62164569 Penatalaksanaan Skizofrenia by Intan v Marbun

download 62164569 Penatalaksanaan Skizofrenia by Intan v Marbun

of 44

Transcript of 62164569 Penatalaksanaan Skizofrenia by Intan v Marbun

Bab IPendahuluan

Menurut data dari WHO (2001) masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO (2001) menyatakan paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Hampir satu pertiga dari penduduk di wilayah ini pernah mengalami gangguan neuropsikiatri.1Skizofrenia merupakan salah satu gangguan kesehatan jiwa yang menjadi perhatian. Istilah skizofrenia sering disalahpahami berarti bahwa orang-orang yang terkena dampak memiliki "kepribadian ganda". Skizofrenia adalah diagnosis psikiatri yang menjelaskan gangguan mental yang ditandai dengan kelainan pada persepsi atau ungkapan dari realitas. Distorsi dalam persepsi dapat mempengaruhi semua lima indera, termasuk penglihatan, pendengaran, penciuman rasa, dan sentuhan, tapi paling sering bermanifestasi sebagai halusinasi pendengaran, delusi paranoid atau aneh, atau suara tidak teratur dan berpikir dengan disfungsi sosial atau pekerjaan yang signifikan.2Tiap penderita skizofrenia merupakan seseorang dengan sifat individual, memiliki keluarga dan sosial psikologis yang berbeda-beda, sehingga menimbulkan gangguan bersifat kompleks karena itu perlu penanganan dari beberapa modalitas terapi. Oleh karena itu penderitaskizofrenia perlu ditatalaksana secara integrasi, baik dari aspek psikofarmakologis (terapi somatik) dan aspek psikososial. 3Pada penelitian tahun 2005 didapatkan bahwa terapi kombinasi (Integrated Approach) secara signifikan mengurangi gejala. Peningkatan ini didapatkan setelah melakukan terapi ini dalam beberapa tahun.

Bab IISkizofrenia

2.1. Sejarah3Sejarah dokter psikiatri dan neurologis yang telah menulis dan mengemukakan teori skizofrenia sejalan dengan sejarah psikiatri itu sendiri. Emil Kraepelin (1856-1926) dan Eugen Bleuler (1857-1939) adalah dua tokoh kunci dalam sejarah skizofrenia. Benedict A. Morel (1809-1873) menggunakan istilah demense precoce untuk pasien yang memburuk dan yang penyakitnya dimulai pada masa remaja. Karl Ludwig Kahlbaum (1828 1899) menggambarkan gejala katatonia dan Ewol Hecker (1843-1909) menulis tentang perilaku kacau (bizzare) pada hebefrenia.1. Emil KraepelinEmil K. melatinkan istilah morel menjadi demensia prekoks (dementia precox), suatu istilah yang menekankan suatu proses kognitif yang jelas (demensia) dan onset yang awal (prekoks) yang karakteristik untuk gangguan. 2. Eugen BleulerEugen Bleuler mengajukan istilah skizofrenia untuk menandakan adanya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi, dan perilaku pada pasien yang terkena. Eugen B. mengambarkan gejala primer spesifik untuk skizofrenia yang ditandai dengan gangguan asosiasi, gangguan afekrif, autisme, dan ambivalensi. Gejala sekunder (pelengkap) berupa waham dan halusinasi3. Teori lainAdolf Meyer (pendiri psikobiologi) mempercayai bahwa skizofrenia dan gangguan mental lainnya adalah reaksi terhadap berbagai stres kehidupan, yang dinamakannya sindrom suatu reaksi skizofrenik. Harry Stack Sullivan (pendiri bidang psikoanalistis interpersonal) menekankan isolasi sosial sebagai penyebab dan gejala skizofrenia. Gabriel Langfeldt membaginya atas True schizophren dan Peripheral schizophren. True schizophren menekankan kepentingan depersonalisasi, autisme, penumpulan emosi, suatu onset yang perlahan-lahan, dan perasaan derealisasi. Karl Jaspers (seorang psikiatrik dan filsuf) memberikan perkembangan spesifik bahwa filsafat merupakan minatnya dalam isi waham pasien psikiatriki. Kurt Schneider menggambarkan sejumlah gejala urutan pertama yang dianggap tidak spesifik untuk skizofrenia tetapi mempunyai nilai pragmatik dalam membuat diagnosis. Schneider membuat kriteria untuk skizofrenia yang dikenal sebagai first rank symptoms (penyisipan-penyisipan pikiran, halusinasi akustik, perasaan pasif, dan persepsi yang bersifat waham).

2.2. Epidemiologi1,2,3Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara geografis di seluruh Amerika Serikat atau di seluruh dunia. Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan sekitar 1-1,5%. Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3-1% dan biasanya timbul pada usia sekitar 18-45 tahun. Onset pada usia anak lebih jarang, seperti di tengah onset usia atau tua. Namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar dua juta jiwa menderita skizofrenia (Arief, 2006). Angka kejadian skizofrenia yang mengalami kekambuhan di unit rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta (RSJD) menjadi jumlah kasus terbanyak dengan jumlah rata-rata 1.440 pasien pada dua bulan terakhir tahun 2007.Skizofrenia memiliki prevalensi yang sama bagi laki-laki dan wanita. Perbedaanya ditunjukkan hanya pada onset dan perjalanan penyakit. Biasanya muncul lebih awal pada pria - usia puncak onset adalah 20-28 tahun untuk pria dan 26-32 tahun untuk wanita. Prevalensi skizofrenia seumur hidup - proporsi individu diharapkan dapat mengalami penyakit pada setiap saat dalam kehidupan mereka - umumnya diberikan sebesar 1%. Namun, tinjauan 2002 sistematis dari banyak penelitian menemukan prevalensi seumur hidup 0,55%.2.3. Definisi 1,4,5Kata skizofrenia berasal dari kata Yunani yang bermakna schizo dan phrenia. Schizo artinya terbagi atau terpecah sedangkan phrenia artinya pikiran. Jadi pikirannya terbagi atau terpecah. Pikiran penderitanya terpecah atau tidak utuh lagi. Skizofrenia adalah diagnosis psikiatri yang menjelaskan gangguan mental yang ditandai dengan kelainan pada persepsi atau ungkapan dari realitas. Distorsi dalam persepsi dapat mempengaruhi semua lima indera, termasuk penglihatan, pendengaran, penciuman rasa, dan sentuhan, tapi paling sering bermanifestasi sebagai halusinasi pendengaran, delusi paranoid atau aneh, atau suara tidak teratur dan berpikir dengan disfungsi sosial atau pekerjaan yang signifikan.Dalam DSM-IV, skizofrenia didefinisikan sebagai sekelompok ciri dari gejala positif dan negatif, ketidakmampuan dalam fungsi sosial, pekerjaan ataupun hubungan antar pribadi, dan menunjukan terus gejala-gejala ini selama paling tidak enam bulan. Sebagai tambahan, gangguan skizoafektif dan gangguan afek dengan gejala psikotik tidak didefinisikan sebagai skizofrenia dan juga skizofrenia tidak disebabkan oleh karena efek langsung karena psikologi dari zat atau kondisi medis.Gangguan skizofrenia umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan oleh afek yang tidak serasi (inappropriate) atau tumpul (blunted), dan ternyata kesadaran serta kemampuan intelektual biasanya tetap dapat dipertahankan, walaupun terjadi defisit kognitif.

