67586427-BAB-I-baru

30
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Prostodonsia adalah cabang ilmu Kedokteran Gigi yang dimaksudkan untuk merestorasi dan mempertahankan fungsi rongga mulut, kenyamanan, estetika dan kesehatan pasien dengan cara merestorasi gigi geligi asli dan atau mengganti gigi-gigi yang sudah tanggal dan jaringan rongga mulut serta maksilofasial yang sudah rusak dengan pengganti tiruan. Sebelum melakukan suatu perawatan di bidang prostodonsia, diperlukan beberapa prosedur seperti diagnosa kepada pasien. Diagnosa merupakan identifikasi suatu penyakit atau suatu keadaan dengan memperhatikan tanda dan gejala dan menentukan asal muasalnya. Untuk menegakkan suatu diagnosa, seorang dokter gigi harus mengumpulkan semua keterangan baik dari pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif. Pemeriksaan subyektif berupa anamnesa yang memuat tentang data diri, riwayat dental, dan riwayat pemakaian denture. Selain itu juga memuat riwayat penyakit serta kebiasaan kebiasaan pasien. Pemeriksaan obyektif berupa pemeriksaan intra oral dan ekstra oral yang menyangkut desain gigi tiruan yang akan dibuat. Riwayat penyakit serta pemeriksaan yang cermat dan sistematis akan menjamin bahwa semua detail yaang diperlukan telah dicatat, hingga memungkinkan tegaknya diagnosis dan penyusunan rencana perawatan yang tepat, serta prognosisnya. Pada laporan ini akan dibahas mengenai prosedur diagnosa serta rencana perawatan dalam pembuatan gigi tiruan di klinik prostodontik. 1.2 SKENARIO Pak Maman, 48 tahun, karyawan swasta, datang ke RSGM UJ ingin di buatkan gigi tiruan. Pasien merasa malu dan merasa terganggu dengan panampilannya karena giginya goyang sehingga maju ke depan. Awalnya pasien mengaku jarang menggosok gigi (sehari sekali) kemudian banyak karang giginya, gusinya sering bengkak, tidak pernah dirawat dan sekarang giginya goyang. Sebelumnya pasien pernah memakai gigi tiruan sekitar 2 tahun

Transcript of 67586427-BAB-I-baru

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Prostodonsia adalah cabang ilmu Kedokteran Gigi yang dimaksudkan untuk merestorasi

dan mempertahankan fungsi rongga mulut, kenyamanan, estetika dan kesehatan pasien

dengan cara merestorasi gigi geligi asli dan atau mengganti gigi-gigi yang sudah tanggal dan

jaringan rongga mulut serta maksilofasial yang sudah rusak dengan pengganti tiruan.

Sebelum melakukan suatu perawatan di bidang prostodonsia, diperlukan beberapa

prosedur seperti diagnosa kepada pasien. Diagnosa merupakan identifikasi suatu penyakit

atau suatu keadaan dengan memperhatikan tanda dan gejala dan menentukan asal muasalnya.

Untuk menegakkan suatu diagnosa, seorang dokter gigi harus mengumpulkan semua

keterangan baik dari pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif. Pemeriksaan subyektif

berupa anamnesa yang memuat tentang data diri, riwayat dental, dan riwayat pemakaian

denture. Selain itu juga memuat riwayat penyakit serta kebiasaan – kebiasaan pasien.

Pemeriksaan obyektif berupa pemeriksaan intra oral dan ekstra oral yang menyangkut desain

gigi tiruan yang akan dibuat.

Riwayat penyakit serta pemeriksaan yang cermat dan sistematis akan menjamin bahwa

semua detail yaang diperlukan telah dicatat, hingga memungkinkan tegaknya diagnosis dan

penyusunan rencana perawatan yang tepat, serta prognosisnya. Pada laporan ini akan dibahas

mengenai prosedur diagnosa serta rencana perawatan dalam pembuatan gigi tiruan di klinik

prostodontik.

1.2 SKENARIO

Pak Maman, 48 tahun, karyawan swasta, datang ke RSGM UJ ingin di buatkan gigi

tiruan. Pasien merasa malu dan merasa terganggu dengan panampilannya karena giginya

goyang sehingga maju ke depan. Awalnya pasien mengaku jarang menggosok gigi (sehari

sekali) kemudian banyak karang giginya, gusinya sering bengkak, tidak pernah dirawat dan

sekarang giginya goyang. Sebelumnya pasien pernah memakai gigi tiruan sekitar 2 tahun

2

yang lalu, yang dibuat oleh tukang gigi, sampai sekarang masih digunakan. Pencabutan

terahkir gigi depan rahang atas sekitar 3 minggu yang lalu. Tipe pasien: exacting

Kesehatan umum: baik

Pemeriksaan intra oral: gigi hilang 11,12,21,22,23, 13, resesi gingiva 17, 24,

25,26,27,28, resesi gingiva dan karies superfisial bagian oklusal pada gigi 16, gigi goyang 03

: 31, 32,33,34,41,42,43, resesi gingivva, 36,37,38,47 resesi gingiva, semua gigi yang ada

terdapat kalkulus. Foto rongent : resorbsi tulang alveolar pada 13, 17, 24, 25,26,27,28, 31,

32,33,34,41,42,43.

Pemeriksaan anatomical landmark langsung pada model anatomis.

1.3 RUMUSAN MASALAH

a. Bagaimana pemeriksaan mobilitas gigi ?

b. Bagaimana penanganan pada pasien pembuatan gigi tiruan yang menderita anemia ?

c. Apa diagnosa pasien pada skenario diatas dan bagaimana rencana perawatannya ?

d. Apa fungsi pemeriksaan anatomical landmark pada pemeriksaan obyektif, dan jika

terdapat kelainan bagaimana penanganannya ?

1.4 TUJUAN

a. Menjelaskan pemeriksaan mobilitas gigi.

b. Menjelaskan penanganan pasien pembuatan gigi tiruan yang memiliki anemia.

c. Menjelaskan diagnosa dan rencana perawatan pasien.

d. Menjelaskan fungsi pemeriksaan anatomical landmark, serta penanganan kelainannya.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prosedur Diagnosa di Bidang Prostodonsia

Dalam bidang prostodontik, yang dimaksud dengan “diagnosis” adalah proses yang

dilakukan untuk mengenali terdapatnya keadaan tidak wajar atau alamiah. Meneliti adanya

abnormalitas, serta menetapkan penyebabnya. Suatu evaluasi dapatdibuat dari data diagnostic

yang diperoleh melalui anamnesis pada saat pemeriksaan mulut pasien. (drg. Haryanto A.

