Kliping penyerapan anggaran

27
Mengapa Penyerapan Anggaran Pemerintah Minim? Realisasi anggaran belanja negara baru mencapai 54,8 persen. ddd Kamis, 26 September 2013, 21:41 Mohammad Adam, Dwifantya Aquina , Alfin Tofler, R. Jihad Akbar Follow us on VIVAnews - Penyerapan anggaran pemerintah masih minim. Data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara menunjukkan bahwa hingga 30 Agustus lalu realisasi anggaran belanja negara baru mencapai 54,8 persen dari Rp1.726,2 triliun yang ditargetkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (ABPN-P) untuk Tahun Anggaran 2013. Realisasi belanja pemerintah pusat baru mencapai 51,4 persen hingga bulan Agustus. Dari Rp1.196,8 triliun yang dianggarkan dalam APBN-P 2013 untuk pos belanja pemerintah pusat, realisasi pada bulan Agustus sebesar Rp615,6 triliun. Sementara transfer ke daerah mencapai 62,4 persen. Dari anggaran yang ditargetkan APBN-P 2013 sebesar Rp529,4 triliun untuk pos transfer ke daerah, realisasi hingga Agustus mencapai Rp330,1 triliun. Di sisi penerimaan dalam negeri, penerimaan perpajakan hingga Agustus mencapai Rp657,3 triliun atau 57,2 persen dari target APBN-P 2013. OJK Hal serupa juga terjadi pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK mengungkapkan bahwa serapan anggaran per 20 September 2013 baru mencapai Rp584 miliar. Penyerapan ini sekitar 35,54 persen dari pagu anggaran OJK pada tahun ini yang dipatok Rp1,64 triliun. Dalam rapat dengar pendapat di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 26 September 2013, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad, mengatakan, minimnya penyerapan anggaran terjadi karena sebagai lembaga, OJK masih baru.

description

kliping penyerapan anggaran

Transcript of Kliping penyerapan anggaran

Page 1: Kliping penyerapan anggaran

Mengapa Penyerapan Anggaran Pemerintah Minim?Realisasi anggaran belanja negara baru mencapai 54,8 persen.

dddKamis, 26 September 2013, 21:41 Mohammad Adam, Dwifantya Aquina , Alfin Tofler, R. Jihad Akbar Follow us on

VIVAnews - Penyerapan anggaran pemerintah masih minim. Data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal

Perbendaharaan Negara menunjukkan bahwa hingga 30 Agustus lalu realisasi anggaran belanja negara baru

mencapai 54,8 persen dari Rp1.726,2 triliun yang ditargetkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Perubahan (ABPN-P) untuk Tahun Anggaran 2013.

Realisasi belanja pemerintah pusat baru mencapai 51,4 persen hingga bulan Agustus. Dari Rp1.196,8 triliun

yang dianggarkan dalam APBN-P 2013 untuk pos belanja pemerintah pusat, realisasi pada bulan Agustus

sebesar Rp615,6 triliun.

Sementara transfer ke daerah mencapai 62,4 persen. Dari anggaran yang ditargetkan APBN-P 2013 sebesar

Rp529,4 triliun untuk pos transfer ke daerah, realisasi hingga Agustus mencapai Rp330,1 triliun.

Di sisi penerimaan dalam negeri, penerimaan perpajakan hingga Agustus mencapai Rp657,3 triliun atau 57,2

persen dari target APBN-P 2013.

OJK

Hal serupa juga terjadi pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK mengungkapkan bahwa serapan anggaran per

20 September 2013 baru mencapai Rp584 miliar. Penyerapan ini sekitar 35,54 persen dari pagu anggaran OJK

pada tahun ini yang dipatok Rp1,64 triliun.

Dalam rapat dengar pendapat di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 26 September 2013, Ketua Dewan

Komisioner OJK Muliaman Hadad, mengatakan, minimnya penyerapan anggaran terjadi karena sebagai

lembaga, OJK masih baru.

"Karena masih baru, OJK saat ini fokus untuk mempersiapkan pengembangan organisasi beserta

infrastrukturnya," ujarnya.

Selama ini, menurut Muliaman, OJK mempersiapkan penyusunan regulasi atau pengaturan internal, seperti

penyusunan sistem dan prosedur pelaksanaan tugas yang terkait dengan pengaturan kepegawaian, serta sistem

Page 2: Kliping penyerapan anggaran

keuangan internal.

Selain itu, dia menambahkan, harus ada penyusunan pengadaan barang dan jasa, tata kelola OJK, standar dan

pedoman audit internal, serta manajemen risiko dan pengendalian kualitas.

Muliaman mengungkapkan, OJK juga fokus untuk menyusun dan menyinergikan regulasi dan pengaturan di

sektor jasa keuangan. Selain itu, OJK sedang melakukan pengalihan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan

serta pengawasan sektor perbankan dari BI ke OJK yang akan dilaksanakan pada 31 Desember 2013. Upaya

ini nantinya terkait penyediaan sumber daya manusia.

"Dengan kondisi seperti ini, maka prognosa anggaran pada 31 Desember 2013 adalah Rp1,34 triliun atau 82,69

persen dari pagu," katanya.

Muliaman menuturkan, kegiatan penyerapan anggaran baru akan dilaksanakan pada triwulan ketiga dan empat

tahun ini. Selain itu, OJK meminta adanya realokasi anggaran sebesar Rp300 miliar.

Realokasi anggaran ini, menurut dia, akan ditujukan untuk pengadaan kendaraan dan rumah jabatan/dinas

kantor OJK di daerah. Jika disetujui, Muliaman mengungkapkan, perkiraan realisasi anggaran OJK pada 31

Desember 2013 bisa mencapai 98,11 persen dari pagu.

PU

Persoalannya minimnya penyerapan anggaran tak hanya terjadi pada lembaga baru macam OJK, tapi juga

lembaga lama seperti Pekerjaan Umum (PU). Menteri PU Djoko Kirmanto, dalam paparannya saat rapat kerja

dengan Komisi V DPR RI, Jakarta, Selasa 3 September 2013, menyatakan penyerapan anggaran di

kementeriannya hingga Agustus baru mencapai 39 persen.

Djoko menjelaskan, pagu awal pada 2013 sebesar Rp77,98 triliun, pagu setelah pemotongan Rp74,17 triliun,

dan pagu akhir APBN-P 2013 senilai Rp83,77 triliun.

Untuk pagu awal, Djoko melanjutkan, hingga 2 September terealisasi sebesar 42,67 persen. Angka ini lebih

rendah dari perkiraan kementerian yang merencanakan penyerapan sebesar 46,27 persen. Dengan demikian,

ada deviasi target -3,60 persen.

