61268514-sindrom-metabolik
-
Upload
rizalyahya1 -
Category
Documents
-
view
22 -
download
1
Transcript of 61268514-sindrom-metabolik
STATUS MEDIK
BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUD KOTA BEKASI
Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Jalan lapangan Bola RT 4/RW 1 No.22
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Sudah menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Tanggal masuk RS : 11 Mei 2011
Anamnesa
Anamnesa dilakukan pada tanggal 17 Mei 2011 secara autoanamnesa
Keluhan Utama
Luka di kaki kiri sejak 2 bulan SMRS.
Keluhan Tambahan
Pasien mengeluhkan baal, demam dan mual
Riwayat Penyakit Sekarang
2 bulan SMRS kaki pasien terkena paku. Biasanya luka sembuh namun lama
kelamaan semakin meluas. Awal mula terkena terasa sakit dan menjadi bengkak kemerahan
yang lama-lama semakin menghitam dan tiba-tiba jari 2 & 4 lepas dan tidak terasa sakit.
Pasien sudah berobat ke dokter dan didiagnosa DM tipe 2 dan dapat obat DM yang
tidak pasien ketahui namanya dan juga diberi antibiotik.
Pasien memiliki riwayat DM sejak 2 tahun yang lalu, tidak pernah kontrol ke dokter.
Sejak 1 tahun yang lalu sering terasa baal pada kaki dan tangan dan dirasakan hilang timbul.
Riwayat kesemutan disangkal oleh pasien.1
Sejak 1 minggu SMRS pasien juga merasa demam tinggi yang naik turun disertai
mual, muntah (-) , riwayat maag (+), buang air kecil menjadi lebih banyak dari biasanya,
buang air besar normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah menderita gejala seperti ini sebelumnya
Riwayat DM (+) tidak terkontrol
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat maag (+)
Riwayat PJK disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak pernah ada menderita pernah sakit yang sama.
Riwayat kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung, asma, dan alergi disangkal.
Riwayat Kebiasaan Sehari-hari
Pasien memiliki riwayat merokok
Riwayat mengkonsumsi alkohol disangkal oleh pasien
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan disangkal oleh pasien
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik dilakukan tanggal 17 Mei 2011
STATUS GENERALIS
Keadaan umum
2
Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Status gizi : Berat badan 60 kg
Tinggi badan 167 cm
BMI = 21,5 (normal)
Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36,6oC
Pernapasan : 18x/menit
Kepala
Normocephali
Wajah
Bentuk simetris, tidak ada hemiparesis, tidak ada fasies tertentu
Mata
Conjunctiva anemis +/+
Sklera ikterik -/-
Pupil bulat isokor 3mm, tepi rata
Reflex cahaya langsung +/+
Reflex cahaya tidak langsung +/+
Oedem palpebra (-/-)
Telinga
Bentuk normotia
Nyeri tekan tragus -/-
Nyeri tekan mastoid -/-
Hidung
Deviasi septum -/-
Sekret -/-
Mukosa hiperemis -/-
3
Sinus paranasal : tidak ada nyeri tekan di sinus paranasal
Mulut
Bibir: bentuk normal, simetris, warna merah muda, tidak kering, tidak pecah-pecah,
tidak sariawan, tidak pucat, tidak sianosis
Gigi dan gusi : gigi geligi lengkap
Lidah: bentuk normal, simetris, tidak ada deviasi, permukaan bersih, tidak kotor, tepi
tidak hiperemis
Uvula : letak di tengah, tidak tremor, tidak hiperemis, tidak membesar
Faring : tidak hiperemis
Tonsil : T1-T1 tenang
Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid, benjolan
(-), tidak ada deviasi trakea
Palpasi : benjolan (-), pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), trakea letak di
tengah simetris, JVP 5-2 cmH2O, kaku kuduk (-)
Thorax
Paru-paru
Inspeksi
Bentuk dada normal, simetris, gerak toraks pada pernafasan simetris, sama tinggi,
tidak ada bagian yang tertinggal, tidak ada retraksi. Tipe pernapasan abdomino-
torakal.
Palpasi
Gerak nafas simetris, sama tinggi, tidak ada bagian yang tertinggal, vokal fremitus
simetris pada kedua hemithorax
Perkusi
Sonor pada kedua hemithorax, tidak ada nyeri ketuk,
Auskultasi
Suara napas vesikuler simetris
4
Ronchi -/-
Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi
Ictus cordis terlihat di ICS VI 1 cm lateral midclavicularis kiri
Palpasi
Ictus cordis teraba di ICS VI 1 cm lateral midclavicularis kiri
Perkusi
Batas jantung kanan pada garis sternalis kanan setinggi ics III-IV-V, batas bawah
jantung setinggi ics VI 1 cm lateral garis midklavikularis kiri, batas atas jantung ICS III linea
sternalis kiri
Auskultasi
Bunyi jantung 1 dan 2 reguler
Murmur (–), Gallop (–)
Abdomen
Inspeksi
Bentuk simetris, datar
Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak tampak efloresensi, roseola spot (-),
caput medusae (-).
Umbilikus normal, tidak menonjol
Palpasi
Teraba supel, defense muscular (-), tidak teraba benjolan, terdapat nyeri tekan pada
epigastrium, nyeri lepas (-), tidak ada pembesaran hepar dan lien, ballotemen ginjal
kanan dan kiri (-), undulasi (-)
Perkusi
Timpani di seluruh lapangan abdomen, nyeri ketuk (-), shifting dullness (-), CVA -/-
Auskultasi
Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Inspeksi5
Bentuk normal, ukuran proporsional terhadap tubuh, tidak ada deformitas, simetris
kanan dan kiri. Tidak sianosis, tidak ikterik, tidak ada efloresensi yang bermakna, tidak ada
edema, palmar eritem (-), pembengkakan sendi (-)
Palpasi
Suhu hangat, normal, tidak ada edema, kelembaban cukup
Refleks biseps : (+/+), refleks triseps (+/+)
Status lokalis pedis sinistra
Look:
• Dorsum pedis terdapat ulcus berbentuk bulat dengan diameter 5cm
• Plantar pedis terdapat ulcus berbentuk bulat dengan diameter 7cm
• Digiti 2&4 amputasi
Feel:
• Nyeri tekan (+) pada plantar pedis
6
q
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
11 Mei 2011
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai normalLaju endap darah 160 mm 0-10Lekosit 18100 uL 5000-10000 Basofil 0 % <1Eosinofil 1% 1-3Batang 2% 2-6Segment 74% 52-70Limfosit 22% 20-40
Monosit 1% 2-8
7
Eritrosit 2,71 juta/uL 4-6
Hemoglobin 7,8 g/dL 13-17,5Hematokrit 23.3% 40-54MCV 86 fL 82-92MCH 28,8 pg 27-32MCHC 33,5% 32-37Trombosit 428000 uL 150-400Protein total 7,59 g/dL 6,6-8,0Albumin 2,37 g/dL 3,5-4,5Globulin 5,22 g/dL 1,5-3,0SGOT 57 U/L <37SGPT 56 U/L <41Alkali phospat 324 U/L 50-190Bilirubin total 0,41 mg/dL <1,2Bilirubin direk 0,17 mg/dL <0,6Bilirubin indirek 0,24 mg/dL <0,8Ureum 13 mg/dL 20-40Kreatinin 0,95 mg/dL 0,5-1,5Kolesterol total 129 mg/dL <200Trigliserida 88 mg/dL <160Glukosa darah sewaktu 186 mg/dL 60-110Natrium 130 mmol/L 135-145Kalium 4,3 mmol/L 3,5-5,0Clorida 95 mmol/L 94-111