Gunadi. Hipokrates. 1991)

2.1.1 Anamnesis

Anamnesis adalah riwayat yang lalu dari suatu penyakit atau kelainan, berdasarkan ingatan

penderita pada waktu dilakukan wawancara dan pemeriksaan medic atau dental.

Ditinjau dari cara penyampaian berita, anamnesis ada dua macam:

a. Auto Anamnesis: serita mengenai keadaan penyakit yang disampaikan sendiri oleh

pasien.

b. Allo Anamnesis: cerita mengenai penyakit ini tidak disampaikan oleh pasien yang

bersangkutan, melainkan memalui bantuan orang lain. Umpamanya pada pasien bisu,

ada kesulitan bahasa, penderita yang mengalami kecelakaan atau pada anak-anak

kecil. (drg. Haryanto A. Gunadi. Hipokrates. 1991:106)

Hal - hal yang ditanyakan saat Anamnesis:

a. Nama Penderita

Untuk membedakan pasien satu dengan yang lainnya, mengetahui asal suku atau

rasnya. Karena tiap ras berhubungan dengan penyusunan gigi depan. (drg. Haryanto

A. Gunadi. Hipokrates. 1991:107)

b. Alamat

Dengan mengetahui alamat, pasien dapat dihubungi segera bila terjadi sesuatu yang

tidak diharapkan, umpamanya kekeliruan pemberian obat. Juga membantu kita

4

mengetahui latar belakang lingkungan hidup pasien, sehingga dapat pula diketahui

status sosialnya. (drg. Haryanto A. Gunadi. Hipokrates. 1991:107)

c. Pekerjaan

Dengan mengetahui pekerjaan pasien, keadaan sosial ekonominya juga dapat

diketahui. Pada umumnya lebih tinggi kedudukan sosial pasien, lebih besar

tuntutannya terhadap faktor estetik. (drg. Haryanto A. Gunadi. Hipokrates. 1991:107)

d. Jenis Kelamin

Wanita umumnya cenderung lebih memperhatikan faktor estetik dibandingkan pria.

Untuk pria membutuhkan protesa yang lebih kuat karena pria menunjukkan kekuatan

mastikasi yang besar. Pria juga lebih mementingkan rasa enak/nyaman. Selain itu,

bentuk gigi wanita cenderung banyak lengkungan/bulatannya dibanding pria yang

kesannya lebih kasar dan persegi. Pasien wanita menopause juga harus diperhatikan

karena pada periode ini, mulut pasien terasa kering dan terbakar. (drg. Haryanto A.

Gunadi. Hipokrates. 1991:107)

e. Usia

Proses penuaan mempengaruhi toleransi jaringan, kesehatan mulut, koordinasi otot,

mengalirnya saliva, ukuran pulpa gigi, dan panjang mahkota klinis. Usia tua juga

dijumpai penyakit komplikasi seperti hipertensi, jantung, dan diabetes mellitus. Selain

itu, kemampuan adaptasi dan retensi jaringan periodontal usia tua terhadap gigi tiruan

mulai berkurang. (drg. Haryanto A. Gunadi. Hipokrates. 1991:108)

f. Pencabutan Terakhir Gigi

Untuk mengetahui apakah gigi itu dicabut atau tanggal sendiri. Lama antara

pencabutan terakhir dengan pembuatan protesa sangat berpengaruh karena

pembentukan kembali jaringan bekas ekstraksi membutuhkan waktu 4-5 bulan dan

resorbsi tulang alveolar pada edentulus residual paling stabil setelah 10-12 bulan.

Pada saat ini residual ridge umumnya sudah stabil untuk dipasang protesa. (drg.

Haryanto A. Gunadi. Hipokrates. 1991:108)

5

g. Pengalaman Memakai Gigi tiruan

Pasien yang pernah memakai protesa sudah pengalaman, sehingga adaptasi terhadap

protesa baru mudah dan berlangsung cepat. Sebaliknya bagi yang belum pernah

memakai protesa, proses adaptasi cukup sulit dan membutuhkan waktu yang cukup

lama. (drg. Haryanto A. Gunadi. Hipokrates. 1991:108)

h. Tujuan Pembuatan Gigi Tiruan

Kita tanyakan kepada pasien, apakah pasien mementingkan pemenuhan faktor estetik

atau fungsional. Tetapi, konstruksi biasanya sesuai kebutuhan pasien. (drg. Haryanto

A. Gunadi. Hipokrates. 1991:109)

i. Keterangan lain ( contoh: Penderita bruksisma berat dimana geliginya sudah lemah

dianjurkan memakai geligi tiruan pada malam hari juga, supaya ketegangan atau

strain yang di terima oleh gigi yang masih ada dapat dikurangi). (drg. Haryanto A.

Gunadi. Hipokrates. 1991)

2.1.2 Pemeriksaan status umum

Riwayat penyakit umum yang pernah di derita sebaiknya ditanyakan dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan terpilih. Penderita sebaiknya ditanya apakah ia sedang berada

dalam perawatan seorang dokter/ lain dan bila demikian, obat-obat apa saja yang sedang

di minuk. Hal ini perlu diketahui karena penyakit dan pengobatan tertentu dapat

mempengaruhi jaringan yang terlibat dalam perawatan dental, umpamanya:

a. Diabetes mellitus

b. Penyakit kardiovaskular

c. Anemia

d. Depresi mental

e. Alkoholisme

2.1.3 Pemeriksaan status lokal

a. Luar mulut (extra oral)

6

1) Kepala

Cara pemeriksaan kepala dilakukan dengan meminta penderita duduk tegak,

kemudian dilihat dari arah belakang atas. Perhatikan bentuk kepala sampai batas

Trichion.

Dikenal macam-macam bentuk kepala, yaitu persegi (square), lonjong (oval),

dan lancip (tapering). Kadang-kadang ditemukan pula kepala berbentuk omega dan

lyra pada mereka yang pada saat kelahirannya mengalami kesukaran, misalnya karena

penggunaan tang. Biasanya kepala sesuai dengan bentuk lengkung rahang atas serta

bentuk gigi insisivus sentral dilihat dari arah permukaan labial.

2) Muka

Bentuk muka, Leon William menyatakan adanya hubungan antara bentuk

muka dengan bentuk gigi insisivus sentral atas. Permukaaan labial gigi ini sesuai

dengan bentuk muka dilihat dari depan, dalam arah terbalik. Gambaran geometris,

yaitu persegi, lonjong, lancip, dan kombinasi antara ketiganya dapat digunakan

sebagai langkah awal seleksi bentuk gigi bila dilihat dari aspek frontal.