Sementara itu, pagu anggaran setelah pemotongan telah terealisasi sebesar 44,86 persen. Dalam

perencanaannya, penyerapan itu sebesar 43,51 persen.

Adapun pagu akhir berdasarkan APBN-P 2013, terealisasi sebesar 39,72 persen. Angka ini lebih rendah dari

rencana kementerian yang menargetkan penyerapan 42,26 persen.

"Penurunan tingkat penyerapan ini karena aktivitas penyerapan tambahan dana yang sebesar Rp9,09 triliun

Page 3: Kliping penyerapan anggaran

masih rendah," kata Djoko.

Anggaran tersebut, menurut Djoko, hingga kini masih diproses di Kementerian Keuangan. Adapun dana yang

sudah terserap alokasinya adalah 12,3 persen untuk belanja barang, 64,3 persen bagi belanja modal, dan sekitar

9,1 persen guna belanja sosial.

Belum Efektif

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis, Kamis 26 Agustus 2013, menyatakan bahwa kemampuan

pemerintah dalam menyerap anggaran, sebagaimana yang ditunjukkan dalam laporan 30 Agustus 2013 itu,

belum efektif.

Komisi XI sebagai mitra kerja pemerintah yang membidangi pengawasan anggaran dan keuangan, menurut

Harry, memang mencermati bahwa pemerintah memang belum menunjukkan perubahan kinerja untuk

mempercepat proses penyerapan anggaran dengan kualitas dan spesifikasi yang telah ditentukan.

"Kondisi ini memang belum menggembirakan," ujar Harry kepada VIVAnews.

Realisasi belanja pegawai yang mencapai 65,5 persen pada bulan Agustus, menurut Harry, memang sangat

bagus. Namun, untuk realisasi belanja barang dan belanja modal yang masing-masing baru mencapai 33,9

persen dan 31,4 persen menunjukkan sikap pemerintah yang terlalu berhati-hati.

Jika belanja pemerintah pusat per Agustus baru mencapai 51,4 persen, menurut Harry, berarti ada 1,3 persen

ketidakefektifan pemerintah dalam mengelola anggaran.

Menurut Harry, memang bisa dipahami jika belanja barang dan modal berjalan lebih lambat daripada belanja

pegawai. Karena untuk belanja barang dan modal memerlukan proses tender yang butuh waktu dan ketelitian.

Namun, capaian yang kurang dari 35 persen untuk belanja barang maupun belanja modal hingga Agustus ini

patut mendapat perhatian. Pemerintah disarankan untuk membuat klasifikasi anggaran belanja yang

diprioritaskan.

"Misalnya, untuk belanja yang urgen. Proses tender harus lebih diefektifkan, dari tiga bulan menjadi satu

bulan," kata Harry.

Jika pemerintah bisa mengeluarkan dana yang lebih murah dari yang telah dianggarkan untuk mendapat barang

yang lebih baik kualitasnya, maka artinya telah berhemat. Dalam hal ini pejabat pemerintah itu patut mendapat

apresiasi.

"Namun, sebaliknya, jika belanja itu mengeluarkan dana yang dianggarkan untuk mendapat barang yang lebih

buruk kualitasnya, maka pemerintah perlu dipertanyakan," kata Harry.

Page 4: Kliping penyerapan anggaran

Di sisi lain, ia melanjutkan, memang telah banyak keluhan dari pimpinan proyek maupun tender pemerintah

terkait kekhawatiran akan menjadi pihak yang paling disalahkan apabila terjadi kerugian negara di kemudian

hari. Pengungkapan kasus-kasus korupsi yang mendapat sorotan tajam masyarakat, menimbulkan kegelisahan

tersendiri bagi pimpinan proyek maupun tender pemerintah saat ini.

"Nah, sayangnya, tingkat kehati-hatian itu lebih besar dari tingkat profesionalitas. Ini juga menjadi persoalan

besar yang harus segera diselesaikan," kata Harry.

Komisi XI selaku pihak parlemen dalam hal ini, tidak bisa mendesak pemerintah untuk bisa lebih efektif dalam

penyerapan anggaran sesuai yang ditargetkan. "Sulit, posisi pemerintah itu sepertinya sudah anti desakan,"

kata Harry.

Parlemen, kata Harry, bukan tak pernah menanyakan apa kendala pemerintah sehingga penyerapan anggaran

begitu minim. "Sudah dan selalu kami tanyakan. Tapi jawaban mereka ini itu, tak pernah jelas," kata Harry.

Penyerarapan anggaran yang rendah ini tak sesuai dengan harapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Presiden SBY memerintahkan para pejabat publik untuk memanfaatkan anggaran sesuai dengan alokasi APBN

dan APBD. Semua pejabat juga diharap segera menindaklanjuti daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA)

tahun anggaran 2013 yang telah mereka terima.

"Jangan ada kemandegan, tidak boleh terlambat. Justru harus lebih cepat," kata Presiden Yudhoyono di Istana

Negara, Jakarta, Senin 10 Desember 2012.

Pesan SBY kepada para pejabat publik adalah gunakan anggaran secara tepat, transparan, akuntabel, tanpa ada

penyimpangan. Sebab pembelanjaan pemerintah (government spending), menurut SBY, adalah komponen

penting dalam pertumbuhan ekonomi negara.

"Kalau tidak digunakan dengan baik, hampir pasti menghambat pertumbuhan perekonomian. Sekali lagi,

gunakan tepat waktu dan tepat sasaran sehingga tidak menghambat ekonomi. Kalau kita lalai menggunakan ini

berarti kesejahtaraan rakyat juga terganggu dan menghambat," ujarnya menegaskan. (eh)

Page 5: Kliping penyerapan anggaran

MENGUNGKAP PENYEBAB LAMBATNYA PENYERAPAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH

Sejak ditetapkannya tiga paket undang-undang keuangan negara yaitu UU No. 17/2003 tentang

Keuangan Negara, UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15/2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara, pengelolaan keuangan negara

diharapkan lebih baik dari tahun-tahun sebelum diterbitkannya tiga paket undang-undang tersebut.

Ketiga paket undang-undang tersebut diharapkan dapat meningkatkan profesionalitas dan keterbukaan,

akuntabilitas serta transparansi dalam pengelolaan keuangan negara dalam rangka mewujudkan good

governance dalam penyelenggaraan negara.

Sejak tahun 2005 sesuai amanat UU No. 17/2003 tentang keuangan negara, telah dilakukan perubahan

format baru belanja negara guna mewujudkan format belanja negara yang lebih transparan dan tidak

tumpang tindih, dimana tidak membedakan lagi antara pengeluaran rutin dan pengeluaran

pembangunan.

