5.Laporan Identifikasi Permasalahan Penyerapan Anggaran Tahun 2011 Di Enam Kementerian Lembaga Dan...

download 5.Laporan Identifikasi Permasalahan Penyerapan Anggaran Tahun 2011 Di Enam Kementerian Lembaga Dan Satuan Kerja P Emerintah Daerah Di Dua Provinsi

of 50

Transcript of 5.Laporan Identifikasi Permasalahan Penyerapan Anggaran Tahun 2011 Di Enam Kementerian Lembaga Dan...

  • LAPORAN

    IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENYERAPAN ANGGARAN TAHUN 2011

    DI ENAM KEMENTERIAN/LEMBAGA DANSATUAN KERJA PEMERINTAH DAERAH

    DI DUA PROVINSI

    Kedeputian Bidang Evaluasi Kinerja PembangunanKementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas

    2012

    i

  • ii

  • KATA PENGANTAR

    Penyerapan anggaran yang baik dan sesuai rencana akan mempengaruhi capaian pembangunan nasional yang baik pula. Sepanjang Tahun Anggaran 2009 hingga 2011 ditemui adanya kecenderungan penurunan penyerapan anggaran. Bila kita perhatikan, dalam periode tersebut pada bulan yang sama terlihat pula kecenderungan penyerapan yang semakin rendah. Kecenderungan yang terjadi harus segera diperbaiki agar tidak menghambat pelaksanaan pembangunan.

    Berkaitan dengan itu, Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan mengupayakan langkah-langkah agar lambatnya penyerapan tidak terjadi di tahun-tahun mendatang. Upaya tersebut diawali dengan Rapat Monitoring dan Evaluasi Koordinasi Pelaksanaan Pembangunan Triwulan II Tahun Anggaran 2011 dengan 11 Kementerian/Lembaga (K/L) yang mempunyai alokasi anggaran di atas Rp.10 triliun dan berlangsung pada tanggal 13 September 2011 di Bappenas. Selanjutnya rapat koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan terhadap K/L yang sama dilangsungkan pula pada 7 Desember 2011 guna memantau penyerapan Triwulan IV dan mengantisipasi permasalahan penyerapan di Tahun Anggaran 2012. Kedua rapat koordinasi tersebut melibatkan Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).

    Sebagai tindak lanjut dari rapat koordinasi tersebut dilakukan kunjungan lapang untuk memastikan permasalahan yang mengakibatkan lambatnya penyerapan di K/L dan daerah serta upaya tindak lanjut yang telah dilakukan K/L dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) di daerah. Hasil kunjungan lapang disusun kembali dalam Laporan Identikasi Permasalahan Penyerapan Anggaran Tahun 2011 di Enam Kementerian/Lembaga dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah di Dua Provinsi.

    Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat dan menjadi masukan dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di waktu mendatang. Akhirnya, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak pelaksanaan Rapat Koordinasi hingga tersusunnya laporan ini.

    Jakarta, Januari 2012

    Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas

    Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan

    Edi Eendi Tedjakusuma

    iii

  • iv

    DAFTAR ISI

    Halaman JudulKata PengantarDaftar IsiDaftar TabelDaftar Gambar

    I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang1.2 Tujuan Pelaksanaan Kunjungan Lapang

    II HASIL KUNJUNGAN LAPANG KE KEMENTERIAN/LEMBAGA 2.1 Umum2.2 Kelompok Permasalahan2.2.1 Pemblokiran Anggaran2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P 2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan2.2.5 Pelelangan2.2.6 Lahan2.2.7 Organisasi2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan2.2.9 Permasalahan Lainnya

    III HASIL KUNJUNGAN LAPANG KE SKPD3.1 Umum3.2 Permasalahan SKPD3.2.1 Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan3.2.2 Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat3.2.3 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat

    IV KESIMPULAN

    Lampiran-lampiran

    iiiiivv

    vi

    14

    5778

    10101111121415

    1718181819

    21

    23

  • vDAFTAR GAMBAR

    Tabel 1. Pagu dan Penyerapan Angaran Kementerian/LembagaTabel 2. Pagu dan Penyerapan Angaran SKPD