Rontgen Thorax PA 11 Mei 2011
8
Skeletal normal
Cor sinuses dan diafragma normal
Pulmo: corakan normal
Tak tampak infiltrat
Kesan: thorax normal
Resume
Pasien seorang laki-laki usia 48 tahun datang dengan keluhan luka pada kaki kiri sejak 2 bln
SMRS. Awal mula tertusuk paku, makin lama meluas dan menghitam. Jari 2 dan 4 lepas
tidka terasa sakit. Riwayat DM (+) sejak 2 tahun yang lalu tidak terkontrol. Baal pada kaki
(+). Demam sejak 1 minggu SMRS naik turun, mual (+), riwayat maag (+). Dari pemeriksaan
fisik ditemukan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, suhu 36,6°C, RR 18 kali
per menit. Mata CA +/+. Palpasi abdomen didapat nyeri tekan epigastrium (+). Pada status
lokalis pedis sinistra:
• Terdapat ulcus pada dorsum pedis diameter 5cm
9
• Terdapat ulcus pada plantar pedis diameter 7cm
• Amputasi digiti 2 dan 4 sinisrta
Diagnosa Kerja
Foot diabetikum
Diabetes mellitus tipe 2
Pemeriksaan penunjang anjuran
Hba1C
Penatalaksanaan
Ceftriaxone 2x1
Ranitidine 2x1
Debridement ulcus
Prognosis
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationum : dubia ad malam
FOLLOW UP HARIAN
10
Kamis 12 Mei 2011
PH: 1
Daftar masalah
1. Luka pada kaki kiri
2. Mual
3. Demam
4. Anemia
Pembahasan masalah
1. Luka pada kaki kiri
S: 2 bulan SMRS kaki kiri pasien tertusuk paku. Awal mula terasa sakit dan
merah bengkak. Lama kelamaan semakin meluas dan menghitam lalu tiba-tiba
jari 2 dan 4 lepas dan tidak terasa sakit. Riwayat DM tidak terkontrol sejak 2
tahun yang lalu. Saat awal terkena pasien hanya membersihkannya dan
memberi betadine
O: TD 110/70 mmHg
N 80 x/menit
S 36,6°C
RR 18 x/menit
Pedis sinistra: Ulcus dorsum pedis diameter 5cm
Ulcus plantar pedis diameter 7cm
Amputasi digiti 2 dan 4
LAB: GDS 186
A: Gangren dan Ulcus pedis DM
P : ulangi GDS, GDP dan GDPP
11
OHO
Ganti verban tiap hari
Konsul bedah
2. Mual
S: sejak 1 minggu SMRS pasien merasa mual, tidak disertai muntah. Riwayat
maag(+)
O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+)
A: dispepsia
P: ondancentron
ranitidine
3. Demam
S: demam tinggi sejak 2 minggu yang lalu. Naik turun, dan hari ini sudah tidak
dirasakan. Pasien tidak pernah minum obat penurun panas namun panas hilang sendiri
O: TD 110/70 mmHg, N: 80x/mnt, S: 36,6°C, RR 18x/mnt, LAB: lekosit: 18100
A: demam teratasi
4. Anemia
S: riwayat perdarahan (-), keluhan (-)
O: CA+/+, LAB: Hb: 7,8
A: Anemia
P: cek Hb ulang, transfusi PRC 300cc
Jumat 13 mei 2011
12
PH: 2
Daftar masalah
1. Luka pada kaki kiri
2. Mual
3. Demam
4. Anemia
Pembahasan masalah
1. Luka pada kaki kiri
S: pasien masih merasakan sakit pada kaki kirinya
O: TD 100/70 mmHg
N 80 x/menit
S 36°C
RR 16 x/menit
Pedis sinistra: L: terbalut verban
Rembesan darah / pus (-)
F: Nyeri tekan (+) pada plantar pedis
LAB: GDS 186
A: Gangren dan Ulcus pedis DM
P : Ulangi GDS, GDP dan GDPP
Injeksi metronidazole
Ganti verban 3x tiap hari
2. Mual
S: Pasien masih merasakan mual, muntah (-)
13
O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+)
A: dispepsia
P: ondancentron
3. Demam
S: demam sudah tidak dirasakan lagi
O: TD 100/70 mmHg, N: 80x/mnt, S: 36°C, RR 16x/mnt, LAB: lekosit: 17500
A: demam teratasi
4. Anemia
S: pasien merasa lemas
O: CA+/+, LAB: Hb: 8,0 hematokrit 24,8 trombosit 410000
A: Anemia
P: cek Hb ulang, transfusi PRC 300cc
Sabtu 14 mei 2011
PH: 3
Daftar masalah
1. Luka pada kaki kiri
2. Mual
3. Demam
4. Anemia
5.
Pembahasan masalah
1. Luka pada kaki kiri
S: pasien merasakan sakit pada kaki kirinya
14
O: TD 110/60 mmHg
N 84 x/menit
S 36,4°C
RR 16 x/menit
Pedis sinistra: Ulcus dorsum pedis diameter 5cm
Ulcus plantar pedis diameter 7cm
Amputasi digiti 2 dan gangren digiti 4
LAB: GDP 158, GD2PP 276
A: Gangren dan Ulcus pedis DM
P : ulangi GDS, GDP dan GDPP
Injeksi metronidazole
Ganti verban tiap hari 3x sehari
2. Mual
S: pasien masih merasakan mual, muntah (-)
O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+)
A: dispepsia
P: ondancentron
3. Demam
S: demam sudah tidak dirasakan lagi
O: TD 110/60 mmHg, N: 84x/mnt, S: 36,4°C, RR 16x/mnt
A: demam teratasi
4. Anemia
S: pasien merasa lemas
15
O: CA+/+, LAB: Hb: 8,0
A: Anemia
P: cek Hb ulang, transfusi PRC 300cc
Senin 16 mei 2011
PH: 5
Daftar masalah
1. Luka pada kaki kiri
2. Mual
3. Demam
4. Anemia
Pembahasan masalah
1. Luka pada kaki kiri
S: pasien merasa sakit pada kaki kirinya
O: TD 110/70 mmHg
N 80 x/menit
S 36,6°C
RR 18 x/menit
Pedis sinistra: Ulcus dorsum pedis diameter 5cm
Ulcus plantar pedis diameter 7cm
Amputasi digiti 2 dan 4
LAB: Glukosa kurva harian 06: 204
Glukosa kurva harian 11: 294
Glukosa kurva harian 17: 257
16
A: Gangren dan Ulcus pedis DM
P : ulangi GDS, GDP dan GDPP
Injeksi metronidazole
Ganti verban tiap hari 3x sehari
2. Mual
S: pasien masih merasa mual, muntah (-)
O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+)
A: dispepsia
P: ondancentron
3. Demam
S: demam sudah tidak dirasakan pasien lagi
O: TD 110/70 mmHg, N: 80x/mnt, S: 36,6°C, RR 18x/mnt, LAB: lekosit: 14900
A: demam teratasi
4. Anemia
S: pasien merasa lemas
O: CA+/+, LAB: Hb: 9,6 hematokrit 29,5
A: Anemia
P: cek Hb ulang
Selasa 17 mei 2011
PH: 6
Daftar masalah
1. Luka pada kaki kiri
2. Mual
17
3. Demam
4. Anemia
Pembahasan masalah
1. Luka pada kaki kiri
S: kaki kiri dirasakan masih sangat nyeri
O: TD 120/80 mmHg
N 80 x/menit
S 36,6°C
RR 20 x/menit
Pedis sinistra: L: terbalut verban, rembesan darah (+) / pus (-)
F: nyeri tekan (+) pada plantar pedis
A: Gangren dan Ulcus pedis DM
P : ulangi GDS, GDP dan GDPP
Injeksi metronidazole
Ganti verban tiap hari 3x sehari
2. Mual
S: mual sudah berkurang, muntah (-) namun nyeri ulu hati masih dirasakan
O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+)
A: dispepsia
P: ondancentron
3. Demam
S: demam sudah tidak dirasakan pasien lagi
18
O: TD 120/80 mmHg, N: 80x/mnt, S: 36,5°C, RR 20x/mnt,
A: demam teratasi
4. Anemia
S: pasien merasa lemas
O: CA+/+, LAB: Hb: 9,6 hematokrit 29,5
A: Anemia
P: cek Hb ulang, perbaikan asupan gizi
Rabu 18 mei 2011
PH: 7
Daftar masalah
1. Luka pada kaki kiri
2. Mual
3. Demam
4. Anemia
5.