Dalam struktur dan format APBN berdasarkan UU No. 17/2003 itu, belanja negara meliputi belanja-

belanja yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat, dan untuk

pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Jenis belanja meliputi belanja

pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja pembiayaan bunga utang, belanja subsidi, belanja

hibah, belanja bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Sedangkan belanja untuk pelaksanaan perimbangan

keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yaitu berupa transfer ke daerah dalam bentuk

pengeluaran/alokasi anggaran berupa dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus yang

ditujukan untuk keperluan pemerintah daerah, dan berupa dana otonomi khusus dan penyesuaian yang

meliputi dana otonomi khusus dan dana penyesuaian.

Untuk mempercepat proses pembangunan dan memacu tingkat pertumbuhan ekonomi, diperlukan

proses penyerapan belanja negara yang dinamis dan terjadwal. Mengingat fungsi anggaran negara

sebagaimana tersebut dalam UU No. 17/2003 adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan

ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran negara yang mencakup penerimaan dan

Page 6: Kliping penyerapan anggaran

pengeluaran negara berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta

pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara.

Permasalahan Penyerapan Dana

Kendatipun undang-undang tentang keuangan negara telah dihasilkan lima tahun yang lalu, dan

perangkat undang-undang tentang perbendaharaan negara yaitu UU No. 1 tahun 2004 telah dipraktekan

dalam empat tahun terakhir ini, namun masalah lambatnya penyerapan dana APBN oleh kementerian

negara/lembaga dan satker-satker di bawahnya masih saja terus terjadi.

Berdasarkan data yang penulis himpun dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun anggaran

2006 dan 2007, realisasi belanja pemerintah pusat yang sebagian dilaksanakan oleh kementerian

negara/lembaga maupun dana yang ditransfer ke daerah berupa dana perimbangan, belum

mencerminkan persentase yang menggembirakan berdasarkan periode per semester. Data tersebut

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa penyerapan

anggaran belanja pemerintah pusat semester pertama tahun anggaran 2006 dan 2007 masing-masing

hanya sebesar 31,41% dan 33,42% dari pagu anggarannya, dan penyerapan belanja ke daerah masing-

masing sebesar 47,07% dan 41,41%. Sedangkan sampai dengan akhir tahun anggaran 2006 dan 2007,

penyerapan belanja pemerintah pusat masing-masing sebesar 92,01% dan 101,29% dari pagu

anggarannya, dan penyerapan belanja ke daerah masing-masing sebesar 102,41% dan 99,63%.

Pada semester pertama tahun anggaran 2006, rendahnya persentase penyerapan anggaran belanja

pemerintah pusat (31,41%) lebih disebabkan karena terlalu rendahnya realisasi belanja oleh

kementerian negara/lembaga (K/L) yaitu belanja barang (24,47%), belanja modal (20,58%), belanja

Page 7: Kliping penyerapan anggaran

bantuan sosial (29,91), dan selebihnya adalah belanja non-K/L yaitu subsidi (12,86%), Sedangkan

rendahnya persentase penyerapan anggaran belanja ke daerah lebih disebabkan karena rendahnya

penyerapan Dana Bagi Hasil (28,49%), Dana Alokasi Khusus (12,13%), dan Dana Otonomi Khusus dan

Penyesuaian (17,89).

Pada semester kedua atau akhir tahun anggaran 2006, meskipun belanja pemerintah pusat secara

keseluruhan mencapai 92,01%, tetapi realisasi oleh kementerian negara/lembaga berupa belanja barang

(85,00%) dan belanja modal (82,36) masih terbilang rendah.

Sama halnya dengan semester pertama tahun 2006, rendahnya persentase penyerapan anggaran

belanja pemerintah pusat (33,42%) pada semester pertama tahun anggaran 2007, juga lebih disebabkan

karena terlalu rendahnya realisasi anggaran oleh kementerian negara/lembaga dalam bentuk belanja

barang (21,87%), belanja modal (16,80%), dan belanja bantuan sosial (28,49%), selebihnya adalah

belanja non-K/L yaitu subsidi (37,67%) dan belanja lain-lain (9,52%). Sedangkan rendahnya persentase

realisasi anggaran belanja ke daerah lebih disebabkan karena rendahnya penyerapan Dana Bagi Hasil

(13,21%), Dana Alokasi Khusus (12,08%), dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian (4,15%).

Pada semester kedua atau akhir tahun anggaran 2007, meskipun realisasi belanja pemerintah pusat

secara keseluruhan melampaui anggarannya (101,29%), tetapi realisasi belanja barang (83,53%), belanja

modal (85,66%), dan belanja lain-lain (60,59%) masih terbilang rendah.

Bagaimana dengan tahun anggaran 2008? Berdasarkan data yang diperoleh dari

http://www.detikfinance.com (07/07/2008) penyerapan anggaran belanja pemerintah pusat sampai

dengan 30 Juni 2008 sebesar 35,41% dari total anggarannya yang sebesar Rp697,071 triliun (APBN-P

2008). Bahkan, berdasarkan data dari www.anggaran.depkeu.go.id. realisasi anggaran belanja

kementerian/lembaga sampai 30 Juni 2008 baru mencapai Rp81,827 triliun atau 28,20% dari pagu

anggaran belanja kementerian/lembaga yang ditetapkan dalam APBN-P 2008 sebesar Rp290,022 triliun.

Menurut catatan Depkeu, (www.anggaran.depkeu.go.id) realisasi belanja negara per 31 Oktober 2008

meliputi belanja pegawai sebesar Rp 95,7 triliun atau 77% dari pagu APBN-P 2008, belanja barang Rp

34,7 triliun (51,5%), belanja modal Rp 39,4 triliun (64%), subsidi BBM Rp 118,6 triliun (93,5%), dan

subsidi listrik Rp 53,6 triliun (89%). Sampai akhir tahun anggaran 2008 diprediksi penyerapan

anggarannya sekitar 90 persen.

Page 8: Kliping penyerapan anggaran

Dalam prakteknya, selain untuk belanja subsidi, pembayaran bunga utang, dan belanja lain-lain, belanja

pemerintah pusat sebagian dialokasikan kepada seluruh kementerian negara dan lembaga, sehingga

rendahnya penyerapan/realisasi belanja pemerintah pusat juga mencerminkan ketidakmampuan

pemerintah yang dalam hal ini adalah kementerian negara/lembaga beserta satker-satker di bawahnya

untuk melaksanakan anggaran yang telah ditetapkan dalam APBN. Lambatnya penyerapan belanja

negara ini jelas sangat merugikan karena akan berdampak pada rendahnya laju pertumbuhan ekonomi

Indonesia.