    618

  • vi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Penyerapan Anggaran Kementerian/Lembaga s.d 8 Agustus 2011Gambar 2. Penyerapan Anggaran Kementerian/Lembaga s.d 31 Desember 2011Gambar 3. Penyerapan Anggaran Kementerian/Lembaga Menurut Jenis Belanja s.d 31 Desember 2011

    233

  • I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Rendahnya realisasi anggaran Kementerian/Lembaga hingga Semester I Tahun 2011 yang hanya mencapai 26% telah menjadi perhatian Presiden RI yang disampaikan dalam arahan beliau pada Sidang Kabinet 6 September 2011. Perhatian dan arahan Presiden RI diutarakan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam Rapat Pimpinan Bappenas (menyusuli Sidang Kabinet) dan ditekankan agar menjadi perhatian bersama. Dalam menindaklanjuti pesan Ibu Menteri, Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan telah melaksanakan rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan II TA 2011 dengan 11 Kementerian/Lembaga (K/L) yang mempunyai alokasi anggaran di atas Rp10 triliun, 2 K/L pelaksana prioritas pembangunan nasional, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) pada 13 September 2011.

    Kondisi penyerapan anggaran K/L hingga akhir Agustus 2011 adalah sebesar Rp185,91 triliun dari total Pagu DIPA K/L (Rp436 triliun) atau sebesar 43%. Sementara itu, bila dilihat menurut jenis belanja, dari keempat jenis belanja, yakni belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan bantuan, hanya belanja pegawai yang memiliki penyerapan anggaran yang cukup tinggi yakni 75%.

    Tindak lanjut yang telah dilakukan terhadap arahan Presiden dan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas di atas berhasil mengidentikasi permasalahan yang dihadapi terkait penyerapan anggaran sampai dengan Triwulan II TA 2011, dan menyepakati usulan solusi, beserta rencana tindak lanjutnya. Namun kemudian ketika pada Triwulan III TA 2011 penyerapan anggaran masih juga rendah, maka diadakan rapat koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan pada 7 Desember 2011 dengan K/L yang terlibat dalam pertemuan 13 September 2011. Rendahnya penyerapan anggaran dan realisasi capaian hingga Triwulan III tahun 2011 disinyalir akibat lemahnya perencanaan dan pengadaan barang dan jasa.

    Sampai dengan akhir Desember 2011 kondisi penyerapan anggaran K/L adalah sebesar Rp473,36 triliun dari total Pagu DIPA K/L sebesar Rp548,46 triliun atau sebesar 86,31% (Gambar 2). Bila dilihat menurut jenis belanja maka belanja pegawai memiliki penyerapan anggaran yang paling besar yakni 95,99%, sedangkan belanja lainnya, yakni belanja barang 79,33%, belanja modal 80,63%, bantuan sosial 86,64% (Gambar 3).

    Secara umum, permasalahan yang muncul dalam koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011 masih sama dengan permasalahan yang teridentikasi dalam monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan II. Oleh karena itu, untuk mengenali permasalahan penyerapan anggaran TA 2011 secara lebih mendalam, disusun check list permasalahan beserta tindak lanjutnya menurut K/L dan SKPD terkait. Check list akan digunakan dalam kunjungan lapang untuk mencek permasalahan dan upaya yang telah dilakukan serta tindak lanjut yang direncanakan oleh K/L dan SKPD di Provinsi. Selain itu, diupayakan pula untuk mengidentikasi permasalahan K/L yang dalam upaya mengatasinya memerlukan bantuan pendampingan dari Bappenas, Kementerian Keuangan, LKPP atau Kemenko Perekonomian, termasuk yang terkait dengan DPR.

    1.2 Tujuan Pelaksanaan Kunjungan Lapang

    Tujuan kunjungan lapang adalah untuk mengidentikasi masalah penyerapan anggaran TA 2011 di beberapa K/L dan SKPD serta masalah penyerapan yang dihadapi di awal pelaksanaan kegiatan TA 2012, seperti pemblokiran, pelelangan dan sebagainya. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan kegiatan 2012 tidak terkendala dengan permasalahan yang terjadi pada 2011.

    anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.

    2.2 Kelompok Permasalahan

    Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.

