiologi
Fungsi utama sistem respirasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen jaringan tubuh dan
membuang karbondioksida sebagai sisa metabolisme serta berperan dalam menjaga
keseimbangan asam dan basa.
Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu :
1.Ventilasi
2.Difusi
3. Transportasi
Ventilasi
Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses ini
terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari paru-
paru). Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi
tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan
terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi
lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru.
Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax
akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi terjadi kontraksi dari
otot-otot insiprasi (muskulus interkostalis eksternus dan diafragma)sehingga terjadi elevasi
dari tulang-tulang kostae dan menyebabkan peningkatan volume cavum thorax (rongga
dada), secara bersamaan paru-paru juga akan ikut mengembang sehingga tekanan intra
pulmonal menurun dan udara terhirup ke dalam paru-paru.
Setelah inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam (menarik
nafas dalam), hal ini dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan isnpirasi yaitu
muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus skalenus.
Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum thorax
akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka terjadilah
ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-
dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan
muskulus abdominis.
Kerja dari otot-otot pernafasan disebabkan karena adanya perintah dari pusat pernafasan
(medula oblongata) pada otak. Medula oblongata terdiri dari sekelompok neuron inspirasi dan
ekspirasi. Eksitasi neuron-neuron inspirasi akan dilanjutkan dengan eksitasi pada neuron-
neuron ekspirasi serta inhibisi terhadap neuron-neuron inspirasi sehingga terjadilah peristiwa
inspirasi yang diikuti dengan peristiwa ekspirasi. Area inspirasi dan area ekspirasi ini terdapat
pada daerah berirama medula (medulla rithmicity) yang menyebabkan irama pernafasan
berjalan teratur dengan perbandingan 2 : 3 (inspirasi : ekspirasi).
Ventilasi dipengaruhi oleh :
1.Kadar oksigen pada atmosfer
2.Kebersihan jalan nafas
3.Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru
4. Pusat pernafasan
Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh
surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli
pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang
disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara
membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.
Energi yang diperlukan untuk ventilasi adalah 2 – 3% energi total yang dibentuk oleh tubuh.
Kebutuhan energi ini akan meningkat saat olah raga berat, bisa mencapai 25 kali lipat.
Saat terjadi ventilasi maka volume udara yang keluar masuk antara atmosfer dan paru-paru
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi dalam pernafasan normal.
IRV (volume cadangan inspirasi) adalah volume udara yang masih bisa dihirup paru-paru
setelah inspirasi normal. ERV (volume cadangan ekspirasi) adalah volume udara yang masih
bisa diekshalasi setelah ekspirasi normal. Sedangkan RV (volume sisa) adalah volume udara
yang masih tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat.
Difusi
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada
kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi
ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat tipis
dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang sangat
banyak dengan diameter 8 angstrom. Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli dan bila
dibentangkan dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa normal.
Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat
inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi karbondioksida
akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses pertukaran gas
tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara alveoli
dan kapiler paru. Terjadinya difusi O2 dan CO2 ini karena adanya perbedaan tekanan parsial.
Tekanan udara luar sebesar 1 atm (760 mmHg), sedangkan tekanan parsial O2 di alveolus
sebesar ± 104 mmHg. Tekanan parsial pada kapiler darah arteri pulmonales ± 104 mmHg,
dan di vena pulmonales ± 40 mmHg. Hal ini menyebabkan O2 dari alveolus berdifusi ke
dalam vena pulmonales.
Sementara itu, tekanan parsial CO2 dalam vena ± 45 mmHg, tekanan parsial CO2 dalam
arteri ± 40 mmHg, dan tekanan parsial CO2 dalam alveolus ± 40 mmHg. Adanya perbedaan
tekanan parsial tersebut menyebabkan CO2 dapat berdifusi dari vena pulmonales ke alveolus.
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan
tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam
keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Saat aktivitas meningkat maka kapasitas difusi ini
juga meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai dDilatasi kapiler yang
menyebabkan luas permukaan membran difusi meningkat. Kapasitas difusi karbondioksida
saat istirahat adalah 400-450 ml/menit. Saat bekerja meningkat menjadi 1200-1500 ml/menit.
Difusi dipengaruhi oleh :
1. Ketebalan membran respirasi
2. Koefisien difusi
3. Luas permukaan membran respirasi
4. Perbedaan tekanan parsial
Transportasi
Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang
membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke
kapiler paru. Sekitar 97 – 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan cara berikatan dengan Hb
(HbO2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma. Sekitar 5- 7% karbondioksida larut
dalam plasma, 23 – 30% berikatan dengan Hb(HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan 65 –
70% dalam bentuk HCO3 (ion bikarbonat).
Saat istirahat, 5 ml oksigen ditransportasikan oleh 100 ml darah setiap menit. Jika curah
jantung 5000 ml/menit maka jumlah oksigen yang diberikan ke jaringan sekitar 250
ml/menit. Saat olah raga berat dapat meningkat 15 – 20 kali lipat.
Transportasi gas dipengaruhi oleh :
1.CardiacOutput
2.Jumlaheritrosit
3.Aktivitas Hematokrit darah
Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada sel/jaringan
terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari PO2 kapiler
karena O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial karbondioksida
(PCO2) intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel sebagai sisa
metabolisme. Difusi oksigen keluar dari darah dan masuk ke dalam cairan jaringan dapat
terjadi, karena tekanan oksigen di dalam cairan jaringan lebih rendah dibandingkan di dalam
darah. Hal ini disebabkan karena sel-sel secara terus menerus menggunakan oksigen dalam
respirasi selular. Perlu diketahui bahwa tekanan parsial O2 pada kapiler darah nadi ± 95
mmHg dan tekanan parsial O2 dalam jaringan tubuh <40 mmHg. Sebaliknya tekanan karbon
dioksida tinggi, karena karbon dioksida secara terus menerus dihasilkan oleh sel-sel tubuh.
Tekanan parsial CO2 dalam jaringan ± 46 mmHg dan dalam kapiler darah ± 40 mmHg. Hal
inilah yang menyebabkan O2 dapat berdifusi ke dalam jaringan dan CO2 berdifusi ke luar
jaringan.
Tabel Tekanan PO2 di udara dalam berbagai ketinggianKetinggian PO2 di Menghirup Udara
(m)Udara
(mmHg)
PCO2 dalam Alveoli
(mmHg)
PO2 dalam Alveoli
(mmHg)0 159 40 104
3048 110 36 676096 73 24 409144 47 24 18
12192 2915240 18
Sumber: Fisiologi Guyton halaman 564 Satu kaki = 30,48 cm
ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULAR
Anatomi
1. Pericardium
Pericardium membungkus jantung dan pangkal pembuluh darah besar yang terletak di
dalam mediastinum medium. Pericardium terdiri dari dua bagian yaitu pericardium fib
rosum pada lapisan luar dan pericardium serosum pada lapisan dalam.
a. Pericardium Fibrosum
Pericardium fibrosum adalah bagian fibrosa yang kuat dari kantong pericardium.
Pericardium terikat kuat di bawah centrum tendineum diaphragma. Percardium
fibrosa bersatu dengan selubung luar pembuluh darah besar yang berjalan melalui
pericardium yaitu aorta, truncus pulmonalis, vena cava superior dan inferior, dan
vena pulmonales. Pericardium fibrosum terpisah dari os sternum dan cartilago
costae II-VI oleh pulmo dan pleura, kecuali pada garis tengah dimana pericardium
melekat pada permukaan belakang os sternum melalui ligamen sternopericardiaca.
b. Pericardium Serosum
- Lamina parietalis
Melekat erat pada pericardium fibrosum dan melipat di sekeliling pangkal
pembuluh darah besar untuk melanjut menjadi lamina visceralis pericardium
serosum yang meliputi permukaan jantung
- Lamina visceralis
Meliputi bagian luar jantung dan sering dinamakan epicardium. Ruang seperti
celah diantara lamina parietalis dan lamina visceralis pericardium serosum
disebut cavitas pericardiaca. Normalnya, cavitas ini berisi sedikit cairan,
cairan pericardial yang berfungsi sebagai pelumas untuk memudahkan
pergerakan jantung.
2. Cor (Kardia)
a. Apex dan facies jantung
- Apex cordis
Dibentuk oleh ujung ventriculus sinister yang mengarah ke bawah, ke depan,
dan ke kiri. Umumnya terletak pada intercosta V sinister, tapi letaknya dapat
bervariasi tergantung posisi tubuh dan fase respirasi.
- Facies Posterior
Biasa disebut basis cordis, dibentuk oleh kedua atria terutama atrium
sinistrum. Basis cordis terletak paling tinggin dan dari bagian ini muncul
aorta, truncus pulmonalis, dan vena cava superior. Basis cordis terpisah dari
facies diaphragmatica oleh bagian belakang sulcus coronarius
- Facies Anterior
Bisa disebut facies sternocostalis, dibentuk terutama oleh ventriculus dextrum
dan atrium dextrum. Ventriculus sinistrum dan atrium sinistrum letaknya lebih
ke belakang dan hanya membentuk sebagian kecil permukaan ini.
- Facies inferior
Bisa disebut facies diaphragmatica, dibentuk oleh kedua ventriculi terutama
oleh ventriculus sinister.
b. Margo jantung
- Margo dexter
Dibentuk oleh atrium dextrum dan berbentuk agak konvex.
- Margo sinister
Disebut margo obtusus, dibentuk oleh ventriculus sinister dan sedikit oleh
auricular sinistra
- Margo Inferior
Disebut juga margo acutus, dibentuk oleh ventriculus dexter dan sebagian oleh
ventriculus sinister.
- Margo superior
Dibentuk oleh atrium dextrum dan atrium sinistrum
c. Ruang jantung
- Atrium dextrum
Membentuk batas kanan jantung di antara vena cava superior dan inferior.
Atrium dextrum menerima darah dari pembuluh-pembuluh darah tersebut dan
dari sinus coronarius yang terdapat di dalam sulcus coronarius. Atrium
dextrum terdiri dari dinding belakang yang memiliki permukaan dalam licin
yang disebut sinus venarum cavarum. Sedangkan dinding depan mempunyai
permukaan yang kasar karena adanya musculi pectinati. Pada permukaan
jantung pada tempat pertemuan atrium dextrum dan auricula dextrum terdapat
sebuah sulcus vertikal, sulcus terminalis, yang pada permukaan dalamnya
berbentuk rigi disebut crista terminalis. Septum interatriale terdapat pada
dinding posteromedial dan pada septum ini tampak suatu cekungan dangkal
yang disebut fossa ovalis. Vena cava superior bermuara ke dalam bagian atas
atrium dextrum, muara ini tidak mempunyai katup. Vena cava inferior lebih
besar dari vena cava superior bermuara ke bagian bawah atrium dextrum
dilindungi oleh valvula venae cavae. Sinus coronarius yang mengalirkan
sebagian besar darah dari dinding jantung bermuara ke dalam atrium dextrum,
di antara vena cava inferior dan ostium atrioventriculare dextrum. Muara ini
dilindungi oleh katup rudimenter yang tidak berfungsi. Ostium
atrioventriculare dextrum terletak anterior terhadap vena cava inferior dan
dilindungi oleh vulva tricuspidalis.
- Atrium Sinistrum
Atrium sinistrum mempunyai auricula sinistra yang agak memanjang pada
bagian atas batas kiri jantung. Empat buah venae pulmonales memasuki sisi
belakang dari atrium sinistrum. Dindingnya lebih tebal daripada atrium
dextrum dengan permukaan yang lebih halus kecuali ada sedikit musculi
pectinati di dalam auricula. Antara atrium sinistrum dan ventriculus sinister
terdapat ostium atrioventricularis sinistrum yang merupakan tempat lekat dari
valve mitralis. Ostium ini lebih kecil dibandingkan dengan ostium
atrioventricularis dextrum yang merupakan tempat lekat valve tricuspidalis.
- Ventriculus dexter
Ventriculum dexter berhubungan dengan atrium dextrum melalui ostium
atriovemtriculare dextrum dan dengan truncus pulmonalis melalui ostium
trunci pulmonalis. Waktu rongga mendekati ostium trunci pulmonalis
bentuknya berubah menjadi seperti corong tempat ini disebut infundibulum.
Dinding ventriculus dexter jauh lebih tebal dibandingkan dengan atrium
dextrum dan menunjukkan beberapa rigi yang menonjol ke dalam, yang
dibentuk oleh berkas-berkas otot. Rigi yang menonjol ini menyebabkan
dinding ventrikel terlihat seperti busa dan dikenal sebagai trabeculae carneae.
Trabeculae carnae terdiri atas 3 jenis :
a. Jenis pertama terdiri atas musculi papilares, yang menonjol ke dalam,
melekat melalui basisnya pada dinding ventrikel, puncaknya dihubungkan
oleh tali fibrosa (chordae tendineae ke cuspis valva tricuspidalis.
b. Jenis kedua yang melekat dengan ujungnya pada dinding ventrikel, dan
bebas pada bagian tengahnya. Salah satu di antaranya adalah trabecula
septomarginalis, menyilang rongga ventrikel dari septa ke dinding anterior.
Trabecula ini membawa fasciculus atrioventricularis crus dextrum yang
merupakan bagian dari sistem konduksi jantung.
c. Jenis ketiga hanya terdiri atas rigi-rigi yang menonjol
Vulva tricuspidalis melindungi ostium atrioventiculare dan terdiri atas 3 cuspis
yang dibentuk dari lipatan endocardium disertai sedikit jaringan fibrosa yang
meliputinya. Cuspis anterior, cuspis septalis, dan cuspis inferior. Chorda
tendineae menghubungkan cuspis dengan musculi papillares.
Vulva trunci pulmonalis melindungi ostium trunci pulmonalis dan terdiri atas
3 valvula semilunaris yang dibentuk dari lipatan endocardium disertai sedikit
jaringan fibrosa yang meliputinya dan tersusun sebagai satu yang terletak
posterior (sinistra) dan 2 yang terletak anterior (anterior & dextra). Pinggir
bawah dan samping setiap cuspis yang melengkung melekat pada dinding
arteri. Mulut muara cuspis mengarah ke atas, masuk ke dalam truncus
pulmonalis. Tidak ada chordae tendineae atau musculi papillares yang
berhubungan dengan cuspis ini, perlekatan sisi cuspis pada dinding arteri
mencegah cuspis turun masuk ke dalam ventrikel. Pada pangkal truncus
pulmonalis terdapat 3 pelebaran yang dinamakan sinus, dan masing-masing
terletak di luar dari setiap cuspis.
- Ventriculus sinister
Ventriculus ini berhubungan dengan atrium sinistrum melalui ostium
atrioventriculare dan dengan aorta melalui ostium aortae. Dinding ventriculus
sinister tiga kali lebih tebal daripada dinding ventriculus dexter. (tekanan
darah di dalam ventriculus sinister 6 kali lebih tinggi dibandingkan tekanan
darah di dalam ventriculus dexter). Pada penampang melintang, ventriculus
sinister berbentuk sirkular. Terdapat trabeculae carneae yang berkembang
baik, dua musculi papilares yang besar tetapi tidak terdapat trabecula
septomarginalis. Bagian ventrikel di bawah ostium aortae disebut vestibulum
aortae.
Valva mitralis melindungi ostium atrioventriculare. Valva ini terdiri atas 2
cuspic, cuspis anterior dan posterior yang strukturnya sama dengan cuspis
pada valva tricuspidalis. Cuspis anterior lebih besar dan terletak antara ostium
atrioventriculare dan ostium aortae. Perlekatan chordae tendineae juga sama
seperti valva tricuspidalis.
Valva aortae melindungi ostium aortae dan mempunyai struktur yang sama
dengan struktur valva trunci pulmonalis. Satu cuspis terletak di anterior (valva
semilunaris dextra) dan 2 cuspis terletak di dinding posterior ( sinistra &
posterior). Di belakang setiap cuspis dinding aorta menonjol membentuk sinus
aortae. Sinus aortae anterior merupakan tempat asal arteria coronaria dextra
dan sinus posterior sinistra tempat asal arteri coronaris sinistra.
- Septum interventriculare
Terletak miring di antara kedua ventriculus, terdiri dari pars muscularis dan
pars membranacea. Pinggir septum interventriculare letaknya sesuai dengan
letak sulcus interventricularis anterior dan posterior. Pars muscularis lebih
tebal dan kuat serta menonjol ke dalam ventriculus. Pars membranacea lebih
kecil, berbentuk oval, dan lebih tipis. Letaknya tepat di bawah perlekatan
pinggir valvula semilunaris dextra dan posterior dari valve aortae. Septum ini
menonjol ke arah ventriculus dexter sehingga ventriculus dexter berbentuk
kresentik pada penampang melintang.
3. Sistem konduksi jantung
a. Nodus sinuatrialis (SA) memulai impuls untuk kontraksi jantung sehingga disebut
sebagai pacu jantung. Letaknya pada bagian anterolateral dari tempat pertemuan
vena cava superior dan atrium dextrum di dekat ujung atas sulcus terminalis.
b. Nodus atrioventricularis (AV) terletak pada bagian posteroinferior septum
interatriale, sedikit di atas muara sinus coronarius.
c. Berkas his (berkas atrioventrikel) sua tu j a r a s s e l - s e l khusus
yang berasal dari nodus AV dan masuk ke septum interventriculare, tempat
berkas t e r s ebu t be r cabang memben tuk c ru s dex t rum dan
s i n i s t rum yang be r j a l an ke bawah melalui septum, melingkari ujung bilik
septum, melingkari ujung bilik ventrikel, dan kembali ke atrium di sepanjang
dinding luar.
d. Serat purkinje, serat-serat terminal halus yang berjalan dari berkas his
dan menyeba r ke s e lu ruh mioka rd ium ven t r i ke l s epe r t i r an t i ng -
r an t i ng pohon.
4. Pembuluh darah jantung
a. Arteri Coronaria Dextra
Pembuluh darah ini muncul dari sinus aortae dextra, berjalan ke kanan di antara
truncus pulmonalis dan auricular dextra, kemudian berjalan dalam sulcus
coronarius. Selanjutnya menuju pinggir bawah jantung dan member cabang besar
yang disebut ramus marginalis yang berjalan menuju apex cordis. Di bagian
belakang jantung, pembuluh darah ini menuju ke kiri dan memberi cabang ramus
interventricularis posterior yang berjalan di dalam sulcus interventricularis
posterior. Cabang ini akan beranastomosis dengan cabang ramus interventricularis
anterior dari arteria coronaria sinistra di apex cordis.
Sebelum mempercabangkan ramus interventricularis posterior, pembuluh darah
ini memberi cabang ramus nodi atrioventricularis yang memberi darah AV dan
fasciculus atrioventricularis (kumpulan serabut purkinye). SA biasanya mendapat
darah dari arteria coronaria dextra tetapi SA dapat pula muncul dari arteria
coronaria sinistra. Arteria coronaria dextra memberi darah pada atrium dextrum,
ventriculus dexter, dan sebagian dari atrium sinistrum serta ventriculus sinister
b. Arteria Coronaria Sinistra
Pembuluh darah ini muncul dari sinus aorta sinistra, berjalan di antara truncus
pulmonalis dan auricula sinistra untuk mencapai sulcus coronarius. Pada daerah
ini akan bercabang menjadi ramus interventricularis anterior yang berjalan di
dalam sulcus interventricularis anterior menuju apex cordis, dan ramus
circumflexus yang berjalan mengikuti sulcus coronarius pada sisi kiri jantung
menuju permukaan belakang, memberi cabang untuk ventriculus sinister dan
atrium sinistrum. Ramus circumflexus member cabang ramus marginalis yang
memperdarahi atrium sinistrum, permukaan kiri jantung, dan basis dari
ventriculus sinister. Ramus interventricularis anterior memberi cabang untuk
kedua ventriculus dan cabang ramus interventricularis septalis untuk septum
interventricularis. Arteria coronaria sinistra kadang-kadang memberi cabang arteri
dari Kugel yang kemudian member cabang untuk SA.
c. Vena jantung
Darah vena sebagian besar akan mengalir terutama ke dalam sinus coronarius dan
sebagian lagi sebagai vena-vena kecil yang disebut venae cordis minimae dan
venae cordis anteriores, yang bermuara langsung ke dalam ruangan jantung kanan.
Sinus coronarius merupakan vena utama yang lebar dan pendek, yang berjalan
dari kiri ke kanan dalam sulcus coronarius bagian belakang. Pembuluh darah ini
menerima semua darah vena dari jantung kecuali yang mengalir melalui venae
cordis minimae dan venae cordis anteriores. Sinus coronarius akhirnya bermuara
ke dalam atrium dextrum.
5. Persarafan jantung.
persarafan motoris untuk denyut jantung dan kontraksi ventriculus diatur oleh
saraf otonom. Serabut parasimpatis dari nervus vagus menuju permukaan jantung,
daerah SA serta AV, melalui plexus cardiacus. Rangsangan dari nervus vagus
akan memperlambat denyut jantung dan menurunkan stroke volume. Serabut
simpatis juga akan menuju SA dan AV. Saraf berasal dari medulla spinalis
segmenta thoracicae I-II, menuju ganglion cervicale superius, ganglion cervical
medium, dan ganglion cervicale inferius, kemudian melalui nervus cardiacus
cervicalis menuju plexus cardiacus. Sebagian lagi berasal dari segmenta
thoracicae I-IV akan melalui nervus cardiacus thoracicus menuju plexus
cardiacus. Rangsangan saraf simpatis akan mempercepat denyut jantung dan
meningkatkan stroke volume.
Serabut sensoris dari jantung akan berjalan melalui system simpatis menuju
medulla spinalis segmenta thoracicae I-IV. Setelah melalui nervus cardiacus
cervical dan nervus cardiacus thoracicus, kemudian melalui ramus communicans
albus sampai mencapai nervus spinalis sesuai dengan segmennya. Rasa nyeri dari
jantung berasal dari insufisiensi arteria coronaria yang akan dirasakan atau
dijalarkan pada daerah precordium, pundak dan lengan kiri. Sensasi nyeri ini
berjalan melalui serabut aferen viceral menuju medulla spinalis pada level yang
sesuai, kemudian dijalarkan pada dermatome yang berhubungan.
Histologi
Dind ing j an tung t e rd i r i da r i 3 l ap i s an ya i t u endoka rd ium,
mioka rd ium dan ep ika rd ium.
1. Endokardium, merupakan bagian dalam dari atrium dan ventrikel.
Endokarium homolog dengan tunika intima pada pembuluh darah. Endokardium
terdiri dari endotelium dan lapisan subendokardial. Endo t e l i um pada
endoka rd ium merupakan ep i t e l s e l ap i s p ip ih d imana t e rdapa t tight /
occluding junction dan gap junction. Lap i s an subendoka rd i a l t e rd i r i da r i
j a r i ngan i ka t l ongga r . D i l ap i s an subendokardial terdapat vena, saraf, dan
sel purkinje.
2. Miokardium, terdiri dari otot polos. Miokardium pada ventrikel kiri lebih tebal
dibandingkan pada ventrikel kanan. Sel otot yang khusus pada atrium dapat
menghasilkan atriopeptin, ANF ( Atrial Natriuretic Factor ) , k a r d i o d i l a t i n
d a n k a r d i o n a t r i n y a n g b e r f u n g s i u n t u k
m e m p e r t a h a n k a n keseimbangan cairan dan elektrolit. Miokardium terdiri dari 2
jenis serat otot yaitu serat kondukdi danserat kontraksi.
a. Serat konduksi pada jantung merupakan modifikasi dari serat otot jantung
dan menghasilkanimpuls. Serat konduksi terdiri dari 2 nodus di dinding
atrium yaitu nodus SA dan AV, bundle of His d a n s e r a t p u r k i n j e .
Se l pu rk in j e mengandung s i t op l a sma yang be sa r , s ed ik i t
m io f ib r i l , k aya akan mitokondria dan glikogen serta mempunyai 1
atau 2 nukleus yang terletak di sentral.
b. Serat kontraksi merupakan serat silindris yang panjang dan
bercabang. Setiap serat terdiri hanya 1 atau 2 nukleus di sentral.
Serat kontraksi mirip dengan otot lurik karena memiliki striae.
Sarkoplasmanya banyak mengandung mitokondria yang besar.
Ikatan antara dua serat otot adalah melalui fascia adherens, macula
adherens (desmosom), dan gap junctions.
3. Epikardium selubung luarnya (disebut juga pericardium visceral) berupa suatu
membrane serosa. Permukaan luarnya diliputi selapis sel mesotel. Di bawah mesotel
terdapat lapisan tipis jaringan ikat yang mengandung banyak serat elastin. Suatu
lapisan subperikardial terdiri atas jaringan ikat longgar mengandung buluh darah,
banyak elemen saraf, dan lemak, menyatukan epikardium dengan miokardium
Fisiologi
Ukuran denyut jantung normal orang dewasa berkisar 60-100 kali per menit. Untuk atlet
terlatih, detak jantung normal saat istirahat akan lebih rendah berkisar 40 kali per menit.
Untuk orang dewasa sehat, denyut jantung yang lebih rendah saat istirahat umumnya
menyiratkan fungsi jantung yang efisien dan tingkat kebugaran yang baik, mereka yang
kurang berolahraga memiliki denyut jantung 80 per menit. Denyut jantung rata-rata adalah 70
per menit.
Arti Heart Rate meningkat:
detak jantung meningkat karena otot dalam tubuh memproduksi lebih banyak karbon
dioksida yang terdeteksi sebagai peningkatan dari normal di medula yang mengirim sinyal
melalui sistem saraf parasimpatetik ke nodus sinuatrialis memberitahukannya untuk
meningkatkan gelombang Eksitasinya, yang mana inturn meningkatkan gelombang ke nodus
atrioventricularis sehingga semua otot pada jantung berkontraksi lebih sering.
Akibat heart rate menurun:
-merasa pusing
-sesak nafas dan sulit beraktivitas
-mudah lelah
-terasa sakit di dada
-susah berkonsentrasi
-penurunan tekanan darah
Otot jantung seperti halnya otot rangka, menggunakan energy kimia untuk menyebabkan
kontraksi. Energy ini dihasilkan terutama dari metabolisme oksidatif asam lemak dan
sebagian kecil dari bahan makanan yang lain, khususnya laktat dan glukosa. Karena itu,
semakin berkurang kandungan oksigen di udara, maka proses pembentukan energy pun akan
terganggu, dan suplai ke jantung pun akan ikut berkurang.
ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI SISTEM ALIRAN DARAH
Anatomi
Berbagai macam ukuran pembuluh darah.
Sistem Arteri Sistem Vena
Histologi
Struktur umum dinding pembuluh darah secara mikroskopis terdiri dari:
1. TUNICA INTIMA (lamina elastica interna) yang merupakan lapisan terdalam dari
dinding pembuluh darah dan langsung berhubungan dengan lumen pembuluh darah.
Tunica intima disusun oleh lapisan endothel.
2. TUNICA MEDIA (lamina elastica eksterna) merupakan intermediate layer dinding
pembuluh darah yang disusun oleh otot polos circumferensial.
3. TUNICA ADVENTITIA terdiri dari fibroblasts serat collagen (longitudinal)
Fisiologi
Luas penampang dan kecepatan aliran darah
Kecepatan aliran darah berbanding terbalik dengan luas penampang pembuluh darah. Jadi,
dalam keadaan istirahat, kecepatan rata-rata sekitar 33 cm/detik di aorta, tetapi hanya 1/1000
kecepatannya di kapiler, sekitar 0,3 mm/detik. Hal itu terjadi karena luas penampang aorta
lebih kecil daripada luas penampang kapiler, sehingga kecepatan aliran darah di aorta lebih
cepat daripada di kapiler. Tetapi karena panjang kapiler hanya 0,3-1 mm, darah hanya berada
di kapiler selama 1-3 detik.
Teori dasar fungsi sirkulasi
Tiga prinsip dasar yang mendasari keseluruhan dari sistem sirkulasi:
1. Kecepatan aliran darah ke setiap jaringan tubuh hampir selalu diatur sesuai dengan
kebutuhan jaringan
2. Curah jantung terutama dikendalikan oleh penjumlahan seluruh aliran darah setempat
3. Pada umumnya, tekanan arteri dikendalikan secara mandiri baik dengan pengaturan
aliran darah setempat atau pengaturan curah jantung
Macam Peredaran Darah
Darah dari jantung menyebar ke tubuh melalui tiga jaluru t ama , ya i t u j a l u r s i r ku l a s i
pu lmona l i s , s i s t emik , dan koronaria.
1. Sirkulasi pulmonalis (peredaran darah kecil)
S i r k u l a s i p u l m o n a l i s a d a l a h a l i r a n d a r a h m e l a l u i jantung, paru-paru,
dan kembali ke jantung. Darah dari sel-sel tubuh yang mengandung banyak karbondioksida masuk ke
atrium dextrum jantung melalui vena cava. Ketika atrium dextrum berkontraksi,darah ini
didorong ke ventriculus dexter. Ventriculus dexter kemudian berkontraksi, dan darah
meninggalkan jantung melalui arteri pulmonalis ke paru-paru. Saat darah melalui pembuluh
darah di dalam paru-paru,karbondioksida ditukar dengan oksigen melalui proses difusi di kapiler. Darah
kaya oksigen kembali ke jantung melalui vena pulmonalis, dan masuk ke atrium sinistrum.
Vena pulmonalis adalah satu-satunya pembuluh balik di dalam tubuh yang membawa darah
kaya oksigen. Saat atrium sinistrum penuh d a r a h k a y a o k s i g e n , a t r i u m
s i n i s t r u m b e r k o n t r a k s i d a n mendorong darah ke dalam ventriculus
sinister. Tahap akhir dari jalur ini adalah saat ventriculus sinister berkontraksi dan
mendorong darah naik dan keluar jantung ke dalam pembuluh nadi terbesart ubuh , ya i t u
ao r t a . Aor t a membawa da rah ke lua r da r i j an tung ke banyak pe rcabangan
pembu luh nad i yang menyebarkannya ke seluruh bagian-bagian tubuh.
2. Sirkulasi sistemik (peredaran darah besar)
S i r k u l a s i s i s t e m i k m e n g a l i r k a n d a r a h k e s e l u r u h jaringan
tubuh kecuali jantung dan paru-paru. Jalur ini merupakan jalur terpanjang di antara
jalur lain. Sirkulasi s i s t e m i k m e m b a w a d a r a h k a y a o k s i g e n v e n t r i c u l u s
s i n i s t e r melalui aorta ke arteri dan kapiler di seluruh organ dan jaringan tubuh. Nutrien
(zat makanan) dan oksigen ditukar dengan karbondioksida dan zat-zat sampah di dalam kapiler. Darah
kembali ke jantung di dalam pembuluh balik dari kepala dan leher melalui vena cava
superior. Darah kembali ke jantung dari daerah a b d o m e n e k s t r i m i t a s
i n f e r i o r m e l a l u i vena cava inferior ke atrium dextrum. Kemudian, darah miskin
oksigen dikirim ke paru-paru melalui sirkulasi pulmonalis.
3. Sirkulasi koronaria
Sirkulasi koronaria adalah aliran darah ke jaringan jantung. Di dinding jantung terdapat
p e m b u l u h d a r a h u n t u k m e m a s o k n u t r i e n d a n o k s i g e n
d a n mengeluarkan zat-zat sampah. Pembuluh-pembuluh darah ini adalah arteri dan vena
ko rona r i a .
Aliran dan tekanan darah
Pasokan darah secara tetap penting bagi seluruh bagian t u b u h . P e m o m p a a n d a r a h
o l e h j a n t u n g m e n g h a s i l k a n tekanan darah yang diperlukan untuk mendorong darah
dalam pembuluh darah. Agar tekanan darah terjaga tetap, maka pembuluh harus terisi penuh
oleh darah. Bila terjadi kehilangan darah akibat kecelakaan atau penyakit, tekanan dapat
hilang. Darah tidak dapat bergerak ke tempat yang d i i ng inkan . Sebaga i ak iba tnya
s e l - s e l t ubuh akan ma t i ( nek ros i s ) . Karena itulah, mengapa para tenaga medis
menginjeksikan plasma pada orang yang mengalami pendarahan hebat.Plasma juga
mengangkut senyawa kimia penting lain yang disebut hormon , untuk dibawa dari satu bagian
tubuh ke bag i an t ubuh yang l a i n . Hormon menga tu r be rmacam- macam fungsi
tubuh seperti pertumbuhan dan cara tubuh menggunakan makanan. Ketika jantung memompa
darah melalui sistem kardiovaskular, darah memiliki tekanan yang disebut tekanan darah di dinding
p e m b u l u h d a r a h . T e k a n a n d a r a h t e r t i n g g i b e r a d a d i arteri.
Timbulnya tekanan ini seperti keadaan air yang keluar dari botol plastik bersaluran yang ditekan
dengan tangan. Tepat setelah air masuk ke dalam saluran, darah didorong ke da l am
pembu luh nad i . Dorongan da rah ke d ind ing p e m b u l u h d a r a h
d i s e b u t t e k a n a n d a r a h . T e k a n a n i n i m e m u n g k i n k a n d a r a h
m e n g a l i r d i d a l a m p e m b u l u h - pembuluh darah. Tekanan darah diukur di dalam aorta
dan diwujudkan dalam dua angka, biasanya120 sampai 80. Angka pertama menunjukkan
tekanan saat ventrikel berkontraksi dan darah ditekan keluar jantung, disebut angka sistol. Tekanan darah
turun saat ventrikel relaksasi. Angka kedua, yaitu yang lebih rendah adalah hasil pengukuran
tekanan saat ventrikel relaksasi dan mengisi darah, tepat sebelum bilik-bilik ini berkontraksi lagi,
disebut angka diastole.
KOMPENSASI/ADAPTASI
Adaptasi dilakukan untuk menghadapi stress lingkungan, yaitu suatu kondisi yang
mengganggu fungsi normal organisme. Fungsi dari adaptasi adalah kesesuaian manusia
dengan lingkungannya, terjadi melalui hubungan yang kompleks diantara mereka sendiri
dengan lingkungan fisik, biologi, dan sosial, serta meliputi indikasi fisiologis, psikologis,
sosial, dan genetik. Jadi dalam menghadapi tekanan lingkungan bentuk fungsional organisme
dapat bersifat temporal atau permanen melalui proses yang pendek atau seumur hidup
meliputi fisiologis, struktural, tingkah laku dan perubahan budaya.
Berdasarkan sifatnya, secara garis besar, adaptasi dibedakan dalam adaptasi biologi
dan adaptasi budaya. Adaptasi biologhi adalah adaptasi yang terjadi pada keseluruhan tubuh
atau bagian tubuh manusia dalam mempertahankan fungsi normalnya sehingga ada yang
lebih menyukai dengan menyebutnya sebagai adaptasi fungsional. Sedang adaptasi budaya
meliputi adaptasi dalam tingkah laku, sosial serta peralatan yang merupakan respon non
biologis. Baik adaptasi biologi maupun budaya keduanya bertujuan untuk tercapainya
keadaan homeostasis, yaitu kemampuan organisme untuk menjaga kestabilan lingkungan.
Pada tingkat fungsional, semua respon adaptasi organisme atau individu dilakukan untuk
mengembalikan homeostatis internal, sehingga terjaganya keseimbangan dinamis.
Homeostatis merupakan fungsi dari interaksi dinamis, mekanisme umpan balik, dimana
stimulus yang diberikan memberikan respon yang bertujuan mengembalikan keseimbangan
awal. Keperluan untuk terpeliharanya homeostatis didasrakan pada kenyataan bahwa fungsi
seluler terbatas untuk variasi yang lebih kecil. Kegagalan untuk mengaktivasi proses adaptasi
fungsional akan menyebabkan kegagalan untuk mengembalikan homeostatis yang akan
menghasilkan maladaptasi organisme dan kadang mengurangi kapasitas individu.
1. Adaptasi Fungsional
Adaptasi fungsional meliputi perubahan dalam fungsi sistem organ, fisiologi,
histologi, morfologi, dan komposisi biokimia, hubungan anatomi, dan komposisi
badan, baik bebas ataupun menyatu dengan organisme secara keseluruhan Perubahan
ini dapat terjadi melalui
a. Aklimatisasi
Yaitu perubahan yang terjadi dalam hidup suatu organisme yang mengurangi
ketegangan yang disebabkan oleh perubahan tekanan pada iklim alam atau stress
lingkungan yang kompleks. Jika ciri adaptif menyertai selama periode pertumbuhan
organisme, proses ini disebut adaptasi perkembangan atau aklimatisasi
perkembangan.
b. Akllimasi
Yaitu perubahan biologis adaptif yang terjadi sebagai respon terhadap stress induksi
eksperimental tunggal daripada stress kompleks sebagaimana terjadi pada
aklimatisasi.
c. Habituasi
Yaitu reduksi gradual dari respon terhadap atau persepsi dari stimulasi yang berulang-
ulang. Dalam waktu lama, habituasi merupakan penurunan respon syaraf yang
normal, misalnya pengurangan sensasi nyeri. Perubahan dapat terjadi untuk
keseluruhan organisme (habituasi umum), ataupun dapat spesifik untuk bagian
tertentu dalam organisme (habituasi spesifik). Habituasi tergantung pada
pembelajaran dan pengkondisian yang memungkinkan organisme untuk memudahkan
respon yang telah ada terhadap stimulus baru.
Perubahan fisiologis terjadi lebih cepat daripada perubahan genetik dan lebih sering
reversible, perubahan ini membentuk sistem respon yang bertingkat dimana
penyesuaian jangka pendek dan jangka panjang pada jenis yang berbeda dilakukan
oleh individu yang bervariasi dalam kemampuan genbetiknya untuk membuat
penyesuaian yang sukses. Terdapat tiga tingkatan adaptasi fisiologis, yaitu aklimasi,
merupajan penyesuan jangka pendek terhadap stress lingkungan yang terjadi secara
cepat ; aklimatisasi, penyesuaian lebih jauh tetapi masih merupakan respon reversible
terhadap perubahan untuk jangka waktu yang lebih lama ; dan aklimatisasi lanjut yang
sifatnya radikal dan hasilnya reversible selama pertumbuhan.
2. Adaptasi Budaya
Adaptasi budaya yaitu respon nonbiologis individu atau populasai untuk
memodifikasi atau mengurangi stress lingkungan. Adaptasi budaya merupakan
mekanisme penting yang mempermudah adaptasi biologi manusia. Melalui adaptasi
budaya manusia dapat bertahan hidup dan mendiami jauh ke daerah dengan
lingkungan yang ekstrem. Manusia adalah hewan yang mempunyai kebudayaan, yang
membuat alat-alat untuk mengeksploitasi lingkungan, mempunyai bahasa untuk
komunikasi, serta mempunyai organisasi sosial sebagai alat untuk menghadapi
lingkungan. Tidak seperti hewan lain yang mengeksploitasi dan beradaptasi terhadap
lingkungan dengan biologi dan raganya, maka manusia melakukannya terutama
dengan budaya, jadi secara ekstrabiologis dan supraorganis.
Wujud adaptasi budaya manusia misalnya dalam konstruksi rumah, penggunaan
bermacam-macam pakaian pada iklim yang berbeda, pola tingkah laku tertentu, dan
kebiasaaan kerja yang menunjukkan adaptasi terhadap stress iklim. Perkembangan
pengobatan dari cara primitif sampai modern dan kenaikan produksi energi yang
menyertai revolusi industri dan pertanian, juga menunjukkan adaptasi budaya manusia
terhadap lingkungan fisik.
3. Adaptasi Genetik
Adaptasi genetik menunjukkan ciri pewarisan yang mempermudah toleransi dan
survival suatu individu atau populasi padasebagian lingkungan total. Adaptasi genetik
dibentuk melalui aksi seleksi alam yaitu mekanisme dimana genotip individu tersebut
menunjukkan adaptasi terbesar (fitness). Kisaran panjang keberhasilan bergantung
pada stabilitas dan variabilitas genetiknya. Lebih besar adaptasi maka lebih lama
individu atau populasi akan survive. Perubahan genetik merupakan mekanisme
adaptasi yang paling lambat dan paling sedikit dapat kembali lagi. Karena individu
memiliki potensial genetik untuk adaptasi fisiologis, sangat sulit untuk memisahkn
bentuk fisiologis dan genetik dari adaptasi, misalnya toleransi laktosa pada populasi
yang mengkonsumsi susu.
Adaptasi Terhadap Ketinggian
- Adaptasi manusia terhadap ketinggian meliputi relatif sebagian kecil dari populasi
dunia, hanya sekitar 25 juta orang (kurang dari 1 % masyarakat di dunia) tinggal di
tempat yang tinggi.
Penduduk yang mendiami daerah tinggi menunjukkan tiga modal utama dalam adaptasi, yaitu
:
1. Perubahan fisiologis jangka pendek
2. Modifikasi selama pertumbuhan dan perkembangan
3. Modifikasi unggun gena
Penduduk yang tinggal di pegunungan tinggi menggunakan obat-obatan seperti
alkohol dan coca (tanaman yang menghasilkan narkotika kokain). Untuk mengurangi beban
psikologisnya. Penduduk pada tempat tinggi membuat penyesuaian anatomis dan fisiologis
yang khas, yang memberinya kapasitas untuk dapat bekerja pada udara pegunungan yang
tipis. Mereka cenderung mempunyai kaki pendek, tumbuh lebih lambat dan volume thoraks
yang besar, dada yang membulat dan tulang sternum yang panjang mengakomodasi paru-paru
yang lebih besar di dalam costae dan sternum.
Stress Lingkungan pada Tempat Tinggi
Lingkungan dataran tinggi mempunyai kondisi yang berbeda dengan dataran rendah,
baik dalam komposisi udara, tekanan oksigen, topografi, cuaca, jenis dan komposisi tanah,
habitat, dan sebagainya yang kesemuanya menuntut jenis dan besar aktivitas fisik yang
berbeda. Phyle dalam Janatin Hastuti (2005) menyatakan bahwa perbedaan dalam ketinggian
mempunyai perbedaan dalam ekologi. Hidup pada tempat tinggi akan menerima stress
ekologis yang kompleks, diantaranya sebagai berikut :
1. Hipoksia
2. Barometer rendah
3. Radiasi matahari tinggi
4. Suhu udara dingin
5. Kelembaban udara rendah
6. Angin kencang
7. Nutrisi terbatas
8. Medan yang terjal
Dengan bertambahnya ketinggian maka tekanan barometer menurun dan kepadatan
udara juga menurun. Lingkungan udara pada tempat tinggi dengan tekanan dan kadar oksigen
rendah merupakan faktor yang berpengaruh besar dalam adaptasi fisik maupun fisiologis
manusia yang tinggal di tempat tinggi. Udara yang tipis (tekanan oksigen atmosfer yang
rendah) pada tempat tinggi menimbulkan permasalahan lingkungan yang tidak dapat
dimodifikasi oleh campur tangan manusia hingga abad ini.
Hipoksia Ketinggian
Dari segi fisiologis, stress lingkungan yang paling penting adalah hipoksia. Telah
diketahui pula secara alami terjadi proses adaptasi fisiologis terhadap kondisi lingkungan
pada tempat yang tinggi. Dimana adaptasi ini adalah konsekuensi terjadinya hipoksia karena
pengurangan jumlah molekul oksigen yang dihirup pada waktu bernapas. Hipoksia
merupakan keadaan dimana terjadi defisiensi oksiegn yang mengakibatkan kerusakan sel
akibat penurunan respirasi oksidatif aerob sel. Hipoksia merupakan penyebab penting dan
umum dari cedera dan kematian sel. Tergantung pada beratnya hipoksia sel dapat mengalami
adaptasi, cedera atau kematian. Hipoksia merupakan keadaan dimana terjadi kekurangan
oksigen yang mencapai jaringan, gejala yang tampak antara lain mual, nafas pendek, dan
pusing. Hipoksia pada tempat tinggi merupakn stress yang tidak mudah dimodifikasi oleh
manusia dengan respon budaya maupun tingkah laku dan lebih jauh, semua sistem organ
dipengaruhi oleh hipoksia.
Adaptasi biologis terhadap hipoksia tertutama tergantung pada tekanan parsial
oksigen di atmosfer, yang secara proporsional menurun dengan bertambahnya ketinggian.
Udara mengandung 78,08 % nitrogen, 0,03 % CO2, 20,95 % O2, dan 0,01 % unsur lain. Gas
ini bersama-sama mempunyai tekanan 760 mmHg pada 0 dpl dan disebut dengan tekanan
barometer. Tekanan tiap-tiap gas berhubungan secara proporsional dengan jumlahnya,
sehingga tekanan oksigen sebesar 159 mmHg. Pada ketinggian 3500 m tekanan barometer
berkurang menjadi 493 mmHg dan tekanna oksigen berkurang hingga 35% dibandingkan
dengan permukaan laut, dan pada ketinggian 4500 m tekanan parsial oksigen menjadi 91
mmHg atau turun sebesar 40 %. Turunnya tekanan oksigen pada tempat tinggi menyebabkan
berkurangnya saturasi oksigen darah arteri karena proporsi pembentukan oksihemoglobin
dalam darah tergnatung pada tekanan parsial oksigen dalam alveoli.
Manusia sendiri baru mengenal kehidupan di ketinggian yang direkayasa setelah
mampunya dibuat pesawat terbang pertama kalinya dengan ketinggian jelajah di atas 10.000
kaki, terutama pesawat militer untuk peperangan. Pada manusia yang mencapai ketinggian
lebih dari 3.000 m (10.000 kaki) dalam waktu singkat, tekanan oksigen intra alveolar (PO2)
dengan cepat turun hingga 60 mmHg dan gangguan memori, serta gangguan fungsi serebri
mulai bermanifestasi. Pada ketinggian yang lebih saturasi O2 arteri (Sat O2) menurun dengan
cepat dan pada ketinggian 5.000 m (15.000 kaki), individu yang tidak teraklimatisasi
mengalami gangguan. Resiko klinis hipoksia akut pada ketinggian di atas 10.000 kaki juga
kemudian diketahui terutama pada penerbangan unpressured cabin (kabin tanpa rekayasa
udara). Kondisi-kondisi tersebut diantaranya (pada yang ringan) : penurunan kemampuan
terhadap adaptasi gelap, peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan denyut jantung,
tekanan sistolik, dan curah jantung (cardiac output). Sedangkan jika berlanjut terus akan
terjadi gangguan yang lebih berat seperti berkurangnya pandangan sentral dan perifer,
termasuk ketajaman penglihatan, dan pendengaran yang terganggu. Demikian juga
kemampuan koordinasi psikomotor akan berkurang. Pada tahapan yang kritis setelah
terjadinya sianosis dan sindroma hiperventilasi berat, maka tingkat kesadaran akan
berlangsung hilang dan pada tahaop akhir dapat terjadi kejang dilanjutkan dengan henti
napas.
Seseorang yang belum lama berada pada tempat tinggi akan mengalami adaptasi
fisiologis yang merupakan efek permulaan dan respon cepat terhadap hipoksia. Menurut
Frisancho (1979) dalam Tutiek Rahayu, efek fisiologis hipoksia sangat kompleks dan
bermacam-macam, yang meliputi :
1. Fungsi Paru-Paru
Efek fisiologis pada paru-paru berupa bertambah besarnya ventilais paru-paru seiring dengan
bertambahnya ketinggian tempat. Volume respirasi per menit pada ketinggian 5000 m naik
sekitar 45-69% daripada di daerah permukaan laut. Menurut hasil penelitian saat ini,
kenaikan ventilasi paru-paru disebabkan oleh stimulasi badan varoid dan kemoreseptor
lainnya oleh hipoksemia. Sebagai akibat dari kenaikan ventilasi pembuangan karbondioksida
juga meningkat, yang menyebabkan terjadinya alkalosis respiratorik.
2. Fungsi Sirkulasi pada Jantung
Dengan bertambahnya hipoksia kecepatan denyut jantung bertambah dari rerata 70 detak per
menit menjadi sekitar 105 per menit pada ketinggian 4500 m. Jam-jam pertama setelah tiba
pada ketinggian tertentu, denyut nadi saat istirahat menurun dan kemudian meningkat, pada
ketinggian 2000 m peningkatan adalah 10% dan pada ketinggian 4500 m adalah 50%.
3. Darah
Meliputi kenaikan produksi sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin, kenaikan volume
darah serta aktivitas erythropoietik. Pada ketinggian 5000 m jumlah sel darah merah naik dari
5 juta menjadi 7 juta per mm3, kenaikan terjadi pada hari ke 7-14 setelah berada pada
ketinggian tersebut. Volume darah bertambah dari 40ml/kg menjadi 50 ml/kg pada ketinggian
4540 m selama 1-3 minggu. Kenaikan produksi sel darah merah tersebut disebabkan oleh
kenaikan aktivitas erythropoietik
4. Sirkulasi Retinal
Setelah 2 jam berada di ketinggian 5330 m diameter arteri dan vena retinal akan naik sekitar
seperlimanya.
5. Sensitivitas Cahaya
Semakin tinggi tempat semakin besar penurunan sensitivitas cahya. Pada ketinggian diatas
4500 m, dibutuhkan sekitar 2,5 kali intensitas normal pada dpl untuk cahaya agar bisa
nampak.
6. Memori dan Pembelajaran
Memori akan menurun dengan bertambahnya ketinggian terutama diatas 3660 m.
7. Pendengaran
Mempunyai sensitivitas paling rendah terhadap hipoksia. Penurunan ketajaman pendengaran
dapat terjadi pada ketinggian lebih dari 6000 m.
8. Fungsi Motorik
Pada ketinggian lebih dari 4500 m dilaporkan terdapat gejala kelemahan dan inkoordinasi
muskuler yang belum jelas disebabkan oleh penurunan kapasitas fungsional otot itu sendiri
atau ketiadaan stimulasi otot.
9. Perasa dan Pengecap
Berada pad atempat tinggi mempengaruhi pemilihan makanan, pada umumnya lebih suka
memilih gula dan keinginan untuk lemak menurun. Rasa manis gula berkurang pada tempat
tinggi dan dibutuhkan sekitar dua kali jumlah normal untuk rasa manis yang sama di daerah
rendah.
10. Anoreksia dan Kehilangan Berat Badan
Penurunan berat badan disebabkan oleh penurunan konsumsi makanan dan juga oleh
kehilangan air badan. Salah satu akibat utama anoreksia adaah ketidakseimbangan antara
energi yang masuk dengan energi yang keluar.
11. Aktivitas Ginjal
Terjadi kenaikan aktivitas pada korteks dan medulla ginjal, reduksi sekresi aldosteron dan
kenaikan kadar renin dalam plasma
12. Fungsi Tiroid
Berada pada tempat tinggi menyebabkan penurunan fungsi tiroid serta retensi iodium.
13. Sekresi Testosteron
Berada pada ketinggian 4250 m selama 3 hari pertama menyebabkan penurunan sekresi
testosteron lebih dari 50% yang disebabkan oleh turunnya Luiteinizing Hormon dalam
plasma
14. Fungsi Seksual
Meliputi penurunan spermatogenesis, perubahan histologis pada testis, terganggunya seklus
estrus dan meningkatnya gangguan menstruasi
Toleransi terhadap tempat tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu
umur, ketahanan fisik, dan jenis kelamin. Individu yang masih muda lebihbaik dalam
melakukan adaptasi daripada yang sudah tua, ini disebabkan karena fungsi metabolisme
tubuh pada usia muda masih baik juga mobilisasi air plasma dalam ruang interstitial atau
ekstraseluler. Individu dengan ketahanan fisik yang tinggi memberi toleransi terhadap stress
hipoksia lebih baik. Perempuan melakukan adaptasi terhadap ketinggian dengan lebih baik
daripada laki-laki.
Mekanisme Adaptasi Terhadap Ketinggian
1. Adaptasi Biologi
a. Adaptasi Fungsional
Setelah efek permulaan dan respon terhadap stress ketinggian, biasanya dicirikan
dengan menghilangnya gejala mountain sickness akut terjadi respon adaptasi yang
berkembang secara gradual kadang membutuhkan waktu beberapa bulan hingga beberapa
tahun untuk perkembangan yang lengkap. Frisancho (1979) menyebutkan beberapa
mekanisme adaptasi fungsional terjadi melalui aklimatisasi berhubungan langsung dengan
ketersediaan oksigen dan tekanan oksigen pada jaringan, terjadi melalui modifikasi :
a. Ventilasi paru-paru.
b. Volume paru-paru dan kapasitas difusi pulmoner.
c. Transport oksigen dalam darah.
d. Difusi oksigen dari darah ke jaringan.
e. Penggunaan oksigen pada tingkat jaringan.
Penduduk asli kota pada tempat tinggi beraklimatisasi terhadap tempat tinggi sejak lahir
atau selama pertumbuhan mempunyai kapasitas aerobic yang lebih tinggi daripada subjek
yang beraklimatisasi pada saat dewasa. Diantara subjek yang beraklimatisasi pada tempat
tinggi selama masa pertumbuhan hampir 25% variabilitas dalam kapasitas aerobic dapat
dijelaskan dengan faktor perkembangan dan dengan faktor genetis 20-25 % (Frisancho et al
1995 dalam Tutiek Rahayu). Hubungan antara tingkat aktivitas pekerjaan dan aktivitas
aerobic yang lebih besar diantara subjek yang beraklimatisasi pada tempat tinggi sebelum
umur 10 tahun daripada setelah umur tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa kapasitas
aerobik normal pada tempat tinggi berhubungan dengan aklimatisasi perkembangan dan fakor
genetik tetapi ekspresinya dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti aktivitas pekerjaan dan
komposisi badan.
Kapasitas untuk beradaptasi pada tempat yang tinggi bervariasi pada tiap individu.
Beberapa orang tidak pernah beraklimatisasi dengan sukses sementara lainnya dapat
menyesuaikan diri tetapi tidak dapat bekerja dengan penuh.
Salah satu penyebab stress lingkungan di ketinggian untuk manusia yakni tekanan
udara yang rendah yang menjadi faktor keterbatasan signifikan dalam daerah ketinggian.
Gambar 1. Tekanan udara menurun ketika ketinggian meningkat.
Presentase oksigen di udara pada ketinggian 2 mil (3,2 km) sama seperti sea level
(21%). Namun tekanan udara lebih rendah 30 % pada ketinggian yang lebih jauh disebabkan
molekul pada atmosfer lebih jarang sehingga letak molekul-molekul tersebut saling
berjauhan. Ketika kita menghirup udara pada sea level, tekanan atmosfer sekitar 1,04 kg per
cm2 yang menyebabkan oksigen dengan mudah melewati membrane permeable selektif paru
menuju darah. Pada ketinggian tekanan udara yang lebih rendah membuat oksigen sulit untuk
memasuki sistem vascular tubuh. Hasilnya berdampak pada hipoksia atau kekurangan
oksigen.
Ketika kita bepergian ke daerah yang lebih tinggi tubuh kita mulai membentuk respon
fisiologis yang efisien. Terdapat kenaikan frekuensi pernapasan dan denyut jantung hingga
dua kali lipat walapun saat istirahat. Denyut nadi dan tekanan darah meningkat karena
jantung memompa lebih kuat untuk mendapatkan lebih banyak oksigen. Kemudian tubuh
mulai membentuk respon efisien secara normal yaitu aklimatisasi. Sel darah merah lebih
banyak diproduksi untuk membawa oksigen lebih banyak. Paru-paru akan lebih mengembang
untuk memfasilitasi osmosis oksigen dan karbondioksida. Terjadi pula peningkatan
vaskularisasi otot yang memperkuat transfer gas.
Gambar 2. Proses aklimatisasi terhadap tekanan oksigen
yang rendah.
Ketika kembali pada level permukaan laut setelah terjadi aklimatisasi yang sukses
terhadap ketinggian, tubuh akan mempunyai lebih banyak sel darah merah dan kapasitas paru
yang lebih besar. Berdasarkan hal ini, Amerika dan beberapa Negara lain sering melatih para
atletnya di pegunungan. Akan tetapi, perubahan fisiologik ini hanya berlangsung singkat.
Pada beberapa minggu tubuh akan kembali pada kondisi normal.
Gambar 3. Kondisi tubuh yang menguat untuk waktu singkat setelah kembali dari
ketinggian.
b. Adaptasi Biokimia
Pada ketinggian didapati terjadinya stress reduktif yang juga mengakibatkan
peningkatan produksi radikal bebas oleh sistem transport electron mitokondria terutama pada
kompleks I dan III. Pada hipoksia, terjadi penurunan jumlah oksigen yang tersedia untuk
direduksi menjadi H2O pada sitokrom oksidase. Terjadilah akumulasi ekuivalen pereduksi
yang menginduksi auto oksidasi kompleks mitokondria dan membangkitkan spesies oksigen
reaktif. Hipoksia ini dapat menyebabkan peningkatan produksi spesies oksigen reaktif seperti
anion superoksida (O2-), radikal hidroksil (-OH), dan hydrogen peroksida (H2O2) dari sel
parenkim dan endotel vaskuler yang hipoksik. Maka dari itu, sel memiliki mekanisme
pertahanan terhadap radikal bebas yakni berupa sistem antioksidan sebagai adaptasi biokimia
dengan memiliki enzim-enzim antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD), glutation
peroksidase, dan katalase.
c. Adaptasi Genetik
Faktor genetik berperan dalam adaptasi terhadap ketinggian dengan ditemukannya gen
yang selektif pada lingkungan hipoksia. Individu dengan alel dominan untuk saturasi oksigen
lebih tinggi mempunyai keuntungan selektif pada lingkungan tinggi yang hipoksia.
Belum banyak penelitian yang menghubungkan antara faktor genetik dengan ketinggian
geografis. Gelvis meneliti manusia yang tinggal di dataran tinggi Tibet untuk mengetahui
bagaimana protein melindungi enzim yang berperan dalam mekanisme perlindungan otot dari
bahaya oksidatif. Hasil penelitian mereka menyebutkan adanya adaptasi pada tingkat protein
yang menyebabkan orang Tibet mampu hidup di ketinggian. Simonson juga menemukan
adanya bukti genetik adaptasi orang Tibet di dataran tinggi. Hasil penelitian mereka
menunjukkan dengan akurat ternyata DNA orang Tibet tidak sama dengan orang yang hidup
di dataran tinggi Tiongkok. Mereka menemukan dua gen yaitu EGLN 1 dan PPARA yang
terletak pada kromosom manusia 1 dan 22. Peranan gen tersebut dalam adaptasi di dataran
tinggi tidak jelas, baik EGLN1 dan PPARA dapat menyebabkan penurunan konsentrasi
hemoglobin. Seluruh manusia mempunyai gen EPAS1, tetapi orang-orang Tibet mempunyai
versi gen yang spesial. Melalui proses evolusi yang panjang, individu-individu yang mewarisi
jenis gen ini mampu bertahan dan menurunkannya pada anak-anak mereka, sehingga jenis
gen spesial ini menjadi sesuatu yang sudah lumrah di seluruh penduduk. Penelitian yang
berhubungan dengan ketinggian untuk daerah ATPase6 mtDNA manusia sudah pernah
dilakukan oleh Ariningtyas dan Humayanti. Mereka meneliti variasi mutasi pada populasi
dataran rendah Cirebon dan dataran tinggi Kuningan. Hasil penelitian mereka belum
ditemukannya mutasi spesifik untuk populasi dataran rendah dan dataran tinggi, karena
mutasi A8701G dan A8860G yang ditemukan terdapat pada dua populasi yang diteliti.
2. Adaptasi Budaya
Adaptasi ini adalah kebiasaan-kebiasaan penduduk untuk menyikapa keadaan alamnya
sehingga terbentuk lah kebudayaan-kebudayaan. Dengan kata lain, adaptasi budaya yaitu
respon nonbiologis individu atau popilasi untuk memodifikasi atau mengurangi stess
lingkungan. Adaptasi budaya merupakan mekanisme penting yang mempermudah adaptasi
biologi manusia. Melalui adaptasi budaya manusia dapat bertahan hidup dan mendiami jauh
ke kondisi lingkungan yang ekstrim. Manusia adalah hewan yang mempunyai kebudayaan,
yang mebuat alat-alat untuk mengeksploitasi lingkungan, mempunyai bahasa untuk
berkomunikasi, serta mempunyai organisasi sosial sebagai alat untuk menghadapi
lingkungan. Tidak seperti hewan lain yang mengeksploitasi dan beradaptasi trhadap
lingkungan dengan biologi dan raganya, maka manusia melakukannya teruyama dengan
budaya, jadi secara ekstrabiologis atau supraorganis. Wujud adaptasi budaya manusia
misalnya :
a. Konstruksi rumah
Konstruksi rumah di dataran tinggi biasanya dibangun dengan tembok yang lebih tebal atau
dari kayu untuk menjaga kehangatan suhu ruangan. Ventilasi dan jendela besar, kadang
banyak agar sirkulasi udara baik mengingat tekanan oksigen di daerang tinggi relatif kecil.
(sumber: adhvara.com) (sumber: denyrendra.net)
Gambar 4 Contoh rumah kayu di dataran tinggi
(sumber: pricearea.com)
Gambar 5 Contoh rumah tembok di dataran tinggi
b. Penggunaan pakaian pada bermacam-macam iklim
Penduduk yang tinggal di daerah tinggi dengan hawa dingin menggunakan pakaian yang
tebal untuk menghindari hilangnya pengeluaran panas yang berlebihan dari tubuhnya.
c. Pola tingkah laku tertentu
Penduduk di daerah tinggi cenderung lebih sering berjalan kaki jauh daripada yang tinggal di
daerah perkotaan sehingga lebih kuat berjalan kaki.
d. Pengobatan dari cara primitif sampai cara modern
Penggunaan informasi budaya yang dilakukan oleh kelompok sosial dan ditransformasikan
melalui pembelajaran pada tiap generasi merupakan salah satu bentuk respon adaptif yang
berkembang pesat pada manusia, contoh salah satu aspeknya adalah perkembangan sistem
medis.
e. Kebiasaan kerja yang menunjukkan adaptasi terhadap stress iklim
Kenaikan produksi energi yang menyertai revolusi industri dan pertanian. Budaya dan
teknologi mempermudah adaptasi biologi, tetapi juga menciptakan dan terus menciptakan
kondisi stress baru yang membutuhkan respon adaptasi baru pula. Suatu modifikasi kondisi
lingkungan dapat dihasilkan oleh perubahan yang lainnya, misalnya kemajuan dalam ilmu
pengetahuan kedokteran dengan sukses mengurangi kematian bayi dan orang dewasa pada
tingkat di mana populasi dunia tumbuh pada kecepatan eksplosif dan meskipun sumber
makanan bertambah, tetap akan terjadi kelaparan.
Teknologi barat meskipun menaikkan standar hidup juga menciptakan polusi
lingkungan yang menjadikan hidup dan kesehatan tidak bagus lagi. Jika proses ini
berlangsung terus tanpa kontrol, polusi lingkungan akan menjadi suatu kekuatan selektif lain
yang menuntut manusia harus beradaptasi melalui proses biologis atau budaya atau akan
mengalami kemusnahan. Adaptasi yang dilakukan manusia pada dunia sekarang mungkin
tidak sesuai lagi dengan bentuk pertahanan hidup di dunia pada masa yang akan datang,
kecuali manusia belajar untuk menyesuaikan budaya dengan kapasitas biologisnya.
KOMPENSASI SISTEM-SISTEM
1. Sistem Respirasi
a. Peningkatan Ventilasi Paru (HIPERVENTILASI)
Kompensasi untuk memperoleh lebih banyak O2.
Mekanismenya sebagai berikut:
Penurunan oksigen secara mendadak akan merangsang pernafasan
menggunakan kemoreseptor pernafasan perifer di badan karotid dan badan
aortik. Hal ini akan meningkatkan ventilasi alveolus menjadi 1,65 diatas
normal. Kompensasi ini terjadi dalam hitungan detik dari pajanan. Kenaikan
ventilasi dadakan akan menimbulkan alkalosis, karena CO2 pembentuk asam
dikeluarkan lebih cepat daripada pembentukan. Hal ini akan menghambat
respon sementara. Tetapi karena kompensasi ginjal yg mengekskresikan
bikarbonat akan meningkatkan pH sehingga meningkatkan aktivitas di pusat
pernaasan sehingga ventilasi dapat meningkat 5 kali. Hal ini menyebabkan
Tachypnea, yakni pernafasan yang cepat dan pendek.
2. Sistem Ekskresi:
a. Ekskresi bikarbonat untuk menyeimbangkan asam basa karena alkalosis
respiratorik.
Mekanisme:
Penyebab alkalosis adalah penurunan PCO2 plasma, yang disebabkan oleh
hipeventilasi.Pengurangan PCO2menurunkan kecepatan sekresi H+ oleh tubulus
ginjal. Akibatnya jumlah H+ tidak cukup untuk bereaksi dengan semua HCO3-
yang difiltrasi. Sehingga HCO3 tidak di reabsorpsi dan diekskresikan dalam urin.
Hal ini menyebabkan penurunan konsentrasi HCO3 plasma oleh peningkatan
ekskresi HCO3 dan koreksi terhadap alkalosis.
3. Kardiovaskular
a. Jantung
- Volume darah yg berlebihan akan menyebabkan curah jantung meningkat dan
menghasilkan tekanan arteri yg lebih besar . Peningkatan tekanan dan volume
atrium juga menyebabkan tekanan peningkatan frekuensi jantung (takikardia).
b. Sirkulasi
- Penurunan O2 di jantung dilepaskannya zat vasodilator (adenosin) dilatasi
arteriol. Sebagian ATP dipecah jadi adenosin mono fosfat.
- Jumlah kapiler dlm jaringan meningkat, mengurangi jarak yang harus ditempuh O2
ketika berdifusidari darah u/ mencapai sel. Serta peningkatan kapilaritas jaringan.
Teori kekurangan osigen untuk pengaturan darah lokal.
- Vasodilatasi Arteri sistemik: Oksigen dibutuhkan dalam metabolisme untuk
menimbulksn kontraksi otot vaskular. Jadi kalo kurang O2, pembuluh ga bisa
berkontaksi jadi vasodilatasi.
- Vasokontriksi Arteri pulmonal yang melayani fungsi penting darah yang dipintas
menjauhi area yang diventilasi buruk ke arah bagian paru yang diventilasi baik.
Pengurangan O2 menyebabkan dikeluarkannya zat vasokontriksi tertentu dari
jaringan paru.
Kerugian:
a. Peningkatan resistensi vaskular pulmoner lebih dari 5 kali lipat
b. Peningkatan afterload ventrikel kanan
4. Sistem darah
- Peningkatan produksi sel darah merah dikompensasi oleh ginjal dengan produksi
eritropoetin dari aparatus jukstaglomerular yang merangsang sumsum tulang untuk
membentuk sel darah merah.
- Hematokrit meningkat dari normal 40-45 jadi kurang lebih 60
- Peningkatan kadar Hb dari normal 15 g/dl jadi 20 g/dl, peningkatan hemoglobin
agar darah dapat lebih banyak menangkap O2
- Volume darah bertambah 20 -30 % dikali peningkatan konsentrasi Hb darah jadi
pengkatan total Hb jadi 50%.
- Sintesis BPG dlm sel darah merah sehingga O2 lebih mudah dibebaskan dari Hb
5. Sistem Gastro Intestinal
- Perangsangan saraf simpatis yang meningkatkan kontraksi otot lambung.
- Perbedaan tekanan udara di dalam gaster yang tinggi sedangkan tekanan udara
lingkungan yang rendah menyebabkan terjadinya desakan udara dari lambung ke
luar sehingga menimbulkan rasa mual.
6. Sistem saraf
- Otak kekurangan Oksigen menyebabkan iskhemik jaringan sehingga timbul sakit
kepala
- Kekurangan oksigen di kelenjar menyebabkan penurunan produksi cairan pada
vestibulum sehingga mengganggu keseimbangan.
Kompensasi : peningkatan aktivitas saraf simpatik untuk meningkatkan tekanan
darah.
KONDISI PEGUNUNGAN
Suhu
Setiap kenaikan ketinggian 100 meter di atas permukaan laut maka suhu berkurang 0,65
°C
0 meter = ± 27 °C
1000 meter = ± 20,5 °C
2000 meter = ± 14 °C
3000 meter = ± 7,5 °C
3200 meter = ± 6,2 °C
Tekanan Parsiil gas (O2, CO2, N2, dll)
O2
0 meter = 150 mmHg
3000 meter = 110 mmHg
6000 meter = 73 mmHg
9000 meter = 47 mmHg
CO2
0 meter = 40 mmHg
3000 meter = 33 mmHg
6000 meter 24 mmHg
IX. KESIMPULAN
Ir. Cek Nang menderita Hypoxic Hipoxia yang disebabkan karena PO2 arteri menurun
dikarenakan PO2 lingkungan yang menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C dan John E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
EGC.
Junqueira LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta:
EGC.
Leeson, C. Roland, Leeson, Thomas S., Paparo, Anthony A.. 1990. Buku Ajar Histologi.
Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC.
Setiadi, 2007.Anatomi dan Fisiologi Manusia.Graha Ilmu:Yogyakarta.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC.
Snell, Richard.2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. EGC: Jakarta
Wibowo, Daniel S., Paryana, Widjaya. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Indonesia: Graha Ilmu.
Wilson. 2006. Patofisiology. Edisi 6. EGC: Jakarta
http://blog.uad.ac.id/adikirawan/2011/12/09/fisiologi-ekskresi/
Crayonpedia, 2009, SISTEM PENGELUARAN (EKSKRESI),
http://www.crayonpedia.org/mw/Sistem_Ekskresi_Pada_Manusia_Dan_Hubungannya_Deng
an_Kesehatan_9.1
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/197003311997022-
HERNAWATI/FILE_14.pdf
http://www.scribd.com/doc/53490282/3/Letak-dan-Posisi-Jantung
http://www.sentra-edukasi.com/2011/08/mekanisme-pertukaran-gas-o2-dan-co2.html