BAB I-6 baru elsita Kamis.docx

110
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masih tingginya angka kematian ibu di Indonesia memperlihatkan rendahnya pelayanan kesehatan yang diterima oleh perempuan serta rendahnya akses informasi yang dimiliki. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan diseluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin. Artinya setiap menit ada satu perempuan yang meninggal. Sebuah kematian seharusnya tidak perlu terjadi dan dapat dihindari. Bercermin dari realita diatas, sudah seyogyanya kita semua memperhatikan pentingnya kesehatan perempuan itu sendiri (BKKBN,2009).

Transcript of BAB I-6 baru elsita Kamis.docx

69

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masih tingginya angka kematian ibu di Indonesia memperlihatkan rendahnya pelayanan kesehatan yang diterima oleh perempuan serta rendahnya akses informasi yang dimiliki. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan diseluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin. Artinya setiap menit ada satu perempuan yang meninggal. Sebuah kematian seharusnya tidak perlu terjadi dan dapat dihindari. Bercermin dari realita diatas, sudah seyogyanya kita semua memperhatikan pentingnya kesehatan perempuan itu sendiri (BKKBN,2009). Menurut WHO data AKI pada tahun 2008 sebanyak 500.000 / 100.000 kelahiran hidup. Menurut data ASEAN,AKI pada tahun 2008 yaitu 170.000 / 100.000 kelahiran hidup (WWW.kompas.com2008)

1Kasus kematian ibu melahirkan di Indonesia saat ini tergolong sangat tinggi yaitu mencapai 288 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun sebelumnya Indonesia mampu melakukan penurunan dari angka 300 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Melenium Depvelopmen Goal (MDG) kematian ibu melahirkan ditetapkan pada angka 103.000 per 100.000 kelahiran hidup. Pemerintah Indonesia terus berusaha untuk melakukan penurunan kematian ibu melahirkan dimana angka kematian akibat ibu melahirkan ditargetkan turun menjadi 103 per 100.000 kelahiran pada 2015 (Sabili 2010).Saat ini persalinan dengan Sectio Caesaria bukan hal yang baru lagi bagi para ibu dan golongan ekonomi menengah keatas. Hal ini terbukti meningkatnya angka persalinan dengan Sectio Caesaria di Indonesia dari 5 % menjadi 20 % dalam 20 tahun terakhir. Dan tercatat 17,665 angka kelahiran terdapat 35.7 % - 55.3 % ibu melahirkan dengan proses Sectio Caesaria (kasdu,2003). Peningkatan persalinan dengan Sectio Caesaria ini disebabkan karena berkembangnya indikasi dan makin kecilmnya resiko dan mortalitas pada Sectio Caesaria yang didukung dengan teknik operasi anastesi serta ampuhnya antibiotic (Mochtar,2005).Untuk rumah sakit pendidikan atau rujukan angka Sectio Caesaria tidak lebih dari 20 % dari total persalinan per tahun sedangkan bagi rumah sakit non pendidikan lebih dari 15 % dari total persalinan dalam setahun (birza 2003). Peningkatan Sectio Caesarea diduga disebabkan karena teknik dan fasilitas operasi bertambah baik, opersi berlangsung lebih asepsis, teknik anastesi bertambah baik, kenyamanan pasca operasi dan lama rawat yang bertambah pendek. Pada tahun 2005 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Propensi Lampung sebagai rumah sakit rujukan mempunyai angka kejadian rata-rata 41,2 % (Medikal Article,2009).Angka kejadian Sectio Caesaria di RSIA Mutiara Hati pada tahun 2010 sebesar 85,9% (244 persalinan Sectio Caesaria) dari 284 total persalinan dan pada tahun 2011 cukup tinggi yaitu sebesar 92,6% (dari 390 persalinan Sectio Caesaria ) dari 421 total persalinan.Dampak dari resiko kesehatan paska Sectio Caesaria ini cukup berarti seperti infeksi, pendarahan, luka pada organ, komplikasi dari obat bius dan kematian (www.Human Medicine.com.2009). lebih dari 85 % Sectio Caesaria disebabkan karena adanya riwayat Sectio Caesaria sebelumnya, distosia persalinan, gawat janin, dan presentasi bokong. Angka mortalitas ibu pada Sectio Caesaria efektif adalah 2,8 % sedangkan untuk Sectio Caesaria emergensi mencapai 30 % (Pangastuti,2003).Disamping itu ada beberapa komplikasi yang diduga sebagai penyebab terjadinya persalinan Sectio Caesaria seperti KPD sebanyak 19.5 % - 27,3 % pendarahan hebat sebanyak 11,9 % - 21 % kelahiran sungsang sebanyak 2,4% dan sisanya dilakukan tanpa pertimbangan medis sekitar 13,8 % . Meskipun data ini tidak bisa mencerminkan seluruh kondisi yang ada di Indonesia tetapi dapat menggambarkan bahwa kejadian Sectio Caesaria di Indonesia cukup tinggi. (Kasdu,2003).Untuk mengurangi kejadian Sectio Caesaria, pengurus Ikatan Dokter Indonesia melakukan pemantauan terhadap tindakan persalinan dengan Sectio Caesaria. Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kejadian Sectio Caesaria yaitu edukasi yang berkesinambungan dari Organisasi Profesi Dokter (IDI dan POGI) kepada para anggotanya dan juga kepada masyarakat, dilakukan audit medic secara berkala disetiap rumah sakit, pasien perlu diberi kesempatan untuk mencari second opinion dari dokter lain pada kasus sectio Caesaria yang efektif (terencana), panduan dan rekomendasi dari organisasi profesi untuk melakukan observasi dan percobaan persalinan pervaginam bagi pasien yang pernah menjalani Sectio Caesaria pada persalinan sebelumnya (VBAC = Vaginal Birth After Caesarian), perubahan atmosfir tuntunan hukum, insentif tambahan bagi persalinan pervaginam terutama pada kasus-kasus yang pernah menjalani Sectio Caesaria sebelumny.(hhtp://med.unhas.ac.id/obgin). Diakses 8 April 2010.Hasil pra survey yang dilakukan di RSIA Mutiara Hati pada bulan maret sampai april, dengan kasus sectio caesaria yang disebapkan karena ketuban pecah dini ( KPD ), pendarahan hebat, kelahiran sungsang pada tahun 2010 sebesar 284 ( 85,9 %) dan pada tahun 2011 390 (92,6 %) yaitu terjadi kenaikan angka Sectio Caesaria sebesar 6,7 % dalam 1 tahun. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan Sectio Caesaria dalam tahun 2011.

1.2. Identifikasi MasalahBerdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:1. Tingginga angka kematian ibu hamil2. Rendahnya pelayanan kesehatan yang diterima oleh perempuan hamil.3. Dampak dari resiko kesehatan paska Sectio Caesaria.

1.3. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas maka penulis ingin mengetahui bagaimana gambaran karakteristik ibu bersalin dengan Sectio Caesaria di RSIA Mutiara Hati tahun 2011.

1.4 Tujuan Penelitian1.4.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan Sectio Caesaria di RSIA Mutiara Hati 2011.

1.4.2 Tujuan Khusus1. Mengetahui prevalensi Sectio Caesaria di RSIA Mutiara Hati periode 2011 2. Mengetahui distribusi frekuensi ibu bersalin dengan Sectio Caesaria berdasarkan indikasi di RSIA Mutiara Hati periode 20113. Mengetahui distribusi frekuensi ibu bersalin dengan Sectio Caesaria berdasarkan umur di RSIA Mutiara Hati periode 20114. Mengetahui distribusi frekuensi ibu bersalin dengan Sectio Caesaria berdasarkan paritas di RSIA Mutiara Hati periode 20115. Mengetahui distribusi frekuensi ibu bersalin dengan Sectio Caesaria berdasarkan pendidikan di RSIA Mutiara Hati periode 20116. Mengetahui distribusi frekuensi ibu bersalin dengan Sectio Caesaria berdasarkan pekerjaan di RSIA Mutiara Hati periode 20111.5 Manfaat Penelitian1.5.1 Bagi Rumah SakitPenelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk mengetahui indikasi persalinan Sectio Caesaria di RSIA Mutiara Hati digunakan sebagai perbandingan antara penelitian sekarang dan yang akan datang.

1.5.2 Bagi Institusi PendidikanPenelitian ini bisa digunakan untuk pembelajaran dan dokumentasi untuk perpustakaan sehingga dapat digunakan sebagai contoh untuk penyusunan karya tulis ilmiah selanjutnya tentang gambaran karakteristik ibu bersalin dengan sectio caesarea.

1.5.3 Bagi PenulisHasil penelitian ini bermanfaat bagi penulis dalam mengembangkan ilmu yang didapat dikelas dan diperaktekkan dalam situasi yang nyata, serta dalam rangka untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan.

1.5.4 Bagi MasyarakatSebagai salah satu bahan informasi bagi masyarakat tentang gambaran karakteristik ibu bersalin dengan sectio caesarea.