    2.2.1 Pemblokiran Anggaran

    Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap

    karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.

    Pada Kementan, teridentikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.

    Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.

    2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P

    Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya

    pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktoberawal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan sik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana esiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, esiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.

    Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan

    persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.

    2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya

    Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentikasi pada K/L yang dikunjungi.

    2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan

    Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.

    Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang

    telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.

    2.2.5 Pelelangan

    Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat sik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.

    Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.

    2.2.6 Lahan

    Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten

    Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.

    Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.

    2.2.7 Organisasi

    Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur

    yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat esiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.

    Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan

    pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertikat bagi pengelola kegiatan.

    2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan

    Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun sik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.

    Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.

    2.2.9 Permasalahan Lainnya

    Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertikasi guru.

    Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.

    Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.

    Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada

    foto

    Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan

    Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.

    Permasalahan lain yang teridentikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.

    Sedangkan belanja lainnya masih di bawah 50%, yakni belanja barang 37%, belanja modal 28%, bantuan sosial 40%. (Gambar 1)

    11

  • I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Rendahnya realisasi anggaran Kementerian/Lembaga hingga Semester I Tahun 2011 yang hanya mencapai 26% telah menjadi perhatian Presiden RI yang disampaikan dalam arahan beliau pada Sidang Kabinet 6 September 2011. Perhatian dan arahan Presiden RI diutarakan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam Rapat Pimpinan Bappenas (menyusuli Sidang Kabinet) dan ditekankan agar menjadi perhatian bersama. Dalam menindaklanjuti pesan Ibu Menteri, Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan telah melaksanakan rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan II TA 2011 dengan 11 Kementerian/Lembaga (K/L) yang mempunyai alokasi anggaran di atas Rp10 triliun, 2 K/L pelaksana prioritas pembangunan nasional, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) pada 13 September 2011.

    Kondisi penyerapan anggaran K/L hingga akhir Agustus 2011 adalah sebesar Rp185,91 triliun dari total Pagu DIPA K/L (Rp436 triliun) atau sebesar 43%. Sementara itu, bila dilihat menurut jenis belanja, dari keempat jenis belanja, yakni belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan bantuan, hanya belanja pegawai yang memiliki penyerapan anggaran yang cukup tinggi yakni 75%.

    Tindak lanjut yang telah dilakukan terhadap arahan Presiden dan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas di atas berhasil mengidentikasi permasalahan yang dihadapi terkait penyerapan anggaran sampai dengan Triwulan II TA 2011, dan menyepakati usulan solusi, beserta rencana tindak lanjutnya. Namun kemudian ketika pada Triwulan III TA 2011 penyerapan anggaran masih juga rendah, maka diadakan rapat koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan pada 7 Desember 2011 dengan K/L yang terlibat dalam pertemuan 13 September 2011. Rendahnya penyerapan anggaran dan realisasi capaian hingga Triwulan III tahun 2011 disinyalir akibat lemahnya perencanaan dan pengadaan barang dan jasa.

    Sampai dengan akhir Desember 2011 kondisi penyerapan anggaran K/L adalah sebesar Rp473,36 triliun dari total Pagu DIPA K/L sebesar Rp548,46 triliun atau sebesar 86,31% (Gambar 2). Bila dilihat menurut jenis belanja maka belanja pegawai memiliki penyerapan anggaran yang paling besar yakni 95,99%, sedangkan belanja lainnya, yakni belanja barang 79,33%, belanja modal 80,63%, bantuan sosial 86,64% (Gambar 3).

    Gambar 1Penyerapan Anggaran Kementerian/Lembaga

    s.d. 8 Agustus 2011

    Secara umum, permasalahan yang muncul dalam koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011 masih sama dengan permasalahan yang teridentikasi dalam monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan II. Oleh karena itu, untuk mengenali permasalahan penyerapan anggaran TA 2011 secara lebih mendalam, disusun check list permasalahan beserta tindak lanjutnya menurut K/L dan SKPD terkait. Check list akan digunakan dalam kunjungan lapang untuk mencek permasalahan dan upaya yang telah dilakukan serta tindak lanjut yang direncanakan oleh K/L dan SKPD di Provinsi. Selain itu, diupayakan pula untuk mengidentikasi permasalahan K/L yang dalam upaya mengatasinya memerlukan bantuan pendampingan dari Bappenas, Kementerian Keuangan, LKPP atau Kemenko Perekonomian, termasuk yang terkait dengan DPR.