Pembahasan masalah
1. Luka pada kaki kiri
S: pasien merasa sakit pada kaki kirinya
O: TD 100/70 mmHg
N 84 x/menit
S 36,7°C
RR 20 x/menit
Pedis sinistra: L: terbalut verban, gangren digiti IV pedis sinistra
19
LAB: Glukosa kurva harian 06: 115
Glukosa kurva harian 11: 180
Glukosa kurva harian 17: 200
A: Gangren dan Ulcus pedis DM
P : ulangi GDS, GDP dan GDPP
Injeksi metronidazole
Ganti verban tiap hari 3x sehari
2. Mual
S: pasien masih merasa mual, muntah (-)
O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+)
A: dispepsia
P: ondancentron
3. Demam
S: demam sudah tidak dirasakan pasien lagi
O: TD 100/70 mmHg, N: 84x/mnt, S: 36,7°C, RR 20x/mnt,
A: demam teratasi
4. Anemia
S: pasien merasa lemas
O: CA+/+, LAB: Hb: 9,6 hematokrit 29,5
A: Anemia
P: cek Hb ulang
Kamis 20 mei 2011
PH: 8
20
Daftar masalah
1. Luka pada kaki kiri
2. Mual
3. Demam
4. Anemia
Pembahasan masalah
1. Luka pada kaki kiri
S: pasien merasa sakit pada kaki kirinya
O: TD 100/60 mmHg
N 82 x/menit
S 36,4°C
RR 20 x/menit
Pedis sinistra: Ulcus dorsum pedis diameter 5cm
Ulcus plantar pedis diameter 7cm
Amputasi digiti 2 dan 4
LAB: GDS: 239, GDP: 84
A: Gangren dan Ulcus pedis DM
P : ulangi GDS, GDP dan GDPP
Injeksi metronidazole
Ganti verban tiap hari 3x sehari
2. Mual
S: mual sudah berkurang, muntah (-)
O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+)
21
A: dispepsia
P: ondancentron
3. Demam
S: demam sudah tidak dirasakan pasien lagi
O: TD 100/60 mmHg, N: 82x/mnt, S: 36,4°C, RR 20x/mnt, LAB: lekosit: 16300
A: demam teratasi
4. Anemia
S: pasien merasa lemas
O: CA+/+, LAB: Hb: 9,9 hematokrit 30,0 eritrosit 3,58
A: Anemia
P: cek Hb ulang, perbaiki asupan gizi
Jumat 21 mei 2011
PH: 9
Daftar masalah
1. Luka pada kaki kiri
2. Mual
3. Demam
4. Anemia
Pembahasan masalah
1. Luka pada kaki kiri
S: pasien merasa sakit pada kaki kirinya
O: TD 110/70 mmHg
22
N 80 x/menit
S 36,6°C
RR 18 x/menit
Pedis sinistra: Ulcus dorsum pedis diameter 5cm
Ulcus plantar pedis diameter 7cm
Amputasi digiti 2 dan 4
A: Gangren dan Ulcus pedis DM
P : ulangi GDS, GDP dan GDPP
Injeksi metronidazole
Ganti verban tiap hari 3x sehari
2. Mual
S: pasien masih merasa mual, muntah (-)
O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+)
A: dispepsia
P: ondancentron
3. Demam
S: demam sudah tidak dirasakan pasien lagi
O: TD 110/70 mmHg, N: 80x/mnt, S: 36,6°C, RR 18x/mnt, LAB: lekosit: 14900
A: demam teratasi
4. Anemia
S: pasien merasa lemas
O: CA+/+, LAB: Hb: 9,6 hematokrit 29,5
23
A: Anemia
P: cek Hb ulang
Sabtu 22 mei 2011
PH: 10
Daftar masalah
1. Luka pada kaki kiri
2. Mual
3. Anemia
Pembahasan masalah
1. Luka pada kaki kiri
S: pasien merasa sakit pada kaki kirinya
O: TD 100/60 mmHg
N 80 x/menit
S 36,6°C
RR 18 x/menit
Pedis sinistra: Ulcus dorsum pedis diameter 5cm
Ulcus plantar pedis diameter 7cm
Amputasi digiti 2 dan 4
A: Gangren dan Ulcus pedis DM
P : ulangi GDS, GDP dan GDPP
Injeksi metronidazole
Ganti verban tiap hari 3x sehari
2. Mual
24
S: pasien masih merasa mual, muntah (-)
O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+)
A: dispepsia
P: ondancentron
3. Anemia
S: pasien merasa lemas
O: CA+/+, LAB: Hb: 9,6 hematokrit 29,5
A: Anemia
P: cek Hb ulang
Senin 24 mei 2011
PH: 12
Daftar masalah
1. Luka pada kaki kiri
2. Mual
3. Anemia
Pembahasan masalah
1. Luka pada kaki kiri
S: pasien merasa sakit pada kaki kirinya
O: TD 110/70 mmHg
N 82 x/menit
S 36°C
RR 20 x/menit
Pedis sinistra: L: tertutup verban, rembesan darah dan pus (-)
25
F: nyeri tekan (+)
LAB: Glukosa kurva harian 06: 145
Glukosa kurva harian 11: 146
Glukosa kurva harian 17: 197
A: Gangren dan Ulcus pedis DM
P : ulangi GDS, GDP dan GDPP
Injeksi metronidazole
Ganti verban tiap hari 3x sehari
Homolog 2 x 15
2. Mual
S: pasien masih merasa mual, muntah (-)
O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+)
A: dispepsia
P: ondancentron
3. Anemia
S: pasien merasa lemas
O: CA+/+, LAB: Hb: 9,9 hematokrit 30,3 trombosit 469000
A: Anemia
P: cek Hb ulang, perbaikan asupan gizi
26
Tinjauan Pustaka
Pendahuluan
Pada tahun 1988, Raven menunjukkan konstelasi faktor risiko pada pasien-pasien dengan
resistensi insulin yang dihubungkan dengan peningkatan penyakit kardiovaskular yang
disebutnya sebagai sindrom X. Selanjutnya, sindrom X ini dikenal sebagai sindrom resistensi
insulin dan akhirnya sindrom metabolik1.
Menurut National Cholesterol Education Program Expert Panel on Detection, Evaluation, and
Treatment of High blood Cholesterol in Adults Treatment Panel III (NCEP ATP III)) tahun
2001, sindroma metabolik adalah sekelompok kelainan metabolik baik lipid maupun non-
lipid yang merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner, yang terdiri atas obesitas
sentral, dislipidemi aterogenik (kadar trigliserid tinggi dan kadar kolesterol high-density
lipoprotein (HDL) rendah), hipertensi, dan glukosa plasma yang abnormal (lihat tabel 4).
Keadaan tersebut di atas berhubungan erat dengan suatu kelainan sistemik yang dikenal
sebagai resistensi insulin . Resistensi insulin adalah suatu gangguan respons biologis terhadap
insulin, dengan akibat kebutuhan insulin tubuh meningkat sehingga terjadi hiperinsulinemi
untuk mempertahankan kadar glukosa plasma agar tetap dalam batas normal . Resistensi
insulin berkaitan erat dengan obesitas, khususnya dengan penimbunan jaringan lemak
27
abdominal atau obesitas sentral . Beberapa keadaan resistensi insulin seperti sindroma ovari
polikistik, terapi glukokortikoid, atau kehamilan tidak termasuk sindroma metabolik
Resistensi insulin terjadi beberapa dekade sebelum timbulnya penyakit diabetes mellitus dan
kardiovaskular lainnya. Sedangkan sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik adalah
kumpulan gejala yang menunjukkan risiko kejadian kardiovaskular lebih tinggi pada individu
tersebut. Resistensi insulin juga berhubungan dengan beberapa keadaan seperti hiperurisemia,
sindrom ovarium polikistik dan perlemakan hati non alkaholik1.
Di Amerika Serikat, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi
sindrom metabolik. Prevalensi sindrom metabolik pada populasi usia > 20 tahun sebesar 25%
dan pada usia > 50 tahun sebesar 45%. Pandemi sindrom metabolik juga berkembang seiring
dengan peningkatan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia.
Studi yang dilakukan di Depok (2001) menunjukkan prevalensi sindrom metabolik
menggunakan kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III
(NCEP-ATP III) dengan modifikasi Asia Pasifik, terdapat pada 25.7% pria dan 25% wanita.
Penelitian Soegondo1 (2004) melaporkan prevalensi sindrom metabolik sebesar 13,13% dan
menunjukkan bahwa kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas >25 kg/M2 lebih cocok
untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian di DKI Jakarta pada tahun 2006
melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh berbeda dengan Depok yaitu
26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen terbanyak (54,4%). Laporan sehingga
terjadi peningkatan produksi trigliserida. Namun studi pada manusia dan hewan
menunjukkan bahwa peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dan tidak hanya
diakibatkan oleh peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati1.
Definisi
Menurut National Cholesterol Education Program’s Adult Treatment Panel III atau NCEP:
ATP III, sindrom metabolik diidentifikasikan sebagai faktor resiko multipel yang dapat
menyebabkan seseorang terkena penyakit kardiovaskular (CVD) sehingga membutuhkan
perhatian klinisi secara lebih2. Komunitas kardiovaskular telah merespon dengan memberikan
perhatian dan rasa tertarik yang tinggi. Kriteria ATP III untuk sindrom metabolik berbeda
dengan kriteria-kriteria sindrom metabolik yang dibuat oleh organisasi lain. Akibatnya
National Heart, Lung and Blood institute berkolaborasi dengan American Heart Association
mengadakan sebuah konferensi untuk membahas masalah-masalah scientific yang
28
berhubungan dengan definisi sindrom metabolik2. Bukti-bukti scientific yang berhubungan
dengan sindrom metabolik telah dibahas dan berdasarkan dari beberapa perspektif2.
1. Major clinical outcome
2. Komponen metabolik
3. Patogenesis
4. Kriteria klinis untuk diagnosa
5. Resiko untuk clinical outcome
6. Intervensi terapeutik
Epidemiologi
Angka prevalensi dari sindrom metabolik bervariasi diseluruh dunia, merefleksikan usia dan
etnik dari populasi yang di teliti dan kriteria diagnostik diterapkan. Pada umumnya, angka
prevalensi sindrom metabolik meningkat sesuai dengan usia. Angka prevalensi tertinggi yang
pernah dicatat berada pada benua Amerika, dengan hampir 60% wanita dengan usia 45-49
tahun dan 45% pria dengan usia 45-49 tahun sesuai dengan kriteria yang ditetapkan NCEP:
ATP III. Di amerika serikat sindrom metabolik jarang terdapat pada pria keturunan afrika –
amerika tapi lebih sering terjadi pada wanita keturunan meksiko – amerika. Berdasarkan data
dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) III, prevalensi terjadinya
sindrom metabolik di Amerika Serikat, diukur berdasarkan faktor usia adalah 34% untuk pria
dan 35% untuk wanita3. Di Perancis penelitian yang dilakukan pada orang-orang berusia 30-
64 tahun menunjukkan prevalensi < dari 10% untuk tiap jenis kelamin, meskipun terdapat
prevalensi 17,5% pada rentang usia 60-64 tahun. Kemajuan dunia industri di seluruh dunia
dihubungkan dengan peningkatan angka obesitas, yang harus diantisipasi dengan peningkatan
angka sindrom metabolik terutama pada orang-orang tua, terlebih lagi peningkatan prevalensi
dan tingkat keparahan obesitas pada anak-anak membuat kemungkinan angka kejadian
terjadinya sindrom metabolik pada usia muda menjadi meningkat3.
Frekuensi distribusi dari 5 komponen sindrom metabolik di Amerika Serikat (NHANES III)
dapat diliat pada tabel dibawah ini. Peningkatan lingkar pinggang banyak terdapat pada
wanita dimana kadar trigliserida puasa >150 mg/dl sedangkan hipertensi banyak terdapat
pada pria3.
29
05
101520253035404550
LingkarPinggang
TG 150 PenurunanKadar HDL
Hipertensi Glukosa
Pria
Wanita
Faktor resiko
1. Overweight / obesitas
Meskipun deskripsi pertama kali sindrom metabolik baru ditemukan pada awal abad
ke 21, epidemi kelebihan berat badan atau obesitas telah menjadi faktor pemicu untuk
dilakukannya penelitian terhadap sindrom metabolik lebih lanjut lagi. Deposit lemak
menjadi kunci utama pada sindrom metabolik ini, yang merefleksikan fakta bahwa
prevalensi sindrom metabolik ini diperkuat oleh adanya hubungan antara lingkar perut
dan peningkatan deposit lemak3. Namun, disamping pentingnya faktor obesitas,
pasien dengan berat badan normal juga memiliki kemungkinan terjadinya resistensi
insulin dan akhirnya terjadi sindrom metabolik.
2. Gaya hidup yang salah
Kurangnya aktifitas fisik seseorang dapat dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya
cardiovascular dissease dan juga kemungkinan kematian. Banyak komponen dari
metabolik sindrom yang dihubungkan dengan gaya hidup yang salah, termasuk
diantaranya peningkatan deposit lemak (terutama di perut); penurunan kadar
kolesterol HDL; peningkatan kadar trigliserida; peningkatan tekanan darah; dan juga
peningkatan kadar glukosa dalam darah3. Bila dibandingkan antara seseorang yang
menonton televisi atau menonton video atau bekerja menggunakan komputer < 1 jam
30
per hari, dengan seseorang yang menonton televisi atau menonton video atau bekerja
menggunakan komputer > 4 jam per hari maka orang kebiasaan menonton televisi
atau menonton video atau bekerja menggunakan komputer lebih dari 4 jam per hari
memiliki kemungkinan 2x lebih besar untuk terkena sindrom metabolik3.
3. Usia
Angka kejadian sindrom metabolik pada populasi di Amerika Serikat, 44% terjadi
pada orang-orang dengan usia 50an3. Pada rentang usia ini angka kejadian sindrom
metabolik lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Faktor usia ini juga
memiliki pengaruh yang sama terhadap prevalensi munculnya sindrom metabolik ini
di negara-negara lain di seluruh dunia.
4. Diabetes Mellitus
Faktor diabetes mellitus ini terdapat pada kriteria NCEP dan International Diabetes
Foundation (IDF) tentang definisi sindrom metabolik. Diperkirakan mayoritas besar
±75% pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 atau impaired glucose tolerance (IGT)
memiliki sindrom metabolik. Pada populasi yang mengidap diabetes melitus tipe 2
atau impaired glucose tolerance (IGT) yang disertai dengan sindrom metabolik
memiliki angka prevalensi yang tinggi terhadap terjadinya cardiovascular dissease
dibandingkan dengan populasi yang mengidap diabetes mellitus tipe 2 atau impaired
glucose tolerance (IGT) yang tidak disertai dengan sindrom metabolik3.
5. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Angka prevalensi dari pasien metabolik sindrom dengan penyakit jantung koroner
adalah 50%, dengan prevalensi sebesar 37% pasien mengalami penyakit jantung
koroner yang prematur (usia kurang dari 45 tahun), biasanya terdapat pada wanita.
Dengan perawatan jantung yang baik disertai dengan perubahan gaya hidup (misalnya
nutrisi yang baik, olahraga teratur, penurunan berat badan, dan pada beberapa kasus
menggunakan agen farmakologis) maka prevalensi dari sindrom metabolik dapat
diturunkan3.
6. Lipodistrofi
31
Gangguan lipodistrofi pada umunya dihubungkan dengan metabolik sindrom. Ada
yang secara genetik misalnya Berardinelli-Seip congenital lipodystrophy, Dunnigan
familial partial lipodystrophy atau didapat misalnya lipodistrofi pada pasien-pasien
HIV yang diberikan terapi antiretroviral dapat membentuk lipodistrofi yang dapat
meningkatkan tingkat keparahan resistensi insulin dan banyak lagi komponen sindrom
metabolik3.
Etiologi
Resistensi insulin
Hipotesis yang paling dapat diterima dan dapat menyatukan patofisiologi dari sindrom
metabolik adalah resistensi insulin yang disebabkan oleh kelainan dalam cara kerja
insulin. Onset dari resistensi insulin dimulai dari hiperinsulin postprandial, diikuti
oleh hiperinsulin puasa dan akhirnya hiperglikemia. Hipotesis stres oksidatif
menyediakan teori pemersatu untuk penuaan dan kecenderungan untuk sindrom
metabolik. Dalam studi yang dilakukan pada subyek insulin tahan dengan obesitas
atau diabetes tipe 2, pada anak pasien dengan diabetes tipe 2, dan pada orang tua,
defek telah diidentifikasi dalam fosforilasi oksidatif mitokondria, menyebabkan
akumulasi trigliserida dan lemak terkait molekul dalam otot3. Akumulasi lipid dalam
otot dikaitkan dengan resistensi insulin.
Peningkatan lingkar pinggang
Lingkar pinggang merupakan komponen penting dari kriteria diagnostik yang paling
baru dan sering digunakan untuk sindrom metabolik. Namun, dengan mengukur
lingkar pinggang sulit untuk membedakan antara pinggang besar akibat peningkatan
jaringan adiposa subkutan atau lemak visceral, perbedaan ini memerlukan
pemeriksaan CT atau MRI3. Dengan peningkatan jaringan adiposa viseral, FFA yang
diturunkan dari jaringan adiposa diarahkan ke hati. Di sisi lain, peningkatan produk
subkutan perut lipolisis melepaskan lemak ke dalam sirkulasi sistemik dan
menghindari dampak yang lebih langsung pada metabolisme hati. peningkatan relatif
pada jaringan adiposa viseral versus subkutan dengan lingkar pinggang meningkat di
Asia dan Asia India dapat menjelaskan prevalensi yang lebih besar dari sindrom
dalam populasi ini dibandingkan dengan laki-laki Afrika-Amerika di lemak subkutan
32
yang dominan. Hal ini juga mungkin bahwa lemak viseral adalah penanda untuk,
tetapi bukan sumber, kelebihan FFA postprandial dalam obesitas.
Dislipidemia
Secara umum, FFA fluks ke hati terkait dengan peningkatan produksi apoB
mengandung, lipoprotein kaya trigliserida densitas sangat rendah (VLDL). Pengaruh
insulin pada proses ini adalah rumit, tetapi hipertrigliseridemia adalah pertanda yang
sangat baik dari kondisi resistensi insulin. Gangguan lipoprotein besar lainnya pada
sindrom metabolik adalah pengurangan kolesterol HDL. Penurunan ini merupakan
konsekuensi dari perubahan dalam komposisi HDL dan metabolisme. Di hadapan
hipertrigliseridemia, penurunan kadar kolesterol HDL merupakan konsekuensi
mengurangi kadar kolesterol ester dari inti lipoprotein dalam kombinasi dengan
perubahan kolesterol ester transfer protein-dimediasi dalam trigliserida membuat
partikel yang kecil dan padat. Perubahan komposisi lipoprotein juga hasil dalam
clearance peningkatan HDL dari peredaran. Hubungan perubahan ini di HDL untuk
resistensi insulin cenderung tidak langsung, terjadi dalam konser dengan perubahan
metabolisme lipoprotein kaya trigliserida. Selain HDL, LDL juga dimodifikasi dalam
komposisi. Dengan puasa trigliserida serum> 2.0 mM (~ 180 mg / dL), hampir selalu
dominasi small dense LDL. LDL kecil padat dianggap lebih aterogenik. Mereka
mungkin menjadi racun bagi endothelium, dan mereka mampu transit melalui
membran basal endotel dan mematuhi glukosaminoglikan. Mereka juga telah
meningkatkan kerentanan terhadap oksidasi dan selektif terikat pada reseptor
scavenger pada makrofag monosit yang diturunkan. Subyek dengan peningkatan
partikel LDL kecil padat dan hipertrigliseridemia juga telah meningkatkan kadar
kolesterol baik subfraksi VLDL1 dan VLDL2. Partikel ini relatif kolesterol VLDL
yang kaya juga dapat berkontribusi terhadap risiko aterogenik pada pasien dengan
sindrom metabolik3.
Intoleransi glukosa
Defek insulin memimpin aksi untuk penekanan gangguan produksi glukosa oleh hati
dan ginjal dan berkurangnya serapan dan metabolisme glukosa dalam jaringan yang
sensitif terhadap insulin, yaitu, otot dan jaringan adiposa. Hubungan antara glukosa
puasa terganggu (IFG) atau toleransi glukosa terganggu (IGT) dan resistensi insulin
ini didukung oleh studi pada manusia, primata bukan manusia, dan binatang pengerat. 33
Untuk mengimbangi defek dalam cara kerja insulin, sekresi insulin dan / atau izin
harus diubah untuk mempertahankan euglycemia. Akhirnya, mekanisme kompensasi
ini gagal, biasanya karena defek pada sekresi insulin, sehingga dalam penyelesaian
dari IFG dan / atau IGT untuk DM3.
Hipertensi
Hubungan antara resistensi insulin dan hipertensi telah dapat dimengerti.
Paradoksnya, dalam kondisi fisiologis normal, insulin merupakan vasodilator dengan
efek sekunder pada reabsorpsi natrium di ginjal. Namun, dalam pengaturan resistensi
insulin, efek insulin vasodilatory hilang, tetapi efek ginjal pada reabsorpsi natrium
tetap ada. Reabsorpsi natrium meningkat pada ras Kaukasian dengan sindrom
metabolik tetapi tidak di Afrika atau Asia. Insulin juga meningkatkan aktivitas sistem
saraf simpatik, efek yang juga dapat dipertahankan dalam pengaturan dari resistensi
insulin. Akhirnya, resistensi insulin ditandai oleh penurunan jalur-spesifik di sinyal
phosphatidylinositol 3-kinase. Dalam endotelium, ini dapat menyebabkan
ketidakseimbangan antara produksi oksida nitrat dan sekresi endotelin-1, yang
menyebabkan aliran darah menurun3. Meskipun mekanisme yang provokatif, ketika
tindakan insulin dinilai oleh tingkat insulin puasa atau oleh Homeostasis Model
Assessment (HOMA), resistensi insulin memberikan kontribusi hanya sedikit untuk
peningkatan prevalensi hipertensi pada sindrom metabolik.
Proinflammatory Cytokines
Peningkatan sitokin pro inflamasi, termasuk interleukin (IL) 1, IL-6, IL-18, resistin,
tumor necrosis factor (TNF), dan protein C-reaktif (CRP), mencerminkan
overproduksi oleh massa jaringan adiposa diperluas (Gbr. 236-2). makrofag jaringan
adiposa yang diturunkan dapat menjadi sumber utama sitokin pro-inflamasi secara
lokal dan dalam sirkulasi sistemik3. Ini masih belum jelas, namun, berapa banyak
resistensi insulin disebabkan oleh parakrin vs efek endokrin sitokin tersebut.
Adiponektin
34
Adiponektin adalah sitokin anti-inflamasi diproduksi secara eksklusif oleh adipocytes.
Adiponektin meningkatkan sensitivitas insulin dan menghambat banyak langkah
dalam proses inflamasi. Dalam hati, adiponektin menghambat ekspresi enzim
gluconeogenic dan tingkat produksi glukosa. Dalam otot, adiponektin meningkatkan
glukosa transportasi dan meningkatkan oksidasi asam lemak, sebagian karena aktivasi
AMP kinase3. Berkurang adiponektin dalam sindrom metabolik. Kontribusi relatif
kekurangan atau melimpah adiponektin dari sitokin pro inflamasi masih belum jelas.
Patofisiologi
Asam lemak bebas (FFA) yang berasal dari massa jaringan adiposa yang luas. Dalam
hati, FFA mengakibatkan peningkatan produksi glukosa, trigliserida dan sekresi
lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL). Lipid Asosiasi / kelainan lipoprotein
termasuk penurunan high density (HDL) kolesterol lipoprotein dan peningkatan
kepadatan lipoprotein low density (LDL). FFA juga mengurangi sensitivitas insulin
pada otot dengan menghambat uptake glukosa insulin-mediated. defek yang dimaksud
meliputi pengurangan partisi glukosa untuk glikogen dan akumulasi lipid meningkat
pada trigliserida (TG). Peningkatan glukosa sirkulasi, dan sampai batas tertentu FFA,
meningkatkan sekresi insulin pankreas, menghasilkan hyperinsulinemia.
Hyperinsulinemia dapat mengakibatkan peningkatan reabsorpsi natrium dan
peningkatan sistem saraf simpatik (SNS) aktivitas dan berkontribusi terhadap
hipertensi, seperti peningkatan tingkat kekuatan dari FFA beredar. Negara
proinflamasi adalah dilapiskan dan iuran ke resistensi insulin yang dihasilkan oleh
FFA berlebihan3. Disempurnakan sekresi interleukin 6 (IL-6) dan tumor necrosis
factor (TNF-) diproduksi oleh sel lemak dan monosit yang diturunkan makrofag
menghasilkan resistensi insulin lebih banyak dan toko trigliserida lipolisis jaringan
adiposa untuk FFA beredar. IL-6 dan sitokin lain juga meningkatkan produksi
glukosa hepatik, produksi VLDL oleh hati, dan resistensi insulin pada otot. Sitokin
dan FFA juga meningkatkan produksi hepatik dari fibrinogen dan produksi adipocyte
inhibitor plasminogen aktivator 1 (PAI-1), sehingga dalam keadaan protrombotik.
Tingginya tingkat sirkulasi sitokin juga merangsang produksi protein hepatik C-
reaktif (CRP). Mengurangi produksi dari adiponektin sitokin anti-inflamasi dan
insulin sensitisasi juga terkait dengan sindrom metabolik3.
35
Gejala dan tanda klinik
Sindrom metabolik biasanya tidak diasosiasikan dengan gejala. Pada pemeriksaan
fisik, lingkar perut dan tekanan darah yang meningkat. Kehadiran satu atau salah satu
dari tanda-tanda ini harus diwaspadai dokter untuk mencari kelainan biokimia lain
yang mungkin terkait dengan sindrom metabolik3. Kurang sering, lipoatrofi atau
acanthosis nigricans ditemukan pada penelitian. Karena temuan fisik biasanya terkait
dengan resistensi insulin yang berat, komponen lain dari sindrom metabolik harus
diprediksi.
Penyakit-penyakit yang menyertai sindrom metabolik
Penyakit kardiovaskular
36
Risiko relatif untuk onset baru CVD pada pasien dengan sindrom metabolik, pada
pasien tanpa diabetes, rata-rata antara 1,5 dan tiga kali lipat3. Dalam sebuah 8-tahun
tindak-lanjut dari laki-laki setengah baya dan wanita di Framingham Offspring Study
(FOS), risiko penduduk yang timbul pada pasien dengan sindrom metabolik untuk
mengembangkan CVD adalah 34% pada pria dan 16% pada wanita. Dalam studi yang
sama, baik sindrom metabolik dan diabetes stroke iskemik diprediksi dengan risiko
lebih besar untuk pasien dengan sindrom metabolik daripada untuk diabetes sendiri
(19% vs 7%), khususnya pada wanita (27% vs 5%). Pasien dengan sindrom metabolik
juga pada peningkatan risiko untuk penyakit pembuluh darah perifer.
Diabetes mellitus type 2
Secara keseluruhan, resiko diabetes tipe 2 pada pasien dengan sindrom metabolik
adalah meningkat tiga sampai lima kali lipat3. Dalam FOS's 8-tahun tindak-lanjut dari
laki-laki setengah baya dan wanita, resiko populasi yang timbul untuk
mengembangkan diabetes tipe 2 62% pada pria dan 47% pada wanita.
Keadaan-keadaan lain yang menyertai sindrom metabolik
Selain fitur-fitur khusus yang terkait dengan sindrom metabolik, resistensi insulin
disertai dengan perubahan metabolisme lainnya. Ini termasuk peningkatan apoB dan
C III, asam urat, faktor protrombotik (fibrinogen, plasminogen activator inhibitor 1),
viskositas serum, dimethylarginine asimetris, homosistein, jumlah sel darah putih,
sitokin pro-inflamasi, CRP, mikroalbuminuria, penyakit hati berlemak nonalkohol
( NAFLD) dan / atau steatohepatitis alkohol (NASH), penyakit ovarium polikistik
(PCOS), dan apnea tidur obstruktif (OSA)3.
Nonalkoholik fatty liver disease
Fatty liver adalah relatif umum. Namun, dalam NASH, akumulasi trigliserida baik
dan hidup berdampingan peradangan. NASH kini hadir di 2-3% dari populasi di
Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya3. Sebagai prevalensi kelebihan berat
badan / obesitas dan peningkatan sindrom metabolik, NASH dapat menjadi salah satu
penyebab lebih sering dari penyakit hati stadium akhir dan karsinoma hepatoseluler.
Hiperurisemia
37
Hyperuricemia mencerminkan defek dalam aksi insulin pada reabsorpsi tubular ginjal
asam urat, sedangkan peningkatan dimethylarginine asimetris, penghambat endogen
oksida nitrat sintase, berhubungan dengan disfungsi endotel. Mikroalbuminuria juga
bisa disebabkan oleh patofisiologi endotel diubah pada keadaan resisten insulin3.
Sindrom ovarium polikistik
PCOS sangat berhubungan dengan sindrom metabolik, dengan prevalensi antara 40
dan 50%. Wanita dengan PCOS yang 2-4 kali lebih mungkin untuk memiliki sindrom
metabolik dibandingkan dengan wanita tanpa PCOS3.
Obstructive Sleep Apnea
OSA umumnya terkait dengan obesitas, hipertensi, meningkatkan sirkulasi sitokin,
IGT, dan resistensi insulin. Dengan asosiasi, maka tidak mengherankan bahwa
sindrom metabolik sering hadir. Apalagi bila biomarker resistensi insulin
dibandingkan antara pasien dengan OSA dan-berat kontrol cocok, resistensi insulin
lebih parah pada pasien dengan OSA. tekanan udara Continuous positif (CPAP)
pengobatan pada pasien OSA meningkatkan sensitivitas insulin3.
Diagnosis sindrom metabolik
Saat ini ada dua kriteria diagnosis sindroma metabolik yang banyak digunakan, yaitu
kriteria WHO 1999 dan kriteria NCEP ATP III 20014. Kriteria WHO 1999
menekankan adanya toleransi glukosa terganggu atau diabetes melitus, dan atau
resistensi insulin yang disertai sedikitnya dua faktor risiko lain yaitu hipertensi,
dislipidemi, obesitas sentral dan mikroalbuminuri4 (tabel 3). Kriteria diagnosis
sindroma metabolik WHO lebih menekankan adanya toleransi glukosa dan resistensi
insulin, oleh karena itu sulit diterapkan di praktek sehari-hari. Selain itu pemeriksaan
mikroalbuminuri bukan merupakan pemeriksaan rutin di klinik4 .
38
Pada tahun 2001 NCEP ATP III membuat suatu kriteria yang lebih mudah digunakan
di klinik . Kriteria diagnosis NCEP ATP III menggunakan parameter yang lebih
mudah untuk diperiksa dan diterapkan oleh para klinisi sehingga dapat dengan mudah
mendeteksi sindroma metabolik4 (tabel 4). Menjadi masalah dalam penerapan kriteria
diagnosis NCEP ATP III adalah perbedaan nilai “normal” lingkar pinggang antara
berbagai jenis etnis. Untuk orang Asia dewasa batasan ukuran lingkar pinggang
“normal” lebih kecil dibandingkan dengan orang Kaukasia atau Eropa, oleh karena itu
pada tahun 2000 WHO mengusulkan lingkar pinggang untuk orang Asia > 90 cm
untuk pria dan untuk wanita > 80 cm sebagai batas ukuran obesitas sentral4. Sejak
tahun 2003 di klinik kami untuk mendiagnosis sindroma metabolik telah
menggunakan kriteria NCEP ATP III yang dimodifikasi dengan mengganti batasan
lingkar pinggang obes sentral dengan kriteria baru yang sesuai untuk orang Asia.
39
Pada tahun 2002 di Makassar suatu penelitian dengan subyek pengunjung klinik yang
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin menemukan prevalensi sindroma metabolik
sebesar 35,6%, dan lebih banyak pada wanita dibandingkan pria yaitu masing-masing
42,3% dan 29,8%. Prevalensi berkurang menjadi 17,5% apabila menggunakan kriteria
asli NCEP ATP III4 .
Diagnosis sindroma metabolik ditegakkan bila didapatkan sama dengan atau lebih
dari 3 faktor risiko berikut:
40
Tabel 5. Kriteria sindroma metabolik NCEP ATP III 2001 dengan modifikasi4
(Makassar 2002)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pengkuran kadar lipid dan glukosa puasa diperlukan untuk menentukan adanya sindrom
metabolik atau tidak. Pengukuran biomarker tambahan yang terkait dengan resistensi insulin
juga diperlukan. Pengujian seperti itu termasuk apo B, high-sensitivity CRP, fibrinogen, asam
urat, microalbumin urin, dan tes fungsi hati. Sebuah studi tidur harus dilakukan jika gejala
OSA hadir. Jika PCOS dicurigai berdasarkan fitur klinis dan anovulasi, maka kadar
testosteron, hormon luteinizing, dan follicle-stimulating hormone harus diukur3.
Penatalaksanaan sindrom metabolik
Gaya hidup
Obesitas adalah kekuatan pendorong di belakang sindrom metabolik. Dengan demikian,
penurunan berat badan adalah pendekatan utama gangguan tersebut3,5. Dengan penurunan
berat badan, perbaikan dalam sensitivitas insulin sering disertai dengan modifikasi
menguntungkan dalam banyak komponen dari sindrom metabolik. Secara umum,
rekomendasi untuk menurunkan berat badan termasuk kombinasi pembatasan kalori,
meningkatkan aktivitas fisik, dan modifikasi perilaku5. Untuk penurunan berat badan,
pembatasan kalori merupakan komponen yang paling penting, sedangkan peningkatan
41
aktivitas fisik adalah penting untuk pemeliharaan penurunan berat badan3. Beberapa, tetapi
tidak semua, bukti menunjukkan bahwa penambahan latihan untuk pembatasan kalori dapat
meningkatkan berat badan relatif lebih besar dari depot visceral. Kecenderungan untuk
kembali berat badan setelah penurunan berat badan berhasil menggarisbawahi perlunya
perubahan perilaku jangka panjang.
Diet
Sebelum resep diet penurunan berat badan, penting untuk menekankan bahwa dibutuhkan
waktu yang lama bagi pasien untuk mencapai massa lemak diperluas, dengan demikian,
koreksi tidak perlu terjadi dengan cepat. Atas dasar ~ £ 3500 = kkal salah satu lemak,
pembatasan ~ 500 kkal setiap hari sama dengan penurunan berat 1 lb / minggu3,5. Diet
dibatasi karbohidrat biasanya memberikan penurunan berat badan yang cepat awal. Namun,
setelah satu tahun, jumlah penurunan berat badan biasanya tidak berubah5. Dengan demikian,
kepatuhan terhadap diet lebih penting daripada yang diet dipilih. Selain itu, ada kekhawatiran
tentang diet yang diperkaya lemak jenuh, terutama untuk pasien berisiko untuk CVD. Oleh
karena itu, kualitas tinggi yaitu-diet, diperkaya dalam buah-buahan, sayuran, biji-bijian,
unggas ramping, dan ikan-harus didorong untuk memberikan manfaat kesehatan maksimal
secara keseluruhan5.
Aktivitas Fisik
Sebelum rekomendasi aktivitas fisik yang diberikan kepada pasien dengan sindrom
metabolik, penting untuk memastikan bahwa kegiatan ini meningkat tidak menimbulkan
risiko3. Beberapa pasien risiko tinggi harus menjalani evaluasi kardiovaskular formal sebelum
memulai program latihan. Untuk peserta yang tidak aktif, meningkatkan aktivitas fisik secara
bertahap harus didorong untuk meningkatkan kepatuhan dan untuk menghindari cedera.
Walaupun peningkatan aktivitas fisik dapat mengakibatkan pengurangan berat badan yang
sederhana, 60-90 menit aktivitas sehari-hari diperlukan untuk mencapai tujuan ini. Bahkan
jika orang dewasa kelebihan berat badan atau obesitas tidak dapat mencapai tingkat aktivitas,
mereka masih memperoleh manfaat kesehatan yang signifikan dari minimal 30 menit
aktivitas intensitas sedang setiap hari. Dari catatan, berbagai kegiatan rutin-seperti berkebun,
berjalan, dan membersihkan rumah-membutuhkan pengeluaran kalori moderat. Dengan
42
demikian, aktivitas fisik tidak perlu didefinisikan semata-mata dalam hal latihan formal
seperti jogging, berenang, atau tenis.
Kegemukan
Pada beberapa pasien dengan sindrom metabolik, pilihan pengobatan perlu melampaui
intervensi gaya hidup. Penurunan berat badan obat datang dalam dua kelas utama: penekan
nafsu makan dan penghambat penyerapan. Penekan nafsu makan disetujui oleh Food and
Drug Administration termasuk viagra (untuk penggunaan jangka pendek saja, 3 bulan) dan
sibutramine. Orlistat menghambat penyerapan lemak oleh ~ 30% dan ini cukup efektif
dibandingkan dengan plasebo (~ berat badan 5%). Orlistat telah ditunjukkan untuk
mengurangi timbulnya diabetes tipe 2, efek yang jelas terutama pada pasien dengan IGT
awal3.
bariatrik operasi merupakan pilihan bagi pasien dengan sindrom metabolik yang memiliki
indeks massa tubuh (BMI)> 40 kg/m2 atau> 35 kg/m2 dengan komorbiditas. Bypass lambung
hasil pengurangan berat badan dan peningkatan dramatis dalam fitur sindrom metabolik. Saat
ini, bagaimanapun, manfaat kelangsungan hidup belum direalisasikan3.
LDL Kolesterol
Dasar pemikiran untuk NCEP: ATP III panel untuk mengembangkan kriteria untuk sindrom
metabolik adalah melampaui kolesterol LDL dalam mengidentifikasi dan mengurangi risiko
CVD3. Asumsi bekerja dengan panel adalah bahwa kolesterol LDL tujuan telah tercapai, dan
bukti meningkatkan mendukung pengurangan linear dalam acara CVD dengan progresif
menurunkan kolesterol LDL. Untuk pasien dengan sindrom metabolik dan diabetes,
kolesterol LDL harus dikurangi menjadi <100 mg / dL dan mungkin lebih lanjut pada pasien
dengan riwayat kejadian CVD. Untuk pasien dengan sindrom metabolik tanpa diabetes, skor
risiko Framingham dapat memprediksi risiko CVD 10 tahun yang melebihi 20%. Dalam mata
pelajaran ini, kolesterol LDL juga harus dikurangi menjadi <100 mg / dL. Dengan risiko 10-
tahun <20%, namun, tujuan yang ditargetkan kolesterol LDL adalah <130 mg / dL.
Diet dibatasi lemak jenuh (<7% dari kalori), kolesterol lemak (sesedikit mungkin), dan trans
(<200 mg sehari) harus diterapkan agresif3. Jika kolesterol LDL tetap di atas tujuan, maka
diperlukan intervensi farmakologi. Statin (HMG-CoA reduktase inhibitor), yang
menghasilkan 20-60% menurunkan kolesterol LDL, umumnya pilihan pertama untuk
43
intervensi pengobatan. Dari catatan, untuk setiap dua kali lipat dari dosis statin, hanya ada ~
6% tambahan menurunkan kolesterol LDL. Efek samping jarang terjadi dan mencakup
peningkatan transaminase hati dan / atau miopati. Penyerapan kolesterol ezetimibe inhibitor
ditoleransi dengan baik dan harus menjadi pilihan kedua. Ezetimibe biasanya mengurangi
kolesterol LDL oleh 15-20%. Asam cholestyramine sequestrants empedu dan colestipol lebih
efektif daripada ezetimibe tetapi harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
sindrom metabolik karena mereka sering meningkatkan trigliserida. Secara umum,
sequestrants empedu tidak boleh diberikan ketika trigliserida puasa> 200 mg / dL. Efek
samping termasuk gejala gastrointestinal (palatabilitas, kembung, bersendawa, sembelit,
iritasi dubur). asam Nicotinic memiliki kemampuan sederhana penurun kolesterol LDL
(<20%). Fibrate yang terbaik digunakan untuk menurunkan kolesterol LDL ketika kedua
kolesterol LDL dan nontriglycerides ditinggikan. Fenofibrate mungkin lebih efektif daripada
gemfibrozil di grup ini.
Trigliserida
The NCEP: ATPIII telah difokuskan pada kolesterol non-HDL daripada trigliserida. Namun,
nilai trigliserida puasa <150 mg / dL dianjurkan. Secara umum, respon puasa trigliserida
berkaitan dengan jumlah penurunan berat badan tercapai. Penurunan berat> 10% perlu
trigliserida puasa yang lebih rendah3. Sebuah fibrate (gemfibrozil atau fenofibrate) adalah
obat pilihan untuk trigliserida puasa yang lebih rendah dan biasanya mencapai penurunan 35-
50%. Seiring dengan pemberian obat dimetabolisme oleh sistem sitokrom P450 3A4
(termasuk beberapa statin) sangat meningkatkan risiko miopati. Dalam kasus ini, fenofibrate
mungkin lebih baik untuk gemfibrozil. Dalam Intervensi Veterans Affairs HDL Trial (VA-
HIT), gemfibrozil diberikan untuk pria dengan PJK dikenal dan kadar kolesterol HDL <40
mg / dL3. Sebuah peristiwa penyakit jantung koroner dan manfaat kematian dialami terutama
pada laki-laki dengan hyperinsulinemia dan / atau diabetes, banyak dari mereka retrospektif
memiliki sindrom metabolik. Dari catatan, jumlah menurunkan trigliserida di HIT-VA tidak
memprediksi manfaat. Meskipun kadar kolesterol LDL tidak berubah, penurunan jumlah
partikel LDL yang terkait dengan manfaat. Meskipun beberapa uji klinis tambahan telah
dilakukan, ini tidak menunjukkan bukti yang jelas bahwa fibrate mengurangi risiko CVD
sebagai konsekuensi dari menurunkan trigliserida. Obat lain yang trigliserida lebih rendah
termasuk statin, asam nikotinat, dan dosis tinggi asam lemak omega-3. Ketika memilih
44
sebuah statin untuk tujuan ini, dosis harus tinggi untuk "kurang kuat" statin (lovastatin,
pravastatin, fluvastatin) atau menengah untuk "lebih kuat" statin (simvastatin, atorvastatin,
rosuvastatin)3. Pengaruh asam nikotinat pada trigliserida puasa adalah dosis terkait dan
kurang dari fibrate (~ 20-40%). Pada pasien dengan sindrom metabolik dan diabetes, asam
nikotinat dapat meningkatkan glukosa puasa. Omega-3 persiapan asam lemak yang
mencakup dosis tinggi asam docosahexaenoic dan asam eicosapentaenoic (~ 3,0-4,5 g sehari)
lebih rendah trigliserida puasa by ~ 40%. Tidak ada interaksi dengan fibrate atau statin
terjadi, dan efek samping utama adalah ledakan dengan rasa amis. Hal ini sebagian dapat
diblokir oleh menelan para nutraceutical setelah pembekuan. Uji klinis asam nikotinat atau
dosis tinggi omega-3 asam lemak pada pasien dengan sindrom metabolik belum dilaporkan.
HDL Kolesterol
Di luar pengurangan berat badan, ada sangat senyawa lipid-memodifikasi beberapa yang
meningkatkan HDL kolesterol3. Statin, fibrate, dan sequestrants asam empedu memiliki efek
sederhana (5-10%), dan tidak ada efek pada kolesterol HDL dengan asam omega-3 ezetimibe
atau lemak. asam Nicotinic adalah obat saat ini tersedia hanya dengan sifat HDL kolesterol
penggalangan diprediksi. Respon adalah dosis terkait dan dapat meningkatkan kolesterol
HDL ~ 30% di atas dasar. Ada sedikit bukti saat ini bahwa meningkatkan HDL memiliki
manfaat pada peristiwa CVD independen menurunkan kolesterol LDL, terutama pada pasien
dengan sindrom metabolik3.
Tekanan darah
Hubungan langsung antara tekanan darah dan semua penyebab kematian telah mapan,
termasuk pasien dengan hipertensi (> 140/90) versus prehipertensi (> 120/80 tapi <140/90)
versus individu dengan normal tekanan darah (<120/80)3. Pada pasien dengan sindrom
metabolik tanpa diabetes, pilihan terbaik untuk antihipertensi pertama biasanya harus menjadi
inhibitor ACE atau angiotensin II reseptor blocker, karena kedua golongan obat muncul
untuk mengurangi insiden onset baru diabetes tipe 23. Pada semua pasien dengan hipertensi,
diet natrium-Pembatasan diperkaya dengan buah-buahan dan sayuran dan produk susu rendah
lemak harus menganjurkan. Home pemantauan tekanan darah dapat membantu dalam
mempertahankan kontrol tekanan darah yang baik.
45
Gangguan Glukosa Puasa
Pada pasien dengan sindrom metabolik dan diabetes tipe 2, kontrol glikemik agresif baik
dapat mengubah trigliserida puasa dan / atau kolesterol HDL. Pada pasien dengan IFG tanpa
diagnosis diabetes, intervensi gaya hidup yang mencakup pengurangan berat badan,
pembatasan lemak dari makanan, dan peningkatan aktivitas fisik telah terbukti mengurangi
timbulnya diabetes tipe 23. Metformin juga telah ditunjukkan untuk mengurangi kejadian
diabetes, meskipun efeknya kurang dari yang terlihat dengan intervensi gaya hidup.
Resistensi Insulin
Golongan obat Beberapa [biguanides, thiazolidinediones (TZD) meningkatkan sensitivitas
insulin. Jika resistensi insulin adalah mekanisme pathophysiologic utama untuk sindrom
metabolik, obat-obatan maka perwakilan di kelas-kelas ini harus mengurangi prevalensi. Baik
metformin dan TZDs meningkatkan tindakan insulin dalam hati dan menekan produksi
glukosa endogen. TZDs, tetapi tidak metformin, juga meningkatkan penyerapan glukosa
insulin-mediated dalam otot dan jaringan adiposa. Manfaat kedua obat juga telah terlihat pada
pasien dengan NAFLD dan PCOS, dan mereka telah terbukti mengurangi tanda peradangan
dan LDL padat kecil3. Secara umum, efek menguntungkan dari TZDs muncul unggul
daripada metformin.
Kesimpulan
Sindroma metabolik adalah sekelompok kelainan metabolik baik lipid maupun non-lipid yang
merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner, yang terdiri atas obesitas sentral,
dislipidemi aterogenik (kadar trigliserid meningkat dan kadar kolesterol high-density
lipoprotein (HDL) rendah), tekanan darah meningkat dan resistensi insulin (dengan atau
tanpa intoleransi glukosa)4. Keadaan tersebut di atas berhubungan erat dengan suatu kelainan
sistemik yang dikenal sebagai resistensi insulin. Sindroma metabolik menjadi penting oleh
karena risiko PJK menjadi lebih besar dibandingkan dengan masing-masing faktor risiko
klasik, misalnya hanya dislipidemi, atau hipertensi5.
Bukti epidemiologis memastikan adanya peningkatan prevalensi sindroma metabolik di
seluruh dunia, dan berkaitan erat dengan meningkatnya obesitas. Prevalensi sindroma
46
metabolik sangat bervariasi tergantung dari kriteria yang digunakan dan subyek yang
diperiksa. Ada dua kriteria sindroma metabolik yang banyak digunakan, yaitu kriteria WHO
dan NCEP ATP III. Di antara kedua kriteria ini, kriteria NCEP ATP III lebih mudah untuk
diterapkan di klinik oleh karena parameter yang digunakan mudah diperiksa oleh dokter
praktek. Untuk orang Asia dewasa perlu disesuaikan batasan ukuran lingkar pinggang, yaitu
> 90 cm untuk pria dan > 80 cm untuk wanita4.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo, Aru.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. 5. Penerbit UI: jakarta. 2008
47
2. Grundy, M. Scott. Definition of Metabolic Syndrome. American Heart Asociation. Dallas:2004
3. Fauci, Braunwald, Kasper. Harrisons Principles of Internal medicine 17th ed. The McGraw Hills: new york. 2004
4. Adam, John M.F. Sindroma Metabolik (Pengertian, Epidemiologi, dan Kriteria Diagnosis). FK UNHAS. 2011
5. Mayo clinic. Metabolic syndrome. Avalaible from:
http://www.mayoclinic.com/health/metabolic%20syndrome/DS00522/DSECTION=prevention
48