Faktor-Faktor Penyebab

Kenapa penyerapan anggaran dari tahun ke tahun sejak reformasi keuangan negara dilakukan justru

selalu menimbulkan permasalahan lambatnya dalam penyerapan APBN? Beberapa sebab di bawah ini

mungkin atau dapat diduga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi keterlambatan dalam penyerapan

APBN, khususnya oleh kementerian negara/lembaga.

a. Kendala Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ)

Sejak diterbitkannya Keppres 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah, proses pengadaan barang dan jasa seakan menjadi momok bagi para pengguna

barang/jasa, panitia pengadaan, maupun pejabat pengadaan. Ketakutan unsur-unsur yang terlibat

dalam proses PBJ kepada aparat pengawasan seperti BPK, Itjen, BPKP, dan lebih-lebih terhadap KPK,

disinyalir menjadi penyebab terhambatnya proses tender pengadaan. Mereka lebih memilih bersifat

hati-hati, ragu-ragu, dan bahkan menunggu. Ketakutan itu pula yang menyebabkan banyak pejabat yang

enggan ditunjuk menjadi pemimpin proyek atau panitia pengadaan.

Keterlambatan pelaksanaan PBJ juga bisa terkait dengan persyaratan yang tercantum dalam pasal 9 (1)

butir c Keppress 80 tahun 2003 yang menyatakan bahwa pengguna barang/jasa harus memenuhi

persyaratan memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah. Padahal, untuk

mendapatkan sertifikat keahlian PBJ harus melalui serangkaian ujian sertifikasi yang cukup berat dengan

tingkat kelulusan yang sangat rendah. Hal itu menyebabkan terjadinya kelangkaan pegawai maupun

pengguna barang/jasa yang bersertifikat. Akibat yang terjadi adalah pelaksanaan PBJ terhambat yang

berakibat pada penyerapan anggaran yang rendah.

Page 9: Kliping penyerapan anggaran

b. Tidak disiplinnya penyampaian laporan keuangan ke KPPN (rekonsiliasi) menyebabkan satker terkena

sanksi penundaan pencairan.

Berdasarkan Perdirjen Perbendaharaan Nomor PER-02/PB/2006 sebagaimana yang telah diubah dengan

Perdirjen Nomor 19/PB/2008 tentang pengenaan sanksi oleh KPPN atas keterlambatan penyampaian

laporan keuangan, Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran wajib menyampaikan laporan keuangan

setiap bulan sebagai bahan rekonsiliasi ke KPPN berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Arsip

Data Komputer, selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah bulan bersangkutan berakhir.

Sanksi yang dikenakan jika terjadi keterlambatan yaitu berupa penundaan penerbitan SP2D atas SPM

yang diajukan oleh satker dengan pengecualian terhadap SPM belanja pegawai, SPM-LS, dan SPM

Pengembalian. Bagi satker-satker yang SDM-nya masih kurang dalam hal penguasaan aplikasi SAK dan

SIMAK-BMN, hal ini tentu bisa menjadi kendala dalam proses penyampaian laporan keuangan yang

berdampak satker tersebut terkena sanksi penundaan pencairan dana oleh KPPN.

c. Perencanaan anggaran tidak matang menyebabkan anggaran harus direvisi

Perencanaan adalah siklus penting dalam penyusunan anggaran, karena dapat menentukan arah dalam

pelaksanaan anggaran, dapat menentukan tercapai tidaknya sebuah sasaran dengan baik. Meskipun

perencanaan yang baik belum tentu menghasilkan pencapaian sasaran yang baik pula, namun

perencanaan yang buruk sudah tentu akan menghasilkan pencapaian sasaran yang buruk.

Perencanaan anggaran yang tidak matang sering menyebabkan anggaran belanja harus direvisi. Bahkan

dalam pengajuan penyusunan anggaran yang tidak disertai dokumen pendukung yang memadai, seperti

Term of Reference (TOR), Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan lain-lain, menyebabkan anggaran yang

diajukan diberi tanda bintang. Padahal, revisi dan “penghilangan” anggaran bertanda bintang

memerlukan proses yang memakan waktu. Lebih parah lagi apabila revisi anggaran dilakukan beberapa

kali, sehingga berakibat proses penyerapan belanja terhambat.

d. Kurangnya rencana penyerapan anggaran belanja yang terjadwal dengan baik

Rencana penyerapan anggaran memang telah dicantumkan dalam DIPA tetapi terkadang hal itu hanya

formalitas saja, dimana setiap pagu belanja berdasarkan kegiatan dan sub kegiatan cukup dibagi dengan

dua belas bulan. Tentu ini tidak mencerminkan rencana penyerapan anggaran yang sesungguhnya,

Page 10: Kliping penyerapan anggaran

mengingat volume dan besaran pencairan dana setiap bulan tidaklah sama, kecuali untuk pengeluaran

tertentu misalnya belanja gaji. Jika tidak ada rencana penyerapan dana yang terukur, akan

menyebabkan satker tidak mempunyai pedoman yang tepat kapan anggaran belanja seharusnya

digunakan atau direalisasikan.

Alternatif Solusi

a. Untuk menghilangkan kesan “angker” dalam Keppres 80 tahun 2003, maka beberapa pasal harus

direvisi, khususnya pasal-pasal yang meragukan dan mengandung multitafsir. Untuk hal ini, data dari

Bisnis Indonesia online, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Paskah

Suzetta, telah mendesak Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) segera

memperbaiki pasal-pasal yang meragukan atau multitafsir dalam Keppres No.80/2003 paling lambat

Januari atau Februari 2009. Bahkan, untuk mengantisipasi kelangkaan personil pengelola pengadaan,

LKPP sebagaimana tertulis dalam situsnya www.lkpp.go.id, mengeluarkan langkah-langkah kebijakan

berupa menerbitkan Surat Edaran (oleh Meneg PPN/Kepala Bappenas) mengenai alternatif kebijakan

yang dapat diambil oleh setiap instansi pemerintah untuk mengantisipasi akan kekurangan personil

pengelola pengadaan yang bersertifikat, yaitu: a). Membentuk unit layanan pengadaan; b). Bagi para

Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang juga menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak

wajib bersertifikat; c). Dapat meminjam panitia pengadan dari unit kerja lain.

b. Meningkatkan koordinasi dan sosialisasi antara KPPN dengan satker tentang pentingnya kesadaran

menyampaikan laporan keuangan sebagai bahan rekonsiliasi, dan menerapkan sanksi yang lebih tegas

bagi satker yang terlambat menyampaikan laporan. Selain itu, untuk meningkatkan SDM satker dalam

mengelola SAI, perlu ditindaklanjuti dengan diklat, pelatihan, atau penyuluhan yang memadai dan

berkelanjutan.

c. Melakukan sosialisasi yang lebih intensif kepada satker-satker dengan melibatkan instansi terkait

seperti Bappenas dan DJA maupun DJPB dalam proses penyusunan perencanaan anggaran yang lebih

baik dan lebih terukur.

d. Penggunaan aplikasi PERAN (realisasi dan rencana penarikan) seperti yang diterapkan mulai tahun

anggaran 2008 diberlakukan dengan sasaran periode yang lebih lama, bukan hanya diterapkan pada tiga

bulan terakhir sebelum tutup tahun anggaran. Hal ini agar proses realisasi dan rencana penarikan oleh

satker dapat lebih terkontrol dengan baik.

Page 11: Kliping penyerapan anggaran

SBY: Penyerapan Anggaran Harus Lebih CepatPejabat harus gunakan anggaran secara tepat, tanpa ada penyimpangan.

VIVAnews - Presiden Susilo Bambang Yudhyono memerintahkan para pejabat publik untuk memanfaatkan

anggaran sesuai dengan alokasi APBN dan APBD. Semua pejabat juga diharap segera menindaklanjuti daftar

isian pelaksanaan anggaran (DIPA) tahun anggaran 2013 yang telah mereka terima.

"Jangan ada kemandegan, tidak boleh terlambat. Justru harus lebih cepat," kata Presiden Yudhoyono di Istana

Negara, Jakarta, Senin 10 Desember 2012.

Pesan SBY kepada para pejabat publik adalah gunakan anggaran secara tepat, transparan, akuntabel, tanpa ada

penyimpangan. Sebab pembelanjaan pemerintah (government spending), menurut SBY, adalah komponen

penting dalam pertumbuhan ekonomi negara.

"Kalau tidak digunakan dengan baik, hampir pasti menghambat pertumbuhan perekonomian. Sekali lagi,

gunakan tepat waktu dan tepat sasaran sehingga tidak menghambat ekonomi. Kalau kita lalai menggunakan ini

berarti kesejahtaraan rakyat juga terganggu dan menghambat," tegasnya.

SBY mengingatkan pula bahwa pada pertengahan Januari 2013 akan digelar lagi pertemuan yang akan

menghadirkan gubernur, bupati dan walikota dan semua pihak pejabat juga pemerintahan. Pertemuan ini

digelar untuk meningkatkan pemahaman bersama tentang perencanaan dan penggunaan APBN terutama untuk

mencegah terjadinya kesalahan dan mencegah terjadinya kemungkinan penyimpangan termasuk korupsi.

"Acara itu juga penting agar kita semua terbebas dari keragu-raguan atau kemandegan penggunaan anggaran

selama ini," ujarnya.

Pagi tadi, dalam acara puncak peringatan hari antikorupsi, SBY menyampaikan masalah komitmen pemerintah

untuk memberantas korupsi dan menjaga sistem agar menjadi bersih. "Bukan hanya itu, kita juga harus

memastikan jalannya pemerintahan dan pembangunan jangan sampai terganggu. Dua-duanya harus kita

letakkan dengan baik, semua harus kita lakukan agar semua tercipta dengan baik. BPK, BPKP, MK, semua

jajaran lembaga negara dan pemerintahan," kata SBY. (eh)

Page 12: Kliping penyerapan anggaran

Solusi Percepatan Penyerapan Anggaran Melalui Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012Penulis: Rahfan Mokoginta (Praktisi Dan Trainer PBJ (Certified LKPP); PNS Dinkes Kota Kotamobagu)

Pemerintah melakukan evaluasi terhadap Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah setelah dua tahun diundangkan. Hasil evaluasi terhadap Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 menunjukkan bahwa implementasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah masih menemui berbagai kendala. Kendala utamanya antara lain keterlambatan pelaksanaan Proses Pengadaan Barang/Jasa dan rendahnya penyerapan anggaran.

Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah melakukan penyempurnaan kembali Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua atas Presiden Nomor 54 Tahun 2010 lebih menekankan pada upaya percepatan penyerapan anggaran dan menghilangkan berbagai multitafsir. Dalam rangka percepatan penyerapan anggaran, Pemerintah melakukan perubahan yang cukup signifikan terkait proses Pengadaan Barang/Jasa. Sementara itu, klausul-klausul yang selama ini menimbulkan multitafsir juga mengalami perubahan. Multitafsir dianggap dapat menimbulkan ketidakjelasan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Terdapat tiga tujuan dilakukannya perubahan kedua atas Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Pertama, mempercepat pelaksanaan anggaran baik APBN maupun APBD; Kedua, menghilangkan dan memperjelas multitafsir; dan ketiga, memperjelas arah reformasi kebijakan pengadaan. Berikut akan diuraikan secara singkat garis-garis besar Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012  tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 berdasarkan tujuan tersebut di atas.

Pertama, ketentuan-ketentuan dalam rangka mempercepat pelaksanaan APBN/APBD antara lain: 1) Penyusunan Rencana Umum Pengadaan (procurement plan) dan penyusunan rencana penarikan (disbursment plan); 2) Mewajibkan proses pengadaan sebelum Dokumen Anggaran disahkan dengan menyediakan biaya pendukung dan Penetapan/Pengangkatan Pengelola Pengadaan (PPK, Pokja ULP/Pejabat Pengadaan, Bendahara, Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan, dan lain-lain) tidak terikat tahun anggaran; 3) Menaikkan nilai Pengadaan Langsung Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dari Rp. 100 juta menjadi Rp. 200 juta; 4) Menaikan batas (threshold) nilai pengadaan dengan Pelelangan Sederhana/Pemilihan Langsung dari Rp. 200 juta menjadi Rp. 5 Milyar; 5) Pengecualian persyaratan sertifikat bagi PPK yang dijabat oleh Eselon I dan II dan PA/KPA yang bertindak sebagai PPK dalam hal tidak terdapat pejabat yang memenuhi persyaratan; 6) Penugasan menjawab sanggahan banding Pimpinan Kementereian/Lembaga/Institusi dan Kepala Daerah kepada Pejabat dibawahnya; 7)

Page 13: Kliping penyerapan anggaran

Memperjelas persyaratan untuk Konsultan Internasional dengan menyesuaikan terhadap praktek bisnis di dunia internasional; dan 8) Penambahan metode Pelelangan Terbatas untuk Pengadaan Barang. Sebelumnya Pelelangan Terbatas hanya untuk Pekerjaan Konstruksi.

Kedua, untuk menghilangkan dan memperjelas multitafsir, maka dilakukan beberapa perubahan terhadap ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010  antara lain: 1) Sanggahan hanya untuk peserta yang memasukan penawaran. Peserta yang mendaftar tetapi tidak memasukkan penawaran tidak berhak melakukan sanggahan; 2) Keberadaan ULP di daerah hanya 1 (satu) di masing-masing Provinsi/Kabupaten/Kota; 3) Penanggung jawab proses pemilihan penyedia adalah Kelompok Kerja (Pokja) ULP; 4) Penyetaraan teknis dapat dilakukan untuk pelelangan metode dua tahap; dan 5) Nilai Jaminan Sanggah Banding ditetapkan menjadi 1% (satu perseratus) dari nilai total HPS. Sebelumnya, nilai Jaminan Sanggah Banding ditetapkan sebesar 2/1000 (dua perseribu) dari nilai total HPS atau paling tinggi sebesar Rp. 50 juta.

Ketiga, perubahan-perubahan yang bertujuan untuk memperjelas arah reformasi kebijakan pengadaan antara lain: 1) Lampiran Peraturan Presiden dijadikan Keputusan Kepala LKPP (dengan persetujuan Menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang Perencanaan Pembangunan Nasional). ; 2) Mempertegas adanya mainstream Regular Bidding dan Direct Purchasing; 3) Penambahan barang yang Direct Purchasing ditentukan oleh Kepala LKPP.

Hal menarik yang perlu dibahas adalah perubahan metode Pengadaan Barang/Jasa. Demi percepatan penyerapan anggaran, dilakukan perubahan yang sangat mendasar terhadap metode Pengadaan Langsung (Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya), Pelelangan Sederhana (Pengadaan Barang/Jasa Lainnya), Pemilihan Langsung (Pekerjaan Konstruksi), dan Seleksi Sederhana (Jasa Konsultansi).

Batasan nilai untuk Pengadaan Langsung dinaikan dari Rp. 100 juta menjadi Rp. 200 juta, kecuali untuk Jasa Konsultansi yang nilainya tetap Rp. 50 juta.  Namun ditegaskan bahwa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dilarang menggunakan metode Pengadaan Langsung sebagai alasan untuk memecah paket pengadaan menjadi beberapa paket dengan maksud untuk menghindari pelelangan. Larangan ini berlaku pada saat penyusunan anggaran, penyusunan Rencana Umum Pengadaan, maupun pada saat persiapan pemilihan Penyedia.

Pelelangan Sederhana dan Pemilihan Langsung batasan nilainya juga dinaikkan dari Rp. 200 juta menjadi Rp. 5 Miliar. Selain batasan nilainya dinaikan, proses pengadaannyapun dapat dipersingkat. Perubahan waktu dalam proses Pemilihan langsung/Pelelangan Sederhana mencakup: Pengumuman minimal 4 (empat) hari kerja, Pendaftaran 5 (lima) hari kerja, pemasukan dokumen 1 (satu) hari kerja, lamanya evaluasi tergantung kompleksitas pekerjaan, masa sanggah dipersingkat menjadi 3 (tiga) hari kerja, jawaban sanggahan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak sanggahan diterima, sanggahan banding maksimal 3 (tiga) hari kerja sejak jawaban sanggah diterima,  dan jawaban sanggahan banding paling lambat 5 (lima) hari kerja. Sementara itu untuk Seleksi Sederhana Jasa Konsultansi, batasan nilainya tetap Rp. 200 Juta, namun  waktu proses pemilihannya dipersingkat sama halnya dengan Pemilihan langsung/Pelelangan Sederhana.

Page 14: Kliping penyerapan anggaran

Hal lain yang juga dianggap sering memperlambat proses pemilihan penyedia adalah lamanya jawaban Sanggah Banding dari Pimpinan Kementerian/Lembaga/Institusi atau Kepala Daerah. Keterlambatan tersebut dianggap wajar karena banyaknya agenda kegiatan yang berkaitan dengan jabatan sebagai Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Kepala Instistusi. Oleh karena itu, dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 diatur lebih jelas tentang pendelegasian menjawab Sangahan Banding. Pimpinan Kementerian/Lembaga/Institusi dapat menugaskan kepada Pejabat Eselon I atau Pejabat Eselon II untuk menjawab Sanggahan Banding. Untuk Pemerintah Daerah, Gubernur/Bupati/Walikota dapat menugaskan kepada Sekretaris Daerah atau Pengguna Anggaran untuk menjawab sanggahan banding. Penugasan tersebut tidak berlaku jika Pejabat dimaksud merangkap sebagai PPK atau Kepala ULP untuk paket kegiatan yang disanggah.

Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 mulai berlaku sejak tanggal diundangkan (1 Agustus 2012). Dengan demikian, Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan mulai tanggal 1 Agustus 2012 berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 dengan terlebih dahulu melakukan revisi Rencana Umum Pengadaan (RUP) dan RUP tersebut kemudian ditayangkan di website K/L/D/I. Pengadaan Barang/Jasa yang sementara dilaksanakan dilanjutkan dengan tetap berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Sementara itu, Perjanjian/kontrak yang ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian/kontrak.

Anggaran Kementerian yang sampai ke masyarakat minim

Dita Angga

Sindonews.com - Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia Untuk Tranparansi Anggaran Indonesia (Fitra), Uchok Sky Khadafi mengatakan, penyerapan anggaran Kementerian yang sampai ke masyarakat sedikit sekali. Menurutnya, anggaran lebih banyak dihabiskan untuk belanja rutin atau belanja pegawai.

"Banyak gaji pegawai. Anggaran kita kan berbasis anggaran pendapatan tahun 2013 untuk tahun 2013. Ini tidak cukup untuk pengadaan atau masyarakat," kata Ucok dalam rilisnya, Senin (16/9/2013).

Ucok menambahkan, penyerapan anggaran memang diprioritaskan dahulu untuk membayar gaji pegawai. Anggaran yang begitu besar memang akan tetap dihabiskan untuk program yang telah ditetapkan tetapi ini akan menghambat pelayanan publik. "Jadi anggaran itu hanya serimonial-serimonial saja," ungkapnya.

Menteri Pemuda dan Olarhraga (Menpora) Roy Suryo tidak mengelak rilis data Fitra tersebut. Pasalnya memang secara fakta banyak kegiatan yang berwujud pembangunan sarana dan prasarana dalam tahap proses lelang.

"Jadi intinya saya justru berterimakasih kepada teman-teman Fitra, salam hormat saya buat mereka dan terus saling mengingatkan," katanya.

Page 15: Kliping penyerapan anggaran

Dia mengatakan, beberapa event olahraga juga baru akan digelar akhir tahun ini. Sehingga wajar ketika penyerapan anggaran masih sedikit.

"Juga ada beberapa event besar seperti SeaGames (250M) dan ISG (131M) yang pelaksanaannya baru akhir tahun ini, sehingga sangat wajar bila penyerapannya masih sedikit," katanya.

Ditanyakan keyakinan untuk memaksimalkan penyerapan anggaran, mantan anggota DPR tersebut berharap yang terbaik. "Soal yakin atau tidak, saya berharap tetap yang terbaik," pungkasnya.

Inilah Alasan Penyerapan Anggaran Rendahwww.inilah.comon

INILAH.COM, Jakarta - Penyerapan anggaran yang rendah dinilai karena adanya pengajuan APBN Perubahan dalam masa waktu yang sedikit sehingga Kementerian/Lembaga tidak siap untuk merealisasikannya.

"Kalau tidak ada sesuatu yang sangat penting dan genting, memang sebaiknya tidak perlu ada APBN-P, dan itu dalam undang-undang dimungkinkan," kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo saat ditemui di kantornya, Jumat (4/1/2013).

Menkeu mengungkapkan pengajuan APBN Perubahan biasanya terjadi di akhir semester satu, dan proses pembahasan di DPR selesai pada bulan September.

"Waktu yang tersisa memang sedikit sekali untuk K/L bisa merealisasikan. Jadi yang saya ingin sampaikan, kalau APBN-P itu kemudian dianggap waktunya sedikit sekali, saya setuju (untuk ditiadakan)," ujarnya.

Apalagi, menurut dia banyak K/L ketika menerima anggaran tambahan di APBN-P mereka tidak siap dengan persiapan proyeknya, termasuk term of reference, RAB, kesiapan lahan, dan nanti perlu persetujuan clearance paling tidak dari Kemen PU dan BPKP.

Namun untuk hal penting seperti BBM Bersubsidi over kuota, maka itu perlu disiapkan anggaran di APBN Perubahan. Sebab, dana tahambahan hanya bisa dibayarkan kalau ada anggaran dan kalau sudah selesai diaudit BPK.

"Tapi kalau membangun proyek seperti membangun atau belanja modal yang dilakukan hanya pada APBN-P itu waktunya terlalu singkat," terang Menkeu. [hid]

Page 16: Kliping penyerapan anggaran

Pemerintah upayakan percepatan penyerapan anggaran 2013Selasa, 8 Januari 2013 05:29 WIB | 3003 Views

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan pemerintah akan mengupayakan percepatan penyerapan anggaran belanja 2013, yang secara efektif berlaku mulai awal tahun, dengan melakukan beberapa langkah.

"Kami melakukan langkah persiapan dalam rangka percepatan penyerapan anggaran," ujarnya, di Jakarta, Senin.

Menkeu mengatakan langkah tersebut adalah dengan meminta Kementerian Lembaga untuk menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) lebih awal pada 10 Desember 2012 serta meningkatkan kapasitas para pengelola keuangan satuan kerja.

"Saat ini telah dilakukan sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam rangka menyusun rencana penarikan dana dan perencanaan pengadaan," ujarnya.

Kemudian, menyempurnakan regulasi dengan menerbitkan revisi Peraturan Presiden tentang pengadaan barang dan jasa yaitu Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 untuk mempercepat proses pengadaan barang dan jasa pemerintah.

"Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan oleh masing-masing satuan kerja dan penyerapan anggaran pada tahun 2013 diharapkan dapat berjalan lebih baik dan merata," kata Menkeu.

Selain itu, juga diupayakan langkah untuk meningkatkan peran pimpinan Kementerian/Lembaga/Provinsi serta aparat pengawas internal K/L untuk melakukan monitoring terhadap kinerja satuan kerja yang penyerapan anggarannya rendah.

"Mereka juga harus melakukan identifikasi dan perumusan solusi atas lambatnya penyerapan anggaran serta membina satuan kerja di lingkungan K/L masing-masing, sehingga penggunaan anggaran lebih efisien, efektif dan dapat dipertanggungjawabkan," ujar Menkeu.

Menkeu mengatakan pemerintah juga akan melanjutkan penerapan sistem "reward and punishment" serta mengalihkan tugas pengalihan DIPA 2013 dari Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk menyederhanakan proses bisnis serta meningkatkan kualitas layanan.

Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati menambahkan Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan

Page 17: Kliping penyerapan anggaran

Anggaran (TEPPA) juga telah mengirim surat untuk mengingatkan para pimpinan K/L dalam mempercepat penyerapan anggaran.

"TEPPA telah mengirim surat pada 23 November 2012 kepada K/L yang isinya untuk melaporkan rencana penarikan dana serta pengumuman pemenang lelang barang dan jasa pada 11 Januari 2013," ujarnya.

Melalui surat dari TEPPA tersebut, Anny juga mengharapkan agar K/L untuk segera melakukan penandatangan dokumen kontrak pengadaan barang dan jasa paling lambat pada 15 Maret 2013.

"Dengan upaya ini, diharapkan penyerapan anggaran tidak hanya tercatat secara realisasi nominal, namun juga terlihat secara fisik pekerjaan," katanya. (ANTARA)

Penyerapan Anggaran Rendah, LKPP Terbitkan E-TenderingSenin, 30 September 2013 11:46 wib

JAKARTA - Dalam rangka mendorong efektivitas belanja pemerintah, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menghadirkan sebuah teknologi transaksi elektronik bernama e-Procurement atau e-Tendering.

Kepala LKPP Agus Rahardjo menyatakan, rendahnya tingkat penyerapan anggaran sampai pada triwulan II-2013, yang baru mencapai 31,4 persen, membutuhkan solusi agar lebih efektif dan terserap sesuai target.

"E-Procurement ini mengedepankan prinsip efisiensi dan transparansi agar kementerian dan lembaga serta semua instansi pemerintahan bisa lebih produktif," tutur Agus dalam pemaparannya pada acara Talkshow bertajuk "Efektivitas e-Procurement dalam Mendorong Belanja Pemerintah" di Jakarta, Senin (30/9/2013).

Selain itu, lanjut Agus, teknologi transaksi elektronik ini meningkatkan fleksibilitas pemerintah dan produsen dan waktu dalam proses tender pengadaan barang dan modal. "Dengan transaksi elektronik ini kita bisa mendapat informasi tentang perusahaan penyedia yang kredibel dan yang tidak," lanjutnya.

E-Tendering, salah satu bagian dari e-Procurement, juga akan mendorong aspek transparansi dalam proses pengadaan dan mempermudah pengawasan pemerintah, auditor dan masyarakat luas. Dia berharap kehadiran e-Procurement dapat mendorong penyerapan baik dari sisi efektivitasnya dan transparansinya.

Page 18: Kliping penyerapan anggaran

"Jadi masyarakat dan seluruh stakeholder terkait bisa mengetahui detail proses pelelangan tender. Jumlah peserta, besaran nilai lelang pemenang dan rincian data lainnya," jelas Agus. ()

Page 19: Kliping penyerapan anggaran

Solusi Rendahnya Penyerapan Anggaran PembangunanPosted on September 20, 2013 by aguspurwowicaksono

INDONESIA logo (Photo credit: Wikipedia)

Rendahnya penyerapan anggaran dapat berdampak terhadap lambatnya hasil pembangunan yang diterima masyarakat.  Lambatnya hasil pembangunan yang diterima masyarakat akan dapat berdampak terhadap menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelaksana pembangunan yang dalam hal ini pemerintah.  Menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan dapat berdampak terhadap kondisi politik, maksudnya bisa saja dimanfaatkan oleh siapa saja untuk mencari kesempatan demi kepentingan masing-masing.

Seperti diberitakan di berbagai media bahwa berdasarkan Laporan Realisasi Semester I dan Proyeksi Semester II Pelaksanaan APBN TA 2013, anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) yang terserap pada semester I/2013 tercatat hanya sekitar 163 triliun atau 26,2% dari total APBN.   Kondisi demikian ternyata telah terjadi hampir setiap tahun.  Meskipun tahun 2012 pada semester I penyerapan anggaran mencapai sekitar 30%.   Menghadapi kondisi tersebut, menteri keuangan mengatakan bahwa “proses pencairan anggaran akan dipercepat tetapi tetap perlu dipantau”.  Hal tersebut didukung oleh Plt Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan yang mengatakan bahwa pencairan anggaran akan dilakukan penyederhanaan dengan mengurangi beberapa dokumen yang diperlukan (Koran Sindo: Rabu, 10 Juli 2013).

Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatisipasi rendahnya penyerapan anggaran patut diacungi jempol dengan memaksimalkan penyerapan belanja K/L pada semester II/2013 sehingga bisa mendorong peran pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi.   Upaya tersebut dengan tidak ada alasan, harus didukung oleh semua K/L agar mempercepat hasil pembangunan dapat diterima masyarakat, meskipun masih belum diketahui dampak dari dikuranginya beberapa dokumen yang diperlukan.

Dengan melihat kondisi yang selalu berulang setiap tahun kiranya ada beberapa hal yang perlu dievaluasi agar kondisi yang demikian tidak terjadi lagi atau minimal dapat dikurangi.   Dalam pelaksanaan program dan anggaran pembangunan, pemerintah telah berupaya dengan berbagai cara, termasuk diantaranya dibentuknya institusi-institusi yang bertugas mengurusi hal tersebut (mungkin di Bappenas, Kemenku, atau juga UKP4), meskipun hasilnya juga masih seperti yang dirilis dalam Laporan Realisasi Semester I dan Proyeksi Semester II Pelaksanaan APBN TA 2013.

Institusi yang ada tersebut diyakini telah melakukan pemantauan secara seksama dalam pelaksanaan penyerapan anggaran APBN.  Mereka telah bekerja keras menyukseskan

Page 20: Kliping penyerapan anggaran

pelaksanaan program pemerintah, agar pelaksanaannya sesuai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Namun demikian, bagaimanapun para pelaksana program dan anggaran pembangunan adalah manusia.   Sesungguhnya manusia ituberada dalam keadaan merugi.   Hal ini bisa diartikan bahwa manusia tidak akan mau mengerjakan apa-apa atau hanya menghabiskan waktunya dengan sia-sia, kecuali mereka orang-orang yang taat (beriman), orang-orang yang mau beramal (saleh), dan orang-orang yang mau saling menasehati supaya saling mentaati kebenaran.   Artinya bahwa apabila melaksanakan pekerjaan, sangat perlu untuk saling mengingatkan.  Kondisi ini termasuk dalam pelaksanaan penyerapan anggaran.

Para pejabat yang terkait perlu lagi memutar otak untuk lebih proaktif dengan memberdayakan seluruh sumberdaya yang ada untuk selalu dan mengingatkan kepada para pelaksana khususnya di tingkat K/L.  Tidak ada salahnya setiap bulan memanggil dan mengecek secara langsung bagaimana pelaksanaan  dan rencana selanjutnya dalam penyerapan anggaran di K/L dan bahkan bisa sampai ketingkat para Eselon I, Eselon II termasuk seluruh level pelaksana di semua institusi.

Controlling tidak hanya dilaksanakan setelah selesai pelaksanaan program, tetapi yang paling penting adalah dengan mengawal selama program tersebut dilaksanakan.   Selain diawasi, pelaksanaan program dan penyerapan anggaran sangat penting untuk dikendalikan.  Hal ini tentu sangat baik dilaksanakan.  Disamping bermanfaat untuk mempercepat pelaksanaan program dan penyerapan anggarannya, juga sangat efektif untuk mengurangi adanya penyimpangan melalui deteksi secara dini selama program dalam pelaksanaan.

Apabila saat ini dirasakan belum ada institusi yang bertanggung jawab terhadap pengendalian pelaksanaan program pembangunan maka tidak ada salahnya jika di negeri ini dibentuk suatu lembaga yang mengurusi masalah pengendalian tersebut.  Lembaga ini selain mengendalikan pelaksanaan program pembangunan juga berkewajiban mengecek secara langsung manfaat apa yang diterima oleh masyarakat, serta apa rencana bulan berikutnya.  Setelah adanya jadwal pelaksanaan program dan penyerapan anggaran, maka jadwal ini harus dijaga betul untuk dapat dilaksanakan. Jika tidak dilaksanakan maka harus dikonfirmasi mengapa tidak dilaksanakan. Jika ada hambatan maka lembaga tersebut harus berusaha membantu sehingga program pembangunan segera dapat dilaksanakan sesuai yang dijadwalkan.  Tidak kalah pentingnya adalah mengingatkan tentang apa yang harus dipersiapkan untuk melaksanakan program pembangunan yang akan dilakukan bulan berikutnya.

Masyarakat hanya perlu manfaat yang diterimanya, bukan hanya program selesai dilaksanakan.   Pemimpin perlu mengecek sampai dengan outcome, dampak, dan benefide dari program pembangunan, tidak hanya menerima laporan tentang output kegiatan.  Gagasan ini mungkin tidak seratus persen dapat menyelesaikan persoalan tetapi setidaknya akan dapat membantu mengurangi persoalan yang ada.