    1.2 Tujuan Pelaksanaan Kunjungan Lapang

    Tujuan kunjungan lapang adalah untuk mengidentikasi masalah penyerapan anggaran TA 2011 di beberapa K/L dan SKPD serta masalah penyerapan yang dihadapi di awal pelaksanaan kegiatan TA 2012, seperti pemblokiran, pelelangan dan sebagainya. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan kegiatan 2012 tidak terkendala dengan permasalahan yang terjadi pada 2011.

    anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.

    2.2 Kelompok Permasalahan

    Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.

    2.2.1 Pemblokiran Anggaran

    Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap

    karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.

    Pada Kementan, teridentikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.

    Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.

    2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P

    Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya

    pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktoberawal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan sik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana esiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, esiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.

    Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan

    persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.

    2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya

    Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentikasi pada K/L yang dikunjungi.

    2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan

    Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.

    Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang

    telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.

    2.2.5 Pelelangan

    Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat sik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.

    Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.

    2.2.6 Lahan

    Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten

    Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.

    Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.

    2.2.7 Organisasi

    Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur

    yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat esiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.

    Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan

    pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertikat bagi pengelola kegiatan.

    2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan

    Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun sik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.

    Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.

    2.2.9 Permasalahan Lainnya

    Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertikasi guru.

    Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.

    Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.

    Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada

    Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan

    Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.

    Permasalahan lain yang teridentikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.

    Sumber: Paparan Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan pada Rapat Monitoring dan Evaluasi Koordinasi Pelaksanaan Pembangunan Triwulan II Tahun Anggaran 2011, di Bappenas, 13 September 2011

    Sedangkan belanja lainnya masih di bawah 50%, yakni belanja barang 37%, belanja modal 28%, bantuan sosial 40%. (Gambar 1)

    2

  • I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Rendahnya realisasi anggaran Kementerian/Lembaga hingga Semester I Tahun 2011 yang hanya mencapai 26% telah menjadi perhatian Presiden RI yang disampaikan dalam arahan beliau pada Sidang Kabinet 6 September 2011. Perhatian dan arahan Presiden RI diutarakan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam Rapat Pimpinan Bappenas (menyusuli Sidang Kabinet) dan ditekankan agar menjadi perhatian bersama. Dalam menindaklanjuti pesan Ibu Menteri, Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan telah melaksanakan rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan II TA 2011 dengan 11 Kementerian/Lembaga (K/L) yang mempunyai alokasi anggaran di atas Rp10 triliun, 2 K/L pelaksana prioritas pembangunan nasional, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) pada 13 September 2011.

    Kondisi penyerapan anggaran K/L hingga akhir Agustus 2011 adalah sebesar Rp185,91 triliun dari total Pagu DIPA K/L (Rp436 triliun) atau sebesar 43%. Sementara itu, bila dilihat menurut jenis belanja, dari keempat jenis belanja, yakni belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan bantuan, hanya belanja pegawai yang memiliki penyerapan anggaran yang cukup tinggi yakni 75%.

    Tindak lanjut yang telah dilakukan terhadap arahan Presiden dan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas di atas berhasil mengidentikasi permasalahan yang dihadapi terkait penyerapan anggaran sampai dengan Triwulan II TA 2011, dan menyepakati usulan solusi, beserta rencana tindak lanjutnya. Namun kemudian ketika pada Triwulan III TA 2011 penyerapan anggaran masih juga rendah, maka diadakan rapat koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan pada 7 Desember 2011 dengan K/L yang terlibat dalam pertemuan 13 September 2011. Rendahnya penyerapan anggaran dan realisasi capaian hingga Triwulan III tahun 2011 disinyalir akibat lemahnya perencanaan dan pengadaan barang dan jasa.