1.6 Ruang LingkupPenelitian ini mengunakan metode deskriptif dan pengambilan data sekunder yang dilihat melalui medical record bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran karakteristik para ibu bersalin dengan Sectio Caesaria di RSIA Mutiara Hati Gading Rejo Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung pada periode tahun 2011. Subjek ini berdasarkan pada : umur, paritas, pendidikan, pekerjaan. Pada objek yaitu ibu dengan Sectio Caesaria di RSIA Mutiara Hati, penelitian dilakukan dari bulan juni sampai juli tahun 2012.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sectio Caesaria2.1.1 Pengertian Sectio CaesariaSectio Caesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui satu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 garam (Angsar, 2007 ). Sectio Caesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam kedaan utuh serta berat janin diatas 500 garam (Prawirohardjo, 2007). Sectio Caesaria didefinisikan sebagai kelahiran janin melalui insisi pada dinding perut dan rahim arterior (Newnham, 2011).Berdasarkan pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa Sectio Caesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan dengan membuka dinding perut dan dinding uterus yang masih utuh serta berat janin diatas 500 gram.

2.1.2 Jenis-jenis Sectio CaesariaBila terjadi kesukaran dalam memisahkan kandung kencing untuk mencapai segmen bawah rahim, misalnya karena adanya perlengkapan-perlengkapan akibat pembedaan Sectio Caesaria yang lalu, atau adanya tumor-tumor didaerah sekmen bawah rahim.a. Janin besar dalam letak lintangb. Plasenta previa dengan insersi plasenta di dinding depan segmen bawah rahimc. Sectio Caesaria trasperitoneal profunda (Supra Serficalis = lower segmen caesarean section).d. Sectio Caesaria diikuti dengan histirektomi ( caesarean hysterectomy = seksio histerektomi )e. Sectio Caesaria menurut (Husodo, 2007).

2.1.3 Indikasi Sectio CaesariaIndikasi Sectio Caesaria menurut (Husodo, 2007).2.1.3.1 Indikasi Ibu1. Preklamsia dan eklamsiaPre-Eklamsi dapat digolongkan kedalam pre-eklamsi ringan dan pre-eklamsi berat. Pada penelitian Rhamdani tahun 2006 seksio sesaria atas indikasi pre-eklamsia di BRSD Cibinong Bogor sebanyak 27 Kasus (41,5%).

a. Pre-eklamsi ringan Pre-eklamsi ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau oederma setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbut sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trifoblas.

b. Gejala klinis pre-eklamsia ringan 1) Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastole 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastole 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg. 2) Proteiuria secara kuantitif lebih dari 0,3 gram/liter dalam 24 jam atau secara kualitatatif positif 2 (+2)3) Oedema pada pretibia, dinding abdomen, lumboskral, wajah atau tangan.

c. Pemeriksaan dan diagnosis :1) Kehamilan lebih dari 20 mingguKenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemerikasaan dua kali selang 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit)2) Oederma tekan pada tungkai ( pretibia ), dinding perut , lumbosakral, wajah atau tungkai 3) Protenuria lebih dari 0,3 gram/liter/24 jam kualitatif (++)

d. Penatalaksanaan1) Penatalaksanaan rawat jalan pre-eklamasi ringan a) Banyak istirahat (berbaring atau tidur miring)b) Diet: cukur protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam c) Sedative ringan : tablet Phenobarbital 3 x 20 mg atau diazepam 3 x 2 mg per oral selama 7 harid) Roborantia e) Kunjungan ulang setiap 1 minggu f) Pemeriksaan laboraturium : hemoglobin, trombosit, urine lengkap, asam urat darah, fungsi hati dan fungsi ginjal.

2) Penatalaksanaan rawat inap pasien pre-eklamsia) Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukan adanya perbaikan dari gejala-gejala pre-eklamsi.b) Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih perminggu selama 2 kali berturut turut selama (2 minggu)

3) Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre-eklamsi berat seperti setelah 1 minggu perawatanya tidak ada perbaikan maka pre-eklamsi ringan dianggap sebagai pre-eklamsi berat dan apabila dirumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih pretermmaka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru pulang. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.

4) Perawatan obstetric pre-eklamsi ringan a) Kehamilan preterm ( < 37 minggu ), bila desakan darah mencapai normotentif selama perawatan, persalinan di tunggu sampai aterm dan bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotentif selama perawatan maka kehamilan dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih.b) Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih), persalinan di tunggu sampai terjadi onset persalinan atau pertimbangan untuk melakukan persalinan pada taksiran tanggal persalinan.c) Cara persalinan dapat dilakukan secara spoontan bila perlu memperpendek kala II.

2. Pre-eklamsi BeratPre-eklamasi berat adalah suatu komplikasi yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atauoederma pada kehamilan 20 minggu atau lebih.a. Gejala dan tanda-tanda pre-eklamsia berat :1) Tekanan darah sitolik > 160 mmHg2) Tekanan darah diastolic > 110 mmHg3) Peningkatan kadar enjim hati atau dan ikterus4) Trombosit < 100.000/mm35) Oliguria < 400ml/24 jam6) Proteinuria > 39/L7) Nyeri epigastrium8) Skoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat9) Pendarahan retina10) Ederma pulponum11) Koma (Wiknjsastro, 2006)

b. Penatalaksanaan : Perawatan aktifSedapat mungkin sebelum poerawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assessment (NST dan USG)

c. Indikasi1) Ibua) Usia kehamilan 37 minggu atau lebihb) Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklamsi, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setengah 24 jam perawatan medisial, ada gejala gejala status quo (tidak ada perbaikan)2) Janin a) Hasil fetal assessmen jelek (NST dan USG)b) Adanya tanda IUGR

d. Laboraturium Adanya HELLP syindrome (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar dan trombosittopenia)

e. Pengobatan Medisisal pasien pre-eklamasi berat adalah 1) Segera masuk kerumah sakit2) Tiarah baring miring ke satu sisi. Tanda fital di periksa setiap 30 menit, reflex patella setiap jam.3) Infuse dextrose 5%dimana sl liter diselingi dengan infuse RL (60-126cc/jam) 500cc.4) Antasida5) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam6) Pemberian obat anti kejang7) Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda oedema paru, payah jantung kongesif atau oederma anasark, diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.8) Anti hipertensi diberikan bila : desakan darah sistolik lebih dari 180 mmlHg, diastolic 110 mmhg atau MAP lebih dari 125 mmHg, bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obatan anti hipertensi parenteral (tetesan kontinyu) catapres injeksi. Dosis yang sering dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infuse atau pres tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet entihipertensi secara sublingual. Di ulang selama 1 jam maksimal 4-5 kali.9) Kardiotonika, indikasi bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.10) Lain-lain : konsul bagian penyakit dalam/ jantung dan mata ,obat-obatan antipiretik diberikan bila suhu rectal 38,5 oC, antibiotic diberikan atas indikasi (ampisilin 1 gr/6 jam /1.V/ hari ) dan anti nyeri diberikan bila kesakitan atau gelisah.

f. Pemberian Magnesium SulfatCara pemberian Magnesium sulfat :1) Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4 I.V 20% selama 5 menit di ikuti dengan MgSO4 (50%) 5 gr 1.M dengan 1 ml lignokalin 2 % 9 (dlam semprit yang sama). Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO42) Dosis pemeliharaan MgSO4 (50%) 5gr+lignokalin 2 % 1 ml I.M setiap 4 jam dan lanjutkan sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang terakhir.3) Sebelum pemberian MgSO4 periksa frekuensi pernafasan minimum 16x/menit , refleksi patella (+) dan urine minimal 30,1 / jam dalam 4 jamterakhir.

g. Pengobatan obstetricCara terminasi kehamilan yang belum inpartu1) Indikasi persalinan : Tetesan oksitoksin dengan syarat bila nilai bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart monitoring 2) Sectio Ccaesarea bila : fetal assessment, syarat tetesan oksitoksin dan 12 jam setelah dimulai tetesan oksitoksin belum masuk fase katif pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan section caesarea.

h. Perawatan konservatif 1) Indikasi : bila kehamilanpreterm < 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending eklamsi dengan keadaan janin baik2) Pengobatan medis sama dengan pengobatan medicinal pada pengobatan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intra venosus, cukup 1 M saja dimana 4 gram pada abokong kiri 4 gram pada bokong kanan 3) Pengobatan obstetrica) Selama perawatan konservatif observasi sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasib) MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre-eklamasia ringan selambat-lambatnya 24 jam.c) Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medis gagal dan harus diterminasi.d) Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4 20% 2 gram IV.e) Penderita dipulangkan bila penderita kembali ke gejala gejala /tanda-tanda pre-eklamasi ringan dan telah dirawat selama 3 hari dan bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre-eklamasi ringan (www.geocities .com)

3. EklamsiEklamsi adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan neurologik) dan/ atau koma dimanasebrlumnya sudah menunjukan gejala-gejala pre-eklamasi yaitu kehamilan lebih dari n20 minggu atau persalinan atau masa nifas, tanda-tanda pre-eklamasi (hipertensi, Oederma, dan proteinuria) kejang-kejang dan atau koma kadang-kadang disertai gangguan fungsi organa. Pemeriksaan dan diagnosis :1) Bardasarkan gejala klinis diatas 2) Pemeriksaan laboraturium : adanya protein dan urine, fungsi organ hepar, ginjal dan jantung serta fungsi hematologi.

b. Penatalaksanaan :Tujuan :1) Untuk menghentikan dan mencegah kejang 2) Mencegah dan mengatasi penyulit3) Sebagai penunjang untuk mencapai stabilitas keadaan seoptimal mungkin4) Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin

c. Pengobatan medisial :Sama seperti pengobatan pre-eklamasi berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka diberikan MgSO4 2 gram I.V selama 2 menit minimal 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan 1 kali saja. Bila selain dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan emobarbital / thiopental 3-5 mg/kg BB/IV perlahan-lahan. Perawatan bersama konsul bagian syaraf, penyakit dalam / jantung, mata, anatesi dan anak. Perawatan pada serangan kejang di kamar isolasi yang cukup terang / ICU.

d. Pengobatan obstetric1) Sikap dasar : semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri dengan tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.2) Bila diakhiri sikiap dasar : kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamik dan metabolism ibu. Stabilitas ibu dicapai dalam 4-8 jam setelah pemberian obat anti kejang terakhir, setelah kejang terakhir dan penderita mulai sadar (responsive dan orientasi)

1) Terminasi kehamilan :a) Apabila ada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri persalinan pervaginam dipenuhi maka persalinan tindakan dengan trauma yang minimal b) Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif, langsung dilakukan amnitomi lalu diikuti partograf. Bila ada kemacetan dilakukan seksio sesarea.c) Tindakan seksio sesarea dilakukan pada penderita belum inpartu, fase laten dan gawat janin.d) Tindakan sektio caesarea dikerjakan dengan mempaertimbangkan keadaan atau kondisi ibu.

4. Ketuban Pecah DiniKetuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan langsung. KPD merupakan masalah penting dalam obstetric berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi khorioamnionitis. Pecahnya ketuban tanpa kontraksi uterus spontan terjadi pada sekitar 8 persen kehamilan aterm. Dahulu pelaksanaan umumnya mencakup stimulasi kontraksi jika persalinan belum dimulai setelah 6 hingga 12 jam. Intervensi ini dimulai sekitar 50 tahun yang lalu karena komplikasi pada ibu dan janin akibat amnionitis. Intervensi rutin semacam ini merupakan praktik umum sampai munculnya laporan pada tahun 1970-an yang memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan sesar pada kehamilan aterm dengan pecah ketuban yang ditangani dengan stimulasi persalinan dibandingkan dengan yang ditangani secara menunggu (Cunningham,2009) Baru-baru ini dilakukan penelitian yang membandingkan efek pelaksanaan induksi versus menunggu dengan menggunakan baik oksitoksin maupun gel prostaglandin E2 induksi segera dengan oksitoksin dibutuhkan merupakan pananganan yang dianjurkan berdasarkan penurunan angka infeksi intra dan pascapartum. Hal yang paling penting penatalaksanaan ini tidak bermakna meningkatkan angka sesar.selainm itu penatalaksanaan menunggu dirumah sakit terbukti lebih meningkatkan gangguan hasil akhir kehamilan dari pada observasi dirumah sakit. Di parkland Hospital persalinan dirangsang dengan oksitoksin jika selaput ketuban telah pecah pada kehamilan aterm sementara persalinan belum dimulai spontan.

5. Plasenta PreviaPlasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada sefmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Menurut penelitian Rhamdani tahun 2006 sektio caesarea atas indikasi plasenta previa di BRSD Cibinong Bogor sebanyak 9 kasus (13,8 % ).a. Klasifikasi PlasentaPlasenta previa adalah plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu yaitu :1) Plasenta previa tolatis apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta 2) Plasenta previa persialis apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta 3) Plasenta previa marginalis apabila plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan (Wiknjosastro, 2006)

b. Gejala dan tanda :1) Pendarahan tanpa nyeri usisgestasi > 22 minggu2) Darah segar atau kehitaman dengan bekuan3) Pendarahan dapat terjadi setelah miski atau deteksi, aktifitas fisik, kontraksi Brakston hick atau koitus (Saifuddin, 2007)

c. Penatalaksanaan :1) Terapi ekspektatif Tujuan terapi ekspektatif agar janin tidak terlahir premature, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis.

2) Syarat-syarat Terapi ekspektatif :a) Kehamilan preterm dengan pendarahan sedikit yang kemudian berhenti.b) Belum ada tanda-tanda inpartuc) Keadaan umum ibu cukup baik (kadar haemoglobin dalam batas normal) d) Janin masih hidup

3) Tatalaksanaa) Rawat inap, tirah baring dan berikan anti biotic profilaksis.b) Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui Inplantasi plasenta, usia kehamilan, profil bio fisik, letak dan presentasi janin.c) Berikan totolitik bila ada kontraksi seperti MgSO4 4 gram I.V awal, dilanjutkan 4 gram setiap 6 jam, nifedipin 3 x 20 mg/hari, betamethason 24 mg I.V dosis awal tunggal untuk pematangan paru janin dengan tes kocok (Bubble tes) dari hasil amniosintesis.d) Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu plasenta masih berada disekitar ostium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menanggapi kemungkinan keadaan gawat darurat.e) Bila pendarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan dengan pesan untuk segera kembali kerumah sakit apabila terjadi pendarahan ulang.

4) Terapi aktif a) Wanita hamil diatas 22 minggu dengan pendarahan pervaginam yang aktif dan banyak harus segera ditatalaksana secara aktif tanp0a memandang maturitas janinb) Untuk diagnosis plasenta previa dan menentukan cara menyelesaikan persalinan setelah semua persyaratan dipenuhi lakukan PDMO jika di infuse / transfuse telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap, kehamilan > 37 minggu (BB >2500 gram) dan inpartu.c) Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor (mis : anesefali) d) Pendarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati PAP (2/5 atau 3/5 bagian pada palpasi luar).

6. Sectio Caesareaa. Prinsip melakukan sektio caesarea adalah untuk menyelamatkan ibu sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup tindakan ini tetap dilaksanakan b. Tujuan sektio caesarea melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan pendarahan dan menghindari kemungkinan terjadi robekan pada serviks uteri jika janin dilahirkan pervaginam.c. Tempat inplantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek. Selain itu bekas tempat inplantasi plasenta karena adanya perbeeaan vaskularisasi dan susunan otot dengan korpus uteri.

7. Melahirkan PervaginamPendarahan akan berhenti jika ada penekenan pada plasenta. Penekanan tersebut dapat agar dilakukan cara-cara sebagai berikut :a. Amniotomi dan akselerasi Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis dengan pembukaan > 3 cm serta presentasi kepala. Denga memecahkan ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah dan tekan oleh kepala janin . jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah akselerasi dengan oksitoksin.b. Versi Braxton HicksTujuan melakukan Versi Braxton Hicks adalah mengadakan tanponade plasenta dengan bokong dan kaki janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.

c. Traksi dengan Cunam Wullet Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Wullet kemudian beri beban secukupnya sampai pendarahan berhenti. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan pendarahan yang tidak aktif (saefuddin, 2007).

8. Disproporsi Sefalopelvik (CPD)Adalah ketidaksesuaian antara kepala janin dengan panggul ibu (Dorlan, 2002). CPD terjadi karena kepala bayi terlalu besar atau pelvis kecil. Bila dalam persalinan terjadi CPD akan dapat persalinan macet sehingga perlu dilakukan seksio sasarea. Diagnosis :a. Adanya tubercolosis pada columna vertebrata atau pada panggul b. Lukasio koksa kongutalis dan poliomyelitis dalam anamnesis member petunjuk penting c. Ditemukannya kifisis, ankilosis pada martikolaso koksa disebelah kanan atau kiri.d. Wanita yang lebih pendek dari pada ukuran normal bagi bangsanya.e. Pengukuran panggul (pelvimentri) (Wiknjosastro, 2006)

9. Rupture UteriResiko rupture uterus meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya. Secara spesifik terjadi peningkatan sekitar tiga kali lipat resiko reptur uterus pada wanita yang mencoba melahirkan dengan riwayat satu kali sesar. American College of Obstetricians and gynecolohists (1999) mengambil posisi bahwa wanita dengan riwayat dua kali sesar tranversal rendah dapat dijadikan kandidat untuk VBAC (Vaginal Birdh After Previos Cesarean Delivery) (Curningham, 2009) Rupter Uteri adalah robekan atau diskontnuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya renggang miometrium. Penyebab rupture uteri adalah disporpor si janin dan panggul, partus macet atau traumaticGejala dan tanda :a. Pendarah intra abdominal b. Nyeri hebat sebelum pendarahan dan syok yang kemudian setelah terjadi regangan hebat pada perut bawah

10. Partus Lama Dan Partus Tak MajuPartus lama adalah proses persalinan yang membutuhkan waktu lama atau macet dengan kondisi sama dengan faselaten > 8 jam waktu persalinan > 12 Jam tanpa kelahiran janin dan dilatasi serviks di kanan garis waspada pada fase akhir.

11. Riwayat Sectio CaesariaSelama bertahun-tahun uterus memiliki jaringan perut dianggap merupakan kontraindikasi untuk melahirkan dengan sectio caesarea itu dikarenakan kekhawatiran terjadinya rupture uteri. Cragin mengantarkan pendapatnya yang terkenal dan yang sekarang tanpak berlebihan sekali section caesaria selalu section Caesarea namun Cragin mengemukakan pendapatnya ini karena dokter kebidanan secara rutin melakukan insisi vertical klasik di uterus. Pendapat lain mengungkapkan bahwa pelarihanPervaginam secara aman berhasil dilakukan 83 % pasien yang pernah menjalani sektio caesarea.Hal ini tergantung dari indikasi dilakukan Sectio Caesaria sebelumnya seperti presentasi bokong atau gawat janin angka keberhasilan persalinan pervaginm akan lebih tinggi dari pada sistosia (Cunningham, 2005)Menurut (Cunningham,2005),dari semua indikasi seksio sesarea terdapat 37 % diantaranya mengalami sectio caesaria sebelumnya. Menurut penelitian Kasdu tahun (2003), kasus persalinan dengan operasi terulang kali sebanyak 11 %.Jado seksiso sesarea atas indikasi riwayat Sectio Caesaria yang dilakukan pada ibu bersalin bertujuan untuk mencegah terjadinya rupture uteri.Resiko rupture utetus meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya.Secara spesifik,terjadi peningkatan sekitar tiga kali lipat resiko rupture uterus pada wanita yang mencoba melahirkan per vaginam dengan riwayat dua kali sesar dbandingkan dengan riwayat satu kali sesar.American College Of Obstetricians and Gynecologists (1999)mengambil posisi bahwa wanita dengan riwayat dua kali sesar transversal-rendah dapat dijadikan kandidiat untuk VBAC (Vaginal Birth After Previous Cesarean Delivery).(Cunningham,2009).

2.1.3.2 Indikasi Janin1. Kelainan LetakMenurut penelitian Rhamdani tahun (2006),Sectio Caesaria atas indikasi kelainan letak di BRSD Cibinong Bogor sebanyak 12 kasus (18,5%). Kelainan letak pada janin terdiri dari letak lintang adalah suatu keadaan diman janin melintang didalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedankan bokong pada sisi yang lain,Pada umumya Bokong berada sedikit lebih tinggi dari pada kepala janin,sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul.Panggung janin dapat berada di depan (Dorsoanterior), dibelakang (Dorspposterior) atau dibawah (dorsoinferior).a. Etiologi terjadinya letak lintang :1) Multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek2) Kehamilan premature3) Kehamilan kembar4) Panggul sempit5) Tumor di daerah plasenta previa6) Kelainan bentuk lain

b. Diagnosis :1) Pada inspeksi uterus tampak lebih lebar dan fundus uteri lebih rendah tidak sesuai dengan umur kehamilan.2) Pada palpasi uterus kosong,kepala janin berada disamping diatas simpisis juga bokong,kecuali bila bahu turun kedalam panggul3) Pada pemerisaan dalam dapat diraba bahu dan tulang-tulang iga4) Bila ketiak dapat diraba,arah menutupnya menunjukan diman kepala jani berada,kalu ketiak menutup kekiri,kepala berada di sebelah kiri, sebaliknyakalu ketiak menutup kekanan ,kepal berada di sebelah kanan (Wiknjosastro, 2006)

c. Penanganan :Apabila pada pemeriksaan anenatal ditemukan letak lintang maka diusahakan untukmengubah menjadi presentasi kepal dengan versi luar,Sebelum melakukan versi luar harus ada pemeriksaan yang teliti tidk adanya panggul sempit,tumor dalam panggul atau plasenta previa sebab dapat membahayakan janai dan meskipun versi luar berhasil janin mungkin akan memutar kembali.Pada seorang primigravida bila versi luar tidak berhasil,sebaiknay dilakukan seksio sesarea.Sikap ini berdasarkan pertimbangan seperti bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik.Karena tidak ada bagian janin yang menahan tekanan intra uterine pada waktu his maka sering terjadi pecah ketuban sebelum pembukaan serviks sempurna san dapat mengakibatkan terjadinya prolapsus funikuli serta pada primi versi luar sudah dilakukan.Pada mulltipara bergantung dari beberapa factor.Apabila riwayat obstetric wanita yang bersangkutan baik,tidak didaptkan kesempitan panggul,dan jani tidak beberapa besar,dapat ditunggu dan diawasisampai pembukaan lengkap untuk kemudian melakukan versi ekstraksi .Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan dapat prolapsus funikuli,harus segera dilakukan seksio sesarea.jika ketuban pecah tidak ada prolapsus fenikuli maka tergantung dari tekanan,dapat di tunggu sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan section Caesaria (Wiknjosastro, 2006)2. Letak SungsangLetak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada dibagian bawah kavum uteri :Jenis-jenis letak sungsang :a) Presentasi bokongb) Presentasi bokong kaki sempurnac) Presentasi bokong kaki tidak sempurad) Presentasi kakiPada presentase bokong akbibat ekstensi kedua sendi lutut,kedua kaki terangkat keatas sehingga uungnya terdapat setinggi bahu atau kepla janin.Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong.Pada presentasi bokong kaki sempurna hanya terdapat satu kaki disamping bokong sedangkan kaki yang lain terangkat keatas. Pada presentasi kai,bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki.Diagnosis:a. Pemeriksaan diluar bagian bawah uterus tidak dapat diraba bagian yang keras dan bulat yakni teraba kepala teraba di fundus uteri,kadang-kadang bokong janin teraba dan dapat member kesan seolah-olah kepala tetapi bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala.b. Denyut jantung janin umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi dan pada umbilicusc. Dilakukan pemeriksaan dalam akan teraba sacrum,kedua tuber ossis dan anusd. Pemeriksaan Ultrasonografi (Wiknjosastro,2006)Mengingat bahaya-bahayanya,sebaiknya persalinan dalam letak sungsing dihindarkan.Untuk itu bila pada waktu pemeriksaan antenatal dijumpai letak sungsang, terutama pada primigravida, hendaknya diusahakan melakkan versi luar menjadi presentase kepala.Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan antara 34 dan 38 mingguKontraindikasi untuk melakukan versi luar adalah panggung sempit, pendarahan anterpatum, hipertensi, hamil kembar, dan plasenta previa.Pada panggul sempit tidak ada gunanaya melakukan versi luar,karena meskipun berhasil menjadi ptresentasi kepala,akhrnya perlu dilakkan Sectio Caesaria. Tetapi bila kesempitan panggul hanya ringan,versi luar harus diusahakan karena kalau berhasil akan memungkinkan dilakukan partus percobaan (Wiknjosastro, 2006)

3. Presentasi DahiPresentasi dahi adalah dimana keduduan kepala berada diantar fleksi maksimal sehingga dahi merupakan bagian terendah. Pada umumnya presentase dahi ini merupakan kedudukan yang bersifat sementara dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi muka atau presentasi belakang kepala.Prognosisi: Janin kecil masih mungkin lahir spontan, tetapi janin dengan berat dan besar normal tidak dapat lahir spontan pervaginam namun pada presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal tidak akan dapat lahir spontan pervaginam sehingga harus dilahirkan secara Sectio Caesaria (Wiknjosastro,2006)

4. Gemelli atau Kehamilan KembarKehamilan kembar adalah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih.Janin kembar menimbulkan masalah intraoperatif yang tidak lazim.ibu kemungkinan lebih tidak toleran terhadap posisi telentang sehingga posisinya perlu dirotasi agar uterus menjadi aorta.Insisi harus cukup besar agar kedua janin lahir secara atraumatis.Pada sebagian kasusu,insisi Vertical di segmen bawah ureus mungkin lebih menguntungkan.Urterus perlu dipastikan berkontraksi kuat sewaktu sesar dan sesudahnya (Cunningham, 2009)

5. Gawat JaninGawat janin terjadi bila janin tidak menerima O2 cukup sehingga mengalami hipoksia.Situasi ini dapat terjadi kronis (Dalam jangka waktu lama) atau akut.1) Gawat janin pada persalinan dapat terjadi bila :a) Persalinan berlangsung lamab) Induksi persalinan dengan oksitosinc) Ada pendarahab atau infeksi2) Tanda gawat janaina) Bunyi jantung janin abnormalb) Bunyi jamtung janin ireguler dalam persalinan sering bervariasi dapat kembali setelah bebrapa waktu.Bila DJJ tidak kembali normal setelah kontraksi,hal ini menunjukan adanya hipoksisc) Bradikardi yang terjadi diluar kontraksi,atau tidak menghilang setelah kontraksi menunukan adanya gawat janind) Takikardi dapat merupakan reaksi adanya demam pada ibu .e) Obat-obatan yang menyebabkan takhikardi (Obat tokolitik) dan amnionitis.

6. Cacat atau kematian janin sebelumnyaPenyebab kematian janin yang umum adalah infeksi, malformasi, hambatan pertumbuhan janin dan solusio plasenta. Akan tetapi lebih dari seperempat kematian janin tidak dapat dijelaskan sebabnya.Insiden malformasi congenital mayor yang dilaporkan pada bayi lahir mati sangat bervariasi.danbergantung pada apakah dilakukan otopsi. Sekitar sepertiga kematian janin sidebabkan oleh anomaly struktutal, dan yang tersering karena cacat neural-tube, hidrops, hidrosefalus terisolasi dan penyakit jantung congenital kompleks.Insiden lahir mati akibat infeksi pada janin tempaknya sangat konsisten.Enam persen kasus bayi lahir mati disebabkan oleh infeksi. Sebagian besar didiagnosis sebagai korioamnionitis dan sebagian sebagai sepsis janin atau intrauterus.Sifilis congenital merupakan kasus kematian janin yang lebih sering pada wanita dari golongan social ekonomi lemah.Infeksi yang berpotensi menebabkan kematian adalah infeksi sitimegalovirus,parvovirus B 19,rubella,varisela dan listeriosis..a. Prolapsus funiculuc umbilicalisb. Insufisiensi plasentac. Diabetes materald. Inkomptibilitas rhesus

2.1.3.3 KontraindikasiSectio Caesaria dilakukan baik untuk kepentingan ibu maupun untuk kepentingan anak. Oleh sebab itu Sectio Caesaria tidak dilakukan pada:1. Janin mati2. Syok, anemia berat, sebelum diatasiKelainan kogenital berat (monster). (Angsar, 2007).

2.1.3.4 Persiapan Operasi Kebidanan Persiapan operasi kebidanan adalah segala usaha yang dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan operasi sehingga dapat dicapai optimalisasi ibu maupun bayinya. Dengan operasi kebidanan diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian prenatal. Persiapan operasi kebidanan meliputi persiapan mental penderita dan persiapan fisik penderita.1. Persiapan Mental PenderitaDalam menghadapi tindakan operasi kebidanan atau lainnya diperlukan kesiapan mental penderita. Penderita diberikan penjelasan tentang operasi yang akan dilaksanakan. Penderita dan keluarganya dapat menyetujui atau menolak tindakan operasi dan menyatakanya dalam surat persetujauan yang disebut informed consent. Dengan adanya informed consent menjadi dasar transaksi medis barulah tindakan medis dapat dilakukan. informed consent merupakan perlindungan kedua belah pihak dari tuntunan hukum, bila terjadi masalah berkaitan dengan tindakan operasi. Masalah Informed consent semakin penting dengan dikeluarkannya Undang-undang Kesehatan Nasional sebagai upaya melindungi kedua belah pihak dari tuntutan hukum. Demikianlah bidan dapat memberikan KIEM sehingga masyarakat siap menerima tindakan operasi dengan pengertian yang baik.

2. Persiapan Fisik PenderitaMempersiapkan penderita secara fisik sangat penting agar dapat menurunkan penyulit operasi yang terjadi. Persiapan fisik dimulai dengan:a. Melakukan persiapan dasar1) Kesan Umum : Apakah penderita nampak sakit, dehidrasi, dan terjadi perdarahan2) Pemeriksaan fisik umum : tekanan darah, nadi, anemia, dehidrasi dan terjadi perdarahan.3) Pemeriksa fisik khusus : pemeriksaan kebidanan, pemeriksaan dalam4) Pemeriksaan menunjang : laboratorium, ultasoonografi, foto roentgen (abdomen, troanks).Tujuan pemeriksaan dasar untuk mengetahui data penderita, sehingga dapat diterapkan langkah, apakah langsung melakukan tindakan atau keadaan umum penderita diperbaiki, bila terjadi dehidrasi : infuse cairan pengganti, Anemia : transfusi darah, Ifeksi : pemberian antibiotic dan antipiretik.Dengan melakukan pemerikasaan lengkap dapat diketahui kondisi penderita sehingga dapat ditentukan tindakan oprasi yang bagaimana untuk menyelesaikan pertolongan persalinan.

b. Persiapan menjelang tindakan operasiSetelah melakukan pemeriksaan lengkap, persiapan menjelang operasi dijelaskan sebgai berikut :1) Pemasangan Infusa) Tujuan pemasangan infuse untuk rehidrasi cairan yang hilangdan memudahkan pemberian premedikasi narkosa, member transfuse darah yang memasukan obat yang diperlukan.b) Persiapan narkosac) Pemilihan narkosa dapat diserahkan kepada ahli narkosa untuk keamanan anggota operasi dengan premedikasi narkosa.d) (Narkosa umum, narkosa lumbal atau pati rasa local ), obat-obatan narkosa diserahkan kepada dokter ahli narkosa.

2) Persiapan tempat operasiKebersihan dan suci hama di daerah operasi bertujuan untuk menghindari infeksi. Kulit bersihkan dan di cuci dengan sabun disinfektan (disucihamakan) dengan yodium-alkohol, asam piker, bethadin, hibiscrub, savlon dan sebagainya. Setelah bagian tersebut suci hama kemudian ditutup dengan handuk steril.

3) Persiapan alat operasia) Persiapan alat operasi kebidanan tergantung dari jenis tindakan dengan memperhitungkan berdasarkan indikasib) Berdasarkan keadaan (kondisi) penderitac) Tindakan yang paling ringan dan amand) Pengalaman pelaksana operasie) Penyulit Operasi

c. Pesiapan untuk bayiPersalinan dengan operasi selalu memberatkan bayi, sehingga perlu perhatian dan mempersiapkan secukupnya. Persiapan bayi baru lahir hidup perlu disediakan :1) Alat resusitasi pernapasan : alat penghisap lendir, larigoskop2) Pemberian O2 (oksigen)3) Obat perangsang pernapasan, jantung dan lainya.4) Alat bantuan penghangat5) Tempat tidur bayi khusus 6) Tempat plasentaPersiapan untuk bayi yang telah meninggal adalah tempat bayi serta pembungkusnya dan tempat plasenta.

3. Prosedura. Teknik Sectio Caesaria Klasik1) Mula-mula dilakukan disenfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain suci hama2) Pada dinding perut dibuat insisi median mulia dari atas simpisis sepanjang + 12 cm sampai dibawah umbilicius lapis demi lapis sehingga kavum peritoneal terbuka.3) Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi4) Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim (SAR), kemudian diperlebar secara sagital dengan gunting 5) Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin dilahirkan dengan pusat dijepit dan dipotong diantaranya di antara kedua penjepit.6) Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan 10 IU oksitoksin kedalam rahim secara intra mural7) Luka insisi SAR dijahit kembalia) Lapisan I : endometrium bersama miometrium dijahit secara jelujur dengan benang catgut khromikb) Lapisan II : Hanya iometrium saja jahit secara simpul (berhubung otot SAR sangat tebal) dengan catgut khromik c) Lapisan III : perimetrium saja, dijahit secara simpul dengan benang catgut biasad) Setelah dinding rahim selesai di jahit, ke dua aknesa dieksplorasikan.e) Rongga perut dibersikan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit.

b. Teknik Sectio Caesaria Trensperitoneal Profunda1) Mula-mula dilakukan disinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan air suci hama 2) Pada dinding perut dibuat insisi mediana dari atas simpisis sampai di bawah umbilicus lapisan demi lapisan sehingga kavum peritonea terbuka 3) Dalam rongga perut disekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi4) Dibuat blander-flap, yaitu dengan menggunting peritoneum kandung kencing (plika vesikouterina) didepan segmen bawah rahim (SBR) secara melintang. Plika vesikouterina ini disisihkan tumpul searah sampai dan bawah, dan kandung kencing yang telah disisihkan kearah bawah dan sampai dilindungi dengan speculum kandung kencing.5) Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm di bawah irisan plika vesikouterina tadi secara tajam pisau bedah + 2 cm, kemudian diperlebar melintang secara tumpul dengan kedua jari telunjuk operator. Arah insisi pada segmen bawah rahim dapat melintang (tranversal) sesuai cara kerr atau membujur (sagital) sesuai cara Kroning.6) Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan, janin dilahirkan dengan meluksir kepalanya. Badan janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya. Tali pusat dijepit dan dipotong , plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikan 10 IU oksitoksin ke dalam rahim secara intra mural. Luka dinding rahim dijahit.7) Lapisan I : dijahit jelujur, pada endometrium dan miometrium8) Lapisan II : dijahit jelujur hanya pada miometrium saja9) Lapisan III : dijahit jelujur pada plika vesikouterina10) Setelah dinding rahim selesai di jahit, kedua adneksa dieksplorasi11) Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka di dinding perut dijahit.

c. Teknik Secsio-Histerektomi1) Setelah janin dan plasenta dilahirkan dari rongga rahim, dilakukan hemostasis pada insisi dinding rahim, cukup dengan jahitan jelujur atau sampul 2) Untuk memudahkan histerektomi, rahim boleh dikeluarkan dari rongga pelvis3) Mula-mula ligametrum rotundum dijepit dengan cunam Kocher dan cunam Oschner kemudian dipotong sedekat mungkin dengan rahim, dan jaringan yang sudah dipotong diligasi dengan benang catgut khromik no. 0. Bladder flap yang telah dibuat pada waktu secsio secara trasperitoneal profunda dibebaskan lebih jauh kebawah dan lateral. Pada ligametum letum belakang dibuat lubang dengan jari telunjuk tangan kiri di bawah adneksia dari arah belakang. Dengan cara ini ureter akan terhindar dari kemungkinan terpotong.4) Melalui lubang pada ligamentum latum ini, tuba falopi, ligametum uteroovarika, dan pembuluh darah dalam jaringan tersebut dijepit dengan dua cunam oschner lengkung dan disisi rahim cunam Kocher. Jaringan diantaranya kemudian digunting dengan gunting mayo. Jaringan yang terpotong di ikat dengan jahitan transfiks untuk hemostasis dengan catgut no.05) Jaringan ligametum yang sebagian besar adalah avaskular dipotong secara tajam kearah serviks. Setelah pemotong ligamentum latum sampai didaerah serviks, kandung kencing disisihkan jauh ke bawah dan samping.6) Pada ligametum cardinale dan jaringan praservikal dilakukan penjepitan dengan cunam Oschner lengkung secara ganda, dan pada tempat yang sama di sisi rahim dijepit Cunam Kocher Lurus. Kemudian jaringan diantaranya digunting dengan gunting Mayo. Tindakan ini dilakukan dalam beberapa tahap sehingga ligamentum kardinale terpotong selurunya. Puntung ligamentum kardinale dijahit transfiks secara ganda dangan benang catgut khomik no.07) Demikian juga ligamentum sakro-uterina kiri dan kanan dipotong dengan cara yang sama, dan diligasi secara transfiks dengan benang catgut khromik no.08) Setelah mencapai di atas dinding vagina-serviks, pada sisi depat serviks, pada sisi depan serviks di buat irisan dengan sagital dengan pisau, kemudian melalui insisi tersebut dinding vagina dijepit dengan cunam Oschner melingkar serviks dan dinding vagina dipotong tahap demi tahap. Pemotongan dinding vagina dapat dilakukan dengan guting atau pisau. Rahim akhirnya dapat diangkat.9) Puntung vagina di jepit dengan beberapa cunam Kocher untuk hemostasis. Mula-mula punting kedua ligamentum kardinale dijahitkan pada ujung kiri dan kanan puntung vagina, sehingga terjadi hemostasis pada kedua ujung puntung vagina. Puntung vagina di jahit secara jelujur untuk hemostasis dengan catgut khromik. Puntung adneksa yang telah dipotong dapat di jahit digantukan pada puntung vagina, asalkan tidak terlalu kencang. Akhirnya puntung vagina di tutupi dengan retro-peritonealisasi dengan menutupkan bladder flap pada sisi belakang puntung vagina.10) Setelah rongga perut dibersihkan dari sisah darah, luka perut ditutup kembali lapisan demi lapisan.

4. Perawatan Setelah Operasi dan Komplikasia. Perawatan Intensif setelah operasi1) Keseimbagan cairan2) Tanfusi darah3) Observasi: Tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, pendarahan/ kontraksi otot rahim aktivitas usus, luka operasi pengeluaran lochea.4) Profilaksi : duer kateter, antibiotika, obat penunjang.

b. Di ruangan setelah operasi transabdominal1) Mobilisasi dini2) Kateter 3-5 hari3) Buka jahitan hari ke-7 pulang4) Kontrol 7 hari

c. Di ruangan setelah transvaginal1) Mobilisasi2) Kateter 3 hari3) Buka jahitan hari ke-7 pulang4) Kontrol 7 hari

5. Komplikasi Tindakan Operasi KebidananKomplikasi tindakan operasi kebidanan antara lain:a. Komplikasi pada IbuTerjadi trias kompliksi ibu, yaitu perdarahan, infeksi dan trauma jalan lahir.

b. PerdarahanPerdarahan merupakan komplikasi yang paling gawat, memerlukan tranfusi darah dan merupakan penyebab kematian ibu yang paling utama. Penyebab perdarahan . penyebab perdarahan pada tindakan operasi adalah:1 ) Antonia uteri :sumber perdara dari implantas plasenta2) Robekan jalan rahim : rupture uteri robekan serviks, robekan fornoks 3) Perdarahan karena mola hidatidosa/ korio karsinoma4) Ganguan pembekuan darah : kematian janin dan rahim melebihi 6 minggu, pada solution plasent, dan embolia air ketuban.e) Retensio plasenta atau plasenta rest : gangguan pelepasan plasenta menimbulkan pendarahan dari tempat implantasi plasenta.

c. InfeksiSetiap tindakan operasi vagina selalu diikuti bakteri, sehingga menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat apabila didahului oleh:1) Kedaan umum yang rendah : anemia saat hamil, sudah terdapat manipulasi inter uterin, sudah terdapat infeksi2) Perlukaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri3) Terdapat retensio plasenta atau plasenta rest4) Pelaksanaan operasi persalinan yang kurang regeartisSemua faktor tersebut memudahklan terjadi infeksi.

d. Trauma Tindakan Operasi PersalinanOperasi menimbulkan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan dijelaskan sebagai berikut ;1) Perlukaan luka episiotomy2) Perlukaan vagina3) Perlukaan pada serviks4) Perlukaan pada forniks kolpoporeksis5) Terjadi rupture uteri lengkap atau tidak lengkap6) Terjadi fistula dan inkontinensiaBersama-sama dengan Atonia uteri, retensio plasenta, dan robekan jalan lahir karena trauma persalinan menimbulkan perdarahan.untuk dapat menetapkan sumber perdarahan diperlukan evaluasi dan observasi. Trauma tindakan operasi persalinan yang paling berat ada rupture uteri dan kolpoporeksis (Rustam Muoctar, 2005).

6. Komplikasi Pada BayiTerjadi trias komplikasi pada bayi dalam bentuk : Asfiksia, trauma tindakan dan ifeksi.a. Asfiksia1) Tekanan langsung pada kepala : menekan pusat-pusat vital pada meduloablongata.2) Aspirasi : air ketuban, mekonium, cairan lambung3) Perdarahan atau edema jaringan saraf pusat

b. Trauma Langsung Pada Bayi]1) Fraktura ekstremitas2) Dislokasi persendian3) Paralisis Erb4) Ruptur alat vital ; hati atau lien bayi, robekan pada usus5) Fraktur tulang kepala bayi6) Perdarahan atau oedema jaringan otak7) Trauma langsung pada mata, telinga, hidung dan lainya

c. InfeksiInfeksi ringan sampai sepsis yang dapat menyebabkan kematian dalam melakukan operasi persalinan pervaginam harus mem-perhitungkan keuntungan dan kerugian. Sectio Caesarea merupakan tindakan operasi persalinan yang paling ringan komplikasi dan tidak mempunyai trauma terhadap bayi.

2.2 Karakteristik Ibu Bersalin dengan Sectio Caesarea2.2.1 Usia IbuUsia sangat erat hubungan dengan kematangan organ tubuh dan tindakan yang akan di ambil sehingga pada usia tertentu (20-35 tahun) merupakan usia yang paling aman untuk kehamilan dan persalinan. Kematangan organ reproduksi wanita mempengaruhi kelancaran persalinan selain mempengaruhi kesiapan psikologis (Wiknjosastro,2006)Beberapa penelitian menunjukan bahwa resiko pada secsio caesarea lebih tinggi di antara wanita yang lebih tua, yaitu wanita diatas usia 30 atau lebih. Ditemukan 2-3 kali sering dilakukan sectio caesarea disbanding wanita usia 20-29 tahun. Dalam 2 dekade terakhir angka persalinan meningkat lebih dari 2 kali lipat untuk wanita berusia 30-39 tahun dan meningkat 50 % pada wanita berusia 40-44 tahun (Cunningham,2005). Tidak berfungsi system persalinan dan kesalahan letak janin merupakan dua indikasi untuk terjadi sectio caesarea.Tendensi meningkat sectio caesarea disebabkan karena banyak wanita masa kini yang kehamilan pertama terjadi pada usia lebih tua dibandingkan dengan generasi terdahulu. Oleh karena itu untuk mencegah resiko persalinan maka dilakukan Sectio Caesaria. (Cunningham,2005).

2.2.2 Paritas1. Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan satu kali dengan janin yang telah mencapai batas viabilitas. Tanpa mengingat janinya hidup atau mati pada waktu lahir . (Oxorn, 2010). Pada primipara, sebagian kecil belum mampu beradaptasi terhadap hormon ketika hamil dan factor fisik serta psikologis sehingga dapat mempengaruhi terjadinya persalinan yang memerlukan tindakkan seperti ekstraksi vakum. Karena belum ada pengalaman hamil dan belum beradaptasi dengan kehamilan sehingga kesimpulan menerima kehamilanya kurang (Cunningham, 2005).2. Mulitipara yaitu ibu yang pernah melahirkan 2-4 kali (Salmah, 2006) 3. Grande multipara, yaitu seorang ibu yang melahirkan lebih dari 4 anak. (Manuaa, 2010).Paritas merupakan salah satu indikator yang menentukan nasib ibu dan janin baik selama hamil maupun pada saat persalinan. Paritas berhubungan dengan adanya kelainan ginekologi seperti kaarsinoma serviks dan lain-lain. Paritas 2-3 merukan paritas yang paling aman untuk proses persalinan (Wiknjosastro, 2006) Angka Sectio Caesaria meningkatkan sejalan dengan penurunan paritas (Cunningham, 2005)Menurut penelitian oleh Gould dilaporkan angka Sectio Caesaria pada primipara lebih tinggi sekitar 23,2% dari pada multi para sekitar 13,5% (Cunningham, 2005) kilasan hasil penelitian Roby (2004) di RS Harapan kita juga melaporkan dari 237 ibu melahirkan dengan Sectio Caesaria angka pripara sebanyak 127 (53,6%) tenyata lebih tinggi dari pada multi para sebanyak 88% dan grandmultipara sebanyak 22%.

2.2.3 PendidikanPendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan ( Hasan Alwi, 2001:263). Tingkat pendidikan ibu merupakan faktor penting yang mempengaruhi pemahaman ibu dalam upaya menjaga kesehatan ibu dan janin, baik disaat hamil maupun setelah persalinan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa angka sectio caesarea meningkat seiring dengan tingkat pendidikan ibu dan secara tidak langsung sectio caesarea merupakan cara yang sangat disukai wanita berstatus ekonomi tinggi. Pendidikan sangat berpengaruh pada cara berfikir, mengmbil tindakan atau keputusan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Berdasarkan dengan pendidikan rendah ( SD,SMP ), sedang ( SLTA ), tinggi (Perguruan Tinggi ). Pendidikan yang rendah menyebabkan seorang acuh tak acuh terhadap pentingnya kesehatan sehingga ia tak mengenal bahaya yang akan terjadi walaupun mereka dilengkapi fasilitas sarana yang memadai, belum tentu mampu memanfaatkanya. (Martadi, Subroto 2006).

2.2.4 PekerjaanPekerjaan adalah apa yang dilakukan atau dikerjakan sebagai tugas dan kewajiban yang dijadikan pokok penghidupan (sesuatu yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah ) ( Hasan Alwi, 2005 ). Kemiskinan, ketidak tahuan, kebodohan dan rendahnya status wanita merupakan beberapa faktor sosial budaya yang berperan pada tingginya angka kematian maternal. ( Wiknjosastro, 2007).Pekerjaan ibu menurut karakteristik yang terkait erat dengan kesehatan dan kesejahteraan ibu dan bayinya. Selain itu pekerjaan juga berkaitan dengan naiknya pendapatan keluarga akan meningkat kemampuan untuk memelihara kesehatan atau mengakses palayanan kesehatan, pasien yang memiliki kemampuan financial dapat meminta dokter untuk memberikan pelayanan sectio caesarea lebih banyak dilakukan pada pasien dari kalangan mampu atau yang dalam perawatan menempati ruang kelas VIP disuatu Rumah Sakit ( Medika, 2005).

BAB IIIKERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka KonsepKerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo 2010).

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut:

Karakteristik Ibu :UsiaParitasPendidikanPekerjaanSectio Caesaria

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.2 Variabel dan Definisi Operasional1.4.1 Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas (Independent) yaitu usia, paritas, pendidikan, pekerjaan dan variabel terikat (dependent) yaitu Sectio Caesaria.

1.4.2 Definisi OperasionalDefinisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukurannya merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya (Hidayat, 2009).Tabel 3.1 Definisi OperasionalNoVariabel PenelitianDefinisi OperasionalAlat UkurCara ukurHasil ukurSkala

1Sectio CaesariaSectio Caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus Rekam medisCek list1.Indikasi ibu2.Indikasi JaninNominal

2.UmurUsia ibu sangat erat hubungannya dengan kematangan organ tubuh dan tindakanRekam medisCek list1. 20 th2.20-35 th3. 35 thInterval

3.ParitasKeadaan wanita dengan jumlah anak yang dilahirkan Rekam medisCek list1.Primapara2.Multipara3.Granda multiparaOrdinal

4.PendidikanTingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap pola pikir dalam menjaga kesehatan dan janinRekam medisCek list1. SD, SMP2. SLTA3. Perguruan Tinggi

Ordinal

5.PekerjaanSesuatu yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah Rekam medisCek list1.Tidak bekerja2.BekerjaOrdinal

Sumber : Data RSIA Mutiara Hati Gading Rejo 2011

BAB IVMETODE PENELITIAN

4.1 Jenis PenelitianJenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2002). Teknik penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan presentase, yang mana data kualitatif yang ada dikuantifikasikan, diangkakan sekedar untuk mempermudah penggabungan data variabel, kemudian sesudah terdapat hasil akhir lalu dikualifikasikan kembali. Menurut (Arikunto, 2001) bahwa pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka penelitian ini menggunakan pendekatan yang bersifat eksploratif. Riset deskriptif yang bersifat eksploratif bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena (Arikunto, 2001). Pendekatan ini digunakan untuk menggambarkan tentang karakteristik ibu bersalin dengan sectio caesarea di RSIA Mutiara Hati Gading Rejo tahun 2011.

4.2 Waktu Dan Tempat PenelitianPenelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei tahun 2012 di di RSIA Mutiara Hati Gading Rejo tahun 2011.

4.3 Populasi dan Sampel4.3.1 PopulasiPopulasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002). Populasi Adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2002). Berdasarkan pendapat di atas maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah ibu bersalin dengan seksio sesarea di di RSIA Mutiara Hati Gading Rejo tahun 2011 yang berjumlah 390 orang.

4.3.2 SampelSampel adalah sebagian anggota populasi yang diambil dengan menggunakan teknik tertentu yang disebut dengan teknik sampling (Nasution, 2003). Adanya keterbatasan waktu, tenaga dan dana maka peneliti mengunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut, dengan syarat sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representative / mewakili.Pada penelitian ini, tidak dilakukan teknik pengambilan sampel karena seluruh anggota populasi dijadikan sampel yaitu 390 orang.

4.5 Pengukuran Variabel PenelitianVariabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki didapatkan oleh satu penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2005). Variabel dalam penelitian ini yaitu :1) Ibu bersalin dengan Sectio Caesaria2) Paritas ibu hamil dengan Sectio Caesaria3) Umur ibu hamil dengan Sectio Caesaria4) Pendidikan ibu hamil dengan Sectio Caesaria5) Pakerjaan ibu hamil dengan Sectio Caesaria4.6 Pengumpulan DataPengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari RSIA Mutiara Hati Gadingrejo Kabupaten Pringsewu Tahun 2011.Data yang terkumpul diolah dengan cara manual dengan tahapan :a. Pemeriksaan data (Editing)Dilakukan pengecekan kelengkapan pada data yang telah terkumpul, jika terdapat kesalahan dan kekurangan dalam pengumpulan data akan diperbaiki dengan pemeriksaan dan dilakukan pendataan ulang.b. Pemberian kode (Coding)Pemberian kode atau tanda pada setiap data yang telah terkumpul untuk mempermudah memasukkan data ke dalam tabel.c. Penyusunan data (Tabulating)Untuk mempermudah analisa data dan pengolahan data serta pengambilan kesimpulan. Data dimasukkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan memberikan skor terhadap soal-soal yang diberikan kepada responden.d. Entering Yaitu memasukkan data ke komputer atau menghitungnya secara manual.

4.7 Analisa DataTeknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah analisa Univariat, yaitu analisa yang dilakukan pada tiap variabel dari hasil penelitian dan hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel. Analisa yang untuk mengetahui distribusi frekuensi dari varibel-variabel yang diteliti sehingga dapat diketahui gambaran dari setiap variabel. Analisa univariat untuk semua variabel menggunakan persentase dengan formula :

Keterangan :p: Persentase angka kehadiran variable penelitianf: Frekuensi variable yang ditelitin: Jumlah seluruh sampel

BAB VPEMBAHASAN

5.1. Hasil PenelitianPada bab ini penulis membahas hasil penelitian yang telah dilakukan tentang gambaran karakteristik ibu bersalin dengan sectio caesarea di RSIA Mutiara Hati tahun 2011. Hasil penelitian masing-masing variabel akan dibahas dalam bentuk tabel.5.1.1 Prevalensi Sectio CaesareaTabel 5.1 Prevalensi Ibu Bersalin yang Sectio Caesarea di RSIA Mutiara Hati tahun 2011Sectio CaesareaJumlahPresentase

Ya39092,6%

Tidak317,4 %

Jumlah421100 %

Sumber : Data RSIA Mutiara Hati tahun 2011Dari tabel 2, dapat dilihat dari Prevalensi ibu bersalin dengan sectio caesarea, yang bersalin dengan section caesarea 390 orang (92.6%).

5.1.2 Distribusi Frekuensi Sectio CaesareaTable 5.2Distribusi Frekuensi Sectio Caesarea Ibu Bersalin yang Sectio Caesarea di RSIA Mutiara Hati tahun 2011Sectio CaesareaJumlahPresentase

Indikasi Ibu26568 %

Indikasi Janin12532 %

Jumlah390100 %

Sumber : Data RSIA Mutiara Hati tahun 2011 Dari tabel 5.2, dapat dilihat dari ibu bersalin dengan section caesarea, yang bersalin atas indikasi ibu sebanyak 265 kasus (68%).

5.1.3 Distribusi Frekuensi Umur IbuTable 5.3Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin yang Section Caesarea Berdasarkan Umur Ibu di RSIA Mutiara Hati Tahun 2011Umur IbuJumlahPresentase

35 tahun7118,2%

Jumlah390100%

Sumber : Data RSIA Mutiara Hati tahun 2011Dari tabel 5.3, dapat dilihat dari ibu bersalin dengan sectio caesarea, yang bersalin berdasarkan umur ibu 20-35 tahun sebanyak 305 orang (78,2%).

5.1.4 Distribusi Frekuensi Paritas IbuTabel 5.4Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin yang Section Caesarea Berdasarkan Paritas Ibu di RSIA Mutiara Hati Tahun 2011ParitasJumlahPresentase

Primipara20753,1%

Multipara16843,1%

Grande Multi153,8%

Jumlah390100 %

Sumber : Data RSIA Mutiara Hati tahun 2011Dari tabel 5.4, dapat dilihat dari ibu bersalin dengan section caesarea, yang bersalin atas paritas ibu primipara sebanyak 207 orang (53,1%).

5.1.5 Distribusi Frekuensi Pendidikan IbuTabel 5.5 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin yang Section Caesarea Berdasarkan Pendidikan Ibu di RSIA Mutiara Hati Tahun 2011Pendidikan IbuJumlahPresentase

SD,SMP338,4%

SLTA28071,8%

Perguruan Tinggi7719,8%

Jumlah390100 %

Sumber : Data RSIA Mutiara Hati tahun 2011Dari tabel 5.5, dapat dilihat dari ibu bersalin dengan section caesarea, yang bersalin atas pendidikan ibu yaitu SLTA sebanyak 280 orang (71,8%).

5.1.6 Distribusi Frekuensi Pekerjaan IbuTabel 5.6Distribusi frekuensi ibu bersalin yang section caesarea Berdasarkan pekerjaan ibu di RSIA Mutiara Hati tahun 2011Indikasi JaninJumlahPresentase

Bekerja13334,1%

Tidak Bekerja25765,9%

Jumlah390100 %

Sumber : Data RSIA Mutiara Hati tahun 2011Dari tabel 5.6, dapat dilihat dari ibu bersalin dengan section caesarea, yang bersalin atas pekerjaan ibu yaitu tidak bekerja sebanyak 257 orang (65,9%).

5.2. Pembahasan5.2.1 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Sectio CaesareaDari tabel 5.2 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi ibu bersalin yang sectio caesarea di RSIA Muatiara Hati tahun 2011 atas indikasi ibu sebanyak 265 kasus (68 %) dan atas indikasi janin sebanyak 125 kasus (32%) dari 390 ibu bersalin dengan sectio caesarea. Pada tindakan sectio caesarea presentase ibu bersalin dengan sectio caesarea berdasarkan indikasi ibu lebih besar dibandingkan indikasi janin. Indikasi ibu antara lain riwayat sectio caesarea, plasenta previa, pre-eklamsia, kebutuhan pecah dini (KPD), CPD, oligohidramnion, gagal induksi sering di jumpai pada ibu bersalin yang berupakan faktor resiko tinggi pada kehamilan dan persalinan sehinnga dilakukan tindakn sectio caesarea (Saipuddin, 2002).Menurut teori Wiknjosastro 2006 yang menyatakan bahwa sectio caesarea dilakukan karena adanya indikasi janin seperti kelainan letak serta gawat janin. Banyak terdapat ibu hamil dengan kelainan letak janin yang tidak diketahui sebelumnya,sehingga tidak memperoleh penanganan untuk merubah letak janin seperti pada letak sungsang sertanya kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang pemeriksaan USG sehingga tidak mengetahui letak janin secara pasti dan kurangnya pengetahuan ibu tentang pemeriksaan ANC.

5.2.2 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Dengan sectio caesarea Berdasarkan Umur IbuDari tabel 5.3 ibu bersalin dengan sectio caesarea di RSIA Mutiara Hati tahun 2011 berdasarkan umur < 20 Tahun sebanyak 14 orang (3,6%), 20-35 tahun sebanyak 305 orang (78,2%) dan > 35 tahun sebanyak 76 orang (18,2%). Hal ini sesuai dengan teori Wiknjosastro (2006) yang menyatakan bahwa umur yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-26 tahun karena pada umur tersebut organ reproduksi wanita mencapai kematangan sehingga akan mempengarui kelancaran persalinan dan kesiapan psikologis.Menurut beberapa peneliti angka persalinan dengan sectio caesarea meningkat dua kali lipat untuk wanita berusia 30-39 tahun dan 50 % pada wanita 40-44 tahun (Cunningham,005). Dalam penelitian ini terdapat perbedaan angka kejadian di RSIA Mutiara Hati dimana pada umur 20-35 tahun merupakan tindakan yang paling banyak dilakukan sectio caesaria.perbedaan ini dapat terjadi karna banyaknya wanita yang hamil pada umur 20-35 tahunsehingga kemungkinan dilakukan sectio caesarea lebih besar baik dengan alasan terdapat indikasi ataupun alasan yang rasional misalnya dengan alasan estetika ,tidak ingin merasakan sakit saat persalinan atau masuk mendapat hari kelahiran yang baik.

5.2.3 Distribusi Frekuensi Ibu BersalinDengan Sectio caesarea Berdasarkan ParitasDari tabel 5.4 sectio caesarea berdasarkan paritas RSIA Mutiara Hati tahun 2011 berdasarkan paritas primipara sebanyak 207 orang (53,1%) multipara sebanyak 168 (43,1%), dan grande multi sebanyak 15 orang (3,8%).Hal ini sesuai dengan teori Wiknjosastro (2006) yang menyatakan bahwa paritas multipara merupakan paritas paling aman untuk proses persainan serta teori Cunningham (2005) menyatakan bahwa angka kejadian sectio caesarea meningkat seiring dengan penurunan paritas.Menurut kilasan Roby (2004) kejadian sectio caesarea di Harapan Kita Paling banyak dilakukan pada primipara yaitu 53,6% hal ini sesuai antara penelitian di RSIA Muatiara Hati dimana sectio caesarea paling banyak dilakukan pada paritas primipara.hal ini terjadi karena di RSIA Mutiara Hati Paritas primipara banyak dilkukan sectio caesarea karna adanya indikasi keinginan ibu yang takut akan terjadi komplikasi yang lainnya.

5.2.4 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin dengan Sectio Caesarea Berdasarkan Pendidikan IbuDari tabel 5.5 ibu bersalin dengan sectio caesarea di RSIA Mutiara Hati tahun 2011 bedasarkan pendidikan ibu yaitu SD,SMP sebanyak 33 Orang (8,4%), SLTA sebanyak 280 orang (71,8%) dan perguruan tinggi sebanyak 77 orang (19,8%).Pada ibu dengan kelompok lulusan perguruan tinggi memungkinkan seseorang ibu untuk memiliki kemampuan dalam menerima dan memahami suatu informasi lebih mudah dengan kemudahan tersebut maka si ibu semakin memperhatikan segala sesuatu yang berhubungan dengan kesehatannya dan kesehatan bayinya.Hasil ini tidak sesuai dengan beberapa penelitian melaporkan bahwa angka sectio caesarea meningkat seiring dengan tingkat pendidikan ibu dan secara tidak langsung sectio caesarea merupakan cara yang sangat disukai wanita berstatus ekonomi tinggi (Martadi, Subroto 2006).Tingkat pendidikan ibu merupakan paktor penting yang mempengarui pemahaman ibu dalam upaya menjaga kesehatan ibu dan janin, baik disaat hamil maupun setelah persalinan.

5.2.5 Distribusi Frekuensi Ibi Bersalin Dengan Sectio Caesarea Berdasarkan PekerjaanDari tabel 5.6 ibu bersalin dengan sectio caesarea di RSIA Mutiara Hati tahun 2011 berdasarkan pekerjaan ibu yaitu bekerja sebanyak 133 orang (34,1%) dan tidak bekerja sebanyak 257 orang (65,9%). Pekerjaan ibu menjadi faktor karakteristik yang terkait erat dengan kesehatan dan kesejahteraan ibu dan bayinya. Selain ini pekerjaan juga berkaitan dengan naiknya pendapatan keluarga akan meningkatkan kemampuan untuk memelihara kesehatan atau mengakses pelayanan kesehatan,pasien yang memiliki kemampuan financial dapat meminta dokter untuk memberikan pelayanan sectio caesarea bagi dirinya. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Achadiat bahwa sectio caesarea lebih banyak dilakukan pada pasien dari kalangan mampu atau yang dalam perawatan menepati ruang kelas VIP disuatu Rumah Sakit (Medika, 2005).

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KesimpulanDari hasil penelitian ,gambaran karakterisik ibu bersalin dengan sectio caesarea di RSIA mutiara hati tahun 2011 di dapatkan :1. Jumlah ibu bersalin yang sectio caesarea di RSIA mutiara hati tahun 2011 indikasi ibu sebanyak 265 kasus (68%).2. Jumlah ibu bersalin dengan sectio caesarea berdasarkan usia ibu di RSIA mutiara hati tahun 2011 yaitu umur 20 - 35 tahun sebanyak 305 orang (78,2%).3. Jumlah ibu bersalin dengan sectio caesarea berdasarkan paritas di RSIA mutiara hati tahun 2011 yaitu primipara sebanyak 207 orang (53,1%). 4. Jumlah ibu bersalin dengan sectio caesarea berdasarkan pendidikan di RSIA mutiara hati tahun 2011 yaitu SLTA sebanyak 280 orang (71,8%). 5. Jumlah ibu bersalin dengan sectio caesarea berdasarkan pekerjaan di RSIA mutiara hati tahun 2011 yaitu tidak bekerja sebanyak 257 orang (65,9%).

6.2 SaranBerdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat dibreilan saran sebagai berikut:6.2.1 Bagi Rumah SakitMempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya masalah-masalah yang menyangkut komplikasi obstetric yang dapat mengancam ibu dan janin sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi dengan cara mengikut sertakan petugas kesehatan dalam berbagai pelatihan agar dapat mendektesi kehamilan dan persalinan yang beresiko tnggi dan mampu melakukan,berbagai penanganan dan dalam penanganannya sectio caesrea sebaiknya dilakukan karena benar-benar tidak bisa dilakukan persalinan pervaginam.

6.2.2 Bagi Ibu Hamil atau BersalinMemberikan pengetahuan dan manfaat tentang sectio caesarea pada ibu hamil atau bersalin agar berpandangan positif dan menghilangkan trauma terhadap proses sectio caesarea.