2.4. Etiologi 3,4,5,7,8Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan yang mempunyai gejala-gejala serupa.

1. Genetik atau herediterPenelitian tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan salah satu penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko seseorang menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga dekat. Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami skizofrenia.2. Model Diatesis-stresMerupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, dan faktor lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatessis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia.Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (missal kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial, dan trauma.Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar kerentanan seseorang maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi skizofren. Semakin kecil kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi penderita skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang tanpa diathese tidak akan berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya.3. Faktor Neurobiologik (Anatomi)Penyebab skizofrenia tidak diketahui pasti. Tetapi banyak penelitian telah melibatkan peran patofisiologis untuk daerah tertentu di otak, termasuk sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada salah satu daerah mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya.

a. Lobus FrontalFungsi: Proses belajar, memori kerja, abstraksi, dan alasan.Jika terjadi gangguan akan mengakibatkan: berkurangnya kemampuan memecahkan masalah, hilangnya rasa sosial dan moral, implisif, dan regresi.b. Lobus TemporalFungsi: Diskriminasi bunyi, perilaku verbal, dan bicara.Jika terjadi gangguan akan mengakibatkan: amnesia, demensia, halusinasi yang kronik (peningkatan aliran darah di daerah lobus temporal kiri), waham (peningkatan darah di lobus temporomedial kiri dan penurunan aliran darah di daerah temporolateral kiri), disorganisasi verbal akibat menurunnya aktivitas di daerah temporal superior kiri.c. Sistim limbikFungsi: Perhatian, flight of idea, memori, dan daya ingat.Jika terjadi gangguan akan mengakibatkan: gangguan daya ingat, memori, dan disorientasi.d. Lobus OksipitalFungsi: Diskriminasi visual dan diskriminasi beberapa aspek memori.Jika terjadi gangguan akan mengakibatkan: disorientasi.Berikut adalah penelitian Computed Tomography (CT) otak dan penelitian post mortem yang mengungkapkan perbedaan-perbedaan otak penderita skizofrenia dari otak normal walaupun belum ditemukan pola yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi, dan Brain Electrical Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas lobus frontal pada beberapa individu penderita skizofrenia. Status hiperdopaminergik yang khas untuk traktus mesolimbik (area tegmentalis ventralis di otak tengah ke berbagai struktur limbik) menjadi penjelasan patofisiologis yang paling luas diterima skizofrenia.

Sumber: http://www.forumsains.com/artikel/mengenal-penyakit-skizofrenia-salah-satu-gangguan-psikosis-fungsional/

4. BiokimiawiDidapatkan banyak hipotese yang mengemukakan adanya peranan dopamin, norepinefrin, GABA, dan sebagainya.a. Hipotesis DopaminPeningkatan aktivitas dopamin di jalur mesolimbik otak secara konsisten ditemukan pada individu skizofrenia. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.b. Hipotesis NorepinefrinAktivitas norepinefrin naik pada skizofrenia, dan akan menyebabkan naiknya sensitisasi terhadap input sensorik.c. Hipotesis GABATurunnya aktivitas GABA akan menyebabkan naiknya aktivitas dopamin.d. Hipotesis SerotoninMetabolisme serotonin abnormal tampak pada sebagian pasien skizofrenia kronik yaitu terjadi hiper maupun hiposerotoninemia.e. Peniletilamin (PEA)Suatu amina endogen yang sangat mirip amfetamin. Bila jumlahnya naik mungkin dapat menimbulkan kenaikan umum terhadap kerentanan endogen terhadap psikosis.f. HalusinogenAmina endogen tertentu mungkin bertindak sebagai substrat bagi metilasi abnormal yang menimbulkan halusinasi endogen.g. EnzimTurunnya kadar MAO trombosit berkorelasi dengan terjadinya psikopatologi secara keseluruhan.Inhibitor DBH (dopamin beta hidroksilase) akan menimbulkan psikosis (skizofrenia tertentu). h. GlutenUnsur protein gandum yang mungkin tak dapat ditolerir pasien skizofrenia tertentu.5. PsikososialPasien yang memiliki emosi ekspresi (EE) yang tinggi memiliki angka relaps lebih tinggi daripada pasien yang berasal dari keluarga berekspresi emosi lebih rendah.EE didefinisikan sebagai perilaku yang intrusif, terlihat berlebihan, kejam dan kritis. Angka relaps akan berkurang jika perilaku keluarga diubah menjadi EE yang lebih rendah. Umumnya disfungsi keluarga merupakan suatu konsekuensi, bukan merupakan sebab dari skizofrenia.a. Teori tentang individu pasienSecara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik ibu dan anak.Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar.

b. Teori tentang keluargaBeberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami nonpsikiatrik-berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia. Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan yang jelas antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed, terjadi hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu orangtua yang melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua.Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual atau pseudohostile secara konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang unik, yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

c. Teori SosialBeberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit.

2.5. DiagnosisGejala skizofrenia secara umum:91) Gejala positif = gejala tipe I, ditandai munculnya persepsi, pikiran, dan perilaku yang tidak biasa secara menonjol, misalnya: halusinasi, delusi, pikiran dan pembicaraan kacau, perilaku katatonik, waham, gaduh gelisah, dan permusuhan.2) Gejala negatif = gejala tipe II, ditandai hilangnya atau berkurangnya kemampuan di area tertentu, misalnya tidak munculnya perilaku tertentu, afek tumpul- datar, alogia (tidak mau bicara), kemiskinan rapport, penarikan diri dari hubungan sosial secara pasif/apatis, kurangnya spontanitas dan arus percakapan, pemikiran stereotipik, kesulitan dalam pemikiran abstrak, dan penarikan emosional.

Terdapat juga beberapa ciri lain skizofrenia, yang sebenarnya bukan kriteria formal untuk diagnosa namun sering muncul sebagai gejala, yaitu:1) afek yang tidak tepat (misalnya tertawa saat sedih dan menangis saat bahagia),2) anhedonia (kehilangan kemampuan untuk merasakan emosi tertentu, apapun yang dialami tidak dapat merasakan sedih atau gembira), dan3) ketrampilan sosial yang terganggu (misalnya kesulitan memulai pembicaraan, memelihara hubungan sosial, dan mempertahankan pekerjaan).

Diagnosis skizofrenia biasa digunakan berdasarkan DSM-IV ataupun PPDGJ-III.Kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM-IV: 4,9A. Gejala karakteristik: Dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk bagian waktu yang bermakna selama periode satu bulan (atau kurang jika diobati dengan berhasil):(1) Waham (2) Halusinasi(3) Bicara terdisorganisasi (misalnya, sering menyimpang atau inkoheren)(4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas(5) Gejala negatif, yaitu afek datar, alogia, atau tidak ada kemauan (avolition)B. Catatan: Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengkomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama lainnya.C. Disfungsi sosial/pekerjaan: Untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).D. Durasi: Tanda gangguan terus menerus menetap selama sekurangnya enam bulan. Periode enam bulan ini harus termasuk sekurangnya satu bulan gejala (atau kurang jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu, gejala fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala prodomal atau residual, tanda gangguan mungkin dimanifestasikan hanya oleh gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang diperlemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).E. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood: Gangguan skizoafektif dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena: (1) tidak ada episode depresif berat, manik, atau campuran yang telah terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif; atau (2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya adalah relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.F. Penyingkiran zat/kondisi medis umum: Gangguan tidak disebabkan oleh afek biologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.G. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif: Jika terdapat riwayat adanya gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang jika diobati secara berkhas.