    Sampai dengan akhir Desember 2011 kondisi penyerapan anggaran K/L adalah sebesar Rp473,36 triliun dari total Pagu DIPA K/L sebesar Rp548,46 triliun atau sebesar 86,31% (Gambar 2). Bila dilihat menurut jenis belanja maka belanja pegawai memiliki penyerapan anggaran yang paling besar yakni 95,99%, sedangkan belanja lainnya, yakni belanja barang 79,33%, belanja modal 80,63%, bantuan sosial 86,64% (Gambar 3).

    Secara umum, permasalahan yang muncul dalam koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011 masih sama dengan permasalahan yang teridentikasi dalam monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan II. Oleh karena itu, untuk mengenali permasalahan penyerapan anggaran TA 2011 secara lebih mendalam, disusun check list permasalahan beserta tindak lanjutnya menurut K/L dan SKPD terkait. Check list akan digunakan dalam kunjungan lapang untuk mencek permasalahan dan upaya yang telah dilakukan serta tindak lanjut yang direncanakan oleh K/L dan SKPD di Provinsi. Selain itu, diupayakan pula untuk mengidentikasi permasalahan K/L yang dalam upaya mengatasinya memerlukan bantuan pendampingan dari Bappenas, Kementerian Keuangan, LKPP atau Kemenko Perekonomian, termasuk yang terkait dengan DPR.

    1.2 Tujuan Pelaksanaan Kunjungan Lapang

    Tujuan kunjungan lapang adalah untuk mengidentikasi masalah penyerapan anggaran TA 2011 di beberapa K/L dan SKPD serta masalah penyerapan yang dihadapi di awal pelaksanaan kegiatan TA 2012, seperti pemblokiran, pelelangan dan sebagainya. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan kegiatan 2012 tidak terkendala dengan permasalahan yang terjadi pada 2011.

    Realisasi Sisa Pagu Realisasi Sisa Pagu

    Realisasi Sisa Pagu Realisasi Sisa Pagu

    Gambar 2 Penyerapan Anggaran Kementerian/Lembaga

    s.d. 31 Desember 2011

    Gambar 3Penyerapan Anggaran Kementerian/Lembaga, Menurut Jenis Belanja

    s.d. 31 Desember 2011

    anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.

    2.2 Kelompok Permasalahan

    Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.

    2.2.1 Pemblokiran Anggaran

    Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap

    karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.

    Pada Kementan, teridentikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.

    Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.

    2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P

    Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya

    pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktoberawal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan sik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana esiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, esiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.

    Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan

    persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.

    2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya

    Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentikasi pada K/L yang dikunjungi.

    2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan

    Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.

    Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang

    telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.

    2.2.5 Pelelangan

    Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat sik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.

    Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.

    2.2.6 Lahan

    Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten

    Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.

    Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.

    2.2.7 Organisasi

    Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur

    yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat esiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.

    Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan

    pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertikat bagi pengelola kegiatan.

    2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan

    Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun sik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.

    Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.

    2.2.9 Permasalahan Lainnya

    Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertikasi guru.

    Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.

    Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.

    Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada

    Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan

    Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.

    Permasalahan lain yang teridentikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.

    Sedangkan belanja lainnya masih di bawah 50%, yakni belanja barang 37%, belanja modal 28%, bantuan sosial 40%. (Gambar 1)

    Sumber: Paparan Wakil Menteri PPN/ Kepala Bappenas pada Kick O Meeting Penyusunan Inpres Percepatan Pencapaian Prioritas Pembangunan Nasional 2012, di Bappenas 25 Januari 2012 (diolah)

    Sumber: Paparan Wakil Menteri PPN/ Kepala Bappenas pada Kick O Meeting Penyusunan Inpres Percepatan Pencapaian Prioritas Pembangunan Nasional 2012, di Bappenas 25 Januari 2012 (diolah)

    95.99%

    4.01%

    13.69%

    86.31%

    20.67%79.33%

    19.37%

    80.63%

    13.36%

    86.64%

    Belanja Modal Belanja Bansos

    Belanja Pegawai Belanja Barang

    Realisasi

    Sisa Pagu

    3

  • I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Rendahnya realisasi anggaran Kementerian/Lembaga hingga Semester I Tahun 2011 yang hanya mencapai 26% telah menjadi perhatian Presiden RI yang disampaikan dalam arahan beliau pada Sidang Kabinet 6 September 2011. Perhatian dan arahan Presiden RI diutarakan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam Rapat Pimpinan Bappenas (menyusuli Sidang Kabinet) dan ditekankan agar menjadi perhatian bersama. Dalam menindaklanjuti pesan Ibu Menteri, Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan telah melaksanakan rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan II TA 2011 dengan 11 Kementerian/Lembaga (K/L) yang mempunyai alokasi anggaran di atas Rp10 triliun, 2 K/L pelaksana prioritas pembangunan nasional, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) pada 13 September 2011.