3) Profil

Bentuk muka penderita dilihat dari arah samping (sagitl) merupakan indikasi

hubungan rahang atas dan bawah. Dikenal tiga macam profil muka yaitu lurus

(straight), cembung (convex), dan cekung (concave). Bentuk profil ini perlu diketahui

untuk penyesuaian bentuk labial gigi depan dilihat dari arah proksimal.

4) Mata

Pemeriksaan mata dilakukan pada saat penderita duduk tegak dengan mata

memandang lurus ke depan, lalu dilihat adanya keadaan simetri atau tidak.

Selanjutnya, bila bola mata penderita dapat mengikuti gerakan sebuah instrument

yang kita gerakkan ke segala arah, hal ini disebut movable in all direction. Bila hal ini

tidak terlaksana, keadaan ini disebut unmovable in all direction.

7

5) Hidung

Dari pernapasan penderita yang diperiksa sesaat sebelum pencetakan rahang,

dapat diketahui apakah ia bernafas melalui hidung (nose respiration) atau mulut

(mouth respiration).

6) Telinga

Telinga diperiksa simetri atau tidak. Peranan telinga dalam proses pembuatan

geligi tiruan:

a) Untuk menentukan garis camper

b) Untuk menentukan garis yang ditarik dari tragus ke sudut mata (canthus).

c) Untuk menentukan garis yang di tarik dari tragus ke sudut mulut.

d) Untuk menentukan Bidang Horisontal Frankfurt (FHP).

7) Bibir

Dalam hal ini dilihat simetrisitas bibir. Bentuk dan panjang bibir pasien sangat

bervariasi. Beberapa orang bibirnya tebal, sedangkan yang lainnya tipis. Bibir tebal

member kesan dukungan yang cukup meskipun gigi depannya sudah hilang. Pada

penderita berbibir tipis, hilangnya gigi depan menyebabkan hlangnya dukungan

terhadap bibir sehingga bibir kelihatan masuk.

8) Kelenjar getah bening

Yang diperiksa disini adalah kelenjar getah bening di sekitar rahang, yaitu

kelenjar-kelenjar submandibularis/submaksillaris. Pemeriksaan kelenjar ini

dimaksudkan untuk mengetahui adanya peradangan di dalam mulut, yang ditandai

dengan membesarnya kelenjar-kelenjar tadi. Peradangan dapat terjadi, antara lain bila

ada sisa akar gigi yang tertinggal.

9) Sendi rahang (Sendi temporo mandibula)

Sendi rahang diperiksa untuk mengetahui adanya pergerakan sendi yang

mulus (smooth), kasar (unsmooth), bunyi ketuk sendi (clicking) atau kretek sendi

(crepitation).

8

b. Dalam mulut (intra oral)

1) Keadaan umum

Keadaan umum meliputi:

a) Kebersihan mulut (oral hygiene)

b) Mukosa mulut

c) Frekuensi karies

2) Status gigi

Pada tahap ini diteliti adanya gigi karies, bertambal, mahkota dan jembatan,

migrasi, malposisi, ekstrusi, goyang, dsb.

Miller mengklasifikasikan bergeraknya gigi sebagai berikut:

a) Kelas I: tanda pergerakan pertama yang terlihat lebih besar daripada

pergerakan normal.

b) Kelas II: suatu pergerakan mahkota klinis 1mm kearah mana saja.

c) Kelas III: pergerakan lebih dari 1mm kea rah mana saja. Gigi-gigi yang dapat

berputar atau ditekan dianggap termasuk mobilitas kelas III.

3) Foto Rontgen

Guna foto ini dalam pembuatan protesa sebagian lepasan adalah untuk:

a) Melihat atau memeriksa struktur tulang yang akan menjadi pendukung.

b) Melihat bentuk, panjang, dan jumlah akar gigi.

c) Melihat kelainan pada bentuk residual ridge.

d) Melihat adanya sisa akar gigi

e) Meneliti vitalitas gigi

f) Memeriksa adanya kelainan periapikal

4) Oklusi

a) Hubungan gigi-gigi depan dapat berupa:

b) Dalam arah horizontal: normal. edge to edge atau cross bite.

c) Dalam arah vertical: open bite, deep bite atau step bite.

9

5) Artikulasi

Artikulasi diperiksa untuk mengetahui adanya hambatan (blocking).

6) Eugnathi

Yang dimaksud dengan eugnathi yaitu mengenai rahang yang berkembang

dengan baik dan dalam hubungan betul satu sama lain, dalam hal ini keadaan ideal

dari susunan gigi-gigi dan hubungan yang baik antara rahang atas dan rahang bawah.

7) Vestibulum

Dalam/dangkalnya vestibulum mempengaruhi retensi dan stabilisasi protesa.

Pemeriksaan vestibulum menggunakan kaca mulut nomor tiga. Vestibulum dalam jika

kaca mulut terbenam lebih dari setengahnya. Vestibulum sedang jika kacamulut

terbenam setengahnya. Vestibulum dangkal jika bagian kaca mulut yang terbenam

kurang dari setengahnya. Pemeriksaan pada regio posterior dan anterior, terutama

pada bagian yang tak bergigi. Pada daerah tak bergigi, pengukuran dimulai dari dasar

fornix sampai puncak ridge. Sedangkan pada daerah yang masih bergigi, dari dasar

fornix sampai ke tepi gingiva. (drg. Haryanto A. Gunadi. Hipokrates. 1991:122)

8) Frenulum

Tinggi rendahnya perlekatan masing-masing mempengaruhi stabilitas protesa.

Frenulum lingualis pada rahang bawah dan frenulum labialis pada rahang atas/bawah

merupakan struktur yang perlekatannya sering mengganggu penutupan tepi (seal) dan

stabilitas protesa. Frenulum tinggi, bila perlekatannya hampir sampai ke puncak

residual ridge. Frenulum sedang, bila perlekatannya kira-kira di tengah antara puncak

ridge dan fornix. Frenulum rendah, bila perlekatannya dekat dengan fornix. (drg.

Haryanto A. Gunadi. Hipokrates. 1991:123)

9) Kelainan gigi

Kemungkinan adanya kelainan bentuk dan warna gigi, sepert Hutchinson

teeth, peg shape, mottled enamel, supernumerary teeth, dan sebagainya.

10

10) Macam gigi

Apakah gigi-gigi pasien sudah semuanya permanen atau masih ada gigi sulung.

11) Bentuk gigi

Yang dilihat dalam hal ini adalah bentuk gigi insisivus sentral atas yang masih

ada: persegi, lonjong atau lancip.

12) Kedudukan prosessus alveolaris

13) Bentuk palatum

Bentuk palatum keras dibagi menjadi bentuk Quadratik (bentuk

lengkung/seperti huruf U), Ovoid (bentuk datar), dan Tapering (bentuk lancip/seperti

huruf V). Bentuk palatum U/Kuadratik adalah yang paling menguntungkan karena

memberikan stabilitas protesa dalam jurusan vertikal maupun horizontal. Sebaliknya

bentuk huruf V/Tapering retensinya paling buruk. (drg. Haryanto A. Gunadi.

Hipokrates. 1991:124)

14) Torus palatinus

Torus palatinus merupakan kelainan kongenital yang permukaannya licin dan

tidak begitu sakit bila mendapat tekanan. Letaknya simetris pada garis tengah

palatum. Torus palatinus merupakan hambatan utama bagi kenyamanan pemakaian

protesa karena mukosa yang terdapat di atas torus pada umumnya tipis dan mudah

terkena trauma. Daerah torus biasanya di-Relief of Chamber atau bila hal ini tidak

mungkin dilakukan, daerah torus dibebaskan dari penutupan plat protesa. Atau bila

torus sangat besar, dilakukan tindakan bedah yang disebut Torektomi. (drg. Haryanto

A. Gunadi. Hipokrates. 1991:124)

15) Tahanan jaringan

16) Selaput lendir mulut

17) Tuber maksilaris

Tuber berperan penting dalam memberikan retensi pada protesa. Pemeriksaan

menggunakan kaca mulut nomor tiga yang diletakkan tegak lurus pada bagian

vestibulum. Tuber dalam, bila kaca mulut terbenam lebih dari setengahnya. Tuber

sedang, bila kaca mulut terbenam setengahnya. Tuber rendah, bila kaca mulut

11

terbenam kurang dari setengahnya. Tuber yang sangat besar tidak menguntungkan,

dan bila bilateral bisa dilakukan bedah yang disebut Tuberektomi. Tapi, bila tuber

kecil dapat diatasi dengan mengubah-ubah arah pemasangan protesa atau dengan

pembuatan relief. (drg. Haryanto A. Gunadi. Hipokrates. 1991:126)

18) Exostosis

Merupakan tonjolan tulang yang tajam pada prosesua alveolaris dan

menyebabkan rasa sakit pada pemakaian protesa. Pada tonjolan yang tajam dan besar,

tidak dapat diatasi dengan relief, maka perlu tindakan bedah. (drg. Haryanto A.

Gunadi. Hipokrates. 1991:127)

19) Lidah

Posisi lidah menurut klasifikasi Wright dapat dibagi menjadi 3 kelas, yaitu:

1. Kelas I → lidah berada pada posisi normal. Ujung lidah bersandar rileks di area

permukaan lingual gigi-gigi anterior rahang bawah. Tepi lateral lidah berkontak

dengan permukaan lingual gigi-gigi posterior rahang bawah dan basis gigi tiruan.

2. Kelas II → tepi lateral lidah pada posisi yang normal, namun ujung lidahnya

menggulung ke atas atau ke bawah.

3. Kelas III → lidah pada posisi tertarik (retracted position). Ujung lidah tidak

menyentuh gigi-gigi atau ridge rahang bawah. Sebagian besar dasar mulut dapat

terlihat. Karena posisinya yang tertarik, lidah terlihat seperti membentuk sudut.

Gambar 2.1 : (kiri) posisi lidah normal rahang tidak bergigi, (kanan) posisi normal

lidah pada rahang bergigi (Suryandari, astri. 2007)

12

Posisi lidah kelas I merupakan posisi lidah yang ideal karena pada kondisi ini

terdapat ketinggian dasar mulut yang adekuat sehingga sayap lingual basis gigi tiruan

dapat berkontak dengan lidah dan menjaga peripheral seal gigi tiruan. Sedangkan

pada kondisi posisi lidah kelas II dan terutama kelas III, dasar mulut pada umumnya

terlalu rendah sehingga lidahtidak dapat berkontak dengan sayap lingual basis gigi

tiruan dan menyebabkan kurangnya retensi pada gigi tiruan. Menurut Wright, hampir

30% orang memiliki posisi lidah abnormal (retracted tongue). Posisi lidah abnormal

(retracted tongue) ini juga muncul pada sekitar 35% dari pasien tak bergigi, sehingga

menimbulkan masalah serius pada retensi dan stabilitas gigi tiruan penuh rahang

bawah. (Suryandari, astri. 2007).

Keadaan posisi lidah ini dapat dikaitkan dengan ketinggian dasar mulut. Hasil

studi Wright Corwin menunjukkan bahwa jika lidah berada pada posisi normal, maka

dasar mulut juga berada pada ketinggian normal. Jika dasar mulut rendah, maka posisi

lidah juga rendah dan berada di bawah permukaan oklusal gigi-gigi rahang bawah.

(Suryandari, astri. 2007).

20) Retromylohyoid

Daerah ini sangat penting untuk retensi protesa. Pemeriksaan dilakukan pada

daerah lingual di belakang gigi M2 dan M3 rahang bawah dengan menggunakan kaca

mulut nomor tiga. Retromylohyoid dalam, bila kaca mulut terbenam lebih dari

setengahnya. Retromylohyoid sedang, bila kaca mulut terbenam kira-kira

setengahnya. Retromylohyoid dangkal, kaca mulut terbenam kurang dari setengahnya.

(drg. Haryanto A. Gunadi. Hipokrates. 1991:127)

21) Keterangan-keterangan lain

Pada bagian ini diperiksa kepekatan saliva dan kemungkinan adanya pigmentasi.

13

2.2 Rencana Perawatan

2.2.1 Faktor pertimbangan Dalam Rencana Perawatan :

a. Faktor Personal

Yang perlu diperhatikan pada pasien :

1) keinginan atau ketidakpuasan terhadap protesa

2) kesehatan dan pola hidup pasien

3) kondisi dan kesehatan jaringan oral dan perioral

4) tidak adekuatnya protesa yang digunakan.

Selain itu, faktor personal yang perlu dipertimbangkan adalah:

1) faktor sosial ekonomi, memperhatikan biaya pembuatan dan pemeliharaan

2) faktor umur, restorasi protesa dapat direkonstruksi pada pasien dengan semua umur.

3) faktor pengalaman, faktor pengalaman hidup sehari-hari dapat mengubah rencana

terbaik untuk perawatan dan sering tidak bisa dihindari, seperti :

a) pekerjaan

b) profesi

c) status sosial

d) lingkungan

b. Faktor Fisik

1) Tulang

Faktor klinis yang berhubungan dengan resorpsi tulang bervariasi. Kategori

menurut Atwood adalah :

a) faktor anatomi :

(1) ukuran, bentuk dan densitas ridge

(2) karakteristik dan ketebalan mukosa penutup

(3) hubungan ridge

14

(4) jumlah dan kedalaman alveolar

b) faktor metabolik.

segala faktor nutrisi, hormonal dan metabolik lainnya yang mempengaruhi

aktivitas relative selular pembentuk tulang (osteoblas) dan peresorpsi tulang

(osteoklas).

c) faktor fungsional.

frekuensi, intensitas, durasi, serta direksi pengalikasian tekanan pada tulang yang

mempengaruhi densitas (resorpsi dan deposisi) pada tulang.

d) faktor protesa.

banyaknya teknik, material, prinsip, konsep, dan praktek termasuk ke faktor

protesa.

2) Faktor kontrol

Tiga hal yang termasuk ke bagian faktor kontrol adalah :

a) genetik

b) sistemik

c) lokal

yang termasuk bagian ini yaitu :

a) faktor biomekanika

b) faktor neurotropik

c) vascular

d) enzim dan PH

e) potensial bioelektrik

f) tekanan udara

g) suhu(temperatur)

h) persarafan

i) reflek neuromuscular

15

3) Faktor prostetik

Perkembangan dan pemeliharaan prosesus alveolar secara langsung berkaitan

dengan erupsi dan hadirnya gigi geligi. Dua konsep yang diperhatikan mengenai

hilangnya residual bone yang tidak dapat dihindari:

Satu pendapat bahwa saat gigi hilang akan adanya variasi perkembangan

hialngnya residual bone. Satu pendapat lainnya mengatakan bahwa hilangnya

resdual bone belum tentu akibat hilangnya gigi geligi.

4) Gigi

Harus dievaluasi secara seksama terlebih dahulu:

a) Jumlah gigi

b) Lokasi gigi di dalam lengkung

c) Posisi individual gigi

d) Mobilitas dan vitalitas

e) Rasio mahkota akar

f) Ukuran dan bentuk akar

g) Kerentanan adanya karies

h) Keterlibatan patologis

i) Kondisi bidang oklusal gigi yang tersisa

j) Morfologi yang mempengaruhi perawatan dan tipe protesa yang digunakan.

5) Jaringan Lunak

Karakteristik dan respon perlu dipertimbangkan untuk retensi, persepsi,

stabilitas dari protesa yang akan digunakan. Sedangkan pola sensori pada jaringan

pendukung khususnya penting dalam pemakaian gigi tiruan.

16

2.2.2 Rencana Perawatan

Ada dua tahapan dalam rencana perawatan:

a. Pre gigi tiruan :

1) oral surgery, misalnya, adanya Sisa Akar dan gigi impaksi dapat Ekstraksi

(pencabutan gigi)

2) konservasi gigi, misalnya;

a) Pulpitis Reversibel, dapat dilakukan pupl capping. Pulp capping adalah

aplikasi selapis atau lebih material pelindung untuk perawatan pulpa yang

terbuka, misalnya hidroksida kalsium untuk merangsang pembentukan dentin

reparative. Selain itu, karies superfisial dapat dilakukan tumpatan.

b) Pulpitis Irreversibel, dapat dilakukan pulpektomi. Pulpektomi adalah

pembuangan pulpa vital di bagian mahkota gigi agar vitalitas pulpa dibagian

akar tetap terpelihara.

c) Nekrosis Pulpa, dapat dilakukan Endo Intrakanal

3) Periodontology, misalnya;

a) Gingivitis

Scalling dan root planning dilakukan untuk membersihakan sementum nekrosis

dan kalkulus di permukaan akar serta menghaluskan permukaan akar.

b) Periodontitis

Scalling dan root planning dilakukan untuk membersihakan sementum nekrosis

dan kalkulus di permukaan akar serta menghaluskan permukaan akar. Kuretase

dilakukan untuk membersihkan permukaan dalam dinding jaringan lunak poket

yang tujuannya untuk mengembalikan perlekatannya.

4) oral medicine, perawatan secara medikamen seperti pemberian obat anti fungi

untuk candidiasis oral, dll.

5) ortodontik

17

6) restorasi gigi

7) penyakit umum

8) pembersihan mulut

b. Pembuatan gigi tiruan :

1) Pembuatan sendok cetak perseorangan dan border molding

2) Penentuan dimensi vertikal dan relasi sentrik

3) Penyusunan gigi

4) Mencoba gigi tiruan

5) Kontrol setelah pemasangan

6) Cek oklusi dan artikulasi

18

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Mobilitas Gigi dan Pemeriksaannya

Derajat pergerakan gigi ditentukan oleh 2 faktor, yaitu tinggi jaringan pendukung dan

lebarnya ligamentum periodontal. Kegoyangan gigi dapat terjadi akibat berkurangnya tinggi

tulang alveolar, atau karena pelebaran ligamentum periodontal, dapat pula merupakan

kombinasi keduanya. Kegoyangan juga terjadi karena kerusakan tulang angular akibat

keradangan atau penyakit periodontal lanjut. Trauma oklusi dapat memperberat kehilangan

perlekatan dan bertambahnya kerusakan tulang serta meningkatkan kegoyangan gigi.

Ada 4 macam derajat kegoyangan pada gigi :

a. Derajat 1 : bila penderita merasakan adanya kegoyangan gigi, tetapi operator tidak

melihat ada kegoyangan

b. Derajat 2 : gigi terasa goyang dan terlihat goyang, pemeriksaannya dapat

menggunakan alat, berupa ujung pegangan kacamulut ataupun pinset.

Gambar 3.1 : pemeriksaan kegoyangan gigi menggunakan alat (diambil dari: Rateitschak,

K.H, Rateitschak., E.M, Wolf, H.F., Hassell, T.M., 1985, Color Atlas of Periodontology)

c. Derajat 3 : kegoyangan gigi ke arah horizontal oleh lidah

d. Derajat 4 : kegoyangan gigi ke arah horizontal dan vertikal oleh lidah

(Depkes. R.I., 1996)

e. Gigi lepas (Avusi)

Gigi lepas sebelum waktunya, karena sakit kalau dipakai untuk mengunyah dan

19

menggigit makanan sehingga fungsinya hilang (Depkes, R.I., 1994).

3.2 Penanganan Pasien Anemia

Anemia adalah defisiensi kuantitas maupun kualitas darah yang dimanifestasikan

dengan berkurangnya jumlah eritrosit dan hemoglobin. Ada 4 tipe, yaitu:

a. anemia makrositik hiperkromik (pernicious anemia);

b. anemia mikrositik hipokromik (iron def. anemia)

c. sickle cell anemia;

d. anemia normositik-normokromik (hemolytic/aplastic)

Anemia yang berperan dalam etiologi penyakit gingiva dan periodontal adalah anemia

aplastik. Anemia aplastik merupakan suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai

dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang. Pada anemia aplastik terjadi

penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia,

anemia, granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia. Istilah anemia aplastik sering

juga digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab

apapun.

Pada pembahasan kasus Prostodontia ini anemia mempengaruhi kecepatan resobrsi

tulang alveolar sehingga pasien dengan penyakit anemia ini harus menggunakan geligi tiruan

yang tidak ber cups, agar beban fungsional atau mastikasi dapat di terima secara merata.

Adanya beban yang berlebih atau tidak merata akan menstimuli aktifitas osteoklast, sehingga

akan memperparah resorpsi tulang alveolar pada penderita anemia. Pada tipe anemia ini

kerentanan gingiva terhadap inflamasi meningkat karena terjadinya neutropenia, yang

membuat jaringan gingiva mudah sekali terkena infeksi. Adanya inflamasi inilah yang

menyebakan terjadinya resorbsi tulang alveolar oleh activitas mediator radang pro inflamasi.

Beberapa faktor host yang dikeluarkan oleh sel inflamasi dapat menyebabkan resorpsi tulang

secara in vitro dan berperan dalam penyakit periodontal, termasuk prostaglandin dan

prekursornya, interleukin 1- dan -β,dan Tumor Necrosis Factor (TNF)- yang dihasilkan oleh

host. Iritasi gingiva juga dapat mempengaruhi kenyamanan penggunaan gigi tiruan. Pasien

mengeluh kesakitan pada saat menggunakan gigi tiruan di rongga mulut, hal ini karena

jaringan mukosa yang tidak tahan terhadap gigi tiruan. Greenberg melaporkan suatu kasus

lesi-lesi dalam rongga mulut akibat anemia kebanyakan adalah makula eritema yang

20

mengenai mukosa bukal dan labial, papila lidah mengalami atrofi ringan dan kadang-kadang

terdapat eritema yang terlokalisir.

Selain itu, pada pasien anemia akan terjadi kurang nya suplai nutrisi yang dibutuhkan

sehingga dapat mengakibatkan asupan ion-ion kalsium dan elektrolit yang harusnya

disalurkan oleh sel darah untuk di aposisikan ke dalam matrix tulang oleh osteoblast

terganggu pula, akibatnya terganggu pula keseimbangan kerja dari osteoblast dan osteoklas

dalam remodeling tulang alveolar. Osteoklas lebih aktif daripada osteoblast sehingga terjadi

resorbsi tulang alveolar. Nutrisi- nutrisi yang dibutuhkan tulang alveolar tersebut meliputi :

a. Ion- ion kalsium yang berfungsi untuk mineralisasi tulang.

b. Vitamin D fungsi biologis utama adalah mempertahankan konsentrasi kalsium dan

fosfor serum dalam kisaran normal dengan meningkatkan efisiensi usus halus untuk

menyerap mineral-mineral tersebut dari makanan. Efek paling dini dari kekurangan

vitamin D yang akut adalah terlihat garis-garis mineralisasi yang terganggu pada

dentin. Defisiensi vitamin D menyebabkan mineralisasi tidak sempurna. Defisiensi

vitamin D dan kalsium menyebabkan resorpsi tulang.

c. Vitamin C fungsi vitamin C antara lain adalah sebagai antioksidan yang larut dalam

air dan juga berperan dalam berbagai reaksi hidroksilasi yang dibutuhkan untuk

sintesis kolagen, karnitin dan seronin. Adanya defisiensi vitamin C menghambat

susunan osteoid yang merusak fungsi Osteoblast, sedangkan osteoklast secara

fisiologis akan terus mengadakan resorpsi.

d. Protein, defisiensi protein berperan sebagai faktor sistemik karena menghambat

duferensiasi sel jaringan ikat menjadi osteoblast. Yang jelas faktor ini hanyalah

memperhebat destruksi yang disebabkan bakteri plak.

e. Mineral, beberapa bahan mineral seperti magnesium dan fluor di perlukan dalam

kesehatan gigi geligi. Kehilangan salah satu mineral dapat mnyebabkan resorpsi

tulang alveolar, pelebaran ruang periodontal dan kehilangan gigi.

21

3.3 Diagnosa dan Rencana Perawatan

Pemeriksaan Intra Oral

8 7 6^ 5 4 3* 2* 1* 1* 2* 3* 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 /3/ /2/ /1/ /1/ /2/ /3/ /4/ 5 6 7 8

Keterangan: * : Gigi Hilang

: Resesi Gingiva

^ : Karies superficial

// : Gigi Goyang o3

_ : Resorbsi tulang alveolar

Diagnosa

1 Partial Edentoulus Ridge : 11, 12, 13, 21, 22, 23

2 Peridontitis Kronis : 17, 24, 25, 26, 27, 28, 31, 32, 33, 34, 41, 42, 43

3 Pulpitis Reversibel : 16

4 Gingivitis : 14, 15, 18, 35, 36, 37, 38, 44, 45, 46, 47, 48

Rencana Perawatan

1 Bedah Mulut

Gigi goyang o3 (31, 32, 33, 34, 41, 42, 43) → Ekstraksi Gigi

2 Periodontia

a. Gingivitis pada gigi 14, 15, 18, 35, 36, 37, 38, 44, 45, 46, 47, 48 →Scaling

supragingiva dan pemberian nutrisi vitamin C

b. Periodontitis Kronis pada gigi 17, 24, 25, 26, 27, 28, 31, 32, 33, 34, 41, 42, 43 →

Bone graft untuk merangsang pertumbuhan tulang baru, root planning, flap replaced

place, atau flape reposisi apikal

3 Konservasi

Pulpitis Reversibel pada gigi 16 → tumpatan dengan bahan Glass Ionomer atau Komposit

pada bagian superfisialnya

4 Prostodotia

Edentulus radge pada gigi 11, 12, 13, 21, 22, 23 dan pada gigi 31, 32, 33, 34, 41, 42, 43

yang telah di ekstraksi → gigi tiruan sebagian lepasan

22

3.4 Fungsi Pemeriksaan Anatomical Landmark

Dalam pembuatan gigi tiruan perlu diketahui anatomical landmark dari muka, rongga

mulut, dan rahang. Bentuk dari Anatomical landmark dapat berfungsi sebagai retensi dan

stabilitator gigi tiruan.

Gambar 3.2 : anatomical landmark pada rahang tak bergigi (di ambil dari: Denta,

enamela. 2007)

23

1.4.1 Vestibulum

Dalam atau dangkalnya vestibulum mempengaruhi retensi dan stabilisasi

geligi tiruan. Pemeriksaan vestibulum dilakukan dengan kaca mulut nomor tiga dan

disebut dalam bila kaca mulut terbenam lebih dari setengahnya. Vestibulum sedang

dijumpai bila kaca mulut terbenam setengahnya dan menjadi dangkal bila bagian kaca

yang terbenam kurang dari setengahnya.

Pemeriksaan dilakukan pada region posterior dan anterior, terutama pada

bagian yang tak bergigi. Pengukuran dimulai dari dasar fornix sampai puncak ridge,

sedangkan pada daerah yang masih ada giginya, dasar fornix sampai ke tepi gingival.

1.4.2 Frenulum

Pemeriksaan frenulum meliputi tinggi rendahnya perlekatan masing-masing.

Frenulum lingualis pada rahang bawah dan frenulum labialis pada rahang atas atau

bawah merupakan struktur yang perlekatannya sering kali dekat dengan puncak

residual ridge. Perlekatan semacam ini akan mengganggu penutup tepi ( seal ) dan

stabilitas geligi tiruan. Letak perlekatan frenulum dapat digolongkan sebagai berikut :

Tinggi : bila perlekatan hampir sampai ke puncak residual ridge

Sedang : bila perlekatan kira-kira ditengah antara puncak ridge dan fornix

Rendah : bila perlekatannya dekat dengan fornix.

Frenulum yang terlalu tinggi dapat di eksisi agar tidak mengganggu stabilitas

basis gigi tiruan dan memungkinkan terjadinya patah pada basis gigi tiruan. Eksisi

frenulum disebut frenektomi

1.4.3 Tuber maksilaris

Tuber mempunyai peranan penting dalam memberikan retensi kepada suatu

geligi tiruan. Dengan sebuah kaca mulut nomer 3, yang diletakkan tegak lurus pada

bagian vestibulum, diamati :

1. Bila kaca mulut terbenam lebih dari setengahnya, hal ini dikatakan memiliki tuber

yang dalam.

24

2. Bila kaca mulut yang terbenam hanya setengahnya maka dikatakan kedalaman tuber

sedang.

3. Tuber dapat dikatakan rendah bila kaca mulut terbenam kurang dari setengahnya.

Tuber maksilaris kadang- kadang sedemikian besarnya sehingga merupakan

gerong yang sama sekali tidak menguntungkan. Bila kecil gangguan ini dapat diatasi

dengan mengubah- ubah arah pemasangan protesa atau dengan pembuatan rilif.

Sebaliknya, pada tuber yang besar dan bilateral biasanya suatu koreksi dengan

tindakan bedah menjadi pilihan. Kadang- kadang tindakan bedah ini cukup dilakukan

hanya pada satu sisi saja.

1.4.4 Torus Palatina dan mandibula

Tonjolan ini merupakan kelainan konginetal dengan permukaan licin dan tidak

begitu sakit seperti pada exostosis. Torus terletak pada tempat-tempat tertentu dan

terletak secara simetris, seperti pada garis tengah palatum sehingga disebut torus

palatinus. Kelainan ini juga dapat dijumpai pada region lingual premolar bawah dan

disebut torus mandibularis.

Penonjolan tulang seperti ini merupakan hambatan utama bagi kenyamanan

pemakaian geligi tiruan, karena mukosa yang terdapat di atas torus pada umumnya

tipis dan mudah kena trauma. Pada rahang atas, daerah torus biasanya dirilif atau bila

hal ini tidak mungkin dilakukan, bagian ini di bebaskan dari penutupan plat protesa.

Indikasi dari osteotomi pada torus palatinal adalah torus yang besar, torus yang

meluas sampai ke vibrating line, torus yang memiliki undercut. Sedangkan torus

mandibularis biasanya bilateral, pada permukaan lingual dari rahang bawah di daerah

bicuspid/ premolar dan molar, torus ini juga dapat dihilangkan dengan osteotomi agar

tidak mengganggu gigi tiruan.

1.4.5 Bentuk Palatum

Bentuk palatum keras dibagi menjadi bentuk Quadaratic, Ovoid, dan

Taperring. Bentuk palatum seperti “U”/ kuadratik adalah yang paling

menguntungkan. Bentuk ini memberikan stabilitas dalam jurusan vertical maupun

horizontal, sebaliknya bentuk tapering atau „V‟ memberikan retensi yang kurang baik.

25

1.4.6 Bentuk lengkung rahang.

Terdapat tiga bentuk lengkung rahang yaitu persegi, lancip, dan lonjong. Pada

ketiga bentuk ini tampak perbedaan dengan jelas. Pada rahang atas bentuk ini diikuti

oleh kedalaman atau bentuk palatum. Kedalaman pada bentuk persegi biasanya lebih

dangkal, pada bentuk lancip dalam dan pada bentuk lonjong agak dalam. Kegunaan

bentuk lengkung rahang menyangkut kemantapan dan kekokohan geligi tiruan.

Bentuk persegi dan lonjong lebih mantap dan kokoh disbanding dengan bentuk lancip.

1.4.7 Besar lengkung rahang.

Makin besar lengkung rahang maka akan makin baik karena gigi tiruan akan

makin retentive. Besar lengkung rahang atas dan bawah dapat bervariasi, biasanya

besarnya hampir sama shg gigi tiruan lebih pas. Besar lengkung rahang yang tak

sama, rahang bawah lebih besar dari rahang atas atau sebaliknya, akan menjadi

masalah dalam penyusunan gigi. Cara mengatasinya ialah dengan menyusun gigi

dengan sedemikian rupa shg gigi menjadi mantap.

1.4.8 Hubungan antara rahang atas dan bawah.

Kepentingan hubungan relasi rahang adalah untuk memberi pedoman pada

penyusunan gigi dengan tidak mengganggu estetik dan fungsi gigi tiruan..

1.4.9 Kesejajaran lingir RA dan RB.

Ini berguna untuk jarak kesejajaran lingir yg berfungsi untuk menentukan

panjang gigi. Jarak kesejajaran kira – kira antara 10-15 mm. karena kesejajaran ini

berhubungan dengan oklusi. Maka jaraknya harus tepat.

1.4.10 Batas jarak antara mukosa bergerak – tak bergerak.

Batas ini merupakan batas perluasan maksimal landasan gigi tiruan sekitar

rahang yang membatasi pinggiran gigi tiruan.

1.4.11 Retromylohyoid

Retromylohyoid dapat berfungsi memberikan stabilitas dan retensi bagi gigi

tiruan. Kedalaman retromylohyoid dipengaruhi oleh resorpsi tulang pada bagian

posterior. Retromylohyoid yang dangkal memberikan daya retentif yang kurang,

sedangkan jika dalam, sayap gigi tuiruan yang terlalu dalam juga dapat menimbulkan

26

efek negatif seperti terjadinya ulser. Retromylohyoid yang dangkal dapat diatasi

dengan peninggian tulang alveolar: seperti penanaman tulang, penggantian tulang,

atau pemasangan implan. Namun, hal ini kontra indikaso pada pasien dengan penyakit

sistemik dan orang tua dengan laju resorpsi tulang yang tinggi.

1.4.12 Eksostosis

Eksostosis merupakan tonjolan tulang yang tajam, yang nantinya jika gigi

tiruan digunakan akan menyebabkan rasa sakit pada daerah eksostosis tersebut.

Eksostosis biasanya banyak terdapat pada daerah anterior mandibula dan

penanganannya adalah reduksi puncal alveolar yang disebut alveoplasti.

27

BAB IV

KESIMPULAN

1. menurut depkes RI, pemeriksaan gigi goyang dapat dilakukan sebagai berikut, pada

gigi goyang derajat 1 pasien merasa gigi goyang secara subyektif, gigi goyang derajat 2

dapat diperiksa dengan bantuan alat, derajat 3 dan 4 dengan bantuan lidah.

2. pembuatan gigi tiruan bagi pasien anemia harus yang tidak memiliki cusp atau

tonjolan. Hal ini karena beberapa pasien anemia memiliki status periodontal yang buruk,

sehingga keradangan tersebut dapat memicu kerja osteoklas. selain itu keterbatasan

nutrisi membuat resorpsi lebih dominan daripada remineralisasi. Pasien anemia juga

sedikit sulit beradaptasi dengan gigi tiruan karena mukosanya yang rapuh.

3. diagnosa dan rencana perawatan pada kasus diatas adalah sebagai berikut

a. Bedah Mulut, Gigi goyang o3 (31, 32, 33, 34, 41, 42, 43) → Ekstraksi Gigi

b. Periodontia, Gingivitis pada gigi 14, 15, 18, 35, 36, 37, 38, 44, 45, 46, 47, 48 →Scaling

supragingiva dan pemberian nutrisi vitamin C. Periodontitis Kronis pada gigi 17, 24, 25,

26, 27, 28, 31, 32, 33, 34, 41, 42, 43 → Bone graft untuk merangsang pertumbuhan

tulang baru, root planning, flap replaced place, atau flape reposisi apikal

c. Konservasi, Pulpitis Reversibel pada gigi 16 → tumpatan dengan bahan Glass Ionomer

atau Komposit pada bagian superfisialnya

d. Prostodotia, Edentulus radge pada gigi 11, 12, 13, 21, 22, 23 dan pada gigi 31, 32, 33,

34, 41, 42, 43 yang telah di ekstraksi → gigi tiruan sebagian lepasan

4. anatomical landmark dapat berfungsi sebagai stabilitas dan retensi bagi gigi tiruan.

Funsi pemeriksaannya sendiri untuk mengetahui bentuk- bentuk dari anatomical

landmark tertentu yang fungsinya untuk menentukan kuat tidaknya retensi ataupun

stabilisasi.

28

No. Struktur anatomical

landmark

Fungsi Penanganan pada

kelainan retensi stabilisasi

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Vestibulum

Frenulum

Torus palatinus

Tuberkel sulcus

Tuber maksila

Bentuk dalam palatum

Retromolar pad

Retromylohyoid ridge

area

Retromylohyoid

Ya

Ya

Tidak

Ya

Ya

Tidak

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Peninggian alveolar

bone dengan bone

graft atau memakai

implan

Frenektomi

Besar : torektomi,

kecil atau sedang :

relief of chamber

Bedah tulang

(alveoplasti) untuk

mengurangi

kedalaman sulkus

Pengurangan dengan

bedah (osteoplasti)

-

Pengurangan dengan

bedah

-

Bone graft, pengganti

tulang, dan implan

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Bolender, Zarb. Prosthodontic Treatment for Edentelous Patient. Twelfth

Edition.Elsevier.

2. Budzt, Ejvind. Diagnosis and treatment Prostodontics for the elderly. 1999.

Switzerland : Quintessence Publishing Co, Inc.

3. Carranza F. A., Henry H. T., Michael G. N. 2002. Clinical Periodontology 9th ed. W.

B. Saunders Co, Philadelphia.

4. Denta, enamela. 2007. Kedalaman ruang retromylohyoid berdasarkan usia dan jenis

kelamin pada pasien gigi tiruan penuh rahang bawah yang datang ke klinik

prostodonsia RSGMP FKG UI periode januari 2005- juni 2007. Skripsi. Available

from : url : http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/

5. Gunadi, Haryanto. 1991. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan Jilid I.

Jakarta: Hipokrates.

6. Gunadi, Haryanto A. 1995. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan. Jilid II.

Hipokrates.

7. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7956/1/960600073.pdf

8. http://ocw.usu.ac.id/course/download/6110000048-periodonsia-

i/pe_142_slide_etiologi_penyakit_gingiva_dan_periodontal1.pdf:

9. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7956/1/960600073.pdf

10. Laney, R William. Diagnosis and treatment in prosthodontics. 1983. Philadelphia: Lea

& Febiger.

11. Phoenix,Rodney D.2002.Clinical Removable Partial Prosthodontics. Third edition.

Quintessence Publishing Co,Inc.

12. Rateitschak, K.H, Rateitschak., E.M, Wolf, H.F., Hassell, T.M., 1985, Color Atlas of

Periodontology, Georg Thieme Verlag Sturrgart, New York

13. repository.usu.ac.id

14. Shadduck RK. Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et al (eds). William

Hematology 7th ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007.

15. Shillingburg T, Hebberg. Fundamental of Fixed Prosthodontics. Third Edition. 1997.

Quintessence Publishing Co,Inc.

16. Soeroso, yuniarti. 1996. Peranan splin permanen pada perawatan periodontal. Cermin

Dunia Kedokteran No. 113, 1996. Available from: url:

30

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06PerananSplinPermanendalamPerawatanPerio

dontal113.pdf/06PerananSplinPermanendalamPerawatanPeriodontal113.html. diakses

tanggal: 10 april 2011

17. Suryandari, astri. 2007. Posisi lidah menurut klasifikasi wright berdasarkan usia dan

jenis kelamin pada pasien gigi tiruan penuh rahang bawah yang datang ke klinik

prostodonsia RSGMP FKG UI periode januari 2005- juni 2007 .Skripsi. Available

from: url:

http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=127521&lokasi=lokal

18. Young NS, Maciejewski J. Aplastic anemia. In: Hoffman. Hematology : Basic

Principles and Practice 3rd ed. Churcil Livingstone, 2000;153-68.