Kriteria Diagnostik Menurut PPDGJ-III: 6 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas)(a) - thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namum kualitasnya berbeda; atau thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi ikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya; (b) - delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau delusion influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;(tentang dirinya = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus); delusion perception = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistikatau mukjizat;(c) Halusinasi auditorik : Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadapa perilaku pasien, atau Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh(d) Waham-waham menenetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahkluk asing dari dunia lain). Atau paling sedikit dua dari gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas : (e) Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila diseratai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun diseratai oleh ide-ide berlabihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;(h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosianal yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunyya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika; Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

2.6. Klasifikasi 2,4,5,10Berikut adalah klasifikasi skizofren berdasarkan kriteria diagnosis.1. Klasifikasi berdasarkan Kriteria diagnosis menurut DSM-IVa. Skizofrenia tipe Paranoidb. Skizofrenia tipe terdisorganisasic. Skizofrenia tipe katatonikd. Skizofrenia tipe tidak tergolongkane. Skizofrenia tipe residual

a. Kriteria Diagnostik Skizofrenia Tipe ParanoidSuatu tipe dari Skizofrenia dimana memenuhi kriteria berikut:A. Preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau halusinasi auditorik yang sering.B.Tidak ada dari yang berikut ini yang menonjol: pembicaraan terdisorganisasi, perilaku terdisorganisasi atau katatonik, atau afek datar atau tidak sesuai.

b. Kriteria Diagnostik Skizofrenia Tipe TerdisorganisasiSuatu tipe dari Skizofrenia dimana memenuhi kriteria berikut:A. Semua berikut ini menonjol:a. pembicaraan terdisorganisasib. perilaku terdisorganisasic. afek datar atau tidak sesuaiB. Kriteria pada Tipe Katatonik tidak terpenuhi.

c. Kriteria Diagnostik Skizofrenia Tipe KatatonikSuatu tipe dari Skizofrenia dimana gambaran klinik didominasi oleh paling kurang dua dari berikut:1. Imobilitas motorik dengan bukti katalepsi (termasuk waxy flexibility) atau Stupor2. Aktivitas motorik berlebihan (dimana terlihat tidak memiliki tujuan dan tidak dipengaruhi stimuli luar)3. Negativisme ekstrim (terlihat resistensi terhadap semua perintah tanpa alasan atau mempertahankan postur kaku melawan usaha untuk mengerakkannya) atau mutisme4. erakan volunter yang aneh dengan bukti suatu posturing (postur bizar atau tidak sesuai), gerakan stereotipi, mannerisme menonjol atau menyeringai yang menonjol5. Ekolalia (menirukan suara atau ucapan orang lain) atau ekopraksia (menirukan perbuatan orang lain)

d. Kriteria Diagnostik Skizofrenia Tipe Tidak TergolongkanSuatu tipe dari Skizofrenia dimana gejala pada Kriteria A ada, tetapi kriteria pada tipe paranoid, terdisorgansasi, atau katatonik tidak terpenuhi.

e. Kriteria Diagnostik Skizofrenia Tipe ResidualSuatu tipe dari Skizofrenia dimana kriteria berikut terpenuhi:A. Absennya delusi, halusinasi, pembicaraan terdisorganisasi, dan seluruh perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang menonjol.B. Terdapat bukti gangguan yang berlanjut, terindikasi dengan adanya gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang terdaftar pada Kriteria A untuk skizofrenia, hadir dalam bentuk yang lemah (contoh, keyakinan aneh, pengalaman persepsi yang tidak biasa).

2. Klasifikasi berdasarkan Kriteria diagnosis menurut PPDGJ-III6a. Skizofren Paranoidb. Skizofren Hebefrenikc. Skizofren Katatonikd. Skizofren tak terincie. Skizofren residualf. Skizofren simpleksg. Skizofren lainnyah. Skizofren yang tidak terinci

a. Skizofren Paranoid Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Sebagai tambahan: Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas; Gangguam afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.

b. Skizofren Hebefrenik Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. Diagnosis hebeferina untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas; pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis. Untuk diagnosis hebeferina yang meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama dua atau tiga bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan: Perilaku yang tidak betanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan; Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inaproproate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases); Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkohoren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada teta[i biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.

c. Skizofren katatonik Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Salah satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya:a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara);b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal);c) Menampilakan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan ke arah berlawanan);e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya);f) Fleksibilitas cerea/ waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dang) Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat. Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.

d. Skizofren tak terinci (Undifferentiated) Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik; Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-skizofrenia.

e. Depresi Pasca-sckizofrenia Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau:a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya); danc) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit dua minggu. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi Episode Depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

f. Skizofren residual Untuk diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua:a) Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria utnuk diagnosis skizofrenia;c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia.d) Tidak terdapat demensia atau penyakit/gangguan otak oprganik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.

g. Skizofrenia simpleks Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari; gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.Perjalanan gangguan skizofrenik juga dapat diklasifikasikan dengan menggunakan kode lima karakter: F20.x0 Berkelanjutan F20.x1 Episodik dengan kemunduran progresif F20.x2 Episodek dengan kemunduran stabil F20.x3 Episodek berulang F20.x4 Remisi tak sempurna F20.x5 Remisis sempurna F20.x8 Lainnya F20.x9 Periode pengamatan kurang dari satu tahun

2.7. Fase-fase skizofrenia1. Fase Prodormal (akut) Gejala psikotik belum jelas Gejala (+) belum ada Gejala (-) belum ada2. Fase aktif Gejala psikotik jelas dan menonjol Gejala (+) menonjol Gejala (-) ada3. Fase residual (remisi) Gejala psikotik tidak menonjol Gejala (+) minimal Gejala (-) ada

2.8. Prognosis3, 7, 11Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skiofrenia, hanya kira-kira 10-20 % pasien dapat digambarkan memliki hasil yang baik. Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat, dan usaha bunuh diri. 10% penderita skizofrenia meninggal karena bunuh diri. Walaupun angka-angka yang kurang bagus tersebut, skizofrenia memang tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang buruk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan dengan prognosis yang baik.Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didialam literatur adalah dari 10-60% dan perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenia mampu untuk menjalani kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus mengalami gejala yang sedang,dan 40-60% dari pasien terus terganggu scara bermakna oleh gangguannya selama seluruh hidupnya.Secara umum prognosis skizofrenia bergantung pada:Prognosis penderita skizofrenia baik bila:1. Onset akut 2. Faktor pencetusnya jelas3. Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid yang baik (termasuk kemunculan di usia lanjut)4. Subtipe paranoid5. Menikah6. Riwayat keluarga dengan gangguan alam perasaan7. Predominasi gejala positifPrognosis penderita skizofrenia buruk bila:1. Onset pada usia lebih muda 2. Faktor pencetus tidak jelas dan bersifat insidius 3. Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid buruk 4. Perilaku menyendiri5. Subtipe disorganisasi dan nondiferensiasi6. Tidak menikah7. Riwayat keluarga dengan skizofrenia8. Adanya tanda dan gejala neurologik9. Predominasi gejala negatif

Bab IIIPenatalaksanaan Skizofrenia

Terapi Skizofrenia3,10Inti terapi skizofrenia adalah medikasi antipsikotik. Namun penelitian menemukan bahwa intervensi psikisosial dapat memperkuat perbaikan klinis karena skizofrenia termasuk kategori penyakit otak, tidak hanya kelainan psikologikal. Modalitas psikososial harus diintegrasikan secara cermat ke dalam regimen terapi obat dan harus mendukung regimen tersebut. Sebagian besar pasien skizofrenia mendapatkan manfaat dari pemakaian kombinasi pengobatan antipsikotik dan psikososial. Penelitian mengindikasikan terapi kombinasi lebih baik untuk mencegah kekambuhan dari pada pengobatan yang hanya menggunakan satu jenis terapi (pengunaan obat, pemantauan, dan program rehabilitasi).Terapi kombinasi (Integrated Approach) dalam menagani pasien skizofrenia antara lain : Memotivasi untuk meningkatkan semangat agar pasien tetap pada pendiriannya untuk berubah. Menggunakan obat antipsikotik (atipikal atau tipikal) dengan pengawasan. Rehabilitasi berbasis pada lingkungan dan latihan ketrampilan sosial. Psikoterapi keluarga. Terapi kognitif dan perilaku untuk mengurangi waham dan halusinasi.Pada penelitian tahun 2005 didapatkan bahwa terapi kombinasi (Integrated Approach) secara signifikan mengurangi gejala. Peningkatan ini didapatkan setelah melakukan terapi ini dalam beberapa tahun. Dahulu penatalaksanaan skizofrenia terfokus untuk menurunkan gejala negatif, sekarang hal ini telah berubah. Para dokter sekarang menekankan pada kemampuan pasien untuk berfungsi, misalnya melakukan kegiatan (berbelanja, memasak, mencuci pakaian dan pada beberapa kasus mengerjakan tugas secara sendiri).Terapi kognitif remediasi mengajarkan pasien strategi yang spesifik untuk meningkatan daya konsentrasi, memori, dan kemampuan untuk belajar. Makin bertambah kasus yang menunjukan peningkatan pasien dalam mengingat, belajar, dan berkonsentrasi sehingga menghilangkan gejala positif dan membuat pasien menjadi lebih mandiri. Terapi kognitif remediasi harus merupakan bagian dari terapi kombinasi yang termasuk obat-obatan, dukungan keluarga, terapi kognitif-perilaku dan rehabilitasi yang berbasis lingkungan.

Pengobatan AwalSemakin dini skizofrenia diketahui dan diterapi maka prognosisnya makin baik. Pasien yang menerima obat antipsikotik dan terapi lainnya pada episode pertama maka rehabilitasi di rumah sakit adalah jarang dalam lima tahun berikutnya dan membutuhkan hanya sedikit waktu untuk mengkontrol gejala dibandingkan pasien yang terlambat meminta pertolongan.Para peneliti sedang mencoba mengunakan generasi kedua dari obat antipsikotik (obat atipikal) pada pengobatan awal untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi menderita episode psikosis. Dalam suatu penelitian, risperidon memperlambat psikosis dalam enam bulan tapi tidak dapat mencegah kekambuhan.

Jenis-jenis terapi untuk penderita skizofrenia adalah :A. FarmakologisB. Nonfarmakologis

A. Farmakologis3,10Obat Anti-psikosis Tipikal1. Phenotiazine:a. Rantai Aliphatic: i. Chlorpromazine (Largactil)ii. Levomepromazine (Nozinan)b. Rantai Piperazine:i. Perphenazine (Trilafon)ii. Trifluoperazine (Stelazine)iii. Fluphenazine (Antensol)c. Rantai Piperidinei. Thioridazine (Melleril)2. Butyrophenone: Haloperidol (Haldol, Serenace, dll)3. Diphenyl-butyl-piperidine: Pimozide (Orap)

Obat Anti-psikosis Atipikal1. Benzamide: Sulpiride (Dogmatil)2. Dibenzodiazepine: a. Clozapine (Clozaril)b. Olanzapine (Zyprexa)c. Quetiapine (Seroquel)3. Benzisoxazole: Risperidon (Risperdal)NoNama GenerikNama DagangSediaan Dosis Anjuran

1ChlorpromazineLargactil (Aventis Pharma)Promactil (Combiphar)Meprosetil (Meprofarm)Cepezet (Mersifarma)Tab. 25 mg 100 mgTab. 100 mg

Tab. 100 mg

Tab. 100 mg150-600 mg/h

2HaloperidolSerenace (Pfizer-Pharmacia)

Haldol (Jansen)

Govotil (Guardian Pharmatama)Lodomer (Mersifarma)Haldol Decanoas (Jansen)Tab. 0,5 mg 1,5 & 5 mgLiq. 2 mg/mlAmp. 5 mg/mlTab. 2 mg 5 mgTab. 2 mg 5 mgTab. 2 mg 5 mgAmp. 50 mg/ml5-15 mg/h

50 mg/2-4 minggu

3PerphenazineTrilafon (Schering)Tab. 2 mg 4 & 8 mg12-24 mg/h

4Fluphenazine

Fluphenazine-decanoateAnatensol (B-M-Squibb)Modecate (B-M-Squibb)Tab. 2,5 mg 5 mgVial. 25 mg/ml10-15 mg/h

25 mg/2-4 minggu

5LevomepromazineNozinan (Aventis Pharma)Tab. 25 mg25-50 mg/h

6TrifluoperazineStelazine (Glaxo-Smith-Kline)Tab. 1 mg 5 mg10-15 mg/h

7ThioridazineMelleril (Norvatis)Tab. 50 mg 100 mg150-600 mg/h

8SulpirideDogmatil Forte (Delagrange)Amp. 50 mg/mlTab. 200 mg300-600 mg/h

9PimozideOrap Forte (Jansen)Tab. 4 mg2-4 mg/h

10RisperidoneRisperdal (Jansen)Neripros (Pharos)Noprenia (Novell)Persidal (Mersifarma)Rizodal (Guardian Pharmatama)Zofreda (Kalbe Farma)Tab. 1,2,3 mgTab. 1,2,3 mgTab. 1,2,3 mgTab. 1,2,3 mg

Tab. 1,2,3 mg

Tab. 1,2,3 mgTab.2-6mg/h

11ClozapineClozaril (Novartis)Tab. 25 mg 100 mg25-100 mg/h

12QuetiapineSeroquel (Astra Zeneca)Tab. 25 mg 100 mg 200 mg50-400 mg/h

13OlanzapineZyprexa (Eli Lily)Tab. 5 mg 10 mg10-20 mg/h

Mekanisme KerjaMekanisme kerja obat anti-psikosis tipikal adalah memblokade dopamine pada reseptor pasca-sinaps neuron di otak khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal sehingga efektif untuk gejala positif.Sedangkan obat anti-psikosis atipikal disamping berafinitas terhadap Dopamine D2 Receptors, juga terhadap Serotonin 5 HT2 Receptors, sehingga efektif juga untuk gejala negatif.

Efek Samping Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, dan kemampuan kognitif menurun). Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering, kesulitan miksi & defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung). Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson: tremor, bradikinesia, rigiditas). Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice), hematologik (agranulocytosis), biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Efek samping yang irreversible: tardive dyskinesia (gerakan berulang involunter pada: lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur gejala tersebut hilang), biasanya karena pemakaian jangka panjang dan usia lanjut, tidak berkaitan dengan dosis. Cara mengatasinya dengan penghentian obat secara perlahan-lahan, bisa dicoba dengan pemberian reserpine 2,5 mg.

Pemilihan Obat Pemilihan jenis obat mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Apabila ada obat yang tidak memberi respons klinis dalam dosis optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat lain dengan golongan berbeda, dengan dosis ekivalen-nya. Apabila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif maka pilihan obat anti-psikosis atipikal perlu dipertimbangkan, khususnya bagi yang tidak dapat mentolerir efek samping ekstrapiramidal. Dari antara obat yang sesuai terhadap diagnosis tertentu, obat spesifik harus dipilih menurut riwayat respons obat pasien (kepatuhan, respons terapetik, dan yang merugikan).Anti-psikosisMg.qDosis(mg/h)SedasiOtonomikEks.Pr

ChlorpromazineThioridazinePerphenazineTrifluoperazineFluphenazineHaloperidolPimozideClozapineLevomepromazineSulpirideRisperidone1001008552225252002150100855222550200260090048606010067530016009++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++-+++

Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping). Tetapi obat yang terakhir ini paling mudah menyebabkan timbulnya gejala ekstrapiramidal, pada pasien yang rentan terhadap efek samping tersebut perlu digantikan dengan Thioridazine (dosis ekivalen) dimana efek samping ekstrapiramidalnya sangat ringan. Untuk pasien yang sampai timbul "tardive dyskinesia" obat antipsikosis yang tanpa efek samping ekstrapiramidal adalah obat generasi baru/atipikal.

Pengaturan DosisMulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap dua sampai tiga hari sampai mencapai dosis efektif maka dievaluasi tiap dua minggu dan bila perlu dinaikkan sampai dosis optimal dan dipertahankan sekitar 8-12 minggu. Setelah itu diturunkan setiap dua minggu hingga mencapai dosis maintenance yang dipertahankan enam bulan sampai dua tahun diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu lalu dilakukan tapering off tiap 2-4 minggu sampai stop.Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan : Onset efek primer (efek klinis): sekitar 2-4 minggu Onset efek sekunder (efek samping): sekitar 2-6 jam Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x perhari) Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien.Neuroleptika dengan dosis terapetik tinggi seperti chlorpromazine, thioridazine, perazine) lebih baik digunakan untuk : Hiperaktivitas motorik, kegelisahan; kegaduhan; agitasi (agresif).Neuroleptika dengan dosis terapetik rendah seperti flufenazin, trifluoperazin, perfenazin, haloperidol, pimozid lebih manjur untuk : Skizofrenia seperti autisme, gangguan proses pikir, gangguan afek dan emosi.Antipsikotik spektrum luas; untuk psikotik akut termasuk: Levomepromazine, Klorprotixen, Tioridazin, dan Klorpromazin.Antipsikotik jangka panjang digunakan untuk psikotik kronik termasuk : Haloperidol, Trifluoperazin, dan Flufenazin.

Lama PemberianUntuk pasien dengan serangan yang multiepisode terapi pemeliharaannya diberikan paling sedikit lima tahun. Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis dipertahankan selama tiga bulan sampai satu tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat. Pada penghentian mendadak dapat terjadi gejala cholinergic rebound berupa gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain yang dapat diatasi dengan antikolinergik Sulfas Atropin 0,25mg im & tablet trihexyphenidyl 3 x 2 mg/hari.

Interaksi Antipsikotik Antipsikosis + antipsikosis lain = potensiasi efek samping obat dan tidak ada bukti lebih efektif (tidak ada efek sinergis antara dua obat anti-psikosis).Misalnya, CPZ + reserpine = potensiasi efek hipotensif. Antipsikosis + Antidepresan Trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat, (hati-hati pada pasien : glaukom, hipertrofi prostat dan penyakit jantung) Antipsikosis + anti anxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus dengan gejala agitasi dan gaduh gelisah yang hebat. Antipsikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat pada pagi hari sebelum dilakukan ECT (electro convulsive therapy) oleh karena angka mortalitas yang tinggi. Antipsikosis + anti konvulsan = ambang konvulsi menurun, lebih besar kemungkinan serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar (dose-related). Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah obat anti-psikosis haloperidol. Antipsikosis + antasida = efektivitas anti psikosis menurun karena gangguan absorpsi.

ANTIPSIKOSIS TIPIKALChlorpromazinFarmakodinamik : Susunan Saraf Pusat : Chlorpromazine (CPZ) menimbulkan efek :1. Sedasi dan sikap acuh terhadap lingkungan. Pemakaian yang lama dapat menimbulkan efek sedasi.2. Antipsikosis3. Berkurangnya kepandaian pekerjaan tangan yang memerlukan kecekatan dan daya pemikiran yang berulang.4. Gangguan aktivitas motorik.5. Gejala Parkinsonisme (karena mempengaruhi ganglia basalis) efek ekstrapiramidal.6. Menurunnya ambang kejang. Sehingga penggunaannya pada pasien epilepsi harus hati-hati. (Derivat piperazin dapat diberikan secara aman pada pasien epilepsi dengan dosis bertahap dan bersama antikonvulsan. Otot Rangka : CPZ menimbulkan relaksasi otot skelet yang dalam keadaan spastik. Endokrin : Menghambat ovulasi dan menstruasi. Kardiovaskular : Dapat menyebabkan hipotensi ortostatik.Farmakokinetik :Semua fenotiazin diabsorpsi dengan baik bila diberikan peroral maupun parenteral. Penyebaran luas ke semua jaringan dengan kadar tertinggi di paru-paru, hati, kelenjar suprarenal dan limpa. Setelah pemeberian CPZ dosis besar, maka masih ditemukan ekskresi CPZ atau metabolitnya selama 6-12 bulan.Efek Samping :Batas keamanan CPZ cukup lebar, sehingga obat ini cukup aman. Efek samping berupa gejala idiosinkrasinya mungkin timbul, seperti ikterus, dermatitis, leukopenia. Semua derivat fenotiazin menyebabkan gejala ekstrapiramidal.

Obat Anti Psikosis Long ActingObat anti psikosis long acting yang sering digunakan adalah :1. Fluphenazine Decanoate/ Enanthate 25 mg/cc2. Haloperidol decanoat 50 mg/ccObat long acting diberikan secara intramuskular (IM) untuk 2 sampai 4 minggu. Obat ini sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral sebaiknya diberikan per oral dahulu beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas.Pemberian anti psikosis "long acting" hanya untuk terapi stabilitas dan pemeliharaan (maintenance therapy/rumatan) terhadap kasus skizofrenia.Sebanyak 15-25% kasus menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek samping ekstrapiramidal.0. HaloperidolHaloperidol adalah obat antipsikosis yang kuat. Nama dagang : haldol decanoas haloperidol 50 mg/ml. Digunakan sebagai terapi rumatan untuk psikosis. Dosis inisial 50-100 mg. Haloperidol sering menimbulkan gejala ekstrapiramidal/sindroma parkinson; dimana gejalanya berupa : Wajah seperti topeng (kekakuan) Tremor Suara seperti pelo (susah didengar) Hipersalivasi Jalan seperti robot.Tindakan untuk mengatasi dengan tablet trihexyphenidyl (artane) 3-4x2 mg/hr, sulfas atropin 0,50-0,75, mg (IM).Haloperidol selain antipsikotik dapat digunakan sebagai antianxietas dengan dosis rendah dimana 100 CPZ setara dengan 1-1/2 - 2 1/2 mg haloperidol.

Rapid NeuroleptizationHaloperidol 5-10 mg (im) dapat diulangi setiap 30 menit, dosis maksimum adalah 100 mg dalam 24 jam. Biasanya dalam 6 jam sudah dapat mengatasi gejala-gejala akut dari sindrom psikosis.Kontra indikasi : Penyakit hati Hematologi Epilepsi Kelainan jantung Febris yang tinggi Penyakit SSP (parkinson, tumor otak) Ketergantungan alkohol Kesadaran makin memburuk.

2. Fluphenazine decanoateNama dagang Modecate dalam bentuk vial 25 mg/ml. Dimana dosis anjuran 25 mg/2-4 minggu.Indikasi : untuk berbagai manifestasi skizofrenia. Kontra indikasi :kerusakan otak subkortikal, keadaan koma, anak usia 12 tahun ke bawah, hipersensitivitas.Fluphenazine mempunyai 3 bentuk :1. HCL = oral2. Enantat (injeksi) long acting3. Dekanoat (long acting)

ANTIPSIKOSIS ATIPIKALIndikasi pengobatan dari obat antipsikotik atipikal antara lain : Sindrom psikosis Sindrom psikosis fungsional, misalnya : skizofrenia, psikosis paranoid. Sindrom psikosis organik, misalnya : demensia, intoksikasi alkohol. Indikasi spesifik, misalnya : efektif untuk menurunkan gejala negatif skizofrenia dan terapi pasien skizofrenia yang tidak berespons dengan obat antipsikotik konvensional.ClozapineClozapine adalah obat antipsikotik dari jenis yang baru. Jarang disertai dengan efek samping yang mirip parkinsonisme dibandingkan antipsikotik konvensional. Bekerja terutama dengan aktivitas antagonisnya pada reseptor dopamin tipe 2 (D2). Clozapine efektif terhadap gejala negatif skizofrenia dibandingkan antipsikotik konvensional. Clozapine disertai agranulositosis pada kira-kira 1-2% dari semua pasien. Memerlukan monitoring hematologis setiap minggu pada pasien yang diobati dengan clozapine. Farmakokinetik:Clozapine cepat diabsorpsi dari saluran gastrointestinal (GI). Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 1-4 jam (rata-rata 2 jam). Clozapine dimetabolisme secara lengkap, dengan waktu paruh antara 10 dan 16 jam (rata-rata 12 jam). Kadar stabil dicapai dalam tiga sampai empat hari dengan dosis dua kali sehari. Metabolit diekskresi dalam urin dan feses. Farmakodinamik:Clozapine memiliki potensi yang jauh lebih tinggi sebagai antagonis pada resptorD1, serotonin tipe 2 (5-HT), dan noradrenergik alfa (khususnya 1). Selain itu clozapine memiliki aktivitas antagonis pada reseptor muskarinik dan histamin tipe 1 (H1) dan memiliki afinitas yang tinggi untuk reseptor dopamin tipe 4 (D4).Indikasi Terapeutik:Indikasi satu-satunya yang diusulkan oleh FDA untuk clozapine adalah sebagai terapi untuk skizofrenia resisten terapi, Tardive dyskinesia parah atau kepekaan khusus terhadap efek samping ekstrapiramidal dari obat antipsikotik standar. Berbeda dengan antipsikotik konvensional clozapine dapat mengobati pergerakan, gangguan skizoafektif, gangguan bipolar I yang parah, kepribadian ambang dan pasien dengan penyakit parkinson.

Efek samping:Ciri clozapine yang membedakannya dari antipsikotik standar adalah tidak adanya efek merugikan ekstrapiramidal. , tidak mempengaruhi sekresi prolaktin, dan tidak menyebabkan galaktorea. Dua efek merugikan yang paling serius dari clozapine adalah : Agranulositosis Dengan monitoring klinis yang cermat terhadap kondisi hematologis pasien yang diobati dengan clozapine akhirnya dapat mencegah kematian dengan mengenali secara awal gangguan hematologis dan menghentikan pemakaian clozapine. paling sering terjadi dalam enam bulan pertama. Peningkatan usia dan jenis kelamin wanita merupakan faktor risiko tambahan untuk perkembangan agranulositosis akibat clozapine. Carbamazepine (Tegretol) tidak boleh digunakan dalam kombinasi dengan clozapine karena hubungannya dengan agranulositosis. Kejang Terapi phenobarbital (luminal) dapat diberikan untuk mengatasi kejang dan clozapine dapat dimulai kembali pada kira-kira 50% dosis sebelumnya. Selanjutnya dinaikkan kembali secara bertahap. Efek samping lainnya adalah : Efek Kardiovaskular Takikardia, hipotensi, dan elektroensefalogram (EEG) berhubungan dengan terapi clozapine menunjukkan terjadinya takikardia, karena inhibisi vagal. Keadaan ini dapat diobati dengan antagonis adrenergik yang bekerja perifer. Efek hipotensif clozapine cukup parah, sehingga menyebabkan episode sinkop, bilamana dosis awal melebihi 75 mg sehari. Sedasi, kelemahan, penambahan berat badan, berbagai gejala GI (paling sering adalah konstipasi), efek antikolinergik, dan demam. Sedasi paling sering terjadi pada awal terapi dan efek sedasi siang hari dapat diturunkan dengan memberikan sebagian besar dosis clozapine pada malam hari. Obat ini dapat diekskresikan dalam air susu, sehingga tidak boleh digunakan oleh ibu yang menyusui. Interaksi Obat:Clozapine tidak boleh digunakan dengan salah satu obat lain yang disertai dengan perkembangan agranulositosis atau supresi sumsum tulang. Obat-obatan tersebut adalah carbamazepine, propylthiouracil, sulfonamide dan captopril (Capoten).Depresan sistem saraf pusat, alkohol, atau obat trisiklik yang diberikan bersama dengan clozapine dapat meningkatkan resiko kejang, sedasi, dan efek jantung. Pemberian bersama benzodiazepin dan clozapine dapat berhubungan dengan peningkatann insidensi hipotensi ortostatik dan sinkop.Titrasi dan Dosis:Clozapine tersedia dalam bentuk tablet 25 dan 100 mg. Satu mg clozapin ekuivalen dengan kira-kira 1,5 sampai 2 mg chlorpromazine. Dosis awal biasanya 25 mg satu atau dua kali sehari. Dosis awal konservatif adalah 12,5 mg dua kali sehari. Dosis selanjutnya dapat dinaikkan bertahap (25 mg sehari tiap dua atau tiga hari) sampai 300 mg sehari dalam dosis terbagi, biasanya dua atau tiga kali sehari. Peningkatan dosis secara bertahap diharuskan, terutama karena potensi perkembangan hipotensi, sinkop, dan sedasi. Efek merugikan tersebut biasanya dapat ditoleransi oleh pasien jika titrasi dosis dilakukan.

Risperidone Risperidone adalah benzisoxazole pertama yang diperkenalkan di Amerika Serikat untuk terapi Skizofrenia. Afinitasnya bermakna untuk reseptor D2, selain itu, risperidone merupakan antagonis yang lipoten untuk reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2)Farmakokinetik:Risperidone diabsorpsi cepat setelah pemberian oral, mencapai kadar puncak kira-kira satu jam setelah pemberian, dan memiliki waktu paruh plasma kira-kira 24 jam. Farmakodinamik:Risperidone memiliki afinitas yang bemakna untuk reseptor D2 dan merupakan antagonis yang poten untuk reseptor serotonin tipe 2 (5-HT 2).

Efek pada organ dan sistem spesifik :Risperidone tidak mempunyai efek merugikan dari segi neurologis dan efek merugikan lainnya lebih sedikit dibandingkan obat lain dalam kelas ini.Indikasi terapeutik:Indikasi terapeutik risperidone hampir sama dengan clozapine yaitu untuk terapi skizofrenia yang resisten terhadap terapi dengan antipsikotik konvensional.Efek samping:Efek samping seperti sedasi, otonomik dan ekstrapiramidal pada risperidone lebih ringan dibanding dengan obat antipsikotik konvensional lainnya.

Olanzapine Farmakokinetik:Olanzapine mencapai level puncak di dalam plasma dalam waktu 6 jam dan waktu paruhnya kira-kira 30 jam.Indikasi Terapeutik:Pengobatan skizofrenia yang resisten dan dapat digunakan untuk mengurangi gejala negatif dan agitasi.Efek Samping:Efek samping antikolinergik seperti konstipasi dan mulut kering meningkat berhubungan erat dengan dosis yang digunakan. Tidak menyebabkan leukopeni/agranulositosis seperti pada clozapine. Olanzapin menunjukkan peningkatan hepatik transaminase (ALT, AST, GGT) dosis dependen dan menunjukkan gejala ekstrapiramidal.

Quetiapine Farmakokinetik: Quetiapine secara cepat diabsorbsi sesudah diminum, mencapai konsentrasi puncak di plasma dalam waktu 1,5 jam, dimetabolisme oleh hepar. Dengan waktu paruh 6 jam yang terdapat di dalam batas dosis klinik yang dianjurkan.Efek Samping: Hipertensi Quetiapine mungkin dapat menyebabkan hipertensi ortostatik dengan gejala-gejala kedinginan, takikardi dan pada beberapa pasien terjadi sinkop, khususnya selama periode pemberian dosis inisial. Katarak Liver Secara asimtomatik, trasien dan reversibel meningkatkan serum transaminase (terutama ALT). Efek samping lainnya adalah somnolen, gejala ekstrapiramidal, dan NMS.

B. Non farmakologis1. Terapi Psikososial2. ECT (Electroconvulsive therapy)3. Stimulasi Magnetic

Rencana pengobatan untuk skizofrenia harus ditujukan pada kemampuan dan kekurangan pasien. Obat anti-psikosis saja tidak efektif jika tidak digabung dengan intervensi psikososial. 0. Terapi psikososialPengobatan psikososial digambarkan sebagai layanan yang bertujuan untuk mengembalikan kemampuan pasien agar berfungsi dalam komunitas. Pengobatan ini mungkin melibatkan pengobatan medis dan psikososial untuk menambahkan interaksi sosial, meningkatkan kemampuan hidup sendiri dan mendorong penampilan yang layak. Pasien didorong untuk lebih terlibat dalam perkembangan dan keikutsertaan dalam rencana rehabilitasi yang berfokus menambahkan keahlian dan kemampuan pasien. Tujuan dari pengobatan psikososial untuk menyatukan pasien kembali kepada komunitasnya. A. Terapi PerilakuPerilaku yang dikehendaki dipacu secara positif dengan memberikan imbalan berupa kenang-kenangan seperti perjalanan atau preferensi. Tujuannya untuk memacu perilaku tersebut agar dapat beradaptasi di luar bangsal.

B. Terapi KelompokFokusnya adalah dukungan serta pengembangan ketrampilan sosial (aktivitas sehari-hari) yang memberi dampak, terutama yang berguna pada pasien dengan sikap isolasi sosial juga berguna untuk menambah daya uji realita.Psikoterapi kelompok meliputi terapi suportif terstruktur dan anggotanya terbatas umumnya antara 3 sampai 15 orang. Kelebihan terapi kelompok adalah kesempatan untuk mendapatkan umpan balik segera dari teman kelompok dan dapat mengamati respon psikologis emosional dan perilaku penderita terhadap berbagai sifat orang dan masalah yang ditimbulkan.C. Terapi KeluargaDengan terapi ini dapat mengurangi angka relaps dan diberikan untuk anggota keluarga skizofrenik. Interaksi keluarga yang berekspresi emosi tinggi dapat dikurangi melalui terapi keluarga. Kelompok anggota penderita skizofrenia dapat berdiskusi berbagai hal terutama pengalamannya.Pengobatan keluarga dikombinasikan dengan medikasi antipsikotik telah menunjukan rata-rata relaps yang menurun dalam skizofrenia. Pengobatan dengan keluarga mungkin memperoleh beberapa efek seperti pengobatan namun juga membantu menjaga pasien skizofrenia dari menuntut adanya dunia nyata dengan menyediakan dukungan kemajuan sosial, struktur dan bimbingan. Meski mekanisme pasti dari perkembangan dalam terapi keluarga tidak diketahui, namun masih dapat direkomendasikan untuk beberapa pasien. Pertama, keluarga mendapat keuntungan dengan mengetahui tentang skizofrenia itu sendiri. Pengetahuan ini dapat meningkatkan kerjasama dan penerimaan baik dari keluarga maupun pasien itu sendiri. Namun demikian, pengetahuan ini harus digabungkan dengan intervensi keluarga lainya yang bertujuan pada peningkatan komunikasi yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat stress dari pasien skizofrenia dan menurunkan resiko relaps.

1. ECT (Electroconvulsive therapy)Electroconvulsive therapy (ECT), juga dikenal sebagai kejut listrik, sudah berfungsi dengan baik, meskipun tetap menjadi kontroversial di mana kejang elektrik diinduksi pada pasien yang dianastesi untuk efek terapeutik. Penggunaan belut listrik untuk meredakan sakit kepala dan kamper yang menginduksi kejang, digunakan untuk mengobati psikosis pada awal abad ke-16, sejarah sebagian besar.ECT mulai pada tahun 1934, ketika katatonia & gejala skizofrenia lainnya berhasil diobati dengan farmakologi dan kejang yang diinduksi. Sebelum pengenalan ECT, injeksi intramuskular kamper tersuspensi dalam minyak & maka intravena pentylenetetrazol telah digunakan untuk menginduksi kejang pada tahun 1938, Cereltti & Bini diperkenalkan terapi kejut listrik (EST), tetapi kemudian menjadi dikenal sebagai ECT. Pada tahun 1940 pengobatan dengan ECT didokumentasikan pertama kali di Amerika Serikat.ECT atau yang sering disebut shok terapi,mendapat publikasi yang buruk sejak diperkenalkan pada tahun 1940-an. Tetapi terapi ini masih digunakan untuk skizofrenia yang akut. Pada penelitian yang mengunakan pencitraaan tidak ditemukan kerusakan pada struktur otak bila menggunakan ECT. Penelitian pada tahun 2005 menyatakan bila ECT dikombinasi dengan obat antipsikotik bisa mengurangi keinginan untuk bunuh diri pada pasien dengan psikosis yang berat. Terapi ECT diberikan jika tidak responsif terhadap medikamentosa dan pada pasien yang mempunyai keinginan untuk bunuh diri biasa diberikan 2-3 kali per minggu untuk total 8 -12 sesi.ECT menggunakan arus listrik untuk menginduksi kejang di neuron di seluruh otak untuk mengurangi gejala seperti depresi berat, manik episode akut, atau skizofrenia. Meskipun mekanisme yang tepat dari ECT tidak jelas, ada empat teori utama: teori neurotransmitter (koreksi kelainan biokimia peptida dan neurotransmiter seperti serotonin dan dopamin menghasilkan efek yang mirip dengan antidepresan trisiklik atau inhibitor reuptake serotonin selektif); teori neuroendokrin (sebuah pelepasan hormon oleh efek menghasilkan hipotalamus atau pituitari antidepresan); teori antikonvulsan (pengobatan sendiri meminimalkan atau menghilangkan gejala), dan teori lobus frontal (ECT mengurangi atau menghilangkan gejala gangguan mood atau perilaku yang berasal dari lobus frontal).

Berikut adalah langkah-langkah ECT:1. Informed consent 2. Pemeriksaan fisik diagnostik, neurologik, riwayat medik yg lengkap 3. Pemeriksaan penunjang laboratorium, rutin, kimia darah 4. Pem penunjang lainnya EKG, EEG 5. Pem gigi adakah perawatan gigi adekuat6. Perhatikan medikasi yg dipakai 7. Benzodiazepin, clozaril, lidokain, theophillin, reserpin 8. Dipuasakan 6 jam sebelum terapi 9. VU dan rektum dikosongkan 10. Pasang bite block(spatel) bl ECT dilakukan 11. Memakai baju longgar

Berdasarkan tekniknya, ECT dibagi atas:1. ECT konvensional (tanpa anestesi)2. ECT premedikasi (dengan anestesi) Peralatan gawat darurat harus tersedia Anti kolinergik muskarinik, yaitu Sulfas atropin 0,01 mg/kg BB, diberikan 30-60 menit sebelum anestesi Dipilih anestesi yg kerjanya cepat dan pasien cepat sadar kembali, yaitu Pentotal 2-3mg/kg BB IV.

Berdasarkan penempatan elektrodanya (elektroda yang ditaruh pada kulit kepala pasien), ECT dibagi atas: 1. Dua jenis penempatan elektroda, bitemporal atau bilateral (BL; masing-masing elektroda ditempatkan pada setiap temporal area) dan unilateral kanan nondominan temporal (RUL; dua elektroda dipasang pada daerah temporal kanan).

Gbr. Pemasangan elektroda pada kepala pasien mulai dari bitemporal, right unilateral (RUL), bifrontal

2. Satu jenis penempatan, bifrontal (BF), di mana elektroda ditempatkan pada dahi tepat di atas setiap mata. Studi berkelanjutan penempatan BF menemukan khasiat sama dengan penempatan BL.

Elektronarkosis adalah jenis ECT yang menghasilkan keadaan tidur seperti tanpa menimbulkan kejang.

Indikasi pemberian ECT Gangguan depresi berat Pasien yg gagal dg medikasi Gejala parah/psikotik Tentamen suicide/homicide Agitasi Stupor Pasien usia lanjut dengan respon lebih lambat Gangguan bipolar Episode Mani ,sama atau lebih unggul dr lithium Schizophrenia , terutama : Tipe katatonik Tipe schizoafektif Akut Psikosis episodik Gangguan Obsesif Kompulsif Delirium Fenomena on-off parkinson Sindroma neuroleptik maligna

Kontra indikasiMutlak 1. SOL (Space Occupying Lesion)2. Infark Myocard Relatif 1. Penyakit jantung: dekompensasio kordis, angina pektoris, A-V Block, aneurisma aorta, dll 2. Kelainan tulang skoliosis, kiphosis, dll 3. Kehamilan keguguran 4. Hipertensi berat 5. Hiperpireksia 6. Diatesa Haemoragic 7. Ansietas berat

Frekuensi Biasanya 2 sd. 5 x / minggu Terapi segera dihentikan sesudah tampak kemajuan klinis

Mekanisme Kerja Pasti belum diketahui Pada kejang listrik cortex cerebri (otak besar) terangsang dg cepat dan hebat. Oksigen otak habis sedang supply-oxygen darah tak cukup An-oksemia otak hilang kesadaran

Fase-fase dlm Kejang Listrik yang terjadi selama proses ECT;1. Fase laten: 2-5 tremor cepat 2. Fase tonik: kurang lebih 10 seluruh sistem otot kerangka kejang tonik 3. Fase klonik : kurang lebih 30 kejang klonik (berdenyut) menyeluruh makin lama makin berkurang 4. Fase Apneu dan belum sadar beberapa detik 5. Fase bernafas spontan : makin lama makin teratur beberapa menit 6. Fase sadar kembali: 5 sesudah kejang berhenti. Pasien disorientasi beberapa menit 7. Fase tidur : - 1 jam sesudah pasien menguasai lagi orientasinya

Komplikasi1. Kematian sangat jarang 2. Dislokasi + fraktur 3. Apneu (berhenti bernafas)4. Cardiac arrest5. Reaktivasi proses tambah lama6. Pneumonia7. Amnesia8. Delirium lebih sering

3. Stimulasi MagnetikPara peneliti sedang mencoba prosedur terbaru yang disebut transcranial magnetic stimulation (rTMS) yang bekerja mengurangi aktivitas ota. Transcranial magnetic stimulation didekatkan pada kulit kepala di atas dan dibelakang telinga kiri (dekat dengan daerah di otak yang berhubungan dengan halusinasi auditorik). Pada penelitian yang terbaru melaporkan dengan penggunaan terapi ini mengurangi 52-70% halusinasi auditorik pada pasien. Penelitian yang lebih lanjut masih dibutuhkan untuk terapi ini.

Perawatan di Rumah SakitIndikasi utama untuk perawatan di rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh dan perilaku yang sangat kacau atau tidak sesuai, termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar seperti makan, pakaian dan tempat berlindung. Tujuan perawatan rumah sakit yang harus ditegakan adalah ikatan afektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat.Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan di rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan jalan. Rencana apengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri sendiri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial.44