    Kondisi penyerapan anggaran K/L hingga akhir Agustus 2011 adalah sebesar Rp185,91 triliun dari total Pagu DIPA K/L (Rp436 triliun) atau sebesar 43%. Sementara itu, bila dilihat menurut jenis belanja, dari keempat jenis belanja, yakni belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan bantuan, hanya belanja pegawai yang memiliki penyerapan anggaran yang cukup tinggi yakni 75%.

    Tindak lanjut yang telah dilakukan terhadap arahan Presiden dan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas di atas berhasil mengidentikasi permasalahan yang dihadapi terkait penyerapan anggaran sampai dengan Triwulan II TA 2011, dan menyepakati usulan solusi, beserta rencana tindak lanjutnya. Namun kemudian ketika pada Triwulan III TA 2011 penyerapan anggaran masih juga rendah, maka diadakan rapat koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan pada 7 Desember 2011 dengan K/L yang terlibat dalam pertemuan 13 September 2011. Rendahnya penyerapan anggaran dan realisasi capaian hingga Triwulan III tahun 2011 disinyalir akibat lemahnya perencanaan dan pengadaan barang dan jasa.

    Sampai dengan akhir Desember 2011 kondisi penyerapan anggaran K/L adalah sebesar Rp473,36 triliun dari total Pagu DIPA K/L sebesar Rp548,46 triliun atau sebesar 86,31% (Gambar 2). Bila dilihat menurut jenis belanja maka belanja pegawai memiliki penyerapan anggaran yang paling besar yakni 95,99%, sedangkan belanja lainnya, yakni belanja barang 79,33%, belanja modal 80,63%, bantuan sosial 86,64% (Gambar 3).

    Secara umum, permasalahan yang muncul dalam koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011 masih sama dengan permasalahan yang teridentikasi dalam monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan II. Oleh karena itu, untuk mengenali permasalahan penyerapan anggaran TA 2011 secara lebih mendalam, disusun check list permasalahan beserta tindak lanjutnya menurut K/L dan SKPD terkait. Check list akan digunakan dalam kunjungan lapang untuk mencek permasalahan dan upaya yang telah dilakukan serta tindak lanjut yang direncanakan oleh K/L dan SKPD di Provinsi. Selain itu, diupayakan pula untuk mengidentikasi permasalahan K/L yang dalam upaya mengatasinya memerlukan bantuan pendampingan dari Bappenas, Kementerian Keuangan, LKPP atau Kemenko Perekonomian, termasuk yang terkait dengan DPR.

    1.2 Tujuan Pelaksanaan Kunjungan Lapang

    Tujuan kunjungan lapang adalah untuk mengidentikasi masalah penyerapan anggaran TA 2011 di beberapa K/L dan SKPD serta masalah penyerapan yang dihadapi di awal pelaksanaan kegiatan TA 2012, seperti pemblokiran, pelelangan dan sebagainya. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan kegiatan 2012 tidak terkendala dengan permasalahan yang terjadi pada 2011.

    anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.

    2.2 Kelompok Permasalahan

    Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.

    2.2.1 Pemblokiran Anggaran

    Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap

    karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.

    Pada Kementan, teridentikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.

    Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.

    2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P

    Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya

    pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktoberawal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan sik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana esiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, esiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.

    Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan

    persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.

    2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya

    Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentikasi pada K/L yang dikunjungi.

    2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan

    Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.

    Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang

    telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.

    2.2.5 Pelelangan

    Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat sik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.

    Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.

    2.2.6 Lahan

    Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten

    Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.

    Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.

    2.2.7 Organisasi

    Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur

    yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidik